K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G...

30
K E JliJ A KS. AN A ·A N. PEMBANGlJNAN DT BI-D .A: N G PEK· ER-J AA·.N UMUM OLEH POERNOMOSIDI HADJISAROSA BAHAN CERAMAH PADA KURSUS REGULER ANGKATAN KE XI LEMBAGA PERTAHANAN NASIONAL TANGGAL 8 JULl 1978

Transcript of K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G...

Page 1: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

K E JliJ A KS.AN A ·A N. PEMBANGlJNAN

DT BI-D .A: N G

PEK·ER-J AA·.N UMUM

OLEH

POERNOMOSIDI HADJISAROSA

BAHAN CERAMAH PADA

KURSUS REGULER ANGKATAN KE XI

LEMBAGA PERTAHANAN NASIONAL

TANGGAL 8 JULl 1978

Page 2: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

lampiran

TEORI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

UNTUK NEGARA R.I.

oleh:

Poernomosidi Hadjisarosa

Oep. Peker)aan Umum & T enaga Llstrik PUSLITBANG

PERPUSTAKAAN

pernah disajikan pada kuliah umum di lnstitut Teknologi Bandung

pacla tanggal 24 · 6 · 1978

Page 3: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

QJ OEPARTEMEN PE KERJAAN UMUM

P U S LITBANG ; ~ RPUSTAKAAN

!Diterim <J tgl /ft/H/Tft

N.l. : ~ro 1 ·£D

N.K.: 7//..;2. : 3?"7,- .j[ jHit.P j ;e

~-""'-( no.~ .. P U S L-rt

~ ~~ us

Page 4: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

1

A. INTRODUKSI

........... tujuan dasar :

Kehidupan manusia mengenal sederetan tujuan-tujuan, seperti misalnya peningkatkan

produksi (berbagai macam kebutuhan), peningkatan lapangan-kerja, peningkatan penyediaan

fasilitas-fasilitas pelayanan umum, peningkatan pendapatan beserta pemerataannya dan lain

sebagainya. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan-tujuan seperti itu tercakup dalam "usaha

besar", yang bertujuan mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertum­

buhannya.

Tujuan-tujuan itu akhirnya tercakup juga dalam tujuan lain lagi yang lebih luas, yakni

"kehidupan masyarakat yang adil dan makmur", sebagai tujuan-ideal yang selalu dan tiada

akan henti-hentinya dikejar.

Tujuan-tujuan dalam berbagai tingkatan, yang manapun juga, menurut kenyataan di­

capai melalui "pertumbuhan", yang dikenal sebagai ciri-umum jalannya kehidupan manusia.

Disebabkan karena sifatnya yang mendasari usaha pencapaian tujuan-tujuan lain, maka "per­

tumbuhan" dinyatakan sebagai tujuan dasar. Atau dengan kata lain dapat disebutkan, bahwa

bersamaan dan tetap dalam kaitannya dengan tujuan-dasar dicapailah tujuan-tujuan lain .

........... gejala katidak-seimbangan :

Page 5: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

2

Dalam kehidupan manusia dijumpai adanya gejala ketidak seimbangan/ketidak-mera­

taan yang muncul pertama-tama karena kedua alasan berikut ini:

(1) Gejala ketidak-seimbangan/ketidak-merataan timbul seja_lan dengan terbentuk­

nya "struktur", sebagai akibat diterapkannya pola-pola effisiensi pada berbagai

aspek kehidupan manusia, dalam rangka memenuhi tuntutan pertumbuhan.

(2) Gejala ketidak-seimbanganfketidak-m"rataan timbul karena adanya kecenderu­

ngan pada sistim-sosial untuk menolak berlakunya hukum-keseimbangan.

Gejala ketidak-seimbangan/ketidak-merataan yang timbul karena alasan pertama.

merupakan kejadian yang tidak dapat dielakkan dan justru merupakan akibat langsung dari

usaha pemenuhan persyaratan bagi terwujudnya pertumbuhan itu sendiri. Tindakan yang da­

pat dilakukan hanyalah mengurangi "keterjalan"-nya sampai pada batas yang masih dapat di­

tolerir, mengingat bahwa tindakan seperti ini berakibat menurunkan nilai effisiensi dan berarti

mengurangi laju pertumbuhan.

Gejala ketidak-seimbangan/ketidak-merataan yang timbul karena alasan kedua, merupa­

kan gejala yang akan selalu timbul dengan sendirinya, selama proses pertumbuhan berlangsung

tanpa kendalL Sesuatu yang telah mencapai tingkat pertumbuhan lebih tinggi, akan tumbuh

dengan lebih cepat pula. Walaupun keseluruhannya mengalami pertumbuhan, namun sejalan

dengan itu, jarak antar tingkat-pertumbuhan menjadi makin besar dan tarus membesar.

Gejala yang timbul karena alasan kedua itu, pada prinsipnya dapat dan sewajarnya per­

lu dielakkan, yaitu dengan melaksanakan pengendalian atas jalannya proses pertumbuhan.

Apabila tinjauan ini dikenakan pada tingkat pertumbuhan di daerah-daerah, sekarang pun kea­

daannya di Indonesia telah jauh dari keseimbangan, sehingga, selain diperlukan kegiatan yang

bersifat mencegah membesarnya jarak antar tingkat pertumbuhan, juga diperlukan langkah­

langkah yang membawanya ke keseimbangan.

Catatan:

(1) Gejala yang timbul karena alasan pertama, berlaku dalam suatu "satuan". Disitu dijumpai satu

hirarki, sehingga dijumpai satu "satuan mekanisme pengembangan". Gejala ketidak-seimbangan

/ketidak·merataan timbul karena adanya hirarki itu. Peniadaan hirarki berarti peniadaan struktur, dan pengertian "satuan" pun tiada lagi, begitu pula, pola effisiensi tidak berlaku la<Ji.

(2) Gejala yang timbul karena alasan kedua, berlaku antar "satuan". Keseimbangan antar "satuan"

tidak menghilangkan struktur yang berlaku pada tiap-tiap "satuan" dan pola effisiensi tetap

berlaku pada masing·masing.

Page 6: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

3

........... tantangan :

Niat untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah Jalam hal tingkat pertumbuhan­

nya, dan itulah titik sentral pembahasan ini, dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan berikut

ini:

(1) Kriterium apakah yang dipakai untuk menyatakan tingkat pertumbuhan?

(2) Satuan produk manakah yang akan dipakai sebagai variabel dalam perencanaan?

{Setiap usaha pada dasarnya rnelampaui tahapan perencanaan terlebih dahulu).

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berpijak pada pengertian-pengertian serta

teori yang akan diketengahkan dalam Bab berikutnya.

Page 7: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

4

B. PENGERTIAN DAN TEORI "BERKEMBANGNYA WI LA YAH"

........... kriterium :

Berbagai kalangan mempergunakan kriteriurn "pendapatan daerah" untuk mengukur

tingkat pertumbuhan daerah. Sebagian dari kalangan itu mempergunakan "pendapatan daerah

per kapita" sehagai kriterium.

Catatan:

Penggunaan "pendapatan daerah per kapita" sebagai kriterium, akan membawa pada kesimpulan, bah· wa pada banyak daerah di luar pulau Jawa belum lagi perlu dilakukan usaha-usaha pembangunan, ber­hubung telah menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada di Jaw a.

Pemakaian "pendapatan daerah" sebagai kriterium untuk mengukur tingkat pertum·

buhan daerah bukannya salah, melainkan sangat sukar untuk rnencari l<aitannya dengan "me­

kanisme" penyeimbangan. Selain dari itu, "pendapatan belurn memberikan gambaran yang

memadai tentang kebutuhan sebenarnya dari masyarakat. Pendapatan tinggi belum berarti

suatu kemudahan bagi rnasyarakat dalam memperoleh kebutuhannya.

Adapun kriterium yang dipilih untuk menyatakan tingkat pertumbuhan sesuatu daerah

adalah justru tidak langsung memberitahukan perturnbuhannya sendiri, melainkan memberita­

hukan faktor "tingkat kemudahan" bagi masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan-kebutuh·

annya, baik berupa kebutuhan hidup maupun berupa kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan

kegiatan-usaha.

Page 8: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

5

Kriterium "tingkat kemudahan" memberikan pula ukuran bagi "kesempatan untuk

tumbuh" serta ukuran bagi "daya tarik". Dengan "kesempatan untuk tumbuh" yang seim-

bang, pada dasarnya dapat dicapai tingkat pertumbuhan yang seimbang pula.

Catatan:

(1) Scbagai pengganti "t;ngkat keml!dahan" dapat pula dipcrgunakan rumusan "tingkat ketersedia­an". Kedua-duanya dapat dipergunakan dan berlaku mempengaruhi orientasi serta pertimba­ngan masyarakat dalam rangka menentukan lokasi tempat bermukim maupun lokasi dan jenis kegiatan-usahanya. Dari sinilah muncur fak. A daya-tarik dan ikut menentukan ali ran-modal.

(2) Kaitannya dengan pcrtumbuhan ialah pada "kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha". Makin tersedia atau makin mudah diperolehnya kebutuhan itu. akan makin besar pula kesem­patan bagi berkembangnya proses kegiatan-usaha, sebagai proses pemenuh keseluruhan kebu­tuhan manusia. Sebagai catatan pula. proses kegiatan-usaha ialah kumpulan keseluruhan kegi· atan-usaha yang dilakukan oleh manusia, baik yang tercakup dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik .

•.......... prinsip-prinsip satuan-produk

Mengenai satuan-produk yang dipilih sebagai variabel dalarn perencanaan, sudah tentu

adalah satuan produk yang benar-benar menampung makna dari kriterium tersebut. Da~am

hubungan ini, predikat "satuan" berlaku mencakupi dirnensi wilayah. \11/ujudnya sendiri akan

merupakan "satuan wilayah". Selain dari itu, predikat "satuan" jugamencakupi penger\i;Jil

"satuan" dalam mekanisme pengembangan, sehingga satuan produk yang dimaksudkan itu da­

pat diberi sebutan Satuan Wilayah Pengembangan, atau disingkat SWP.

"Mekanisrne pengernbangan" yang dimaksudkan itu dijurnpai sebagai rnekanisme

"berkembangnya wilayah". Satuan produk SWP adalah apa yang nampak dan diwujudkan

oleh proses "berkembangnya wilayah".

Catatan:

( 1) Sengaja di pergunakan sebutan "berkembangnya wilayah" untuk membedakan tekanan artinya dari sebutan "pengemhangan wilayah". "Bcrkembangnya wilayah" mengandung arti sebagai obyek ;;engamatan seperti apa adanya, sedangkan "pengembangan wilayah" mengandung arti sebagai suatu tindakan mengembangkan wilayah.

(2) "Berkembangnya wilayah" dapat ditinjau analcxJ dengan sebutan "berkembangnya pohon". Pohonnya sendiri merupakan apa yang nampak dan diwujudkan oleh proses "berkembangnya pohon". Untuk dapat mempengaruhi jalannya perkembangan si pohon, perlu dikenal terlebih dahulu mekanisme "berkembangnya pohon". Baru setelah itu dapat dilakukan tindakan mcngembangkan pohon, lebih baik daripada sebelumnya dan secara terarah. ·

Hasil pengenalan atas jalannya proses "berkembangnya wilayah", termasuk mekanisme­

nya, dituangkan ke('alam rumusan-rumusan yang disajikan sebagai Teori Berkembangnya

Wilayah. Jalannya analisa, secara memintas (memotong kompas, menempuh jarak sependek

mungkin), dapat diketengahkan sebagai berikut.

Page 9: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

6

.......... struktur satuan-produk :

Menurut wujudnya, kebutuhan masyarakat dapat dikelompokkan kedalam jasa atau

barang. Berbicara mengenai kebutuhan berupa pendapatan, tidak lain adalah pendapatan yang

ekwivalen nilainya dengan jasa atau barang yang dihasilkannya. Jasa, barang ataupun penda­

patan merupakan produk dari proses kegiatan-usaha, periksa Catatan {2) hal. 5. Berbicara me­

ngenai kebutuhan berupa lapangan kerja, tidak lain ~dalah kegiatan-usaha itu sendiri. Penam·

bahan lapangan-kerj<J berarti pengembangan proses kegiatan-usaha.

Catatan:

( 11 Yang tergolong kebutuhan berupa barang ialah prasarana, sarana, barang-barang modal, bah an baku/penolong dan barang-konsumsi.

(2) Yang tergolong kebutuhan berupa jasa (langsung dikonsumsi) ialah misalnya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan peribadahan, jasa pernerintahan, jasa perlindungan hukum, jasa keamanan, jasa-angkutan dan lain sebagainya.

Mengenai kebutuhan berupa jasa, pertama-tama dibedakan menurut "tingkat kese­

ringan" kebutuhannya. Jasa, dengan ti~gkat-keseringan tinggi, kebutuhannya sangat dirasa·

kan oleh masyarakat. Untuk menjangkaunya menyangkut mobilitas, yang berarti pula biaya,

sehingga penyediaannya berada dalam j;mgkauan lokal. Penyediaan jasa sifatnya langsung,

sehingga kegiatan-usaha yang menghasilkannya juga berada dalarn jangkauan lokal. Atau s~ba­

liknya dapat disebutkan, bahwa kegiatan-usaha penghasil jasa memberikan pelayanan yang

berjangkauan lokal.

Selain dari itu, kegiatan-usaha penghasil jasa dikenal "berorientasi kedalam" dalam arti,

bahwa jasa yang dihasilkannya itu ditujukan kepada masyarakat yang berada dalam wilayah

yang sama. Dengan demikian, dalam memberikan peiJyanan kegiJtan-usaha penghasil jasa

(yang langsung dikonsumsi) rne'lunjukkan ciri-ciri : (a) berjangkauan lokal, dan (b) berorientasi

kedalam. Kegiatan-usaha ini untuk selanjutnya dikenal dengan kegiatan·usaha N-E.

Berbeda dengan jasa, penyediaan barang sifatnya tidak langsung. Barang disedrakan

melalui jasa-distribusi {terrliri dari jasa-perdagangan d;m jasa-angkutan, seb<1gai bagian-bagi;m

yang tak terpisahkan). Pengamatan atas pergerakan barang ditujukan pada kegiatan-usaha

penghasil jasa-distribusi. Penghasil barangnya scndrri dapat berada dalam jangkauan lokal ma­

upun jangkauan tidak lokal, seperti di wilayah lain, di pulau lain ataupun di negara lain. Dalam

rangka ini, kegiatan-usaha penghasil jasa-distribusi Juga masih dikenal sebagai "berorientasi

kedalam", walaupun barangnya berasal dari luar wilayah.

Disamping memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berada dalam wilayah sarna

berupa barang, juga berfungsi melayani pemasaran hasil produksi masyarakat dalam wilayah itu

kepasaran di luar, seperti kc wilayah lain, ke pulau lain ataupun ke negara lain. Dalam hubu-

Page 10: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

7

ngan ini, kegiatan-usaha penghasil jasa-distribudi dikenal "berorientasi keluar".

Dengan demikian, dalam rnemberikan pelayanan, kegiatan-usaha penghasil jasa-distri­

busi menunjukkan ciri-ciri : (a) selain berjangkauan lokal, juga tidak lokal, dan (b) disamping

berorientasi kedalam, juga berorientasi keluar. Jangkauan tidak lokal, terutama dikaitkan

dengan pelayanannya yang berorientasi keluar, dan pada prinsipnya diusahakan untuk men­

jangkau jarak sejauh mungkin, yaitu sejalan dengan usaha pencapaian pasaran yang seluas-luas­

nya. Kegiatan-usaha ini untuk selanjutnya dikenal dengan kegiatan-usaha E .

...... ..... pembentuk struktur :

Pertumbuhan, menuntut diterapkannya pola-pola effisiensi pada segenap kegiatan-usaha,

baik yang tergolong dalam bidang ekonomi, sosia! maupun politik ; dengan dernikian juga pa­

da kegiatan-usaha N-E dan kegiatan-usaha E. Pelaksanaannya terlihat pada pertimbangan

skala-ekonomis dan pemilihan lokasi yang paling menguntungkan dalam pemberian pelayanan.

Selain dari itu, juga dalam bentuk kecenderungan berkelompoknya berbagai kegiatan·usaha

untuk memenuhi kebutuhan bersama, sebagai suatu jalan yang menguntungkan.

Bagikegiatan-usaha N-E, lokasi yang dinilai paling menguntungkan ialah lokasi-sentral,

sesuai dengan ciri-ciri dalam pelayanannya (Gambar a). Sedangkan untuk kegiatan-usaha E,

lokasi yang dinilai paling rnenguntungkan ialah lokasi-ujung, sesuai dengan ciri-ciri dalam pela­

yanannya (Gambar b), terutama dalam hal jangkauannya yang tidak-lokal dan ''berorientasi ke­

luar.

Pergeseran lokasi, dari sentral ke ujung, membawa keuntungan ekonomis sebesar :

BM=1,46m.a.R3(2,15 -1) *)

Dari persamaan tersebi.Jt diperoleh petunjuk, bahwa dengan makin luasnya wilayah

yang terlayani, f(R), akan makin terasa besarnya keuntungan.

Catatan:

Pada ukuran wilayah Kecamatan, pengaruh lokasi sentral pada umumnya masih terasa. Lebih dari ukuran itu. tidak lagi dijumpai peranan sentralnya, periksa lokasi kota·kota besar pads umumnya.

• ldari penulis

Page 11: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

8

Perbedaan, dalam hal pemilihan lokasi yang dinilai paling menguntungkan, antara kegi­

atan-usaha N-E dan kegiatan-usaha E tidak mengurangi kecenderungan untuk berkelompok,

mengingat bahwa : (a) berkelompoknya kegiatan-usaha tetap merupakan langkah yang me­

nguntungkan, dan (b) kegiatan-usaha N-E mudah menyesuaikan diri, sesuai dengan ciri-ciri

dalam pelayanannya, yaitu yang berjangkauan lokal dan berorientasi kedalam.

Sepanjang analisa yang dilakukan sampai pada tahapan ini diperoleh petunjuk, bahwa

unsur pembentuk struktur pacta wilayah ialah jasa-distribusi. Jasa-jasa lain bukanlah unsur

pembentuk struktur, walaupun dapat mempengaruhi dujud strukturnya.

Catatan:

Dimanapun lokasi dari kegiatan-usaha penghasil barang, akhirnya biaya distribusilah yang rnenentu­kan jangkauan pemasaran, dengan demikian juga luasnya pemasaran.

Dengan demikian, analisa lebih lanjut yang dimaksudkan untuk mengenal wujud struk­

turnya, ditujukan pada tingkah-laku jasa-distribusi.

..••.•••... simpul jasa-distribusi ;

Kegiatan-usaha ekonomi bermula pada sumber-alam dan berakhir pada konsumen­

akhir. Bertolak pada sumber-alam diperoleh produk-primer, melalui kegiatan-usaha primer

(produksi}. Kegiatan-usaha primer, dengan demikian juga produk primer, berlokasi pada tern­

pat diketemukannya sumber-alam.

Catatan:

Konsumen-akhir ialah pihak yang menampung barang-barang-konsumsi, sehingga industri tidak terma· suk konsumen-akhir.

Jasa-distribusi, pada hakekatnya berperan memasarkan produk-primer menuju konsu­

men-akhir. Selama perjalanan, produk-primer dapat mengalami perobahan melalui proses pe­

murnian, pengolahan, pengerjaan dan sebagainya, dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan

konsumen-akhir. Proses-proses seperti itu merupakan fungsi kegiatan-usaha sekunder (produk­

si}, yang bersifat melengkapi kegiatan-usaha distribusi (tertier), dalam rangka pemasaran pro­

duk-primer.

Sumber-alam, letaknya tersebar-sebar. Konsumen-akhirpun berada tersebar-sebar.

Kegiatan-usaha distribusi berperan menghubungkan kedua-duanya, sehingga menghadapi dera­

jad penyebaran yang lebih besar lagi. Dalam rangka mengatasi kenyataan demikian itu, terja-

Page 12: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

9

dilah bentuk-bentuk yang mencerminkan penerapan prinsip-prinsip effisiensi pada proses dis­

tribusi, yaitu berupa simpul-simpul jasa-distribusi, periksa Gam bar L

Proses pemasaran, yang bermula patla produk-prirner dan menuju konsumen-akhir,

menggambarkan adanya arus-barang, begitu pula arus jasa-distribusi. Pada simpul-simpul itu

arus jasa-distribusi, juga arus-barang, terputus .

........... hubungan fungsionil antar kota :

Terjadinya simpul Jilsa-distribusi menimbulkan pusat kegiatan-usaha distribusi, yaitu

yang mencakupi perdagangan dan angkutan. Dtsilu terlibat sejumlah manusia, yang memerlu-

kan juga pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kegiatan-usaha yang ber-

fungsi melayani itu melibatkan pula sejumlah manusia. Begitu seterusnya, sehingga terjadilah

konsentrasi kegiatan-usaha dengan disertai pemukiman manusia-rnanusianya, yang membentuk

kehidupan kota. Dalam kaitan inilah, simpul jasa-distribusi dinyatakan sebagai titik-tumpu

bagi tumbuh dan berkembangnya kota, menu rut konsiderasi ekonomi. A tau dengan kata lain.

kota mempunyai fungsi ekonomi dalam rangka peranannya sebagai simpul jasa-distribusi.

Catatan:

Dapat terjadi, bahwa suatu kota dibangun tanpa mempunyai fungsi ekonomi. Sebagai contoh ialah kota Palangkaraya (selam~ kota itu tidak mempunyai hinterland).

Sebagai pusat perdagangan, maka harga-barang yang berlaku pada simpul (kota) meru­

pakan ukuran harga-pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan-usaha pro­

duksi yang berada disekitarnya. Sebaliknya, kegiatan-usaha produksi berusaha untuk dapat

mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul (kota).

Simpul, mempunyai kelebihan dari sekedar sebagai pasar. Suatu barang yang dapat

mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada suatu simpul, akan terjamin pemasarannya

sampai pada konsumen-akhir.

Dalam usahanya untuk mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul, kegi­

atan-usaha produksi memperhitungkan besarnya biaya-angkutan yang perlu ditutupnya,

periksa Gambar 2. Untuk suatu jenis barang berlaku harga-produksi minimum, sehingga untuk

suatu tingkat harga pasar pada simpul berlaku pula suatu batas wilayah, yang menggambarkan

dan disebut Wilayah Pengaruh Simpul. Dalam wilayah pengaruh itu, kegiatan-usaha produksi

dapat mencapai harga-pasar dan berarti dapat terjangkau oleh pelayanan pemasaran. Diluar

wilayah, berarti tidak terjangkau lagi oleh pelayanan pemasaran sesuatu simpul.

Page 13: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

10

Dengan menurunnya biaya-angkutan Wilayah Pengaruh Simpul menjadi lebih luas.

Makin merendah biaya-angkutan, akan makin luas wilayah pengaruhnya.

Menurunnya biaya-angkutan disebabkan diantaranya oleh meningkatnya teknologi ang­

kutannya. Sedangkan teknologi meningkat sejalan dengan membesarnya volume arus barang

(gejala perkembangan). Teknologi angkutan yang meningkat, sebaliknya menuntut syarat,

berupa "pengumpulan barang" sebelum diangkut. Pengumpulan barang, tidak lain adalah sua­

tu bentuk simpul jasa-<listribusi juga. Sejalan dengan berlangsungnya perkembangan, bermun­

culanlah simpul-simpul jasa-<listribusi, yang nampak sebagai kota-kota (kecil) baru.

Simpul yang timbul kemudian itu, sifatnya melengkapi simpul yang telah ada sebelum­

nya. Simpul yang timbul kemudian itu berada dalam sub-ordinasi simpul yang telah ada sebe­

lumnya.

Teknologi angkutan, yang menghubungkan simpul yang telah ada sebelumnya itu de­

ngan simpul lain, dapat pula meningkat sejalan dengan makin memadatnya arus barang. Pe­

ningkatan teknologi angkutan berpengaruh memperbaiki tingkat harga-pasar. Perbaikan ting­

kat harga-pasar membawa pengaruh pula pada perbaikan tingkat harga-pasar pada simpul yang

berada dalam sub-ordinasi, periksa Gambar 3 : (HPo)2 ke (HPJ)2 berpengaruh pada pero­

bahan (HPoh ke (HP1h-

Tingkah-laku jasa-distribusi, sebagaimana diungkapkan pada Gambar 2, berlaku untuk

satu jenis barang. Jasa-distribusi tidak membedakan jenis barang *) dan menampung sekaliuus

berbagai jenis barang. Gambaran mengenai tingkah-laku jasadistribusi dalam menampung seka­

ligus berbagai jenis barang, didapatkan melalui cara "penumpangan" (super imposed), periksa

Gambar 4. Lebih dekat pada simpul, lebih banyak pula jenis barang yang terjangkau oleh pe­

layanan pemasaran, yang berarti lebih luas kesempatan yang tersedia untuk perkembangan ke­

giatan-usaha.

Simpul yang terjadi kemudian itu dapat pula menimbulkan simpul baru, yang sifatnya

melengkapi padanya. Bagitu seterusnya, sehingga terbentuk sederetan simpul-simpul yang

terikat satu dengan lainnya dalam hubungan fungsionil pemasaran. Hubungan seperti itu me­

nampakkan adanya susunan hirarki, yang arahnya ditentukan oleh arah dari orientasi geogra­

phis pemasarannya, periksa Gambar 5. Ciri-ciri hubungan fungsionil antar simpul, tidak lain

menggambarkan ciri-ciri hubungan fungsionil antar kota.

Orientasi Geographis Pemasaran yang dijumpai pada wilayah-wilayah kepulauan Indo·

nesia, mengarah pada "perairan dalam". Apakah arah ini keliru ?. Tidak, justru tepat sekali,

mengingat bahwa arahnya sesuai dengan orientasi perdagangan antar daerah. Makin intensif

*) Kecuali beberapa jenis barang yang torgolong khusus, seperti minyak, kayu glondongan dan ternak, yang mempergunakan fasilitas distribusi yang khusus pula.

Page 14: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

11

berlangsungnya perdagangan antar daerah, akan makin tinggi tingkat ketergantungan ekonomis

antar daerah, yang berarti makin kokoh Kesatuan Ekonomi Nasional. Selain dari itu, perda­

gangan antar daerah yang intensif membuka peluang bagi berlangsungnya "spesialisasi daerah"

yang berarti memperluas kesempatan untuk perkembangan .

........... batas Satuan Wilayah Pengembangan :

Terdapat simpul-simpul (kota-kota) yang titl11k berada dalam sub-ordinasi sesuatu

simpul. Simpul-simpul (kota·kota) ini dinyatakan sebagai simpul-simpul (kota-kota) Orde­

Kesatu. Hubungan antar simpul Orde-Kesatu, sifatnya tukar-menukar pada tingkatan fungsi

yang sama tinggi, walaupun besar rnasing-masing tidak perlu sama.

Batas Wilayah Pengaruh dari simpul Orrle-Kesatu, m lampaui simpul-simpul yang ber­

ada dalam sub-ordinasinya, merupakan batas Satuan Wilayah Pengernbangan. Wilayah yan~

tercakup didalamnya tunduk pada satu "satuan'" mekanisme p-:::.1gembangan, yaitu "satu;m ·

mekanisme berkembangnya wilayah.

Catatan: Mengingatkart kemb~li, bahwa Satuan Wilayah Pengembangan yang dimaksudkan itu, dikenal ~ebag: i satuan produk ya:1g nampak dan diwujudkan oleh proses "berkembang·nya wilayah", artinya diken .I seperti apa adanya.

SWP = SWE + Xs,p

Batas Wilayah Pengaruh Simpul Orde-Kesatu diidentifikasi berdasarkan kaidah-kaidah

ekonomi, dan memang tidak ada lain dari itu. Wilayah yang tercakup didalamnya, lebih tepat

jika dinyatakan sebagai Satuan Wilayah Ekonomi (SWE). Dengan memperluas pengamatan

kearah kebutuhan-kebutuhan yang tergolong Non-Ekonomi (X5 ,pl. terwujudlah Satuan Wila­

yah Pengembangan.

Page 15: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

12

........... kaitannya dengan "tingkat kemudahan··

Jasa-distribusi dengan kepadatan tinggi menunjukkan "'tingkat kcmudahan" yang tinggi

pula bagi masyarakat dalam rnernperoleh kebutuhar· 1ya. Jasa-distribusi dengan kepadatan

tinggi mengundang teknologi angkutan yang tinggi puia dan memberikan peluang bagi berlaku­

nya tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul, yang menguntungkan pula. Dengan tingkat

harga-pasar yang menguntungkan, wilayah penCJaruhnya pun luas. Dengan demikian terdapat

hubungan ketergantungan <ontara luas/besarnyJ Satua11 Wilayah Pengembangan dengan tinggi­

nya tingkat-kemudahan. PadJ Satuan Wilayah PengembJngan yang lebih luas dijumpai ting­

kat-kemudahan yang lebih tingg1.

Page 16: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

13

C. STRATEGI PENGEMBANGAN WILAVAH

.....•.••.• keseimbangan dan tingkat perataan :

Dalam suatu SWP tidak dijumpai adanya keseimbangan/perataan. dikarenakan perbe­

daan hirarki. Sedangkan antar SWP pada primipnya dapat dicapai kcseimbangan_ Denga1

demikian, maka, apabila pada wilayah Nasional dikehendaki adanya keseimbangan densa~.

tingkat perataan yang tinggi, diperlukan hadirnya sejumlah besar SWP yang dalam keadaan se-

imbang. Makin tinggi tingkat perataan yang hendak dicapai, rnakin besar pula jumlah Svi

yang harus terjadi .

••.•..•.... periode-periode pembinaan :

Pada wilayah Nasional dijumpai lebih dari 70 SWP, yang tersebar mulai dari Sabanq

sampai Merauke. Sebagai contoh diberikan garnbaran rnengenai SWP yang berlaku di bagian

Utara Pulau Sumatera, periksa Gambar 7_

Sekian banyak SWP itu menunjukkan ukuran yang tidak sa rna besarnya. "Tingka I

kemudahan" yang bcrlaku tidak sama tingginya, yang berarti bahwa kesempatan untuk tum­

buh pun tidak sama. Hadirnya sejumlah SWP seperti itu, merupakan suatu pra-kondisi bag1

berlangsungnya pertumbuhan nasional yang makin tidak seimbang, selama terhadapnya tiolil~

dilakukan suatu perombakan.

Page 17: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

14

Arah perombakan yang perlu dilakukan adalah jelas, yaitu membawa sejumlah SWP

tersebut kedalam keadaan keseimbangan. Sasaran jangka panjang yang ingin dicapai ialah

keseimbangan dengan tingkat perataan tinggi, yang berarti menuju terwujudnya SWP-SWP yang

dalam keadaan keseimbangan dan berjumlah lebih banyak, bahkan jauh lebih banyak, dari 70

buah. Dalam hubungan ini timbul pertanyaan : Apakah langsung mengarah pada keseimba·

ngan dengan jumlah SWP lebih dari 70 buah ?. Ataukah bertindak menyeimbangkan SWP

yang berjumlah 70 buah itu ? .

Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut," perlu terlebih dahulu

dipertimbangkan bahwa :

(a) penyeimbangan merupakan proses deffisiensi : dalam hubungan ini perlu diukur kemam­

puan dalam penyediaan dana untuk mentolerir deffisiensi tersebut ; pada saat ini rasanya

untuk menutup kebutuhan dana bagi penyeimbangan ke - 70 buah SWP itu saja sudah

berat :

(b) berapapun jumlahnya, penyeimbangan SWP membawa keuntungan Nasional yang amat

besar, yaitu misalnya :

b.l. dengan SWP yang seimbang dapat diwujudkan perdagangan antar daerah yang effi­

sien;

b.2. perdagangan antar daerah yang effisien membuka peluang berlangsungnya spesiali­

sasi daerah ;

b.3. spesialisasi daerah membuka kesempatan yang lebih luas bagi pertumbiJhan daerah,

yang selanjutnya membuka kesempatan berlangsungnya perdagangan antar daerah

yang makin intensit ;

b.4. perdagangan antar daerah yang makin intensif, berarti meningkatkan ketergantungan

ekonomis antar daerah, yang berarti memperkokoh Kesatuan Ekonomi Nasional ;

b.5. keseluruhannya memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan Nasional yang lebih

effisien, periksa contoh pada Gambar 8.

Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, langkah yang perlu ditempuh ialah

mewujudkan secepatnya keadaan keseimbangan, walaupun dengan tingkat perataan yang ren­

dah, kurang dari 70 buah, terlebih dahulu. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan lang­

kah ini dinyatakan sebagai Periods I.

Cata13n:

Jumlah SWP kurang dari 70 buah, misalnya 12. Penurunan jumlah tidak berarti meninggalksn sisanya yang berjumlah 58, melainkan dengan memberikan kesempatan bagi SWP-SWP yang berukuran kecil untuk mengelompokkan diri menjadi SWP yang leblh besar, guna mengimbangi SWP-SWP lainnya yang sudah besar dan kuat.

Page 18: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

15

Dengan berakhirnya Periode I, pertumbuhan Nasiona! berlangsung dengan lebih effisi­

en. Pertumbuhan seperti ini dibiarkan terus berlangsung selama suatu peri ode, yang dinyata­

kan sebagai Periode II. Dalam Periode II ini, peningkatan pendapatan nasional diharapkan

terjadi dengan lebih cepat, atau sebagai gantinya perluasan kesempatan kerja terjadi dengan le­

bih cepat.

Periode II dianggap perlu diakhiri, pada saat kemampuan penyediaan dana untuk

membiayai perataan telah cukup memadai. Pada saat itu, mulailah Periode Ill, yang mengarah

pada tingkat perataan tinggi, dengan jalan memperbesar kembali jumlah.SWP, periksa Gambar

9 .

........... proses pengelompokkan :

Proses pengelompokkan antar sejumlah SWP didasarkan pada daya-tarik harga-pasar.

Pada salah satu simpul Orde-Kesatu, yang diproyeksikan sebagai Orde-Kesatu-nya masa depan,

diciptakan tingkat harga-pasar yang menarik bagi SWP selebihnya. Untuk itu, kepadatan jasa­

distribusi pada simpul tersebut secepatnya ditingkatkan.

Untuk meningkatkan kepadatan jasa-distribusi dalam waktu yang relatip singkat, dapat

ditempuh melalui pengembangan industri. Sebagai suatu kumpulan industri, akan secepatnya

melibatkan jasa-distribusi yang meningkat dan berakibat peningkatan jasa-distribusi setempat.

Kepadatan jasa-distribusi yang rneningkat mengundang teknologi angkutan yang lebih tinggi,

yang berpengaruh memperbaiki tingkat harga-pasar.

Dalam hal, industri tidak tertarik untuk datang, cara yang ditempuh ialah langsung rneli­

batkan teknologi angkutan yang lebih tinggi, dengan menanggung beban subsidi. Pemilihan

teknologi, berikut frekwensi, sedemikian rnenarik, sehingga benar-benar memberikan keun­

tungan bagi SWP-SWP selebihnya untuk bergabung. Setelah penggabungan terjadi, baru ke­

mudian kepadatan jasa-distribusi meningkat. Pada suatu saat kepadatan yang diperlukan ter­

capai, dan berakhirlah masa subsidi.

Pengelompokan SWP yang terjadi karena perbaikan tingkat harga-pasar, merupal<an

proses yang diikuti oleh peningkatan modal ( + ). Usaha untuk memperbaiki tingkat harga­

pasar memerlukan modal. Modal ini seharusnya akan membawa keuntungan yang lebih besar,

apabila ditanamkan pada SWP yang telah berkernbang. Dalam hubungan ini, pengalihan mo­

dal merupakan suatu gejala deffisiensi ( -- ). Apabila keduanya dipersatukan, (+)dan (-).

teoritis hasilnya tetap ( - ). suatu deffisiensi. Berapa besarnya deffisiensi yang sebaiknya di­

tanggung, ditentukan berdasarkan suatu proses optimasi, yang sekaligus menentukan jumlah

SWP yang hendak diseimbangkan dalam Periode I.

Page 19: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

1 Jarak

arus-barang

s, s2 ....................................... sn

GAMBAR 1. KETERANGAN:

P 1 Produk-Primer

K8

Konsumen Akhir

J~.n Jm ·produksi sekonder

Jm,d Jm-distribusi

s1, s2 .......... Sn " Simpul Jm ·distribusi

Page 20: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

HARGA PASAR

I

HARGA PRODUKSI :

MINIMUM 1

I

GAMBAR 2 : SIMPUL Jm d DAN WILAYAH-PENGARUHNYA

to- t1, t2, t3, t 4 Garis Lengkung Biaya Angkutan

a Wilayah-Pengaruh Simpul Jm,d A

menurut Garis Lengkung Biaya·Angkutan t0

b Wilayah-Pangaruh Simpul Jm,d B

y~ng terjadi satelah berlakunya Garis Lengkung

Biaya·Angkutan t4.

Page 21: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

GAMBAR 3.

KETERANGAN :

HP WP

Harga Pasar

Wilayah Pengaruh index 0 index 1

I I sl ' I I I ~ WP0 I I I

if-- WP1

keadaan asal keadaan setelah berobah

Page 22: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

-------"""TrTmrr-------HARGA-PASAR (DALAM 100 UNIT)

I

I 1 I

IS

GAMBAR 4 : WILAYAH -PENGARUH UNTUK MULTI-JENIS BARANG

S Simpul Jm,d

1,2,3,4,5,6,7,8,9 Jumlah jenis barang yang memperoleh

palayanan Jm·distribusi

--o--- Harga-Produksi Minimum

OSB

Page 23: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

... -... ..... .,..,. ...... / .......

/ ...... ,...... 0 ...............

// 0 ...... , / 0 .....

/ 0 ...... ( 0 .................

) 0 0

0

0

0

0

0 0

0 0

0

0

I I

I I

o I

I I

I I

I L___ 0 I

---- o I

a)

b)

GAMBAR 5

------. I -------- I ------J

I I

I I

I I

I I

I I

I --I

STRUKTUR OASAR PENGEMBANGAN WILAYAH

ORIENTASI GEOGRAPHIS

PEMASARAN

Page 24: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

9.2 '"'"' I ) ,' ..__, .,- ' .,... ,..._J

I _,-·-- ) / ( ·-

/1 r· --{ "' __ / ! . ...._ __ ,_,..r·-.....~ . .1 ... ~

0~ 107

() §

~9

7.!1

GAMBAR 6 ORIENTASI PEMASARAN GEOGRAPHIS KEPULAUAN INDONESIA

KETERANGAN :

Angka = Bes9rnya bongkar/muat dalam ribuan ton (1971).

Page 25: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

//

4

----1-1

M 1t B 11 T 20

M 12 /

I I

B 14 -j---T 21 I ~-........ @< I

I c2ooolj \ ill\_

KETERANGAN :

....--

I (2.000) I BOr;GkAII/MUAT DALI.M TON

JUMLAH KENDARAAN /HAIII

\ ( 9.168 I M 1 82

9 59

-,---- T 69

-~-----~ I 0

I SWP-31

\

M 49 B !54 T 50

M237 B 68 T332

M 79 8 62 Tl03

'-J lu40.952I

f'-- tt.16595

I 81108 T4407

I

GAMBAR 7 SATUAN-SATUAN WILAVAH PENGEMBANGAN DIBAGIAN UTARA

PULAU SUMATERA

Page 26: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

GAMBAR 8

\ I

SKEMA STRUKTUR PENGEMBANGAN WILAYAH TINGKAT NASIONAL YANG IDEAL, DENGAN LIMA SATUAN WILAYAH EKONDMI YANG SEIMBANG

o~ SIMPUl JASA ORDE KESATU

KOMPONEN UTAMA } SISTIM ANGKUTAN NASIONAl

KOMPONEN FEEDER

CONTOH WllAYAH, SEPERTI DAlAM GAMBAR 5

ORIENTASI PEMASARAN GEOGRAPHIS

SATUAN WILAYAH EKONOMI

ROUTE PElAYARAN INTERNASIONAl

Page 27: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek

JUMLAH SWE

SEKAAANG ~ 70 . • . . :

z w <(

~ 5 ., ::1: :;; <( ::::> -' I­:;; a: ::::> w ...., 0.

60

50

\

\ \ \ \ \ \ ~\ -;\ ~ ~\ ""\

\ \ \ \

. . · • . .

I I I I I I I I I ~ I I I I I I I I l I

I 1 I 20 \ 1 I I

\ 1 I I ,, 1/ 10 .............................. .L __ _, ___ __y

I I I I I I

PERIOOE -iiE- PERIODE KE- 1 KE- 2

20- 30 TH 10- 20 TH

GAMBAA 9.

PERl ODE KE- 3

TH

Page 28: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek
Page 29: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek
Page 30: K E A KS.AN A · N. PEMBANGlJNAN DT BI-D G UMUMpustaka.pu.go.id/storage/biblio/file/1978_Kebijaksanaan... · 2017. 3. 14. · k e jlij a ks.an a · n. pembangljnan dt bi-d .a: g pek