JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM...
Transcript of JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM...
TRANSPORTASI TREM DI BATAVIA 1942-1962
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Mohamad Syauqi Hadzami
NIM: 1112022000052
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i
ABSTRAK
Nsms : Mohamad Syauqi Hadzami
NIM : 1112022000052
Judul : Pasang Surut Transportasi Trem di Batavia 1942-1962
Skripsi ini membahas transportasi massal kota Jakarta yaitu trem yang
sudah beroperasi di tiga masa pemerintahan, mulai dari pemerintahan Hindia
Belanda, Jepang hingga Republik Indonesia. Trem dijalankan demi memenuhi
kebutuhan kota, seperti memobilisasi warga atau mempermudah kegiatan
perekonomian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan
pengambilan datanya di lakukan melalui penelitian kepustakaan dan dokumentasi.
Teknik analisis data ini berdasarkan teknik heuristik, verifikasi, interpretasi, serta
historiografi.
Transportasi trem ada tiga jenis, trem generasi pertama adalah trem kuda
yang pengoprasiannya ditarik oleh dua sampai tiga ekor kuda. Trem kuda mulai
beroperasi pada tahun 1869. Kemudian trem kuda digantikan dengan trem uap
pada tahun 1884 yang dikelolaoleh prusahaan bernama Nederlandsh Indische
Trem Masatschappij (NITM).
Seiring perkembangan teknologi, trem uap pun bergeser oleh trem listrik.
Trem listrik mulai beroprasikan di Batavia paa bulan April 1889, dikelola oleh
Batavia Elektrische Tram Maastschappij (BETM). Pada masa pendudukan Jepang
Trem di Jakarta berhasi diambil alih oleh tentara Jepang pada tanggal 15 Maret
1942 dan namanya pun diganti menjadi Seibu Rikoyu Kiko Djakarta Shinden.
Setelah Jepang menyerah, perusahaan trem dinasionalisasikan melalui
Undang-undang Darurat No. 10 tahun 1954 namanya pun diganti menjadi
Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PT.PPD) yang
dikelurakan oleh Presiden Sukarno. Trem yang sudah beroperasi sejak 1869 itu
harus dihentikan pengoperasiannya pada masa pemerintahan Indonesia. Presiden
Sukarno menganggap trem terlalu kuno dan tidak pantas untuk kota Jakarta.
Setelah trem dihapuskan, bus- bus pun menggantikan peranannya dalam melayani
warga Jakarta.
Kata kunci: Transportasi, Trem, Batavia, Penghapusan
ii
Kata Pengantar
Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Pertama-tama penulis memanjatkan kalimat dan puji beriring secara tulus
yang hanya pantas disembah Tuhan Illahi Robbi. Dialah Dzat Yang Maha Suci,
Maha Agung, Maha Kuasa yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah
dan seluruh ciptaan-Nya baik segala apa yang ada di bumi dan segala apa yang
ada di langit. Menjadikan agama Islam yang telah diridhoinya dan sebagai cahaya
petunjuk untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan Dialah yang
selalu ada ketika manusia dalam keadaan fana.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada manusia
terbaik, manusia revolusioner, manusia yang dapat dipercaya yakni Baginda Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berserta keluarganya dan para
sahabatnya yang dengan segenap daya dan upayanya membangun peradaban
dunia. Membawa dunia dari zaman penuh kebodohan, kegelapan dan kekufuran
ke zaman yang penuh cahaya iman dan ilmu yang menyelamatkan kita sebagai
umatnya.
Perjalanan menempuh gelar sarjana tidaklah semudah membolak-balikan
telapak tangan. Berbagai halangan yang merintangi dari mulai masuk ke bangku
perguruan tinggi, menyelesaikan skripsi ini hingga meraih gelar sarjana. Namun,
dengan kekuasaan-Nya Allah Azza Wajalla memperlihatkan kasih sayang-Nya
kepada manusia yang selalu ingin berusaha dan terus berdoa. Alhamdulillah,
semua ini dapat terselesaikan dengan baik.
iii
Skripsi ini yang berjudul TRANSPORTASI TREM DI BATAVIA 1942-
1962 sengaja penulis bahas. Melihat yang membahas transportasi trem di Batavaia
ini di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum ada yang membahas. Selain itu,
berawal dari kegelisahan penulis sebagai warga Jakarta dengan sistem transportasi
massal yang carut-marut dan tidak didukung oleh fasilitas yang memadai,
akhirnya penulis terdorong untuk membahas mengenai transportasi massal yang
ada di Jakarta pada saat itu.
Atas selesainya skripsi ini, penulis sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan peran penting dan kontribusi berharga bagi penulis,
baik selama penyusunan skripsi ini maupun ketika menjalani masa perjuangan di
kampus tercinta hingga sampai menempuh jenjang pendidikan sarjana. Dan
dengan segala kerendahan hati, penulis sadar betul kepada mereka yang telah
memberikan kontribusi berharganya. Tentunya penulis mengucapkan banyak-
banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orag tua yang sangat tercinta Ibunda Chairiyah dan Ayahanda
(Alm). Muhammad Sa’damih yang telah melahirkan dan membesarkan
penulis. Ini merupakan sebuah kado pertama yang bisa penulis berikan
kepada mereka, terutama kepada Ayahanda tercinta yang telah pergi
terlebih dahulu meninggalkan kami. Semoga almarhum tersenyum
melihat anak satu-satunya ini berhasil menyelesaikan studi sarjananya.
2. Penulis juga mengucapkan bayak-banyak terima kasih kepada Emak
(Nenek) dan Baba (Kakek) yang selalu memberikan dukungan dari
masa-masa kuliah hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Hal inilah
yang merupakan sebagai tanggung jawab moral bagi penulis.
iv
3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Abdul Chair selaku
dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini
4. Prof. Dr. Syukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah
dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sekalu Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
7. Staff Arsip Nasional Republik Indonesia yang membantu penulis
mencarikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sumber
penulisan skripsi ini.
8. Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada Irfan Ma’ruf yang sudah
rela diganggu waktu tidurnya, yang sudah mau makan bareng satu
piring berdua, makan seadanya, dipinjamkan komputernya, dan
dipinjamkan kostnya, untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga
kepada Rahma Sari yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan
semangat agar cepat terseleasikan skripsi ini.
9. Kepada para senior dan kawan-kawan Lembaga Pers Mahasiswa
Islam (Lapmi) HMI Cabang Ciputat, Kakanda Husnul Hulk,
Kakanda Akmal Fauzi, Kakanda Tanto Fadli, Yunda Khariroh
Maknunah, yang telah banyak mengajarkan menulis. Melky Amirus
Soleh, Hafidz Fathur Rizqi, Agita Surya Pertiwi, Agustina, Ajeng Eka
v
N.K.P, Ratu, Kim Hasanah, Ika Wahyuni, Ilka Sawidri, Ayu Utami,
Agung dll.
10. Kepada para senior HMI Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora
(Kofah) Cabang Ciputat, dan kawan-kawan HMI Kofah angkatan
2012 yang telah memberikan semangat bagi penulis.
11. Tak lupa juga kepada kawan-kawan SKI A 2012 yang selalu kompak
dan solid yang terangkum dalam kenangan indah di masa-masa
perjuangan. Semoga tetap solid dan kompak hingga ke depannya,
Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung serta membimbing penulis hingga selesai. Penulis
sadar betul bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis
membuka kritikan maupun saran dari siapa saja, dan semoga skripsi ini
bermanfaat untuk pembaca sekalian.
Ciputat, 9 April 2017
Penulis
vi
Glosarium
Afdeling Wilayah administratif pada masa
pemerintahankolonial Hindia Belanda setingkat
Kabupaten
Benedenstad Merupakan Kota Bawah atau kota lama (oude
stad atau old town) Batavia pada saat didirikan J.P
Coen. Wilayah ini di abad-19 mencakup bagian utara
kota Batavia, sekitar Kali Besar, balai kota,
pelabuhan lama, dan kampung Cina di Glodok, serta
daerah antara Kali Besar dan Tijgersgracht (kini Jl.
Lada).
Bendi Transportasi ringan beroda dua yang ditarik kuda
Burgermeester Kepala daerah dari sebuah Gemeentee atau
kotamadya.
Buitenzorg Nama sebelum Bogor pada zaman Kolonial
Delman Kereta beroda dua yang ditarik kuda dengan
susunan bangku penumpang yang saling
berhadapan.
Dipikul Membawa barang dengan menggunakan media
berupa kayu atau bambu yang masing-masing
vii
diujungnya terdapat tali yang menggantung dan
terikat dengan sebuah wadah yang berisi barang
bawaan. Cara membawanya yaitu dengan
meletakkan kayu/bambu tersebut di atas bahu
Distrik Bagian kota atau negara yang dibagi untuk tujuan
tertentu. Atau daerah bagian dari kabupaten yang
pemerintahannya dipimpin oleh pembantu bupati
sebelum tahun 1970.
Ebro Kendaraan sejenis kereta berkuda yang
bertenda, beroda empat yang paling populer. Ditarik
dua ekor kuda yang dipisahkan dengan sebuah terak
panjang. Nama ebro merupakan nama dari
singkatan perusahaan yang menyewakannya yaitu
Eerste Bataviasche Rijtuig Onderneming.
Transportasi kereta kuda ini masih digunakan di
kota Yogya juga Solo (Surakarta) dan sekarang ini
lebih dikenal bernama andong
Gandar Besi bundar panjang yang menghubungkan roda-
roda
Gerbong Pikulan Gerbong pada trem yang biasanya diperuntukkan
bagi pedagang. Terkenal dengan nama gerbong
pikulan karena mayoritas pedagang yang naik trem
tersebut membawa barangnya dengan dipikul.
viii
Gulden (f) Gulden atau Guilder adalah mata uang yang
digunakan Indonesia pada masa pemerintahan
Hindia Belanda.Simbol ƒ atau fl. untuk guilder
Belanda berasal dari mata uang lama lainnya, yaitu
florijn, yang dibaca florin dalam bahasa Indonesia.
konsesi konsesi merupakan hak suatu izin sehubungan
dengan pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan
umum yang mana pekerjaan tersebut merupakan
tugas pemerintah tetapi oleh pemerintah di berikan
hak penyelenggaraan kepada konsesionaris
(pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.
Inlander Sebutan bagi penduduk asli atau pribumi di
Indonesia oleh orang Belanda pada masa
pemerintahan kolonial Belanda.
Kahar Per Kereta kuda yang Bentuknya seperti delman,
tetapi rodanya lebih tinggi dan tidak mempunyai
pintu belakang.
Karoseri Berasal dari bahasa BelandaCarrosserie, adalah
rumah- rumah kendaraan yang dibangun di atas
rangka/sasis.
Kompeni Sebutan untuk persekutuan dagang Belanda
di Nusantara pada pertengahan abad ke-17 sampai
ix
dengan awal abad ke-19
Landaulet Kereta kuda beroda ban karet padat yang
biasanya diperuntukkan bagi warga menengah ke
atas.
Light Rail Transit
(LRT)
Salah satu sistem Kereta Api Penumpang yang
beroperasi dikawasan perkotaan yang konstruksinya
ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau
dalam lintasan khusus. LRT merupakan bentuk
peningkatan dari trem yang mengadopsi segi-segi
positif dari kereta api dan trem konvesional.
Lijn/lin Jalur lalu lintas trem Kereta yang berjalan di atas rel
tunggal.
Mardeijker Orang Asia yang beragama Kristen yang berasal
dari wilayah-wilayah kekuasaan Portugis di Asia.
Nasionalisasi Pengambilalihan milik asing menjadi milik bangsa
atau negara, biasanya diikuti dengan penggantian
yang merupakan kompensasi.
Ommelanden Daerah di sekitar Batavia yang terbentuk atas
daerah inti yang bernama Jakarta, meluas ke arah
timur dan selatan membentuk perkampungan baru,
daerah bagiandibedakan menjadi dua, yaitu
x
Ommelandenbagian barat yaitu Tangerang
(Benteng), danOmmelandenbagian selatan yaitu
Buitenzorg (Bogor).
Oplet Kendaraan bermotor (biasanya mobil Morris yang
dimodifikasi) yang hanya mengangkut 8 orang pada
rute yang telah ditetapkan.
Osamu Seirei Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima
Tentara Keenambelas Jepang.
Otobus/bus Mobil besar angkutan umum yang dapat
memuat banyak penumpang.
Oud Batavia: Batavia lama, Sebutan lain dari Benedenstad.
Sekarang merupakan daerah Kota Tua Jakarta.
Palankijn/Pelangki Kereta kuda dengan keretanya yang beroda
empat, ditarik dua ekor kuda, dua daun pintu yang
tingginya kira-kira 60-70 cm dan empat jendela
dengan kisi-kisi kayu untuk melihat keluar.
Pedati Sarana angkut layaknya kereta kuda tetapi lebih
sering digunakan sebagai alat angkut barang (seperti
mengangkut hasil pertanian). Tenaga angkutnya
tidak hanya kuda, tetapi juga kerbau dan orang yang
mengendarainya disebut pedati voeders.
Prahoto Mobil besar yang memakai bak untuk
xi
mengangkut barang; truk.
Remise Gudang atau pangkalan trem; depot pengisian uap
pada trem uap.
Sado Diambil dari bahasa Perancis dos-à-dos, yang
artinya membelakangi. Kereta beroda dua yang
ditarik oleh kuda dengan penumpang yang duduk
saling memunggungi kusirnya.
Viaduct/viaduk Sebuah jembatan yang terdiri dari kolom/tiang
yang berjarak pendek. Kata viaduct berasal dari
Bahasa Latin yang artinya melalui jalan atau menuju
sesuatu arah.
Weltevereden Daerah tempat tinggal utama orang-orang Eropa
di pinggiran Batavia, kadang disebut juga Bovenstad
(kota atas).
Trayek Jalan yang dilalui; jalan yang ditempuh
oleh transportasi umum.
Toko Rumah untuk berjulalan yang biasanya dipakai oleh
orang Cina.,
Trem Kereta yang dijalankan oleh tenaga listrik
atau lokomotif kecil, biasanya digunakan sebagai
angkutan penumpang dalam kota.
Vereenigde Oost- Perusahaan dagang Hindia Timur milik Belanda
xii
Indisch Compagnie
(VOC)
yang didirikan pada tahun 1602.
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
GLOSARIUM.. ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI. .................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.. ........................................................ 1
B. Permasalahan. .......................................................................... 12
a. Identifikasi Masalah .......................................................... 12
b. Batasan Masalah.. .............................................................. 12
c. Rumusan Masalah ............................................................. 12
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian................................................................... 14
E. Tinjauan Pustaka.. ................................................................... 14
F. Kerangka Teori ........................................................................ 17
G. Metode Penelitian .................................................................... 18
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 20
BAB II GAMBARAN UMUM BATAVIA.. ........................................... 22
A. Kondisi Demografis dan Geografis. ........................................ 22
B. Sistem Perekonomian… .......................................................... 41
xiv
C. Potret Transportasi di Batavia ................................................. 46
1. Transportasi Air................................................................. 46
2. Transportasi Darat.. ........................................................... 50
BAB III TREM DI BATAVIA PADA MASA HINDIA BELANDA
DAN JENIS-JENISNYA ............................................................ 54
A. Trem Sebagai Transportasi Umum Darat di Batavia.. ............ 54
B. Trem Kuda............................................................................... 56
C. Trem Uap................................................................................. 60
D. Trem Listrik............................................................................. 63
BAB IV TREM DI JAKARTA 1942-1962 DAN DIHAPUSNYA
OLEH PRESIDEN SOEKARNO .............................................. 69
A. Masa Pendudukan Jepang ....................................................... 69
B. Trem Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia ....................... 72
C. Jakarta Pada Masa Soekarno ................................................... 76
D. Kepemilikan Perusahaan Trem oleh Pemerintah Indonesia.... 85
E. Dihapusnya Trem oleh Presiden Soekarno ............................. 91
BAB V PENUTUP .................................................................................... 98
A. Kesimpulan.............................................................................. 98
B. Saran. ....................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN. ........................................................................... 109
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kreta kuda berjenis Sado .......................................................... 52
Gambar 2 Trem kuda yang ditumpangi oleh beragam etnis ..................... 55
Gambar 3 Trem uap di PostspaarbankMolenvliet ..................................... 61
Gambar 4 Pembukaan trem listrik di Batavia ........................................... 64
Gambar 5 Peta Batavia dan jalur trem listrik tahun 1941 ......................... 66
Gambar 6 Trem listrik yang menjadi media komunikasi untuk
menyuarakan kemerdekaan bangasa Indonesia ........................ 76
Gambar 7 Trem listrik dan susana hiruk-pikuk di Pasar Senen ................ 84
Gambar 8 Trem listrik dan gerbong pikulan yang biasanya dikhususkan
bagi para pedagang pribumi ..................................................... 89
Gambar 9 Bus Ikarius yang diimpor dari Eropa menggantikan
pengoprasian trem .................................................................... 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penemuan terbesar setelah alfabet (tulisan) yang telah membawa kemajuan
dalam kebudayaan dan kesejahteraan manusia adalah penemuan alat transportasi.
Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk
berpergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan
atau melakukan aktifitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan
sesuatu barang.1
Sudah menjadi kebutuhan dasar manusia untuk berpindah tempat, baik
perpindahan yang bersifat sementara maupuun perpindahan yang bersifat tetap.
Transportasi merupakan media perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat
lain. Oleh karena itu, transportasi mempunyai peran yang penting bagi kehidupan
manusia, lebih-lebih pada zaman modern.2
Transportasi merupakan hal terpenting dalam keihdupan/kegiatan manusia
dan juga merupakan unsur terpenting dalam mobilitas sehari-hari. Manusia tidak
mengalami perkembangan dan kemajuan apabila tidak ditunjang oleh
transportasi.3 Setelah roda berhasil diciptakan yang mendorong kemajuan alat
angkut di darat, dan kompas yang membuka kesempatan berlayar jauh serta mesin
1 Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004).h. 13.
2 Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia, Jilid 1, (Bandung,
APKA, 1997), h. 1. 3 Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.
1.
2
uap pada masa revolusi industri yang dipakai sebagai alat penggerak kendaraan
bermotor, kapal, dan kereta api, maka hanya diperlukan waktu kurang dari satu
abad untuk mengalahkan bukan hanya hambatan dalam jarak, tetapi
mempersingkat waktu perjalanan.
Tidak ada lagi titik-titik tujuan di muka bumi yang tidak dapat dicapai oleh
manusia, tidak ada lagi batasan dalam berat dan volume barang yang tidak bisa
diangkut. Manusia tidak perlu lagi membuang waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan dalam perjalanan untuk berpergian ke tempat yang dahulu
dikatakan letaknya terlalu jauh dari tempat dia berdiam, pilihan angkutan juga
terbuka luas.
Untuk berpergian, orang bisa memilih apakah akan melalui darat, laut atau
udara, kombinasi ketiga kelompok jenis angkutan tersebut dengan berbagai ragam
kendaraan sebagai alat angkut yang tersedia. Masa perkembangan transportasi
terwujud dalam bentuk kemajuan alat angkut selalu mengikuti dan mendorong
kemajuan teknologi transportasi. Perkembangan ini telah memupus kegelapan
dalam kehidupan manusia yang tidak terjamah oleh kemajuan untuk jutaan tahun
lamanya.
Transportasi dapat menciptakan dan meningkatkan tingkat aksebilitas
(degree of accessibility), dari potensi-potensi sumber alam dan luas pasar. Sumber
alam yang semula tidak termanfaatkan akan mudah terjangkau dan dapat diolah.
Transportasi juga dapat menjangkau pasar dapat tercipta sekaligus, pasar internal
3
(lebih banyak yang bisa dijual dalam batas luas pasar yang sama) dan pasar
eksternal (terbukanya pasar yang baru dilokasi yang lain).
Transportasi sebagai sarana pendukung mobilitas umat manusia sangatlah
vital kegunaannya dalam membantu aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebagai alat
angkut yang mempunyai fungsi memindahkan, menggerakkan dan mengangkut,
transportasi memudahkan sang pengguna dengan jaminan aman, nyaman, cepat,
lancar, terjamin dan ekonomis terutama saat membawa banyak barang.
Transportasi menjadi alat yang memudahkan manusia dengan mewujudkan
kepraktisan mengangkut barang bawaan, mengurangi bebabnnya juga untuk lebih
cepat sampai tujuan
Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia,
mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan.
Makin tinggi mobilitas berarti lebih cepat dalam gerakan dan peralatan yang
terefleksi dalam kelancaran distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan
untuk mengolah bahan dan menjadikannya dari tempat di mana bahan tersebut
kurang bermanfaat ke lokasi di mana manfaatnya lebih besar. Makin tinggi
mobiltas dengan demikian berarti lebih produktif.4
Perkotaan sebagai wilayah pusat bisnis (central buisness district)
memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang lebih banyak dibandingkan
pedesaan. hal ini agar segala kegiatan manusia di kota dapat didukung secara
4 Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, h. 14.
4
memadai. Sebagai kota yang memiliki jumlah penduduk yang besar misalnya
Jakarta, menurut data tahun 2000 memiliki penduduk 0.2% tiap tahun.5
Pada umumnya, permasalahan transportasi terletak pada
ketidakseimbangan antara kebutuhan sarana, prasarana, dan fasilitas transportasi,
serta pertumbuhan penduduk dan juga perkembangan ekonomi suatu daerah atau
wilayah. Sebagaimana kondisi dari beberapa kota dan wilayah diatas, masih
dijumpai keberadaan sarana transportasi, selanjutnya sarana transportasi tidak
seimbang dengan fasilitas penunjang dan tidak seimbang dengan pertumbuhan
penduduk dan juga terdapat kitidak seimbangan dengan perkembangan ekonomi
atau dengan pembangunan wilayah dan daerah.
Dengan demikian, transportasi atau aktivitas bisnis dan perkembangan
wilayah saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Memjukan suatu daerah
memerlukan transportasi. Fungsi lain dari transportasi dapat sebagai pembuka
isolasi derah, di samping sebgai perangsang pembngunan, sarana komunikasi, atal
pemersatu budaya, ekonomi, dan politik dan yang lainnya. Jelas bahwa
transportasi memiliki nilai strategis bagi suatu wilayah, baik pedesaan, perkotaan
dan bahkan bagi suatu bangsa dan negara. nilai strategis transportasi di sini,
terutama nilai ekonomisnya memberi tambahan kesejahteraan hidup bagi
masyarakat.6
Dampak keberadaan transportasi massal untuk perkotaan sangatlah besar,
terutama untuk kota-kota besar seperti Jakarta. Sebaai Ibukota, laju pertumbuhan
5 Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, h. 3.
6 Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, h. 4-5.
5
ekonomi yang lebih maju dibandin dengan kota-kota lainnya di Indonesia
membuat Jakarta memiliki daya tarik bagi orang-orang daerah untuk menetap atau
sekedar mencari sesuap nasi. Dukungan sarana transportasi massal dalam
menawarkan jasa menjadi sangat penting, perannya dalam penyebaran penduduk,
distribusi barang dan penghubung dari satu daerah ke daerah lain. Hanya saja,
transportasi massal di Jakarta selalu menjadi kendala seperti populasi atau tidak
kenyamanan bagi para penumpangnya.
Semakin berkembangnya zaman era transportasi kuno pun berevolusi
menjadi lebih modern. Perubahan mulai banyak terjadi, mulai dari kegunaan,
kapasitasnya yang beragam, bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan sampai
energi penggerak yang berpengaruh pada kecepatan. Dirancang sebagai alat
angkut, alat transportasi yang semula mengangkut sedikit muatan dimodifikasi
bias menampung lebih banyak. Hal itu bias terlihat pada transportasi massal yang
tumbuh di perkotaan pelayanan publik.7
Revolusi industri pada abad ke-18 mengakibatkan perkembangan
peningkatan volume angkutan barang yang besar. Angkutan kereta api/trem dapat
dimanfatkan karena mampu mengangkut barang dalam rangkaian gerbong yang
panjang.8 Kereta api sebenarnya dapat menyelenggarakan rencana-rencana
perjalanan secara teratur dan dapat diandalkan, artinya tidak banyak bergantung
pada cuaca, kecuali badai, topan, atau banjir. Tingkat keselamatannya pun tinggi
hingga adanya jaminan barang-barang sampai tujuan.
7 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368374/mass-transit (diakses pada, Rabu,
10 Agustus, 2016). 8 M. Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, h. 151.
6
Adanya jalan rel merupakan salah satu hasil upaya pengembangan sistem
transportasi, baik mengenai jalan lintasnya maupun kendaraan dan
pengoprasiaannya. Penemuan roda serta penggunaannya untuk kendaraan
pengangkutan lebih dari tiga ribu tahun yang lalu memberi dorongan besar untuk
membuat konstruksi jalan yang baik. Tumbuhnya jalan rel adalah salah satu hasil
dari upaya-upaya ke arah perbaikan jalan kendaraan serta peningkatan daya
angkut yang telah dimulai sejak abad ke-16.
Begitu pula halnya yang terjadi di Hindia Belanda, mulai timbul pemikiran
untuk membangun jaringan jalan rel. Karena sejak jaman Kolonial dalam sejarah
Indonesia, terutama sejak abad ke-18 Masehi, alat transportasi semakin lama
menjadi masalah besar dan sulit. Hal itu disebabkan oleh adanya upaya besar-
besaran dari pengusaha kolonial untuk mengangkut kekayaan yang dihasilkan dari
bumi Indonesia sebagai barang dagangan untuk dijual ke pasar Internasional,
khususnya pasar negara-negara Eropa.
Kekayaan bumi Indonesia yang dimaksud berupa hasil hutan, hasil
perkebunan, hasil tambang, seperti kayu, nila, kopi, lada, cengkih, pala, tembakau,
teh karet, kapur barus, minyak bumi, emas, batu bara, dan timah. Jumlah produksi
barang dagangan tersebut berhasil ditingkatkan secara mencolok, tetapi
pengangkutannya dari daerah produksi, terutama yang berada di daerah
pedalaman, ke kota-kota pedalaman ke kota-kota pelabuhan sangat lamban
sehingga tidak ekonomis, bahkan sering terjadi barang menjadi rusak karena
7
terlalu lama di gudang atau di perjalanan. Perjalanan itu bisa memakan waktu
lama, berhari-hari bahkan berbulan-bulan.9
Saat pimpinan armada Belanda Cornelis de Houtman sampai ke Jacatra
pada 13 November 1596, kota tersebut masih berupa pelabuhan kecil yang
terletak di muara sungai kali Ciliwung di sebelah barat laut pulau Jawa.
Penduduknya adalah orang Sunda yang berjumlah beberapa ribu, dan tinggal di
rumah-rumah bambu yang berkelompok dan dipagari. Jacatra adalah vasal Banten
yang pada waktu itu adalah kota pelabuhan utama perdagangan lada.
Bangsa Belanda adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Jacatra. Orang-
orang portugis belum pernah tiba di sana. Meskipun demikian, syahbandar
pelabuhan Jacatra dapat dapat berbicara dalam bahasa Portugis adalah bahasa
utama yang digunakan dalam perdagangan internasional di Aisa
Sebagai kota yang diapersiapkan untuk menjadi pusat politik serta
perdagangan internasional di Hindia Belanda, pemerintah kolonial berupaya
membangun sarana dan prasarana transportasi yang layak dan nyaman di Batavia,
maka kemudian pemerintah Hindia Belanda mulai membuat transportasi yang
berbsis rel.
Trem sebagai salah satu moda transportasi darat massal di dunia
memberikan variasi terhadap bentuk dan tujuan penggunaannya. Bentuk visik
yang tidak sebesar kereta api yang ditarik oleh lokomitif besar memudahkan trem
mengangkut penumpang menyururi jalan-jalan kota. Perbedaan lainnya trem
9 Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia, Jilid 1. h. 2.
8
mempunyai batas daerah pengoprasian dan jarak tempuhnya tidak sejauh kereta
api yang bias mengantar penumpang dari kota ke kota lainnya.
Transportasi trem ini awalnya berasal dari Eropa, tepatnya dari sebuah
negara di Britania Raya yaitu Wales. Trem pengangkut penumpang berpredikat
pertama ini beroprasi di kota Swansea pada tahun 1807 dan dioprasikan oleh
perusahaan pelayanan penumpang, The Swansea and Mumbles Raiway. Bentuk
fisik trem masih sangat sederhana, hanya berupa gerbong tanpa atap serta masih
memanfaatkan tenaga satu dua ekor kuda. Sebelum menjadi transportasi umum
bagi manusia. Beroperasi mulai than 1804 di jalur Oystermouth, pesisir barat daya
kota Swansea, awalnya sempat digunakan sebagai pengangkut hasil-hasil tambang
di daera bernama Mumbles.10
Meski hampir mirip dengan kereta kuda karena sama-sama menggunakan
tenaga kuda perbedaan jelas ada, yaitu pada penggunaannya yang khusus di atas
rel sehingga perjalanan menjadi lebih mulus karena sangat minim guncangan.
Berbeda dengan kereta kuda yang beroprasi di jalan raya, karena kuda akan sering
bertemu denga lubang dan gelombang di jalan. Trem kuda mempunyai masa yang
relative singkat pamornya karena tenaga kuda kurang efektif sebagai transportasi
modern. Teknologi uap dan listrik yang semakin maju, membuat trem kuda
perlahan-lahan sedikit terpinggirkan.
Tahun 1925, Walikota Batavia yang saat itu dijabat oleh Ir. Voomeman
mengeluarkan usul agar masalah angkutan trem dalam kota Batavia yang saat itu
10
Andrew Davies, Walking on Gower: De Elektrische Standstrams op Java, (Rotterdam:
Wyt, 197), hlm. 30.
9
dioperasionalkan oleh Nederlandsch Indische Tram Maatshappij (Maskapai Trem
Hindia Belanda atau NITM), dan Bataviach Elektrische Tram Maatschappij
(Maskapai Trem Listrik Kota Batavia atau BETM), dimerger (digabung) sebagai
satu perusahaan yang bergerak di bidang transportasi darat dalam kota Batavia.
Usul tersebut baru terealisasikan pada tahun 1930, akhirnya dua
perusahaan itu bergabung menjadi sebuah perusahaan bernama Bataviasche
Verkeers Maatschappij (Maskapai Lintas Kota Batavia) atau disingkat BVM.
Berdirinya BVM ini ditetapkan lewat akta notaris Meester Andrian Hendrik van
Ophuijsen.
Terbentuklah BVM dengan aset gabungan berupa satu jalur trem uap, dua
jalur trem listrik, dan tujuh jalur bus. Tujuh jalur bus itu sebelumnya dikelola oleh
NITM sebagai angkutan pengumpan (feeder) dari dan ke trem listrik. Bahkan
perpindahan penumpang bus ke trem atau sebaliknya sudah menggunakan sistem
karcis bersama (overstapkaartjes), sehingga penumpang tidak perlu membeli
karcis dua kali. Keseriusan pemerintah dalam menangani urusan transportasi ini
secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada saat itu Batavia telah
berkembang menjadi sebagai kota yang besar dengan mobilitas masyarakat yang
sudah mulai padat.
Kota Batavia sendiri termasuk pionir penerapan sistem transportasi umum
perkotaan modern berbasis jalan rel di Asia. Sistem transportasi umum kota
Batavia pada saat itu tergolong canggih dan tidak kalah dengan kota-kota besar di
Eropa maupun Amerika. Bahkan kota Batavia mendahului kota Amsterdam dalam
hal penerapan trem listrik.
10
Pada 12 Oktober 1893, Menteri Urusan Jajahan Belanda, Baron van
Dedem mengeluarkan keputusan yang menetapkan tentang rencana induk
pengembangan perkeretaapian di Pulau Jawa. Berdasarkan rencana induk itu,
pembangunan jalan rel di Pulau Jawa akan terdiri atas dua macam bentuk, yaitu
bentuk lintas kereta api (heavy rail) dan bentuk lintas trem (light rail). Pembuatan
jalan trem diatur dalam UU yang dikeluarkan pada tahun itu juga sehingga, seperti
pengembangan jalur kereta api, tak hanya pemerintah namun swasta pun bisa
mengeksploitasi jalur trem11
Secara umum, ada tiga jenis trem. Yaitu trem kuda, trem uap, dan trem
listrik. Ketika itu, awalnya tremnya masih berupa trem kuda. Angkutan trem di
Batavia dimulai dengan beroperasinya Bataviasche Tramway Maatschappij
(BTM) yang mulai beroperasi tahun 1869. Trem ini meluncur dari Amsterdam
Gate (Gerbang Amsterdam di Jakarta Utara kini), ke Molenvliet (Jalan Gajah
Mada-Hayam Wuruk), dan Harmoni. Trem kuda ini dioperasikan oleh
Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM).
Pada 19 September 1881, BTM diambil-alih oleh Nederlandsch-Indische
Tramweg Maatschappij (NITM). Tremnya pun diganti menjadi trem uap. Jalur ini
kemudian berkembang ke Tanah Abang, Rijwijk, Kramat, dan Meester Cornelis
(Jatinegara). Trem listrik sendiri mulai dioperasikan di Jakarta oleh Batavia
Electrische Tram Maatschappij (BETM) pada tahun 189912
. Duparc menuliskan,
11
Pradaningrum Mijarto, Batavia Lebih Dulu Punya Trem Listrik
http://www.wartakota.co.id/read/news/24457 (diakses pada tangal, Rabu, 10 Agustus 2016). 12
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada tanggal
Rabu, 10 Agsutus 2016).
11
Jawa lagi-lagi menjadi pelopor perkeretaapian, di mana jalur kereta api pertama
ada di Jawa, kemudian trem listrik juga pertama kali beroperasi di Jawa, yaitu di
Batavia pada April 1899.13
Pada tahun 1869 pemerintah Hiandia Belanda membuat transportasi trem.
Di Batavia pada tahun 1869 trem pertama kali ditarik menggunakan tenaga kuda.
Akibat kuda banyak yang kelelahan dan banyak yang mengalami kematian, harga
kuda melambung mahal, maka pemerintah Hindia Belanda menggantikan trem
tenaga kuda dengan trem tenaga uap pada tahun 1881.
Trem biasanya terdiri dari tiga buah gerbong. Gerbong kelas satu khusus
untuk orang Eropa, gerbong kelas dua untuk orang Cina dan Arab, sedangkan
kelas tiga diperuntukkan untuk orang pribumi dengan tarif yang tentunya paling
murah dibanding kelas satu dan kelas dua. Gerbong kelas tiga adalah gerbong
yang paling jelek, gerbong ini pada umumnya hanya berbentuk seperti bak
terbuka (pada zaman itu disebut pikolan, fasilitas ini juga dipergunakan untuk
mengangkut ikan, sayuran, buah buahan dan sebagainya. Rata rata penumpang
biasanya terdiri dari kelas 1 sebanyak 15%, sedangkan 85% penumpang lainnya
adalah penumpang kelas 2 dan 3, pada saat itu sebanyak apapun uang yang
dimiliki oleh kalangan pribumi mereka tetap harus naik di kelas tiga, sedangkan
orang Eropa, Cina dan Arab tidak diperbolehkan duduk di kelas tiga.14
13
http://indonesianheritage.info/kajian/100-tram-in-batavia/ (dikunjungi pada tanggal,
Rabu, 10 Agustus 2016). 14
http://alwishahab.wordpress.com/2008/04/21/trem-uap-di-balai-kota (dikinjungi pada
tanggal 10 Maret 2016).
12
B. PERMASALAHAN
a. Identifikasi Masalah
Melihat fenomena di atas, sampailah pada pokok permasalahan yang akan
peneliti bahas dalam penulisan skripsi ini. Adapun pokok permasalahan yang akan
dibahas adalah bagaimana keadaan Batavia pada abad ke 19 dilihat dari segi
demografis dan geografis, Potret keadaan transportasi di Batavia.
b. Batasan Masalah
Dalam studi ini penelitian akan membatasi masalah transportasi trem
sebagai sarana angkutan massal di Batavia serta bagaimana kebijakan pemerintah
Hindia Belanda menata dan mengelola sarana transportasi khususnya yaitu trem di
Batavia. Agar tidak terlalu melebar dari pokok pembahasan, maka penulis akan
membatasi tahunnya, yaitu pada tahun 1869 sampai dengan 1962. Maka, dengan
demikian transportasi trem di Batavia bisa dilihat keberadaan dan fungsinya
sebagai sarata transportasi yang sangat diangdalkan oleh warga Batavia, dan
selain itu apa penyebabnya Presiden Soekarno memberhentikan transportasi trem
di Jakarta ini. Dengan demikian agar dapat menjawab permasalahan tersebut,
maka penulis akan mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
c. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan transportasi trem di Batavia?
2. Apa saja kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam
pelaksanaan pembangunan jaringan trem di Batavia?
13
3. faktor-faktor apa saja yang mendorong dibangunnya jaringan rel trem
tersebut?
4. Bagaimana dampak yang timbul atas perkemangan transportasi trem
di Batavia?
5. Daerah mana sajakah yang dilalui jalur Trem di Batavia?
6. Apa penyebab Presiden Soekarno menghapus transportasi trem di
Batavia ini?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan penelitian ini terutama adalah mengetahui transportasi massal trem
di kota Jakarta yang sebelumnya bernama kota Batavia di berbagai era
pemerintahan yang seiring perkembangannya memiliki penambahan rute
yang disertai tumbuh kembangnya di Kota.
2. Kedua, adalah mengetahui kebijakan-kebijakan nasionalis perusahaan
Hindia Belanda pada tahun 1954 dan menjelaskan digantinya trem dengan
bus atas perintah Presiden Soekarno pada pertengahan tahun 1950-an.
3. Kemudian adalah untuk menjelaskan perkembangan transportasi trem di
Batavia pada abad XIX-XX, terutama mengenai dampak perkembangan
dan pembangunan trem bagi masyarakat kota Batavia pada saat itu.
4. Selain itu historiografi yang bertemakan trem menfokuskan pada
pembahasan yang bersifat politis dengan hanya melihat peran-peran
golongan elit dalam memanfaatkan kaum buruh trem demi tujuan mereka.
14
5. Untuk mengetahui kebijakan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda pada tahun 1954 dan alasanya mengapa digantinya trem dengan
bus atas perintah Presiden Soekarno pada pertengahan tahun 1950-an
sampai dengan tahun 1962.
6. Selain itu juga penelitian ini untuk melengkapi historiografi sejarah
Indonesia mengenai sejarah transportasi perkotaan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana (S1), ataupun Sarjana
Humaniora (S.Hum) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
2. Untuk memberikan informasi tentang sejarah perkembangan transportasi
trem di Batavia.
3. Untuk mengetahui informasi perkembangan ekonomil, sosial dan budaya
pada masyarakat Batavia setelah dibangunnya transportasi trem.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Setalah banyak karya tulis yang membahas menegai transportasi di
Batavia pada abad ke XIX sampai XX, transportasi yang berupa trem maupun
kereta api. Kedua transportasi yang berbasis rel ini memiliki kesamaan, namun
ada beberapa perbedaan. Perbedaannya adalah terletak pada sistem pengoprasian.
jika pengoprasian trem hanya terdapat didalam kota, sedangkan kereta api
pengoprasiannya antar kota.
Terkait transportasi trem dan kereta api di Batavia masih tergolong sedikit
yang membahas, baik hasil penelitian, Skripsi, Jurnal, Tugas Akhir dan lain
15
sebagainya. Namun, dalam skripsi yang akan penulis bahas tidak hanya sejarah
trem saja, akan tetapi penulis lebih menitik beratkan bagaimana dampak sosial-
budaya, kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap penggunaan transportasi
trem pada masyarakat Batavia setelah dibuatnya jaringan rel trem.
Adapun buku, Skripsi, Jurnal, dan Tugas Akir yang menjadi rujukan oleh
penulis, diantaranya sebagai berikut:
1. Tugas Akhir karya Yusuf Budianto Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Sejarah Transportasi Trem di
Kota Batavia Tahun 1925-1942.15
Fokus studi ini membahas Sejarah
Transportasi Trem dari tahun 1925 hingga tahun 1942. Trem sebagai salah
satu alat transportasi yang berbasis rel selain kereta api. Alat transportasi
ini cukup diminati di berbagai kalangan. Dalam Tugas Akhir ini
pembahasannya hanya menitik beratkan pada pembahasan tentang
bagaimana sejarah transportasi trem dari masa ke masa. Yusuf tidak
menjelaskan bagaimana dampak budaya dan perekonomian mastarakat
pada saat itu.
2. Sripsi karya Aditya Hatmawan Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Perkembangan Transportasi
Kereta Api di Batavia 1870-1925.16
Skripsi ini membahas mengenai
perkembangan transportasi kereta api di Batavia, pada periode tahun 1870-
15
Yusuf Budianto, Sejarah Transportasi Trem di Batavia Tahun 1925-1942, (Depok,
Tugas Akhir Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
2012) 16
Aditya Hatmawan, Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia 1870-1925,
(Depok: Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2002).
16
1925. Diawali dengan menjelaskan peran penting kereta api di Jawa dan
menunjukan bahwa Batavia sebagai pusat pemerintahan Kolonial Hinda-
Belanda yang mengalami perkembangan munculnya perusahan-
perusahaan kereta api. Pembahasan menegani kondisi kota Batavia pada
abad XIX-XX, dengan melukiskan keadaan demografis dan geografis kota
Batavia. Kemudian juga dijelaskan mengenai infrasturktur transportasi
kota Batavia. Kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang
diambil Pemerintah Hindia-Belanda dalam pelaksanaan pembangunan
jaringan tersebut, hal ini menimbulkan tumbuhnya perusahaan-perusahaan
di Batavia diantaranya ialah Nederlansch Indische Spoorweg Maatschapij
(NIS) dan Bataviasche Tramway Maatschappij (BTM)
3. Buku karya M. Nur Nasution, Manajemen Transportasi, yang diterbitkan
oleh Ghalia Indonesia tahun 200417
. Buku ini menekankan bagaimana
mengelola angkutan yang meliputi berbagai moda, yaitu moda angkutan
jalan raya, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau dan
penyebrangan,angkutan laut, angkutan udara, angkutan pipa, serta
angkutan gabungan. Selain itu, buku karya M, Nur Nasution menjelaskan
ilmu transportasi. Ilmu transportasi merupakan salah satu pengetahuan
yang sangat penting dikuasai dalam era pembangunan dan era globalisasi
karena peran serta sektor sebagai urat nadi dalam pembangunan bangsa
dan negara. Dengan manajemen transportasi yang efektif dan efisien, serta
pemelihian moda yang tepat dalam mendistribusikan produk ke pasar,
17
Nur Nasution, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004).
17
akan turut menunjang peningkatan daya saing perusahan dalam kancah
persaingan pada era liberalisasi perdagangan yang dihadapi.
F. KERANGKA TEORI
Sepintas mungkin tulisan ini melihat bagaimana fokus keadaan
transportasi trem di Batavia. Akan tetapi, soal transportasi tidak bisa dipisahkan
dari perencanaan suatu tata ruang kota. Bila merelevansikan dengan terori Raharjo
Asdisasmita dengan konsep pembangunan kawasan dan tata ruang di kawasan
kota metropolitan seperti Batavia/Jakarta, Raharjo menjelaskan menempatkan
kawasan metropilitan pada fungsinya sebagai “simpul jasa distribusi’ pusat
pelayanan jasa perdagangan dan jasa transportasi pada tingkat nasional dan
internasional yang sangat penting.18
Sementara untuk melihat bagaimana tetap tingginya minat masyarakat
terhadap transportasi trem, dapat di lihat dari teori manajemen transportasi oleh
M. Nur Nasution, menurutnya transportasi dapat menciptakan dan meningkatkan
tingkat elektabilitas (dedree of accessibility). Sementara itu, dalam peranan
pengangkutan transportasi mencakup bidang yang luas di dalam kehidupan
masnusia yang meliputi aspek sosial dan budaya. Hampir seluruh kehidupan
manusia di dalam bermasyarakat tidak dapat dilepaskan dari pengangkutan
transportasi, di mana manusia membutuhkan saling berkunjung dan pertemuan.
Dampak sosial dari transportasi yaitu dirasakan pada peningkatan standar hidup.
18
Raharjo Adisasmita, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h. 154.
18
Transportasi menekan biaya dan memperbesar kuantitas keanekaragaman barang,
hingga terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang, dan
pangan. Dampak lain adalah terbukanya kemungkinan keseragaman dalam gaya
hidup, kebiasaan dan bahasa.19
G. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
kualitatif atau metode sejarah. Metode sejarah adalah proses pengujian dan
penganalisaan secara kritis terhadap rekaman peninggalan pada masa lampau
melalui tahapan-tahapannya.20
1. Heuristik
Tahapan tersebut diawali dengan pencarian dan pengumpulan sumber,
pengumpulan sumber-sumber yang penulis lakukan dengan menggunakan Ribrary
Research (Penelitian Pustaka) baik sumber tertulis mengenai perkembangan
transportasi trem di Batavia abad XIX-XX yang tersimpan di perpustakaan-
perpustakaan, museum-museum dan dokumentsi dan Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) serta Arsip Daerah Jakarta Jayakarta. Tahapan ini disebut
heuristik. Dalam tahapan ini penulis kemudian membagi menjadi sumber tertulis.
Sumber tertulis kemudian dibagi menjadi sumber primer dan skunder. Sumber
primer penulis dapatkan melalui surat kabar, majalah, arsip yang sejaman dengan
masa penelitian yaitu tahun 1869-1962. Sedangkan sumber skunder, penulis
dapatkan pada buku-buku yang membahas mengenai tema penelitian.
19
Nur Nasution, Manajemen Transportasi, h. 14 20
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 12.
19
2. Kritik Sumber
Pada tahanpan kedua yaitu kritik sumber yang diperoleh oleh penulis.
Dalam proses kritik sumber ini ada dua hal yang dilakukan oleh penulis, yaitu
kritik terhadap intern dan ekstern. Kritik intern terutama dilakukan berkenaan
dengan isi dari sumber tersebut. Sedangkan untuk kritik ekstern dilakukan di luar
dari isi sumber yang ada. Dalam proses ini cross check antara sumber yang satu
dengan suber yang lainnya sangat diperlukan penulis, baik sumber tertulis
maupun sumber lisan. Proses cross check ini tentunya untuk memperoleh data
yang bisa dipertanggung jawabkan secara akademis.
3. Interpretasi
Tahapan interpretasi adalah melakukan penafsiran terhadap data tersebut.
Pada tahap ini, penulis melakukan proses sintesa, menguraikan setiap data yang
ada untuk kemudian dilakukan proses analisa atau untuk menyatukan kembali
data yang ada dengan menghasilkan suatu penafsiran baru yang diperoleh oleh
penulis.
4. Historiografi
Pada tahap terakhir dilakukan historiografi, yaitu penulisan sejarah
kembali berdasarkan sumber-sumber dan data-data yang diperoleh berdasarkan
tahap-tahap dalam metode sejarah. Pada tahap akhir, penulis menguraikan secara
deksriptif-analisa.
20
Oleh karena itu, penulisan skripsi ini akan lebih menitik beratkan pada
aspek ekonomi yang banyak melibatkan masyarakat biasa, maka diperlukan ilmu
bantu dalam penulisan skripsi ini. ilmu-ilmu bantu yang digunakan adalah ilmu-
ilmu sosial yang terkait dalam pembahasan proposal skripsi ini terutama ilmu
ekonomi dan perencanaan tata kota.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. BAB I. Pendahuluan:
BAB ini merupakan pengantar untuk memasuki wacana-wacana yang akan
dibahas secara mendalam. Dalam bab pendahuluan ini akan di sampaikan sub-
bab, diantaraya: A. Latar Belakang, yakni hal-hal yang melatar belakangi
diangkatnya tema penulisan; B. Permasalahan, yakni sebagai gambaran dan
sebagai batasan maslah yang akan dibahas agar tidak terlalu melebar. Terdiri dari
sub-bab, antara lain: a. Identifikasi Masalah, b. Batasan Masalah, c. Rumusan
Masalah. C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian: E. Tinjauan Pustaka; F.
Metode Penelitian; G. Sistematika Penulisan.
Pada BAB II dibahas mengenai keadaan umum di kota Batavia pada abad
ke-19 sampai 20. Dengan melihat letak geografis dan demografis, Keadaan
Ekomomoni Selain itu juga dibahas potret transportasi di Batavia sebelum adanya
trem.
Pada BAB III dibahas mengenai trem pada masa Hindia Belanda dan juga
jenis-jenis trem di Batavia, mulai dari trem uap, trem kuda dan trem listrik yang
ada di Batavia pada saat itu.
21
Kemudian, BAB IV akan dibahas mengenai trem pada masa penjajahan
jepang, pasca kemerdekaan, nasionalisme perusahaan-perusahaan trem yang telah
direbut oleh pemerintah Indonesia hingga kebijakan Ir. Soekarno
menghapus0kannya trem di Jakarta.
Terakir yaitu BAB V. Penutup: berisi Kesimpulan, yang merupakan hasil
dari penelitian yaitu jawabn atas permasalahan yang ada dalam rumusan masalah
yang melatar belakangi penelitian yang dilakukan, serta saran-saran agar dalam
penulisan ini selanjutnya dapat lebih baik.
Daftar Pustaka
Lampiran
22
BAB II
KEADAAN UMUM KOTA BATAVIA PADA ABAD XIX-XX
A. Kondisi Demografis dan Geografis
Secara astronomis dan geografis wilayah Batavia sendiri terletak antara 60-
80
Lintang Selatan dan 1060-108
0 Bujur timur dengan luas pelabuhan ± 65 Km
2.1
Kota yang didirikan di muara sungai Ciliwung ini saat masih bernama Jayakarta
memiliki pola tata kota seperti kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa pada
umumnya. Alun-alun, masjid-masjid, dan pasar-pasar. yang diperkuat pagar kayu
sebagai garis pertahanan kota.2 Teluk Batavia mempunyai perairan yang
terlindungi oleh pulau-pulau yang berada di garda depan yang disebut Kepulauan
Seribu. Dan memberikan dampak yang sangat menguntungkan untuk
perkembangan pelayaran dan perdagangan. Faktor ekologi Teluk Batavia yang
subur juga ikut berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu kota.3 Saat
Batavia di guncang peristiwa meletusnya Gunung Salak yang terletak di Bogor
tahun 1699 sangat berakibat pada garis pantai Batavia bergeser 75 meter ke arah
laut setiap tahun. Sementara sesuai dengan pendapat Restu Gunawan dalam
penelitiannya mengatakan bahwa antara tahun 1625-1873 garis pantai Batavia
maju sampai 1.300 meter.4
1 Edi Sedyawati, et.al. Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. (Jakarta:Proyek Penelitian
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,1987), h.20. 2Uka Tjandrasasmita,Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta:Kepustakaan Populer
Gramedia, 2009), h.142-143. 3 Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota
Jakarta.(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta,2000), h.10. 4 Proses ini dapat dibuktikkan bahwa kastil Batavia yang sebelumnya berbatasan dengan
laut seolah-olah bergeser ke darat. lihatRestu Gunawan.Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian
Banjir Jakarta dari Masa ke Masa. (Jakarta:Kompas,2010), h.6-9.
22
Wilayah ini menjadi tempat perdagangan yang sangat strategis secara
geografis sejak bangsa eropa yang pertama yaitu Portugis mengunjungi Sunda
Kelapa pada tahun 1513 begitu menaruh perhatian terhadap wilayah ini sebagai
kebutuhan untuk basis operasi perdagangan di Pulau Jawa,5 dapat dikatakan
karena berada di tengah-tengah wilayah perdagangan popular di sebelah barat
yaitu Malaka dan dekat Selat Sunda. Sejak awal Jan Pieterszoon Coen sebagai
pimpinan persekutuan dagang VOC saat itu sudah membuat rencana bahwa
Belanda akan memiliki rangkaian pos perdagangan di seluruh Asia untuk
mendominasi perdagangan di wilayah tersebut.6
Pada tanggal 30 Mei 1619 Jan Pieterszoon Coen telah berhasil mengambil
alih Jayakarta dari vassal Kesultanan Banten. Dan secara otomatis kota ini jatuh
ke tangan VOC dan kemudian di ganti namanya menjadi kota Batavia yang
bercorak kolonial.7 Batavia di rancang menurut kota Belanda dengan sistem kanal
dan kastil sebagai pusatnya, kondisi lahan yang berawa-rawa mendorong
penduduk kota dalam hal ini orang Belanda dengan menerapkan teknologi untuk
perencanaan kota ,bentuk residensi Belanda pun ditiru.8 Batavia dirancang
sedemikian rupa selain sebagai sarana pertahanan tetapi juga untuk kelancaran
5 Term „Sunda Kelapa‟ digunakan ketika menjelaskan situasi sebelum penaklukkan oleh
Fatahillah tahun 1522. Lihat Slamet Muljana, Dari Holotan ke Jayakarta, (Jakarta:Yayasan
Idayu,1980), h. 41. 6 Susan Blackburn, Jakarta:Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masnsup Jakarta, 2011),h.10-
11. Lihat juga dalam tulisan C.E. Boxer. Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-
1799;Sebuah Sejarah Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, (Jakarta:Sinar
Harapan, 1983), h. 16. 7 Dalam catatan penulis sejarah versi pemerintah Belanda nama Batavia diambil dari
sebuah ’Batavier’, nama bangsa atau nenek moyang yang dulu mendiami tanah Belanda, dan oleh
pribumi Hindia Batavia disebut Betawi.Lihat G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah
Hindia,(Bandar Batawi: Koninklijk Instituut voor Taal Land & Volkekunde Nederlands
Indie,1894), h. 43. 8Tawalinuddin Haris. Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke Kota
Kolonial (Abad XVI-XVIII, (Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007), h. 12-13.
23
transportasi. Kota di fungsikan menjadi pusat pemerintahan serta sebagai
pelabuhan perdagangan internasional sehingga lebih terbuka terhadap imigran.9
Kota kolinial pertama di Indonesia adalah Batavia. Kota ini dibangun oleh
orang-orang Belanda pada tahun 1619, dan tahun itu dianggap sebagai fase baru
dalam perkembangan kota-kota di Indonesia, karena memulai sebuah tahap
perkembangan yang cepat. Orang Eropa yang mendarat pertama kali di Batavia
bukanlah orang Belanda, melainkan para pelaut Portugis. Pada waktu itu Batavia
masih bernama Sunda Kelapa. Kedatangan orang-orang Portugis di Sunda Kelapa
tidak sempat membangun kawasan tersebut menjadi sebuah kota, artinya bangsa
Portugis tidak memiliki sumangsih apapun bagi perkembangan Sunda Kelapa.
Setelah bangsa Portugis berhasil diusir dari Sunda Kelapa kemudian diubah
menjadi Jayakarta, yang berarti “Kemenagan Besar”, pada 27 Juni 1527. Tanggal
tersebut sampai saat ini selalu diperingati hari kelahiran Kota Jakarta.10
Garis nasib Jakarta sejak awal abad ke-17 sebenarnya telah menjadi
Ibukota di mana saat itu Belanda telah mengembangkannya dari pelabuhan
menjadi kota yang bisa dijadikan sebagai pintu gerbang bagi daerah di Nusantara
lainnya.11
Salah satu ciri kota yang dibangun oleh kolinial pada awal abad ke-17
adalah gaya bangnan Eropa yang mendominasi kawasan Kota Tua.
Batavia kemudian terbagi ke dalam dua wilayah, yakni Oud Batavia
(Batavia Lama) dan Nieuw Batavia (Batavia Baru). Oud Batavia merupakan kota
benteng awal pertama kali Batavia didirikan. Wilayah ini sendiri ini dibuat
9 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di
Batavia VOC,(Yogyakarta:LKiS, 2004), h. 31. 10
Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Ombak: 2012), h. 85-86. 11
Fitri R. Ghozally, Dari Batvia Menuju Jakarta, (Jakarta: MM Corp, 2004), h. 14.
24
menyerupai kota-kota di Belanda khususnya Amsterdam.12
Wilayah ini dikelilingi
oleh parit-parit yang snegaja dibuat di bagian depan, sedangkan dibagian
belakangnya dibangun gedung dan bangunan yang juga dikelilingi benteng, kastil
dan tempat perdagangan yang kemudian berubah menjadi tempat pemerintahan
dan pemukiman para kompeni.13
Daerah Keresidenan Batavia terletak di bagian timur Keresidenan Banten.
Dalam sejarahnya, Batavia yang didirkan pada tahun 1619 oleh J.P Coen, semula
bernama Jayakarta yang diperintah oleh Pangeran Wijayakarma, adalah asal
Kerajaan Banten.14
Batavia didirikan oleh pedagang Belanda, letaknya yang
stratsegis adalah karena menguasai pintu masuk perdagangan di Selat Sunda dan
distibusinya ke seluruh Nusantara. Bagian utara keresidenan ini adalah daratan
rendah berrawa. Beberapa daerah bebas banjir sudah dihuni penduduk Betawi.
Luas Keresidenan Batavia mencapai 11.660 km2, ke arah selatan
didominasi daratan rendah subur membentang luas sampai ke daratan tinggi yang
berpusat di Gunung Salak dan Gunung Gede. Bagian utara yang subur
mrerupakan persawahan dan tanaman kelapa, sedangkan di selatan dijadikan
perkebunan kopi, cokelat, kacang teh, kina, indigo, buah-buahan, kayu dan lain-
lain. bagian selatan kebanyakan merupakan lahan tanah partikelir dimana banyak
terjadi keresahan sosial dan perbanditan.15
Hal ini disebabkan wilayah Batavia
sebelumnya merupakan daerah Banten yang sebagian masyarakatnya belum
sepenuhnya mengakui pemerintah Hindia-Belanda.
12
Willard A. Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1988), h. 48. 13
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota Batavia Awal
Abad 20, Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010), h. 24. 14
M.C Ricklefs, A History of Modern Indonesia, (London: MacMillan, 1981), h. 27-28. 15
Encyclopedi van Nederlandch-Indie II, h. 354-358.
25
Pemukiman penduduk Batavia abad ke-19 terkonsentrasi di Distrik yang
saat ini menjadi Penjaringan dan Mangga Besar. Batavia sendiri sejak memasuki
masa pemerintahan Hindia Belanda sampai awal abad ke-20, adalah suatu
Karesidenan. Residen dianggap representatif dari otoritas Gubernur Jenderal
dalam kebijakannya di tingkatan provinsi.16
Pada tahun 1905 penduduk
Keresidenan Batavia berjumlah 2.110.000 jiwa yang terdiri dari 14.000 Eropa,
93.000 Cina dan 3.000 Arab. Sedangkan selebihnya adalah penduduk pribumi
yaiutu berjumlah 2.000.000 orang. Sebenarnya di Kota Batavia masih banyak
Etnik lain yang mendiami kota dan bermata pencarian sebagai pedagang dan
hidup dalam perkampungan. Orang Melayu, Bugis, Banjar, Bali dan beberapa titik
lainnya berdiam diperkampungannya sendiri-sendriri dan keseleruhan tidak
ubahnya dengan mozaik.
Secara administratif keresidenan Batavia, meurut Reglement 1854,
merupakan suatu residentie (Keredidenan) yang dipimpin oleh orang residen.
Derah administratif Residentie Batavia dibagi pula secara administratif dalam
lingkungan-lingkungan yang lebih kecil yang disebut afdeeling. Sampai
permulaan abad ke-20, Residentie Batavia terdiri atas: Afdeeling Stad en
Voorsteden; Afdeeling Master Cornelis, Afdeeling Tangerang; Afdeeling
Buitenzorg dan Afdeeling Krawang. Afdeeling Stad en Voorstenden ini d bagi lagi
dalam 4 districten, yaitu; Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar, dan Tanah
16
Clive Day.The Policy And Administration of Dutch in Java,(London:Macmillan & Co,
1904),h.418.
26
Abang. Kota Batavia ibu negeri Residentie Batavia serta tempat pusat kedudukan
Pemerintah Hidia-Belanda.17
Mulai tanggal 1 April 1905, Afdeelimg Stad en Voorstenden van Batavia
ditetapkan sebagai sebuah local ressort yang mempunyai keuangan tersendiri
lengkap berikut dewanya dengan nama GemeenteBatavia. Gemeente Batavia
terdiri atas 2 (dua) Districten, yaiutu Batavia dan Weltevrenden. Districten
Batavia terdiri atas 3 (tiga) Onderdistricten, yaitu: Mangga Besar, Penjaringan
dan Tanjug Priok; sedangkan Districten Weltrevenden terdiri atas 3 (tiga)
onderdistricten, yaitu: Gambir, Senen, dan Tanah Abang.18
Pemukiman penduduk Batavia sebelum abad ke-19 terkonsntrasi di
Districten Penjaringan dan Mangga Besar. Dikarenakan kondisi sanitasi yang
kurang baik dan banjir yang sering menggenang di wilayah tersebut, maka
perkembangan Kota Batavia terjadi sekitar 3 mil ke selatan Mangga Besar, yaitu
sepanjang Sungai Ciliwung sampai Meester Cornelis (Jatinegara).19
Selanjutnya sejarah perkembangan Kota Batavia ini dipacu oleh pesatnya
pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun 1815 dilaporkan oleh Raffles,
penduduk yang bermukim di Kota lama dan Kota depan berjumlah 47.217 jiwa.
pada tahun yang sama Raffles meleporkan jumlah penduduk Afdeeling Stad en
Voorstenden van Batavia, sebanyak 332.625 jiwa dan Residentie Batavia
sejumlah 439.952. kenaikan yang mencolok antara lain terjadi pada tahun 1848
sampai 1850 (selama dua tahun) berjumlah 64.798 jiwa atau naik sekitar 28%.
17
The Kiang Gie, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, (Jakarta: Kotapradja Djakarta
Raja, 1958), h. 31. 18
The Kiang Gie, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, h. 32-36. 19
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, (Jakarta: Dinas
Museum dan Pemugaran, 2000), h. 38.
27
Kemudian antara tahun 1865 dan 1868 berjumlah 405.149 jiwa atau sekitar 44%
dalam tiga tahun. Kenaikan jumlah penduduk secara umum disebabkan
menurunnya angka kematian orang Eropa yang mencapai 227,7 perseribu orang,
turun menjadi 54,1perseribu orang pada tahun 1844. Hal ini terkait dengan
semakin meningkatnya kesehatan penduduk terutama setelah ditemukannya kina
sebagai obat anti malaria, yang pada waktu-waktu sebelumnya banyak
menyebabkan kematian.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk ini, terjadi pula
pemekaran wilayah pemukiman secara pesat, dimana Kota Batavia berkembang
mengikuti pola linear perkembangan urban dari utara ke selatan mengikuti kanal
Ancol dan Kali Ciliwung, panjangnya sekitar 10 mil.20
Konsekuansi dari
pemekaran pemukiman mengakitbatkan kenaikan jumlah penduduk sehingga
menuntut tersedianya fasilitas alat transportasi yang memadai.
Nieuw Batavia atau Batavia Baru dibangun pada masa Gubernur Jendral
Herman Willem Deandels. Deandels memiliki rencana untuk mengubah dan
meningkatkan kesehatan kota Batavia yang sebelumnya memburuk, salah satunya
dengan memindahkan pusat kota Batavia ke daerah pedalaman yang kemudian
diberi nama Weltevteden. Di sekitar Weltevreden muncul pemukiman baru, seperti
Tanah Abang, Gondang Dia, Master Cornelis dan Menteng. Di Nieuw Batavia,
orang membangun rumah-rumah dipinggir jalan dandinaungi oleh pohon-pohon
yang rindang. Rumah-rumah yang dibangun itu tidak seperti di Oud Batavia tidak
20
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, h. 38.
28
dekat dengan jalan dan bertingkat dua, namun terlihat modern seperti di Eropa
dengan tingkat satu-satunya yang luas dan sejuk.21
Di tengah-tegah hutan, orang Belanda membangun jalan-jalan dan kanal-
kanal yang sama seperti di negerinya, tidak genttar meskipum buaya-buaya
kadang kala menelusuri kanal hingga ke tengah kota. Struktur pertama yang
mereka dirikan adalah benteng yang pada mulanya dibangun menjorok ke laut di
mura kali Ciliwung, tapi tidak lama kemudian dikelilingi daratan karena garis
pantai bertambah jauh ke utara. Pada tahun-tahun awal Batavia, benteng kediaman
bubernur jendral, bengkel, perbendaharaan, gamsium, gudang senjata, gedung
administrasi dan akuntansi, penjara, gereja pertama dan ruang pertemuan Dewan
Hinda Belanda yang merupakan badan pemerintahan.22
Dari kali VOC membangun kanal-kanal yang mengelilingi dan melewati
kota, serta memberikan penampilan khas Belanda. Kali pun diluruskan sehingga
menjadi kanal terbesar. Semua ini dilakukan demi nostalgia, tapi demi kegunaan
yang sama seperti kanal di kota-kota Belanda. Karena daratan Batavia terlalu
rendah, maka tanah tempat gedung-gedung dibangun harus ditinggalkan agar
pemukiman tidak dilanda banjir. Selain itu, seperti kota-kota Belanda, kanal-kalan
tersebut digunakan untuk alat transportasi.23
Awal abad ke-19, kota batavia diwarnai oleh kehadiran empat kelompok
ras, yaitu Belanda, Indo-Eropa, Cina, Arab dan Pribumi. Maka dari itu timbul
berbagai pemukiman penduduk yaitu, orang Eropa, orang Timur Asing dan juga
berbagai suku bangsa di Indonesia, kemudian timbul stratifikasi sosial yang
21
Willard A. Hanna, Hikayat Jakarta, h. 191. 22
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 20. 23
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 22.
29
berdasarkan ras dan keagamaan24
batavia seudah menjadi kota yang berkembang
dengan jumlah populasi penduduknya yang terus meningkat. Hal ini adalah akibat
dari dihapuskannya perdagangan budak, sehingga pulau jawa menggantikan
pulau-pulau lain sebagai imigran yang masuk ke kota Batavia.25
Faktor yang kuat dan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di
Batavia didasari oleh adanya pembangunan pelabuhan Tanjuk Priok (1877),
perluasan fungsi pemerintahan di bawah pengaruj Politik Etis, dan bertambahnya
penduduk Jawa yang cepat telah menyebabkan terjadinya gelombang imigrasi
secara besar-besaran dari arah pedalaman. Dalam beberapa dekade gelombang
imigran tersebut telah merubah karakter penduduk, melipatgandakan jumlah, dan
menimbulkan situasi seperti yang terjadi pada tahun 1930, populasi kota Batavia
(Termasuk Welevreden) tumbuh menjadi 435.000, tiga kali lipat darei populasi
tahun 1900. Imigrasi membuat kota semakin meluas, dan pada 1953 wilayah
pinggiran Meester CorneliS dimasukan ke dalam batas kota sehingga total
populasinya melebihi setengah juta orang. Dengan demikian, Batavia menjadi
kota terbesar di Hindia Belanda dan mengalahkan saingan terdahulunya yakni
Surabaya.26
Mengenai populasi penduduk di wilayah Batavia dan sekitarnya
digambarkan melalui pengelompokkan etnis tahun 1930 dalam tabel berikut di
bawah ini.
24
Desca Wdi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan.......h. 30. 25
Lance Catles, Profil Etnik Jakarta, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007), h. 18. 26
Susan Blackburn, Jakarta Sejara 400 Tahun, h. 124.
30
Tabel I
Populasi Batavia (Djakarta Raya) pada Tahun 1930 melalui
Pengelompokan Etnis
Keterangan
Suku/ Etnis
A
Batavia-Mr.
Cornelis (sensus
B
Daerah
Pinggiran
(Estimasi)
A+B
Djakarta Raya
(Estimasi)
Jakarta &
Sekitarnya
Pribumi
Betawi 192.897 220.000 418.900 778.985
Sunda 132.251 15.000 150.300 494.547
Jawa 58.708 1.000 59.700 142.863
Melayu 5.220 100 3.800 3.882
Kelompok
Sulawesi Utara
2.034 - 3.200 3.204
Kelompok
Maluku
2.034 - 2.000 1.263
Batak 1.253 - 1.300 1.263
Depok dan
Masyarakat
Tugu
721 200 900 998
Kelompok
Sumatra Utara
799 - 800 817
Madura 317 - 300 379
Lain-lain dan 5.553 1.400 6.900 7.063
31
tidak diketahui
Sub Total 409.655 243.800 635.400 7.063
Non Pribumi
Tionghoa 78.185 9.400 88.200 136.829
Eropa 37.076 100 37.200 37.504
Lain-lain 7.469 400 7.900 8.243
Total 533.015 253.800 768.800 1.636.098
Sumber: Lance Castles, Profil Etnik Jakarta
Dari tabel di atas menunjukan bahwa keadaan Kota Batavia di awal abad-
20 amatlah beragam dari segi etnis, yang didasari pula semakin berkembangnya
pola kehidupan di Kota Batavia yang sangat heterogen. Namun, keberagaman
etnis yang ada di Batavia sendiri bukan menjadi hal yang mudah untuk berbaur
terlebih mengenai urusan gaya hidup. Golongan Timur Asing seperti Cina sukar
berbaur atau berasimilasi dengan penduduk pribumi. Walauoun golongan Cina
sukar berasimilasi, tetapi ada juga orang Cina yang meleburkan diri menjadi orang
Betawi.27
Modernisasi yang mulai terbangun serta deorongan kebangkitan
semnagat kebangsaan pada awal abad ke-20 agaknya telah berubah oleh pola pikir
pada masyarakat Betawi untuk bisa berbaur, terlebih dengan adanya percapuran
atau perkawinan antar etnis yang secara terus-menerus berlangsung di Batavia.
Banyaknya terjadi perkawinan canpuran merupakan salah satu penyebab
dari makin melemahnya artikulasi identitas etnik. Anak hasil perkawinan
campuran pria Eropa denngan permpuan Asia memunculkan kelompok penduduk
27
Desca Wdi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan....... h. 34.
32
Meztizo28
. Sedangkan anak hasil perkawinan campuran orang Tionghoa dengan
orang pribumi bisa disebut dengan Peranakan (Tionghoa Muslim). Meski
demikian, dapat dipastikan bahwa perkawinan campuran lebih banyak lagi terjadi
di antara etnis pribumi. Para pemimpin etnis pribumi seringkali memberi contoh
dalam melakukan perkawinan campuran.
Dalam kehidupan ekonomi di Batavia yang berasal dari kelas menengah
ke bawah merupakan kelas ekonomi informal yang umumnya lahir dari tradisi
pasar tradisional, di mana kegiatan di dalamnya berlangsung secara interaktif
antara penjual dan pembeli, serta barang yang dijajakan ditempatkan dalam
tempat yang strategis (kaki lima, perimpangan jalan atau pusat keramaian) atau
dijajakandari rumah ke rumah (asongan). Penduduk pribumi mendapatkan
penghasilan berdagang dari hasil bumi. Produksi kerajinan, dan pemberian
pelayanan, seperti mengemudi sais/kusir kereta sado, kuli, penjahit, tukang sepatu,
tukang kayu, pembantu rumah tangga, binatu/tukang cuci pakaian, buruh di
industri rakyat, yaitu memproduksi topi dan kaset
Di anatra mereka ada juga yang menjadi pegawai kantor rendahan, seperti
pengantar atau surat dan pegawai kantor, sedangkan yang lain melakukan usaha
sendiri, seperti pedaganagn keliling. Mereka biasanya tinggal di kampung yang
berdekatan dengan daerah tempat tinggal orang Eropam. Pendapatan kalangan
bawah ini tidak tetap, karena pekerjaan mereka serabutan dan hanya cukup untuk
makan.29
Selain itu penduduk pribumi mendapatkan penghasilan dari menjual
28
Meztizo adalah orang-orang Kristen yang ayahnya berasal dari Eropa dan beribu Aisa.
Secara kuantitatif orang-orang Eropa dan Mestizo merupakan penduduk minoritas di Batavia, lihat
pada Lance Castles, Profil Etnik Jakarta, h. xvii. 29
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan....... h. 38.
33
tanaman tunai, sedikit produksi kerajinan tangan dan memberikan jasa pelayanan
seperti menjadi kusir sado atau gerobak lembu, serta menjadi pencuci pakaian.
Banyak diantaranya yang menanam sirih dan menjual daunnya sebagai bahan
untuk mengunyah sirih. Parah lelaki mengumpulkan buah, kayu bakar, rumput
(untuk populasi kuda yang semakin banyak) dan sayuran untuk dijual ke kota.
Industri rumah menjadi aspek ekonomi yang penting bagi masyarakat pribumi.
Di sejumlah wilayah, penduduknya menganyam topi dan tikar, serta
banyak perempuan yang mendapat penghasilan dari membatik di rumah. Namun,
teknik mengecap yang diperkenalkan pada abad ke-19 telah mengurangi pekerjaan
bagi kaum perempuan. Sebelumnya membati umumnya dilakukan oleh kaum
wanita, namun seiiring penggunaan cap yang dalam peroses membatik dan
terbilang cukup berat sehingga dibutuhkan tenaga laki-laki sebagai pekerja, dan
hal ini pun dilakukan di pabrik-pabrik yang pada umumnya dimiliki oleh orang-
orang Cina.
Peran orang Cina dalam karesidenan terus menimbulkan kecemasan dan
kecemburuan dikalangan orang Eropa. Salah satu penyebab utama kecemasan
tersebut adalah cara orang Cina kaya membeli lahan. Pemerintah di Batavia
menjual tanah-tanah yang sangat luas di karesidenan Batavia, dan hal itu membuat
kota tersebut memiliki proporsi tanah swasta tertinggi di Jawa. Para pembeli awal
tanah-tanah ini biasanya orang Eropa, tapi selama abad ke-19 sebagian besar
properti tersebut jatuh ke tangan orang Cina. Meskipun banyak juga orang Cina
yang menjadi kuli atau pedagang dan pedagang kaki lima dengan pendapatan
34
kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat cukup banyak jumlah
pengusaha Cina sukses di Batavia.30
Kehidupan golongan Timur Asing dan orang Tionghoa secara umumnya
mereka bergerak di perdagangan dan menjadi orang yang kaya namun, ada pula
yang tetap menjadi kuli dan hidup dalam kemiskinan. Kehidupan mereka tak
berbeda jauh dengan golongan Pribumi kebanyakan. Bahkan golongan Indo
sekalipun yang sering juga disebut dengan Eurasia mayoritasnya miskin dan hidup
di daerah pinggiran Kemayoran, sebelah utara Weltevreden.31
Meski begitu
golongan Eurasia ini tetap berusaha keras menjalani kebiasaan orang Eropa yang
hidup mewah, seperti makan makanan yang mahal serta berbusana Eropa. Dimana
ketika itu banyak dari laki-laki orang Eropa terlebih berada dalam trah bangsawan
memiliki dan memelihara perempuan Pribumi untuk dijadikan nyai atau gundik
yang dapat diambil dari anak atau istri pekerja perkebunan atau dari kampung
orang Pribumi.32
Bagi para keturunan Indo atau Eurasia sendiri hal ini merupakan suatu
kebanggaan dan sekaligus “kutukan”, kebanggaan karena terlahir dari golongan
yang paling atas dalam strata sosial di masyarakat Batavia, yakni masyarakat
Eropa, sedangkan “kutukan” karena mereka sendiri tidak dalam golongan mereka
berasal yakni Eropa dan Pribumi. Mereka yang bukan keturunan murni sangat
sulit diterima dalam kelompoknya karena dianggap berbeda. Hal ini pula lah yang
mengakibatkan sulitnya bagi mereka untuk menempati posisi yang lebih tinggi
30
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 93 31
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 84. 32
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2011), h. 72.
35
sebagai pegawai negeri karena kemampuan bahasa Belanda-nya yang kurang serta
tidak memiliki kesempatan pendidikan yang baik hingga ke jenjang yang lebih
tinggi. Bahkan setelah itu, mereka menghadapi peraturan diskriminasi yang
menyatakan bahwa siapa pun yang tidak mengenyam pendidikan di Belanda,tidak
dapat menempati posisi yang lebih tinggi sebagai pegawai negeri.33
Kehidupan masyarakat Eropa menjadi patokan peradaban paling tinggi di
Batavia dengan segala kemewahannya. Kemajuan kebudayaan barat menjadi salah
satu faktor berkembangnya kehidupan Eropa yang mewah. Para laki-laki Eropa
memang melakukan rutinitas pekerjaan harian yang tidak terlalu berbeda dengan
yang ada di Eropa. Namun, tidak banyak yang dilakukan para Perempuan Eropa
selain berkunjung di pagi dan sore hari. Budak-budak terus menjadi tenaga kerja
di rumah selama sekitar 20 tahun pertama abad ke-19.34
Pada awalnya kebutuhan
akan budak-budak ini diperlukan untuk pemenuhan tenaga kerja dalam
pembangunan benteng di Batavia. Perbudakan menjadi budaya baru yang
melahirkan ungkapan bahwa pangka dan kekayaan seorang pejabat bisa diukur
dari jumlah budak yang dimiliinya.35
Orang Belanda enggan mengakhiri perbudakan, mereka baru
menghapuskannya secara resmi pada tahun 1859, tapi seiring berjalannya waktu
perbudakan sudak tidak mode lagi. Bagaimanapun juga, bahwa rumah-rumah
orang Eropa penuh dengan orang Indonesia yang bertelanjang kaki dan masing-
masing memiliki tugas khusus sehingga membuat perempuan Eropa tidak perlu
melakukan apa-apa. Mayoritas orang Eropa yang tinggal cukup lama di Batavia
33
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 83. 34
Susan Balckburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 78. 35
Fitri R. Ghozally, Dari Batavia Menuju Jakarta, h. 30.
36
mengeluhkan kebosanan. Sjumlah kritikus meyindir kehidupan di Batavia. Salah
satu yang paling terkenal adalah Bas Veth melalui karyanya yang berjudul Het
Leven in Nederlansch-Inide yang ditulis setelah tinggal di kolonitersebut pada
tahun 1879-1891. Kalimat pembukanya langsung menyerang, “Bagi saya, Hindia
Belanda adalah perwujudan kesengsaraan”. Hal yang paling tidak disukai di kota-
kota seperti Batavia adalah kehidiupan Eropa yang materialistis. Para lelaki
Batavia adalah orang mata duitnan, penjilat atau orang kaya baru.36
Datarnya kehidupan publik orang Eropa terlihat dalam arena politis.
Sedikit sekali orang Eropa “swasta” di Batavia, sebagian besar bekerja pada salah
satu cabang pemerintahan, baik sipil maupun mmiliter, dan mereka sangat sensitif
terhadap otoritas masing-masing.37
Terlihat jelas bahwa masyarakat Eropa adalah
kelompok yang hidup makmur dengan tingkat pendapatan yang tinggi, terlihat
dari gaya hidup mereka yang mewah.
Mengenai pemukiman di Batavia, diketahui bahwa dataran Batavia telah
dihuni sejak masa prasejarah. Di daerah Batavia dan sekitarnya banyak terdapat
situs-situs prasejarah dan penyebarannya terdapat di daerah endapan aluvial yang
subur. Berdasarkan kronologi dan artefak diketahui situs-situs tersebut berasal
dari bercocok tanam dan perundingan.38
Pola pemukiman prasejarah di daerah
Batavia sampai saat ini masih belum dapat diungkapkan dengan jelas. Tidak
semua indikator yang berkaitan dengan masalah pemukiman dapat ditemui situs-
situs di daerah ini, terutama indikator berupa sisa tempat tinggal. Tetapi
36
Susan Black Burn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 79-80. 37
Susan Black Burn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 81. 38
Soekmono (et.al), Perkembangan Pemukiman Jakarta dari Masa Bercocok Tanam
sampai Metropilita, (Jakarta: Laporan Penelitian Kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan Pusat
Penelitan Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas indonesia, 1992-1993.
Tidak diterbitkan), h. 9.
37
berdasarka lokasi keberadaan situs-situs tersebut, dapat dilakukan pengelompokan
situs-situs yang mungkin dapat memberikan gambaran mengenai tingkah laku
manusia yang merupakan refleksi dari adaptasi terhadap lingkungan di sekitarnya.
Lokasi-lokasi tersebut adalah daerah aliransungai, daerah perbukitan dan daerah
pantai.
Pemukiman di Batavia dari masa Hindu-Budha, dapat diketahui dari
adanya prasasti dan tulisan-tulisan laporan perjalanan orang-orang Eropa yang
singgah di Batavia pada abad 16 M. Sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh
kerajaan Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di daerah
Tugu, Jakarta Utara, memberi keterangan mengenai peresmian selesainya
pembuatan saluran Cendrabaga di sungai Gomati yang melewati istana kerajaan.
H. Kern yang meneliti isi prasasti Tugu tersebut mengemukakan bahwa
Cendrabaga da Gomati merupakan nama-nama sungai yang ada di India, tetapi
candrabaga dan Gomati yang disebut dalam prasati Tugu merupakan nama-nama
sungai yang ada di Jawa. Poerbatjaraka mengindentifikasikan sungai Candrabaga
sebagai kali Bekasi. Menurutnya, juga di dekat kali tersebut terletak istana yang
termashur yang disebutkan dalam prasasti Tugu.39
Tahun 1596 Belanda datang ke Jayakarta, kemudian tahun 1611 di sisi
timur muara sungai Ciliwung didirkan loji yang bernama Nassau dan Mauritius.
Pada perkembangan selanjutnya loji-loji tersebut diperkuat dan diperbesar serta
dilengkapi dengan alat-alat pertahanan menjadi sebuah benteng yang disebut
Front Jacatra. Pendirian benteng tersebut mendapat reaksi yang tidak baik dari
39
R. M Poerbatjaraka, Riwayat Indonesia: Jilid I, (Jakarta: Yayasan Pembangunan
Jakarta, 1952), h. 14-15.
38
Jayakarta, Banten dan Inggris sehingga pada tahun 1616 Front Jacatra diserang.
Pada tahun 1619 ketika Inggris menyerang Front Jacatra, Jan Pieterzoen Coen
yang pada saat itu menjadi Gubernur Jendral VOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) meminta bantuan ke Maluku, sehingga VOC berhasil mengatasi
serangan tersebut serta menguasai Jayakarta.40
Tahun 1619 setelah Jayakarta dikuasai oleh VOC, benteng Jactra
diperbesar menjadi sebuah kastil yang bernama kastil Batavia dan selanjunya
nama Jayakarta berubah menjadi Batavia. Kastil Batavia berbentuk segi empat
dengan sudut-sudutnya dilengkapi bastion-bastion, yaitu diament di sebelah barat
daya. Robijn di sebelah tenggara, Parel di sebelah timur laut dan Saphgier di
sebelah barat laut. Di sekeliling kastil dibuat parit yang disebut dengan
Kasteelgracht. Sebagai daerah pemukiman yang direncanakan terletak di sebelah
selatan laut kastil. Di daerah pemukiman ini dibuat kanal-kanal yang digali dari
sungai Ciliwung ke arah timur. Balai Kota didirikan berhadapan dengan Kastil
Batavia yang dilengkapi dengan taman kota.41
Dalam perkembangannya sebagai kota yang tumbuh dengan pesat,
terdapat juga bangunan-bangunan yang merupakan prasarana kota seperti pasar,
rumah sakit, gereja, sekoloah, rumah untuk orang miskin, rumah untuk anak yatim
dan penjara. Selain itu juga, Batavia sebagai pusat kegiatan VOC yang merupakan
perusahaan dagang, di bagian utara Batavia ditempatkan gudang-gudang untuk
menyimpan hasil perdagangan komuditi serta tempat gudang mesin dan gudang
senjata. Di sisi barat sungai Ciliwung terdapat tempat pengerjaan kayu milik
40
Abdurrachman Surjomohardjo, Perkembangan Kota Jakarta, (Jakarta: Dinas Muesum
dan Sejarah DKI Jakarta, 1977), h. 61. 41
Abdurrachman Surjomihardjo, Perkembangan Kota Jakarta, h. 42.
39
VOC. Dan si sebelah selatannya terdapat tempatperjaan kayu milik orang Cina
yang merupakan bengkel untuk membuat perahu. Di bagian tenggara kota
terdapat bengkel kerja dan tempat tinggal para pekerja VOC.42
Kependudukan di batavia baru dapat diketahui pada Kependudukan di
Batavia baru dapat diketahui pada saat Batavia bernama Sunda Kalapa.
Berdasarkan berita Portugis, diketahui jumlah penduduk kerajaan Sunda di pusat
kerajaan berjumlah 50.000 jiwa dan disetiap pelabuhan berjumlah 10.000 jiwa.
Pada masa Jayakarta berdasarkan berita orang-orang Belanda yang pertama
datang ke Jayakarta tahun 1598 diperkirakan jumlah penduduknya sebanyak 3000
keluarga kemudia pada tahun 1619, diberitakan penduduk kota terutama laki-laki
bjumlah 7000 jiwa.43
Sejak jayakarta dibangun oleh VOC dan berubah menjadi Batvia, VOC
mendatangkan penduduk baik dari Eropa maupun dari koloninya di daratan Asia
dan daerah-daerah di kepulauan Indonesia. Para imigran itu pada umumnya
didatangkan utnuk bekerja sebagai pegawai VOC, serdadu bayaran, pekerja
perkebunan milik pejabat VOC atau milik orang-orang Cina. Selain itu orang-
orang yang datang ke Batvia ada juga yang merupakan tawanan perang atau
budak.
Walaupun kekuasaannya sangat besar, namun VOC tidak mampu
memberikan kesan Eropa yang kuat terhadap kota ini. Agak mengherankan bahwa
dengan sangat sedikitnya jumlah orang Eropa yang ada, kota ini mampu terlihat
seperti kota Eropa. Catatan-catatan pada masa itu mencatat sejumlah besar
42
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah sampai Batavia Tahun
1750, (Jakarta: Dinsa Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977), h. 13. 43
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta dari......, h. 14.
40
kelompok etnis yang berbeda, tetapi tidak ada yang mendominasi. Sebuah sensus
penduduk di dalam dinding kota pada 1673 menunjukan hasil berikut:
Etnis Jumlah Penduduk
Orang Belanda 2.024
Orang Eurasia 726
Orang Cina 2.747
Orang Mardijker 5.362
Orang Moor dan Jawa 1.339
Orang Melayu 611
Orang Bali 981
Budak 13.278
Jumlah Total Populasi 27.068
Sumber: Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia, 1674, J.A van der Chis (ed),‟s
Gravenhage, Nijhoff, 1902, h. 28-29
Keragaman etnis tetap ada karena polulasi Batavia selalu bertambah
dengan imigran-imigran baru dari berbagai kelompok. Sejumlah individu tetap
mempertahankan hubungan kuat dengan tanah arinya. Orang India dan Cina
sering kali melakukan pelayaran dari dan ke Batavia untuk berdagang sehingga
hal ini memperbaharui etnis.para perajurirt, pelaut dan banyak pegawai VOC
lainnya sering kali hanya bertugas untuk mempertahankan jumlahnya. Hal ini
terutama terjadi pada kelompok budak yang seringkali tinggal berdasarkan dalam
pondok-pondok kecil di luar rumah induk VOC mendorong seringnya pengiriman
budak untuk menggantikan budak yang telah meninggal.
41
B. Sistem Perekonomian
Batavia merupakan pusat perdagangan internasional bentukan Belanda
dengan manajemen kokoh yang ditopang orang-orang berkeahlian luas dalam
segela sesuatu yang berkaitan dengan Asia. Dari berkas arsip resolusi (surat-sura
keputusan) Pemerintah Agung ketika itu namapak jelas bahwa manajemen pusat
VOC di Aisa itu memiliki kekuatan logistik yang tangguh. Di samping sebagai
pusat VOC, Batavia juga merupakan kota meritim untuk para pedagang Asi,
sebuah pelabuhan yang memiliki peran dan tempat tersendiri dalam jaringan
dagang antar-Asia, menghubungkan Samudera Hindia dengan laut Cina Selatan.
Selain itu, Batavia juga berperan sebagai pelabuhan bagi lalulintas perkapalan
antar pulau di Nusantara maupun untuk pelayaran antarkota di Jawa. Aneka jenis
kapal Pribumi membuang sauh di Sunda Kelapa. Ketiga kota maritim bersekala
kosmopolitan.44
Dengan demikian, Batavia pada dasarnya merupakan tempat
berkumpulnya aneka ragam manusia dan komuditi dari Asia. Akan tetapi,
bagaimana pandangan warga Asia sendiri tentang kota ini? kumpulan resolusi
Pemerintah Agung mungkin memberi kesan bahwa anggota Dewan Hindia
Belanda merasa berpuas diri dengan peran peran dan kedudukan kota ini. Namun,
kenyataan sebenarnya jauh dari yang diperkirakan. Kendati berkuasa dan
berpotensi besar, kota ini harus berjuang keras agar diakui dan dihargai sederajat
oleh para penguasa Asia.
44
Hendrik E. Neimeijer, Batavia Masayarakat Kolonial Abad XVII, h. 59.
42
Ekspansi dan perkebunan memberi arti penting dalam sistem
perekonomian di Residentie Batavia (1854-(1905), Afdeeling Meester Cornelis
(1854-1936) dan Gemeente Batavia (1905-1926). Sistem perekonomian
membawa pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian masyarakat, hal ini
disebabkan oleh masuknya modal asing dalam bidang pertanian dan perkebunan,
sehingga perkebunan swasta berkembang dengan pesat.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat membawa pertumbuhan yang besar
dalam proses pertumbuhan, penyebaran dan komposisi penduduk.45
Hal ini
terbukti bahwa dalam waktu singkat ternyata jumlah penduduk asli Batavia yakni
masyarakat Betawi, dapat dilampaui pendatang dari Jawa, Sunda, dan Cina. Hal
ini disebabkan oleh pertumbuhan daerah perkebunan di sekitar Kota Batavia yang
semakin pesat yang membutuhkan banyak tenaga kerja, dimana sebagian besar
pekerjanya adalah bukan masyarakat Betawi. Pesatnya perkembangan perkebuan
ini dikarenakan oleh kebutuhan akan produksi tanaman ekspor seperti coklat, teh,
kopi, gula, dan lain-lain dalam jumlah besar, setelah permintaan luar negeri makin
meningkat.46
Sebelum kedatangan pegusaha perkebunan swasta, mata pencaharian
masyarakat Betawi di wilayah Residentie Batavia, tergantung dari hasil dari
pertaninan dan nelayan. Hasilnya dijual penduduk pribumi langsung kepada para
pedagang melalui sungai-sungai kecil, atau diangkut dengan kuda, kerbau, sapi,
dan sebagainya. Pengangkutan hasil pertanian dilakukan secara tradisional karena
45
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, h. 39. 46
Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, h. 15.
43
memang belum ada transportasi yang dapat mengangkut barang dalam jumlah
besar.
Mata pencaharian penduduk asli Batavia (Slam) di Residentie Batavia
hanya tergantung dari hasil pertanian dan nelayan tentu membawa pengaruh
dalam perekonomian masyarakat. Keadaan ini berubah setelah masuknya
investasi asing ke wilayah Residentie Batavia, dimana pada waktu itu banyak
terdapat tanah-tanah perkebunan partikelir, yang membutuhkan tenaga kerja
dalam jumlah yang banyak, apalagi setelah investasi yang ditanamkan para
pengusaha (onderneming) perkebunan-perkebunan besar. Bagi para pengusaha
agar mendapatkan buruh yang murah diperlukan tenaga dari Cina maupun dari
Jawa dan Sunda, sebab penduduk pribumi slam tidak bisa menjadi kuli (buruh)
perkebunan. Peningkatan jumlah kebutuhan akan tenaga kerja ternyata berjalan
seimbang dengan kenaikan jumlah penduduk yang dapat diartikan sebagai
tanggapan demografis dan atas tuntutan tenaga kerja.
Akibat yang dapat diperkirakan terjadi adalah adanya keseimbangan antra
kepadatan penduduk dengan kapasitas lahan, sehingga meminimalkan pendapatan
pribumi Slam untuk menjamin kehidupan penduduknya.47
Melihat perkembangan
tenaga kerja Cina meningkat serta makin banyak tenaga kerja yang berdatangan
dari Jawa dan Sunda, ternyata berdampak pada cara hidup masyarakat pribumi
Slam yang sebelumnya tidak ingin bekerja di perkebunan, berubah dan membuka
diri bersedia menjadi buruh perkebunan. Akan tetapi jumlahnya masih kecil
dibandingkan dengan tenaga kerja Jawa, Sunda dan Cina. Perubahan ini
47
Mubyarto (dkk), Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta: Aditiya Media, 1992), h. 109-111.
44
merupakan salah satu dampak dibukanya perkebunan-perkebunan besar sehingga
banyak penduduk pribumi yang sebelumnya hanya bekerja sebagai petani biasa
dan nelayan menjadi buruh perkebunan.
Terbentuknya masyarakat perekonomian di wilayah Residentie Batavia
tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan sektor pertanian. Peran sektor
pertanian sudah lama tumbuh di masyarakat pribumi Slam yang hidupnya
tergantung hasil pertanian, dan bagi masyarakat Betawi yang tinggal di pesisir
pantai tentu menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan di laut
maupun sungai. Masyarakat Betawi yang bergerak sebagai petani dan nelayan
memperoleh pendapatan secukupnya untuk keluarga.
Sikap yang diambil dari masyarakat Betawi untuk mendapatkan
penghasilan sebagai buruh perkebunan ternyata tidak membawa perubahan, sebab
pihak pengusaha perkebunan melakukan aturan tertentu yang mengikat parah
buruh agar tidak lari dari daerah perkebunan, caranya dengan mengadakan pasar
malam, judi dan sebagainya. Masuknya perkebunan asing ke Residentie Batavia
ternyata tidak membawa perubahan di sektor perekonomian rakyat. Malah rakyat
yang sebelumnya tidak mengenal uang diperkenalkan pada uang sebagai alat tikar.
Dampaknya dalah munculnya komersialisasi tanah dan pengangguran. Banyak
penduduk pribumi Betawi yang menjual tanahnya dan lalu bekerja sebagai buruh
demi mendapatkan uang.
Kedatangan pengusaha asing bukan membawa peningkatan pendapatan,
tetapi mengurangi pendapatan masyarakat yang sudah stabil. Akan tetapi dengan
munculnya jaringan transportasi trem, banyak penduduk disekitar jalur rel
45
membuka peluang berdagang. Terbukanya peluang sektor ini berarti
perekonomian masyarakat pribumi Betawi meningkat seiiring dengan perluasan
dan pembangunan jaringan rel trem di Residentie Batavia.
Peningkatan pendapatan masyarakatdi Residentie Batavia setelah
dibukanya jaringan transportasi trem tentu merupakan alasan pokok mengapa
kadaan ekonomi masyarakat Betawi di Residentie Batavia tumbuh dan
berkembang. Orang-orang Betawi yang tidak ingin bekerja sebagai buruh
perkebunan harus mencari cara lain untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Perekonomian masyarakat Betawi di Residentie Batavia maju, karena
hasil-hasil produksi pertanian yang dihasilkan diangkut melalui sungai-sungai
kecil dan dijual langsung ke luar negeri. Kadang-kadang pengangkutan barang
menggunakan angkutan hewan, seperti kuda, kerbau, sapi. Barang diangkut lebih
cepat dan ekonomis, akan tetapi tidak bisa mengangkut dalam jumlah yang besar.
Tantangan ini kemudian dijawab dengan adanya pembangunan sarana transportasi
trem yang mampu mengangkut barang pertanian dan perkebunan maupun
pengangkutan penumpang yang lebih banyak.48
Menurut laporan Meyer Ranneft Huender; diperhitungkan bahwa
penghasilan satu keluarga Pribumi untuk satu tahun f.225, jadi dalam sebulan
mereka berpenghasilan f. 18,75. Sebagian lagi berpenghasilan dalam satu tahun
f.45, jadi dalam sebulan hanya berpenghasilan f.3,75 belum termasuk potongan
pajak sebesar 10%, di dalamnya tidak dijelaskan pendapatan tersebut didapat dari
bekerja di sektor apa saja. Sedangkan seorang Belanda pendapatannya f.9000 atau
48
Rsutian Kamaludin, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), h. 9.
46
lebih dari f.10.000, tergantung dari posisi dan kedudukannya. Jika seorang
Belanda pendapatannya kecil maka presentase untuk pajak kecil dibawah 10%.
Sedangkan pendapatan Pribumi yang sudah kecil ini masih harus dikenai pajak
10%, dan bagi golongan Belanda diberikan dispensasi oleh pemerintah Hindia
Belanda.49
Pendapatan Pribumi keadaan ekonomi yang berat sebeleah semakin
terasa lebih berat bagi masyarakat pribumi.
C. Potret Ttransportasi di Batavia
1. Transportasi Air
Sebelum masa trem di abad 19 yang merupakan transportasi darat untuk
umum sekaligus masal berbasis rel di Hindia Belanda,50
transportasi darat tidaklah
selancar jalur pelayaran melalui laut dan sungai. Belum dimanfaatkannya jalur
darat dan dibentuknya transportasi darat massal membuat kanal sangatlah
berperan di Hindia Belanda terutama di Jakarta ysng padasaat itu bernama
Batavia. Saat VOC) berkuasa, keadaan transportasi masih mengandalkan kanal
layaknya kota-kota di Belanda.
Para pendatang dari luar negeri yang tiba di Batavia tentunya datang
melaui jalur laut. Kesan pertama mereka tentang Batavia adalah kota pelabuhan di
daratan rendah yang tidak menyenangkan dan pegunungan di kejauhan sebagai
latar belakangnya. Sebelum 1880-an, kapal-kapal masih berlabuh di lepas pantai
Batavia, dekat muara kali Cliliwung yang terlindungi oleh Kepulauan Seribu. Dari
49
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan.......h. 40. 50
Transportasi massal darat adalah transportasi yang beroperasi di perkotaan dan biasanya
banyak menampung banyak penumpang untuk transportasi darat massal berbasis rel mempunyai
dua macam, yaitu keretakomuter (heavy rail) dan kereta dalam kota (light rail). Trem termasuk
golongan transportasi masssal perkotaan berbasis light rail dengan menggunakan lokomotif kecil
yang menarik gerbong dan pengoprasiannya berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya.
47
atas dek, pengunjung dapat mengamati kesibukan para pekerja pelabuhan pada
saat kapalnya tiba. Di sana terlihat kumpulan perahu, buaya di muara kali dan
tongkang yang datang untuk membongkar muatan kapal.
Dari kali, VOC membangun kanal-kanal yang mengelilingi dan melewati
kota, serta memberikan penampilah khas Belanda. Kali pun diluruskan sehingga
menjadi kanal terbesar. Semua ini dilakukan bukan demi nostalgia, tetapi demi
kegunaan yang sama seperti kanal-kanal di Belanda. Karena dataran Batavia
terlalu rendah, maka tanah tempat gedung-gedung dibangun harus ditinggikan
agar pemukiman tidak dilanda banjir. Selain itu, kanal-kanal tersebut digunakan
sebagai sarana transportasi.
Perahu-perahu yang membawa barang-barang dari pedalaman datang dari
hulu kali menelusuri kanal hingga tempat tujuan, sedangkan kapal-kapal dari luar
negeri yang terlalu besar untuk memasuki kali berlabuh di teluk dan membongkar
muatannya ke tongkang yang biasa menelusuri air dalam kota. Sementara itu
kapal-kapal Cina dapat berlayar ke dalam kali hingga ke kanal untuk membongkar
muatannya.
Bubarnya VOC pada 1799 membuat kekuasaan beralih dan dipegang oleh
pemerintah Hindia Belanda. Di masa pemerintahan Hinda Belanda perkembangan
danperubahan terjadi, terutama pada tata kota dengan dipendahkannya Ibukota
dari Batavia lama ke Welverden (yang berada di bagian selatan Batavia lama)
pada awal abad ke 19. Alasan pemindahan pusat pemerintahan ke bagian selatan
karena mulai tidak layaknya Batavia lama menjadi hunian untuk sebagian besar
warganya. Terutama bagi orang-orang Eropa yang merasa udara di sekitar tempat
tinggalnya mulai pengap dan berbau busukakibat kanal yang tidak terjaga
48
kebersihannya dan kualitas udara yang semakin bertambah buruk karena bau
kanal yang semaik kotor juga diperkuat asap pekat yang keluar dari industri
pengulingan arak.51
Selain pemindahan dan pembangunan tata kota yang baru di Welteverden,
pemerintah Hindia Belanda ini kemudian membangun jalur darat, yakni jalan raya
pos (de groote Postweg) yang membentang dari Anyer sampai Panarukan yang
juga melawati Batavia. Jalan raya pos yang melintasi di Batavia contohnya ada di
daerah Kwitang, Kramat Raya, dan Meester Cornelis (Jatinegara). Jalur ini terus
membujur ke arah selatan ke kota Buitenzorg (Bogor). Dibangunnya jalan raya
pos memikiki fungsi awalnya sebagai jalur militer Hindia Belanda demi
mempertahankan Jawa dari bala tentara Inggris. Jalan raya yang setiap
kilometernya dipasang paal dan pos-pos kuda ini sangat berguna untuk
transportasi darat seperti kedati dan kereta kuda.
Memanfaatkan kanal di Batavia sebagai jalur transportasi air yaitu sungai
Ciliwung, pada masa Batavia awal kanal inilah yang digunakan menjadi jalur
transportas airi andalan untuk memobilisasi orang-orang yang bermukim di
Batavia.52
Terbentag dari Sekatan ke Utara dan terhubung laut Jawa, baik itu dari
para pendatang dan warga Batavia sendiri, bisa hilir mudik menyusuri kota koloni
tersebut dengan bantuan kapal mereka. Sampai dengan keadaan Batavia awal
yang merupakan kota pelabuhan dagang. Transpotasi air dan kanal menjadi
penting bagi kesibukan kapal-kapal pendatang yang mayoritas adalah pedagang,
51
Jaen Gelman Taylor, Kehidupan Sosial Batavia, (Depok: Mansup Jakarta, 2009). h.
168-170. Lihat juga artikel dari internet pada halaman situs berikut:
http://www.nederlandsindie.com/daendels-perintis-infrastruktur/. (diakses pada tanggal, Jumat, 17
Maret 2017). 52
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahu,h. 22.
49
terutama dengan adanya kanal, para pendatanf tersebut bisa merapatkan kapal-
kapalnya langsung di dalam kota.
Ada dua macam transportasi air yang digunakan pada saat itu sebgaia alat
angkut, eretan dan orembaai.53
Berhubung Batavia awal menerapkan konsep
kota-kota di Belanda yang menggunakan kanal sarana nangkut inilah yang
menjadi transportasi yang umum bagi warga kota. Jadi, bisa diliat dari kondisi
fisik Batavia awal yang menggunakan kanal, transportasi air lebih mendominasi
dalam memberikan kemudahan dan membantu mobilisasi warganya.54
Sejak
diperkenalkan tanaman kopi di daerah periangan di abad 18, maka di satu
pihakdiperlukan pengangkutan dari pedalama Jawa Barat ke Batavia, di pihak lain
diperlukan juga pengembangan kota Batavia sebagai kota dagang yang makin
besar. Pada masa awal Batavia diantara abad 18 sampai awal abad 19 memang
beulum tersedia transportasi darat massal, tetapi keberadaan transportasi darat
tidak bisa dikatan tidak ada. Kereta kuda dan pedati adalah transportasi darat yang
pada saat itu telah memadati lalu lintas kota Batavia.55
Meluasnya wilayah Batavia, kebutuhan terhadap sarana penunjang bagi
warganya untuk menjangkau tempat yang ingin dituju, terutama bagi kebutuhan
penduduk yang bermukim di Welterverden semakin besar. Akses jalan yang sudah
dibangun karena pembangunan jakan raya pos tersebut cukup memudahkan warga
53
Eretan adalah sarana angkutan berupa satu atau dua lapis bambu bulat panjang.
Sedangkan Orembaai adalah perahu kecil yang didayung oleh budak belian. Lihat juga Alwi
Sahab, Robinhood Betawi; Kisah Betawi Tempoe Doeloe, (Jakarta; Penerbit Republika, 2001, h.
20-22. 54
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 62. 55
Alwi Sahab, Saudagar Bagdadh dari Betawi, (Jakarta: Penerbit Republika, 2004), h. 7.
Lihat juga di situs internet tentang transportasi pedati dengan alamat situs
http://bataviadigital.pnri.go.id/foto/?box=detail&id_record=5614&search_val=&satus_key&dpage
=1.
50
Batavia. Tetapi jakarak tempuh yang cukup jauh antara Welterverden menuju
Batavia lama justru membentuk persoalan baru yaitu kebutuhan sarana angkut.
Daerah pusat pemerintahan dan pemukiman yang berpindah ke daerah
Welterverden membuat jarak tempuh yang cukup jauh ke tempat kegiatan
perdagangan dan perekonomian di Batavia lama yang merupakan daerah penting,
ditambah perilaku enggan orang untuk berjalan kaki orang-orang yang memiliki
status sosial yang tinggi seperti orang Eropa yang bermukim di daerah tersebut,
dengan itu membuat butuhnya transportasi untuk menjangkau temapat lebih
mudah.56
2. Transportasi Darat
Kebutuhan transportasi darat semakin terasa di Batavia melonjak
memasuki pertengahan abad 19. Banyak dari mereka yang semula hanya
bertujuan untuk berdagang kemudian memutuskan untuk menetap. Oleh karena
itu, jumlah penduduuk di Batavia menjadi meningkat, bagi orang-orang Eropa
dibuka terusan Suez menjadi alasan untuk melakukan perjalanan menuju Hinda
Belanda. Karena perjalanan menjadi lebih singkat dan mudah dibanding
perjalanan-perjalanan sebelumnya. Kondisi dibukaya jalur yang dekat inilah yang
membuat Batavia berkembang dari sisi kependudukan.
Selain itu, pengaruh Wetelverden yang menjadi pemukiman nyaman bagi
orang-orang Eropa menjadi alasan lain pendatang singgah di Batavia. Untuk
memberikan kemudahan bagi para pendatag yag bermukim di Batavia, pada
pertengahan abad 19 ini sudah tersedia jasa-jasa transportasi darat untuk publik
56
Susah Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 73.
51
dan semuanya menggunakan kuda menunjukan keberadaan mulai dari eksterior
dan interior, seperti susuan tempat duduk penumpang dan jenis roda kereta yang
berbeda. Satu contoh dari kereta kuda itu adalah kereta kuda. Kereta kuda ini
mempunyai tempat duduk terbagi dua, kanan dan kiri yang memisahkan dikedua
yang sisi yang berbeda. Sebelum adanya delman, kereta kuda57
dengan nama
kahar per sudah lebih dulu ada. Begitu pula kereta kuda yang hanyas bisa
menupang empat orang saja, dua orang di depan dan sisanya di belakang
membelakangi sang kusir.58
Abad ke-20 Batavia terkenal juga dengan kemajuan transportasi yang
berdampak pula terhadap kemajuan perekonomian di Batavia itu sendiri.
Transportasi yang lazimnya digunakan oleh masyarakat Batavia adalah trem kuda,
khususnya oleh penduduk yang tidak memelihara kuda keretanya sendiri. Menurut
Tio Rek Hong, ada kendaraan lain yang digunakan yaitu kahar yang memakai dua
roda, atau kahar per atau yang sering disebut oleh orang Priangan dengan sebutan
kahar Dongdang. Untuk di dalam kota kahar per atau trem kuda ditarik
menggunakan tenaga kuda, akan tetapi untuk perjalanan panjang diluar kota
ketempat jauh ditarik oleh sedikitnya dua ekor kuda gunung.59
Kemudian ada Dos a dos (Sado), yang namanya harus menunjukan,
penumpangnya yang harus duduk belakangnya menghadapi belakang penumpan
lain (dua duduk di bagian muka, termasuk kusirnya, dan dua duduk di belakang).
Lalu muncul delman yang namanya berasal dari nama tuan Delman yang mulai
57
kereta kuda yang memiliki jendela di keempat sisinya yang dapat dibuka dan ditutup,
kusirnya tidak duduk di kuda melainkan berlari di samping kuda. 58
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 69. 59
Tio Tek Hong, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-
1959,(Jakarta: Mansup Jakarta, 2007), h. 75.
52
menggunakan kendaraan model ini. bagi orang-orang yang mampu, teruama tuan-
tuan toko biasanya kereta Plankijn yang ditarik dengan dua kuda, beroda empat,
memuat dua penumpang yang duduk di dua bangku saling berhadap-hadalan,
yang keretanya ditiup dengan menggunakan sepasang jendela.
Gambar 1
Sumber: http://media-kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/13?q_searchfield=sado
(diakses pada tanggal Kamis, 16 Maret 2017).
Foto pada gambar tersebut adalah jenis kereta kuda bernama Sado. Kereta
beroda dua yang ditarik oleh kuda. Berfungsi sebagai alat angkut baik manusia,
hewan, maupun barang-barang, termasuk barang-barang hasil pertanian baik
53
sawah maupun kebun atau ladang dengan muatan lebih banyak dari becak dan
mempunyai jarak tempuh lebih jauh. Dinamakan sado, karena berasal dari kata
Dos a Dos, yang artinya beradu punggung. Alat ini ditarik oleh dua kuda, dan
dikendalikan seorang kusir (sais). Tempat duduknya dua di depan (termasuk
kusir) menghadap ke depan, dan dua di belakang menghadap ke belakang. Terbuat
dari kayu, papan, besi, terpal kulit, roda dengan lapisan irisan karet bekas ban
mobil. Sado lebih gampang dinaiki karena tidak setinggi Kahar.
Masih ada beberapa jenis kereta kuda lainnya yang juga hampir sama
dengan delman, kahar per dan sado dengan menampilkan ciri khas tertentu.
Kekhasan dari kereta kuda tersebut adalah menjadi langganan bagi kalangan
mengengah ke atas di Batavia. Ditarik dengan dua ekor kuda dan mempunya
empat roda pada kereta pengangkutnya, kereta itu dinamakan pelangki dan ebro.
54
BAB III
Trem di Batavia Pada Masa Hindia Belanda dan Jenis-jenisnya
A. Trem Sebagai Transportasi Umum Darat di Batavia
Sebagai alat transportasi darat tertua di dunia, trem sebagai transportasi
umum sudah menemani manusia dalam berbagai aktivitas, menjadi transportasi
umum massal di perkotaan membuat tram membantu warga kota dalam aspek
sosial maupun ekonomi.
San Farnsisco adalah sebuah kota terdapat keempat di negara bagian
California dari Amerika Serikat merupakan kota yang mengoprasikan trem.
Dioprasikan pada tahun 1873, trem listrik di Sanfransisco sampai saat ini masih
bertahan dengan trem dan gandar.1 Dengan menyajikan kecepatan dan menempuh
jarak lebih jauh dengan mudah, trem memungkinkan kota berkembang dengan
pesat.
Semenjak diperkenalkannya kereta api di Hindia Belanda, tepatnya di
Semarang pada 22 Juni 1865,keberadaan transportasi berbasis rel menjadi penting
keberadaannya bagi kepentingan pemerintah kolonial dan masyarakat. Menyadari
pentingnya transportasi berbasis rel ini untuk hadir di Hindia Belanda bermula
disaat komoditi yang diantar melalui jalur darat yang menggunakan kereta kuda
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai pelabuhan Semarang.Menurut
Kopiist,Hindia Belanda sangatlah cocok mendatangkan transportasi berbasis rel,
1 Trem gandar adalah jenis transportasi yang digunakan pada abad 19 sampai abad
pertengahan abad 20. Menyandang sebagai trem generasi pertama, transportasi berbasis rel ini
digunakan untuk memikat wisatawan yang berkunjung ke kota Sanfransisco dengan bentuknya
yang unik.
55
apalagi untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang tak dijangkau jalan yang
dibangun Daendels.
Pada masa Deandels berkuasa, banyak jalan besar dibangun di kota baru
Batavia (Jakarta Pusat). Walau cukup banyak jalan yang bibangun ketika itu di
Batavia belum memiliki transportasi massal. Untuk berpergian orang-orang Eropa
menggunakan kuda/ kereta kuda yang disewakan atau milik sendiri. Sedangkan
sebagian etnis lain termasuk pribumi memilih berjalan kaki, naik pedati dan kereta
yang ditarik atau digotong oleh manusia.
Warga Batavia mengenal angkutan umum berbasis rel sejak 1869. Ketika
itu sarananya berupa kereta di atas rel yang ditarik oleh beberapa kuda. Kontribusi
trem dalam membantu warga kota juga dialami di Batavia. Melaui transportasi
umum trem di Batavia penduduk kota menjadi lebih dinamis dalam pegawai yang
bekerja di kantor pemerintahan dan perusahaan swasta, mereka dapat menjangkau
tempat bekerja dalam waktu relatif singkat.
Profesi pedagang ikut mendapatkeuntungan dalam mudahnya mengangkut
barang dengan trem. Hal ini dikarenakan satu gerbong dari trem yang disebut
Pikolanwagen menjadi bagasi untuk membawa muatan besar. Keadaan demikian
secara tidak langsung menambah dan memperkuat kehidupan ekonomi penduduk
kota yang bersimbolis dengan transportasi trem.
Sejak diperkenalkannya tanaman kopi di daerah Priangan pada abad 18,
maka di satu pihak diperlukan pengangkutan dari pedalaman Jawa Barat ke
Batavia.Di pihak lain diperlukan juga pengembangan kota Batavia sebagai kota
dagang yang makin besar.Pada masa Batavia awal di antara abad 18 sampai awal
56
abad 19 memang belum tersedia transportasi darat massal, tetapi keberadaan
transportasi darat tidak bisa dikatakan tidak ada. Kereta kuda dan pedati adalah
transportasi darat yang mendominasi lalu lintas di Batavia.
Melihat pengaruh transportasi trem sebagai moda transportasi massal,
pemerintah kolonial Belanda di Batavia merasa perlu mendatangkan trem yang
dianggap layak menjadi salah satu komponen penggerak mobiltas penduduk baik
secara sosial dan ekonomi. Besarnya pengaruh pemerintahan kolonial Belanda
membentuk wajah Batavia dalam menghadirkan transportasi memang tak lepas
dari keadaan. Percepatan ekonomi dan kemajuan teknologi dunia dalam
menghasilkan invensi dan inovasi baru bagi manusia juga keadaan Batavia yang
miskin akan fasilitas menjadikan trem sebuah solusi tepat sebagai sarana angkut
yang lebih layak bagi khalayak.
1. Trem Kuda
Sebagai kota kolonial Belanda mulai menerapkan transportsi trem kuda
pada tahun 1969. Belanda sendiri sudah menerapkan transportasi ini lima tahun
sebelum beroprasinya trem kuda di Batavia, 2 dengan rute yang menghubugkan
Scevening dan Delft.3 Trem kuda yang sering disebut tramway di Batavia,
menjadi satu-satunya transportasi umum yang bisa mengangkut penumpang lebih
banyak pada saat itu. Menurut surat kabar harian Java Bode pada desember
1860,penggunaan trem ditarik kuda yang merupakan transportasi massal adalah
ide dari Mr.J Babut du Mares seorang warga keturunan Eropa yang peduli
terhadap transportasi umum di Batavia.
2 A. J, Veenendal, Railways in the Netherlands: A Brief History, 1834-1994, (Standford
University Press, 2001), h. 83. 3 H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, (Roterdam: Wyt, 1972), h. 10.
57
Untuk merealisasikan rencana pengadaan trem, pemerintah Hindia-
Belanda memberi pelaksana pembangunan pada firma Dumler & Co yang
kemudia mulai dibangun pada 10 Agustus 1867. Tidak hanya gagasan dari babut
du Mares, seorang kewarganegaraan Belanda Bernama Martinus Petrus turut andil
lewat mendirikan lewat perusahaan trem yang ia bentuk.4 Dalam hal pengadaan
trem ia mengungkapkan perlunya penyediaan alat transportasi untuk kepetingan
umum yang efektif, efisien, cepat dan murah.5
Keputusannya keluar pada Desember 1857, proyek pembangunan dan
pengoprasian trem dilanjutkan oleh Pemerintah Hinda-Belanda. Trem yang tidak
dibuat di Belanda ataupun Jawa itu tetapi merupakan hasil produksi pabrik
Bonnefond, Ivry, Prancis, didatangkan pada September 1868 dengan kapal-kapal
yang membawa material-material untuk membangun jalur beserta instalansi kuda
pengangkut trem.
Pada tanggal 20 April 1869 trem ditarik dengan kuda diresmikan, selang
tujuh tahun usulan mengenai sarana transportasi umum massal yang harus
diadakan di Batavia. Gerbong-gerbong trem yang ditarik kuda dijalankan di atas
rel yang memiliki lebar sepur 1.188 mm.6 Trem kuda yang dikelola oleh
Bataviasche Tramway Maatschapapij (BTM) dan Firma Dummler & co ini
mempunyai beberapa lijn atau lintasan, yakni:
1. Amsterdamsche Poort (Sekarang Jl. Pasar Ikan) sampai Harmoni
2. Tanah Abanag sampai harmoni
4 From Tramway to Busway”, http//www.redgede.com/blogs/arundhat1/from-tramway-
tbusway.html (diakses pada hari, Sabtu, 18 Maret 2017) 5 Zeffry Alkatiri, Pasar Gambir, Komik cina & Es Shanghai; Sisi Melik Jakarta 1970-an
(Depok: Mansup Jakarta), h. 157. 6 S.A Reitsma, Korte Geschiedenis der N.I.S Tremwegen, (Weltevrenden: G. Kolff & Co,
1928), h. 39.
58
3. Meester Cornelis (Jatinegara) sampai Harmoni
Dikemudian oleh seorang kusir yang didampingi kondektur, trem ditarik
dua, tiga sampai empat ekor kudaditambah dengan gerbongnya yang berjalan di
atas rel berbentuk cekung sehingga roda gerbong bisa masuk ke dalam. Dalam
satu gerbong trem kuda dapat memuat 40 orang. Tarif untuk menarik trem kuda
hampir semua sama disetiap rute, 10 sen untuk sekali perjalanan, tiap penumpang
yang naik ini akan diberi karcis yang telah distemple dengan nomor jalan.7
Gambar 2
Sumber:https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Tramrijtuig
_met_passagiers_in_Batavia_TMnr_3728-770.jpg
(diaksespadatanggal Kamis,16 Maret 2017).
Dari gambar ilustrasi tersebut memperlihatkan kondisi di dalam gerbong
trem yang berisi penumpang dan dikejauhan kusir yang membelakangi para
7 Tio Tek Hong, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-1959, h. 41.
59
penumpang sedang mengendarai trem.Pada ilustrasi ini jelas terlihat dalam satu
gerbong trem kuda adanya keragaman etnis dengan pakaian yang mereka
kenakan. Contohnya penumpang etnis Tiongkok, dengan pakaiannya seperti itu
biasanya mereka adalah buruh pekerja, lalu pria Eropa dengan setelah jas bisa jadi
ia berprofesi sebagai pedagang atau pejabat menengah ke atas. Belum
diterapkannya sistem kelas membuat warga Batavia yang multi etnis harus
menumpang trem kuda yang sama bercampur baur disatu-satunya transportasi
massal pada saat itu.
Manajemen keuangan yang buruk dan tidak adanya segregasi, membuat
banyak orang Eropa menganggap penggunaan trem kuda telah merendahkan
martabatnya. Hal ini tidak lepas dari pandangan orang Eropa yang menganggap
tremkuda menurunkan kelas mereka. Sistem yang belum menerapkan pembagian
kelas, membuat dalam satu gerbong memuat orang-orang dari ras dan kelas sosial
bercampur baur, hal ini membuat orang-orang Eropa yang menganggapderajatnya
lebih tinggi tidak nyaman.
Trem kuda juga menimbulkan persoalan baru. Ketika di tengah jalan
bayak trem kuda yang berhenti dan mogok, akibatnya bayak kuda-kuda yang
kelekahan dikarenakan jumlah volume orang yang ditumpangi terlalu banyak
sehingga membuat kuda tidak kuat dan juga banyak yang mengalami kematian.
Selain itu juga banyak kuda-kuda yang terkadang membuang kotorannya di
tengah jalan, membuat banyak orang meresa risih dan terganggu akibat bau yang
tidak sedap. Semenjak banyak kuda yang mengalami kematian, bahkan dalam
setahun, perusahaan trem kehilangan 545 ekor kuda. Harga kuda mulai
60
mengalami kenaikan membuat ongkos trem kuda juga mengalami kenaikan.
Mulai saat itulah trem kuda bersangsur-angsur digantikan oleh trem uap
2. Trem Uap
Pada tahun 1880-an, trem kuda mulai kehilangan pamor karena keberdaan
trem kuda digantikan dengan trem uap, sehingga trem kuda tidak beroprasi lagi
pada 6 Januari 1887. Banyaknya kerugian yang didapat oleh BTM memicu pada
berhentinya pengoprasian trem kuda. Dari kerugian tersebut, BTM memutuskan
berhenti dalam meneglola trem kuda pada tahun 1880.8 Kendali pengelolaan trem
kuda berpindah ketangan Firma Dummler & co sampai berakhir masa perusahaan
ini dalam mengelola pada 1 Februari 1882. Berakhirnya perusahaan ini dalam
mengelola trem kuda juga dikarenakan banyak yang mati, untuk mengatasi hal itu
trem kuda diganti dengan steam tramway engines dengan mendapati izin dari
pemerintah Hindia-Belanda untuk menggunakan trem uap pada tahun 1881.
Setelah Dummler habis masa konsesinya, aset dari perusahaan trem kuda
kemudian diambil alih oleh Nederlandsh indische Masatschappij (NITM). Untuk
mengganti trem kuda yang bermasalah, pengoprasiaannya diganti dengan tem uap
hasil produksi pabrikan dari Jerman yaitu Lokomotiv Fabrik Hohenzollern. Mula-
mula trem uap memanfaatkan jalur trem kuda, sampai berangsur-angsur diganti
dan rampung pada tahun 1884.9
Proses konversi dari trem kuda menjadi trem uap dilakukan tahap demi
tahap karena trem kuda masih ada yang beroprasi sampai tahun 1887. Proses
konversi dimulai paa bulan Juli 1883 dan rampung pada tanggal 15 september
8 H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, h. 30.
9 H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, h 29.
61
1884, sebagian besar dari lokomitiv trem merupakan produksi pabrik Beynes,
Belanda.10
Adapun moda transportasi ini memiliki tiga lijn atau jalur, yakni.
1. Batavia sampai harmoni
2. Harmoni sampai Rijswijk sampai kramat
3. Kramat sampai Meester Corneli
Gambar 3
Postspaarbank di tepi Molenvliet yang menjadi pusat trem uap di Batavia.
Sumber: http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/1?q_searchfield=tram
Diaksespadatanggal, Kamis 16 Maret 2017
Semenjak diganti NITM banyak perubahan terjadi. Pertama, dari rute yang
mengarah ke Meester Coenelis (jatinegara) diperpanjang sampai Ksmpung
Melayu. Kedua, untuk mengganti kuda NITM menggunakan lokomotif uap untuk
menjalankan trem dengan menerapkan tipe Fireless engine dengan
10
H.J.A Duprac, Trams en Tramlijne: Standstam op Java. h. 10.
62
memberdayakan sebuah ketel pengisian yang disebut remise, dimana lokomotif
membawa tabung uap bertekanan tinggi.
Pembagian kelas ini juga berdampak pada tarif. Untuk kelas satu yang
diperuntukkan kelas atas, biasanya didominasi oleh orang-orang Eropa, untuk
sekali perjalanan tarifnya dikenakan sebesar 20 sen, sedangkan untuk kelas dua
diduduki mayoritas penumpang orang-orang timur asing baik dari Cina, Arab atau
India dikenai tarif sebesar 10 sen dan kelas tiga untuk pribumi atau bumiputera
juga sama dengan kelas dua.
Bila dibandingkan dengan trem kuda, trem uap awalnya disambut hangat
karena dianggap lebih modern dan diharapkan memberi kenyamanan. Tarif untuk
naiknya yang murah dan pelayanannya juga ditingkatkan, seperti mempercepat
kedatangan trem dari 10 menit menjadi 7,5 menit sekali pada tahun 1889. Satu sisi
lain yang membuat transportasi ini digandrungi adanya sistem kelas. Bagi para
warga kulit putih yang mayoritas berkewarganegaraan Belanda adanya pembagian
kelas merupakan berita yang baik, karenya menurut mereka selama belum
dibagikan kelas pada gerbong mereka merasa tidak nyaman karena bercampur
dengan etnis lain, terutama dengan para pribumi.
Euforia para pengguna trem uap tidak berlangsung lama. Banyak
permasalahan yang muncul karena keberadaan trem uap, dan mulai dari masalah
matinya mesin sampai matinya manusia karena ditabrak oleh trem. Belum lagi
karena kondisi mesin yang sering kotor menjadi salah satu alasan, lalu disaat
musim hujan tremuap sering mogok karena tabung uap dari lokomotif menjadi
dingin. Pada tahun 1933 trem uap resmi berhenti dioprasikan dijalan-jalan
Batavia,
63
Perkembangan teknologi yang semakin maju dan setelah Michel Feraday
menciptakan aliran listrik melaui kawat di abad ke-19, menciptakan inovasi baru
pada transportasi yaitu trem dengan tenaga listrik berhasil oleh Ernst Werner von
Siemens pada akhir abad ke-1911
Trem listrik pertama kali melakukan percobaan
dipinggiran kota Berlin, Jerman pada tanggal 16 Mei 1881. Sebelum dijalankan,
Ernst Werner von Siemens bahkan sudah membuat jalur rel beraliran listrik
terlebih dahulu pada tahun 1979.12
3. Trem Listrik
Perkembangan teknologi yang semakin maju dan setelah Michael Faraday
menciptakan aliran listrik melalui kawat di abad ke-19,menciptakan inovasi baru
pada transportasi yaitu trem dengan tenaga listrik. Trem listrik berhasil ditemukan
oleh Ernst Werner von Siemens pada akhir abad ke 19. Trem listrik pertama kali
melakukan percobaan di pinggiran kota Berlin, Groß-Lichterfelde, Jerman pada
tanggal 16 Mei 1881.Sebelum dijalankan, Ernst Werner von Siemens bahkan
sudah membuat jalur rel beraliran listrik terlebih dahulu pada1879.
Seiring perkembangan teknologi, trem uap pun bergeser oleh trem listrik.
Trem listrik mulai beroprasikan di Batavia paa bulan April 1899, mengalahkan
Belanda yang baru memakai jasa trem listrik antara Haarlem dan Zandbvoort
pada bulan Juli 1899 dikelolaoleh Batavia Elektrische Tram Maastschappij
(BETM), perusahaan ini juga menerima izin konsensi pemasangan jalur dan trem
listrik. BETM tidak seperti NITM yang menggunakan trem diproduksi dari pabrik
11
. Lihat situs resmi perusahaan Siemens dengan alamat situs
http//www.siemens.com/history/en/news/1051_von_siemens. 12
. Akses dan unduh pemaparan tentang sejarah trem listrik dari siemens di situs berikut:
http//www.siemens.comhistory/pool/innovationen/mobilitaet/the_siemens_trem_from_past_to_pre
sent.pdf
64
Jerman, trem listrik justru didapat dari Belgia, produksi dari pabrik bernama Dyle
en Becalan.
Pelayanan trem listrik jelas lebih baik daripada trem uap yang bergantung
pada suhu uap dan kerap kali menimbulkan polusi dan suara yang bising.
Walaupun tetap saja, trem listrik tidak berjalan mulus karena terkadang
mengalami gangguan dikala banjir datang. Mendapat pasokan listrik dari
Algemencee Nederlandsch Indisch Elektriciteits-Maatschappij (AEG) yang
sumber pembangkit tenaga lisatriknya terdapat di daerah Meester Cornelis
(Jatinegara).
Gambar 4
Sumber: http://media-kitlv.nl, (diaksespadatanggal, Kamis, 16 Maret 2017)
65
Foto di atas berikut adalah perayaan dari pembukaan trem listrik di
Batavia yang diambil pada tanggal 11 April 1899. Trem listrik memiliki
karakteristik yang cukup jelas, pada atap pada gerbong penariknya terdapat
pantograf yang terkoneksi pada sambungan kabel di atas jalurnya.Di beberapa
badan gerbong-gerbong trem listrik terdapat suatu yang khusus, yaitu gerbong
dengan tulisan “Inlanders”, gerbong yang mengindikasikan gerbong tersebut
khusus mengangkut orang-orang pribumi seperti yang terlihat di sisipan foto
sebelah kiri bawah.
Pelayanan trem listrik jelas lebih baik dibandingkan tremuap yang
bergantung suhu uap pada mesin dan kerap kali menimbulkan polusi udara dan
suara. Walaupun tetap saja, trem listrik tidak berjalan mulus karena terkadang
mengalami gangguan dikal hujan dan banjir. Mendapat pasokan aliran listrik
dari Algemenee Nederlandsch Indische Elektriciteits-Maatschappi j(AEG) yang
sumber pembangkit.
Pemisahan kelas juga diterapkan pada trem listrik, pada awal trem listrik
ini, tarif yang ditentukan adalah 15 sen, 10 sen untuk kelas dua dan 5 sen untuk
kela stiga. Trem listrik memberi pelayanan dengan 13 buah trem yang tiap 10
menit sekali siap mengangkut penumpang. Tersedianya trem listrik di Batavia
tak membuat trem uap terpinggirkan, NITM dengan trem uapnya masih
beroperasi di ketiga lijn yang sudah dipakai dari 1880-an.
66
Gambar5
Peta Batavia danJalur-Jalurtremtahun 1941 Sumber: H. J. A Duprac, Trams en Tramslijen: De Stadstrams op Java
Jalur trem milik BVM memiliki enam lijn, empat diantaranya jalur lama
yang merupakan lijn bawaan dari kedua perusahaan trem milik BETM dan NITM.
Kelima dari lijn trem BVM tersebut adalah:
67
Rute 1: Stasiun di pintuGerbang Amsterdam menujuStadhuisplein (Taman
Fatahillah) – NieuwpoortStraat (JalanPintuBesar Utara dan Selatan) – Molenvliet
West (Jalan Gajah Mada) – Harmoni.
Rute 2: Ruteinimerupakanlanjutandarirute 1. Dari Harmoni - Rijswijk
(Jalan Veteran)-Wilhelmina Park (Masjid Istiqlal)-Pasar Bar -Senen -Kramat-
Salemba-Matraman-MeesterCornelis (Jatinegara). Rute 3: Dari Harmonimenuju
Tanah Abang-Kampung Lima Weg (Sarinah–TamarinDelaan (Jalan Wahid
Hasyim)–KebonSirih–KampungBaru (Jalan Cut Mutia–Kramat. Rute 4:
RuteinimerupakancabangdariRute 3. Dari Harmonimenuju Istana
GubernurJenderal (Istana Merdeka), Koningsplein (Medan Merdeka)-
StasiunGambir- TuguTani- KampungBaru (Jalan Cut Mutia).
Hadirnya perusahaan trem kedua di Batavia, yaitu BETM dengan trem
listriknya memang berdampak besar sebagai salah satu transportasi publik kota.13
Pada tahun 1925, Burgermeester (walikota) Batavia yang dijabat oleh Ir.
Voorneman, mengusulkan agar kedua perusahaan trem ini di Batavia, NITM dan
BETM bergabung sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
transportasi darat.14
Menurutnya lijn trem listrik yang melintas di wilayah Tanah
Abang, Mangga Dua, Jacatraweg, Kramat dan Gunung Sahari itu tidak
menguntungkan, karena rute yang ditempuh penduduknya belum sebanyak jalur
trem uap dari NITM, maka dari itu akan lebih baik dianjurkan untuk digabung.15
13
Mona Lohanda, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, (Depok: Mansup jakarta,
2007), h. 235. 14
Lihat sumber artikel internet mengenai sekilas sejarah perusahaan trem di situs berikut:
http//www.thejakartapost.com/news/2000/10/12/ppd039s-history-goes-back-batavia-a-trem-
firm.html (diakses pada hari Senin, 13 Maret 2017). 15
Star Weekly, dalam artikel berita yang berjudul “trem Kota Djakarta Akan Tamat
Riwajatnja”, 29 Maret 1960.
68
Setelah melalui pertimbangan, pada tanggal 31 Juli 1930 NITM dan
BETM menjadi satu perusahaan bernama Bataviasch Verkeers Maatschappij
(BVM). Gabungan kedua perusahaan ini mewarisi pengelolaan elektrifikasi pada
trem listrik yang baru selesai seluruhnyapada 1 Maret 1934. Sedangkan
pengoprasiannya trem uap sudah berhenti setahun sebelumnya pada September
1933. Selain trem, BVM juga bertanggung jawab dalam mengelola pengoprasian
bus-bus di Batavia.
Sudah sekian kali trem di Batavia mengalami siklus pergantian yang
dibedakan dari jenis tenaga penggeraknya. Sepuluh tahun lebih setelah BVM
berdiri pergantian kembali terjadi, tetapi kini dari pemerintahan baru yang
menguasai Hindia Belanda. Dalam usahanya untuk membangun suatu imperium
di Asia tahun 1942 menjadi awal dari kependudukan Jepang di Hindia Belanda.
Beralihnya pemerintah seketika juga merubah kepemilikan trem di Batavia BVM
mulai diambil alih oleh tentara ke Jepang yang mendarat di pulau Jawa pada awal
bulan Maret.
69
BAB IV
Trem di Jakarta 1942 dan Dihapusnya Oleh Presiden Soekarno
A. Masa Pendudukan Jepang
Kuasa atas kota Jakarta berpindah dari satu pihak ke pihak lain, bahkan
ada masa di mana kota ini pernah dikuasai tiga pihak dalam waktu bersamaan,
yaitu Belanda, Jepang dan Inggris. Ketika Jepang menduduki Nusantara dan
membaginya menjadi beberapa wilayah. Batavia yang diubah menjadi Jakarta
merupakan Ibukota salah satu wilayah tersebut yaitu Jawa. Karena hasil perang
Pasifik belum jelas maka masa depan negara dan kota ini juga tidak menentu.
Belanda kembali ke Indonesia dengan membonceng Inggris dan berupaya
mengambil kembali koloninya. Selama satu tahun lebih Inggris bertindank
sebagai penengah antara Republik Indonesia dan Belanda. Di Jakarta, hal ini
menyebabkan bentuk pemerintahan kota triparit. Setelah menghasilkan
kesepakatan yang rentan antara kedua belah pihak pada November 1946, Inggris
meninggalkan Jakarta.
Pendudukan Jepang tentu saja membawa perubahan-perubahan politik
penting. Namun, pengaruh pemerintahan Jepang terhadap kehidupan penduduk?
Apakah Jakarta menjadi tempat yang berbeda setelah domisili Belanda berakhir
dan Indonesia memasuki kawasan kemakmuran bersama yang dibawa Jepang?
Ketika memasuki Batavia, pasukan Jepang mengibarkan bendera Merah
Putih berdampingan dengan Matahari Terbit di truk-truk mereka. Masa yang
70
sangat senang mengelu-elukan kedatangan mereka dan menawarkan hadiah
berupa makanan dan minuman kepada para prajurit Jepang. Namun beberapa hari
kemudian, Jepang melarang pengibaran bendera Indonesia atau menyanyikan lagi
Indonesia Raya. Kini terlihat jelas bahwa penguasa baru tersebut, yang sangat
senang atas kemenangan-kemenangan awal mereka, hanya tertarik untuk meraih
kemenangan besar dan memasukan Indonesia ke dalam Kawasan Kemakmuran
Bersama Asia Timur Raya (Dai-to-a Kyoeiken) yang dipimpin oleh Jepang.1
Semenjak Jepang menguasi Batavia, gejolak perubahan mulai banyak
terjadi, terutama hal berkaitan dengan kebijakan Jepang yang berupaya
menghapus semua pengaruh Belanda di Ibukota. Salah satu upaya itu adalah
pengggusuran patung Jan Pieterszoon Coen dari tempat kehormatannya di
Waterlooplein. Selain itu juga Jepang merubah nama Batavia menjadi Jakarta
(Jakarta Tokubetsu Shi) pada tanggal 10 Desember 1942 menurut Osamu Seirei.2
Nama-nama jalan di Jakarta juga ikut dirubah menjadi nama Jepang atau
Indonesia, seperti Van Heutz Boulevard menjadi nama Imamura dan Oude
Tamarindelaan menjadi Jalan Nusantara.
Jepang ingin menanmkan pengaruhnya di Jakarta seperti Belanda yang
ingin menjadikan Jakarta sebuah kota Eropa. Orang-orang Indonesia yang
menjadi pegawai administrasi dan guru diberkan kursus-kursus pelatihan untuk
memperkenalkan kebiasaan dan kebudayaan Jepang. Pegawai negeri dipaksa
untuk mempelajari bahasa Jepang. Di sekolah-sekolah, pelajaran bahsa Belanda
dan Inggris digantikan dengan bahasa Jepang.
1 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 183-184.
2 The Kiang Gie, Penamaan Kota Djakarta, h. 26-27.
71
Pada Oktober 1942, semua penada dan iklan dalam bahasa Belanda harus
diganti ke dalam bahasa Jepang atau Indonesia. Berbicara dan menulis dalam
bahasa Belanda pun dilarang di Jakarta hanya bahasa Indonesia atau Jepang yang
diperbolehkan dan semua orang Eropa asli segera dipenjarakan. Sebagian besar ini
tiak mengejutkan, hal yang belum jelas adalah siapa yang akan menggantikan
Pemerinta Belanda.
Pada 1 Juli 1942, bagian administrsi kemiliteran Jepang membentuk biro
perhimpunan transportasi darat yang dinamakan Rikuyu Sokyoku. Biro atau
perusahaan jasa yang dibentuk untuk menangani berbagai macam transportasi
darat di jawa, transportasi itu meliputi bus, truk, gerubak, becak dan transportasi-
transportasi berbasis rel.3 Transportasi trem di Jakarta termasuk di dalamnya, dan
berhasildiambil alih tentara Jepang pada 15 Maret 1942, dan sekaligus berhasil
merubah namanya menjadi Seibu Rikoyu Kiko Djakarta Shinden pada tanggal 17
Desember 1942.
Pada masa Jepang sudah tidak ada lagi jalur penambahan jalur trem secara
besar-besaran. Malah sebaliknya, beberapa jalur trem di Jakarta justru dipotong
atau diperpendek dan dibatasi trayek pengoprasiannya. Alasannya, jalur rel besi
tersebut berguna untuk kepentingan dan fungsi militer Jepang. Diantaranya
pembatasan itu terdapat jalur-jalur yang masih tersedia, jalur itu diantaranya
adalah:
1. Kramat – Viaduct Jatinegara
2. Kramat – Glodok
3. Tanah Abang – Glodok
3 Peter Post & Elly Touwen-Bouwsma (editor), Japan, Indonesia and The War, (Leiden:
KITLV Press, 1997), h. 115-116.
72
4. Tanah Abang – Kramat
Mekipun pemerintahan militier Jepang tampak acuh dalam mengelola
transportasi umum, ada satu bagian yang memberikan pengaruh positif bagi
penduduk pribumi dari trem di Jakarta. Berkat propaganda Jepang yang dalam hal
ini bertujuan mengambil hati rakyat Indonesia (Warga Jakarta), kelas tiga pada
trem yang awalnya diperuntukkan khusus untuk penumpang pribumi akhirnya
dihapus. Kelas tiga yang dihapus keberadaannya pada trem kemudian berimbas
pada harga karcis. Pada 1 Agustus 1945 tarif trem untuk sekali naik menjadi 10
sen bagi setiap penumpang untuk segala golongan.
Suasana yang mencekam di kota Jakarta karena pertempuran antara
pasukan Inggris dengan para pemuda membuat trem tidak mempunyai jadwal
tetap.Trem yang biasanya tersedia pelayanannya sekitar 10 menit sekali menjadi
15 menit sekali dan hanya beroperasi siang hari.Jam operasi yang dibatasi juga
disesuaikan dengan beberapa lijn yang mengalami pembatasan trayek pada
periode perang ini.
B. Trem Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia
Seusai deklarasi kemerdekaan berhasil dikumandangkan oleh Soekarno,
para pemuda merasa memproklamasikan kebebasan dari pihak asing belumlah
cukup. Butuh tindakan yang lebih lanjut agar berita kemerdekaan indonesia lebih
tersiar yaitu dengan mengambil alih beberapa perusahaan di Jakarta yang masih
dikelola oleh pemerintahan Jepang termasuk perusahaan trem.
73
Ketegangan di Jakarta antara para pemuda dan para pemimpin yang ingin
bekerjasama dengan Jepang pecah menjadi konflik terbuka ketika membahas
deklarasi kemerdekaan. Pada awal Agustus 1945, telah diketahui secara tidak
resmi bahwa akhir perang sudah semakin dekat. Menurut mereka, para pemimpin
harus mengumumkan kemeredekaan atas keinginan sendiri sebelum Japang
menyerah.
Pada 15 Agustus yang tergabung dalam kelompok pemuda dari Asrama
Menteng 31, mendekati Soekarno dan Hatta, mendorong keduanya untuk segera
mendeklarasikan kemerdekaan karena beritanya menyerahnya Jepang sudah
terima secara rahasia dan tidak lama lagi diperkirakan akan di umumkan secara
resmi. Ketika para pemimpin menolak, kelompok pemuda menculik keduanya
pada malam hari dan membawa mereka ke Rengasdengklok,di luar Jakarta.
Sukarno dan Hatta kemudian meyakinkan para pemuda bahwa deklarasi
kemerdekaan dapat dilakukan tanpa persetujuan Jepang namun sekilas tidak
menentang mereka secara terbuka. Di sinilah bantuan Laksamana Maeda terbukti
sangat berharga. Ia menawarkan rumahnya sebagai tempat aman untuk
merencanakan langkah terakhir dan menjamin ketidakhadiran Jepang selama
deklarasi penting ini. Proklamasi kemerdekaan dibacakan pada tanggal 17
Agustus di luar rumah Sukarno di jalan pegangsaan Timur nomor 56.
Kami Bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.4
4 Berikut adalah teks proklamsi kemerdakaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh
Sukarno di kemiamannya di jalan Pegangsaan Timur nomor 56.
74
Merekalah yang kemudian bergerak cepat menyebar luaskan berita
kemerdekaan ini, dengan membentuk sebuah organisasi yang disebut Angkata
Pemuda Indonesia (API) pada 1 September 1945.5 Para pemuda rolusioner ini
memiliki tujuan menyabot dan mengambil alih perusahaan komunikasi seperti
telepon, radio,6 dan banyak gedung pemerintahan atau perusahaan swasta.
Kesigapan API yang tak mau menunggu sikap para golongan tua yang masih ragu
dengan mengamati Jepang, dilakukan dari mulai tanggal 3 sampai 11 September
1945 tanpa adanya bentuk perlawanan dari pihak Jepang.7 Begitu jugayang terjadi
pada perusahaan transportasi kereta api dan trem di Jakarta, ats dorongan API para
pekerja stasiun-stasiun kereta api dan pekerja trem mulai mengambil alih.
Incaran pertama para pemuda revolusioner adalah menduduki transportasi
seperti kereta api dan trem. Diprioritaskan lebih awal dalam pengambil alihan
jawatan-jawatan yang dikuasai Jepang, disebabkan karena dengan adanya
transportasi ini akan mempermudah mobilisasi para pejuang beserta perlengkapan
yang mereka bawa. Dipimpin oleh Johar Nur, Kusnandar, Sidik, Husan, Gayo dan
Armansjah perebutan sukses dilakukan di lakukan di Stasiun Kota dengan bantuan
pegawai dan buruh kereta api juga mengambil alih stasiun Manggarai dan Stasiun
5 Robert B. Cribb dan Hasan Basri, Gejolak revolusi di Indonesi 1945-1949: Pergulatan
Antara Otonomi dan Hegemoni, (Jakarta: Perpustakaan Utama Graffiti, 1990), h. 47. 6 Sarana komunikasi seperti radio menjadi senjata utama Jepang dalam melakukan
propagandany pada rakyat Indonesia. Sejak Jepang tiba, penyiaran radio diambil alih Jepang dan
membentuk jawatan baru yaitu Hoso Karni Kyoku (jawatan Urusan Radio). Pada saat itu siaran
dibawah pengawasan Sendenbu (tentara Jepang bagian propaganda. Selama enam bulan setelah
Jepang berkuasa, bahasa siaran menggunakan bahasa Belanda, Inggris, Prancis dan Arab, tetapi
kemudian dienam bulan setelahnya bahasa siaran hanya menggunakan bahasa Indonesia dan
Jepang saja. Musik-musik yang dimainkan juga hanya memainkan musik bahasa Indonesia dan
Jepang, menggantikan musik-musik dari barat yang sering dimainkan. Lihat Subroto (et al.), radio,
Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka, (Jakarta: Departemen Penerangan RI,
1995), h. 34-39. 7 Alizar Thaib, 19 September dan Angkatan Pemuda Indonesia, (jakarta: Yayasan
Padepokan Pancuran Mas, 1993), h. 123.
75
jatinegara, mereka menyatakan kereta api sekarang adalah milih RI. Sehari setelah
perebutan jawatan kereta api itu, giliran stasiun/halte trem listrik di Kramat Raya
menjadi sasaran perebutan, lalu disusul kembali stasiun-stasiun kereta api lain di
Jakarta seperti stasiun Senen, Manggarai, Gambir, dan Jatinegara.8 Berkat
perebutan itu perubahan perusahaan trem masa pemerintahan Jepang pun diganti,
dari Seibu Rikuyo Kioto Djakarta Shinden menjadi Trem Djakarta-Kota pada 13
Oktober 1945.9
Hegemoni Indonesia dalam suasana kemerdekaan tidak berlangsung lama,
karena pada awal bulan Oktober 1945 pasukan Belanda (NICA) dengan
membonceng Inggris tiba di Jakarta untuk mengambil alih kembali Indonesia dari
kekuasaan militer Jepang. Rakyat Indonesia tentu saja menyambut kedatangan
Belanda dengan protektif, terutama para pemuda di Jakarta yang masih dalam
euforia dan bangga dengan kemerdekaan yang mereka raih. Untuk
mengapresiasikan dan memberi pesan kembali trem menjadi media komunikasi
untuk menyampaikan keenganan Indonesia tunduk pada segala bentuk
kolonialisme.10
Aksi pemuda revolusioner yang ingin menyuarakan kemerdekaan dengan
menyiarkan melalui siaran radio, komunikasi, melalui telepon dan sekaligus
menduduki jawatan-jawatan yang diduduki Jepang, berlanjut dengan aksi corat-
coret tulisan semboyan-semboyan perjuangan di dinding-dinding kota Jakarta.
tidak ketinggalan pula trem di Jakarta di masa kemerdekaan ini juga memberikan
8 H. A Razak manan (et al.), Kebulatan Tekad Rapat IKADA: peristiwa 19 September
1945, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah daerah DKI jakarta, 1987), h. 36. 9 H.J.A, Trams en Tramlijne: Standstam op Java. h. 22.
10 Mohammad Hatta, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2011), h. 150-151.
76
peran sentral untuk menyuarakan dan penyambung semangat kemerdekaan warga
Jakarta.
Gambar 7
Sumber:: H.J.A. Duparc,Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java
Trem-trem di Jakarta menjadi media komunikasi visual layaknya koran
atau surat kabar berjalan yang berguna untuk menyuarakan dan memberitakan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Dapat dilihat dari adanya coretan-coretan
semanjak trem menjadi satu bagian pembebasan dari pihak asing. Terlihat pada
fotodi atas terdapat tulisan “Merdeka” disini kiri trem dari naiknya penumpang.
C. Jakarta Pada Masa Soekarno
Kota Jakarta seiring perkembangan zaman sudah menempuh masa-masa
kekuasaan berbeda yang memengaruhi tumbuh kembangnya. Terutama pengaruh
77
dari dua kekuasaan sebelumnya, Hindia Belanda dan Jepang, yang memiliki
dampak cukup besar dalam perkembangan lanjut pada kota Jakarta di bawah
kekuasaan pemerintahan Indonesia. Baik pemerintahan Hindia Belanda dengan
peninggalan bangunannya, atau Jepang dengan sistem tonarigumi yang
diterapkan pada warga kota, Jakarta pun berevolusi menjadi poros utama dari
berbagai aspek peninggalan tersebut, seperti; pendidikan,objek wisata, pusat
ekonomi, pusat pemerintahan, sosial dan politik, serta kebudayaan dan seni.
Jakarta penuh dengan patung orang yang mampak berteriak,
melambaikan tangan dan mengacungkan tinju. Cukup mengherankan bahwa
sebuah kota yang memainkan peran kecil dalam Revolusi Nasional 1945-149
dipenuhi begitu banyak monumen kepahlawanan era tersebut. Patung-patung ini
adalah hasil ide-ide Soekarno yang selama era revolusi menyuarakan kehati-
hatiannya dan menentang perubahan besar dalam bentuk apa pun, kecuali
penggulingan Belanda. Di masa pascakemerdekaan, Jakarta menjadi kendaraan
sempurna bagi Soekarno.
Soekarno menempati bekas Istana Gubernur Jendral yang diganti
namanya menjadi Istana Merdeka. Ia memiliki ketertarikan pribadi terhadap
Jakarta, dan menekankan pentingnya seni dalam kehidupan perkotaan. Merasa
nyaman di tengah kehadiran para seniman karena Istana Merdeka menjadi galeri
utama Indonesia, ia mengumpulkan para arsitek dan seniman dalam jumlah besar
untuk mendiskusikan perkembangan proyek-proyek bangunan, patung, jalan,
taman dan sarana transportasi umum yang layak dan modern. Untuk memberi
inspirasi dan mengedukasi, Sukarno mengajak para arsitek dalam kunjungan ke
78
luar negeri,11
Jakarta pada masa awal pemerintahan ini dipimpin oleh Walikota, dan
Walikota yang pertama adalah Suwiryo. Menjabat mulai tanggal 29 September
1945 sampai 21 Juli 1947, ia sempat ditawan oleh Belanda bersama tawanan
politik lainnya. Setelah RIS terbentuk, pria kelahiran Wonogiri pada 17 Februari
1903 ini kembali menjabat sebagai Walikota walau hanya setahun, mulai dari 30
Maret 1950 sampai 2 Mei 1951. Semasa jabatannya, Suwiryo menganjurkan
kepada penduduk agar tanah-tanah kosong di Jakarta diberdayakan untuk
penanaman sayuran untuk melipat gandakan hasil bumi demi kepentingan
bersama. Kepada penduduk warga Jakarta juga diperbolehkan mendirikan
gubug-gubug di sekitar lahan penanaman dengan ukuran 2x2 m²
Walikota yang kedua adalah Syamsurizal yang menjabat pada 27 Juni
1951 sampai 1 Nopember 1953. Lahir di Karanganyar, 11 Oktober 1903,
Syamsurizal pernah menjabat menjadi Walikota Bandung pada 1946, tidak
hanya itu ia juga pernah menjadi pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri dan
menjadi Residen di Pati, Jawa Tengah.Usaha-usaha Syamsurizal dalam
membangun Jakarta salah satunya adalah meningkatkan daya aliran listrik untuk
kebutuhan kota. Untuk mengatasi kekurangan itu maka dibangunlah pembangkit
tenaga listrik di Ancol.Diharapkan dengan dibangunnya instalasi pembangkit
tenaga listrik yang baru akanmengurangi pemadaman listrik yang kerap terjadi
11
Tentang hubungan Sukarno dengan para seniman, lihat Soedarmadji J.H. Damais (ed),
Bung Karno dan Seni, (Jakarta: Yayasan Bung Karno, 1979) lihat juga Susan Blackburn, Jakarta
Sejarah 400 Tahun, h. 229.
79
dan akan melengkapi kebutuhan kota seperti penerangan jalan-jalan ibukota.12
Tongkat estafet jabatan sebagai Walikota Jakarta kembali berpindah pada
tahun 1953. Kali ini Sudiro, mantan Gubernur Sulawesi yang menjabat sebagai
Walikota Jakarta pada 1 Nopember 1953 sampai 25 Februari 1958 dan Kepala
Daerah Tingkat I Kotapraja Jakarta Raya pada 25 Februari 1958 sampai 6
Februari 1960, menggantikan Walikota Syamsurizal lewat proses serah terima
jabatan.Pada masa ini kota satelit Kebayoran Baru yang dikerjakan mulai tahun
1948 selesai dikerjakan pada tahun 1956. Total ada 6.033 rumah selesai
dibangun, sebagian besar didirikan untuk tempat tinggal para pegawai
kementerian tertentu. Perkembangan selanjutnya yang terjadi adalah pembagian
wilayah kabupaten administratif Jakarta yang terbagi menjadi tiga wilayah,
yakni; Jakarta Utara, Jakarta Tengah dan Jakarta Selatan yang masing-masing
diketuai oleh seorang Wedana. Adanya pembagian wilayah membuat butuhnya
perbaikan-perbaikan, terutama pada pokok-pokok permasalahan kota Jakarta,
seperti; lalu lintas, banjir dan kebakaran, serta diwarnai perencanaan
pembangunan masjid Istiqlal yang mulai direncanakan pada1954.
Memasuki masa periode demokrasi terpimpin, status Jakarta berubah dari
Kotapraja Jakarta Raya menjadi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Raya. Berdasarkan ketetapan Presiden no. 2 tahun 1961 yang ditingkatan
menjadi Undang- Undang no. 2 tahun 1961, kota Jakarta tidak dikepalai
Walikota melainkan oleh seorang Gubernur. Menggantikan Sudiro pada 1958,
Sumarno didaulat menjadi Gubernur mulai 4 Februari 1960 sampai 26 Agustus
12
Majalah Kotapradja, edisi tahun ke II terbit pada 5 September 1951 dalam artikel
berjudul “Langkah Percobaan: Kearah Perbaikan Lampu- Jalan Lampu”.
80
1964, setelah Sudiro berhenti atas permintaaannya sendiri. Di periode ini
peran Sukarno sangat terlihat dalammengedepankan Jakarta sebagai mercusuar
dunia.Dibantu dengan Wakil Gubernur Ngantung yang seorang Manado Keristen
yang sebelumnya memiliki pemngalaman di pemerintahan yang juga merupakan
seorang seniman,
Di Jakarta menjadi pusat perhatian oleh Soekarno, Sukarno juga memiliki
peran besar dalam membentuk Jakarta pselama periode ini. Ia memiliki visi
terhadap kota Jakarta dimana sebagian visi tersebut telah diwujudkan,baik ketia
ia masih berkuasa maupun setelahnya. Selain itu ia telah membangun sebagian
besar landmark terkenal di Jakrta masa kini. Bebrapa diantaranya Monumen
Nasional (Monas) yang terletak di tenagh-tengah kota Jakarta, sebuah bangunan
obelisk tinggi menjulang yang di puncaknya dihiasi api berlapis emas, filosofi ini
menggambarkan semangat kemerdekaan Indonesia.
Namun upaya mengelola kota diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Kota Sementara (DPKS) Jakarta. persoalan pengelolaan yang sudah cukup besar
masih dihambat dengan perpecahaan internal dan garis tanggung jawab yang
tumpang tindih. Impian Sukarno bagi Jakarta dan keterlibatannya secara pribadi
dalam perencanaan kota ini dapat dilihat dengan jelas di Gedung Pola. Monumen
Proklamasi asli yang sederhana di Jalan Pegangsaan Timur diruntuhkan karena
kurang megah untuk kota Jakarta. Monumen ini digantikan oleh Monas yang
baru sebagai simbol Jakarta.
Dari kesemua unsur tersebut, Jakartayang diharapkan menjadi kota
metropolis modern menjadi kota dengan daya tarik bagi para pendatang karena
81
pesatnya perkembangan pasca didaulatnya Indonesia sebagai negara.Terlebih
lagi peranan Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia dalam
mengembangkan visinya sebagai seorang arsitek menempatkan Jakarta bagaikan
kanvas untuk para seniman dan arsitek dari negeri sendiri, menjadikan kota
Jakarta berkembang pesat dari segi arsitektur dan estetika tatakota.13
Para imigran yang datang ke Jakarta harus mendapatkan tempat berteduh.
Banyak yang terpaksa membangun gubuk atau bahkan rumah yang cukup
memadai di atas tanah yang tidak merasa dimiliki, karena kurangnya lahan
perumahan yang tersedia atau harganya di atas kemampuan mereka. Masalah ini
selalu membuat Pemerintah Kota Praja sakit kepala. Sejak 1950, mereka
berupaya mengendalikan situasi ini dengan memberikan sejumlah hak kepada
para penghuni liar di atas lahan yang belum dibagi, namun lahan yang
dibutuhkan untuk tujuan perencanaan kota harus dikosongkan sesegera mungkin,
dan keberadaan gubuk-gubuk yang mengancam area keamanan seperti sepanjang
jalur kereta api atau saluran air harus disingkirkan.
Penyebab utama adalah migrasi penduduk pada. Pada 1953, sejumlah
survei di distrik-distrik tertentu di kota bagian dalam menunjukan bahwa 75
pesren penduduk di sana adalah kelahiran luar Jakarta. Dari jumlah ini,
setengahnya bermigrasi ke Jakarta sejak 1949.14
Pada 1961, sensus pertama
adalah 1930 menunjukan bahwa hanya 51 persen populasi kota yang benar-benar
dilahirkan di sana, sedangkan sebagian besar penduduk lainnya berasal dari Jawa
13
Disertasi karya Yuke Ardhiati berjudul “Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, dan
Kria: Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926-1965, Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang
Negarawan”. (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h. 162-175. 14
H.J Hereen, “The Urbanisation of Djakarta”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol.
8, No. 11, 1995. Lihat juga Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 234
82
Barat dan Jawa Tengah.Mengapa mereka datang ke Jakarta? mereka datang
dalam jumlah besar seiring dengan kembalinya Pemerintahan Republik
Indonesia dar Yogyakarta ke Jakarta pada tahun 1949. Setelah menyerahkan
kedaulatannya, pemerntah yang baru segera meningkatkan layanan publik yang
sejalan dengan rencana-rencana ambisius Sukarno untuk membangun negara.
1.432.085 jiwa, satu dasawarsa kemudian (1960) jumlah penduduk naik
dua kali lipat menjadi 2.910.858 jiwa.Peningkatan penduduk yang cukup drastis
dikarenakan faktor laju urbanisasi yang banyak dilakukan orang-orang dari
pedesaan yang tertarik mencari peruntungan di kota. Pembangunan pemukiman
baru seperti pembangunan kompleks perumahan di Kebayoran baru yang sudah
dilakukan sejak 1948 juga menjadi tolak ukur dari pertumbuhan kota Jakarta.
Dengan luas kurang lebih 730-750 hektar, daerah yang terletak di Selatan Jakarta
pada saat itu akan difungsikan sebagai kota satelit Jakarta yang akan dihuni
khusus oleh pegawai pemerintahan.
Pada pertengahan 1950-an Pemerintah Kotapraja mulai melakukan
proyek-proyek pembangunan utama, benturan dengan para penghuni liar menjadi
tidak terhindarkan. Pemerintah menyadari rumitnya masalah ini, mereka
mengetahui bahwa pendaftaran lahan telah lama berlangsung dalam kondisi
membingungkan dan diabaikan sehingga banyak penduduk yang tidak dapat
memberikan bukti jelas atau klaim mereka terhadap tanah.15
Transportasi publik lama-lama mulai teratasi oleh oplet16
. Transportasi
15
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 266. 16
Oplet adalah transportasi masal beroda tiga kendaraan bermotor yang dapat membawa
enam penumpang atau lebih dan dioperasikan pada rute-rute tertentu.
83
lain tidak bermotor seperti becak dan sepeda pun juga semakin banyak. Para
tukang becak ini kebanyakan adalah pendatang baru dari pedesaan, karena itulah
sering melanggar peraturan lalu lintas. Pada tahun 1951, diperkirakan terdapat
25.000 becak yang masig-masing dioperasikan oleh tiga pengemudi setiap
harinya dengan sistem bergilir. Menurut Bond Betja Djakarta (BBD) yang
merupakan perkumpulan dari pengusaha becak, jumlah pengemudi mencapai
angka kira-kira 50.000 orang.206 Sedangkan untuk sepeda, kira-kira berjumlah
118.270 buah ditambah dengan 5.000 buah sepeda milik anak sekolah dan 5.136
sepeda dinas.17
Pada tahun 1950-an.
Kesibukan lalu lintas di Jakarta yang semakin ramai, walaupun tidak
terlalu padat, membuat jalan-jalan semakin sibuk memasuki tahun 1950-an
seperti yang terlihat pada gambar di atas. Dari 1952 sampai 1956, jumlah
kendaraan bermotor di Jakarta meningkat lebih dari dua kali lipat,dengan
transportasi bermotor yang meliputi mobil ambulance, sepeda motor, oplet,bus,
trem dan prahoto.Pada 1962, sepertiga jumlah mobil di Indonesia terdapat di
Jakarta, jumlahnya diperkirakan mencapai 43.000unit.
Pertumbuhan kota Jakarta dengan kepala daerah yang berbeda seperti
yang disebutkan sebelumnya mengenai kebijakan-kebijakan mereka, membuat
Jakarta yang kian bertumbuh menjadikan sarana lalu lintas menjadi penting bagi
kebutuhan warga kota. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda di abad 20,
keadaan lalu lintas dan transportasi baik untuk umum dan pribadi memainkan
perananpenting selaintrem yang sudah ada pada abad 19. Tiga jenis kendaraan
17
Berdasarkan sensus tahun 1937, satu di antara delapan penduduk Jakarta
menggunakan sepeda.
84
yang sebelumnya tidak ada pada 1900-an seperti; mobil, sepeda dan
becakmenjadi tumpuan aktivitas kehidupan Jakarta.
Gambar 8
Sumber: Jan de Bruin Het Indische Spoor In Oorlogsfijd De Spoor en Tramweg Maatschappijen in
Nederlands-Indie in de Batavia
Foto di atas adalah suasana hiruk-pikuk lalu lintas Jakarta yang mulai
padat. Terlihat trem listrik di Jakarta dengan dua gerbong penuh sesak
mengangkut penumpang yang cukup banyak. Trem tersebut melewati toko-toko
Cina di Jalan Senen Raya pada tahun 1950-an. Hal ini menandakan bahwa trem
adalah alat transportasi yang sangat primadona bagi masyarakat kota Jakarta pada
saat itu.
85
D. Kepemilikan Perusahaan Trem oleh Pemerintah Indonesia
Sebelum penyerahan kepemilikan trem ke pemerintahan Indonesia,
pemerintah Hindia Belanda selaku yang bertanggung jawab atas semua
pengoperasian trem merasa dihadapkan ketidak mampuan memberikan modal
yang berguna untuk perpanjangan konsesi, karena saat itu pengeluaran dana dari
pemerintah lebih banyak dipusatkan bagi kepentingan militer. Dilema kembali
dirasakan pemerintah Belanda, bila konsesi tidak diperpanjang maka usaha
perusahaan trem tidak akan jalan, tetapi bila diberi jaminan modal kembali, sarana
pengangkutan ini akan berguna bagi kepentingan upaya agresi militer yang
dirasakan akan membantu mengangkut pasukan militer Belanda.210 Akhirnya
kesepakatan dicapai, bahwa pemerintah berjanji akan mengambil alih semua
usaha dengan pengembalian aset-aset yang ada secarabertahap.
Hasil Konferensi Meja Bundar yang memutuskan memberikan kedaulatan
Indonesia pada 27 Desember 1949 menghasilkan kesepakatan dari kedua pihak,
Indonesia dan Belanda, bahwa pemerintah Republik Indonesia Serikat(RIS)
berhak atas perusahaan trem dan kereta api. Kendati sudah mendapat hak penuh
atas perusahaan trem dan kereta api, Indonesia diharuskan menjamin ganti rugi
dan diperkenankan meneruskan usaha perusahaan transportasi tersebut sampai
batas konsesinya berakhir.
Demi merehabilitasi perekonomian nasional yang mengalami kerusakan
besar setelah pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan, memasuki dekade
1950-an sektor ekonomi modern Indonesia masih didominasi perusahaan asing
86
kepemilikan Belanda.18
Perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi sejak
masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda itu diharapkan bisa segera
dinasionalisasikan guna membangun negara dan dapat dinikmati rakyat
Indonesia sendiri.19
Diawal masa pemerintahan Indonesia, perusahaan trem
Jakarta masih menyandang nama BVM sampai dinasionalisasikan pada tahun
1954. untuk mewujudkan rencanan nasionalisasi perusahaan trem akhirnya
dinasionalisasikan, dan pada 15 April 1954 nama BVM diganti sementara
dengan nama Maskapai Pengangkutan Djakarta sampai nama itu kembali diganti
pada1Juli 1954.
Perubahan nama ini terjadi setelah keluarnya Undang-Undang Darurat
mengenai nasionalisasi yang mengharuskan mengubah nama BVM menjadi
Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PT. PPD)20
Perubahan
tersebut dimuat dalam akte notaris Mr. Raden SuwandiNo. 76 tanggal 30 Juni
1954 dan dikukuhkan dengan akte notaris No.82 tanggal 21 Desember195421
Sampai akhir tahun 1957, sektor ekonomi modern Indonesia masih
18
Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia: Menguatnya
Peran Ekonomi Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h. 1. 19
Menurut Sukarno, ada baiknya perusahaan-perusahaan asing (Belanda)
dinasionalisasikan dengan cara disita, karena dapat membatasi ruang gerak kapitalisme asing.
Dilain pihak, Hatta tidak sepakat dengan ide itu, menurutnya jika dinasionalisasikan dengan cara
sita begitu saja kemerdekaan bangsa Indonesia tidak akan tercapai, terlebih lagi Indonesia
dikepung dengan negara-negara imperialis dan kapitalis. Hatta juga mengemukakan bahwa
pengambilalihan perusahaan asing hanyalah bentuk sentimen belaka terhadap Belanda. Karena itu,
apabila ingin menasionalisasikan perusahaan- perusahaan itu Indonesia harus memberi ganti rugi,
namun sayangnya Indonesia pada saat itu tidak mengantongi dana yang cukup untuk
membayarnya. Lihat Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia:
Menguatnya Peran Ekonomi Negara, h. 55. 20
ANRI.Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi Bataviasche
Verkeers Maatschappij N.V. (BVM). 21
Mengenai sejarah PPD diakses melalui situs resmi milik Perum PPD dari laman
berikut, http://www.perumppd.co.id/site/index.php/2014-08-19-09-59-01/sejarah-perum-ppd
(diakses pada 22 Maret 2017).
87
dikuasai oleh modal asing. Keadaan ini membuat upaya untuk mewujudkan
ekonomi nasional akan selalu terhalang selama modal asing, dalam hal ini
Belanda, masih beroperasi di Indonesia. Salah satu jalan keluar yang dipikirkan
untuk mengakhiri dominasi perusahaan Belanda ialah dengan jalan melakukan
nasionalisasi sepenuhnya.Namun, untuk melakukan nasionalisasi dibutuhkan
suatu alasan yang kuat yang dapat dijadikan dasar legitimasi.Momentum itu
didapat dengan semakin memburuknya hubungan Indonesia dengan Belanda
berkaitan dengan masalah Irian Barat.
Indonesia terus berusaha mencari cara mendapatkan suatu dukungan dari
berbagai pihak soal penyelesaian masalah Irian Barat. Salah satunya usaha untuk
mengangkat isu ke dalam Sidang Umum PBB pada Desember 1954. Namun, isu
Irian Barat gagal masuk ke dalam agenda pembahasan Sidang Umum PBB
karena tidak memenuhi dua pertiga total pemungutan suara.Indonesia tetap
konsistenmencari dukungan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat, salah
satunya lewat Konferensi Asia Afrika pada 18 April 1955.Negara-negara Asia-
Afrika menyatakan mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat.
Dalam Sidang Umum PBB bulan November 1957, PBB kembali menolak
resolusi Indonesia yang menghimbau agar Belanda mau merundingkan kembali
masalah Irian Barat. Padahal sebelum pelaksanaan pemungutan suara untuk
resolusi tersebut, Presiden Soekarno telah memperingatkan bahwa Indonesia
akan mengambil langkah-langkah yang akan mengguncang dunia apabila
resolusi itu gagal. Terbukti, pada tanggal 1 Desember 1957 pemerintah Indonesia
secara resmi mengumumkan aksi mogok selama 24 jam terhadap perusahaan-
88
perusahaan Belanda di Indonesia. Tindakan inilah yang mengawali aksi
nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda secara besar-besaran.22
Perusahaan trem Jakarta sendiri dalam nasionalisasi besar-besaran
perusahaan asing kembali disahkan sebagai kepemilikan Republik Indonesia.
Melalui Undang- Undang No. 71 Tahun 1957 tentang nasionalisasi perusahaan
Bataviasche Verkeers Maatschappij yang ditetapkan sebagai Undang-Undang,
BVM yang sudah berganti nama menjadi PPD ini disahkan oleh Presiden
Sukarno pada 26 Oktober 1957.23
Trem Jakarta yang sudah diambil alih Indonesia dengan PPD sebagai
pemilik aset, tentunya mewarisi trem beserta jalurnya dari pemerintah kolonial
Belanda. Pada tahun 1956, total ada 41 armada dari transportasi trem, diantaranya
terdiri dari 42 trem motor listrik bekas, 9 trailer atau gerbong sambungan dan 13
gerbongpikulan. Adapun panjang semua lijn trem diperkirakan 35 km yang
terbagi atas lima
lijn,kelima lijn tersebut adalah:24
1. Kampung Melayu – JakartaKota
2. Kramat – JembatanMerah
3. Kampung Melayu – JakartaKota
4. Tanah Abang – JakartaKota
5. Kramat – TanahAbang
22
Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia.... h. 27. 23
ANRI. Undang-Undang No. 71 Tahun 1957 dalam Penetapan Undang-Undang Darurat
No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi Bataviasche Verkeers Maatschappij N.V. (B.V.M)
(Lembaran Negara Tahun 1954 No. 67) Sebagai Undang-Undang. 24
H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java, h. 27.
89
Gambar 9
Sumber: H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java
Gambar di atas adalah salah satu gerbong pikulan. Gerbong trem ini biasanya dikhususkan bagi
para pedagang pribumi.
Pada lijn 1 dengan rute Kampung Melayu – Jakarta Kota atau Pasar Ikan,
trayeknya meliputi Pasar Jatinegara, Kramat, Pasar Senen, Jalan Segara (dulunya
Rijswijk), kemudian melintasi Jalan Gajah Mada, lalu daerah Glodok yang
merupakan daerah pertokoan milik etnis Tiongkok, dan mengakhiri perjalanan
sampai kawasan Kota Tua. Lijn 3 yang memiliki awal dan akhir rute yang sama
juga menghubungkan Kampung Melayu dan Jakarta Kota, namun dengan trayek
yang berbeda. Lijn tersebut melintas di Gunung Sahari, Jalan Pintu Besi dan
wilayah Sawah Besar, lalu berlanjut di Jalan Gajah Mada sampai berakhir di
90
Jakarta Kota sama dengan lijn 1.
Untuk lijn 2 yang menghubungkan antara Kramat dengan Jembatan
Merah, trem melintasi Pasar Senen dan Gunung Sahari yang terdapat kantor-
kantor perusahaan besar dan sekolahan, seperti Sekolah Dasar Kristen (SDK)
Petang yang didirikan pada 1 Agustus 1949 yang berada di pinggir Jalan Gunung
Sahari misalnya.Kemudian trayek terus berlanjut melintas di Jalan Pintu Besi
sampai tujuan akhir di Jembatan Merah.
Sementara itu lijn 4 dan 5 memiki kesamaan, yaitu mempunyai
pemberhentian di Pasar Tanah Abang, hanya saja keduanya berbeda trayek. Lijn 4
mengarah ke Jakarta Kota melintasi sepanjang Harmoni di Jalan Majapahit dan
Jalan Gajah Mada. Sedangkanlijn 5 yang bermula dari Kramat, melintas di
kawasan pemukiman elit di Menteng dan Jalan Asem Lama (dulunya bernama
Tamarindelaan dan kini bernama Jalan K.H. Wahid Hasyim), lalu mengakhiri
perjalanan di Tanah Abang dan nantinya akan kembali lagi ke Kramat.
Tarif sekali naik trem pada 1952 dipatok 60 sen untuk setiap
penumpang,lalu pada 1953 tarif mengalami penurunan menjadi 50 sen.Murahnya
tarif trem dimata warga Jakarta membuat trem menjadi transportasi favorit
dibanding transportasi lain,25
terutama bagi para warga yang berprofesi sebagai
pedagang.Dalam sebulan, tepatnya pada bulan Agustus 1954, trem milik PPD ini
mengangkut kira-kira 750.000 penumpang, atau rata-rata kurang lebihnya 25.000
25
Di tahun 1950-an pilihan transportasi umum mulai beragam, dari mulai becak, oplet,
kereta listrik dan bus. Transportasi pribadi dari yang bermotor maupun tidak pun ada, seperti
mobil buatan Amerika Serikat merk Ford dan buatan Jerman yaitu Volkswagen (VW), lalu yang
tidak bermotor seperti sepeda juga ada, bahkan sudah ada sekitar awal abad 20.
91
penumpang dalam sehari.26
Dengan rata-rata frekuensi pelayanan trem setiap 7
setengah menit sekali pada lijn 1 dan 3, sedangkan 10 atau 15 menit sekali untuk
lijn lainnya.
E. Dihapusnya Trem oleh Presiden Soekarno
Sebagai transportasi umum warga Jakarta, trem senantiasa menjadi moda
transportasi yang merakyat. Dengan tarif sekali angkutnya yang murah dibanding
transportasi umum lain,trem juga mempunyai reputasi yang baik dari para
pedagang karena dapat menampung banyak muatan. Menjadi transportasi umum
favorit dan berusia sudah hampir seabad, trem ibukota justru dicanangkan akan
dihapus atas perintah Presiden Sukarno karena tidak merepresentasikan sebagai
transportasi modern kota Jakarta.
Rencana penghapusan transportasi trem selain dari Presiden Sukarno juga
keluar dari walikota Jakarta Syamsurizalpada tahun 1951. Menurut Walikota yang
menjabat dari tahun 1951sampai 1953 itu, trem harus diganti dengan transportasi
lain. Dalam surat kabar Merdeka, Syamsurizal memberi pernyataan yang
berkaitan dengan rencana jangka panjang pembangunan kota Jakarta, kalau trem
kota harus diganti dengan moda transportasi bus:
Trem kota harus dilenjapkan dan diganti dengan bis jang modern, jang dapat
memelihara perhubungan dikota jang sedang tumbuh ini.27
Selain memberi pernyataan bahwa trem sudah tak cocok lagi dengan
26
Transportasi PPD selain trem yaitu bus, dibulan yang sama mengangkut kira-kira
300.000 penumpang atau rata-rata 10.000 penumpang sehari. Sehingga bila diperkirakan dalam
sebulan PPD bisa mengangkut satu juta lebih penumpang pada tahun tersebut. 27
Merdeka, dalam artikel berjudul “Tjita-Tjita Sjamsuridzal: Djakarta Raja Akan Djadi
Metropole, Djalan Kereta Api Akan Menembus Di Bawah Tanah”, 11 Oktober 1951.
92
kondisi ibukota Jakarta, ia juga mengharapkan adanya subway28
atau kereta-kereta
bawah tanah bisa beroperasi di Jakarta dimasa yang akan datang.Menurutnya,
kereta api yang dilengkapi dengan palang pintu selalu menghambat transportasi
lain. Maka dari itu bila kereta bawah tanah dibangun dan menggantikan jalur
kereta yang sudah ada pada masa Batavia itu, kereta bawah tanah akan menjadi
pemecahan masalah untuk kepadatan lalu lintas Jakarta kedepannya.
Keputusan untuk menghapuskan trem dari Jakarta lebih ditegaskan pada
masa Walikota Soediro. Keputusan dari Presiden Soekarno untuk menghapus trem
berdasardari apa yang ia sering kemukakan, bahwa transportasi trem sudah usang,
tua dan sudah tidak pantas beroperasi di kota modern seperti Jakarta.Mandat yang
diberikan Soekarno terhadap penghapusan trem disemua jalur di Jakarta mendapat
tanggapan dari Walikota Soediro:
Saya yang melihat keadaan dan kebutuhan masyarakat kota Jakarta
sehari-hari, waktu itu masih ingin berusaha untuk menyediakan, dalam
bentuk bis kota lebih dahulu, apabila kami terpaksa harus lekas
memenuhi keinginan Kepala Negara itu. Desakan terus menerus, yang
seringkali oleh beliau diucapkan dimuka orang banyak, menyebabkan
Pemerintah Kotapraja mengambil tindakan untuk tidak lagi
menggunakan kereta api listrik. Karena biaya untuk membongkar
relsangat besar, bahkan menurut perhitungan lebih besar dari harga rel
sebagai besi tua, maka terpaksa sebagian besar dari ril kereta api di atas
jalan raya itu ditutup saja dengan tanah. Usaha saya yang terakhir, untuk
mempertahankan lin: Jatinegara via Matraman dan Kramat keSenen,
sebagai urat nadi perdagangan bagi pengusaha kecil pun, tidak juga
berhasil
Menurut Walikota yang menjabat dua periode itu, trem Jakarta sebaiknya
tidak perlu dihapus seluruhnya, terutama pada lijn 1. Soediro memberi usulan
28
Subway adalah jenis kereta bawah tanah yang pengoprasiannya hanya di dalam kota. Di
Kota-kota Eropa seperti di Inggris, Spanyol atau Jerman transportasi bawah tanah ini bernama
Subway. Atau yang dikenal sekarang di Jakarta adalah Mass Rapid Transit (MRT). MRT di
Jakarta mulai dibangun pada pemerintahan Presiden Ir. Jokowi Dodo dengan tahap pertama
pembangunan membentang dari Lebak Bulus samapai Bundaran Hotel Indonesia. Pada jalur ini
juga ada dua perlintasan MRT. Eleveted (layang) dan Underground (bawah tanah). Untuk jalur
layangnya membentang dari Lebak Bulus Hingga H. Nawi. Sementara untuk jalur bawah tanahnya
membentang dari Senayan hingga Bundaran HI
93
pada Presiden Sukarno terhadap lijn 1 yang menghubungkan dua Pasar, yaitu
Pasar Jatinegara dan Pasar Senen, kalau rute tersebut sangat dibutuhkan bagi
pedagang-pedagang kecil dalam mendistribusikan dagangannya antar kedua pasar,
tetapi Sukarno tetap teguh pada pendiriannya dalam menghentikan keseluruhan
pengoperasian trem di Jakarta. Rencana ini pun kemudian mendapat persetujuan
oleh Menteri Perhubungan kala itu, Roosseno Soerjohadikoesoemo.29
Walaupun
warga Jakarta menyambutnya dengan positif dan negatif terhadap dihapusnya
trem, pada akhirnya rencana penghapusan disetujui oleh Roosseno. Hasilnya,
eksistensi trem semakin berkurang diakhir tahun 1950-an, karena PPD
memfokuskan pelayanannya pada transportasi bus-bus yang telah diimpor dari
Australia danHungaria.
Setiap kebijakan tentunya menimbulkan dampak, dan dampak yang timbul
dari kebijakan penghapusan trem kota Jakarta adalah trem mulai tergantikan
dengan bus diakhir 1950-an. Terkait dengan pengadaan bus, Indonesia pada tahun
1953 yang resmi menjadi anggota dalam Colombo Plan,30
mendapat bantuan dari
29
Menurut biografi tentang Menteri Perhubungan Roosseno Soerjohadikoesoemoyang
ditulis oleh Eka Budianta, Roosseno yang pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan pada 12
Oktober 1953 sampai 12 Agustus 1955 sedikit menyesal telah menghapus transportasi trem di
Jakarta. Dalam suatu acara pada tahun 1980 Roosseno menyampaikan perasaannya, “…trem itu
merupakan lalu lintas untuk rakyat dan sangat praktis.Jadi, kita dulu sebetulnya salah
menghapuskan trem itu.Sekarang kita baru tahu dan yang bikin kesalahan itu ialah saya, oleh
karena saya pada saat itu menjabat menteri perhubungan. Saya diperintah oleh Bung Karno: Roos,
trem itu kuno kabeh (bahasa Jawa untuk „semua‟), bikin susah saja. Jadi saya hapuskan trem kota
itu. Terus saya dirikan PPD yang sekarang masih berjalan. Setiap kali melihat bus PPD itu
terbayang, wah, kesalahan saya!”, ujar Roosseno dalam acara „Menyambut Tahun 2000‟. Lihat
juga Eka Budianta, Cakrawala Roosseno. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.264-265. 30
Colombo Plan didirikan tahun 1951, pada awalnya bernama “Colombo Plan for
Cooperative Economic Development in South and Southeast Asia”. Dibentuknya kesatuan
kerjasama yang dibentuk dari negara-negara persemakmuran; Austalia, Selandia Baru, Britania
Raya, Kanada, Ceylon (sekarang Sri Lanka), India dan Pakistan untuk mendukung pembangunan
sumber daya manusia di kawasan Asia dan Pasifik. Tujuan utama Colombo Plan adalah
mendukung pembangunan ekonomi dan sosial negara anggota, memajukan kerjasama teknik serta
membantu ahli teknologi antar negara anggota, memfasilitasi transfer bantuan barang dan berbagi
pengalaman pembangunan antar negara anggota sekawasan, dengan penekanan pada konsep
94
Australia.Melihat kesungguhan dan keaktifan Indonesia untuk memelihara
perdamaian, Australia sebagai negara tetangga memberikan bantuan untuk
pengelola transportasi umum di Jakarta, PPD,pada 31 Juli 1956. Pemberian bus-
bus diesel merk Leyland, terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama (1956-
1957)Australia memberikan bantuan 100 unit, kedua (1960-1961) sama dengan
tahap pertama, yakni 100 unit, dan tahap ketiga (1961-1962) 50 unit,jadi total
keseluruhan bus-bus bantuan dari pemerintah Australia itu berjumlah 250unit.31
Di tahun 1956, PPD tidak hanya mendapat bantuan bus dari Australia,
tetapi juga dari Hungaria. Pada tanggal 4 Agustus 1956 melalui persetujuan
pemerintah yang diwakili oleh Perwakilan Dagang Kedutaan Hungaria di
Indonesia, diadakan percobaan bus produksi Mogurt dari Hungaria, Ikarus Sebuah
pernyataan menarik tertulis di buletin Angkutan Motor terhadap bus Ikarus yang
melakukan test drive Jakarta-Puncak (Kabupaten Bogor) bersama Instruktur
Teknik Jajasan Motor, Kementerian Perhubungan serta perwakilan Kedutaan
Hungaria.Melalui pengamatan dan penilaian yang dilakukan Jajasan Motor, bus
Ikarus dianggap barang luksatau mewah.Hal itu didasaridari peninjauannya
terhadap daya tampung dan perilaku penumpang Indonesia pada masa itu:
Konstruksi bis Ikarus di dalam kalau tidak dirubah sesuai dengan
Indonesia, tentu sadja tidak akan mampu menampung penumpang-
penumpang Indonesia jang baru tumbuh kepribadiannja.32
Dari pernyataan di atas, teknisi dari Jajasan Motor tampak mengkritisi
kerjasama. Lihat mengenai latar belakang kerjasama multilateralColomboPlanpada laman berikut,
www.colombo-plan.org/index.php/about-cps/history/ (diakses pada Senin, 27 Maret 2017). 31
Buletin Angkutan Motor, 15 Juni 1956 dalam artikel “Salah Sebuah Bis P.P.D jang
dipesanja dari Australia Sebanjak 100 buah”; dan buletin Angkutan Motor, 15 Agustus 1956 dalam
artikel “Otobis-otobis diesel jang diterima dari Australia dalam rangka Colombo Plan”. 32
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan? Jajasan Motor
men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria!”, 15 September 1956.
95
interior dan perilaku masyarakat Indonesia yang belum disiplin bila naik
transportasi umum. Dengan komposisi tempat duduk bus Ikarus yang begitu rapat,
ditakutkan disaat ramai, akan banyak penumpang yang tidak bayar atau terjadi
kriminalitas layaknya transportasi trem. Maka dari itu ada satu usulan, kalau bus
ini lebih baik diperuntukkan bagi pengangkutan pegawai atau orang kantoran
saja.33
Gambar 10
Sumber: (Sumber: Angkutan Motor, 15 September 1956 dalam artikel “Tirai-Besi mau
lawan Colombo Plan? Jajasan Motor men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria”)
Kedatangan bus-bus yang diimpor dari pihak asing seperti bus Ikarus
yang ada pada gambar tersebut, tentunya menjadi tindakan nyata dari pemerintah
yang benar-benar serius menghentikan beroperasinya trem di Jakarta.Dengan
semakin giatnya pemerintah menggeser peran trem di Jakarta, juga diimbangi
kondisi trem yang sudah tidak layak lagi.Hal itu dirasakan diakhir tahun 1950,
33
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan?..... 15
September 1956.
96
jumlah armada dan lijn-lijn trem perlahan-lahan mulai berkurang karena banyak
yang rusak dan rem dari trem tidak berfungsi. Armada trem pada tahun 1956
masih sekitar 40 unit yang beroperasi, kemudian pada tahun 1960 berkurang
setengahnya menjadi 20 unit.
Beberapa lijnpun tahun demi tahun mulai dinonaktifkan.Penonaktifan
lijndimulai dari lijn 5 yang menghubungkan Kramat, Menteng dan Tanah Abang.
Diawaltahun 1960, dengan dilakukan secara bertahap lijn 5 kemudian terbagi
menjadi dua trayek, Tanah Abang – Jalan Cut Mutiah (Menteng) dan Jalan Cut
Mutiah sampai Kramat tahun 1960 lijn-lijn lainnya pun bernasib serupa. Pada 16
Maret 1960, lijn 4 juga mulai dinonaktifkan, dan lijn 1 trayeknya diperpendek
jarak pelayanannya dengan melayani rute Kramat dan Kampung Melayu
saja.Sebulan setelahnya,giliranlijn2, 3 dan 5 menghentikan dan membatasi trayek
pelayanan. Lijn 3 yang mempunyai trayek perjalanan yang sama dengan lijn 1,
membatasi rute pelayanan trem dengan melayani rute Pasar Senen dan Kampung
Melayu. Sedangkan untuk lijn 2 dan 5, resmi menghentikan pelayanannya. Pada
15 Mei 1960, lijn 3 menyamakan rute pelayanan dengan lijn 1. Hasilnya, lijn dari
trem yang bertahan untuk sementara adalah lijn 1 dan 3.Meskipun beberapa lijn
penting sudah dihapuskan, pada tahun 1960-anlijn 1 dan 3 masih
beroperasi.34
Menurut direktur PPD, Djajarukmantara, trem akan menjalankan
tugasnya sebagai transportasi umum ibukota sampai detik terakhir.
Setelah mengalami masa tahap demi tahap penghentian beroperasinya
trem dan jalurnya, PPD pun merubah statusnya dari Perseroan Terbatas menjadi
Perusahaan Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah. PPD menegaskanmelalui
34
H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java, h. 31.
97
Peraturan Pemerintah yang keluar tahun 1961 itu, kalau mereka hanya akan
mengoperasikan bus saja.35
Memasuki 1962, sisa lijn trem hanya menyisakan lijn 1
dan 3,lijn inilahmenjadi lijn terakhir sebelum lijn dari rel ditutup
denganaspal. Maka pada tahun 1962, berakhirlah sudah transportasi trem di
Jakarta yang sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda itu.
35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 205 tahun 1961 Tentang Pendirian
Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta. Termaktub dalam pertimbangan kedua
yang berbunyi, “ bahwa berhubung dengan itu perlu didirikan suatu perusahaan negara yang
berusaha dalam lapangan pengangkutan penumpang dengan otobis umum di wilayah Kotapraja
JakartaRaya”.http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt519adfe9396fb/parent/lt519a
dee7c73a3 (diakses pada hari Snin, 27 Maret 2017)
98
BAB V
A. Kesimpulan
Trem pertama kali digunakan di Wales, tepatnya di kota Swansea pada
1807, dengan menggunakan kuda sebagai sumber tenaga. Trem kemudian
berkembang menjadi trem uap (stoomtram) di pertengahan hingga akhir abad ke-
19 dan bertransformasi menjadi trem listrik pada periode yang sama. Di Batavia,
trem pun berawal dari trem kuda yang kemudian beralih menjadi trem uap dan
trem listrik di akhir abad ke-19. Penggunaan trem umumnya disebabkan oleh
meningkatnya jumlah penduduk Batavia yang menambah kompleksitas
demografisnya. Layaknya masyarakat di kota besar, masyarakat membutuhkan
moda transportasi yang cepat dengan harga terjangkau guna menunjang
moblilitasnya.
Jakarta atau Batavia mengenai pasang surut transportasi kota, betapa
pentingnya adanya trem di kota Batavia yang sedang tumbuh itu. Melihat Batavia
dari jumlah penduduknya, perluasan pemukiman dan wilayahnya yangtiap tahun
semakin tumbuh dengan berbagai aktivitas terutama perdagangan, membuat
butuhnya akses dan pelayanan baru untuk kelancaran transportasi trem. Adanya
lijn baru tujuannya jelas untuk menguntungkan satu sama lain, warga kota bisa
mendapatkan kemudahan dari adanya transportasi umum dan perusahaan trem
dapat keuntungan pendapatan dari jalur yang semakin luas tersebut.
Melalui perkembangan teknologi dunia,transportasi tremsemakin jauh
lebih modern. Kota Batavia yang mula-mula mengoperasikan trem kuda pada
1869, seiring perkembangan teknologidunia itu kemudian mulai beralih ke trem
uap pada 1880-an dan trem listrik di akhir abad 19.Hal ini membuat warga
99
Batavia, terutama para pribumi, mengenal kemajuan teknologi transportasi dari
Eropa tersebut.
Adanya masa pergantian trem di Batavia dengan tenaga penggerak yang
baru dan lebih majudapat disimpulkan,pemerintah kolonial Belanda dan
perusahaan trem tanggapdalam melayani warga kota dengan menularkan
perkembangan transportasidari Eropa yang kemajuannya lebih cepat.Hanya saja
disisi lain kebaikan itu tidak bisa dibantahkan, bahwa Batavia memang kota
koloni yang amat penting bagi pendapatan kas Belanda.Sehingga tujuan adanya
sarana transportasi trem selain demi kebutuhan warga agar lebih dinamisuntuk
menjalankan aktivitasnya, tetapi juga demi keuntungan pemerintah
Belandaitusendiri.
Perlu diingatkan kembali, meski trem di Batavia merupakan transportasi
umum massal yang terbilang favorit, ketiga macam trem selalu memiliki rapor
merah. Seperti trem kuda yang kesulitan karena kuda-kuda pengangkut gerbong
tidak terlalu kuat mengangkutgerbong, trem uap yang kerap kali mogok
diakibatkankehabisan uap, dan trem listrik yang seringkali mogok dikala musim
hujan. Walaupun terdapat beberapa masalah dari trem kuda hingga listrik,
tampaknya para pelaku usaha trem tidak terlalu ambil pusing dengan masalah
yang ada pada trem.Karena melihat pada kota Batavia pada abad 19 dan 20,
transportasi trem memang mempunyai keunggulan terutama dalam mengangkut
penumpang lebih banyak dibanding transportasi yang ada pada saat itu, seperti
kereta kuda, sepeda dan mobil yang baru adapada awal abad 20.
Di masa pendudukan Jepang di Jakarta, pengoperasian trem terus berlanjut
walau tidak berjalan sebaik masa pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa
100
lijnpada masa pendudukan Jepang sempat tidak beroperasi, karena
pengeksploitasian besi-besi rel trem yang bertujuan memenuhi keperluan militer
Jepang.Pemerintahan militerJepang di Jakartamemang tidak memfokuskan dalam
pembangunan sarana dan prasarana kota, tetapi ada dampak positif yang
dilakukan oleh Jepang melaluipropagandadan menghapuskan hal-hal yang berbau
Belanda. Berkat andil Jepang, sistem pembagian kelas di atas trem yang
menempatkan kaum pribumi berada di strata terbawah pada masa Hindia Belanda
berhasildihapuskan.
Di periode perang kemerdekaan, trem semakin multifungsi kegunaannya.
Selain untuk mengangkut penumpang, trem menjadi sarana komunikasi pembawa
pesan dengan tulisan kemerdekaan yang ditulis di badan-badan gerbong. Trem
juga menjadi alat angkut militer saat perang revolusi ini, jadi bisa dipastikan dari
beberapa unit trem yang digunakan untuk perang ada yang rusak dan tak bisa
digunakan.
Pada masa pemerintahan Indonesia, perusahaan trem yang pada saat itu
masih dikuasai Belanda, BVM,lalu dinasionalisasikan dengan tujuanagar
pemasukan keuangan dari perusahaan trem bisamasuk ke kas negara Indonesia
yang baru terbentuk. Setelah dinasionalisasikannya perusahaan trem yang semula
bernama BVM menjadi PPD, ternyata ini menjadi titik awal dari penghapusan
trem di Jakarta. Menurut Presiden Soekarno trem sangatlah kuno dan sebaiknya
diganti dengan transportasi bus. Walikota Jakarta pada saat itu, Sudiro, mencoba
berusaha membujukPresiden Sukarno agar lijn yang menghubungkan Pasar
Senen dengan Pasar Jatinegara disisakan, tetapi Soekarno tetap teguh dengan
keputusannya.
101
Dari tiga masa pemerintahan dan tiga macam trem yang pernah
beroperasi di Jakarta, trem memang menjadi transportasi yang cukup favorit,
walaupun ketiga macam trem selalu mempunyai masalah. Dari kondisi tersebut
bisa ditarik kesimpulan, adanya siklus dalam transportasi umum massal kota
Jakarta yang memperlihatkan sejarah kembali terulang.Ketiga macam trem
memang sering mogok dan semuanya tidak sempurna dalam memberikan
pelayanan,tetapi kebutuhan transportasi massal sangat vital keberadaannya. Hal
ini bisa dilihat dari transportasi di Jakarta kini dengan sistem busway yang
menggunakan bus-bus Transjakarta, seringkali bus-bus tersebut mogok sama
seperti trem. Kenyataan yang terjadi adalah, kendati bus Transjakarta sering
mogok, namun masih saja ada penumpang yang menikmati pelayanan setiap
harinya, begitu pula dengan trem. Meskipun digantinya trem dengan bus
memang tidak membawa dampak yang besar terhadap masyarakat pada saat itu,
tetapi kini, transportasi umum di Jakarta yang didominasi bus setelah trem
dihaus justru malah membuat kemacetan dan menjadi salah satu problematika
kota Jakarta.
Sudah disebutkan juga sebelumnya mengenai hubungan transportasi
dengan manusia, kalau manusia sangat mendambakan hal yang memudahkan
dirinya.Beroperasinya trem di Jakarta sangat memudahkan warga Jakarta,
terutama untuk menengah ke bawah, karena tarifnya yang murah dan melewati
tempat-tempat strategis. Jadi bila trem mogok pun lantas tidak membuat seluruh
penumpang lari ke transportasi lain, karena transportasi lain tarifnya tidak
semurah tariftrem. Ketidakdisipilinan penumpang trem di Jakarta juga menjadi
satu penilaian dalam kemudahan.Pada masa pemerintahan Indonesia, penuhnya
102
transportasi trem membuat segelintir penumpang tidak membayar tarif
perjalanan yang seharusnya dibayarkan.Trem juga bisa menjadi salah satu faktor
adanya perluasan wilayah Jakarta yang mengarah ke selatan/tenggara,
sehubungan pemukiman penduduk Jakarta semakin menyebar ke wilayah
selatan, seperti Weltevreden/Menteng dan MeesterCornelis/Jatinegara.
Sudah melayani warga Jakarta cukup lama, trem berangsur-angsur diganti
dengan bus.Menurut pendapat dari Sukarno, trem adalah transportasi kuno dan
tidak layak berada di Jakarta. Hal ini yang patut disayangkan, meski Sukarno
memiliki visi dan misi membangun kota Jakarta dengan konsep modern, dengan
pembangunan monumen, bangunan dan akses jalan yang baru, tampaknya
Sukarno belum mempunyai perspektif yang maju dalam bidang transportasi
massal perkotaan. Padahal bila melihat kemajuan transportasi massal sampai saat
ini, beberapa negara dan kota berpredikat modern mengoperasikan trem sebagai,
seperti Jepang, Amerika, Jerman, Turki dan Australia.
Penghapusan trem yang salah satu alasannya menyatakan bahwa trem
adalah biang kemacetan tampaknya mesti ditinjau kembali.Pada saat itu kondisi
lalu lintas di Jakarta memang tidaklah terlalu padat dan ketertiban lalu lintas
belum begitu baik seperti sekarang.Jadi trem dengan ukurannya yang cukup
besar dan beroperasi di tengah jalan di atas rel-nya sendiri menjadi kambing
hitam bila ada kemacetan. Pemerintah pun kembali menimbang dari baik-
buruknya trem di kota Jakarta, mulai bagaimana nasib para pedagang yang
bergantung pada trem sampai seringnya penumpang jarang membayar tarif
angkut. Walau sekali lagi, otoritas Sukarno dalam pembangunan kota Jakarta
sangat besar di tahun 1960-an, sehingga trem harus dihentikan
103
pengoperasiannya. Ironisnya kini transportasi berbasis rel seperti trem mulai
akandihidupkan kembali untuk mengatasi kemacetan yang sering melanda kota
besar, termasuk kota Jakarta.
B. Saran
Pada penelitian ini diharapkan sejarah transportasi trem di Batavia ini
yang sempat menjadi transportasi andalan dapat dijadikan sebagai tinjauan
pertransportasian di Indonesia, khususnya di Jakarta. Seperti kota-kota di
Eropa, trem merupakan transportasi yang mampu menjadi solusi untuk
mengurai kepadatan volume kendaraan di jalan. Selain itu juga, management
transportasi yang belum maksimal masih menjadi masalah di Indonesia,
terutama di Jakarta. Sebagai Ibukota negara sudah seharusnya Jakarta
mempunyai transportasi yang baik. Kemudian juga sudah saatnya pemerintah
lebih serius dalam menangani infrastruktur transportasi publik yang modern
agar negara kita tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga.
104
Daftar Pustaka
Buku-Buku:
Adisasmita, Raharjo, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013).
Alkatiri, Zeffry, Pasar Gambir, Komik cina & Es Shanghai; Sisi Melik Jakarta
1970-an (Depok: Mansup Jakarta).
Basundoro, Purnawan, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Ombak: 2012).
Biegman, G.J.F,16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia, (Bandar Batawi:
KoninklijkInstituut voor Taal Land & Volkekunde Nederlands
Indie,1894).
Blackburn, Susan, Jakarta:Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masnsup Jakarta, 2011).
Blusse, Leonard, Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan
Belanda di Batavia VOC, (Yogyakarta:LKiS, 2004).
Boxer, C.E, Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-1799; Sebuah Sejarah
Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, (Jakarta:Sinar
Harapan, 1983).
Catles, Lance, Profil Etnik Jakarta, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007).
Cribb, Robert B. dan Basri, Hasan, Gejolak revolusi di Indonesi 1945-1949:
Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni, (Jakarta: Perpustakaan Utama
Graffiti, 1990).
Damais, Soedarmadji J.H. (ed), Bung Karno dan Seni, (Jakarta: Yayasan Bung
Karno, 1979).
Davies, Andrew, Walking on Gower: De Elektrische Standstrams op Java,
(Rotterdam: Wyt, 197).
Day, Clive, The Policy And Administration of Dutch in Java, (London:Macmillan
& Co, 1904).
Duparc, H.J.A, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, (Roterdam: Wyt, 1972).
Edi Sedyawati, et.al. Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. (Jakarta:Proyek Penelitian
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, 198.
Encyclopedi van Nederlandch-Indie II.
Ghozally Fitri R., Dari Batvia Menuju Jakarta, (Jakarta: MM Corp, 2004).
105
Gie, The Kiang, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, (Jakarta: Kotapradja
Djakarta Raja, 1958).
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1986).
Gunawan, Restu, Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa
ke Masa. (Jakarta:Kompas, 2010).
Hanna, Willard A, Hikayat Jakarta, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1988).
Haris, Tawalinuddin, Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke
Kota Kolonial (Abad XVI-XVIII, (Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007).
Hatta, Mohammad, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2011).
Henry, Horst, A Magic Gecko: Peran CIA di balik Jatuhnya Soekarno, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2011).
H.J Hereen, “The Urbanisation of Djakarta”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia,
Vol. 8, No. 11, 1995.
Hong, Tio Tek, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-1959,
(Depok: Mansup Jakarta, 2007).
Kamaludin, Rsutian, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987).
Kanumoyoso, Bondan, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia:
Menguatnya Peran Ekonomi Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2001).
Lohanda, Mona, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, (Depok: Mansup
Jakarta, 2007).
Mubyarto (dkk), Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta: Aditiya Media, 1992).
Muljana, Slamet, Dari Holotan ke Jayakarta, (Jakarta:Yayasan Idayu,1980).
Nasution, Nur, APU, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2004). Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia,
Jilid 1 (Bandung, APKA, 1997).
Neimeijer, Hendrik E, Batavia Masayarakat Kolonial Abad XVII, (Depok:
Mansup Jakarta)
Poerbatjaraka, R. M, Riwayat Indonesia: Jilid I, (Jakarta: Yayasan Pembangunan
Jakarta, 1952).
106
Post, Peter, & Elly Touwen-Bouwsma (editor), Japan, Indonesia and The War,
(Leiden: KITLV Press, 1997).
Razak manan, H. A (et al.), Kebulatan Tekad Rapat IKADA: peristiwa 19
September 1945, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah daerah
DKI jakarta, 1987).
Reitsma, S.A, Korte Geschiedenis der N.I.S Tremwegen, (Weltevrenden: G. Kolff
& Co, 1928).
Ricklefs, M.C, A History of Modern Indonesia, (London: MacMillan, 1981).
Sahab, Alwi, Saudagar Bagdadh dari Betawi, (Jakarta: Penerbit Republika,
2004).
Simbolon, Maringan Masry, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2003).
Soekiman, Djoko, Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi,
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2011).
Soekmono (et.al), Perkembangan Pemukiman Jakarta dari Masa Bercocok
Tanam sampai Metropilita, (Jakarta: Laporan Penelitian Kerjasama
Pemprov DKI Jakarta dan Pusat Penelitan Kemasyarakatan dan Budaya,
Lembaga Penelitian Universitas indonesia, 1992-1993. Tidak diterbitkan).
Subroto (et al.), radio, Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka,
(Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1995).
Surjomohardjo, Abdurrachman, Perkembangan Kota Jakarta, (Jakarta: Dinas
Muesum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977).
Taylor, Jaen Gelman, Kehidupan Sosial Batavia, (Depok: Mansup Jakarta, 2009).
Thaib, Alizar, 19 September dan Angkatan Pemuda Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Padepokan Pancuran Mas, 1993).
Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta,
(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta,2000).
Tjandrasasmita, Uka, Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta:Kepustakaan Populer
Gramedia, 2009).
_________________, (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, (Jakarta:
Dinas Museum dan Pemugaran, 2000).
_________________, Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah sampai Batavia
Tahun 1750, (Jakarta: Dinsa Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977).
107
Veenendal, A. J, Railways in the Netherlands: A Brief History, 1834-1994,
(Standford University Press, 2001).
Arsip:
ANRI.Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi
Bataviasche Verkeers Maatschappij N.V. (BVM).
Karya Ilmiah:
Hatmawan, Aditya, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia
1870-1925.
Savolta, Desca Dwi, Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota Batavia
Awal Abad 20, Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010).
Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, dan Kria: Sumbangan
Soekarno di Indonesia 1926-1965, Sebuah Kajian Mentalite Arsitek
Seorang Negarawan, Disertasi (Depok: Universitas Indonesia, 2004).
Surat Kabar yang Sejaman:
Star Weekly, dalam artikel berita yang berjudul “trem Kota Djakarta Akan Tamat
Riwajatnja”, 29 Maret 1960.
Merdeka, dalam artikel berjudul “Tjita-Tjita Sjamsuridzal: Djakarta Raja Akan
Djadi Metropole, Djalan Kereta Api Akan Menembus Di Bawah Tanah”,
11 Oktober 1951.
Majalah Kotapradja, edisi tahun ke II terbit pada 5 September 1951 dalam artikel
berjudul “Langkah Percobaan: Kearah Perbaikan Lampu- Jalan Lampu”.
Buletin Angkutan Motor, 15 Juni 1956 dalam artikel “Salah Sebuah Bis P.P.D
jang dipesanja dari Australia Sebanjak 100 buah”; dan buletin Angkutan
Motor, 15 Agustus 1956 dalam artikel “Otobis-otobis diesel jang diterima
dari Australia dalam rangka Colombo Plan”.
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan? Jajasan
Motor men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria!”, 15 September 1956.
Internet:
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368374/mass-transit (diakses pada,
Rabu, 10 Agustus, 2016).
http://www.wartakota.co.id/read/news/24457 (diakses pada tangal, Rabu, 10
Agustus 2016).
108
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada
tanggal Rabu, 10 Agsutus 2016).
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada
tanggal Rabu, 10 Agsutus 2016).
http://indonesianheritage.info/kajian/100-tram-in-batavia/ (dikunjungi pada
tanggal, Rabu, 10 Agustus 2016).
http://alwishahab.wordpress.com/2008/04/21/trem-uap-di-balai-kota (dikinjungi
pada tanggal 10 Maret 2016).
http//www.thejakartapost.com/news/2000/10/12/ppd039s-history-goes-back-
batavia-a-trem-firm. (diakses pada hari Senin, 13 Maret 2017).
http://media-
kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/13?q_searchfield=sado
(diakses pada tanggal Kamis, 16 Maret 2017).
http://media-
kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/1?q_searchfield=tram
(diakses pada tanggal Kamis,16 Maret 2017).
http://www.nederlandsindie.com/daendels-perintis-infrastruktur/. (diakses pada
tanggal, Jumat, 17 Maret 2017).
http://bataviadigital.pnri.go.id/foto/?box=detail&id_record=5614&search_val=&s
atus_key&dpage=1. (diakses pada tanggal, Jumat, 17 Maret 2017).
http//redgede.com/blogs/arundhat1/from-tramway-tbusway. (diakses pada hari,
Sabtu, 18 Maret 2017).
http://www.perumppd.co.id/site/index.php/2014-08-19-09-59-01/sejarah-perum-
ppd (diakses pada 22 Maret 2017).
http//www.siemens.com/history/en/news/1051_von_siemens. (diakses pada
tanggal, Senin, 27 Maret 2017).
www.colombo-plan.org/index.php/about-cps/history/ (diakses pada Senin, 27
Maret 2017).
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt519adfe9396fb/parent/lt5
19adee7c73a3 (diakses pada hari Snin, 27 Maret 2017).
http//www.siemens.comhistory/pool/innovationen/mobilitaet/the_siemens_trem_f
rom_past_to_present. (diakses pada tanggal Selasa, 28 Maret 2017).
Lampiran-lampiran
Lampiran 1
Trem kuda melintas di samping Gerbang Amsterdam
Sumber: http://luk.staff.ugm.ac.id/itd/Rappard/04.html)
Lampiran 2
Trem listrik buatan Dyle en Bacalan (Sumber: H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java)
Lampiran 3
Perpisahan terakhir trem uap
Sumber: Koleksi KSPI
Lampiran 4
Trem uap dan gerbong pikulan kembali ke remise di daeah Kramat
Sumber: Koleksi KSP
Lampiran 5
Arsip berupa Undang Undang Darurat nasionalisasi perusahaan trem (Sumber:
Undang Undang Darurat No. 10 tahun 1954, ANRI)
Lampiran 6
Pengesahan nasionalisasi perusahaan trem oleh Sukarno
(Sumber: Undang Undang no. 71 tahun 1957, ANRI)
Lampiran 7
Dalam majalah Star Weekly, Trem di Jakarta akan tamat riwayatnya
(Sumber: Star Weekly, 29 Maret 1960)
Lampiran 8
Peta Gementee Batavia tahun 1912, terlihat zona pelabuhan Tanjung Priok ada di
sebelah kiri atas.
(Sumber Foto:The Liang Gie.Sedjarah Pemerintahan Kotapradja Djakarta.(1958)
Pelabuhan Tanjung Priok
Lampiran 9
Statistik Perekonomian Hindia Belanda menjelang masa Depresi
(Sumber : Handbook of The Netherlands East Indies. (Buitenzorg:Division of
Commerce of the Department of Agriculture, Industry and
Commerce,1930).h.148.
Lampiran 10
Dari Trem mundur ke Busway
Sumber: Koran Kompas
Sisa peninggalan rel trem di Kota Tua
Sumber: Dokumen Pribadi hasil pengamatan
Lampiran 11
Perbedaan trem (kereta ringan) dengan kereta berat
Sumber: http://rumahpengetahuan.web.id/light-rail-transit-trem-ibu-kota-versi-
modern/