Jurnal William ManajemenStrokeLansia
-
Upload
marmutkupluk1396920 -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Jurnal William ManajemenStrokeLansia
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 1/11
Abstrak
Stroke merupakan gangguan yang sering mengenai lansia, dimana tingkat kejadian stroke
semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini sering menyebabkan kematian
dan disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah kesehatan yang
besar pada populasi yang semakin menua. Lansia juga dapat mengalami penyakit lainnya
yang eningkatkan resiko disabilitas dan kebutuhan pengobatan. Penanganan stroke akut pada
lansia merupakan hal yang penting untuk mengurangi kejadian dan meminimalkan efek dari
penyakit di populasi yang beresiko. Akibat jangka panjang seperti depresi post stroke sering
terjadi pada lansia dan mungkin membutuhkan pengobatan. Artikel ini membahan
pencegahan dan pengobatan dari stroke dan gangguan terkait stroke pada pasien lansia.
Pendahuluan
Orang yang lebih tua mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami stroke dan penyakit
yang berhubungan dengan stroke. Penanganan dari pasien ini membutuhkan pendekatan
multidisiplin yang melibakan dokter dan personil kesehatan lainnya. Farmakologis terkait
stroke semakin berkembang sebagai bagian yang memberikan janji terhadap percobaan dalam
mengurangi beban terkait penyakit ini.
Epidemiologi Stroke
Jumlah orang dengan usia 65 tahun ekatas di Australia diperkirakan mencapai 12% pada
tahun 1996, dan diperkirakan meningkat menjadi 16% pada tahun 2016. Sekitar 46.000 orang
di Australia mengalami stroke setiap tahunnya dan kebanyakan stroke ini terjadi pada orang
dengan usia 65 tahun keatas. Tingkat insiden stroke meningkat seiring penambahan usia,
dimana resiko stroke menjadi 2x lipat pada saat seseorang berusia 55 tahun ke atas. Hasil dari
Perth Community Stroke Study menunjukkan adanya peningkatan resiko stroke pada orang
denganusia 75-84 tahun yaitu 1:45, dimana terjadi peningkatan 1:30 pada orang dengan usia
85 tahun keatas. Resiko terjadinya stroke berulang pada orang yang pernah mengalami stroke
sebelumnya berkisar dari 3%-5% pada bulan pertama dan 10% dalam waktu 1 tahun.
Terdapat tingkat mortalitas yang tinggi setelah stroke yaitu 20% pada 28 hari post stroke, dan
40% dalam waktu 1 tahun setelah terkena stroke.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 2/11
Tren terkait insidensi stroke secara keseluruhan memang sudah dibicarakan sejak awal
1990an, setelah adanya penurunan kasus sejak tahun 1970. Terdapat penurunan trend terkait
mortalitas pada stroke di populasi masyarakat Australia dan juga beberapa tingkat kejadian
stroke yang dapat menyebabkan peningkatan cacat pada pasien yang pernah terkena penyakit
di kemudian hari. Hal ini dapat menyebabkan beban pada pasien, perawat, serta komunitas.
Karenanya, harus dikembangkan metode untuk mengurangi tingkat kejadian stroke dan
meminimalkan disabilitas akibat stroke.
Patogenesis
Stroke Iskemik merupakan tipe stroke yang paling sering terjadi (70%). Iskemia cerebral
terjadi ketika terdapat penurunan aliran darah pada daerah otak karena adanya oklusi pada
arteri cerebral akibat thrombus. Proses dari infark ini terjadi karena kurangnya pasokan darah
dari arteri di Circle of Willis ke bagian yang terkena stroke. Kebanyakan stroke iskemik
disebabkan oleh emboisasi akibat artherosclerotic pada arteri ekstrakranial dan intrakranial ke
bagian pembuluh darah cerebral distal akibat adanya faktor resiko terhadap penyakit
artheroclerotic. Di kasus lainnya, infark lakuna dapat terjadi akibat penyakit yang merusak
arteri pada otak, yang biasanya disebabkan oleh hipertensi, diabetes, dan merokok. Sekitar
30% dari stroke iskemik terjadi akibat emboli dari bagian proksimal seperti emboli pada
jantung dan aorta. Pasien dengan atrial fibrilation (AF), penyakit katup jantung atau gagal
jantung lebih rentan mengalami tipe stroke iskemik. Jumlah dari stroke sikemik yang
disebabkan oleh mekanisme ini juga meningkat seiring penambahan usia, karena adanya
peningkatan prevalensi AF dan gagal jantung pada kaum lanjut usia/orang tua.
Perdarahan intracereral primer dapat terjadi pada 15% dari keseluruhan kasus stroke,
terutama yang diakibatkan hipertensi. Proses patologis yang mendasari masih belum jelas,
namun kemungkinan terjadinya kelemahan pada dinding pembuluh darah membuat bagian ini
semakin rentan mengalami perdarahan. Perdarahan intracerebral sekunder dapat terjadi akibat
trauma, koagulopati (termasuk akibat penggunaan terapi warfarin), malformasi arteri-vena,
dan tumor.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 3/11
Faktor Resiko
Faktor Resiko dari stroke biasanya dibagi menjadi non-modifiable (yang tidak dapat diubah)
dan modifiable (yang dapat diubah)
Faktor Rsiko Non-Modifiable
Penambahan usia, jenis kelami laki-laki serta genetik tertentu serta faktor ras merupakan
faktor resiko yang tidak dapat diubah pada stroke. Terdapat peningkatan kejadian stroke
seiring usia, dimana orang yang lebih tua merupakan populasi resiko tinggi yang
membutuhkan pengobatan pencegahan yang agresif.
Faktor Resiko Modifiable (Dapat diubah)
Sejumlah kondisi yang dapat diubah dan berhubungan dengan faktor resiko sudah
diidentifikasi (Tabel 1). Beberapa dari faktor resiko ini dapat diubah dengan terapi
farmakologis, dan hal ini akan dibahas di bawah, bersamaan dengan aspek terkait terapi
stroke akut.
Terapi Farmakologis pada Stroke
Terapi Antihipertensi
Terapi Antihipertensi merupakan rencana pencegahan primer dan skunder terhadap stroke
iskemik dan hemorrhagic. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengambil bagian
dalam resiko terjadinya stroke, dimana resiko pada populasi berkisar 56.4% pada pria dan
66.1% pada wanita, yang menunjukkan bahwa stroke dapat dicegah jika hipertensi diobati
secara efektif. Hasil dari penelitian terkait penurunan tekanan darah menunjukkan adanya
pengurangan kejadian stroke hingga 30-40% pada lansia dan orang dewasa. Namun, akrena
kejadian stroke lebih sering terjadi pada lansia, pengobatan hipertensi pada kelompok ini
dapat menyebabkan pengurangan drastis pada kejadian stroke dibandingkan pada populasi
yang lebih muda. 4.9/1000 pasien/tahun vs 1.9/1000 pasien/tahun). Hal ini menunjukkan
bahwa pasien lansia dengan hipertensi lebih membutuhkan pengobatan dibandingkan apsien
yang lebih muda.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 4/11
Hasil dari penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi sistolik sering terjadi pada
populasi lansia (20-30% pada orang berusia diatas 80 tahun). Hingga sekarang hal ini
dipertimbangkan sebagai akibat dari proses penuaan, dan masih belum jelas hal apa yang
menyebabkan peningkatan resiko stroke pada lansia. Hasil dari penelitian terkait pengobatan
hipertensi sistolik pada lansia menunjukkan adanya penurunan substansial dari stroke dan
resiko penyakit vaskular. Selain mengurangi resiko stroke, terapi antihipertensi diperkirakan
juga dapat mengurangi resiko gangguan kognitif jangka panjang dan dementia pada populasi
lansia.
Tingkat keamanan dan tolerabilitas terapi antihipertensi pada lansia sudah diteliti dalam
beberapa penelitian. Pilihan terapi antihipertensi tergantung pada sejumlah faktor termasuk
tingkat keamanan dan biaya. Tidak ada data cukup yang menunjukkan superioritas dari satu
kelas obat antihipertensi saja diantara obat lainnya, walaupun dieuritk dosis rendah dan
betablocker terbukti efektif pada kelompok usia ini. Data dari penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa obat jenis baru seperti calcium channel blocker dan ACE inhibitor
mungkin efektif dalam pencegahan stroke bahkan pada pasien hipertensi yang berusia lebih
muda. Jenis obat antihipertensi yang berbeda biasanya dapat mengakibatkan beberapa efek
samping pada lansia yang rentan akibat fungsio fisiologis cardiovaskular yang menurun.
Pemantauan hipotensi ortostatik sangat penting untuk mengurangi resiko kejadian fall (jatuh)
pada lansia yang rentan.
Tujuan utama dari pengobatan adalah penurunan tekanan darah yang efektif dengan
meminimalkan efek samping dan memaksimalkan tingkat kepatuhan konsumsi obat pada
pasien. Hasil dari penelitian Hypertension Optimal Treatment (HOT) (dengan menggunakan
felodipine dan ditambahkan obat lainnya0 menunjukkan adanya keuntungan maksimal terkait
peurunan resiko stroke dan penyakit jantung dengan cara menurunkan tekanan darah sistolik
menjadi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 80 mmHg. Penurunan tekanan darah
lebih lanjut juga aman, walaupun menunjukkan keuntungan yang lebih sedikit. Walaupun
usia pasien yang dimasukkan dalam penelitian berusia 61 tahun, tingkat tekanan darah 140/80
dapat didapatkan pada kebanyakan orang lansia tanpa mengalami efek samping bermakna.
Pertimbangan yang penting adalah kemampuan keseluruhan dari pasien untuk menerima obat
spesifik. Disarankan untuk memulai terapi dengan dosis rendah dan dititrasi jika dibutuhkan,
tergantung dari respon dan efek samping. Terapi kombinasi harus melibatkan sejumlah obat
yang penting untuk mendapatkan tensi yang normal tanpa mengganggu tingkat keamanan.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 5/11
Antikoagulan dan Atrial Fibrilasi
AF merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian stroke pada lansia. Hal ini
dicetuskan oleh pembentukan thrombus intra-cardiac yang dapat berpidah ke organ distal
termasuk otak. Terapi antikoagulan dengan menggunakan warfarin dapat mencegah
pembentukan dan pertumbuhan thrombus.
Prevalensi AF meningkat seiring usia yaitu 0.5% pada pasien berusia 50-59 tahun hingga 9%
pada pasien dengan usia diatas 70 tahun. Resiko stroke terhadap AF semakin meningkat
seiring usia dan adanya salah satu atau lebih dari faktor resiko klinis tertentu (Tabel 2).
Karenanya, merupakan hal yang logis untuk menyimpulkan bahwa lansia dengan AF akan
mendapatkan hasil yang menguntungkan dari terapi antikoagulan dibandingkan orang yang
lebih muda. Keuntungan dari terapi warfarin tergolong maksimal pada pasien dengan AF
yang dipertimbangkan mempunyai resiko tinggi, berdasarkan prediktor klinik tertentu. Pada
setting primary prevention, antikoagulan dosis rendah dengan menggunakan warfarin
dikaitkan dengan penurunan resiko realtif hingga 70% pada pasien stroke dengan AF. Hasil
yang sama juga ditunjukkan pada secondary prevention terhadap pasien stroke dengan AF
dan transient ischaemic attack atau stroke minor. Pada setting AF dan stroke embolik akut,
sangat disarankan untuk menunggu setidaknya 1 minggu sebelum dimulainya terapi warfarin,
untuk mencegahak pembentukan haemorrhagic dan infark. Tanpa adanya AF, indikasi terapi
walfarin hanyalah untuk pengobatan simptomatis stenosis arteri intracranial.
Antikoagulan dosis rendah tergolong aman pada pasien rawat jalan jika diberikan dengan
dosis pemeliharaan (3-5 mg/hari). Secara umum, pemantauan kondisi pasien dilakukan setiap
hari kemudian perminggu pada awal fase pengobatan, kemudian setiap bulan saat
pemeliharaan. Sediaan dosis terfiksir untuk awal pengobatan tidak disarankan, berbeda degan
pasien yang menginginkan tingkat terapeutik tertentu. Selain adanya kontraindikasi terkait
perdarahan mayor atau perdarahan lainnya, warfarin sebaiknya dihindari pada pasien lansia
yang rentan dan mempunyai resiko untuk jatuh dan pada pasien yang mengalami gangguan
kognitif berat atau malignansi. Durasi terapi biasanya bersifat jangka panjang, kecuali jika
terjadi kontraindikasi tertentu, atau adanya efek permanen terhadap sinus rhytim yang terjadi.
Sangat penting untuk memastikan bahwa pasien paham dengan efek samping obat dan
kebutuhan untuk pemantauan. Perawat dan keluarga juga harus dilibatkan dalam proses untuk
memelihara tingkat kepatuhan konsumsi dan memaksimalkan keamanan penggunaan obat.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 6/11
Terapi Antiplatelet
Platelet (Trombosit) terlibat dalam pembentukan dan penumpukan trombus sebagai penyebab
atherosclerosis. Platelet trombus ini bertanggung jawab terhadap sumbatan vaskular oral atau
emboli yang menyebabkan stroke. Terapi antiplatelet ditujukan untuk pencegahan
pembentukan trombus dan meminimalisir resiko penyakit vaskular termasuk stroke. Obat ini
menghambat adesi dan agregasi platelet dan mempunyai peran penting terhadap pengobatan
stroke akut dan pencegahan stroke.
Terapi antiplatelet jelas menguntungkan terhadap pencegahan sekunder stroke. Hasil dari
penelitian terkait pencegahan sekunder dengan menggunakan terapi antiplatelet dengan satu
obat atau kobinasi dapat menurunkan resiko terjadinya stroke berulang pada pasien muda
atau lansia. Namun, penggunaannya terhadap pencegahan primer masih belum disarankan
terhadap lansia, hingga faktor resiko-keuntungan obat sudah jelas. Keuntungan dari aspirin
sudah dibuktikan pada pengobatan terhadap iskemia cerebral akut, namun tidak ada data yang
tersedia terkait efisiensi terhadap obat antiplatelet lainnya.
Aspirin
Aspirin menghambat pembentukan thromboxane A2 dengan mengganggu platelet enzyme
cyclo-oxugenase. Thromboxane A3 merupakan stimulus yang penting terhadap proses
pelepasan dan agregasi platelet. Agregasi platelet dapat dihambat selama 10 hari setelah
pemberian aspirin. Absorbsi aspirin terjadi secara cepat dan kosentrasi plasma tertinggi
dicapai dalam waktu 1-3 jam Walaupun waktu paruh aspirin dalam plasma tergolong
sebentar, aktifitas antiplatelet aspirin tetap panjang. Waktu perdarahan kembali ke normal
memakan waktu hingga 2 hari setelah pemberhentian konsumsi aspirin.
Aspirin (300 mg) dapat mengurangi kematian pada pasien dengan acute ischaemic stroke jika
digunakan dalam waktu 48 jam setelah onset gejala. Hasil dari analisis 3 penelitian mayor
menunjukkan bahwa aspirin bertanggungjawab terhadap penurunan sekitar 10 kematian atau
stroke berulang per 1000 pasien dalam beberapa minggu awal setelah onset stroke. Namun,
penggunaan aspirin yang lebih penting adalah terhadap pencegahan sekunder dari stroke.
Dari metaanalisis 145 penelitian randomisasi terkait terapi antiplatelet, aspirin menunjukkan
hubungan terjadinya penurunan resiko relatif dari semua penyakit vaskular (Termasuk stroke)
hingga 22%. Penurunan resiko berdasarkan usia, jenis kelamin, dan adanya resiko vaskular
lainnya. Pada AF, aspirin dapat digunakan sebagai thromboprophylaxis terutama pada pasien
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 7/11
lansia yang tidak boleh diberikan terapi warfarin, dan dapat mengurangi resiko relatif stroke
sekitar 30%,
Aspirin dosis rendah (100-150 mg) digunakan untuk pencegahan stroke akibat peningkatan
resiko efek samping penggunaan obat dosis tinggi dan tidak menunjukkan perbedaan efisiensi
yang bermakna terkait penggunaan aspirin dosis rendah maupun tinggi. Profil efek samping
aspirin sudah diteliti. Efek samping terkait gastrointestinal seperti gastritis dan perdarahan
gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang lebih tua terkait dosis dan durasi penggunaan.
Gejala dispepsia dapat dikurangi dengan menggunakan aspirin larut air atau dalam bentuk
capsul. Ada resiko kecil untuk terjadinya stroke hemorraghic pada penggunaan aspris
berkepanjangan, namun dapat ditutupi dengan keuntungan dalam pencegahan resiko iskemik
berulang untuk pasien.
Obat Antikoagulan Lainnya
Dipyridamole, ticlopidine, dan clopidogrel menunjukkan keuntungan terhadap pencegahan
sekunder stroke, dan mengurangi resiko relatif sekitar 20-30% diantar apasien dengan resiko
tinggi terjadinya penyakit inskeik berulang. Mekanisme kerja dan profil efek samping dari
tiga obat ini ditampilkan di Tabel 3. Hitung darah lengkap harus dipantau setiap 2 minggu
dalam periode waktu 3 bulan pertama setelah penggunaan ticlopidine untuk memeriksa
adanya supresi sumsum utlang (neutropenia dan trombositopenia). Ticlopidine dan
clopidogrel jarang dikaitkan dengan resiko perdarahan mayor yang dibandingkan dengan
aspirin. Clopidogrel mungkin lebih sering diberikan daripada ticlopidine karena
resikoneutropneia yang lebih rendah. Terapi tunggal aspirin masih dinyatakan lebih baik
terkait efsiensi klinis dan biaya yang lebih mura. Obat lain seperti antagonis glycoprotein
Iib/IIIa (abciximab) saat ini diteliti dalam penelitian stroke iskemik
Terapi Kombinasi
Hasil dari European Stroke Prevention Study 2 (ESPS-2) menunjukkan adanya penurunan
resiko relatif stroke (37%) diantara pasien yang diobati dengan kombinasi aspirin (50
mg/hari) dan dipyridamole (400 mg/hari), dibandingkan pasien dengan terapi tunggal dari
obat diatas (16% dan 18%), terhadap pencegahan sekunder dari stroke
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 8/11
Terapi kombinasi aspirin dengan ticlopidine atau clopidogrel mempunyai rasional teoritis
terkait mode aksi terhadap aktifitas platelet yang berbeda. Namun keuntungan dari terapi
kombinasi ini masih harus dibutkikan denga uji klinis terkait stroke iskemik.
Terapi Trombolitik
Fokus utama terhadap terapi trombolitik adalah mengembalikan, mempertahankan, atau
memperbaiki sirkulasi pada bagian otak yang iskemik dengan cara melakukan lisis dari clot
(bekuan darah) di arteri yang terganggu. Terdapat berbagai macam tipe obat trombolitik yang
tersedia termasuk aleplase (recombinant tissue plasminogen activator, rt-PA), streptokinase,
recombinant pro-urokinase, dan Ancrod (ekstrak racum ular Viper Pit Malaysia). Obat ini
dapat diberikan secara intravena atau intra-arteri. Terapi trombolitik pada stroke masih tetap
menjadi area penelitian dan masih belum disetujui penggunaannya di Australia. Namun
alteplase sudah diizinkan penggunaanya terhadap stroke iskemik akut di Amerika dan
Kanada
Pada penelitian penggunaan alteplase intravena terhadap stroke iskemik akut, pasien yang
diobati dalam waktu 3 jam setelah onset gejala setidaknya lebih mempunyai tingkat
mortalitas dan disablitas yang lebih rendah sebesar 30% dalam waktu 3 dan 12 bulan setelah
stroke, bila dibandingkan dengan placebo. Hasil dari 3 penelitian lainnya terhadap alpeplase
IV gagal menunjukkan keuntungan menyeluruh ketika diberikan dalam waktu 6 jam setelah
onset gejala. Streptokinase intravena tidak lebih baik dibandingkan placebo jika diberikan
dalam waktu 4 jam setelah onset gejala pada stroke iskemik akut dan dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas dan morbiditas pada awal stroke. Pro-urikenase intraarterial
menunjukkan perbaikan outcome (terhadap disabilitas) dalam waktu 90 hari pada pasien
dengan penyumbatan arteri cerebral media dibandingkan dengan placebo, ketika diberikan 6
jam setelah onset stroke.
Penelitian Multicenter di Ancrod saat ini sedang dilakukan. Resiko terapi trombolitik adalah
terjadinya perdarahan mayor. Sterptokinase IV (12%) dan pro-urokinase intra arterial (102%)
dikaitkan dengan resiko terjadinya perdarahan intracerebral mayor. Sementara resiko
peradarahan akibat alteplase lebih rendah (6-8%), hal ini dapat dibandingkan dengan resiko
hubungan dengan intervensi medis lainnya seperti carotid endarterectomy (5% resiko
terjadinya stroke perioperatif atau kematian). Prediktor perdarahan intracerebral akibat
trombolisis pada stroke akut adalah peningkatan keparahan stroke dan adanya perubahan
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 9/11
iskemia pada CT Scan. Usia tidak dikaitkan dengan perdarahan, walaupun usia rata-rata
pasien dalam penelitian diatas berkisar 65 tahun.
Neuroprotectant, Heparin, Heparinoid, dan terapi lainnya
Terapi Neuroprotectant (calcium channel blocker, NmethylD-aspertate antagonist, dll)
bertujuan untuk mengurangi kerusakan jaringan pada bagian otak yang mengalami stroke.
Saat ini, tidak ada penelitian terkait terapi neuroprotektan yang sukes menunjukkan
peningkatan efek setelah stroke.Mode terapi lainnya termasuk penggunaan steroid, cairan
hiperosmolar dan venesection yang juga tidak menunjukkan adanya perbaikan outcome
setelah stroke akut. Namun, pentingnya pengobatan suportif ini tidak boleh diabaikan,
termasuk pengobatan untuk pendukung sirkulasi dan ventilator, penanganan gangguan
metabolik, koreksi agresif terhadap hipoglikemia dan hipotensi, serta menghindari penurunan
tekanan darah kecuali tekanan darah sistol > 220 mmHg dan diastol > 120 mmHg. Bahaya
penurunan tekanan darah pada situasi akut disebabkan oleh resiko terjadinya penurunan
tekanan perfusi pada otak.
Heparin dan heparinoids juga tidak efektif untuk pengobatan stroke akut. Namun heparin
subkutan setelah periode post-stroke tergolong efektif untuk pencegahaan deep venous
thrombosis dan komplikasi seperti emboli paru.
Lipid-Lowering Therapy
Peningkatan kadar kolesterol total, penurunan lipoprotein densitas tinggi, dan peningkatan
kadar lipoprotein dikaitkan dengan peningkatan resiko stroke iskemik, walaupun hubungan
ini tidak terlalu dikaitkan erat seperti pada penyakit jantung iskemik. Hubungan terbalik
antara kadar kolesterol dan intracerebral, dapat menjadi penyebab kurangya hubungan antara
kolesterol total dan stroke pada meta-analisis dari 45 penelitian kohort. Namun yang
mengejutkan adalah, penggunaan lipid lowering therapy (terapi penurunan kadar lipid) dapat
mencegah terjadinya stroke pada populasi resiko tinggi.
Hasil dari meta-analisis dari penelitian terkait lipid-lowering therapies pada populasi pasien
jantung menunjukkan bahwa HMGCoA-reductase inhibitor (statin) dapat berhubungan
dengan sedikit resiko kejadian stroke dibandingkan dengan tipe intervensi lainnya seperti
pembatasan diet, fibrate, dan resin. Hasil dari tinjauan sistematis dari 11 uji pencegahan
sekunder menggunakan statin terhadap penyakit cardiovaskular menunjukkan penurunan
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 10/11
resiko terjadinya stroke pada kelompok pengabatan dibandingkan pada kelompok placebo
(odds ratio 0.68 [0.55-0.85]). Namun, pasien berusia 70 tahun ketas tidak dimasukkan dalam
kebanyakan penelitian. Hasil penelitian ini masih belum pasti untuk diterapkan pada popluasi
pasien dengan resiko stroke (transient ischaemic attack atau stroke)
Mekanisme aksi dari statin masih belum sepenuhnya dipahami. Obat ini dapat memiliki
beberapa mekanisme termasuk stabilisasi dari plak artherosclerotik, memperbaiki fungsi
endetol, mengurangi serum fibrinogen dan aktifitas platelet, serta menurunkan kejadian dari
infark miocard dan secara tidak langsung meminimalisir resiko terjadinya penyakit cardio-
emboli.
Efek samping dari statin termasuk gejala gastrointestinal, peningkatan dari transminase hepar,
dan penyakit myopathic. Fungi hepar harus dipantau dan pengobatan dihentikan jika kadar
enzim hepar mengalami peningkatan yang persisten
Pengobatan untuk Depresi Post-Stroke
Depresi setelah terjadinya stroke merupakan hal yang umum namun jarang dipertibangkan.
Prevalensi dari depresi post stroke (post-stroke depression [PSD]) tergolong tinggi yaitu 30-
40% setiap satu tahun setelah stroke. PSD dapat mempengaruhi fungsi dan fisiologi
keseluruhan dari pasien, dan mungkin harus diobati pada kebanyakan kasus. Pengobatan pada
pasien lansia dengan PSD berdasarkan pemantauan hasil dari penelitian pada pasien yang
lebih muda. Obat antidepresant baru masih belum diteliti oleh penelitian klinis randomisasi
untik PSD. Pengobatan saat ini bersifat empiris berdasarkan kebutuhan pasien. Obat dengan
efek samping yang lebih sedikit dipertimbangkan dalam pengobatan untuk lansia dan
biasanya dimulai dengan dosis terendah.
7/21/2019 Jurnal William ManajemenStrokeLansia
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-william-manajemenstrokelansia 11/11
Ringkasan
Sejumlah farmakoterapi tampak menjanjikan untuk pengobatan dan pencegahan stroke. Area
ini masih menjadi lahan penelitian, dimana outcome yang diharapkan adalah penurunan dari
beban penyakit pasien dan perawatnya. Pasien lansia mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami stroke dan disabilitas akibat stroke, namun juga mempunyai resiko tinggi
terhadap efek samping penggunaan obat. Penelitian ke depan harus melibatkan bagian
populasi lansia untuk memaksimalkan keuntungan pengobatan pada poplulasi. Namun,
metode non-farmakologis juga tergolong penting untuk mengurangi resiko stroke seperti
menghentikan rokok, olahraga, mengurangi obesitas, dan diet, serta dengan penanganan
optimal dibaetes untuk meminimalkan keseluruhan resiko dari penyakit vaskular dan stroke.