K3

20
 A. KEHUTANAN I. Pe nger ti an Hu ta n Hut an ada lah seb uah kawasa n yan g dit umb uhi den gan lebat ole h pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di duni a dan berfun gsi sebag ai penampung karbo n dioks ida (carb on diox ide sink ), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek  biosfer  Bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidup an yang tersebar di seluru h dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur- say uran atau pad i-pa dia n yan g hid up semusim saj a. Poh on jug a ber bed a kar ena sec ara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini  berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tet api mas ih banyak potens i non kayu yan g dap at dia mbi l manfaa tny a ole h mas yar aka t melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat  berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup  be rju ta flora dan fauna, dan per an penyei mba ng lingku nga n, ser ta men cegah timbul nya  pema nasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidup an hutan merupak an salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

Transcript of K3

Page 1: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 1/20

 

A. KEHUTANAN

I. Pengertian Hutan

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan

tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di

dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink ), habitat 

hewan, modulator  arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek 

 biosfer  Bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh

dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di

dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau

tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah

tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-

sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara

mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk 

(mahkota daun) yang jelas.

Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi

lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di

hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab,

yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini

 berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur 

tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu,

tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat

melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat

 berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup

 berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya

 pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu

kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta

tanaman.

Page 2: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 2/20

 

II. Pengertian Pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan

(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas

 bumi, migas). Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep

 Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :

• Penyelidikan Umum ( prospecting )

• Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci

• Studi kelayakan : teknik , ekonomik , lingkungan (termasuk studi amdal)

• Persiapan produksi (development, construction)

• Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)

• Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan

• Pengolahan (mineral dressing )

• Pemurnian / metalurgi ekstraksi

• Pemasaran

• Corporate Social Responsibility (CSR)

• Pengakhiran Tambang (Mine Closure)

Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang

 berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik 

dan benar ( good mining practice).

III. Hubungan Peraturan Kehutanan Dengan Pertambangan

Antara pertambangan dan peraturan kehutanan sering terjadi pertentangan dan pertautan.

kegiatan pertambangan berarti semua kegiatan yang ada kaitannya dengan pengambilan bahan-

 bahan galian mineral dan energi baik golongan a, b dan c dari dalam dan permukaan bumi

[PP No 27 Tahun 1980 tentang   penggolongan bahan galian], sedangkan hutan lindung

adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem

  penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,

mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah [UU No 41 tahu 1999 Tentang

Pokok Kehutanan, selanjutnya UU 41/1999].

Page 3: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 3/20

 

a. Pemanfaatan Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan

Pada dasarnya hutan hanya boleh dipergunakan sesuai dengan fungsi dan

 peruntukannya sebagaimana telah ditetapkan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Karena itu, penggunaan hutan untuk kepentingan lain di luar kegiatan kehutanan hanya bisa

dilakukan dengan kesempatan yang terbatas dan dibatasi untuk kepentingan-kepentingan umum

terbatas atau kepentingan pembangunan selain di bidang kehutanan. Tulisan di bawah akan

mencoba menguraikan naik turunnya kebijakan pertambangan di kawasan hutan [lindung].

Pada awalnya semua kawasan hutan, selain di taman nasional, taman wisata dan hutan

dengan fungsi khusus, bisa diusahakan sebagai tempat kegiatan pertambangan. Termasuk ke

wilayah yang bisa digunakan ini adalah cagar alam, suaka margasatwa, taman buru, hutan

lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. Bisa dilihat di Pasal 3 Keputusan

Bersama menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan No.969.k/05/M.PE/1989

- No. 429/Kpts-II/1989 tentang Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi

dalam Kawasan Hutan, atau juga periksa di dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Hayati, yang melarang adanya kegiatan apapun di zona inti dari taman nasional.Kemudian dengan adanya Kepmenhut No. 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam

Pakai Kawasan Hutan, hanya pada hutan produksi yang bisa dilakukan kegiatan di luar 

kepentingan kehutanan. Pada hutan selain hutan produksi, diperbolehkan dipergunakan untuk 

kegiatan lain selain kehutanan asalkan kegiatan itu untuk kepentingan umum terbatas.

Kepentingan umum terbatas adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat yang

  pelaksanaan kegiatan pembangunannya dilakukan dan dimiliki oleh instansi pemerintah

serta tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan, termasuk di dalamnya adalah

keperluan pembangunan jalan, saluran pembuangan air dll [lihat pasal 1 angka 3 Kepmenhut

  No. 55/Kpts-II/1994]. Dengan kata lain hanya pada kawasan hutan produksilah kegiatan

 pertambangan bisa dilakukan, selain di hutan produksi, tidak diperbolehkan.

Lucunya adalah di dalam pasal 8 Kepmenhut tersebut di atas diatur ketentuan bahwa

khusus untuk kegiatan pertambangan dan energi di kawasan hutan diatur dengan ketentuan

tersendiri. Di mana “diatur dengan ketentuan tersendiri” itu berada? Sepertinya Keputusan

 bersama Men-PE dan Menhut di atas-lah yang dimaksud dengan ketentuan tersendiri itu.Atau jika meyangkut hutan lindung diatur dalam Permenhut P 12 Tahun 2004.

Page 4: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 4/20

 

b. Pertambangan Diperbolehkan Di Hutan Lindung

UU No. 41/1999 adalah titik kompromi dan sekaligus menunjukan bahwa usaha

 pertambangan, tentu dengan ruang istilah yang sudah disediakan di atas, masuk ke dalam

kepentingan umum terbatas itu, atau kalau pun tidak, telah dengan sangat radikal merubah

 pengertian kepentingan umum terbatas itu. Penjelasan pasal 38 ayat [1] menyebutkan, ketika

  berusaha menjelaskan apa yang dimaksud dengan kepentingan pembangunan di luar 

kehutanan, sebagai kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakan di mana

termasuk di dalamnya kegiatan pertambangan.Makin banyak kawasan hutan [lindung] yang dipergunakan untuk kegiatan selain

kegiatan kehutanan, yang termasuk didalamnya kegiatan pertambangan, atau banyak 

 perusahaan yang antri meminta ijin, sehingga aturan tentang hal itu nampaknya meluas dan

sekaligus melemah. Semua kawasan hutan boleh dimanfaatkan kawasannya kecuali hutan cagar 

alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Secara tersurat, hutan produksi

memang masih terbuka untuk kegiatan pertambangan [baik pola terbuka atau tertutup],

dengan ketentuan, ketika menyangkut pertambangan pola terbuka, dilakukan denganketentuan khusus dan selektif.

Setelah lahirnya UU 41/1999 ini, kegiatan pertambangan diperluas tidak lagi hanya di

hutan  produksi, tetapi bisa juga dilakukan di hutan lindung. Hanya saja pertambangan di

hutan lindung tidak diperbolehkan dilakukan dengan pola terbuka. Membuka kemungkinan,

secara tersirat, diadakannya pertambangan di hutan lindung asalkan dengan pola tertutup.

Pola pertambangan yang dikenal ada dua: terbuka dan tertutup. Pola pertambangan

terbuka dilakukan dengan cara membuka permukaan tanah untuk mengambil bahan galian yang

ada di dalam tanah. Pola pertambangan terbuka mau tidak mau akan merubah lanskap alam

dan menghilangkan lapisan subur pada tanah. Berbeda dengan pola pertambangan tertutup

yang dilakukan dengan membuat terowongan ke dalam bumi untuk mengeduk bahan galian

yang ada atau dengan tidak merusak bentang alam permukaan tanahnya.

Ketentuan tentang pertambangan di hutan lindung makin menguat dengan

dilahirkannya Perpu No1 Tahun 2004 [telah diundangkan dengan UU No 19 Tahun 2004]

yang menambahkan ketentuan baru pada UU 41/1999 pada masalah pertambangan di

kawasan hutan lindung. Perpu ini lahir dengan alasan adanya kekosongan hukum bagi

Page 5: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 5/20

 

usaha-usaha pertambangan dengan pola terbuka yang ijinnya telah keluar sebelum UU No

41 Tahun 1999 disahkan. Bagaimana posisi mereka? Perpu tersebut membolehkan

mereka untuk tetap melanjutkan usahanya sampai habis masa ijinnya.

Perpu tersebut juga membuka kenyataan dan bahkan mengafirmasi bahwasebenarnya sebagian besar pertambangan di Indonesia dilakukan dengan sistem/pola terbuka

yang secara operasional lebih murah, namun berharga mahal bagi lingkungan. Pemerintah

Indonesia nampaknya agak kesulitan menerapkan pola pertambangan tertutup, yang

sebenarnya sudah menjadi standar di negara-negara maju [asal kebanyakan perusahaan

 pertambangan besar di Indonesia], di tengah ketergantungan kita terhadap modal dan investasi

[finansial atau teknologi atau SDM] dari luar negeri.

Di sisi lain, terlihat bahwa kebijakan kehutanan yang lestari dan berkelanjutan

nampaknya agak sulit dilakukan ketika berhadapan dengan industri pertambangan. Posisi

industri pertambangan memang sangat kuat. Lihatlah bagian Menimbang di UU No. 11/1967,

yang menyebutkan bahwa “guna untuk mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi

nasional dalam menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil

 berdasarkan pancasila maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan

membina segenap kekuatan ekonomi potensial di bidang pertambangan menjadi kekuatan

ekonomi riil”. Lihat juga pasal 28 UU yang sama yang mengharuskan mereka yang punya hak 

atas tanah membolehkan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang

 bersangkutan.

Perhatikan pula bahwa dalam peraturan perundang-undangan selanjutnya setelah UU

 No 41/1999 keterangan tentang kegiatan pertambangan seperti apa yang tidak dijinkan di

hutan lindung tidak disinggung lagi. UU No 19/2004 hanya menyinggung sedikit tentang hal ini

di bagian penjelasan umumnya. Tetapi Permenhut P 12 Tahun 2004 sebagai aturan pelaksanaan

dari UU No 19/2004 tersebut, hanya menyebutkan ”pertambangan di hutan lindung diijinkan

 bagi 13 perusahaan”. Sehingga seolah-olah ke 13 perusahaan itu boleh melakukan kegiatan

 pertambangan pola terbuka di hutan lindung, padahal UU 41/1999 jelas-jelas melarang

 pertambangan pola terbuka di hutan lindung. Seyogyanya, ketentuan itu dibaca: ketiga belas

 perusahaan diperbolehkan melanjutkan kegiatan pertambangannya di hutan lindung tetapi,

sejak tahun 2004, tidak boleh lagi dilakukan dengan pola terbuka, melainkan harus dengan

 pola tertutup. Di bawah adalah alasannya.

Mencantumkan keterangan dengan tersurat pola pertambangan macam apa yang boleh

Page 6: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 6/20

 

ada di hutan lindung di dalam UU 19/2004 menjadi sebuah keharusan karena banyak pihak 

yang membaca UU No 19/2004 sebagai pengganti dari UU 41/1999. Padahal UU No 19/2004

itu seharusnya hanya mengatur soal pemberian ijin bagi ketiga belas perusahaan tambang yang

sebelum tahun 1999 sudah mendapatkan ijin melakukan pertambangan secara terbuka di

hutan lindung. Lain tidak. Sehingga seyogyanya dalam UU 19/2004 itu, keterangan yang ada

dalam pasal 38 UU 41/1999 tidak boleh dikurangi atau ditambahi.

Jelas kemudian bahwa UU No 41/1999 jo to UU No. 19/2004 memang tidak boleh

 berlaku surut dalam hal larangan pertambangan di hutan lindung. Perusahaan yang telah

mengantongi ijin menambang di hutan lindung tetap diperbolehkan untuk terus menambang

sampai selesai ijinnya, tetapi polanya tidak lagi bisa secara terbuka, melainkan harus tertutup.

Ini terkait dengan bahwa pemberian ijin itu adalah dalam hal menambang di hutan lindung,

sementara apakah pola terbuka atau tertutup itu soal metode pertambangan.

Pola pertambangan, baik terbuka atau tertutup tidak dimasukkan dalam kategori

syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin untuk menambang. Sehingga

 perusahaan hanya mendapatkan ijin/kontrak untuk melakukan kegiatan pertambangan di

suatu wilayah yang ditunjuk oleh pemerintah. Dalam metode pertambangannya, pemerintah

hanya menentukan   bahwa kegiatan pertambangn itu harus memperhatikan aspek 

lingkungan hidup [misalnya dalam KK dan PKP2B, sementara untuk KP mengikutiaturan perlindungan lingkungan hidup]. Dengan demikian, kebijakan perusahaan sendirilah

yang menentukan pola mana yang akan dipakainya tergantung kemampuan teknologi dan

finansialnya.

Aturan tentang kriteria penambangan terbuka dan tertutup belum diatur di Indonesia.

Acuan kalimat “penambangan dengan pola pertambangan terbuka”, akhirnya harus

ditempatkan dalam khazanah ilmu pengetahuan pertambangan. Sayangnya UU 41/1999 juga

tidak mau dan mampu menjadi pionir dalam memberikan penjelasan apa yang dimaksud

dengan pola  pertambangan terbuka itu. Sehingga memang jadi kabur.

Konsekuensinya adalah pemerintah, dalam hal ini Dephut, sebenarnya tetap

mempunyai wewenang untuk memberikan ijin pertambangan di hutan lindung tetapi harus

dengan tidak  pola terbuka. Pertambangan yang sudah berjalan sebelum UU 41/1999 lahir 

yang berpola tertutup tetap bisa melanjutkan kegiatannya. Nampaklah kemudian bahwa

kehadiran Perpu No 1 Tahun 2004 yang hanya mengijinkan 13 perusahaan melakukan

  pertambangan di hutan lindung secara terbuka sebenarnya keliru, diskriminatif, tidak 

Page 7: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 7/20

 

konsekuen dan mengandung aroma politis.

B. ZONA EKONOMI EKSLUSIF (ZEE)I. Pengertian ZEE

Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang

mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di

dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di

atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari

kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang

  berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas

lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya

 pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed

Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak 

 Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai

membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara

efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.

Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat

dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan

antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui

adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.

Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan setidaknya 36%

dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang

diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari

simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.

Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil

tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia

melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya

aktifitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukm Laut sangat

 penting adanya.

 Batas luar.

Page 8: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 8/20

 

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh

melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan.

Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari

ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang

dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai

tidak akan memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil, karena kehadiran

wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi

 pilihan maksimum untuk ZEE.

Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis

umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim

oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu

untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang paling

 banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas 200 mil dipilih sebagai

 batas luar jadi pertanyaan.

Menurut Prof. Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai

oleh negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk 

melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginka zona seluas 50

mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang paling menjanjikan

muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah

disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya

 beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.

II. Hubungan Zone Ekonomi Ekslusif dengan Pertambangan

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya mempunyai garis pantai.

Wilayah pesisir dan lautan merupakan sumberdaya milik bersama (common property

resources), sehingga berlaku rejim open acces management  artinya, siapa saja boleh

memanfaatkan wilayah ini untuk berbagai kepentingan. Setiap pengguna ingin memanfaatkan

secara maksimal dan sukar dilakukan pengendalian. Sifat dari kepemilikan bersama ini juga

menyebabkan pengguna (users) menjadi kurang peduli terhadap status sumberdaya, dan

cenderung menggunakan cara-cara yang disktruktif demi keuntungan jangka pendek.

Sehingga sering kali terjadi kehancuran ekosistem sebagai akibat dari tragedi bersama

(tragedy of the mommon). Batas laut Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus dikelola secara

sungguh-sungguh dan professional.

Page 9: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 9/20

 

Dengan karakteristik wilayah pesisir dan lautan seperti di atas, maka jelas bahwa

 pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal berkesinambungan hanya dapat terwujud

 jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu. Secara spesifik permasalahan wilayah pesisir 

dan lautan apabila di tambang adalah sebagai berikut:

(1) Kerusakan fisik ekosistem wilayah pesisir dan laut umumnya terjadi pada ekosistem

mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Hilangnya mangrove dan rusaknya sebagian

terumbu karang telah mengakibatkan terjadinya erosi pantai. Erosi ini diperburuk lagi oleh

 perencanaan dan pengembangan wilayah yang tidak tepat;

(2) Pencemaran. Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan laut pada saat ini

telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir 

dan laut biasanya berasal dari kegiatan di darat ( land based pollotion sources), yaitu: kegiatan

industri, kegiatan rumah tangga dan kegiatan pertanian. Bahan utama yang terkandung dalam

  buangan limbah tdari ketiga sumber tersebut berupa sedimen, unsur hara, pestisida,

organisme patogen, dan sampah.

(3) Lemahnya penegakan hukum. Hukum pengelolaan wilayah pesisir dan laut meliputi

semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan secara resmi oleh lembaga-lembaga

  pemerintah untuk mengatur hubungan manusia dengan sumberdaya wilayah pesisir danlautan. Dengan adanya undang-undang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan

seharusnya maslaha perbaikan lingkungan pesisir menjadi fokus utama dalam pengelolaan

suatu kawasan atau wilayah pesisir. Tetapi pada kenyataannya kerusakan wilayah pesisir dan

degradasi habitat selalu terjadi dan terus berlangsung. Hal ini karena lemahnya penegakan

hukum (law enforcement ).

Penambangan di Wilayah ZEE harus mempunyai ijin dri pemerintah, seperti yang

telah di tulis dalam Undang-undang ZEE yaitu BAB IV KEGIATAN-KEGIATAN DI ZONA

EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Pasal 5 yang berbunyi:(1) Dengan tidak mengurangi

ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber 

daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan atau eksploitasi ekonomis

seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,

harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan

internasional dengan Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat

 perizinan atau persetujuan internasional tersebut. Berdasrkan pasal 5 apabila ada perussahaan

Page 10: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 10/20

 

yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa memiliki ijin, maka perusahaaan tersebut

adalah perusahaan ilegal. Sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan tambang yang tidak 

disertai ijin, tetapi terus beroperasi di wilayah Indonesia dan banyak pula perusahaan yang

sudah memiliki ijin akan tetapi malah menimbulkan dampak negatif. Seperti perusahaan

Tambang Pasir Besi di daerah Bengkulu yang ijin operasinya di cabut karena merugikan

 Negara. Negara di rugikan karena bahan baku baja di dekade terakhir menjadi harapan

sumber ekonomi utama beberapa negara yang sudah melesat maju seperti China, India,

Singapura dan Australia.

China sebagai pemegang produksi baja terbesar 10 tahun terakhir bersikap cerdik 

dengan Menetapkan Pungutan sebesar 11 % terhadap ekspor bahan baku Biji Besi untuk 

menutup semua tambang tambang pasir Besi dan Biji Besi di negaranya. Mensiasati

kebutuhan bahan baku baja China yang mencapai 300 juta ton per tahun, perusaahan

 perusahaan pertambangan asal negeri Tirai Bambu Ini, mulai melakukan lobby ke negara

negara berkembang yang lemah teknologi dan rendah pengetahuan di tingkat pemerintahnya,

hasil lobby ini berhasil membuat pemerintah Indonesia Mengeluarkan KepMendag No 38

tahun 2008 dengan menetapkan bahan baku ekspor jenis pasir Besi tidak dikenakan bea

Pungutan ekspor, dampak lain dari penguasaan sistematis ini dapat dilihat dari dominasi

China atas pelaku industri baja di Indonesia, sehingga di empat tahun terakhir ini, perusahan-

 perusahaan asal China mendominasi Industri Baja di Indonesia. Tercatat dari 10 perusahaan

tambang baja terbesar di Indonesia, 5 diantaranya adalah Perusahaan asal China, dan 2

Perusahaan Indoensia yang telah dikuasai China. Kebutuhan baja dalam Negeri Indonesia 6

  juta Ton per Tahun. Dan ini dapat dipenuhi oleh industri baja domestik (perusahaan-

 perusahaan dalam Negeri).

Tahun 2008 tiba tiba peredaran baja dalam negeri meningkat menjadi 8,2 Juta ton per 

tahun, sehingga memaksa beberapa perusaahan baja nasional menurunkan produksinya

mencapai 60 %. ada sekita 1,2 juta Ton baja selundupan dari China yang bermerek sama

dengan produksi nasional dipasarkan di Indonesia dan mengancam eksistensi perusahaan

nasional. Kapasitas produksi industri baja China mencapai 450 juta ton per tahun, cukup 10

  juta ton saja dialihkan ke Indonesia, pasti industri baja dalam negeri bakal kelimpungan.

Selain tidak hanya merugikan negara, perusahaan tersebut juga mencemari wilayah

disekitarnya sehingga merusak lingkungan.

Page 11: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 11/20

 

Kerusakan lingkungan yang terjadi adalah perubahan bentuk bentang alam dengan

  perubahan vegetasi sungai air minuman, yang berupa habitat nipah, pandan, waru dan

mangrove. Perubahan komponen dasar sungai dari pasir tanah padat menjadi endapan lumpur 

 pasir yang hidup. Pemanfaatan wilayah yang seperti ini nantinya hanya akan menimbulkan

dampak yang kurang baik tentunya bagi Negara dan masyarakat. Penambanagan yang

dilakukan tidak serta merta hanya mencapai keuntungan, tetapi kegiatan tersebut juga harus

disertai langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan dan menanggulangi

 pencemaran lingkungan khususnya laut.

ZEE merupakan batas anatara Negara kita dengan Negara tetangga. Namun sampai

saat ini tidak jalas Lembaga mana yang mengurusi batas wilayah ini. Sehingga sering sekali

kegiatatn-kegiatan di sekitar ZEE tidak terpantau atau tidak terurus. Penambangan yang

 berlebihan bisa mengakibatkan tenggelamnya pulau disekitar wilayah ZEE. Penambangan

 pasir laut di perairan sekitar kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan

Singapura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton

 pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah.

Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu

oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh

 penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.

Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena

dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil

tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi

geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di

kemudian hari.

Bahan yang ditambang tidak langsung di jual dalam bentuk bahan mentah, tetapi

harus di olah terlebih dahulu menjadi konsentrat yang kemudian dijual. Apabila SDA dijual

dalam bentuk bongkahan, maka sama saja kita menjual tanah air kita.

Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia

merupakan endapan–endapan alam merupakan kekayaan Nasional Indonesia yang harus

dikelola dan dikembangkan, dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahan galian digolongkan pada tiga golonganyaitu : bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian yang tidak termasuk kedua

Page 12: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 12/20

 

golongan tersebut. Golongan bahan galian yang strategia adalah: minyak bumi, bitumen cair,

lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda, uranium,

radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya, nikel, cobalt, dan timah.

Golongan bahan galian vital adalah; besi, mangaan, khrom, wolfram, vanadium, titan,

 bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan, arsen, antimon, bismut,

ytrium, rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya, berilium, korundum, zirkon,

kristal kwarsa, kriolit, fluorspar, barit, yodium, brom, khlor dan belerang.

Wilayah hukum pertambangan Indonesia meliputi baik yang di darat, di dasar laut

maupun tanah dibawahnya dibawah kedaulatan dan hak-hak berdaulat Indonesia. Sedimen-

sedimen di bawah laut dan kondisi geografi kelautan mengandung potensi yang besar untuk 

dapat dikembangkan sebagai energi alternatif non konvensional dan termasuk sumberdaya

kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di

kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan

adalah: energi gelombang, energi pasang surut dan arus, energi angin, energi konversi

 perbedaan suhu dan perbedaan salinitas.

Dalam kegiatan pettambangan, pembuangan limbah produksi ke laut harus sangat

diperhatikan secara serius, karena penanganan limbah yang buruk akan mengakibatkan pencemaran laut sehingga dapat mengakibatkan rusaknya biota-biota bawah laut. Hal ini

 bertentangan dengan Pasal 8 Ayat (2) yang berbunyi: Pembuangan ("dumping") dilaut dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan laut; berhubung dengan itu perlu diatur tempat, cara

dan frekuensi pembuangan serta jenis, kadar dan jumlah bahan yang dibuang melalui

 perizinan.

Pembuangan meliputi pembuangan limbah dan pembuangan bahan-bahan lainnya

yang menyebabkan pencemaran lingkungan laut; pembuangan limbah yang biasanya

dilakukan oleh kapal selama pelayaran tidak memerlukan izin. Maka dari itu semua kegiatan

 penambangan yang berhubungan dengan ZEE tidak bisa sembarangan di lakukan, akan tetapi

terlebih dahulu harus menimbang beberapa aspek-aspek yang perlu di pertimbangkan.

Sehingga nantinya kegiatan Pertambangan tidak menimbulkan dampak yang buruk untuk 

 Negara dan Masyarakat Indonesia.

Page 13: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 13/20

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1983

TENTANG

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

a. Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-

 bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

 b. Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya alam hayati yang

terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air Zona Ekonomi Eksklusif 

Indonesia;

c. Penelitian ilmiah adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan penelitian mengenai

semua aspek kelautan di permukaan air, ruang air, dasar laut, dan tanah di bawahnya di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

d. Konservasi sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan

melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

e. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut adalah segala upaya yang bertujuan untuk 

menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Pasal 4

(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan

melaksanakan :

a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi

sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta

air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi

ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;

Page 14: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 14/20

 

Pasal 5

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan eksplorasi

dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi

dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik 

Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional dengan Pemerintah Republik 

Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat perizinan atau persetujuan

internasional tersebut.

(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), eksplorasi dan eksploitasi suatu

sumber daya alam hayati di daerah tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh

orang atau badan hukum atau Pemerintah Negara Asing dapat diizinkan jika jumlah

tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk jenis tersebut

melebihi kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.

Pasal 7

Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan berdasarkan syarat-

syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 8

(1) Barangsiapa melakukan kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, wajib

melakukan langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan dan

menanggulangi pencemaran lingkungan laut.

Pasal 11

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 8, dan dengan memperhatikan batas ganti rugi

maksimum tertentu, barangsiapa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebabkanterjadinya pencemaran lingkungan laut dan/atau perusakan sumber daya alam memikul

Page 15: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 15/20

 

tanggung jawab mutlak dan membayar biaya rehabilitasi lingkungan laut dan/atau sumber 

daya alam tersebut dengan segera dan dalam jumlah yang memadai.

(2) Dikecualikan dari tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika

yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran lingkungan laut dan/atau

 perusakan sumber daya alam tersebut terjadi karena :

a. akibat dari suatu peristiwa alam yang berada di luar kemampuannya;

 b. kerusakan yang seluruhnya atau sebagian, disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian

 pihak ketiga.

(3) Bentuk, jenis dan besarnya kerugian yang timbul sebagai akibat pencemaran lingkungan

laut dan/atau perusakan sumber daya alam ditetapkan berdasarkan hasil penelitian

ekologis.

Page 16: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 16/20

 

C. TATA RUANG & OTONOMI DAERAH

I. Pengertian

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya  Land use adalah wujud struktur ruang dan pola

ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, 

dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam  bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

  penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan

 pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

 pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat.

Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah,

yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan

otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenanganmengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap

kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat

seperti

1. Hubungan luar negeri

2. Pengadilan

3. Moneter dan keuangan

4. Pertahanan dan keamanan

Page 17: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 17/20

 

Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah,

yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan

otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan

mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap

kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat

seperti

1. Hubungan luar negeri

2. Pengadilan

3. Moneter dan keuangan

4. Pertahanan dan keamanan

II. Hubungan Tata Ruang Dan Otonomi Daerah

 A. Tata ruang 

Seiring dengan perjalanan waktu keberadaan Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum dirasakan sudah tidak sesuai dengan

kondisi saat ini. Oleh karena itu pemerintah melakukan pembaharuan dibidang peraturan

 pertambangan yang lebih relevan dengan perkembangan zaman. Bentuk dari pembaharuan

mengenai tata ruang maka lahirlah Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Menurut Bambang dalam tataran implementasi untuk menyediakan ruang bagi kegiatan

 pertambangan terdapat beberapa kendala sebelum lahirya undang-undang baru antara lain :

Pengelolaan dan pengusahaan sumber daya di permukaan bumi tidak termasuk 

 pengusahaan di bawah permukaan bumi (pertambangan) atau sebaliknya.

1. Pertambangan terutama kegiatan penambangan (produksi) bahan tambang tidak dapat

diprediksi dengan pasti kegiatan usahanya karena keberadaan bahan tambang tidak 

kasat mata, diperlukan kegiatan penyelidikan dan eksplorasi. Demikian pula harga

komoditi tidak dapat diprediksi, berpengaruh pada keekonomian penambangan.

2. UU tata ruang masih mengandalkan parameter ketinggian bagi keberadaan kawasan

hutan lindung dan konservasi, dimana pada ketinggian tersebut juga merupakan lokasi

sumberdaya bahan tambang yang menjadi sumber kekayaan negara. Sehingga dapat

menimbulkan konflik permanfaatan ruang yang akhirnya optimalisasi sumber daya

tidak optimal.

Page 18: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 18/20

 

3. Penetapan zonasi kawasan peruntukan pertambangan di dalam kawasan budidaya

dapat tumpang tindih dengan peruntukan lain (industri, pertanian, perkebunan, dll.),

karena kepastian penggunaan ruang tergantung dari hasil tahapan kegiatan

eksplorasi/eksploitasi.4. Penetapan zonasi kawasan peruntukan pertambangan yang sesuai dengan letak ‘in

situ’ dan keekonomian tambang belum tentu berada di dalam kawasan budidaya dan

dapat berada di kawasan lindung.

5. Proses alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya sangat sulit, bahkan

tidak memungkinkan, bilamana proses penilaiannya melalui penelitian terpadu sesuai

amanat UU 41/1999 tentang Kehutanan.

6. Dalam proses penyusunan RTRW Prov/Kab/Kota untuk penetapan Kws Lindung dan

Kws Budidaya pada dasarnya ditentukan oleh status kawasan hutan, karena fungsi

kawasan hutan adalah pengendali fungsi ruang dalam RTRW.

7. Seluruh kegiatan Non Kehutanan dibatasi di dalam Kawasan Budidaya, termasuk 

kegiatan pertambangan.

8. Kegiatan Non Kehutanan di Kws Budidaya yang berstatus Hutan Produksi dan di

dalam Kws Lindung yang berstatus Hutan Lindung, hanya Wilayah pertambangan

dalam tata ruang nasional 6 dimungkinkan dengan Izin Pinjam Pakai dari Menhut

melalui Penelitian Tim Terpadu (sesuai amanat UU 41/1999 ttg Kehutanan).

Dalam mengatasi tumpang tindih lahan pemerintah didalam UU Minerba yang baru

ditetapkan WIUP/WIUPK/WPR pertambangan yang sudah masuk dalam sistem tata ruang

nasional dan penetapannya melibatkan semua sektor, hal ini menjadi muatan pengaturan

dalam RPP tentang Wilayah Pertambangan. Untuk prosesnya mempertimbangkan UU Tata

Ruang dan aturan pelaksanaannya. PP Wilayah Pertambangan selain menjadi aturan

 pelaksanaan UU Minerba, juga akan merupakan salah satu pelaksanaan dari pada UU Tata

Ruang. Setelah penetapan WIUP/WIUPK/WPR baru bisa dilakukan proses selanjutnya

(lelang atau non-lelang). Dengan demikian diharapkan tumpang tindih IUP/IUPK/IPR dengan

sektor lain akan diminimalisir.

Tata ruang dalam pertambangan harus direncanakan dengan baik dan benar. Jika terjadi

  penataan tata ruang yang tidak baik dan mengakibatkan terjadinya tumpang tindih lahan

maka akan mengakibatkan kerugian disemua sektor. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi

Pertambangan Batubara Indonesia Supriatna Suhala masalah tumpang tindih dan tata ruang

Page 19: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 19/20

 

ini setidaknya bakal menghentikan operasional tambang yang kerugiannya mencapai triliunan

rupiah. Diharapkannya dengan telah berlakunya UU minerba baru akan menuntaskan

 permasalahan tata ruang yang mengakibatkan terjadinya tumpang tindih lahan.

 B. Otonomi Daerah

Dalam undang-undang no 4 tahun 2009 mendukung untuk adanya otonomi daerah.

Tetapi mengakibatkan memicu munculnya lokasi pertambangan baru. Pelaksanaan Otonomi

Daerah akan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Kabupaten/Kota,

yang lebih terbatas kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat. Disini terjadi

 perpindahan kewenangan yang dulunya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat bergeser 

menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dengan segala konsekuensinya. Pemerintah daerah

dinilai tidak selektif dalam mengeluarkan izin pertambangan.

Page 20: K3

5/11/2018 K3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/k35571fd50497959916998ce3d 20/20

 

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Pardiarto (2009) Wilayah Pertambangan Dalam Tata Ruang Nasional  dari

http://advokasitataruang.files.wordpress.com/2011/01/wilayah-pertambangan-dalam-tata-

ruang-nasional.pdf.

http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=36&newsnr=2395

http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=36&newsnr=1996

http://industri.kontan.co.id/v2/read/1267510540/31220/Karut-marut-Tata-Ruang-Bakal-

Hentikan-Operasional-Tambang-hingga-30

http://www.vhrmedia.com/Otonomi-Daerah-Luaskan-Wilayah-Pertambangan--

 berita2625.html

http://eprints.ui.ac.id/7446/

http://green.kompasiana.com/iklim/2011/01/26/pengembangan-sektoral-yang-berkelanjutan-

dalam-industri-penambangan-batubara-di-era-otonomi-daerah/

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBUQFjAA&url=http%3A

%2F%2Fid.shvoong.com%2Flaw-and-politics%2Flaw%2F1961273-zona-ekonomi-

eksklusif-zee%2F&rct=j&q=zee

%20adalah&ei=dIj0TZOHAYPtrQf70_DsBg&usg=AFQjCNEEslqZvrk8wwRTna9GF2KHu

Wgy1w&cad=rja

http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan