justifikasi pancasila dalam era anak muda

11
PENDIDIKAN PANCASILA Justifikasi Pancasila yang Masih Diperlukan Disusun oleh : Vina Hartatiy Wijoyo (2011320098)

description

justifikasi pancasila yang dianggap paling cocok pada jaman sekarang ini dengan di dukung oleh b

Transcript of justifikasi pancasila dalam era anak muda

Page 1: justifikasi pancasila dalam era anak muda

PENDIDIKAN PANCASILA

Justifikasi Pancasila yang Masih Diperlukan

Disusun oleh :

Vina Hartatiy Wijoyo (2011320098)

Page 2: justifikasi pancasila dalam era anak muda

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

2015

Page 3: justifikasi pancasila dalam era anak muda

Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneka ragaman antar warga negaranya. Keaneka ragaman Indonesia harus menjadikannya sebagai suatu kebanggaan dan motivasi untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memajukan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Keaneka ragaman dirangkum di dalam Pancasila, yang kemudian sejak tahun 1945 Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai dasar dari berbangsa dan bernegara. Di dalam Pancasila tekandung cita – cita, harapan, dan tujuan terbentuk dan berdirinya Indonesia yang bersatu. Dengan nilai – nilai yang terkandung di dalam pancasila dijadikan sebagai nilai-nilai kehidupan masyarakat, maka dapat menciptakan masyarakat Indonesia yang kokoh dan harmonis.

Justifikasi atas pancasila mengartikan bahwa adanya Pancasila dapat dibenarkan dan memiliki pendasaran yang kokoh, baik secara yuridis, filosofi, sosio – historis, dan kultural dijelaskan sebagai berikut:

1. Justifikasi secara yuridis, Pancasila memiliki kebenaran secara konstitusional, yaitu dala Undang – Undang Dasar yag dihasilkan berdasarkan bentuk negara yang pernah da dalam sejarah Indonesia juga dalam berbagai produk ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) RI.

2. Justifikasi secara filosofi mengupayakan unutk mencari pembenaran dari pancasila berdasarkan konstruksi nalar yang logis, yang mana nantinya akan ditemukan melalui sebuah rasionalisasi yang didasarkan pada refleksi endalam terhadapa aspek formal, yaitu material yang menyangkut isi dan subtansi Pancasila itu sendiri. Justifikasi ini perlu dimulai dengan memahami alasan mendasar dirumuskannya sebagai dasar bersama.

3. Justifikasi historis mengartikan bahwa Pancasila berasal dari latar belakang sejarah kehidupan masyarakat Nusantara sendiri. Pancasila berasal dari kompleks nilai yang telah mengakar dan menjadi spirit kehidupan manusia – manusia yang berasal dari suku bangsa yang berbeda di Nusantara ratusan tahun yang lampau, yang mana nilai – nilai tersebut digali dan dirumuskan secara padat dan menjadi dasar keyakinan bersama masyarakat Indonesia.

4. Justifikasi kultural mengantung pengertian pembenaran Pancasila didasarkan pada dimensi kultural masyarakat Indonesia. Soekarno menyebut Pancasila menjadi watak terdalam dari masyarakat Indonesia yang berarti nilai – nilai yang terserap ke dalam pancasila terdiri dari praksis hidup tradisional masyarakat Indonesia yang berkembang dalam tatanan kultural selama berabad-abad.

Pada masa sekarang ini, kami memiliki pendapat bahwa dari empat justifikasi diatas yang paling menyakinkan bagi generasi kami untuk mengatakan bahwa pancasila masih diperlukan adalah justifikasi historis dan justifikasi kultural.

Seperti yang telah kita ketahui, nilai-nilai Pancasila dikonstruksi dari praksis hidup tradisional masyarakat Indonesia dalam tatanan kultural selama berabad - abad. Jejak praksis tradisional tersebut dapat ditemukan di hampir semua suku bangsa. Jejak-jejak tersebut lantas diracik ke dalam lima sila Pancasila. Sebut saja misalnya, hidup dalam kesatuan sosial yang tinggi dalam bentuk gotong royong dan kekeluargaan.

Hal ini menjadi model nilai persatuan yang selama ini dipraktikkan bangsa Indonesia jauh sebelum lahirnya Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian dirangkum dalam sila ketiga

Page 4: justifikasi pancasila dalam era anak muda

Pancasila. Ketika negara-negara di dunia menetapkan satu atau dua paham sebagai ”agama”, Indonesia memilih menyatukan religiositas, kemanusiaan, nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan sosial. Pancasila kemudian dijadikan dasar fundamental negara, dasar segala sumber hukum, dasar kegiatan ekonomi berbangsa, dasar kehidupan sosial, pendidikan, kebudayaan dan keagamaan.

Secara historis dapat dikatakan bahwa Pancasila berasal dari kompleks nilai yang telah mengakar dan menjadi spirit kehidupan manusia – manusia yang berasal dari suku bangsa yang berdeda di Nusantara ratusan tahun yang lampau. Nilai – nilai itu kemudian digali dan dirumuskan secara padat menjadi dasar keyakinan bersama masyarakat Indonesia.sifat objektif-historis Pancasila menuntut kesadaran intelektual masyarakat, terutama kalangan akademis, untuk menggali dan terus – menerus merefleksikannya dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia. Hanya dengan cara semacam itu, kekayaan spiritual masyarakat Indonesia yang dirumuskan dalam Pancasila dapat dirawat dan dipertahankan.

Sebagai nilai fiosofis tentunya Pancasila masih memerlukan dimensi praksis dalam implementasinya, namun setidaknya kelima nilai inilah yang seharusnya diresapi dan disadari oleh seluruh warga bangsa Indoensia sebagai sekumpulan nilai yang menyatukan sekaligus dijadikan capaian ideal yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mantan Wakil Presiden Boediono menyatakan bahwa Pancasila adalah kesepakatan besar para pemimpin negeri ini yang dilontarkan Bung Karno dalam Pidato 1 Juni 1945. Boediono dalam pidato memperingati hari lahir Pancasila di Balai Raya Semarak, Bengkulu, Minggu (1/6/2014) mengutarakan bahwa:

Substansi dari kesepakatan akbar ini kemudian dikukuhkan sebagai bagian tak terpisahkan dari hukum yang paling mendasar yang mengatur kehidupan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terekam dalam konstitusi. Lunturnya kesepakatan akbar itu bisa berakibat fatal bagi eksistensi bangsa Indonesia.

Menurut Boediono, bangsa kepulauan ini sejak lahirnya menyadari keberagaman adat, budaya, suku bangsa, dan agama. Menurut dia, sewaktu rumusan yang dibuat oleh Bung Karno, bangsa ini sedang memikirkan bagaimana mengatur komunitas-komunitas yang bergabung dalam sebuah negara merdeka. Pemikiran tentang falsafah Pancasila sudah dipikirkan jauh hari oleh Bung Karno.

Soekarno pernah menyebut Pancasila sebagai watak terdalam masyarakat Indonesia. Artinya nilai – nilai yang terserap kedalam Pancasila terdiri dari praksis hidup tradisional masyarakat Indonesia yang berkembang dalam tatanan kultural selama berabad – abad. Jejak praksis tradisional semacam itu dapat kita temukan hampir dalam semua suku bangsa yang ada. Pertama, adanya praktik – praktik “keagamaan” tradisional dalam bentuk penghormatan terhadap kekuatan supranatural, yang muncul jauh sebelum adanya agama formal (wahyuni), menunjukan kecenderungan manusia untuk hidup dalam alam ke-Tuhanan.

Kedua, sikap saling menghormati dan menghargai sesama, sikap tenggang rasa, dan solider menjadi wujud dari nilai kemanusiaan yang telah berurat akar secara mendalam dan menjadi bagian integral dari praksis hidup masyarakat Indonesia. Ketiga, hidup dalam kesatuan sosial yang tinggi dalam bentuk gotong royong dan kekeluargaan menjadi model

Page 5: justifikasi pancasila dalam era anak muda

dari nilai persatuan yang selama ini telah dipraktikkan oleh bangsa Indonesia jauh sebelum lahirnya Pancasila. Keempat, praktik urun rembug sebagai model problem solving telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Kelima, pepatah kuno yang menegaskan berat sama dipikul, ringan sama dijinjing mengartikan kemauan bersama untuk mengatasi berbagai persoalan sosio-ekonomi secara bersama – sama untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Tidak ada satu negara kuat dan maju di dunia yang tidak memiliki dan secara konsisten menerapkannya nilai-nilai unggul yang diyakininya.  Nilai-nilai unggul ini menjadi dasar untuk mengelola negara mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.  Pancasila karenanya harus kita yakini sebagai suatu excellent value (nilai unggulan) yang disarikan dan merepresentasikan semua sistem nilai luhur yang tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia.  Diterima dan disepakatinya Pancasila sebagai Dasar Negara menjadi kontrak sosial di antara warga negara yang diwakili oleh para pemimpin politiknya untuk membangun suatu tata kehidupan berbangsa dan bernegara dimana dalam segala sendi-sendinya terikat dan merujuk pada suatu sistem nilai bersama yang disebut dengan Pancasila.

Meminjam pendapat Hans Kelsen (1934) dalam Pure Theory of Law:

Pancasila sebagai Dasar Negara dapat disebut sebagai grundnorm (norma dasar) yang mengawali pembentukan hierarki norma, dimana setiap norma saling terkait satu sama lain, dan norma terendah selalu merujuk pada norma di atasnya.  Konsekuensi sebagai grundnorm menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala norma yang menjadi dasar kesadaran, sikap tindakan dan orientasi bagi negara dan unsur-unsur di dalamnya.  Karena itu, Pancasila sebagai Dasar Negara tidak bisa disamakan kedudukannya dengan sistem nilai lainnya.  Hal ini mengkoreksi salah kaprah pemaknaan Pancasila sebagai pilar bangsa yang disandingkan setara dengan UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.  Baik UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika maupun NKRI merupakan refleksi dari Pancasila itu sendiri. 

Para Founding Fathers telah mewariskan Pancasila sebagai Dasar Negara yang diyakini terbaik dan mampu menjawab berbagai tantangan zaman.  Persoalan kemudian justru pada bagaimana kita meletakan Pancasila dalam konteks penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.  Kita tidak hendak menjadikan Pancasila sebagai sekedar jingoisme (patriorisme ekstrem dalam bentuk kebijakan luar negeri yang agresif), formalistik, atau bahkan alat kepentingan kekuasaan.  Pancasila karenanya harus diletakan pada hakikatnya sebagai Dasar Negara yang mengatur moralitas dan perilaku kekuasaan negara sekaligus sumber etika sosial dalam interaksi antar warga negara.

Pancasila sebagai Dasar Negara memberikan landasan falsafah hidup berbangsa dan bernegara (filosofische grondslaagh), yang dipedomani sebagai moral etis warga negara dalam interaksi sosial di tengah multikulturalisme dan kompleksitasnya.  Melalui internalisasi Pancasila maka warga negara akan memiliki kesadaran atas nilai yang menjadi dasar kemampuan pengembangan sikap toleran, inklusif, kekeluargaan, gotong royong dan persatuan.  Karena itu, transformasi Pancasila sebagai landasan moral dan etik warga negara perlu dibangun melalui pengalaman bersama yang bersifat emansipatif antara warga negara

Page 6: justifikasi pancasila dalam era anak muda

dan para pelaku kekuasaan negara.  Nilai-nilai Pancasila dihadirkan dalam interaksi sosial dan menjadi rujukan bagi penyelesaian problematika kebangsaan horizontal maupun vertikal.

Pancasila juga merupakan pokok kaidah negara yang fundamental (staat fundamental norm), mengatur dan menjadi rujukan bagaimana alat-alat kekuasaan negara berperilaku dalam menjalankan tugas dan fungsinya, menjadi sumber bagi pembangunan norma dan pranata negara.  Persoalan realisasi Pancasila bukan pada ketidakunggulan nilai-nilainya terhadap sistem nilai yang lain, tetapi lebih pada sepinya Pancasila dari dukungan politik yang nyata.  Pancasila tanpa dukungan yang kuat dari seluruh komponen bangsa niscaya akan menjadi sekedar mitos dan fosil sejarah tanpa makna.  Kembali ke Pancasila adalah upaya memperkuat dukungan terhadap Pancasila untuk mengintegrasikan kedudukan dan fungsinya sebagai Dasar Negara baik dalam konteks infrastruktur politik maupun suprastruktur politik negara, dasar moralitas publik sekaligus moral dan karakter kekuasaan para penyelenggara negara, serta pedoman bersama dalam menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara.  Hanya dengan Pancasila-lah maka negara ini dapat mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.

Page 7: justifikasi pancasila dalam era anak muda

Harlah Pancasila, Puan Maharani Imbau Jangan Amnesia Sejarah

By Yuliardi Hardjo Putro   on 01 Jun 2014 at 10:12 WIB

Peringatan Hari Lahir Pancasila di Bengkulu. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putra)

Liputan6.com, Bengkulu - Memperingati hari lahir (harlah) Pancasila pada 1 Juni ini, cucu proklamator Bung Karno, Puan Maharani meminta segenap bangsa Indonesia tidak amnesia terhadap sejarah bangsa.

"Kami minta kepada MPR untuk terus memperingati hari lahirnya Pancasila agar tidak ada amnesia sejarah," ujar Puan dalam pidato Hari Pancasila di Bengkulu, Minggu (1/6/2014), dengan tema `Merajut Merah Putih dari Bumi Rafflesia`.

Puan yang tak lain Ketua DPP PDI Perjuangan menjelaskan, Pancasila adalah milik bangsa dan tarikan napasnya mengiringi perjalanan sejarah bangsa ini.

Ia memaparkan, dalam tata urutan Pancasila yang dibacakan Bung Karno pada 1 Juni 1945 merupakan falsafah yang harus dipahami dan tidak ada perdebatan terkait tata urutan tersebut hingga saat ini. Untuk itu harus dijaga kehormatan dan pesan moral yang ada di dalamnya.

Puan juga meminta bangsa ini untuk mengingat jasa Ibu Fatmawati sebagai Ibu Negara yang menjahit bendera Merah Putih saat proklamasi 17 Agustus 1945. "Ibu Fatmawati adalah nenek saya yang dilahirkan di Bengkulu. Tetaplah mengenang jasa jasa beliau di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bengkulu Junaidi Hamzah menyatakan, dalam mengumandangkan 5 asas Pancasila, Bung Karno melontarkan ruh kemerdekaan bangsa Indonesia.

"Nilai kebangsaan ini yang harus terus kita jaga," ujar Junaidi. (Mut)

Credits: Yuliardi Hardjo Putro, Anri Syaiful

Page 8: justifikasi pancasila dalam era anak muda

Wapres Boediono: Lunturnya Pancasila Bisa

Berakibat Fatal

By Yuliardi Hardjo Putro   on 01 Jun 2014 at 14:56

WIB

Liputan6.com, Bengkulu - Wakil Presiden Boediono menyatakan bahwa Pancasila adalah kesepakatan besar para pemimpin negeri ini yang dilontarkan Bung Karno dalam Pidato 1 Juni 1945.

"Substansi dari kesepakatan akbar ini kemudian dikukuhkan sebagai bagian tak terpisahkan dari hukum yang paling mendasar yang mengatur kehidupan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terekam dalam konstitusi," ujar Boediono dalam pidato memperingati hari lahir (harlah) Pancasila di Balai Raya Semarak, Bengkulu, Minggu (1/6/2014).

Menurut Wapres Boediono, bangsa kepulauan ini sejak lahirnya menyadari keberagaman adat, budaya, suku bangsa, dan agama.

Bangsa ini menyadari dan mematuhi kesepakatan akbar yang bernama Pancasila. "Lunturnya kesepakatan akbar itu bisa berakibat fatal bagi eksistensi bangsa Indonesia," imbuh Boediono.

Menurut dia, sewaktu rumusan yang dibuat oleh Bung Karno, bangsa ini sedang memikirkan bagaimana mengatur komunitas-komunitas yang bergabung dalam sebuah negara merdeka. Pemikiran tentang falsafah Pancasila sudah dipikirkan jauh hari oleh Bung Karno.

"Untuk itu, kita perlu merenung dan memperdalam kembali pemahaman tentang Pancasila ini sebagai landasan ideologi bangsa," ujar Boediono. (Mut)

Credits: Yuliardi Hardjo Putro, Anri Syaiful