JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS...

65
1 PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM PENGEMBANGAN ISLAM STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh Mantik NIM:104022000803 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

Transcript of JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS...

Page 1: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

1

PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM

PENGEMBANGAN ISLAM

STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh

Mantik

NIM:104022000803

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009

Page 2: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

2

PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM

PENGEMBANGAN ISLAM

STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh

Mantik

NIM:104022000803

Dibawah Bimbingan

Drs. Azhar Saleh, M.A

NIP: 19581012 199203 1 004

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009

Page 3: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

3

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH

DALAM PENGEMBANGAN ISLAM STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM

MANTIQ telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada jurusan

Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta, 28 Juli 2009

Sidang Munaqsyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris MerangkapAnggota,

Drs. M.Ma’ruf Misbah, MA Usep Abdul Matien, SAg, MA, MA

NIP:19591222 199103 1 003 NIP:150 288 304

Anggota

Penguji, Pembimbing,

Drs. Saidun Derani, MA Drs. Azhar Saleh, MA

NIP:19570227 199203 1 001 NIP:19581012 199293 1 004

Page 4: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

4

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Juli 2009

Mantik

Page 5: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bahwa ulama merupakan komponen penting dalam membina dan membangun

kehidupan umat manusia, umat Islam khususnya. Karena mereka sebagai pewaris, dan

sebagai penerus ajaran Islam yang telah dibawa oleh nabi Muhammad saw. Dalam

menjalankan tugas suci ini, mereka senantiasa tumbuh dan hadir untuk mengisi

kebutuhan zaman. Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa ulama bukan saja cerdas di

atas mimbar, tetapi fasih juga mengimplementasikannya di dalam segala segi kehidupan

bermasyarakat.

Dari sudut etimologis, istilah Ulama bersal dari kata kerja alima-ya’lamu ilman

yang berarti mengetahui.1 Orang yang memiliki ilmu disebut alim, sedangkan jamaknya

menjadi ulama. Sehingga istilah ulama diartikan sebagai suatu kelompok orang pandai

dalam suatu didiplin ilmu atau beberapa disiplin ilmu pengetahuan. Ulama dapat juga

diterjemahkan dengan Cendikiawan.2

Menurut Ibnu Qayim,3 pada era awal sejarah Islam, konsep ulama ini pernah

dimanifestasikan. Ulama tidak sja berarti seorang yang ahli dalam bidang ilmu agama,

melainkan seseorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan duniawi. Lebih lanjut

Ibnu Qayim menambahkan, karena itu pulalah maka dunia Islam pernah dikenal sebutan

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara penterjemah pentapsiran AlQur’an: Jakarta, 1973) h.277

2 M. Dawam Raharjo, Intelektual, Itelegensia, dan perilaku Bangsa: Risalah CendikiawanMuslim; (Mizan: Bandung, 1999).

3 Ibnu Qoyim adalah Asisten Peneliti Madya PMB_LIPI tahun 1993

Page 6: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

6

ulama-u al kimiyai (ilmuan kimia), ulama-u al-tarikhi (sejarawan), ulama-u al ijtimari

(ilmuan kemasyarakatan), ulama-u alfiqhi atau fuqaha, dan sebagainya.4

Sungguhpun demikian, istilah ulama sudah berkembang sebagai pengertian

khusus, yaitu mereka yang diakui masyarakat sebagai seorang yang di satu pihak

memiliki ilmu yang tinggi di bidang agama dan di lain pihak menjalankan akhlak sesuai

dengan ilmu agama yang diajarkan. Sehingga dengan demikian ia sendiri dapat menjadi

teladan atau panutan masyarakat.

Dalam sebuah hadits dikatakan, yang artinya “ulama itu adalah pewaris Nabi”.5

Dalam pengertian ini, ulama ditempatkan pada status social yang tinggi dalam komunitas

muslim. Masyarakat Islam abad pertengahan memberikan kedudukan yang tinggi pada

ulama, berkat pengetahuan keagamaan mereka.6 Yang diwarisi oleh ulama itu bukanlah

stutusnya, melainkan rislahnya. Untuk dapat menjalankan peranannya dalam meneruskan

rislah Nabi, ulama mengacu kepada empat sifat Nabi (1) shiddiq (jujur dan benar), (2)

amanah (dapat dipercaya) (3) tabligh (menyampaikan pesan-pesan agama kepada

manusia), (4) fathanah (bijaksana dalam menghadapi persoalan dan situasi yang

dihadapi).

Ciri-ciri di atas memang juga memiliki cirri kepemimpinan, sebab Nabi juga

menjadi pemimpin masyarakat. Oleh sebab itu seorang ulama dapat berkembang menjadi

seorang pemimpin masyarakat. Tetapi tugas utama ulama memang mempelajari dan

mendalami ilmu agama, dan kemudian menyampaikan kepada masyarakat, baik dengan

4 Ibnu Qayim, “Ulama Di Indonesia Pada Akhir Abad XIX dan Awal Abad XX”, sejarah, Vol 3,(1993) hal.12

5 Lihat shoheh al-Bukhari, (Daar wa Muthabi al-Syab), jilid I, h. 129

6 Saletore, “ulama”, dalam buku; Elie Dalam Perspektif Sejarah, disunting oleh SartonoKartojirdjo, (LP3ES: Jakarta, 1983)

Page 7: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

7

cara Tabligh, mengajar atau dengan merealisasikannya pada proses perkembangan

masyarakat.

Demikian pula pemuda-pemuda Gayo (Aceh Tengah) yang telah memperoleh

predikat Tengku setlah menempuh pendidikan di pesantren mereka kembali ke Tanah

Gayo untuk memberikan dharma baktinya dalam usaha mengangkat harkat dan martabat

masyarakat Gayo. Dalam upaya tersebut mereka kelihatan berlomba-lomba untuk

mendirikan lembaga pendidikan modern seperti madrasah dan pesantren selain itu

mereka memelopori berdirinya tempat-tempat ibadah seperti masjid dan meunasah.

Disamping itu, lewat media dakwah mereka telah berhasil menyebarluaskan

ajaran Islam lewat pertemuan dan ceramah-ceramah sehingga secara bertahap,

masyarakat Gayo telah dapat meninggalkan tradisi-tradisi yang berbau bid’ah, tahayul

dan kurafat.

Dengan demikian perlu kiranya untuk mengangkat dan memperkenalkan kegiatn

ulama (Tengku) Gayo dalam upaya menyebarkn Islam. Hal ini dapat menjadi tolak ukur

tentang kemajuan di dalam masyarakat Tanah Gayo (Aceh Tengah) sebagai bagian yang

tidak dapat terlepaskan dari kemajuan bangsa.

B. PERUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP MASLAH

Agar masalahnya lebih terfokus, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran Tengku Ibrahim Mantiq dalam memajukan pendidikan dan

dakwah

2. Bagaimana respon rakyat Aceh Tengah terhadap kehadiran Tengku Ibrahim

Mantik dalam memajukan pendidikan dan dakwah.

Page 8: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

8

Untuk memfokuskan masalah, maka penulis akan membatasi penulisan tentang

Peranan Ulama di Tanah Gayo Aceh Tengah Dalam Pengembangan Islam studi kasus

Tengku Ibrahim Mantiq tahun 1930-1950. Alasannya adalah karena pada periode tersebut

Tengku Ibrahim Mantiq salah satu Tengku berfikiran maju. Telah mencurahkan

perhatiaannya dalam bidang pendidikan dan dakwah. Karena dalam masa itu pemuda

Gayo setelah kembalinya dari perantauan mereka terus mengabdikan diri kepada

kepentingan masyarakat dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan menulis sejarah yang

menyangkut tentang peranan ulama (Tengku) di Gayo (Aceh Tengah) dalam

pengembangan Islam. Dengan hasil penelitian ini akan dapat memperkaya khasanah

kesejarahan bangsa.

Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan dalam

menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Peradaban

Islam UIN Syarif Hidatullah Jakarta.

E. METODE PENILITIAN

Masalah sejarawan dalam usaha memilih sesuatu subyek dan mengumpulkan

informasi mengenai subyek itu kegiatan tersebut belakangn seringkali diberi nama yunani

heuristic. Heuristic sejarah tidak berbeda dalam hakekatnya dengan kegiatan bibliografis

yang lain sejauh menyangkut buku-buku yang tercetak. Akan tetapi sejrawan harus

mempergunakan banyak material yang tidak terdapat didalam buku-buku. Jika bahan-

Page 9: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

9

bahan itu berupa dokumen-dokumen resmi, maka ia harus mencari di arsip, pengadilan-

pengadilan, perpustakaan pemerintah, dan lain-lainnya.

Tujuan studi ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya

merekontruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah.

Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali, dilangsungkan dengan

metode penggunaan bahan dokumen.7

Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan

dengan jalan mengadakan wawancara kepada tokoh-tokoh dari peristiwa. Dalam hal ini,

informasi yang didapatkan adalah berupa sejarah lisan, yaitu dari tokoh-tokoh yang

langsung mengalami peristiwa baik sebagai tokoh utama maupun pengikutnya, atau

orang-orang yang langsung mendengar dari saksi pertama. Metode sejarah lisan ini

dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan documenter.8

Untuk itu maka penulis akan melakukan serangkaian penelitian kepustakaan

(library reseach) dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti buku,

makalah, majalah, brosur, diktat, dan lain-lain. Untuk kepentingan ini penulis memilih

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Jakarta, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional dan lain-lain. Sedang

penelitian lapangan penulis telah melakukan serangkaian wawancara terutama dengan

muridnya serta tokoh-tokoh masyarakat Gayo baik di Aceh Tengah (Takengon)

khususnya masyarakat Kenawat yang berdomisili di Jakarta.

1. Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontenporer, terj. YASOGAMA (Jakarta: CV. Rajawali, 1984)hal. 23; lihat pula selo soemardjan, loc. Cit.

2. Kuntowijoyo, Metodologi sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994, hal. 23

Page 10: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

10

F. LANDASAN TEORITIS

Dengan menggunakan landasan teori sebagai landasan berpikir dalam penelitian

ini diharapkan dapat lebih terarah dalam penelitiannya dengan koridor dan teori. Serta

mempermudah peneliti dalam melakukan upaya pengkajian terhadap peristiwa-peristiwa

masa lampau.9

Sejarah sosial adalah kajian tentang seluruh lingkup kehidupan dan kebudayaan

dalam masyarakat yang tercatat dalam sejarah. Sartono Kartodirdjo mendefinisikan

sejarah sosial sebagai gejala sejarah yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu

komunitas atau kelompok. Sartono menegaskan bahwa sejarah sosial mencakup berbagai

aspek kehidupan manusia kecuali aspek politik.10

Oleh karena itu maka dalam studi ini digunakan sudut pandang sosiologis dalam

mengkaji peristiwa-peristiwa sejarah yang dikaji. Secara metodologis dalam kajian

sejarah itu, sebagaimana dijelaskan oleh Weber, adalah bertujuan memahami arti

subyektif dari perolaku social, bukan semata-mata menyelidiki arti obyektif. Dari sini

tampaklah bahwa fungsional sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah kepada pencarian

arti yang dituju oleh tindakan individual berkenan dengan peristiwa-peristiwa kolektif,

sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam

menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau factor-faktor dari suatu periatiwa. Oleh

karena itu pemahaman sejarawan dengan pendekatan tersebut lebih bersifat subyektif.

Sebagai konsekuensi dari sudut pandang yang dipakai dalam studi ini maka digunakan

pendekatan sosiologi-histories. Dengan pendekatan sejarah ini diharapkan dapat

9 Dudung Abdurahman, M. Hum, Metode Penelitian Sejarah, Logos, Jakarta 199910 Ibid

Page 11: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

11

dihasilkan sebuah penjelasan Historical Explanation yang mampu mengungkapkan

peristiwa-perisriwa yang relevan.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan skripsi ini terdiri dari atas 5 bab, yang masing-masing bab tersebut

tersiri atas beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun

perinciannya sebagai berikut:

Bab 1. Berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan

masalah, lingkup permslahan, manfaat penting penelitian, landasn teori, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab 2. Pada bab ini penulis mencoba menjelaskan tentang mengenal masyarakat

Gayo Aceh Tengah, yaitu yang terdiri atas letak geografis Tanah Gayo, kondisi social

masyarakat Gayo, dan proses kedatangan Islam di Tanah Gayo.

Bab 3. Pada bab ini penulis mencoba menjelaskan tentang riwayat hidup Tengku

Ibrahim Mantiq, yaitu mulai dari kehidupan keluarga, dan dalam mengikuti pendidikan.

Bab 4. Pasa bab ini penulis mencoba menjelaskan tentang peranan Tengku

Ibrahim Mantiq dalam memajukan pendidikan di Tanah Gayo Aceh Tengah yang terdiri

dari bidang pendidikan, bidang dakwah dan respon rakyat Aceh terhadap Tengku Ibrahim

Mantiq.

Bab 5. Merupakan bab terakhir dalam penulisan ini yaitu terdiri atas kesimpulan

dan saran-saran.

Page 12: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

8

BAB II

MENGENAL MASYARAKAT GAYO ACEH TENGAH

A. LETAK GEOGRAFIS TANAH GAYO

Tanah Gayo yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Tengah,

luasnya meliputi 5.155 km. kabupaten ini berbatas di sebelah Utara dengan kebupaten

Aceh Utara, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, disebelah Barat

melintang Kabupaten Aceh Timur.

Secara administratif, Kabupaten Aceh Tengah terbagi atas tujuh kecamatan yaitu:

1) Kecamatan kota Takengon, yang juga sebagai ibukota kabupaten,

2) Kecamatan Bukit ibukotanya di Simpang Tiga

3) Kecamatan Bebesen ibukotanya Bebesen

4) Kecamatan Timang Gajah, ibukotanya Lampahan

5) Kecamatan Silin Nara, ibukotanya Angkup

6) Kecamatan Linge, ibukotanya di Isaq, dan

7) Kecamatan Bandar ibukotanya di Janarata.

Daerah kabupaten Aceh Tengah merupakan juga bagian dari jalur pegunungan

Bukit Barisan yang membentang sepanjang pulau Sumatra. Kawasan ini terletak di atas

dataran tinggi sekitar 1300 meter di atas permukaan air laut. Aceh Tengah termasuk

daerah beriklim tropis dengan banyak hujan dan kelembaban yang sangat tinggi. Suhunya

Page 13: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

9

rendah 12 C-23 C. Angin Barat bertiup dari bulan April sampai dengan bulan Oktober,

sedang angin Timur bertiup pada bulan November sampai dengan bulan Maret11.

Secara keseluruhan, areal Kabupaten Aceh Tengah terbagi atas hutan lebat

484.300 Ha, hutan pinus 92.299 Ha, kebun kopi 22.134.40 Ha, tanah persawahan

10.680,80 Ha.

Penduduk yang mendiami Aceh Tengah adalah suku Gayo, suku Gayo tersebut

tersebar di daerah Aceh Tengah (Benermeriah dan Blangkejeren). Suku Gayo yang

mendiami disekitar laut tawar disebut Gayo Lut. Menurut dialeknya Gayo Lut terbagi dua

yaitu Bukit yang berpusat di Kebayakan dan Cik berpusat di Bebesen dan sekitarnya.

Sedang yang lain suku Gayo di luar Laut Tawar disebut Gayo Deret yang berpusat di

Linge. Konon Linge asal mula kehidupan suku Gayo.

Menurut sejarahnya, penduduk yang mendiami kampung Bebesen dan Kebayakan

merupakan kampung “inti” di Gayo Lut, mempunyai satu anggapan bahwa asal-usul

mereka berbeda. Penduduk kampung Kebayakan mengatakan bahwa mereka penduduk

“asli” di Gayo ini, sedang yang satu pihak lagi, yakni penduduk kampung Bebesen

memang menyadari bahwa mereka berasal dari luar daerah ini mereka datang dari Batak

(Tapanuli). Lebih populer lagi bahwa mereka berasal dari apa yang disebut “Batak 27”

karena mereka berasal usul dari 27 orang Batak yang datang ke daerah Gayo ini pada

zaman lampau12.

11 Mukhlis Paeni, RIAK di Laut Tawar, Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan di Gayo AcehTengah. ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) kerjasama dengan Gadja Mada University Press.Jakarta 2003

12 A. Hasymy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia (Kumpulan Prasaran PadaSeminar di Aceh), Jakarta: Percetakan Offset, 1989, Cet Ke-2

Page 14: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

10

B. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT GAYO

Masyarakat Gayo umumnya berdiam mengelompok dalam komunitas-komunitas

kecil yang disebut kampung, komunitas ini terdiri dari rumah-rumah yang dihuni oleh

masing-masing keluarga. Sedang pada masa lalu mereka tinggal dalam satu rumah

panjang yang berukuran 20-30 meter dengan lebar 6-9 meter. Rumah semacam ini dihuni

dalam keluarga inti atau keluarga luas yang masih ada hubungan kerabat. Sedang

sekarang bentuk rumah tersebut sudah ditinggalkan.

Sebuah perkampungan ditandai dengan tempat ibadah sehari-hari yang disebut

Mersah dan Joyah bagi kaum perempuan. Bangunan ini dilengkapi dengan tempat mandi

dan jamban untuk umum dan Mersah ini biasanya merupakan milik dari satu klen atau

belah, jadi setiap kampung ada beberapa klen dan beberapa Mersah atau Masjid.

Masyarakat Gayo memiliki sistem budaya sebagai acuan dalam kelangsungan

hidup sebagai suatu kesatuan sosial.sistem masyarakat Gayo telah terwujud dalam waktu

lama yang bersumber dari edet dan hukum. Edet adalah unsur-unsur penegetahuan,

kepercayaan, nilai dan norma-norma warisan nenek moyang yang disebut adat lama,

sedang Hukum adalah keyainan dan kaidah-kaidah yang berasal dari agama Islam. Kedua

sumber tersebut tak dapat dipisahkan, meskipun kadang-kadang masing-masing

mempunyai fungsi khusus.

Sedang sistem kekerabatan masyarakat Gayo adalah menarik garis keturunan

menurut prinsip patrilineal. Adat menetap sesudah menikah umumnya adalah virilokal,

yang mereka sebut juelen atau ango13; artinya sepasang pengantin menetap di

13 M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikandan Kebudayaan, 1995,

Page 15: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

11

lingkungan kerabat suami. Namun ada pula adat uxoriloka yang mereka sebut angkap14,

artinya pasangan pengantin menetap dilingkungan kerabat istri. Pada masa terakhir ini

mereka sudah bebas memilih ke salah satu pihak atau berdiam di tempat yang lain.

Di masa lalu, sebuah keluarga inti yang disebut sarana berine berdiam dalam

sebuah rumah panjang bersama sejumlah keluarga inti atau sejumlah keluarga luas

lainnya. Sebuah keluarga inti baru biasanya masih satu kesatuan dengan keluarga inti

seniornya sehingga merupakan sebuah keluarga luas yang disebut sara dapur.

Keseluruhan keluarga inti atau keluarga luas yang berdiam satu rumah itu disebut

kelompok sara umah, artinya “satu rumah”. Kelompok satu rumah ini masih terikat

dalam hubungan kerabat dan mereka masih terikat dalam ikatan satu klen (belah) dengan

jumlah rumah lain semacam itu. Mereka terikat oleh aturan-aturan adat berupa sistem

nilai budaya seperti tersebut di atas.

Di masa lalu masyarakat Gayo Lut hidup sebagai petani, terutama bercocok tanam

di sawah. Sawah yang luas adalah simbol gengsi. Dalam hal pertanian sawah, mereka

menjalankan macam-macam tradisi, mulai dari menabur benih, mengolah tanah, sampai

kepada memulai makan hasil panen yang baru. Tradisi ini menyangkut aktivitas tolong-

menolong yang terkait dengan kepercayaan. Dalam aktivitas pertanian ini tersirat

berbagai nilai budaya sebagai acuan, misalnya mengukur apakah seseorang punya rasa

saling menolong, disiplin dalam mengikuti aturan kegiatan pertanian, mengukur apakah

sesorang bersikap kerja keras, dan lain-lain. Jenis mata pencarian lain di masa lalu adalah

berternak kerbau dan menagkap ikan di Danau Laut Tawar, terutama bagi masyarakat di

sekitar danau tersebut. Banyaknya jumlah ternak yang dimiliki juga menjadi simbol

genarasi.

14 Ibid, hal 280

Page 16: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

12

Pada periode lain orang Gayo kebanyakan lebih mengutamakan penanaman kopi

di kebun-kebun. Hutan-hutan yang memungkinkan untuk ditanami kopi mereka babat.

Kebun kopi menjadi salah satu simbol gengsi, meskipun hidup mereka jatuh bangun

sesuai jatuh bangunnya harga kopi, karena tata niaga kopi itu dikendalikan oleh orang

lain. Dalam periode ini sawah menjadi kurang penting dalam pandangan mereka, karena

dilihat dari perhitungan ekonomi penghasilan dari sawah tidak mampu memenuhi

macam-macam kebutuhan yang semakin berkembang dan bervariasi. Namun dalam jenis

mata pencarian ini sudah tidak banyak lagi aturan adat atau upacara yang menyangkut

nilai-nilai tadi. Orientasinya sudah lebih banyak kepada perhitungan materi, dan

berangsur-angsur meninggalkan nilai-nilai tersebut di atas

Orang Gayo Lut mengenal beberapa jenis kesenian, seperti seni sastra, seni suara,

seni tari, seni rupa, seni instrumental, dan ada juga kesenian didong yang merupakan

paduan antara seni sastra, seni suara dan seni tari. Seni lain bernama sa’er, yang

merupakan paduan seni suara dan seni sastra yang bernafaskan keagamaan. Seni sastra

lainnya adalah melengkan, seni pidato adat yang berbalas-balasan.

Kesenian Didong adalah induk dari beberapa cabang seni dan mempunyai kaitan

dengan sruktur sosial dan menjadi jiwa dari dinamika sosial masyarakat setempat.

Kesenian ini dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari 25-35 orang yang pada

umumnya diperankan oleh kaum pria. Kesenian ini merupakan seni bersyair yang

dinyanyikan serta diiringi dengan gerak-gerak tertentu yang serasi dengan isi syair dan

irama lagunya.

Page 17: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

13

Dalam setiap perkumpulan tadi ada beberapa orang yang disebut ceh dan yang

lainnya disebut pengiring (penunung). Seorang yang disebut ceh adalah seniman

komplit, artinya ia adalah seorang penyair atau orang yang mampu menciptakan puisi-

puisi sendiri, mampu menciptakan lagu sendiri, dan memiliki suara yang merdu. Dalam

satu kumpulan, para ceh-nya itu biasanya terbagi atas dua atau tiga kategori sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki dalam menciptakan dan keindahan suara tadi, yaitu

ceh kul (seniman utama), ceh due (ceh dua), dan seterusnya.

Pada masa lalu, kesenian ini berfungsi sebagai hiburan dan sarana mengungkap

masalah-masalah adat, misalnya adat perkawinan, adat mendirikan rumah, pertanian dan

lain-lain. Dengan demikian pengetahuan tentang adat itu akan terus tetap hidup sebagai

pengetahuan masyarakat. Pada masa ini pagelaran pertandingan kesenian itu adalah antar

klen, yang juga berfungsi untuk mempertahankan sruktur sosial dalam wadah berupa

klen. Pada masa yang lebih terakhir, kesenian ini berkembang dan berubah, baik dalam

kekayaan variasi lagu, bentuk dan tata bunyi lirik dan fungsi dari kesenian ini yang

semakin kompleks.

C. PROSES KEDATANGAN ISLAM DI TANAH GAYO

Memperhatikan keanekaragaman penduduk Gayo yang tinggal di Kabupaten

Aceh Tengah itu menunjukkan bahwa daerah Aceh Tengah itu tidak menutup pintu bagi

orang-orang yang hendak tinggal disana. Kemungkinan besar bagi pendatang itu

mendapat tempat yang layak di kalangan masyarakat, apalagi yang datang itu selalu

membawa kebaikan dan keamanan bagi masyarakat. Maka suatu dugaan keras bahwa

masuknya Islam ke daerah Gayo adalah dibawa oleh pendatang-pendatang, baik

Page 18: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

14

pendatang itu sebagai pedagang maupun sebagai Muballigh. Salah satu data yang dapat

dilihat adalah adanya sebuah kuburan Ya’kub, saudara misan dari Al-Malik Al-Kamil.

Ya’kub meninggal pada hari Jum’at 15 Muharram 630 H15. Sedang pada buku-buku

yang ditulis oleh penulis Belanda, yang isinya merupakan laporan dari bawah keatasan

menjelaskan bahwa sekitar tahun 1900-an suku Gayo telah memeluk Islam, namun dilain

pihak banyak juga melakukan penyimpangan-penyimpangan dari hukum Islam.

Kejurun Bukit adalah salah satu bagian dari pada raja-raja yang didapati di daerah

Gayo yang mempunyai hubungan baik dengan kejurun lain, yaitu Kejurun Linge,

Kejurun Nosar dan lain sebagainya. Menurut cerita, semua kejurun itu mempunyai

hubungan keturunan dengan nenek moyang orang Gayo di zaman dahulu.

Dalam pada itu sebagai bahan di kemukakan sebuah kisah mengenai suku Gayo

dan Kerajaan Linge yang ditulis oleh Dada Meuraxa dari catatan perjalanan pengembara

Marco Polo, ketika ia singgah di Perlak Aceh Timur, sekembalinya dari Cina dalam

perjalanan pulang ke Itali, pada tahun 1292.

Dikatakan bahwa ketika Marco Polo singgah di Perlak tahun 1292, didapatinya

penduduk perlak telah memeluk agama Islam. Penduduk yang tidak mau masuk Islam

telah menyingkir ke pedalaman. Mereka yang menyingkir ke pedalaman ini, menjumpai

kerajaan kecil di pedalaman.

Rakyat asli pedalaman ini menyebut daerahnya dengan “Lainggow” dan

menyebut rajanya dengan Ghayo-ghayo atau “Raja gunung yang suci”. Di daerah

Linggow telah berdiri kerajaan kecil yaitu “Kerajaan Linggow”, dan sudah ada hubungan

dengan kerajaan Perlak di Aceh Timur yang ditandai dengan kirim mengirim bingkisan.

15A. Hasymy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia (Kumpulan Prasaran PadaSeminar di Aceh), Jakarta: Percetakan Offset, 1989, Cet Ke-2, hal. 477.

Page 19: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

15

Besar kemungkinan yang dimaksud dengan “Lainggow” dalam catatan Marco

Polo adalah “Linge”, sehingga yang dimaksud dengan “Kerajaan Lainggow” adalah

Kerajaan Linge, sedang yang dimaksud “Laut kecil” di pedalaman Perlak adalah “Danau

Laut Tawar”, karena satu-satunya danau di pedalaman daerah Aceh adalah Danau Laut

Tawar. Dari catatan Marco Polo itu diketahui bahwa di daerah pedalaman sudah didapati

penduduk asli, sebelum masuknya Islam dan orang-orang yang lari dari Kerajaan Perlak.

Jika itu benar maka ini dapat dipegang kebenarannya, maka dalam perkembangan

sejarah selanjutnya penduduk pedalaman ini disebut sebagai suku Gayo.

Sedang pendapat lain beranggapan bahwa suku Gayo berasal dari Perlak, yakni

orang-orang yang tidak mau masuk Islam melarikan diri ke pedalaman. Dan kata-kata

Gayo sama artinya “sudah takut” sehingga mereka mencari tempat persembunyian di

pedalaman.

Anggapan tersebut di atas mungkin bersumber dari Hikayat Raja-raja Pasai yang

pernah dikutip oleh Snouck dalam bukunya menyebutkan “Ada satu kaum dalam negeri

itu tidak mau masuk agama Islam maka ia lari ke hulu sungai Peusangan maka karena

itulah dinamai negeri Gayo hingga sekarang.”16

Memperhatikan sumber diatas bukanlah tidak mungkin bahwa agama Islam itu

masuk ke Daerah Gayo melalui Perlak atau Pase. Bahkan kalau dilihat dari segi

pemerintahan, bahwa sistem pemerintahan di daerah Gayo mempunyai pola yang sama

dengan kerajaan Aceh, namun ada cirri-ciri tersendiri bagi pemerintahan di tanah Gayo.

Faktor-faktor yang mempercepat Islam berkembang di daerah Gayo antara lain:

Adanya para pedagang Islam yang membawa barang dagangannya, sambil mengajarkan

ajaran Islam. Ada pula Muballigh yang sengaja datang ke Takengon untuk mengajak

16 Ibid, hal. 479.

Page 20: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

16

masyarakat memeluk Islam. Bahwa seorang panglima yang bernama Ya’kub datang ke

Gayo untuk mengislamkan orang-orang Gayo. Kalau seseorang telah dapat mengetahui

ajaran Islam, tentu lambat laun akan berkembang sehingga meluas di kalangan

masyarakat. Hanya saja meluasnya itu kemungkinan dapat melalui jalur pemerintah atau

melalui rakyat jelata. Sebagian besar Islam berkembang melalui rakyat jelata. Hal ini

dapat dilihat bahwa agama Hindu datang ke Indonesia untuk kepentingan istana, seperti

teknik pembuatan candi yang merupakan aktifitas kraton, upacara istana dan lain

sebagainya. Karena itu agama tersebut hanya berpengaruh pada kalangan atas itu saja

sedangkan rakyat bawahan tidak begitu merasakannya17 Agama Islam yang datang

kemudiannya menyusup kebagian bawah. Dengan kata lain Islam itu masuk melalui

masyarakat awam. Dengan demikian Islam itu memasuki sesuatu yang belum terisi, oleh

sebab itu ajaran tersebut mendapat kekuatan massal18. Ditambah pula kehidupan orang

Gayo bergantung kepada pertanian. Dalam kehidupan agraris tersebut jiwa

kolektifismenya sangat laus sekali. Yang demikian ini mendapat penyaluran yang

sempurna dalam Islam dengan konsepsi hidup perdamaian dan suasana Muslim laksana

satu tumbuh yang apabila satu sakit yang lain ikut merasakannya serta berusaha

mengobati sakit tersebut. Hal ini menjadikan Islam mudah berkembang di kalangan

mayarakat.

Perkembangan Islam di daerah Gayo mungkin pula dapat melalui Muballigh

seperti yang telah disinggung di atas. Pekerjaannya khusus untuk mengajarkan agama.

Turut sertanya Muballigh atau guru-guru agama dalam islamisasi akan lebih

memperdalam pengertian-pengertian yang tercakup oleh orang Islam itu. Di samping itu

17 Ibid, hal. 481.18 Ibid

Page 21: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

17

guru-guru agama atau muballigh-muballigh dengan menyelenggarakan pesantren-

pesantren yang akan membentuk kader-kader yang kelak menjadi ulama-ulama19. Di

kalangan masyarakat Gayo ada beberapa orang yang pergi menuntut ilmu ke daerah lain,

seperti pesantren-pesantren yang dikenal masyarakat Gayo yaitu peasntren Pulo Kitun

atau pesantren Teupin Raya. Mereka belajar tentang agama Islam. Bila mereka telah

menganggap memiliki bekal yang cukup tentang ajaran Islam, mereka kembali ke Gayo

dan disana mereka membuka pendidikan Islam yang dimulai dari keluarga, lalu tetangga,

kemudian berkembang pada masyarakat. Maka tidak mustahillah di daerah Aceh

umumnya dan Takengon khususnya banyak didapati sekolah-sekolah agama (Madrasah).

Bahkan lebih dari tu orang-orang yang sudah lanjut usianyapun dididik kembali untuk

belajar tentang agama Islam.

Kaum wanita yang sudah berusia lanjut ditampung pada sebuah rumah yang

disebut “Joyah” untuk diajarkan kembali ajaran-ajaran Islam, sehingga dengan jalan

demikian mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.

Joyah sebagai sebuah bangunan samping yang kecil dekat masjid yang antara lain

dipakai untuk memberi pelajaran Agama Islam20. Sebuah Joyah dapat di samakan dengan

surau, adalah gedung kecil yang dipakai sebagai tempat sembahyang untuk kaum wanita.

Joya yang berperan sebagai pengembangan agama Islam terdapat di berbagai desa atau

kampung. Namun yang sangat menjadi perhatian masyarakat adalah Joyah Toa dan Joyah

Uken. Joyah Toa terletak pada bagian Timur kampung Bebesen, sedangkan Joya Uken

terletak pada bagian Barat kampung itu.

19 Ibid, hal.482.20 Ibid.

Page 22: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

18

Masing-masing Joyah dikepalai oleh seorang Tengku wanita. Tetapi dalam

sejarah Joyah pernah juga Tengku pria menjadi ketua, seperti Tengku Lah. Namun

Tengku Lah itu tidak bertahan lama karena Hulubalang (kepala distrik) di Bebesen

menganggap hal itu tidak pantas dan kemudian digantikan dengan Tengku wanita. Salah

satu kriteria terpenting bagi Tengku adalah harus memiliki pengetahuan tentang hukum

Islam dan Agama. Karena dalam bidang itulah Tengku harus melebihi pengetahuannya

dari anggota lainnya. Tengku tidak hanya bertindak sebagai pemimpin Joyah sehar-hari,

tetapi juga memimpin dalam do’a dan menjadi juru bicara bagi penghuni Joyah. Jadi

pemegang prestie yang tertinggi dalam Joyah adalah Tengku Guru. Dua kali seminggu

Tengku Guru mengunjungi kedua Joyah secara bergilir untuk memberikan pelajaran

Agama dan untuk memimpin dalam Shalat. Ia dianggap sebagai ahli besar dalam urusan

keagaman dan apabila ada di kalangan anggota timbul pertentangan atau kesangsian

dalam soal-soal agama, Tengku guru bertindak sebagai penasehat yang memberikan

keterangan yang menentukan21. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa pola-pola

kebudayaan masyarakat Gayo.

Jalur pengembangan Islam yang lebih pesat lagi adalah melalui mesjid. Dalam

kota Takengon didapati beberapa mesjid. Jarak antara Mesjid dan Mesjid lain kurang

lebih 300m. Sebagaimana halnya di mesjid lain, Mesjid-mesjid di Takengon

dipergunakan selain untuk tempat sembahyang Jum’at dan dijadikan benteng pertahanan,

juga sebagai tempat pengadilan. Dalam Mesjid para ahli fiqh mempelajari dan membahas

fiqh dan Hadist22. Tiap kampung yang ada di daerah Gayo ditemukan satu atau dua

mesjid. Apabila akan melaksanakan sembahyang Jum’at, sekitar jam 09.00 mereka telah

21 Ibid, hal. 483.22 Ibid.

Page 23: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

19

turun dari rumah menuju mesjid. Mereka akan segera masuk Mesjid dan melaksanakan

zikir sambil menunggu waktu Jum’atan, sebagian ada yang keluar dengan segera untuk

melaksanakan keperluannya masing-masing. Dan sebagian lagi ada yang masih duduk-

duduk dalam Mesjid sambil berbincang bertukar pikiran tentang kehidupan sehari-hari

maupun yang berhubungan dengan agama. Dengan demikian Mesjid mempunyai peranan

penting dalam pengembangan agama Islam.

Page 24: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

20

BAB III

RIWAYAT HIDUP TENGKU IBRAHIM MANTIQ

A. Keluarga

Tengku Ibrahim Mantiq ia lahir tahun 1914 di Kenawat Takengon, putra dari

Mude Berani Aman Nurcaya alias Empun Berhan23. Kampung Kenawat ini termasuk

sebuah wilayah kegecikan dalam wilayah pemukiman Laut Tawar kecamatan Kota

Takengon kabupaten Aceh Tengah, propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang jauhnya ± 3

Km sebelah Tenggara kota Takengon

Ayahnya bernama Mude Berani alias Aman Nurcaya nama tuanya Empun Berhan

ia juga mendapat gelar Raja Setie Raja, karena ia pernah menjabat sebagai Raja kampung

Kenawat dalam satu periode. Ibunya bernama Sawiah berasal dari kampung Gunung

Tritit Redlong (sekarang kabupaten Bener Meriah). Perkawinan ini merupakan

perkawinan yang kedua karna Mude Berani telah menduda dan Sawiah janda karna suami

Sawiah telah gugur dalam pertempuran dengan tentara Belanda dalam mempertahankan

Aceh.

Kebahagiaan Tengku Ibrahim Mantiq pada masa kecilnya, seperti lazimnya

dirasakan seorang anak dengan belaian kasih sayang dari seorang ibu tidaklah lama

dinikmatinya. Karena sesudah ibunya meninggal ia diasuh oleh ayahnya sendiri.

Oleh karena itu Empun Berhan yang telah menduda menumpahkan perhatian

penuh pada Ibrahim. Karena ia berperan ganda, sebagai bapak dan sebagai ibu. Namun

demikian, bagaimana pun baiknya, tidaklah sempurna seperti kelembutan hati seorang

ibu. Hal ini tidak saja karena keterbatasan kemampuan, tetapi karena tuntutan kebutuhan

hidup sehari-harinya. Untuk menanggulangi kebutuhan hidup, Empun Berhan sering

23 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakarta

Page 25: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

21

mondar mandir dagang sampai kedaerah Blang Kejeren, Gayo Lues. Karena itu Ibrahim

terpaksa dititipkan pada Empun Sami atau Empun Salamah, saudara sepupu. Oleh karena

itu perawatan Ibrahim bergantung pada kasih sayang saudara. Begitu juga untuk

mendapatkan makan, kadang-kadang ikut makan dengan Empun Sami dan kadang-

kadang ikut makan dengan Empun Salamah24.

Namun demikian, tidaklah menghambat langkah Ibrahim untuk menuju

pertumbuhannya. Segala cobaan itu telah menempa mental Ibrahim menjadi manusia

yang dinamis.

Empun Berhan, selaku orang tua yang bijaksana, meskipun Ibrahim sebagai anak

kesayangan tidaklah memanjakannya. Untuk menjadi manusia yang berguna, sejak awal

dia telah meletakkan rambu-rambu petunjuk agar dapat menempuh jalur yang benar.

Begitu juga dalam membimbing ia tidak bosan memberi nasehat dan petua-petuah yang

bijak dengan kata-kata lembut, penuh kasih sayang agar kelak menjadi manusia yang

berbudi dan berakhlak mulia.

Setelah menduda 2 tahun ia menikah lagi dengan seorang janda dari kampung

Rawe yang suaminya juga gugur dalam pertempuran melawan Belanda. Dari perkawinan

ini lahir 2 anak laki-laki yang di beri nama Abas dan Ahmad. Sedangkan perkawinan

yang pertama dengan seorang gadis dari kampung Linung Bulan (Bukit Bintang) putri

dari seorang keturunan bangsawan dari raja-raja Bukit dan melahirkan seorang anak

perempuan yang diberi nama Inen Sahar. Dengan demikian ia bersaudara satu bapak 5

orang dengan berlainan ibu.

24 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim. 10 Januari 2009 Jakarta

Page 26: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

22

Asal usul Mude Berani merupakan tetesan darah dari seorang Musafir yang

berasal dari Meureuedu ( Aceh Pidie ) yang menikah dengan gadis Gayo di Kenawat

anak dari Datu Tunggal. Dari garis ini Mude Berani merupakan generasi ketiga dari

keturunan tersebut25.

Bercerita tentang Mude Berani, ayahnya Ibrahim seorang yang alim (Tengku)

yang diwariskan oleh kakeknya. Selain itu ia cerdas ahli adat, karena kecerdasannya ia

pernah diangkat menjadi Raja kampung Kenawat dengan Gelar Raja Setie Raja. Selain

itu ia sangat mahir dalam bercerita (kekeberen), sehingga boleh di katakan seorang

publish yang tiada bandingnya di kampung Kenawat.

Dengan menyandang predikat Tengku, tahun 1936 Tengku Ibrahim kembali

pulang ke kampung halamannya di Takengon. Penampilannya telah memperlihatkan gaya

hidup orang-orang yang terpelajar dan berpikiran maju. Begitu juga cara berpakaian, ia

telah dapat mengikuti gaya hidup zaman mutahir yang ditandai dengan mengenakan

pantaloon (celana panjang) dan baju cut (jas). Singkat kata penampilannya penuh daya

pesona yang mengesankan.

Namun demikian, kepribadiannya tetap kukuh berpegang pada budaya bangsa

yang Islami. Ilmunya telah membentuk jati dirinya menjadi manusia yang berbudi dan

berakhlak mulia dan ini kelihatan terpancar di dalam kehalusan budi bahasa yang luhur.

Sementara itu, kehadiran Tengku Ibrahim dengan segala perobahanya tampaknya

belum mendapat simpati dari kalangan tua yang masih terbelenggu dalam tradisi, bahkan

mereka membuat opini. Mereka memandang bahwa kehadiran Tengku Ibrahim dengan

segala aksesoris yang identik dengan pakaian orang kafir (Belanda). Namun demikian,

25 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim10 Januari 2009, Jakrata

Page 27: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

23

mereka tidak mempunyai keberanian untuk memprotes dengan terus terang, hanya lewat

desas desus.

Sementara itu, kehadiran Tengku Ibrahim dengan prototipe Gayo, dengan bangun

tubuh yang sedang, berwajah simpatik serta penampilan yang menjanjikan, dapat di duga,

bahwa ia telah mengundang hati dari para remaja putri untuk memuja. Gelar Tengku

yang telah disandangnnya, agaknya dapat diduga, para ibu dan bapak yang mempunyai

anak perawan berhasrat besar untuk mengambil jadi menantu dan ini di tandai, karena

ketika itu, telah berdatangan tawaran-tawaran yang menjanjikan untuk mempersunting

dengan anak gadisnya dari Pegasing dan Kebayakan. Namun demikian, tawaran tersebut

belum sempat terfikir oleh Tengku Ibrahim, karena selain berusia masih muda, ia juga

ingin meneruskan pendidikan pada jenjang selanjutnya.

Berhubung karena adanya tawaran-tawaran tersebut, maka pihak keluarga dan

masyarakat Kenawat merasa khawatir, kalau Tengku Ibrahim menikah dengan gadis di

luar Kenawat dan kalau sampai terjadi, dia biarkan meninggalkan kampung Kenawat.

Oleh karena itu sebelum terjadi, pihak keluarga meminta kepada Tengku Ibrahim untuk

menunjuk gadis pilihannya dan mereka akan meminang.

Karena keadaan terdesak, akhirnya Tengku Ibrahim menjatuhkan pilihannya pada

Siti Asiah, seorang gadis tinggi semampai, wajah menawan, putri kedua dari Tamat

Aman Rukiah dari belah Cik Kenawat. Siti Asiah bersaudarakan 4 orang yang tertua

adalah Rukiah, adik nomor tiga adalah Abu Bakar dan Said Usman adalah yang bungsu.

Ibunya adalah Rami Inen Rukiah yang berasal dari Bebesen26.

26 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 28: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

24

Untuk menyambut perkawinan Tengku Ibrahim dan Siti Asiah, seperti lazimnya

tradisi masyarakat Gayo, maka diselenggarakan pesta sebagai tanda kegembiraan. Status

perkawinan Tengku Ibrahim, adalah perkawinan angkap, yaitu sesuai dengan tradisi

masyarakat Gayo, maka tengku Ibrahim menetap di rumah mertua. Dengan demikian,

Tengku Ibrahim masuk kedalam garis keluarga isteri dengan kewajiban memelihara dan

merawat mertua sampai hari tuanya.

Sejalan dengan keadaan, pada masa itu masyarakat Gayo, Kenawat khususnya,

masih menggantungkan hidup pada pertanian, terutama sawah. Untuk memenuhinya,

orang berusaha untuk mencari lahan-lahan yang dapat di cetak menjadi sawah, karena

sawalah yang menjadi tumpuan utama dalam menaggulangi hidup. Dengan memiliki

tanah sawah berarti masalah pangan sudah tidak menjadi problema lagi. Sejalan dengan

tuntutan hal tersebut, maka Tengku Ibrahim yang baru mendirikan rumah tangga terpaksa

ikut bersama orang-orang sekampung untuk membuka daerah baru di Pante Raya terletak

30 Km antara jalan Takengon-Bireun, tepatnya terletak pada bagian kaki bagian selatan

gunung Burnitelong. Daerah ini tanahnya subur dan tersedia aliran air yang juga berhulu

di kaki gunung Burnitelong, sehingga dapat dicetak menjadi sawah.

Akan tetapi setelah selesai ditebang, dengan alasan yang kurang jelas orang

Kenawat meninggalkan daerah ini dan akhir tahun 1930-an penduduk Kenawat membuka

daerah di daerah Delung. Sejalan dengan itu, Tengku Ibrahim ikut membawa keluarganya

bersamaan dengan perpindahan penduduk Kenawat ke daerah Delung. Daerah ini

kemudian lebih dikenal dengan sebutan Redlong Simpang Tiga.

Page 29: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

25

Dalam mengikuti derap langkah ini, Tengku Ibrahim bersama istri membabat

hutan belantara, sehingga dalam waktu singkat pohon-pohon raksasa satu persatu

tumbang dan dalam waktu singkat pula daerah ini siap menjadi lahan yang siap tanam.

Sejalan dengan itu Tengku Ibrahim turut menanam kentang, karena tanaman ini

merupakan komoditi pasar. Karenanya dalam waktu yang relatif singkat daerah ini

berubah menjadi daerah pertanian yang ditanami kentang.

Dengan demikian keadaan Tengku Ibrahim semakin membaik, karena

penghasilannya, selain mengajar juga ia telah memiliki sawah dan kebun. Karena itu

simbol kemewahan masyarakat desa yang telah dapat diperlihatkan oleh Tengku Ibrahim

yang ditandai dari penampilan suami isteri dengan pakaiannya. Juga Tengku Ibrahim

telah dapat memiliki sebuah sepeda dengan merk terkenal, buatan Inggris, sehimgga ia

dapat mempelancar perjalanan kemana pun ia pergi.

Kebahagian rumah tangga Tengku Ibrahim di tandai dengan kelahiran putra

putrinya, yaitu yang sulung laki-laki yang di beri nama Muchtaruddin yang panggilannya

Tarudin dan anak ini tinggal bersama mertua di Kenawat Lut, anak kedua perempuan dan

di namakan Suhaini dan anak yang ketiga perempuan yang diberi nama Rukiyah.

Kemudia pada zaman Jepang lahir seorang anak laki-laki yang dinamakan Marsuli,

sedang pada zaman merdeka lahir dua anak perempuan, yaitu Charmina dan Murniawati,

sedang dua anak laki-laki meninggal sewaktu kecil. Jadi anak Tengku Ibrahim yang

hidup berjumlah 6 orang27

27 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 30: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

26

Demikianlah dalam rentang waktu 1938-1950-an rumah tangga Tengku Ibrahim

penuh dalam keharmonisan dan kebahagiaan, sebagai rumah tangga yang sakinah, punya

papan, cukup sandang dan cukup pangan serta dikaruniai anak-anak sebagai harta yang

tak ternilai harganya.

B. PENDIDIKAN

Berangkat dari filosofi Islam, yang menyatakan “tuntutlah ilmu mulai dari ayunan

sampai ke liang kubur”, telah menuntun umat Islam untuk melaksanakan pendidikan

anaknya sejak dini. Berpedoman pada dalil tersebut, orang tua bukan saja dituntut

berperan sebagai pelindung, tetapi dituntut pula untuk mencerdaskan anak-anaknya.

Proses demikian, telah lama berjalan di Tanah Gayo, sejalan dengan masuk dan

berkembangnya Islam diseluruh wilayah Aceh. Pendidikan khususnya, pendidikan agama

terus berjalan dan sudah mentradisi sampai hadirnya pendidikan modern.

Perlu dijelaskan sebagai gambaran bahwa di Kenawat pendidikan Islam telah

berkembang pesat dengan ditandai dengan pendidikan moderen. Tokohnya adalah

Tengku Kadhi Rampak, seorang pendidik yang berfikiran maju. Ia telah berguru kepada

Tengku Muhammad Saleh Pulokitun.

Proses demikian di Kenawat telah lama berjalan dan sejalan dengan proses

tersebut, Ibrahim sejak dini telah mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan. Ia

bernasib baik, karena langsung belajar pada ayahnya, Empun Berhan. Karena Empun

Berhan adalah salah seorang tengku (guru) yang memimpin pengajian. Murid-muridnya

terdiri dari orang laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak yang bertempat di Mersah

Page 31: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

27

(Meunasah). Pelajarannya adalah belajar tulis Al Qur’an dan sebagai pemula adalah surat

Juz Amma, bagi yang dewasa Al-Qur’an, soal ibadah, hukum tarikh dan masalah dunia.

Dengan ditunjang dengan kecerdasan dan keinginan yang kuat, Ibrahim telah

berhasil memperkaya ilmunya. Karena ia telah dapat membaca langsung dari kitab-kitab

milik ayahnya, seperti Masailal dan Sabilal. Kitab-kitab tersebut pada intinya berisi

tentang syariat, ibadah dan ahlak, bahasanya adalah bahasa Melayu Kuno dan tulisan

Arab gundul. Sedang kitab-kitab tersebut pada masa itu termasuk kitab langka dan

merupakan kitab pegangan tengku-tengku di Gayo Aceh Tengah.

Pada tahun 1929 Ibrahim meninggalkan kampung halaman dan meneruskan

pendidikannya ke daerah pesisir di Aceh. Momentum yang baik yakni karena tahun

1929-an isolasi Tanah Gayo, sebagai daerah pedalaman yang tertutup telah terbuka ruas

jalan Takengon-Bireun sepanjang 100 Km oleh pemerintah kolonial Belanda. Kemudian

untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda juga membuka lembaga pendidikan

tingkat dasar (perpolkschool) di kota Takengon.

Dampak positif dari perobahan tersebut telah mendorong pemuda-pemuda Gayo

keluar beramai-ramai untuk menuntut ilmu di luar kota Takengon. Tujuan utama mereka

adalah lembaga-lembaga pendidikan Islam di kota-kota di pesisir Aceh seperti Bireun,

Samarlanga, Sigli dan keluar daerah Aceh, seperti Padang Panjang, Sumatra Barat dan

ada yang ke Jawa.

Mengikuti arus tersebut, Ibrahim memilih Pesantren Pulokitun, pimpinan Tengku

Muhammad Saleh, lebih dikenal dengan panggilan Tengku Pulokitun28. Pesantren

tersebut telah menjadi tujuan utama pemuda-pemuda Kenawat, karena telah terjalin baik

dengan Tengku Kadhi Rampak, ulama Kenawat.

28 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 32: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

28

Ibrahim hanya bertahan satu tahun di Pesantren Pulokitun, dan selama itu ia

hanya mempelajari nahwu dan syaraf , sehingga ia sangat menguasai kedua pelajaran

tersebut. Karena menurut anjuran Tengku Pulokitun, selaku guru, kalau dapat menguasai

ilmu tersebut, maka akan lebih mudah mempelajari semua kitab yang berbahasa Arab.

Sementara itu, Tengku Pulokitun dengan dukungan Tengku Hanafiah dan Tengku

Haji Ridwan membuka Madrasah moderen di Cut Meurak. Pimpinannya, Tengku

Pulokitun, sedang tenaga pengajar adalah semua Tengku pendukung Madrasah tersebut.

Lembaga pendidikan tersebut bernafaskan Islam, tetapi telah berani menerapkan sistem

pendidikan moderen dengan memasukkan mata pelajaran menulis latin dan berhitung.

Bersamaan dengan ini, Ibrahim ikut pindah mondok di Cut Meurak dan

bergabung satu pondok bersama Muhammad Yusup dari Pegasing, kakak kandung

Muammad Hasan Gayo. Untuk menghemat biaya hidup, sesuai dengan kemampuan

ekonomi, mereka berdua memasak sendiri.

Setelah berjalan satu tahun lamanya, pimpinan madrasah mengeluarkan

kebijakan, yaitu melakukan ujian umum untuk penyaringan terhadap murid-murid. Bagi

murid yang mendapat nilai kurang akan ditempatkan di kelas I, bagi murid yang

mendapat nilai sedang akan duduk dikelas II dan bagi murid yang memperoleh nilai

tinggi akan ditempatkan di kelas III. Dengan demikian menjelang tahun ajaran kedua

telah berdiri tiga kelas, yaitu kelas I, kelas II dan kelas III.

Dalam mengikuti ujian umum tersebut, Ibrahim tidak mengalami kesulitan,

karena semua pelajaran yang di ujikan sudah dikuasai dengan baik. Sehingga tidak

mengalami hambatan yang berarti, ia dapat menjawab sempurna soal-soal yang diberikan

Page 33: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

29

panitia ujian. Karena itu, ia dan Abdul Wahab terpilih duduk di kelas III dan Husin naik

kelas III sebagi percobaan.

Sementara itu, ketika Ibrahim dan murid-murid lainnya sedang tekun

mencurahkan perhatian, Tengku Pulokitun, sebagai pegagas berdirinya Madrasah Cut

Meurak mengundurkan diri dan minta berhenti, dengan alasan bahwa ia akan mencari

kebutuhan hidup keluarga. Mundurnya Tengku Pulokitun telah memberi pengaruh akan

kelancaran proses belajar mengajar di Madrasah Cut Meurak.

Begitu juga Ibrahim yang telah ikut 3 kwartal di kelas III semangat belajar

menjadi kendor dan ada rasa enggan untuk meneruskan pendidikan di Madrasah tersebut.

Padahal waktunya tinggal tidak lama untuk mengikuti ujian akhir ke kelas 4.

Meskipun demikian, untuk sementara waktu Ibrahim masih tetap bertahan di Cut

Meurak. Untuk mengisi kekosongan waktu, ia mendalami ilmu-ilmu yang telah di

perolehnya dan kalau ada yang kurang jelas ia bertanya langsung pada guru di Cut

Meurak, sehingga semua ilmu yang telah diperolehnya dapat dikuasai dengan baik.

Dalam keadaan demikian, Tengku Pulokitun menganjurkan Ibrahim supaya

melanjutkan pendidikan di Al Muslim Glumpang Dua, sebuah Madrasah moderen yang

telah didirikan pada 13 April 1930, pimpinannya adalah Habib Mahmud serta dibantu

oleh tenaga pengajar yang berkualitas.29

Lembaga tersebut, sebenarnya sudah digagas sejak tahun 1929, tepatnya pada 21

Jumadil Akhir H, bertepatan dengan 14 Nopember 1929 oleh Tengku Abdurrahman

Meunasah Karang Meucap, seorang ulama yang ternama di Peusangan dan sebagai ketua

serta dibantu oleh Ulebalang Tengku Chik Peusangan.

29 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 34: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

30

Sistem belajar mengajar yang dianut di lembaga tersebut adalah sistem moderen,

karena mata pelajaran yang diberikan, selain mata pelajaran agama sebagai mata

pelajaran pokok, juga diberikan mata pelajaran umum. Bahasa pengantar yang dipakai

adalah bahasa Arab. Karena itu mata pelajaran umum pun disebut dalam bahasa Arab,

seperti ilmu berhitung disebut ilmu Hisab, ilmu bumi disebut Jografi, logika disebut

Ilmu Mantiq, ilmu kesehatan disebut Ilmu Shihah, ilmu jiwa disebut Ilmu Nafs dan

lain-lain. Selain itu, madrasah tersebut juga mengajarkan ilmu berpidato dan kepanduan

yang disebut Kassa’ful Muslimin.

Sementara itu, Ibrahim yang berminat untuk meneruskan pandidikan di Al-

Muslim Glumpang Dua, dia pulang dulu ke Kenawat Takengon untuk melapor kepada

ayahnya Empun Berhan tentang maksud kepindahannya. Akan tetapi permintaan tersebut

ditolak, ayahnya agak keberatan, karena selain jauh, juga terbentur soal biaya. Alasan

ayahnya, sedang sekolah dekat di Cut Meurak ia tidak lancar mengirim belanja, apalagi

pindah di Glumpang Dua yang lebih jauh, tentu sangat keberatan.

Mendengar alasan tersebut, Aman Rinah, sebagai keponakan dan Aman Gaseh

selaku anak angkat, memberi dorongan semangat kepada Empun Berhan dan mereka

berdua telah sepakat untuk mendukung cita-cita Ibrahim meneruskan pendidikannya.

Karena menurut pengamatan mereka, bahwa Ibrahim memiliki kemampuan belajar yang

bagus. Juga harapan mereka agar Ibrahim menjadi seorang tengku yang berilmu. Adapun

masalah biaya akan ditanggulangi bersama dan mereka bersedia membantu.

Akan tetapi sewaktu mendaftar di Al Muslim timbul perbedaan kehendak antara

Ibrahim dengan kepala sekolah tersebut. Ibrahim memohon kepada kepala sekolah agar ia

dapat duduk langsung dikelas IV, dengan alasan, bahwa ia selain sanggup, juga ia telah

Page 35: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

31

duduk di kelas III sudah lebih 3 kwartal di Cut Meurak dan hanya tinggal mengikuti ujian

naik kelas IV saja. Oleh karena itu dengan pertimbangan rugi waktu serta mempunyai

kesanggupan, ia memohon kepada kepala sekolah untuk dapat duduk di kelas IV. Namun

kepala sekolah tersebut tetap menolak.

Oleh karena itu, untuk dapat meyakinkan kepala sekolah Al Muslim, Ibrahim

kembali ke Cut Meurak untuk mendapatkan surat keterangan. Kemudian dengan modal

surat keterangan tersebut ia langsung menghadap, Tengku Abdurrahman Karang Meucap

selaku pimpinan pengurus madrasah Al Muslim untuk membicarakan tentang

permasalahannya.

Akhir pembicaraan, Ibrahim dapat diterima menjadi murid di kelas IV, tetapi

dengan perjanjian, apabila kelak tidak sanggup mengikuti pelajaran ia kembali duduk di

kelas III. Ibrahim yang punya keinginan menyanggupi dan berjanji akan memenuhi

tuntutan tersebut.

Hari-hari pertama mengikuti mata pelajaran, Ibrahim mendudukan dirinya sebagai

pendengar yang baik. Karena ia masih dalam masa penyesuaian diri dengan situasi ruang

dan lingkungan belajar. Sikap yang demikian berlangsung selama satu minggu. Dalam

masa itu ia belum merasa perlu bertanya pada guru, begitu juga sebaliknya guru belum

mengajukan pertanyaan kepadanya. Namun demikian ia berusaha untuk memusatkan

perhatiannya pada setiap mata pelajaran yang diberikan guru.

Pada masa-masa selanjutnya, sesuai dengan janjinya, Ibrahim menunjukkan

dirinya, bahwa ia sanggup mengikuti semua mata pelajaran dengan baik. Dengan

demikian, apa yang telah ia ucapkan, telah dapat dibuktikannya dan sukses. Bahwa ia

mulai tampil beda dengan teman-teman sekelasnya. Ia telah dapat menunjukkan

Page 36: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

32

kecerdasannya. Begitu juga caranya berpakian, ia tidak kalah, sehingga banyak orang

menduga bahwa ia adalah anak orang yang berkelas.

Kecerdasan Ibrahim mulai ditunjukkannya dan ini tampak didalam penguasaan

semua mata pelajaran, cara berdialog, cara menjawab dan jernih dalam adu pendapat.

Keistimewaannya ia dapat bergaul dengan kalangan luas. Ia dapat berkomunikasi lancar

dengan guru-guru dan merangkul semua teman serta akrab dengan orang di luar

lingkungan sekolah.

Rahasia keberhasilan Ibrahim, sebenarnya terletak pada daya ingat30, ingatannya

kuat. Setiap guru yang memberikan mata pelajaran, ia sangat memusatkan perhatiannya.

Ia berusaha untuk menangkap inti pembicaraan atau penjelasan guru. Semua itu ia

tangkap dan kemudian ia kemas baik dikepalanya. Selain itu, ia memasang kuping lebar-

lebar seawaktu teman-temannya belajar dan membaca, ia menyimak sambil tiduran.

Sehingga tanpa sepengetahuan mereka, Ibrahim telah dapat menangkap apa yang mereka

baca atau hapalkan. Sedangkan cara lain adalah sewaktu teman-teman sudah pada tidur

lelap, ia bangun dan belajar dengan sebaik-baiknya.

Untuk memperkaya ilmu, Ibrahim selalu memanfaatkan kesempatan-kesempatan

yang baik untuk bertanya kepada guru. Pendekatan yang ia lakukan kepada guru,

bukanlah mengemis agar si guru dapat memberikan nilai bagus, tetapi kesempatan ia

pergunakan untuk mendapatkan penjelasan tentang ilmu yang belum ia fahami dengan

baik. Untuk hal tersebut ia tidak segan-segan bertanya dimanapun bertemu dengan

gurunya.

30 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 37: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

33

Dengan cara demikian Ibrahim menjadi lebih dikenal oleh guru-guru di Al

Muslim. Ia kenal dan akrab dengan Tengku Abbas guru ilmu Mantiq, kenal dengan

Tengku Isman dan guru lainnya. Karena keramahannya itu, ia dijuluki oleh guru-guru dan

teman-teman dengan sebutan anak Gayo atau Ibrahin Kenawat. Semua sebutan tersebut

tidaklah mengecilkan hati Ibrahim, bahkan telah mengangkat popularitas di mata orang

banyak, sehingga ia dikenal, bukan di sekolah saja, tetapi di luar sekolah pun ia di kenal.

Dengan kedudukan sebagai pelajar Al Muslim, maka Ibrahim duduk pula didalam

kumpulan sekolah yaitu, Jami’atul Tulab (perkumpulan murid-murid). Dalam periode

tahun 1934-1935 ia duduk menjadi ketua. Kegiatan badan ini selain untuk mengatur

kesejahteraan murid-murid juga melakukan dakwah. Untuk melancarkan geraknya, maka

setiap murid dipungut iuran. Badan ini sering mendapat undangan dari kampung-

kampung sekitarnya untuk pengajian, maulid dan kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut

memberi kesempatan kepada Ibrahim untuk memberikan ceramah pada pengajian-

pengajian pada masyarakat setempat.

Kemahiran berpidato, telah dapat ditunjukkan oleh Ibrahim di Pesantern

Awegetah, pesantren tertua di Peusangan. Dalam kesempatan itu ia dapat menyampaikan

tentang keteladanan Nabi Muhammad saw yang intinya uraian adalah tentang kesabaran,

ketekunan dan istikomah. Nilai lebih dari pidato itu terletak pada cara penyampaiannya,

konseptual dan sistematis dengan bahasa yang jelas, sehingga enak di dengar dan

gampang menaggkap makna. Sehingga karenanya dalam setiap hati para pendengar

bertanya “anak siapa gerangan?” maka mendapat tepuk tangan yang gemuruh dari para

hadirin untuk mengantar Ibrahim duduk. Oleh karena itu Tengku Asyik, sebagai

Page 38: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

34

pembawa acara memberi komentar. “inilah dia anak Gayo yang menjadi bintang di Al

Muslim”.

Demikianlah, dengan bermodalkan kecerdasan yang prima dan dorongan

kemauan yang keras, Ibrahim terus berusaha dengan segala daya untuk meraih cita-

citanya. Karena itu kelas dan kelas dapat ia lalui dengan langkah gemilang, sehingga ia

dapat memperoleh nilai baik yang melebihi teman-temannya. Perihal tersebut sejak ia

masuk tahun 1932, pada tahun 1933 ia naik kelas V dengan nilai baik, selanjutnya tahun

1934 naik kelas VI nilai baik. Kemudian tahun 1935 ia naik kelas VII, tetap nilai baik.

Dan pada kelas akhir ini murid-murid hanya tinggal 14 orang dan yang ikut ujian akhir

hanya 12 orang.

Pada tahun 1936 yang sejalan dengan sistem pendidikan yang modern, Al Muslim

menyelenggarakan ujian akhir untuk memperoleh diploma. Pelaksanaan tersebut untuk

menyatakan bahwa setiap murid yang telah menyelesaikan pendidikan di lembaga ini

harus memiliki diploma. Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka murid-murid kelas VII

diwajibkan mengikuti ujian akhir. Konon penyelenggaraan ini merupakan pelaksanaan

yang pertama kali yang dilakukan oleh lembaga pendidikan swasta di Aceh.

Proses pelaksanaan ujian tersebut dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama

ujian tulis yang disebut tahriri, tahap kedua ujian lisan yang disebut sapawi. Mata

pelajaran yang diujikan sebanyak 10 buah, diantaranya: Nahwu, Shorof, Ilmu Mantiq,

Mustalahah Hadis, Hadis, Usul Fikh, Tarikh (Sejarah Islam) dan ilmu Bumi.

Penyelenggaraan ujian tersebut dilaksanakan selama 10 hari.

Page 39: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

35

Dalam mengikuti ujian tahriri (tulis), Ibrahim dapat melakukan dengan baik, ia

dapat menjawab semua pertanyaan dalam waktu yang relatif singkat, dan sempurna.

Karena semua soal yang diberikan oleh dewan penguji telah tersimpan baik didalam

kepalanya. Bahkan selama mengikuti ujian, ia yang paling cepat menyerahkan kertas

jawaban kepada panitia pengawas. Karena itu, ia ditegur oleh panitia pengawas, “jangan

terburu-buru sebab waktu masih panjang, teliti lagi”. Ibrahim dapat menyelesaikan

jawaban rata-rata 15 menit setiap mata pelajaran, seolah-olah tinggal menuliskan saja,

karena semua jawaban telah ada di kepalanya.

Sedang ujian safawi (lisan) diselenggarakan di dalam sidang umum. Dewan

penguji 6 orang, seorang pimpinan dan 5 orang yang terdiri dari guru-guru di Al Muslim

dan guru-guru yang di datangkan dari luar. Sistem ujiannya mengingatkan kita pada ujian

sarjana dalam mempertahankan karya tulisnya di perguruan tinggi. Demikian pula

pelaksanaan ujian tersebut bagi mereka yang mengikuti ujian duduk menghadap dewan

penguji dan menjawab semua pertanyaan dari dewan penguji.

Ketika Ibrahim mendapat giliran, ia maju tenang, percaya diri dan dengan pakaian

rapi, ia duduk sopan menghadap dewan penguji. Untuk memulai sidang, pemimpin

sidang memerintahkan panitia membuka selubung papan tulis yang telah dituliskan

sebuah ayat yang dikutip dari Al-Qur’an. Selanjutnya pimpinan sidang mempersilakkan

Ibrahim untuk membacanya. Ibrahim membaca “wa minan naasi may yaquulu

aamannaa billaahi wa bilyaumil aakhiri wa maa hum bimu’minin” dengan lancar dan

kemudian ia terjemahkan dengan pas dan benar. Sesudah itu ketua dewan penguji

bertanya, “dimanakah terdapat ayat tersebut?” Ibrahim menjawab lancer “didalam Al-

Qur’an, Juz I surat Al Baqarah ayat 8.” Selanjutnya pimpinan sidang, mempersilahkan

Page 40: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

36

kepada para anggota untuk bertanya yang sesuai dengan bidang kajian ilmu masing-

masing.31

Singkat cerita, Ibrahim dapat menjawab semua pertanyaan dewan juri dengan

jelas, baik dari segi tata bahasa, tafsir dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut.

Pertanyaan terakhir dari salah seorang anggota penguji yang menyatakan, sesuai dengan

ayat tersebut, “coba saudara jelaskan manusia itu terbagi dalam berapa golongan?”

Ibrahim menjelaskan “bahwa manusia itu terbagi kedalam tiga golongan, yaitu muslim,

munafik dan kafir” demikian semua pertanyaan dari anggota dewan penguji dapat

dijawab oleh Ibrahim baik dan lancar.

Setelah semua peserta ujian mendapat giliran, sidang diistirahatkan, sedang

dewan penguji melakukan sidang untuk penentuan rengking pemenang. Kemudian untuk

mendengar hasil akhir para peserta ujian masuk ruangan sidang undangan untuk

mendengarkan pengumuman.

Untuk menentukan rengking bagi yang lulus, panitia mulai menyebut urutan

nama-namanya dari rengking yang paling bawah. Setelah menyebutkan nama satu

persatu dan sampailah pada nomor ke-11. pada nomor ini tersebutlah nama Asyik, asal

Aceh Utara teman akrab dan saingan Ibrahim dalam perebutan kedudukan. Dan setelah

nama tersebut barulah tiba giliran yang terakhir menyebutkan nama Ibrahim sebagai juara

I.dengan demikian tercatatlah nama Ibrahim anak dari Gayo Aceh Tengah sebagai

rengking I dari 12 peserta ujian. Berhasilnya Ibrahim meraih peringkat juara I merupakan

prestasi yang membanggakan bagi daerah Gayo, karena ia telah dapat menunjukkan

31 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 41: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

37

kecerdasannya. Ia merupakan murid terbaik, lepasan pertama dari Al Muslim Glumpang

Dua yang meraih peringkat juara I 32

Dengan bermodalkan diploma yang telah diperolehnya, ia meminta kepada orang

tuanya, Empun Berhan agar dapat meneruskan pendidikan pada tingkat selanjutnya. Hal

ini, karena ia telah mendapat anjuran dari gurunya, Tengku Usman Lhoksukon untuk

meneruskan pendidikan pada Collegschooll di Padang Sumatra Barat.

Akan tetapi permintaan tersebut tampaknya tidak pernah serius dipertimbangkan

oleh sang ayah Empun Berhan dan ia hanya menyatakan “bahwa ia tidak mempunyai

kesanggupan untuk mencari biayanya”. Dengan demikian gagallah cita-cita Tengku

Ibrahim untuk meneruskan pendidikan pada jenjang selanjutnya.

32 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 42: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

38

BAB IV

USAHA TENGKU IBRAHIM MANTIQ DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN

DAN DAKWAH DI TANAH GAYO ACEH TENGAH

A. BIDANG PENDIDIKAN

Pada tahun 1936, Ibrahim setelah memperoleh dipeloma dari Al Muslim

Gelumpang Dua, ia kembali ke daerah Gayo dan sesuai dengan tradisi ia sudah berhak

menyandang gelar Tengku. Untuk sementara ia menetap di kampungnya di Kenawat

Takengon.

Sementara itu Raja Cik Kenawat, selaku orang nomor satu di Kenawat,

menawarkan harapan kepada Tengku Ibrahim untuk memimpin dan mengajar di

madrasah Kenawat. Karena gedung madrasah tersebut telah berdiri sejak tahun 1926

yang di bangun oleh swadaya masyarakat Kenawat. Tanah untuk tempat ini yang terletak

dibagian hulu Kenawat yang diwakafkan oleh Aman Murah. Sedangkan untuk

membangunnya masyarakat Kenawat bergotong royong mencari bahan-bahan ke hutan

dan yang dibeli hanya lah bagian atap saja yang terdiri dari seng33. Sedang tenaga

pengajar belum ada, tetapi tenaga pengajar yang cocok belum ada. Oleh karena itu, Raja

Cik Kenawat sangat mengharapkan kesediaan Tengku Ibrahim untuk memimpin

madrasah tersebut.

Tawaran baik tersebut secara halus ditolak oleh Tengku Ibrahim, perihal ini

karma ia melihat bahwa Tengku Abdul Kadir Aman Siti Rani, santri pertama Tengku

Kadhi Rampak telah lama mengabdi dan mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat

Kenawat. Dengan demikian Tengku Abdul Khadir telah cukup berjasa dalam meneruskan

33 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 43: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

39

dan mengembangkan pendidikan di Kenawat. Oleh karena itu, menurut hemat Tengku

Ibrahim agaknya kurang etis, kalau ia menerima tawaran Raja Cik Kenawat untuk

memimpin madrasah baru tersebut. Kalau ia terima, ini sama artinya ia telah turut

menyingkirkan kedudukan Tengku Abdul Khadir yang juga saudara ipar dari

kedudukanya sebagai guru yang sangat dihargai di Kenawat.

Sementara itu, pada tahun 1928 Muhammadiyah telah masuk ke daerah Gayo

dibawa oleh P.K.Abd. Madjid.34 Didalam perkembangannya, Muhammadiyah telah

banyak membari sumbangan bagi pertumbuhan pendidikan, khususnya pendidikan Islam

yang bercorak moderen. Kehadiran Muhammadiyah telah memberi inspirasi bagi tokoh

pendidik untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan usaha tersebut telah

memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk menikmati pendidikan di

Gayo.

Mengikuti perkembangan tersebut pada tahun 1938, Tengku Ahmad Damanhuri

atau lebih dikenal dengan sebutan Tengku Silang mendirikan sebuah lembaga pendidikan

Islam moderen, Tarbiyah Islamiyah di kebayakan. Bersamaan dengan ini ia mendirikan

pula pesantren yang disebut Mersah Atu35.

Lembaga pendidikan yang telah dibangun oleh Tengku Silang sangat besar

artinya bagi perkembangan pendidikan Islam di Gayo. Karena sejak itu sistem pendidikan

tradisional yang semula diselenggarakan di Mersah dan Joyah secara berangsur-angsur

mulai pindah pada sistem pendidikan madrasah di dalam pengertian sekolah. Dengan

34 Mukhlis Paeni, RIAK di Laut Tawar, Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan di Gayo AcehTengah. ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) kerjasama dengan Gadja Mada University Press.Jakarta 2003

35 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 44: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

40

demikian terjadilah perobahan posisi duduk bersila di lantai berpindah duduk pada

bangku didalam ruangan kelas yang berpetak-petak

Mengikuti perkembangan tadi pada akhir tahun 1938, di Kute Lintang dibangun

madrasah diatas tanah wakaf Tengku Bahagia Cut atau lebih dikenal dengan sebutan

Tengku Lah. Pimpinan madrasah tersebut juga sepenuhnya dipercayakan kepada Tengku

Silang. Seiringan dengan tahun ini juga, Tengku Abdul Jalil, santri lepasan PERSIS36 dan

Tengku Muchlis, santri lepasan Al Irsyad37 mendirikan taman Pendidikan Islam (PI) di

Hakim-Bale Takengon. Lembaga ini berkembang pesat karena mendapat dukungan dana

dari keluarga Tengku Abdul Jalil yang terkenal sebagai pedagang kaya di Aceh Tengah.

Mengikuti langkah tersebut seorang ulama dan tokoh kaya Delung Tue Tengku

Cut mempelopori masyarakatnya untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di

Delung Tue Simpang Tiga Redlong. Untuk memimpin dan tenaga pengajar dipercayakan

kepada Tengku Ibrahim dan dibantu oleh Abdul Wahab santri lepasan Cut Muerak.

Mereka ini dua-duanya dari kenawat. Sebagai pimpinan madrasah, Tengku Ibarahim

hanya dibayar f 15 (golden, uang Belanda).

Berdirinya madrasah ini telah cukup mendapat perhatian dari masyarakat

sekitarnya. Peminatnya bukan saja datang dari masyarakat Delung Tue, tatapi juga dari

masyarakat Kenawat Delung, sebagai kampung baru dan Wih Ilang, sehingga murid-

murid yang terdaftar berjumlah 50. mata pelajaran yang diberikan mengikuti kurikulum

yang diterapkan di Madrasah Cut Meurak.38

36 Persis atau Persatuan Islam didirikan di Bandung 1920 oleh kelompok modernis yang terdiriatas Yusuf ZamZam, Qamaruddin dan Abdulrahman.

37 Al Irsyad: (Jam’iiyat Al Islam Wal Ersyad Al Arabia) berdiri tahun 1913 oleh Syaikb Soorkatti(Deliar Noer, 1980, 96)

38 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 45: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

41

Kedatangan Jepang telah membawa malapetaka bagi kelangsungan pendidikan di

Indonesia dan Aceh khususnya. Karena itu madrasah yang dipimpin oleh Tengku Ibrahim

terpaksa ditutup untuk selama-lamanya. Tindakan ini terpaksa diambil, karena mengikuti

peratutan pemerintah Jepang yang melarang berdirinya sekolah swasta. Kemudian

Tengku Ibrahim sebagai komponen ulama bersama ulama lainnya telah dimanfaatkan

untuk kepentingan perang dengan selogan untuk Asia Timur Raya.

Meskipun Pemarintah Jepang melakukan tekanan-tekanan, tetapi secara bergerilia

Tengku Ibrahim dan Tengku Muchklis masih menyempatkan waktunya untuk mengajar

anak-anak gadis di Kampung Bale Simpang Tiga Redlong. Pelaksanaan waktunya

dilakukan antara waktu Dhuhur dan Ashar setiap harinya.

Pada masa kemerdekaan Tengku Ibrahim dan Ramli serta dukungan masyarakat

Kenawat Redlong mendirikan Sekolah Rendah Islam (SRI). Gagasan untuk mendirikan

lembaga tersebut, selain jauhnya lembaga pendidikan dari Kenawat, juga karena

masyarakat Kenawat sudah merasa perlu membuka lembaga pendidikan untuk

menampung anak-anak yang jumlahnya sudah pantas untuk mendapatkan pendidikan.

Juga yang paling utama adalah harapan mereka agar lembaga pendidikan ini dapat

memasukkan pelajaran ilmu umum dan agama. Dengan demikian lepasan sekolah dapat

menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat.

Tenaga-tenaga intinya, seperti Ramli sebagai kepala dan guru untuk mata

pelajaran umum, Tengku Ibrahim guru yang memberikan pelajaran agama. Sedang guru-

guru lainnya adalah Tengku Mataridi, Tengku Ali Jadun dan dibantu oleh Aman

Hasbalah.

Page 46: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

42

Perkembangan sekolah ini cukup mengembirakan, karena peminatnya datang dari

Delung Tue, Wih Ilang dan kampung lainnya. Kegiatan di luar sekolah adalah

terbentuknya unit drum band yang instrumennya hanya drum dan seruling bambu.

Namun kemahiran anak-anaknya telah dapat memainkan sebuah simponi yang kompak

dan lagu-lagu yang disuguhkan bernada gembira, sehingga yang dapat membangkitkan

semangat.

Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintah lewat Departemen Agama RI

mengangkat Tengku Ibrahim sebagai guru agama pada SRI Kenawat. Dengan pangkat

ini berarti ia duduk sebagai pegawai negeri dengan tugas sebagai guru. Karir sebagai guru

ia tekuni hanya berlangsung sampai pada tahun 195o-an, karena sesudah itu ia turut di

dalam gerakan DI TII Aceh. Sedang sekolah tersebut terus berjalan, menjalankan sebagai

lembaga pendidikan oleh tenaga-tenaga muda belakangan sekolah tersebut namanya

diganti menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).

B. BIDANG DAKWAH

Setelah menghilang satu decade Tengku Ibrahim kembali tampil di panggung

dakwah. Wawasannya semakin luas dengan warna dan corak yang tegas. Bahkan

kajiannya tidak terpaku pada literatur-literatur kelasik, buah pemikiran ulama-ulama

salaf, tetapi ruang kajiannya telah dapat beradaptasi dengan arus zaman. Konsepsinya

yang jernih ia tuangkan dalam ruang-ruang pengajian, baik dalam kelompok kecil

maupun kelompok besar.

Page 47: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

43

Dalam meyampaikan dakwah selalu konseptual dan urainnya sistematis. Untuk

melangkah kedepan ia melakukan muhasabah (koreksi diri). Toleransinya terhadap

tradisi yang menyesatkan ia bersihkan dan celah-celah yang mengganggu ia tutup rapat.

Untuk mengelementasikan perihal tersebut, Tengku Ibrahim meletakkan

Pesantren Al Huda yang berpusat di Mersah Uken Kenawat sebagai ajang dialog untuk

menegakkan akidah, syariat dan akhlak sesuai dengan Al Qu’an dan Hadist.39 Kegiatan

pesantren ini tidak hanya sebagai pentas dialog untuk merenung-renung kejayaan Islam,

tetapi dimanfaatkan untuk melakukan telaah dan kajian-kajian yang berkualitas, sehingga

dapat mengenal Islam sebagai mana mestinya. Untuk mengaktualisasikan hal tersebut,

Tengku Ibrahim memadatkan frekuwensi kerjanya siang dan malam.

Dalam memberikan pelajarannya ia tidak bertindak seperti seorang guru dengan

murid disekolahan, tetapi sebagi teman dengan menghidupkan dialog-dialog aktif.

Karena tidak mengherankan para muridnya bukan saja menjadi mahir, tetapi dapat

mengaktualisasikannya didalam kehidupan sehari-hari.

Mencermati akan padangan-padangan yang telah disampaikan oleh Tengku

Ibrahim, menyatakan bahwa ia tidak berpihak pada golongan manapun, baik Kaum Tua

atau Kaum Muda baik NU ataupun Muhammdiyah. Hal ini terlihat jelas dari sikap, kata

dan perbuatan, bahwa ia adalah pengikut Ahlussunah Waljama’ah.

Menurut Tengku Ibrahim, bahwa pengertian Ahlussunah Waljama’ah adalah

segala perbuatan, segala tindakan haruslah sama dengan perbuatan dan tindakan Rasullah

saw. Umpama kaidah, bagaimana kaidah Rasullah saw begitu juga kita perbuat, syariat

39 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 48: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

44

bagaimana syariat nabi Muhammad saw begitu juga kita kerjakan. Umpama moral kita

harus berakhlak seperti nabi. Inilah yang disebut Ahlussunah Waljama’ah.40

Kalau kita kembali kepada akidah, bahwa kaidah nabi, tidak jauh berkisar dari

rubu’iah dan uluhiyah, artinya sesuatau yang terjadi adalah ciptaan Allah SWT, kendati

dengan kecelakaan, karena semua itu dengan kehendak Allah SWT. Dengan berdasrkan

kepada Lailahaillah, tiada tuhan yang disembah Allah, maka segala tindak tanduk,

akidah, akhlak dan tidakan harus pas menurut perbuatan nabi. Itulah yang disebut

Ahlussunah Waljama’ah.

Karena itu seperti yang dikaji tadi, amat keliru, kalu Kaum Muda menyatakan,

bahwa mereka menyatakan, kami adalah pengikut Ahlussunah Waljama’ah. Begitu juga

dengan Kaum Tuanya menyatakan, bahwa mereka adalah pengikut Ahlussunah

Waljama’ah. Keliru juga kalau kita kembalikan kepada definisinya, apakah azas dan

tujuannya, bahwa kami pemangku Ahlussunah Waljama’ah. Begitu juga organisasi

politik atau organisasi sosial masing-masing. Akan tetapi, apabila akidah sudah

mengikuti akidah nabi, betul-betul syariat seperti nabi, apakah perbuatan benar-benar

seperti nabi, itulah yang disebut Ahlussunah Waljama’ah. Jadi jelasnya Ahlussunah

Waljama’ah bukan karena Kaum Tuanya dan bukan karena kaum Mudanya.

Oleh karena itu, Ahlussunah Waljama’ah tidaklah begitu susah dan juga tidak

mudah. Kita tidak perlu menambah-nambah dari ibadah nabi, kita tidak perlu mengurangi

dari ibadah nabi. Apa yang telah digariskan oleh nabi enteng, tidak berat, karna itu buat

apa kita menambah-nambah, seperti sebuah contoh, apakah ada orang Islam disuruh

mengadakan khalwat, umpama tahlil seribu, tahmid seribu. Itu merupakan suatu

perbuatan yang membatas-bataskan, memberat-beratkan yang tidak pernah dikerjakan

40 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakarta

Page 49: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

45

oleh nabi. Dengan demikian orang-orang yang berbuat demikian itu amatlah keliru, itu

bukan perbuatan Nabi Muhammad saw.

Ahlussunah Waljama’ah adalah berasal dari perkataan nabi Muhammad saw.

“Pada suatu hari nabi pernah bercerita pada para sahabat, wahai sahabatku, bahwa agama

Yahudi sesudah nabi Musa terpecah dalam 71 firkah”. Semua mereka menganggap

bahwa agama Yahudi, firkah mereka yang benar karena berasal dari Nabi Musa.

Kemudian Nabi melanjutkan ceritanya, Nabi Isa (Yesus), kata nabi Muhammad, bahwa

umatku nanti terpecah menjadi 71 firkah, tetapi kesemuanya hanya satu yang benar.

Demikian juga Nabi Muhammad saw, umatku terpecah dalam 73 firkah, hanya satu yang

benar. Yang benar satu itu siapa ya Rasull?, Ahlussunah Waljamaa’ah. Lalu para sahabat

bertanya lagi, yang benar itu siapa ya Rasull? Baik agama Nabi Musa atau agama Nabi

Isa? “ajaranku sendirilah yang benar”, kata Nabi Muhammad saw.41

Berangkat dari semua itu, maka dengan ini saya berpendapat dan menyatakan

bahwa, Ahlussunah Waljama’ah yang betul-betul pas akidahnya yang dijalankan oleh

Nabi Muhammad, ibadatnya dan moral seperti nabi, itulah Ahlussunah Waljama’ah. Jadi

bukan karena organisasinya, seperti Muhammadiyah Ahlussunah waljama’ah, kalau

Muhammadiyah karena Allah, tetapi Muhammadiyah bukan karena Muhammadiyahnya.

Begitu juga dengan Al Washliyah, bukan karena Washliyahnya, tetapi betul-betul seperti

ajaran nabi Muhammad saw, demikian juga dengan yang lainnya. Apabila tidak sesuai

dengan perbuatan Rasullah saw, walaupun mengaku Islam seperti Kaum Tua, Kaum

Muda, Muhammadiyah, NU dan lain-lainya, dengan demikian ditegaskan bahwa

Ahlussunah waljama’ah, akidahnya seperti Nabi syariatnya sperti Nabi dan moral

seperti Nabi.

41 Wawancara dengan Tgk. H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 50: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

46

Demikianlah pendapat Tengku Ibrahim tentang Ahlussunah Waljama’ah. Hal ini

telah diyakininya dengan seyakin-yakinnya dan dipegang dengan erat, seerat-eratnya

untuk menjadi rujukan di dalam segala aspek kehidupan, baik diri pribadi maupun yang

telah disampaikannya kepada orang banyak. Karena itu ia terus mengingatkan, agar

pedoman tersebut patut dipegang dengan erat.42

Pedoman tersebut telah dituangkan secara transparan kepada khalayak ramai,

khususnya masyarakat Kenawat. Dengan harapan supaya anak negri Kenawat yang sudah

memiliki karakteristik yang Islami dapat menjadi lampu penerang, contoh teladan dan

dapat menyebar luaskan bagi masyarakat yang masih terbelenggu di dalam kehidupan

kegelapan seperti di tahun 1930-an.

Dari apa yang telah disampaikan oleh Tengku Ibrahim membenami nyata didalam

masyarakat Kenawat didalam pelaksanaannya. Dalam prakteknya telah tampak didalam

ibadat, seperti shalat. Dalam pelaksanaannya telah diterapkan, seperti cara yang telah

diajarkan atau dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw, tidak ditambah-tambah dan tidak

dikurangi. Oleh karena itu didalam praktek shalat, hal yang ditambah seperti ushali dan

yang sunat seperti qunut telah ditinggalkan.

Seperti juga yang menyangkut tradisi seperti dalam upacara kematian, talkin dan

keduri sudah ditinggalkan. Karena perbuatan tersebut selain tidak ada dalam perintah

agama, juga secara logika berarti sama dengan membuang-buang harta dan mengingat-

ingat atau memperbaharui kesedihan bagi para ahlinya.

Sedang sebagai pengganti keduri Tengku Ibrahim, seperti yang telah dihidupkan

oleh Nabi Muhammad saw, sebagai rasa turut berduka cita bagi keluarga yang

ditinggalkan mengadakan takziyah selama tiga hari berturut-turut. Dalam kesempatan

42 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 51: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

47

tersebut, khususnya di Kenawat, Tengku Ibrahim telah menghidupkan acara dengan

memberikan ceramah yang bermanfaat, guna menghilangkan kesedihan bagi keluarga

yang ditinggalkan.43

Selain itu untuk mendekatkan jurang pemisah dengan faham yang berseberangan,

Tengku Ibrahim mengajak berdialog dan bersama-sama mencari sumber yang jernih.

Untuk mencari titik temu dan kebenaran, ia sering melontarkan pertanyaan: “siapa yang

menyuruh kita melakukan kenduri, adakah perintah yang tertera dalam Al-Qur’an dan

Hadis? “atau adakah imam yang melakukannya, Imam Syafi’i umpama? Kalau memang

ada, mari sama-sama kita buka kitabnya, apakah ada perintah untuk melakukannya?

Kalau pertanyaan demikian yang dilontarkan, biasanya orang diam dan tak berkutik,

beluh gere bersinen (pergi tanpa permisi).

Untuk memecahkan permasalahan ia membuka pintu dialog selebar-lebarnya

dengan siapa saja. Karena ia merasa prihatin terutama kepada tengku-tengku muda yang

bidang kajiannya masih terbelenggu kuat dengan faham yang hidup pada tahun 1930-

1940-an

Demikianlah Tengku Ibrahim ia tidak lagi berpegang pada prinsip kebersamaan,

tetapi pandangan telag berfokus dalam mencari kebenaran, karena itu ia sangat gigih

untuk membangun kekuatan dan kebersamaan guna membendung segala penyimpangan.

Untuk mecari kebenaran, ia sangat bersemangat melakukan dialog-dialog dengan tengku-

tengku muda, agar mereka dapat memperkaya ilmu untuk mencari sumber-sumber,

sehingga dapat menyaring dan kemudian dapat melepaskan diri dari faham-faham yang

keliru. Oleh karena itu jalan yang terbaik adalah menawarkan kepada mereka untuk

43 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 52: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

48

bersama-sama menelaah atau mengkaji sumber-sumber yang saheh, sehingga dapat

memisahkan, mana yang benar dan mana yang salah, agar aman melalui jalan yang benar.

C. RESPON RAKYAT ACEH TENGAH TERHADAP TENGKU IBRAHIM

MANTIQ.

Pada tahun 1936, tercatatlah nama Tengku Ibrahim sebagai seorang da’i yang

cerdas dan penuh enerjik memulai debutnya dalam bidang dakwah Islamiyah di Tanah

Gayo. Ketika itu ia masih berjalan sendiri, karena Tengku Ahmad Damanhuri dengan

nama panggilan Tengku Silang sedang melanjutkan pendidikannya di Candung Bukit

Tinggi, Sumatra Barat dan Tengku Abdurrahman Bebesen masih berguru di Cot Meurak

Bireun. Sedang Tengku Abdul Jalil dan Tengku Mukhlis masih mencari ilmu di Jawa44.

Oleh karena itu dalam menjalankan missi ini, jadwalnya cukup padat. Ia kadang-

kadang berhari-hari lamanya tidak pulang, sehingga membuat ibunya gelisah menunggu

di Kenawat. Karena ia memberikan ceramah dari kampung yang satu pindah ke kampung

yang lain. Sehingga ruang jelajahnya terbentang luas, mulai dari kampung Bintang

dibagian timur sampai ke kampung Pegasing di bagian barat.

Namun demikian kehadirannya dalam arena dakwah di tahun 1930-an,

nampaknya belum dapat berjalan pas dengan situasi dan kondisi zaman. Karena itu dalam

awal geraknya, ia bergerak hati-hati dan menyamakan langkah dengan keadaan tersebut.

Dan untuk mencari jalan yang aman ia belum menyentuh perihal yang bersifat khalafiyah

yang sudah mentradisi dalam masyarakat luas. Untuk menghindari benturan-benturan

faham di dalam masyarakat, ia belum menawarkan suatu perubahan secara revolusioner,

meskipun obsesinya ingin menempatkan Islam itu pada kedudukan yang sebenarnya.

44 Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat

Page 53: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

49

Sebagai gambaran, bahwa kedudukan agama Islam, sebelum dan sesudah tahun

1930-an telah menjadi keyakinan kuat sebagai agama yang benar dan karena itu tiada

seorangpun yang boleh merendahkan martabatnya. Kalau itu sampai terjadi, maka

seseorang akan mempertaruhkan nyawa demi untuk mempertahankan kedudukan agama

itu. Akan tetapi didalam praktek sehari-hari agama ini banyak dimanfaatkan menjadi alat

pengesah tradisi. Karena perihal ini terlihat dalam perintah wajib baru dilakukan oleh

kalangan yang tertentu saja. Sedang selebihnya banyak melakukan perbuatan yang masih

berkiblat kepada perbuatan khurafat, bid’ah dan bahkan sirik.

Pada tahun 1930-an praktek-praktek demikian kelihatan sangat kental dalam

kehidupan masyarakat Gayo. Sebagai contoh, di Joyah Kenawat selalu tersedia rukuh

(baju shalat wanita), tetapi yang memanfaatkan untuk shalat hanya ibu-ibu atau nenek-

nenek yang sudah hampir mendekati kuburan. Contoh lain, seorang nenek yang sedang

melakukan shalat, tetapi karena cucunya pulang dan mengatakan; “ini ikan nek”, maka si

nenek spontan menghentikan shalatnya dan ia menyimpan ikan tersebut pada tempat

yang aman dan kemudian dia meneruskan shalatnya.

Dari gambaran di atas bahwa keadaan masyarakat Gayo pada masa itu boleh

dikatakan masih dalam kesederhanaan. Pengetahuan mereka belum dapat memisahkan

antara budaya sebagai konsepsi manusia dengan agama sebagai wahyu Ilahi. Karena

didalam praktek, masalah-masalah yang berhubungan dengan budaya manusia mereka

anggap sebagai perintah agama dan untuk kepentingan perihal tersebut mereka

mengeluarkan harta benda, seperti contoh, pelaksanaan kenduri. Sedangkan perintah

agama yang wajib dikerjakan mereka lewatkan begitu saja.

Page 54: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

50

Berangkat dari permasalahan tersebut, maka didalam menyampaikan pesan

dakwah, tengku Ibrahim selalu berusaha untuk menciptakan suasana hidup dalam

kebersamaan dan berusaha memperkecil jurang perbedaan yang dalam artian ia berusaha

agar materi pembicaraan jangan sampai menyinggung masalah yang menyangkut yang

sifatnya khalafiah. Begitu juga kalau umpama ada suatu pertanyaan, missal masalah

talkin dan kenduri, ia belum memberikan jawaban, “itu masalah nanti”, jawabnya.

Karena menurutnya bahwa masalah tersebut masih memerlukan waktu dan penjelasan

yang panjang. Oleh karena itu, seolah-olah ia memberi lampu hijau untuk melakukan

tradisi yang bertentangan dengan perintah agama. Namun demikian, ia terus memberikan

kesadaran kepada masyarakat pendengarnya supaya tidak terjerembab kedalam syirik dan

bid’ah.45

Karena itu, untuk mengikis segala penyimpangan, ia bertindak secara perlahan-

lahan dan bertahap yang menurut istilahnya perubahan itu dilakukan secara evolusi dan

bukan secara revolusi. Ia mencontohkan, ibaratnya anak sekolah, kalau sianak masih

duduk di kelas I berikanlah pelajaran yang sesuai dengan pelajaran kelas I, maka

janganlah diberikan mata pelajaran kelas II, tentu anak tersebut belum dapat menerima

bahkan anak yang tidak mampu, bukan tidak mungkin akan meninggalkan kelas itu. Jadi

dengan demikian, menurutnya untuk memberikan ilmu, apalagi yang menyangkut agama

kepada seseorang ataupun kelompok harus dilakukan pelan-pelan dan bertahap. Jadi

jelasnya, dakwah harus dilakukan secara bertahap, tahap pertama adalah menanamkan

pengertian yang kedua membangkitkan kesadaran dan tahap akhir adalah mendorong

akan pengenalan.

45 Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata

Page 55: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

51

Demikianlah cara Tengku Ibrahim dalam melakukan dakwah. Karena itu untuk

memuluskan geraknya, ia tidak memakai kunci pas, tetapi memakai kunci Inggris yang

dapat disetel menurut kegunaannya. Cara demikian sebenarnya berpedoman pada

Rasulullah saw, bahwa beliau menerima wahyu berlangsung selama 23 tahun. Turunnya

ayat-ayat AQl Qur’an secara bertahap dan kadang-kadang sesuai dengan kepentingan

ketika itu, seperti perintah mengharamkan arak dan judi. Hukum tentang larangan minum

arak dan judi tidak diturunkan sekaligus, tetapi Allah swt menurunkan secara bertahap

dan baru dalam tahap ketiga Allah swt menegaskan bahwa arak dan judi haram.

Dengan cara demikian dan didukung oleh kefasihan berbicara, maka Tengku

Ibrahim telah menjadi da’i yang selalu dinantikan oleh masyarakat pengagumnya. Karena

itu, bukan saja ia bolak balik dari kampung ke kampung di daerah Lut (Takengon), tetapi

bahkan menyebrang sampai di Kutekering. Begitulah kegiatan Tengku Ibrahim,

jadwalnya cukup padat untuk mengisi acara dakwah.

Page 56: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

52

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Demikianlah uraian tentang Tengku Ibrahim, bahwa ia adalah seorang Tengku

(ulama) Gayo yang mempunyai wawasan yang luas. Ia lahir di Kenawat Takengon tahun

1914, anak dari Empun Berhan yang pernah duduk sebagai Raja Kenawat dengan gelar

Raja Setia Raja. Tersebutlah ia seorang Raja yang arif dan bijaksana, karena selaim

memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, ia juga ahli adapt dan faham soal agama.

Pada tahun 1936 Tengku Ibrahim Mantiq telah dapat menyelesaikan

pendidikannya di Al-Muslim Glumpang Dua Aceh Utara, sebuah lembaga pendidikan

Islam yang moderen dan tercatatlah ia sebagai lulusan pertama dengan memperoleh

predikat nomor satu.

Sejak tahun 1936 ia memulai debutnya dalam bidang dakwah dan tercatatlah ia

sebagai Da’i yang kondang di Gayo (Aceh Tengah), khususnya Gayo Lut. Karena pada

masa itu, Tengku Silang sedang menuntut ilmu di Sumatra Barat dan Tengku Abdul Jalil

masih berguru pada Persis di Jawa. Oleh karena itu ruang jelajah Tengku Ibrahim

bergerak luas diseputar Danau Laut Tawar yang dimulai dari kampung Bintang sampai di

Pegasing dan bahkan menyeberang sampai Kute Kering.

Awal geraknya moderat, karena ia tidak manawarkan sebuah perubahan secara

revolusioner dan ia menyesuiakan diri dengan keadaan masyarakat pada jamannya.

Karena itu ketika timbul perselisihan paham antara yang menamakan diri Kaum Tua yang

dikondisikan oleh Tengku Silang dan Kaum Muda di pelopori oleh Tengku Abdul Jalil

Page 57: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

53

pada tahun 1939, ia tidak memihak pada siapa pun. Akan tetapi untuk menjernihkan

ajaran yang dianggapnya menyimpang, dia tidak segan-segan untuk melakukan dialog-

dialog (debat), baik dengan tokoh dari Kaum Tua, maupun tokoh-tokoh Kaum Muda.

Mengingat akan arti pentingnya pendidikan, maka selain bidang dakwah, dalam

periode 1936-1950an ia aktif dalam bidang pendidikan. Pada masa sebelum kemerdekaan

ia mengajar di Madrasah Diniyah Islamiyah di kampong Delung Tue dan setelah merdeka

ia bersama-sama masyarakat mendirikan SRI di Kenawat Redlong.

Akan tetapi pada tahun 1950 ia tampil beda dalam pentas dakwah. Pesan-pesan

yang disampaikannya menunjukkan warna yang jelas dan tegas ia tidak lagi kompromi

dengan faham-faham yang sesat dan menyesatkan. Untuk menjernihkan semua itu ia

terus mengumandangkan kebenaran lewat ceramah, pengajian dan dialog-dialog kreatif

dan ia membuka kran dialog dengan siapa saja guna untuk mencari kebenaran yang

sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Dan semua itu telah di transparasikannya dalam

kehidupan masyarakat luas, khususnya masyarakat Kenawat.

Demikianlah aktifitas Tengku Ibrahim Mantiq, meskipun fisiknya semakin lemah,

tetapi semangat dakwahnya tetap menyala. Fikirannya masih jernih. Ia tampil garang

manakala menentang kemungkaran dan bersemangat manakala menyuruh kebenaran.

B. SARAN-SARAN

1. Pentingnya sebuah perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa di

mata Internasional. Juga, penting pula memelihara dan mempertahankan

kemerdekaan dengan diisi oleh pembangunan fisik dan mental bangsa menuju

Page 58: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

54

kesejahteraan rakyat yang adil dan merata. Terlebih-lebih pada masa

pembangunan dewasa ini, jiwa dan semangat perjuangan perlu dipupuk.

2. Untuk staff perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan

Fakultas, agar lebih memperhatikan literature-literatur tentang Aceh Tengah,

karena di kedua perpustakaan tersebut sedikit sekali buku-buku yang membahas

tentang Aceh Tengah.

3. Untuk para dosen, ketika datang dan selesai mengajar tolong tepat waktu, tidak

membawa maslah pribadi ke dalam ruang kuliah, dan jangan membawa unsure-

unsur politik di dalam kelas.

Page 59: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

55

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. ed. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999.

Baihaiki. A.K. Ulama dan Madrasah di Aceh, dalam agama dan perubahan sosial.

Departemen Pendidikan dan Kubudayaan. Sejarah Pendidikan Daerah Propinsi Daerah

Istimewa Aceh, 1981.

Departemen Pendidikan dan Kubudayaan. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa

Aceh, 1997.

Ekadjati, Edi S. Penyebaran Islam di Pulau Sumatra, Singa Buana Bandung, Jakarta,

1983

Facrurrazi, Aziz. dkk. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta, 2007.

Gayo, M.H. Perang Gayo Melawan Kolonialisme Belanda, Balai Pustaka, Jakarta, 1983.

Gottschalk, Louis. MENGERTI SEJARAH, Pengantar Metode Sejarah. ter. Nugroho

Notosusanto. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia,

Hurgronje, C. Snouck. Tanah Gayo dan Penduduknya, Jakarta: Indonesian-Nederlands

Cooperation in Islamic Stadies (INIS), 1996.

Hasymy, Ali. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia (KumpulanPrasaran Pada Seminar di Aceh), Jakarta: Percetakan Offset, 1989, Cet Ke-2

Ismuha, Ulama Aceh Teuku Rahman Meunasah Meucap, Pustaka Awi Geutah, 1949.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

Gramedia, 1993.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yoyakarta: Bentang, 1995.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003

Page 60: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

56

M. Dawam Raharjo, Intelektual, Itelegensia, dan perilaku Bangsa: Risalah CendikiawanMuslim; (Mizan: Bandung, 1999).

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara penterjemah

pentapsiran Al Qur’an: Jakarta, 1973) h.277

Melalatoa, M.J. Kebudayaan Gayo, PN Balai Pustaka, Jakarta 1982

Melalatoa, M.J. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan RI. 1995.

Paini, Mukhlis. RIAK di Laut Tawar Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan Sosial Di

Gayo Aceh Tengah. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia kerjasama dengan

Gadjah Mada University Press. 2003.

Page 61: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

57

BERITA WAWANCARA

Nama : Tgk. H. Zaenal Abidin

Jabatan : Ustad

Alamat : Pondok Ranji Ciputat

Waktu : 3 Mei 2009

1. Dari mana bapak mengenal Tengku Ibrahim?

Jawab : Saya mengenal beliau di Kenawat Takengon. Beliau adalah guru saya

sewaktu saya belajar di SRI di Kenawat.

2. Sejak kapan SRI Kenawat Berdiri dan siapa-siapa saja tokohnya?

Jawab : Sejak tahun 1926 dan tokoh-tokohnya yaitu Tengku Ibrahim Mantiq,

Tengku Kadhi Rampak, Tengku Haji Yunus, Tengku Abduk Kadir dan

Empun Berhan.

3. Dari mana saja dananya?

Jawab : Dari masyarakat, jadi masyarakat bergotong royong mencari bahan-bahan

ke hutan dan hanya bagian atap saja yang di beli yaitu seng.

4. Tengku Ibrahim Mantiq sebagai apa?

Jawab : Dia hanya mengajar pelajaran agama.

5. Mata pelajaran apa saja yang diajarkan?

Jawab : Fikih, Tauhid, dan Hahwu

6. Dari mana saja asal murid-muridnya dan berapa jumlah muridnya?

Jawab : Dari penjuru Aceh Tengah dan muridnya berjumlah ratusan.

Page 62: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

58

7. Apa aliran Tengku Ibrahim Mantiq NU atau Muhammadiyah?

Jawab : Tidak ada

8. Kenapa di Panggil Mantiq

Jawab: Itu pemberian dari gurunya Tengku Pulo Kitun karma ia menguasai ilmu

Mantiq.

9. Apa itu Ahli Sunnah Waljamaah

Jawab : Segala perbuatan dan kelakuan kita seperti Nabi tidak dikurangi dan

tidak ditambah-tambah.

10. Apa rahasia keberhasilan Tengku Ibrahim Mantiq?

Jawab : Sebenarnya rahasia keberhasilan Tengku Ibrahim terletak pada daya

ingatnya, ingatannya sangat kuat sekali.

Page 63: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

59

BERITA WAWANCARA

Nama : Muchtaruddin Ibrahim

Jabatan : Pensiunan PNS

Alamat : Manggarai Jakarta

Waktu : 10 Januari 2009

1. Dari mana bapak mengenal Tengku Ibrahim?

Jawab : Dia adalah orang tua saya

2. Kapan ia lahir?

Jawab : Tengku Ibrahim Mantiq lahir tahun 1914 di Kenawat Takengon

3. Sipa nama orang tuanya?

Jawab : Ayahnya bernama Mude Berani alias Aman Aman Cahya atau nama

tuanya Empun Berhan ia jua mendapat gelar Raja Setie Raja karma ia

pernah menjabat sebagai Raja kampung Kenawat dalam satu priode dan

ibunya bernama Sawiah. Perkawinan ini telah melahirkan 2 anak,

pertama Ibrahim dan yang kedua Said. Kelahiran anak kedua ini

menyebabkan ibunya meninggal sehingga menjadi yatim.

4. Bisa ceritakan tentang asal usul Mude Berani?

Jawab : Asal usul Mude Berani Merupakan tetesan dari seorang musafir yang

berasal dari Meureuedu ( Aceh Pidie) yang menikah dengan gadis Gayo

di Kenawat anak dari Datu Tunggal. Dari garis ini Mude Berani

merupakan genarasi ketika dari keturunan tersebut.

Page 64: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

60

5. Apa pekerjaan Mude Berani?

Jawab : Ia seorang Tengku yang diwariskan oleh kakeknya. Selain itu ia juga

cerdas ahli adat, karma kecerdasan ia pernah diangkat menjadi Raja

kampung Kenawat. Selain itu ia sangat mahir dalam bercerita

(kekeberen), sehingga boleh dikatakan seorang publish yang tiada

bandingnya di kampung Kenawat.

6. Dimana Tengku Ibrahim Mengikuti Pendidikan?

Jawab :Ibrahim sejak dini mendapat kesempatan mengikuti pendidikan, ia

bernasip baik, karma langsung belajar pada ayahnya, Empun Berhan.

Karna Empun Berhan adalah seorang Tengku yang memimpin

pengajian. Pada tahun 1929 Ibrahim meninggalkan kampungnya dan

meneruskan pendidikannya ke daerah pesisir di Aceh. Ia memilih

Pesantren Pulokitun Pimpinan Muhammad Saleh, yang lebih dikenal

dengan panggilan Tengku Pulokitun. Sementara itu, Tengku Pulokitun

dengan dukungan dari Tengku Hanafiah, Tengku Haji Ridwan membuka

madrasah moderen di Cut Meurak. Bersamaan dengan ini, Ibrahim ikut

pindah mondok di Cut Meurak. Ketika Ibrahim dan murid-murid lainnya

sedang tekun mencurahkan perhatian, Tengku Pulokitun, sebagai

penggagas berdirinya pesantren tersebut mengundurkan diri dan minta

berhenti. Dalam keadaan demikian, Tengku Pulokitun menganjurkan

Ibrahim supaya melanjutkan pendidikan di Al-Muslim Glumpang Dua.

Pada tahun 1936 Tengku Ibrahim telah dapat menyelesaikan

Page 65: JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18164/1/MANTIK... · menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

61

pendidikannya di Al-Muslim dan tercatatlah ia sebagai lulusan pertama

dengan meraih peringkat juara I.

7. Setelah menyelesaikan pendidikan, apa pekerjaan Tengku Ibrahim?

Jawab : Ia berdakwah dan mengajar

8. Dengan siapa ia membangun rumah tangga?

Jawab : Ia menikah dengan Siti Asiah, seorang gadis tinggi semampai, wajah

menawan, putrid kedua dari Tamat Aman Rukiah dari belah Cik Kenawat

dan ibunya bernama Rami Inen Rukiah yang berasal dari Bebesen.

Kebahagian rumah tangga Tengku Ibrahim di tandai dengan kelahiran

putra putrinya, yaitu yang sulung laki-laki yang di beri nama

Muchtaruddin yang panggilannya Tarudin dan anak ini tinggal bersama

mertua di Kenawat Lut, anak kedua perempuan dan di namakan Suhaini

dan anak yang ketiga perempuan yang diberi nama Rukiyah. Kemudia

pada zaman Jepang lahir seorang anak laki-laki yang dinamakan Marsuli,

sedang pada zaman merdeka lahir dua anak perempuan, yaitu Charmina

dan Murniawati, sedang dua anak laki-laki meninggal sewaktu kecil. Jadi

anak Tengku Ibrahim yang hidup berjumlah 6 orang46