Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

223
i Penganta r R e d a ksi IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu  pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu. Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan  pembaca yang budiman saat ini merupakan  jurna l p e nd i d i ka n Widy a d ari Nom o r 17 Tah un XI A p ri l 20 15 . Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan  pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal pendidikan widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIp PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik. Semoga penerbitan jurnal pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang  baik untuk membangun atmosfer a kademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya. Redaksi

description

Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

Transcript of Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

Page 1: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 1/223

i

Pengantar Redaksi

IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu

 pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan

wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu.

Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil

mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit

dua kali dalam setahun, yakni bulan April  dan Oktober. Apa yang ada ditangan

 pembaca yang budiman saat ini merupakan jur nal pendidikan Widyadar i Nomor 17

Tahun XI April 2015.

Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi

ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan

 pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal pendidikan

widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIp

PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP

PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.

Semoga penerbitan jurnal pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik,

dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.

Redaksi

Page 2: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 2/223

 

iii

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi ............................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................... ii

Peran Kepala Sekolah Terhadap Guru Bimbingan dan Konsling

(Konselor)

Dr. A.A. Ngurah Adhiputra, M.Pd ...................................................... 1

Konseptualisasi Desain dan Pendekatan Kurikulum

Pendidikan Vokasi pada Abad 21

Dr. I Made Darmada, M.Pd ................................................................. 18

Penerapan Pendekatan Kontekstual denganMetode Observasi untukMeningkatkan Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi di Kalangan SiswaKelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014

Dra. Dewa Ayu Widiasri, M.Pd .......................................................... 36

Pengaruh Risiko Perusahaan dengan Konservatisma Akuntansi

Putu Diah Asrida, SE., Ak., M.Si ......... .............................................. 51

Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Permainan untuk

Meningkatkan Perilaku Sosial Siswa (Studi Kuasi Eksperimenterhadap Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan)

UPI Bandung)

Putu Agus Semara Giri, S.Pd., M.Pd. .................................................. 62

Beberapa Problematika Dan Kontroversi Seputar Penggunaan

 Mixed Method  (Metode Campuran) dalam Penelitian

Dr. I Wayan Gunartha, M.Pd. .............................................................. 91

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Keterampilan

Menulis Puisi Siswa Kelas Viic SMP Negeri 2 Bebandem Semester 2

Tahun Pelajaran 2014/2015Drs.I Wayan Kerti, M.Pd ..................................................................... 109

Efektivitas Psychological First Aid  dalam Mengurangi GejalaKecemasan pada Penyintas Kecelakaan Kendaraan BermotorI Made Mahaardika, SH., M.Psi........................................................... 122

 Re-Branding dan Model  Aisas  dalam Membangun

Kesetiaan Pelanggan Es Krim Merek MagnumDra. Ni Nyoman Murniasih, M.Erg, dan Ni Wayan Karlini .................. 142

Page 3: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 3/223

 

iv

Penerapanpembelajaran Bioteknologi melalui Fermentasi

Jerami Padi (Oryza Satival.)Menggunakan Larutan Bio Cas untuk Pakan Ternak RuminansiaDrs. I Wayan Suanda, SP., M.Si dan Ni Wayan Ratnadi, S.Pd., M.Pd .. 158

Program Intervensi untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa

Kadek Suhardita .................................................................................. 175

Implementasi Model Collaborative Teamwork Learning (MCTL)

untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Fisika

Siswa Kelas Xi Mipa 4 Sma Negeri 1 Tampaksiring

Tahun Pelajaran 2014/2015  

 Ngakan Ketut Tresna Budi .... .................. ............ .................. ............. 197

Peningkatan Kompetensi dan Profesional Guru melaluiPenelitian Tindakan Kelas.

Drs. Pande Wayan Bawa, M.Si ........................................................... 209

Page 4: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 4/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

PERAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP

GURU BIMBINGAN DAN KONSLING ATAU KONSELOR

Oleh:Dr. A.A. Ngurah Adhiputra, MPd.

Dosen FIP. IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

Guidance teacher and counseling or counselor as a professional educator is a

 bachelor (S-1) in education of guidance and counseling department and has

completed the teacher professional education program guidance and counseling orcounselor (PPG LB/K), which provides expert guidance and counseling services,

while individuals who receive guidance and counseling services are called counselee.

The existence of guidance teacher and counseling or counselor in the national

education system is expressed as one of educational qualifications, in line with thequalifications of teachers, lecturers, learning-educators, tutors, lecturers, facilitators

and instructors (Law no. 2 20/2003, Article 1, paragraph 6). It is believed that the

 principal‟s support in the implementation and management guidance and counseling program in schools is essential. The relationship between the principle and counselor

is very important especially in determining the effectiveness of the program.

Principals who understand well the guidance and counseling profession will: (1)

giving credence to counselors and maintaining regular communication in variousforms, (2) understanding and formalizing the role of the counselor, and (3) placing

the staffs of the school as a team or partners.

Key words: make the pri nciples understand; fr eeing the counselor from i rr elevant

task; counselor responsibi li ty; bui lding standard supervision

PENDAHULUAN

Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas profesi

kependidikan mampu menampilkan kinerja atas penguasan kompetensi akademik

kependidikan dan kompetensi penguasaan substansi dan/atau bidang studi sesuai

 bidang ilmunya. Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam

sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar

dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan

instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Namun pengakuan secara eksplisit dan

kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak

Page 5: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 5/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki

konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan spesifik yang satu dan yang

lainnya mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh sebab itu, di dalam naskah ini

konteks dan ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor

mendapatkan penegasan kembali dengan maksud untuk meluruskan konsep dan

 praktik bimbingan dan konseling ke arah yang tepat. Merujuk pada Peraturan

Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, untuk selanjutnya tenaga

 pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan

Konseling atau Konselor

1.1. Penegasan Konteks Tugas Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor 

Pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal telah

dipetakan secara tepat dalam kurikulum SMP dan SMA 1975, bahkan juga pada

Kurikulum SD 1976, meskipun ketika itu masih dinamakan layanan bimbingan

dan penyuluhan, dan layanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam

kurikulum, sebagaimana tampak pada gambar 1.

WilayahBimbingan &

Konseling ygMemandirikan

WilayahManajemen& Kepemimpinan

WilayahPembelajaranyg Mendidik

Manajemen& Suvervisi

PembelajaranBidangStudi

Bimbingan &

Konseling

Tujuan:Perkem-banganOptimalTiapPesertaDidik

 

Gambar 01

Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Dalam Jalur Pendidikan Formal

Page 6: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 6/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Pada konteks kurikulum, sesungguhnya penanganan pengembangan diri

lebih banyak terkait dengan wilayah layanan guru, khususnya melalui

 pengacaraan berbagai dampak pengiring (nurturant effects) yang relevan, yang

dapat dan oleh karena itu perlu dirajutkan ke dalam pembelajaran yang

mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks layanan.

Meskipun demikian, guru bimbingan dan konseling atau konselor memang juga

diharapkan untuk berperan-serta dalam bingkai layanan yang komplementer

dengan layanan guru, bahu membahu dengan guru termasuk dalam pengelolaan

kegiatan pengembangan diri dan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan

keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru

 bimbingan dan konseling atau konselor dapat digambarkan seperti tampak pada

gambar 02, di mana materi pengembangan diri berada dan merupakan wilayah

komplementer antara guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling

atau konselor.

PERKEMBANGAN OPTIMAL PESERTA DIDIK

Pemenuhan standar Kemandirian

Peseta Didik; Perwujudan Diri Secara

Akademik, Vokasional, Pribadi dan

Sosial melalui Bimbingan dan Konseling

yang Memandirikan

Pemenuhan Standar Kompetensi

Lulusan; Penumbuhan Karakter yang

Kuat serta Penguasaan hard skills dan

soft skills melalui pembelajaran yang

mendidik

Wilayah Layanan

Bimbingan dan Konseling

yang Memandirikan

Penghormatan kepada

Keunikan dan

Komplementaritas

Layanan

Wilayah Pembelajaran

yang Mendidik

Gambar 02

Page 7: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 7/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Keunikan Komplementalitas Wilayah Pelayanan

Guru Mata Pelajaran dan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor

1.2. Ekspektasi Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor

dikaitkan dengan

Jenjang Pendidikan

Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor sebagai pendidik

 profesional adalah Sarjana Pendidikan (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling

dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan

Konseling atau Konselor (PPG BK/K) yang memberikan layanan ahli bimbingan

dan konseling, sedangkan individu yang menerima pelayanan bimbingan dan

konseling disebut Konseli. Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan

formal, perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya

kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap

 jenjang pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan

 jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat tajam. Dengan kata lain, batas

 perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain,

 perbedaan yang lebih signifikan, juga tampak pada sisi pengaturan birokratik,

seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas guru bimbingan

dan konseling atau konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-

kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada

 permasalahan yang memerlukan penanganan oleh guru bimbingan dan konseling

atau konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk

ditempatkannya guru bimbingan dan konseling atau konselor di setiap Sekolah

Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah (SMP/MTs,

SMA/MA, SMK).

1.3. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru Mata Pelajaran dan Guru

Bimbingan dan

Konseling atau Konselor

Page 8: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 8/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan

optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh

guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan tenaga

 pendidik dan kependidikan lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu masing-

masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung

realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan

fungsional kemitraan antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan

guru mata pelajaran, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan

(referral ). Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru

 pada saat pembelajaran dirujuk kepada guru bimbingan dan konseling atau

konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani guru

 bimbingan dan konseling atau konselor dirujuk kepada guru untuk

menindaklanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran mata

 pelajaran atau bidang studi. Masalah kesulitan belajar peserta didik

sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri.

Ini berarti di dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu, fungsi-

fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru, dan sebaliknya,fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian guru

 bimbingan dan konseling atau konselor.

Secara rinci keterkaitan dan kekhususan pelayanan pembelajaran oleh guru

mata pelajaran dan pelayanan bimbingan dan konseling oleh guru bimbingan dan

konseling atau konselor dilukiskan dalam Tabel 01.

Tabel 01

Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru Mata Pelajaran dengan

Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor

Dimensi  Guru Mata PelajaranGuru Bimbingan dan Konseling atau

Konselor

1. Wilayah Gerak Khususnya Sistem Pendidikan Khususnya Sistem Pendidikan Formal

Page 9: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 9/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Dimensi  Guru Mata PelajaranGuru Bimbingan dan Konseling atau

Konselor

Formal2. Tujuan Umum Pencapaian tujuan pendidikan

nasional

Pencapaian tujuan pendidikan nasional

3. Konteks Tugas Pembelajaran yang mendididk

melalui mata pelajaran dengan

Skenario Guru

Pelayanan yang memandirikan dengan

skenario konseli-guru bimbingan dan

konseling atau konselor.

  Fokus kegiatan Pengembangan kemampuan

 penguasaan bidang studi dan

 penyelesaian masalah-

masalahnya.

Pengembangan potensi diri bidang pribadi,

sosial, belajar, karier, dan penyelesaian

masalah-masalahnya.

  Hubungan

kerja

Alih tangan (referral ) Alih tangan (referral )

4. Target Intervensi: 

  Individual Minim Utama

  Kelompok   Pilihan strategis Pilihan strategis

  Klasikal  Utama Minim

5. Ekspektasi Kinerja:

  Ukurankeberhasilan

-  Pencapaian Standar

Kompetensi Lulusan

-  Lebih bersifat kuantitatif

-  Kemandirian dalam kehidupan

-  Lebih bersifat kualitatif yang unsur-

unsurnya saling terkait (ipsatif )

  Pendekatan

umum

Pemanfaatan Instructional

 Effects & Nurturant Effects 

melalui pembelajaran yang

mendidik.

Pengenalan diri dan lingkungan oleh Konseli

dalam rangka pengatasan masalah pribadi,

sosial, belajar, dan karier. Skenario tindakan

merupakan hasil transaksi yang merupakan

keputusan konseli.

  Perencanaantindakintervensi

Kebutuhan belajar ditetapkan

terlebih dahulu untuk

ditawarkan kepada peserta

didik.

Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan

dalam proses transaksional oleh konseli,

difasilitasi oleh guru bimbingan dan konseling

atau konselor

  Pelaksanaantindakintervensi

Penyesuaian proses

 berdasarkan respons

ideosinkratik peserta didik

yang lebih terstruktur.

Penyesuaian proses berdasarkan respons

ideosinkrat ik konseli dalam transaksi makna

yang lebih lentur dan terbuka.

Page 10: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 10/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Pembahasan

2.1. Peran Kepala Sekolah dalam memahami Langkah-langkahPenegasan Indentitas Profesi

Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman

terhadap bimbingan dan k onseling, dan memperhadapkan konselor kepada

konflik, ketidak-konsistenan, dan ketidak-kongruenan peran. Untuk

mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan

 penegasa n pera n dan ident itas profesi . Adapun langkah -langkah te rsebut

adalah sebagai berikut:

a.  Memahamkan Para Kepala Sekolah.

Diyakini bahwa dukungan kepala sekolah dalam implementasi dan penanganan

 program bimbingan dan konseling di sekolah sangat esensial. Hubungan dengan

kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama di dalam menentukan

keefektifan program. Kepala sekolah yang memahami dengan baik profesi bimbingan

dan konseling akan: (1) memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara

komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk, (2) memahami dan merumuskan peran konselor, dan (c) menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja.

b.  Membebaskan Konselor dari Tugas yang Tidak Relevan.

Masih ada konselor sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan

mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan bimbingan dan konseling, seperti jadi

 petugas piket, perpustakaan, koperasi, dan sebagainya. Tugas-tugas ini tidak relevan

dengan latar belakang pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan

konseling dapat dilaksanakan secara profesional.

c.  Mempertegas Tanggungjawab konselor.

Page 11: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 11/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Sudah saatnya menegaskan bahwa bimbingan dan konseling menjadi

tanggungjawab dan kewenangan konselor. Sebutan guru pembimbing sudah harus

diganti dengan sebutan “Konselor ”. (sebagaimana sudah ditegaskan dalam UU No.

20/2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah orang yang memiliki latar

 belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan memperoleh latihan khusus

sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan layanan bimbingan dan

konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan bimbingan dan

konseling didasarkan kepada “lisensi ” dan “kredensialisasi ” oleh ABK IN, sesuai

dengan perundang dan peraturan yang berlaku.

d. 

Membangun Standar Supervisi.

Tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi

 bimbingan dan konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif.

Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar

 belakang bimbingan dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan

konseling disamakan dengan perlakuan supervisi terhadap guru bidang studi.

Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang

substantif tentang kemampuan bimbingan dan konseling, melainkan hal-hal teknisadministratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya

membina keterampilan profesional konselor seperti: (1) memahirkan keterampilan

konseling, (2) belajar bagaimana menangani isu kesulitan siswa, (3) mempraktekkan

kode etik profesi, (4) mengembangkan program komprehensif, (5) mengembangkan

ragam intervensi psikologis, dan (6) melakukan fungsi-fungsi relevan lainnya.

2.2. Apa yang dilakukan Konselor Profesional

Dengan melihat kecendrungan kehidupan dalam masyarakat dan arah paradigma konseling, seorang konselor profesional akan melakukan/dipersyaratkan

untuk (Sunaryo, 2003: 12):

a.  Menguasai pengetahuan tentang perkembangan manusia dan ragam teknik

assesment perilaku dan lingkungan.

Page 12: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 12/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 b.  Memiliki kemampuan mengantisipasi sosok perkembangan yang diharapkan

dan menguasai keterampilan psikologi untuk mengembangkan lingkungan

 belajar.

c.  Memiliki kompetensi tinggi dalam memahami kompleksitas interaksi individu

dan lingkungan dalam ragam konteks sosio-kultural.

d.  Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis yang tidak terbatas kepada

intervensi intrapersonal tetapi juga interpersonal dan lintas budaya.

e.  Menguasai strategi assesment lingkungan dalam kaitannya dengan

keberfungsian psikologis individu.

f. 

Menguasai kompetensi teknologi informasi.

g.  Memberikan layanan dalam tim yang akan mengurangi perdebatan wilayah

garapan dan duplikasi upaya,

h.  Memberikan layanan konsultatif yang bersifat privat dan indipenden dalam

ragam seting.

i.  Merancang dan mengembangkan strategi intervensi dan lingkungan

 perkembangan berbasis internet.

2.3. Isu – 

 Isu ProfesionalKekuatan eksisitensi suatu profesi bergantung kepada „public trust‟ (Biggs &

Blocher, 1986). Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukannya itu hanya

dapat diperoleh dari konselor. Public trust akan menentukan definisi profesi dan

memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara profesional. Public trust

akan melanggengkan profesi karena dalam public trust terkandung keyakinan bahwa

 profesi dan para anggotanya itu: (a) memiliki kompetensi dan keahlian yang

disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, (b) ada perangkat aturan untuk

mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahtraan public, dan (c) para

anggota profesi akan bekerja dan memberikan layanan dengan berpegang kepada

standar profesi.

Page 13: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 13/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

10 

Diakui bahwa di Indonesia public trust terhadap profesi konseling ini masih

sangat lemah, sehingga identitas profesi konseling-pun masih sangat lemah. Upaya  – 

upaya yang perlu dipertimbangkan untuk memperkuat identitas profesi konseling di

Indonesia antara lain :

a.  Menata organisasi asosiasi profesi konseling (ABKIN) menjadi betul-betul

sebagai organisasi profesi yang dapat menumbuhkan public trust.

 b.  Menetapkan tingkat pendidikan minimum untuk persyaratan konselor

 profesional, misalnya tingkat pendidikan program Magister dan atau melalui

 pendidikan profesi konselor.

c.  Kredensial (penganugrahan surat kepercayaan) dilakukan oleh organisasi

 profesi dengan standar assesment secara lokal dan nasional.

d.  Pemberian kesempatan kepada para konselor yang memenuhi standar profesi

untuk melaksanakan praktek privat dan indipendent di masyarakat.

e.  Menata ulang dan memasyarakatkan kode etik profesi termasuk kode etik

untuk konseling jarak jauh atau „cyber counselling’ .

f.  Memperkokoh kesejawatan antar profesi yang terkait dengan helping

relationship seperti: psikologi, dokter, pekerja sosial, dsbnya.

2.4. Tantangan dan Arah Profesional Bimbingan dan Konseling

Esensi tantangan dalam profesional bimbingan dan konseling terletak dalam

 pemantapan identitas profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Krisis identitas

akan menimbulkan kesulitan pemantapan unjuk kerja profesional di kalangan orang-

orang yang mengeluti dunia bimbingan dan konseling. Pemantapan identitas profesi

 bimbingan dan konseling memerlukan pemantapan dalam segi-segi sebagai berikut:

a. 

Wawasan profesional yang akan menjadi dasar dalam melakukan timbangan

 profesional ( professional judgment ) dalam menentukan suatu tindakan

layanan. Apakah suatu tindakan itu profesional atau tidak profesional antara

lain terletak timbangan profesional ( professional judgment ) yang mendasari

tindakan itu.

Page 14: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 14/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

11 

 b.  Standarisasi tingkat pendidikan. Jika eksistensi bimbingan dan konseling yang

tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.

20 tahun 2003 dan perangkat peraturannya serta tuntutan yang terkandung

dalam SK Menpan No. 26/89 tahun 2003 ingin dilaksanakan secara optimal

dan profesional, maka para guru pembimbing haruslah mereka yang

 berkelayakan untuk melaksanakan tugas itu. Ini berarti perlu adanya standar

minimal tingkat pendidikan yang relevan yang harus dipenuhi oleh para guru

 pembimbing.

c.  Pemantapan bidang atau fokus garapan. Wilayah garapan bimbingan dan

konseling masih dirasakan sebagai wilayah marginal yang ditarik oleh dua

kutub, yakni kutub pekerjaan guru dan kutub pekerjaan ahli psikologi klinis.

Kondisi ini menimbulkan krisis identitas bimbingan dan konseling.

Pemantapan unjuk kerja hanya mungkin jika pemantapan bidang/fokus

garapan ini telah tercapai, kendatipun pemantapan bidang garapan ini tidak

merupakan titik akhir tetapi lebih merupakan sesuatu yang berkembang secara

 berkelanjutan. Pemantapan bidang garapan ini memerlukan kajian konseptual

maupun emperik atas dasar penelitian. Konsep pendekatan atau orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling adalah suatu konsep yang

dipandang dapat membantu memantapkan fokus garapan bimbingan dan

konseling.

d.  Pemantapan pendekatan dan metodologi intervensi. Keragaman tatanan dan

 populasi layanan sebagai peluang pemantapan identitas profesional,

menghendaki pendekatan dan metode intervensi yang dinamik dan sejalan

dengan isu-isu yang terjadi dalam perkembangan manusia. Metode intervensi

 bisa dalam bentuk konsultasi dan latihan, dan menggunakan media tertentu di

samping memberikan layanan langsung kepada individu. Pendekatan dan

intervensi kelompok tampaknya perlu lebih dimantapkan sebagai upaya

mewujudkan fungsi preventif-pengembangan yang menjadi fungsi utama

Page 15: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 15/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

12 

 bimbingan dan konseling. Keterampilan „mengajar‟ dalam arti membantu

individu terampil dalam berpikir, memahami diri dan lingkungan, serta

memilih dan mengambil keputusan merupakan dimensi keterampilan

 profesional yang perlu dimantapkan.

e.  Pemantapan aturan main profesi berupa kode etik. Salah satu faktor yang

menyebabkan banyaknya intervensi “pihak luar” terhadap pelaksanaan

layanan bimbingan dan konseling karena ketidak jelasan kode etik profesi ini.

Kode etik merupakan perlindungan profesi dan sekaligus juga merupakan

 perlindungan konsumen profesi itu. Yang lebih penting lagi ialah

implementasi kode etik oleh para anggota profesi, yang ditunjukkan dalam

kemampuan mengatur diri ( self -regulation) baik sebagai seorang pribadi

maupun sebagai seorang profesional dan anggota kelompok profesi. Perilaku

mengatur diri sendiri atas dasar kode etik profesi inilah yang akan

menumbuhkan kepercayaan masyarakat ( public trust ) terhadap profesi

 bimbingan dan konseling.

Sedangkan arah peningkatan unjuk kerja profesional bimbingan dan konseling

menggambarkan adanya kecendrungan “ pergeseran-pergeseran” konseptual maupun praktek dalam pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling.

Kecendrungan pergeseran tersebut dapat diidentifikasikan dalam hal sebagai berikut:

a.  Pergeseran dari bimbingan dan konseling sebagai pekerjaan ke arah sebagai

suatu profesi dengan ditandai adanya pengakuan secara formal tentang

eksistensi bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan nasional.

 b.  Pergeseran dari orientasi terapeutis-klinis ke arah orientasi perkembangan

dengan menjaga martabat individu dalam konteks sosial budaya.c.  Pergeseran dari populasi layanan yang terbatas kepada populasi layanan yang

lebih luas dalam berbagai tatanan dan situasi.

Page 16: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 16/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

13 

d.  Pergeseran dari teknik dan pendekatan mekanistik ke arah pendekatan yang

dinamik, fluid, teknologis, sesuai dengan isu-isu yang muncul dalam

 perkembangan manusia.

Kecendrungan pergeseran itu menghendaki “ peningkatan” unjuk kerja

 profesional bagi guru pembimbing (konselor) dalam beberapa arah sebagai berikut:

a.  Pemerolehan kesadaran identitas profesional yang kuat dengan ditandai

 pemerolehan tingkat pendidikan minimal dan sertifikasi.

 b.  Predikat konselor didasarkan atas  sertifikasi  yang dimiliki seseorang.

Sertifikasi diberikan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

dalam program yang disiapkan secara khusus untuk itu. Program studi

Bimbingan dan Konseling yang ada di LPTK adalah program yang

terakreditasi dan berwenang menyiapkan tenaga konselor profesional.

c.  Kelayakan sebuah lembaga penyelenggara pendidikan konselor didasarkan

 pada hasil akreditasi yang dilakukan oleh  Badan Akreditasi Nasional  (BAN)

 bersama-sama ABKIN. Keterlibatan ABKIN dalam melakukan akreditasi

dipandang penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan

kompetensi profesional yang harus dicapai melalui  program pendidikan

konselor  di LPTK. Dengan sertifikasi dan akreditasi ini pekerjaan bimbingan

dan konseling akan menjadi profesional karena hanya dilakukan oleh konselor

 profesional yang bersetifikat.

d.  Kredensial adalah penganugrahan kepercayaan kepada konselor professional

yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan

memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan professional secara

indipenden kepada masyarakat maupun di dalam lembaga tertentu. Lisensidiberikan oleh ABKIN atas dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku

untuk masa waktu tertentu dan dilakukan evaluasi secara periodik untuk

menentukan apakah lisensi masih bisa diberikan. Pemberian lisensi diberikan

atas hasil asesmen nasional yang dilakukan ABKIN melalui „ Badan

Page 17: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 17/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

14 

 Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional’ . Seorang Konselor tidak

secara otomatis memperoleh kredensial, kecuali atas dasar permohonan dan

melakukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah.

Simpulan

Mengkaji kualifikasi profesional petugas bimbingan (konselor) di Indonesia

tidak dapat lepas dari eksistensi profesi bimbingan dan konseling di dalam sistem

 pendidikan Indonesia. Berdasarkan GBHN tahun 1988, pendidikan di Indonesia

 bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu: manusia yang

 beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang maha Esa, berbudi pekerti luhur,

 berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri,

cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani (Sunaryo, 1989: 1).

Kata meningkatkan dalam rumusan tujuan tersebut mengandung arti bahwa

 pendidikan merupakan upaya membawa manusia Indonesia mencapai kualitas hidup

yang lebih baik. Ini berarti pula bahwa pendidikan nasional Indonesia adalah upaya

membawa manusia Indonesia mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi atas

dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Dalam konteks dan tatanan kehidupan masyarakat manapun memang

 pendidikan akan selalu berhadapan dengan manusia yang sedang berada dalam proses

 berkembang. Secara psikologis proses perkembangan tersebut adalah proses yang

 bersifat individual. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendidikan merupakan alat

untuk membantu manusia menjadi apa yang dapat dia lakukan dan bagaimana

seharusnya dia menjadi sesuai dengan hakekat keberadaannya. Ini mengandung arti

 bahwa proses pendidikan itu adalah proses yang dialami secara individual.

Semua ciri-ciri kualitas manusia Indonesia yang tersurat dalam GBHN tahun

1988 tersebut di atas, adalah ciri-ciri yang diharapkan dimiliki oleh semua manusia

Indonesia sebagai identitas diri dan budayanya. Mengingat proses pendidikan itu

 pada hakekatnya merupakan proses individual, maka pencapaian atau pemilikan

Page 18: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 18/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

15 

semua ciri kualitas manusia Indonesia-pun merupakan proses yang bersifat

individual. Implikasi dari pemikiran tersebut bahwa proses pendidikan umum harus

sampai kepada upaya yang dapat menyentuh dunia kehidupan individual manusia

Indonesia. Upaya ini dimaksudkan untuk membantu mereka (peserta didik)

memperhalus, menginternalisasikan dan mengintegrasikan sistem nilai dan pola

 perilaku yang dipelajari melalui proses pendidikan umum.

Strategi upaya khusus yang dapat menyentuh kehidupan individual itu adalah

melalui layanan profesi bimbingan dan konseling. Sejalan dengan perkembangan

 bimbingan dan konseling, pengakuan legal atas eksistensi konselor di Indonesia

terjadi dengan ditetapkannya UU No. 20/2003 tentang “Sistem Pendidikan

 Nasional”. Dalam pasal 1 ayat (6) dinyatakan bahwa konselor sebagai salah satu

kualifikasi pendidik. Pengakuan legal atas eksistensi konselor dalam Sistem

Pendidikan Nasional merupakan prestasi pucak dalam sejarah bimbingan dan

konseling di Indonesia. Sebagai asosiasi profesi, ABKIN  ( Asosiasi Bimbingan

 Konseling Indonesia) ingin menegaskan dan mendeklarasikan bahwa „ Konselor

adalah Pendidik’   , dan layanan profesional yang dilakukan oleh konselor adalah

Bimbingan dan Konseling.Pada Konvensi Nasional Bimbingan dan Konseling ke XIII tahun 2003, dan

Konvensi Divisi-Divisi ABKIN tahun 2004 merekomendasi langkah lanjut

 profesional bimbingan dan konseling melalui “Standarisasi Profesi”. Standarisasi

tidak hanya secara Nasional  tetapi juga kearah standar Internasional , yang mencakup

etik, akreditasi/sertifikasi, dan kredensialisasi. Secara konkret upaya standarisasi ini

di awali pada tahun 2002, dengan pengembangan “ Dasar-Standarisasi Profesi

 Konseling Indonesia”, sebagai kerjasama antara ABKIN dengan Dirjen Dikti.

Standar ini masih terus dikaji dan dikembangkan untuk penyempurnaan. Konvensi

Divisi-Divisi ABKIN tahun 2009 dikaji dan dikembangkan terus standarisasi

 profesional konseling untuk mencapi tujuan pendidikan nasional.

Page 19: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 19/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

16 

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional, 2003,  Kurikulum Berbasis Kompetensi Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional, 2005,  RENSTRA Departemen Pendidikan

 Nasional 2005-2009, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional, 2006,  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru,

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Directorate General of Higher Education, Ministry of Education, 2003,  Higher

 Education Long Term Strategy 2003-2010. Jakarta: Directorate General of

Higher Education Ministry of Education Republic of Indonesia 

Direktorat Pembinaan Akademik dan Kamahasiswaan, 2003,  Pedoman Penjaminan

 Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembinaan

Akademik dan Kamahasiswaan. Ditjen Dikti. Depdiknas

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan PendidikanTinggi. 2003.  Naskah Akademik Standar Kompetensi Guru SD-MI.  Jakarta:

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan KetenagaanPendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen

Pendidikan Nasional.

Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). 2005. The Professional Counselor

Competencies: Performance Guidelines and Assessment . Alexandria, VA:AACD.

Faiver, C., S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The counselor intern’s handbook .

(3rd Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole

Gardner, H. 1993. Frame of Mind: The theory of multiple intelligences . N.Y.: Basic

Books.

Page 20: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 20/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

17 

Gysbers, N. C. dan P. Henderson. 2006.  Developing and Managing your School

Guidance and Counseling Program ( 4th Ed). Alexandria, VA: ACA.

Hogan-Garcia, M. 2003. The Four Skills of Cultural Diversity Competence: a Process for Understanding and Practice. Pacific Grove, CA.: Brooks/Cole.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara

 Nomor 4496)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 tahun 2008 tentang StandarKualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor

Schone, DA. 1983. The Reflective Practitioner: how professionals think in action.  

 New York: Basic Book, Inc., Publishers.

Slavin, Robert E, 2006, Educational   Psychology: Theory and Practice. 8th. Boston:

Allyn and Bacon

Sternberg, RJ. 2003. Wisdom, Intelligence, and Creativity Synthesized.  New York:

Cambridge University Press.

T.Raka Joni 2007. Prospek Pendidikan Profesional Guru di Bawah Naungan UU No.

14 Tahun 2005, Universitas Negeri Malang

Page 21: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 21/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

18

KONSEPTUALISASI DESAIN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

PENDIDIKAN VOKASI PADA ABAD 21

OlehDr. I Made Darmada, M.Pd.

[email protected] 

ABSTRACT

Vocational education is one type of higher education system. Vocational education

has a special characteristic that is focusing on preparing the student to work in a

specific field. Therefore, a vocational education cannot be separated from the

world of work because world of work is considered as link that should not be

 broken from the series of vocational education system. A world of work and a

vocational education are likened as a moving object with its shadows whichcannot be divided or moving separately. A vocational education is built and

developed by carefully paying attention to the needs and situations in the world of

work to satisfy the developing market demand. A vocational education cannot

stand apart from the development of world of work includes the development and

utilization of technology and its impact to paradigm demands, attitudes, and

continuous

skills.

Key Words: Vocational, Curr iculum, Higher Education

1. 

PENDAHULUAN 

Dellors dalam laporan Komisi Pendidikan di abad 21 untuk

UNESCO (1998:22) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan empat

 perubahan besar di dunia pendidikan tersebut, dipakai dua basis landasan,

 berupa : Empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do 

yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan

keterampilan menurut klasifikasi ISCE ( International Standard

Classification of Education) dan ISCO ( International Standard

Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan kemampuan

 berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di

kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (withothers), dan

(iv) learning to be, serta; belajar sepanjang hayat (learning

throughoutlife).

Perubahan-perubahan mendasar pendidikan yang berlangsung di

abad 21 ini, akan meletakkan kedudukan pendidikan sebagai: (i) lembaga

Page 22: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 22/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

19

 pembelajaran dan sumber pengetahuan, (ii) pelaku, sarana dan wahana

interaksi antara pendidikan tinggi dengan perubahan pasaran kerja, (iii)

lembaga pendidikan sebagai tempat pengembangan budaya dan

 pembelajaran terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku, sarana dan

wahana kerjasama internasional. 

ukuran  survive  atau tidaknya suatu negara. Kemampuan bersaing

 berkaitan dengan kemampuan manajemen, penggunaan dan penguasaan

teknologi informasi (IT), dan sumber daya manusia (SDM).

Diberlakukannya perjanjian General Agreement on Tariff and Trade 

(GATT) yang berkembang menjadi World Trade Organization  (WTO),

dibentuknya blok-blok perdagangan regional seperti  European Common

 Market   (ECM) lalu menjadi  European Economics Community  (EEC),

 North American Free Trade Area  (NAFTA),  Asean Free Trade Area 

(AFTA), dan Asia Pacific Economics Cooperation (APEC) merupakan

wujud nyata era perdagangan bebas, liberal, dan terbuka.

Hal lain yang membutuhkan kewaspadaan adalah tuntutan

 percepatan penciptaan Masyarakat ASEAN dalam  Asean Economic

Community menjadi tahun 2015 dari rencana tahun 2020, untuk Indonesia

Malaysia, Filipina, dan Thailand. Konsekuensinya, akan terjadi aliran

 perdagangan dan jasa serta pekerja lintas batas. Para pencari kerja di

ASEAN akan bersaing tidak lagi dengan sesama warga negara, tetapi

dengan negara lain di ASEAN.

Oleh karena itu, abad 21 merupakan peluang dan ancaman yang

 patut dicermati serta sangat menarik untuk didiskusikan dalam berbagai

hal seputaran desain dan pendekatan kurikulum pada pendidikan vokasi.

Adapun permasalahannya dapat dirumuskan seperti berikut ini.

2.  Permasalahan

Bagaimana desain dan pendekatan kurikulum dalam pendidikan

vokasi pada abad 21?

Page 23: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 23/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

20

3.  Dukungan Teori

Prosser (1925) menjelaskan bahwa pendidikan vokasi memiliki

 prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Pendidikan vokasi akan efisien jika

lingkungan di mana peserta didik dilatih merupakan replika

lingkungan dimana nanti dia akan bekerja, 2) Pendidikan vokasi yang

efektif hanya dapat diberikan di mana tugas-tugas latihan dilakukan

dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di

tempat kerja. 3) Pendidikan vokasi akan efektif jika dia melatih

seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang

diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.

Sayling Wen (2003) menyatakan bahwa terjadinya perubahan

dalam kualitas pendidikan masa depan. Perubahan tersebut antara lain:

(1) perubahan dari pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan

menjadi pengembangan ke segala arah yang seimbang, (2) dari

 pembelajaran bersama yang disentralisasikan menjadi pembelajaran

yang diindividualisasikan yang didesentralisasikan, (3) dari

 pembelajaran yang terbatas pada tahapan pendidikan menjadi

 pembelajaran seumur hidup dan (4) dari pengakuan diploma menjadi

 pengakuan kekuatan-kekuatan nyata.

Pendidikan vokasi merupakan jenis pendidikan yang memiliki

karakteristik khusus, yakni berorientasi kepada penyiapan peserta didik

untuk bekerja dalam bidang tertentu. Untuk itu, pendidikan vokasi

tidak dapat terlepas dari keterikatannya dengan dunia kerja, karenadunia kerja dianggap sebagai mata rantai yang tidak boleh putus dari

suatu rangkaian sistem pendidikan vokasi. Dunia kerja dan pendidikan

kejuruan ibarat benda yang bergerak dan bayangannya, keduanya tidak

dapat terpisah atau berdiri sendiri-sendiri. Pendidikan vokasi dibangun

dan dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan dan situasi

dunia kerja untuk dapat memenuhi tuntutan pasar yang berkembang.

Pendidikan vokasi tidak dapat menutup diri terhadap perkembangan

Page 24: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 24/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

21

yang terjadi di dunia kerja, termasuk perkembangan dan pemanfaatan

teknologi dan dampaknya terhadap tuntutan keterampilan lulusannya.

(Ivan, 2008)

Dengan demikian, permintaan terhadap keterampilan kerja

yang berubah dengan sangat dinamis itu harus selalu dicermati,

dipantau, dan dijadikan sandaran atau rujukan untuk mengembangkan

 pendidikan kejuruan, terutama dalam menyusun strategi pembelajaran

yang sesuai dengan perkembangan dunia kerja. Hal itu juga merupakan

upaya untuk menjaga sustainabilitas pendidikan kejuruan di tengah

arus perubahan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi yang

 berdampak langsung kepada tuntutan pengetahuan, sikap,dan

keterampilan lulusannya. Sejak Tahun 1993 Pemerintah dalam hal ini

melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah

memperkenalkan kebijakan link and match, dimana kebijakan ini

dioperasionalkan dalam bentuk Pendidikan Sistem Ganda (PSG),

(Wardiman, 1998).

Pendidikan kejuruan (vokasi) tidak dapat dilepaskan dari

 perkembangan dunia kerja yang ada. Pengembangan tenaga kerja yang

marketable dilakukan oleh pendidikan kejuruan berdasarkan

kebutuhan pasar (demand driven) melalui peningkatan kompetensi

lulusan. Selain itu Pendidikan kejuruan lebih dekat dengan kebutuhan

sektor industri dan mengarah kepada pemberian solusi terhadap

 permasalahan ketenagakerjaan dalam memasuki era perdagangan

 bebas yang menuntut kemampuan bersaing di tingkat nasional dan

internasional. Oleh karena itu kompetensi menjadi hal yang sangat

 penting agar para lulusan dapat diserap di dunia kerja/industri.

Berdasarkan Kepmendiknas No.045/U/2002 kurikulum pada

 perguruan tinggi adalah kurikulum yang berbasis kompetensi. Karena

itu kompetensi adalah sentral yang harus dibangun dalam pendidikan

kejuruan termasuk bagaimana penetapan dan bagaimana pengukuran

kompetensinya.

Page 25: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 25/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

22

Pendidikan vokasi adalah  pendidikan tinggi yang diarahkan

 pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program

 pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, dan diploma 4, maksimal

setara dengan program pendidikan sarjana. Lulusan pendidikan vokasi

akan mendapatkan gelar vokasi. 

(id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi).

Pendidikan vokasi tertuang dan dijelaskan dalam Peraturan

Pemerintah (PP) 2004 yang merupakan :

 Merupakan pendidikan tinggi maksimal setara dengan program

sarjana yang berfungsi mengembangkan peserta didik agar memiliki

 pekerjaan keahlian terapan tertentu melalui program diploma dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 21).

 Merupakan pendidikan yang mengarahkan mahasiswa untuk

mengembangkan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang

 pekerjaann tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja (Pasal 22

 Ayat [1]).

 Menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan multimakna

(berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan

watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill

(Pasal 22 Ayat [2]).

 Pendidikan vokasi berorientasi pada kecakapan kerja sesuai dengan

 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta sesuai

dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja (Pasal 22 Ayat [3]).

 

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan keahlian terapan yang

diselenggarakan di perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik,

sekolah tinggi, institut dan universitas (Pasal 23 Ayat [1]).

 Kurikulum pendidikan vokasi merupakan rencana dan pengaturan

 pendidikan yang terdiri atas standar kompetensi, standar materi,

indikator pencapaian, strategi pengajaran, cara penilaian dan

 pedoman lainnya yang relevan untuk mencapai kompetensi

 pendidikan vokasi (Pasal 27 Ayat [3]).

Page 26: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 26/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

23

 Pendanaan pendidikan vokasi menjadi tanggung jawab bersama

antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia kerja (dunia

usaha/industri), dan masyarakat (Pasal 38 Ayat [1]).

 Peran serta masyarakat dalam pendidikan vokasi meliputi peranserta

 perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan

organisasi kemasyarakatan (Pasal 39 Ayat [1]).

 Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan vokasi dapat menjamin

kerja sama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun di

luar negeri (Pasal 40 Ayat [1]). (http://www.polteklampung.ac.id) 

Menurut  pendapat Gill (2000:12) “vocational education is

distinguished from general general education by its higher cost of

delivery, especially at the secondary level, and by the options it opens or

closesat the secondary and postsecondary levels”.  pendidikan kejuruan

dibedakan dari pendidikan umumkarena biaya pendidikan yang lebih

tinggi, terutama pada tingkat menengah, dan oleh karena itu pilihan ini

membuka atau menutup pada tingkat sekunder dan pasca menengah

Menurut Ornstein (2004:10) bahwa “ A curriculum can be defined

as a plan for action or a written document that includes strategies for

achieving desired goals or ends”. Kurikulum dapat didefinisikan sebagai

suatu rencana untuk melakukan tindakan dari suatu dokumen tertulis yang

mencakup strategi untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau

 berakhirnya suatu program pembelajaran.

Selain itu menurut Saylor dalam bukunya Ornstein ( 2004 : 10)

yang berjudul Curriculum, Foundation, Principles, and Issues

mendefinisikan kurikulum sebagai “ as a plan for providing sets of

learning opportunities for person to be educated “.

Definisi kurikulum menurut Finch & Crunkilton (1999 : 11) adalah

“…the sum of learning activities and experiences that a student has under

the auspices or direction of the school” 

Page 27: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 27/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

24

Finch & Crunkilton (1997 : 23), memberikan penjelasan dalam

 proses pengembangan kurilulum pada pendidikan teknik dan vokasi

seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Pengembangan Kurikulum pada Pendidikan Vokasi

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum

diantaranya, yaitu:

a) Kurikulum untuk Pendidikan Vokasi

(1). Kurikulum Pendidikan Tinggi Berdasarkan Sk Mendiknas 232

Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor

232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum

Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam

Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum.

 berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do,

(3) learning to live together, dan (4) learning to be.   Berdasarkan

 pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam

kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata.

kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah

Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian

Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan

(5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Planning The

Curriculum

- Establish a Decision

making Proses

- Collect and AssessSchool-related Data

- Collect and AssesCommunity-related

Data

Establishing

Curriculum Content

- Utilize Strategies to

Determine Content

- Make CurriculumContent Decisions

-Develop CurriculumGoals and Objectives

Implementing The

Curriculum

- Identify and Select

Materials

- Develop Materials

- Select Delivery

Strategies

- Assess the

Curriculum

Page 28: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 28/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

25

Dalam Ketentuan Umum (7.8,9.10,11) dikemukakan deskripsi

setiap kelompok mata kuliah dalam kurikulum inti dan pada pasal 9

 berkenaan dengan kurikulum institusional. Dengan mengambil

rumusan pada Ketentuan Umum, deskripsi tersebut adalah sebagai

 berikut:

Keputusan Mendiknas yang dituangkan dalam SK nomor 232

tahun 2000 di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis

kompetensi walau. pun secara. eksplisit tidak dinyatakan demikian.

(Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18 Oktober 2004)

(2). Kurikulum Pendidikan Tinggi Berdasarkan SK Mendiknas

 No.045/U/2002 

Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang

Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi

adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang

dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh

masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan

tertentu".

Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang

 pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan

ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan

 pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang

muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi

 pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang

kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan

kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan,

serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan,

karena kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan

tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.

SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat

 perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum

 pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2

Page 29: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 29/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

26

ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang

dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-

elemen kompetensi.

Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah

 pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti

dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan

nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama

sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi

 pendukung dan kompetensi lainnya. Berdasarkan SK Mendiknas

nomor 045:

Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama,

 bersifat:

a.  dasar untuk mencapai kompetensi lulusan

 b.  acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi

c.  berlaku secara. nasional dan internasional

d.  lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di

masa mendatang.

e. 

kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi,

masyarakat profesi, dan pengguna lulusan

Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi

 pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut

dengan kompetensi utama. (Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18

Oktober 2004).

Ada banyak model pengembangan kurikulum yang telah dipikirkan

dan dikemukakan banyak orang. Menurut Ahmad dkk (1997: 51-56) ada

 beberapa model yang banyak digunakan dalam pengembangan kurikulum,

diantaranya model yang dikemukakan oleh Rogers Zais.

a) Model Pengembangan Kurikulum Rogers

Page 30: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 30/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

27

Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari

model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-

model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang

 berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari yang

sebelumnya.

 b) Model Pengembangan Kurikulum Robert Zais S.

Zais (1976 : 91) mengemukakan delapan macam model pengambangan

kurikulum. Model tersebut sebgian merupakan model yang sering

ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum sekolah. Adapun

 beberapa model tersebut antara lain :

1) Model Administratif.

Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang

 paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan

kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan

menggunakan prosedur administrasi. Model administrative / disebut

 juga model garis staf atau model dari atas ke bawah. Kegiatan

 pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang

 berwenang yang membentuk panitia pengarah. Biasanya terdiri dari

 pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar inti. Panitia

 pengarah tersebut diarahkan tugas untuk merencanakan, menyiapkan

rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.

Setelah kegiatan tersebut selesai, Panitia pengarah membentuk

kelompok kerja sesuai keperluan. Para anggotanya biasanya adalah

staf pengajaran dan spesialis kurikulum. Kelompok ini bertugas

untuk menyusun tujuan-tujuan khusus pendidikan, garis besar bahan

 pengajaran, dan kegiatan belajar. Hasil kerja kelompok tersebut

direvisi Panitia Pengarah, menguji coba kemudian memutuskan

 pelaksanaannya. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan

dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan

Page 31: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 31/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

28

 berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka

model ini disebut juga model Top-Down. Dalam pelaksanaannya,

diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan

 beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.

2) Model Grass Root  

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model

 pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan

datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah.

Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam

sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,

sedangkan model  grass root   akan berkembang dalam sistem

 pendidikan yang bersifat desentralisasi.

Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut

adanya kerja antarguru, antar sekolah secara baik, disamping harus

 juga ada kerjasama antar pihak diluar sekolah khususnya orangtua

murid dan masyarakat.

3) 

Model Beauchamp 

Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh GA.

Beauchamp, yaitu mengemukakan lima langkah penting dalam

 pengambilan keputusan pengambangan kurikulum, yaitu :

1) Menentukan arena pengambangan kurikulum yang dilakukan,

yaitu berupa kelas, sekolah, system persekolahan regional atau

nasional.

2) 

Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum yang

terdiri atas spesialis kurikulum, kelompok professional, penyuluh

 pendidikan dan orang awam.

3) Mengorganisasikan dan menentukan perencanaan kurikulum yang

meliputi penentuan tujuan, materi dan kegiatan belajar.

4) 

Melaksanakan kurikulum secara sistematis di sekolah.

5) 

Melakukan penilaian.

Page 32: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 32/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

29

4) Model Terbalik Hilda Taba

Model yang dikemukakan Hilda (1962 : 234) ini berbeda

dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya bersifat

induktif. Itulah sebabnya ini dinamakan model terbalik. Model ini

diawali justru dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan

kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan antara

teori dan praktek.

Pengembangan model ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu :

1) Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh

staf pengajar.

2) Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan

kegiatan belajar mengajar.

3) Menganalisis dan merevisi hasil ujicoba, serta

mengkonsolidasikannya.

4) 

Menyusun kerangka teroritis.

5) 

Menyusun kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan

mengumumkannya.

5) The Systemic Action-Research Model  

Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa

 perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal ini

mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua,

siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan

kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi

tersebut, model ini menekankan pada tiga hal, yaitu : hubungan

insani, sekolah dan organisasi masyarakat serta wibawa dari

 pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum dengan

memasukkan pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu

cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action-research.

Page 33: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 33/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

30

6)  Emerging Technical Models 

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta

nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi

 perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru yang

didasarkan atas hal itu, diantaranya :

(1)  The Behavioral Analysis Model .

Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu

 perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi

 perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.

(2) 

The System Analysis Model .

Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini

adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang

harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk

menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga

mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan

 biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biayadan keuntungan dari beberapa program pendidikan.

(3)  The Computer-Based Model .

Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan

komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi

seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki

rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan

guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit

kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan

dengan kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam

komputer.

(b) 

Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum

Menurut Finch & Crunkilton (1999 : 136-141), terdapat 5

strategi/pendekatan dalam menentukan dan mengembangkan isi

kurikulum, yaitu (1) Pendekatan Filosofis, (2) Pendekatan Instropeksi, (3)

Page 34: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 34/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

31

Pendekatan DACUM, (4) Pendekatan Fungsional, dan (5) Pendekatan

Analisis Tugas. Selain itu Hussaini Umar (2002) menyatakan bahwa untuk

merencanakan pendidikan termasuk didalamnya pengembangan kurikulum

dapat dilakukan dengan Teknik Delphi.

Dari beberapa pendekatan tersebut di atas dalam pengembangan

kurikulum ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan  DACUM  

( Development a Curriculum). Alasan dilakukan pendekatan ini karena

 DACUM   banyak digunakan dibeberapa negara untuk berbagai bidang

seperti pendidikan, perusahaan, serta pemerintahan dan terbukti berhasil

dengan baik Selain itu juga DACUM  memiliki metode yang sangat efektif,

cepat dan biaya rendah (2008:5). 

Gambar 2. Evaluasi CIPP

(c) Standar Kelulusan

Selama ini standar kelulusan yang diberlakukan oleh lembaga

 pendidikan adalah standar yang dibuat oleh BSNP (BSNP di bawah

Kementerian Pendidikan Nasional) sedangkan dunia usaha/industri (Dudi)

memiliki standar kompetensi kerja SKKNI (Standar Kompetensi Kerja

•Process•Product

• Input•Context

Curriculum Planing &

Development 

Curriculum Operation &

Refinement

Page 35: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 35/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

32

 Nasional Indonesia) yang dikembangkan oleh Kementrakers, sehingga

kedua standar tersebut harus dipertemukan untuk menghidari “mishmach”

antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Gambar di bawah 3 ini

menggambarkan kemitraan antara dunia industri dengan pendidikan

 berdasarkan kompetensi. 

Untuk mengatasi permasalahan di atas, salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah melakukan penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja.

Penyelarasan merupakan upaya penyesuaian pendidikan  sebagai pemasok

SDM  dengan dunia kerja  sebagai penyerap SDM  yang   berubah sangat

dinamis. (www. Penyelarasan.kemdiknas.go.id).

Dalam upaya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dari dunia

industri maka pemetaan yang komprehensif menjadi sangat penting untuk

dilakuan. Pemetaan ini dapat menghasilkan matching   kompetensi antara

dunia industri dengan dunia pendidikan dalam hal ini lembaga terkait. Setelah

diperoleh matching competency  langkah awal yang perlu dilakukan

selanjutnya adalah pengembangan kurikulum, hal ini bertujuan agar

kompetensi yang dimiliki oleh siswa atau mahasiswa sesuai dengan

ekspektasi dunia kerja. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan kemendikbud

Page 36: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 36/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

33

dalam penyelerasan dunia kerja dengan dunia pendidikan seperti pada

Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Model Supply-Demand  Tenaga Kerja

Dengan demikian pengembangan model kurikulum untuk menyiapkan

kompetensi mahasiswa program vokasi perlu untuk dikembangkan dengan

harapan: Memenuhi standar yang ditetapkan oleh dunia kerja (workforce)

untuk menghindari miss match dan under qualified , memuat tentang  skill  

yang dibutuhkan di masa mendatang (the future skill ), serta terdapat standarkompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan vokasi.

4.  Simpulan

1.  Desain kurikulum dengan model Grass Root . Alasan dipilihnya model

tersebut adalah, (1) karena sistem pendidikan yang berlaku saat ini adalah

sistem desentralisasi, sehingga pengembangan kurikulum berlaku bottom-

up, (2) model ini melibatkan lembaga, instansi, dan para praktisi industri

Page 37: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 37/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

34

yang aplikatif secara langsung di dunia industri sehingga mengetahui akan

kompetensi yang menjadi tuntutan industri.

2.  Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan DACUM karena telah

teruji dibeberapa negara, baik digunkan di dunia pendidikan, perusahaan,

dan pemerintah.

3. 

Evaluasi pelaksanaan kurikulum menggunakan CIPP dan Standar

kelulusan dengan mengembangkan model kemitraan.

4.  Luaran pendidikan vokasi dapat bekerja sesuai dengan Model Supply-

 Demand  Tenaga Kerja

SUMBER :

  Buku Teks :

1.  Indermit S. Gill, Fred Fluitman, & Amit Dar. (2000).

Vocational Education & Training Reform. Matching Skills

to Market and Budget. Oxford University Press.2. 

Finch, C. R., & Crunkilton, J. R. (1979). Curriculum

 Development in Vocational and Technical Education :

 Planning, Content and Implementation. Boston,

Massachusetts : Allyn & Bacon, Inc.

3.  Rahn, M. L., O’Driscoll, P., & Hudecki, P. (1999). Taking

off!: Sharing state-level accountability strategies. Berkeley,

CA: National Center for Research in Vocational Education.

4.   DACUM   Handbook . (2008)

5. 

Robert S. Zais. Curriculum Principles and Foundations.

(1976). Harper & Row, Publishers.

6. 

Hilda Taba. Curriculum Development. Theory and Practice. (1962). Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

7.   Naskah lengkap dalam  Learning: the Treasure Within,

1996. Report to UNESCO of the International Comission

on Education for the Twenty-first Century. UNESCO

Publishing/The Australian National Commission for

UNESCO. 266 hal.

 

Jurnal Internasional :

1.  Steven R. Aragon, Hui-Jeong Woo, Matthew R. The Role

of National Industry- Based Skill Standards in The

Page 38: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 38/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

35

 Development, Implementation, and Assessment of

Community College Curriculum. Marvel  University of

Illinois at Urbana-Champaign2005 –   Journal of Career andTechnical Education, 21(2), Spring, 2005 –  Page 37

  Jurnal Nasional Terakreditasi :

1.  Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18 Oktober 2004

  Sumber Internet :

1.  http://bksp-jateng.or.id,  Diakses pada tanggal 17 Juni

2010, 15:38)

2.  http://www.ittelkom.ac.id.  Diakses pada tanggal 26

Oktober 2010 

3.  (id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi). Diakses pada

tanggal 10 Agustus 2010.

4. 

(http://www.polteklampung.ac.id). Diakses pada tanggal10 Agustus 2010

  Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan :

1. 

Peraturan Pemerintah (RPP) Maret 2004

2.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

Pendidikan.

3.  PP UU No. 20/2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4.  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia nomor : kep.318/men /ix/2007 tentang

 Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia 

 sektor penyedia makanan dan minuman sub sektor

restoran, bar dan jasa boga bidang industri jasa boga 

5.  Kepmendiknas No. 232/U/2000. Tentang Kurikulum

Berbasis Kompetensi.

Page 39: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 39/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN

METODE OBSERVASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENULIS WACANA DESKRIPSI DI KALANGAN SISWAKELAS X.3 SMA NEGERI 8 DENPASAR

TAHUN PELAJARAN 2013/2014Oleh

Dra. Dewa Ayu Widiasri, M.Pd

ABSTRACT

Writing is an active and productive language skill. Nevertheless, writing a

descriptive composition is not an easy thing for the students. Referring to the

 problem elaborated in the background of the study, one of the solutions is by

appying Observation Method of Contextual Approach during the teaching-learning process. The problem of the study, then, was whether the use of The

observation method of contextual approach really could improve the X.3 students

of SMA NEGERI 8 DENPASAR in the academic year of 2013/2014’s ability in

writing descriptive composition? It had been expected that the use of observation

method of contextual approach could improve the students’ achievement and

ability in writing descriptive composition.

The theoretical background of the study was (1) the theory of contextual

learning and (2) the theory of descriptive writing. The methods applied in this

study were: (1) the research setting, (2) the subject of the study, (3) the action

 procedure, (4) data collection method and (5) data processing method.

The raw data which was the test result of Cycle I and II was processed into

standard scores using descriptive statistics served in the form of tables. Using the

data procession method , the average score in cycle I was calculated to be 54.02%

which belonged to the Less Good category, while the data in cycle II showed an

improvement in the average score of 82.27% and, thus, belonged to the Good

Category. The students’ mastery learning in cycle I was only 27.27 and improved

significantly into 84.09% in the cycle II.

Based on the data procession result, this study can be considered a success

since the implementation of observation method of contextual approach was able

to improve the students’ ability in writing descriptive composition. Therefore, the

conclusion to be drawn from the study is that the implementation of obeservationmethod of contextual approach improved student’s ability in writing descriptive

composition of the x.3 students of sma negeri 8 denpasar in the academic year of

2013/2014.

Key Words: Observation method of contextual approach, descriptive

composition

Page 40: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 40/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Pendahuluan 

Pembelajaran bahasa merupakan alat untuk belajar berkomunikasi,

mengingat bahasa merupakan sarana komunikasi dalam masyarakat. Untuk dapat

 berkomunikasi dengan baik, maka seseorang perlu belajar cara berbahasa yang

 baik dan benar. Pembelajaran tersebut akan lebih baik apabila dipelajari sejak usia

dini dan secara berkesinambungan. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa

disertakan dalam kurikulum. Hal ini berarti bahwa, setiap peserta didik dituntut

agar mampu menguasai bahasa yang mereka pelajari terutama dalam penggunaan

 bahasa resmi yang dipakai oleh warga negara khususnya bagi peserta didik.

Bahasa Indonesia menjadi materi pembelajaran yang wajib diberikan di setiap

 jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga di perguruan tinggi. Hal ini

dilakukan agar peserta didik mampu menguasai Bahasa Indonesia dengan baik

dan benar serta mampu menerapkannya dalam kehidupan masyarakat.

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang

mendasar (berbicara, mendengar, menulis, dan membaca). Dewasa ini,

keterampilan berpikir kritis (critical thinking ) dan literasi (literacy skill ) sudahmenjadi keterampilan berbahasa lanjutan (advanced linguistic skill )

(Zainurrahman 2011: 2)

Selama ini pembelajaran menulis wacana deskripsi dilakukan secara

umum. Dalam hal ini siswa diberi sebuah teori tentang menulis deskripsi,

kemudian siswa melihat contoh, dan akhirnya siswa ditugaskan untuk menulis

wacana deskripsi secara langsung.

Fenomena yang terjadi saat ini dalam pembelajaran menulis di sekolah,

khususnya di SMA Negeri 8 Denpasar, berdasarkan hasil survei yang telah

dilaksanakan menunjukkan bahwa rendahnya hasil pembelajaran menulis siswa

kelas X.3. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi ( free test ) dari menulis wacana

 pada kelas tersebut, di mana dari 49 orang siswa hanya 10 orang siswa yang

 berhasil mencapai ketuntasan belajar yaitu dengan nilai 75 ke atas, padahal

SKBM dari menulis wacana adalah 75. Ini berarti ketuntasan klasikal baru

tercapai sebesar 20% atau dengan kata lain secara klasikal belum tercapai. Selain

Page 41: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 41/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

itu, peneliti beranggapan bahwa metode pengajaran dan pembelajaran yang

digunakan oleh guru cenderung menggunakan metode ceramah dan kegiatan

tanya jawab yang tidak berpengaruh pada perubahan hasil pembelajaran siswa

dalam menulis. Masalah lain yang muncul, adalah siswa akan beranggapan negatif

terhadap materi menulis, karena metode yang digunakan terkesan membosankan

serta membingungkan.

Melihat kondisi demikian, maka permasalahan tersebut haruslah dapat

diminimalisasikan. Akhirnya peneliti bersama guru bidang studi Bahasa Indonesia

di SMA Negeri 8 Denpasar berusaha memberikan solusi alternatif dalam

 pembelajaran menulis agar segala permasalahan serta kendala yang terdapat pada

siswa maupun guru dapat diatasi melalui pendekatan kontekstual dengan metode

observasi dalam pembelajaran.

Pendekatan kontekstual dengan metode observasi merupakan

 pembelajaran konseptual untuk membantu guru dalam penulisan wacana deskripsi

karena adanya masalah yang dialami siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar

tahun pelajaran 2013/2014.

Bertitik tolak pada permasalahan- permasalahan di atas, maka peneliti

memandang perlu untuk mengangkat topik ini menjadi sebuah penelitian dengan

 judul: ”Pendekatan Kontekstual dengan Metode Observasi untuk Meningkatkan

Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi oleh Siswa Kelas X.3 SMA Negeri 8

Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penerapan strategi pembelajaran ini

diharapkan mampu memberikan tanggapan atas permasalahan yang diberikan oleh

 pendidik. Apabila siswa mampu menjadi pelajar yang mandiri diharapkan pula

mampu menjadi pelajar yang mandiri serta mampu menciptakan suasana

 pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Tujuan Penelitian

Setiap suatu kegiatan tentulah mempunyai tujuan tertentu yang ingin

dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini dapat

dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus seperti berikut.

Page 42: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 42/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan siswa dalam menulis wacana.

2 Tujuan Khusus

Selain memiliki tujuan umum, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus.

Adapun tujuan khusus penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.

1.  Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar

tahun pelajaran 2013/2014 dalam menulis wacana deskripsi melalui

 pendekatan kontekstual dengan metode observasi.

2.  Untuk dapat mengetahui respon terhadap pendekatan kontekstual dengan

metode observasi dalam menulis wacana deskripsi siswa kelas X.3 SMA

 Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2014/2014.

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian tindakan kelas ini

dapat dibagi menjadi empat, yaitu bagi siswa, guru, sekolah, dan pengembangan

kurikulum.

1.  Manfaat bagi siswa

Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis pada umumnya,

menulis wacana deskripsi pada khususnya, serta meningkatkan kreativitas

dan keberanian siswa dalam berpikir.

2.  Manfaat bagi guru

Untuk memperkaya khasanah/ wawasan metode dan strategi dalam

 pembelajaran menulis, dapat memperbaiki metode yang tepat dalam

mengajar, dan dapat mengembangkan keterampilan guru Bahasa Indonesia

khususnya dalam menerapkan pembelajaran menulis wacana deskripsi

melalui pendekatan kontekstual dengan metode observasi.

3.  Manfaat bagi sekolah

Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan

meningkatkan prestasi sekolah yang dapat disampaikan dalam pembinaan

guru bahwa alam pembelajaran menulis wacana deskripsi dapat

menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode observasi.

Page 43: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 43/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

4.  Manfaat bagi pengembangan kurikulum. Dapat dijadikan bahan

 pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi belajar

siswa dan kemajuan bidang pendidikan serta dapat disampaikan dalam

 pembinaan guru Bahasa Indonesia, dan dapat dijadikan pertimbangan dalam

 penyusunan kurikulum berikutnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 8

Denpasar, khususnya di kelas X.3 karena permasalahan yang muncul di dalam

kaitannya dengan pembelajaran menulis wacana deskripsi. Dalam hal ini, peneliti

 berkolaborasi dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia, di mana peneliti

 berperan sebagai perencana, pengamat, pelaksana pengumpulan data, penganalisis

data, pelapor hasil penelitian, dan selalu berada di lapangan selama proses

 penelitian berlangsung.

Dalam penelitian ini akan direncanakan beberapa siklus yang dilaksanakan

selama satu kali pertemuan (2X45 Menit). Apabila dalam siklus pertama belum

mencapai hasil yang maksimal maka akan dilanjutkan dengan siklus II yang

dilaksanakan pada minggu berikutnya, dan telah mendapat persetujuan dari kepala

sekolah dan guru bidang studi Bahasa Indonesia di SMA Negeri 8 Denpasar.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar pada

semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 44 orang siswa.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian tindakan kelas ini adalah pembelajaran

menulis wacana deskripsi melalui pendekatan kontekstual dengan metode

observasi.

Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini adalah:

1.  Melakukan observasi awal tentang pembelajaran tentang menulis wacana

deskripsi di kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar.

2.  Mengidentifikasi masalah mengenai pembelajaran menulis wacana deskripsi

di kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar.

3. 

Menganalisis masalah secara mendalam dengan mengacu pada teori- teori

yang relevan.

Page 44: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 44/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

4.  Menyusun bentuk tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang

ditemukan dengan memanfaatkan pendekatan kontekstual dengan metode

observasi pada siklus pertama.

5.  Menyusun jadwal penelitian dan rancangan pelaksanaan tindakan.

6.  Menyusun lembar observasi dan lembar evaluasi kerja siswa yang berupa

rubrik penilaian kerja siswa berupa tulisan deskripsi.

Pada tahap ini, peneliti dan guru menyusun:

1.  Perangkat pembelajaran berupa penentuan kompetensi dasar yang akan

dicapai.

2.  Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang isinya sebagai berikut.

a.  Guru membuka pelajaran.

 b. 

Guru memberikan materi tentang menulis wacana deskripsi.

c.  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang

materi yang disampaikan.

d.  Guru bersama dengan siswa melakukan observasi pada tempat yang

telah ditentukan.

e. 

Guru membagikan lembar kerja dan menugaskan siswa untuk menulis

wacana deskripsi berdasarkan pendekatan kontekstual dengan metode

observasi.

Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

meningkatnya kemampuan menulis wacana deskripsi pada siswa kelas X.3 SMA

 Negeri 8 Denpasar melalui pengoptimalan pemanfaatan pendekatan kontekstual

dengan metode observasi. Setiap tindakan menunjukkan peningkatan indikator

tersebut dirancang dalam satu siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu

1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi, dan

4) analisis dan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya. Tahap ini dilakukan

dengan melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah

direncanakan. Pada siklus I, direncanakan satu kali pertemuan dengan alokasi

waktu 2 X 45 menit.

Page 45: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 45/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

42 

Gambar 01 Desain Penelitian Tindakan

Adapun langkah- langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data dengan metode tes

adalah: 1) menyusun tes, 2) menyusun format penyekoran tes, dan 3) melaksanakan tes. Untuk

lebih jelasnya, pembahasan terhadap ketiga langkah tersebut dapat dilihat pada bagian berikut

ini.

1.  Menyusun Tes

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah tes, instrumen

 penelitian harus disusun dengan teliti agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu

 bentuk tes yang digunakan dalam penelitiannya ini adalah tes tulis, yaitu dengan cara menyuruh

siswa membuat wacana deskripsi berdasarkan hasil observasi.

2.  Menetapkan Skor

Setelah lembar jawaban siswa dikumpul, langkah selanjutnya adalah menetapkan skor.

Aspek yang dinilai dalam penetapan skor yaitu: 1) struktur wacana deskripsi, 2) hubungan antar

kalimat, 3) pemakaian kalimat efektif, 4) pilihan kata, dan 5) pemakaian ejaan

Tes dilaksanakan setiap akhir siklus di mana siswa diberikan tugas untuk menulis sebuah

wacana deskripsi. Tes dikerjakan ketika jam pelajaran Bahasa Indonesia, serta pelaksanaan tes

dilakukan dan diawasi oleh guru bidang studi Bahasa Indonesia dan peneliti.

Observasi

Refleksi

Perencanaan

Tindakan

Observasi

Refleksi

Perencanaan

Tindakan

Siklus I Siklus II

 N Siklus

Page 46: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 46/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

43 

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kritis. Teknik

tersebut mencakup kegiatan yang mengungkapkan kelebihan dan kekurangan kerja siswa dan

guru dalam proses belajar mengajar yang terjadi di kelas selama penelitian berlangsung. Hasil

analisis digunakan untuk menyusun rencana tindakan kelas berikutnya sesuai dengan siklus yang

ada. Analisis dilakukan oleh guru dan peneliti secara bersama- sama.

Data yang diperoleh dari penelitian ini masih merupakan skor mentah atas jawaban siswa

terhadap tes yang dikerjakan oleh siswa sebagai subjek penelitian sehingga data tersebut perlu

diolah dengan langkah- langkah sebagai berikut: (1) mengubah skor mentah menjadi skor

standar, (2) menentukan kreteria predikat, (3) kreteria ketuntasan minimal, (4) mencari skor rata-

rata, (5) skor maksimal ideal, dan (6) menarik kesimpulan.

Data respon siswa terhadap penerapan pendekatan kontekstual dikumpulkan melalui

angket dengan cara menyebarkan angket kepada siswa pada akhir siklus. Jumlah item dalam

angket sebanyak 10 item yang penyekorannya menggunakan skala likert 5. Angket yang

digunakan terdiri atas 5 alternatif jawaban yaitu: SS untuk pilihan sangat setuju, S untuk pilihan

setuju, KS untuk pilihan kurang setuju, TS untuk pilihan tidak setuju, dan STS untuk pilihan

sangat tidak setuju.

Data hasil wawancara dan penyebaran angket yang digunakan untuk mengetahui respon

siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data mengenai respon siswa dianalisis untuk

memperoleh gambaran tentang respon siswa terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan.

Skor Maksimal Ideal (SMI) respon siswa adalah 50 dan skor minimum idealnya adalah 10. Nilai

tersebut diperoleh dari penjumlahan nilai indikator respon siswa dengan 5 alternatif jawaban

respon siswa.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.  Hasil pembelajaran menulis siswa, ditandai dengan keaktifan siswa dalam mengikuti

 pembelajaran menulis, serta meningkatnya kemampuan siswa dalam menghasilkan kosa

kata yang bervariasi dalam tulisan, mampu menggorganisasikan gagasan dengan baik,

munculnya kreatifitas dan imajinasi siswa dalam menyusun kalimat- kalimat menjadi

sebuah tulisan yang baik, dan ada kesesuaian antara isi tulisan dengan objek yang diamati.

2.  Ketuntasan hasil belajar ditandai dengan hasil pekerjaan siswa yang telah mencapai angka

75% ke atas dari jumlah KKM yang telah ditentukan.

Page 47: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 47/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

44 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi awal menunjukkan rendahnya minat siswa ketika mengikuti kegiatan

 pembelajaran di kelas. Di samping itu siswa cenderung pasif selama proses pembelajaran. Tidak

semua siswa yang aktif mengeluarkan pendapat dengan sukarela selama proses pembelajaran.

Walaupun sudah ditunjuk pun terkadang siswa masih ragu dalam mengeluarkan pendapat. Siswa

tidak memiliki kemauan untuk bekerjasama, berkreativitas untuk membahas materi pembelajaran

dan hanya menunggu penjelasan dari guru sehingga pembelajaran terlihat monoton dan tidak

efektif. Namun, dalam menyimak penjelasan guru siswa cukup serius. Begitu pula dengan

semangat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran masih sangat cukup. Hal inilah yang

menjadi usaha awal bagi peneliti untuk menyampaikan materi pembelajaran dan sekaligus

menjadi data awal bagi peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sesuai dengan rancangan prosedur

 penelitian yang sudah ditentukan. Prosedur penelitian tindakan ini terbagi dalam dua siklus

seperti yang akan diuraikan di bawah ini.

Siklus I

Adapun langkah- langkah yang dilaksanakan pada siklus I ini akan diuraikan sebagai

 berikut.

Perencanaan Tindakan

Kegiatan pada tahap perencanaan yaitu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) sesuai dengan Standar Kompetensi Dasar (lampiran 01).

Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan di ruang kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar

 pada tanggal 17-18 Oktober 2012 selama 2 jam pelajaran (2X45 Menit).

Berdasarkan data dari hasil siklus I, dapat disimpulkan sebagai berikut. Dari 44 orang

siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar yang mengikuti pembelajaran melalui pendekatan

kontekstual dengan metode observasi 12 orang yang mendapat nilai baik (B), dengan persentase

27,27% dan 32 orang yang mendapat nilai kurang (D), dengan persentase 72,73%. Rata- rata

nilai siswa baru mencapai 54,02. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat ketuntasan belajar

 baru dicapai sebanyak 12 orang dengan persentase 27,27%, sedangkan sebanyak 32 orang siswa

atau 72,73% belum tuntas 

Page 48: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 48/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

45 

Selama pelaksanaan pembelajaran siklus I diadakan pengamatan yang dilaksanakan guru

 pendamping untuk mengetahui respon siswa terhadap tindakan yang diberikan. Sesuai metode

 pembelajaran yang digunakan oleh guru dan berdasarkan pengamatan peneliti, tampaknya siswa

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal ini dilihat dari suasana pembelajaran yang

aktif dan menyenangkan. Namun, respon siswa terhadap metode yang yang digunakan oleh guru

masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan peneliti melalui lembar observasi yang

menunjukkan skor 23,11 yang dikategorikan “Rendah”.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka, terlihatlah kemampuan siswa dalam

menulis wacana deskripsi yang dapat dikategorikan kurang dan masih berada di bawah KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal). Sedangkan proses pembelajaran menulis wacana melalui

 pendekatan kontekstual dengan metode observasi pada siklus I masih dikategorikan rendah

karena siswa masih belum mampu melaksanakan tahap- tahap pelaksanaan pembelajaran

kontekstual dengan baik.

Adapun kelemahan- kelemahan yang masih ditemukan pada pelaksanaan siklus I adalah

sebagi berikut.

a.  Dalam evaluasi, siswa masih belum terampil dalam menulis wacana deskripsi.

 b.  Sebagian siswa masih belum memahami pendekatan kontekstual dengan metode observasi

yang diterapkan oleh peneliti.

c. 

Siswa masih kurang percaya diri dalam menuangkan gagasan dan menyampaikan pendapat.

d.  Suasana pembelajaran yang mengarah pada pendekatan kontekstual dengan metode

observasi masih belum tercipta dengan baik karena siswa masih terbiasa belajar melalui

metode ceramah.

Selama pelaksanaan pembelajaran siklus I juga diperoleh beberapa keberhasilan,

diantaranya sebagai berikut.

a.  Kreativitas siswa selama mengikuti pembelajaran meningkat walaupun tidak signifikan.

 b.  Semangat belajar siswa bertambah karena belajar dengan metode pembelajaran baru.

Pendekatan kontekstual dengan metode observasi ini mengajak siswa untuk selalu belajar

dari hasil pengamatan sehari-hari mereka.

Untuk memperbaiki kelemahan- kelemahan yang masih ditemui selama siklus I dan

mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan yang sudah diperoleh, maka peneliti

Page 49: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 49/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

46 

merumuskan perbaikan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus selanjutnya, diantaranya

sebagai berikut.

a.  Selama pembelajaran berlangsung, peneliti memberikan motivasi serta penguatan positif

sehingga akan mampu menambah rasa percaya diri siswa.

 b.  Bimbingan dengan memberi contoh yang relevan ditingkatkan sehingga siswa lebih

memahami materi pembelajaran yang diberikan.

c.  Guru dan peneliti membantu serta mengarahkan siswa dalam memahami materi, serta

melaksanakan langkah- langkah pembelajaran yang diberikan.

Perencanaan tindakan siklus II dilakukan terlebih dahulu dengan melihat kelemahan-

kelemahan yang ditemui pada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan pada

siklus II merupakan upaya perbaikan dari siklus I. Dilihat dari pelaksanaan siklus I, maka upaya

 perbaikan yang dilaksanakan pada siklus II adalah sebagai berikut.

a.  Guru dan peneliti memberikan lebih banyak motivasi serta penguatan positif sehingga

mampu menambah rasa percaya diri siswa.

 b.  Lebih intensif untuk membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran melalui

 pendekatan kontekstual dengan metode observasi.

c.  Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Standar Kompetensi

yang dikembangkan dengan melihat hasil refleksi dari siklus I.

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dilaksanakan di ruang kelas X.3 SMA Negeri 8

Denpasar pada tanggal 24-25 Oktober 2014, selama 2 jam pelajaran (2 X 45 Menit) setelah

memperoleh hasil dari penelitian pada siklus I.

Selama pembelajaran pada siklus II juga dilakukan pengamatan yang dilakukan oleh guru

 pendamping. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan

 pendekatan kontekstual dengan metode observasi. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui

keberhasilan pelaksanaan perbaikan terhadap hambatan- hambatan yang ditemui pada siklus

sebelumnya. Berikut akan disajikan hasil observasi melalui angket yang sudah disebarkan

kepada siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014.

Adapun keberhasilan- keberhasilan yang diperoleh pada siklus II ini antara lain sebagai

 berikut.

Page 50: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 50/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

47 

a.  Setelah penerapan pendekatan kontekstual dengan metode observasi dilaksanakan secara

efektif, kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi meningkat dari siklus

sebelumnya.

 b.  Dengan pemberian motivasi pada penerapan pendekatan kontekstual, mampu meningkatkan

rasa percaya diri siswa dalam menuangkan gagasan mereka ke dalam sebuah wacana

deskripsi.

Selain memperoleh keberhasilan, masih ditemui juga beberapa kelemahan dimana masih

ada 7 orang siswa yang belum tuntas belajar. Namun hal ini tidak begitu berpengaruh karena

 persentasenya hanya 15,90%. Dengan semakin terbiasanya siswa belajar menulis wacana

deskripsi dengan pendekatan kontekstual, maka ketuntasan belajar siswa dapat mencapai hasil

yang maksimal.

Berdasarkan analisis data menunjukan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan

metode observasi mampu meningkatkan kemampuan menulis wacana deskripsi siswa. Hal ini

terlihat dari rata- rata kelas sebesar 54,02 pada siklus I yang kemudian meningkat menjadi 82,45

 pada siklus II.

Peningkatan ini tidak hanya pada rata- rata kelas saja tetapi, secara individual juga

mengalami peningkatan dimana pada siklus I terdapat 12 orang siswa memperoleh nilai baik (B),

dengan persentase 27,27% dan 32 orang siswa yang mendapat nilai kurang (D), dengan

 persentase 73, 73%. Sedangkan pada siklus II terdapat 6 orang siswa yang memperoleh nilai

amat baik (A), dengan persentase 13,64%, 31 orang siswa yang memperoleh nilai baik (B),

dengan persentase 70,45%, 4 orang memperoleh nilai cukup (C), dengan persentase 9, 09%,

dan 3 orang siswa yang memperoleh nilai kurang (D), dengan persentase 6,82%. Berikut akan

disajikan tabel perbandingan nilai siswa dalam menulis wacana deskripsi melalui penerapan

 pendekatan kontekstual dengan metode observasi.

Berdasarkan hasil analisis data yang sudah disajikan, maka hipotesis penelitian yang

diajukan terbukti, bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan metode observasi secara

efektif mampu meningkatkan kemmpuan menulis wacana deskripsi siswa kelas X.3 SMA Negeri

8 Denpasar tahun Pelajaran 2013/2014. Selain meningkatkan kemampuan siswa, pendekatan

kontekstual dengan metode observasi juga mendapatkan respon yang positif, sehingga dalam

 proses pembelajaran ini dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas, dan rasa percaya diri siswa

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Page 51: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 51/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

48 

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar tahun

 pelajaran 2013/2014 tentang penerapan pendekatan kontekstual dengan metode observasi untuk

meningkatkan kemampuan menulis wacana deskripsi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

 berikut.

1.  Penerapan pendekatan kontekstual dengan metode observasi dapat meningkatkan hasil

 belajar siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 dalam menulis

wacana deskripsi. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata- rata pada perbandingan siklus I

dengan siklus II yang mengalami peningkatan nilai dari 54,02 menjadi 82,45.

2.  Respon siswa terhadap pendekatan kontekstual dengan metode observasi yang diterapkan

oleh guru bidang studi dalam menulis wacana deskripsi pada siswa kelas X.3 SMA Negeri

8 Denpasar mengalami peningkatan skor rata- rata dari 23,11 yang berkategori “Rendah”

menjadi 44,34 yang berkategori “Sangat Tinggi”. 

Meningkatkan mutu pengajaran Bahasa Indonesia, khususnya pengajaran keterampilan

menulis wacana di Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak terlepas dari kerjasama antara guru

 bidang studi dan siswa di sekolah tersebut. Berikut adalah saran- saran yang perlu penulis

sampaikan.

1.  Siswa yang telah dinyatakan berhasil memperoleh nilai di atas KKM disarankan agar

mempertahankan, bahkan meningkatkan lagi penerapan pendekatan kontekstual dengan

metode observasi dalam menulis wacana deskripsi.

2.  Guru bidang studi hendaknya selalu bersikaf kreatif dan inovatif dalam menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mampu untuk mengajak siswa untuk terus

 belajar.

3.  Supaya pembelajaran lebih menarik bagi siswa, maka guru hendaknya selalu memilih dan

menerapkan metode, serta media pembelajaran yang sesuai dengan situasi ketika kegiatan

 pembelajaran berlangsung.

4.  Kepada seluruh pihak pemerintah yang menangani masalah pendidikan, hendaknya lebih

 banyak menyiapkan program- program untuk memotivasi para guru untuk meningkatkan

kreatifitas dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Pemerintah juga

diharapkan memberikan buku- buku penujang dan sarana belajar yang memadai untuk

Page 52: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 52/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

49 

sekolah, sehingga tujuan pembinaan, pelestarian, dan pengembangan keterampilan

 berbahasa dapat terwujud.

5.  Setelah diperolehnya hasil penelitian bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan

metode observasi dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam menulis wacana deskripsi,

maka sebagai tinjak lanjut disarankan agar keberhasilan itu hendaknya diteruskan sehingga

 pengulangan dalam proses pembelajaran dapat diatasi. Apabila penerapan pendekatan

kontekstual dengan metode observasi mengalami perubahan hasil terhadap evaluasi belajar

siswa, maka guru dapat mengganti dengan metode lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Eriyanto. 2003. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS.

Johnson, Elaine B. 2011. CTL (Contextual Teaching & Learning). Bandung: Kaifa Learning.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende: Nusa Indah.

Moeliono, Anton M. (penyunting). 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

 Nababan, Diana. 2008. Intisari Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta: Kawan Pustaka.

 Nurkencana dan Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar . Surabaya: Usaha Nasional.

Riyanto, Yatim. 2009.  Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Refrensi bagi Guru/Pendidik

dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.  Jakarta: KencanaPrenada Media Grup.

Rosidi, Imron. 2009.  Menulis Siapa Takut? Panduan bagi Penulis Pemula. Yogyakarta:Kanisius.

Saminanto. 2010.  Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: RaSAIL Media

Group.

Sapta Wigunadika, I Wayan. 2011. ” Kemampuan Memahami Isi Wacana yang Menggunakan

Aksara Bali Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2010/2011” Skripsi.Denpasar: FPBS IKIP PGRI Bali.

Page 53: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 53/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

50 

Sastrawan, Gede Agus. 2011. ”Kemampuan Menulis Hasil Observasi dalam Bentuk Karangan

Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Abiansemal Kabupaten Badung Tahun Pelajaran

2010/2011” Skripsi. Denpasar. FPBS IKIP PGRI Bali. 

Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 54: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 54/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

PENGARUH RISIKO PERUSAHAAN DENGAN

KONSERVATISMA AKUNTANSI

Oleh:

Putu Diah Asrida

Dosen Ekonomi –  FPIPS IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

This research is conducted to test company’s risk and conservatism

accounting. Researches for relationship between company’s risks and

conservatism accounting has been widely studied, and has got some different

results or conflicting. Furthermore, this matter encourages to be done re-testing.The company’s risk was proxy with debt to equity ratio and accounting

conservatism measured by the accrual value. Sample in this research are

companies listed to stock exchanges of Indonesia which publishes annual report

and who applied conservative accounting. The result of hypothesis test indicated

that company’s risk affects positive relationship with conservatism accounting.

Key Words: Company’s Risk and Accounti ng Konservatism

A. Latar Belakang Masalah

Pasar modal adalah tempat dimana terdapat kegiatan yang erat kaitannya

dengan penawaran umum dan perdagangan efek. Di dalam pasar modal terdapat

 perusahaan  –  perusahaan yang  go public yang memiliki kaitan erat terhadap efek

yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar

modal sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun

institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen jangka panjang seperti

obligasi, saham dan lainnya. Pemodal yang akan membeli atau menanamkan

modalnya di perusahaan akan melakukan penelitian dan analisa, mengingat segala

kondisi yang tidak pasti pada nilai perusahaan di masa mendatang, informasi

keuangan adalah salah satu cara yang dapat digunakan baik oleh pihak internal

maupun eksternal dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan PSAK No. 1 tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan

informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang

 bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka

membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban

Page 55: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 55/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

( stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercaya

kepada mereka. Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa terdapat 7

(tujuh) pengguna informasi keuangan dengan kebutuhan informasi yang berbeda-

 beda yaitu investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha

lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat. Laporan keuangan disusun untuk

tujuan memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun

demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin

dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara

umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak

mewajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Berhubung para

investor merupakan penanam modal berisiko ke perusahaan, maka ketentuan

laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan investor juga akan memenuhi

sebagaian besar kebutuhan pengguna lain.

Investor membutuhkan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan

investasi baik berupa properti, mata uang, komoditi, derivatif, saham perusahaan

atau pun asset lainnya dengan suatu tujuan untuk memperoleh keuntungan baik

 jangka panjang maupun jangka pendek. Kreditor membutuhkan informasi

keuangan untuk pengambilan keputusan kebijakan kredit atas dana yang telah

dipinjamkan pada perusahaan. Baik investor maupun kreditor akan sangat

memperhatikan kinerja perusahaan di dalam aktivitas bisnisnya. Banyaknya

informasi aktivitas bisnis perusahaan yang dimiliki oleh manajemen, dapat

memicu tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan

manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya. Pemilik modal dalam hal ini

investor akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh

manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.

Pemegang saham akan mengatasi permasalahan tersebut dengan melalukan

 pengawasan kepada manajemen. Menurut Jensen (1986) salah satu cara untuk

memperkecil biaya pengawasan yang ditanggung oleh pemegang saham adalah

dengan melibatkan pihak ketiga dalam pengawasan tersebut. Untuk mengurangi

monitoring cost   dan memperoleh pendanaan, perusahaan akan menggunakan

utang sebagai alternatif pilihan. Melalui hipotesis  financial leverage dalam Chen

Page 56: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 56/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

dan Steiner (1999) dapat dijelaskan bahwa kebijakan utang berpengaruh secara

 positif dan signifikan terhadap risiko. Perusahaan menggunakan utang dalam

membiayai sebagian besar aktivanya. Peningkatan penggunaan utang akan

meningkatkan risiko dan kebangkrutan oleh karena itu kebijakan utang

 berhubungan positif terhadap risiko.

Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan

aktivitas manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Teori akuntansi

 positif yaitu debt covenant hypothesis, memprediksikan bahwa manajer ingin

meningkatkan laba dan aktiva untuk mengurangi biaya renegosiasi kontrak utang

ketika perusahaan memutuskan perjanjian utang.  Debt/Equity hypothesis  yang

merupakan turunan atau pembatasan dari debt covenant   menunjukkan bahwa

semakin besar rasio leverage, semakin besar pula kemungkinan perusahaan akan

menggunakan prosedur yang meningkatan laba yang dilaporkan (optimis).

Manajemen laba dapat diminimalisir dengan menerapkan kebijakan akuntansi

yang konservatif. Semakin konservatif metoda yang digunakan oleh suatu

 perusahaan maka semakin kecil kecenderungan pihak manajemen melakukan

manajemen laba  (Sekarmayangsari dan Wilopo: 2002).

Mengatasi permasalahan tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut

Ahmed et al ., (2002), akan memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu:

 Pertama, bondholders dapat secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi

konservatif.  Kedua, manajer secara implisit memberikan komitmen untuk

menggunakan akuntansi yang konservatif secara konsisten untuk membangun

reputasi sebagai perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang konservatif.

Pertimbangan reputasi merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar

konservatisma (Milgrom and Roberts: 1992, dalam Sari (2004)).

Mayangsari dan Wilopo (2002) hasil penelitiannya mendukung hipotesis

 bahwa semakin tinggi tingkat konservatisma yang diterapkan perusahaan maka

semakin tinggi nilai pasar perusahaan. Indriani dan Khoiriyah (2010) menemukan

 bahwa Atribut-atribut kualitas pelaporan keuangan (relevansi nilai,

ketepatwaktuan, dan konservatisma) merupakan representasi kualitas pelaporan

keuangan dan tidak terjadi tumpang tindih (overlap) antar ketiga atribut kualitas

Page 57: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 57/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 pelaporan keuangan. FASB Statement of Concepts No. 2 mendefinisikan

konservatisma sebagai reaksi kehati-hatian terhadap ketidakpastian dan berusaha

untuk menjamin bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat dalam situasi

usaha dipertimbangkan secara memadai. Konsekuensi dari konservatisma adalah

 bahwa kerugian diakui lebih cepat daripada keuntungan dan pengakuan beban

mendahului pengakuan pendapatan (dalam Lee, 2010).

Ahmed  et al ., (2002), menyatakan bahwa semakin besar utang perusahaan,

maka semakin besar klaim pemegang obligasi terhadap aktiva perusahaan.

Pemegang obligasi cenderung mensyaratkan lebih banyak akuntansi konservatif.

Keadaan ini akan mendesak manajemen untuk mengadopsi lebih banyak

akuntansi konservatif. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi sikap

optimisme yang terlalu berlebihan dalam melaporkan kinerjanya. Widodo (2005),

membuktikan bahwa tingkat leverage dapat berpengaruh terhadap tingkat

konservatisma akuntansi. Pada perusahaan yang mempunyai utang relatif tinggi,

kreditor mempunyai hak lebih besar untuk mengetahui dan mengawasi

 penyelenggaraan operasi dan akuntansi perusahaan. Sehingga dapat dikatakan

 bahwa semakin tinggi risiko perusahaan yang tercermin dalam kontrak utangnya,

harusnya manajemen perusahaan akan meningkatkan kualitas laporan

keuangannya dengan sangat berhati-hati (konservatif) di dalam pengambilan

keputusan. Widanaputra (2007) memperoleh hasil bahwa leverage berpengaruh

 positif terhadap konservatisma akuntansi dan signifikan secara statistis pada

tingkat keyakinan 95%.

Disisi lain, Zmijewski dan Hagerman (1981) mendukung debt/equity

hypothesis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar debt/equity

ratio, semakin besar pula kemungkinan perusahaan akan menggunakan prosedur

(atau portofolio prosedur) yang meningkatkan laba yang dilaporkan perioda

sekarang atau laporan keuangan yang disajikan cenderung tidak konservatif.

Almilia (2004), menemukan bahwa semakin tinggi debt to total assets ratio maka

semakin besar probabilitas perusahaan akan menyajikan laporan keuangan yang

cenderung tidak konservatif atau optimis.

Page 58: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 58/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Sari (2004), menemukan bahwa variabel LEV yang merupakan rasio utang

 jangka panjang terhadap total aktiva menunjukkan hubungan yang signifikan

dengan konservatisma namun menunjukkan tanda yang berlawanan arah dengan

hipotesis, yaitu menunjukkan arah negatif. Artinya, semakin tinggi proporsi utang

 jangka panjang terhadap aktiva maka semakin rendah tingkat konservatisma

 perusahaan. Sari dan Adhariani (2009), mendukung debt/Equity hypothesis

dimana variabel independen leverage (DEBT) berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap konservatisma.

Penelitian tentang hubungan risiko perusahaan dengan konservatisma

akuntansi mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali. Berdasarkan

latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menguji mengenai pengaruh risiko

 perusahaan pada konservatisma akuntansi.

B. Tinjauan Teoritis

Jensen dan Meckling (1976), mengembangkan agency theory, yang

menyatakan bahwa manajemen (sebagai agent ) dan pemilik modal (sebagai

 principal ) masing-masing ingin memaksimumkan utilitynya. Mursalim (2005),

menyatakan bahwa teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari  game

theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang

(pihak),  dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut

 principal .  Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making

kepada agent , hal ini dapat  pula dikatakan bahwa  principal memberikan suatu

amanah kepada agent untuk   melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak

kerja yang telah disepakati.  Wewenang dan tanggungjawab agent maupun

 principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (1997)

menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak   kontrak, misalnya kontrak

kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan  kontrak pinjaman antara

 perusahaan dengan kreditornya. Kedua jenis kontrak tersebut  seringkali dibuat

 berdasarkan angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori  agensi

mempunyai implikasi terhadap akuntansi.

Agen dan prinsipal, akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya masing-

masing melalui informasi yang dimiliki. Tetapi agent memiliki informasi yang

Page 59: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 59/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

lebih banyak dibanding dengan  principal , sehingga menimbulkan asimetri

information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu

tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk

memaksimumkan utilitasnya. Pemilik modal dalam hal ini investor akan sulit

untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena

hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Pemegang saham akan mengatasi

 permasalahan tersebut dengan melalukan pengawasan kepada manajemen.

Menurut Jensen (1986) salah satu cara untuk memperkecil biaya pengawasan

yang ditanggung oleh pemegang saham adalah dengan melibatkan pihak ketiga

dalam pengawasan tersebut. Untuk mengurangi monitoring cost  dan memperoleh

 pendanaan, perusahaan akan menggunakan utang sebagai alternatif pilihan.

Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas

manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Sweeney (1994) menemukan

 bahwa perusahaan secara signifikan menaikkan laba sehingga rasio debt to equity

dan interest coverage  pada frekuensi yang ditentukan. Mengatasai permasalahan

tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut Ahmed et.al (2002), akan

memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu:  Pertama, bondholders dapat

secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi konservatif.  Kedua, manajer

secara implisit memberikan komitmen untuk menggunakan akuntansi yang

konservatif secara konsisten untuk membangun reputasi sebagai perusahaan yang

menyajikan laporan keuangan yang konservatif. Pertimbangan reputasi

merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar konservatisma (Milgrom

and Roberts: 1992, dalam Sari (2004)).

Watts (2003) menyatakan bahwa konservatisma akan membatasi manajer

untuk memasukkan bias and noise ke dalam laporan keuangan. Sehingga ketika

manajer melakukan penerapan akuntansi yang konservatif, maka akan

menghasilkan laba dan aktiva yang dapat membatasi pembayaran dividen untuk

 shareholder. Dengan demikian, penggunaan akuntansi yang semakin konservatif

akan membuat semakin kecil kemungkinan adanya pembayaran dividen yang

terlalu tinggi kepada  shareholders. Dalam Widanaputra (2007), langkah

manajemen di atas dapat dijelaskan melalui konsep teori prospek yang

Page 60: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 60/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

menyatakan bahwa seorang cenderung bersifat risk averse  pada kondisi yang

menguntungkan dan bersifat risk seeking   pada kondisi yang merugikan. Dalam

kaitannya dengan pembagian dividen, karena manajer berada pada posisi yang

kurang menguntungkan, maka manajemen cenderung lebih berani menerima

risiko dengan cara lebih banyak mengadopsi konservatisma akuntansi.

C. Metoda Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh risiko perusahaan pada

konservatisma akuntansi. Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu: (1) Variabel independen dalam penelitian ini adalah risiko perusahaan yang

diproksikan dengan debt to equity rati.(2) Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah konservatisma akuntansi. Pengukuran konservatisma dilakukan dengan

melihat perbedaan antara laba bersih sebelum extraordinary item ditambah

depresiasi/amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Semakin besar akrual negatif

yang diperoleh maka semakin konservatif akuntansi yang diterapkan. Secara

spesifik penelitian ini menggunakan net income sebelum extraordinary ditambah

dengan biaya depresiasi dikurangi operating cash flows  di deflasi dengan total

aset dengan memberikan simbul CONACC. Populasi dalam penelitian ini adalah

 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-

2009. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda  purposive sampling .

Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan observasi non partisipan yaitu

dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku,

 jurnal-jurnal akuntansi,  Indonesian Capital market Directory  (ICMD) serta

mengakses situs-situs internet yang relevan. Hipotesis dalam penelitian ini akan

dianalisis dengan menggunakan regresi berganda (uji interaksi) untuk menguji

 pengaruh keberadaan komite audit pada hubungan risiko perusahaan dan

konservatisma akuntansi. Hasil analisis kemudian dinterpretasikan dan dilanjutkan

dengan menyimpulkan dan memberikan saran. Rancangan penelitian dalam

 penelitian ini digambarkan pada gambar berikut:

Page 61: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 61/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

D. Hasil Penelitian

Hipotesis penelitian ini menguji pengaruh risiko perusahaan dengan

konservatisma akuntansi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji

analisis regresi linear sederhana. Hasil pengujian hipotesis disajikan dalam Tabel

 berikut ini.

Tabel Hasil pengujian hipotesis 

Unstandardized

Coefficients t Signifikansi

B

Konstan 0,014 0,693 0,489

Risk 0,003 1,989 0,048

 Ajusted R = 0,127 

F-test = 11,865

Signifikansi F = 0,000a

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa nilai adjusted R 2 adalah 0,127 atau

12,7%. Ini berarti bahwa varian variabel bebas yaitu risiko perusahaan

memengaruhi varian variabel terikat yaitu konservatisma akuntansi sebesar 12,7

 persen, sedangkan sisanya 87,3 persen (100  –  12,7) dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai F-test digunakan untuk melihat

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 11,865 dengan

signifikansi 0,000a  (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti bahwa model yang

digunakan dalam penelitian ini adalah layak.

Dalam tabel juga menunjukkan nilai koefisien risiko perusahaan bertanda

 positif sebesar 0,003 dengan signifikansi 0,048. Hal ini menunjukkan pada tingkat

keyakinan 95 persen risiko perusahaan berpengaruh positif dan signifikan secara

statistis pada konservatisma akuntansi. Ini berarti semakin tinggi risiko

 perusahaan yang diproksikan dengan debt to equity maka semakin tinggi tingkat

konservatisma akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis menerima

hipotesis penelitian.

Page 62: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 62/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Persamaan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

KONSVit = -0,011 + 0,003 RISK it + εit................(5)

Keterangan:

KONSVi = Pengukuran konservatisma.

DEBTi = debt to equity ratio 

E. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pengujian statistik serta pembahasan yang telah diuraikan pada

 bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan risiko

 perusahaan berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi sebesar 0,003

dengan tingkat signifikansi 0,048. Hal yang perlu disarankan kepada perusahaan

 bahwa dalam mengurangi masalah keagenan, monitoring cost   dan memperoleh

 pendanaan, perusahaan dapat menggunakan utang sebagai alternatif pilihan.

Sehingga diharapkan dapat menciptakan pengelolaan perusahaan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A.S., Duellman, S., 2007. Accounting conservatism and board of director

characteristics: An empirical analysis, Journal of Accounting and Economics

Basu, Sudipta, 1997. “The Conservatism Principle and The Asymmetric

Timeliness of Earnings.” Journal of Accounting and Economic. Vol. 24,

 No.1: 3-37.

Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat

Carter, David A., Betty J. Simkins, and W. Gary Simpsons. 2002. Corporate

Governance, Board Diversity, and Firm Value. Available at: www.ssrn.com. (Accessed January 2010)

DeFond, M. L. dan Jiambalvo, J. 1994. “Debt Convenant Violation and

Manipulation of Accruals”, Journal of Accounting dan Ecconomics 17. 145-

176.

Dewi, A.R. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap Earnings

Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi VI . 507-525.

Page 63: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 63/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Feltham, J. dan J. Ohlson. 1995. “Valuation and Clean Surplus Accounting for

Operating and Financial Analysis.” Contemporary Accounting Research 11

(1995), pp.687-731.

Ghozali, Imam. 2006.  Analisis Multivariate dengan Program SPSS . Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gideon SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate

Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis

Jalur . Simposium Nasional Akuntansi VIII. 172-194.

Givoly and Carla Hyan, 2000. “The Changing Time Series Properties of Earnings,

Cash Flows and Accruals: Has Financial Accounting Become More

Conservative?.” Journal of Accounting and Economic Vol.29: 287-320.

Hastuti, T.D. 2005.Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur

Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus padaPerusahaan yang

listing di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 238-247

Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976). “Theory of the Firm: Managerial

Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”,  Journal of Financial

 Economics, 3 No. 4

KNKG. 2006.  Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite

 Nasional Kebijakan Governance. Jakarta

Lo, Eko. W. 2005. “ Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan Terhadap

Konservatisma Akuntansi.” Simposium Nasional Akuntansi VIII , 396-440.

Mahadwartha, Anom. 2002. Interdependensi Antara Kebijakan Leverage Dengan

Kebijakan Dividen : Perspektif Teori Keagenan.  Jurnal Riset Akuntansi,

 Manajemen dan Ekonomi 2. STIE Yogyakarta

Penman, S.H, dan Zhang, X.J. 2002. “Accounting Conservatism, the Quality of

Earnings, and Stock Returns.” The Accounting Review, 77: 237-264.

Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta:

Gramedia Pusaka Utama.

Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management:

Some Evidence. Working Paper

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 3. Bandung : Alfabeta.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Akuntansi Keuangan. Edisi

Ketiga. BPFE. Yogyakarta.

Page 64: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 64/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Wardhani, Ratna. 2008. Tingkat Konservatisme Akuntansi Di Indonesia dan

Hubungannya Dengan Karakteristik Dewan Sebagai Salah Satu Mekanisme

Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi XI .

Watts, R. L., J. L., Zimmerman. 1986.  Positif Accounting Theory. New Jersey:

Prentice-Hall International Inc.

Watts, R.L. 2003. Conservatism in accounting part I: explanations and

implications. Accounting Horizons 17, 207 – 221.

Widanaputra, A.A Gede Putu. 2007. Pengaruh Konflik Antara Pemegang Saham

dan Manajemen Mengenai Kebijakan Dividen Terhadap Koservatisma

Akuntansi. Desertasi Program Doktor Akuntansi Fakultas Ekonomi UGM

Williams. S. Mitchell. 2003. Diversity in Corporate Governance and Its Impact on

Intellectual Capital Performance in a Emerging Economy. Available at:

www.vaic-on.net . Accessed June 2009.

Zarkasyi, Wahyudin. 2008. Good Corporate Governance: Pada Badan Usaha

 Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung: Alfabeta

Bandung.

Biodata Penulis

 Nama: Putu Diah Asrida, SE, Ak., M.Si. Pendidikan S-1, Profesi Akuntansi, dan

Magister Ekonomi Akuntansi di Universditas Udayana, Pekerjaan Dosen.

Kaprodi Pendidikan Ekonomi FPIPS IKIP PGRI Bali

Page 65: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 65/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

62

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK

PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU SOSIAL SISWA

(Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XSMA Laboratorium(Percontohan) UPI Bandung)

Putu Agus Semara Putra Giri

Dosen FIP IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

This research is made from consideration about the important effort in

establishment social behavior of student. To develop the social behavior to positivecourse, the research did by groupguident through game as equipment in establishment

social behavior.

This research did from March 2011 until April 2011 at SMA Laboratorium(Percontohan) UPI Bandung. In this research used quantitative approach with quasiexperimental designs, by given beginning task and final task with take sample

according to random sampling at X grade. Experiment group is XD grade students

and Control group is XB grade students.

Common representation retrieved is there increase of social behavior fromstudents after joined the leadership group through game technique. Through this

experiment the result retrieved is uji-t = 5,288 with 60 freedom level, with p-value =

0.000 smaller than α = 0.05 so this research showing the average score of experimentgroup that joined leadership group through game method is better than average score

of control gropu that didn‟t joined leadership group with game technique. With the

result both of the group retrieved t = 6.058 with 46.560 freedom level and p-value (2-tailed) = 0.000 smaller than α = 0.05, so the conclusion is service by leadership groupwith game technique is more effective for increase social behavior of the students.

Keywords : Leadership Group, Game, Social behavior

PENDAHULUAN

Pentingnya perilaku prososial dalam kehidupan mayarakat membawa dampak

 positif bagi pengembangan diri, masyarakat serta seluruh aspek kehidupan

didalamnya. Dampak positif tersebut terlihat pada tumbuhnya rasa kedamaian dan

keharmonisan, menyayangi antar sesama, menghargai antar sesama, sikap

nasionalisme yang tinggi, idialisme yang sehat, yang membawa kearah

 perkembangan mayarakat sehat dan bermadani. Namun, di era globalisasi dewasa ini

 bangsa Indonesia dihadapkan pada rendahnya aspek sosial pada tatanan kehidupan.

Page 66: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 66/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

63

Krisis pada aspek sosial sudah sampai pada bentuk yang cukup memperihatinkan.

Berbagai bentuk kemiskinan sosial banyak diperlihatkan, seperti miskin pengabdian,

kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah sosial, kurang efektif

 berkomunikasi, kurang disiplin, banyaknya pengguna narkoba seperti halnya Badan

 Narkotika Nasional (BNN) mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta

orang, atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk negeri ini. Dari jumlah tersebut,

sebanyak 8.000 orang menggunakan narkotika dengan alat bantu berupa jarum suntik,

dan 60 persennya terjangkit HIV/AIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap

tahun karena menggunakan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif) lain.

(http://dunia-narkoba.blogspot.com), percobaan bunuh diri, Seperti halnya yang

terjadi pada SMK Negeri 1 Bau-Bau Nusa Tenggara Timur, salah satu siswanya

melakukan percobaan bunuh diri (Redaksi Pagi Trans 7, 13 Januari 20011),

 perkelahian antar pelajar/ mahasiswa, konflik antar suku yang berujung pada adanya

korban jiwa, seperti halnya pernah terjadi di kampung daerah Ciwaringin Bogor

Tengah yang memakan satu korban nyawa, dan yang akhir-akhir ini masih teringat

oleh kita konflik di Kabupaten Pandegelang Banten yang memakan hingga tiga

korban jiwa. (http://megapolitan. kompas.com).Untuk menangkal dan mengatasi kondisi tersebut, perlu dipersiapkan insan

dan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Manusia yang bermutu, yaitu

manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani, bermoral, serta

dinamis. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional.

Pendukung utama bagi terciptanya sasaran pembangunan manusia Indonesia

yang berkualitas dan bermutu adalah pendidikan. Menurut Musaheri (2007 : 48),

”pendidikan dalam arti luas merupakan bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh

seseorang kepada orang lain untuk mengembangkan dan memfungsionalkan rohani

(pikiran, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) manusia dan jasmani (pancaindera dan

keterampilan-keterampilan) manusia agar meningkat wawasan pengetahuannya”.

Jadi, pendidikan tidak cukup terfokus pada aspek kognitif semata tetapi juga aspek

Page 67: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 67/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

64

non kognitif. Kedua aspek ini memberi pengaruh yang cukup besar terhadap

 perkembangan. Pendidikan kognitif mengembangkan aspek intelektual, sedangkan

aspek non kognitif membantu mengembangkan sikap dan keterampilan.

Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa sekolah lebih mengutamakan

nilai hasil belajar/akademik dari pada pengembangan kepribadian. Persyaratan untuk

memasuki sekolah pada jenjang pendidikan tertentu menggunakan nilai UAN (Ujian

Akhir Nasional), seleksi TPA (Tes Potensi Akademik), dan persyaratan akademis

lainnya. Jarang kita mendengar ada sekolah yang menggunakan kepribadian sebagai

 persyaratan diterima sebagai siswa baru pada sekolah tertentu. Akibatnya banyak

sekolah yang hanya menekankan pada bagaimana caranya agar nilai akademis anak

dapat ditingkatkan. Dampak lanjutannya adalah anak banyak diberikan les-les atau

 bimbingan belajar, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah,

diselenggarakannya lomba-lomba peningkatan prestasi akademik seperti olimpiade

matematika, fisika, bologi, dan berbagai jenis lomba akademik lainnya.

Akibat dari adanya ketidakseimbangan kedua aspek pendidikan tersebut, anak

terkesan menjadi anak pintar tetapi angkuh dan meninggalkan aspek emosional.

Daniel Goleman (2003 : 48) menyatakan bahwa ”keberhasilan seseorang dalamhidup, dalam hal ini keberhasilan berperilaku prososial yang positif bukan hanya

ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata akan tetapi banyak dipengaruhi oleh

kecerdasan emosional. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara

emosional cakap mengelola perasaan dengan baik, dan yang mampu membaca serta

menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam bidang

hidup. Sebagaimana dikatakan oleh Sunaryo Kartadinata, dkk (2000 : 06) bahwa,

”kebermutuan sumber daya manusia tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual,

teta pi juga kecerdasan sosial dan emosional”. Keberhasilan atau prestasi yang dicapai

manusia masyarakat global tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual

tapi juga oleh ketekunan, komitmen,

Page 68: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 68/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

65

Perpaduan bimbingan kelompok melalui dinamika kelompok didalamnya

terdapat permainan kelompok dimungkinkan dapat membentuk perilaku sosial anak,

karena dalam kelompok yang efektif diharapkan adanya kerjasama motivasi,

kesungguhan, disiplin dan etos kerja, kemampuan berempati, berinterelasi dan

 berinterelasi.

Berdasarkan pemikiran tentang perilaku sosial tersebut maka peneliti tertarik

untuk mengangkat tema perilaku sosial ini sebagai bidang kajian. Untuk itu peneliti

 bermaksud menerapkan bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk

meningkatkan perilaku prososial siswa.

Bimbingan kelompok merupakan upaya membantu individu dalam suasana

kelompok agar individu dapat memahami, mencegah serta memperbaiki dirinya

dengan memanfaatkan dinamika kelompok agar individu yang bersangkutan dapat

menjalani perkembangannya secara optimal. Bimbingan kelompok pada umumnya

memanfaatkan dinamika kelompok, kelompok yang dinamis adalah yang memiliki

ciri-ciri memiliki tujuan bersama, saling membina hubungan yang dinamis, bersikap

 baik terhadap orang lain, memiliki kemampuan mandiri dan lain sebagainya.

Bermain untuk saat ini dilaksanakan hanya untuk menyalurkan minat, melatihketerampilan fisik dan bersenang-senang. Program ini menurut peneliti, tanpa

disadari oleh pelakunya dapat digunakan sebagai sarana belajar, dalam hal ini belajar

untuk menyadari bahwa ia hidup dalam lingkungan sosial dengan banyak individu-

individu lain disekitarnya yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut sangat

kompleks sehingga kalau individu tidak mempunyai pemahaman tentang perbedaan

tersebut akan membawa dampak yang merugikan bagi dirinya dan lingkungannya.

Aplikasi dari pemahaman tersebut dapat diketahui melalui interaksi sosialnya di

masyarakat (perilaku sosialnya). Dengan mengalami langsung bermain, peserta dapat

memetik berbagai pengalaman, seperti sikap empati, toleransi, kerjasama, dan aspek-

aspek sosial lainnya yang nantinya semua pengalaman tersebut dapat diterapkan

dalam interaksi sosial.

Page 69: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 69/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

66

, etiket dan sikap yang baik pada orang lain, serrta kemandirian dari dari setiap

anggotanya. Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan kelompok

dan permainan karena keduanya memiliki kesamaan prinsip yaitu nilai kebersamaan.

Maka dengan nilai kebersamaan inilah akan terbentuknya suatu kelompok yang

dinamis dan diharapkan dalam kelompok dapat terbentuknya pola perilaku sosial

yang positif.

Menyadari begitu banyak manfaat yang diperolah setelah melaksanakan

 permainan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan

 bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk meningkatkan perilaku

 prososial siswa pada kelas X SMA Laboratorium UPI Bandung.

TINJAUAN PUSTAKA

1.  Perilaku Prososial

Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain,

 baik dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-sudara anak (Syaodih &

Mubiar, 2008 ; 2.23).

Menurut Bar-Tal (1976 : 4) perilaku sosial diartikan sebagai perilaku yang

dilakukan secara sukarela (valuantary) yang dapat menguntungkan ataumenyenangkan (benefit ) orang lain tanpa antisipasi reward eksternal. Perilaku sosial

ini dilakukan dengan tujuan yang baik. Yang disebut dengan perilaku prososial

seperti : menolong (helping ), membantu (aiding ), berbagi ( sharing ) dan menyumbang

(donating ).

Perilaku sosial yang di harapkan tentu saja prilaku yang prososial. Pengertian

 perilaku prososial sebagaimana yang dikutip oleh Dayakisni & Hudaniah (2003 :

177) dari beberapa ahli sebagai berikut. Staub, Baron & Byren menyatakan bahwa

 prilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima,

tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981)

membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki

intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang

Page 70: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 70/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

67

 baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan

well being  orang lain.

Wispe (dalam John Wily & Sons, 1976 : 04) mengatakan behavioral consist

of a variety of acts such as helping, aiding, sharing, donating, or assisting. All

these acts can be seen as having positive social consequences and, therefore,

 social psyicologists decide to call such acts prosocial behavior.

Lebih jauh lagi Eiseberg & Mussen, 1989 (dalam Dayaksini & Hudaniah,

2003 ; 177) pengertian perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan : Sahring

(membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong),

bonesty (kejujuran),  generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan

kesejahteraan orang lain.

Rydell dan Bohlin (1997 : 829) menyatakan bahwa apek prososial menyangkut

: kedermawanan ( generocity), empati (empty), memahami orang lain (understanding

of other ), penanganan konflik (conflict hendling ) dan suka menolong (help fullness),

serta aspek sosial ( social initiative) yang terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif

dalam situasi sosial.Bedasarkan batasan-batasan tersebut di atas, dapat tarik kesimpulan bahwa

 perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberiakan konsekwensi

 positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi

tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.

Membina hubungan dalam kelompok, anak akan belajar untuk berperan serta,

 bekerja sama dan mengenal aturan yang berlaku. Sebagai pribadi, anak belajar untuk

mengenal perbedaan dan menghargai perbedaan dengan orang lain serta memberikan

 bantuan yang dibutuhkan.

2.  Pengertian Permainan

Istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk dijabarkan. Di

dalam Oxford English Dictionary, tercantum sebanyak 116 definisi tentang bermain.

Page 71: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 71/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

68

Salah satu contoh, ada ahli yang mengatakan bermain sebagai kegiatan yang

dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Piaget, 1951 (Andang Ismail, 2006 : 13).

Tetapi, ahli lain membantah pendapat tersebut karena adakalanya bermain bukan

dilakukan semata-mata demi kesenangan, melainkan ada sasaran lain yang ingin

dicapai, yaitu prestasi tertentu. Banyak keterangan yang simpang siur dan saling

 bertentangan. Karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif

mengenai bermain, perlu memandang bermain sebagai “tali” yang merupakan untaian

serat dan benang-benang yang terjalin menjadi satu. Mayke, 2001 (Andang Ismail,

2006 : 13).

Bermain dapat dikatagorikan sebagai media pembelajaran dan pengembangan

 perilaku sosial anak karena permainan menurut Russ (Nandang Rusmana, 2009 : 13-

14) bahwa bermain akan memperoleh berbagai pengetahuan yang sangat penting

untuk keberlangsungan hidup tanpa harus merasa jenuh ketika dalam prosesnya

mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang baru tersebut.

Pada dasarnya bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan.

Bermain menurut pengertian pertama dapat berakna sebagaisebuah aktivitas yang

murni mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” ( play). Sedangkan yangkedua disebut sebagai aktivitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari

kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian “menang -kalah”

( games). Dengan demikian, pada dasarnya setiap aktivitas bermain selalu didasarkan

 pada perolehan kesenangan dan kepuasan sebab fungsi utama bermain adalah untuk

relaksasi dan menyegarkan kembali (refreshing) kondisi fisik dan mental yang berada

di ambang ketegangan.

Sehubungan dengan bermain dapat bermakna sebagai  play dan  games, maka

 perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menarik definisi adalah proses yang

menyebabkan berlangsungnya aktivitas tersebut. Pada pengertian pertama, bermain

sebagai  play  bisa jadi merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang tanpa

melibatkan kehadiran orang lain sehingga total kesenangan dan kepuasan itu datang

Page 72: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 72/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

69

dari diri sendiri. Sedangkan pihak lain yang terlibat dapat merupakan unsur penghibur

saja. Contoh dari aktivitas bermain sebagai  play  adalah bermain “konstruktif” atau

“destruktif” dan “melamun”. 

Pada pengertian kedua, bermain sebagai  games, kesenangan, dan kepuasan

yang diperoleh seseorang harus melibatkan kehadiran orang lain. Tanpa hadirnya

 pihak kedua (sebagai lawan), maka games tidak akan terjadi sebab games hanya akan

 berlaku jika ada unsur sportifitas, aturan, dan menang-kalah. Artinya, seseorang akan

memperoleh kesenangan dan kepuasan setelahnya mampu mengungguli atau

menaklukan pihak lawan. Dengan demikian bermain sebagai  games  merupakan

aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memperoleh kesenangan dan

kepuasan setelahnya mengungguli kemampuan lawan mainnya.

3.  Permainan Sebagai Teknik Terapi

Proses bermain telah digunakan oleh para terapis untuk menimbulkan

 perubahan, sekalipun caranya tidak sistematik. Proses-proses kognitif, afektif dan

interpersonal dari bermain dapat mempermudah kemampuan-kemampuan adaptif,

seperti berfikir kreatif, pemecahan masalah, penanganan dan perilaku sosial anak.

Kemampuan-kemampuan adaptif ini penting bagi penyesuaian diri anak dan bermainmenjadi hal yang paling efektif dengan menargetkan proses-proses yang spesifik.

Andang Ismail (2006 : 23) mengatakan bahwa bermain dapat merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang dapat

menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan,

maupun mengembangkan imajinasi anak. Sehingga, melalui bermain anak dapat

mengungkapkan sikapnya yang negatif atau positif terhadap orang lain.

Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan

kemampuan para peserta didik. Dengan bermain secara alamiah anak akan bisa

menemukan dan mengenali lingkungannya, orang lain, dan dirinya sendiri. Lebih dari

itu, bermain juga dapat meningkatkan kecerdasan anak untuk berfikir, memiliki

keterampilan motorik, berjiwa seni, sosial, serta berparadigma religius.

Page 73: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 73/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

70

Menurut Russ, 2004 (dalam Nandang Rusmana, 2009 : 17) bahwa intervensi

terapi bermain dapat memiliki dua tipe umum, yaitu 1) intervensi sebagai medium

untuk berubah artinya proses bemain dalam terapi digunakan untuk menimbulkan

 perubahan, misalnya, ekspresi emosi dalam bermain, 2) intervensi yang memperkuat

 proses bermain, misalnya, anak-anak yang mengekspresikan emosi yang tidak

terkontrol, maka melalui pengembangan kemampuan bercerita dan kemampuan

naratif dapat membantu anak mengatur emosinya.

Bermain itu penting bagi perkembangan anak maupun dalam psikoterapi

anak. Bermain melibatkan kepura-puraan, penggunaan fantasi dan khayalan, dan

 penggunaan simbolisme. Russ, 2000 (dalam Nandang Rusmana, 2009 : 17)

menyatakan bahwa bermain pura-puraan adalah suatu perilaku simbolik yang

dilakukan dengan perasaan dan intensitas emosional, sehingga afeksi itu terjalin

dengan bermain pura-pura.

Menurut Elizabeth B. Hurlock, 1999 (dalam Andang Ismail, 2006 : 29)

menyatakan bahawa, bermain merupakan proses terapi hal tersebut dikarena adanya

 bebrapa pengaruh yang ditimbulkan dari bermain, seperti halnya :

a. 

Perkembangan fisik. Bermain aktif penting bagi anak untukmengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga

 berfungsi sebagai penyalur tenaga yang berlebihan, yang bila terpendam

terus akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersinggung.

 b.  Dorongan berkomunikasi. Agar dapat bermain dengan baik bersama anak

lain, anak harus belajar berkomunikasi.

c.  Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam. Bermain merupakan

sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh

 pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.

d.  Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan.

Page 74: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 74/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

71

e.  Sumber belajar. Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari

 berbagai hal yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah ataupun di

sekolah.

f.  Rangsangan bagi kreativitas.

g.  Perkembangan wawasan diri. Dengan bermain anak mengetahui tingkat

kemampuan dibandingkan teman bermainnya. Ini memungkinkan mereka

untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.

h.  Belajar bersosialisasi, sehingga mampu belajar bagaimana membentuk

hubungan sosial dan memecahkan permasalahan yang dihadapi.

i. 

Standar moral, dimana anak memahami sebuah nilai-nilai baik dan buruk.

 j.  Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin.

k.  Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan. Dari hubungan dengan

anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja

sama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang.

4.  Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan ( guidance) merupakan salah satu bidang dan program dari

 pendidikan, dan program ini ditujukan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Program tesebut terutama dalam upaya membantu peserta didik

menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan perencanaan masa depan seperti

yang dikemukakan Tolbert dan Jones (dalam Nana Syaodih S, 2007 : 08). Menurut

Tolbert :

Bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan layanan dalam

lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka

dapat menyusun dan melaksanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri

dalam semua aspek kehidupan sehari-hari”. 

Menurut Shertzer dan Stone (dalam yusuf, 2009 : 6) mengertikan bimbingan

sebagai „... process of helping an individual to understand himself and his

Page 75: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 75/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

72

world   (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami

diri dan lingkungannya)‟. 

Pengertian diatas menyiratkan bahwa bimbingan itu mencakup : a) suatu

 proses bantuan yang diberikan kepada individu, b) suatu proses yang berkelanjutan,

c) upaya yang diberikan kepada individu kepada individu agar dapat memahami,

menerima, mengarahkan dirinya serta merealisasikan dirinya dengan lingkungannya,

d) bimbingan diberikan agar individu mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.

Menurut Rochman Natawijaya (2009 : 36-37) bahwa, bimbingan kelompok

dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri klien,

isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan

dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak

disajikan dalam bentuk pelajaran.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konsep bimbingan

kelompok sebagai suatu sistem didalamnya tersirat makna tujuan, sasaran dan sifat

hubungan yang perlu dibangun oleh konselor dan klien. Dengan kata lain bahwa

 bimbingan kelompok ditujukan bagi individu; memiliki sifat suasana kelompok

(dinamika kelompok); diarahkan untuk pencegahan; kemudahan perkembangan dan pertumbuhan serta penyembuhan.

5.  Prosedur dan Langkah-langkah

Sebagaimana yang dikatakan oleh Nandang Rusmana (2009:37) tidak ada

langkah-langkah baku yang dapat diterapkan dalam bimbingan kelompok. Langkah-

langkah dalam bimbingan kelompok ditentukan oleh orientasi teoritis yang menjadi

dasar penerapan model. Dalam hal ini yang menjadi dasar penerapan bimbingan

kelompok yaitu model konseling kelompok yang dikemukakan oleh Gladding

(1995). Menurut Gladding (dalam Nandang Rusmana, 2009 : 37) ada empat langkah

utama yang harus ditempuh dalam melaksanakan konseling kelompok, yaitu : a)

langkah awal ( Beginning a Group); b) langkah Transisi (The Transition Stage in a

Group); c) langkah kerja (The working Stage in a Group); dan d) langkah terminasi

Page 76: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 76/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

73

(Termination of a Group). Menurut Gladding (1999) empat langkah konseling yang

dikemukakannya selaras dengan langkah-langkah dinamika kelompok dari Tuckman,

yakni forming, storming, norming, performing, dan enjourning. 

a.  Tahap Awal (Beginning a Group)

Menurut Gladding (1999) langkah awal konseling (beginning ) parallel

dengan langkah pembentukan kelompok ( forming ) dari Tuckman. Dalam

 pelaksanaan pembentukan kelompok konselor perlu mempertimbangkan :

1) tahapan-tahapan pembentukan kelompok ( step in the forming stage); 2)

tugas-tugas pembentukan kelompok (task of beginning group); 3) potensi

masalah pembetukan kelompok(resolving potenstial group in forming ); 4)

 prosedur pembentukan kelompok (useful procedures for beginning stages

of agroup).

1)  Tahapan-tahapan pembentukan kelompok

Pembentukan kelompok merupakan tahap yang peling penting

dalam proses konseling kelompok. Menurut Gladding (1999)

keberhasilan dalam melakukan pembentukan kelompok akan

asangat menentukan efektivitas konseling. Oleh karena itukonselor perlu melaksanakan pembentukan kelompok dengan

langkah-langkah dan tahapan yang akurat, sistematis dan

 berkesinambungan.

Menurut Gladding (1999) ada beberapa hal yang perlu dilakukan

dalam melaksanakan proses pembentukan kelompok yakni : a)

mengembangkan alas an-alasan pembentukan kelompok

(developing a rationale for the group); b) menentukan format

teoritis (deciding on a theoretical format ); c) menentukan

kerangka kerja ( practical cobsideration); d) melakukan publikasi

kelompok ( publizing the goup); dan e) melakukan persiapan

Page 77: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 77/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

74

latihan ( pretraining ) dan f) melakukan seleksi anggota dan

 pendamping kelompok ( selection of members and leaders).

2)  Tugas-tugas pembentukan kelompok

Menurt Gladding (1999) tugas pertama dlam memulai kelompok

adalah para anggota kelompok melakukan kesepakatan tentang

 permasalahan apa yang akan dibahas. Pada intinya, permasalahan

yang diangkat sebagai fokus konseling bersumber dari kecemasan

yang ditampilkan oleh anggota kelompok. Meskipun permasalahan

yang diangkat adalah masalah individual, namun karena akan

dipecahkan secara bersama-sama maka masalah itu perlu mebnjadi

masalah bersama. Target kedua yang akan dicapai dalam sesi awal

konseling adalah menetapkan tujuan dan melakukan kontrak.

Selanjutnya para anggota kelompok perlu menetapkan aturan

sebelum dan selam proses kelompok berlangsung. Aturan ini

merupakan pedoman bertindak anggota kelompok dalam

melakukan proses konseling.

3) 

Potensi masalah pembentukan kelompokMasalah anggota kelompok yang mungkin dijumpai adalah adanya

tipologi dan strereotype individual anggota kelompok yang

 beragam. Menurut Kline dalam Gladding (1999), topologi orang

yang dijumpai dalam kelompok adalah :a) manipulators; b)

r esisters; c) monopolizers; d)  silences members; e) user of

 sarcasems; dan f) focuser on other .

4)  Prosedur pembentukan kelompok

Untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul dalam

 proses pembentukan kelompok, konselor hendaknya melakukan

upaya merumuskan prosedur yang tepat dalam melakukan proses

awal konseling. Menurut Gladding (1999) sesungghnya tidak ada

Page 78: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 78/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

75

satu cara atau metode yang tepat yang dapat digunakan untuk

mengatasi permasalahan yang berkenaan dengan awal konseling.

Secara umum, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pegangan

dalam memuali suatu kelompok, yaitu : a) kerjasama ( joining ), b)

kesepadanan (linking ); c) menghentikan atau memutuskan

 pembicaraan (Cutting Off ); d) lebih menjelaskan (drawing Out ); e)

memperjelas maksud (Clarifying the Purpose).

b.  Tahap Transisi (Transition Stage)

Tahap transisi adalah periode kedua pasca pembentukan kelompok

dan merupkan tahap awal sebelummemasuki tahap kerja. Di dalam

konseling kelompok biasanya berlangsung 12-15 sesi, tahap

transisi ini kira-kira memakan waktu 5-20 % dari keseluruhan

 proses konseling. Masa transisi ditandai dengan adanya tahapan

 forming  dan norming .

Tahap storming atau disebut juga periode pancaroba/ kacau balau

adalah masa terjadinya konflik dalam kelompok. Konflik dalam

kelompok tejadi karena adanya kekhawatiran anggota kelompokdalam memasuki proses konseling. Biasanya kekhawatiran muncul

karena kelompok enggan untuk bergerak dari ketegangan primer

(kekakuan ssat berada dalam sitausi yang asing) menuju

ketegangan sekuder (konflik dalam kelompok).

Kegagalan dalam dalam mengatasi tahap kacau balau ini akan

 berakibat pada terhentinya proses konseling. Oleh karena itu

menurut Gladding (1999) konselor perlu mengatasinya dengan

upaya sebagai berikut :

1)  Peningkatan hubungan anggota Kelompok

Page 79: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 79/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

76

Dalam rangka meningkatkan hubungan anggota kelompok

konselor perlu mengembangkan kepemimpinan dan

menunjukan kekuasaan yang terbuka dan asertif.

2)  Resistensi

Resistensi didefinisikan sebagai perilaku kelompok untuk

menghindari daerah yang tidak nyaman dan situasi konflik.

Resistensi biasanya meningkat pada awal periode kekacauan.

Bentuk resistensi ada dua jenis yaitu resistensi langsung dan

resistensi tidak langsung.

3) 

Task Processing

Menurut Gladding (1995) cara atau metode yang dapat

digunakan untuk membantu anggota kelompok mengatasi

kekacauan adalah : a) mengatai perasaan mereka dengan

memotivasi untuk berinterkasi secara terbuka dan bebas; b)

menyadarkan anggota bahwa kekacauan dalam kelompok

merupakan hal yang wajar; c) meminta umpan balik dari

anggota mengenai kondisi mereka sat ini dan apa yangmereka pikir perlu dilakukan.

Tahap berikutnya pada masa transisi adalah norms  and norming .

Menurut Gladding (1995) tahap norms  dan norming dibagi ke

dalam liha tahap yakni; 1)  Peer Relationship; 2) Task Processing ;

3)  Examining Aspects of Norming ; d)  Promoting Norming ; e)

 Results of Norming. 

Selama periode norming beberpa perubahan penting terjadi dalam

hubungan antar teman. Interaksi antar teman ini dapat

digambarkan melalui : 1) idenifikasi; 2) variabel eksistensial; 3)

harapan; 4) kooperasi; 5) kolaborasi; dan 6) kohesi.

Page 80: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 80/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

77

c.  Tahap Kerja (Performing Stage)

Perhatian utama dalam tahap kerja adalah produktifitas kinerja.

Masing-masing anggota kelompok terfokus pada peningkatan

kualitas kerja untuk mencapai tujuan individu dan kelompok. Ada

tiga cara untuk mencapai produktivitas yang yang tinggi di

antarannya adalah : 1) saling memuji keunggulan masing-masing

anggota kelompok; 2) role playing ; 3) home work   (pekerjaan

rumah).

Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk dalam fase kerja ini

di antaranya adalah :

1)   Modeling ;

2)   Exercise;

3)  Group observing group;

4)   Brainstorming ;

5)   Nominal-group technique;

6)  Synectics;

7) 

Written projection;8)  Group processing .

d.  Tahap Terminasi (Termination Stage)

Menurut Glading (1995) tahap terminasi adalah tahap yang tidak

kalah pentingnya dengan tahap pembentukan kelompok. Dalam

 pembentukan kelompok, setiap anggota kelompok berusaha untuk

saling mengenal dan memahami karakkteristik masing-masing

anggota kelompok; dalam tahap terminasi anggota kelompok

mencoba untuk mengenal dan memahami lebih dalam lagi. Tahap

terminasi dalam konseling kelompok dibagi menjadi tujuah bagian,

yaitu :

Page 81: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 81/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

78

1)   Preparing for Termination

2)   Effect ofTerminaton on Individual

3)   Premature Termination

4)  Terminationof Group Sessions

5)  Terminationof a Group

6)   Problem inTreminations

7)   Folow-up Session

METODE

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode dengan desain

 penelitian eksperimen (experimental reaserch). Penelitian yang dilakukan dengan

memberikan perlakuan (treatment ) tertentu terhadap subjek penelitian yang

 bersangkutan. (Agung, 2001 : 17) Perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah Efektifitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Permainan. Pengkondisian

 prilaku siswa hanya sebesar yang dapat dikontrol secara kuasi dan menghindari

kontrol yang murni ( pure exsperiment ) sehingga kontrol terhadap perilaku siswa tidak

terlalu ketat. Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimensemu (kuasi exsperiment ).

Penelitian ini dirancang menggunakan model “ Pre-Postest-kontrol group

design.  (Fraenkel & wallen dalam Suarni, 2004). Desain penelitiannya dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel. 01 Rancangan Penelitian 

KelompokTes Awal

(Pretest)Perlakuan

Tes Akhir

(Posttest ) 

Eksperimen Y0 X1  Y1 

Kontrol Y0 - Y1 

Page 82: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 82/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

79

Keterangan :

Y0  : Pemberian tes awal ( pre-test ) pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sebelum dimulai eksperimen.

Y1  : Pemberian tes akhir ( post-test ) pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol setelah pertemuan terakhir eksperimen.

X1  : Perlakuan/efektifitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik

Permainan kepada kelompok eksperimen.

- : Tidak diberi perlakuan/eksperimen.

1.  Populasi dan Sampel Penelitian

Adapun populasi target dalam penelitian ini adalah siswa SMA Laboratorium

(Percontohan) UPI Bandung, sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa kelas X

SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung tahun ajaran 2010/2011. Adapun

 jumlah kelas sebagaimana berikut :

Kelas Jumlah

XC

XF

XA

XB

XD

31 Siswa

31 Siswa

31 Siswa

31 Siswa

31 Siswa

Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka sampel penelitian ini diperolehdengan menggunakan teknik random sampling . Menurut Kartono Kartini (1996 :

137) teknik ini menggunakan cara pengambilan/pemilihan sampel secara pilihan

random, sembarangan tanpa pilih bulu. Rancangan penentuan sampel ini

menggunakan tehnik undian, yang mana SMA Laboratorium (Percontohan) UPI

Page 83: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 83/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

80

Bandung memiliki 7 kelas, lalu kedelapan kelas tersebut diundi untuk menentukan

satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Adapun langkah-langkah

 pengundian sebagai berikut :

1.  Pada semua kelompok/ kelas yang menjadi anggota/ bagian dari populasi

diberikan kode-kode bilangan.

2.  Kode-kode tersebut dituliskan pada kertas-kertas lembaran kecil-kecil,

masing-masing digulung dengan baik, lalu dimasukan kedalam satu

kotak/tempat yang tertutup.

3.  Kertas gulungan tersebut dikocok dengan baik sehingga kertas gulungan

tersebut jatuh. Kertas yang jatuh/ muncul itulah dipakai sebagai sampel

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan sebanyak sampel

yang diperlukan.

Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan bimbingan kelompok

melalui teknik permainan dan sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan

 bimbingan kelompok melalui teknik permainan.

2.  Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah bimbingan kelompok melaluiteknik permainan sebagai variabel bebas (independent variable) dan perilaku sosial

sebagai variabel terikat (dependent variable). Bimbingan kelompok melalui teknik

 permainan sebagai variabel bebas disebut juga variabel eksperimen atau perlakuan

(treatment ), yaitu sejumlah gejala yang sengaja ditimbulkan atau dirubah atau

dikenakan atau diberikan kepada kelompok eksperimen. Perlakuan ini merupakan

sebab yang hendak diobservasi atau diamati pengaruhnya pada subjek penelitian.

Perilaku sosial sebagai variabel terikat merupakan sebagai akaibat dari perlakuan

yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan akan diteliti perubahannya. Devinisi

operasional variabel seperti berikut.

 Pertama,  perilaku sosial adalah tingkah laku atau respon yang dilakukan

dalam interaksi antar individu dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Perilaku sosial

Page 84: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 84/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

81

terjadi sekarang. Perilaku sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku

 prososial sebagaimana diungkap  Rydell   dan  Bohlin (1997 : 829) menyatakan,

 perilaku sosial yang diharapkan adalah perilaku prososial yang menyangkut apek :

kedermawanan ( generocity), empati (emphaty), penanganan konflik (conflict

hendling ) dan kejujuran (honesty), serta aspek sosial ( social initiative) yang terdiri

dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial. Pengukuran perilaku sosial

siswa sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan kuesioner skala Likert.

 Kedua,  bimbingan kelompok melalui teknik permainan adalah proses

 pemberian bantuan kepada klien dengan seting kelompok, yang pelaksanaannya

menggunakan teknik permainan.

HASIL PENELITIAN

Dalam Menentukan efektif tidaknya pekasanaan bimbingan kelompok melalui

teknik permainan dibandingkan dengan bimbingan kelompok yang menggunakan

metode bimbingan konvensional, data yang digunakan adalah perbandingan hasil

skor rata-rata pretes dan postes dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Selain skor rata-rata perbandingan juga digunakan data skor gain (selisih antara hasil

 pretes dan postes) dari kedua kelompok.1.  Pengujian Asumsi Statistik

Pelaksanaan pengujian asumsi statistik yang disyaratkan dalam analisis data

menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan pengujian. Data dalam

 penelitian harus normal artinya data yang dihubungkan berdistribusi normal, maka

 perlu uji normalitas. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan program

SPSS 17.0 metode  Kolmogorov Smirnov dengan taraf signifikansi yang digunakan

sebagai aturan untuk menerima atau menolak pengujian normalitas atau ada tidaknyasuatu distribusi data adalah α = 0,05, dan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel

 berikut.Tabel 02

Page 85: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 85/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

82

Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes pada

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Dilihat dari hasil output SPSS tests normality menunjukan nilai Kolmogorov-Smirnov  (K-S)  pretest   kelompok eksperimen sebesar 0,200

*dan  pretest   kontrol

sebesar 0,200*, serta  posttest  kelompok eksperimen sebesar 0,200

*dan  posttest  

kontrol sebesar 0,200*. Sedangkan signifikansi uji (α) sebesar 0,05. Karena

siginifikansi hasil lebih besar dari signifikansi uji (K-S > α  ), maka dapat

disimpulkan bahwa sebaran data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

 pada skor pretest  dan posttest  berdistribusi secara normal.

2.  Pengujian Hipotesis Penelitian

Untuk melakukan uji hipotesis ini langkah yang digunakan adalah dengan

membandingkan nilai skor rata-rata postes kedua kelompok antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :

Tabel 03

Hasil Uji Statistik SampelKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Posttest Eksperime Kontrol N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

SkorPosttest Eksperimen 31 197.1935 6.33203 1.13727

Posttest Kontrol 31 188.3226 6.86725 1.23339

Kelompok

Kolmogorov-

Smirnova  Shapiro-Wilk

Kesimpulan

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor Pretes Eksperimen .125 31 .200*  .963 31 .352 Normal

Kontrol .115 31 .200*  .968 31 .471 Normal

Skor Postes Eksperimen .081 31 .200*  .993 31 .999 Normal

Kontrol .081 31 .200*  .977 31 .713 Normal

Page 86: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 86/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

83

Hasil skor rata-rata postes bimbingan kelompok melalui teknik permainan

adalah (197,193) dengan standar deviasi (6,332), sedangkan hasil skor rata-rata tes

 bimbingan kelompok yang tidak menggunakan teknik permainan adalah (188,322)

dengan standar deviasi (6,867). Hasil ini memperlihatkan bahwa skor rata-rata

kelompok eksperimen yang diberikan teknik permainan lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan bimbingan kelompok melalui teknik

 permainan .

Untuk menguji hipotesis terdapat perubahan positif signifikansi dalam tingkat

keberhasilan peningkatan perilaku prososialsiswa setelah diberikan bimbingan

kelompok melalui teknik permainan, hal ini tampak pada hasil uji-t   dua sampel

independen hasil postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dapat dilihat

 pada tabel berikut :

Tabel 04

Hasil Uji Independen Sampel Tes

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Levene's

Test forEquality of

Variances

t-test for Equality of Means

t DfSig. (2-

tailed)

Mean

Differenc

e

Std.

Error

Differen

ce

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig.

Lower Upper

Skor Equal variances

assumed

.124 .726 5.288 60 .000 8.87097 1.67769 5.5150 12.2268

Equal variances

not assumed

5.288 59.609 .000 8.87097 1.67769 5.5146 12.2273

Page 87: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 87/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

84

Karena hasil  Levene’s Test  pada Tabel 04 menyatakan bahwa asumsi kedua

varians sama besar (equal variances assumed ) terpenuhi, maka selanjutnya dengan

menggunakan uji-t   dua sampel independen dengan asumsi kedua varians sama besar

untuk hipotesis     terhadap    

  yang memberikan hasil t = 5,288

dengan derajat kebebasan 60 dan p-value (2-tailed) = 0,000. Karena hasil p-value =

0,000 lebih kecil dari   = 0.05 maka      ditolak . Sehingga dapat

disimpulkan bahwa hasil skor rata-rata kelompok eksperimen yang mengikuti

layanan bimbingan kelompok melalui teknik permainan lebih baik dibandingkan

dengan skor rata-rata kelompok kontrol yang tidak mengikuti bimbingan kelompok

melalui teknik permainan. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis nya berbunyi

“Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Efektif Digunakan Untuk

 Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa”.

Langkah berikutnya untuk menguji hipotesis adalah dengan membandingkan

skor gain terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil perhitungan

yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 05

Hasil Group Statistik GainKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Jenis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Gain

Eksperimen31 19.90 9.123 1.638

Kontrol 31 8.58 5.005 .899

Hasil skor rata-rata gain bimbingan kelompok melalui teknik permainan

adalah (19,90) dengan standar deviasi (9,123), sedangkan hasil skor rata-rata tes gain bimbingan kelompok yang tidak menggunakan teknik permainan adalah (8,58)

dengan standar deviasi (5,005). Hasil ini memperlihatkan bahwa skor rata-rata

kelompok eksperimen yang diberikan teknik permainan lebih tinggi dibandingkan

Page 88: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 88/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

85

dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan bimbingan kelompok melalui teknik

 permainan.

Tabel 06Hasil Uji Independen Sampel Tes Skor Gain

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Levene's Testfor Equality

of Variances

t-test for Equality of Means

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std.Error

Difference

95% Confidence

Interval of theDifference

F Sig.

LowerUpper

Skor Equal variances

assumed

6.782 .012 6.058 60 .000 11.323 1.869 7.584 15.061

Equal variances

not assumed

6.058 46.560 .000 11.323 1.869 7.562 15.083

Karena hasil  Levene’s Test  pada Tabel 06 menyatakan bahwa asumsi kedua

varians sama besar (equal variance assumed ) terpenuhi, maka selanjutnya dengan

menggunakan uji-t  dua sampel independen dengan asumsi kedua varians tidak sama

 besar (equal variances not assumed ) untuk     terhadap    

 yang

memberikan hasil t = 6,058 dengan derajat kebebasan 46,56 dan p-value (2-tailed) =

0.000. karena hasil p-value = 0.000 labih kecil dari   = 0.05, maka  

  ditolak . Sehingga dapat disimpulkan bahwa gain skor dari kelompok eksperimen

yang mengikuti bimbingan kelompok melalui teknik permainan lebih baik

dibandingkan dengan gain skor kelompok kontrol yang tidak menggunakan

 bimbingan kelompok melalui teknik permainan. Hasil skor gain ini memperlihatkan

 bahwa “ Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Efektif Digunakan Untuk

 Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa”.

Page 89: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 89/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

86

A.  KESIMPULAN

Ada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil akhir

dari rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan sekaligus merupakan

finalisasi hasil-hasil temuan penelitian :

1.  Secara umum profil siswa sebelum mengikuti layanan bimbingan kelompok

 pada kelompok kontrol memperoleh hasil skor rata-rata lebih tinggi

dibandingkan hasil skor rata-rata pada kelompok eksperimen.

2.  Berdasarkan data yang diperoleh gambaran umum hampir seluruh siswa

sesudah mengikuti bimbingan kelompok pada kelompok eksperimen

memperoleh hasil skor yang lebih tinggi dibandingkan hasil skor rata-rata

 pada kelompok. Hal ini memperlihatkan peningkatan perilaku prososial siswa

sesudah mengikuti bimbingan kelompok khususnya terhadap kelompok

eksperimen yang mengikuti bimbingan kelompok dengan teknik permainan

memperoleh skor rata-rata dan skor gain yang lebih tinggi dibandingkan hasil

skor rata-rata dan skor gain pada kelompok kontrol yang tidak mengikuti

 bimbingan kelompok dengan teknik permainan.

3. 

Berdasarkan hasil analisis data untuk menguji hipotesisi yang diajukan diperolehhasil bahwa bimbingan kelompok dengan teknik permainan efektif digunakan

untuk meningkatkan perilaku prososial siswa khususnya siswa SMA

Laboratorium (Percontohan) UPI dengan hasil uji-t = 5,288 dengan derajat

kebebasan 60, dengan p-value = 0.000 lebih kecil dari  = 0.05 maka penelitian

ini memperlihatkan hasil skor rata-rata kelompok eksperimen yang mengikuti

 bimbingan kelompok dengan teknik permainan lebih baik dibandingkan dengan

skor rata-rata kelompok kontrol yang tidak mengikuti bimbingan kelompok

dengan teknik permainan. Dengan hasil uji-t dua sampel independen berdasarkan

skor gain kedua kelompok diperoleh hasil yaitu t = 6,058 dengan derajat

kebebasan 46,560 dan p-value (2-tailed) = 0.000 lebih kecil dari  =0.05, maka

Page 90: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 90/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

87

kesimpulan yang diperoleh adalah layanan bimbingan kelompok dengan teknik

 permainan lebih efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa.

B.  Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diberikan rekomendasi

kepada pihak sebagai berikut :

1.  Bagi Guru BK

Bagi Guru BK di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung,

seyogyanya mengimplementasikan hasil penelitian di sekolah yaitu dengan

melaksanakan bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk meningkatkan

 perilaku prososial.

2.  Bagi Siswa

Bagi siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, melalui

layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan siswa dapat melatih diri

dalam berinteraksi, mengembangkan perilaku-perilaku positif yang bermanfaat

untuk meningkatkan prilaku sosial sehingga lebih baik dalam berpenampilan diri

dan mampu berinteraksi sosial baik dalam lingkungan sekolah, masyarakat dan

keluarga.

3.  Bagi Pihak Sekolah

Bagi Sekolah SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, hasil

 penelitian ini dapat digunakan sebagi masukan untuk menyusun program

kebijakan sekolah dalam pembinaan siswa mengembangkan perilaku prososial

melalui berbagai jenis permainan sehingga kemajuan sekolah dalam penanaman budi pekerti menjadi lebih baik.

4.  Bagi Peneliti Selanjutnya

Keterbatasan proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari

keterbatasan penyusun tesis dalam mengelola kegiatan penelitian baik dalam

Page 91: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 91/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

88

 bentuk materi maupun non materi. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya

direkomendasikan untuk :

a.  Membandingkan gambaran umum perilaku prososial siswa SMA pada

setiap jenjang kelas, gender, demografis sehingga gambaran yang

dihasilkan cenderung dinamis dan menyeluruh.

 b.  Menggunakan pendekatan dan metode penelitian yang lebih beragam

untuk meneliti perilaku prososial siswa pada setiap jenjang pendidikan.

B. 

DAFTAR PUSTAKA

Asfandiyar, Andi Y. (2009). Kenapa Guru Harus Kreatif. Bandung : Mizan.

Agung. (2001). Statistika Analisis Hubungan Kausal Berdasarkan Data Kategorik .

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional II

Jaya Giri Bandung. (2004).  Panduan Pengembangan APE PAUD Bersumber

 Lingkungan Sekitar. Bandung : Depdiknas.

Carr, W & Kemmis, S. (1989).  Being Critical : Education, Knowledge, and Action

 Research. London : Cambridge University.

Danel, Bar-tal. (1976).  Personal Behavioral Theory and Reaserch.  Hamisphere

Publishing Corporation : Washington DC.

Dantes, Nyoman. (2007).  Metodelogi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan

 Humaniora. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.

Dayaksini dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial . Malang: UMM Press.

Gunawan, Agung. (2008).  Bimbingan Komunikasi Melalui Picture ExchangeCommunication System Dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Anak Autis.

Tesis. UPI.

Goleman, Daniel. (2003). Kecerdasan Emosional . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 92: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 92/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

89

Gregory, Robert. J. (2000). Psykological Testing History, Principles and Application.

Boston: Allyn and Bacon.

Hurlock, Elizabeth. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.

Kartadinata, Sunaryo. (2000).  Pendidikan Untuk Pengembangan Sumber Daya

 Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI, Implikasi Bimbingannya. Bandung :

FIP UPI.

Machfoedz, dkk. (2005).  Metodelogi Penelitian (Bidang Kesehatan, Keperawatan

 Dan Kepribadian). Yogyakarta : F Trmaya.

Martini, O. (2004).  Pengembangan Program Bimbingan Perkembangan Perilaku

Sosial Anak Usia Dini di Kelompok Bermain. Tesis Magister pada ProgramStudi PLS Pascasarjana UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Muro & Kottman. (1995). Guidance Counseling In The Elementrary and Middle

Schools. Iowa : Brown & Benchmark Publisher.

 Natawijaya Rochman. (2009).  Konseling Kelompok Konsep Dasar dan Pendekatan.

Bandung : Rizqi.

 Nurhisan, J. (2004).  Manajement Bimbingan dan Konseling di SMA. Jakarta :

Grasindo.

Prayitno dan Erman Amti. (1999).  Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta :

Rineka Cipta.

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Playing). Bandung : Rizki

. (2009).  Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman

Traumatis. Bandung: Rizki

Rydell, A.,M., Hagekul, B & Bohlin, G. (1997).  Measurment of Two Social

Competence Aspect In Middle Childroon. Journal of Development Psychology,

vol 33, No 05, 824-833. America Psycology Association.

Sarlito Wirawan, S. (2002).  Psikologi Sosial (Individu dan Teori-teori Psikologi

Sosial). Jakarta : Balai Pustaka. 

Sears David. O, et-al. (1991).  Psikologi Sosial (Alih Bahasa Michael Adriyanto). 

Jakarta : Erlangga.

Page 93: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 93/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

90

Seniati, dkk. (2005). Psikologi Eksperimen. Jakarta : PT. Indeks.

Sukmadinata, S N. (2007).  Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Mengambangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung : Maestro

Sutrisno, Hadi. (2005). Metodologi Research. Yogyakarta : Andi.

Syaodih, E & Agustin, M. (2008).  Bimbingan Konseling Untuk Anak Usia Dini.

Jakarta : Universitas Terbuka.

Tarsidi, Didi. (2002).  Kompetensi Sosial Anak Tunanetra. Tesis. Bandung : Tidak

diterbitkan.

Thantawy. (1993).  Kamus Bimbingan dan Konseling . Jakarta : Economics Student‟s

Group.

UU RI NO. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional . Bandung : Citra Umbara.Walgito, Bimo. (2001). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andi.

Wiley John & Sons. (1976). Prosocial Behavior. Printed in The United of America.

Wilson Kate, dkk. (1992). Play Therapy A Non-directive Approach For Children and

 Adolescents. Tokyo : Baillere Tindal.

Wingkel, W. S & Hastuti Sri, M. M. (2006).  Bimbingan dan Konseling di Instuti

 Pendidikan.Yogyakarta : Media Abadi.

Yusuf Syamsu dan Nurhisan Juntika. (2009).  Landasan Bimbingan dan Konseling. 

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offest.

Yustiana, Yusi R. (1999).  Pengalaman Belajar Awal Yang Bermakna Bagi Anak

 Melalui Aktivitas Bermain. Tesis. Bandung : tidak diterbitkan.

C.  BIODATA SINGKAT

 Nama lengkap penulis adalah Putu Agus Semara Putra Giri, dilahirkan di Singaraja-

Bali pada tanggal 12 Juni 1984. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan I Ketut Mustika Giri dan Nyoman Runiati. Pendidikan formal penulis

dimulai dari SD 347 Banjar Jawa (1990-1996), SMP N 2 Singaraja (1996-1999),

SMK N 2 Singaraja (1999-2002), D1 PANSOPHIA Singaraja (2002 – 2003), Sarjana

Pendidikan Bimbingan dan Konseling Undiksha Singaraja (2004-2009). Mulai tahunakademik (2009-2011), penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia, Program Studi Bimbingan dan Konseling. Denganmenjadi Guru Honorer Bimbingan dan Konseling pada SMP Negeri 2 Singaraja

(2008-2009), Asisten Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (2009-2010). AlamatPenulis di Gang Pulau Buru III No : 3 Desa Pemaron, Singaraja- Bali.

Page 94: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 94/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

91

BEBERAPA PROBLEMATIKA DAN KONTROVERSI SEPUTAR

PENGGUNAAN MIXED METHOD  (METODE CAMPURAN)

DALAM PENELITIAN

Oleh

Dr. I Wayan Gunartha, M. Pd.

[email protected] 

ABSTRACT

The mixed methods is a relatively new one. So that, many problems have not been

evident to researchers who wish to implement it. This paper aims to provide a

clearer description about a few things related to the mixed methods, i.e. the

interpretation, matter how analysis, and use of computer programs in the mixed

methods. In qualitative research, the interpretation heavily influenced by the

validity of the data. Interpretation of the results of the study would be appropriate

if the data retrieved is completely valid, reliable and objective. Therefore, to

ensure that the proper interpretation of the results of research, the validity of the

data needs to be tested. The test can be done by triangulation techniques,

discussions with my colleagues (peer debriefing), memberchack, cultural bias, and

clarify the audit. The transferability problem in qualitative research there is no

agreement yet among the experts. Therefore, the problem of transferability is not

the responsibility of researchers, but it is left to the reader. Analysis and data

interpretation in mixed methods are in line with mixed method design itself.

Today, computer programs for qualitative research has been widely circulated,which can help the efficiency of work in research, such as ATLAS/ti, The

Ethnograph, HyperRESEARCH, and NVivo, which can be obtained at the Web

site: http://caqdas.soc.surrey.ac.uk/, and has features that are very complete .

Keywords: mixed methods, credibility, transferability, dependability,

confirmability.

A.  PENDAHULUAN

Metode penelitian campuran (mixed methods) merupakan paradigma yang

relatif masih baru karena lahirnya baru setelah berakhirnya perang paradigma

kuantitatif dengan kualitatif dan merupakan perkembangan dari dua pendekatan

sebelumnya (Creswell, 2010: 304). Menurut Guba dan Lincoln, paradigma

diartikan sebagai cara pandang atau sistem keyakinan yang menjadi pedoman

 peneliti (Tashakkori dan Teddlie, 2010: 3). Perang paradigma ini telah

 berlangsung di berbagai “medan pertempuran” dengan perhatian utama pada isu-

isu konseptual, seperti “dasar realitas” atau “kemungkinan hubungan kausalitas”.

Page 95: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 95/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

92

Dalam bidang psikologi, dekade 1970-an dan 1980-an menjadi saksi

 penting perdebatan metodelogi antara ilmuwan seperti Cronbach (1982) dan Cook

& Campbell (1979). Perdebatan ini terfokus pada isu konseptual tentang

 pentingnya validitas internal (situasi yang dikontrol, yang dianggap keramat bagi

kaum positivis) dan validitas eksternal (menekankan situasi alami, yang dipilih

oleh para konstruktivis). Demikian pula yang terjadi dalam bidang antropologi,

terjadi saling kr itik antara kaum positivis dan konstruktivis atau “naturalis”

(Tashakkori dan Teddlie, 2010: 5).

Hammersley (1992) telah mencatat bahwa perdebatan tentang paradigma

kuantitatif dan kualitatif sebenarnya berakar pada pertengahan abad XIX dan

dalam ilmu sosiologi terjadi pada 1920-an dan 1930-an. Akhir-akhir ini, perhatian

terhadap perdebatan itu diawali dengan kebangkitan kembali metode penelitian

kualitatif pada tahun 1960-an dalam ilmu sosiologi dan psikologi, yang

sebelumnya didominasi oleh metode kuantitatif (survai atau eksperimen)

(Tashakkori dan Teddlie, 2010: 9).

Untuk mendamaikan antara dua posisi paradigma tersebut, banyak usaha

dilakukan dalam ilmu prilaku sosial. “Penganut kedamaian” telah menunjukkan

 bahwa metode kualitatif dan kuantitatif sesungguhnya dapat saling melengkapi.

Dalam penelitian pendidikan dan evaluasi, banyak disajikan tesis berdasarkan

 perpaduan dua paradigma yang berbeda yang disebut  pragmatisme.  Para

 penganutnya disebut kaum pragmatis. 

Saat ini, perdebatan paradigma memiliki relevansi penting dengan sejarah

filsafat ilmu sosial. Banyak peneliti dan teoritisi mengadopsi ajaran relativisme

 paradigma. Bahkan, beberapa pejuang yang paling sering dicatat (seperti Guba &

Lincoln, 1994) telah mengisyaratkan untuk mengakhiri peperangan dengan

mengatakan bahwa metafora tentang perang paradigma yang digambarkan oleh

Gage (1989) tampak berlebihan. Resolusi dari perbedaan paradigma hanya dapat

terjadi ketika muncul paradigma baru yang lebih memberikan informasi dan lebih

canggih dari yang sudah ada.

Teoritisi dan peneliti yang berorientasi pragmatis sekarang telah mengacu

ke “metode campuran” (atau metodelogi campuran atau pencampuran

Page 96: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 96/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

93

metodelogis), yang berisi dua elemen pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Dengan kata lain, sejalan dengan berakhirnya perang paradigma kuantitatif dan

kualitatif, lahirlah metode campuran (mixed method ). Sebagai paradigma baru,

tentu ia memiliki karakteristik disain tersendiri yang berbeda dari paradigma

sebelumnya. Tashakkori dan Teddlie ed. (2010: 3) mengatakan “penelitian

metode campuran masih berada pada tahap remajanya dalam pengertian bahwa

 para pakar belum bersepakat mengenai banyak persoalan dasar menyangkut

 bidang ini”. Dengan demikian, peneliti pemula yang tertarik untuk menggunakan

 pendekatan ini masih bertanya-tanya, misalnya bagaimana disainnya; bagaimana

 pengumpulan datanya; yang mana lebih dulu dilakukan kualitatifnya atau

kuantitatifnya; bagaimana analisis datanya, mana lebih dulu; bagaimana

 penafsiran hasil analisisnya; dan lain-lain. Hal ini diseabkan belum banyaknya

literatur yang khusus membahas metode campuran ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam

tulisan ini adalah (1) Apakah yang dimaksud dengan metode campuran kapakah

metode campuran itu digunakan? (2) Bagaimanakah teknik validasi data untuk

meningkatkan ketepatan interpretasi? dan (3) Bagaimanakah proses analisis data

dalam metode campuran? Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang

tertarik dengan metode kualitatif dan campuran.

B.  PEMBAHASAN

1.  Metode Campuran dan Penggunaannya

Sebelum melangkah ke uraian selanjutnya, kiranya penting sekali untuk

memberikan sebuah definisi mengenai penelitian metode campuran. Tashakkori

dan Teddlie, ed. (2010: 317) mendefinisikan bahwa penelitian metode campuran

adalah penelitian yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif ke

dalam metodologi sebuah studi tunggal atau studi bertahap. Dengan mengutip

 pendapat Johnson dan Turner, dijelaskan bahwa metode-metode sebaiknya

dicampur dalam suatu cara yang memiliki kekuatan komplementer dan tidak

memiliki kelemahan yang tumpang tindih. Sedangkan, Creswell (2010: 304)

Page 97: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 97/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

94

secara sederhana mendefinisikan penelitian metode campuran sebagai penelitian

yang menerapkan kombinasi dua pendekatan sekaligus (kualitatif dan kuantitatif).

Dari pendapat dua di atas, dapat dikatakan bahwa metode campuran

memadukan dua komponen, yaitu: kuantitatif dan kualitatif. Dengan komponen

kualitatif di sini tidak dimaksudkan semata-mata menggunakan data kualitatif dari

hasil wawancara mendalam. Demikian juga dengan komponen kuantitatif, tidak

semata-mata dimaksudkan hanya menggunakan data yang berupa angka. Kata-

kata dan angka-angka hanyalah sekedar lambang, sedangkan data yang

sebenarnya ada di balik kata-kata dan angka-angka tersebut. Artinya, apakah suatu

 penelitian dikategorikan sebagai kualitatif atau kuantitatif sangat bergantung

kepada bagaimana data tersebut diperoleh. Dalam memadukan metode tidak asal

dicampur, tetapi metode campuran digunakan dengan dipertimbangkan apakah

 pemaduan itu memang diperlukan atau tidak. Pemaduan dua metode itu dilakukan

kalau yang satu akan melengkapi dan memperkuat yang lain, atau saling

melengkapi, dan jangan sampai saling melemahkan.

Prinsip fundamental analisis data metode campuran adalah bahwa analisis

data metode campuran didefinisikan sebagai penggunaan teknik analisis

kuantitatif dan kualitatif entah secara bersamaan/konkuren atau

 berurutan/sekuensial, pada tahap tertentu yang dimulai dengan proses

 pengumpulan data, yang interpretasinya dilakukan secara paralel, terpadu,

ataupun berulang.

Ada dua alasan utama dalam menggunakan analisis data metode campuran,

yaitu alasan representasi dan legitimasi. Alasan pepresentasi adalah bahwa

analisis metode campuran menawarkan teknik analisis yang lebih komprehensif

daripada analisis dengan satu teknik saja. Lebih khusus lagi, penggunaan metode

campuran memungkinkan peneliti untuk memanfaatkan kekuatan kedua teknik

sehingga bisa memahami fenomena dengan lebih baik. Hal ini memberikan

 peluang untuk menciptakan lebih banyak makna sehingga meningkatkan kualitas

interpretasi data.

Sebagian besar peneliti kuantitatif dan kualitatif sepakat bahwa keketatan

dalam penelitian. Keketatan mensyaratkan agar peneliti berupaya untuk

Page 98: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 98/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

95

 bertanggung jawab penuh atas pengumpulan data, analisis, metode interpretatif

mereka. Seperti dinyatakan oleh Onwuegbuzie (2000), pertanggungjawaban

semacam itu menyiratkan agar peneliti terus menerus berupaya menilai dan

mendokumentasikan legitimasi (yaitu validitas, kredibilitas, ketepercayaan, bisa

diandalkan/dependabitilas, konfirmabilitas, transferabilitas) temuan-temuan

mereka.

Dalam penelitian kualitatif, legitimasi telah diberlakukan dalam beraneka

ragam cara, namun konseptualisasi validitas yang bermanfaat adalah konsepnya

Maxwell (1992). Secara khusus ia mengidentifikasi lima jenis validitas dalam

 penelitian kualitatif, yaitu: validitas deskriptif, validitas interpretif, validitas

teoretis, validitas evaluatif, dan generalizabilitas. Berkenaan dengan validitas

kelima, yaitu generalizabilitas, Maxwell (1992) membedakan generalizabilitas

internal dan eksternal. Menurutnya, dalam penelitian kualitatif yang lebih penting

adalah generalizabilitas internal. Sedangkan dalam penelitian kuantitatif keduanya

sangat penting.

2. 

Persoalan Interpretasi dalam Analisis Data Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif dan juga penelitian menggunakan metode

campuran, ketepatan interpretasi hasil penelitian sering menjadi persoalan. Hal ini

terkait dengan keabsahan data yang diperoleh. Ketepatan interpretasi hasil

 penelitian sangat dipengaruhi oleh keabsahan data. Oleh karena itu, untuk

menjamin bahwa interpretasi hasil penelitian tepat, keabsahan data perlu diuji.

Menurut Sugiyono (2010: 267), dalam penelitian kualitatif, kriteria utama

terhadap hasil penelitian adalah valid, reliabel dan obyektif. Validitas merupakan

derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang

dapat dilaporkan oleh peneliti. Sax (1989: 289) mengatakan validitas

didefinisikan sebagai sejauh mana pengukuran bermanfaat dalam membuat

keputusan yang relevan dengan tujuan. Creswell (2010: 286) mengatakan bahwa

validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari

sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Istilah lain untuk

Page 99: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 99/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

96

validitas ini adalah credibility, trustworthiness,authenticity.  Validitas bukan

dibuat dengan pernyataan, tetapi dengan bukti (Sax, 1989: 289).

Terdapat dua macam validitas, yaitu validitas internal dan eksternal

(Maxwell 1992). Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain

 penelitian dengan hasil yang dicapai. Kalau dalam desain penelitian dirancang

untuk meneliti etos kerja pegawai, maka data yang diperoleh seharusnya data

yang akurat tentang etos kerja pegawai. Validitas eksternal berkenaan dengan

derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan

 pada populasi di mana sampel tersebut diambil. Reliabilitas, menurut Susan

Stainback (dalam Sugiyono 2010: 268), berkenaan dengan derajat konsistensi dan

stabilitas data atau temuan. Dalam pandangan positivistik (kuantitatif) suatu data

dinyatakan reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama

menghasilkan data yang sama. Obyektivitas berkenaan dengan “derajat

kesepakatan” atau “interpersonal agreement” antarbanyak orang terhadap suatu

data.

Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, reliabel,

dan obyektif, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen yang

valid dan reliabel, dilakukan pada sampel yang mendekati jumlah populasi dan

 pengumpulan data serta analisis data dilakukan secara benar. Dalam penelitian

kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, reliabel, yang diuji validitas dan

reliabilitasnya adalah instrumen penelitiannya, sedangkan dalam penelitian

kualitatif yang diuji adalah datanya.

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dikatakan valid apabila

tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi, perlu diketahui bahwa

kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal

(Sugiyono, 2010: 269). Pengertian reliabilitas dalam penelitian kualitatif sangat

 berbeda dengan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Hal ini terjadi karena

 perbedaan paradigma dalam melihat realitas. Menurut penelitian kualitatif, suatu

realitas bersifat majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang

Page 100: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 100/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

97

konsisten, berulang seperti semula. Selain itu, cara melaporkan penelitian bersifat

ideosincratic dan individualistik, selalu berbeda dari orang perorang.

Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif menggunakan

istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut ditunjukka

 pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Perbedaan Istilah dalam Pengujian Keabsahan Data antara Metode

Kuantitatif dan Kualitatif

Aspek Metode Kuantitatif Metode Kualitatif

 Nilai kebenaran Validitas internal Kridibilitas (credibility)

Penerapan Vaiditas eksternal (generalisasi) Transferability

Konsistensi Reliabilitas  Dependability,

auditability

 Naturalitas Obyektivitas Confirmability

Dalam pelaksanaannya, pengujian keabsahan data, dapat digunakan teknik

tertentu. Pengujian kridibilitas dapat dilakukan dengan teknik triangulasi, diskusi

teman sejawat, memberchack, dan lain-lain. Pengujian dependability (reliabilitas)

dan confirmability  dapat menggunakan teknik audit. Masing-masing teknik ini

akan dibahas satu per satu.

Triangulasi Data.

Triangulasi di sini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Wiliem Wiersma dalam Sugiyono,

2010: 273). Jadi, ada triangulasi sumber data, triangulasi teknik pengumpulan

data, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data

yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa

sumber. Triangulasi teknik adalah menguji kredibilitas data yang dilakukan

Page 101: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 101/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

98

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

 berbeda. Sedangkan, triangulasi waktu adalah menguji kedibilitas data yang

dilakukan pada waktu yang berbeda (pagi, siang, sore, atau malam) karena waktu

 juga sering berpengaruh terhadap kredibilitas data. Demikian juga Mertens (2010:

429) mengatakan bahwa triangulasi melibatkan penggunaan banyak metode dan

 banyak sumber data, untuk menunjang keakuratan penafsiran dan kesimpulan

dalam penelitian kualitatif. Seperti Guba dan Lincoln (1989) mencatat, triangulasi

seharusnya tidak digunakan untuk menutupi perbedaan-perbedaan over

legitimasi dalam penafsiran data; ini adalah penafsiran yang salah mengenai arti

triangulasi.

Melakukan Member Checks

 Membercheck   adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data atau partisipan (Sugiyono, 2010: 276). Tujuan membercheck  

ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa

yang diberikan partisipan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para

 partisipan, berarti datanya valid. Menurut Creswell (2010: 287), membercheck  ini

dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau tema-tema spesifik

ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa tema tersebut

sudah akurat.  Membercheck   dapat dipergunakan selama proses pengumpulan

data. Ia dapat dilakukan pada tingkat analisis data dan juga pada penulisan

laporan. Darbyshire et al. (2005) mencatat bahwa penggunaan berulang

membercheck   pada tahap-tahap penelitian yang berbeda dapat meningkatkan

validitas (Mertens, 2010: 431). Dalam uji kredibilitas ini, selain menggunakan

triangulasi dan memberchack , dapat pula dilakukan dengan cara lain seperti

memperpanjang pengamatan, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan

lain-lain (Sugiyono, 2010: 271-276).

Audit

Selain memiliki validitas internal (credibility), data penelitian kualitatif

harus memiliki reliabilitas (dependability). Audit adalah suatu teknik pemeriksaan

Page 102: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 102/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

99

dependability. Yang dimaksud depenability  adalah bahwa pendekatan yang

digunakan oleh peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan)

untuk proyek-proyek yang berbeda. Bagaimana peneliti kualitatif mengetahui

 bahwa pendekatan mereka konsisten? Yin (2003) menegaskan bahwa peneliti

kualitatif harus mendokumentasikan prosedur-prosedur studi kasus mereka dan

mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur tersebut

(Creswell, 2010: 285). Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif disebut

uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian

telah disepakati banyak orang. Pengujian confirmability mirip dengan pengujian

dependability, sehingga proses pengujiannya bisa dilakukan bersamaan. Menguji

confirmability  berarti menguji hasil penelitian berkaitan dengan proses yang

dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability 

(Sugiyono, 2010: 277). Jadi, pengujian keduanya ini dilakukan dengan audit,

sehingga dikenal dengan adanya dua macam audit, yaitu dependenability dan

confirmability audit (Mertens, 2010: 429).

3.  Generalizability/Transferability

Seperti disinggung di atas,   generalizability ini merupakan validitas

eksternal dalam penelitian kuantitatif. Generalizability  adalah sebuah konsep

yang berakar pada paradigma postpositivistik dan secara teknis mengacu kepada

kemampuan untuk menggeneralisasikan hasil-hasil riset yang dilakukan pada

sebuah sampel ke populasi. Dalam riset kualitatif, Guba dan Lincoln (1989)

mengusulkan bahwa konsep transferability  lebih tepat (Mertens, 2010: 430;

Sugiyono, 2010: 276; Maxwell (1992).

Ada perbedaan pendapat dalam masyarakat riset kualitatif mengenai

klaim tentang generalizabilitas temuan. Creswell (2010: 289) berpendapat bahwa

tujuan dari generalisasi dalam penelitian kualitatif bukan untuk

menggeneralisasikan hasil penemuan pada individu-individu, lokasi-lokasi, atau

tempat-tempat di luar objek penelitian, sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.

Pada dasarnya, nilai dari penelitian kualitatif terletak pada deskripsi dan tema-

Page 103: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 103/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

100

tema tertentu yang berkembang/ dikembangkan dalam konteks  tertentu pula.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah menekankan  partikularitas  ketimbang 

 generalisabilitas.  Hal senada juga diungkapkan oleh Tashakkori dan Teddlie

(2010: 104), bahwa untuk mereka yang condong pada kualitatif, generalisasi

 bukanlah sesuatu yang menarik. Untuk peneliti kualitatif, hipotesis kerja selalu

terikat waktu dan konteks tertentu. Akan tetapi, ada sejumlah literatur kualitatif

yang membahas mengenai generalisabilitas ini, khususnya yang berlaku untuk

 penelitian studi kasus. Yin (2003) misalnya, merasa bahwa hasil studi kasus

kualitatif dapat digeneralisasikan pada sejumlah teori yang lebih luas.

Jadi, berdasarkan beberapa pendapat ahli, masalah transferability  dalam

 penelitian kualitatif belum ada kesepakatan. Oleh karena itu, masalah

transferability bukan menjadi tanggung jawab peneliti, tetapi diserahkan kepada

 pembaca. Dengan kata lain, keharusan membuktikan transferability  ada pada

 pembaca, dan peneliti hanya bertanggung jawab memberikan deskripsi mendalam

yang memungkinkan pembaca untuk membuat penilaian tentang penerapan riset

di tempat yang lain.

4.  Isu-Isu Analitis dan Interpretatif dalam Metode Campuran

Analitis dan interpretasi data dalam metode penelitian mixed  dipengaruhi

oleh desain studi peneliti. Jika desain sekuensial dipergunakan, lebih mungkin

 bahwa analisis data satu tipe data akan mendahului tipe yang lain (Mertens, 2010:

431). Berdasarkan pernyataan ini, maka dapat dikatakan bahwa cara analisis dan

iterpretasi data dalam penelitian campuran akan sejalan dengan disain metode

campuran itu sendiri. Dalam metode campuran, dikenal adanya enam desain

(Tashakkori dan Teddlie, 2010; Ceswell, 2010). Selanjutnya, pengumpulan,

analisis data, serta interpretasi hasil adalah mengikuti bagan berikut. Ini adalah

contoh desain yang digunakan.

Page 104: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 104/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

101

Contoh Disain Eksplanatoris Sekuensial (3a).

Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa jika peneliti menggunakan desain

sekuensial eksplanatoris, maka langkah yang dilakukan adalah (1) pengumpulan

data kuantitatif, (2) analisis data kuantitatif, (3) pengumpulan data kualitatif (4)

analisis data kualitatif, dan (5) interpretasi seluruh analisis. Selanjutnya, desain

yang lain mengikuti tabel berikut ini.

Tabel 2 Jenis-Jenis Desain Metode Campuran

Jenis Desain Implementasi Prioritas Tahap

Integrasi

Perspektif

Teori

Eksplanatoris

Sekuensial (1)

Kuantitatif diikuti

kualitatif

Biasanya

kuantitatif,

Pada tahap

interpretasi

Mungkin

ada

Eksploratoris

Sekuensial (2)

Kualitatif diikuti

kuantitatif

Lazimnya

kualitatif

Pada tahap

interpretasi

Mungkin

ada

Transformatif

Sekuensial (3)

Bisa kuantatitatif

diikuti kualitatif atau

sebaliknya

Kuantitatif,

kualitatif, atau

keduanya

Pada tahap

interpretasi

Pasti ada

kerangka

konseptual

Triangulasi

 bersamaan/konk 

uren (4)

Dilakukan

 bersamaan (kuan +

Kual)

Disukai

keduanya, tapi

 bisa salah satu

Pada tahap

interpretasi atau

analisis

Mungkin

ada

Menginduk

 bersamaan/konk 

uren (5)

Dilakukan

 bersamaan (kuan +

Kual), salah satu

diutamakan

Salah satu

(kuantitatif atau

kualitatif)

Tahap analisis

Mungkin

ada

Transformatif

 bersamaan/konk 

uren (6)

Dilakukan

 bersamaan (kuan +

Kual)

Kuantitatif,

kualitatif, atau

keduanya

Lazimnya tahap

analisis;bisa

tahap

interpretasi

Pasti ada

kerangka

konseptual

Sumber: Tashakkori dan Taddlie, ed., 2010;

201)

KUAN kual

Pengumpulan

data KUAN

Analisis

data

KUAN

Pengumpul

an data kual

Analisis

data kual

Interpretasi

seluruh

analisis

Page 105: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 105/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

102

Mertens (2010: 431) memberi contoh strategi sekuensial eksplanatoris,

yang digunakan dalam penelitian orang tua dan anak-anak tuli mereka (Meadow-

Orlans et al., 2003).

Dalam uraian yang lain, Tashakkori dan Teddlie (2010: 211-241)

menjelaskan model-model analisis data metode campuran sebagai berikut.

A.  Analisis Data Campuran secara Bersamaan

Model ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: analisis paralel campuran,

analisis bersama data kualitatif yang sama dengan dua metode, dan analisis

bersama data kuntlitatif yang sama dengan dua metode. 

(1)   Analisis paralel Campuran. Model ini disebut sebagai trianguasi sumber data

dan paling luas digunakan dalam ilmu soasial dan prilaku. Banyak peneliti

menggunakan kombinasi data kualitatif dan kuantitatif dalam penelitiannya.

Dalam penelitian laboratorium, partisipan diwawancarai pada sesi akhir guna

menentukan jenis interpretasi dan persepsi mereka yang mungkin

mempengaruhi model respon mereka. Data kuantitatif yang diperoleh

dianalisis dengan prosedur statistik, sementara hasil wawancara dianalisis

dengan analisis isi (kontent ).

Dalam penelitian survei, selalu ada kombinasi pilihan tanggapan

terbuka dan tertutup. Tanggapan tertutup dianalisis dengan statistik, dan

tanggapan terbuka dianalisis berdasar isinya.dlm survai kualitatif walaupun

tumpukan data kualitatif dianalisis secara bersaman, ada variabel yang bisa

dianalisis secara kuantitatif. Bentuk paling sederhana dari analisis kuantitatif

adalah dengan menghitng statistik deskriptif pada variabel yang tepat.

(2)   Analisis Bersamaan atas data kualitatif yang sama dengan dua metode. 

Analisis ini mengharuskan transformasi data kuantitatif dalam bentuk angka.

Pada awalnya, kita mengarahkan transformasi ini melalui  pengkuantifikasian 

data kualitatif. Pengkuantifikasian mungkin memasukkan penghitungan

Page 106: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 106/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

103

frekuensi sederhana atas tema-tema tertentu, tanggapan, prilaku, atau

 peristiwa. Selanjutnya, data hasil transformasi dianalisis secara kuantitatif. 

(3) 

 Analisis Bersamaan atas data kuantitatif yang sama dengan dua metode. 

Analisis ini menuntut transformasi data kuantitatif pada data kategori

kualitatif atau naratif. Transformasi ini disebut pengkualitatifan data

kuantitatif. Jadi model ini kebalikan dari model (2) di atas. Selanjutnya, data

hasil transformasi dianalisis secara kualitatif. 

B. Urutan Analisis Kualitatif-Kuantitatif

Pada strategi analisis data jenis ini, analisis data kualitatif awal menuntun

identifikasi atas anggota kelompok yang memiliki kesamaan dengan lainnya

dalam satu hal. Kelompok yang telah diidentifikasi kemudian dibandingkan

dengan data kuantitatif yang tersedia atau dengan data yang dikumpulkan melalui

analisis kualitatif. Jenis ini masih memiliki variasi urutan, yaitu:  pertama, 

membentuk kelompok individu berdasarkan data/pengamatan kualitatif dan

diperbandingkan dengan kelompok data kuantitatif. Kedua, adalah membentuk

kelompok atribut atau tema melalui analisis isi diikuti dengan penguatan analisis

statistic data kuantitatif yang dikumpulkan. Contoh jenis strategi ini adalah kajian

Iwanicki dan Tashakkori (1994) dimana kecakapan dan efektivitas kepala sekolah

yang diperoleh melalui analisis isi data kualitatif diukur kembali melalui

instrumen survei yang dikirim ke kepala sekolah.

C. Urutan Analisis Kuantitatif-Kualitatif

Analisis jenis ini diawali dengan pembentukan kelompok indivivdu atau

 pembentukan situasi berdasarkan data kuantitatif awal dan kemudian

diperbandingkan dengan kelompok data kualitatif, yang dikumpulkan secara

 berurutan, sama dengan jenis analisis di atas. Contoh yang paling luas digunakan

dari analisis ini adalah tindak lanjut dari  skor sisa analisis regresi ganda atau nilai

covarian yang disesuaikan dengan analisis kovarian. Berdasarkan hasil analisis

kuantitatif, misalnya diperoleh suatu variabel tidak berpengaruh, padahal secara

Page 107: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 107/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

104

teori berpengaruh, kemudian dikumpulkan data kualitatif untuk mengetahui

kemungkinan penyebabnya.

5.  Analisis Data Kualitatif dengan Menggunaan Komputer

Dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, program analisis data

dengan komputer untuk penelitian kualitatif juga telah tersedia. Penggunaan

komputer dalam analisis kualitatif dapat membantu efisiensi kerja karena studi

kualitatif cenderung menghasilkan data yang banyak, yang akan memakan tenaga

dan waktu yang cukup banyak jika hal itu dikerjakan dengan tangan. Oleh karena

itu, banyak peneliti telah beralih ke sistem komputerisasi.

Menurut Mertens (12010: 429), sekarang banyak program komputer

tersedia (misalnya, ATLAS / ti, The Ethnograph, HyperRESEARCH, dan NVivo).

Karena itu, ia tidak merekomendasikan  software  tertentu, tetapi merujuk ke

sebuah Web site  yang ditemukan untuk dimanfaatkan, yang disebut Computer

 Assisted Qualitative Data Analysis di mana pembaca akan menemukan analisis-

analisis berbagai program, sebagaimana berita utama di tempat ini

(http://caqdas.soc.surrey.ac.uk/). Dalam artikel yang berjudul Computer AssistedQualitative Data Analysis, hasil penjelajahan penulis di internet, memang dalam

artikel itu dijelaskan bahwa penggunaan komputer dalam analisis kualitatif dapat

untuk menghemat waktu dan usaha dalam pengelolaan data dengan memperluas

kemampuan peneliti untuk mengatur, melacak dan mengelola data (Baugh, at al.

2010).

Lebih jauh Creswell (2010: 281-282) menjelaskan bahwa ada beberapa

 software komputer yang dapat membantu dalam meng-coding , mengolah,

memilah-milah informasi yang mungkin berguna dalam penelitian kualitatif.

Software komputer itu memiliki fitur-fitur yang sangat berguna seperti tersedianya

tutorial dan CD peragaan, kemampuan menggabungkan data teks dan gambar,

kehandalan dalam penyimpan dan pengolahan data, kapasitas pencarian dan

 penempatan semua teks yang berhubungan dengan kode-kode tertentu, pencarian

kode-kode yang saling berhubungan dalam membuat pertanyaan-pertanyaan

hubungan antarkode, import serta export data kualitatif ke program kuantitatif.

Page 108: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 108/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

105

Jadi, penggunaan komputer merupakan cara yang efisien untuk

menyimpan dan menempatkan data kualitatif, meskipun dalam program ini

 peneliti masih perlu membaca teks (seperti transkripsi-transkripsi) dan

memindahkan kode-kode. Proses ini akan lebih cepat dan efisien dibandingkan

meng-coding   menggunakan tangan. Selain itu, jika data base sangat banyak,

 peneliti bisa dengan cepat mencari kutipan-kutipan yang memiliki kode yang

sama dan mendeteksi apakah partisipan merespons gagasan dalam kode tersebut

dengan cara yang sama atau berbeda. Di luar kemudahan ini, program komputer

dapat memfasilitasi peneliti untuk membandingkan kode-kode yang berbeda.

Fitur-fitur inilah yang membuat proses coding dengan  software komputer menjadi

 pilihan yang lebih logis daripada menggunakan tangan.

Sebagaimana program-program  software  lain, program software kualitatif

seperti ini juga membutuhkan waktu dan keterampilan peneliti untuk mempelajari

dan menerapkannya secara efektif, meskipun buku-buku yang membahas teknik-

teknik penggunaan program ini sudah tersedia (seperti Computer Program for

Qualitative Data Analysis yang ditulis Waitzman dan Miles 1995). Ada banyak

 progar software yang mendukung untuk PC pribadi seperti yang digunakan oleh

Creswell, seperti:

  MAXqda (www.maxqda.com). Program ini merupakan program berbasis

PC dari Jerman yang dapat membantu peneliti secara sistematis

mengevaluasi dan menginterpretasi teks-teks kualitatif. Program ini

memiliki semua fitur yang telah disebutkan di atas.

  Atlas.ti (www.atlasti.com). Ini juga berasal dari Jerman juga dapat

membantu peneliti mengolah file-file data teks, gambar, audio, dan visual,

serta hal-hal lain yang dapat di-coding, seperti memo ke dalam proyek

 penelitian.

 

QSRNVivo (www.qsrinternational.com). Program ini berasal dari Australia,

yang menawarkan  software  terkenal a N6 (atau Nud.ist) yang

dikombinasikan dengan concept mapping NVivo.

Page 109: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 109/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

106

  HyperRESEARCH (www.researchware.com). Program ini mendukung baik

untuk PC maupun MAC dan mudah digunakan, yang memungkinkan peneliti untuk meng-coding , memperoleh kembali, dan membangun teori-

teori, serta melakukan analisis data.

Sebelum memutuskan program  software mana yang digunakan," peneliti

seharusnya mereview  sumber-sumber yang yang relevan. Peneliti perlu

mengambil sistem yang cocok dengan perangkat keras yang ada juga dengan

tujuan penelitian. Satu peringatan: Bukan masalah betapa menarik  software 

tersebut, seharusnya tidak memisahkan peneliti dari keterlibatan aktif dengan

data. Sebuah komputer dapat menjadi satu bantuan penting dalam proses ini,

tetapi peneliti seharusnya tidak membiarkannya menjadi alat yang memisahkan

 peneliti dari proses untuk mengetahui apa yang harus dijelaskan oleh data

(Mertens, 2010: 429).

Program-program perangkat lunak untuk analisis statistik dan analisis data

kualitatif (QDA) bisa digunakan secara berdampingan untuk analisis paralel

ataupun sekuensial data bentuk campuran. Ketika melakukan tugas tersebut,

 program perangkat lunak semata-mata memberikan kemudahan dan efisiensi yang

lebih besar dalam menangani data (Tashakkori dan Teddlie, 2010: 345).

Selanjutnya, dijelaskan bahwa penggunaan teknik-teknik di atas untuk rekayasa

dan analisis data memunculkan persoalan teknik sekaligus epistemologi. Pada sisi

teknis, muncul persoalan penyampelan dan pemilihan alat-alat statistik yang

tepat. Makna kode, tema, dan variabel pun memunculkan persoalan epistemologis

dan teknis sewaktu data diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Masing-

masing persoalan ini perlu dikaji di dalam kerangka konseptual yang ditetapkan

 berdasarkan tujuan analisis, di samping juga dengan bekal pemahaman tentang

keterbatasan yang dimunculkan oleh teknologi. Terakhir perlu diperhatikan bahwa

metode-metode tradisional penyajian studi penelitian pada umumnya tidak tepat

 bagi jenis-jenis analisis metode campuran berbasis komputer ini.

Page 110: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 110/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

107

6.  KESIMPULAN

Dalam penelitian kualitatif, ketepatan interpretasi hasil penelitian sangat

dipengaruhi oleh keabsahan data. Interpretasi hasil penelitian akan tepat jika data

yang diperoleh benar-benar valid (credibility), reliabel (dependability) dan

objektif (confirmability). Oleh karena itu, untuk menjamin bahwa interpretasi

hasil penelitian tepat, keabsahan data perlu diuji. Pengujiannya dapat dilakukan

dengan teknik triangulasi (sumber data, teknik, dan waktu), diskusi dengan teman

sejawat ( peer debriefing ), memberchack, mengklarifikasi bias budaya, dan audit.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, validitas eksternal (transferability)  dalam

 penelitian kualitatif belum ada kesepakatan, ada yang setuju dan ada yang tidak

setuju dengan transferability ini.

Proses analitis dan interpretasi data dalam metode penelitian mixed  

dipengaruhi oleh desain studi peneliti. Jika misalnya desain sekuensial

dipergunakan, maka analisis data satu tipe data akan mendahului tipe yang lain.

Jadi, analisis dan iterpretasi data dalam penelitian campuran akan sejalan dengan

disain metode campuran itu sendiri, yaitu: sekuensial aksplanatoris (KUAN

diikuti kual), sekuensial eksploratoris (KUAL diikuti kuan), sekuensial

transformatif, triangulasi konkuren, embedded   konkuren, dan transformatif

konkuren.

Dewasa ini, program analisis data dengan komputer untuk penelitian

kualitatif telah banyak berdar, yang dapat membantu efisiensi kerja karena studi

kualitatif cenderung menghasilkan data yang banyak. Oleh karena itu, banyak

 peneliti telah beralih ke sistem komputerisasi. Program komputer yang ada

misalnya, ATLAS / ti, The Ethnograph, HyperRESEARCH, dan NVivo, yang  

dapat diperoleh pada Web site:  (http://caqdas.soc.surrey.ac.uk/). Software 

komputer tersebut memiliki fitur-fitur yang sangat lengkap. Program ini juga

membutuhkan waktu dan keterampilan peneliti untuk mempelajari dan

menerapkannya secara efektif.

Page 111: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 111/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

108

Daftar Pustaka

Creswell, J. W. (2010).  Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan

mixed.Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Baugh , J. B. at al, (2010). Computer assisted qualitative data analysis software:

a practical perspective for applied Research. 

Revista del Instituto Internacional de Costos, ISSN 1646-6896, n º 6,

Januari / Juni 2010

Maxwell, J.A. (1992). Understanding and validity in qualitative research. Harvard

 Educational Review, vol. 62 No.3 Fall 1992, 279-299.

Mertens, D. M. (2010).  Research and evaluation in education and psychology.

USA: Sage Publication, Inc.

Sax, G. (1989).  Priciples of education and psychological measurement and

evaluation. Blemont California: Wadsworth Publishing Company.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R dan D . Bandung:

Alfabeta.

Tashakkori, A. dan Teddlie, C. (2010).  Mixed methodology Mengkombinasikan

 pendekatan kualitatif dan kuantitatif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tashakkori, A. dan CTeddlie, C. (Ed). (2010).  Handbook of mixed methods in

 social & behavioral research.(Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Biodata Penulis:

- Penulis adalah Lektor Kepala dalam bidang Evaluasi Pendidikan dan bekerja

sebagai dosen Kopertis Wilayah VIII, dpk pada Program Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia dan Daerah, FPBS IKIP PGRI Bali Denpasar sejak tahun

1993

- Riwayat Pendidikan:

S-1: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1987- 1992 (

FKIP Universitas Udayana).

S-2: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 1999-2002

(Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta/UNY).

S-3: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2010-2013

(Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta/UNY).

Page 112: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 112/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA

KELAS VIIC SMP NEGERI 2 BEBANDEM SEMESTER 2

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh I Wayan Kerti

Guru SMP Negeri 2 Bebandem

Email: [email protected] 

ABSTRACT

This study aims to improve the skills of writing poetry with the application

of contextual approach Class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem theSecond Semester of the academic year 2014/2015

Subjects in this study were class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem

totaling 27 people, in the second semester of the academic year 2014/2015. This

study uses a class action research design through two cycles. Data on poetry

writing skills that are collected by the test method were analyzed by quantitative

descriptive method. Before implementation of the second cycle, first implemented

 pretest activities. Pretest activity is used to determine the initial value of poetry

writing skills class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem in the Second

Semester of the academic year 2014/2015.

The results showed that the application of the contextual approach to

teaching poetry in class VIIC SMP Negeri 2 Bebandem in the Second Semester ofthe academic year 2014/2015 can improve students' skills of writing poetry,

which is an average and the level of mastery of poetry writing skills of students

increased significantly from the average 61 and completeness 45% on pre-action,

an average value of poetry writing skills of students to 70 and 68% mastery level

in the first cycle, and increased significantly in the second cycle with an average

value of 82.26 and a 82% level of completeness. Increase in the average grade of

19.26 from the initial condition and completeness in classical also increased 37%

from the initial conditions.

Key Words: Contextual Approach, The Ski ll s of Writing Poetry

PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra sering dirasa sulit oleh siswa, sehingga hasil yang

diproleh siswa pada saat penilaian cendrung kurang memuaskan. Padahal dengan

mempelajari sastra akan mendatangkan keuntungan. Menurut Budianta,

“Mengarang mendatangkan rezeki. Mungkin uang, mungkin ketenaran, pacar

gelap, musuh baru, dan tukang peras”. Kalau kita beruntung mungkin dalam

Page 113: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 113/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

tempo singkat bisa jadi jutaan karena buku yang ditulis tiba-tiba laris manis,

diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, difilmkan, dan dijadikan pegangan oleh

orang-orang terkemuka di dunia. Hal semacam ini tidaklah mustahil. Banyak

orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan non sastra yang justru

memilih hidup bergelut di dunia sastra, seperti Putu Wijaya atau Cok Sawitri.

Tentu Beliau-Beliau itu punya alasan tersendiri mengapa memilih menjadi

seorang sastrawan.

 Namun, bukti-bukti di atas rupanya tidak mudah untuk dijadikan pemicu

minat dalam menggeluti dunia satra, apalagi puisi yang sebagian orang merasa

kesulitan untuk memahami dan menikmatinya.Kesulitan yang dialami siswa sebagian juga diakibatkan kurangnya

kepedulian guru dalam mengajarkan sastra, seperti alokasi waktu untuk

 pelaksanaan pembelajaran sastra cendrung lebih kecil porsinya. Disamping itu

dalam pengajaran guru umumnya cendrung menggunakan metode ceramah dan

 penugasan turut memicu rendahnya keterampilan menulis siswa.

Padahal pembelajaran sastra sejak kurikulum 1994 sampai kurikulum KTSP

menekankan pada penikmatan sastra atau apresiasi sastra. Pembelajaran sastra

diharapkan turut andil dalam pembentukan sikap moral anak.

Agar pembelajaran sastra ini disukai oleh siswa, maka pelaksanaan

 pembelajaran haruslah menarik, menyenangkan dan menantang. Siswa diharapkan

mengalami sendiri dunia sastra itu. Untuk itu peran guru sangatlah dominan dalam

melaksanakan skenario pembelajaran. Guru harus mampu membangkitkan

semangat siswa dan menjadikan anak merasa mengalami sendiri apa yang

disampaikan, sehingga siswa merasa tertantang untuk menggali pengalaman yang

dirasakan dalam proses pembelajaran ini. Dengan demikian setelah siswa senang

dengan pembelajaran sastra diharapkan siswa mampu memproleh hasil yang lebih

 baik lagi.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa rendahnya perolehan nilai pada

aspek sastra, khususnya menulis puisi di kelas VIIC SMP N 2 Bebandem

dipengaruhi oleh sikap siswa yang merasa kurang tertarik pada pelajaran tersebut,

serta kurang tepatnya pendekatan pembelajaran yang dipergunakan guru.

Page 114: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 114/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Permasalahannya sekarang, pendekatan yang bagaimanakah yang dapat

meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas VIIC SMP N 2 Bebandem?

Apakah pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi

siswa kelas VIIC SMP N 2 Bebandem?

2.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diajukan rumusan masalah

sebagai berikut:

Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat ,meningkatkan keterampilan

menulis puisi siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Bebandem, semester 2 tahun

 pelajaran 2014/2015?3.  Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi

siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Bebandem, semester 2 tahun pelajaran

2014/2015 melalui penerapan pendekatan kontekstual.

4.  Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu upaya perbaikan pembelajaran di sekolah

menengah pertama (SMP) atau yang setingkat, untuk mencapai kualitas

 pembelajaran yang optimal. Untuk itu, hasil-hasil penelitian yang akan diproleh

diharapkan dapat berkontribusi optimal terhadap:

1. Siswa, melalui penelitian ini keterampilan menulis puisi dalam mata pelajaran

 bahasa Indonesia dapat ditingkatkan.

2. Guru peneliti, melalui penelitian ini guru memiliki wawasan dan kemampuan

melaksanakan pembelajaran menulis puisi secara lebih efektif melalui

 penerapan pendekatan kontekstual.

3.  Institusi pendidikan, melalui hasil penelitian ini akan menjadi suatu informasi

empiris yang berguna untuk menambah wawasan para pendidik, menambah

khazanah ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pendidikan dan pengajaran.

KAJIAN PUSTAKA

1.  Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini meliputi: “ Kete rampilan menulis puisi

dan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi”. 

Page 115: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 115/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

a.  Keterampilan Menulis Puisi

1) Hakikat Menulis

Banyak ahli yang mengungkapkan pendapatnya tentang hakikat menulis,

 baik berupa definisi, tujuan dan motivasi, manfaat maupun jenisnya. Hal tersebut

dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dari

seorang penulis kepada pembaca dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat

atau medianya. Menulis merupakan keterampilan berbahasa untuk berkomunikasi

secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang bersifat produktif dan

ekspresif (Tarigan 2008: 3). Produktif artinya bahwa kegiatan menulis merupakankegiatan menghasilkan sebuah tulisan sebagai media untuk menyampaikan pesan.

Sedangkan ekspresif artinya dengan menulis seorang penulis dapat

menyampaikan perasaan (emosi) melalui tulisan yang dibuat.

Dalam kegiatan menulis diperlukan sebuah keterampilan yang harus

dimiliki untuk dapat menyampaikan pesan melalui tulisan. Bukan hanya berkaitan

dengan kemampuan menyusun dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga

mengungkapkan pikiran, pendapat, sikap, dan perasaan secara jelas dan sistematis

sehingga dapat dipahami oleh pembaca (Solchan dkk 2008: 1.33). Menulis sangat

identik dengan sebutan mengarang yang artinya sama yaitu menghasilkan sebuah

tulisan. Lebih khusus, pada istilah mengarang erat kaitannya dengan menulis

karangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2011: 1497) menyatakan

menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat

surat) dengan tulisan.

Kegiatan menulis adalah kegiatan yang tidak dapat secara langsung diterima

dan direaksi oleh pihak yang dituju. Aktivitas menulis merupakan salah satu

manisfestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa paling akhir yang dikuasai

 pembelajar bahasa setelah mendengarkan, membaca, dan berbicara (Nurgiyantoro,

2001:296). Dalam buku yang sama juga dijelaskan apabila dibandingkan dengan

keterampilan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai oleh

 pembelajar bahasa karena kemampuan menulis menghendaki penguasaan

 berbagai aspek lain di luar bahasa, untuk menghasilkan paragraf atau wacana yang

Page 116: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 116/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

runtut dan padu. Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2001:273) mengungkapkan,

“Menulis adalah aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa.”

Batasan yang dibuat Nurgiyantoro sangat sederhana, menurutnya menulis hanya

sekadar mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas

dari mudah atau tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca.

Budianta (1992:10) mengatakan bahwa mengarang itu memberi.

Maksudnya bukan kita harus membagi-bagikan buku cetakan pertama gratis

kepada siapa saja (lantaran susah laku) tetapi menyumbangkan sesuatu kepada

dunia. Dengan karangannya seorang sastrawan sejati memperkaya peradaban

manusia. Yang bisa dia berikan (ilmu, wawasan, humor bila ada).2) Hakikat Puisi

Raminah Baribin dalam Teori dan Apresiasi Sastra mengartikan kata puisi

secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani “poieo atau “poio” atau “poetes”

yang berarti (1) membangun, (2) menyebabkan, (3) membuat puisi. Berdasarkan

 pengertian kata-katanya, Raminah menyimpulkan puisi berarti ucapan yang

dibuat/dibangun, maksudnya ucapan yang tidak langsung.

Kamus Istilah Sastra menyatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang

 bahasanya terikat oleh rima, irama, dan tata puitika. Puisi juga merupakan

gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga

mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan

khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna. Hal ini terlihat pada puisi-puisi

sebelum tahun tiga puluhan.

 Namun, menurut S. Suharyanto, definisi tersebut sudah tidak sesuai lagi

untuk mendefinisikan puisi saat ini. Sehingga Suharyanto dalam “Pengantar  

Apresiasi Sastra”, tidak lagi memunculkan pengertian puisi tetapi beliau lebih

menekankan puisi berdasarkan cirri-cirinya yaitu adanya pemusatan kata

(konsentrif), arti kata yang bersayap (konotatif), serta bentuk yang khusus

(tifografi).

Dengan demikian puisi dapat diartikan bentuk tulisan yang kata-katanya

memiliki pemusatan (kekuatan) makna, arti yang bersayap serta adanya bentuk

khusus.

3) Hakikat Menulis Puisi

Page 117: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 117/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Dari hakikat menulis dan hakikat puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

hakikat menulis puisi adalah kegiatan melahirkan atau menuangkan gagasan,

 pikiran ke dalam bentuk tulisan yang padat, bermakna dan bentuk tertentu.

b. Pendekatan Kontekstual

1) Hakikat Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses, perbuatan, cara

mendekati. Karena pendekatan ini dikaitkan dengan pembelajaran, maka yang

didekati dalam penelitian ini adalah peserta didik dan materi pembelajaran itu

sendiri. Pembelajaran adalah proses penyampaian dari belajar yang merupakan

 petunjuk supaya diketahui (dituruti).2) Hakikat Kontekstual

Kontekstual berasal dari kata konteks yang berarti situasi yang ada

hubungannya dengan suatu kejadian.

3) Hakikat Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual (contextual Teaching and Learning) merupakan

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

 pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran

 berlangsung alamiah dan bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Srtategi

 pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Pembelajaran kontekstual

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif, yakni

konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning ), menemukan (inquiri),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling ) dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment ), (Depdiknas 2002:1).

2.  Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang sejalan dengan penelitian ini adalah: (1) Penelitian

Widowati (2007), yang berjudul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan

Teknik Pengamatan Objek Secara langsung pada Siswa Kelas X MA Al Asror

Patemon Gunung Pati Semarang Tahun Ajaran 2005/2006”, disimpukan bahwa

Page 118: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 118/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 pada tahap prasiklus nilai rata-rata siswa hanya 60, pada tindakan siklus I

meningkat menjadi 72,1 dan pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi

80,4. (2) Penelitian Sucipto (2012) dengan judul “ Meningkatkan Keterampilan

Menulis Puisi dengan Teknik Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi terhadap

Suatu Objek pada Siswa Kelas XA MAN Amlapura Tahun Pelajaran 2012/2013,

yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada saat prasiklus nilai rata-

rata siswa hanya 63,0, pada tindakan siklus I meningkat menjadi nilai rata-

ratanya 74,6 dan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya meningkat lagi menjadi

82,5.

3. 

Kerangka BerpikirKeterampilan menulis memberi makna yang penting untuk berkomunikasi

secara tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari. Tidak semua orang

mempunyai keberanian menyampaikan ide, gagasan, ataupun pendapat serta sikap

secara langsung kepada orang lain.

Langkah yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebgai berikut.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

KONDISI AWALGURU:

Belum menggunakan pentan

kontekstual dalam pembelajaran

menulis puisi

SISWA:

Keterampilan menulis

puisinya rendah

SIKLUS I

Dalam pembelajaran menulis

puisi, guru menggunakan

pendekatan kontekstual tanpa ke

lapangan

SIKLUS II

Dalam pembelajaran menulis puisi

guru menggunakan pendekatankontekstual  yang konseptual serta

diajarkan ke lapangan 

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

GURU:

Menggunakan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran

menulis puisi

Diduga melalui pendekatan

kontekstual keterampilan menulis

puisi siswa meningkat

Page 119: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 119/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

4.  Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “ penerapan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC

SMP Negeri 2 Bebandem semester 2 tahun pelajaran 2014/2015”.

METODE PENELITIAN

a.  Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VIIC SMP Negeri 2

Bebandem pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Waktu penelitian selama 3

 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai Maret 2015, dari penyusunan proposal,

 penelitian, sampai pelaporan.

b. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIC yang berjumlah 27 orang,

terdiri dari 14 siswa laki dan 13 orang siswa prempuan. Objek penelitian ini

adalah keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Bebandem

semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.

c. 

Desain Penelitian

Pada hakikatnya, penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah penelitian

tindakan kelas (Classroom Action Research). PTK adalah suatu bentuk kajian

reflektif oleh pelaku tindakan (guru) yang dilakukan untuk meningkatkan

kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki

kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilaksanakan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, PTK dilakukan dalam proses pengkajian

 berdaur (siklus), yang setiap siklusnya terdiri atas empat fase, yaitu perencanaan

( planning ), melaksanakan tindakan (action), memantau (observation), dan

merefleksi (reflection).

Page 120: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 120/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

d. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus

terdiri dari; perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan

evaluasi, serta refleksi.

Perbedaan tindakan yang peneliti lakukan antara siklus satu dan siklus kedua

adalah; bila pada siklus satu pembelajaran masing dilakukan di ruang kelas

dengan memberikan gambaran yang lebih mendekatkan pada pengalaman yang

dimiliki siswa sesuai KD yang dibicarakan yaitu menulis puisi dengan tema

tentang keindahan alam, maka pada siklus kedua pelaksanaan proses

 pembelajaran di luar kelas (di persawahan). Kebetulan lokasi SMP Negeri 2

Bebandem berada di daerah dengan hamparan persawahan.

Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, dapat berlangsung lebih

komunikatif. Informasi yang terjadi menjadi lebih multi arah yaitu dari guru ke

siswa, siswa ke siswa, dan siswa ke guru.

e.  Data dan Analisis Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data pretes sebagai data awal, serta

data tes siklus I dan data siklus II. Data keterampilan menulis puisi dikumpukan

dengan tes menulis puisi dalam bentuk tes unjuk kerja.

Agar instrumen yang digunakan Valid, maka sebelum membuat tes terlebih

dahulu membuat kisi-kisi sebagai perakit soal. Setelah tes selesai dibuat,

 berikutnya membuat pedoman pensekoran penilaian dengan gambaran sebagai

 berikut.

Tabel 1. Kriteria Penilain Menulis Puisi

NO ASPEK YANG DINILAI RENTANG SKOR

1 Kesesuaian judul dengan isi Sesuai = 85-100

Cukup sesuai = 75-84Kurang sesuai = 60-74

Tidak sesuai = 0-5

2 Pilihan kata atau diksi Tepat = 85-100

Cukup tepat = 75-84Kurang tepat = 60-74

Tidak tepat = 0-59

3 Pilihan kata konkret Sangat transparan = 85-100Transparan = 75-84

Kurang transparan = 60-74

Tidak transparan = 0-59

Page 121: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 121/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

4 Penggunaan majas Tepat = 85-100

Cukup tepat = 75-84

Kurang tepat = 60-74

Tidak tepat = 0-59

5 Pemanfaatan versifikasi (rima

dan ritma)

Indah, dan lengkap = 85-100

Indah, tetapi kurang lengkap = 75-84

Tidak indah tetapi lengkap = 60-74Tidak indah dan tidak lengkap = 0-59

6 Tipografi Variatif = 85-100

Cukup variatif = 75-84Kurang variatif = 60-74

Tidak variatif = 0-59

Data keterampilan menulis puisi siswa dianalisis secara deskriptifkuantitatif.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data ini adalah sebagai

 berikut: (1) mengubah skor mentah menjadi skor standar (nilai jadi), (2)

menentukan kriteria predikat, (3) menggelompokkan kemampuan siswa, dan (4)

mencari skor rata-rata serta ketuntasan secara individu dan klasikal.

f.  Indikator Keberhasilan

Keberhasilan siswa dalam menulis puisi apabila siswa memperoleh skor 74

ke atas. Selanjutnya, apabila siswa memperoleh skor di bawah 74 perlu dilakukan

 perbaikan, dan apabila 75% dari jumlah siswa di kelas memperoleh nilai 74 ke

atas berarti tindakan dikatakan berhasil sehingga tindakan dapat dihentikan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, diidentifikasi temuan yang bermakna. Temuan

tersebut adalah bahwa penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran

menulis puisi dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC

SMP Negeri 2 Bebandem semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.

Peningkatan tersebut karena pendekatan kontekstual pada pembelajaran

menulis puisi memiliki keunggulan, yang mana dengan penerapan pendekatan

kontekstual (contextual Teaching and Learning) siswa diajak belajar dengan

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan

 penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Page 122: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 122/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dan bukan transfer

 pengetahuan dari guru ke siswa. Srtategi pembelajaran lebih dipentingkan

daripada hasil. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama

 pembelajaran yang efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya

(questioning ), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),

 pemodelan (modeling ) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment ),

(Depdiknas 2002:1).

Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh: (1) penelitian

Widowati (2007), yang berjudul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan

Teknik Pengamatan Objek Secara langsung pada Siswa Kelas X MA Al Asror

Patemon Gunung Pati Semarang Tahun Ajaran 2005/2006”, disimpukan bahwa

 pada tahap prasiklus nilai rata-rata siswa hanya 60, pada tindakan siklus I

meningkat menjadi 72,1 dan pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi

80,4. (2) penelitian Sucipto (2012) dengan judul “ Meningkatkan Keterampilan

Menulis Puisi dengan Teknik Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi terhadap

Suatu Objek pada Siswa Kelas XA MAN Amlapura Tahun Pelajaran 2012/2013,

yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada saat prasiklus nilai rata-

rata siswa hanya 63,0, pada tindakan siklus I meningkat menjadi nilai rata-

ratanya 74,6 dan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya meningkat lagi menjadi

82,5.

Hasil penelitian tindakan kelas penerapan pendekatan kontekstual untuk

meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa SMP Negeri 2 Bebandem

semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 dengan pelaksanaan dua siklus diproleh

 paparan sebagai berikut.

Tabel 2. Perbandingan Nilai Rata-Rata Menulis Puisi dan Ketuntasan Klasikal

Pelaksanaan Skor Rata-Rata

Kelas

Ketuntasan

Pratindakan 61 45%

Siklus I 70 68%

Siklus II 80,26 82%

Page 123: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 123/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Hasil yang diperoleh siswa dari pemberian tindakan sebanyak dua kali

mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Pada saat sebelum

mendapat tindakan, nilai rata-rata kelas yang diperoleh masih dibawah target

ketuntasan yaitu sebesar 61 (ketuntasan 74). Setelah mendapat tindakan berupa

 penerapan pendekatan kontekstual dengan pelaksanaan di dalam kelas pada siklus

I meningkat meningkat sebesar 9 poin, yaitu rata-rata 70. Selanjutnya pada siklus

II dengan pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, yaitu di sekitar persawahan di

dekat sekolah, diperoleh hasil rata-rata kelas sebesar 80,26 atau meningkat 10,26

dari dari siklus I. Dibandingkan dengan kondisi awal maka terjadi peningkatan

sebesar 19,26 poin. Ketuntasan secara kekasikal juga mengalami peningkatan,

dari hanya 45% pada pratindakan meningkat menjadi 68% pada siklus I atau

meningkat 23%. Pada siklus II meningkat lagi dengan ketuntasan kelasikal

sebesar 82% atau meningkat 14% dari siklus I. secara keseluruhan dibandingkan

kondisi awal, secara kelasikal terjadi peningkatan ketuntasan sebesar 37% setelah

 penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis puisi siswa kelas

VIIC SMP Negeri 2 Bebandem tahun pelajaran 2014/2015. Itu artinya penelitian

dapat dihentikan pada siklus II.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan

 pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis puisi dapat meningkatkan

keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Bebandem semester 2

tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan rata-rata kelas sebesar 19,26 dari kondisi

awal dan ketuntasan secara klasikal juga meningkat 37% dari kondisi awal.

DAFTAR PUSTAKA

Baribin, Raminah. 1990. Teori dan Apresiasi Sastra. Semarang: IKIP Semarang

Press

Budianta, Eka. 1992. Menggebrak Dunia Mengarang. Jakarta: Pustaka

Pembangunan Swadaya Nusantara.

Cipto. 2012.  Meningkatkan Keterampilan Menulis Puisi dengan Teknik

 Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi Terhadap Suatu Objek pada

Page 124: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 124/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Siswa Kelas XA MAN Amlapura Tahun Pelajaran 2012/2013.  Laporan

Penelitian Tindakan Kelas. MAN Amlapura.

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Lerning

(CTL). Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2011.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Balai

Gramedia.

 Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan

Sastra.Yogyakarta: BPFE.

Solchan, dkk. 2008.  Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Suharianto,S.. 1981. Pengantar Apresiasi Puisi. Surakarta: Widya Pustaka.

Tarigan, Henry Guntur. 2008.  Menulis Sebagai Suatu keterampilan Berbahasa. 

Bandung: Angkasa

Widowati. 2007.  Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan

 MenggunakanTeknik Pengamatan Objek Secara Langsung pada Siswa

 Kelas X MA Al Asror Patemon Gunung Pati Semarang . Skripsi. Universitas

 Negeri Semarang.

Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka

Semarang.

Biodata Penulis:

 Nama : Drs. I Wayan Kerti

Tempat/tgl.lahir : Sibetan, 29 juni 1967

Tempat Tugas : 1995-2002 di SMP Negeri 1 Kubu,

2002- sekarang di SMP Negeri 2 Bebandem

Pendidikan: -  S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

FKIP UNUD Singaraja, 1992

-  S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

UNDIKSHA, 2014.

Page 125: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 125/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

EFEKTIVITASPSYCHOLOGICAL F I RST AID 

 DALAM MENGURANGIGEJALA KECEMASAN PADA PENYINTAS KECELAKAAN

KENDARAAN BERMOTOR

Oleh

I Made Mahaardhika, SH., M.Psi

Dosen BK –  FIP IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

The aim of this research is to see the effect of PFA intervention in decreasing

anxiety symptoms that are experienced by motor vehicle accident (MVA)

survivors. This research use the qualitative method with three teenager participants. Anxiety level is measured with the Beck Anxiety Inventory (BAI)

and deep interview. PFA intervention is applied during four meetings for four

consecutively days. Anxiety symptoms are experienced in the few days after

accidents are : fear, tension, and worries related to the impact of physical injury

the experience of the accident. PFA helps survivors to change negative emotions

in to more positive emotions, positive coping strengths and awarenes of the

importance of psychosocial support. The result shows that intervention is able to

decrease the BAI score and anxiety symptoms are lower between after the given

intervention.

Key Words: Anxi ety, Psychological F irst Aid (PFA), Motor Vehicle Accidents

(MVAs)

Pendahuluan

Di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat, kecelakaan kendaraan

 bermotor merupakan salah satu penyebab trauma yang cukup besar. Data

Departemen Transportasi Amerika menunjukkan, terjadi enam juta kecelakaan per

tahun, dengan lebih dari 42 ribu yang fatal dan 2,7 juta mengalami luka personal

(Hickling & Blanchard dalam Carll 2007). Selanjunya Hickling dan Blanchard

mengatakan, luka fisik akibat kecelakaan tidak selalu akan disertai dengan luka

 psikologis, namun luka fisik yang parah atau serius dapat dijadikan pertimbangan

akan adanya luka psikologis di kemudian hari. Sebuah penelitian awal yang

dilakukan oleh Oxley dan Fildes (dalam Harrison, 1999) yang meneliti efek

 jangka panjang dari luka fisik dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh

individu akibat kecelakaan menemukan bahwa, luka fisik yang tidak terlalu parah

 juga menimbulkan dampak psikologis sampai dua tahun setelah peristiwa

Page 126: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 126/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

kecelakaan terjadi. Luka fisik yang tidak begitu parah juga berpengaruh terhadapemosi dan perilaku yang disebabkan adanya kecemasan dan avoidance reactions 

yang dialami penyintas.

 Motor   Accidents Authority of NSW   (2003)  menyebutkan, dalam rentang

waktu dua minggu (immediate) pasca kecelakaan, besar kemungkinan penyintas

akan mengalami kecemasan. Orang-orang yang mengalami kecemasan dan

sampai berkembang mengalami gangguan kecemasan atau PTSD adalah orang-

orang yang mempunyai pengalaman kecemasan yang ekstrim, pikiran-pikiran

yang mengganggu dan ketakutan yang luar biasa setelah mengalami kecelakaan.

Biasanya orang-orang seperti itu juga terganggu dalam melakukan aktivitas

sehari-hari, dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain, serta merasa tidak

 berdaya akibat pengalaman kecelakaan yang dialaminya

Pada banyak kasus, ketika ditemukan adanya gejala-gejala permasalahan

 psikologis yang akut, maka early treatment   sangat dibutuhkan untuk mencegah

 berkembangnya permasalahan psikologis yang lebih serius atau sampai menjadi

PTSD (Bryant et.al, dalam Bryant, Moulds & Guthrie, 2000).  Early treatment  

yang dilakukan beberapa hari setelah peristiwa traumatis, berfungsi untuk

memfasilitasi pemulihan psikologis (Yehuda, 2002). Selanjutnya Yehuda (2002)

mengatakan, proses pemulihan dapat terbantu dengan berkomunikasi dan berbagi

cerita dengan orang lain, yang dapat meningkatkan kemampuan untuk menahan

ketidaknyaman dan mengekspresikan emosi-emosi yang tidak menyenangkan.

Intervensi awal atau sesegera mungkin ( Early Intervention)  merupakan

 pendekatan yang menekankan pada penguatan persepsi mengenai  self-efficacy

dalam menghadapi pengalaman traumatis atau stresor yang menyertainya.

Intervensi yang dilakukan sesegera mungkin akan menjadi efektif dalam

mencegah dampak yang lebih serius akibat pengalaman traumatis, apabila

intervensi tersebut mampu membantu penyintas menghadirkan gambaran baru

dalam mempersepsi coping   yang sesuai dengan kebutuhan (Benight, Cielsak,

Molton & Johnson, 2008).

Page 127: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 127/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 Motor    Accidents Authority of NSW   (2003) merekomendasikan Psychological First Aid (PFA) untuk diberikan dalam rentan waktu dua minggu

sejak peristiwa kecelakaan terjadi. PFA yang diberikan sesegera mungkin kepada

 penyintas kecelakaan meliputi penyediaan rasa aman dan kenyamanan,

memfasilitasi kebutuhan fisiknya, menghubungkannya dengan keluarga atau

orang dekatnya, serta meningkatkan fungsi sosial support. PFA juga mencakup

 pemberian informasi yang sederhana namun akurat mengenai respon normal

 berupa kecemasan maupun bentuk distres lainnya yang muncul pasca mengalami

kecelakaan, serta informasi tentang layanan profesional kesehatan mental bagi

yang membutuhkannya. Apabila penyintas merasa butuh, dengan berbicara

tentang perasaan dan pikiran yang timbul setelah mengalami kecelakaan kepada

orang lain, juga merupakan bentuk PFA yang direkomendasikan  Motor   Accidents

 Authority of NSW. 

Penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang merasa bahwa dia harus

 bertanggung jawab serta mengakui dalam dirinya bahwa kecelakaan tersebut

adalah bagian dari kesalahannya, mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami

PTSD dan mengalami pemulihan psikologis lebih cepat. Penyintas kecelakaan

yang memaknai bahwa dirinya bersalah dalam kecelakaan yang terjadi,

mempunyai kekuatan mengontrol persepsinya dalam menilai peristiwa yang

terjadi. Penyintas mempunyai lebih banyak  sense of control  mengenai apa yang

telah dia alami dan bagaiamana menyikapi apa yang akan terjadi ke depan

(Delahanty et al., 1997).

Remaja usia 16-19 tahun beresiko lebih besar mengalami kecelakaan jika

dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, terutama pada remaja yang mulai

mengemudikan kendaraan bermotor (McCartt ;  National Center for Injury

 Prevention and Control-NCIPC , dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009). Data

dari Kepolisian Daerah Bali Direktorat Lalu Lintas, pada semester I Tahun 2010

mengenai korban kecelakaan lalu lintas terdapat pada tabel 1 :

Tabel 1 : Angka jumlah korban kecelakaan kendaraan bermotor periode Januari-

Juni 2010 (Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Bali).

Page 128: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 128/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

usia Jumlah (orang)

0 s/d 9 th 120

10 s/d 15 th 396

16 s/d 30 th 613

31 s/d 40 th 331

41 s/d 50 th 226

51 th ke atas 1741860

Dari data tersebut, 54,25 % korban kecelakaan lalu lintas pada wilayah

Polda Bali adalah usia 10 sampai 30 tahun. Dari hasil pengamatan peneliti, Di

Bali sendiri terutama di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, hampir

sebagian besar usia remaja, sejak mereka bersekolah di SMP, sudah mengendarai

motor sendiri untuk pergi ke sekolah. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi

 peneliti dalam mempertimbangkan usia remaja sebagai partisipan penelitian.

Ketika remaja mengalami luka atau bekas luka pada wajah dan daerah tubuh

lainnya, mungkin muncul kekhawatiran mengenai akan ditolak teman lawan

 jenisnya. Luka fisik juga akan mengganggu aktivitas pendidikan remaja dan

interaksi sosial lainnya, yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan pada diri

remaja. Perasaan malu, harga diri yang menurun karena dianggap tidak mahir

dalam mengendarai motor oleh teman sebaya, mungkin menjadi pikiran-pikiran

yang hadir pada diri remaja yang baru mengalami kecelakaan. Rasa sakit dibagian

tubuh yang luka dan penilaian tentang bagaimana nanti keberfungsian organ tubuh

yang luka mungkin menjadi sumber stres atau kecemasan pada diri remaja.

Merujuk pada hasil pemaparan di atas, maka penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk melihat apakah  Psychological First Aid (PFA)  dapat

mengurangi gejala kecemasan pada penyintas kecelakaan kendaraan bermotor.

Page 129: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 129/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Tinjauan Teoritis

Freud (dalam Feist & Feist 2008) mendefinisikan kecemasan sebagai

kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat emosional dan sangat terasa

kekuatannya, disertai sebuah sensasi fisik yang memperingatkan seseorang

terhadap bahaya yang sedang mendekat. Ketidaknyamanan dari kondisi ini

seringkali samar-samar dan sulit untuk ditentukan penyebabnya, namun

kecemasan itu sendiri selalu dapat dirasakan. Sedangkan Rogers mendefinisikan

kecemasan sebagai kondisi tidak nyaman atau tegangan yang penyebabnya tidak

diketahui.

Peurifoy (2005) mengatakan, kecemasan biasanya didorong oleh ancaman

yang hadirnya samar-samar, tidak nyata atau tidak langsung, sedangkan ketakutan

didorong oleh ancaman yang jelas atau nyata. Baik kecemasan dan ketakutan

mengakibatkan gejala-gejala mental seperti rasa putus asa, bingung, takut,

khawatir dan adanya pengulangan pikiran-pikiran negatif. Kecemasan dan

ketakutan juga mengakibatkan munculnya gejala fisik ringan seperti ketegangan

otot-otot tubuh.

Pada orang yang sedang sakit atau mengalami luka, kondisi yang

dialaminya menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan terasa mengganggu

dirinya. Terkadang perasaan seperti ini menjadi sesuatu yang disadari, namun

ketika ketidaknyaman tersebut muncul tanpa disadari dan terasa sangat

mengganggu tanpa diketahui penyebab pastinya serta terjadi terus menerus, hal

inilah yang menjadi sebuah bentuk kecemasan (Meares, 1963).

 Motor Accidents Authority of NSW  (2003) menyebutkan bahwa penyebab

kecemasan bisa karena ketakutan akibat memikirkan sesuatu yang tidak jelas atau

tidak pasti, kekhawatiran karena penilaian tentang sesuatu yang akan datang atau

di kemudian hari, atau persepsi tentang sesuatu yang sudah lalu, seperti tentang

 pengalaman kecelakaan yang pernah dialaminya, bertanya-tanya dalam diri

sendiri, mengapa dan kenapa hal itu bisa terjadi, siapa yang salah dan penyebab

utama dari kecelakaan tersebut.  Motor    Accidents Authority of NSW   (2003)

Page 130: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 130/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

menyebutkan, dalam rentang waktu dua minggu (immediate) pasca kecelakaan, besar kemungkinan penyintas akan mengalami kecemasan. 

Jacobson (dalam Soewondo, 2009) mengatakan bahwa, relaksasi otot

 berjalan bersama dengan relaksasi mental. Perasaan cemas subjektif dapat

dikurangi atau dihilangkan dengan sugesti tidak langsung atau menghapus atau

menghilangkan komponen otonomik perasaan-perasaan itu. Jacobson

mengembangkan relaksasi progresif untuk mengurangi rasa cemas, stres atau

tegang. Relaksasi progresif ini juga menjadi salah satu bagian dari intervensi yang

akan peneliti berikan kepada partisipan, sebagai salah satu upaya mengurangi

kecemasan atau ketegangan yang dialami penyintas kecelakaan kendaraan

 bermotor.

Seseorang dapat melakukan berbagai cara atau teknik untuk mengurangi

gejala kecemasan yang dia alami. Peurifoy (2005) mengatakan ada empat

keterampilan dasar yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala kecemasan,

yaitu :

1.  Relaksasi.

2.  Mengatur aliran nafas.

3.  Coping Self-Statements. Ketika seseorang menginterpretasi suatu situasi,

 pikiran dan perasaannya sangat berpengaruh dalam penilaian yang

dihasilkannya. Dengan melatih untuk memaknai secara positif sebuah

 peristiwa yang tidak menyenangkan, seseorang dapat merubah

 penilaiannya terhadap situasi atau pengalaman tertentu, sehingga pikiran

dan perasaan yang dihasilkan juga menjadi lebih baik atau positif. Salah

satu bagian dalam sesi intervensi yang peneliti lakukan adalah mengajak

 penyintas untuk memaknai secara positif dan menemukan hikmah dari

kecelakaan yang dialaminya.

4.   Distraction, yaitu melakukan sesuatu aktivitas yang mengasikkan atau

menyenangkan untuk mengalihkan fokus atau perhatian kita dari stresor

atau sesuatu yang membuat kita cemas. Bekerja, bermain, olahraga,

Page 131: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 131/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 berdoa serta berbicara dengan orang lain merupakan bentuk distractionyang umum dikakukan.

 Psychological First Aid (PFA) adalah suatu pendekatan untuk mengurangi

distres yang dialami individu atau komunitas yang terkena bencana, serta

membantu mengembangkan fungsi adaptif jangka pendek maupun jangka panjang

dalam menghadapi dampak bencana (Vernberg, et.al, 2008). Sedangkan menurut

Everly, Phillips, Kane & Feldman (2006)  Psychological First Aid (PFA)

merupakan serangkaian keterampilan yang digunakan untuk mengurangi distres

dan mencegah timbulnya perilaku negatif, memberikan pemahaman mengenai

respon normal terhadap situasi yang penuh tekanan atau ketika mengalami

 peristiwa traumatis, termasuk kemampuan untuk memahami kapan harus mencari

 bantuan dari profesional kesehatan mental.

PFA digunakan dalam respon bencana dan ditujukan bagi siapa saja yang

terkena dampak dalam hitungan jam atau hari, baik dalam situasi darurat, bencana

atau serangan teroris. Tujuan dasar PFA adalah memberikan bantuan atau

dukungan bagi individu dan resiliensi komunitas untuk mengurangi stres akut

yang muncul akibat bencana serta mendorong fungsi adaptif jangka pendek

maupun jangka panjang (Uhernik & Husson, 2009). Konsep PFA adalah

meningkatkan cara dalam menyediakan dukungan dan ketenangan bagi orang

yang mengalami luka atau ketakutan ketika kondisi untuk mendapatkan intervensi

dari orang yang ahli dalam hal itu tidak memungkinkan. Teman atau siapa pun

dapat menyediakan pertolongan non medis sementara kepada orang yang terluka,

sampai pertolongan dari orang yang berkompeten datang untuk menolong. Jadi

siapa saja dapat menggunakan teknik psikologis sederhana untuk mengurangi

kesedihan atau kepanikan yang dialami seseorang yang terluka, sehingga apa yang

dilakukan tersebut dapat mencegah kebutuhan untuk mendapatkan intervensi dari

 psikiater (Blain, Hoch & Ryan, dalam Reyes & Jacobs, 2006).

Pemulihan dari trauma adalah dengan memfasilitasi pengungkapan emosi

serta menghubungkannya dengan dukungan sosial yang ada (Pennebaker, dalam

Boege & Gehrke, 2005). Orner (dalam Boege & Gehrke, 2005) menemukan,

Page 132: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 132/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

setelah mengalami peristiwa traumatis atau kecelakaan, 71,4 % orang melaporkan bahwa mereka melakukan kontak atau hubungan dengan koleganya dan hanya 9,2

% melakukan kontak dengan profesional.

Metode Peneltian 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif

 bertujuan untuk memahami dan mendalami situasi nyata sehari-hari agar dapat

mendeskripsikan dan memahami tingkah laku yang tampak maupun kondisi-

kondisi internal manusia, baik itu pandangan hidupnya, nilai-nilai yang dipegang,

 pemahaman tentang diri dan lingkungan, serta bagaimana ia mengembangkan

 pemahaman tersebut (Patton, dalam Poerwandari 2009). Pendekatan kualitatif

digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mengenai reaksi

atau dampak yang timbul dalam beberapa hari (reaksi akut) pada penyintas  

kecelakaan kendaraan bermotor. Kecemasan merupakan reaksi utama yang ingin

dilihat dalam penelitian ini. Perilaku, pikiran dan perasaan apa saja yang sering

muncul dalam beberapa hari yang dialami penyintas. Pendekatan kualitatif juga

dimaksudkan untuk memahami mekanisme coping  penyintas, serta dukungan

 psikososial seperti apa saja yang telah ia dapatkan dan harapkan untuk membantu

 pemulihannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah  psychological first aid  

(PFA) sebagai sebuah bentuk treatment  awal dalam mengurangi dampak peristiwa

traumatis, dapat secara efektif mengurangi gejala kecemasan yang dialami

 penyintas kecelakaan kendaraan bermotor. Untuk menguji efektivitas sebuah

intervensi atau program, maka penelitian ini menggunakan desain  pre test – 

 post

test  (Kumar, 1996).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengisian

kuesioner  Beck Anxiety Inventory (BAI)  oleh penyintas kecelakaan kendaraan

 bermotor untuk melihat tingkat kecemasannya, serta wawancara dan observasi

kepada partisipan penelitian.

Partisipan Penelitian

Page 133: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 133/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Partisipan dalam penelitian ini adalah penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang bertempat tinggal di wilayah Provinsi Bali. Partisipan yang akan

menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga orang yang memiliki

karakteristik tertentu sesuai dengan fenomena atau tujuan yang ingin diteliti

( purposive sampling ), yaitu :

1.  Penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang mendapatkan penangan

segera setelah kecelakaan di instalasi rawat darurat (IRD) di rumah sakit,

yang mengalami luka pada wajah dan/atau bagian tubuh lainnya.

2.  Berusia remaja (10-19 tahun).

3.  Tingkat kecemasan tinggi (di atas skor 36) hasil interpretasi BAI yang

telah diisi oleh partisipan.

4.  Bersedia menjadi partisipan penelitian dan mengisi inform consent. 

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a.  Alat ukur the  Beck Anxiety Inventory (BAI).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan  Beck Anxiety Inventory (BAI)

sebagai alat untuk mengukur tingkat kecemasan penyintas  kecelakaan

kendaraan bermotor. BAI merupakan Pengembangan dari 21 item self

report inventory  untuk mengukur tingkat kecemasan. BAI sendiri telah

mempunyai panduan interpretasi mengenai tingkat kecemasan itu sendiri,

yaitu angka 0-21 mengindikasikan kecemasan yang sangat rendah, 22-35

mengindikasikan tingkat kecemasannya sedang dan 36-63

mengindikasikan tingkat kecemasan yang tinggi dan perlu mendapatkan

 perhatian yang serius (dalam Beck, Epstein,  Brown,  Steer, 1988). Dalam

 penelitian ini BAI yang digunakan sudah diadaptasi ke dalam bahasa

Indonesia (Kartikasari, 2009).

 b.  Panduan wawancara bagi peneliti.

c.  Modul PFA bagi penyintas kecelakaan kendaraan bermotor.

d.  Alat bantu lain seperti kamera digital dan tape recorder  untuk merekam

wawancara yang dilakukan.

Page 134: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 134/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Prosedur IntervensiIntervensi dilakukan dengan mengunjungi penyintas di rumahnya. Setelah

 peneliti memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan tujuan

kedatangannya dan menjelaskan bahwa peneliti mengetahui data penyintas dari

rumah sakit, peneliti meminta penyintas untuk mengisi  Beck Anxiety Inventory

(BAI)  sebagai alat untuk mengukur level gejala kecemasan. Apabila skor

kecemasan penyintas di atas skor 22-35 (sedang) atau 36-66 (tinggi), maka

 peneliti akan melakukan intervensi kepada penyintas dengan terlebih dahulu

menanyakan kesediaannya untuk menjadi partisipan penelitian. Bila skor

kecemasan penyintas hanya 21 atau di bawahnya (rendah), peneliti tidak akan

memberikan intervensi, namun hanya memberikan psikoedukasi. Penyintas

dengan level kecemasan tinggi atau sedang yang bersedia untuk menjadi

 partisipan penelitian, akan menjalani empat sesi pertemuan selama empat hari

 berturut-turut, dimana setiap sesinya akan berlangsung selama 90 menit.

Di sesi pertemuan pertama intervensi, peneliti lebih banyak melakukan

komunikasi yang sifatnya membangun raport   dengan partisipan. Peneliti

memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangaan peneliti

menemui penyintas. Peneliti menggali informasi dengan menanyakan hal-hal

yang berkaitan dengan rasa aman dan kenyamanan partisipan selama beristirahat

di rumah atau selama menjalani rawat jalan. Peneliti juga mengkomunikasikan

apakah partisipan mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses pemulihan.

Di sesi pertemuan kedua dengan partisipan, peneliti memberikan

intervensi dengan membantu penyintas untuk mengungkapkan perasaan, pikiran

serta reaksi fisik dan perilaku yang partisipan alami pasca mengalami kecelakaan.

Dalam sesi ini diharapkan apa yang diungkapkan partisipan kepada peneliti bisa

menjadi ventilasi untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan

 partisipan. Peneliti juga membantu penyintas untuk lebih mengenal coping positif

dan dukungan psikososial yang dapat membantu penyintas dalam mempercepat

 proses pemulihan psikologisnya.

Page 135: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 135/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Pada sesi pertemuan ketiga intervensi, peneliti mengajak partisipan untukmemaknai secara positif dan menemukan hikmah dari kecelakaan yang baru

dialaminya. Peneliti memberikan teknik relaksasi progresif kepada penyintas

sebagai salah satu cara mengurangi gejala kecemasan, ketegangan-ketegangan

otot tubuh ataupun mengurangi bentuk distres lainnya. Peneliti juga meminta

 partisipan untuk mengajarkan sebuah teknik relaksasi atupun teknik olah

 pernapasan atau teknik manajemen stres lainnya yang mungkin telah dimiliki

 penyintas dan efektif bagi dirinya untuk mengurangi distres yang pernah dia

alami. Dengan partisipan mengajarkan sebuah teknik relaksasi kepada peneliti,

diharapkan penyintas merasa bahwa dirinya berdaya dan lebih mengenal kapasitas

yang ada dalam dirinya juga dapat membantu mempercepat proses pemulihan

 psikologisnya.

Pada sesi pertemuan terakhir (pertemuan ke empat), partisipan diminta

untuk mengungkapkan kembali gejala atau apa yang dia rasakan pasca mengalami

kecelakaan, serta bagaimana perubahan yang terjadi terhadap gejala-gejala

tersebut setelah menjalani proses intervensi selama empat hari bersama peneliti.

Peneliti meminta penyintas menghayati kembali coping yang telah dilakukannya

serta apa yang dia rasakan dari dukungan psikososial yang didapatkannya.

Partisipan juga diminta mengisi kembali kuesioner BAI, untuk melihat apakah ada

 penurunan skor gejala kecemasan setelah dilakukan intervensi.

Metode Analisa Data

Data dianalisa sesuai dengan tema-tema yang ingin dicari dalam penelitian

ini. tema-tema yang ingin dilihat adalah gambaran umum kehidupan sehari-hari

 partisipan (penyintas kecelakaan kendaraan bermotor), gambaran stres dan gejala

kecemasan partisipan pasca mengalami kecelakaan, strategi coping, dukungan

 psikososial, penilaian partisipan terhadap intervensi, serta perubahan skor dan

 penghayatan stres dan gejala kecemasan partisipan pasca menjalani proses

intervensi.

Page 136: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 136/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Hasil PenelitianSecara ringkas hasil penelitian dapat peneliti paparkan dalam tabel di

 bawah ini :

Y DP D

GambaranUmumKehidupanPartisipan

Laki-laki berumur 15tahun, keluarga sangatsejahtera, setiap haripergi ke sekolah danmelakukan aktivitas laindi luar rumah denganmengendarai motorsendiri.

Perempuan berumur 16tahun, keluarga sangatsederhana, setiap haripergi ke sekolah danmelakukan aktivitas laindi luar rumah denganmengendarai motorsendiri.

Perempuan berumur 20tahun, keluargamenengah ke atas,setiap hari pergi kekampus dan melakukanaktivitas lain di luarrumah denganmengendarai motor

sendiri.Pikiran Bertanya-tanya pada

diri sendiri tentangbagaimana komentarteman-teman dengangigi saya yang patah 2.

Bertanya-tanya pada dirisendiri bagaimanakeadaan ibu danbayi/kehamilannya nanti,sulit berkonsentrasi.

Bertanya-tanya pada dirisendiri kenapa saya bisa jatuh lagi, teringattentang kecelakaan yangdialami, sulitberkonsentrasi.

Perasaan Malu, kecewa, kurangsemangat, waspada,takut, bosan, malas,cemas, tidak sabar,orang lain yangmenyebabkan dirinyamengalami kecelakaan.

Takut, merasa bukandirinya yang bersalahdalam peristiwa yangterjadi.

Takut, cemas, was-was,merasa tidak enakkarena merepotkanorang lain, kecelakaanmerupakan kesalahansendiri.

Fisik Otot tubuh tegang, gigisakit, sulit tidur, barubangun tidur lehersakit.

Otot-otot tubuh tegangdan kaku, sulit tidur,tubuh lemas, kurangbersemangat.

Perilaku Takut mengendaraimotor sendiri di jalanraya.

Jadi sering menyendiri dikamar.

Strategi Coping   Baca komik, maingame, menggambar,ngobrol dengankeluarga, memakai gigipalsu, sembahyang.

Bercerita/ngobrol dengananggota keluarga atauteman, mendengarkanmusik, nonton tv, menulisdiary

Cerita atau ngobroldengan teman, jalan- jalan, makan, sms-an,internetan, nonton tv,sembahyang atauberdoa.

DukunganPsikososial

Orang tua, keluarga,teman sekolah.

 Anggota keluarga dirumah, saudara, temansekolah.

Teman kampus.

Hambatandalampemulihanpsikologis

Kurangnya perhatian dandukungan dari anggotakeluarga di rumah.

Page 137: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 137/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Hikmah Positif

dari Kecelakaanyang Dialami.

Harus lebih hati-hati

dan waspada jikamengendarai motor, jadi lebih rajin berdoa.

Harus lebih berhati-hati,

tidak boleh bengong jikamengendarai motor,harus lebih terbukadengan keluarga jikapunya masalah.

Ketika mengendarai

motor tidak boleh buru-buru dan dalam keadaanmarah atau kesal, jadilebih dekat denganteman, tidak selalumenyalahkan lingkungan,diri sendiri yang sangatberperan dalammenyebabkankecelakaan yang dialami.

PenilaianTerhadapIntervensi

Bermanfaat, membantupemulihan psikologis,ada temanberkomunikasi,mendapat manfaat darirelaksasi dan rileks.progresif yaitu menjadilebih tenang

Bermanfaat, membantupemulihan psikologis,membuat lebih tenang,nyaman dan dikuatkan(coping DP didukungatau dinilai baik olehpeneliti)

Membantu pemulihanpsikologis, membantudalam menemukanhikmah positif.

Perubahanpenghayatangejalakecemasan.

Lebih rileks, tenang,nyaman.

Tidur lebih nyaman, lebihbisa berkonsentrasi,tenang, nyaman.

Merasa senang, nyaman,merasa banyak yangperhatian, otot-otot jadilebih rileks.

Perubahan/Penurunan Skor

GejalaKecemasanSebelum danSesudahIntervensi

Dari 36 menjadi 18(turun 18 poin)

Dari 23 menjadi 8 (turun15 poin)

Dari 34 menjadi 8 (turun26 poin)

Analisa Antar Partisipan

Skor gejala kecemasan Y yang tinggi (36) ketika peneliti memulai

intervensi, kemungkinan dikarenakan Y masih merasakan sakit dan persepsi yang

tidak menyenangkan karena giginya yang patah dua. Sebelum mengalami

kecelakaan, bisa dikatakan Y tidak pernah mengalami permasalahan atau stres

yang sampai mengganggu fungsi keseharian dalam hidupnya, sehingga

kecelakaan ini menjadi pengalaman traumatis pertama dia alami. Oleh karena itu,

 peneliti memperkirakan kecelakaan yang Y alami menjadi sesuatu yang

dihayatinya dengan sangat dalam, sehingga menimbulkan gejala-gejala

kecemasan yang tinggi ketika dilakukan pengukuran melalui beck anxiety

inventory (BAI).

Page 138: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 138/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

DP merupakan partisipan yang menunjukkan skor gejala kecemasan yang paling rendah (23) diantara ketiga partisipan dalam penelitian ini. Meskipun skor

gejala kecemasan DP berada dalam tingkat sedang, namun dari apa yang

diungkapkan DP selama proses intervensi berjalan menunjukkan bahwa,

 penghayatannya terhadap kecelakaan yang baru saja dia alami sangat

mengganggu dan membuatnya tidak nyaman. Keyakinannya yang merasa tidak

 bersalah dalam kecelakaan yang terjadi, namun tetap harus memberikan perhatian

kepada ibu yang bertabrakan dengan dirinya, menjadi sesuatu yang bertentangan

di dalam dirinya. DP juga merasa bersalah pada dirinya dan kedua orang tuanya,

karena tidak mengikuti nasihat kedua orang tuanya agar tidak menyeberang

melewati candi (gapura gang yang terbuat dari batu) ketika akan memasuki gang

untuk menuju ke rumahnya sebelum kecelakaan tersebut terjadi.

Terbatasnya keadaan ekonomi keluarga dan di sisi lain DP harus berurusan

dengan hukum karena motornya ditahan dan dinyatakan bersalah oleh polisi,

menjadikan stresor yang sangat kuat dalam penghayatan DP. Kondisi ibu yang

sedang hamil delapan bulan anak pertamanya dan harus diopname, menjadi stres

yang sangat besar bagi DP karena dengan terbatasnya ekonomi keluarga,

 bagaimana harus bertanggung jawab dalam membantu biaya pengobatan ibu yang

 bertabrakan dengan dirinya tersebut. DP lebih menerima manfaat intervensi yang

 berupa penguatan-penguatan emosi dan  support   dari peneliti yang menilai baik

strategi coping  yang telah dilakukannya.

Temuan yang sangat menarik adalah baik Y dan DP sama-sama

mendapatkan dukungan psikososial dari teman dan keluarga, sedangkan D hanya

mendapatkan dukungan psikososial dari temannya, bahkan menurut D keluarga

merupakan faktor penghambat dalam proses pemulihan psikologisnya. Sebelum

mengalami kecelakaan, D telah mempunyai permasalahan dengan anggota

keluarganya di rumah. Hal ini juga menjadi stresor tambahan bagi D, karena dia

menghayati bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dengan keluarga,

membuat dirinya merasakan tidak mempunyai sumber daya yang bisa dimintai

 bantuan ketika mengalami permasalahan dalam hidupnya. Pengalaman mengalami

Page 139: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 139/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

kecelakaan sebanyak dua kali dalam sebulan menjadikan stres yang dialami Dseolah terakumulasi, sehingga faktor inilah yang menyebabkan skor gejala

kecemasannya hampir berada pada tingkat yang tinggi (34). Namun diantara

ketiga partisipan dalam penelitian ini, D mempunyai penurunan skor gejala

kecemasan yang paling besar. Walaupun D tidak mendapatkan dukungan

 psikososial dari keluarga, namun peneliti berkeyakinan bahwa faktor yang

membuat skor gejala kecemasannya menurun paling besar adalah karena D lebih

 banyak memaknai secara positif dan mendapatkan hikmah dari kecelakaan yang

dialaminya. D sangat merasakan manfaat intervensi dari hal-hal yang berusaha

menggali lebih dalam pemaknaan partisipan tentang peristiwa yang dialaminya,

serta mengajak partisipan menemukan hikmah positif dari kecelakaan yang baru

dialaminya.

Diskusi

PFA menjadi intervensi yang efektif dalam mengurangi gejala kecemasan

yang dialami penyintas dalam beberapa hari pasca mengalami kecelakaan

dikarenakan PFA membantu penyintas untuk mengungkapkan perasaan dan

 pikiran yang tidak menyenangkan, sehingga beban atau tekanan yang dialami

 penyintas juga menjadi berkurang. Menguatkan dan meningkatkan coping positif

serta dukungan psikososial yang dimiliki penyintas juga menjadi bagian utama

intervensi. Penyintas juga diajak untuk menemukan hikmah dan memaknai secara

 positif kecelakaan yang dialaminya, sehingga dapat mengimbangi atau

mengurangi emosi-emosi negatif yang hadir akibat persepsi penyintas tentang

 peristiwa yang dialaminya.

Peneliti menemukan bahwa tidak tersedianya data lengkap tentang

 penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang ditangani di instalasi gawat

darurat (IGD) di kedua rumah sakit tempat peneliti mencari data penelitian.

Penyintas yang diperbolehkan langsung pulang setelah mendapatkan penanganan

di IGD, menyebabkan data lengkap mengenai identitas serta alamat penyintas

menjadi tidak begitu penting untuk menjadi bagian catatan atau dokumen

 pelayanan di rumah sakit. Fenomena seperti ini juga didukung oleh faktor bahwa,

Page 140: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 140/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

sebagian besar penyintas kecelakaan yang mendapatkan penanganan di IGDmerupakan, hasil rujukan masyarakat atau sesama pengguna jalan, sehingga

ketika tiba di IGD tidak ada orang yang bertanggung jawab untuk

mendaftarkannya sesuai dengan identitas lengkap penyintas.

Kesimpulan

Peneliti menyimpulkan bahwa gejala kecemasan yang dialami penyintas

kecelakaan kendaraan bermotor dikarenakan persepsi mengenai apa atau

 bagaiamana yang akan terjadi nanti akibat dari kecelakaan yang terjadi. Persepsi

mengenai dampak negatif yang mungkin akan dialami penyintas ataupun orang

lain, menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman dalam diri penyintas.

Perasaan takut, was-was dan khawatir untuk mengendarai motor menjadi gejala

yang paling sering muncul pada penyintas. Penyintas juga menjadi tegang dan

tidak tenang pasca mengalami kecelakaan. Penyintas cenderung menggunakan

coping   yang berfokus emosi untuk menghadapi atau mengurangi stres yang

dialaminya pasca mengalami kecelakaan.

Hasil penelitian ini juga mendukung teori bahwa, orang yang mengalami

 peristiwa traumatis dan mendapatkan dukungan psikososial dari anggota keluarga,

teman ataupun orang-orang terdekatnya, akan mengalami pemulihan psikologis

yang lebih cepat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa individu yang lebih

 banyak mendapatkan hikmah positif dari kecelakaan yang dialaminya, serta

memaknai bahwa apa yang dialaminya merupakan bagian dari kesalahan dirinya,

mengalami pemulihan psikologis yang lebih baik.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa, bantuan psikologis sesegera

mungkin dalam hal ini melalui intervensi  psychological first aid (PFA)  yang

diberikan kepada penyintas kecelakaan kendaraan bermotor sangat efektif dalam

mengurangi gejala kecemasan yang timbul dalam beberapa jam atau beberapa hari

 pasca kecelakaan. Efektivitas PFA sebagai sebuah intervensi dalam mengurangi

gejala kecemasan yang dialami penyintas kecelakaan kendaraan bermotor dapat

dilihat dengan penurunan gejala kecemasan yang antara sebelum dengan sesudah

intervensi, serta perubahan penghayatan gejala kecemasan yang menjadi lebih

Page 141: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 141/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

 baik (rileks, tenang, nyaman, lebih dapat berkonsentrasi dan tidur lebih mudah),selama menjalani proses intervensi.

Saran

Intervensi yang peneliti lakukan kepada partisipan dalam penelitian ini

terbatas hanya dalam empat sesi pertemuan dalam empat hari berturut-turut. Oleh

karena itu, pelaku PFA sebaiknya melakukan monitoring terhadap penyintas,

untuk melihat apakah skor dan penghayatan gejala kecemasan penyintas semakin

menurun, meningkat atau tetap, selama satu sampai dua minggu pasca melakukan

intervensi. Ketika ditemukan adanya gejala-gejala kecemasan ataupun perubahan

 perilaku yang berlanjut pada partisipan, sebaiknya dilakukan tindak lanjut, baik

dengan melakukan pendampingan psikologis maupun merujuk ke profesional

kesehatan mental.

Dukungan psikologis awal seharusnya dapat dilakukan ketika peyintas

kecelakaan berada di instalasi gawat darurat (IGD). Sebelum penyintas pulang

setelah mendapatkan penanganan di IGD, perawat atau petugas dapat melakukan

komunikasi atau memberikan informasi yang dapat membantu mengurangi

kecemasan yang dirasakan penyintas, sekaligus mencari infomasi lengkap

identitas penyintas. Petugas pencatat identitas dapat memberikan informasi

tentang reaksi-reaksi apa yang biasanya muncul pada orang yang mengalami

kecelakaan kendaraan bermotor dan reaksi tersebut merupakan reaksi yang

normal.

Untuk di Bali sendiri, dengan sistem organisasi kemasyarakatannya yang

sangat kuat dan mengikat, pelatihan PFA dapat dilakukan kepada ibu-ibu PKK

atau pengurus banjar setempat, sehingga promosi dan penerapan PFA dapat

menjangkau sampai ke lapisan masyarakat paling bawah, termasuk ketika ada

salah satu anggota banjar yang mengalami kecelakaan. Pelatihan PFA juga harus

melibatkan anggota STT (seka teruna teruni/karang taruna), yang sekaligus

disisipkan dengan materi bagaimana perilaku berkendara yang baik di jalan,

disamping meningkatkan pengetahuan mereka tentang pentingnya dukungan

 psikososial dan menjaga kesejahteraan psikologis itu sendiri.

Page 142: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 142/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Khusus untuk di PMI sendiri, PFA seharusnya menjadi kompetensi wajib bagi setiap relawan yang bertugas dalam respon bencana. Selain berguna dalam

membantu penyintas bencana, PFA juga bisa diberikan bagi sesama anggota

relawan yang sedang bertugas. Dengan menerapkan prinsip-prinsip komunikasi

yang teraupetik dan penyediaan dukungan emosi, PFA dapat menjadi salah satu

alternatif bantuan psikologis bagi sesama anggota relawan yang menghadapi

 permasalahan atau distres ketika bertugas dalam seting respon bencana.

Keterbatasan waktu dan kecilnya jumlah partisipan dalam penelitian ini,

tentunya akan menjadi bahan diskusi dan perdebatan ketika peneliti menarik

kesimpulan tentang efektivitas PFA. Hal ini menjadi alasan kuat mengapa

 penelitian-penelitian serupa harus segera dilakukan. Tingginya angka kecelakaan

di Indonesia serta kurangnya literatur mengenai dampak psikologis jangka

 panjang yang dialami penyintas kecelakaan juga menjadi pertimbangan penting,

mengapa penelitian seperti ini harus menjadi perhatian serius para penyedia

layanan kesehatan mental. Diharapkan penelitian serupa bisa dilakukan kepada

 penyintas kecelakaan kendaraan bermotor usia dewasa atau anak-anak.

Kepustakaan

Beck, A.T., Epstein, N., Brown, G., & Steer, R.A. (1988). An Inventory for

 Measuring Clinical Anxiety: Psychometric Properties, APA.

Benight, C.C., Cielsak, R., Molton, I.R., & Johnson, L.E. (2008). Self-Evaluative

Appraisals of Coping Capability and Posttraumatic Distress Following

Motor Vehicle Accidents. Journal of Consulting and Clinical Psychology.

Vol. 76. No. 4, 677-685.

Boege, K., & Gehrke, A. (2005).  Preventing Posttraumatic Stress-Psychological

 First Aid at the Workplace, Safety Science Monitor. Vol 9, Issue 1, Short

Communication 1, Dresden.

Bryant, R.A., Moulds, M.L., & Guthrie, R.M. (2000).  Accute Stress Disorder

Scale: A Self-Report Measure of Acute Stress Disorder , Psychological

Assesment, Vol. 12, No. 1, 61-68.

Carll, E.K. (2000). Trauma Psychology, Issues in Violence, Disaster, Health, and

 Illness, Volume 2 : Health and Illness. USA : Praeger.

Page 143: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 143/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Delahanty, D.L. (1997). Acute and Chronic Distress and Posttraumatic Stress

Disorder as a Function of Responsibility for Serious Motor Vehicle

Accidents.  Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 165. No.

4, 560-567.

Everly, G.S., Phillips, S.B., Kane, D., & Feldman, D. (2006).  Introduction to and

overview of Group Psychological First Aid . Oxford University Press.

Feist, J & Feist, G.J. Theories and Personality  (Yudi Santosa, Penerjemah).

Jakarta: Pustaka Pelajar.

Harrison, W.A. (1999). Psychological Disorders as Consequences of Involvement

in Motor Vehicle Accidents : A Discussion and Recommendations for A

 Research Program. Monash University Accident Research Centre. Report

 No. 153.

Kumar, R. (1996).  Research Methodology A Step-By-Step Guide For Beginners.

London : Sage Publications.

Meares, A. (1963). The  Management of The Anxious Patient . London: W. B.

Saunders Company.

Motor Accidents Authority of NSW. (2003). Guidelines for the Management of

 Anxiety Following Motor Vehicle Accidents. Sydney NSW.

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2009).  Human Development

 Perkembangan Manusia, Jakarta: Salemba Humanika.

Peurifoy, R.Z. (2005). Anxiety, Phobias, & Panic. New York: Warner Books.

Poerwandari, E.,K. (2009).  Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

 Manusia. Cetakan Ketiga. Depok: LPSP3 UI.

Reyes, G., & Jacobs, G.A. (2006).  Handbook of International Disaster

 Psychology. Volume II Practices and Programs. USA: Praeger Publisher.

Kartikasari, A. D. (2009).  Pelatihan Teknik Relaksasi Untuk Menurunkan

 Kecemasan pada Primary Caregiver Penderita Kanker Payudara.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Soewondo, S. (2009).  Panduan dan Instruksi Latihan Relaksasi Progresif. (CD) 

Depok: LPSP3 UI.

Page 144: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 144/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Uhernik, J.A., & Husson, M.A. (2009).  Psychological First Aid : An Evidence Informed Approach for acute Disaster Behavioral Health Response.

American Counseling Association. North Carolina: Charlotte.

Vernberg, E.M., et al. (2008).  Innovation in Disaster Mental Health :

 Psychological First Aid , APA, Vol.39, No. 4, 381  –  388.

Yehuda, R. (2002). Treating Trauma Survivors With PTSD. Washington:

American Psychiatric Publishing.

Page 145: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 145/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

142

RE-BRANDING DAN MODEL AISAS  DALAM MEMBANGUN

KESETIAAN PELANGGAN ES KRIM MEREK MAGNUM

Ni Nyoman Murniasih. Ni Wayan Karlini

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

ABSTRACT

There are re-branding policy from Magnum Ice Cream to give Brand

Equity Value to customer, so that the consumer will have the will to buy.

With AISAS model, it found out that the customer‘s decision to buy the product increase, the proves are the following: 1. According to score

interpretation criteria, the 88% score on attention point are categorized as―very high‖, the 85% score on interest point are categorized as ―veryhigh‖, the 71% score on search point as ― high‖, the 89% score on action

score are categorized ―very high‖, the 71% score on share point are

categorized as ―moderate high‖. 

Key Words: Re-Branding Policy, AI SAS Model, Brand Equity Value

PENDAHULUAN

Komunikasi merupakan dasar bagi keberhasilan strategi promosi

secara umum yang dapat dilakukan oleh perusahaaan.Banyak hal yang dapat

dikomunikasikan kepada pelanggan, tapi ada hal utama yang harus di

komunikasikan pada pelanggan adalah keberadaan tentang merek.Utami

(2010) menyatakan bahwa merek suatu nama atau simbol pembeda, seperti

misalnya logo yang mengidentifikasi produk atau jasa itu dari atau dengan

 penawaran pesaing.

Merek dapat memberikan nilai kepada pelanggan, dan sekaligus dapat

menyampaikan informasi kepada konsumen tentang sifat dan pengalaman

Page 146: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 146/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

143

 berbelanja.Merek juga mempengaruhi keyakinan pelanggan atas keputusan

yang dibuat untuk membeli barang.

Industri makanan dan minuman memiliki prospek pasar yang masih

cerah seiring pertumbuhan ekonomi, karena dukungan sumber bahan baku

dan populasi masyarakat Indonesia yang semakin bertambah, namun

industri tersebut juga harus berhati-hati menghadapi tantangan seperti

harga produksi yang semakin tinggi. Kementerian Perindustrian

memproyeksikan pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun

2013 tumbuh berkisar 9%. Industri makanan dan minuman menawarkan

 berbagai macam jenis produk yang dapat dipilih oleh konsumen, salah

satunya adalah es krim. Perkembangan industri es krim di Indonesia cukup

 pesat. Meningkatnya taraf hidup masyarakat Indonesia dan perubahan gaya

hidup, merubah persepsi masyarakat terhadap es krim bukan hanya

sebagai makanan yang mahal, tetapi sudah seperti makanan selingan.

Pangsa pasar es krim yang luas, menjadikan es krim kini disukai di

 berbagai macam kalangan usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Salah

satu marketing plan  dari es krim Magnum adalah dengan mengkondisikandengan sangat langka produk es krim di pasaran, sehingga masyarakat

akan mencari dan berusaha mendapatkannya. Iklan dari es krim Magnum

di buat semenarik mungkin, sehingga masyarakat akan semakin mencari

es krim Magnum. Begitu cepat pengaruh iklan pada penjualan suatu

 produk. Es krim Magnum adalah salah satu contoh produk es krim dari

 produsen es krim Wall‘s yang bernaung di bawah perusahaan multinasional

Unilever. Proses yang dilakukan oleh pihak Unilever mengenai re-

branding   es krim Wall‘s Magnum telah menjadikan Wall‘s Magnum

 berbeda jika dibandingkan dengan Wall‘s Magnum sebelum dilakukan re-

 branding. Unilever sebagai pemilik es krim Wall‘s Magnum, tahu bahwa

 para penikmat es krim di Indonesia menginginkan sensasi pengalaman

Page 147: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 147/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

144

 baru yang berbeda dalam menikmati sebuah es krim. Untuk itulah

Unilever mencoba mendesain ulang dengan memberikan kesan yang unik

dalam menikmati sebuah es krim. Unilever mencoba mendesain ulang

brand dari sebuah es krim  bermerek ―Magnum‖ menjadi sebuah merek

(brand ), yang memiliki identitas yang unik dan otentik.

Berkaitan dengan itu, penulis tertarik untuk melakukan riset pemasaran

tentang ;  Re-Branding   Dan Model AISAS dalam Membangun Kesetiaan

Pelanggan Es Krim Merek Magnum

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu proses buying consumer   yaitu AISAS model. Model ini

dikembangkan oleh agen periklanan Dentsu pada tahun 2005. Pada model ini

konsumen mengikuti proses. Pertama mereka menjadi sadar akan produk atau

 jasa ( Attention), mendapatkan tertarik (Interest ), mencari informasi yang

relevan melalui internet(Search),  selanjutnya membeli produk (Aksi),  dan

mengirimkan ulasan melalui internet setelah menggunakan produk (Share). 

Jadi AISAS adalah model siklus dimulai dengan attention, memutuskan untuk

membeli, selanjutnya langkah terakhir adalah  share  yang membawa proseskembali ke awal dengan menyebarkan kesadaran produk bagus atau

 burukdiantara teman-teman melalui media sosial atau situs-situs review 

 produk.

Jadi target pemasaran dengan model AISAS ini adalah; Perhatian :

meningkatkan kesadaran konsumen terhadap produk . Interest   : Tumbuh

evaluasi konsumen tentang suatu produk . Search : Mendapatkan umpan balik

yang baik tentang produk dan konsumen.  Aksi  : Memberikan kesempatan

konsumen untuk membeli produk . Share  : Mendorong konsumen untuk

mengirimkan informasi berkualitas tinggi tentang suatu produk (Imam Ashari

: 2012 )

Page 148: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 148/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

145

 Re-branding  merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga

untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand  yang telah ada agar

menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal perusahaan, yaitu

 berorientasi  profit . Rebranding   sebagai sebuah perubahan merek, seringkali

identik dengan perubahan logo ataupun lambang sebuah merek. Dengan kata

lain, ketika melakukan rebranding maka yang berubah ialah nilai-nilai dalam

merek itu sendiri. Anholt (2007) mengatakan bahwa intisari dari re-branding  

adalah proses merancang, merencanakan,, dan mengkomunikasikan ulang

nama atau identitas produkatau jasa yang bertujuan untuk mengelolaan

reputasi di masyarakat. Kegiatan memposisikan ulangsuatu merek ini sendiri

memerlukan perubahan bentuk dan citra yang ingin dicapai.Tujuan utamanya

adalah mempengaruhi persepsi konsumen tentang sebuah produk atau jasa.

Ada beberapa alasan mengapa perusahaan mengadakan re  –   branding .

Menurut Handito Hadi Juwono (2014) ada : The 5 ReBranding Reasons,

terdiri dari;

1.   Brand Crisis; yaitu adanya kemerosotan brand image  . Kejadian

kerancuan produk atau bahkan pemberitaan pelanggaran hukum biasanyamengakibatkan brand crisis.

2.  Competitor Change; Perubahan brand  yang terjadi pada pesaing biasanya

 berupa hadirnya competitor baru dengan brand   perkasa, perubahan

strategi brand competitor , perubahan brand identity  atau brand

communication.

3.  Customer Change  ; Perubahan terbesar konsumen terbentuk oleh adanya

godaan para produk atau perusahaan yang memberikan iming-iming yang

luar biasa menarik. Seperti terjadinya perang harga sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan sikap konsumen terhadap produk

tertentu.

Page 149: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 149/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

146

4.   Regulation Change; Perubahan tentang pemberlakuan peraturan tentang

 prinsip persaingan sehat, minimalisasi kartel dagang, revisi undang-

undang tentang perseroan terbatas maupun berbagai kesepakatan antara

 biro iklan tentang cara beriklan, ini semuanya mendorong terjadinya re-

branding.

5.  Strategic Change; Perubahan strategi perusahaan jangka panjang,

terutama menyangkut penataan produk komunikasi, perumusan ulang

strategi bisnis dan model bisnis akan mengarah kepada re-branding.

Untuk menciptakan brand sebuah perusahaan tidaklah mudah.Ada dua komponen

 penting yang perlu dipertimbangkan, yakni tampilan dan bahasa.

1.  Tampilan berhubungan dengan logo bisnis atau produk. Sebuah logo yang

efektif seharusnya :

a.  Unik dan menarik bagi target market.

 b.  Mampu menggambarkan sifat alami bisnis, produk, atau servis. Hal ini

dapat ditafsirkan dengan dua cara yaitu literal dan abstrak.

c.  Tidak mudah usang/ketinggalan jaman karena pergantian waktu (tahan

lama).d.  Dapat diterapkan dalam semua konteks potensi komunikasi.

2.  Aspek yang sama pentingnya dalam membuat brand   ialah bahasanya atau

cara mengungkapkannya. Hal ini sering dijelaskan sebagai tagline atau cara

memposisikan pernyataan. Hal ini digunakan untuk meyakinkan konsistensi

dan kelanjutan dari kedua hal yaitu penampilan dan bahasa menggambarkan

 perusahaan yang sekarang kepada pelanggan.

 Re-branding  juga diharapkan memberikan brand equity, sehingga loyalitas

 pelanggan akan suatu merek akan muncul dari proses kesadaran atas merek

itu dan ikatan emosional terhadapnya. CristinaWhidya Utami (2010)

membangun ekuitas merek dapat dilakukan melalui; menciptakan suatu

Page 150: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 150/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

147

kesadaran merek yang tinggi, mengembangkan asosiasi yang menyenangkan

dengan nama merek., dan memperkuat citra merek secara konsisten.

Dalm  Journal of Product &Brand Management  Vol 15 No 2 dinyatakan

 bahwa kesadaran merek dan image berdampak positif terhadap kepuasan dan

kepercayaan terhadap merek tersebut sehingga mampu meningkatkan

 penjualan dimasa depan. Hal ini tampak pada (1) kesadaran akan merek

 berdampak positif terhadap kepuasan, (2) kesadaran akan merek berdampak

 positif terhapak kepercayaan akan merek, (3) image terhadap merek

 berdampak positif terhadap kepuasan akan merek dan (4) image terhadap

merek bedampak positif terhadap kepercayaan akan merek (Franz Rudolf

Esch and Tobian Lagner et, al., 2006 :98 — 105).

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini dipergunakan metode penentuan subyek penelitian

secara  purposive, yaitu sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pelanggan es krim

Magnum yang dalam kehidupan sehari-harinya mempergunakan internet pada

hanphone atau fasilitas sosial lain, sehingga cocok dengan karakter model

AISAS.Jumlah sampel yang diambil adalah 30 orang, yang bertempat tinggal diUbud.Sumber datanya terdiri dari data primer yaitu langsung dari pelanggan dan

data skunder yang berasal dari media baik cetak maupun elektonik.Teknik

 pengumpulan data mempergunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan yang

langsung disampaikan kepada pelanggan. Analisis data secara deskriptif dengan

cara memaparkan hasil penelitian secara sistimatis sehingga dapat ditarik suatu

simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

1. 

Sejarah Singkat Es Krim Magnum

Magnum adalah es krim yang dimiliki oleh perusahaan Unilever Inggris /

Belanda, dan dijual sebagai bagian dari produk  Heartbrand di sebagian besar

negara.Es krim yang saat ini dikenal sebagai magnum, diluncurkan di Swedia

Page 151: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 151/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

148

 pada tahun 1989 dan pertama kali diproduksi oleh Frisko di Denmark.Magnum

yang asli (yang kemudian diganti namanya menjadi Magnum Classic) berbentuk

seperti sebuah bar tebal es krim vanilla, ditutupi dengan coklat putih atau gelap,

dengan berat 86 gram (120 ml). Perusahaan mulai menjual Magnum es krim  pada

tahun 1994 dan Sandwich es krim  pada tahun 2002.

Mulai tahun 1992 Perusahaan menambah Magnum Mint, Double Chocolate, dan

rasa lainnya. Pada tahun 2002 Magnum bercabang menjadi yogurt beku dengan

 buah raspberry swirl mereka tercakup dalam coklat susu. Di Australia dan

Selandia Baru, produk yang dijual di bawah nama merek Streets Ice Cream. Pada

tahun 2003. mengeluarkan seri edisi terbatas es krim dikenal sebagai Sembilan

nama Sixties terkait enam puluhan menampilkan: John Lemon, Kayu Choc, Jami

Hendrix, ChocWork Orange, Perdamaian Mangga, Cinnaman di Bulan, Cherry

Guevara, Candy Warhol dan Jambu Lampu. Konsumen yang mengumpulkan

sembilan dari stik es krim ini bisa mengirim mereka mendapatkan Magnum

gratis T-Shirt.Popularitas ekstrim dari Orange ChocWork mengakibatkan Streets

menjualnya sebagai ―Chocolate Orange‖ Magnum untuk beberapa waktu setelah

sisa rentang dihentikan.Demikian pula, Envy Peppermint rentang Tujuh DosaMematikan menjadi ―Peppermint‖ dan masih tersedia di Australia hari ini. Di

Yunani dan Rumania, nama merek Magnum dimiliki oleh Delta / Nestlé,

sehingga es krim Unilever menggunakan nama Magic. Pada tahun 2008 Magnum

telah membawa keluar varian baru di Inggris  –  Mystica Maya yang merupakan es

krim Magnum coklat dicampur dengan kayu manis, pala dan rasa madu, dan

Magnum Minis tersedia dalam berbagai rasa. Eva Longoria adalah wajah dari

Magnum pada 2008.Juga di tahun 2008, Josh Holloway, dari televisi Lost, terpilih

sebagai juru bicara laki-laki pertama Magnum di Turki. Benicio del Toro dan

Caroline Correa membintangi iklan televisi untuk Magnum Emas, disutradarai

oleh Bryan Singer. Pada tahun 2009 mereka memperkenalkan Magnum Mini

Moments. Mereka datang dalam 3 jenis coklat: susu, putih dan gelap semua

Page 152: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 152/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

149

dengan 5 rasa yang berbeda, termasuk almond, truffle dll Di Cina nama Magnum

masih dipertahankan, namun ada varietas yang lebih sedikit; sebagai tahun 2009

hanya ada vanila, cappuccino, dan renyah. Mint dan coklat ganda diperkenalkan

 pada tahun 2006 / 2007 namun ditarik dari pasar pada tahun 2008 (atau mungkin

sebelumnya).

2.  Perbedaan Es Krim Magnum Sebelum Dan Sesudah Re-Branding  

Berikut perbedaan-perbedaan es krim Magnum sebelum di re-branding  dan

sesudah di-rebranding:

1.  Kemasan

Secara umum perbedaan mendasar yang membedakan es krim Magnum

sebelum dan sesudahre-branding  adalah bentuk kemasan yang mencolok

dalam hal desain pemilihan  font dan pemilihan warna. Pada desain

kemasan es krim Magnum sebelum re-branding   (lama) khususnya pada

 bentuk  font, terlihat atau terkesan kuat dan kaku. Sedangkan es krim

Magnum yang sekarang didesain dengan bentuk  font  yang memiliki kesan

mewah. Sedangkan untuk model yang sekarang dengan bentuk font yang lebih

 besar dan huruf ―M‖ yang seperti dibuat dengan cetakan membuat kesanmewah dan berwarna coklat dan keemasan menambah kesan ekslusif pada

desain kemasan es krim Magnum.

Gambar 1.1

Sebelum re-branding dan sesudah re-branding  es krim Magnum

Page 153: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 153/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

150

2.  Varian Rasa

Setelah lebih dari satu dekade es krim Magnum hadir di Indonesia dengan

hanya satu varian rasa saja yaitu rasa vanila berlapis coklat, tapi

sekarang setelah melakukan perkenalan ulang (re-branding ) es krim

Magnum memperkenalkan beberapa varian rasa baru ketika pertama kali

diperkenalkan ulang ke masyarakat. Berikut varian rasa magnum untuk

kawasan Indonesia :

a.  Magnum Almond 

Es krim vanilla yang lembut dan rasa vanillanya yang manis dilapisi

Belgian Chocolate yang merupakan ‗ food for royalty’ , ditambah potongan

almond yang memberikan sensasi petualangan tersendiri di tiap gigitannya

 b.  Magnum Black Espresso& Pink Pomegranate

Mengusung slogan Different Ice Cream for Different Moment, Magnum

Pink dan Magnum Black memang diciptakan dengan rasa yang berbeda

untuk momen yang berbeda.Magnum Pink didesain untuk menemani hari-

hari penuh kecerian dan dinamis. Sedangkan Magnum Black untuk

momen yang lebih elegan dan sophisticated . Dua perbedaan ini jugadibalut dengan cita rasa yang berbeda.Magnum Pink yang dikira

mengusung rasa stroberi, ternyata dibalut dengan rasa pomegranate(buah

delima). Sedangkan Magnum Black dibalut dengan rasa kopi

espreso.Kedua varian ini memiliki unique selling point . Magnum Pink  

keluar dari stigma stroberi. Sedangkan Magnum Black mengambil gaya

hidup minum kopi masyarakat perkotaan. Keduanya dibaluri cokelat

Belgia, merepresentasikan kesan mewah dan premium.

c. 

Magnum Choco Cappuccino

Es krim lembut dengan rasa Cappuccino yang khas. Dilapisi Belgian

Chocolate yang merupakan 'food for royalty'.Manjakan dirimu dalam

Page 154: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 154/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

151

kenikmatan  Pleasure yang begitu mewah dari Magnum Choco

Cappuccino.

d.  Magnum Chocolate Truffle

Perpaduan es krim coklat dengan saus chocolate truffle yang lembut

dilapisi Belgian Chocolate yang merupakan 'food for royalty'   Manjakan

dirimu dalam kenikmatan yang begitu mewah dari Magnum Chocolate

Truffle.

e.  Magnum Classic

Es krim vanillanya yang lembut dan rasa vanillanya yang manis. Dilapisi

Belgian Chocolate yang merupakan ‗ food for royalty’ . Manjakan dirimu

dalam kenikmatan Timeless Pleasure  yang begitu mewah dari Magnum

Classic.

f.  Magnum Chocolate Brownie

Es krim brownies yang lembut dilapisi dengan Belgian chocolate yang

tebal serta potongan besar cashew nut . Nikmati perpaduan mewah ini

dalam Magnum Chocolate Brownies

g. 

Magnum Chocolate & StrawberryEs krim vanilla yang berisi saus strawberry lezat, dibalut dalam tebalnya

Belgian chocolate. Manisnya cokelat dan segarnya strawberry berpadu pas

dalam Magnum Chocolate Strawberry

h.  Magnum Golden Hazelnut

Es krim hazelnut yang lembut dalam balutan Belgian milk chocolate yang

tebal dan potongan hazelnut yang renyah.Manjakan lidahmudengan

kenikmatan mewah ala Magnum Golden Hazelnut.

i. 

Magnum Gold

Es krim vanila lembut dengan saus sea salt caramel yang dilapisi cokelat

Belgia berlapis emas yang tebal dan renyah.

Page 155: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 155/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

152

h.  Magnum Infinity

Es krim cokelat lembut dengan saus caramel, dan balutan cokelat istimewa

Tanzania yang tebal dan renyah serta taburan biji cokelat asli.

i.  Magnum Mini

Magnum Mini merupakan produk terbaru Magnum yang tersedia dalam tiga

varian yang sama dengan pendahulunya, yakni Magnum Classic, Almond, dan

Gold

3.  Komunikasi Pemasaran

Pencitraan es krim Magnum sebelum di re-branding  di mata konsumen

dinilai biasa saja, bahkan tak jarang masyarakat yang belum atau tidak begitu

mengenal es krim Magnum. Namun setelah dilakukan re-branding , dengan

melakukan aktifitas marketing dan promosi melalui media iklan, media

sosial, hubungan dengan masyarakat, fokus terhadap  positioning   produk

mereka. Es krim Magnum tidak hanya semakin lebih dikenal dan dicari oleh

 para pecinta es krim, tapi juga selalu dinanti mengenai kabar-kabar terbaru

yang menyangkut es krim premium ini.

3. 

Hasil Penelitian1.  Data Responden

Data responden berdasarkan jenis kelamin dan usia dari 30 responden.

a.  Pembagian Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin bagian terbesar (57%) dari 30

responden adalah perempuan

 b.  Jika dilihat berdasarkan usia, maka pembagian jumlah responden

 berdasarkan usianya sebagian besar (18%) dari 30 responden adalah

 berumur 20 dan 22 tahun. Untuk range usia responden, bervariasi dari

usia 19 tahun –  45 tahun.

c.  Kuesioner Penelitian

1)  Pernah Melihat Iklan Televisi Magnum Gold

Page 156: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 156/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

153

Peneliti menyebarkan kuesioner penelitian kepada 30 responden.Dari

hasil yang didapat bagian terbesar (100%) dari 30 responden

menjawab ―Ya‖ pernah melihat iklan televisi Magnum Gold. 

2)  Sudah Memakan Ice Cream Magnum Gold

Peneliti menyebarkan kuesioner penelitian kepada 30 responden.Dari

hasil yang didapat sebagian besar (97%) dari 30 responden menjawab

―Ya‖ sudah memakan ice cream Magnum Gold. 

3)  Tabel Frekuensi dari masing-masing indikator nampak pada tabel

dibawah ini:

Tabel. 1.Frekuensi Indikator AISAS

No Dimensi Kuesioner

Yes No

Jumlah % Jumlah %

1

Attention

Tema setiap iklan magnum menarik perhatian 24 80% 6 20%

2 Model iklan dalam iklan televisi Magnum menarik perhatian 27 90% 3 10%

3Busana yang dikenakan model iklan televisi dalam iklan Magnum

menarik perhatian 26 87% 4 13%

4Pengaturan cahaya (lighting) dalam iklan televisi Magnum

menarik perhatian

17 57% 13 43%

5Warna yang ditampilkan dalam iklan televisi Magnum menarik

perhatian 25 83% 5 17%

6 Musik pengiring iklan televisi Magnum menarik perhatian 22 73% 8 27%

7Efek blitz iklan televisi Magnum yang ditampilkan

menarikperhatian 18 60% 12 40%

8

Interest

Tema setiap iklan magnum membangkitkan rasa tertarik

terhadap iklan maupun Magnum24 80% 6 20%

9

Demonstrasi ice cream yang ditampilkan dalam iklan televisi

Magnum membangkitkan rasa tertarik terhadap iklan maupun

Magnum . 25 83% 5 17%

10Kenikmatan memakan ice cream Magnum membangkitkan rasa

tertarik terhadap iklan maupun Magnum 21 70% 9 30%

11Pengaturan cahaya (lighting) dalam iklan televisi Magnum

membangkitkan rasa tertarik terhadap iklan maupun Magnum 12 40% 18 60%

12Warna yang ditampilkan dalam iklan televisi Magnum

membangkitkan rasa tertarik terhadap iklan maupun Magnum 22 73% 8 27%

13

Search

Mencari informasi mengenai harga ice cream Magnum 16 53% 14 47%

14Mencari informasi mengenai rasa ice cream Magnum kepada

orang-orang yang sudah mencoba ice cream tersebut 15 50% 15 50%

Page 157: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 157/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

154

d. 

Interpretasi Skor Tiap Dimensi

Berikut ini akan dipaparkan mengenai skor-skor dari tiap dimensi yang

diuji dan skor tersebut akan diinterpretasikan berdasarkan kriteria

interpretasi skor yang dikemukakan oleh Riduwan (2009, 88) sebagai

 berikut:

1) Angka 0%-20% = Sangat Lemah = Sangat Rendah

2) Angka 21-40% = Lemah = Rendah

3) Angka 41-60% = Cukup Tinggi

4) Angka 61-80% = Kuat = Tinggi

5) Angka 81-100% = Sangat Kuat = Sangat Tinggi

Tabel Interpretasi tiap dimensi

1)  Skor Attention

Pada dimensi Attention, terdapat tujuh indikator. Oleh karena itu, skor

tertinggi yang dapat dicapai pada tahap ini menjadi:

Jumlah responden x Jumlah indikator x Nilai tertinggi pada  skala

 Likert :

30 x 7 x 10 = 2100

Total skor Attention: 1845

% Attention: 1845/2100 x 100% = 88%

15Mencari informasi mengenai tempat atau toko yang menjual ice

cream Magnum 6 20% 24 80%

16

Action

Mengunjungi tempat atau toko terdekat yang menjual ice cream

Magnum 23 77% 7 23%

17 Melakukan pembelian ice cream Magnum 25 83% 5 17%

18 Mengkonsumsi ice cream Magnum 23 77% 7 23%

19

Share

Melakukan share kepada orang lain seperti keluarga, teman, dan

orang lain mengenai kenikmatan memakan ice cream Magum 19 63% 11 37%

20Melakukan share mengenai kenikmatan memakan ice cream

Magnum melalui facebook, twitter, dll. 3 10% 27 90%

21Memberikan rekomendasi kepada keluraga, teman, atau orang

lain untuk mencoba kenikmatan ice cream Magum16 53% 14 47%

Page 158: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 158/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

155

Berdasarkan kriteria interpretasi skor, angka 88% pada unsur attention 

digolongkan sebagai kategori sangat tinggi

2)  Skor Interest

Pada dimensi  Interest, terdapat lima indikator. Oleh karena itu, skor

tertinggi yang dapat dicapai pada tahap ini menjadi:

Jumlah responden x Jumlah indikator x Nilai tertinggi pada skala

Likert:

30 x5 x10 = 1500

Total skor Interest: 1270

% Interest: 1270/1500 x 100% = 85%

Berdasarkan kriteria interpretasi skor, angka 85% pada unsur interest

digolongkan sebagai kategori sangat tinggi

3)  Skor Search

Pada dimensi Search, terdapat tiga indikator. Oleh karena itu, skor

tertinggi yang dapat dicapai pada tahap ini menjadi:

Jumlah responden x Jumlah indikator x Nilai tertinggi pada skala

Likert:30 x 3 x 10 = 900

Total skor Search: 635

% Search: 635/900 x 100%=71%

Berdasarkan kriteria interpretasi skor, angka 71% pada unsur  search

digolongkan sebagai kategori tinggi.

4)  Skor Action

Pada dimensi  Action, terdapat tiga indikator. Oleh karena itu, skor

tertinggi yang dapat dicapai pada tahap ini menjadi:

Jumlah responden x Jumlah indikator x Nilai tertinggi pada skala

Likert:

30 x 3 x 10 = 900

Page 159: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 159/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

156

Total skor Action: 805

% Action: 805/900 x 100% =89%

Berdasarkan kriteria interpretasiskor, angka 89% pada unsur

actiondigolongkan sebagai kategori sangat tinggi.

5)  Skor Share 

Pada dimensi Shareterdapat tiga indikator. Oleh karena itu, skor

tertinggi yang dapat dicapai pada tahap ini menjadi:

Jumlah responden x Jumlah indikator x Nilai tertinggi pada skala

 Likert: 

30 x 3 x 10 = 900

Total skor Share: 640

% Share: 640/900 x 100% = 71%

Berdasarkan kriteria interpretasi skor, angka 71% pada unsur  share 

digolongkan sebagai kategori cukup tinggi

SIMPULAN

1. 

Adanya kebijakan re-branding   dari es krim Magnum dapat memberikan nilaiequitas merek terhadap pelanggan, sehingga konsumen kembali memiliki

keinginan untuk melakukan pembelian.

2.  Melalui model AISAS dapat diketahui bahwa keputusan untuk membeli dari

 pelanggan mengalami kenaikan ini terbukti; Berdasarkan kriteria interpretasi

skor, angka 88% pada unsur  attention digolongkan sebagai kategori sangat tinggi,

angka 85% pada unsur interest digolongkan sebagai kategori sangat tinggi, angka

71% pada unsur  search  digolongkan sebagai kategori tinggi, angka 89% pada

unsur actiondigolongkan sebagai kategori sangat tinggi, angka 71% pada unsur

 share digolongkan sebagai kategori cukup tinggi

Page 160: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 160/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

157

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana. I Wayan, 2012.Marginalization in Small Retailer As a Consequence of the

Growth of

Minimarket in Denpasar City, E- Journal of Cultural Studies ISSN 2338-2449

Volume 6.

Cargil Margaret, Patrick O‖Cornnor. 2013.Writing Scientific Research Article.South

Australia:Wiley-Blackwell.

Handito Juono. 2014. The 5 ReBranding Reasons. www. Arrybery.com.26 April

2014

Imam Mashari. 2012. AISAS Model.www. com. 26 April 2015

Philip, Kotler 2002.  Manajemen Pemasaran  (Hendra Teguh dkk. Penerjemah).

Jakarta : PT Prenhallindo

Rudolf Esch,Franz and Tobias Lagner,Berd H. Schmitt, Patrick Geus,2006.  Are

brands forever? How brand knowledge and relationships affect current and

 future purchases. Journal of Product & Brand Management. Vol.15. No.2

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman.2002.  Ketika Kapitalisme BerjingkrakTelaah Kritis terhadap GelombangMcDonaldisasi (Solichin, Didik P. Yuwono,

Penerjemah) .Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

----------------.2006. Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi  ( Lucinda, Heru Nugroho, Alih Bahasa). Yogyakarta : Universitas Atmajaya.

Roger, Mary. F. 2009. Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme. Jogjakarta :

Relief.

Utami.Christina Whidya. 2010. Manajemen Ritel, Strategi dan Implikasi Operasional

 BisnisRitel Modern Di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

Page 161: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 161/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

158

PENERAPANPEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI MELALUI

FERMENTASI JERAMI PADI (Oryza sativaL.)MENGGUNAKAN

LARUTAN BIO CAS  UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I Wayan Suanda,(1)

 Ni Wayan Ratnadi(2)

 

,(1)

PS. Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali(2)

Guru SMP Negeri 11 Denpasar Email:   [email protected] d  

ABSTRACT

Learning biotechnology conducted by the transformation of matterandits

applications, one of which in the form of straw fermentation of rice (Oryza sativa  L.) using Bio CAS solution can expand the horizons of knowledge ofstudentsin the learning materials biotechnology. Learning biotechnology

coupled with applicability through direct experiments in the form of research

could improve understanding, inspiration and development of science.

This study aims to determine the increase in the protein content in ricestraw (Oryza sativa L.) by biotechnological fermentation with Bio CAS

solution for ruminant feed. The data collected in the form of protein and

 physical observations rice straw in the form of observations texture, color and

smell after fermentation, which were analyzed using analysis of variance at asignificance level of 5% and 1%. To get the real difference among the

treatments on BNT continued with Duncant test.Results of the analysis of protein content of fermented rice straw (Oryza

 sativa L.) using Bio CAS gained 20.61 and the 5% significance level was of3.11 and 1% significance level of 5.06. The highest protein content is in

treatment P3 which has a concentration of 2%.

Key Words: Bi o CAS L iqui d, Protein, F ermentation, Animal Feed

PENDAHULUAN

Pelajaran Bioteknologi merupakan salah satu materi yang diajarkan di

sekolah, baik itu di SMP dan SMA maupun Perguruan Tinggi yang memiliki

disiplin ilmu biologi atau yang berdekatan dengan bidang ilmu

tersebut.Pembelajaran bioteknologi di jenjang yang berbeda tentunya materi

yang diberikan memiliki tingkat kedalaman yang berbeda. Terlebih

 pembelajaran bioteknologi disekolah diberikan dengan penerapan langsung

Page 162: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 162/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

159

dengan melakukan percobaan sederhana berupafermentasi Jerami padi ( oryza

 sativa L.) menggunakan  Bio CAS  untuk pakan ternak ruminansia. Bioteknologi

merupakan suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut

aplikasi praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada industri

 jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan untuk kesejahteraan

manusia. Biteknologi mencangkup proses fermentasi,pengelolaan air dan

sampah, sebagian teknologi pangan dan berbagai penerapan baru

lainnya.Bioteknologi memanfaatkan bakteri, kapang, ragi, alga, sel tumbuhan

atau sel jaringan hewan yang ditumbuhkan sebagai konstituen berbagai proses

industri. Bioteknologi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bioteknologi

tradisionaldan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional yaitu proses

 bioteknologi yang terjadi pada suatu makanan atau bahan pakan dengan cara

menambahkan suatu enzim atau mikroorganisme tertentu sehingga terjadi

 perubahan fisik, penampilan, dan rasa akibat prosesbiologis dalam bahan dan

 bioteknologi modern dapat berupa rekayasa genetika, pembuatan antibiotika,

insulin dan sebagainya.

Fermentasi adalah proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba(jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia

lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan

menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat

 bahan tersebut (Winamo dan Fardiaz, 1980). Fermentasi dilakukan dengan cara

menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik,

lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio,

starbioplus, EM-4, dan lain-lain) pada suatu bahan yang dalam penelitian ini

 berupa jerami padi , sebagai hasil pertanian yang tersedia sangat melimpah.

Ketersediaan bahan baku berupa pakan lokal berbasis pertanian dan

agroindustri sangat melimpah di Indonesia, namun sebagai pakan

ternakruminansia belum termanfaatkan secara baik dan optimal.Kondisi ini

Page 163: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 163/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

160

disebabkan belum adanya produksi bahan baku pakan yang menghasilkan

komposisi nutrisi dan prosedur pengolahannya yang berbasis bioteknologi,

sehingga memiliki mutu yang standar, baik fisik maupun kimia (Sukria dan

Rantan, 2009). Penggunaan jerami padi secara langsung atau sebagai pakan

tunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak

ruminansia. Adanya faktor pembatas pada jerami padi dengan nilai gizi yang

rendah yaitu rendahnya kandungan protein kasar, tingginya serat kasar, lignin,

silika (Ranjhan, 1977) serta rendahnya kecernaan (Djajanegara, 1983). Untuk

itu, jerami padi perlu ditingkatkan nilai nutrisinya dengan melakukan

 pengolahan, baik fisik, kimia, maupun biologis.

Jerami padi menjadi sumber pakan alternatif yang efektif bila digunakan

saat kekurangan pakan yang biasanya terjadi pada musim

kemarau.Pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak di Indonesia berkisar

antara 31%-39% dan sebagian besar dibakar atau dikembalikan ke tanah

sebagai pupuk (36%-62%) serta sisanya antara 7-16% digunakan untuk

keperluan industri (Komar, 1984). Jerami padi mengandung 80% bahan

organik yang secara potensial dapat dicerna. Oleh karena itu, jerami padimerupakan sumber energi yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi

kenyataan yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia hanya 45-50% (Hidayat,

2002).

Untuk meningkatkan kandungan protein jerami padi sebagai pakan

ternak ruminansia, diperlukan bioteknologi fermentasi, yang dapat

mempercempat kondisi anaerob di tempat penyimpanan jerami padi (Anonim,

2011). Suasana asam dapat dilakukan dengan memberi Bio CAS .  Bio CAS  

merupakan bahan probiotik yang mengandung beberapa jenis mikroba yang

mampu menguraikan serat kasar jerami padi. Probiotik Bio CAS  disamping bisa

dimanfaatkan untuk mengolah jerami padi, juga dapat mempercepat

 pertumbuhan ternak. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik mengadakan

Page 164: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 164/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

161

 penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Bioteknologi melalui

Fermentasi Jerami Padi (Oryza sativaL.)menggunakanLarutan Bio CAS  sebagai

Pakan Ternak Ruminansia”. 

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah

yaitu apakahterjadi peningkatan kandungan protein pada jerami padi (Oryza

 sativaL.) melaluibioteknologi fermentasi jerami padi (Oryza sativa  L.)

menggunakan larutan  Bio CAS untukpakan ternak ruminansia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untukmengetahui peningkatan kandungan protein pada jerami padi (Oryza sativaL.)

melaluibioteknologi fermentasi dengan larutan  Bio CAS untukpakan ternak

ruminansia.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan di

atas, maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa terjadi peningkatan kandungan

 protein pada jerami padi (Oryza sativaL.) pada proses fermentasi dengan

larutan Bio CAS untuk pakan ternak ruminansia.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu:

1.5.1 Manfaat teoritis

a.  Secara teoritis, penelitian ini dapat mengungkapkan pengaruh

 penggunaan larutan  Bio CAS   terhadap kandungan protein pada

fermentasi jerami padi sebagai pakan ternak.

 b.  Memberikan sumbangan berupa teori dan aplikasi dalam pembelajaran

 bioteknolog yang berkaitan dengan proses fermentasi.

Page 165: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 165/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

162

1.5.2 Manfaat praktis

a.  Bagi peserta didik, pembahasan materi bioteknologi dengan

 pembelajaran secara aplikatif berupa fermentasijerami padi (Oryza

 sativaL.)menggunakan Bio CASdapat mengembangkan dapat

meningkatkan pemahaman pada materi bioteknologi, rasa ingin tahu

dan merangsang berpikir kreaktif serta bersikap ilmiah peserta didik.

 b.  Bagi guru, khususnya guru bidang studi biologi atau IPA, penelitian

ini dapat dijadikan pengembangan materi pembelajaran bioteknologi

dan sebagai inspirasi awal untuk melakukan penelitian dengan

melibatkan mikroorganisme.

c.  Bagi masyarakat khususnya petani dan peternak ruminansia dapat

menjadikan alternatif cara pengolahan limbah hasil pertanian yang

dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.

d.  Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan rasa ingin tahu dengan

 berpikir kreatif untuk mengembangkan sikap ilmiah, yang nantinya

dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan perbandingan dalam

 bidang penelitian yang sej enis.METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen terapan (murni).

Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji dan

mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan

masalah-masalah praktis di masyarakat (Gray, dalamSudijono, 2009). Jadi

hasil penelitian ini akan diterapkan di masyarakat untuk membantu masalah-

masalah praktis terutama yang ada hubungannya dengan jerami padi.

2.1 Prosedur Penelitian

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan alat dan

 bahan yang diperlukan.

Page 166: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 166/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

163

Alat yang diperlukan dalam eksperimen, yaitu: kantong plastik besar

( polybag ), timbangan (neraca), ember kecil (diameter 12 cm), alat pengaduk

(spatula), sendok makan, dan sprayer (alat semprot) kecil.Bahanyang

diperlukan, seperti: air (aquades), urea, jerami padi, probiotik  Bio CAS , dan

molasis (tetes gula tebu)/gula merah.

2.2 Pembuatan Larutan Bio CAS  

Pembuatan larutan  Bio CAS   tergantung pada banyaknya bahan (jerami

 padi) yang akan diolah. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan  Bio CAS  

ditambah perlakuan kontrol (tanpa  Bio CAS ) yang diulang masing-masing

sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan berisi 1 kg jerami padi, sehingga dibutuhkan

18 kg jerami padi, sedangkan larutan  Bio CAS  diperoleh dari BPTP Bali.

1.  Pembuatan konsentrasi larutan probiotik  Bio CAS   1% dengan volume

100 ml yaitu: 1 ml  Bio CAS  + 5 g gula merah + 0,5 g urea + air sehingga

volumenya mencapai 100 ml, kemudian diaduk secara merata dan

 biarkan selama 30 menit.

2.  Pembuatan konsentrasi larutan probiotik  Bio CAS  1,5% dengan volume

100 ml yaitu: 1,5 ml  Bio CAS  + 5 g gula merah + 0,5 gram urea + airsehingga volumenya mencapai 100 ml, kemudian diaduk secara merata

dan biarkan selama 30 menit.

3.  Pembuatan konsentrasi larutan probiotik  Bio CAS   2% dengan volume

100 ml yaitu: 2 ml  Bio CAS  + 5 g gula merah + 0,5 g urea + air sehingga

volumenya mencapai 100 ml, kemudian diaduk secara merata dan

 biarkan selama 30 menit.

4.  Pembuatan konsentrasi larutan probiotik  Bio CAS  2,5% dengan volume

100 ml yaitu: 2,5 ml  Bio CAS   + 5 g gula merah + 0,5 g urea + air

sehingga volumenya mencapai 100 ml, kemudian diaduk secara merata

dan biarkan selama 30 menit.

Page 167: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 167/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

164

5.  Pembuatan konsentrasi larutan probiotik  Bio CAS   3% dengan volume

100 ml yaitu: 3 ml  Bio CAS  + 5 g gula merah + 0,5 g urea + air sehingga

volumenya mencapai 100 ml, kemudian diaduk secara merata dan

 biarkan selama 30 menit.

6.  Untuk perlakuan kontrol hanya disemprotkan dengan 100 ml air

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi FPMIPA IKIP

PGRI Bali, JL Akasia Denpasar selama 14 hari, dengan tahap pelaksanaan

sebagai berikut:

1.  Jerami yang dikering anginkan selama 1 minggu ditimbang sebanyak 1

kg setiap perlakuan, kemudian diperlakukan dengan menyemprotkan

larutan Bio CAS  sebanyak 100 ml untuk setiap perlakuan.

2.  Jerami yang sudah di semprotkan larutan  Bio CAS   dimasukan kedalam

kantong plastik.

3.  Jerami yang sudah disemprotkan larutan  Bio CAS  dalam kantong plastik

diikat dan pastikan tidak ada celah udara yang dapat menghambat proses

fermentasi.

4. 

Dari percobaan pendahuluan ternyata setiap 1 kg jerami pada perlakuanmemerlukan larutan dengan volume 100 ml.

2.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dapat

 berupa kotak-kotak antara unit percobaan ini dibatasi dengan ruang

 pengamatan sehingga tidak akan terjadi interaksi antara sesama unit. Dengan

demikian letak dan posisi masing-masing unit tidak akan mempengaruhi hasil-

hasil percobaan. Atas dasar kondisi lingkungan yang homogen ini maka setiap

unit percobaan secara keseluruhannya merupakan suatu randomisasi yang

 berarti set iap perlakuan pada setiap ulangan mempunyai peluang yang sama

 besar menempati kotak-kotak percobaan sehingga randomisasi menurut RAL

dilakukan secara lengkap (Gomez dan Gomez, 1996).

Page 168: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 168/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

165

Adapun denah percobaan adalah sebagai berikut:

Ulangan Kelompok Perlakuan

I P0a P3c P4a P2b P1c P5a

II P5c P0b P2c P1b P4c P3a

III P3b P1a P4b P2a P0c P5b

Gambar 01 Denah Percobaan

Keterangan:P0 = Kontrol/konsentrasi 0%

P1 = Bio CAS dengan konsentrasi 1%P2 = Bio CAS dengan konsentrasi 1,5%

P3 = Bio CAS dengan konsentrasi 2%P4 = Bio CAS dengan konsentrasi 2,5%

P5 = Bio CAS dengan konsentrasi 3%

(Sumber: Gomez dan Gomez, 1996).

2.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang kandungan protein

melalui proses fermentasi pada jerami padi pada masing-masing perlakuan

diolah dengan menggunakan analisa varian (ANAVA) dengan uji F, jika uji

Anava menunjukan adanya perbedaan atau signifikan maka dilanjutkan dengan

uji beda rata-rata dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dan 1%. Untuk

mengetahui hubungan antar perlakuan dan untuk mengetahui konsentrasi

larutan  Bio CAS   yang paling optimal terhadap kandungan protein hasil

fermentasi, maka dilanjutkan dengan uji  Duncant   yang dibantu dengan

menggunakan program SPSS Forwindows Realese 10.0 2003.

Page 169: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 169/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

166

HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Untuk mengukur kandungan protein menggunakan alat destruksi, alat

destilasi, dan alat titrasi serta untuk pengamatan fisik pada jerami hasil

fermentasi melalui responden atau audien. Data yang diperoleh dari hasil

fermentasi jerami padi tentang tekstur, warna, dan bau adalah sebagai berikut.

a. Tekstur

Data yang diperoleh tentang tekstur jerami padi yang difermentasi

dengan larutan  Bio CAS  dapat dikatagorikan: a. Lemas (tidak kaku), b. Lemas

sedikit berjamur, c. Lemas sangat berjamur. Hasil yang diperoleh menunjukan

responden yang berpendapat paling banyak terhadap tekstur a. Lemas (tidak

kaku) adalah 10 orang. Hal ini menunjukan 100% pada P 3  termasuk juga pada

kandungan proteinnya lebih tinggi yaitu: 6,0571%, sehingga responden

menyatakan bahwa hasil fermentasi menunjukan tekstur lemas (tidak kaku)

yang paling baik pada hasil fermentasi adalah perlakuan P3.

 b. Warna

Data yang diperoleh tentang warna jerami padi yang difermentasi

dengan larutan  Bio CAS   dapat dikatagorikan: a. Kuning agak kecoklatan, b.

Kuning kecoklatan, c. Kuning agak kehitaman. Hasil yang diperoleh

menunjukan responden yang berpendapat paling banyak terhadap warna a.

Kuning agak kecoklatan adalah 10 orang. Hal ini menunjukan 100% pada P 3,

termasuk juga pada kandungan proteinnya lebih tinggi yaitu: 6,0571%,

sehingga responden menyatakan bahwa hasil fermentasi menunjukan warna

kuning agak kecoklatan yang paling baik pada hasil fermentasi adalah

 perlakuan P3.c. Bau

Data yang diperoleh tentang bau jerami padi yang difermentasi dengan

larutan  Bio CAS   dapat dikatagorikan: a. Agak harum, b. Sedikit pengir, c.

Sangat pengir. Hasil yang diperoleh menunjukkan responden yang berpendapat

Page 170: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 170/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

167

 paling banyak terhadap bau a. Agak harum adalah 10 orang. Hal ini

menunjukkan 100% pada P3, termasuk juga kandungan proteinnya lebih tinggi

yaitu: 6,0571%, sehingga responden menyatakan bahwa hasil fermentasi

menunjukan warna kuning agak kecoklatan yang paling baik pada hasil

fermentasi adalah perlakuan P3.Hasil perhitungan kandungan protein pada

fermentasi jerami padi dimasukan ke dalam tabel sidik ragam yang disajikan

 pada Tabel 01.

Berdasarkan taraf signifikan 5% dan 1% dengan db perlakuan = 5, db

acak = 12 diperoleh harga batas penolakan hipotesis nol (H 0) dalam Tabel 10

untuk taraf signifikan 5% = 3,11 dan taraf segnifikan 1% = 5,06. ini berarti F

hitung  = 20,61 ≥ F tabel. Oleh karena itu H0  ditolak dan H1  diterima. Ini

menunjukan bahwa ada pengaruh penggunaan larutan Bio CAS terhadap

kandungan protein pada fermentasi jerami padi sebagai pakan ternak.Untuk

mengetahui perbedaan antara perlakuan digunakan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT). Uji ini dilakuakan baik pada taraf signifikan 5% dan 1% seperti pada

Tabel 01.

Tabel 01.Sidik Ragam kandungan Protein pada Fermentasi Jerami Padi

SK DB JK KT F hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan

Acak

5

12

7,2271

0,8479

1,4550

0,0706

20,61 3,11 5,06

Total 17 8,075 1,5256

Berdasarkan analisis data pada Tabel 01 ternyata diperoleh nilai F hitung  

kandungan protein pada fermentrasi jerami padi sebagai pakan ternak adalah

20,61, sedangkan nilai batas penolakan hopotesis nol (H0) pada taraf

segnifikan 5% sebesar 3,11 dan 1% sebesar 5,06 dengan db perlakuan = 5 db

acak = 12 dan ternyata Fhitung  dari penelitian di atas lebih besar dari nilai batas

Page 171: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 171/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

168

 penolakan. Ini berarti hipotesis nol (H0) yang menyatakan: “bahwa tidak ada

 pengaruh penggunaan larutan  Bio CAS   terhadap kandungan protei pada

fermentasi jerami padi (Oryza sativa L.) sebagai pakan ternak” ditolak, dan

hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan: “bahwa ada pengaruh penggunaan

larutan  Bio CAS  terhadap kandungan protei pada fermentasi jerami padi (Oryza

 sativaL.) sebagai pakan ternak” diterima.

Untuk menentukan hubungan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji

Lanjut (Uji  Duncant ) pada taraf signifikan 5%. Hasil penghitungan dengan Uji

 Duncant diperoleh hasil bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata berarti

senyawa aktif belum efektif dalam perombakan senyawa dalam jerami padi (P

> 0,05). Perlakuan P0, dengan P1, P2, P3, P4, dan P5 berbeda nyata (P<0,05)

namun antar perlakuan P1, P2, P4, dan P5 tidak berbeda nyata dan antar P1,

P2, P4, dan P5 dengan perlakuan P3 berbeda nyata, dapat dilihat pada Tabel

02.

Tabel 02

Rata-Rata Kandungan Protein pada Fermentasi Jerami Padi

Kelompok Rata-rata dan standar deviasi kandungan protein pada fermentasi jerami padi

P04,00 + 0,17

A

P15,46 + 0,24

B

P25,61 + 0,30

B

P36,06 + 0,35

C

P4 5,46 + 0,27B

P55,36 + 0,22

B

Keterangan: Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata dan menunjukkan

 perbedaan tidak nyata

 pada taraf signifikan 5% dengan uji  Duncant .

Page 172: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 172/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

169

Gambar 02. Grafik Kandungan Protein pada Fermentasi Jerami Padi

keterangan:P0 = tanpa perlakuan 0% (0 ml)

P1 = perlakuan dengan konsentrasi 1% (1 ml)P2 = perlakuan dengan konsentrasi 1,5% (1,5 ml)

P3 = perlakuan dengan konsentrasi 2% (2 ml)P4 = perlakuan dengan konsentrasi 2,5% (2,5 ml)

P5 = perlakuan dengan konsentrasi 3% (3 ml)

3.2. Pembahasan

Berdasarkan Gambar 04 di atas bahwa penggunaan larutan  Bio CAS  

sangat nyata terhadap peningkatan kandungan protein pada fermentasi jerami

 padi (Oryza. sativa. L)sebagai pakan ternak. Penggunaan larutan  Bio CAS  

terhadap peningkatan kandungan protein pada fermentasi jerami padi sebagai

 pakan ternak diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2 % (P 3)

dengan nilai 6,0571 bila dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 0 % (P 0)

= 4,0020; 1 % (P1) = 5,4601; 1,5 % (P2) = 5,6141; 2,5 % (P4) = 5,4648 dan 3 %

Konsentrasi %

5,4601   5,61416,0571

5,4648 5,3619

4,0020

0

1

2

3

4

5

6

7

0% 1% 1,5% 2% 2,5% 3%

protein %

Page 173: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 173/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

170

(P5) = 5,3619. Hasil tersebut menandakan kandungan  Bio CAS  pada perlakuan

(P3) yang optimal untuk memecah senyawa yang terkandung dalam jerami padi

dengan fermentasi selama 14 hari dapat dilihat pada Tabel 01.

Pemanfaatan  Bio CAS   yang merupakan campuran berbagai spesies

mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang mampu memecah komponen

serat (cellulolytic microorganism) melalui pakan dapat meningkatkan

 produktivitas ternak. Hasil penelitian Syamsu (2006) menyatakan bahwa

komposisi nutrisi jerami padi yang telah difermentasi dengan menggunakan

starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06% dari berat jerami padi, secara umum

memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak

difermentasi. Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987).

Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas

rendah dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik, dan biologis (Hungate,

1966).

Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan, peleting,

 penghancuran, dan lain-lain. Perlakuan biologis dengan menggunakna jamur(fungi). Proses kimiawi pencernaan limbah-limbah pertanian dapat

ditingkatkan dengan penambahan alkali dan asam (Pigden dan Bender, 1978).

Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa perlakuan kimia yang telah

dicoba diteliti antara lain terdiri atas perlakuan Naoh, KOH, Ca (OH), dan

urea. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kecepatan cerna serat pada awal

 proses pencernaan sehingga mempengaruhi ketersediaan energi  Adenosine

Triphospate  (ATP) yang diperlukan dalam proliferasi mikroba rumen

(Haryanto dkk., 1998). Manipulasi rumen dapat diarahkan untuk meningkatkan

efisiensi pemanfaatan pakan melalui maksimalisasi kecernaan nutrien maupun

sintesis protein mikroba rumen. Manipulasi ini dapat digunakan melalui

 penggunaan antibiotik maupun penggunaan probiotik. Penelitian pemafaatan

Page 174: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 174/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

171

 probiotik dalam pakan telah dilakukan di Bali Ternak dengan hasil yang

menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap peningkatan kecernaan

komponen serat pakan maupun terhadap produktivitas ternak (Haryanto dkk.,

1998).

Hal ini memberikan indikasi bahwa starter mikroba yang mengandung

mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease dapat merombak

 protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida

sederhana.Penggunaan starter mikroba dapat menurunkan kadar dinding sel

(NDF) jerami padi dari 73,41% menjadi 66,14%. Menurunnya kadar NDF

menunjukkan telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel sehingga pakan

 jerami padi akan menjadi lebih mudah dicerna oleh ternak.Mikroba lignolitik

dalam starter mikroba membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga

selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase.

Fenomena ini terlihat dengan menurunnya kandungan selulosa dan lignin

 jerami padi yang difermentasi. Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama

fermentasi terjadi penguraian ikatan lignin dan hemiselulosa. Lignin

merupakan benteng pelindung fisik yang menghambat daya cerna enzimterhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat dengan

hemiselulosa.Dengan demikian dapat diduga bahwa selama fermentasi terjadi

 pemutusan ikatan l ignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi.

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data dengan uji F dan BNT maka dapat dibuat

suatu simpulan bahwa terjadi peningkatan kandungan protein pada jerami padi

(Oryza sativaL.) pada proses fermentasi dengan larutan  Bio CAS   sebagai

 pakan ternak ruminansia. Penggunaan  Bio CAS   paling optimal terjadi pada

konsentrasi 2% (P3) yaitu sebanyak 6,0571%.

Page 175: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 175/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

172

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang sudah dipaparkan di

atas maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu:

1.  Bagi para pendidik khususnya guru biologi atau IPA diharapkan dapat

menggali informasi lewat penelitian ini sehingga dapat menambah

 pemahaman tentang bioteknologi fermentasi dan peranan mikroorganisme

serta kandungan protein pada jerami padi, sehingga dapat menularkan

kepadapeserta didik untuk mengembangkan sikap ilmiah melalui kegiatan

 penelit ian.

2. 

Bagi peserta didik yang mendapat materi pelajaran bioteknologi khususnya

topik fermentasi dapat memberikan inspirasi dan mengembangkan

 penguasaan materi ini lebih luas.

3.  Bagi para peternak sapi dan karbau dalam usaha meningkatkan kualitas

 pakan ternak pada musim kemarau dimana hijauan segar sulit diperoleh

hendaknya memanfaatkan jerami padi yang diberi  Bio CAS .

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Tanaman Padi. Avaible at;

http//www.google.wikipedia.org/wiki/padi. Opened: 14 Januari

2011.18.00

Djajanegara, A. 1983. Tinjauan Ulang Mengenai Evaluasi Suplemen pada

Jerami Padi. Prosiding Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan

Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Bandung: Lembaga Kimia

 Nasional LIPI.

Gomez, A. Kwanchai dan Gomez, A. Arturo. 1996. Prosedur Statistik untuk

Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Jakarta: Universitas Indonesia.

Haryanto, B; A. Thalib dan Isbandi. 1998. Pemanfaatan Probiotik Dalam

Upaya Peningkatan Efisiensi Fermentasi Pakan di Dalam Rumen. Pros.

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor: Pusat Penelitiandan Pengembangan Peternakan.

Page 176: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 176/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

173

Hastutik, S. 1983. Limbah Pertania sebagai Pakan Ternak Ruminansia dan

Cara Memperbaiki Nutrisi. NUFFIC. Malang: Universitas Brawijaya.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press.

Komar, A. 1984. Teknologi Penggolahan Jerami Sebagai Bahan Makanan

Ternak. Bandung: Dian Grahita

Lily, A. 1989. Uji dan Standar Mutu Bahan Makanan Ternak. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Pigden, W.J. and F. Bender. 1978. Utilization of Lignocellulosic by ruminant.World. Anim. Rev. 12 : 30-33.

Preston, T.R. and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systemswith Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. InternationalColour Production. Stanthorpe, Queensland, Australia.

Ranjhan, S.K. 1977. Animal Nutrition and Feeding Practice in India. New

Delhi: Vikan Pub.House PVT Ltd.

Sudijono, A. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja grafindo

Persada.

Sukria, H. Heri dan Rantan Krisna. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan

Baku Pakan diIndonesia. Bogor: IPB Press Kampus IPB Darmaga.

Walker. H.G. and G.O.Kohler, 1978. Treatedand Untreated Cellulosic Wastes

and Animal Feeds. Recents Work interaksi the United States of

America.

Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1980. Biofermentasi clan Biosintesa Protein.

Bandung: Angkasa.

CURRICULUM VITAE Nama : Drs. I Wayan Suanda, SP., M.Si

 NIP : 196512311991031015

 NIDN : 00311265047 No. Sertif ikat Pendidik : 11108200205241

Pangkat / Golongan : Pembina Utama Muda / IVc

Jabatan : Lektor Kepala

Tempat / Tgl lahir : Denpasar, 31 Desember 1965

Agama : Hindu

Alamat Rumah : Jln. Pulau Bungin Gg. Safari No. 6 Denpasar

Page 177: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 177/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

174

HP. 081236766665 –  085100066608Perguruan Tinggi / Fak. : IKIP PGRI Bali / FPMIPA

Alamat Kantor : Jln. Seroja Tonja - Denpasar Utara

Tlp/Fax (0361) 431434

Pendidikan : S1 Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali,tahun 1990

S1 Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian UniversitasMahasaraswati Denpasar,tahun 1993

S2 Bioteknologi Perlindungan tanaman

Program Pascasarjana Fak. Pertanian Univ.

Udayana. tahun 2002

Pengalaman Jabatan1. Dosen PNS Kopertis Wilayah VIII dpk pada Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP

PGRI Bali, tahun 1991  –  sekarang.2. Ketua Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali, tah un 1994  –  1999

3. PD III FPMIPA IKIP PGRI Bali, tahun 1999  –  2004.

4. Ketua Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali, tahun 2004  –   2011

5. Dekan FPMIPA IKIP PGRI Bali, 1 April 2011  –  1 April 2015

6. Ketua Badan Penjamin Mutu (BPM) IKIP PGRI Bali, 1 April 2015 –  sekarang

CURRICULUM VITAE

 Nama : Ni Wayan Ratnadi, S.Pd., M.Pd. NIP : 196705101993032007

 NUPTK :3337745650300013

Pangkat / Golongan : Guru Muda / III dJabatan : Penata Tk. I

Tempat / Tgl lahir : Denpasar, 10 Mei 1967Agama : Hindu

Alamat Rumah : Jln. Pulau Bungin Gg. Safari No. 6 Denpasar

HP. 08123974024

Tempat Kerja : SMP Negeri 11 Denpasar

Guru : IPA

Alamat Kantor : Jln. Tukad Punggawa No. 14 Serangan  –   Denpasar

SelatanTlp/Fax (0361) 8951021

Pendidikan : S1 Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali,

tahun 1996

S2 Administrasi Pendidikan Univ. Pendidikan

Ganesha (Undiksa) Singaraja, tahun 2010.

Page 178: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 178/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

175

PROGRAM INTERVENSI

UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA

Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali)

Email: [email protected] 

ABSTRACT 

Basic consideration, on the application of guidance and counseling programs

in schools not only lies in the presence or absence of a legal basis (law) or the

 provisions of the above, but more important is the awareness or commitment to

facilitate the students to be able to develop her potential or achieve development tasks

(involving the physical, emotional, intellectual, social, and moral-spiritual). High

School is an educational institution that is responsible for facilitating learners to

develop in accordance with its potential, and optilamisasi developmental tasks.

Problems and risky occur at the high school students including problems in the field

of academic, social, personal, and in their career field. Intervention program designed

research is a personal matter at high school students concerning the confidence of

students approach taken using a combination of group counseling with the game.

Through the technique of the game to increase the confidence of students is designed

as a form guide, especially at the High School contents of the program to be

discussed is about; rational, vision, mission, a description of the needs, objectives,

 program components, systems support, intervention targets, operational plans, the

development of the theme, the development of the service unit, the evaluation.

Key words:  I ntervention Program, Confidence  

PENDAHULUAN

Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penerapan program bimbingan

dan konseling di sekolah bukan hanya terletak pada ada atau tidak adanya landasan

hokum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting

adalah adanya kesadaran atau komitmen untuk memfasilitasi siswa agar mampu

mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya

(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Sekolah

Menengah Atas (SMA) merupakan institusi pendidikan yang bertanggung jawab

dalam memfasilitasi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensinya, dan

Page 179: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 179/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

176

optilamisasi tugas-tugas perkembangan. Sesuai dengan peraturan pemerintah

Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010 kedudukan Sekolah Menengah Atas, yang

selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai

lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil

 belajar yang diakui sama/setara SMP. Pendidikan jenjang SMA memiliki peran

strategis dalam menyalurkan peserta didik untuk melanjutkan kejenjang yang lebih

tinggi atau untuk hidup mandiri dimasyarakat.

Permasalahan yang dihadapi dan riskan terjadi pada pada siswa SMA

diantaranya masalah dalam bidang akademik, sosial, pribadi, maupun dalam bidang

karir mereka. Program intervensi yang dirancang peneliti adalah masalah pribadi

 pada siswa SMA yang menyangkut tentang percaya diri siswa pendekatan yang

dilakukan menggunakan perpaduan antara bimbingan kelompok dengan permainan.

Angelis (2003:58-77), dalam mengembangkan percaya diri terdapat tiga aspek

yaitu: 1)  Tingkah laku,  yang memiliki tiga indikator; melakukan sesuatu secara

maksimal, mendapat bantuan dari orang lain, dan mampu menghadapi segala

kendala, 2)Emosi, terdiri dari empat indikator;  memahami perasaan sendiri,mengungkapkan perasaan sendiri, memperoleh kasih sayang, dan perhatian disaat

mengalami kesulitan, memahami manfaat apa yang dapat disumbangkan kepada

orang lain, dan 3) Spiritual, terdiri dari tiga indikator; memahami bahwa alam

semesta adalah sebuah misteri, meyakini takdir Tuhan, dan mengagungkan Tuhan.

Wisberg (1995) dan Faud Hasan (1988) dalam Suherman (2008 : 192)

menyatakan dalam proses pembelajaran pengembangan perilaku kognitif dan

akademis harus dipromosikan dalam seting pengarahan tidak langsung atau bermain

agar anak tidak hanya mengikuti tetapi memahami makna. Selanjutnya bermain  game

menurut Serok dan Blom dalam (Nandang Rusmana, 2009 : 04) menyebutkan bahwa

 bermain  game  pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi

 peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, dan control emosional serta adopsi

Page 180: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 180/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

177

 peran-peran pemimpin dan pengikut yang semuanya merupakan komponen-

komponen penting dalam bersosialisasi.

Berdasarkan hasil kuesioner yang disebar sebagai bentuk pre tes pada siswa

kelas XI yang berjumlah 138 siswa, diantaranyanya kelas XI IPA2, XI IPA3, XI

IPS2, dan XI IPS3. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara umum siswa

kurang percaya diri. Berikut merupakan profil percaya diri siswa dilihat dari aspek

dan masing-masing indikatornya; 1) Pada aspek  Percaya diri dalam bertingkahlaku

dengan sub aspek; keyakinan diri, sikap penerimaan, dan sikap optimis pada setiap

indikatornya; (a) melakukan sesuatu secara maksimal, (b) mendapat bantuan dari

orang lain, dan (c) mampu menghadapi segala kendala berada pada prosentase yang

rendah 2) Pada aspek  Percaya diri dalam emosi  dengan sub aspek; penilaian diri,

ekspresi emosi, penghargaan positif serta sikap positif, dan masing-masing

indikatornya; (a) memahami perasaan sendiri, (b) mengungkapkan perasaan sendiri,

(c) memperoleh kasih sayang, dan perhatian disaat mengalami kesulitan, (d)

memahami manfaat apa yang dapat disumbangkan kepada orang lain berada pada

 prosentase yang rendah; 3) Pada aspek  Percaya diri dalam spiritual   dengan sub

aspek; meyakini takdir Tuhan, dintaranya indikator; (a) memahami bahwa alamsemesta adalah sebuah misteri, (b) meyakini takdir Tuhan, (c) dan mengagungkan

Tuhan juga berada pada kategori rendah. Berdasarkan data yang di dapat berupa

 permasalahan siswa di kelas secara umum siswa yang bersangkutan mengalami

masalah dalam prestasi belajar, baik kebiasaan belajar, motivasi, serta cara belajar

yang kurang diketahui siswa oleh siswa. Perilaku siswa dalam belajar juga

menunjukkan adanya suatu hambatan dalam keseharian di kelas. hal ini dapat

diketahui setelah mengadakan pendekatan dengan guru bimbingan dan konseling

yang memegang di kelas yang bersangkutan mengatakan bahwa. Memang sulit untuk

menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar kalau memang siswa tersebut sudah

sangat ketergantungan dengan teman  –   temannya terutama cara belajar yang kurang

 baik. Salah satunya kebanyak siswa mengerjakan PR di sekolah, siswa kurang aktif di

Page 181: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 181/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

178

kelas. Sehingga pada saat pelajaran berlangsung siswa tersebut sulit sekali menerima

materi yang di sampaikan oleh guru di kelas yang akan berdampak pada motivasi

 belajar kurang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing indikataor tersebut

menunjukkan bahwa secara umum siswa kelas XI berada dalam rentang percaya diri

yang rendah. Dalam pelaksanaan pretes ini sudah tentunya mendapatkan persetujuan

dari pihak sekolah, baik dari kepala sekolah selaku orang yang memegang peranan

 penting di sekolah SMA, guru BK bahkan dari pihak wali kelas. Program penggunaan

teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa

SMA ini dikembangkan berdasarkan hasil kajian konsep teori percaya diri dan

 permainan dalam bentuk kelompok, hasil studi pendahuluan yang relevan, dan

analisis kebutuhan terhadap pentingnya bimbingan kelompok dalam upaya

meningkatkan percaya diri siswa SMA. Oleh karena itu besar harapan dari peneliti

 program yang telah dirancang ini dapat dijadikan sebagai acuan serta treatmen pada

siswa terutama yang ada di SMA baik pada masa sekarang serta tahun yang akan

datang terkait dengan percaya diri maupun bentuk yang lain untuk lebih memberikan

motivasi pada siswa dalam belajar mereka.KAJIAN TEORITIK

A.  Visi dan Misi

1.  Visi dan Misi Program Bimbingan dan Konseling SMA N 1 Pupuan

Visi program : Mengunggulkan siswa melalui optimalisasi potensi siswa.

Misi program :

a) 

Memfasilitasi potensi siswa melalui suasana bimbingan yang edukatif, kreatif, dan

menyenangkan

 b) 

Mengembangkan jiwa enterpreuner/ daya saing siswa sejak dini

c) 

Memfasilitasi siswa untuk menghargai apa (potensi) yang dimiliki siswa melalui

 pembiasaan diri

d) 

Memberikan pelayanan bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat

menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif dan mandiri,

Page 182: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 182/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

179

e) 

Mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara optimal

f) 

Merencanakan masa depan, berbudi pekerti luhur, serta beriman dan bertakwa

kepada Tuhan.

2.  Visi dan Misi Bimbingan Konseling 

a.  Visi bimbingan dan konseling

Pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap

timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya baik sekarang maupun di

masa yang akan datang.

 b. 

Misi bimbingan dan konselingMembantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek

kepribadiannya seoptimal mungkin sehingga terwujud siswa yang tangguh

menghadapi masa kini dan masa mendatang, yaitu siswa yang beriman dan

 bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki

 pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sehat jasmani dan rohani,

mempunyai kepribadian yang mantap, mandiri, serta mempunyai tanggung

 jawab terhadap diri, masyarakat, dan bangsanya.

Merujuk dari visi dan misi SMA di atas, maka dapat dijabarkan visi dan

misi program intervensi yang peneliti akan praktikan. Adapun visi dan misi

tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Visi :

Visi program intervensi ini adalah “Menunjang pengembangan diri

 siswa secara optimal dan memandirikan siswa untuk dapat

menyelenggarakan kehidupan sehari-hari secara efektif melalui peningkatan

 percaya diri”. 

Misi :

Sesuai dengan visi di atas misi dalam penelitian ini merujuk pada misi

 pertama yaitu memfasilitasi potensi siswa melalui suasana bimbingan yang

Page 183: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 183/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

180

edukatif, kreatif, dan menyenangkan dalam upaya meningkatkan percaya diri.

Adapun upaya untuk mewujudkan misi dalam penelitian ini yaitu:

a.  Meningkatkan percaya diri dalam bertingkahlaku pada siswa baik

keyakinan terhadap diri, sikap penerimaan terhadap orang lain, maupun

 sikap optimis  dengan berbagai bentuk permainan yang dilakukan dalam

kelompok.

 b.  Meningkatkan percaya diri dalam emosi pada siswa, terutama dalam hal

 penerimaan diri, mengekspresikan emosi, penghargaan positif, serta sikap

 positif , sehingga mampu memberikan kepercayaan pada diri sendiri dan

orang lain.

c.  Meningkatkan percaya diri dalam spiritual pada siswa, terutama dalam hal

meyakini takdir Tuhan,  sehingga dapat meyakinkan siswa terhadap

kenyataan serta mampu mensyukuri kehidupan.

B.  Deskripsi Kebutuhan

Untuk memperlancar pemberian treatmen pada siswa yang hendak diteliti,

maka peneliti akan berpatokan pada deskripsi kebutuhan yang dibuat berdasarkan

hasil need assessment (pretest) tentang percaya diri. Program intervensi penggunaanteknik permainan dalam bimbingan kelompok pada penelitian ini diberikan pada

siswa yang dikategorikan kurang percaya diri, dari 138 siswa kelas XI yang diberikan

 pretest terdapat 24 siswa yang kurang percaya diri aspek yang paling rendah dari ke

tiga aspek yang ada pada percaya diri yaitu percaya diri dalam bertingkahlaku.

Berdasarkan data tersebut peneliti merancang program intervensi berupa penggunaan

teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri

siswa.

Berikut dijelaskan mengenai gambaran siswa yang tidak percaya diri dimulai

dari layanan dasar, responsif dan perencanaan individual. Adapun deskripsi

kebutuhan layanan dasar bimbingan berupa pemberian informasi dari ke tiga aspek

yang diteliti adalah sebagai berikut:

Page 184: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 184/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

181

1.  Percaya diri dalam Bertingkahlaku pada penelitian ini adalah bagaimana ekspresi

seseorang terhadap lingkungan. Terdapat tiga indikator pada tingkahlaku  ini

diantaranya; a) melakukan sesuatu secara maksimal dalam belajar serta

 berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, b) mampu bersikap positif terhadap

orang lain yang diekspresikan melalui keyakinan atau sikap percaya kepada orang

lain, c) mampu menghadapi segala kendala. Maksudnya yaitu seberapa kuat

seseorang tersebut dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya, pada

 penelitian ini dapat dijabarkan berupa suatu usaha yang dilakukan baik terutama

untuk diri sendiri untuk menjadi lebih mandiri dalam menghadapi persoalan yang

ada di lingkungan sekitar terkait dengan pematangan diri dalam belajar.

2.  Percaya diri dalam emosi maksudnya yaitu bagaimana sikap seseorang tersebut

dalam menuangkan perasaan, diantaranya; a) mengetahui perasaan sendiri baik itu

kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirnya, b) mengungkapkan perasaan

sendiri. Pada indikator yang dijabarkan berupa perasaan saat ini baik sedih serta

 bahagai dalam melakukan interaksi dengan teman ketika seseorang mampu

 bergaul dengan teman sekitar atau sebaliknya ketika ditolak oleh lingkungan

sosialnya, c) memperoleh kasih sayang, pengertian dan perhatian disaatmengalami kesulitan yang. Pada indikator yang diekspresikan melalui bagaimana

seseorang diperlakukan oleh orang lain, begitu juga sebaliknya bagaimana

seseorang tersebut memperlakukan orang lain sehingga memunculkan untuk

saling membantu, d) mengetahui manfaat apa yang dapat disumbangkan kepada

orang lain. Pada indikator yang dijabarkan artinya hal apa yang bisa dilakukan

untuk menunjukkan diri sebagai pribadi yang mandiri.

3.  Percaya diri dalam spiritual maksudnya yaitu bagaimana seseorang tersebut

mensyukuri apa yang dimiliki serta kekurangan yang ada pada dirinya. Pada

indikator ini dapat dijabarkan berupa; a) memahami bahwa alam semesta adalah

misteri artinya suatu bentuk kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap

kehidupan di dunia ini, b) meyakini takdir tuhan dapat diekspresikan melalui

Page 185: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 185/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

182

 bahwa semua manusia pada akhirnya akan mati, dan perubahan pada dunia

 beserta isinya itu nyata dan pasti ada, sehingga ia mampu menerima apa yang dia

miliki baik berupa kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirnya, c)

mengagungkan Tuhan, pada indikator ini maksudnya yaitu bentuk syukur yang

dipanjatkan kepada Tuhan atas kebesaran beliau.

C.  Tujuan

Tujuan umum yang hendak dicapai melalui program efektivitas penggunaan

teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa

kelas XI SMA ini adalah membantu siswa untuk mampu lebih percaya diri. Adapun

tujuan khususnya agar siswa dapat:

a.  Memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri, sikap penerimaan terhadap

orang lain, serta memiliki sikap optimis untuk mencapai sukses terutama

dalam bidang sosial pribadinya.

 b.  Penerimaan diri, mengekspresikan emosi, penghargaan positif, serta sikap

 positif, sehingga mampu melakukan interaksi sosial dengan baik.

c.  Meyakini takdir dari Tuhan dengan melihat kekurangan serta kelebihan yang

ada pada diri siswa itu sendiri agar mampu tampil lebih baik lagi.D.  Komponen Program

Program intervendi penggunaan teknik permainan dalam bimbingan

kelompok akan berangkat dari program bimbingan dan konseling perkembangan

yang komprehensif memiliki empat komponen program yaitu;

1. Layanan Dasar Bimbingan  

a.  Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh

siswa melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau

kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan

 perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan

(yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan

Page 186: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 186/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

183

dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam

menjalani kehidupannya.

a.  Tujuan

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh

 perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh

keterampilan dasar hidupnya. Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai

upaya untuk membantu siswa untuk lebih percaya diri dalam bertingkahlaku,

 percaya diri dalam emosi pada siswa, dan percaya diri dalam spiritual.

 b.  Fokus Pengembangan

Pelaksanaan kegiatan layanan dasar bimbingan ini strategi yang dipilih adalah

 bimbingan klasikal yang dilakukan di dalam kelas yang disajikan dalam bentuk

layanan informasi. Adapun tema yang akan dikembangkan dalam layanan dasar

akan berpatokan pada bagian b tentang tujuan dari layanan dasar yaitu tentang:

1) percaya diri dalam bertingkahlaku. Pada aspek yang ini dijabarkan tentang

 pentingnya memiliki keyakinan diri, sikap penerimaan, serta sikap optimis dalam

melakukan sesuatu, 2) percaya diri dalam emosi pada siswa. Tema yang akan

dikembangkan pada aspek ke dua ini berupa kematngan emosi yang di dalamnyaterdapat; penialain terhadap diri sendiri, kemampuan siswa dalam

mengekspresikan emosi, penghargaan positif serta mampu bersikap secara

 positif, dan 3) percaya diri dalam spiritual.

2. Layanan Responsif  

a.  Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang

menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan

segera. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru

dan alih tangan kepada ahli lain adalah bentuk dari pelayanan responsif.

 b. Tujuan

Page 187: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 187/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

184

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu siswa memenuhi

kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya, hambatan, kegagalan

dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam hal ini tentang percaya

diri. Tujuan pelayanan ini sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah

atau kepedulian pribadi, sosial-pribadi, karier, dan atau masalah pengembangan

 pendidikan.

c.  Fokus Pengembangan

Berdasarkan hasil need assesmen yang telah dilakukan berupa penyebaran

kuesioner tentang percaya diri siswa seperti yang telah digambarkan pada

deskripsi kebutuhan yang telah dideskripsikan secara utuh tentang aspek serta

indikator dari percaya diri yang diteliti, diantaranya;. 1) Pada aspek percaya diri

dalam bertingkahlaku, dengan sub aspek keyakinan diri, sikap penerimaan dan

optimis, 2) aspek percaya diri dalam emosional, dengan sub aspek penilaian

terhadap diri, mengekspresikan emosi, penghargaan dan sikap positif, dan 3)

aspek percaya diri dalam spiritual, dengan sub aspek keyakinan diri terhadap

Tuhan.Tindak lanjut berupa konseling individual juga diberikan kepada siswa

apabila dilihat dari hasil prosentase pada deskripsi kebutuhan menjelaskan bahwa siswa tersebut sangat perlu diberikan konseling individual. Tujuan

dilaksanakannya konseling individual tersebut agar siswa dapat: 

a) Meningkatkan keyakinan diri siswa. 

Dengan diberikan konseling secara langsung antara konselor dengan klien

dapat dijadikan sebagai bentuk pemecahan alternative guna membantu

 perkembangan siswa dalam bidang sosial-akademik, karir, bagi siswa yang

mebutuhkan layanan segera secara individual, maka akan diberikan konseling

individual agar mampu lebih percaya diri. 

b) Meningkatkan penghargaan positif. 

Setiap siswa memiliki karakteristik pribadi secara sendiri, memang tidak

mudah untuk memberikan sebuah penghargaan kepada diri sendiri karena

Page 188: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 188/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

185

 belum tahu apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan penghargaan

tersebut. Konseling secara langsaung antara konselor dengan klien yang

diberikan dapat dijadikan sebagai bentuk pemecahan alternative guna

membantu perkembangan siswa dalam bidang sosial-pribadi, akademik, karir,

 bagi siswa yang mebutuhkan layanan segera secara individual, maka akan

diberikan konseling individual agar mampu lebih percaya diri. Melalui

konseling individual ini siswa akan mendapatkan perlakukan yang lebih,

untyuk mengungkap serta memecahkan masalah yang dialami siswa. Bahkan

 beberapa kasus tertentu dapat ditangani dengan konseling krisis dan

mendatangkan nara sumber.

3. Layanan perencanaan individual

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada siswa agar mampu

merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan percaya diri,

sehingga dapat bertingkahlaku dengan baik terutama dalam melakukan kegiatan

sehari-hari, mengekspresikan emosi secara rasional, serta meyakini takdir tuhan.  

Layanan perencanaan individual pada program ini difokuskan pada intervensi

terutama bagi siswa yang yang kurang percaya diri dalam bentuk pemberiansaran secara berkelompok. Adapun tema layanan ini adalah sebagai berikut;

a.  Review hasil pretest dan posttest kuesioner percaya diri. Layanan ini

 bertujuan supaya siswa dapat mengetahui kondisi percaya diri awal siswa

yang disampaikan berdasarkan hasil pretest dan kondisi percaya diri siswa

setelah diberikan intervensi penggunaan teknik permainan dalam bimbingan

kelompok yang disampaikan berdasarkan hasil analisis posttest. Siswa akan

mengetahui bagaimana tingkat percaya diri dan pada aspek mana siswa yang

 bersangkutan kategorinya rendah. Dengan demikian, maka siswa akan

memiliki perencanaan diri untuk mengkondisikan percaya diri sesuai dengan

hasil intervensi dan usaha yang dilakukan oleh siswa agar lebih percaya diri.

 b. Pelatihan teknik permainan secara mandiri. Layanan ini bertujuan supaya

Page 189: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 189/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

186

siswa bisa merasakan efek intervensi dari penggunaan teknik permainan

dalam bimbingan kelompok yang diberikan peneliti. Peneliti memberikan

saran kepada siswa untuk melatih diri sendiri dengan bentuk permainan sesuai

dengan apa yang diinginkan sebagi bentuk tindak lanjut dari intervensi yang

diberikan peneliti di sekolah, bahkan juga dapat melatih diri di depan cermin

yang dengan materi yang disesuaikan kepada apa yang telah diberikan

sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan bisa menjadikan penggunaan

teknik permainan dalam bimbingan kelompok sebagai wahana untuk

menciptakan kondisi tenang dan nyaman secara mandiri dalam upaya untuk

meningkatkan percaya diri dengan bentuk latihan disesuaikan dengan proses

intervensi yang telah diberikan peneliti.

4. Dukungan Sistem

Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen,

tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi informasi dan Komunikasi), dan

 pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang

secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi

kelancaran perkembangan siswa. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (Networking), (b) kegiatan manajemen, (c) riset dan

 pengembangan. Berikut dijabarkan peranan dari kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, koordinator dan guru bimbingan dan konseling, wali kelas, serta guru

mata pelajaran.

a.  Kepala Sekolah.

Adapun bentuk keterlibatan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan

 perealisasian intervensi ini, yaitu :

1) 

Sebagai penanggungjawab umum dalam pelaksanaan intervensi yang

dilakukan oleh peneliti.

Page 190: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 190/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

187

2) Menyediakan sarana dan prasarana sekolah (ruang kelas) serta perijinan

untuk menggunakan fasilitas lain yang dibutuhkan dalam kegiatan

intervensi sebagai daya dukung pelaksanaan penelitian.

3) Peneliti melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah dalam meminta

 perijinan waktu pelaksanaan intervensi, serta kegiatan lain yang terkait

dengan intervensi yang akan dilakukan ke siswa.

 b. Koordinator Bimbingan dan Konseling

Bentuk keterlibatan koordinator BK dalam mendukung kegiatan

 perealisasian intervensi ini, yaitu :

1) 

Memberikan perijinan untuk melakukan perealisasian program intervensi

serta pertanggungjawabannya kepada Kepala Sekolah.

2) Mengkoordinasikan guru bimbingan dan konseling yang mengampu kelas

yang akan diberikan treatmen untuk mengamati pelaksanaan intervensi

yang dilakukan peneliti.

3) Peneliti selalu berkoordinasi dengan koordinator BK dalam setiap

 pelaksanaan kegiatan layanan yang akan dilakukan sebagai bentuk

tanggungjawab kegiatan yang dilakukan.c.  Guru Bimbingan dan Konseling.

Bentuk keterlibatan Guru BK dalam mendukung kegiatan perealisasian

intervensi ini, yaitu :

1) Memberikan ijin pada peneliti untuk melakukan intervensi pada siswa yang

diampunya

2) Mengamati dan mengawasi pelaksanaan intervensi yang dilakukan oleh

 peneliti.

3) 

Memberikan masukan pada peneliti dalam pengkondisian siswa apabila

diperlukan.

4) Peneliti selalu melakukan koordinasi bentuk intervensi yang akan

dilakukan dalam setiap sesi serta waktu pelaksanaannya.

Page 191: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 191/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

188

d. Wali Kelas.

Bentuk keterlibatan Wali Kelas dalam mendukung kegiatan perealisasian

intervensi ini, yaitu :

1) Memberikan ijin kepada peneliti untuk merealisasikan program intervensi

 pada siswa yang diampunya. 

2) Mengidentifikasi perkembangan siswa dengan melakukan diskusi di kelas

(terintegrasi dalam proses pembelajaran), yang mendiskusikan pengalaman

siswa setelah mengikuti intervensi untuk meningkatkan percaya diri siswa. 

3) Peneliti melakukan koordinasi dengan wali kelas untuk mengetahui

gambaran umum kondisi siswa di kelas setelah diberikan intervensi pada

masing-masing sesi. 

e.  Guru mata pelajaran

Bentuk keterlibatan guru mata pelajaran dalam mendukung kegiatan

 perealisasian intervensi ini, yaitu : Peneliti berkoordinasi dengan guru mata

 pelajaran dalam upaya mengetahui kondisi siswa dalam interaksi

 pembelajarannya di kelas, khususnya mata pelajaran yang membuat siswa

tidak percaya diri, serta menyarankan kepada guru mata pelajaran untuk lebihmelibatkan siswa dalam belajar baik secara akademik maupun emosi. Melalui

kegiatan yang dilakukan ini akan memberikan gambaran tentang siswa yang

 percaya diri dan yang tidak percaya diri dalam mengikuti pembelajarn di

kelas.

E.  Sasaran Intervensi

Program efektivitas penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok

ini diperuntukkan pada siswa kelas XI SMA yang teridentifikasi percaya diri siswa

rendah. Jumlah siswa yang akan diberikan intervensi penggunaan teknik permainan

dalam bimbingan kelompok dalah siswa kelas XI sebanyak 24 orang. Untuk

mempermudah serta melancarkan peneliti ketika memberikan intervensi kepada siswa

dilakukan secara klasikal kelompok terutama bagi siswa yang diidentifikasi percaya

Page 192: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 192/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

189

dirinya rendah atau dengan kata lain membutuhkan layanan segera, serta pemberian

secara individual kalau memang penanganan siswa tersebut lebih serius yaitu dengan

memberikan konseling individual. Pada penelitian terhadap penggunaan teknik

 permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa

adalah: 1) meningkatkan percaya diri dengan penggunaan teknik permainan, dan 2)

meningkatkan percaya diri siswa pada setiap aspek yang perlu untuk ditingkaykan.

F.  Rencana Operasional (Action Plan )

Rencana kegiatan (action plan) diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program

 bimbingan dan konseling dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Rencana

kegiatan adalah uraian detail dari program yang menggambarkan isi komponen

 program, baik kegiatan disekolah maupun diluar sekolah, untuk memfasilitasi siswa

mencapai tugas perkembangan tertentu.

Berangkat dari deskripsi kebutuhan di atas, langkah yang dilakukan peneliti

untuk melaksanakan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok

untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu berupa jadwal pelaksanaan kegiatan.

Ssetelah melakukan pendekatan dengan guru bimbingan dan konseling di sekolah

SMA jadwal untuk intervensi yang diberikan kepada peneliti yaitu setiap hari senin,rabu, dan kamis sebagai pengganti jam bimbingan dan konseling. Peneliti merancang

 program penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk

meningkatkan percaya diri siswa sebanyak 11 kali pertemuan dan pemberian

intervensi disesuaikan dengan aspek yang ada.

G.  Strategi Layanan

Strategi layanan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat percaya diri

siswa dimuali dari penyebaran angket berupa kuesioner tentang percaya diri,

dilanjutkan dengan pemberian treatmen tentang penggunaan teknik permainan dalam

 bimbingan kelompok dengan tujuan meningkatkan percaya diri siswa, dan diakhiri

dengan memberikan angket kembali berupa posttes tentang percaya diri. Adapun

 bentuk strategi yang digunakan untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu

Page 193: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 193/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

190

 bimbingan kelompok melalui teknik permainan dengan tahapan-tahapan sebagai

 berikut; 1) Tahap awal, 2) Tahap transisi, 3) Tahap kerja, dan 4) Tahap terminasi. 

1.  Tahap awal (beginning a group) yang terdiri atas :

a)   Pernyataan tujuan 

Konselor menyampaikan tujuan bimbingan, kompetensi yang ingin dicapai,

materi dan skenario kegiatan.

 b)   Pembentukan kelompok  

Konselor membentuk kelompok sesuai keperluan.

c)   Konsolidasi 

Konselor memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk melakukan

konsolidasi atas tugas-tugas dalam melaksanakan bimbingan.

2.  Tahap transisi (transition stage) yang terdiri atas :

a)  Storming  

Konselor melakukan penanganan-penanganan konflik-konflik internal.

 b)   Norming  

Konselor melakukan re-konsolidasi  dan re-strukturisasi  kelompok dengan

melakuan pembagian tugas dan kontrak.3.  Tahap kerja ( performing stage) yang meliputi :

a)  Eksperientasi (experience)

Konselor melaksanakan bimbingan berdasarkan skenario yang telah dibuat

sesuai dengan teknik yang dipergunakan.

 b)  Identifikasi (identify)

Konselor melaksanakan refleksi tahap satu dengan cara mengidentifikasi pola-

 pola respon konseli dalam menerima stimulasi dari konselor.

c) 

Analisis (analyze).

Konselor melaksanakan tahap refleksi dengan cara mengajak konseli untuk

menganalisis dan memikirkan makna bagi penyelesaian masalahnya.

d)  Generalisasi ( generalization)

Page 194: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 194/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

191

Konselor melaksanakan refleksi tahap akhir dengan cara mengajak konseli

membuat rencana perbaikan atas kelemahan-kelemahannya.

4.  Tahap terminasi (termination stage), meliputi :

a)   Refleksi umum 

Konselor mengajak konseli untuk melakukan review  atas proses konseling yang telah

dilakukan.

 b)  Tindak lanjut  

Konselor memberi penguatan pada konseli untuk merealisasikan rencana-rencana

 perbaikannya.

H.  Pengembangan Satuan Pelayanan

Untuk melakukan permainan dalam bimbingan kelompok, peneliti

mengembangkan 3 (tiga) satuan layanan sebagai bentuk layanan dasar, 6 (enam)

 bentuk satuan layanan yang kana dijadikan panduan dalam kegiatan permainan

sebagai bentuk layanan responsif, dan 2 (dua) sebagai bentuk layanan perencanaan

individual, diantaranya;

1.  Pemberian informasi tentang percaya diri dalam bertingkahlaku.

2.  Percaya diri dalam mengekspresikan emosi.

3.  Percaya diri dalam spiritual

4.  Permainan komunikasi dua arah tujuannya yaitu membantu para siswa

 berkomunikasi dengan baik dan lebih percaya diri.

5.  Permainan cacabucaca tujuannya yaitu a) siswa mampu membuat dan

mengambil keputusan-keputusan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai,

 b) melatih kefokusan siswa dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu

6.  Kelereng bergelinding tujuannya yaitu mempertunjukkan bahwa bekerja sama

dengan orang lain di tempat kerja bermanfaat bagi pencapaian kesuksesan.

7. 

Evakuasi tujuannya yaitu a) membangun kekompakan dengan teman

sekelompok, b) menciptakan stategi yang tepat untuk meraih tujuan dan cita-

cita bersama.

Page 195: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 195/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

192

8.  Memahami kekuatan dan kelemahan diri tujuannya yaitu untuk menumbuhkan

 pemahaman terhadap kekuatan/kelebihan diri melalui analisa teman sehingga

dapat digunakan untuk pemahaman diri

9.  Fantasi dengan tema permainan jika aku menjadi tujuannya yaitu, a) membantu

 para siswa untuk mensyukuri kehidupan yang dialaminya saat ini, b)

menciptakan pola pikir untuk lebih menumbuhkan sikap semangat dalam

menghadapi hidup

10.  Reviu hasil pretest

11.  Belajar secara mandiri.

I. 

Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan tujuan mengukur pelaksanaan dan keberhasilan

 program efektivitas penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk

meningkakan percaya diri siswa. Evaluasi menjadi umpan balik secara

 berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program baik untuk perbaikan

maupun pengembangan di masa yang akan datang.

Evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi setiap

 pelaksanaan treatment teknik permainan dan membandingkan hasil  pre-test   dengan pos-test   melalui tingkat prosentase keberhasilan antara sebelum dan sesudah

treatment. Prosedur evaluasinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.  Membandingkan hasil prosentase N-Gain pre-test  dengan posttest  

Adapun pengambilan keputusan bahwa percaya diri dapat dikatakan

meningkat atau berhasil adalah sebagai berikut:

1)  Prosentase masing-masing indikator pada hasil  post-test menjadi lebih tinggi

setelah diberikan treatment berupa permainan dalam bimbingan kelompok.

2) 

Prosentase hasil post-test   menjadi lebih tinggi daripada hasil  pre-test yang

menunjukkan percaya diri siswa berhasil ditingkatkan melalui peningkatan

 prosentase percaya diri siswa.  Jurnal Harian Pelaksanaan Intervensi Penilaian

kelompok tergantung pada jurnal yang diisi oleh siswa itu sendiri, mengenai

Page 196: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 196/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

193

 perubahan yang telah dirasakan oleh siswa selama mengikuti permainan melalui

kelompok. penggunaan jurnal harian digunakan sebagai hasil observasi selama

siswa mengikuti kegiatan permainan dalam bimbingan kelompok. Tujuannya

adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat perubahan tentang percaya diri yang

dialami siswa setelah diberikan teknik permainan dalam bimbingan kelompok

 pada masing-masing indikator percaya diri.

Demikian program bimbingan kelompok dengan teknik permainan untuk

meningkatkan percaya diri siswa untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan akan

layanan bimbingan dan konseling khususnya pada jenis bimbingan yaitu bimbingan

sosial pribadi. Upaya layanan bimbinga tersebut tidak akan berhasil dengan baik, jika

tidak didukung oleh berbagai perangkat bimbingan yang memadai, baik personel

guru, sarana maupun dukungan manajemen. Dengan dukungan semua pihak,

Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan

AspekSub Aspek

Indikator

Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4

1.  Percaya diridalam tingkahlaku.

1.1 Keyakinan

Diri

a. 

Melakukan sesuatu secara

maksimal.

1.2 Sikap

Penerimaan

 b.  Mendapat bantuan dari orang

lain.

1.3 Sikap

Optimis

c.  Mampu menghadapi segala

kendala

2.  Percaya diridalamemosional

2.1 PenilaianDiri

a.  Memahami perasaan sendiri.

2.2 Ekspresi

Emosi

 b.  Mengungkapkan perasaan

sendiri.

2.3PenghargaanPositif

c.  Memperoleh kasih sayang, dan

 perhatian disaat mengalami

kesulitan.

2.4 Sikap Positif

d.  Memahami manfaat apa yang

dapat disumbangkan kepadaorang lain.

3.  Percaya diri

spiritual.

3.1...Keyakinan

TerhadapHal yang

Takterbatas

a.  Memahami bahwa semestaadalah misteri yang dapat terus

 berubah.

3.2 Kebenaranb.  Menghayati kodrat alami.

Page 197: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 197/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

194

diharapkan perkembangan siswa dapat mencapai sasaran yang optimal, sehingga

siswa mampu mencapai kematangan karier yang baik, karena konteks perkembangan

sosial pribadi terkait dengan percaya diri siswa akan terlihat pada perkembangan serta

 perubahan yang mampu ditunjukkan oleh siswa itu sendiri dalam interaksinya di

lingkungan sosial mereka atau di lingkungan sekolah.

REFERENSI

Ahman, (1998).  Bermain Peran Sebagai Model Bimbingan Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Berkemampuan Unggul. (hasil penelitian), Bandung:

IKIP

Angelis, B. D. (2005). Confidence : percaya diri sumber sukses dan kemandirian.

Bandura, Albert, 1997. Self-Efficacy The Exercise of Control.  New York: W.H.

Freeman and Company

Tabel 1.2 Jenis dan Teknik Permainan

Variabel Aspek Jenis Permainan Teknik Permainan Tempat

Percaya

Diri

1.  Percaya

diri dalamtingkah

laku.

- Komunikasi satu

arah dan dua arah

- Cacabucaca

-  Dyad and triad

-  Gerak (movement )

Dalam

kelas

Luar kelas

2.  Percaya

diri dalamemosional

- Kelereng bergelinding

- Evakuasi

-  Gerak (movement )

-  Gerak (movement ),

dan sentuhan 

Luar kelas

Luar kelas

3.  Percayadiri

spiritual.

- Memahamikekuatan dan

kelemahan diri

Jika aku menjadisiswa yang tidak

 punya

(a) menulis (written),(b) gerak (movement ),

(c) rounds(melingkar),(d) Umpan balik

Fantasi

Luar kelas

Luar kelas

Page 198: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 198/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

195

Badudu. J.S dan Sutan Muhamad Zain, 1996.  Kamus Umum Bahasa Indonesia. 

Jakarta: Balai Pustaka.

Creswell John W, 2005.  Eucational Research.  University of Nebraska: PersonEducation.

Hidayat Rahman (2008).  Efektivitas Terapi Bermain Kelompok dalam Meningkatkan

 Kepercayaan Diri Pada Remaja Awal Panti Asuhan Muhammadiyah Malang  _Skripsi: Fakultas Psikolgi Muhammadiyah Malang

Hudi Rahmad . (2009).  Permeblajaran Melalui Diskusi Kelompok dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Skipsi.  Surakarta: FKIP

Muhammadiah Surakarta

http://myshandy.multiply.com/journal. (06 Agustus 2010)

Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Lositosari Dwi. (2007).  Keefektivan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kepercayaan diri Siswa Yang Tidak Naik Kelas. Skipsi. Malang: FIP UNM

 Natawidjaja Rochman, 1987.  Pendekatan-pendekatan dalam Penyluhan Kelompok I.Bandung: Diponegoro

 Natawidjaja Rochman. (1997).  Penelitian Tindakan. Himpunan tulisan.  Bandung:IKIP

 Nurhidayat. (2009).  Permeblajaran Melalui Diskusi Kelompok dalam Upaya

 Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Skipsi.  Surakarta: FKIPMuhammadiah Surakarta

Permana Ediya (2009).. Program Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Halaqah

(Mentoring) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri

Prayitno.2003.  Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok.  Padang: Ghalia

Indonesia

Ridwan Rustianti, 2008.  Program Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan

 Kemampuan Interpersonal Siswa. Tesis: SPS BK UPI Bandung.

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung : Rizki.

Page 199: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 199/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

196

Suarni, Ketut (2006). Perkembangan Peserta Didik_ Modul : Jurusan Bimbingan dan

Konseling IKIP Negeri Singaraja.

Sudrajat Dadang, 2008. Program Pengembangan Self-Efficacy Bagi Konselor di SMA Negeri se-Kota Bandung_ Tesis : SPS BK UPI Bandung.

Suherman. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan PPB UPI

Sukardi. Dewa Ketut, 2008.  Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta:

PT.Rineka Cipta

Surniwi. Nengah (2002).  Kesulitan Belajar Dalam Bidang Matematika ditinjau dari

 Kepercayaan Diri_ Skripsi. BK FIP IKIP Negeri Singaraja

Silvana Clark (2002). . Langkah-langkah Terapi Mengmbangkan Kepercayaan Diri Anak. Jakarta :PT Alex Media Komputindo

Solehuddin.M, (1997).  Pengimplementasian Aktivitas Bermain di Taman Kanak-

kanak. (hasil penelitian), Bandung: IKIP

Wilson, Kate, dkk. (1992).  Play Therapy A Non-directive Approach For Children

and Adolescents. Tokyo : Baillere Tindal

Widiastuti Fika. (2009). Kontribusi Konsep Diri dan Rasa Percaya Diri

TerhadapKemampuan Bersosialisasi pada Masa Pueral Dikalangan Remaja;Singaraja_Bali: FIP Undiksha

W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004). Bimbingan dan

 Konseling di Instritusi Pendidikan. Media Abadi : Yogyakarta.

Yustiana, Yusi.R (1999).  Pengelaman Belajar Awal Yang Bermakna Bagi Anak

 Melalui Aktivitas Bermain. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan 

BIODATA PENULIS

 Nama : Kadek Suhardita, S.Pd.,M.PdTTL : Titab 08 Desember 1985.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Alamat : Banjar Dinas Baledana Desa Titab, KecamatanBusungbiu, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali

Instansi : IKIP PGRI Bali Denpasar

Alamat Kantor : Jalan Seroja Tonja, Denpasar Timur, Tlp 0361431434

HP : 08193638 

Page 200: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 200/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

197

IMPLEMENTASI MODEL COLLABORATIVE TEAMWORK LEARNING (MCTL)

UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR

FISIKA SISWA KELAS XI MIPA 4SMA NEGERI 1 TAMPAKSIRING

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Ngakan Ketut Tresnabudi 

SMA Negeri 1 Tampaksiring Gianyar

ABSTRACT

This research is motivated by the lack of achievement of learning and

motivation student. the purpose this study were 1) Improving the learningachievement of students of class XI MIPA 4 SMAN 1 Tampaksiring academic year

2014/2015 through the implementation MCTL, 2) Increase motivation to learn

 physics class XI MIPA 4 SMAN 1 Tampaksiring academic year 2014/2015 throughthe implementation MCTL, 3) Describe a class XI MIPA 4 student responses SMAN

1 Tampaksiring academic year 2014/2015 of the implementation MCTL in physics

learning.

This study uses a class action research design. Samples were students of classXI MIPA 4 second semester in SMAN 1 Tampaksiring academic year 2014/2015.

This study was conducted in two cycles. Each cycle consists of four stages: planning

action, action, observsi / evaluation, and reflection. Data were collected with learningachievement tests and questionnaires for learning motivation. Data were analyzed

descriptively. The results showed that 1) Implementation of Collaborative Teamwork

Learning models in physics learning can improve learning achievement physics class

XI MIPA 4 SMAN 1 Tampaksiring academic year 2014/2015, 2) Implementation ofCollaborative Teamwork Learning models in physics learning can increase the

motivation to learn physics class XI MIPA 4 SMAN 1 Tampaksiring academic year

2014/2015, 3) student responses to the implementation model of TeamworkCollaborative Learning in physics learning in class XI MIPA 4 SMAN 1

Tampaksiring academic years 2014/2015 in the category learning physics is positive

with an average score of 57.

Key Words: Model CTL , Academic Achievement, Motivation To Learn  

PENDAHULUAN

Pendidikan itu sendiri merupakan media pembekalan pengetahuan,

 pengalaman, keterampilan, dan penguasaan teknologi bagi siswa untuk berkarya

secara inovatif, kreatif dan tepat guna. Dengan kemajuan IPTEKS yang begitu cepat,

melek sains menjadi kebutuhan setiap orang. Melek sains juga merupakan kebutuhan

 penting di dunia kerja. Pemahaman tentang sains dan proses sains memberi kontribusi

Page 201: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 201/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

198

 besar terhadap keterampilan-keterampilan tersebut (NRC dalam Suma, 2010). Fisika

sebagai salah satu cabang sains, memiliki peranan yang strategis dalam

 perkembangan IPTEKS dewasa ini, berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah

terutama tentang standarisasi dalam bidang pendidikan. Berbagai studi yang

mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan pendidikan sudah

dilakukan dalam implementasi kurikulum (Mulyasa, 2006). Sebagai salah satu bentuk

efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum dikembangkan berbagai strategi

implementasi kurikulum. Salah satu kurikulum yang pernah dikembangkan adalah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan tahun ajaran ini kurikulum

mengalami suatu pemberharuan menjadi kurikulum 2013. Hal tersebut diharapkan

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun rata-rata prestasi belajar siswa

masih rendah. Karena baru penyesuaian proses pembelajaran terhadap kurikulum

2013, belum terlihat adanya peningkatan prestasi belajar siswa. Permasalahan

mengenai rendahnya rata-rata prestasi belajar fisika seperti yang terjadi di SMA

 Negeri 1 Tampaksiring. Fakta ini diperoleh dari nilai UTS Fisika siswa kelas XI

MIPA 4  SMA Negeri 1 Tampaksiring yang menunjukkan bahwa prestasi belajar

fisika siswa masih rendah. Selain prestasi belajar, pada proses pembelajaran motivasi belajar siswa masih rendah.

Ketercapaian aspek kognitif yang ditunjukkan dari rekapitulasi prestasi belajar

Fisika pada ulangan tengah semester siswa bidang studi Fisika, rata-rata nilai kelas

XI MIPA 4 adalah 76. Rata-rata prestasi belajarnya paling rendah diantara kelas XI

MIPA yang lain. Nilai rata-rata prestasi belajar Fisika siswa kelas XI MIPA 4 masih

 berada di bawah KKM yang ditetapkan yaitu 78. Belum tercapainya ketuntasan

 prestasi belajar Fisika di kelas XI MIPA 4 mengindikasikan masih terdapat

kesenjangan antara tuntutan kurikulum dengan apa yang telah dicapai sekarang ini.

Kesenjangan-kesenjangan tersebut terjadi karena terdapat banyak faktor yang

mempengaruhinya. Dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang menyebabkan

rendahnya motivasi belajar dan prestasi belajar Fisika siswa yaitu sebagai berikut.

Page 202: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 202/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

199

Pertama, rendahnya motivasi siswa tentunya diakibatkan oleh berbagai faktor.

Salah satunya tampak ketika siswa mengikuti proses pembelajaran tidak semua aktif

dalam diskusi seperti menanggapi pertanyaan guru maupun menjawab pertanyaan

teman. Hanya beberapa orang siswa saja yang tampak aktif menjawab dan

menanggapi pertanyaan guru. Ketika siswa diberikan permasalahan dan mereka tidak

mampu memperoleh solusi secara otomatis, maka siswa cenderung menyerah dan

mengeluh bahwa soal-soal fisika itu sangat sulit untuk dikerjakan. Kedua,

kemampuan pemecahan masalah siswa belum maksimal.

Salah satu hal yang menyebabkan yaitu soal-soal yang dikerjakan siswa

umumnya hanya mengacu pada konsep matematis yang sudah sering dijumpai ,

sehingga kurang menantang. Jika siswa diberikan persoalan Fisika kontekstual yang

menyangkut tentang konsep tertentu, maka sebagian besar siswa mengalami

kesulitan. Ketiga, pada proses pembelajaran, khususnya belajar dalam bentuk

kelompok, beberapa siswa yang cerdas mendominasi karena mereka bekerja secara

individu sementara siswa yang kurang kemampuannya cenderung bertanya kepada

teman lain yang lebih mampu. Siswa tidak bisa memecahkan masalah yang kompleks

secara individu. Mereka harus bekerja sama dan berkolaborasi di dalam kelompoksehingga terjadi interaksi antara siswa yang memiliki kemampuan lebih dengan siswa

yang kurang pengetahuannya.

Bertolak dari identifikasi penyebab permasalahan yang dikemukakan di atas,

nampak bahwa faktor pembelajaran yang paling dominan sebagai faktor penyebab

rendahnya prestasi belajar Fisika siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin meningkatkan

motivasi belajar dan prestasi belajar Fisika siswa melalui penerapan model

 pembelajaran inovatif. Semua aktivitas dalam tim tersebut dapat dirundingkan dan

diorganisasikan sendiri oleh siswa, selain itu siswa dalam timnya juga dapat

 berkolaborasi sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar. Menurut

Hackbert & College (2004), tim merupakan kelompok jenis khusus yang

didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang bekerja secara kooperatif

Page 203: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 203/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

200

(bersama-sama) dengan tujuan kerja yang spesifik. Salah satu model pembelajaran

yang dapat dijadikan alternatif dalam pengoptimalan motivasi dan prestasi belajar

adalah dengan menggunakan model Collaborative Teamwork Learning   (MCTL)

dalam pembelajarannya. MCTL merupakan suatu model pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerja secara kolaboratif

dalam tim.

MCTL mengacu pada model pengajaran di mana siswa bekerja bersama

dalam satu “team” yang saling membantu dalam belajar. Konsep “teamwork ” yang

dimaksud adalah siswa yang bekerja dalam satu kelompok bersama-sama belajar dan

memecahkan suatu permasalahan di mana semua siswa saling menyumbangkan

 pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok

maupun individu serta memberi suatu ikatan kekompakan (Anderson, 2008). MCTL

memiliki beberapa tahapan menurut (Colvin, 2007; Frances, 2008), yaitu 1)  Forming ,

kegiatan pembentukan team, menetapkan tujuan dan tanggung jawab masing-masing

anggota dalam tim serta mendiskusikan dan merumuskan permasalahan yang

diberikan oleh guru. 2) Stroming, mencakup kegiatan pengungkapan hipotesis dari

siswa terkait dengan permasalahan yang diberikan. Siswa dalam hal ini mengajukansuatu hipotesis terkait permasalahan yang diberikan. 3)  Norming, menentukan

sumber-sumber yang berkaitan untuk memecahkan permasalahan yang dibahas dalam

LKS. Selain sumber dari buku-buku yang terkait, siswa juga dapat melakukan suatu

 penyelidikan sebagai sumber lain dalam pemecahan masalah. 4)  Perfoming ,

mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah melalui kegiatan presentasi tim.

Kegiatan ini, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil

 penyelidikannya. 5)  Adjourning , mencakup kegiatan pengkolaborasian pemahaman

 berdasarkan persentasi yang telah dilakukan.

Sesuai dengan penelitian Kapp (2009) menyatakan bahwa MCTL dapat

meningkatkan motivasi, menambahkan ketekunan pada siswa ketika menghadapi

kesulitan dan siswa dapat lebih mudah mentransfer pengetahuan dan keterampilan

Page 204: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 204/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

201

yang diperoleh melalui pengalaman belajar bersama. Penerapan MCTL diharapkan

dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika dan motivasi belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut. 1) Apakah implementasi MCTL

dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1

Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015 ? 2) Apakah implementasi MCTL dapat

meningkatkan motivasi belajar Fisika siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1

Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015? 3) Bagaimanakah tanggapan siswa kelas

XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015 terhadap

implementasi MCTL dalam pembelajaran Fisika?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (classroom

action research) yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan motivasi, dan

 prestasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun

 pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus

terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observsi/evaluasi, dan refleksi. Siklus I terdiri dari tiga kali pertemuan untukmembahas materi gerak harmonik sederhana, satu kali pertemuan untuk tes akhir

siklus. Siklus II terdiri dari 3 kali pertemuan untuk membahas materi impuls dan

momentum,1 kali pertemuan untuk tes akhir siklus.

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah semua siswa kelas XI MIPA 4

SMA Negeri 1 Tampaksiring semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, yang berjumlah

37 orang yang terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan 19 orang siswa perempuan.

Data prestasi belajar siswa dikumpulkan melalui pemberian tugas terstruktur (PR),

lembar kerja siswa (LKS), kuis, dan tes di akhir siklus. Data motivasi belajar siswa

dikumpulkan dengan menggunakan angket  motivasi belajar Fisika. Pada akhir

 pelaksanaan tindakan, siswa diberikan kuisioner yang berfungsi untuk menggali

tanggapan siswa terhadap penerapan MCTL selama proses pembelajaran di kelas.

Page 205: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 205/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

202

Data prestasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan

menentukan nilai prestasi belajar siswa yang diperoleh melalui LKS, kuis, tugas-

tugas, dan tes akhir siklus. Skor-skor yang telah diperoleh pada masing-masing

 penilaian dikonversi dalam skala 100. Siswa dikatakan tuntas jika KK  85%. Hal ini

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh SMA Negeri 1 Tampaksiring yaitu

kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran fisika adalah 78. Data

motivasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor rata-rata motivasi

 belajar, mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI). Tanggapan siswa terhadap

 penerapan MCTL dikumpulkan dengan kuisioner atau angket tanggapan siswa.

Angket yang digunakan yaitu model skala Likert dengan pilihan sangat setuju (SS),

setuju (S), ragu-ragu (R), kurang setuju (KS) dan tidak setuju (TS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Siklus I

Tabel 4.1 Deskripsi Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa pada Akhir Siklus I

Deskripsi  Kognitif Siswa Siklus I 

Rata-Rata 77

Standar Deviasi 3,22

 Nilai Terendah 68

 Nilai Tertinggi 83

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar

fisika siswa untuk aspek kognitif pada siklus I adalah sebesar 77.

Secara klasikal nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa berkategori baik.

Karena memakai rentangan nilai pada kurikulum 2013, nilai B bervariasi ada yang

mendapat B+, B-, dan B, namun masih tetap dikatakan berkategori baik. Jika nilai

rata-rata ini dibandingkan dengan nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa sebelum

tindakan siklus I, di mana untuk nilai rata-rata sebelum tindakan siklus 1 adalah

Page 206: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 206/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

203

sebesar 76 maka di ketahui adanya peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar fisika

siswa.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh skor rata-rata motivasi siswa

sebesar 70 yang tergolong kategori tinggi.

Hasil Siklus I

Tabel 4.2 Deskripsi Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa pada Siklus I dan

Siklus II

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar

fisika siswa untuk aspek kognitif pada siklus II adalah sebesar 79. Secara klasikal

nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa berkategori baik, meskipun ada yang

mendapat B, maupun B+. Jika nilai rata-rata ini dibandingkan dengan nilai rata-rata

 prestasi belajar fisika siswa pada siklus I, maka diketahui adanya peningkatan nilai

rata-rata prestasi belajar fisika siswa.

Skor motivasi siswa yang paling banyak adalah berkategori tinggi yang

 berjumlah 32 orang. Skor rata-rata motivasi siswa pada siklus II lebih besar daripada

siklus I.Hasil analisis data skor tanggapan siswa, maka diperoleh skor rata-rata

tanggapan sebesar 57 yang berada pada kategori positif. Sebagian besar siswa merasa

senang selama mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan model Collaborative

Teamwork Learning . 

Deskripsi

Kognitif Siswa

Siklus I Siklus II

Rata-Rata 77 79

Standar Deviasi 3,22 3,71

 Nilai Terendah 68 71

 Nilai Tertinggi 83 86

Page 207: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 207/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

204

Pembahasan

Berdasarkan analisis terhadap proses pelaksanaan implementasi model

Collaborative Teamwork Learning   (MCTL) pada siklus I dan siklus II, terungkap

 bahwa pembelajaran pada siklus I terlihat belum optimal. Hal ini ditunjukkan dari

adanya beberapa kemampuan dan perilaku siswa yang belum sesuai dengan harapan.

Terdapat siswa yang belum berani mengemukakan pendapatnya dan tampak

canggung ketika menanggapi pertanyaan ataupun pada saat bertanya. Kegiatan

diskusi dalam setiap kelompok juga tampak belum optimal. Hal ini dapat dimaklumi

karena siswa belum terbiasa dengan model MCTL ini.

Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan prestasi

 belajar. Nilai rata-rata prestasi belajar pada siklus I juga sudah mencapai kategori

 baik. Peningkatan prestasi belajar fisika siswa sebelum siklus sampai akhir siklus I,

yaitu dari 76 menjadi 77. Pada siklus I prestasi belajar siswa belum mencapai

ketuntasan klaksikal.

Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan model yang diterapkan.

Untuk Skor motivasi pada siklus I sebesar 70 yang berkategori tinggi. Berarti siswa

sudah memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti pelajaran Fisika. Sebelumditerapkan MCTL, siswa sedikit minatnya untuk belajar Fisika, motivasi siswa rendah

dalam mengikuti pelajaaran Fisika. Secara umum terjadi peningkatan secara klasikal

 baik dari motivasi maupun pestasi belajar fisika siswa. Namun peningkatan tersebut

 belum optimal, ketidakoptimalan yang terjadi pada siklus I ini kemudian dijadikan

 bahan refleksi siklus I. Hasil refleksi siklus I tersebut kemudian dijadikan pijakan

untuk proses pembelajaran pada siklus II.

Pada pelaksanaan siklus II, kegiatan pembelajaran telah lebih dioptimalkan

sesuai dengan hasil refleksi siklus I. Secara ringkas, keseluruhan hasil refleksi pada

siklus I tersebut, yaitu 1) mengoptimalkan kerjasama kelompok yang heterogen, 2)

meminimalkan dominasi beberapa individu atau kelompok, 3) meningkatkan

motivasi belajar, 4) meminimalkan kadar pemberian tuntunan, 5) meningkatkan

Page 208: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 208/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

205

kepercayaan diri siswa dalam melakukan presentasi, 6) merancang RPP agar sesuai

dengan alokasi waktu yang tersedia. Semua hasil refleksi tersebut nantinya akan

 bermuara pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II yang diharapkan lebih baik

dari siklus I.

Upaya perbaikan yang dilakukan pada siklus II menunjukkan hasil yang

 positif. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, terungkap bahwa terjadi

 peningkatan prestasi belajar fisika siswa dari siklus I. Hasil penelitian menunjukkan

 bahwa skor rata-rata prestasi belajar siswa dari siklus I sampai siklus II, yaitu dari 77

menjadi 79 yang berkategori baik. Pada siklus II ada beberapa siswa yang belum

tuntas, namun kelas sudah dapat dikatakan tuntas karena sudah mencapai ketuntasan

klaksikal sebesar 86% berarti lebih besar dari 85%. Untuk skor motivasi juga

mengalami peningkatan, yaitu dari skor 70 menjadi 72 yang berkategorikan tinggi.

Secara umum, peningkatan prestasi belajar fisika dan motivasi belajar siswa

di kelas XI IPA 4 telah tercapai. Namun, masih terdapat beberapa kemampuan siswa

dalam menganalisis khususnya permasalahan yang ada di LKS. Hal ini menyebabkan

tingginya tingkat tuntunan guru dalam menuntun siswa, dalam memberikan

 penjelasan. Namun, permasalahan tersebut sudah mulai diatasi pada siklus II, pengurangan tuntunan dalam upaya meningkatkan kemandirian siswa dalam proses

 pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif yang

 berpusat pada siswa. Selain itu, skor rata-rata motivasi belajar siswa berada pada

kategori tinggi. Namun, jika dilihat sebaran skor motivasi siswa, maka diketahui

 jumlah siswa yang memiliki tingkat motivasi sangat tinggi mengalami penurunan.

Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah siswa yang memiliki motivasi tinggi dan

 penurunan jumlah siswa dengan tingkat motivasi cukup tinggi. Hal ini disebabkan

oleh materi yang dibahas cukup mudah dimengerti dan sedikit persamaan-persamaan,

sehingga siswa kurang tertantang dalam belajar.

Sesuai dengan pandangan kontruktivis, dalam pelaksanaan MCTL ini, siswa

merupakan pusat kegiatan belajar yang mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Page 209: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 209/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

206

Pembelajaran MCTL yang bersifat student centered  serta pemberdayaan pengetahuan

awal siswa dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini terjadi karena konsep yang

dibelajarkan telah terkait dengan fenomena yang sesuai dengan pengetahuan awal

siswa. Hal ini mampu menambah kebermaknaan belajar dan meningkatnya motivasi

 belajar siswa. Selain itu, terkait dengan MCTL Gupta (2008) menyatakan rekan

kolaborasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, walaupun tergantung pada

faktor-faktor kompleks seperti usia, tingkat kemampuan, motivasi, kepercayaan diri,

gender dan tugas. Senada dengan penelitian Kapp (2009) menyatakan bahwa MCTL

dapat meningkatkan motivasi, Selain itu, juga dapat meningkatkan kinerja, prestasi

dan keakraban mereka dalam satu regu (kelompok).

Secara keseluruhan, hasil analisis baik secara teoritis maupun operasional dari

implementasi MCTL, ternyata mendukung keberhasilan penelitian tindakan kelas ini.

Penelitian ini tergolong berhasil meningkatkan prestasi dan motivasi belajar fisika

siswa di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015

karena mampu mencapai indikator peningkatan dan memenuhi kriteria keberhasilan

 prestasi belajar dengan kategori baik dan motivasi belajar dengan kategori tinggi.

Terkait dengan tanggapan siswa kelas XI MIPA 4 terhadap implementasimodel pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa sebanyak 5% siswa memberikan

tanggapan sangat positif, sebanyak 84% memberikan tanggapan positif, dan sisanya

sebanyak 11% cukup positif. Selain itu, sebagian besar siswa menyarankan agar

MCTL tetap diterapkan dalam pembelajaran fisika di kelas mereka.

Selain keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai dengan penerapan MCTL

di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015, perlu

 juga dibahas kendala yang ditemui. Kendala yang dihadapi dalam implementasi

MCTL, siswa sudah memiliki LKS dan buku dari sekolah, namun siswa malas untuk

membaca. Hanya beberapa siswa yang membaca, sehingga perlu adanya tuntunan

dari guru berupa penyampaian konsep-konsep penting. Namun, disadari bahwa

 pemberian tuntunan yang berlebihan menyebabkan kemandirian siswa menjadi tidak

Page 210: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 210/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

207

optimal dan juga pemberian tuntunan ini pada dasarnya tidak dapat menggantikan

fungsi buku sebagai bahan ajar yang lebih lengkap.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

 Pertama, implementasi model Collaborative Teamwork Learning   dalam

 pembelajaran fisika dapat meningkatkan prestasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA

4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat

 berdasarkan nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa pada siklus I dan siklus II.

 Kedua, implementasi model Collaborative Teamwork Learning   dalam

 pembelajaran fisika dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA

4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat

 berdasarkan skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa pada siklus I dan siklus II.

 Ketiga, tanggapan siswa terhadap implementasi model Collaborative

Teamwork Learning  dalam pembelajaran fisika di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1

Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran fisika berada padakategori positif dengan skor rata-rata sebesar 57.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas

ini, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.

 Pertama, model Collaborative Teamwork Learning   dapat digunakan guru

fisika sebagai salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar fisika

siswa di kelas-kelas yang memiliki masalah yang sama dengan yang teridentifikasi

oleh peneliti di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran

2014/2015.

 Kedua, bagi praktisi pendidikan yang ingin melaksanakan penelitian tindakan

kelas dengan model Collaborative Teamwork Learning   diharapkan memperhatikan

Page 211: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 211/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

208

hasil refleksi dalam penelitian tindakan kelas ini, yang meliputi 1) penyesuaian

kegiatan belajar dengan alokasi waktu yang tersedia, dan 2) perancangan pelaksanaan

kegiatan belajar dan perangkat pembelajaran yang baik sehingga pembelajaran

menjadi efektif.

 Ketiga, model pembelajaran Collaborative Teamwork Learning   cocok

diterapkan dalam pembelajaran fisika karena sesuai dengan tuntutan Kurikulum 13

yang menekankan proses pendidikan pada pendekatan saintifik .

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. 2008. High perfomance cooperative learning.  Artikel . Tersedia pada

http://www.anderson.ucla.edu/smith/htm. Diakses pada tanggal 9 September

2014.

Colvin, A. C. 2007. Managing innovation: how collaborative design visualitation can

facilitate teamwork.  International conference on engineering and product

design education. 1-6. Tersedia pada http://www. [email protected].

Diakses pada tanggal 6 September 2014.

Frances, M. 2008. Stages of group development-A PCP approach. Personal construct

theory and practice. 8. 10-18. Terdapat pada http://www.pcp-net.org/journal/pctp08/frances08.pdf.Diaksespada tanggal 5 September 2014. 

Kapp, E. 2009. Improving student teamwork in a collaborative project-based course.

 Journal of college teaching. 57 (3). 139-143. Terdapat pada

http://heldref.metapress.com/openurl.asp?genre=article&id=doi:10.3200/CTC

H.57.3.139-143. Diakses pada tanggal 16 September 2014.

Mulyasa. 2006.  Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Suma, I K. 2010. Efektivitas Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Peningkatan

Pengusaan Konten dan Penalaran Ilmiah Calon Guru Fisika.  Jurnal

 Pendidikan dan Pengajaran. 43(6). 47-55.

Page 212: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 212/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

209

PENINGKATAN KOMPETENSI DAN PROFESIONAL GURU

MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Drs. Pande Wayan Bawa, M.SiIKIP PGRI BALI

ABSTRAC

The tutorship is a professional position, because it has fulfilled the criteria likethe tutorship has involved intellectual activities, has a special torso, requires long

 preparations for the lap, require continuous in-service training, a life and career about

membership permanent, raw determine behavior, and also adopt codes and service of

conduct are adhered to by its members. 

To increase the effort to competence and profesionalism of teacher performance should be sustainable. Recognition of competence and professionalismis not enough market by the acquisition of teaching certificate, but is accompanied by

a continous self-development and coaching that will not cease from various

stakeholders.

One effort that can be done immediately and bring the double benefit is the

class action research. That is realistic pragmatic so as to resolve the various problems

that exist in both the learning prosess, in class or lab. Classromm action researchthrough the issues of education and learning can be assessed, omproves and

cimpleted. So the process of normative education and learning can be realised

optimally.

Key Words : Pr ofessional , Classroom Acti on Research

I.  Pendahuluan

Permasalahan yang masih perlu diatasi dalam penyelenggaraan pendidikan

nasional adalah rendahnya kualitas hasil pendidikan. Tudingan pun diarahkan pada

Guru sebagai penyebabnya, pertama mengingat peran strategis guru sebagai ujung

tombak pelaksanaan pembelajaran. Rendahnya pencapaian hasil pendidikan

dipengaruhi kinerja guru yang rendah, dan kinerja itu sendiri dipengaruhi oleh

 pemilikan kompetensi guru rendah pula. Sebagai penjabaran tuntutan profesionalisme

kerja, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional

 Nomor 16 Tahun 2007 yang memuat tentang Standar Minimal kualifikasi dan

kompetensi guru.

Page 213: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 213/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

210

Peraturan yang tertuang dalam Permendiknas di atas perlu dipahami sebagai

hal yang terbuka dan dinamis. Artinya, kemampuan guru bukan merupakan hal yangstatis, sebaliknya mengandung tuntutan agar senantiasa mengembangkan diri,

meningkatkan kompetensi dan profesionalisme kerja. Menurut Iskandar Agung,

 pengakuan telah memenuhi kompetensi melalui pemberian sertifikat pendidik pun

 bukan merupakan alasan guru harus puas terhadap hasil yang dicapainya, melainkan

 perlu menunjukkan tindakan pengembangan diri secara berkelanjutan. (2014:4).

Upaya peningkatan kompetensi dan professional kinerja guru harus dilakukan

secara berkelanjutan. Pengakuan kompetensi guru dan professional tidak cukup hanya

ditandai dengan perolehan sertifikasi pendidik, melainkan disertai upaya

 pengembangan diri terus menerus dan pembinaan yang tidak henti-hentinya dari

 berbagai pihak yang terkait. Untuk meningkatkan kompetensi dan professional guru

dalam menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi saat menjalankan

tugasnya, salah satunya dapat dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK),

 baik secara mandiri oleh guru yang bersangkutan maupun secara berkolaboratif

(sesama guru). Hal ini sejalan dengan pendapat, Sudarwan Danim (2011), yang

mengatakan untuk meningkatkan kompetensi dan professionalism guru bisa ditempuh

melalui program penelitian untuk menguji dan mengakses kemampuan

 profesionalnya.

Melalui PTK, masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji,

ditingkatkan dan dituntaskan sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang

inovatif dan hasil belajar yang optimal dapat diwujudkan secacra sistematis. PTK

menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan

masalah pembelajaran. Sebab pendekatan penelitian ini menempatkan guru sebagai

 peneliti sekaligus sebagai agen perubahan (Masnur Muslich, 2009:6).

Dengan cara demikian, para guru tidak lagi dianggap sekedar sebagai

 penerima pembaharuan yang diturunkan dari atas, tetapi guru bertanggung jawab dan

Page 214: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 214/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

211

 berperan aktif untuk menghubungkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri

melalui penelitian tindakan dalam proses pembelajaran yang dikelolanya.Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:

1.  Apakah jabatan guru merupakan jabatan professional?

2.  Bagaimanakah konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas itu?

3.  Apakah melalui Penelitian Tindakan Kelas dapat meningkatkan kompetensi

dan professional guru?

II.  Pembahasan

2.1. Jabatan Guru merupakan jabatan profesional

Profesi guru menuntut keprofesionalan. Karena itu jabatan guru merupakan

 jabatan professional yang pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Sebagai

 professional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dam keterampilan

terus menerus. Sebagai jabatan, harus dapat menjawab tantangan perkembangan

masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutahirkan. Dalam

 bersikap pun guru harus selalu mengandalkan pembaharuan sesuai tuntutan

kegiatannya.

Jabatan guru telah memenuhi kriteria jabatan professional anatara lain bahwa

 jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang

khusus, memerlukan persiapan yang cukup lama untuk memangkunya, memerlukan

latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan

keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan,

mempunyai kode etik yang dilihat oleh anggotanya.

Hal ini sejalan dengan Nasional Education Association (NEA) (1948)

menyatakan, untuk jabatan guru kriterianya seperti berikut ini:

1.  Jabatan yang melibatkan kegaitan intelektual

2.  Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus

3.  Jabatan yang memerl;ukan persiapan professional yang lama

4.  Jabatan yang memerlukan “lahitan dalam jabatan” yang berkesinambungan 

Page 215: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 215/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

212

5.  Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan ke anggotaan yang permanen

6. 

Jabatan yang memerluklan bahu (standarnya) sendiri7.  Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas kepentingan pribadi

8.  Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat

2.2. Konsep Dasar Penelitian Tidnakan Kelas (PTK)

a) Pengertian PTK

Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkan

kemampuan rational dari tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta untuk

memperbaiki kondisi dimana praktik kegaitan pembelajaran tersebut dilakukan (Raka

Joni, 1988). Sedangkan Suharsini Arikunto (2006) menjelaskan penelitian tindakan

kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kejadian belajar berupa sebuah

tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat dinyatakan PTK merupakan penelitian

yang bersifat reflektif. Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan riil yang

dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan

 pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang

terencana dan terukur. Hal penting dalam PTK adalah tindakan nyata yang dilakukan

guru untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.

Tindakan itu harus direncanakan dengan baik dan dapat diukur tingkat

keberhasilannya dalam pemecahan masalah tersebut. Jika ternyata program itu belum

dapat memecahkan masalah yang ada, maka perlu dilakukan penelitian siklus

 berikutnya untuk mencoba tindakan lain (alternatif pemecahan yang lain sampai

 permasalahan dapat diatasi).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa dalam kegaiatn PTK, guru merupakan

faktor utama yang harus memainkan perannya secara baik. Guru dintuntut memiliki

Page 216: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 216/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

213

kepekaan terhadap setiap permasalahan dalam proses bealjar mengajar. Tanpa

kepekaan guru sulit menemukan permasalahan yang layak untuk diteliti ataudiperbaiki.

b) Empat Langkah Utama PTK

PTK dapat dilaksankan melalui empat langkah utama yaitu: perencanaan,

tindakan, observasi dan refleksi (Susilo, 2009)

(1) Perencanaan (Planning ) 

Kegiatan perencanaan mencakup (a) Identifikasi masalah, (b) analisis

 penyebab adanya masalah, dan (c) pengembangan bentuk tindakan (aksi) sebagai

 pemecahan masalah.

Untuk keperluan identifikasi masalah dalam PTK, ada beberapa hal yang

harus disepakati antara lain, (1) masalah harus benar-benar terjadi dan dirasakan oleh

guru pada saat melaksanakan tugas, (2) problematika, artinya masalah perlu

dipecahkan berkaitan dengan tanggung jawab, kewenangan dan tugas seorang guru.

(3) memiliki manfaat yang jelas, artinya pemecahan masalah yang dilakukan akan

memberikan manfaat yang jelas bagi siswa dan guru karena ada kemungkinan kalau

masalah tidak segera diatasi akan mengganggu penguatan kompetensi berikutnya

dalam proses pembelajaran yang mempunyai sifat berkesinambungan dan (4) dapat

dipecahkan oleh guru selaku pelaksana penelitian tindakan kelas.

Setelah guru menemukan masalah, perlu segera melakukan langkah

identifikasi penyebab munculnya masalah. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan

analisis terhadap penyebab adanya masalah yang akan dijadikan landasan berpikir

untuk mencari alternatif suatu tindakan yang dapat dikembangan sebagai bentuk

solusi atau pemecahan masalah.

(2) Tindakan

Page 217: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 217/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

214

Dalam menentukan bentuk tindakan yang dipilih perlu

mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai beriktu: (a) Apakah tindakanyang dipilih telah mempunyai landasan berpikir yang mantap, baik secara kajian

teoritis maupun konsep?, (b) Apakah altenatif tindakan yang dipilih dipercaya dapat

menjawab permasalahan yang muncul?, (c) Bagaimana cara melaksanakan tindakan

dalam bentuk strategi langkah-langkah setiap siklus dalam proses pembelajaran di

kelas? Dan (d) Bagaimana cara menguji tindakan sehingga dapat dibuktikan telah

terjadi perbaikan kondisi dan peningkatan proses dalam kegiatan pembelajaran di

kelas yang diteliti.

Jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas disebut

hipotesis tindakan, yakni alternatif tindakan yang dipandang paling tepat atau

dipercaya oleh peneliti akan mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

Setelah ditetapkan bentuk tindakan yang dipilih sesuai dengan rencana

 pelaksanaan tindakan, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan

tindakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang

sudah dibuat oleh guru.

(3) Observasi

Kegiatan observasi dalam PTK dilakuakan untuk mengetahui dan

memperoleh gambaran lengkap secara obyektif tentang perkembangan proses

 pembelajaran, dan pengaruh dari tindakan yang praktis terhadap kondisi kelas dalam

 bentuk data. Atau bisa dikatakan sebagai kegiatan merekam informasi dampak dari

 pelaksanaan tindakan, baik dengan atau tanpa alat bantu. Data yang dihimpun melalui

 pengamatan ini meliputi data kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan indikator-

indikator yang telah ditetapkan. Pengambilan data harus bersifat multiple data

collection, jangan hanya menggunakan satu instrument saja. Kegiatan pengambilan

data dapat dilakukan diantaranya dengan cara; obsevasi, wawancara, angket, jurnal,

dokumentasi maupun nilai ulangan tes.

Page 218: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 218/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

215

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data berkaitan

dengan observasi ini adalah (1) jenis data yang di himpun memang diperlukan dalamrangka implementasi tindakan perbaikan, (2) indikator-indikator yang ditetapkan

harus tergambar pada perlaku-perilaku siswa dan guru secara terukur, (3) kesesuaian

 prosedur pengambilan data dan (4) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.

(4) Refleksi

Refleksi dilakukan untuk mengadakan upaya evaluasi yang dilakukan guru

dan tim pengamat dalam PTK. Refleksi dilakukan dengan cara berdiskusi terhadap

 berbagai masalah yang muncul di kelas penelitian yang diperoleh dari analisis data

sebagai bentuk dari pengaruh tindakan yang telah dirancang. Pada kegaiatn refleksi

ini juga ditelaah aspek-aspek mengapa, bagaimana dan sejauh mana tindakan-

tindakan yang dilakukan mampu memperbaiki masalah secara bermakna.

Berdasarkan masalah yang muncul pada refleksi hasil perlakuan tindakan pada siklus

 pertama, maka akan ditentukan oleh peneliti apakah tindakan yang dilaksanakan

sebagai pemecahan masalah sudah mencapai tujuan atau belum. Melalui refleksi

inilah maka peneliti akan menentukan keputusan untuk melakukan siklus lanjutan

ataukah berhenti karena masalahnya telah terpecahkan. Misalnya target yang

ditetapkan, anak harus mendapat nilai 70, ternyata hasil pada siklus pertama baru

mencapai nilai 68, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada siklus ke dua.

c) Struktur Laporan Penelitian

Menurut Sarwiji Suwandi, Laporan penelitian terdiri dari tiga bagian, bagian

awal, bagian pokok dan bagian akhir. (2010:64). Berikut ini dikemukakan salah satu

contoh struktur atau format penelitian

Bagian Awal

LEMBAR JUSUL PENELITIAN

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

Page 219: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 219/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

216

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (JIAK ADA)DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

DAFTAR LAMPIRAN

Bagian Pokok

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.2. Temuan Hasil Penelitian Relevan

2.3. Kerangka Berpikir

2.4. Hipotesis Tindakan

BAB III: METODE PENELITIAN

3.1. Setting Penelitian

3.2. Subyek Penelitian

3.3. Data dan Sumber Data

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.5. Validasi Data

3.6. Teknik Analisis Data

3.7. Indikator Kinerja

3.8. Prosedur Penelitian

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

a) Perencanaan

Page 220: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 220/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

217

 b) Tindakan

c) Pengamatand) Refleksi

4.2 Hasil Penelitian Siklus II

a) Perencanaa

 b) Tindakan

c) Pengamatan

d) Refleksi

4.3. Hasil Penelitian Siklus III

a) Perencanaa

 b) Tindakan

c) Pengamatan

d) Refleksi

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

BAB V : SIMPULAN

5.1 Simpulan

5.2 Saran

Bagian Akhir

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

2.3. Melalui PTK Dapat Meningkatkan Kompetensi Dan Profesional Guru

Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, dan undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang

Gguru dan dosen, peningkatan kompetensi guru menjadi isu strategis dalam rangka

Page 221: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 221/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

218

meningkatkan mutu pendidikan. Bahkan menurut peraturan pemerintah RI jomor 19

tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain kualifikasi, guru sebagaitenaga pendidik juga dituntut untuk memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan

tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan. Dalam hal ini kemampuan meningkatkan

kompetensi akademik di bidang penelitian serta juga menjadi satu keharusan yang

tidak bisa dilupakan oleh setiap tenaga pengajar dan tenaga kependidikan lainnya.

Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu indikator kongkrit dari

 peningkatan kompetensi tersebut.

Secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen pembaharuan,

guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan hasil

evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya.

Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru, dapat dilihat dari

 pemahaman dan penerapan guru tentang penelitian tindakan kelas (PTK). PTK sangat

mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya

adalah peningkatan kualitas pendidikan. Karena dalam proses pembelajaran, guru

adalah praktisi dan teorisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas

 pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni yang semakin pesat. Perkembangan ipteks mengisyaratkan

 penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan,

sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan

sekolah tempat guru itu mengajar. Selain itu PTK juga merupakan alat atau prasarana

yang ampuh untuk meningkatkan keprofesionalan guru.

III. Simpulan

Berdasarkan uraian diatas dibawah ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

3.1. Guru meruapkan jabatan professional, mengingat jabatan guru telah memenuhhi

kriteria jabatan professional antara lain, jabatan itu melibatkan kegiatan

intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan

yang cukup lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang

Page 222: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 222/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

219

 bereksinambungan, merupakan karier cukup dan keanggotaan yang permanen,

menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan dan mempunyai kodeetik yang ditaati oleh anggotanya.

3.2. Penelitian TIndakan Kelas (PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif.

Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru

dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan alternatif pemecahan

masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terencana

dan terukur.

3.3. Penelitian Tindakan Kelas perlu dikuasai oleh guru sebagai salah satu sarana

untuk meningkatkan kompetensi dan keprofesionalan guru, melalui

 peningkatan kinerja, tertama peningkatan proses dan hasil pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Asef Uniar Fakhruddin. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakart: Penerbit Diva Press.

Iskandar Agung. 2014. Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Penerbit BeeMedia Pustaka.

Mahmud Khalifah. 2009. Menjadi Guru Yang Dirindu. Surakarta: Ziyad Visi Media.

Masnur Muslich. 2009. Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

 Nasional Education Association.1948. Division of Field Service. Dalam Institute on

Professional and Publik Relation. Washington DC: The Association.

Raka Joni, T. 1988. Konsep Dasar Peneltian Tindakan Kelas (Classroom ActionResearch). Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah

Depdikbud.

Sarwiji Suwandi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Karya Ilmiah.Surakarta: Yuma Pustaka.

Soetjipta. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Page 223: Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

7/17/2019 Jurnal Widyandari Bulan April Tahun 2015

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-widyandari-bulan-april-tahun-2015 223/223

 Nomor 17 Tahun XI April 2015

ISSN 1907-3232

Sudarwan Danim. 2011. Pengembangan Profesi Guru Dari Pra Jabatan, Induksi keProfesional Madani. Jakarta: Kencana.

Suharsini Arikunto. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Susilo. 2009. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka BookPublisher.