Kabupaten Malang Tak Perlukan Produk Pangan Impor
-
Upload
dini-yuliansari -
Category
Documents
-
view
97 -
download
4
description
Transcript of Kabupaten Malang Tak Perlukan Produk Pangan Impor
Kabupaten Malang Tak Perlukan Produk Pangan Impor24 Okt 2011 20:07:06| Ekonomi | Penulis : Endang Sukarelawati
Malang - Bupati Malang Redra Kresna secara tegas menyatakan bahwa daerahnya tidak
membutuhkan komoditas atau produk pangan impor.
"Tingkat surplus berbagai produk pertanian tanaman pangan di Kabupaten Malang cukup besar,
yakni sekitar 400 ribu ton. Sehingga, daerah ini tidak memerlukan komoditas pangan impor
termasuk kentang," tegas Rendra di Malang, Senin.
Ia mengatakan, komoditas kentang di kawasan Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Batu dan
Kota Malang) cukup besar jumlahnya, sehingga tidak membutuhkan kentang impor.
Oleh karena itu, katanya, Pemkab Malang tidak mengizinkan kentang impor masuk wilayah itu.
"Kami berharap pemerintah pusat di Jakarta maupun provinsi di Surabaya tidak mudah
memberikan izin kepada importir komoditas pertanian terutama kentang dan beras yang
selanjutnya didistribusikan ke daerah termasuk Kabupaten Malang," tegasnya.
Lebih lanjut Rendra mengatakan, tahun 2010, untuk komoditas beras Kabupaten Malang surplus
sekitar 60 ribu ton dan berbagai hasil pertanian lainnya sekitar 400 ribu ton, belum termasuk
produksi pertanian dari Kota Batu.
Menurut Ketua DPD Partai Golkar tersebut, sebagai daerah pertanian, tidak selayaknya Kabupaten
Malang, bahkan dua daerah lainnya dibanjiri produk komoditas pertanian impor.
Semua jenis tanaman pangan di kabupaten Malang sudah mencukupi, bahkan surplus, sehingga
Kabupaten Malang dan dua daerah lainnya di Malang Raya tidak membutuhkan komoditas pangan
hasil impor.
Mantan Ketua Komisi C DPRD kabupaten Malang itu mengemukakan, sebagai daerah agraris dan
lahan pertanian yang cukup subur, membuat produksi pertanian di Kabupaten Malang mampu
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat, sehingga tidak bergantung pada daerah lain.
"Justru kami mengirim berbagai hasil komoditas pangan ke daerah lain, bukan menerima, apalagi
bahan pangan impor dari negara lain yang di daerah ini sudah tersedia dan mencukupi," tegasnya.
Belum lama ini para petani kentang di wilayah Kabupaten Malang, seperti di Poncokusumo dan
Pujon mengeluhkan serbuan kentang impor dari China dan Thailand. Akibat membanjirnya kentang
impor tersebut, harga kentang lokal turun drastis, dari Rp8.000/kg menjadi Rp3.500-Rp4.000/kg.
(*)
Lahan Pertanian Menyusut, Kota Malang Kekurangan Beras
Penulis :
Kontributor Malang, Yatimul Ainun
Kamis, 11 April 2013 | 14:44 WIB
1
MALANG, KOMPAS.com - Lahan pertanian di Kota Malang, Jawa Timur, telah
menyusut akibat menjamurnya pembangunan fisik seperti perumahan. Kini luas
lahan pertanian di Kota Malang tinggal 1.282 hektare. Kondisi itu menyebabkan
menurunnya hasil produksi beras sehingga Kota Malang kini kekurangan beras.
Menyusutnya lahan pertanian itu harus segera diantisipasi, agar bisa mencukupi
kebutuhan rakyantanya yang berjumlah kurang lebih 890 ribu orang. Hal itu
dikatakan Wali Kota Malang Peni Suparto pada acara Gerakan Diversifikasi
Pangan, di Malang, Kamis (11/4/2013). "Antisipasinya, harus melakukan
diversifikasi pangan untuk mengubah mindset masyarakat," jelas Peni.
Makanan pokok, jelas Peni, tak hanya nasi. Singkong dan jagung juga bisa
menjadi makanan pokok. "Swasembada pangan harus dilakukan agar Kota
Malang tidak bergantung ke beras yang harus dibeli dari daerah luar Kota
Malang," katanya.
Menurut Peni, lahan pertanian di Kota Malang semakin menyusut. Ancaman yang
telah terjadi kekurangan beras. "Saat ini Kota Malang sudah kekurangan beras.
Kebutuhan beras Kota Malang mencapai 167.000 ton per tahun. Sementara,
produksi beras hanya 73.000 ton dengan lahan seluas 1.282 hektar. Jadi, Kota
Malang membutuhkan tambahan 94.000 ton beras, yang harus dibeli dari luar
Kota Malang," katanya.
Diversifikasi pangan di Kota Malang bisa dilakukan dengan cara mengubah
konsep dasar pemikiran masyarakat untuk mengurangi konsumsi beras. Sebab
masih ada bahan makanan pengganti beras yang tidak kalah kandungan gizi dan
karbohidratnya.
"Kita akan menggalakkan dan memperkenalkan konsumsi beras cerdas. Beras
cerdas itu bahan bakunya dari tepung singkong yang gizinya tak kalah dengan
nasi," beber Peni.
Pada 2013, Pemerintah Kota Malang akan mencoba mulai memproduksi dan
memperkenalkan beras cerdas yang diproduksi produsen asal Blitar dan bekerja
sama dengan Universitas Jember.
Dalam kesempatan yang sama, produsen beras cerdas asal Blitar, Hendro
Wahyudi, mengungkapkan, Kota Malang merupakan salah satu target wilayah
pemasaran beras cerdas pada 2013. "Kami harap beras cerdas bisa memantu
program diversifikasi pangan yang digalakkan oleh pemerintah," katanya.
Beras cerdas jelas Hendro, baru diproduksi dan dikembangkan di awal 2013.
Saat ini sudah dipromosikan di sejumlah daerah di Jawa Timur. "Beras cerdas ini,
harganya sama dengan beras biasa, namun manfaat gizinya lebih banyak karena
tidak mengandung kolesterol," kata Hendro.
Dari data yang dimiliki Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi
(DPN-Repdem), lahan pertanian di Kota Malang terus menyusut.
Menurut Ketua DPN Repdem Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada, alih fungsi
lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kota Malang sudah sangat
memprihatinkan. Padahal pada 2007 luas lahan pertanian di Kota Malang masih
sebesar 1.550 hektare atau terus menyusut menjadi 1.400 hektare pada 2009,
dan 2012 tinggal 1.300 hektare.
"Penyusutan lahan pertanian ini cukup membahayakan dan harus segera
diantisipasi," harapnya.
Bangunan pertokoan dan perumahan di Kota Malang, Jawa Timur, beberapa
tahun ini terus menjamur. Hal tersebut berakibat pada berkurangnya lahan
pertanian. Otomatis, produksi hasil pertanian juga berkurang.
"Dalam ada beberapa tahun ini, luas lahan pertanian setiap tahunnya terus
mengalami pengurangan. Hal itu jelas mempengaruhi produktivitas hasil
pertanian yang ada," jelas Kepala Dinas Pertanian (Dintan) Kota Malang, Ninik
Suryantini, Sabtu (11/2/2012). Dengan kondisi demikian, pemerintah Kota
Malang tidak berani mencanangkan target produktivitas pertanian pada 2012.
"Kalau produksi perhektare tetap sesuai target. Tapi kalau luas lahan jelas
berkurang," jelasnya.
Ninik membeberkan, dari data Dintan Kota Malang, pada 2007 silam, luas lahan
pertanian masih sekitar 1.550 hektare. Data terakhir pada 2010 terus menyusut
dan tinggal 1.400 hektare saja.
"Tahun 2012 ini, luas lahan sudah tinggal 1.300 hektare. Itu data sementara
yang kami miliki," akunya.
Ditanya soal produktivitas pertanian yang ada di tahun 2011, sebanyak 6,7 ton
per hektarenya. "Jumlah itu naik 5 persen dibanding tahun sebelumnya. Itu
sesuai target produktivitas per hektare dari pemerintah pusat," ujarnya.
Untuk 2012 ini, Dintan Kota Malang tak berani mencanangkan target akumulatif
pada 2012 ini. Karena masih menunggu validasi data terbaru dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Malang sebelum menentukan target produksi. "Kami masih
menunggu validasi data dari BPS," katanya.
Lebih lanjut Ninik mengatakan, meski produktivitas pertanian di Kota Malang
secara keseluruhan menurun, pihaknya tetap yakin tak akan mempengaruhi
ketahanan pangan. "Karena, Kota Malang mengandalkan daerah lain seperti
Kabupaten Malang atau Blitar untuk memenuhi kebutuhan padi," katanya.
Ditanya, apa penyebab berkurangnya lahan pertanian di Kota Malang, Ninik
menjawab, karena disebabkan peralihfungsian lahan pertanian menjadi kawasan
pertokoan dan menjamurnya perumahan.
"Makanya, Dintan mengusulkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan
daerah (Bappeda) Kota Malang, soal penetapan lahan abadi atau biasa disebut
sabuk hijau dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) 2011-2012,"
katanya.
Ninik menambahkan, pihaknya mengusulkan untuk melindungi kawasan
pertanian yang tersisa agar tidak berubah fungsi jadi pertokoan dan perumahan.
Karena dari lima kecamatan yang ada, untuk Kecamatan Klojen sudah tidak ada
lagi lahan pertanian yang tersisa. "Selain Klojen, yang masih tersisa lahan
pertanian di antaranya, di Kecamatan Sukun, Lowokwaru, Kedungkandang dan
Blimbing. Saat ini Dintan Kota Malang sudah menyiapkan anggaran senilai Rp 1,2
miliar untuk program pertanian," katanya.
Jumlah hewan ternak di kota malang
No Jenis Ternak Tahun 2008Tahun 2009 Tahun 2010
Tahun 2011 Tahun 2012
1 Sapi Potong 136.385 142.344 147.865 225.895 240.746
2 Sapi Perah 60.589 62.834 71.600 89.431 93.992
3 Kerbau 1.631 1.631 1.629 2.421 2.445
4 Kambing 184.683 187.344 180.178 194.269 203.932
5 Domba 28.215 28.622 26.349 26.237 26.976
6 Babi 3.695 3.694 2.382 6.102 6.318
7 Kuda 644 627 482 692 685
8 Ayam Buras 1.552.370 1.574.700 1.104.171 1.807.318 2.096.489
9 Ayam Petelur 1.339.997 1.371.876 1.112.381 2.666.662 2.733.458
10 Ayam Pedaging 16.206.996 16.551.003 15.694.993 4.486.074 3.648.864
11 Itik 113.011 114.555 100.874 166.171 169.491
12 Entok 38.364 38.911 34.511 65.399 66.707
TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota Malang bakal membatasi alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman, kawasan bisnis, dan kawasan industri. Pembatasan alih fungsi lahan pertanian bakal ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah tentang pertanian. Selama empat tahun, luas lahan pertanian menyusut 250 hektare.
"Sulit membendung alih fungsi lahan, tak ada aturan hukumnya," kata Kepala Dinas Pertanian, Sapto Prapto Santoso, pada Selasa, 17 September 2013. Rencana ini dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Tujuannya, agar lahan pertanian tetap terjaga tak menyusut signifikan.
Selain itu, akan ada pemberian insentif bagi petani yang mempertahankan lahan pertanian. Insentif berupa pemberian diskon untuk membayar pajak. Pendataan dari Dinas Pertanian, lahan pertanian di Kota Malang tersisa dua ribu hektare yang tersebar di Lowokwaru, Kendangkandang, Sukun dan Blimbing.
Sedangkan Klojen tak menyisakan lahan pertanian sama sekali. Alasannya, Klojen merupakan pusat kota yang dipenuhi bangunan. Klojen menjadi kawasan perdagangan, industri, permukiman, dan pusat pemerintahan. Termasuk pusat perbelanjaan berdiri di kawasan Klojen.
Lahan pertanian juga menjadi upaya untuk mempertahankan ruang terbuka hijau. Untuk itu, Dinas Pertanian juga mendorong pertanian di kawasan perkotaan. Konsepnya, setiap rumah ditanami aneka jenis tanaman produktif. Selain berfungsi untuk penghijauan, juga untuk menambah lahan pertanian.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara, mengatakan lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Ia berharap luas lahan pertanian tetap dijaga. Lantaran selama ini luas RTH meliputi lahan pertanian terus menyusut. "Pemerintah bertanggung jawab terhadap berkurangnya RTH," ujarnya.
Penyusutan RTH selain menyebabkan penurunan produksi pertanian, juga menyebabkan ancaman banjir di Kota Malang. Kini, lanjut dia, RTH di Kota Malang diperkirakan tersisa 1,8 persen dari luas Kota Malang
110,6 kilometer persegi.
Seharusnya, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang menyebutkan luas areal RTH setidaknya 30 persen dari total luas wilayah, meliputi 20 persen ruang publik dan 10 persen untuk ruang privat.
Ditambahkan, berdasarkan sensus pertanian, disimpulkan bahwa Kabupaten Malang, Jember dan Bojonegoro merupakan tiga kabupaten yang mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak
Malang (Greeners) - Lahan pertanian sebagai salah satu kawasan resapan air di Kota Malang saat ini
tersisa 1.300 hektare dari luas Kota Malang 110,6 kilometer persegi. Luas lahan pertanian ini menyusut
250 hektare selama empat tahun terakhir dari luas semula yang mencapai 1.550 hektare.
Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Kota Malang, Ninik Suryantini, mengatakan lahan pertanian semakin
berkurang karena berubah fungsi menjadi kawasan perkantoran, perumahan serta pusat perbelanjaan.
Dinas Pertanian telah mengusulkan ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah menetapkan
lahan pertanian menjadi lahan abadi atau sabuk hijau.
Saat ini, lahan pertanian di Kota Malang hanya berada di empat kecamatan yakni Kecamatan
Lowokwaru, Blimbing, Kedungkandang dan Sukun. “Lahan pertanian di Kecamatan Klojen yang menjadi
pusat kota habis tak tersisa,” kata Ninik.
Dinas Pertanian Kota Malang telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar untuk program
pertanian seperti sosialisasi, pendampingan dan bantuan teknologi bagi para petani untuk mendongkrak
produktifitas pertanian di Kota Malang.
Ninik mengatakan para petani disiapkan untuk menggunakan peralatan teknologi pertanian
sepertitransplanter yang dapat menanam bibit padi seluas satu hektare hanya dengan waktu dua jam.
Dia berharap Kota Malang memiliki empat transplanter untuk memenuhi swasembada pangan di Kota
Malang.4
Ninik menambahkan, produktifitas pertanian di Kota Malang rata-rata sekitar 6,7 ton per hektar. Ia
menyatakan, meskipun lahan pertanian berkurang namun produktifitas tetap terjaga. Selain itu,
Kebutuhan pangan warga Malang juga dipasokan dari sentra pertanian di Kabupaten Malang dan Blitar.
PERIKANAN MALANG
Sekalipun wilayah perkotaan, potensi perikanan di Kota Malang masih sangat menjanjikan. Saat ini, warga kota
pendidikan ini yang tinggal di sekitar aliran sungai ramai-ramai kembali memelihara ikan di keramba.
Kadis Petanian Ir Niniek Suryantini mengatakan, jumlah panen ikan air tawar yang dipelihara di keramba dan kolam
oleh warga mencapai 60 sampai 70 ton dalam setiap kali panen. “Potensi perikanan masih menjanjikan. Walaupun
warga menjadikan sebagai pekerjaan sambilan, tapi masih menjanjikan untuk menambah pendapatan keluarga,†kata �Niniek di balai kota, kemarin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, potensi perikanan air tawar di kota ini tersebar di Kecamatan Lowokwaru, Sukun dan
Kedungkandang. Umumnya, warga memelihara ikan nila, tombro, lele dan lobster air tawar. Warga memelihara ikan di
keramba dialiran sungai dan kolam di areal rumah.
Sekalipun panen ikan air tawar mencapai 70 ton, ternyata masih belum memenuhi kebutuhan konsumsi ikan di kota ini.
“Konsumsi ikan oleh warga Kota Malang tinggi. Per orang konsumsi 19 kg per tahun,†kata Niniek.�
Karena jumlah konsumsi ikan yang tinggi, lanjut mantan Kabid Perikanan ini, pasokan untuk konsumsi ikan ditambah
dari Kabupaten Malang, Pasuruan dan Sidoarjo. “Ini bukan hanya ikan air tawar saja, tapi juga ikan air laut,†jelas �alumnus Fakultas Perikanan UB ini.
Untuk semakin meningkatkan produktivitas perikanan, kini warga yang memelihara ikan mendapat bantuan. Tahun ini,
20 kelompok tani ikan mendapat bantuan paket berupa pakan, benih, konstruksi kolam dan obat-obatan.
Di Dinoyo, warga masih setia memelihara ikan di aliran sungai. Widodo, warga Jalan MT Haryono mengaku mulai tahun
ini memelihara ikan di keramba. “Dua tahun lalu, saya memelihara ikan di keramba, kemudian berhenti. Tapi mulai
tahun ini, saya memelihara lagi,†kata pedagang bakso ini.�
Dua tahun lalu saat masih memelihara ikan tombro, kata Widodo, sekali panen dia mendapat keuntungan mencapai Rp
1,2 juta. Padahal modal usaha yang dikeluarkan hanya Rp 200 ribu. “Pembelinya dari kolam pemancingan,†�jelasnya.
Warnoto, warga MT Haryono gang X mengaku memelihara ikan di keramba masih mendatangkan keuntungan. Dalam
sekali panen, kata dia, bisa mendapat keuntungan hingga Rp 2,5 juta. Sedangkan modal yang dikeluarkannya hanya
Rp 100 ribu untuk membeli bibit ikan. “Asalkan tidak ada penyakit jamur, bisa memberi keuntungan yang
lumayan,†kata Warnoto yang mengaku mulai memelihara ikan di Keramba di kawasan Dinoyo sejak 1993 lalu ini�
Kecamatan Karangploso di daerah Kabupaten Malang adalah salah satu daerah yang mayoritas penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani, namun juga tidak bisa disangkal bahwa akhir-akhir ini jumlahnya semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah pabrik-pabrik yang berada di kecamatan tsb. Hal tersebut jelas
memengaruhi terhadap kehidupan bersosial masyarakat di sana terutama generasi mudanya, mereka lebih
cenderung bekerja di pabrik dibandingkan dengan bertani. Namun tidak semua masyarakat di daerah tersebut
hanya menggantungkan hidupnya dari bertani dan buruh pabrik, banyak juga yang berprofesi sebagai peternak
sapi perah.
Peternakan sapi perah yang ada di Karangploso juga sudah menunjukkan perkembangan yang berarti sejak
mereka bergabung dengan Koperasi Unit Desa (KUD) setempat untuk menyalurkan susu yang mereka hasilkan
kepada beberapa perusahan susu yang ada di Jawa Timur. Keberadaan KUD ini ternyata juga sudah populer
bagi masyarakat Karangploso terutama yang berprofesi sebagai peternak sapi perah maupun petani lainnya,
karena dari situlah mereka bisa mendapatkan penghasilan dari usahanya sebagai peternak sapi perah.
Desa Tawangargo dan Desa Bocek merupakan desa yang kultur agrarisnya masih terlihat kental, terbukti bahwa
desa Tawangargo adalah sentra penanaman hortikultura terutama sayur mayur terbesar keempat di Malangraya
setelah Kota Batu, Kecamatan Pujon, Kecamatan Poncokusumo dan desa Bocek merupakan sentra penanaman
cabe besar selain kecamatan Pujon danKecamatan Dau.
Meskipun sebagian besar penduduknya adalah petani dan peternak, ternyata masih banyak juga penduduknya
yang berprofesi sebagai wiraswasta maupun profesi formal lainnya.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman.
Hal ikhwal pangan telah secara legal tercantum dalam undang-undang tentang pangan, yaitu undang-undang No 7, tahun 1996. penulis sendiri merasa beruntung karena dipercayai oleh Menteri Negara Urusan Pangan, saat itu Prof. Dr. Ibrahim Hasan. untuk mempersiapkan dan merancang undang-undang pangan tersebut, memperjuangkan di DPR, hingga selesai disetujui dan disyahkan serta ditanda tangani oleh presiden RI, tanggal 14 November, 1996. suatu kebahagiaan tersendiri yang sulit terlupakan bagi penulis.
Tujuan disusunnya undang-undang pangan adalah untuk melindungi konsumen dari resiko kesehatan serta membantu konsumen dalam mengevaluasi, dan memilih bahan dan produk pangan yang akan mereka konsumsi. Undang-undang pangan juga bertujuan untuk membantu dan membina produsen makanan dalam meningkatkan mutu produk yang dihasilkan serta memfasilitasi terjadinya perdagangan yang jujur. Disamping itu undang-undang pangan juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kegiatan ekonomi negara.
Dalam menjabarkan petunjuk pelaksanaannya undang-undang pangan tersebut dibentuklah Peraturan Pemerintah. Sejauh ini telah ada dua Peraturan Pemerintah atau PP, yaitu PP No 69, tahun 1999, tentang Iabel dan Iklan. Dan PP No 28, tahun 2004 tentang Mutu Gizi dan Keamanan Pangan.
Disamping itu masih ada dua lagi undang-undang yang penting yaitu Undang-undang No. 08, 1999 tentang perlindungan konsumen, serta Undang-undang Kesehatan No. 23, Tahun 1992, tentang Kesehatan
Apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup perkotaan maka
akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan yang akan berdampak
negatif terhadap kehidupan masyarakat kota. Keseimbangan lingkungan perkotaan menjadi
terganggu akibat proses pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan pola hidup
masyarakatnya.