JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYYAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... ·...
Transcript of JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYYAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... ·...
HAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH
(STUDI ANALISIS PUTUSAN HAKIM
NO.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.I)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :
NUR HUDAM MUSTAQIM
062111048
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
iii
iv
MOTTO
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.1
1Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahanya, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2006,hlm. 126
v
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati dan penuh kebahagiaan, skripsi ini penulis
persembahkan untuk orang-orang yang telah membuat hidup ini lebih berarti :
Bapak dan Ibu tersayang, tercinta (Bapak Supriyanto dan Ibu
Jumi’ati),yang senantiasa memberikan do’a restu serta dukungannya
baik secaramoral maupun material terhadap keberhasilan studi penulis.
Kakak-kakakku yang tersayang (Mas Den, MbakPuji, Mas Arifin, Mbak
Ziroh, Mas Fadli dan Mbak Nita), yang selalu memberiku semangat
danarahan.
Keponakanku yang tersayang (DikadanVina), yang lucu-lucu.
Orang-orang yang kuanggap sebagai Adikku (Putri, Vidya, Imas, Yulie,
Risty dan Naela), yang selalu memberiku motifasi agar aku cepat wisuda.
Sahabat-sahabatku dari SMEA (Siti Sulastri, Komet, Wahyu, Kentos,
Budi, danUdin), yang selalu mendukungku untuk mengerjakan sesuatu.
Sahabat-sahabatku terutama kelas ASB’06 (terima kasih aku telah
mengenal kalian), semoga persahabatan yang telah kita bina ini menjadi
bagian yang tak pernah lekang oleh waktu.
Sahabat-sahabatku di UKM BKC (Bandung Karate Club), khususnya
angkatan 2005, 2006 dan 2007 (Kang Baz, Kang Fafa, Sugik, Arif, Aris,
Ijonk, Cipuk, Kusnul dan Yeni), serta angkatan 2008 sampai 2010,
khususnya ketua UKM BKC periode 2011 (Maftuhatul Hidayah),
kalianlah sumber motivasi dan semangatku.
Sahabat-sahabtku di IMAKEN (Ikatan Mahasiswa Kendal), khususnya
angkatan 2006 dan 2007 (Anwar, Munir, Ucup, Nafis, Anam, Tafit, Budi,
Tolip, Syukron, Canti, Fida, Umi, Wati, Yuli, Omen, Kicin, Ribaz,
Yolanda, Tian dan yang lainya), semoga kita bisa kompak selalu.
Sahabat-sahabtku di PP. Daarun Najaah, semoga kita bisa menjadi S3
(Sukses, sholeh, Selamet) Fiddunya Wal Akhirot, Amien......
Sahabat-sahabat dan pihak-pihak yang turut memberikan semangat dan
dorongan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah
pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain,
kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang
dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 10 Juni 2011
Deklarator
NUR HUDAM MUSTAQIM
NIM.062111048
vii
ABSTRAK
Pemberian hibah adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang
tua angkat kepada anak angkatnya sebagai wujud kasih sayang yang telah terjalin
diantara keduanya. Karena Islam secara jelas menegaskan bahwa hubungan
antara orang tua angkat dengan anak angkatnya tidak menyebabkan
keduanya mempunyai hubungan waris mewaris, dengan demikian seorang anak
angkat tidak mewarisi harta orang tua angkatnya kecuali dengan cara hibah .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana putusan Pengadilan
Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL tentang pencabutan kembali
harta hibah yang dilakukan oleh ahli waris terhadap anak angkat dan untuk
mengetahui bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kendal dalam
menjatuhkan putusan sengketa harta hibah anak angkat serta bagaimana
kesesuaian putusan hakim dengan Hukum Islam.
Jenis Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan
(library research) berupa studi dokumen putusan Pengadilan Negeri Kendal
pada tahun 2006 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari
dokumentasi dan wawancara. Untuk mengolah data yang diperoleh, penulis
menggunakan metode analisis deskriptif normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya putusan Pengadilan Negeri
Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL, dalam perkara penarikan hibah majelis
hakim Pengadilan Negeri Kendal memutuskan mengabulkan permohonan para
Penggugat artinya hibah yang telah diberikan oleh almarhum Kasmadi Bin
Nawawi terhadap anak angkatnya dan istrinya dapat ditarik oleh para Penggugat.
Dan dalam memutuskan perkara tersebut Hakim Pengadilan Negeri Kendal
mempunyai pertimbangan yaitu, bahwa tanah dan rumah sengketa adalah atas
nama Kasmadi bin Nawawi (almarhum) berdasarkan bukti para Penggugat
(P.IV, P.V dan P.VI) dan berdasarkan bukti-bukti tertulis tersebut tidak ada
indikasi dan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Kasmadi bin Nawawi
mengalihkan, mengubah dan menghibahkan tanah dan rumahnya tersebut kepada
Tergugat I. Meski sebenarnya harta sengketa tersebut sudah diberikan oleh
almarhum Kasmadi bin Nawawi kepada Tergugat I melalui surat pernyataan hibah
dari Kasmadi dan Samirah pada tanggal 11 September 1980 dengan dilakukan
dihadapan saksi-saksi dan Kepala Desa dan tidak benar dalam memutus perkara
penarikan hibah oleh ahli waris, karena pihak ahli waris selaku Penggugat
seharusnya tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut harta yang telah
dibeikan oleh Kasmadi bin Nawawi kepada pihak Tergugat selaku anak angkat,
karena ini bertentangan baik dengan KUH Perdata, Kompilasi Hukum Islam,
maupun dalam Fiqh. Dalam hal kesesuaian dengan Hukum Islam, kalau dilihat
dari segi hukum waris juga tidak tepat, karena harta waris yang di sengketakan
merupakan hak penuh dari pihak Tergugat karena harta tersebut sudah dihibahkan
kepada pihak Tergugat selaku anak angkat. Dilihat dari segi hukum hibah pun
putusan hakim tersebut tidak sesuai karena dalam Hukum Islam penarikan kembali hibah hukumnya adalah haram.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim……
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Suatu kebanggaan tersendiri penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
HAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH (STUDI ANALISIS PUTUSAN
HAKIM NO.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL) dengan sebaik-baiknya.
Dikarenakan atas keterbatasan penulis, tentunya tanpa adanya pihak-pihak yang
yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, maka skripsi tidak akan
terselesaikan dengan maksimal.
Atas bantuan dan dorongan baik moril maupun materiil kepada penulis,
maka hanya ucapan terima kasih seraya berdoa kepada Allah SWT semoga
memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada mereka semua
(jazakumullah ahsanal jaza).
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Imam Yahya, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah, yang
telah memberi kebijakan teknis di tingkat fakultas.
2. Bapak Drs. H. Slamet Hambali, M.SI. dan Bapak Muhammad Shoim,
S.Ag., MH. selaku pembimbing I dan II yang dengan penuh kesabaran dan
keteladanan telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan
ix
pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Ibu Maria Anna Muryani, SH., MH. Selaku wali studi penulis yang telah
membimbing penulis selama masa kuliah.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang
telah memberi bekal ilmu pengetahuan serta staf dan karyawan fakultas
syari’ah, dengan pelayanannya.
5. KH. Sirodj Khudlori dan KH. Ahmad Izzudin, M.Ag, selaku pengasuh
saya di Pondok Pesantren Daarun Najaah.
6. Ketua Pengadilan Negeri Kendal beserta seluruh staf-stafnya yang telah
mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian. Khususnya kepada
Bapak Joni Kondo Lele, SH,. M.H dan Bapak Warsito selaku pembimbing
dan selaku Panitera Hukum Pengadilan Negeri Kendal yang telah
berkenan memberikan waktu dan ilmunya untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu, Engkau adalah orang tua teladan yang telah memberikan
kasih dan sayang serta do’a yang tak pernah henti, sehingga penulis dapat
semangat menyongsong masa depan yang lebih bermanfaat. Terima kasih
atas segalanya, semoga Allah membalas dengan semua kebaikan-Nya.
8. Kakak-kakak dan Keponakanku tersayang, terima kasih atas motivasi dan
arahanya, sehingga bisa membuat penulis semangat untuk cepat wisuda.
9. Sahabat-sahabatku semua, baik yang di Kelas ASB, UKM BKC,
IMAKEN, PP. Daarun Najaah ataupun sahabat-sahabatku yang lainnya
x
yang telah berkenan bersama-sama melewati rutinitas perkuliahan di
kampus tercinta ini, semoga persahabatan yang telah kita bina ini menjadi
bagian yang tak pernah lekang oleh waktu..
10. Segenap pihak yang tidak mungkin disebutkan, atas bantuannya baik moril
maupun materiil secara langsung atau tidak dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga semua amal dan kebaikannya yang telah diperbuat akan mendapat
imbalan yang lebih baik lagi dari Allah SWT dan penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat. Amin…
Semarang, 10 Juni 2011
Penyusun
NUR HUDAM MUSTAQIM
NIM. 062111048
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................. ii
Halaman Pengesahan ..................................................................................... iii
Halaman Motto .............................................................................................. iv
Halaman Persembahan ................................................................................. v
Halaman Deklarasi ........................................................................................ vi
Halaman Abstrak ........................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar .............................................................................. viii
Halaman Daftar Isi ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Telaah Pustaka ......................................................................... 8
E. Metode Penelitian .................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG HIBAH, WARIS DAN
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PERDATA
A. Hibah ........................................................................................ 16
1. Pengertian Hibah ................................................................ 16
2. Dasar hukum Hibah .......................................................... 17
3. Rukun dan Syarat Hibah .................................................... 18
4. Batasan Pemberian Hibah .................................................. 21
xii
5. Mencabut Pemberian.......................................................... 22
6. Hibah Menurut Fiqh................................................... ........ 23
7. Hibah Menurut Hukum Adat........................................ ..... 23
8. Hibah Menurut Kompilasi Hukum Islam...................... ... 24
9. Hibah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.. . 26
B. Waris ........................................................................................ 28
1. Pengertian Waris ................................................................ 28
2. Rukun Waris ...................................................................... 29
3. Syarat menerima Waris ..................................................... 30
4. Sebab-sebab Kewarisan ..................................................... 32
5. Penghalang Kewarisan ...................................................... 33
6. Ahli Waris dan Bagiannya ................................................ 40
C. Pembuktian Dalam Hukum Perdata................................... ...... 42
1. Pengertian Pembuktian......................................... ............. 42
2. Apa yang harus Dibuktikan......................................... ...... 43
3. Siapa yang harus Membuktikan.......................................... 43
4. Beban Pembuktian...................................................... ....... 44
5. Alat-alat Bukti........................................................... ...... 45
6. Sumpah..................................................................... ......... 46
BAB III HAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH (STUDI ANALISIS
PUTUSAN HAKIM NO.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL)
A. Profil Pengadilan Negeri Kendal ............................................. 48
1. Sejarah Pengadilan Negeri Kendal ................................... 48
2. Struktur Organisasi.................. .......................................... 50
3. Visi dan Misi............................................................. ......... 53
4. Tugas dan Wewnang ......................................................... 53
B. Deskripsi tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL ............................................ 56
xiii
C. Dasar Pertimbangan Hakim tentang Hibah Anak Angkat
dalam Putusan Hakim No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL ....... 58
BAB IV ANALISIS
A. Analisis tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL.............................................. 62
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim tentang Hibah Anak
Angkat dalam Putusan Hakim No.15/Pdt.G/2006/PN.
KENDAL ................................................................................. 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 78
B. Saran ........................................................................................ 79
C. Penutup .................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah
dari kelompok manusia lainya, manusia sebagai individu (perseorangan)
mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena manusia
semenjak lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia selalu di dalam
lingkungan masyarakat, karena hidup bersama merupakan suatu gejala yang
biasa bagi seorang manusia dan hanya manusia yang memiliki kelainan-
kelainan sajalah yang mampu mengasingkan diri dari orang-orang lainya,
dalam bentuknya yang terkecil hidup bersama itu dimulai dengan adanya
keluarga.1
Anak adalah buah hati.Anak adalah penghibur dalam suatu keluarga
idaman.Mereka adalah penyemarak keluarga yang dapat menambah
kebahagiaan dan keceriaan sebuah keluarga.Islam mengajarkan pentingnya
hubungan yang sangat baik dan mesra antara Ayah, Ibu dan Anak. Islam
mengajarkan betapa pentingnya menyayangi anak dan memperlihatkan kasih
sayang tersebut.
Anaklah yangdiharapkan kedua orang-tuanya dapat meneruskan
keturunan, mewarisi kekayaan dan harta sekaligus mengurus berbagai urusan
1Lili Rasjidin,Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan di Indonesia,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2001, Hlm. 1
2
kekeluargaan dan urusan-urusan penting lainnya.Mereka adalah tumpuan
keluarga. Mereka adalah kebanggaan apalagi bila anak-anak ini kelak
menjadi orang yang sukses, yang mampu menjaga nama baik orang-tuanya.
Hal ini tidak dapat disangkal.2
Namun, tidak semua manusia dikaruniai seorang anak atau keturunan,
meski berbagai cara telah dilakukan oleh mereka, jalan terakhir yang mereka
tempuh biasanya adalah dengan cara adopsi, Adopsi artinya pengangkatan
anak orang lain sebagai anak sendiri, dalam bahasa Arab disebut At-Tabanni.
Pada tataran praktis ada dua macam pengangkatan anak.
Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan
penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberi hak-hak sebagai anak kandung,
ia hanya diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Para
ulama sependapat mengadopsi anak dengan cara seperti ini tidak dilarang
oleh agama, bahkan kalau dilakukan dengan niat yang ikhlas akan menjadi
amal shaleh.
Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri serta diberi
hak-hak sebagai anak kandung, sehingga ia memakai nama keturunan (nasab)
orang tua angkatnya, saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak
lainnya persis seperti mereka menganggapnya layaknya anak
kandungnyasendiri.3
2Http://vienmuhadi.com.2009/08/23/anak angkat dan kedudukannya dalam Islam,
ayahangkat dan kedudukannya dalam Islam, di download tanggal 10 januari 2011 3Http://Www.Percikaniman.Org/Tanya_Jawab_Aam.Phpcid=183, di download tanggal
10 januari 2011
3
Alasannya, menurut para ahli hukum Islam ada tiga sebab
seseorangbisasaling mewarisi.Pertama,Al-Qarabah (seketurunan atau
hubungan darah), kedua, Al-Mushaharah (karena hasil perkawinan yang sah),
dan ketiga Al-„Itqu (hubungan perwalian antara hamba sahaya dan wali yang
memerdekakannya).
Status anak angkat tidak masuk pada salah satu dari tiga sebab ini,
maka disimpulkan bahwa anak angkat tidak bisa saling mewarisi dengan
orang tua angkatnya.Anak angkat bisa menerima harta dari orang tua
angkatnya melalui dua cara.
Pertama, melalui hibah, yaitu pemberian mutlak dari orang tua angkat
kepada anak angkat sehingga harta yang dihibahkan menjadi milik mutlak
anak angkatnya.Jumlah hibah tidak dibatasi, berapapun bisa dihibahkan asal
tidak menimbulkan kecemburuan dari keluarga lainnya, artinya harus
bersikap adil.
Kedua, melalui wasiat, yaitu pesan penyerahan atau pemberian harta
secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain (dalam konteks ini orang tua
angkat kepada anak angkatnya) yang berlaku setelah orang itu wafat.4
Hibah adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang
untuk kepentingan seseorang atau kepentingan sesuatu badan sosial,
keagamaan, ilmiah juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli
warisnya.Intinya adalah pemberian suatu benda semasa hidup seseorang tanpa
4Ibid, http://www.percikaniman.org/tanya_jawab_aam.phpcID=183, di download tanggal
10 januari 2011
4
mengharapkan imbalan.5 Dasar hukumnya juga terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah yang berbunyi :
ابي السبل..… الوساكي تاه ال القسب آت الوال عل حبو ذ ….
Artinya :“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir yang memerlukan pertolongan”. (QS. Al-Baqarah
ayat 177)6
Perkataan hibah juga digunakan untuk memberi atau menghibahkan
rahmat, sebagaimana firman Allah SWT :
ىاب أم عندىن خزائي زحوة زبك العزز ال
Artinya : “Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan
rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha
Pemberi”.(QS. Al-Shad ayat 9).7
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa hibah itu dapat berupa
harta dan dapat berupa bukan harta, seperti keturunan, rahmat dan
sebagainya, menurut istilah agama Islam hibah itu semacam akad atau
perjanjian yang menyatakan perpindahan milik seorang kepada orang lain di
waktu ia masih hidup tanpa mengharapkan penggantian sedikitpun.8
Mayoritas ulama berpendapat bahwa dilarang menarik kembali hibah
yang telah diberikan meskipun antar saudara atau suami isteri, kecuali jika
hibah itu dari orang tua kepada anaknya, maka orang tua boleh menarik
5 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Hlm,
138 6Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur‟an dan terjemahanya,Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2006, hlm. 21 7Ibid, Hlm. 81
8 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu
Fiqih, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi, 1986, hlm. 198
5
kembali hibah yang telah diberikan.Demikian pula dibolehkan menarik
kembali hibah dalam kasus jika dia menghibahkan agar mendapatkan ganti
dan imbalan dari hibahnya lantas pihak yang diberi hibah tidak memberinya
imbalan.9 Sebagaimana dalam hadis :
قالالحل:عي ابي عوسبي عباس زض اهلل عنين عي النب صل اهلل علو سلن قال
زاه احوداالزبعو }لسجل هسلن اى عط العطة ثن سجع فيا االالالدفوا عط لده
صححو التسهر ابي حبا ى الحاكن10
}
Artinya :Dari Ibnu Umar dan Ibnu abbas bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda “tidak halal bagi seseorang muslim
memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya
kembali, kecuali seorang ayah yang menariknya kembali
apa yang diberikan kepada anaknya”.(HR. Ahmad dan
Imam empat, hadis shohih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibbah
dan Hakim)
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa hibah tidak boleh dicabut kembali
kecuali seorang ayah yang menariknya kembali apa yang diberikan kepada
anak angkatnya. Hibah tidak boleh dicabut kembali manakala si penghibah
memberi hibah dengan sukarela tanpa mengharap imbalan, sedangkan bila si
penghibah memberi hibah dengan maksud mendapat imbalan maka hibah
boleh dicabut kembali, karena hibah merupakan pemberian yang mempunyai
akibat hukum perpindahan hak milik, maka pihak pemberi hibah tidak boleh
meminta kembali harta yang sudah dihibahkanya, sebab hal itu bertentangan
dengan prinsip-prinsip hibah. Akan tetapi apayang terjadi dalam kasus hibah
9Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, Jakarta: Cakrawala Publishing,2009,Hlm. 560
10Muhammad Abdul Kodir, Sunanul Kubro,Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiah, 1972, juz 6
Hlm. 298
6
No.15/Pdt.G/2006/PN.Kendal tersebut malah sebaliknya, seorang keponakan
dan keluarganya menggugat harta hibah milik anak angkat tersebut dan di
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kendal malah dimenangkan oleh
seorang keponakan dan keluargnya, sedangkan anak angkat yang dengan sah
mendapatkan harta hibah dari orang tua angkatnya malah tidak mendapatkan
bagian sedikitpun.
Hal inilah yang memberikan kesempatan kepada penyusun untuk
menemukan bagaimanakah ketentuan serta proses pemberian atau pengalihan
harta dalam bentuk hibah dari orang tua kepada anak angkatnya, dikarenakan
kajian ini adalah kajian dokumen, maka pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan secara normatif hukum dengan mengkaji
ketentuan tentang anak angkat serta pemberian hibah harta dari orang tua
kepada anak angkatnya yang terdapat dalam Fiqh, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata maupun dalam Kompilasi Hukum Islam.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkajinya lebih dalam mengenai kasus ini dengan sebuah skripsi yang
berjudul Hak Anak Angkat dalam Hibah(Studi Analisis Putusan Hakim
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal).
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, ada beberapa pokok
masalah yang hendak dikembangkan dan dicari pangkal penyelesaianya,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan hibah terhadap anak angkat dalam putusan hakim
Pengadilan Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal?
2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim tentang hibah anak
angkat dalam putusan hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal?
3. Kesesuaian putusan hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal dengan Hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai penulis sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang di
uraikan diatas, antara lain berujuan untuk :
1. Untuk mengetahui bagaimanaketentuan hibah terhadapanak angkat dalam
putusan hakim Pengadilan Negeri KendalNo.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal.
2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim
tentang hibah anak angkat dalam putusan hakim Pengadilan Negeri
KendalNo.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal.
3. Untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal dengan Hukum Islam.
8
D. Telaah Pustaka
Kajian tentang hibah sebenarnya sudah banyak yang menulis
sebelumnya, namun belum ada yang secara spesifik membahas tentang hak
anak angkat dalam hibah, mengenai tulisan dalam bentuk skripsi ataupun
buku yang membahas tentang hibah secara umum antara lain :
1. Skripsi yang ditulis oleh Khotimah (2198174), mahasiswi Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam terhadap tradisi pemberian hibah kepada anak-anak dan kaitanya
dengan pembagian warisan di Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara”.
Yang menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa: Apabila hibah
diperhitungkan sebagai warisan nampaknya bertentangan dengan
kewarisan semata akibat kematian. Karena hibah dari orang tua kepada
anak dapat diperhitungkan sebagai warisan. Bahwasanya di
KecamatanNalumsari kebanyakan pembagian hibah tersebut dengan
sistem warisan itu dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi
kehidupan keluarga antara lain permusuhan dan perpecahan keluarga, juga
khususnya hubungan silaturahmi. Allah memerintahkan janganlah
memutus hubungan silaturahmi, maka dari itu untuk mengantisipasi maka
hendaknya memberi harta warisan kepada anaknya dengan cara hibah.
Disamping alasan lain yaitu agar hibah tersebut dapat digunakan sebagai
modal usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak. Tindakan
yang diambil mereka sudah diperhitungkan kemaslahatan dan
kemudharatanya.
9
2. Skripsi yang ditulis oleh Abdul Khamid (2101084), mahasiswa Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Analisa pendapat
Imam Syafi‟i tentang serah terima sebagai syarat sah hibah”, yang
menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa: metode istimbath hukum Imam
Syafi’i tentang serah terima merupakan salah satu syarat hibah, jika tidak
ada serah terima maka tidak sah hibah tersebut. Dengan disyaratkanya
serah terima dalam akad hibah maka akad hibah akan terjadi melalui
proses kesepakatan, sukarela dan transparan. Kondisi ini dapat mencegah
timbulnya konflik antara ahli waris dengan si penerima hibah. Dengan
adanya serah terima hibah mrenjadi tahu tentang seberapa banyak dan
seberapa besar hak-haknya.
3. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Munir, mahasiswa Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Analisis terhadap pendapat
Imam Syafi‟i tentang hukum pencabutan kembali hibah”,yang
menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa: Menurut Imam Syafi’i hibah
tidak boleh dicabut kembali manakala si penghibah memberi hibah dengan
sukarela tanpa mengharap imbalan, sedangkan bila si penghibah memberi
hibah dengan maksud mendapat imbalan maka hibah boleh dicabut
kembali, karena hibah merupakan pemberian yang mempunyai akibat
hukum perpindahan hak milik, maka pihak pemberi hibah tidak boleh
meminta kembali harta yang sudah dihibahkanya, sebab hal itu
bertentangan dengan prinsip-prinsip hibah.
10
Adapun perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh penulis
dengan yang di atas adalah lebih spesifiknya materi maupun hal yang di
angkat yakni mengenai hak anak angkat dalam hibah, karena peneliti yang
sebelumnya hanya mengangkat tentang tinjauan hukum dan analisa pendapat
Imam Syafi’i tentang serah terima sebagai syarat sah hibah dan hukum
pencabutan kembali hibah.
E. Metode Penelitian
Dengan melihat pokok permasalahan dan tujuan penulisan di atas,
maka agar penulisan suatu pembahasan dapat terarah dan mengena pada
permasalahan, maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan berbagai
metode, antara lain :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dokumen. Dalam
penelitian ini data yang dibutuhkan adalah putusan sengketa hibah, yang
mana putusan tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen register dan
berkas perkara Pengadilan Negeri Kendal.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
rancangan studi kasus. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif
bertujuan untuk menggali dan membangun suatu proposisi atau
menjelaskan makna dibalik realita. Peneliti berpijak dari realita atau
peristiwa yang berlangsung dilapangan, yang dihadapi adalah dunia sosial
kehidupan sehari-hari, penelitian ini berupaya memandang apa yang
sedang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh
11
peneliti selama di lapangan termasuk dalam posisi yang berdasar kasus
atau ideografi yang mengarahkan perhatian pada spesifikasi kasus-kasus
tertentu.11
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan jenis penelitian
deskriptif, yang merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu
keadaan gejala menurut apa yang ada pada saat penelitian dilakukan
berdasarkan data12
. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan
penelitian di Pengadilan Negeri Kendal untuk memperoleh data yang di
perlukan.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang
dicari.13
Sumber data dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen
register dan berkas perkara dari Pengadilan Negeri Kendal, hasil
wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Kendal yang menangani
perkara tersebut.
11
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001, Hlm. 124 12
Suharsimi Arikunto, Menejemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, Hlm. 309 13
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.1, 1998, hlm.
91
12
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang memberikan informasi
yang dapat mendukung data primer dan diperoleh diluar objek
penelitian. Diantaranya adalah Kompilasi Hukum Islam tentang
peraturan pembagian hibah, kitab-kitab dan buku-buku yang berkenaan
dengan hibah. Diantaranya adalahBidayatul Mujtahid, fiqh Islam
Lengkap, fiqh Sunnah 5, Fiqh Muamalah, Ilmu Fiqh, Fiqh Islam,
Intisari Hukum Waris Indonesia, Aneka masalah hukum perdata Islam
di Indonesia, Hukum Waris Islam, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
dan lain-lainnya, serta karya-karya ilmiah dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan di atas.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang
otentik yang bersifat dokumentasi baik data yang berupa catatan harian,
memori atau catatan penting lainya, adapun yang dimaksud dokumen
disini adalah data atau dokumen yang tertulis.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab yang berlangsung secara
lisan diantara dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.14
Yang
dimaksud wawancara disini adalah wawancara dengan hakim
14
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:PT. Bumi
Aksara, cet. 8, 2007, Hlm. 83
13
Pengadilan Negeri Kendal yang mengadili perkara yang berkaitan
dengan penelitian ini.
c. Observasi
Yaitu suatu pengamatan, pencatatan yang sistematis dengan
fenomena penyidikan dengan alat indra.15
Dalam penelitian ini,
observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap hasil wawancara maupun dalam kasus sengketa hibah putusan
Pengadilan Negeritersebut.
4. Metode Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penulisan data. Dalam skripsi ini penulis menggunakan
analisis deskriptif normatif, yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengungkapkan masalah, keadaan, dan peristiwa sebagaimana adanya,
sehingga bersifat faktul,16
kemudian dikaitkan dengan norma-norma
hukum yang berlaku. Dengan menggunakan metode ini, penulis
berusaha menganalisa suatu putusan tentang gugatan perkara hibah di
Pengadilan Negeri Kendal tahun 2006.
15
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan penerbitan Fakultas
Psikologi UGM, 1982, hlm. 136. 16
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
press, 1990, Hlm. 31
14
F. Sistematika Penelitian
Untuk dapat memberikan gambaran secara luas dan memudahkan
pembaca dalam memahami gambaran menyeluruh dari skripsi ini, maka
penulis memberikan penjelasan secara garis besarnya yang terbagi menjadi
lima bab yang masing-masing bab mempunyai alur runtut tersendiri, adapun
bab-bab yang tersusun secara sistematis adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menggambarkan isi dan bentuk penelitian yang
meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG HIBAH, WARIS DAN
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PERDATA
Dalam bab ini memuat ketentuan umum tentang hibah, yang
menguraikan tentang pengertian hibah, dasar hukum hibah,
syarat dan rukun hibah, batasan pemberian hibah, mencabut
pemberian, hibah menurut Fiqh, hibah menurut Hukum Adat,
hibah menurut Kompilasi Hukum Islam, dan hibah menurut
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Adapun yang berkenaan
dengan waris adalah pengertian waris, rukun waris, syarat
menerima waris, sebab-sebab kewarisan, penghalang
kewarisan,ahli waris dan bagiannya dan dalam hal pembuktian
adalahpengertian pembuktian, apa yang harus dibuktikan, siapa
15
yang harus membuktikan, beban pembuktian dan alat-alat
bukti.
BAB III HAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH(STUDI
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NO.15/Pdt.G/2006/PN.
KENDAL)
Dalam bab ini meliputi profil Pengadilan Negeri Kendal,
sejarah Pengadilan Negeri Kendal, struktur organisasi
Pengadilan Negeri Kendal, visi dan misi Pengadilan Negeri
Kendal serta tugas dan wewenang Pengadilan Negeri Kendal.
Juga memuat deskripsi tentang putusan hakim Pengadilan
Negeri Kendal No. 15/Pdt.G/2006/PN. Kendal dandasar
pertimbangan hakim tentang hibah anak angkat dalam putusan
hakim Pengadilan Negeri Kendal No. 15/Pdt.G/2006/PN.
Kendal.
BAB IV ANALISISHAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH
(STUDIANALISIS PUTUSAN HAKIM
NO.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL)
Bab ini merupakan penerapan dari analisis tentang putusan
hakim Pengadilan Negeri Kendal No. 15/Pdt.G/2006/PN.
Kendal dandasar pertimbangan hakim tentang hibah anak
angkat dalam putusan hakim Pengadilan Negeri Kendal No.
15/Pdt.G/2006/PN. Kendal.
16
BAB V PENUTUP
Penutup meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
17
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG HIBAH, WARIS DAN
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PERDATA
A. Hibah
1. Pengertian Hibah
Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang berarti “kebaikan atau
keutamaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain berupa
harta atau bukan”.17
Dalam pengertian istilah, hibah adalah kepemilikan
sesuatu benda melalui transaksi aqad tanpa mengharap imbalan yang telah
diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. Hibah dapat dilakukan
oleh siapa saja yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan
hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain. Hibah juga dapat dilakukan oleh
orang tua kepada anaknya.18
Secara pengertian syara’, hibah berarti akad
pemberian harta milik seseorang kepada orang lain pada saat ia masih
hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya
kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tanpa hak kepemilikan, maka
hal itu disebut I‟aarah atau pinjaman.19
Pernyataan hibah juga dilakukan
oleh Zakaria saat memohon kepada Allah agar dihibahkan kepadanya
keturunan yang baik.20
17
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu
Fiqih, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi, 1986, hlm. 198 18
Ahmad Rofiq, Hukum Islamdi Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998,
hlm. 466 19
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, hlm. 435 20
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, loc.
cit.
18
Allah SWT berfirman :
Artinya :“Zakaria berkata, ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
mendengar do‟a”. (QS. Ali-Imran ayat 38)21
Perkataan hibah juga digunakan untuk memberi atau
menghibahkan rahmat, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat
Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi”.(QS. Al-
Shad ayat 9).22
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa hibah itu dapat
berupa harta dan dapat berupa bukan harta, seperti keturunan, rahmat dan
sebagainya, menurut istilah agama Islam hibah itu semacam akad atau
perjanjian yang menyatakan perpindahan milik seorang kepada orang lain
diwaktu ia masih hidup tanpa mengharapkan penggantian sedikitpun.23
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Artinya : “kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambilah)
21
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur‟an dan terjemahanya,Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2006, hlm. 42 22
Ibid, hlm. 81 23
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, loc.
cit.
19
pemberian itu (sebagai hadiah) yang sedap lagi baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa ayat 4)24
Dan dalam surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
….. ….
Artinya :“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya,anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang
memerlukan pertolongan”. (QS. Al-Baqarah ayat 177)25
Baik ayat Al-Quran maupun hadits di atas, menurut jumhur ulama
menunjukan (hukum) anjuran untuk saling membantu antar
sesamamanusia.Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang
yang mempunyai kelebihan harta untuk menghibahkannya kepada orang
yang memerlukanya.26
3. Rukun dan Syarat Hibah
Menurut Jumhur ulama, rukun hibah ada empat macam, yaitu :
1. Wahib (pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan barang
miliknya. Jumhur ulama berpendapat, jika orang yang sakit
memberikan hibah, kemudian ia meninggal, maka hibah yang di
keluarkan adalah sepertiga dari harta peninggalan.
2. Mauhub lah (penerima)
Penerima hibah adalah seluruh manusia.Ulama sepakat bahwa
seseorang dibolehkan menghibahkan seluruh harta.27
24
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 115 25
Ibid, hlm. 21 26
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 83 27
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah,Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 244
20
3. Mauhub
Mauhub adalah barang yang dihibahkan.
4. Shighat (Ijab dan Qabul)
Shighat hibah adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan ijab
dan qabul, seperti dengan lafazh hibah, athiyah (pemberian), dan
sebagainya.28
Adapun Syarat Hibah adalah sebagai berikut :
1. Syarat-syarat Pemberi Hibah
Syarat-syarat pemberi hibah diantaranya adalah :
1. Pemberi hibah memiliki barang yang dihibahkan.
2. Pemberi hibah bukan orang yang dibatasi haknya.
3. Pemberi hibah adalah baligh.
4. Pemberi hibah tidak dipaksa, sebab akad hibah mensyaratkan
keridhaan.
2. Syarat-syarat Penerima Hibah
Adapun syarat-syarat penerima hibah ialah hadir pada saat
pemberian hibah, apabila tidak ada atau diperkirakan ada, misalnya
janin, maka hibah tidak sah.
Apabila penerima hibah ada pada saat pemberian hibah, tetapi
masih kecil atau gila, maka hibah itu diambil oleh walinya,
pemeliharaannya atau pendidikannya, sekalipun orang asing.29
28
Ibid 29
Sayyid Sabiq, op. cit. hlm. 437
21
3. Syarat-syarat barang yang dihibahkan
Adapun syarat-syarat barang yang dihibahkan adalah sebagai berikut :
1. Benar-benar wujud (ada)
2. Benda tersebut bernilai
3. Barang tersebut dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa barang yang
dihibahkan adalah sesuatu yang dimiliki, diterima peredarannya,
dan kepemilikanya dapat berpindah tangan.
4. Tidak berhubungan dengan tempat milik pemberi hibah secara
tetap, seperti menghibahkan tanaman, pohon, atau bangunan tanpa
tanahnya.
5. Dikhususkan, yakni barang yang dihibahkan bukan milik umum,
sebab kepemilikan tidak sah kecuali apabila ditentukan seperti
halnya jaminan.30
4. Shighat (Ijab-Qabul)
Ijab-qabul di kalangan ulama mazhab Syafi’i merupakan syarat
sahnya suatu hibah. Selain itu, mereka menetapkan beberapa syarat
yang berkaitan dengan ijab-qabul, yaitu :
1. Sesuai antara Qabul dengan Ijabnya
2. Qabul mengikat Ijab
3. Akad hibah tidak dikaitkan dengan sesuatu, seperti perkataan,
“Aku hibahkan barang ini padamu, bila Sanu datang dari
Mekah.”31
30
Ibid, hlm. 438 31
Zainuddin Ali, op. cit, hlm. 139
22
4. Batasan Pemberian Hibah
KompilasiHukumIslam menganut prinsip bahwa hibah hanya boleh
dilakukan 1/3 dari harta yang dimilikinya, hibah orang tua kepada anaknya
dapat diperhitungkan sebagai waris. Apabila hibah akan dilaksanakan
menyimpang dari ketentuan tersebut, diharapkan agar tidak terjadi
perpecahan diantara keluarga. Prinsip yang dianut oleh hukum Islam
adalah sesuai dengan kultur bangsa Indonesia dan sesuai pula dengan apa
yang dikemukakan oleh Muhammad Ibnul Hasan bahwa orang yang
menghilangkan semua hartanya itu adalah orang yang dungu dan tidak
layak bertindak hukum.
Oleh karena itu orang yang menghibahkan semua harta dianggap
tidak cakap bertindak hukum, maka hibah yang dilaksanakan dianggap
batal, sebab ia tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan penghibahan.
Apabila perbuatan orang tersebut dikaitkan dengan kemaslahatan keluarga
dan ahliwarisnya, sungguh tidak dibenarkan, sebab didalam syariat Islam
diperintahkan agar setiap pribadi menjaga dirinya dan keluarganya dari api
neraka. Dalam konteks ini ada kewajiban pada diri masing-masing untuk
mensejahterakan keluarga. Seandainya perbuatan yang dilakukanitu
menyebabkan keluarga jatuh dalamkeadaan miskin, maka samalah ia
menjerumuskan sanak keluarganya kegerbang kekafiran.32
32 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islamdi Indonesia,Jakarta: Prenada
Media Group, 2006, hlm. 139.
23
5. Mencabut Pemberian
Penarikan kembali atas sesuatu pemberian (hibah) adalah
merupakan perbuatan yang diharamkan, meskipun hibah tersebut terjadi
antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah yang
boleh ditarik kembali hanyalah hibahyang dilakukan atau diberikan orang
tua kepada anaknya.33
Maka mengambil kembali dibolehkan karena
sebagaimana hadits Nabi saw. Beliau bersabda :
قال: عه ابه عمزوبه عباس رضي اهلل عنهم عه النبي صلي اهلل عليو وسلم قال
رواه}اليحل لزجل مسلم ان يعطي العطية ثم يزجع فيها االالىالدفيما يعطي ولده
احمدواالربعو وصححو التزميذ ي وابه حبا ن والحاكم34
}
Artinya :Dari Ibnu Umar dan Ibnu abbas bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda “tidak halal bagi seseorang muslim
memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya
kembali, kecuali seorang ayah yang menariknya kembali
apa yang diberikan kepada anaknya”.(HR. Ahmad dan
Imam empat, hadis shohih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibbah
dan Hakim)
Demikian halnya dibolehkan menarik kembali pemberian hibahnya
apabila pemberi hibah agar mendapatkan imbalan dan balasan atas
hibahnya, sedangkan orang yang dihibahkan tersebut belum
membalasnya.35
33
Ibid 34
Muhammad Abdul Kodir, Sunanul Kubro, Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiah, 1972, juz 6
hlm. 298 35
Sayyid, Sabiq, op. cit, hlm.444
24
6. Hibah Menurut Fiqh
Menurut istilah agama Islam hibah itu semacam akad atau
perjanjian yang menyatakan pemindahan milik seorang kepada orang lain
diwaktu ia masih hidup tanpa mengharapkan imbalan. Hibah tidak terbatas
jumlahnya, tapi tergantung kepada kehendak dan keinginan si pemberi,
bahkan ia boleh menghibahkan seluruh hartanya, sedang wasiat tidak
boleh melebihi sepertiga dari harta orang yang berwasiat. Hibah tidak
dapat dibatalkan oleh orang yang menghibahkan, sedangkan wasiat boleh
dibatalkan oleh orang yang berwasiat secara sepihak.
Dalam hibah yang diberikan ialah harta yang telah menjadi milik
dari orang yang menghibahkan, bukan hasil dari harta itu. Menjadikan
orang lain sebagai pemilik hasil atau manfaat dari harta itu sendiri disebut
„ariyah. Dalam hibah, seorang penerima hibah menjadi pemilik dari harta
yang dihibahkan kepadanya, sedang dalam a‟riyah, si penerima hanya
mempunyai hak memakai atau menikmati kegunaan atau hasil dari benda
itu dalam waktu tertentu, tidak menjadi miliknya.36
7. Hibah Menurut Hukum Adat
Berdasar pada praktek hukum yang ada, maka para ahli hukum
Islam Indonesia merasa berkewajiban untuk menjembatani kesenjangan
antara hukum Islam dan hukum adat. Karena hukumIslam secara keras
menolak lembaga adopsi, maka para ahli hukumIslam di Indonesia
berusaha untuk mengakomodasikan sistem nilai yang ada dalam kedua
36
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, op.
cit,hlm. 199
25
hukum dengan jalan mengambil dari institusi wasiat wajib yang berasal
dari Hukum Islam sebagai sarana untuk menerima fasilitas nilai moral
yang ada dibalik praktek adopsi dalam hukum adat. Usaha ini harus
dilakukan karena fakta bahwa dalam semua masyarakat yang
mempraktekkan adopsi tersebut, orang tua angkat selalu memikirkan
bagaimana kesejahteraan dari anak angkatnya ketika mereka sudah
meninggal.
Dengan demikian, merupakan praktek yang umum dilakukan bagi
anak angkat untuk menerima suatu bagian dari harta warisan dari orang tua
melalui hadiah (hibah) yang dapat memberikan jaminan dalam
kehidupan.Inilah ide yang ada dibalik semangat untuk merekonstruksi
Kompilasi Hukum Islam sedemikian rupa yang mampu menerjemahkan
wasiat wajibah sebagai alat untuk memperbolehkan anak angkat untuk
mewarisi secara sah harta warisan orang yang meninggal, yaitu orang tua
angkatnya.37
8. Hibah Menurut Kompilasi Hukum Islam
Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela tanpa imbalan
dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Setiap
orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan
tidak adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya sepertiga
dari harta bendanya kepada orang lain atau kepada suatu lembaga untuk
dimiliki. Hibah harus dilakukan dihadapan dua orang saksi dan harta yang
37
Ratno Lukito, Pergumulan antara HukumIslamdan Adat di Indonesia,Jakarta: INIS,
1998, hlm. 90
26
dihibahkan itu haruslah barang-barang milik pribadi orang yang member
hibah. Warga negara yang berada di luar negeri dapat memberi hibah
kepada orang yang dikehendakinya dan surat hibah dibuat dihadapan
Konsulat atau Kedutaan Besar Republik Indonesia di tempat orang yang
memberi hibah bertempat tinggal. Surat hibah itu dapat dibenarkan
sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia.38
Hibah baru dianggap telah terjadi apabila barang yang dihibahkan
itu telah diterima. Hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya kelak
dapat diperhitungkan sebagai harta warisan apabila orang tuanya
meninggal dunia.Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang
tua kepada anaknya. Hibah yang diberikan pada saat orang yang
memberikan hibah dalam keadaan sakit yang membawa kematiannya,
maka hibah yang demikian itu haruslah mendapat persetujuan dari ahli
warisnya, sebab yang merugikan para ahli waris dapat diajukan
pembatalannya ke Pengadilan Agama agar hibah yang diberikan itu supaya
dibatalkan.
Ketentuan hibah dalam Kompilasi Hukum Islam telah diterima
baik oleh para alim ulama Indonesia dalam lokakarya yang dilaksanakan di
Hotel Kartika Chandra Jakarta pada tanggal 2 sampai 5 februari 1988.
Kemudian Kompilasi Hukum Islam ini diinstruksikan oleh Presiden
Republik Indonesia dengan inpres Nomor 1 tahun 1991 kepada Menteri
38
Abdul Manan, op. cit, hlm. 144
27
Agama Republik Indonesia untuk disebarluaskan sengketa perkawinan,
hibah dan shadaqah bagi umat Islam supaya berpedoman kepada
Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya Menteri Agama Republik Indonesia
mengeluarkan Keputusan Nomor 154 tahun 1991 sebagai pelaksana Inpres
Nomor 1 tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
kepada seluruh instansi pemerintah dan masyarakat baik melalui orientasi,
penataran maupun dengan penyuluhan hukum.39
9. Hibah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah,
diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik
kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah
yang menerima penyerahan itu.Undang-undang tidak mengakui hibah
selain hibah di antara orang-orang yang masih hidup (pasal 1666). Hibah
hanyalah dapat mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian
hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667).
Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berusaha
untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda
yangtermasuk dalam hibah, hibah yang semacam itu, sekedar mengenai
benda tersebut dianggap sebagai batal (pasal 1668).40
Suatu hibah dapat batal, jika dibuat dengan syarat bahwa si
penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain, selain
39
Ibid, hlm. 145 40
Muhammad Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan
IslamDengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 153
28
yang dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam
suatu daftar yang ditempelkan padanya (pasal 1670). Setiap orang di
perbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka
yang oleh Undang-undang dinyatakan tak cakap untuk itu (pasal
1676).Orang-orang belum dewasa tidak diperbolehkan memberi hibah
(pasal 1677).
Si penerima hibah harus sudah dewasa dan cakap untuk bertindak
sebagai subyek hukum kecuali dimaksud pasal 2 KUH
Perdata.Penghibahan kepada Lembaga-lembaga hanya berlaku apabila
mendapat persetujuan dari Presiden atau oleh Undang-undang atau
persetujuan lainnya (pasal 1681 KUH Perdata).
Prosedur penghibahan harus melalui Akta Notaris yang aslinya
disimpan oleh Notaris yang bersangkutan (pasal 1682). Hibah barulah
mengikat dan mempunyai akibat hukum bila pada hari penghibahan itu
dengan kata-kata yang tegas telah dinyatakan diterima oleh penerima
hibah, atau dengan suatu akta otentik telah diberi kuasa kepada orang lain
(pasal 1683). Penghibahan benda-benda kepada perempuan bersuami tidak
berakibat hukum.41
Penghibahan harus ada levering atau penyerahan benda
yang dihibahkan itu (pasal 1686). Menurut ketentuan pasal 1668 KUH
Perdata pada asasnya sesuatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun
dihapuskan, kecuali apabila :
1. Tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana hibah telah dilakukan
41
Ibid, hlm. 154
29
2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah
3. Apabila si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah
kepada si penghibah, setelah si penghibah jatuh dalam kemiskinan.42
B. Waris
1. Pengertian Waris
Kata mawaris adalah bentuk jama’ dari kata “Al-Irtsu” yang artinya
harta yang ditinggalkan orang yang telah mati.Menurut istilah mawaris
adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang
meninggal dunia.43
Ilmu mawaris sering disebut juga disebut dengan ilmu Fara‟idh,
yaitu jama’ dari faridla, artinya bagian, ketentuan atau ukuran.Karena
dalam ilmu ini dibahas pula tentang bagian-bagian ahli waris.
Tujuan Ilmu mawaris antara lain :
1. Untuk menyelamatkan harta benda peninggalan mayit agar tidak
termakan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berhak menerimanya.
2. Untuk melindungi harta benda anak yatim, agar tidak didhalimi.
3. Untuk mewujudkan keadilan dalam pembagian harta warisan.
4. Untuk menghindari terjadinya keributan dan pertengkaran dalam
keluarga akibat harta warisan.44
42
Ibid 43
Moh. Saifullah,FiqihIslam Lengkap, Surabaya: Terbit Terang, 2005, hlm. 433. 44
Ibid, hlm. 434.
30
Adapun dasar hukum waris terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat
11, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo
harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di
atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana” (Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 11)45
2. Rukun Waris
Rukun waris ada tiga macam, yaitu :
1. Mawarits yaitu orang yang hartanya dipindahkan ke orang lain. Ia
adalah si mayit (orang yang meninggalkan harta warisan)
2. Waarits yaitu orang yang dipindahkan harta tersebut kepadanya (orang
yang berhak menerima harta warisan)
45
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 116
31
3. Mauruuts yaitu harta yang dipindahkan (harta warisan)
3. Syarat Menerima Waris
Syarat menerima warisan ada tiga, yaitu :
1. Orang yang mewariskan hartanya telah meninggal baik secara hakiki
maupun secara hukum
2. Ahli waris masih hidup ketika orang yang mewariskan hartanya
meninggal walaupun hanya sekejap, baik secara hakiki maupun secara
hukum
3. Mengetahui sebab menerima harta warisan
Syarat pertama : meninggalnya orang yang mewariskan harta.46
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
Artinya :“jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkanya.”(Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 176)47
Yang dimaksud dengan halaka adalah meninggal dan hartanya
tidak disebut harta warisan kecuali setelah pemiliknya berpindah dari
alam dunia ke alam akhirat.
Kematian hakiki dapat diketahui dengan menyaksikan langsung,
atau dengan berita yang sudah masyhur, atau dengan persaksian dua
orang yang dapat dipercaya.
46
Muhammad bin Shalih, Panduan Praktis Hukum Waris Menurut Al-Quran Dan As-
Sunnah Yang Shahih,Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2009, hlm. 27 47
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 153
32
Adapun kematian secara hukum seperti orang yang menghilang
dan pencariannya sudah melewati batas waktu yang ditentukan, maka
kita hukumi ia sudah meninggal berdasarkan dugaan yang disejajarkan
dengan keyakinan (kepastian).
Syarat kedua : Ahli waris masih hidup ketika orang yang mewariskan
hartanya meninggal, karena Allah SWT menyebutkan dalam ayat waris
hak-hak ahli waris dengan menggunakan huruf laamyang menunjukkan
hak milik dan hak milik tidak mungkin ada kecuali untuk orang yang
masih hidup.
Ahli waris diketahui masih hidup secara hakiki dengan
menyaksikan langsung, atau dengan berita yang sudah masyhur atau
dengan persaksian dua orang yang dapat dipercaya.
Adapun secara hukum, contohnya janin mewarisi harta warisan
jika jelas keberadaanya ketika orang yang mewariskan hartanya
meninggal dunia, walaupun janin tersebut belum bernyawa, dengan
syarat bayi tersebutlahir dalam keadaan hidup.48
Syarat ketiga : Mengetahui sebab menerima harta warisan, karena
warisan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Seperti bertalian
sebagai anak, orang tua, saudara, suami, isteri, wala’ dan yang
semisalnya.Jika kita tidak dapat memastikan kriteria ini, maka kita tidak
bisa menetapkan hukum-hukum yang didasarkan kepada kriteria
itu.Sebab diantara syarat penetapan hukum adalah keakuratan
48
Muhammad bin Shalih, op. cit, hlm. 28
33
sasarannya.Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan suatu hukum
terhadap sesuatu kecuali setelah mengetahui adanya sebab dan
syaratnya, serta tidak adanya penghalangnya.49
4. Sebab-sebab Kewarisan
Salah satu hal yang terpenting dalam mempelajari hukum waris
Islam adalah menyangkut waris, kalau ditinjau dari segi asal kata,
perkataan waris berasal dari kata bahasa Arab, yaitu warits, secara
gramatikal berarti yang tinggal atau yang kekal, maka dengan demikian
apabila dihubungkan dengan persoalan hukum waris, perkataan waris
tersebut berarti orang-orang yang berhak untuk menerima pusaka dari
harta yang ditinggalkan oleh si mati, dan populer diistilahkan dengan ahli
waris.50
Apabila dianalisis hukum waris Islam, yang menjadi sebab seseorang
itu mendapatkan warisan dari si mayit (ahli waris) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Karena hubungan perkawinan
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris)
disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayit dengan
seseorang tersebut, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah suami
atau istri dari si mayit.
2. Karena adanya hubungan darah
49
Ibid 50
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008, hlm. 55
34
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris)
disebabkan adanya hubungan nasab atau hubungan darah atau
kekeluargaan dengan si mayit, yang termasuk dalam klasifikasi ini
seperti ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak
saudara, dan lain-lain.51
3. Karena memerdekakan Si mayit
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris)
dari si mayit disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayit dari
perbudakan, dalam hal ini dapat saja seorang laki-laki atau seorang
perempuan.
4. Karena sesama Islam
Seseorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tidak
meninggalkan ahli waris sama sekali (punah), maka harta warisannya
diserahkan kepada Baitul Mal dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk
kepentingan kaum muslimin.
5. Penghalang Kewarisan
Adapun yang menjadi sebab seseorang itu tidak mendapat warisan
(hilangnya hak kewarisan atau penghalang mempusakai) adalah
disebabkan secara garis besar dapat diklasifkasikan kepada :
1. Karena halangan kewarisan
51
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, op. cit, hlm. 56
35
Dalam hal hukum kewarisan Islam, yang menjadi penghalang bagi
seseorang ahli waris untuk mendapatkan warisan disebabkan karena
hal-hal sebagai berikut :
a. Pembunuhan
Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris
terhadap si pewarismenjadi penghalang baginya (ahli waris yang
membunuh tersebut) untuk mendapatkan warisan dari pewaris.52
Pembunuhan yang menghalangi menerima harta warisan adalah
pembunuhan dengan alasan tidak benar, yang mana pelakunya
berdosa jika dilakukan dengan sengaja.Sebab, terkadang ahli waris
ingin agar pemilik harta segera meninggal supaya mereka juga
segera mendapat harta warisanya.Oleh karena itu si pembunuh
dilarang menerima warisan untuk mencegah terjadinya pembunuhan
tersebut, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Maksudnya
untuk mencegah terjadinya perbuatan itu secara umum dan agar
pelaku yang sengaja membunuh tidak beralasan bahwa ia membunuh
tanpa sengaja.53
b. Karena perbedaan agama
Yang dimaksud dengan halangan perbedaan agama di sini
adalah antara orang yang berbeda agama tidak saling mewarisi,
52
Ibid, hlm. 57 53
Muhammad bin Shalih, op. cit,hlm. 40
36
artinya seseorang muslim tidak mewarisi pewaris yang non muslim,
begitu pula non muslim tidak mewarisi harta pewaris yang muslim.54
c. Murtad
Orang yang keluar dari agama Islam tidak mendapat pusaka dari
keluarganya yang masih tetap memeluk agama Islam dan sebaliknya
ia pun tidak mempusakai mereka yang masih beragama Islam.55
d. Hamba sahaya
Orang yang jadi budak tidak mendapat pusaka dari orang yang
merdeka.56
Firman Allah SWT :
..
Artinya : “Allah telah adakan perumpamaan yaitu seorang hamba
yang dimiliki, yang tiada berkuasa atas sesuatu.”(QS.
An-Nahl ayat 75)57
2. Karena adanya kelompok keutamaan dan hijab.
Sebagaimana hukum waris lainya, hukum waris Islam juga
mengenal pengelompokan ahli waris kepada beberapa kelompok
keutamaan, misalnya anak lebih dari cucu, ayah lebih dekat (lebih
utama) kepada anak dibandingkan dengan saudara, ayah lebih dekat
(lebih utama) kepada si anak dibandingkan dengan kakek. Kelompok
keutamaan ini juga dapat disebabkan kuatnya hubungan kekerabatan,
55
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Prenada Media, 2007, hlm. 196 56
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm. 351 57
Moh. Saifullah,FiqihIslam Lengkap, Surabaya: Terbit Terang, 2005, hlm. 442 58
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 413
37
misalnya saudara kandung lebih utama dari saudara seayah atau seibu
sebab saudara kandung mempunyai dua garis penghubung (yaitu dari
ayah dan ibu) sedangkan saudara sebapak dan seibu hanya dihubungkan
oleh satu garis penghubung (yaitu ayah atau ibu saja).58
Kelompok keutamaan ini sejalan dengan ketentuan yang terdapat
dalam ketentuan QS.Al-Anfal ayat 75, sebagai berikut :
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian
berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu
termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang
mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam
kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”. (QS. Al-Anfal ayat 75)59
Dasar hukum Islam keutamaan itu lebih banyak ditentukan oleh
jarak hubungan antara seseorang dengan pewaris dibandingkan dengan
yang lain, dibandingkan dengan garis hubungan kekerabatan. Oleh
karena itu, anak dalam garis keturunan ke bawah tidak lebih utama dari
ayah dalam garis hubungan ke atas karena keduanya mempunyai jarak
hubungan yang sama sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam ayat
surat An-Nisa’.
Secara etimologi hijab berarti menutup atau menghalang. Dalam
istilah hukum, hijab berarti terhalangnya seseorang yang berhak
58
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, op. cit, hlm. 61 60
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm.274
38
menjadi ahli waris disebabkan adanya ahli waris lain yang lebih utama
dari padanya.
Dengan memperhatikan istilah hijab tersebut di atas maka jelas
terlihat adanya perbedaan dengan “terhalang yang dijelaskan
sebelumnya, walaupun keduanya sama-sama tidak berhak menerima
warisan. Tidak berhaknya orang yang “terhalang” menerima warisan
karena hukum memang menetapkan demikian, artinya secara hukum ia
tidak berhak menerima warisan, sedangkan tidak berhaknya orang yang
“terhijab” menerima warisan adalah karena ada yang lebih utama
menerima dari padanya, meskipun haknya tidak ditiadakan oleh hukum
atau tidak ada ketentuan yang meniadakan haknya tersebut.60
Berdasarkan uraian di atas maka hijab itu dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu :
a. Hijab Hirman ialah terhijabnya ahli waris dalam memperoleh
seluruh bagian akibat adanya ahli waris yang lain.
Fatchurrahman membagi hijab hirman ini ke dalam dua keompok
yaitu :
1. Ahli waris yang tidak dapat terhijab hirman sama sekali,
walaupun kadangkala dapat terhijab nuqsan.
Mereka adalah yang termasuk dalam kelompok pertama ialah :
a. Anak laki-laki
b. Ayah
60
Amir Syarifuddin, op. cit, hlm. 199-200
39
c. Suami
d. Anak perempuan
e. Ibu
f. Istri
2. Ahli waris yang dalam satu keadaan dapat menjadi ahli waris
tetapi dalam keadaan lain terhijab hirman. Mereka itu selain yang
termasuk dalam kelompok pertama (6 orang di atas) baik sebagai
ahli waris dalam lingkup dzawil furudl maupun dalam lingkup
ashabah.
Dalam hal ini Amir Syarifuddin menyebutkan sebanyak 12
orang atas dasar pendapat patrilinialisme (ahlus sunnah) :
a. Cucu (laki-laki atau perempuan) tertutup putra.
b. Kakek tertutup ayah.
c. Nenek oleh ibu.
d. Saudara kandung oleh putra atau cucu laki-laki atau bapak.
e. Saudara seayah oleh saudara kandung, putri, cucu
perempuan, putra cucu laki-laki dan bapak.
f. Saudara seibu tertutup oleh cucu, ayah kakek.61
Yang tidak tertutup oleh saudara kandung atau seayah adalah :
g. Anak saudara kandung atau ponakan oleh saudara (laki-laki)
seayah dan tertutup oleh orang yang menutup saudara
seayah.
61
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islamdi Indonesia,Yogyakarta: Ekonisia,
2002, hlm. 43
40
h. Anak saudara seayah atau ponakan seayah oleh anak saudara
kandung atau ponakan kandung oleh orang yang menutup
ponakan kandung.
i. Paman kandung tertutup ponakan seayah dan oleh yang
menutupnya.
j. Paman seayah tertutup paman kandung dan oleh orang yang
menutup paman kandung itu.
k. Anak paman kandung oleh paman seayah dan oleh orang
yang menutup paman seayah.
l. Anak paman seayah tertutup oleh anak paman kandung62
b. Hijab nuqshan (kurang atau sebagian)
Hijab sebagian ialah berkurangnya bagian yang semestinya
diperoleh oleh ahli waris karena adanya ahli waris yang lain. Dengan
demikian, ahli waris itu masih mendapat bagian, hanya bagianya
yang berkurang atau menurun dari bagian yang semula, diantaranya
adalah :
1. Suami, dari 1/2 menjadi 1/4 karena ada anak.
2. Istri, dari 1/4 menjadi 1/8 karena ada anak.
3. Ibu, dari 1/3 menjadi 1/6 karena ada anak pewaris.
4. Cucu perempuan dari putra, dari 1/2 menjadi 1/6 sebagai
pelengkap 2/3 karena ada putrid kandung pewaris.
62
Ibid, hlm. 44
41
5. Saudari seayah, dari 1/2 menjadi 1/6 penyempurnaan 2/3 karena
ada saudara kandung.63
Lima orang disebutkan di atas menghijab secara hijab kurang dalam
arti menjadikanya menerima hak dalam kemungkinan terkecil dari
beberapa kemungkinan yang ada. Adapun hijab dalam arti memperkecil
perolehanya, rasanya siapa saja di antara ahli waris kerabat itu akan
menerima sasaran penguranganya dengan keberadaan ahli waris yang lain
dan keberadaanya juga mungkin akan mengurangi perolehan ahli waris
yang lain. Umpamanya anak laki-laki sebagai ahli waris terkuat akan
mengalami pengurangan bila ia didampingi oleh anak laki-laki yang lain
sebagai competitor.64
6. Ahli Waris dan Bagiannya
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan dari harta
yang ditinggal oleh si mayit.Ahli waris ada yang disebut “Ahli Waris
Sababiyah”, artinya orang itu mendapatkan warisan dikarenakan ada
sebab, yaitu perkawinan, seperti suami dan isteri.Dan ada pula yang
disebut “Ahli Waris Nasabiyah”, yaitu karena ada hubungan nasab dengan
orang yang meninggal dunia.
Ahli waris itu ada yang laki-laki dan ada yang perempuan. Ahli
waris dari kelompok laki-laki ada 15, yaitu :
1. Suami.
2. Anak lak-laki.
63
Ibid, hlm. 45 64
Amir Syarifuddin, op. cit, hlm. 203
42
3. Cucu laki-laki.
4. Bapak.
5. Kakek.
6. Saudara laki-laki sekandung.
7. Saudara laki-laki sebapak.
8. Saudara laki-laki seibu.
9. Anak laki-laki saudara laki sekandung (keponakan).
10. Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak.
11. Paman sekandung dengan bapak.
12. Paman sebapak dengan sekandung.
13. Anak laki-laki paman sekandung.
14. Anak laki-laki paman sebapak.
15. Orang laki-laki yang memerdekakan budak.65
Adapun ahli waris dari kelompok perempuan ada 10 orang, yaitu :
1. Anak perempuan.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal
pertalianya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
3. Ibu.
4. Ibu dari bapak.
5. Ibu dari ibu ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
6. Saudara perempuan yang seibu sebapak.
7. Saudara perempuan yang sebapak.
65
Moh.Saifullah, op. cit, hlm.443- 444
43
8. Saudara perempuan yang seibu.
9. Istri.
10. Perempuan yang memerdekakan mayat.66
C. Pembuktian Dalam Hukum Perdata
1. Pengertian Pembuktian
Secara etimologis pembuktian dalam istilah arab disebut Al-
Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis berarti
memberikan keterangan dengan dalil yang menyakinkan.Menurut Prof. Dr.
Supomo pembuktian mempunyai arti luas dan terbatas. Dalam arti luas,
pembuktian berarti memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat
bukti yang sah, sedangkan dalam arti terbatas pembuktian itu hanya
diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh
tergugat.
Hakim dalam memeriksa perkara harus berdasarkan pembuktian,
dengan tujuan untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan atau untuk memperkuat
kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.Dengan demikian,
pembuktian adalah segala sesuatu atau alat bukti yang dapat
menampakkan kebenaran di sidang peradilan dalam suatu perkara.67
66
Sulaiman Rasjid, op. cit, hlm. 350 67
Mardani,Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari‟ah, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm. 106
44
2. Apa Yang Harus Dibuktikan
Dalam menyusun surat gugatan, pihak penggugat tidak dapat
langsung mengemukakan apa yang menjadi tuntutannya. Akan tetapi
penggugat terlebih dahulu harus menuliskan positanya yang berisi
kejadian-kejadian atau peristiwa yang dialami pihak penggugat.
Peristiwa-peristiwa yang diuraikan dalam gugatan karena menjadi
dasar tuntutan, perlu dibuktikan di persidangan dengan menggunakan alat-
alat bukti yang sah menurut undang-undang. Hal ini sehubungan dengan
ketentuan pasal 163 HIR, pasal 283 R.Bg dan 1865BW menyebutkan
sebagai berikut :
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak,
atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak
orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut” .68
Dari pasal tersebut telah jelas bahwa yang harus dibuktikan adalah
adanya hak atau adanya kejadian dari apa yang telah didalilkan pihak-
pihak yang bersangkutan.69
3. Siapa Yang Harus Membuktikan
Yang mencari kebenaran dan menetapkan atau mengkonstatir
peristiwanya adalah hakim.Peristiwa itu ditetapkan atau dikonstatir oleh
hakim setelah dianggapnya terbukti benar.Yang wajib membuktikan atau
mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkepentingan di dalam perkara
atau sengketa, berkepentingan bahwa gugatanya dikabulkan atau
68
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 1999, hlm. 275 69
Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Peradilan Agama,Bandung: penerbit Alumni,
1993, hlm. 16
45
ditolak.Yang berkepentian tidak lain adalah para pihak, yaitu penggugat
dan tergugat.Para pihaklah yang wajib membuktikan peristiwa yang
disengketakan dan bukan hakim.70
4. Beban Pembuktian
Dalam membagi beban pembuktian hakim harus benar-benar berlaku
adil, kalau tidak maka berarti hakim secara apriori menjerumuskan pihak
yang menerima beban pembuktian yang terlampau berat ke jurang
kekalahan.Soal beban pembuktian ini dianggap sebagai soal yuridis yang
dapat diperjuangkan sampai tingkat pemeriksaan kasasi di Mahkamah
Agung.Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap
sebagai suatu pelanggaran hukum, yang merupakan alasan bagi
Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan hakim yang
bersangkutan.71
Asas pembagian beban pembuktian tercantum dalam pasal 163 HIR
(pasal 283 Rbg. 1865 BW), yang berbunyi :
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak,
atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak
orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut” .72
Ini berarti bahwa kedua belah pihak, baik penggugat maupun
tergugat dapat dibebani dengan pembuktian.Terutama penggugat wajib
membuktikan peristiwa yang diajukanya.Penggugat tidak diwajibkan
70
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 2002,
hlm. 132 71
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata,Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2000, hlm. 79 72
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit, hlm. 275
46
membuktikan kebenaran bantahan tergugat, demikian pula sebaliknya
tergugat tidak diwajibkan untuk membuktikan kebenaran peristiwa yang
diajukan oleh penggugat.73
5. Alat-alat Bukti
Alatbuktibermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu memberi
keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di
pengadilan.Alat bukti mana yang diajukan para pihak untuk membenarkan
dalil gugat atau dalil bantahan.Berdasar keterangan dan penjelasan yang
diberikan alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang
paling sempurna pembuktianya.74
Alat-alat bukti dalam perkara perdata disebutkan dalam pasal 164
HIR/284 Rbg/1866 BW yaitu :
1. Tulisan.
2. Saksi-saksi.
3. Persangkaan.
4. Pengakuan.
6. Sumpah.
Dariurutanalat-alat bukti di atas ini maka alat bukti tulisan
merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara perdata, sehingga
ditempatkan pada urutan pertama atau paling atas. Hal ini berbeda dengan
alat bukti dalam perkara pidana di mana alat bukti yang paling utama
adalah keterangan saksi. Hal ini dapat dimengerti oleh karena seseorang
73
Sudikno Mertokusumo, op. cit,hlm. 134 74
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 554
47
yang melakukan tindak pidana selalu menyingkirkan atau melenyapkan
bukti-bukti tulisan dan apa saja yang memungkinkan terbongkarnya tindak
pidana dan pelaku-pelakunya kebanyakan dai keterangan orang-orang
yang secara kebetulan melihat, mendengar atau mengalami sendiri
kejadian yang merupakan tindak pidana itu.75
Bukti dengan surat dianggap paling utama dalam perkara perdata,
karena peranan surat atau tulisan amat penting, surat-surat sengaja dibuat
dengan maksud untuk membuktikan peristiwa apabila dikemudian hari
terjadi. Misalnya buku nikah dibuat untuk membuktikan bahwa laki-laki
dan perempuan yang namanya tercantum di dalamnya pernah
melangsungkan pernikahan.76
75
Riduan Syahrani, op. cit,hlm. 82 76
Gatot Supramono, op. cit, hlm. 22
48
BAB III
HAK ANAK ANGKAT DALAM HIBAH
(STUDI ANALISIS PUTUSAN HAKIM
NO.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL)
A. Profil Pengadilan Negeri Kendal
1. Sejarah Pengadilan Negeri Kendal
Sejarah Pengadilan Negeri Kendal dulunya pada saat penjajahan
Belanda bernama Laan Raad yang kemudian diganti dengan nama
Pengadilan Negeri. Adapun Nama-nama Ketua Pengadilan Negeri
Kendal dari periode ke periode adalah sebagai berikut :
1. Bapak Mr. Suryadi.
2. Bapak Mr. R. Gunawan.
3. Bapak Mr. Suhendro Suharsin.
4. Bapak Sudiono, S.H.
5. Bapak Sumarno Siswo Sosroatmojo, S.H.
6. Bapak Paulus Waedoyo, S.H.
7. Bapak R. Suherman Reksohadimijojo, S.H.
8. Ibu Siti Yulia Zennie, S.H.
9. Bapak Doemami, S.H.
10. Bapak I Nyoman Wuslawa, S.H.
11. Bapak Soalon Siregar, S.H.
12. Bapak Azinar Ismail, S.H.
13. Bapak Victor Hutabarat, S.H.
49
14. Bapak Parsono, S.H.
15. Ibu Magdalena Sidabutar, S.H.
16. Bapak Sindhu Sutrisno, S.H.
17. Bapak Supeno, S. H., M.Hum.
18. Bapak Adi Ismet, S.H. Yang masih menjabat sampai sekarang.
Sedangkan wilayah hukum Pengadilan Negeri Kendal yang
luasnya kurang lebih 1.002,23 KM persegi terbagi dalam 20 kecamatan,
yaitu :
1. Kecamatan Plantungan.
2. Kecamatan Sukorejo.
3. Kecamatan Pageruyung.
4. Kecamatan Patean.
5. Kecamatan Singorejo.
6. Kecamatan Limbangan.
7. Kecamatan Boja.
8. Kecamatan Kaliwungu.
9. Kecamatan Brangsong.
10. Kecamatan Pegandon.
11. Kecamatan Ngampel.
12. Kecamatan Gemuh.
13. Kecamatan Ringinarum.
14. Kecamatan Weleri.
50
15. Kecamatan Rowosari.
16. Kecamatan Cepiring.
17. Kecamatan Kangkung.
18. Kecamatan Patebon.
19. Kecamatan Kendal.
20. Kecamatan Kaliwungu Selatan.
Adapun Kabupaten Kendal (wilayah hukum Pengadilan Negeri
Kendal) terletak diantara 109040
0 – 110
018
0 Bujur Timur 6025-7024
Lintang Selatan dengan batas-batas :
a. Sebelah Utara : Laut Jawa
b. Sebelah Timur : Kota Semarang
c. Sebelah Barat : Kabupaten Batang
d. Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang dan Temanggung
Sebagian besar wilayah terdiri dari daratan rendah dan sebagian
kecil dataran tinggi, bagian utara merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 0-10 meter yang terdiri dari tanah, sawah, tanah pegunungan,
tanah perkampungan, tanah perkebunan, tanah ladang dan hutan.1
2. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Kendal adalah sebagai berikut :
1 Dokumen ini diperoleh dari Arsip Pengadilan Negeri Kendal
51
Keterangan :
No Nama Jabatan
1 Adi Ismet, S.H Ketua
2 Didiek Budi Utomo, S.H Wakil Ketua
3 Abdul Latip, S.H Hakim
4 Wahyu Iswari, S.H., M.Kn Hakim
5 Akhmad Nakhrowi M, S.H Hakim
6 I Gede Yuliartha, S.H Hakim
7 Rosana Irawati, S.H., M.H Hakim
8 Joni Kondo Lele, S.H., M.H Hakim
9 Floriberta Setyowati, S.H., M.H Panitera / Sekretaris
10 Budi Harsoyo, S.H Wakil Panitera
11 Puji Sulaksono, S.H Wakil Sekretaris
12 Endah Dwi Retnowati Panitera Pengganti
13 Sukardjo Panitera Pengganti
14 Sri Sedyo Utaminingsih Panitera Pengganti
52
15 Minjaeroh Panitera Pengganti
16 Sukmawati, S.H Panitera Pengganti
17 Jumian Panitera Pengganti
18 Djoko Sudarmanto, S.H Panitera Pengganti
19 M.Kabul Setyadarma Panitera Pengganti
20 Nur Indiatuti Panitera Pengganti
21 Suwito Panitera Pengganti
22 Sugondo, S.H Panitera Pengganti
23 Jatmi Susilowati Panitera Pengganti
24 Bambang Suryo Kusumo Panitera Pengganti
25 Marfuatun, S.H Panitera Pengganti
26 Hidayat Juru Sita
27 Budi Witono, S.H Juru Sita
28 Soedarwoto Juru Sita
29 Sulistiyono Juru Sita
30 Suhardi PanMud Perdata
31 Kokoh Mukhaedi, S.H PanMud Pidana
32 Warsito PanMud Hukum
33 Henny W. S.H KaSubBag Kepegawaian
34 Munawaroh KaSubBag Keuangan
35 Rebo Darsono KaSubBag Umum
36 Sukisno Staf Perdata
37 Slamet Riyadi Staf Perdata
38 Utama, S.H Staf Pidana
39 Estiningsih D.W Staf Pidana
40 Abdul Mutholib Staf Hukum
41 Puspita Primavita, S.Kom Staf Hukum
42 M. Muslim Staf Kepegawaian
43 Ayu Revina Oktavia Staf Kepegawaian
44 Cahyotomo, S.Sos Staf Keuangan
45 Adhi Anggrie H, S.SE Staf Keuangan
46 Kolim Staf Keuangan
47 M. Evan Firmansyah Staf Keuangan
48 Sunarti, S.H Staf Umum
49 Edy Nugroho Staf Umum
50 Udy Santosa Staf Hukum
53
3. Visi dan Misi
Adapun Visi dan Misi Pengadilan Negeri Kendal adalah :
1. VISI
Meningkatkan pelayanan hukum secara profesional dan berkeadilan
kepada masyarakat.
2. MISI
1. Melaksanakan proses peradilan secara sederhana, cepat dan biaya
murah.
2. Memperbaiki dan memberi akses fasilitas pelayanan publik, baik
sarana dan prasarana secara transparan.
3. Mewujudkan institusi peradilan yang bersih dan berwibawa.2
4. Tugas dan Wewenang
Pada prinsipnya Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang
menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara perdata
dan perkara pidana bagi warga negara yang mencari keadilan dan
haknya dirampas kecuali Undang-undang menentukan lain (UU No.
4 tahun 2004), kemudian wewenang dari Pengadilan Negeri sendiri
adalah meliputi perkara pidana maupun perdata. Hal ini menambah tugas
yang baru diemban oleh Pengadilan Negeri sebagai institusi
pemerintahan.
Pengadilan Negeri diperuntukan bagi semua pemeluk agama
yang ada di Indonesia. Karena masalahnya begitu kompleks, maka
2 http://www.pn-kendal.go.id/tentang-pn-kendal/visi-misi, di download tanggal 25 Maret
2011
54
dalam peraturannya terdapat bermacam-macam kitab Undang-undang
seperti kitab Undang-undang hukum acara pidana dan kitab Undang-
undang hukum acara perdata, dan lain-lain.
Yang menjadi landasan hukum keberadaan Pengadilan Negeri ini
tercantum dalam Undang–undang No. 8 tahun 2004, yaitu:
a. Pasal 2 Undang-undang No. 8 tahun 2004, “Pengadilan Umum
adalah dalam data pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya”.
b. Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 8 tahun 2004, “Kekuasaan
dilingkungan atau pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan dengan pengadilan tinggi”.
c. Kekuasaan kehakiman di lingkungan pengadilan umum
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara
tertinggi.
Kaitannya dengan tugas dan wewenang pengadilan negeri maka
tidak terlepas dari proses beracara dalam suatu persidangan, dimana
dalam hukum acara pidana dijelaskan mengenai aturan-aturan yang
memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh penegak hukum
dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (tersangka, terdakwa,
penasehat hukum, dan saksi).3
3 Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP Semarang,
2003, hlm. 19.
55
Adapun asas-asas dalam penyelenggaraan peradilan adalah:
a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan perbedaan perlakuan. Asas ini sering disebut dengan
asas isonomia atau equality before the law.
b. Asas praduga tak bersalah dimana setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya (presumption
ofinnocence).
c. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya
dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang berwenang
yang telah diatur caranya dalam Undang-undang (principle
oflegality).
d. Seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa
alasan berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan maka wajib diberi ganti rugi dan
rehabilitasi.
e. Pengadilan harus dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan biaya
ringan, serta bebas, jujur, dan tidak memihak, asas ini dikenal
sebagai contante justitie atau speedy trial serta fair trial.4
4 Ibid, hlm. 20
56
f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
g. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan atau
penahanan selain wajib diberi dakwaan dan dasar hukumnya juga
wajib diberitahu haknya untuk menghubunginya dan minta
penasehat hukum.
h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa,
asas ini lazim disebut asas kelangsungan pemeriksaan pengadilan
(onmidelijkheid van het onderzoek).
i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali
dalam hal yang diatur dalam Undang-undang, asas ini lazim disebut
asas keterbukaan (openbaarheid van het proces).
j. Pengawasan pelaksanaan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan
oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.5
B. Deskripsi tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal.
Untuk lebih memperjelas pembahasan, maka penulis mencoba
memaparkan kasus putusan sengketa harta hibah yang terjadi di Pengadilan
Negeri Kendal no. 15/Pdt.G/2006/PN. Kendal, yang pada pokoknya adalah
mengenai putusan sengketa hibah. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas
5 Ibid.
57
mengenai permasalahan tersebut maka penulis akan mengambil sampel
putusan no. 15/Pdt.G/2006/PN. Kendal sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat sebagian.
2. Menyatakan para Penggugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum
Kasmadi dan almarhum Kasmadi bin Nawawi.
3. Menyatakan bahwa Tergugat I tidak mempunyai kedudukan hukum
sebagai ahli waris dari almarhum Kasmadi bin Nawawi.
4. Menyatakan bahwa tanah dan bangunan obyek sengketa adalah milik sah
almarhum Nawawi yang diatas namakan Kasmadi bin Nawawi.
5. Menyatakan bahwa surat pernyataan tertanggal 11 September 1980 tidak
sah dan cacat hukum.
6. Menyatakan bahwa Tergugat I tidak berhak mensertifikatkan tanah dan
bangunan obyek sengketa.
7. Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan tanah dan
bangunan obyek sengketa kepada para Penggugat dalam keadaan kosong
dan terbebas dari beban-beban apapun.
8. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng apabila
lalai tidak memenuhi seluruh isi putusan Pengadilan Negeri Kendal
dalam perkara ini, diharuskan membayar ganti kerugian setiap harinya
sebesar Rp. 250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah), kepada para
Penggugat sebagai uang paksa atas kelalaian tidak melaksanakan seluruh
keputusan dalam perkara ini, sampai terlunasinya semua kewajibannya
kepada para Penggugat, dengan menerima tanda pembayaran dan tanda
58
terima yang sah dari para Penggugat, terhitung sejak perkara ini diputus
oleh Pengadilan Negeri Kendal.
9. Menghukum turut Tergugat mentaati seluruh isi putusan ini.
10. Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya.
DALAM REKONPENSI
Menyatakan gugatan Rekonpensi ditolak.
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI
Menghukum para Penggugat Rekonpensi atau para Tergugat Konvensi
untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.839.000,- (Satu juta
delapan ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah).6
C. Dasar pertimbangan hakim tentang Hibah Anak Angkat dalam putusan
Hakim Pengadilan Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal.
Pengadilan Negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
mempunyai tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara perdata dan perkara pidana bagi warga negara
yang mencari keadilan dan haknya dirampas kecuali Undang-undang
menentukan lain (UU No. 4 tahun 2004), kemudian wewenang dari
pengadilan Negeri sendiri adalah meliputi perkara pidana maupun perdata
Hakim Pengadilan Negeri mempunyai tugas untuk menegakkan hukum
acara perdata yang menjadi wewenangnya dengan cara-cara yang diatur
dalam hukum acara Pengadilan Negeri. Dalam hal ini hakim harus mampu
6 Dokumen ini diperoleh dari arsip berkas putusan Pengadilan Negeri Kendal, Berkas
Putusan Pengadilan Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL
59
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk terciptanya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.7
Salah satu teknik yang digunakan hakim dan juga merupakan salah satu
tugas hakim yaitu mengkualifisir, yaitu menganalisis fakta-fakta untuk
dipilih-pilih mana yang terbukti dan mana yang tidak terbukti. Fakta yang
terbukti kemudian dipilih-pilih lagi mana yang yang merupakan fakta hukum
dan yang bukan merupakan fakta hukum. Fakta hukum tersebut kemudian
dicari hubungan hukumnya. Mengkualifisir bertujuan untuk menetapkan
putusan yang tepat.
Dalam hal memberikan keputusan, Pengadilan Negeri
menggunakan beberapa dasar hukum sebagai bahan pertimbangan bagi
perkara-perkara yang telah diajukan, baik yang berupa ketentuan-
ketentuan tertulis yaitu Undang-undang maupun dasar hukum lain yang
dapat menjadi pertimbangan bagi Penggugat maupun Tergugat.
Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Kendal yang telah memutuskan dan menetapkan
perkara No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL. tentang sengketa harta hibah,
yaitu:
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1029 K/Pdt/1992 yang
menyatakan : “Oleh karena harta sengketa merupakan barang asal yang
belum dibagi waris maka sesuai dengan Hukum Adat dan Undang-
undang perkawinan, harta asal jatuh pada garis keturunannya dan janda
7 Suryono Sutarto, op. cit, hlm. 20
60
yang tidak mempunyai anak tidak berhak atas harta asal almarhum
Suaminya.”Sehingga dengan demikian Tergugat I selaku anak angkat dari
almarhum Kasmadi dan Samirah tidak mempunyai kedudukan hukum
sebagai ahli waris almarhum Kasmadi bin Nawawi, dengan demikian
petitum gugatan Penggugat butir ke-3 patut dikabulkan.8
2. Bahwa dengan demikian prosedur pengalihan tanah berupa penghibahan
dan proses pensertifikatan tanah yang dilakukan oleh Tergugat I menjadi
tidak sah, maka bukti-bukti P-5, P-6, serta bukti T-3 dan T-5, serta bukti
TT-1 sampai TT-5 patut di kesampingkan dan menyatakan bunyi petitum
butir ke-5 dan ke-6 patut untuk dikabulkan.
3. Bahwa karena Majelis didalam pertimbangan hukumnya telah
menyatakan bahwa yang menjadi obyek sengketa tersebut merupakan
harta asal sedangkan Kasmadi dalam perkawinannya dengan Samirah
tidak memiliki anak, maka dalam hal ini Samirah tidak berhak atas tanah
dan bangunan tersebut, sehingga apa yang menjadi Eksepsi penasehat
hukum para Tergugat point 2 yang menyatakan bahwa tentang tidak
dimasukkannya Samirah (Isteri Kasmadi) sebagai subjek perkara hingga
dianggap perkara ini kurang pihak atau kurang lengkap, patut untuk
dinyatakan ditolak.
4. Bahwa karena selama persidangan tidak ternyata telah dilakukan suatu
sita jaminan atas obyek sengketa tanah dan bangunan Letter C No. 275
Persil 66 Kelas D1 luas tanah 155 Da atas nama Kasmadi bin Nawawi
8 Data ini diperoleh dari hasil interview dengan salah satu hakim Pengadilan Negeri
Kendal yang bernama Joni Kondo Lele, SH.MH, pada tanggal 20 April 2011.
61
yang terletak di Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal,
maka apa yang menjadi petitum gugatan Penggugat butir ke-7 dinyatakan
ditolak.
5. Bahwa petitum gugatan Penggugat point ke-8 isinya antara lain agar para
Tergugat menyerahkan tanah dan bangunan sengketa tersebut kepada
para Penggugat dalam keadaan kosong dan terbebas dari beban-beban
apapun.
6. Bahwa karena Majelis Hakim telah mengabulkan isi petitum ke-5 dan ke-
6 gugatan para Penggugat maka Majelis memandang petitum gugatan
Penggugat point ke-8 patut untuk dikabulkan pula.
7. Bahwa sepanjang persidangan Penggugat tidak pernah mengajukan akte
atau surat bukti yang autentik sehingga Majelis memandang petitum ke-
10 agar Majelis mengabulkan Uit Voorbaar Bij Voorrad tersebut ditolak.
8. Bahwa karena telah ternyata Majelis mempertimbangkan prosedur
pengalihan tanah berupa penghibahan dan proses pensertifikatan tanah
yang dilakukan oleh Tergugat I menjadi tidak sah dan batal demi hukum.9
9 Data ini diperoleh dari hasil interview dengan salah satu hakim Pengadilan Negeri
Kendal yang bernama Wahyu Iswari, SH.,M.Kn, pada tanggal 24 Juni 2011
62
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal
No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal
Pokok permasalahan dalam perkara ini adalah tentang
persengketaan harta hibah antara Penggugat I, II dan III. Dengan Tergugat I
dan II. Persengketaan tersebut terjadi disebabkan karena Penggugat I, II dan
III menginginkan bagian warisan dari almarhum Kasmadi bin Nawawi
sehingga Penggugat I, II dan III mempunyai keinginan untuk mendapatkan
bagian harta warisan dari almarhum Kasmadi bin Nawawi, yang semula
pernah diberikan kepada Edy Subaedi melalui pemberian secara hibah.
Di dalam penyelesaian permohonan penarikan hibah, Majlis
Hakim mengartikan sebagai gugatan penarikan hibah, Karena ada unsur
persengketaan didalamnya. Dan apabila gugatan penarikan hibah itu
dikabulkan oleh majlis hakim. Berarti hibah tersebut dapat ditarik
kembali, berarti bertentangan dengan pasal 212 KHI yang berbunyi: “Hibah
Tidak Dapat Ditarik Kembali, Kecuali Hibah Orang Tua Kepada
Anaknya”.1Dari pendapat dan alasan-alasan yang telah dikemukakan di
atas, penulis menyimpulkan meskipun ada pendapat yang memperbolehkan
menghibahkan semua hartanya. Akan tetapi ada juga yang berargumen perlu
dipertimbangkan untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dengan
pertimbangan firman Allah SWT Surat An-Nisa’ ayat 9:
1 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
Departemen Agama Republik Indonesia, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Proyek Peningkatan
Pelayanan Aparatur Hukum Pusat, 2004, hlm. 208
63
نا قنا ق ن تقا انهو يم فه تشكا من خهفيم رسة ضعافا خافا عه نخش انزن ن
سذذا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.(QS. An-Nisa’ ayat 9)2
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun dalam
permasalahan hibah itu tidak ada batasannya akan tetapi lebih bijaksana
kalau seseorang itu memikirkan jauh ke depan, terutama kesejahteraan anak
dan ahli warisnya.
Permasalahan disini anak angkat menguasai seluruh harta orangtua
angkatnya dengan cara hibah. Menurut Hukum Islam, kalau hibah
tersebut terjadi pada anak angkat adalah tidak dibenarkan. Karena
bertentangan dengan asas keadilan. Firman Allah:
اتقا انهو إن انهو خبش بما تعمهن.... أقشب نهتق تعذنا اعذنا ى
Artinya:” Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. ( QS Al-Maidah ayat 8)3
Batas harta yang boleh dihibahkan hanya 1/3 dari keseluruhan
harta orang tua angkatnya. Dan apabila tidak ada akad hibah, sementara
orang tua angkatnya mempunyai ahli waris maka anak angkatnya dapat
mengambil yang sesuai dengan bagiannya. Dari penjelasan di atas dapat
2 Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 116
3 Ibid, hlm. 135
64
dipahami bahwa orang Islam telah melarang adanya penarikan terhadap
sesuatu yang telah diberikan.
Sedangkan pada pasal 212 KHI telah disebutkan bahwa hibah
tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orangtua terhadap anaknya. Dalam
pasal KUH Perdata pasal 1666 juga dijelaskan, bahwa pemberian
hibah tidak dapat ditarik kembali. Namun demikian hukum Islam
membolehkan menarik kembali hibah, penarikan hibah dapat sah terjadi
karena dua hal.
Pertama yaitu hibah orangtua terhadap anaknya. Hibah orang tua dapat
ditarik kembali, karena anak berikut harta kekayaan adalah milik orangtua.
Diperbolehkan seseorang menarik kembali dalam keadaan di mana
penghibah menghibahkan guna mendapatkan imbalan dan balasan
atas hibahnya. Sedangkan orang yang diberi hibah (penerima hibah) belum
membalasnya.
Kedua, hibah itu tidak sah. Apabila dikembalikan kepada
definisinya syarat adalah hal yang wujudnya hukum tergantung padanya, dan
tidak adanya, hal tersebut menyebabkan tidak adanya hukum, tetapi wujud
hal tersebut tidak tentu mengharuskan adanya hukum. Sehingga dapat
diketahui bahwa kurang terpenuhinya syarat hibah dapat mengakibatkan
batalnya hukum hibah.4
Akan tetapi, mereka juga mengatakan ada hal-hal yang
menghalangi penarikan kembali hibah tersebut, yaitu:
4Abu Bakar Jabir el-Jazairi, Pola Hidup Muslim: Minhajul Muslim Mu’amalah,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991, hlm. 157
65
1. Apabila penerima hibah telah memberi imbalan harta atau uang
kepada pemberi hibah dan penerima hibah menerimanya, karena
dengan diterimanya imbalan harta atau uang itu oleh pemberi hibah, maka
tujuannya jelas adalah untuk mendapatkan ganti rugi. Dalam keadaan
seperti ini hibah tidak dapat ditarik kembali.
2. Jika imbalannya bersifat maknawi, bukan bersifat harta, seperti
mengharapkan pahala dari Allah SWT, untuk mempererat
silaturahmi, tanda sayang dan hibah dalam rangka memperbaiki
hubungan suami istri, maka dalam kasus hibah ini, menurut ulama
Hanafiyah tidak boleh ditarik.
3. Harta yang dihibahkan telah dipindah tangankan penerima hibah
melalui cara apapun, seperti menjual, diberikan atau diwakafkan
maka hibahtersebut tidak dapat ditarik kembali.
4. Wafatnya salah satu pihak yang berakad hibah. Apabila penerima
hibah atau pemberi hibah wafat, maka hibah tidak boleh ditarik kembali.
5. Rusak atau hilangnya harta yang dihibahkan disebabkan karena
pemanfaatannya, maka hibah tidak boleh ditarik.5
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam pasal
1666 KUH Perdata, hibah tidak dapat ditarik kembali. Meskipun
demikian dijelaskan dalam KUH Perdata, hibah dapat ditarik kembali
dalam keadaan tertentu. Meskipun suatu harta penghibahan dalam pasal
1666 KUH Perdata, sebagaimana halnya suatu perjanjian pada umumnya,
5 Ibid.
66
tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak
lawan. Namun Undang-undang memberikan kemungkinan bagi
penghibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik kembali hibahnya yang
telah diberikan kepada seseorang.
Kemungkinan itu diberikan oleh pasal 1688 berupa tiga hal:
1. Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan
telah dilakukan, dengan “syarat” di sini dimaksudkan “beban”.
2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah,
atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah.
3. Jika menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah
orang ini jatuh dalam kemiskinan.6
Berlandaskan pada permasalahan diatas menurut penulis sangatlah
perlu diadakan penyelesaian karena ada hak ahli waris yang harus
dihormati dan penyelesaian tersebut haruslah sesuai dengan ketentuan
Hukum Islam.
Jika hakim menganggap perkara ini adalah perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Negeri, maka kurang tepat karena kalau dilihat dari
sisi hukum formil sejak diundangkannya UU Nomor 3 tahun 2006 tentang
perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, perkara
waris diantara orang-orang yang beragama Islam menjadi wewenang mutlak
Peradilan Agama. Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 1 angka 37 UU-
6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit, hlm. 440.
67
3/2006 yang mengubah pasal 49 UU-7/1979 yang berbunyi “Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infag, shadaqah, dan
ekonomi syariah”.7
Apalagi kalau dilihat dari hukum materil gugatan ini sebenarnya
bersifat Niet Ontvankelijk Verklaard atau gugatan yang tidak dapat diterima,
karena harta sengketa yang berupa tanah dan rumah tersebut sudah dengan
jelas di berikan melalui hibah kepada Tergugat selaku anak angkat, dan
didalam hukum Islam sendiri juga sudah jelas bahwa hibah hanya boleh
ditarik oleh orang yang memberi hibah (penghibah), dalam hal ini berarti
yang berhak menarik kembali hibahnya seharusnya adalah ayah angkat dari
Tergugat I yaitu Kasmadi bin Nawawi.
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim tentang Hibah Anak Angkat dalam
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal
Seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara, selain harus
memperhatikan alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat
ketentuan-ketentuan dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber
hukum yang tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Landasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendal No.
15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL, memutuskan lain yaitu mengabulkan
permohonan penggugat, dari keputusan tersebut maka hibah yang
7 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Undang-
undang No. 7 tahun 1986, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 137
68
diberikan oleh almarhum Kasmadi bin Nawawi kepada Edi Subaedi (anak
angkat) dapat ditarik oleh pihak ahli waris. Hal ini telah menyimpang dari
pasal 212 KHI, namun majelis hakim mempunyai pertimbangan tersendiri.
Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Kendal
dalam memutuskan perkara No. 15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL. antara lain:
1. Bahwa sesuai dengan keterangan saksi Samirah, Suparman, Kasturi yang
menyatakan bahwa semasa hidupnya almarhum Kasmadi telah
melangsungkan pernikahan dengan Samirah pada tanggal 1 Juni 1936.
2. Bahwa masih dari keterangan saksi-saksi tersebut juga saksi Sumiyati
yang menyatakan Tergugat I masih keponakan dari Samirah. Tergugat I
adalah anak adik Samirah yang bernama Jonah dari pernikahannya
dengan Kasmari.
3. Bahwa sebelum Kasmadi meninggal ia telah menghibahkan tenah
tersebut kepada Tergugat I dan ketika Tergugat berusaha
mensertifikatkan tanah tersebut (bukti TT-1 sampai dengan TT-5)
demikian pula bukti T-6 berupa surat pernyatan Kepala Desa yang
menerangkan bila Edy Subaedi (Tergugat I) dikatakan betul-betul
sebagai pemegang hak atas tanah dan rumah.
4. Bahwa karena bukti-bukti tersebut diatas belum bisa menguatkan kalau
Tergugat sebagai Ahli waris dari almarhum Nawawi, maka bukti-bukti
tersebut diatas patut untuk dikesampingkan. Demikian pula bukti T-7
sampai dengan bukti T-10 yang hanya merupakan Ijazah yang tidak
69
relevan dengan kasus ini maka bukti-bukti tersebut patut pula untuk
dikesampingkan.
5. Bahwa dari buku C Desa tidak ternyata adanya perbuatan hukum
mengalihkan status tanah tersebut dan karena saksi-saksi Penggugat
membenarkan dan pihak Tergugat tidak menyangkal, maka benar adanya
kalau tanah tersebut adalah masih tanah milik Nawawi dan benarlah ke-5
anaknya ataupun Ahli waris penggantinya tersebut yang berhak mewaris
tanah milik Nawawi.
6. Bahwa menurut keterangan saksi-saksi Tergugat serta bukti T-3 yang
menyatakan bahwa telah ada surat perjanjian tanggal 11 September 1980
bahwa Kasmadi dan Samirah telah menghibahkan tanahnya kepada Edy
Subaedi (Tergugat I) dengan disaksikan Perangkat Desa, namun
berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1029 K/Pdt/1992
yang menyatakan : “Oleh karena harta sengketa merupakan barang asal
yang belum dibagi waris maka sesuai dengan Hukum Adat dan Undang-
undang perkawinan, harta asal jatuh pada garis keturunannya dan janda
yang tidak mempunyai anak tidak berhak atas harta asal almarhum
Suaminya.”Sehingga dengan demikianTergugat I selaku Anak angkat
dari Almarhum Kasmadi dan Samirah tidak mempunyai kedudukan
hukum sebagai ahli waris Almarhum Kasmadi bin Nawawi, dengan
demikian Petitum Gugatan Penggugat butir ke-3 patut dikabulkan.
7. Bahwa dengan demikian prosedur pengalihan tanah berupa penghibahan
dan proses pensertifikatan tanah yang dilakukan oleh Tergugat I menjadi
70
tidak sah, maka Bukti-bukti P-5, P-6 serta bukti T-3 dan T-5, serta bukti
TT-1 sampai TT-5 patut di kesampingkan dan menyatakan bunyi
Petitum butir ke-5 dan ke-6 patut uuntuk dikabulkan.
8. Bahwa karena Majelis didalam pertimbangan hukumnya telah
menyatakan bahwa yang menjadi Obyek Sengketa tersebut merupakan
harta asal sedangkan Kasmadi dalam perkawinannya dengan Samirah
tidak memiliki anak, maka dalam hal ini Samirah tidak berhak atas tanah
dan bangunan tersebut, sehingga apa yang menjadi Eksepsi Penasehat
Hukum para Tergugat point 2 yang menyatakan bahwa tentang tidak
dimasukkannya Samirah (Isteri Kasmasi) sebagai Subjek perkara hingga
dianggap perkara ini kurang pihak atau kurang lengkap, patut untuk
dinyatakan ditolak.
9. Bahwa karena selama persidangan tidak ternyata telah dilakukan suatu
Sita Jaminan atas obyek sengketa tanah dan bangunan Letter C No. 275
Persil 66 Kelas D1 luas tanah 155 Da atas nama Kasmadi Nawawi yang
terletak di Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal,
maka apa yang menjadi Petitum gugatan Penggugat butir ke-7
dinyatakan ditolak
10. Bahwa Petitum Gugatan Penggugat point ke-8 isinya antara lain agar
Para Tergugat menyerahkan tanah dan bangunan sengketa tersebut
kepada para Penggugat dalam keadaan kosong dan terbebas dari beban-
beban apapun.
71
11. Bahwa karena Majelis Hakim telah mengabulkan isi Petitum ke-5 dan
ke-6 gugatan para Penggugat maka Majelis memandang Petitum
Gugatan Penggugat point ke-8 patut untuk dikabulkan pula.
12. Bahwa sepanjang persidangan Penggugat tidak pernah mengajukan akte
atau surat bukti yang autentik sehingga Majelis memandang petitum ke-
10 agar Majelis mengabulkan Uit Voorbaar Bij Voorrad tersebut ditolak.
13. Bahwa karena telah ternyata Majelis mempertimbangkan prosedur
pengalihan tanah berupa penghibahan dan proses pensertifikatan tanah
yang dilakukan oleh Tergugat I menjadi tidak sah dan batal demi hukum,
maka terhadap Tergugat agar mentaati seluruh isi putusan ini.8
Adapun majelis hakim mempunyai dasar hukum dalam menyelesaikan
putusan tersebut. Berdasarkan kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman,
kita bisa memberikan eksis yang positif terhadap kedudukan status adopsi
(anak angkat) menurut Hukum Islam.
Pengangkatan anak menurut Hukum Islam adalah tidak mengubah
status hukum dan keahliwarisan terhadap anak angkat sebagaimana yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf h bahwa
pengangkatan anak hanya bertujuan untuk memelihara agar dalam
kehidupan pertumbuhan dan pendidikan lebih terjamin dalam
perkembangan kehidupan si anak tersebut.9
8 Dokumen ini diperoleh dari arsip berkas putusan Pengadilan Negeri Kendal, Berkas
Putusan Pengadilan Negeri Kendal No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL 9 Data diperoleh dari hasil interview dengan salah satu hakim Pengadilan Negeri Kendal
yang bernama Joni Kondo Lele, S.H., M.H
72
Adapun adopsi yang dilarang menurut ketentuan Surat Al-Ahzab ayat 4
اجكم انهائ تظاىشن منين ما جعم أص فو ن ف ج ما جعم انهو نشجم من قهب
يذ ى انهو قل انحق اىكم نكم بؤف ما جعم أدعاءكم أبناءكم رنكم ق أمياتكم
انسبم
Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati
dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang
kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-
anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja.Dan Allah mengatakan
yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).(QS.Al-
Ahzab ayat 4)10
Dan juga Surat Al-Ahzab ayat 5:
انكم ف انذن أقسط عنذ انهو فإن نم تعهما آباءىم فإخ ادعىم نآبائيم ى
كان انهو غفسا نكن ما تعمذت قهبكم كم جناح فما أخطؤتم بو س عه ن انكم م
سحم
Artinya: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan
jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-
maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS.Al-Ahzab ayat 5)11
Sama dengan pengertian adopsi menurut pengertian versi hukum barat
( BW ) yakni mengangkatan anak secara mutlak, memasukkan anak yang
diketahui sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya yang tidak ada
pertalian nasab kepada dirinya, dan dianggap seperti sebagai anak kandung
10
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 666 11
Ibid, hlm. 667
73
sendiri dan berhak juga menerima waris serta larangan kawin dengan
keluarganya.
Pengangkatan anak lebih difokuskan oleh rasa solidaritas sosial
dari pada permasalahan yang bersifat yuridis, seperti Salim anak angkat
Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah. Sikap kerelaan dan ketulusan
seorang untuk mengambil alih tanggung jawab orang tua asal kepada
orang tua angkat (dalam sistem pemeliharaan) yang disebabkan orang
tua biologis kurang mampu.
Dalam hukum Islam ada semacam bentuk keharusan atau
kewajiban yang menetapkan suatu hak kewajiban yang menetapkan suatu
hak dan kedudukan hubungan kewarisan anak angkat dengan orang tua
angkat dalam bentuk wasiat wajibah.
Pada dasarnya Kompilasi Hukum Islam telah memberi kedudukan
positif kepada anak angkat untuk berhak mendapat bagian dari harta
warisan orang tua angkat, sebab tidak adanya wasiat dari orang tua
angkat dengan sendirinya menurut hukum dianggap ada wasiat. Wasiat
wajibah itu tetap terbatas sifatnya dalam arti tidak mengubah status anak
angkat menjadi anak kandung, tidak memberi kedudukan dan hak untuk
mewarisi secara keseluruhan harta warisan orang tua angkat tidak sama
bagian dengan anak kandung. Anak angkat tidak menghijab ahli waris yang
lain dan bagian anak angkat hanya 1/3 bagian.
Dalam kewarisan Islam menurut ulama fiqih ada tiga faktor yang
menyebabkan seorang saling mewarisi yakni karena hubungan kekerabatan,
74
hubungan perkawinan yang sah dan hubungan perwalian. Anak angkat dalam
hal ini tidak termasuk dalam tiga faktor diatas. Dalam arti bukan suatu
kerabat atau satu keturunan dengan orang tua angkatnya, oleh karena itu
antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak berhak saling
mewarisi satu sama yang lain. Ketentuan wasiat dalam hukum Islam
adalah paling banyak 1/3 bagian dari harta warisan, dalam hal hibah dan
wasiat tidak ditentukan secara khusus kepada siapa saja yang berhak
menerimanya.
Dalam hal ketentuan wasiat wajibah yang terdapat dalam pasal 209
Kompilasi Hukum Islam ayat 2 dijadikan dasar Hakim sebagai rasa
keadilan. Karena anak angkat tersebut statusnya hidup bersama keluarga
angkatnya, yang mana keseharian anak angkat itu ikut membantu kepada
orang tua agkatnya selama masa hidupnya.
Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang bagian 1/3 yang diperuntukan
kepada kerabat yang bukan sebagai ahli waris yaitu dijelaskan dalam Surat
An-Nisa’ ayat 8 :
نا قنا نيم ق انمساكن فاسصقىم منو تام ان إرا حضش انقسمة أن انقشب
معشفا
Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat,12
anak yatim
dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya)13
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik. (QS. An-Nisa’ ayat 8).14
12
Kerabat di sini maksudnya: kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari
harta benda pusaka. 13
Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan 14
Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 115
75
Secara sekilas kita akan membenarkan putusan tersebut, tetapi jika
ditelisik lebih jauh putusan itu cukup riskan. Karena semasa hidup tua nya
ayah dan ibu angkat Tergugat dirawat oleh Tergugat sendiri selaku anak
angkatnya, tetapi dalam Putusan Hakim tersebut, Tergugat malah tidak
mendapatkan bagian harta sedikitpun, keadaan ini yang akan berdampak pada
ketidak harmonisan pada sesama masyarakat sendiri.
Meskipun menurut hakim yang paling diutamakan adalah para ahli
waris, serta mempertimbangkan kemaslahatan bagi mereka, tetapi hal ini
perlu dipertimbangkan lebih jauh. Karena pihak Tergugat (anak angkat)
semasa hidupnya telah mengabdikan dirinya kepada Kasmadi bin Nawawi
(ayah angkat Tergugat).
Maka berlandaskan pada pertimbangan hakim pada permasalahan
diatas, menurut penulis sangatlah perlu diadakan penyelesaian yang
bersifat keadilan karena ada hak ahli waris yang harus dihormati dan
juga ada hak dari Tergugat (anak angkat).
Namun apabila hakim dalam memutuskan perkara ini berdasarkan
hukum waris, maka putusan tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam,
karena pada dasarnya harta sengketa yang berupa tanah dan rumah ini sudah
benar-benar menjadi hak milik sah dari Tergugat I selaku anak angkatnya
karena harta sengketa tersebut sudah diberikan oleh almarhum Kasmadi bin
Nawawi kepada Tergugat I melalui surat pernyataan hibah dari Kasmadi dan
Samirah pada tanggal 11 September 1980 dengan dilakukan dihadapan saksi-
saksi dan Kepala Desa dan pemberian tersebut juga dilakukan atas dasar
76
keinginan hatinya sendiri dan tanpa paksaan dari orang lain dan dalam hukum
waris pun sebenarnya tidak bisa dibenarkan karena harta yang di sengketakan
oleh para Penggugat sudah di hibahkan dengan sah kepada Tergugat, jadi
tidak bisa untuk diwariskan. Meski sebenarnya para penggugat tersebut
adalah sah sebagai ahli waris garis keturunannya dari almarhum Nawawi.
Dalam Hukum Islam seseorang dilarang mencabut kembali hibah yang
telah diberikan kepada seseorang, Penarikan kembali atas sesuatu pemberian
(hibah) adalah merupakan perbuatan yang diharamkan, meskipun hibah
tersebut terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun
hibah yang boleh ditarik kembali hanyalah hibah yang dilakukan atau
diberikan oleh orang tua kepada anaknya.15Maka mengambil kembali
dibolehkan karena sebagaimana hadits Nabi saw. Beliau bersabda :
قال: عن ابن عمشبن عباس سض اهلل عنيم عن اننب صه اهلل عهو سهم قال
ساه}الحم نشجم مسهم ان عط انعطة ثم شجع فيا االانانذفما عط نذه
{16 احمذاالسبعو صححو انتشمز ابن حبا ن انحاكم
Artinya : Dari Ibnu Umar dan Ibnu abbas bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda “tidak halal bagi seseorang muslim
memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya
kembali, kecuali seorang ayah yang menariknya kembali
apa yang diberikan kepada anaknya”. (HR. Ahmad dan
Imam empat, hadis shohih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibbah
dan Hakim)
Sedangkan pada pasal 212 KHI telah disebutkan bahwa hibah
tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua terhadap anaknya.17
15
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media Group, 2006, hlm. 139. 16
Muhammad Abdul Kodir, Sunanul Kubro, Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiah, 1972, juz 6
hlm. 298
77
Dalam pasal KUH Perdata pasal 1666 juga dijelaskan, bahwa
pemberian hibah tidak dapat ditarik kembali.18
Namun demikian hukum
Islam membolehkan menarik kembali hibah, penarikan hibah dapat sah
terjadi karena dua hal.
Pertama yaitu hibah orangtua terhadap anaknya. Hibah orang tua dapat
ditarik kembali, karena anak berikut harta kekayaan adalah milik orangtua.
Diperbolehkan seseorang menarik kembali dalam keadaan di mana
penghibah menghibahkan guna mendapatkan imbalan dan balasan
atas hibahnya. Sedangkan orang yang diberi hibah (penerima hibah) belum
membalasnya.
Kedua, hibah itu tidak sah. Apabila dikembalikan kepada
definisinya syarat adalah hal yang wujudnya hukum tergantung padanya, dan
tidak adanya hal tersebut menyebabkan tidak adanya hukum, tetapi wujud hal
tersebut tidak tentu mengharuskan adanya hukum. Sehingga dapat
diketahui bahwa kurang terpenuhinya syarat hibah dapat mengakibatkan
batalnya hukum hibah.19
17
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
Departemen Agama Republik Indonesia, loc. cit. 18
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit, hlm. 436 19 Abu Bakar Jabir el-Jazairi, loc. cit.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya
dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. DalamperkarapenarikanhibahNo.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal majelis
hakimPengadilanNegeri Kendal
memutuskanmengabulkanpermohonanparaPenggugatartinyahibah yang
telahdiberikanolehalmarhumKasmadiBin
NawawiterhadapanakangkatnyadanistrinyadapatditarikolehparaPenggugat
. Dan dalammemutuskanperkaratersebut Hakim PengadilanNegeri
Kendal mempunyaipertimbangan yang
kuatyaitu,BahwatanahdanrumahsengketaadalahatasnamaKasmadiBin
Nawawi(almarhum) berdasarkanbuktiparaPenggugat (P.IV, P.V
danP.VI) danberdasarkanbukti-
buktitertulistersebuttidakadaindikasidantanda-tanda
yangmenunjukkanbahwaKasmadiBin
Nawawimengalihkan,merubahdanmenghibahkantanahdanrumahmaupunp
ekaranganrumahnyatersebutkepadasiapapun.
MeskisebenarnyahartasengketatersebutsudahdiberikanolehalmarhumKas
madi bin NawawikepadaTergugat I
melaluisuratpernyataanhibahdariKasmadidanSamirahpadatanggal 11
September 1980 dengandilakukandihadapansaksi-saksidanKepalaDesa.
79
2. PutusanPengadilanNegeriNo.15/Pdt.G/2006/PN. Kendal
tidaktepatdantidakbenardalammemutusperkarapenarikanhibaholehahliwar
is,
karenapihakahliwarisselakuPenggugatseharusnyatidakmempunyaikewena
nganuntukmencabutharta yang telahdibeikanolehKasmadi bin
NawawikepadapihakTergugatselakuanakangkat,
karenainibertentanganbaikdengan KUH Perdata, KompilasiHukum Islam,
maupundalamFiqh.
3. DalamhalkesesuaiandenganHukum Islam,
kalaudilihatdarisegihukumwarisjugatidaktepat, karenahartawaris yang
disengketakanmerupakanhakpenuhdaripihakTergugatkarenahartatersebuts
udahdihibahkankepadapihakTergugatselakuanakangkat.
Dilihatdarisegihukumhibah pun putusan
hakimtersebuttidaksesuaikarenadalamhukum Islam
penarikankembalihibahhukumnyaadalah haram.
SedangkandalamperkarainiTergugat I
sebagaianakangkattidakmendapatkanbagianhartasedikitpun,
padahalTergugat I selakuanakangkatjugatelahmengabdikandirinyakepada
ayah angkatnyaselamaberpuluhantahun,
bahkansudahmenganggapkeduanyaseperti orang tuasendiri.
B. Saran
80
Majelis Hakimdituntutuntukberhati-hatidalammenetapkanputusan agar
memenuhikualifikasisesuaidenganapayang digariskanoleh Allah SWT
dalamSurat Al-Maidahayat 8:
يا أيها الريه آمىىا كىوىا قىاميه لله شهداء بالقسط ولا يجسمىكم شىآن قىم عل ألا
تعدلىا اعدلىا هى أقسب للتقىي واتقىا الله إن الله خبيس بما تعملىن
Artinya:Hai orang-orang yang berimanhendaklahkamujadi orang-
orang yang selalumenegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadisaksidenganadil. Dan janganlahsekali-
kalikebencianmuterhadapsesuatukaum,mendorongkamuuntuk
berlakutidakadil.
Berlakuadillah,karenaadilitulebihdekatkepadatakwa.Danberta
kwalahkepada Allah, sesungguhnya Allah
MahaMengetahuiapa yang kamukerjakan.(QS. Al-Maidahayat
8)1
Dan dalamsurat An-Nisa’ ayat 9 jugadijelaskan:
وليخش الريه لى تسكىا مه خلفهم ذزية ضعافا خافىا عليهم فليتقىا الله وليقىلىا
قىلا سديدا
Artinya:Dan hendaklahtakutkepada Allah orang-orang yang
seandainyameninggalkandibelakangmerekaanak-anakyang
lemah,yangmerekakhawatirterhadap(kesejahteraan)mereka.
Olehsebabituhendaklahmerekabertakwakepada
Allahdanhendaklahmerekamengucapkanperkataan yang
benar.(QS. An-Nisa’ ayat 9)2
Dariayattersebutdijelaskanbahwaseorang hakim di
tuntutuntukdapatberlakuadildalammemutuskansebuahperkarabaikitukarenasa
udaramaupun orang lain,
sedangkanayatkeduamenjelaskanmeskipundalampemberianhibahtidakadabata
1LembagaLajnahPenerjemah Al-Qur’an, op. cit, hlm. 126
2Ibid,hlm. 116
81
snyaakantetapilebihbijaksanakalauseseorangitumemikirkanjauhkedepan,
terutamakesejahteraananakdanahliwarisnya.
C. Penutup
Demikian yangdapatpenulissusundansampaikan, rasa
syukurpenulishaturkankepada Allah SWT yang
telahmemberikanpetunjuksertakekuatanlahirdanbatinsehinggapenulisdapatme
nyelesaikanskripsiinitanpahalangan yang berarti.
Namun,
penulismenyadaribahwaskripsiinimasihbanyakkelemahandankekurangandari
berbagaisegidanjauhdarikesempurnaan.Sehingga sarandankritikyang
membangunpenulisharapkanuntukkebaikandankesempurnaanskripsiini.
Akhirnyapenulisberharapdanberdoasemogaskripsiinidapatbermanfaatbagipen
uliskhususnyadanparapembacapadaumumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kodir, Muhammad, SunanulKubro, Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiah, 1972, juz 6
Ali, Zainuddin, HukumPerdata Islam di Indonesia, Jakarta: SinarGrafika, 2006.
Anshori, Abdul Ghofur, HukumKewarisan Islam Di Indonesia,Yogyakarta: Ekonisia,
2002.
Arikunto, Suharsimi, MenejemenPenelitian, Jakarta: RinekaCipta, 1990.
Azwar, Saifuddin, MetodePenelitian, Yogyakarta: PustakaPelajar, Cet. 1,1998.
Bungin, Burhan, MetodePenelitianKualitatif, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2001.
DirektoratJenderalPembinaanKelembagaan Agama Islam Departemen Agama,
IlmuFiqih, Jakarta: ProyekPembinaanPrasarana Dan SaranaPerguruanTinggi,
1986.
DirektoratJenderalBimbinganMasyarakat Islam danPenyelenggaraan Haji Departemen
Agama Republik Indonesia, BahanPenyuluhanHukum,Jakarta:
ProyekPeningkatanPelayananAparaturHukumPusat, 2004
Supramono, Gatot, HukumPembuktian diPeradilanAgama,Bandung: penerbit Alumni,
1993.
Harahap, M. Yahya,HukumAcaraPerdata, Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
PembuktiandanPutusanPengadilan. Jakarta: SinarGrafika, 2008.
___________________Kedudukan, KewenangandanAcaraPeradilan Agama.Undang-
undang No. 7 tahun 1986, Jakarta: SinarGrafika, 2003
Haroen, Nasrun, FiqhMuamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Jabir el-Jazairi, Abu Bakar, PolaHidup Muslim: Minhajul Muslim Mu’amalah,
Bandung: RemajaRosdakarya, 1991
KomisSimanjuntak,danSuhrawardi K. Lubis, HukumWaris Islam, Jakarta: SinarGrafika,
2008.
LembagaLajnahPenerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an danterjemahanya, Bandung:
SinarBaruAlgensindo, 2006.
Lukito, Ratno, PergumulanAntaraHukum Islam Dan Adat Di Indonesia, Jakarta: INIS,
1998.
Manan,Abdul, AnekaMasalahHukumPerdata Islam Di Indonesia,Jakarta: Prenada
Media Group, 2006.
Mardani,HukumAcaraPerdataPeradilan Agama danMahkamahSyari’ah, Jakarta:
SinarGrafika, 2009.
Mertokusumo, Sudikno, HukumAcaraPerdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 2002.
Narbuko, Choliddan Abu Achmadi, MetodologiPenelitian, Jakarta: PT. BumiAksara cet.
8, 2007.
Nawawi, Hadari, MetodologiPenelitianSosial,Yogyakarta: Gajah Mada University press,
1990.
R. Tjitrosudibio, danR. Subekti, KitabUndang-undanghukumperdata,Jakarta: PT.
PradnyaParamita, 1999.
Ramulyo, Muhammad Idris, PerbandinganPelaksanaanHukumKewarisan Islam
DenganKewarisanMenurutHukumPerdata (BW), Jakarta: SinarGrafika, 2000.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: SinarBaruAlgensindo, 2010.
Rasjidin, lili, HukumPerkawinandanPerceraian di Malaysia dan di Indonesia, Bandung:
PT. RemajaRosdakarya, 2001
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 1998.
Sabiq, Sayyid, FiqhSunnah 5, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009
___________, FiqhSunnah 4, Jakarta: Pena PundiAksara, 2006.
Saifullah, Moh, FiqihIslamLengkap, Surabaya: TerbitTerang, 2005.
Shalih, Muhammad, PanduanPraktisHukumWarisMenurut Al-Quran Dan As-Sunnah
Yang Shahih, Bogor: PustakaIbnuKatsir, 2009.
Sutarto, Suryono, HukumAcaraPidana, Semarang: BadanPenerbit UNDIP Semarang,
2003.
Syafe’i, Rachmat, FiqhMuamalah, Bandung: PustakaSetia, 2001
Syahrani, Riduan, BukuMateriDasarHukumAcaraPerdata, Bandung: PT. Citra
AdityaBakti, 2000.
Syarifuddin, Amir, HukumKewarisanIslam,Jakarta: Prenada Media, 2007.
Zed, Mestika, MetodePenelitianKepustakaan, Jakarta: YayasanOborIndonesia, Cet. 1,
2004
Data yang diperolehdarihasil interview dengansalahsatu hakim PengadilanNegeri Kendal
yang bernama Joni Kondo Lele, S.H., M.H, padatanggal 20 April 2011.
Data yang diperolehdarihasil interview dengansalahsatu hakim PengadilanNegeri Kendal
yang bernamaWahyuIswari, S.H., M.Kn, padatanggal 24 juni 2011.
Dokumenyang diperolehdariArsipPengadilanNegeri Kendal
Dokumen yangdiperolehdariarsipberkasputusanPengadilanNegeri Kendal,
BerkasPutusanPengadilanNegeriKendal No.15/Pdt.G/2006/PN. KENDAL.
Http://vienmuhadi.com/2009/08/23/anak-angkat-dan-kedudukannya-dalam-
islam/ayahangkatdankedudukannyadalam Islam, di download tanggal 10 januari
2011.
Http://www.percikaniman.org/tanya_jawab_aam.phpcID=183,di download tanggal 10
januari 2011.
Http://www.Pn-Kendal.Go.Id/Tentang-Pn-Kendal/Visi-Misi, di download tanggal 25
Maret 2011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Hudam Mustaqim
Tempat dan Tanggal Lahir : Kendal, 26 Januari 1988
NIM : 062111048
Jurusan : Ahwal Asy-Syakhsisyah
Fakultas : Syari’ah
Alamat : Podosari RT 03 RW 01 Cepiring Kendal
Jenjang Pendidikan :
1. SDN 01 Podosari tamat tahun 2000
2. SLTP PGRI 07 Gemuh tamat tahun 2003
3. SMK NU 01 Kendal tamat tahun 2006
4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang tamat tahun 2011
Semarang, 10 Juni 2011
Nur Hudam Mustaqim
NIM. 062111048