K20. Neoplasma Saluran Napas Atas
-
Upload
hizki-ervando -
Category
Documents
-
view
274 -
download
2
description
Transcript of K20. Neoplasma Saluran Napas Atas
dr. ENI NURAENI, M.Kes, Sp THT-KL
Dept. Of Ear, Nose, and Throat – Head & Neck Surgery
Soedarso General Hospital
Pontianak - 2014
NEOPLASMA SALURAN NAPAS ATAS
1
ANATOMI SALURAN NAFAS ATAS
2
• TRAKEA
3
TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
4
Epidemiologi
• Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut
sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh
tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang
terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini
sulit diketahui secara dini.
• Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan
ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
5
ANATOMI
6
18/11/08 LR/EK 5
Paranasal Sinuses
7
• Papilloma
• Adenoma
TUMOR JINAK EPITELIAL
• Lesi fibrooseus ( osteoma, fibroma, chondroma)
• Peripheral nerve seath (schwanoma, neuorfibroma)
TUMOR JINAK NON EPITELIAL
8
• Ca sel skuamousa
• Adenokarsinoma
• Karsinoma adenoid kistik
• Melanoma
• Olfactory Neuroblastoma
• Undifferentiated Ca
TUMOR GANAS EPITELIAL
9
10
• Neurogenik Sarkoma
• Rhabdomiosarkoma
• Fibrosarkoma
• Hemangioperisitoma
• Osteogenik Sarkoma
• Kondrosarkoma
• Limfoma
• Extramedullary Plasmacytoma
TUMOR GANAS NON EPITELIAL
TUMOR JINAK EPITELIAL
11
PAPILLOMA
• Berasal dari epitel skuamous
• Destruktif
• Eksisi tidak lengkap rekuren
• Berhubungan dg keganasan
• Pria kulit putih dekade 5-7
• Eksisi (MRI,CT), endoskopik visualisasi lebih baik
12
Inverted papiloma Papilloma Fungiform Papiloma silindris
Asal tumor Dinding lateral Septum Dinding lateral
Frekuensi 47 % 50% 3%
ADENOMA
ADENOMA
• Berasal dari septum nasi
• Dekade 4-7, tdk ada perbedaan gender
• Rekurensi 10%
13
TUMOR JINAK
NON EPITELIAL
14
• Lesi fibrooseus (osteoma, fibroma, chondroma)
• Tumbuh lambat, self limited
• Eksisi (histopatologis, obstruksi)
15
osteoma fibroma
TUMOR GANAS
EPITELIAL
16
KARSINOMA SEL SKUAMOUS
• Kejadiannya paling sering (80%) • Lokasi : maksila (70%), rongga hidung (20%) • Invasi lokal (90%) • Drainase limpatik First : retropharyngeal nodes Second : subdigastric nodes • Penatalaksanaan • 88% datang pada stad lanjut (T3/T4) • pembedahan+radiasi post op • kesulitan menentukan batas tumor University of Texas Medical Branch Wright ST, Pou AM. 2004
17
ADENOKARSINOMA
• 4%- 8%dari seluruh keganasan sinonasal
• Faktor risiko: paparan debu kayu
• Rekurensi lokal
• Penatalaksanaan: reseksi kraniofasial anterior, rinotomi lateral, endonasal dg/tanpa radio th/
• Survival: 55% T1&T2,28%, 25% T4
18
MELANOMA
• Primer maupun metastase
• 20% melanoma tjd di kepala-leher
• 1% pada sinonasal
• Lokasi di kavum nasi, sinus maksila,
etmoid, frontal.
• Radioterapi post opmenguntungkan
• Bertahan hidup 24-36 bulan
19
OLFACTORY NEUROBLASTOMA
• Jarang • Berasal dari epitelium olfactory • Gejala: obstruksi hidung dan epistaksis • 2 kelompok usia: 10-20 th, 50-60 th • Prognosis berhubungan dg ekstensi • Th/ kombinasi berdasarkan Kadish sistem • Klasifikasi UCLAprognosis • Survival rate 5 tahun 65%
20
UCLA Staging system
T1
T2
T3
T4
Tumor melibatkan kavum nasi atau sinus
paranasal (kecuali sinus sphenoid) atau
keduanya menyisakan sebagian besar sel
etmoid superior.
Tumor menginvasi ke kavum nasi atau sinus
paranasal ( termasuk sinus sphenoid) atau
keduanya dengan ekstensi/erosi ke
cribriform plate.
Tumor ekstensi ke orbita atau masuk ke
fossa cranial anterior.
Tumor melibatkan otak 21
T U M O R G A N A S
N O N E P I T E L I A L
22
• Neurogeniksarkoma
• Rhabdomiosarkoma
• Fibrosarkoma
• Hemangioperisitoma
• Osteogeniksarkoma
• Chondrosarkoma
• Limfoma
23
DIAGNOSIS
24
ANAMNESIS
• Keluhan pilek, hidung tersumbat, nyeri, epistaksis, baal pada pipi, gangguan gerak bola mata, nyeri kepala
• Lamanya keluhan?
• Pada tumor kecil tidak ditemukan kelainan hidung luar
• Tumor besar: hidung menonjol
• Gigi goyah proptosis, trismus
25
PEMERIKSAAN FISIK
• Melihat kavum nasi, dinding lateral, koana, nasofaring
• Pemeriksaan rongga mulut, palatum durum palatum mole, gigi, alveolus, adanya massa (mudah berdarah, berbau) , sulkus bukoginggival dan pipi
• Pemeriksaan telinga; MT, efusi
• Pemeriksaan leher; pembesaran KGB
• Pemeriksaan nervus kranial
26
27
PEMERKSAAN PENUNJANG
RADIOLOGIS:
RO waters destruksi tulang
CT scan, MRI skrining, perluasan tumor
PEMERIKSAAN PA Diagnosis pasti
28
CT SCAN
29
Staging tumor primer sinus maksila
T1
T2
T3
T4a
T4b
Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila tanpa adanya
erosi/destruksi tulang
Tumor menyebabkan erosi tulang atau destruksi termasuk
ekstensi ke palatum durum dan/atau maetus media, kecuali
ekstensi ke dinding posterior sinus maksila dan pterigoid
plates
Tumor menginvasi salah satu dari: tulang pada dinding
posterior sinus maksila, jaringan subkutan, dasar/ dinding
medial orbita, fossa pterygoid, sinus etmoid
Tumor menginvasi isi orbita anterior, kulit pipi, pterigoid plate,
fossa infratemporal, lamina kribriformis, sinus sfenoid atau
frontalis.
Tumor menginvasi pada salah satu dari: apex orbita, dura,
otak, fossa media, saraf otak selain divisi maksila dari n.
Trigeminus (V2), nasofaring atau klivus 30
Staging tumor primer sinus maksila
T1
T2
T3
T4a
T4b
Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila tanpa adanya
erosi/destruksi tulang
Tumor menyebabkan erosi tulang atau destruksi termasuk
ekstensi ke palatum durum dan/atau maetus media, kecuali
ekstensi ke dinding posterior sinus maksila dan pterigoid
plates
Tumor menginvasi salah satu dari: tulang pada dinding
posterior sinus maksila, jaringan subkutan, dasar/ dinding
medial orbita, fossa pterygoid, sinus etmoid
Tumor menginvasi isi orbita anterior, kulit pipi, pterigoid plate,
fossa infratemporal, lamina kribriformis, sinus sfenoid atau
frontalis.
Tumor menginvasi pada salah satu dari: apex orbita, dura,
otak, fossa media, saraf otak selain divisi maksila dari n.
Trigeminus (V2), nasofaring atau klivus 31
Std I
Std II
Std III
Std IVA
Std IVB
Std IVC
T1 No Mo
T2 No Mo
T3 No Mo
T1 N1 Mo
T2 N1 Mo
T3 N1 Mo
T4a No Mo
T4a N1 Mo
T1 N2 Mo
T2 N2 Mo
T3 N2 Mo
T4aN2 Mo
T4b Tiap N Mo
Tiap T N3 Mo
Tiap T tiap N M1
32
S
T
A
D
I
U
M
PENATALAKSANAAN TUMOR HIDUNG DAN
SINUS PARANASAL
33
T E R A P I T U M O R
34
Pembedahan
Radioterapi
Chemoterapi
Imunoterapi
Kombinasi
• diagnosa histopatologis
• lokasi tumor
• keberadaan dan tingkat metastasis
• radiosensitivitas atau kemosensitifitas tumor
• umur dan kondisi umum pasien
• pengalaman klinisi
• harapan pasien.
35
Pemilihan Jenis Perawatan
KARSINOMA NASOFARING
36
Definisi
• Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas
yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi fossa Rossenmuller dan atap
nasofaring.
• Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa
Rosenmüller yang merupakan daerah transisional
dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa dan dapat meluas ke hidung, tenggorok,
serta dasar tengkorak.
37
Epidemiologi
• Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
yang paling banyak dijumpai di antara tumor
ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma
nasofaring termasuk dalam lima besar tumor
ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan
didaerah kepala dan leher menduduki tempat
pertama.
38
39
Etiologi • Genetik
– Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan
dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang
dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali
lebih besar menderita karsinoma nasofaring.
• Virus
– Virus Epstein-Barr (EBV), juga disebut Human herpes
virus 4 (HHV-4), adalah suatu virus dari keluarga herpes
(yang termasuk Virus herpes simpleks dan citomegalo-
virus), yang merupakan salah satu virus-virus paling umum
di dalam manusia.
– Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya
ditularkan melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan
limfosit B. 40
Etiologi
• Lingkungan
– Paparan makanan yang mengandung
volatilenitrosamine merupakan penyebab
karsinoma nasofaring.
– Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak
berhubungan dengan peningkatan resiko
karsinoma nasofaring.
– Paparan dari formaldehid pada udara dan debu
kayu juga berhubungan dengan peningkatan
insiden karsinoma nasofaring.
41
Gejala Klinik
• Gejala berdasarkan organ tubuh di bagi dalam empat
kelompok:
– Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek,
atau sumbatan hidung.
– Gejala telinga berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai
nyeri di telinga.
– Gejala saraf berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia,
parestesia daerah pipi, neuralgia trigeminal,
paresis/paralysis arkus faring, kelumpuhan otot bahu dan
sering tersedak.
– Gejala di leher berupa benjolan.
42
Primary Site Risk of Node Spread
nasopharynx 74%
pharyngeal wall 19%
soft palate 13%
tonsillar region 9%
pyriform/ postcricoid 5%
base of tongue 4%
supraglottic larynx 2%
Retropharyngeal node metastase
43
44
Diagnosis
• Diagnosis ditegakan berdasarkan:
– Anamnesis / pemeriksaan fisik
– Pemeriksaan nasofaring/nasofaringoskopi
– Biopsi nasofaring
– Pemeriksaan radiologi
– Pemeriksaan Serologi
– Pemeriksaan Patologi Anatomi
45
Staging
• Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
• T=Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. – T0 :Tidak tampak tumor
– T1 :Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
– T2 :Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
– T3 :Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
– T4 :Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
46
Staging
• N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional:
– N0 :Tidak ada pembesaran kelenjar
– N1 :Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
– N2 :Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral/ bilateral yang masih dapat digerakkan.
– N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
47
Staging
• M=Metastase, menggambarkan metastase
jauh:
– M0 : Tidak ada metastase jauh
– M1 : Terdapat metastase jauh.
48
Staging
• Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
• Stadium I : T1 N0 M0
• Stadium II : T2 N0 M0
• Stadium III : T3 N0 M0
• T1 T2 T3 N1 M0
• Stadium IV : T4 N0,N1 M0
• Tiap T N2,N3 M0
• Tiap T Tiap N M1
49
Penatalaksaan
• Radioterapi
– Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan
penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring.
Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring
adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
• Kemoterapi
– Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma
nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi.
Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada
keadaan kambuh.
50
Penatalaksanaan
• Operasi – Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring
berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
– Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.
– Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
• Imunoterapi – Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari
karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi. 51
TUMOR LARING
52
PENDAHULUAN
• Gangguan anatomik atau fisiologi pd laring ↓kualitas suara & fungsi menelan.
• Ca Laring Keganasan sering di bidang THT:
Tersering kedua dari keganasan kepala dan leher
Amerika: urutan 1.
RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS. Dr. Sutomo : urutan 3 setelah KNF & tumor sinus paranasal
53
Epidemiologi
• Laki-laki > Perempuan.
• Perbandingan Laki-laki : Perempuan =
– Rasio= 3,5 : 1
– RSCM (1980-1985) = 144 kasus; 7 : 1.
– Canada = 6 : 1.
– Italia = 32 : 1.
• 85% merokok & alkohol
• Gambaran PA : 95% karsinoma sel squamosa
54
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
55
KARTILAGO LARING
56
OTOT EKSTRINSIK
57
OTOT INTRINSIK
58
Proteksi
Fonasi Sirkulasi
Fiksasi
Batuk
Ekspektorasi
Menelan
Respirasi Emosi
59
Gejala Klinis
60
PEMERIKSAAN FISIK
61
Laringoskopi Indirek 62
63
64
RADIOLOGIS
• Soft Tissue Leher Menilai airway
• CT-Scan – Akurat menilai ektensi tumor (kartilago tiroid, pre
epiglotis, KGB) – Mendeteksi tumor primer sekunder
• MRI
– Menilai khusus ekstensi ke subglotik dari primer di pita suara
65
• Papiloma
• Chondroma
• Neurofibroma
• Adenoma
• Kemodektoma
• Lipoma
• Hemangioma
• Kista
• Granuloma
• Amiloidosis
66
TUMOR JINAK LARING DAN PSEUDOTUMOR
PAPILOMA
• Tumor jinak paling sering • HPV transmisi dr ibu ke
anak • Sering berulang • Remisi total pd pubertas • Tumor papillary epithelial pd
vocal cord, supraglotik dan subglotik,trachea dan bronchus
• Sering pd anak-anak, bersifat multiple.
• Pada dewasa bersifat tunggal, dapat berubah menjadi suatu keganasan
• Terapi: • Mikrolaringoskopi dengan CO2
laser eksisi • Tracheotomy • Cryosurgery • Photodynamic Therapy • Interferon dan methotrexate. • Cidofovir
67
68
Chondroma
• lesi yang tumbuh lambat dan terdiri dari kartilago hyalin
• Lebih banyak pd Pria, usia 40-70thn
• Lokasi tersering pd bagian dalam posterior plate kartilago krikoid, thyroid, arythenoid dan epiglottis
• Terapi :
• Surgical excision : Lokasi menentukan teknik operasinya
• Total laringektomi untuk massa yang rekuren
69
Neuorofibroma
• Insidensi pada wanita: pria = 2:1
• tumor yang jarang didapatkan
• berasal dari sel Schwann
• plika aryepiglotika
70
GRANULOMA
• Riwayat intubasi ETT lama, riwayat kronik gastrik reflux, trauma, vocal abuse
• Usia > 30 thn
• GK/ suara serak, nyeri dan iritasi
71
Adenoma
• tumor yang berasal dari glandula seromusin obstruksi jalan napas
• Lokasi tersering di plika ventrikularis
• Terapinya adalah dengan pembedahan (eksisi) peroral atau thyrotomy
72
Lipoma
• Tumor yang berasal dari jaringan lemak terutama di plika ventrikularis
• Secara makroskopis: berwarna terang , berkapsul, dan berlobus
• Terdiri dari sel-sel lemak dalam berbagai ukuran dan stroma fibroventrikuler.
73
PSEUDOKISTA
Kista kongenital jarang, sel embrionik
• Pd plika ventrikularis & aryepiglotika
Kista retensi glandula Salivatorius seromucin yg obstruksi, squamosa>> kolumner
• Pd epiglotis, valekula, plika ariepiglotika & plika vokalis
74
TUMOR GANAS LARING
75
MEROKOK
ALKOHOL
RADIASI
PEKERJAAN
FAKTOR LAIN
ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
76
Faktor Resiko
77
Faktor Resiko
• Merokok dan alkohol 90% penderita
• Radiasi pada kepala & leher ↑ karsinoma laring
• Pekerjaan: asbes, produk kayu, kulit, nikel, wool, asap disel, cat
• Faktor Lain: - Inf HPV 16&18 25% karsinoma
- Chronic Gastric Reflux
- Mutasi p53
78
Tumor laring supraglotis
Tumor laring glotis
Tumor laring subglotis
KLASIFIKASI
Tumor laring transglotik
79
KLASIFIKASI
80
Level Sub sites
1. Supraglotik Suprahioyoid epiglotis
Infrahyoid epiglotis
Plika ariepiglotika
Aritenoid
Pita suara palsu
Ventrikel
2. Glotis Pita suara asli sampai 5-10mm dibawah pita suara asli
Commisura anterior
Commisura posterior
3. Subglotis /
Infraglotis
10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai inferior kartilago cricoid
4. Transglotis Menyebrangi ventrikel pita suara asli & palsu atau meluas ke subglotik > 10mm
1
2
4
Histopatologi
• SCC Squamous Cell Carcinoma (95%)
• Verrucous carcinoma rongga mulut (1-2%)
• Pseudosarkoma
• Adenokarsinoma
• kondrosarkoma
81
82
STAGING TNM (AJCC)
T SUPRAGLOTIS
T1 Terbatas 1 sisi supraglotis, gerakan korda vokalis normal
T2 Keluar dari 1 sisi supraglotis, gerakan korda vokalis normal
T3 terbatas di laring, fiksasi korda vokalis/ekstensi post
krikoid,dinding medial sinus piriformis atau pre-epiglotis,
dan atau erosi innercortex kartilago tiroid
T4a
Invasi keluar menembus kartilago tiroid dan atau keluar laring
Invasi ke ruang prevertebra, arteri karotis, atau struktur mediastinum
T4b
T1 Terbatas pada korda vokalis, dapat melibatkan komisura
T2 Ekstensi ke supraglotis/subglotis/ggguan gerakan korda vokalis
T3 Terbatas di laring dengan fiksasi korda vokalis
T4a Invasi keluar dari glotis menembus kartilago tiroid
dan atau keluar laring
Invasi ke ruang prevertebra, mengenai arteri karotis,
atau struktur mediastinum
T GLOTIS
T4b
STAGING TNM (AJCC)
83
T1 Terbatas pada subglotis, gerakan korda vokalis masih normal
T2 Ekstensi ke korda vokalis, gerakan korda vokalis normal
atau sedikit terganggu
T3 Terbatas di laring , fiksasi korda vokalis
T4a Invasi keluar subglotis menembus kartilago tiroid
dan atau keluar laring
Invasi ke ruang prevertebra, mengenai arteri karotis,
atau struktur mediastinum
T SUBGLOTIS
T4b
STAGING TNM (AJCC)
84
STAGING TNM (AJCC)
kelenjar limfe tidak dapat teraba
tidak ada metastasis regional pada kelenjar limfe leher
kelenjar limfe tunggal ipsilateral, ukuran < 3cm
• N2a : metastasis pada 1 sisi kelenjar limfe, ukuran < 6 cm
• N2b : metastasis multipel ipsilateral, ukuran < 6 cm
• N2c : metastasis bilateral atau kontra lateral, ukuran < 6 cm
kelenjar limfe dengan ukuran lebih besar dari 6 cm 85
STAGING TNM (AJCC)
Didapatkan metastasis jauh M1
Tidak ada metastasis jauh Mo
86
STADIUM
Stage T N M
I T1 No Mo
II T2 N0 M0
III T3
T1-3 N0 N1
M0 M0
IVA T1-3 T4a
N2 N0
M0 MO
IVB T4b
Any T Any N
N3 M0 M0
IVC Any T Any N M1
87
Prognosis
5 year survival %
Stage I >95%
Stage II 85-90%
Stage III 70-80%
Stage IV 50-60%
88
TUMOR SUPRAGLOTIK
EPIGLOTIS
PRE EPIGLOTIK VALEKULA R.KUADRANGULAR
SUPERIOR FOSA PIRIFORMIS
INFERIOR
PARAGLOTIK POST KRIKOID
FOSA PIRIFORMIS •>> Agresif •Ekstensi langsung ke ruang pre epiglotik •Ekstensi langsung ke lateral valecula, lidah dan hypopharing •Ekstensi posterior fossa piriformis
89
TUMOR GLOTIK
R. REINKE
ANT POST
R. REINKE
GLOTIK
•Tepi bebas pita suara •Tumbuh lambat •Ekstensi ke Commisura anterior dan Posterior •Fiksasi pita suara otot tiroarytenoid
90
SUBGLOTIK
SUBGLOTIK
N.LARYNGEUS REKUREN
Lateral Superior
Vocal cord
•Primer << •Tumbuh cepat dan ekstensif • pita suara, m. cricoid, trachea •Metastese: paru-paru
91
PENATALAKSANAAN
• Operatif
• Radioterapi
• Kemoterapi
• Kombinasi
Lesi premalignan/Ca in situ op mengangkat lesi atau
dgn CO2 laser
92
TERIMA KASIH
93