Jurnal Uji Efektifitas Ekstrak Teki _complette
-
Upload
angriani-anggy-magi-ii -
Category
Documents
-
view
523 -
download
16
Transcript of Jurnal Uji Efektifitas Ekstrak Teki _complette
Uji Efektifitas Ekstrak Teki (Cyperus rotundus) sebagai Permen Obat Alternatif Pereda
Nyeri Dismenhorea Primer pada Wanita Usia Reproduktif
(Talitha R. Nathania*, Rizal K. Asharo, Roksun Nasikhin, Laily Hanifa, Suci N. Marcilia)
*Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya Jawa Timur 085646148188
Inti Sari
Eksperimen yang telah dilakukan adalah uji efektifitas ekstrak teki (Cyperus rotundus)
sebagai permen obat pereda nyeri dismenhorea primer pada wanita usia reproduktif.
Eksperimen ini bertujuan untuk membuat permen dari ekstrak rumput teki, uji efek dosis
ekstrak rumput teki secara invitro dengan hewan uji mencit betina (Mus musculus), serta
menguji efektifitas ekstrak rumput teki (Cyperus rotundus) sebagai alternatif pengobatan
desmenhore primer pada wanita usia reproduktif. Sampel rumput teki yang digunakan
berasal dari daerah Jemur Sari dengan koordinat 07˚ 20.3522’ LS dan 112˚44.1519’BT.
Sampel yang didapatkan, dipreparasi untuk bahan uji dosis secara invitro dan untuk
pembuatan permen teki yang selanjutnya digunakan untuk uji organoleptik. Hasil uji secara
invitro, menunjukkan tidak ada kerusakan organ pada mencit betina (Mus musculus)
sehingga uji organoleptik secara invivo bisa dilaksanakan dengan menggunakan 30 orang
panelis. Hasil uji organoleptik kemudian diuji menggunakan uji statistik proporsi dengan uji
tiap dosis bisa menyembuhkan dismenhorea primer paling tidak 50% dengan α 5% (CR >
1,645). Hasil uji statistik dosis A (3 gram/butir) menunjukkan nilai -4,02 (Ho diterima), dosis
B (6 gram/butir) menunjukkan nilai -0,73 (Ho diterima), sedangkan dosis C ( 9 gram/butir)
menunjukkan nilai 2,45 (Ho ditolak). Dosis yang paling efektif sebagai permen obat
alternative pereda nyeri desmenhorea primer pada wanita usia reproduktif adalah dosis C (9
gram/butir).
Kata kunci: efektifitas, Cyperus rotundus, desminhorea primer, Uji organoleptik, Uji statistic
Abstract
The experiment was done is effectifity test of Cyperus rotundus extract as medicine
candy of primary dismenhorea palliative painful at women with reproductive age. This
experiment aims to make candy from teki grass (Cyperus rotundus) extract, in vitro dose
effect test using female Mus musculus as a testing animal, and test the evectivity of Cyperus
rotundus extract as medicine candy of primary dismenhorea palliative painful at women with
reproductive age. Teki grass which is used for this experiment is taken from Jemur Sari which
has coordinate 07˚ 20.3522’ LS dan 112˚44.1519’BT. Taken sample is prepared for in vitro
dose test material and medicine candy making which is used for organoleptic test. The result
of in vitro test shows there is no defect at Mus musculus organ so the organoleptic test can be
done by using 30 panelist. The result of organoleptic test is tested by proportion statistic test
with each dose test can cure more than 50% with α 5% (CR>1,645). The statistic test of dose
A (3gram/granul) showed value -4,02 (Ho is received), dose B (6 gram/granul) showed value
-0,73 (Ho is received), whereas dose C (9 gram/granul) showed value 2,45 (Ho ditolak). The
most effective dose as alternative medicine of primary dismenhorea palliative painful at
women with reproductive age is dose C (9 gram/granul)
Key word: effectivity, Cyperus rotundus, primary desminhorea, organoleptic test, statistic test
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara
kepulauan yang dilalui dengan
garis katulistiwa sehingga memiliki
iklim tropis. Kondisi iklim ini
mendukung keanekaragaman
spesies hewan dan tumbuhan.
Tumbuhan di alam menduduki
peranan terpenting dalam
kehidupan hewan maupun manusia.
Contohnya hampir semua
tumbuhan dapat dimanfaatkan
sebagai obat. Salah satunya rumput
Teki (Cyperus rotundus). Tanaman
ini biasanya tumbuh secara liar di
tempat terbuka atau sedikit
terlindung dari sinar matahari
seperti di tanah kosong, tegalan,
lapangan rumput, pinggir jalan atau
lahan pertanian dan tumbuh sebagai
gulma.
Perkembangan pemanfaatan
bahan alam sebagai obat tradisional
dengan penggunaan yang lebih
baik, diperlukan suatu penelitian
lebih mendalam tentang kandungan
kimia bahan alam tersebut dan
pembuktian khasiatnya secara
klinis. Agar penggunaan obat
tradisional tidak hanya berdasarkan
pengalaman saja, tetapi dapat
dipertanggung jawabkan manfaat
dan keamanannya yang didukung
oleh data ilmiah (Tambong, 1997
dalam Ahmad, 2004). Salah satu
dari sekian banyak tumbuhan obat
yang digunakan oleh masyarakat
sebagai obat tradisional adalah
rumput teki (Cyperus rotundus)
termasuk famili Cyperaceae.
Seluruh bagian dari rumput teki (C.
rotundus) pada dasarnya bisa
dijadikan sebagai obat. Baik pada
daun, akar, maupun pada umbi.
Masyarakat di Indonesia
khususnya masyarakat di daerah
Kulon Progo Jogjakarta dan Jemur
Sari Surabaya Timur, telah
menggunakan jamu cem-ceman
(rebusan) daun rumput teki sebagai
pereda nyeri dismenorhea primer.
Penggunaan jamu ini belum teruji
secara eksperimental. Sehingga
kami ingin mengangkat topik ini
apakah dalam rumput teki terdapat
zat-zat yang berpotensi untuk
pereda nyeri (analgesik)
dismenorhea primer atau tidak,
serta menguji seberapa besar
efektifitasnya dan memberikan
suatu inovasi terbaru dalam
pengemasan hasil eksperimental
yang lebih praktis.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Dismenorhea Primer
Rasa nyeri waktu haid yang
demikian hebat sehingga
memerlukan obat pereda sakit atau
meminta pertolongan dokter
disebut penyakit Dismenorhea.
Oleh para dokter nyeri haid dibagi
atas dua macam yaitu dismenorhea
primer dan dismenorhea sekunder
(Riyanto, 2010). Dismenorhea
primer didefinisikan sebagai nyeri
berlebih saat menstruasi tanpa
kelainan patologik (Dawood,
2006). Nyeri ini juga disebabkan
ketidakseimbangan hormonal
dalam tubuh tanpa disertai kelainan
anatomi, kelainan bawaan atau
penyakit (Riyanto, 2010).
Dismenorhea primer
diestimasikan diderita oleh 40-50%
wanita yang mengalami menstruasi.
15% diantaranya berpotensi untuk
absen dari sekolah dan bekerja.
Penderita dismenorhea primer
berkurang seiring bertambahnya
usia. Penderita terbanyak berada
pada range usia 20-24 tahun (usia
reproduktif) dan semakin
berkurang kemudian (Dawood,
2006). Tidak ada angka pasti
mengenai jumlah penderita nyeri
haid di Indonesia, namun di
Surabaya didapatkan 1,07% hingga
1,31% dari jumlah penderita yang
datang ke bagian kebidanan. Di
Amerika Serikat, nyeri haid
didapatkan pada 30-50% wanita
dalam usia reproduksi, serta pada
60-70% wanita dewasa yang tidak
menikah dan berusia antara 30-40
tahun. Penelitian di Swedia
menjumpai 30% wanita pekerja
industri menurun penghasilannya
karena rasa nyeri haid. Diduga rasa
nyeri haid dipengaruhi oleh usia
penderita, status sosial, pekerjaan,
jumlah anak yang dipunyai
(Riyanto, 2010).
Gejala gejala klinis biasanya
dimulai sehari sebelum haid
berlangsung selama hari pertama
dan kedua haid, dan jarang terjadi
setelah itu. Rasa nyeri biasanya
merupakan nyeri di garis tengah
perut tepat diatas tulang kemaluan,
nyeri terasa hilang timbul, tajam
dan bergelombang. Biasanya
mengikuti gerak rahim dan dapat
menjalar ke arah pinggang
belakang. Selain rasa nyeri dapat
pula disertai mual, muntah, sakit
kepala dan mudah
tersinggung/depresi. Dismenorhea
primer biasanya timbul pada usia
muda, segera timbul sejak haid
pertama kali datang. Nyeri sering
terasa seperti kejang dan kaku serta
mendahului haid serta meningkat
pada hari pertama dan kedua. Rasa
nyeri hilang bila tidak terjadi
pelepasan sel telur dan timbul bila
terjadi pelepasan sel telur. Dalam
pemeriksaan jasmani tidak
didapatkan adanya kelainan, dan
hanya memerlukan obat tanpa perlu
tindakan operasi (Riyanto, 2010).
2. Zat Analgesik untuk Dismenorhea
Primer pada Wanita Usia
Reproduktif
Analgesik adalah obat untuk
menghilangkan rasa nyeri, seperti
sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri
tulang atau otot. Obat-obatan yang
termasuk analgesik, diantaranya
asetaminofen atau parasetamol,
kafein, dan asetosal (aspirin)
(Anonim, 2010).
Para wanita yang terbiasa
mengalami nyeri haid pada
umumnya sudah mengetahui
tindakan awal ketika nyeri haid
datang. Bahkan tak jarang mampu
mengobati dirinya sendiri
berdasarkan pengalaman selama
berobat ke dokter. Hal terpenting
yang perlu diingat adalah
pemahaman bahwa dismenorhea
primer tidak berbahaya (Moki,
2009).
Wanita yang mengalami
dismenorhea primer, Non steroid
anti-inflamatori drugs (NSAIDs)
lebih efektif untuk mengatasi nyeri
dari pada yang lain. NSAIDs
adalah obat paling aman dan efektif
untuk pengobatan dismenorhea.
NSAIDs juga telah lama dipilih
karena tersedia dalam kemasan
generic yang harganya relative
lebih murah. Contoh dari NSAIDs
adalah ibuprofen, sodium
naproxen, dan ketoprofen
(Dawood, 2006).
Beberapa senyawa kimia yang
dikandung ibuprofen sebagai zat
analgesik adalah alkaloid, glikosida
jantung, flavonoid, cyperol, tanin,
saponin, cyperene I & II, alfa-
cyperone, cyperotundone dan
cyperolone, patchoulenone dan
cyperene (Dawood, 2006). Diduga
rumput teki yang mengandung
cyperone ini bisa menyembuhkan
nyeri haid pada wanita, sehingga
perlu dilakukakan penelitian
eksperimental.
3. Rumput Teki, kandungan, dan
Kegunaannya
Rumput teki merupakan
rumput menahun, batang tegak
dalam rumpun, keluar dari rimpang
yang merayap. Daun keluar hanya
dari pangkal batang dalam tiga
baris. Daun pada batang yang
berbunga jauh lebih pendek dari
daun pada batang yang tidak
berbunga. Bunga majemuk terdapat
pada ujung batang, dalam bentuk
bongkol atau bercabang-cabang
dengan percabangan radial terpusat
dari satu titik, tetapi panjang
cabangnya tidak sama, percabangan
ini kadang-kadang bercabang lagi.
Daun penumpu yang mendukung
bunga majemuk mirip dengan daun
(Sudarnadi, 1996).
Klasifikasi ilmiah dari rumput
teki adalah:
Regnum : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Marga : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
Gambar 1. Cyperus rotundus
(Anonim, 2010)
Rumput teki mempunyai
batang segitiga hidup sepanjang
tahun karena ketinggian 10 – 75 cm
bunganya berwarna hijau
kecoklatan, terletak di ujung
tangkai dengan tiga tunas helaian
benang sari berwarna kuning
jernih, membentuk bunga–bunga
berbulir, mengelompok menjadi
satu payung. Ciri khasnya terletak
pada buah–buahnya yang
berbentuk kerucut besar pada
pangkalnya, kadang–kadang
melekuk berwarna coklat, dengan
panjang 1,5 – 4,5 cm dengan
diameter 5 – 10 mm. Daunnya
berbentuk pita, berwarna mengkilat
dan terdiri dari 4 – 10 helai terdapat
pada pangkal batang membentuk
rozel akar, dengan pelepah daun
tertutup tanah. Pada rimpangnya
yang sudah tua terdapat banyak
tunas yang menjadi umbi berwarna
coklat atau hitam dalamnya
berwarna putih kemerahan.
Umbinya berumpun dan bentuknya
bulat telur sebesar kacang tanah
sampai beberapa centi meter.
Rasanya sepat kepahit–pahitan dan
baunya wangi (Sastromidjoyo,
1997).
Pada musim kemarau tanaman
ini mampu hidup walaupun
daunnya kelihatan kering, pada
kondisi yang cocok maka umbinya
akan tumbuh tunas baru.
Sependapat dengan Sastromidjoyo,
(1997) bahwa rumput teki dijuluki
dengan "bandel" artinya tanaman
ini sering sebagai gulma yang
menyerang lahan pertanian ketika
disemprot herbisida mati, tetapi
begitu tersiram hujan, rumput ini
tumbuh lagi karena tanaman ini
mempunyai enzim atau hormone
tertentu yang membuat tanaman ini
bisa mengatur hidupnya secara luar
biasa. Rumput teki (C. Rotundus)
tumbuh pada tanah lembab di
pinggir jalan, tanah terlantar, dan
padang rumput. Dapat ditemukan
dari dataran rendah sampai 2.600 m
dpl (Dalimartha dalam Hartati,
2008). Tanaman ini tumbuh liar di
tempat terbuka atau sedikit
terlindung dari sinar matahari,
seperti di tanah kosong, tegalan,
lapangan rumput, pinggir jalan,
atau di lahan pertanian, dan tumbuh
sebagai gulma yang susah di
berantas.
Herba teki mengandung
alkaloid, saponin dan tanin
(Syamsuhidayat dan Hutapea
dalam Hartati, 2008), minyak atsiri
(Dalimartha dalam Hartati, 2008),
okanin dan vitexin (Han dalam
Hartati, 2008). Umbi rumput teki
mengandung alkaloid, sineol,
pinen, siperon, rotunol, flavonoid,
tanin, siperenon, dan siperol
(Apriel, 2010).
4. Opini Masyarakat tentang Jamu
Tradisional dari Rumput Teki
Menurut sejarahnya, ketika
perang di bumi Indonesia tanaman
kita banyak yang mati terkena
dahsyatnya bom. Dari tanaman
semak hingga pepohonan, semua
jenis rumput teki yang mampu
hidup ini dikarenakan tanaman
rumput teki mempunyai akar
berumbi (Sastromidjoyo, 1997).
Cukup banyak masyarakat yang
menganggap obat trasidional
manjur untuk mengobati penyakit,
bahkan hampir separuhnya
berpendapat bahwa obat tradisional
dapat menyembuhkan segala jenis
penyakit. Selain percaya dengan
kemanjuran obat tradisional,
masyarakat menganggap obat
tradisional aman, bahkan lebih
aman dibandingkan obat-obat
konvensional yang berupa obat-
kimiawi, serta dinilai jauh lebih
murah harganya. Hal ini mungkin
salah satu alasan yang
menyebabkan obat tradisional
cukup banyak digemari oleh
masyarakat (Sastromidjoyo, 1997).
Begitu pula halnya dengan
rumput teki. Dalam ramuan
tradisional Indonesia, teki
digunakan dalam bentuk campuran
yaitu, dengan rebusan umbi teki
bersama dengan rimpang jahe. Air
rebusan itu diminum untuk
mengatasi nyeri haid. Umbi ini juga
digunakan untuk mengatasi kejang
perut dan pelancar air seni
(Diuretik) (Sastromidjoyo, 1997).
Wati (20 tahun) penduduk asli
Kulon Progo Jogjakarta
mengatakan penduduk lokal Kulon
Progo Jogjakarta yang merupakan
salah satu daerah yang banyak
ditumbuhi rumput teki telah lama
menggunakan rumput teki sebagai
jamu tradisional yang terbukti
mengurangi rasa nyeri haid pada
wanita. Begitu pula Desi (18 tahun)
penduduk Jemur Sari Surabaya,
juga telah menggunakan air
rebusan rumput teki sebagai jamu
pengurang rasa nyeri pada wanita
haid.
Senyawa pada rumput teki yang
diketahui berpengaruh pada pereda
nyeri adalah cyperone. Dimana
cyperone mengandung 0,45 – 1%
minyak atsiri, bobot jenis 0,9829-
0,9907, indeks bias 1,5127,
memutar bidang polarisasi ke
kanan +11,7 hingga +16,1, nilai
penyabunan setelah asetilasi 16,5
sampai 98%. Di perdagangan
dikenal dengan nama Cyperiol oil
atau Oil of cyperiol atau Oil of
Cyperus. Minyak atsiri yang
berasal dari Cina mengandung
cyperene, pascholenone, sedangkan
yang berasal dari Jepang mengan-
dung cyperol, cyperene (cyperene I
dan cyperene II), a-cyperone,
cyperotundone dan cyperulone. a-
Cyperon merupakan senyawa
seskuiterpen keton, dan kadarnya
dalam minyak atsiri sekitar 35-
54%. Minyak atsiri yang dikandung
dalam umbi ini dilaporkan memi-
liki potensi sebagai antibiotik
terhadap kuman Staphyllococcus
aureus.
Gambar 2. Struktur senyawa cyperone
(Gunawan, 1998).
Secara umum kandungan
minyak atsiri Cyperus rotundus
mempunyai efek estrogenik; hal
tersebut yang memungkinkan
digunakannya pada keadaan
menstruasi yang tak teratur.
Ekstrak cair 5% dapat mengurangi
kontraktilitas ”uterus terisolir”
kucing dan anjing (baik yang hamil
maupun yang tidak hamil)
(Gunawan, 1998).
Efek ekstrak etanol yang
diberikan dengan takaran 100
mg/kg BB secara intra peritoneal
dapat menghambat timbulnya
pembengkakan yang disebabkan
karena carragenin atau
formaldehida. Efek tersebut lebih
nyata bila dibandingkan dengan 5-
10 mg/kg hidrokortison (8 kali
lebih kuat). Ekstrak 20% etanol
secara sub kutan dapat berefek
menghilangkan rasa sakit dan
menurunkan panas badan (efek
analgetikum dan antipiretikum)
(Gunawan, 1998).
Metodologi
Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah GPS, pisau, blender,
tabung reaksi, timbangan analit, kompor,
panci, spet, jarum kanul, thermometer,
papan bedah, loyang, saringan, plastic,
kertas label, dan pembungkus plastik.
Bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah batang dan umbi teki,
aquades, kloroform, tepung ketan,
maizena, garam, mentega, gula, asam
sitrat, natrium benzoate, kalium sorbat, dan
tepung ketan,
Preparasi Sampel Teki
Rumput teki dari lingkungan
Jemursari dicabut beserta umbinya. Teki
yang sudah didapat, dibersihkan, diambil
bagian umbinya, kemudian ditimbang
menggunakan neraca analit seberat (90
gram, 180 gram, dan 270 gram). Umbi dan
batang dengan berat berbeda, dipisahkan
berdasarkan beratnya. Sampel teki
kemudian digunakan untuk membuat
permen dengan dosis berbeda (3 x 30, 6 x
30, 9 x 30).
Pembuatan Permen Teki
Umbi dan batang rumput
teki yang telah diblender kemudian
disaring. Tepung ketan disangrai.
Gula dilarutkan. Sebagian tepung
ketan yang telah di sangrai, tepung
maizena dicampur (adonan A).
Garam dan mentega dipanaskan
sampai mendidih kemudian
dicampur (adonan B). Adonan A
yang sudah jadi di masukkan
kedalam adonan B, di campur rata
hingga matang (adonan C). Larutan
gula, asam sitrat, natrium benzoat,
kalium sorbat di campur dan di
aduk rata (adonan D). Adonan D
dimasukkan di dalam adonan C dan
diaduk hingga rata dan diangkat
setelah adonan tercampur dan
matang (adonan E). Sebagian sisa
tepung ketan diambil yang telah
disangrai dan campurkan pada
adonan E, sampai kekentalan dirasa
cukup. Kemudian adonan dibagi
kedalam tiga loyang, ditunggu
sampai suhunya 80oC (batas
toleransi cyperon), kemudian
adonan dicampur dengan hasil
filtrasi teki dengan konsentrasi
berbeda. Loyang I dengan ekstrak
berbahan 90 gram teki, loyang II
dengan ekstrak berbahan 180 gram
teki, loyang III dengan ekstrak
berbahan 270 gram teki. Sisa
tepung ketan yang lain bisa di pakai
untuk taburan agar produk tidak
lengket saat di kemas. Ting-ting
dengan konsentrasi teki berbeda
sudah jadi dan hangat kuku, di
tuang dalam loyang dengan
ketebalan 0,5 cm-1 cm dan di
dinginkan selama ±12 jam. Produk
yang telah didinginkan di potong
sesuai selera. Sisa tepung ketan di
gunakan untuk di taburkan pada
produk, agar saat pengemasan tidak
lengket. Kemudian permen yang
sudah jadi dikemas. Pengemasan
bertujuan untuk memperpanjang
umur simpan dan memperindah
penampakan produk.
Prosedur Uji Efek Dosis Ekstrak Teki
secara Invitro
Teki dengan berat berbeda (3 gram,
6 gram, dan 9 gram), diekstrak
menggunakan perbandingan
teki:aquades=1:1. Ekstrak tersebut
kemudian disuntikkan ke mulut tiga Mus
musculus betina menggunakan spet dengan
jarum tumpul sebanyak tiga kali
pengulangan (3 gram, 6 gram, 9 gram) dan
satu mencit sebagai control. Pemberian
ekstrak dengan dosis yang berbeda diberi
jarak masing-masing 2 jam. Kemudian
diamati efek yang terjadi pada mencit.
Empat ekor mencit uji tersebut dipelihara
selama satu minggu. Tiap hari mencit
ditimbang menggunakan neraca analit
selama 6 hari. Kemudian pada hari ketujuh
dilakukan pembedahan dan pengamatan
morfologi pada organ dalam tubuh mencit.
Perubahan morfologi menunjukkan
pengaruh efek ekstrak pada mencit, dan
indikasi bahwa uji organoleptik pada
manusia (in vivo) tidak boleh
dilaksanakan. Jika tidak ada perubahan
berat badan secara signifikan maupun
perubahan morfologi, maka uji
organoleptik secara invivo pada manusia
boleh dilaksanakan.
Uji Organoleptik
Permen obat yang telah dibuat dan
dikemas diujikan kepada 30 panelis
(mengalami menstruasi hari ke 2).
Pengujian pertama dengan permen obat
dosis terendah (3 gram/butir). Ditunggu 2
jam kemudian dimati efek yang terjadi.
Skala data yang dibutuhkan adalah skala
data nominal dengan kemungkinan
sembuh/tidak. Jika sembuh, maka
pengujian dihentikan dan jika tidak, maka
dilanjutkan pengujian dosis selanjutnya (6
gram/butir). Pengamatan dilakukan dengan
cara yang sama dengan sebelumnya, dan
dilanjutkan dosis yang selanjutnya (9
gram/butir).
Uji Hipotesis Proporsi
Dilakuakan uji hipotesis, dengan hipotesis
awal: Permen obat maksimal dosis 9 gram
ekstrak teki/butir, bisa meredakan nyeri
dismenhorea primer paling tidak 75%.
Setelah dilakukan uji organoleptik dan
diketahui jumlah panelis yang hilang atau
sembuh nyeri desmenhoreanya, peneliti
menentukan tingkat sihnifikansi (α) yang
berani ditanggung oleh peneliti. Kemudian
dilakukan statistik uji dengan rumus:
T = a−n .Po
√nPoQo
T = Statistik uji
a = banyaknya sukses dalam sampel
n = jumlah sampel yang diuji
(pengulangan)
Po = ekspektasi sukses
Qo = estimasi gagal
Setelah uji statistic, ditentukan daerah
penolakan dengan daerah kritis (critical
region) nya:
Bila value yang ditunjukan di luar CR,
maka Ho diterima dan H1 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian permen
ekstrak rumput teki terbukti tidak efektif
untuk menyembuhkan dismenhorea primer
pada wanita usia reproduktif. Sedangkan
Bila value yang ditunjukan di dalam CR,
maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian permen
ekstrak rumput teki terbukti tidak efektif
untuk menyembuhkan dismenhorea primer
pada wanita usia reproduktif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Efek Dosis permen Teki secara In
vitro
Pada percobaan ini digunakan tiga
mencit uji untuk uji efek dosis dan satu
mencit uji sebagai kontrol. Setelah
pencekokakan tiga mencit dengan tiga
dosis berbeda (3 gram, 6 gram, 9 gram)
masing-masing berjarak 2 jam, mencit
tidak menunjukkan gejala klinis akibat
ekstrak yang diberikan ditunjukkan dengan
tidak berubahnya geliat mencit. Tapi hal
ini tidak cukup membuktikan bahwa
pembe rian ekstrak tidak berbahaya. Untuk
itu dilakukan pemeliharaan mencit dan
penimbangan berat badannya selama enam
hari berturut-turut. Hasil penimbangan
mencit selama enam hari berturut-turut
adalah sebagai berikut:
Hari
Ke-
Berat mencit ke-
I II III Kontrol
1 23,21 gr 25,31 gr 28,77 gr 27,18 gr
2 23,01 gr 25,22 gr 28,35 gr 27.26 gr
3 23.44 gr 25.10 gr 28,29 gr 27.67 gr
4 23.51 gr 25.02 gr 28,13 gr 28.06 gr
5 22.89 gr 25.10 gr 27,60 gr 28.11 gr
6 22.77 gr 24,88 gr 27,54 gr 27.89 gr
Setelah hari ke-7 dilakukan
pengamatan morfologi pada mencit
dengan cara pembedahan.
Didapatkan bahwa pada morfologi
system pencernaan dan system
urogenital pada ketiga mencit sehat
dan tidak mengalami efek cacat
yang ditimbulkan dari pengujian
ekstrak rumput teki. Berikut
gambar morfologi hasil
pembedahan dari mencit.
Mencit I
Mencit II
Mencit III
ususuterus
ususuterus
uterususus
0 1,645-4,02
Mencit
kontrol
Uji Organoleptik
Uji organoleptic ini
dilakukan pada 30 orang wanita
sebagai panelis yang sedang
mengalami nyeri desmenhorea pada
hari ke-2. Dosis yang diberikan ada
tiga yaitu 3gr/biji, 6 gr/biji, dan 9
gr/biji. Perlakuan awal dilakukan
dengan pemberian dosis 3 gr/biji
dan diamati perkembangannya
selama 2 jam dan diambil datanya
(sembuh atau tidak). Apabila dalam
selang waktu dua jam tersebut tidak
mengalami kesembuhan maka
dilakukan uji berikutnya dengan
dosis 6gr/biji dan diamati
perkembangannya selama 2 jam
selanjutnya. Jika masih belum ada
perubahan dilanjutkan dengan dosis
terakhir 9 gr/biji serta diamati
perkembangan dan diambil data
sembuh atau tidak. Diperoleh data
dari uji organoleptic ini bahwa dari
30 panelis yang mengalami efek
perubahan nyeri sebanyak 22 orang
dan yang tidak mengalami efek
perubahan nyeri sebanyak 8 orang.
Dimana dari 22 orang yang
sembuh, sebanyak 4 orang sembuh
pada dosis 3 gr/biji, 9 orang
sembuh pada dosis 6 gr/biji, dan 9
orang dengan dosis 9gr/biji.
Uji Hipotesis Proporsi
Setelah uji organoleptik dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah uji hipotesis. Berikut hasil uji hipotesis dari ketiga dosis yang dilakukan:
a. Dosis A (3 gram/butir)n = 30P = 50%=0,5x = 4Ho : P = Po
H1 : P > Po
α = 5%, Z95% = 1,645Uji Hipotesis:
T = 4−30.0,5
√30.0,5 .0,5 =
4−15
√7,5 =
−112,75
= -4,02
Uji hipotesis dosis A, menunjukkan value -4,02, yaitu berada di luar daerah penolakan yang berarti Ho diterima dan H1 ditolak. Dosis A tidak bisa menyembuhkan dismenhorea primer paling tidak 50% (Dosis A tidak efektif)
b. Dosis B (6 gram/butir)n = 30P = 50%=0,5
uterususus
2,540 1,645
-0,73 0 1,645
x = 13Ho : P = Po
H1 : P > Po
α = 5%, Z95% = 1,645Uji Hipotesis:
T = 13−30.0,5
√30.0,5 .0,5 =
13−15
√7,5
= −112,75
= -0,73
Uji hipotesis dosis B, menunjukkan value -0,73, yaitu berada di luar daerah penolakan yang berarti Ho diterima dan H1 ditolak. Dosis B tidak bisa menyembuhkan dismenhorea primer paling tidak 50% (Dosis B tidak efektif)
c. Dosis C (9 gram/butir)n = 30P = 50%=0,5x = 22Ho : P = Po
H1 : P > Po
α = 5%, Z95% = 1,645Uji Hipotesis:
T = 22−30.0,5
√30.0,5 .0,5 =
22−15
√7,5
= 7
2,75 = 2,54
Uji hipotesis dosis C, menunjukkan value 2,54, yaitu berada di dalam daerah penolakan yang berarti Ho
ditolak dan H1 diterima. Dosis C bisa menyembuhkan dismenhorea primer paling tidak 50% (Dosis C efektif). Dari ketiga dosis yang diberikan, terbukti bahwa dosis yang paling efektif untuk pereda nyeri dismenhorea primer pada wanita usia reproduktif adalah dosis C (9 gram/butir).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari
percobaan ini adalah pemberian ekstrak
teki secara in vitro pada Mus musculus
betina, tidak menyebabkan kecacatan
morfologis. Hasil uji statistik dosis A (3
gram/butir) menunjukkan nilai -4,02 (Ho
diterima), dosis B (6 gram/butir)
menunjukkan nilai -0,73 (Ho diterima),
sedangkan dosis C ( 9 gram/butir)
menunjukkan nilai 2,45 (Ho ditolak). Dosis
yang paling efektif sebagai permen obat
alternative pereda nyeri desmenhorea
primer pada wanita usia reproduktif adalah
dosis C (9 gram/butir).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nurjana Husain. 2004. Isolasi dan
Karakterisasi Senyawa Flavonoid
pada Tumbuhan Kunir Putih dari
Ekstrak Metanol Fraksi n-Heksan
(Curcuma Zedoaria (Berg)
Roscoe). Skripsi:UNG.
Gorontalo.
Anonim. 2010. Rumput Teki. Disadur dari
www.plantamor.com Senin 20
September 2010 (20.00 WIB).
Apriel. 2010. Manfaat Tanin & Senyawa
Fenol. Disadur dari
www.medicalera.com . Senin 20
September 2010 (20.30 WIB).
Dawood, Yussof. 2006. Primary
Dysmenorrhea Advances in
Pathogenesis and Management.
VOL. 108, NO. 2, August 2006.
Gunawan, Didik. 1998. Tumbuhan Obat
Indonesia. PPOT UGM.
Yogyakarta.
Hartati, Sri. 2008; Uji antifiretik infusa
herba teki (kyllinga brevifolia
(Rottb). Hassk) pada kelinci putih
jantan Galur Zealand. Fakultas
Farmasi, Universitas
Muhamadiyah Surakarta;
Surakarta 9 (online). Disadur dari
www.asiamaya.com. Selasa 21
September 2010 (15.00 WIB).
Moki. 2009. Nyeri Haid. disadur dari
www.emedicine.medscape.com.
Senin 21 September 2010 (19.00
WIB).
Riyanto. 2010. Nyeri Haid pada Remaja.
Disadur dari www.yastroki.or.id.
Senin 20 September 2010 (19.00
WIB)
Sastromidjoyo, Seno. 1997. Obat Asli
Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta.
.Sudarnadi, Ir Hartono. 1996. Tumbuhan
Monokotil. Swadaya. Jakarta.