k3
-
Upload
rianazhari -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of k3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan non formal. Sektor
informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubungan kerja atau
kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan
perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh
(tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3. Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di segala jenis kegiatan
usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga
kerja di sector formal, pada umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan
penerapan di sector informal belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan
tempat kerja sector informal sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis
usaha , jenis pekerjaan, dan tempat kerja jika ditinjau dari ketiganya, tidak jauh
berbeda. Dalam makalah ini mencoba mengamati kegiatan K3 di sector informal
dengan mengamati kondisi tempat kerja, alat pelindung diri, pengetahuan K3, dan
faslitas kesehatan di kegiatan sector informal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu
dan jendela?
3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pada usaha pembuat
kusen,pintu dan jendela?
4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
industry pembuat kusen,pintu dan jendela?
5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri
pembuat kusen,pintu dan jendela?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya usaha pembuatan
kusen,pintu dan jendela.
3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya usaha pembuatan
kusen,pintu dan jendela.
4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
industry usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada
industri usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Lokasi
1. Sejarah Pendirian
Industri sektor informal yang diteliti yaitu pengrajin kayu pembuatan
pintu, jendela dan kusen. Industri ini terletak di Jl. Lintas Palembang Prabumulih
Kelurahan Timbangan Ogan ilir . Pemilik atas nama Bapak Eryandi, didirikan
sejak 5 tahun yang lalu. Usaha ini didirikan karena adanya dorongan dari keluarga
yang sudah lebih dulu menjalankan usaha ini. Pada awalnya hanya pemilik yang
bertindak sebagai pekerja. Setahun kemudian mulailah ada pekerja yang direkrut.
Luas tempat kerja 8x5 meter.
2. Tenaga Kerja
Orang yang bekerja sejak didirikannya hingga sekarang telah berganti. Untuk
saat ini, Jumlah tenaga kerja di ditempat tersebut adalah 10 orang. Berdasarkan
hasil wawancara mereka bekerja empat tahun yang lalu.
3. Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada
diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995). Menurut
Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik
menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor
produksi yang ada. Proses pembuatan pintu, jendela dan kusen adalah sama. Baik
bahan maupun alat yang digunakan. Berikut ini adalah proses pembuatannya:
a. Penyediaan bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan mebel tersebut diatas adalah kayu
bayam dan kayu samarindah. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan sendiri
oleh pemilik industri. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah bekerja
sama dengan pemilik industri. Setelah bahan yang dibutuhkan didapatkan,
selanjutnya pengangkutan bahan. Pengangkutan bahan ini dilakukan sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara pada saat pengangkutan sering dikeluhkan sakit
pada bagian tangan dan punggung. Karena kayu tersebut diangkat sendiri ke atas
mobil tanpa menggunakan alat pelindung diri. Setelah pengangkutan bahan, dan
tiba di lokasi kerja bahan tersebut diturunkan ke tempat penyimpanan yang tidak
jauh dari lokasi kerja. Dan penurunan bahan tersebut dilakukan kembali oleh
pemiliknya sendiri. Keluhan yang sering dirasakan sama dengan ketika menaikkan
bahan tersebut. Selain itu pemilik mengatakan bahwa bahan yang diturunkan dari
mobil terkadang menyederai tangannya. Hal ini karena tidak menggunakan alat
pelindung diri seperti handskun. Berdasarkan hasil wawancara, APD tidak
digunakan karena menurutnya APD membuat dirinya repot. Selain itu
keselamatan dan kesehatan kerjanya dianggap tidak penting karena selama bekerja
menurutnya tidak terjadi apa-apa.
b. Penggeregajian
Alat yang digunakan untuk menggeregaji yaitu mesin scap. Proses ini bertujuan
memotong bahan untuk menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan untuk pembuatan
kusen, jendela dan pintu. Proses dilakukan oleh tenaga kerja di tempat tersebut
dalam keadaan berdiri ataupun jongkok. Dari hasil wawancara tidak ada keluhan
apapun yang dirasakan. Meskipun dari proses ini potensi yang dapat terjadi yaitu
debu dari bahan yang digeregaji namun tenaga kerja meminimalasir bahaya
kesehatan yang ada dengan menggunakan masker. suara dari alat tersebut juga
menimbulkan kebisingan. Namun menurutnya suara tersebut tidak mengganggu
dirinya.
c. Pengetaman
Bahan yang sudah digeregaji selanjutnya diketam dengan menggunakan ketam
meja. Alat ini bertujuan untuk menghaluskan bahan. Posisi ketika mengetam yaitu
berdiri atau jongkok. Potensi yang mungkin terjadi yaitu Cedera di tangan, debu
dari hasil ketaman, dan suara bising dari alat.
d. Pemakuan
Bahan yang telah dihaluskan selanjutnya dipaku. Proses ini untuk menyatukan
bahan agar membentuk jendela, pintu atau kusen yang telah dipesan orang. Posisi
ketika pemakuan yaitu membungkuk atau jonkok. Potensi bahaya yang mungkin
terjadi yaitu cedera pada tangan ketika pemakuan jika tidak dilakukan dengan
hati-hati.
e. Pemerataan
Setelah pemakuan dilakukan pemerataan dengan menggunakan ketam listrik.
Proses ini bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah dimodel. Posisi
ketika pemeraataan yaitu membungkuk. Potensi bahaya yang mungkin terjadi
yaitu debu hasil pemerataan dan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin
pemerataan.
f. Profil
Proses ini bertujuan untuk memperindah setiap sudut yang telah dibentuk. Posisi
ketika melakukan profil yaitu membungkuk. Alat tersebut juga mengasilkan debu
yang dapat memepengaruhi kesehatan pekerja. 7.
g. Pengantaran
Proses ini dilakukan oleh pemilik usaha untuk mengantarkan pesanan ke tempat
tujuan. Pesanan tersebut diturunkan sendiri oleh pengantar.
B. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi alam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau
mental, maupun sosial, dengan usaha- usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit- penyakit/gangguan – gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan
kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan
kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam
macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes)
dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety
and Health.
2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990):
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat
dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
Dalam UU No. 1 tahun 1970 dinyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. memberikan pertolongan pada waktu kecelakaan
f. memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, gas, hembusan
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l.memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m.memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
n. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaan menjadi bertambah tinggi.
4. Kecelakaan kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata
Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula
yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, ada
dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate
causes) dan penyebab dasar (basic causes).
a. Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena : a) kurangnya kemampuan fisik,
mental, dan psikologis b) kurangnya/lemahnya pengetahuan dan
ketrampilan/keahlian. c) stress d) motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : a) tidak cukup kepemimpinan dan
atau pengawasan b) tidak cukup rekayasa (engineering) c) tidak cukup
pembelian/pengadaan barang d) tidak cukup perawatan (maintenance) e) tidak
cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang/ f) tidak cukup standard-standard
kerja g) penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1. Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu
tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng,
2003) :a)Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak
memenuhi syarat. b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak c) Terlalu sesak/sempit d)
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai e) Bahaya-bahaya
kebakaran dan ledakan f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk g)
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll h) Bising i) Paparan
radiasi j) Ventilasi dan penerangan yang kurang
2. Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah
tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Budiono, Sugeng, 2003):
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang. b) Gagal untuk memberi
peringatan. c) Gagal untuk mengamankan. d) Bekerja dengan kecepatan yang
salah. e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi. f) Memindahkan
alat-alat keselamatan. g) Menggunakan alat yang rusak. h) Menggunakan alat
dengan cara yang salah. i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri
secara benar.
4. Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara
Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology
(Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di
Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003).
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih,
Yuliani, 2002) ;
a. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan
maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur
kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum
bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang
dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali
mengangkat atau mengangkut. b. Sikap tubuh dalam bekerja Sikap pekerjaan
harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak
alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus
diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu
tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk
dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri
pekerja. Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
1) Berdiri
a) Tinggi badan berdiri
b) Tinggi bahu
c) Tinggi siku
d) Tinggi pinggul
e) Depa
f) Panjang lengan
2) Duduk
a) Tinggi duduk
b) Panjang lengan atas
c) Panjang lengan bawah dan tangan
d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak 3) Keadaan bekerja sambil berdiri
, mempunyai kriteria :
a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-
20 cm lebih tinggi dari siku.
c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm
lebih rendah dari siku.
d) Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut
adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan
kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan
kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai ―alat utama untuk
mengangkat dan mengangkut.
c. Pengorganisasian
kerja Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat,
pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan
dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.
Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan
waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama
antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang
berulang (repetitive).
d. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor lingkungan
kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya
suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26oC
e. Kelelahan Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab
kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan,
lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.
B. Tinjauan Umum Pembuatan Kusen, Pintu dan Jendela
Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan
unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-
kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk
ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik
keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem
formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan
sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir,
pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
( fatmawati,2012).
Kusen adalah bagian yang sama penting dari sebuah rumah tinggal atau
gedung. Kusen pintu merupakan bingkai tempat "bergantung" sang pintu dan juga
berfungsi sebagai "rumah" bagi perangkat kunci si alat pengaman. Begitu juga dengan
kusen jendela. Tidak hanya di kawasan tropis seperti Indonesia, juga di sebagian besar
belahan Bumi ini, umumnya rumah tinggal menggunakan kusen yang seperti halnya
daun pintu itu sendiri-terbuat dari material kayu. Selain dapat beradaptasi terhadap
berbagai macam cuaca, material kayu sangat memenuhi persyaratan artistik karena
mudah dibentuk bermacam model yang variatif.
Proses pembuatannya melalui beberapa tahap yaitu mulai dari pemilihan jenis
kayu yang dibutuhkan, kemudian mengantarkan kayu ke lokasi pembuatan,
penggeregajian, pengetaman, pemakuan, pemerataan, profil, kemudian sampai pada
tahap akhir yaitu mengantarkannya ketempat pemesanan. Dalam proses tersebut tanpa
pekerja sadari, berpotensi terhadap kesehatan dan keselamatan kerjanya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lingkungan Kerja
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di tempat pengrajin kayu Tuah
Ogan dapat dilihat kondisi para pekerja serta fasilitas kerja masih belum menerapkan
sistem keselamatan kesehatan kerja. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak
memiliki alat pelindung diri yang seharusnya telah disediakan dari pemilik industri.
Selain itu beberapa alasan yang menyebabkan mereka untuk tidak memakai alat
pelindung diri seperti licin jika memakai sarung tangan dan sebagainya.
Dari observasi tersebut dapat diklasifikasikan potensi bahaya dari usaha
pembuatan pintu, kusen dan jendela ini berdasarkan lingkungan kerjanya.
1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran,
iklim (cuaca ) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang
berhubungan di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan potensial
hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan pintu, jendela dan kusen yaitu
kebisingan, cahaya, dan debu.
a. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999).
Suara bising yang terdapat dalam proses pembuatan pintu, jendela dan kusen
berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin penggeregajian, mesin
pengetaman, ketam tangan listrik dan profil, Namun, dari hasil wawancara yang
telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut menurutnya tidak menganggu
pengerjaanya karena telah terbiasa. Dan selama bekerja menurutnya tidak ada
kelainan pada alat pendengaran. Meskipun, pada saat pengamatan suara yang
dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising yang akan mempengaruhi kesehatan
apabila melewati nilai ambang batas.
b. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-
objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.
c. Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan
hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang berukuran
0,1- 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud
dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara,
misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. (putraprabu.wordpress.com)
Partikel debu yang dihasilkan dari proses pembuatan pintu, jendela dan kusen
berasal dari proses penggeregajian, pengetaman, dan profil. Namun bahaya dari
partikel tersebut diminimalisir dengan penggunaan masker.
B. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis
Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen,pintu dan
jendela adalah egonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti
menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya
merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal
ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/ tools , alat peraga/display,
conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkatlunak lebih berkaitan dengan sistem
kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja,
rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.
Berdasarkan hasil wawancara, pada saat pesanan banyak menuntut pekerja untuk
bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut membuatnya merasa
lelah ketika bekerja karena pada saat bekerja posisi mereka berdiri dalam waktu yang
cukup lama, sehingga mengakibatkan pegal-pegal dari kepala sampai kaki terlebih
pada bagian punggung. Menurut informan dalam pengerjaannya tidak ada waktu
yang menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka,
pekerja dapat bekerja hingga larut malam.
C. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri
dan orang di sekelilingnya. Dalam usaha pembuatan pintu, jendela, dan kusen ini,
penggunaan alat pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja hanya kadang-
kadang menggunakan masker karena jumlah masker yang tidak selalu tersedia di
tempat kerja. Sementara kebisingan hanya dianggap hal yang biasa sehingga tidak
digunakan APD seperti ear plug atau ear mup (sumbat telinga). Selain itu pada saat
pangangkatan bahan seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi
bahaya yang dapat menyederai tangan. Karena menurut informan terkadang bahan
atau kayu yang diangkat meyederai tangannya. Namun hal tersebut menurutnya biasa
saja. Bahkan menurutnya jika menggunakan APD membuatnya repot. Penggunaan
alat pelindung diri yang seharusnya dilakukan pekerja tidak diterapkan sehingga
sering terjadi kecelakaan akibat kecerobohan dari pekerja itu sendiri. Kecelakaan
yang sering terjadi seperti tertimpa bahan kayu, luka di tangan karena menggunakan
alat listrik yang tajam, tersengat listrik dan lain-lain.
D. Intervensi yang dilakukan kelompok pengkaji
Kelompok memberikan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan alat
pelindung diri serta penerapan sistem keselamatan kesehatan kerja yang baik dan
benar, sehingga dalam melakukan pekerjaan akan meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerja yang cukup berbahaya.
Kelompok memberi saran mengenai pengendalian lingkungan kerja yaitu untuk
mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja.
a. Pengendalian lingkungan (environmental control measures)
· Disain tata letak yang adekuat
· Pengurangan atau penghilangan bahan berbahaya pada sumbernya
b. Pengendalian perorangan (personal control measures)
· Penggunaan alat pelindung perorangan
· Pembatasan waktu bekerja dilingkungan terpajan
· Menjaga kebersihan pakaian dan perorangan
BAB IV
PENUTUP
A. KesimpulanBerdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal
khususnya di industri pembuatan kusen,pintu, dan jendela dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan
tenaga kerja masih minim. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar tentang
kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial
bahaya bagi keselamatan kerja. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik
( kebisingan, pencahayaan, dan debu ), potensial hazard lingkungan fisiologis
( ergonomi ). Tidak ada potensial hazard lingkungan kimi,biologi dan psikologi
( stress kerja )
3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, pekerja belum terlalu menggunakan
masker untuk mencegah debu memasuki saluran pernapasan. Penggunaan alat
pelindung diri masih perlu ditingkatkan karena pada lingkungan kerja itu, tidak
hanya debu yang berbahaya bagi kesehatan namun, kebisingan dan saat
pengangkatan kayupun berpotensi membahyakan keselamatan kerja. Walaupun
tidak semua sumber bahaya diproteksi tapi setidaknya sudah ada upaya preventif
yang dilakukan.
4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu beristirahat jika
merasakan kelelahan.
B. SaranBerdasarkan hasil observasi, perlindungan K3 di sektor informal masih lemah.
Sektor informal memiliki beberapa kelemahan dalam perlindungan K3 karena
keterbatasan faktor ekonomi dan social budaya. Seharusnya, perlindungan K3 tidak
membedakan antara sektor formal dan informal. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain pendataan dan monitoring, sosialisasi K3 melalui pelatihan, dan bantuan jaminan
kesehatan yang memadai.
Daftar Pustaka
Yani, Mohamad .2006. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sektor Informal. Di akses dari: http//repository.ipb.ac.pdf. Pada tanggal 14 Maret 2015.
Setiyabudi, Ragil SKM.2010.Kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan industri. Di akses dari: http// thebachtiar.wordpress.com Pada tanggal 14 maret 2015.
DOKUMENTASI
Gambar 1. Lokasi tempat kerja
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4 Gambar 5
MAKALAH PENGKAJIAN HOME INDUSTRI
PENGRAJIN KAYU
Ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Kesehatan Kerja
Dosen Pengasuh : Ns. Putri Widita M, S.Kep.,M.Kep
Oleh : Kelompok 8
1. Alfi Munandar ( 04111003008)
2. Ni Made Desy A. (04111003018)
3. Chintya Astri F. (04111003027)
4. Mersi Oktaviani (04111003037)
5. Lindi Wulansari (04111003047)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA 2015