Kabar Bahari 13

40
Jelajah Nama dan Peristiwa Setara Edisi 13Januari - Februari 2015 Nadine Chandrawinata Mencintai Laut Perbudakan di Rantai Produksi Pakan Dairah: Perubahan Dimulai Dari Diri Sendiri

description

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Transcript of Kabar Bahari 13

Page 1: Kabar Bahari 13

Jelajah Nama dan Peristiwa Setara

Edisi 13Januari - Februari 2015

Nadine Chandrawinata Mencintai Laut

Perbudakan di Rantai Produksi Pakan

Dairah: Perubahan Dimulai Dari Diri Sendiri

Page 2: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2014

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

DEWAN REDAKSIPemimpin Redaksi: Abdul HalimRedaktur Pelaksana: Susan HerawatiSidang Redaksi: Ahmad Marthin Hadiwinata, Susi Oktapiana, Irma Yanti, AntoDesain Grafis: Dodo

Alamat RedaksiJl Kedondong Blok C Nomor 19 Perumahan Kalibata Indah, Jakarta 12750Telp./Faks: +62 21 799 4888Email: [email protected]: www.kiara.or.id

Nadine Chandrawinata Mencintai Laut

Perbudakan di Rantai Produksi Pakan

Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.)

4

11

8

17

24

DAF TAR ISI

Nama dan Peristiwa

Kemudi

Jelajah

Kebijakan

Dariah:Perubahan Dimulai dari Diri Sendiri

12Setara

Konsultasi Hukum

Dahli Sirait:Nelayan Tanjung Balai Asahan Melawan Trawl

Hari Perikanan Sedunia, 21 November 2014:Lindungi Nelayan dan Perempuan Nelayan

Bandeng Presto Duri Lunak

30

34

39

Tokoh

Pernak Pernik

Dapur

Page 3: Kabar Bahari 13

CatatanREDAKSI

Mengawali tahun 2015, redaksi buletin Kabar Bahari kembali menyapa pembaca. Kali ini dengan bahasan khusus tentang bandeng. Pangan khas rakyat ini lebih dikenal melalui produk olahannya: bandeng presto atau bandeng presto duri lunak.

Di Indonesia, terdapat 10 provinsi produsen ikan bandeng, di antaranya Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat. Sejak tahun 2010, produksi bandeng nasional mengalami peningkatan: 421.757 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 621.393 ton pada tahun 2014.

Tingginya volume produksi mengandaikan destinasi pemasaran. Untuk produk bandeng Indonesia, pasar-pasar yang dituju di antaranya Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok dan Jepang. Tantangannya, kandungan gizi ikan bandeng yang sangat baik untuk dikonsumsi harus dibarengi dengan inovasi pengolahan dan strategi pemasaran yang mumpuni.

Seperti diketahui, selain Indonesia, Malaysia dan Filipina juga tergolong produsen ikan bandeng (milk fish) di Asia Tenggara. Adanya kompetitor, harus dimaknai sebagai keharusan hadirnya kreativitas pemerintah dan masyarakat untuk bekerjasama sesuai porsinya guna menduniakan ikan bandeng.

Di samping itu, KABAR BAHARI edisi pembuka di tahun 2015 ini juga diisi dengan resep membuat bandeng presto lunak, ketekunan Ibu Dairah dalam memulai perubahan di kampung nelayan, perundingan pakan di Belanda dan pendalaman mengenai hak pemeliharaan dan penangkapan ikan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selamat membaca dan semoga memberi manfaat.

Menduniakan Bandeng Indonesia

Page 4: Kabar Bahari 13

D IK EMU

Page 5: Kabar Bahari 13

Berkunjung ke Semarang, Jawa Tengah, tanpa membeli produk olahan bandeng di bilangan Pandanaran belumlah sempurna. Umumnya

dijual bandeng presto yang bisa dinikmati hingga tak bersisa tulang sekalipun.

BANDENGPangan Rakyat yang Mendunia

Bandeng merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya, khususnya di Indonesia. Selain untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi, usaha budidaya bandeng dapat diandalkan untuk meningkatan pendapatan pembudidaya skala kecil dan menengah.

Secara nasional, produksi bandeng mengalami peningkatan yang cukup signifikan 421.757 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 621.393 ton pada tahun 2014 atau sebesar 10,4% per tahun.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Februari 2015) menemui fakta bahwa produksi bandeng dalam negeri dipasok oleh Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat. Dari volume produksinya, Jawa Timur menjadi provinsi produsen bandeng terbesar di Indonesia di tahun 2013 (lihat Tabel 1).

Tabel 1. 10 Provinsi Produsen Utama Bandeng Tahun 2013

No Provinsi Volume Produksi

(Ton)

1 Jawa Timur 138,626

2 Sulawesi Selatan 119,896

3 Jawa Barat 93,887

4 Jawa Tengah 72,350

5 Sulawesi Tenggara

54,774

6 Aceh 20,530

7 Kalimantan Selatan

18,414

8 Kalimantan Timur

18,134

9 Sulawesi Barat 14,815

10 Nusa Tenggara Barat

13,564

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Februari 2015), diolah dari Statistik Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan

Page 6: Kabar Bahari 13

6Edisi 13Januari - Februari 2015

Di tingkat nasional, volume produksi bandeng terus meningkat sejak tahun 2009 sampai dengan 2013: dari 323,288 ton menjadi 626,878 ton (lihat Tabel 2). Kenaikan ini dipicu oleh permintaan pasar yang tinggi.

Tabel 2. Volume Produksi Bandeng Tahun 2009-2013

No Tahun Volume Produksi (Ton)

1 2009 328,288

2 2010 421,757

3 2011 467,449

4 2012 518,939

5 2013 626,878Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Februari 2015), diolah dari Statistik Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan

Tingginya produksi bandeng di Indonesia membuka akses pasar di luar negeri. Negara-negara yang menjadi tujuan pasar bandeng nasional adalah Uni Eropa, Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang.

Manfaat BandengIkan bandeng memiliki kandungan gizi yang jauh lebih baik dibandingkan ikan salmon yang mendunia itu. Kandungan Omega-3 ikan bandeng ternyata enam kali lebih tinggi dibandingkan ikan salmon.

Kandungan lemak ‘sehat’ dalam perut ikan bandeng juga cukup tinggi sehingga bisa menjadi pilihan terbaik ikan konsumsi. Sebagaimana kita ketahui selama ini ikan Salmon dianggap memiliki kandung Omega-3

tertinggi. Sebaliknya, ikan bandeng dianggap sebagai ikan biasa–biasa saja. Tak sehebat ikan salmon yang begitu banyak diperbincangkan. Akibatnya harga ikan salmon menjadi sangat mahal (lebih dari Rp. 400.000,- per kilogramnya) dan hanya dijual di supermarket besar untuk segmen pasar menengah atas. Sementara ikan bandeng dianggap sebagai ikan murahan yang dijajakan di pasar-pasar tradisional kelas bawah. Kenapa demikian? Banyak faktor yang menjadi penyebab selisih harga relatif tinggi antara bandeng dan salmon, di antaranya promosi dan kepiawaian para pedagang untuk menggarap pasar.

Negara-negara produsen ikan salmon dengan sengaja menggarap brand ikan salmon sebagai ikan berkualitas, mahal dan mewah. Berbagai media dipergunakan untuk mengangkat ‘derajat’ ikan tersebut dengan cara mencitrakan sebagai ikan yang luar biasa. Bahkan, mereka membangun mitos, cerita dan analisis ilmiah untuk mendongkrak citra ikan salmon menjadi ‘selangit.’ Hasilnya, memang sungguh luar biasa. Hampir semua orang di seluruh penjuru dunia mengenal ikan yang banyak terdapat di perairan Amerika Serikat dan Eropa tersebut sebagai ikan berkelas atas. Padahal, kandungan gizi ikan bandeng tidak kalah luar biasa. Hal ini terlihat dari hasil penelitian terhadap 100 gram ikan bandeng (Food Weight) dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 80% (Bdd/Food Edible).

Page 7: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 7

Tabel 3. Kandungan Gizi Ikan Bandeng

No Kandungan Gizi

Jumlah

1 Energi 129 kilokalori

2 Protein 20 gram

3 Karbohidrat 0 gram

4 Lemak 4,8 gram

5 Kalsium 20 miligram

6 Fosfor 150 miligram

7 Zat Besi 2 miligram

8 Vitamin A 150 IU

9 Vitamin C 0 miligram

10 Vitamin B1 0,05 miligramSumber: Publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Mendapati manfaat mengonsumsi ikan bandeng, tak mengherankan jika sebagian masyarakat berburu bandeng sebagai salah satu tujuan wisata kuliner liburan di akhir pekan.

Hilirisasi BandengHal terpenting yang harus dipikirkan berkenaan dengan pengelolaan ikan bandeng di Indonesia adalah efektivitas pemasaran, karena persaingan bandeng bukan hanya sesama produsen di Indonesia, melainkan dunia. Jika strategi tidak ada, daya saing menjadi nihil saat harga turun.

Selain itu, selisih ongkos kapal pengangkutan hasil bandeng dari Indonesia ke luar pun ikut mempengaruhi. Pasalnya, ada selisih sekitar Rp10.000-15.000 lebih mahal daripada ongkos dari negara lain.

Oleh karena itu, rencana pemerintah membangun tol laut menjadi sangat penting untuk segera direalisasikan, serta sarana transportasi lainnya, baik lewat laut, darat maupun udara.

Belum lagi minimnya sentra pengolahan ikan bandeng sehingga nilai tambah bagi masyarakat hilang. Di sinilah diperlukan inovasi pengolahan yang difasilitasi oleh pemerintah dan pemda.***(dari pelbagai sumber)

Page 8: Kabar Bahari 13

Perbudakan di Rantai Produksi Pakan

Skandal pekerja yang diperbudak di atas kapal-kapal perikanan Thailand menjadi perhatian masyarakat dalam negeri Thailand dan

dunia internasional. LSM, retail-retail dan konsumen mendesakkan perubahan kepada perusahaan-perusahaan pangan laut agar bekerja lebih bertanggungjawab dan menawarkan rantai pasok yang berkelanjutan.

Page 9: Kabar Bahari 13

Perusahaan-perusahaan Thailand tidak bisa mengelak adanya fakta bahwa produksi pakan mereka adalah bagian dari sistem yang lebih besar dan dinamis dengan konsekuensi yang luas. Kasus perbudakan ini mendesak adanya tindakan untuk mengubah praktik bisnis yang tidak bertanggungjawab. Hal ini mendorong perusahaan pakan di Thailand untuk memeriksa dan mengubah kebijakan ketenagakerjaan yang selama ini dianggap lemah.

Selama bertahun-tahun, bisnis makanan laut telah menghadapi kritik dari pemerhati lingkungan dan LSM lokal di Thailand karena keterlibatan mereka dalam rantai pasokan yang telah mendorong terjadinya praktek penangkapan ikan melebihi ambang batas (overfishing), yang memiliki dampak terhadap kelestarian sumber daya dan konsumen di Thailand dan luar negeri.

Sebuah laporan penelitian yang dipublikasikan oleh Oxfam Thailand di tahun 2014 menunjukkan bahwa

penggunaan tepung ikan sebagai bahan protein utama untuk pakan ternak/perikanan memberikan kontribusi signifikan terhadap praktek penangkapan ikan berlebih di Thailand. Laporan itu mengungkap statistik pada tahun 1961 bahwa kapal nelayan Thailand mampu menangkap ikan rata-rata 297.80 kilogram per jam dan turun menjadi 17.80 kilogram di tahun 2010. Meskipun ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini, penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti pukat dasar telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kehancuran.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa “ikan rucah” - atau dengan kata lain, ikan yang tidak diinginkan atau tidak dikonsumsi – disediakan dari 62% total tangkapan, sementara hanya sekitar 38% adalah pangan laut (seafood) yang bisa dijual untuk tujuan komersial. Di Thailand, ikan rucah termasuk ikan berukuran kecil dan spesies laut lainnya yang tertangkap dan digunakan sebagai bahan tepung ikan.

Page 10: Kabar Bahari 13

10Edisi 13Januari - Februari 2015

Penurunan jumlah ikan menimbulkan ancaman langsung terhadap keamanan pangan di Thailand, terutama bagi masyarakat nelayan miskin dan rentan di seluruh wilayah pesisir. Nelayan lokal harus tinggal di laut untuk waktu jauh lebih lama dari waktu, dikarenakan tangkapan yang minim. Dampak sosialnya adalah masyarakat nelayan di sekitar pantai Thailand terjebak pada masalah pengangguran, obat-obatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang sangat kurang sehingga mereka semakin rentan.

Hal ini menunjukkan bahwa penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab menimbulkan beberapa dampak, baik kepada manusia maupun ekosistem laut. Karena itulah dibutuhkan perubahan pola penangkapan agar lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan, termasuk memperbaiki relasi antara ABK kapal perikanan dengan juragan/pemilik kapal.

Tantangan ini menjadi pertanyaan utama yang muncul di dalam Dialog Pakan Bertanggungjawab (Responsible Feed Dialogue) yang diselenggarakan di Amsterdam, Belanda, September 2014 lalu, di mana lebih dari 50 perusahaan, akademisi dan LSM berkumpul untuk mendiskusikan cara membuat mekanisme sertifikasi produksi pakan yang lebih bertanggung jawab.

Di Indonesia, kontribusi biaya pakan dalam aktivitas perikanan budidaya dapat mencapai 70%-80%. Sertifikasi produk pakan bukanlah jawaban atas silang sengkarut persoalan perikanan budidaya yang muaranya adalah ketergantungan dan monopoli. Oleh karena itu, sudah saatnya Negara mendukung inovasi dalam negeri yang dihasilkan oleh para pembudidaya, termasuk soal pakan.*** (AH)

Page 11: Kabar Bahari 13

Ia menjuarai Puteri Indonesia 2005 sebagai delegasi DKI

Jakarta. Terlahir pada tanggal 8 Mei 1984, ia memiliki nama Nadine Chandrawinata. Kedekatannya dengan laut menunjukkan bahwa ia memiliki cinta dan kepedulian.

"Banyak sekali plastik di Indonesia, di saat menyelam suka menemukan sampah di laut, terumbu karang saat naik ke dasar laut pun plastik di mana-mana, bayangannya seperti itu, dan itu yang bikin tidak menyenangkan. Saya tidak bisa sendiri melakukan kampanye menjaga kebersihan laut ini, yuk sama-sama kita lakukan," ajak Nadine kepada masyarakat luas untuk bersama-sama menjaga kebersihan ekosistem laut.

Permasalahan yang sering terjadi di perkotaan adalah membuang sampah, khususnya plastik secara sembarangan dan pada akhirnya mengalir ke laut. Ketika menyelam, tumpukan sampah terlihat sangat jelas.

Sekecil apa pun aksi warga perkotaan, tetap amat berharga bagi upaya penyelamatan ekosistem pesisir dan laut, antara lain membuang sampah permen dan puntung rokok pada tempatnya, mematikan air conditioner (AC) saat tak diperlukan, mematikan keran saat bak mandi sudah penuh, serta membawa tas lipat untuk berbelanja.

Kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat membantu melestarikan kehidupan biota laut, seperti terumbu karang dan ikan. Sebab selama ini, habitat mereka terancam oleh banyaknya sampah yang bermuara ke laut dari wilayah-wilayah permukiman di kota.

Nadine benar, dibutuhkan kerjasama antara masyarakat perkotaan dengan desa-desa pesisir untuk menjaga kelestarian ekosistem laut. Karena jika laut rusak, maka masyarakat di kota dan desa akan menerima kerugian bersama-sama. Yuk sama-sama menghindarkan aktivitas mencemari laut!*** (AH)N

adine Chandrawinata

Mencintai Laut

Sum

ber:

ww

w.te

mpo

.co

Page 12: Kabar Bahari 13

Dair

ah

Page 13: Kabar Bahari 13

Status waspada dikeluarkan oleh Kantor Pelabuhan Kabupaten Indramayu pada pertengahan Januari 2015 lalu. Status waspada

dikeluarkan di perairan Tanjung Indramayu hingga ke arah Kalimantan, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan tinggi gelombang mencapai 3 meter. Masyarakat Indramayu menyebutnya dengan istilah Baratan, yaitu gelombang tinggi dengan cuaca buruk yang mengancam nyawa nelayan.

Perubahan Dimulai dari Diri Sendiri

Page 14: Kabar Bahari 13

14Edisi 13Januari - Februari 2015

Jika 7 tahun silam nelayan masih bisa membaca cuaca, hari ini nelayan kesulitan memprediksi cuaca dan arah angin. Terlebih lagi nelayan sudah tidak bisa melaut sekali pun hanya berjarak satu mil dari muara. Alhasil tidak ada pendapatan bagi keluarga nelayan. Mereka harus bertahan hidup dengan bekal atau simpanan yang mereka miliki.

Bermula air bersihTubuhnya kecil dan tidak terlalu tinggi, jika berbicara ia suka sekali tersenyum. Namanya Ibu Dairah, seorang istri nelayan dari Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Ia adalah seorang ibu dari 3 orang anak, semangatnya beroganisasi dan menggerakan perempuan nelayan diawali oleh kesadaran pentingnya air bersih untuk kehidupan nelayan.

Pada tahun 2009, Ibu Dairah mengawali langkahnya berorganisasi dengan KPI (Koalisi Perempuan Indonesia). Ia mulai aktif berjuang bersama KPI dalam mengadvokasi akses permasalahan air bersih dan naiknya tarif dasar aor yang disuplai PDAM. Setelah menjalani proses advokasi yang panjang, Ibu Dairah bersama dengan KPI akhirnya bisa membuka akses suplai air bersih untuk kampung-kampung pesisir. Selain itu, tarif dasar air pun diturunkan oleh pihak PDAM. Hal inilah yang menjadi cikal bakal semangat Ibu Dairah dalam membuat perubahan.

Seiring berjalannya waktu, permasalahan cuaca ekstrem pun dihadapi oleh Dairah. Pada tahun 2011,

suaminya acap kali pulang dengah hasil tangkapan yang tidak seberapa dan tidak cukup untuk dijual.

“Bekal melautnya banyak, tangkapannya sedikit. Mau dijual juga tidak cukup untuk modal lagi melaut,” kata Ibu Dairah.

Pada saat itu, pemerintah melalui dinas kelautan dan perikanan hanya mampu memberikan beras sebagai bekal nelayan dalam menghadapi cuaca ekstrem. Nelayan kian terlilit hutang dan bergantung pada tengkulak.

Dairah sebagai seorang ibu dan seorang istri harus memikirkan jalan keluar agar anak-anaknya dapat terus melanjutkan sekolah. Terlebih lagi Dairah tidak lulus sekolah dasar dan tida bisa baca tulis. Menyadari kekurangannya, ia mulai mencari alternatif ekonomi yang bahan bakunya tak jauh darinya.

“Saya hanya kepikiran ikan bisa diolah macam-macam. Lah, suami saya kalau pulang melaut bawa ikannya sedikit, jadi saya harus bisa bertahan hidup dengan ikan yang ada. Itulah kenapa akhirnya saya coba buat bakso ikan, kerupuk atau pepes,” kenang Dairah.

Pada tahun 2011, Ibu Dairah mulai berjualan bakso ikan dengan berkeliling kampung. Bakso ikannya pun mulai dikenal banyak orang dan hasil penjualan pun perlahan meningkat. Pengolahan bakso ikan Ibu Dairah saat itu masih menggunakan cara tradisional dan tanpa bantuan alat.

Masyarakat pun mulai mengenal dan menyukai produk olahan Ibu Dairah.

Page 15: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 15

Dengan berbagi informasi kepada KPI, akhirnya Ibu Dairah dipertemukan dengan KOMPI (Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu). Ia mulai aktif dalam berbagai kegiatan di Lakpesdam NU.

Pada satu kesempatan, Ibu Dairah pun didorong untuk menerima bantuan dari Lakpesdam NU. Ibu Dairah pun mendapat bantuan lemari pendingin dengan kapasitas cukup besar untuk menaruh stok ikan. Hal ini membuat Ibu Dairah semakin percaya diri untuk memasarkan produknya. Hasil produksinya pun bisa memenuhi kebutuhan pasar.

“Kadang kalau lagi banyak ikannya, saya langsung beli dan masukkan ke dalam lemari es, soalnya sekarang ini stok ikan tidak tentu,” jelas Ibu Dairah.

Berjejaring sebagai kekuatanPada tahun 2014, Ibu Dairah mulai terlibat di Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI). Ia pun terpilih sebagai bendahara di PPNI Kabupaten Indramayu.

“Saya percaya kita harus berorganisasi dan membangun jaringan. Tidak bisa bekerja sendiri, harus punya tujuan yang kuat dan tim yang mau kerja,” kata Ibu Dairah.

Ibu Dairah tidak pernah enggan berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada perempuan nelayan lain. Ia menyadari bahwa semua perempuan nelayan mempunyai permasalahan yang

Page 16: Kabar Bahari 13

16Edisi 13Januari - Februari 2015

sama: kemiskinan, ancaman KDRT, dan minimnya akses dan ruang keterlibatan.

Permasalahan ekonomi sebagai dampak dari cuaca ekstrem tentu bukan hanya dialami oleh perempuan nelayan di Indramayu, Ibu Dairah percaya ini pun dialami oleh perempuan nelayan di seluruh Indonesia. Dalam setiap kesempatan, Ibu Dairah terus mendorong perempuan nelayan untuk mampu mandiri dan menjadi tangguh dalam menghadapi permasalahan yang ada. Kuncinya kemauan dari pribadi setiap orang untuk mau memulai perubahan.

“Kalau mau berubah harus dimulai dari diri sendiri, kemudian mulai berbuat untuk memperbaiki hidup. Nah, untuk memperkuat apa yang sudah kita lakukan, kita butuh orang lain untuk bekerjasama,” imbuh Ibu Dairah berbagi pengalamannya.

Membaca kembali pengalaman Ibu Dairah dalam menghadapi cuaca ekstrem, Negara masih bersifat reaktif dalam menghadapi dampak perubahan iklim, yaitu dengan memberikan sumbangan beras atau pun sembako.

Padahal, akar permasalahan yang memicu terjadinya perubahan iklim, seperti konversi hutan mangrove untuk apartemen dan kawasan wisata berbayar, dibiarkan terjadi dan menggusur masyarakat pesisir, termasuk nelayan dan perempuan nelayan. Untuk itu, pemerintah harus menyegerakan kehadirannya untuk memberikan jaminan perlindungan jiwa.

Ibu Dairah mengajarkan kita satu hal, setiap orang bisa menjadi lebih baik, asal ia sendiri mau berubah menjadi lebih baik.*** (Susan Herawati)

Page 17: Kabar Bahari 13

HAK PEMELIHARAAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIAPendahuluan

Sejak 1960, Negara Indonesia sesungguhnya telah berusaha untuk meletakkan dasar-dasar kebijakan pengelolaan sumber daya

perikanan. Dasar pengelolaan tersebut dituangkan ke dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UU Pokok Agraria) yang telah berlaku sejak 24 September 1960. Sejak itu setiap tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Agraria Nasional walaupun di beberapa gerakan masyarakat sipil memperingatinya sebagai Hari Tani Nasional.

Page 18: Kabar Bahari 13

18Edisi 13Januari - Februari 2015

UU Pokok Agraria memposisikan dirinya sebagai Undang-Undang Pokok, di mana undang-undang pokok laksana payung yang juga mengatur tidak hanya pertanahan tetapi juga untuk bumi, air, kekayaan alam, termasuk ruang angkasa. Posisi undang-undang pokok ini dapat dilihat dalam penjelasan umum yang hanya memuat azas-azas serta pokok pengaturan dalam garis besarnya saja.

Secara garis besar terdapat 3 tujuan UU Pokok Agraria. Pertama, meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional atau merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. Kedua, meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Ketiga, meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya

Pengertian AgrariaSebelum membahas mengenai konteks pengelolaan perikanan, perlu dipahami pengertian agraria dalam UU Pokok Agraria tidaklah sama dengan pengertian agraria secara umum. Dari sisi etimologi, agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian. Juga dalam konteks bahasa Indonesia,

agraria berarti: 1) urusan pertanian atau tanah pertanian; 2) urusan pemilikan tanah.

Tetapi pengertian agraria berbeda dengan pengertian agraria yang ditemukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Pengertian agraria diletakkan dalam arti luas meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 1 ayat [2]). Pengertian hukum tentang agraria tersebut dirumuskan berdasarkan berbagai rumusan yang ditemukan di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, antara lain dalam konsideran, pasal dan penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Sejalan dengan pengertian agraria di UU Pokok Agraria, Profesor Boedi Harsono sebagai salah satu sarjana hukum yang t erlibat di dalam penyusunan UU Pokok Agraria memiliki pandangan yang sama terkait dengan pengertian luas mengenai agraria. Prof. Boedi Harsono memberikan pengertian bahwa hukum agraria bukan hanya satu perangkat bidang hukum semata. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang mengatur penguasaan atas berbagai sumber daya alam tertentu yang termasuk di dalam pengertian agraria.

Hak Pemeliharaan Dan Penangkapan Ikan UU Pokok Agraria cukup rinci mengatur mengenai pertanahan, tetapi untuk sumber daya agraria

Page 19: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 19

lainnya (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam) UUPA memposisikan dirinya sebagai UU Pokok. Sementara UU lain yang bersifat sektoral (salah satunya UU Perikanan) melengkapi pengaturan mengenai sumber daya perikanan. Untuk itu penting dijelaskan disini prinsip-prinsip pokok dalam pengelolaan sumber daya alam.

UU Pokok Agraria membagi hak-hak atas sumber daya dalam dua kategori besar, yaitu: 1. hak-hak atas tanah; dan 2. hak-hak atas air dan ruang angkasa. Dalam hak-hak atas tanah terdapat 11 bentuk hak yang sebagai berikut: a. hak milik; b. hak guna-usaha; c. hak guna-bangunan; d. hak pakai; e. hak sewa; f. hak membuka tanah; g. hak memungut-hasil hutan; h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang; serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai

yang disebutkan dalam pasal 53 berupa: i. hak gadai; j. hak usaha bagi hasil; k. hak menumpang; dan l. hak sewa tanah pertanian. Untuk hak-hak atas air dan ruang angkasa, UU Pokok Agraria membagi dalam 3 bentuk yang terdiri dari: a. hak guna air; b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan; c. hak guna ruang angkasa.

UU Pokok Agraria tidak memberikan pengaturan yang jelas mengenai Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan. Tercatat hanya terdapat 6 kali penyebutan kata ikan dan perikanan secara bergantian baik dalam batang tubuh maupun penjelasan. Hal ini bisa dimaklumi bahwa UU Pokok Agraria dibuat dalam masa Indonesia sedang melalui masa-masa awal kemerdekaan. Pengaturan lebih lanjut mengenai Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan tidak dengan secara jelas dan terang dalam UU Pokok Agraria. Untuk

Hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa

Hak-hak atas dan ruang angkasa

Hak -hak atas tanah

Hak Milik

Hak Guna Air Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan

Hak Guna Ruang Angkasa

Hak Guna Usaha

Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Sewa

Hak Membuka Tanah

Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan

dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara

Hak Memungut Hasil Hutan

Page 20: Kabar Bahari 13

20Edisi 13Januari - Februari 2015

memperjelas pengaturan tentang Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, UU Pokok Agraria memandatkan adanya Peraturan Pemerintah (Pasal 47 ayat [2] UU Pokok Agraria).

Pokok Pengaturan PerikananAir dalam UU Pokok Agraria termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat [5] UU Pokok Agraria). Dalam pengaturan lain, patut dipahami bahwa terdapat Hukum Laut Internasional yang menjadi aturan nasional dalam pengelolaan sumber daya laut. Pada masa 1960 belum ada pengaturan hukum laut dimana wilayah teritorial suatu negara di laut hanya menjangkau 3 mil berdasarkan konteks hukum kebiasaan. Selain itu, konteks laut wilayah Indonesia belum dituangkan di dalam kebijakan nasional yang baru dideklarasikan melalui Pengumuman Pemerintah mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia Tahun 1958.

Dalam penjelasan Pasal 47 UU Pokok Agraria, terkait dengan hak pemeliharaan dan penangkapan ikan adalah mengenai air yang tidak berada di atas tanah miliknya sendiri. Hak ini diberikan kepada rakyat tanpa memandang hak milik terhadap sumber daya perairan yang ada. Konteks ini terkait dengan hubungan dengan sumber daya tersebut dimana hubungan dengan air berbeda dengan hubungan dengan tanah yang dimiliki secara eksklusif. Dapat dikatakan bahwa Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan berbeda

dengan konteks sumber daya sebagai milik tunggal (single ownership) dan lebih mengarah kepada sumber daya sebagai kepemilikan bersama (common property).

Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di UU PASebagaimana telah dijelaskan di atas, UU Pokok Agraria diletakkan sebagai undang-undang pokok. Sementara undang-undang sektoral, seperti UU Sumber Daya Air, UU Kehutanan, UU Pertambangan dan khususnya UU Perikanan diletakkan sebagai undang-undang pelengkap UU Pokok Agraria.

UU Pokok Agraria pada dasarnya dibentuk untuk menjabarkan Konstitusi UUD 1945 yang menjadi acuan dasar dari setiap kebijakan nasional. Dalam UUD 1945 menegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 terdapat dua frase yang menjadi unsur utama dalam pengelolaan sumber daya alam dan agraria di Indonesia. Pertama penguasaan oleh negara atau hak menguasai negara dan kedua, dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

UU Pokok Agraria, memberikan penafsiran mengenai hak menguasai negara dengan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk 3 aspek. Pertama, mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

Page 21: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 21

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Kedua, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. Ketiga, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai dari Negara dalam pelaksanaannya mengkuasakan pelaksanaannya kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Kewenangan hak menguasai negara bersanding dengan kewajiban negara dalam pengelolaan sumber daya alam sebagai cara untuk membatasi dengan memenuhi unsur mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, UU Pokok Agraria memberikan makna dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

Page 22: Kabar Bahari 13

22Edisi 13Januari - Februari 2015

Selain itu, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010 atas Gugatan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah menafsirkan frase “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. penafsiran hak menguasai negara atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, berarti bahwa terdapat empat kewenangan yang dimiliki negara. Pertama, negara berwenang dan diberi kebebasan untuk mengatur. Kedua, negara berwenang dan diberi kebebasan untuk membuat kebijakan. Ketiga, negara berwenang dan diberi kebebasan untuk mengelola. Keempat, negara berwenang dan diberi kebebasan untuk mengawasi. Keempat kewenangan itu untuk pemanfaatan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan ukuran konstitusional.

Untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dimaknakan dalam empat tolok ukur, yaitu: pertama, kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat. Kedua, tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat. Ketiga, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam. Keempat, penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.

UU Pokok Agraria juga menegaskan bentuk hubungan hukum antara orang dengan sumber daya alamnya. Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan

bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan utk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas. Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Hubungan dengan UU Perikanan dan UU Pesisir Sebagai UU Pokok, UU Pelengkap termasuk UU Perikanan ternyata tidak sinkron dengan UU Pokok Agraria. Dampaknya UU Sektoral tidak menjadikan UU Pokok Agraria sebagai dasar dan fondasi pengelolaan sumber daya perikanan. Untuk meluruskan masalah ini Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) mengeluarkan Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam.

Tap MPR XI memandatkan kepada pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai per-UU-an yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor. Pengkajian ulang harmonisasi per-UU-an ini merupakan langkah utama dalam upaya pembaruan agraria dan pengelolaan SDA, dan dilengkapi

Page 23: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 23

dengan arahan kebijakan lainnya. Presiden telah mengeluarkan Keppres No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan utk merespon Tap IX ini. namun Keppres No. 34 Tahun 2003 kembali kepada masalah awal yang hanya menyangkut masalah pertanahan tidak melakukan pendekatan yang menyeluruh, khususnya sumber daya perikanan.

UU Perikanan dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil hendaknya menjadikan UU Pokok Agraria sebagai acuan prinsip pengelolaan. Namun sejak diterbitkan tahun 1985 (UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang dicabut oleh UU No. 31 Tahun 2004 dan diperbaharui oleh UU No. 45 Tahun 2009) UU Perikanan tidak menempatkan sumber daya alam sebagai sumber daya yang ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu masalah lain UU

No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan yang secara fondasi pembuatannya dibuat mengacu dengan UU Pokok Agraria diletakkan menjadi pengaturan yang tidak dilaksanakan.

Di sisi lain UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sejak diterbitkan di tahun 2007 melalui UU No. 27 Tahun 2007 telah di uji materil sehingga hak pengeusahaan perairan pesisir (HP3) dihapuskan dari kerangka hukum nasional. Namun, praktek pengkaplingan hak eksklusif atas sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil tetap akan berjalan dengan perubahan UU Pesisir dalam UU No. 1 Tahun 2014. UU No. 1 Tahun 2014 tetap akan mendorong adanya penguasaan asing terhadap sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang sebenarnya tidak sejalan dengan prinsip dalam UU Pokok Agraria.*** (Marthin Hadiwinata)

Page 24: Kabar Bahari 13

Disclaimer:Seluruh informasi dan data

yang disediakan dalam Rubrik Konsultasi Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan dan advokasi. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.

Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum dan daftar sumber bacaan yang digunakan dalam rubrik ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.

Dipandu oleh:Ahmad Marthin Hadiwinata, SH (Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)

Page 25: Kabar Bahari 13

Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Kedondong Blok C Nomor 19 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 4888, atau email : [email protected]

Pendahuluan

Pada tanggal 6 Januari 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan (untuk selanjutnya disebut Permen KP No. 1/PERMEN-KP/2015). Secara umum Peraturan Menteri ini mengatur dua aspek utama. Pertama, melarang penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dalam kondisi bertelur. Kedua, pengaturan ukuran Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang boleh ditangkap.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-

KP/2015 tentang Penangkapan Lobster

(Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.),

dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.)

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-

KP/2015 tentang Penangkapan Lobster

(Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.),

dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.)

Page 26: Kabar Bahari 13

26Edisi 13Januari - Februari 2015

Pelarangan dan PengaturanPermen KP No. 1/PERMEN-KP/2015 hanya memiliki 5 pasal utama dan ditambah lampiran yang menjelaskan cara pengukuran.

Pasal 1 menjelaskan ketentuan umum di mana istilah yang digunakan. Perlu digarisbawahi di sini, terdapat pengertian mengenai setiap orang, yaitu orang perseorangan atau korporasi. Hal ini berarti pengaturan dalam Permen KP No. 1/PERMEN-KP/2015 berlaku bagi setiap orang baik orang perorangan maupun badan hukum.

Pasal 2, menjelaskan pelarangan penangkapan Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.) dalam kondisi

bertelur. Namun tidak ada penjelasan apakah dalam kondisi sedang proses bereproduksi atau dalam kondisi mengandung telur. Kemudian apakah ada kondisi dan ciri-ciri yang menjadi kondisi bahwa biota tersebut tidak mengandung telur. Permen ini tidak menjelaskan lebih lanjut secara teknis.

Pasal 3, menjelaskan mengenai ukuran-ukuran bagi Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.) yang dapat ditangkap. Pertama, bagi Lobster (Panulirus spp.) dengan ukuran panjang karapas >8 cm (di atas delapan sentimeter). Kedua, Kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di atas lima belas sentimeter). Ketiga, Rajungan (Portunus

Page 27: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 27

pelagicus spp.) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di atas sepuluh sentimeter). Metode pengukuran dijelaskan di bagian lampiran.

Pasal 4, mengatur kewajiban bagi setiap orang dalam aktivitas menangkap Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.). kewajiban tersebut ada dua, pertama, jika masih dalam keadaan hidup untuk segera melepaskan apabila mendapatkan dalam kondisi bertelur dan ukuran yang tidak diperbolehkan. Kedua, jika tertangkap dalam keadaan mati untuk melakukan pencatatan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap melalui kepala pelabuhan pangkalan

sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan apabila mendapatkan dalam kondisi bertelur dan ukuran yang tidak diperbolehkan.

Pengaturan Pasal 4 Permen KP No. 1/PERMEN-KP/2015 menekankan kewajiban namun tidak menjelaskan sanksinya jika terjadi pelanggaran. Ketentuan ini lemah dan tidak ada metode untuk melakukan verifikasi jika ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.

Ketentuan terakhir dalam Pasal 5 menyatakan bahwa pelarangan dan pengaturan ukuran biota yang dapat ditangkap mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Page 28: Kabar Bahari 13

28Edisi 13Januari - Februari 2015

Kewenangan Menteri dan Ancaman PidanaSebagaimana dijelaskan di bagian awal, Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.) yang sedang bertelur dan ukuran tertentu dilarang untuk ditangkap. Pelarangan ini didasarkan atas kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 (untuk selanjutnya disebut UU Perikanan).

Kewenanagan menteri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf q UU Perikanan yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan: q. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;”. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf j UU Perikanan mewajibkan setiap orang untuk mematuhi kewenangan Menteri Kelauran dan Perikanan mengenai: ”ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;”.

Pelanggaran ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) UU Perikanan diancam dengan Pasal 100 UU Perikanan. Setiap orang baik orang maupun badan hukum pelanggar ketentuan tersebut diancama dengan pidana denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Terdapat pengecualian bagi nelayan kecil di bawah 5GT diancam dengan pidana paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Tanpa Aspek Ekonomi Perikanan dimaknai sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Pasal 1 angka 1 UU Perikanan), termasuk juga kegiatan perikanan terhadap Lobster (Panulirus SPP.), Kepiting (Scylla SPP.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus SPP.)

Page 29: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 29

yang tidak dapat dimaknai sebagai kegiatan menangkap ikan semata.

Alasan utama yang dikemukakan oleh Menteri adalah alasan keberlanjutan stok ikan yang mulai terancam dengan adanya penangkapan biota tersebut. Tetapi di sisi lain, pemerintah tidak memberikan skema khusus mengenai nilai ekonomis terhadap komoditas untuk sesuai dengan harga keekonomian. Karena dengan perubahan pola (pelarangan kondisi bertelur dan ukuran tertentu) tersebut,

perlu ada pendekatan khusus terhadap harga pasar komoditas perikanan. Strategi ini perlu dilakukan mengingat pengertian perikanan diatas yang tidak hanya mencakup kegiatan menangkap ikan tetapi mencakup semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Page 30: Kabar Bahari 13

Perang terhadap trawl telah dimulai sejak tahun 1960-an di wilayah pesisir pantai timur Sumatera. Tepatnya di wilayah Sumatera

Utara. Pada masa sebelum penggunaan trawl, perairan tersebut menyimpan potensi yang sangat besar. Hingga pada 1970-an terjadi konflik berdarah antara nelayan tradisional lokal yang menolak trawl. Dari konflik terebut pada akhirnya Presiden menerbitkan Kepres No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Walaupun pada akhirnya, muncul KEPPRES No. 85 Tahun 1982 tentang Pukat Udang yang membolehkan penggunaan pukat di Laut Arafuru, Kei, Tanimbar, Aru, dan Irian Jaya (Papua). Sekarang wilayah yang diperbolehkan tersebut berkategori eksploitasi terparah.

Tokoh

Page 31: Kabar Bahari 13

Dahli Sirait

Nelayan Tanjung

Balai Asahan Melawan

TrawlHingga kini daerah Tanjung Balai Asahan khususnya dan pesisir timur Sumatera mengalami overfishing yang menyebabkan nelayan tradisional gulung tikar. Untuk tetap terus dapat beraktivitas menangkap ikan, nelayan melaut lebih jauh dengan waktu yang lebih lama hingga berbulan-bulan.

Dahli Sirait adalah generasi terkini dari nelayan di Tanjung Balai Asahan yang baru menjadi nelayan sejak era 2000-an. Kegiatan menangkap ikan

dilakoni dengan ikut bergabung di atas kapal trawl. Hal itu dilakukannya untuk mengetahui bagaimana cara kerja kapal-kapal trawl tersebut dan juga membawanya mengikuti kapal ikan dengan alat tangkap jaring rawai.

Melawan Trawl dengan Terorganisir Perlawanan terhadap trawl mendorong Dahli untuk melakukan perlawanan dengan melalui berorganisasi. Dahli,

Page 32: Kabar Bahari 13

32Edisi 13Januari - Februari 2015

yang lahir pada tanggal 10 Mei telah berumur38 tahun, berinisiatif mengorganisir nelayan-nelayan di Tanjung Balai-Asahan untuk bergabung dalam satu wadah organisasi. Hingga akhirnya pada 14 Maret 2011 berdirilah Forum Komunikasi Nelayan Indonesia yang dsingkat dengan FKNI.

Sebelum mendirikan organisasi lokal FKNI, Dahli berusaha untuk mendorong organisasi yang telah lebih dahulu berdiri seperti HNSI dan asosiasi lokal yang

Page 33: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 33 ada untuk menolak trawl. Namun upaya mendorong organisasi tersebut terkesan sia-sia saja yang hanya mendapatkan respon omongan manis untuk melawan pengguna trawl. Tidak ada upaya dari organisasi yang telah ada tersebut untuk melakukan perlawanan terhadap trawl dan perikanan yang merusak tersebut.

Padahal trawl tidak hanya merusak sumber daya alam juga menimbulkan konflik sosial nelayan non trawl dengan pelaku trawl. Hingga adanya intimidasi terhadap nelayan yang akan ditabrak kapal dan jaring alat tangkapnya jika bermaksud melapor ke aparat penegak hukum.

Apresiasi Menteri Susi PudjiastutiSejak terbitnya PERMEN KP No. 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Pukat Hela dan Tarik di WPP RI, Dahli beserta dengan FKNI mengapresiasi keputusan penting tersebut. Dahli menilai seharusnya pelarangan tersebut harusnya dilakukan sejak sebelum menteri tersebut karena telah ada Keppres No. 39 Tahun 1980 yang telah terbit sejak 35 tahun yang lalu.

Walaupun begitu Dahli tetap mengapresiasi upaya yang dilakukan tersebut meski terdapat proses transisi yang diperlukan agar kapal-kapal trawl tersebut dapat beralih ke alat tangkap yang ramah lingkungan. Apabila hingga Januari 2016 kapal-kapal trawl tersebut masih beroperasi, maka FKNI akan berada di depan untuk memberantas kapal trawl tersebut.

Untuk itu, Dahli menggarisbawahi pengawasan sumber daya perikanan di Tanjung Balai-Asahan yang hingga kini tidak memiliki Penyidik PPNS. Padahal ada PSDKP Tanjung Balai-Asahan. Dahli pernah memiliki pengalaman terkait dengan pengawasan sumber daya ikan. FKNI bersama dengan anggota pernah menangkap pelaku trawl dan membawanya ke PSDKP Tanjung Balai-Asahan. Tetapi tidak ada yang bisa berwenang melakukan penyidikan sehingga didatangkan dari PSDKP Belawan. Yang disayangkan lebih lagi adalah keputusannya adalah melepaskan pelaku trawl tersebut dengan status pembinaan. Alhasil tidak ada efek jera terhadap pelaku trawl di Selat Malaka.

Berorganisasi dan BerkoperasiDahli yang telah memiliki dua anak yang masih berumur 7 tahun dan 1 tahun 9 bulan merasa perjuangan perlu untuk terus dilakukan. Pesan Dahli kepada nelayan tradisional Indonesia bahwa “Nelayan harus berorganisasi dan bersatu untuk membicarakan hal-hal yang terjadi disekitar mereka serta membentuk koperasi nelayan untuk mewadahi aktivitas produksi nelayan”. Secara perjuangan sumber daya akan terus berjalan dan dukungan sumber ekonomi perlu untuk dikelola dengan baik.

Page 34: Kabar Bahari 13

HARI PERIKANAN

Masyarakat nelayan di dunia kembali merayakan Hari Perikanan Sedunia pada tanggal 21 November tiap tahunnya. Hari Perikanan

Sedunia ini bermula pada keprihatinan masyarakat perikanan dunia yang berkumpul yang dimulai New Delhi India 17 tahun lalu. Keprihatinan ini didasari atas keberlanjutan sumber daya ikan yang memasuki titik eksploitasi berlebih serta upaya menyejahterakan nelayan.

Lindungi Nelayan dan Perempuan Nelayan! 21 NOVEMBER 2014

SEDUNIA

Page 35: Kabar Bahari 13

Perikanan sebagai sektor pangan memerlukan pendekatan ekologis yang tidak hanya sekedar didasarkan stok sumber daya ikan sebagai komoditas yang akan eksploitatif. Tetapi, juga bagaimana perikanan dapat menyejahterakan nelayan, masyarakat pesisir laki-laki dan perempuan serta menjaga keberlanjutan sumber daya pesisir seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pulau-pulau kecil. Ekosistem tersebut akan mempengaruhi sumber daya perikanan.

Setidaknya pada tahun ini, terdapat empat isu strategis yang penting untuk digarisbawahi oleh pemerintahan hari ini. Pertama terkait dengan pengakuan dan perlindungan terhadap nelayan dan petambak tradisional baik Laki-Laki dan Perempuan. Pengakuan nelayan dan petambak akan terkait erat dengan bagaimana negara memenuhi hak-hak asasi. Baik haknya sebagai warga negara Indonesia

Page 36: Kabar Bahari 13

36Edisi 13Januari - Februari 2015

yang telah diatur dalam konstitusi UUD 1945 serta aturan lain yang menegaskan hak-hak dasarnya sebagai warga negara. Serta juga haknya sebagai bagian dari pekerjaannya selama ini dalam perikanan yang meliputi dukungan dan perlindungan pemerintah dalam tahap pra produksi, saat produksi dan pasca produksi.

Kedua, nelayan menjadi korban pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini dapat dilihat dari proyek PLTU Batang serta Giant Sea Wall di Teluk Jakarta. Sedikitnya10.961 nelayan tradisional Batang terancam kehilangan penghasilan dan 16.855 nelayan akan tergusur karena proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) proyek senilai 600 triliun Rupiah. Begitu pula pertambangan di pesisir dan pulau-pulau kecil tidak pernah ada upaya

untuk menghentikan eksploitasi. Sebaliknya kriminalisasi berjalan dengan mudah sebagaimana yang dihadapi nelayan nelayan di Taman Nasional Ujung Kulon yang terancam 5 tahun penjara dan denda 100 juta hanya karena menangkap ikan dan kepiting.

Ketiga, BBM Subsidi untuk Nelayan Tradisional yang baru saja dinaikkan dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 7.500.Nelayan tradisional dan petambak adalah sektor yang paling terpukul ketika ada pencabutan subsidi namun tidak ada upaya negara sebagai kompensasi untuk mengantisipasi dampak dari pengurangan subsidi BBM. Masalah distribusi bbm tidak pernah transparan, tidak terbuka dan terjadi kolusi dan nepotisme tidak pernah diselesaikan. Terlebih BBM subsidi dibuka aksesnya kepada kapal

Page 37: Kabar Bahari 13

Edisi 13Januari - Februari 2015 37

dengan ukuran di atas 30 GT dengan maksimal 25 (dua puluh lima) kilo liter/bulan. Yang sangat gamblang menggambarkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha perikanan.

Keempat terkait dengan Pencurian Ikan dengan: 5 Agenda Prioritas yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, menyelesaikan tumpang tindih pengawasan; Kedua, memastikan sanksi pelanggaran kewajiban mempekerjakan nakhoda dan anak buah kapal yang berkewarganegaraan Indonesia di dalam kapal berbendera Indonesia; Ketiga, mewajibkan adanya peningkatan nilai hasil tangkapan dengan mewajibkan usaha perikanan skala besar membuat sarana unit pengolahan ikan; Keempat, menegaskan pelarangan jaring pukat trawl di seluruh perairan Indonesia;

Kelima, memastikan hak partisipasi nelayan dalam pengawasan sumber daya perikanan.

Dalam perayaan Hari Perikanan Sedunia 2014 ini, KIARA bersama dengan nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir, serta organisasi masyarakat sipil lainnya seperti Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia, Federasi Serikat Nelayan Nusantara, Serikat Nelayan Indonesia, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air dan Solidaritas Perempuan.

Tema yang didesakkan kepada pemerintah dan pemda adalah lindungi nelayan dan perempuan nelayan.*** (Anto)

Page 38: Kabar Bahari 13

Bahan-bahan:• 1 kg ikan bandeng segar• Daun pisang• Air• 1 sdm garam• 4 lbr daun salam• 100 gr lengkuas yang diparut

• 6 siung bawang merah• 40 gr kunyit• 1 sdm ketumbar yang sudah

disangrai• 6 siung bawang putih

Cara membuatnya:1. Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, ketumbar sangrai dan garam

2. Campur bumbu yang dihaluskan dengan lengkuas yang sudah diparut, lalu aduk rata

3. Bersihkan ikan bandeng, lalu buang isi perutnya. Lumuri ikan dengan bumbu sampai merata keseluruhannya

4. Letakkan daun pisang di dasar panci presto, lalu masukkan ikan bandeng ke dalam panci presto

5. Lapisi tiap tumpukan ikan bandeng dengan daun pisang supaya kulit ikan tidak lengket

6. Masukkan daun salam dan isi panci dengan air hingga menutupi semua permukaan bandeng

7. Tutup rapat, masak kurang lebih hingga 20 menit. Matikan api dan tunggu sampai suara desisnya hilang

8. Angkat dan tiriskan, ikan bandeng siap untuk digoreng.

Sekarang sudah tahu kan bahan-

bahan yang diperlukan dan cara membuatnya.

Silahkan dicoba di rumah.***

(Irma dan Susan)

Bandeng Presto Duri Lunak

Bandeng Presto Duri Lunak

Page 39: Kabar Bahari 13
Page 40: Kabar Bahari 13