Jurnal Unjati 16

download Jurnal Unjati 16

of 13

description

Jurnal Unjati

Transcript of Jurnal Unjati 16

  • PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING

    Wijaya Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

    ABSTRAK

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai kadar air gabah terhadap komponen mutu fisik beras yang dihasilkan saat penggilingan.

    Percobaan dilaksanakan di Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Kota Cirebon, pada bulan Juni 2005. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah gabah dari hasil panen padi Kultivar Ciherang dengan kadar air sesuai perlakuan (18 %, 16 %, 14 %, 12 %, 10 % dan 8 %), tampah tempat menjemur gabah, kantong plastik, kertas label dan alat tulis. Alat-alat yang akan digunakan meliputi penggilingan beras Mini Rice Mill 3 in 1, moisture tester dan timbangan.

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan. Rancangan percobaan yang diterapkan adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang diteliti yaitu kadar air gabah saat penggilingan yang terdiri dari 6 taraf atau perlakuan, yaitu : (1) k1 = kadar air 8 %, (2) k2 = kadar air 10 %, (3) k3 = kadar air 12 %, (4) k4 = kadar air 14 %, (5) k5 = kadar air 16 %, dan (6) k6 = kadar air 18 %. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Persentase butir patah dan butir menir secara bersama-sama dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah saat digiling. Persentase butir patah minimum sebesar 5,96 % diperoleh pada kadar air gabah 13,5 %, sedangkan persentase butir menir minimum sebesar 1,36 % diperoleh pada perlakuan 12,7 %, (2) Persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala secara bersama-sama dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah saat digiling. Persentase butir utuh maksimum sebesar 77,78 % diperoleh pada kadar air gabah 13,3 %, persentase butir patah besar maksimum sebesar 6,36 % diperoleh pada kadar air gabah 13,2 %, sedangkan persentase butir kepala maksimum sebesar 84,13 % diperoleh pada perlakuan 13,2 %, dan (3) Kadar air gabah yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,2 % akan menurunkan hasil beras kepala. PENDAHULUAN

    Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang sangat penting di Indonesia, karena beras merupakan makanan pokok hampir sebagian besar rakyat Indonesia. Sejalan dengan pertambahan penduduk, yaitu sekitar 2% per tahun, maka kebutuhan akan beras meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi dari tahun ke tahun (Suparyono dan Agus Setyono, 1993). Selain untuk memenuhi kecukupan pangan (beras), peningkatan hasil padi terkait erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani dan pemerataan kesempatan kerja. Peningkatan tidak hanya ditekankan kepada aspek kuantitas, tetapi dibarengi dengan peningkatan terhadap kualitas beras yang dihasilkan.

    Peningkatan kuantitas dan kualitas beras dapat dilakukan melalui perbaikan penanganan pada saat pra panen, panen dan pasca panen secara terintegrasi. Penanganan pada saat pra panen selain bertujuan untuk meningkatkan

    kuantitas dan kualitas gabah (beras), juga ditujukan untuk menekan kehilangan hasil baik akibat pengaruh musim yang kurang menguntungkan maupun akibat serangan organisme pengganggu tanaman serta penggunaan sarana produksi yang tidak optimal. Upaya ini dilakukan dengan menerapkan teknologi budidaya yang terangkum dalam 10 unsur paket teknologi secara benar.

    Penanganan pada saat panen dengan tujuan untuk menekan kehilangan hasil dan meningkatkan kualitas hasil, dilakukan melalui pemanenan pada waktu, cara serta penggunaan alat yang tepat. Kehilangan pasca panen padi dapat digolongkan kedalam kehilangan kuantitatif dan kehilangan kualitatif. Kehilangan kuantitatif berupa susut padi (beras) selama proses pasca panen karena rontok, tercecer, serangan hama dan rusak akibat penanganan yang kurang tepat, terjadi pada setiap tahap. Dalam proses pemberasan, kehilangan ini tercermin dari penurunan rendemen beras.

    1

  • Kehilangan kualitatif, berupa penurunan mutu karena terjadi kerusakan maupun kontaminasi benda asing, juga terjadi pada setaip tahap proses pemberasan. Susut kualitatif, berupa mutu gabah dan beras yang rendah, lebih terasa langsung oleh konsumen, pedagang maupun produsen dibanding dengan susut kuantitatif, namun demikian angka tersebut belum banyak diungkapkan. Menurut Soemardi dan Ridwan Thahir (1991), mutu giling beras merupakan faktor penting yang menentukan klasifikasi mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai kriteria, yaitu rendemen beras giling, rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras. Mutu beras, rendemen, mutu gabah dan kehilangan bobot saling berkaitan selam proses pemberasan. Mutu beras ditentukan oleh mutu gabah sewaktu digiling, derajat sosoh dan kondisi penggilingan serta sifat varietas. Sedangkan mutu gabah kering giling ditentukan mutu gabah kering panen serta proses pengeringan dan penyimpanan. Rendemen dan mutu beras hasil giling akan rendah jika mutu gabah rendah.

    Berbagai upaya yang dilakukan pada saat pra panen dan panen untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil padi (beras), akan kurang bermakna jika tidak diikuti oleh pengamanan hasil panen melalui penerapan teknologi pascapanen. Teknologi pascapanen yang tepat dapat mengamankan hasil panen dan mengolah hasil menjadi komoditas bermutu, siap dikonsumsi dan dapat meningkatkan dayaguna hasil (Soemardi dan Ridwan Thahir, 1991).

    Kegiatan pada pascapanen padi terdiri dari rangkaian kegiatan yang dimulai dengan kegiatan perontokan gabah dari malainya, pembersihan, pengangkutan, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, penggilingan, distribusi sampai pemasaran baik dalam bentuk gabah kering maupun beras. Untuk keperluan penyimpanan dan penggilingan, gabah perlu pengeringan untuk menurunkan kadar airnya. Di Indonesia, pengeringan gabah dengan penjemuran langsung dengan sinar matahari masih umum dilakukan oleh sebagian besar petani, KUD dan swasta. Pengeringan merupakan salah satu tahap kegiatan dalam penanganan pascapanen padi yang sangat menentukan mutu beras. Keterlambatan atau proses pengeringan yang tidak sempurna dari gabah hasil panen akan menyebabkan turunnya mutu beras giling yang

    ditunjukkan oleh tingginya butir pecah, butir kuning, butir rusak serta turunnya rendemen. Proses pengeringan di pedesaan umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional yaitu penjemuran di bawah panas matahari dengan alas tikar/terpal/plastik di halaman atau tanggul saluran/jalan. Selama penjemuran gabah dibiarkan di lapangan sedang bila turun hujan atau malam hari cukup ditutupi karung atau plastik (Mochammad Ismail dan Endro Wahyu Tjahjono, 2001). Selanjutnya Soemardi (1982), menyatakan bahwa pengeringan gabah dengan penjemuran menyebabkan kadar beras pacah dan susut bobot lebih tinggi dibandingkan penjemuran dengan mesin pengering.

    Soemardi dan Ridwan Thahir (1991) mengemukakan bahwa, dalam proses penggilingan gabah, rendahnya rendemen dan tingginya kadar beras pecah masih menjadi masalah di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan karena kondisi mutu gabah yang kurang optimal. Mutu gabah saat digiling terutama ditentukan oleh kadar air gabah. Pada kadar air yang tinggi, gabah relatif lunak dan akan diperlukan energi yang lebih banyak untuk menghasilkan beras pecah kulit, serta tingginya beras patah saat penyosohan. Sebaliknya kadar air gabah yang terlalu rendah menyebabkan banyaknya gabah yang retak, sehingga meningkatkan jumlah beras patah saat penggilingan. Dengan demikian, tinggi rendahnya kadar air dalam gabah saat digiling akan mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan. Selanjutnya mutu beras akan menentukan nilai jual kepada konsumen.

    Berdasarkan uraian di atas tentang pentingnya penentuan kadar air gabah yang tepat pada saat penggilingan, sehingga diperoleh mutu fisik beras yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh berbagai kadar air gabah terhadap mutu fisik beras yang dihasilkan saat penggilingan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai kadar air gabah terhadap komponen mutu fisik beras yang dihasilkan saat penggilingan. METODE PENELITIAN

    Penelitian dilaksanakan di beberapa tempat yaitu (1) di rumah, untuk melakukan pengeringan gabah, pengukuran kadar air gabah, pemisahan komponen beras, analisis data dan penyusunan tesis, (2) Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Kota Cirebon, untuk

    2

  • melakukan proses penggilingan serta penimbangan gabah, beras pecah kulit dan sekam, dan (3) Fakultas Pertanian Unswagatai Cirebon, untuk melakukan penimbangan komponen beras giling. Waktu Penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juni sampai Agustus 2005. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah gabah dari hasil panen padi Kultivar Ciherang dengan kadar air sesuai perlakuan (18 %, 16 %, 14 %, 12 %, 10 % dan 8 %), tampah tempat menjemur gabah, kantong plastik, kertas label dan alat tulis. Alat-alat yang akan digunakan meliputi penggilingan beras Mini Rice Mill 3 in 1, alat pengukur kadar air (moisture tester) dan timbangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan. Rancangan percobaan yang diterapkan adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang diteliti yaitu kadar air gabah saat penggilingan yang terdiri dari 6 taraf atau perlakuan, yaitu : k1 = kadar air 8 % k2 = kadar air 10 % k3 = kadar air 12 % k4 = kadar air 14 % k5 = kadar air 16 % k6 = kadar air 18 % Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Pelaksanaan percobaan terdiri dari tahapan kegiatan : persiapan bahan dan alat percobaan, pengeringan gabah secara alami, penggilingan gabah dengan kadar air sesuai perlakuan, dan penimbangan komponen kualitas beras giling. Bahan yang diperlukan yaitu gabah kering panen dari kultivar Ciherang yang berumur 110 hari setelah tanam. Untuk setiap perlakuan kadar air, digunakan gabah sebanyak 1,5 kg yang telah ditampih (dibersihkan dari kotoran). Gabah yang telah bersih dari kotoran, ditaruh dalam wadah tampah untuk kemudian dikeringkan dengan menggunakan panas matahari sebagai energi pengeringan. Tinggi gabah saat pengeringan yaitu 1,5 cm. Setelah dicapai kadar air sesuai perlakuan, gabah digiling. Selama proses penggilingan gabah untuk menghasilkan beras, dilakukan pemisahan terhadap komponen pecah kulit dan sekam, dedak, butir utuh, butir besar, butir patah, menir, butir hijau dan butir gabah. Komponen beras tersebut kemudian ditimbang dan dipersentasekan terhadap bobot beras pecah kulit sebelum disosoh.

    Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan penunjang dan pengamatan utama. Pengamatan penunjang hanya dilakukan terhadap rendemen beras giling. Pengamatan utama terhadap mutu fisik beras giling yang meliputi : (1) Persentase Menir, yaitu persentase beras

    pecah berukuran sama atau kurang dari 2/10 ukuran beras utuh.

    (2) Persentase Butir Patah, yaitu persentase beras pecah dengan ukuran panjang lebih kecil dari 6/10 tetapi lebih besar dari 2/10 beras utuh.

    (4) Persentase Butir Patah Besar, yaitu persentase beras pecah dengan ukuran panjang sama atau lebih besar dari 6/10 tetapi kurang dari 10/10 beras utuh.

    (5) Persentase Butir Utuh. (6) Persentase Butir Kepala, yaitu persentase

    dari butir utuh dan butir patah besar. Analisis hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan : Analisis Ragam Multivariat, digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan kadar air terhadap variabel respon yang diamati. Analisis ini dilakukan terhadap pengamatan utama. Analisis ragam multivariate didasarkan pada model linear sebagai berikut (Vincent Gaspersz, 1991) : Yij1 = + ti + ij Yij2 = + ti + ij Yij3 = + ti + ij Yij4 = + ti + ij Yij5 = + ti + ij dimana : Yij = Hasil pengamatan = Rata-rata umum ti = Pengaruh perlakuan kadar air ke-i pada

    ulangan ke-j ij = Pengaruh galat percobaan Untuk mengetahui pengaruh perlakuan kadar air terhadap seluruh variabel respon yang diuji digunakan statistik Lambda ( ) Wilks dengan formula : Determinan Matriks Galat

    = Determinan Matriks Total Nilai dibandingkan dengan nilai pembanding U-tabel Kaidah Pengujian : 1. Jika < U( ; P ; dbP ; dbG) maka terdapat

    pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diuji terhadap seluruh variabel respon.

    3

  • b1, b2 = Koefisien regresi 2. Jika U( ; P ; dbP ; dbG) maka tidak terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diuji terhadap seluruh variabel respon.

    X = Variabel independen (kadar air) Nilai b0, b1 dan b2 beserta pengujiannya, ditentukan dengan Metode Kuadrat Terkecil menggunakan bantuan program statistik SPSS 10,0. Nilai maksimum/minimum diperoleh pada nilai X yang memenuhi dy/dx = 0.

    dimana : = Taraf Nyata ( = 0,05) P = Banyaknya variabel respon dbP = Derajat bebas perlakuan

    dbG = Derajat bebas galat percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Apabila dari hasil pengujian

    menggunakan statistik Wilks menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diuji, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistik T2Hotelling untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata variabel respon.

    A. Pengamatan Penunjang

    Rendemen Beras Giling Rendemen beras giling merupakan persentase beras (butir utuh, butir patah besar dan butir patah) yang dihasilkan dari 100 gram bobot gabah yang digiling. Oleh karena itu, tinggi rendahnya rendemen beras giling dipengaruhi ketiga komponen butir beras tersebut. Komponen butir beras yang paling besar pengaruhnya adalah bobot butir kepala (bobot butir utuh dan butir patah besar).

    ( Ci Yi ) S1 ( Ci Yi ) T2Hotelling = ni Ci2

    dimana : Ci = Koefisien Ortogonal ke-i Yi = Jumlah Nilai Respon ke-i Apabila dikaitkan dengan preferensi

    konsumen (juga sangat menentukan besarnya harga jual), beras yang tidak mengandung butir patah lebih disukai daripada beras yang masih mengandung komponen butir patah. Bahkan pada perusahaan penggilingan beras yang cukup besar, telah dilakukan pemisahan butir utuh dari butir patah besar dan butir patah.

    S1 = Invers Matriks Peragam Galat ni = Banyaknya Ulangan

    Nilai T2Hotelling dibandingkan dengan nilai T2Tabel yaitu T2(, p, dbG), = taraf nyata, p = banyaknya variabel respon yang diperbandingkan, dan dbG = derajat bebas galat. Apabila dari hasil pengujian nilai T2 > T2(, p, dbG), maka rata-rata variabel respon menunjukkan perbedaan yang nyata, sebaliknya apabila nilai T2 T2(, p, dbG), maka maka rata-rata variabel respon tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya rata-rata rendemen beras giling berkisar dari 60,33 % sampai 67,11 %. Rata-rata rendemen beras giling mengalami peningkatan dari perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %) ke k2 (kadar air gabah 10 %), kemudian relatif mendatar sampai ke k4 (kadar air gabah 14 %). Dari perlakuan k4 (kadar air gabah 14 %) mengalami penurunan sampai pada perlakuan k6 (kadar air gabah 18 %). Keadaan ini memberikan pengertian, bahwa melalui kegiatan pengeringan (penurunan kadar air gabah dari semenjak panen) sampai suatu batas tertentu akan dicapai rendemen beras giling yang tertinggi.

    Analisis Regresi, digunakan untuk mengetahui bentuk/model hubungan antara perlakuan (kadar air gabah) dengan variabel respon yang diamati. Sebelum menggunakan model regresi tertentu, terlebih dahulu dilakukan Estimasi Kurva untuk mengetahui model regresi apa yang cocok. Model Regresi yang diperoleh dari hasil estimasi kurva tersebut, digunakan untuk menduga besarnya kadar air yang optimum, sehingga diperoleh komponen mutu beras (beras kepala) yang paling baik. Model penduga regresi yang dibangun yaitu :

    Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji perbandingan nilai rata-rata seperti disajikan pada Tabel 2, dapat dikemukakan bahwa rata-rata rendemen beras giling menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.

    Regresi Kuadratik = b0 + b1 X + b2 X2. dimana : = Regresi penduga bagi populasi b0 = Intersep

    4

  • Tabel 2. Hasil Uji Perbandingan Rata-rata Rendemen Beras Giling Menggunakan Uji LSR5%.

    No Perlakuan Rata-rata Rendemen Beras (%) 1 k1 (Kadar Air Gabah 8 %) 64,96 c 2 k2 (Kadar Air Gabah 10 %) 67,11 d 3 k3 (Kadar Air Gabah 12 %) 67,09 d 4 k4 (Kadar Air Gabah 14 %) 66,71 d 5 k5 (Kadar Air Gabah 16 %) 62,25 b 6 k6 (Kadar Air Gabah 18 %) 60,33 a

    Rendemen beras giling terendah diperoleh pada perlakuan k6 (kadar air gabah 18 %) yaitu sebesar 60,33 %, kemudian meningkat ke perlakuan k5 (kadar air gabah 16 %) dan k1 (kadar air gabah 8 %). Perlakuan k2 (kadar air gabah 10 %), k3 (kadar air gabah 12 %) dan k4 (kadar air gabah 14 %) mempunyai rendemen beras giling yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (2003), terhadap 25 unit mesin rice milling unit (RMU) komersial menunjukkan bahwa besarnya rendemen beras giling berkisar dari 64,12 % sampai 67,92 %. Selanjutnya hasil survai yang dlakukan oleh Agus Setyono dkk. (2003) terhadap beberapa pabrik penggilingan beras diperoleh data bahwa rata-rata besarnya rendemen beras giling untuk kultivar Ciherang sebesar 66,98 %. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa tinggi rendahnya rendemen beras giling sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya komponen beras kepala. Semakin meningkat bobot butir kepala, maka akan semakin meningkat pula rendemen beras gilingnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan k2 (kadar air gabah 10 %), k3 (kadar air gabah 12 %) dan k4 (kadar air gabah 14 %) mempunyai bobot butir kepala yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %), k5 (kadar air gabah 16 %) dan k6 (kadar air gabah 18 %).

    B. Pengamatan Utama

    (1) Persentase Butir Patah dan Menir

    (a) Analisis Ragam Multivariat Banyaknya butir patah dan menir didalam beras giling sangat menentukan mutu fisik beras giling. Semakin tinggi persentase butir patah dan menir, akan semakin menurunkan mutu fisik beras giling. Dari hasil

    penelitian, diperoleh rata-rata banyaknya butir patah berkisar dari 3,40 % sampai 27,80 %, sedangkan butir menir berkisar dari 0,82 % sampai 5,57 %. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian dengan Badan Urusan Logistik (2003), tentang persyaratan mutu fisik beras giling, menyebutkan bahwa banyaknya butir patah maksimal 20 % sedangkan butir menir maksimal 2 %. Berdasarkan keputusan tersebut, maka perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %) dan k6 (kadar air gabah 18 %) yang tidak memenuhi kriteria persyaratan mutu fisik beras giling. Hasil analisis ragam multivariat dengan menggunakan statistik lambda () Wilks menunjukkan bahwa perlakuan kadar air gabah memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata persentase butir patah dan butir menir. Hasil analisis ragam dan uji perbandingan rata-rata selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Dari hasil analisis ragam multivariat diperoleh nilai = 0,005, lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai tabel U(0,05 ; 2 ; 1 ; 22) = 0,762. Dengan demikian disimpulkan, bahwa persentase butir patah dan butir menir secara bersama-sama dipengaruhi oleh perlakuan kadar air. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan diantara nilai rata-rata respon dari perlakuan yang diuji, digunakan uji lanjut T2Hotelling. Dari hasil analisis diperoleh nilai T2 untuk seluruh pembanding (Oi) lebih besar dari nilai tabel T2(0,05 ; p ; dbG) = 7,264. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %), k2 (kadar air gabah 10 %), k3 (kadar air gabah 12 %), k4 (kadar air gabah 14 %), k5 (kadar air gabah 16 %) dan k6 (kadar air gabah 18 %) saling berbeda secara signifikan.

    5

  • Tabel 3. Hasil Analisis Ragam Multivariat dan Uji Perbandingan Rata-rata Persentase Butir Patah

    dan Butir Menir.

    A. Analisis Ragam Multivariat ( Wilks) : Pengamatan : Wilks U(0,05 ; 2 ; 1 ; 22)

    1 Butir Patah (%) 0,005 0,762 2 Butir Menir (%) 0,005 0,762

    B. Uji Perbandingan Rata-rata (T2Hotelling) : Nilai rata-rata Perlakuan : Butir Patah (%) Butir Menir (%)

    1 k1 (Kadar Air Gabah 8 %) 27,80 5,57 2 k2 (Kadar Air Gabah 10 %) 18,09 1,82 3 k3 (Kadar Air Gabah 12 %) 6,60 1,51 4 k4 (Kadar Air Gabah 14 %) 3,40 0,82 5 k5 (Kadar Air Gabah 16 %) 13,51 5,04 6 k6 (Kadar Air Gabah 18 %) 20,04 5,08 Pembanding T2Hotelling T2(0,05 ; p ; dbG)

    1 O1 (k1 dengan k2, k3, k4, k5, k6) 464,541 7,264 2 O2 (k2 dengan k3, k4, k5, k6) 94,874 7,264 3 O3 (k3 dengan k4, k5, k6) 82,088 7,264 4 O4 (k4 dengan k5, k6) 355,937 7,264 5 O5 (k5 dengan k6) 43,109 7,264

    Apabila dilihat dari gabungan nilai rata-rata butir patah dan butir menir, maka pada perlakuan k4 (kadar air gabah 14 %) diperoleh butir patah dan butir menir yang paling rendah, masing-masing sebesar 3,40 % dan 0,82 %. Sebaliknya pada perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %) diperoleh butir patah dan butir menir yang paling tinggi, masing-masing sebesar 27,80 % dan 5,57 %. Berdasarkan Tabel 3 juga dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan kadar air gabah yang lebih rendah dari 14 % maupun lebih tinggi dari 14 %, akan diperoleh rata-rata butir patah dan butir menir yang semakin banyak. Hal ini disebabkan karena pada kadar air gabah yang rendah, selama proses penurunan kadar air (pengeringan) akan semakin meningkatkan banyaknya butir beras didalam sekam yang retak. Didalam proses penggilingan (pengupasan dan penyosohan), butir beras yang retak tersebut cenderung menjadi patah. Sebaliknya pada kadar air

    gabah yang tinggi, gabah relatif lebih lunak dan kelekatan yang relatif lebih tinggi antara sekam dan endosperm, mempunyai potensi meningkatkan banyaknya butir patah dan butir menir. Menurut Soemardi dan Ridwan Thahir (1991), kadar air gabah sekitar 14 % merupakan kadar air optimal untuk digiling, karena menghasilkan beras pecah paling sedikit dibandingkan kadar air gabah lebih tinggi maupun lebih rendah dari 14 %.

    (b) Analisis Regresi Untuk mengetahui model atau bentuk hubungan antara perlakuan kadar air gabah dengan persentase butir patah dan butir menir, digunakan analisis regresi. Berdasarkan hasil estimasi kurva dengan menggunakan program SPSS 10,0, diperoleh model hubungan kuadratik yang paling cocok untuk menggambarkan bentuk hubungan antar variabel tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 4.

    6

  • Tabel 4. Estimasi Kurva Persentase Butir Patah dan Butir Menir

    No Model R2 F Sig. b0 b1 b2 b3 Butir Patah :

    1 Linear 0,106 2,62 0,120 25,253 -0,796 2 Kuadratik 0,908 104,17 0,000 142,972 -20,250 0,748 3 Kubik 0,908 104,17 0,000 142,972 -20,250 0,748 Butir Menir :

    1 Linear 0,024 0,54 0,469 2,091 0,093 2 Kuadratik 0,669 21,26 0,000 28,096 -4,204 0,165 3 Kubik 0,631 17,98 0,000 19,325 -2,069 0,004

    Hasil analisis dengan Program SPSS 10,0 diperoleh model regresi kuadratik untuk persentase butir patah yaitu Y4 = 142,972 20,250 X + 0,748 X2, sedangkan untuk butir menir yaitu Y5 = 28,096 4,204 X + 0,165 X2 dimana X = kadar air gabah, Y4 = persentase butir patah dan Y5 = persentase butir menir. Pada model regresi kuadratik untuk butir patah dan butir menir diperoleh koefisien regresi b2 masig-masing bernilai positif. Nilai koefisien

    b2 yang positif menggambarkan bahwa kurva kedua regresi tersebut berbentuk parabola cekung keatas. Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi dari koefisien regresi, dilakukan pengujian secara parsial terhadap koefisien regresi terbut dengan statistik t-student. Hasil pengujian koefisien regresi untuk variabel respon persentase butir patah dan butir menir, disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Hasil Pengujian Koefisien Regresi Variabel Persentase Butir Patah dan Butir Menir

    No Koefisien Nilai t Sig. R2 F Sig 1 Butir Patah b0 142,972 15,981 0,000 0,908 104,168 0,000 b1 20,250 14,029 0,000 b2 0,748 13,562 0,000

    2 Butir Menir b0 28,096 6,712 0,000 0,669 21,265 0,000 b1 4,204 6,225 0,000 b2 0,165 6,403 0,000

    Pada Tabel 5 dapat dilihat, untuk butir

    patah diperoleh nilai R2 = 0,908 dan nilai F = 104,168 dengan signifikansi sebesar 0,000. Angka ini menggambarkan bahwa persentase butir patah sangat dipengaruhi oleh kadar air gabah (sebesar 90,8 % variasi nilai persentase butir patah dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah).

    Hasil pengujian terhadap koefisien regresi dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (bersifat sangat nyata). Pada butir menir diperoleh nilai R2 = 0,669 dan nilai F = 21,265 dengan signifikansi sebesar 0,000. Pengujian terhadap koefisien regresi dengan

    uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (bersifat sangat nyata).

    Berdasarkan hasil pengujian terhadap koefisien regresi seperti disajikan pada Tabel 5 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kuadratik untuk persentase butir patah yaitu Y4 = 142,972 20,250 X + 0,748 X2, dan untuk butir menir yaitu Y5 = 28,096 4,204 X + 0,165 X2 dapat digunakan untuk peramalan atau keperluan interpolasi besarnya persentase butir patah dan butir menir pada suatu kadar air gabah tertentu.

    Sebagaimana telah dikemukakan bahwa koefisien regresi b2 pada variabel persentase butir patah maupun butir menir bernilai positif.

    7

  • Nilai koefisien b2 yang positif menggambarkan bahwa kurva kedua regresi tersebut berbentuk parabola cekung keatas. Dengan demikian, akan ada sebuah nilai minimum (persentase butir patah dan butir menir) pada suatu kadar air gabah tertentu.

    Nilai minimum suatu fungsi Y terhadap X diperoleh jika nilai dY/dX = 0. Nilai minimum untuk fungsi kuadrat bagi persentase butir patah Y4 = 142,972 20,250 X + 0,748 X2, dan untuk butir menir yaitu Y5 = 28,096 4,204 X + 0,165 X2 disajikan Pada Tabel 6.

    Tabel 6. Nilai Minimum Persentase Butir Patah dan Butir Menir

    No Variabel Respon dY / dX Nilai Min. (%) KA gabah (%) 1 Butir Patah 20,250 + 1,496 X 5,96 13,5 2 Butir Menir 4,204 + 0,330 X 1,36 12,7

    Tabel 5 memperlihatkan bahwa untuk memperoleh butir patah yang minimum diperlukan kadar air gabah sebesar 13,5 %. Persentase butir patah diperoleh pada kadar air gabah 13,5 % yaitu sebesar 5,96 %. Apabila kadar air gabah lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,5 % akan diperoleh persentase butir patah yang lebih tinggi dari 5,96 %. Persentase butir menir minimum diproleh pada kadar air gabah sebesar 12,7 %. Persentase butir menir diperoleh pada kadar air gabah 12,7 % yaitu sebesar 1,36 %. Apabila kadar air gabah lebih rendah atau lebih tinggi dari 12,7 % akan diperoleh persentase butir menir yang lebih tinggi dari 1,36 %. Berdasarkan perhitungan diferensial terhadap regresi kuadratik persentase butir patah dan butir menir seperti pada Tabel 5 , maka dapat dikemukakan bahwa untuk memperoleh persentase butir patah dan butir menir yang minimum diperlukan kadar air gabah berkisar dari 12,7 % sampai 13,5 %.

    (2) Persentase Butir Utuh, Butir Patah Besar dan Butir Kepala

    (a) Analisis Ragam Multivariat Persentase butir kepala merupakan hasil penjumlahan daru butir utuh dan butir patah besar. Tinggi rendahnya persentase butir kepala

    didalam beras giling sangat menentukan mutu fisik beras giling. Semakin tinggi persentase butir kepala, akan semakin meningkat mutu fisik beras giling. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata banyaknya butir utuh berkisar dari 55,19 % sampai 80,90 %, rata-rata butir patah besar berkisar dari 2,78 % sampai 6,95 %, dan rata-rata butir kepala berkisar dari 57,96 % sampai 87,39 %. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian dengan Badan Urusan Logistik (2003), tentang persyaratan mutu fisik beras giling, menyebutkan bahwa banyaknya butir utuh minimal 35 % sedangkan butir kepala minimal 78 %. Berdasarkan keputusan tersebut, maka hanya perlakuan k3 (kadar air gabah 12 %) dan k4 (kadar air gabah 14 %) yang memenuhi kriteria persyaratan mutu fisik beras giling. Hasil analisis ragam multivariat dengan menggunakan statistik lambda () Wilks menunjukkan bahwa perlakuan kadar air gabah memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala. Hasil analisis ragam dan uji perbandingan rata-rata selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

    8

  • Tabel 6. Hasil Analisis Ragam Multivariat dan Uji Perbandingan Rata-rata Persentase Butir Utuh, Butir Patah Besar dan Butir Kepala.

    A. Analisis Ragam Multivariat ( Wilks) : Pengamatan : Wilks U(0,05 ; 3 ; 2 ; 21)

    1 Butir Utuh (%) 0,03189 0,5321 2 Butir Patah Besar (%) 0,03189 0,5321 3 Butir Kepala (%) 0,03189 0,5321

    B. Uji Perbandingan Rata-rata (T2Hotelling) : Nilai rata-rata Perlakuan : B. Utuh (%) B. Patah Bsr (%) B. Kepala (%)

    1 k1 (Kadar Air Gabah 8 %) 55,19 2,78 57,96 2 k2 (Kadar Air Gabah 10 %) 67,11 4,30 71,40 3 k3 (Kadar Air Gabah 12 %) 76,51 6,95 83,46 4 k4 (Kadar Air Gabah 14 %) 80,90 6,50 87,39 5 k5 (Kadar Air Gabah 16 %) 67,73 4,39 72,11 6 k6 (Kadar Air Gabah 18 %) 59,96 3,52 63,48 Pembanding T2Hotelling T2(0,05 ; p ; dbG)

    1 O1 (k1 dengan k2, k3, k4, k5, k6) 422,229 10,370 2 O2 (k2 dengan k3, k4, k5, k6) 38,849 10,370 3 O3 (k3 dengan k4, k5, k6) 119,869 10,370 4 O4 (k4 dengan k5, k6) 417,010 10,370 5 O5 (k5 dengan k6) 59,458 10,370

    Dari hasil analisis ragam multivariat diperoleh nilai = 0,0319, lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai tabel U(0,05 ; 2 ; 1 ; 22) = 0,5321. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa persentase rata-rata butir utuh, butir patah besar dan butir kepala secara bersama-sama dipengaruhi oleh perlakuan kadar air gabah. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan diantara nilai rata-rata respon dari perlakuan yang diuji, digunakan uji lanjut T2Hotelling. Dari hasil analisis diperoleh nilai T2 untuk seluruh pembanding (Oi) lebih besar dari nilai tabel T2(0,05 ; p ; dbG) = 10,370. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %), k2 (kadar air gabah 10 %), k3 (kadar air gabah 12 %), k4 (kadar air gabah 14 %), k5 (kadar air gabah 16 %) dan k6 (kadar air gabah 18 %) saling berbeda secara signifikan. Apabila dilihat dari gabungan nilai rata-rata butir utuh dan butir patah besar atau butir kepala, maka pada perlakuan k4 (kadar air gabah 14 %) diperoleh butir kepala yang paling tinggi, yaitu sebesar 87,39 %. Sebaliknya pada perlakuan k1 (kadar air gabah 8 %) diperoleh

    butir kepala yang paling rendah yaitu sebesar 57,96 %. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Agus Setyono dkk. (2003) terhadap beberapa penggilingan beras, diperoleh data bahwa rata-rata persentase beras kepala untuk kultivar Ciherang yaitu sebesar 88,32 %. Berdasarkan Tabel 6 juga dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan kadar air gabah yang lebih rendah dari 14 % maupun lebih tinggi dari 14 %, akan diperoleh rata-rata butir kepala yang semakin rendah. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada kadar air gabah yang rendah, selama proses penurunan kadar air (pengeringan) akan semakin meningkatkan banyaknya butir beras dalam sekam yang retak. Didalam proses penggilingan (pengupasan dan penyosohan), butir beras yang retak tersebut cenderung menjadi patah. Semakin banyak jumlah butir patah, maka akan menurunkan jumlah butir utuh dan butir kepala. Menurut Food and Agriculture of Organization (2005), pada proses penggilingan gabah biasanya dilakukan pada kadar air sekitar 14 %. Butir gabah yang basah (kadar air tinggi) akan menyebabkan butir beras remuk, sebaliknya gabah yang sangat kering (kadar air

    9

  • terlalu rendah) butir beras juga akan patah dan dihasilkan butir-butir menir. Pada kadar air gabah yang tinggi, gabah relatif lebih lunak dan kelekatan yang relatif lebih tinggi antara sekam dan endosperm, mempunyai potensi meningkatkan banyaknya butir patah dan butir menir. Keadaan ini juga akan menurunkan jumlah butir utuh dan butir kepala.

    (b) Analisis Regresi Berdasarkan hasil estimasi kurva dengan menggunakan program SPSS 10,0, diperoleh model hubungan kuadratik yang paling cocok untuk menggambarkan bentuk hubungan antar variabel tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Estimasi Kurva Hubungan Kadar Air dengan Persentase Butir Utuh, Butir Patah Besar dan Butir Kepala

    No Model R2 F Sig. b0 b1 b2 b3 Butir Utuh:

    1 Linear 0,027 0,61 0,444 62,301 0,430 2 Kuadratik 0,907 102,35 0,000 -70,242 22,334 -0,842 3 Kubik 0,907 102,35 0,000 -70,242 22,334 -0,842 Butir Patah Besar :

    1 Linear 0,011 0,25 0,620 4,083 0,050 2 Kuadratik 0,749 31,38 0,000 -17,698 3,650 -0,138 3 Kubik 0,749 31,38 0,000 -17,698 3,650 -0,138 Butir Kepala :

    1 Linear 0,025 0,56 0,461 66,384 0,481 2 Kuadratik 0,910 106,48 0,000 -87,939 25,983 -0,981 3 Kubik 0,910 106,48 0,000 -87,939 25,983 -0,981

    Hasil analisis dengan Program SPSS 10,0 diperoleh model regresi kuadratik untuk persentase butir utuh yaitu Y1 = 70,242 + 22,334 X 0,842 X2, Untuk butir patah besar yaitu Y2 = 17,698 + 3,650 X 0,138 X2 sedangkan untuk butir kepala yaitu Y3 = 87,939 + 25,983 X 0,981 X2 dimana X = kadar air gabah, Y1 = persentase butir utuh, Y2 = persentase butir patah besar dan Y3 = persentase butir kepala. Pada model regresi kuadratik untuk butir utuh, butir patah besar maupun butir kepala diperoleh koefisien regresi b2 masig-masing bernilai negatif. Nilai koefisien b2 yang negatif menggambarkan bahwa kurva ketiga regresi tersebut berbentuk parabola cekung ke bawah. Untuk mengetahui signifikansi dari koefisien regresi dalam kaitannya dengan peramalan, perlu dilakukan pengujian secara parsial terhadap koefisien regresi tersebut dengan statistik t-student. Hasil pengujian koefisien regresi untuk variabel respon persentase butir

    utuh, butir patah besar dan butir kepala, secara rinci disajikan pada Tabel 8. Pada Tabel 8 dapat dilihat, untuk butir patah diperoleh nilai R2 = 0,907 dan nilai F = 102,352 dengan signifikansi sebesar 0,000. Angka ini menggambarkan bahwa persentase butir utuh sangat dipengaruhi oleh kadar air gabah (sebesar 90,7 % variasi nilai persentase butir utuh dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah). Hasil pengujian terhadap koefisien regresi dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (bersifat sangat nyata). Pada butir patah besar diperoleh nilai R2 = 0,749 dan nilai F = 31,378 dengan signifikansi sebesar 0,000. Pengujian terhadap koefisien regresi dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (bersifat sangat nyata). Selanjutnya pada butir kepala diperoleh nilai R2 = 0,910 dan nilai F = 106,478 dengan signifikansi sebesar 0,000. Pengujian terhadap koefisien regresi dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (bersifat sangat nyata).

    10

  • Tabel 8. Hasil Pengujian Koefisien Regresi Variabel Persentase Butir Utuh, Butir Patah Besar dan

    Butir Kepala

    No Koefisien Nilai T Sig. R2 F Sig 1 Butir Utuh b0 70,242 7,247 0,000 0,907 102,352 0,000 b1 22,334 14,281 0,000 0,000 b2 0,842 14,094 0,000 0,000

    2 Butir Patah Besar b0 17,698 6,198 0,000 0,749 31,378 0,000 b1 3,650 7,921 0,000 0,000 b2 0,138 7,862 0,000 0,000

    3 Butir Kepala b0 87,939 7,957 0,000 0,910 106,478 0,000 b1 25,983 14,571 0,000 0,000 b2 0,981 14,392 0,000 0,000

    Berdasarkan hasil pengujian terhadap koefisien regresi seperti disajikan pada Tabel 15 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kuadratik untuk persentase butir utuh yaitu Y1 = 70,242 + 22,334 X 0,842 X2, untuk butir patah besar yaitu Y2 = 17,698 + 3,650 X 0,138 X2 sedangkan untuk butir kepala yaitu Y3 = 87,939 + 25,983 X 0,981 X2 dapat digunakan untuk peramalan atau keperluan interpolasi besarnya persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala pada suatu kadar air gabah tertentu. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa koefisien regresi b2

    pada variabel persentase butir utuh, butir patah besar maupun butir kepala bernilai negatif. Nilai koefisien b2 yang negatif menggambarkan bahwa kurva ketiga regresi tersebut berbentuk parabola cekung kebawah. Dengan demikian, akan ada sebuah nilai maksimum (persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala) pada suatu kadar air gabah tertentu. Nilai maksimum suatu fungsi Y terhadap X diperoleh jika nilai dY/dX = 0. Nilai maksimum untuk fungsi kuadrat bagi persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala disajikan Pada Tabel 9.

    Tabel 9. Nilai Maksimum Persentase Butir Utuh, Butir Patah Besar dan Butir Kepala

    No Variabel Respon dY / dX Nilai Max. (%) KA gabah (%)

    1 Butir Utuh 22,334 1,684 X 77,78 13,3

    2 Butir Patah Besar 3,650 0,276 X 6,36 13,2

    3 Butir Kepala 25,983 1,962 X 84,13 13,2 Tabel 9 memperlihatkan bahwa untuk memperoleh butir utuh yang maksimum diperlukan kadar air gabah sebesar 13,3 %. Persentase butir utuh diperoleh pada kadar air gabah 13,3 % yaitu sebesar 77,78 %. Apabila kadar air gabah lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,3 % akan diperoleh persentase butir utuh yang lebih rendah dari 77,78 %. Persentase butir patah besar maksimum yaitu sebesar 6,36 % diproleh pada kadar air gabah sebesar 13,2 %. Apabila kadar air gabah lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,18 % akan diperoleh persentase butir patah besar yang lebih rendah

    dari 6,36 %. Untuk persentase butir kepala, nilai maksimum yaitu sebesar 84,13 % diperoleh pada kadar air gabah sebesar 13,2 %. Apabila kadar air gabah lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,2 % akan diperoleh persentase butir patah besar yang lebih rendah dari 84,13 %. Berdasarkan perhitungan diferensial terhadap regresi kuadratik persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala seperti pada Tabel 9 , maka dapat dikemukakan bahwa untuk memperoleh persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala yang maksimum diperlukan kadar air gabah berkisar dari 13,2 %

    11

  • sampai 13,3 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Indiaagronet (2005) bahwa untuk keperluan penyimpanan yang aman dan penggilingan agar diperoleh mutu beras yang tinggi, maka diperlukan gabah dengan kadar air berkisar dari 12 % sampai 14 %. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan perlakuan kadar air gabah saat

    digiling memberikan perbedaan terhadap persentase beras pecah kulit, persentase sekam, persentase gabah tidak terkupas dan rendemen beras giling, tetapi tidak mempengaruhi besarnya persentase dedak dan butir mengapur yang dihasilkan dalam proses penggilingan.

    2. Persentase butir patah dan butir menir secara bersama-sama dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah saat digiling. Persentase butir patah minimum sebesar 5,96 % diperoleh pada kadar air gabah 13,5 %, sedangkan persentase butir menir minimum sebesar 1,36 % diperoleh pada perlakuan 12,7 %.

    3. Persentase butir utuh, butir patah besar dan butir kepala secara bersama-sama dipengaruhi oleh perbedaan kadar air gabah saat digiling. Persentase butir utuh maksimum sebesar 77,78 % diperoleh pada kadar air gabah 13,3 %, persentase butir patah besar maksimum sebesar 6,36 % diperoleh pada kadar air gabah 13,2 %, sedangkan persentase butir kepala maksimum sebesar 84,13 % diperoleh pada perlakuan 13,2 %.

    4. Kadar air gabah yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,2 % akan menurunkan hasil beras kepala.

    5.2 Saran-saran

    1. Untuk menghasilkan beras giling dengan persentase butir kepala yang tinggi diperlukan gabah dengan kadar air saat digiling sebesar 13,2 %.

    2. Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang mutu fisik beras giling pada berbagai kadar air gabah saat digiling, diperlukan penelitian lanjutan untuk

    dikombinasikan dengan perlakuan beberapa kultivar dan tipe penggilingan yang lain.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus Setyono., Agus Guswara., Eko Suwangsa., Sutrisno., Suismono., Entis Sutisna., Sudir dan S. Joni Munarso. 2003. Laporan Akhir Tahun Penelitian Skala Pilot Produksi Beras Bersertifikat. Balai Penelitian Tanaman Padi - Badan Penelitian dan Pegembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

    Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian .2003. Pengembangan Model Sistem Agroindustri Terpadu. Bagian Proyek Pengembangan Teknologi Pascapanen, Badan Penelitian dan Pegembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

    Food and Agriculture of Organization. 2005. Rice : Milling. Dalam http://www.fao.org/

    Indiaagronet. 2005. Paddy Drying. Dalam http://www.indiaagronet.com/

    Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia dan Kepala Badan Urusan Logistik.. 2003. Persyaratan Kualitas Gabah/Beras Untuk Pengadaan Dalam Negeri Tahun 2003. Dalam http://www.bulog.go.id/

    Mochammad Ismail dan Endro Wahju Tjahjono. 2001. Prospek Pengering Gabah Tipe Portable Batch Dryer Skala Industri Perdesaan. Majalah Ilmiah : Pengkajian Industri. Edisi No. 15. Dalam http://www.iptek.net.id/

    Soemardi. 1982. Produksi, Rendemen dan Mutu Gabah/Beras Hasil Panen Petani. Laporan Kemajuan Seri Teknologi Pasca Panen No. 15 (Padi). BPTP Bogor Sub BPTP Karawang.

    Soemardi dan Ridwan Thahir. 1991. Penanganan Pascapanen Padi. Dalam Edi Soenardjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam (Ed.) Padi, Buku 3. Balitbang Pertanian, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

    Suparyono dan Agus Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Vincent Gaspersz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.

    12

  • PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon