jurnal teknik sipil

download jurnal teknik sipil

of 10

description

jurnal

Transcript of jurnal teknik sipil

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    1

    SIFAT MEKANIK DAN DURABILITAS POLYPROPYLENE FIBER REINFORCED GEOPOLYMER CONCRETE (PFRGC)

    Dany Cahyadi1)

    1)Mahasiswa Pascasarjana, Magister Teknik Sipil, Uiversitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutamai 36A, Surakarta 57126; Telp. 0271-634524. Email: [email protected]

    Abstrak Dalam rangka mengurangi emisi CO2 dan pemanasan global yang terjadi saat ini, telah dilakukan beberapa penelitian beton yang mengarah kepada pengembangan beton hijau yang salah satunya yaitu beton geopolimer. Seperti halnya beton normal, beton geopolimer memiliki kecenderungan retak terutama retak yang diakibatkan oleh susut beton. Untuk meminimalkan terjadinya retak susut pada beton geopolimer dapat ditambahkan fiber pada campuran beton geopolimer. Kelemahan lain dari beton gepolimer dengan bahan dasar fly ash adalah lambatnya waktu pengikatan dan kebutuhan perawatan dengan panas (heat curing). Untuk memperbaiki kelemahan tersebut, Vijai. K, dkk (2012) melakukan penelitian dengan mengganti 10% dari fly ash dengan Ordinary Portland Cement (OPC) pada campuran beton geopolimer untuk meningkatkan kekuatan pada campuran Geopolymer Composite Concrete (GCC). Permasalahan lain yaitu saat ini semen yang dijual di pasaran adalah semen PCC (Portland Composite Cement) dan semen PPC (Portland Pozzolan Cement), sedangkan OPC hanya dijual dalam bentuk curah dan jumlah banyak dengan minimal pemesanan 100 zak. Berdasarkan uraian diatas tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat mekanis dan durabilitas beton geopolimer dengan penambahan polypropylene fiber dan penggantian 10% dari fly ash dengan semen PCC.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium berupa pembuatan benda uji mortar dan beton. Variasi kadar binder 100%FA:0%PCC, 90%FA:10%PCC, dan 0%FA:100%PCC. Variasi kadar PP fiber 0%, 0,025%, 0,05% dan 0,075% dari berat mortar. Jenis pengujian yang dilakukan yaitu uji sifat mekanis (kuat tekan dan kuat lentur (MOR)), drying shrinkage, porositas, X-ray difraction (XRD) dan Scanning Electron Miscroscopy (SEM).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar PP fiber optimum untuk kuat tekan mortar yaitu pada kadar 0,025% dan kuat lentur (MOR) pada kadar 0,05%. Penggunaan PP fiber sebesar 0,025% sebesar 6,70% pada variasi kadar binder 100% FA : 0% PCC, sedangkan untuk MOR mengalami peningkatan sebesar 6,60% pada variasi kadar binder 0% FA : 100% PCC (beton normal). Sedangkan untuk kuat lentur (MOR) dengan PP fiber 0,05% sebesar 10,91% dicapai oleh proporsi kadar binder 100% FA : 0% PCC. Pengaruh penggantian 10% FA dengan PCC, kuat tekan dan kuat lentur (MOR) beton geopolimer dengan campuran 90% FA : 10% PCC memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran geopolimer normal. Penggunaan PP fiber sebesar 0,025% dapat mengurangi susut sebesar 27,7% (100% FA : 0% PCC).

    Kata kunci: Beton, Geopolimer, Polypropilene Fiber, Durabilitas beton

    1. PENDAHULUAN Beton adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi saat ini. Hal itu karena beton memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya seperti baja atau kayu. Kelebihan beton yaitu antara lain memiliki kuat tekan yang tinggi dan dapat direncanakan sesuai dengan keinginan, mudah dibentuk, tahan terhadap temperatur tinggi, biaya perawatan rendah, dapat dibuat dengan menggunakan bahan-bahan lokal, serta tahan terhadap cuaca.

    Dalam pembuatan beton, bahan utama yang digunakan adalah semen/Portland Cement (PC). Produksi semen dunia tahun 2011 telah mencapai 3,4 juta ton (USGS, 2012) dengan penambahan sebesar 5% per tahun. Lima sampai delapan persen dari semua karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan

    manusia berasal dari industri beton dan diantara gas-gas rumah kaca yang lain, karbon dioksida (CO2) menyumbang 65% dari pemanasan global (Vijay K, dkk, 2012).

    Dalam rangka mengurangi emisi CO2 dan pemanasan global yang terjadi saat ini, telah dilakukan beberapa penelitian beton yang mengarah kepada pengembangan beton hijau atau beton ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan semen bahkan mengganti semen secara keseluruhan dalam pembuatan beton. Salah satu beton hijau yang saat ini banyak dikembangkan adalah beton geopolimer. Istilah geopolymer pertama kali dikenalkan oleh Davidovits pada tahun 1978 yaitu bahan pengikat yang dapat dihasilkan dari reaksi polimer larutan alkali dengan silika dan aluminium yang terkandung dalam material geologi seperti fly ash, blast furnace slag,

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    metakaolin atau abu sekam padi (Davidovits, 2002 dalam Rudi, 2011).

    Seperti halnya beton normal, beton geopolimer memiliki kecenderungan retak terutama retak yang diakibatkan oleh susut beton. Untuk meminimalkan terjadinya retak susut pada beton geopolimer dapat ditambahkan fiber pada campuran beton geopolimer. Keuntungan dari fiber yaitu daya tarik yang kuat serta dapat mengurangi retak susut pada beton. Salah satu jenis fiber yang bisa ditambahkan pada campuran beton adalah polypropylene fiber. Jenis serat ini mempunyai sifat yang menguntungkan dalam campuran beton, seperti: berat jenis kecil, mudah menyebar dalam adukan beton dan bersifat plastis.

    Kelemahan lain dari beton gepolimer dengan bahan dasar fly ash adalah lambatnya waktu pengikatan dan kebutuhan perawatan dengan panas (heat curing). Untuk memperbaiki kelemahan tersebut, Vijai. K, dkk (2012) melakukan penelitian dengan mengganti 10% dari fly ash dengan Ordinary Portland Cement (OPC) pada campuran beton geopolimer untuk meningkatkan kekuatan pada campuran Geopolymer Composite Concrete (GCC). Penggantian 10% dari fly ash dengan OPC juga dapat meningkatkan kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur sebesar 73%, 128%, dan 17% dari campuran beton geopolimer normal sebagai kontrol.

    Saat ini semen yang dijual di pasaran adalah semen PCC (Portland Composite Cement) dan semen PPC (Portland Pozzolan Cement), sedangkan OPC (Ordinary Portland Cement) hanya dijual dalam bentuk curah dan jumlah banyak dengan minimal pemesanan 100 zak.

    Berdasarkan uraian diatas maksud penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan polypropylene fiber dan penggantian 10% dari fly ash dengan semen PCC terhadap sifat mekanis dan durabilitas beton geopolimer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat mekanis dan durabilitas beton geopolimer dengan penambahan polypropylene fiber dan penggantian 10% dari fly ash dengan semen PCC. 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium untuk mendapatkan hasil ataupun data-data yang akan menegaskan hubungan antara variabel-variabel yang diselidiki.

    2.1 Bahan dan alat penelitian

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Bahan fly ash Tipe F dari PLTU Suryalaya, Semen Portland jenis PCC (Portland Composite Cement) dengan merk Semen Tiga Roda produk dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, pasir beton dari Galunggung, Tasikmalaya, batu pecah/split dari Lagadar, Cimahi, bahan polypropylene fiber (PP fiber) yang digunakan adalah fiber produk dari PT. Sika dengan nama dagang SikaFibre, soda api (NaOH) berupa flakes dari Bratachem, Bandung, Waterglass (Na2SiO3) berupa larutan dari Bratachem, Bandung dan air.

    Peralatan yang digunakan dalam pengujian kuat tekan dan MOR mortar adalah Universal Testing Machine (UTM) kapasitas 20 ton merk Torsee, sedangkan untuk benda uji beton menggunakan UTM kapasitas 100 ton merk Tokyokoki yang berada di Puslitbang Permukiman, Bandung. Alat uji drying shinkage menggunakan alat Demountable Mechanical Strain Gauge serta alat uji porositas beton menggunakan alat vacuum saturation apparatus, kedua alat tersebut adalah alat yang berada di Laboratorium Struktur, Fakultas Teknik-Universitas Sebelas Maret, Surakata. X-Ray Difraction (XRD) menggunakan alat yang berada di laboratorium uji terpadu FMIPA-UNS, Surakarta. Sedangkan untuk uji Scanning Electron Microscopy (SEM) menggunakan alat SEM merk Phillips yang berada di Laboratorium Uji Polimer, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Bandung.

    Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap penelitian, yaitu: a. Tahap I: tahap persiapan dan uji properti bahan.

    Pada tahap ini dilakukan pengujian properti bahan yang akan digunakan untuk mengetahui karakteristik bahan yang akan digunakan memenuhi persyaratan atau tidak.

    b. Tahap II: pembuatan rancangan campuran mortar geopolimer komposit dan pengujian sifat mekanis (kuat tekan dan luat lentur (MOR)) mortar. Untuk rancangan campuran menggunakan variasi perbandingan binder dan agregat untuk mortar sebesar 1:2, 1:3 dan 1:4, variasi penggunaan fly ash sebagai binder dengan konsentrasi 100% FA, 90% FA+10% OPC, dan 100% PCC sebagai kontrol (Vijay.K. dkk, 2012), dan variasi penggunaan PP fiber dengan variasi sebesar 0%, 0,025%, 0,05%, dan 0,075% (dari berat mortar) (ZHANG, dkk, 2009). Konsentrasi larutan sodium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebesar 8 Molar (Sanjaya, 2006, Dany. dkk, 2012); perbandingan NaOH dan larutan sodium silikat (Na2SiO3) sebesar 1: 2,5 (Sanjaya, 2006); dan Faktor perbandingan aktivator/binder sebesar 0,3 (Dany. dkk, 2012). Setelah dibuat benda uji mortar dilakukan

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    pengujian kuat tekan dan MOR mortar pada umur 28 hari. Dari hasil uji kuat tekan dan MOR akan didapatkan kadar penggunaan PP fiber otimum yang selanjutnya akan digunakan pada pembuatan benda uji beton.

    c. Tahap III: Rancangan campuran (mix design) beton

    geopolimer komposit didasarkan pada komposisi campuran (binder : agregat) dan kadar PP fiber optimum yang didapatkan pada tahap II. Hal ini dilakukan karena belum adanya mix design beton geopolimer yang baku seperti mix design untuk beton normal. Ukuran agregat kasar maksimum yang digunakan adalah 20 mm. Variasi penggunaan fly ash yang digunakan sama seperti pada rancang campur mortar geopolimer komposit yaitu 100% FA, 90% FA+10% PCC, dan 100% PCC sebagai kontrol.

    Setelah dibuat rancangan campuran, dilakukan pembuatan benda uji beton untuk pengujian kuat tekan beton, MOR, porositas beton, drying srinkage, X-Ray Difraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

    Untuk pengujian XRD dan SEM, benda uji diambil dari sisa pengujian kuat tekan dan MOR.

    Perawatan benda uji yang digunakan pada penelitian ini ada 3 (tiga) jenis yaitu perawatan dengan air curing, perawatan dengan perendaman air (water curing) sesuai dengan SNI 03-2493-1991, tentang metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium dan perawatan dengan cara perendaman dengan larutan sulfat (Na2SO4) dengan kadar 5%.

    Untuk benda uji kuat tekan dan kuat lentur (MOR) beton dibuat masing-masing sebanyak 9 (sembilan) buah benda uji untuk masing-masing variasi komposisi binder. Seluruh benda uji disimpan pada kondisi yang sama yaitu dengan perawatan air curing selama 28 hari. Setelah umur 28 hari, 3 (tiga) buah benda uji dilakukan pengujian sifat mekanis (kuat tekan dan MOR) untuk mengetahui kekuatan awal. Setelah itu 3 (tiga) buah benda uji direndam dalam air dan 3 (tiga) buah benda uji lain direndam dalam bak air yang telah dilarutkan Na2SO4 dengan kadar 5%. Perlakuan perawatan perendaman tersebut dilakukan selama 28 hari. Setelah direndam dalam air dan larutan sulfat selama 28 hari, dilakukan pengujian sifat mekanis (kuat tekan dan MOR).

    Drying shinkage beton diamati dari mulai umur benda uji 1 (satu) hari sampai dengan 63 hari.

    Pengujian porositas beton dilakukan pada benda uji umur 28 hari.

    3. HASIL PENELITIAN 3.1 Optimum kadar PP fiber

    Optimum pengunaan kadar PP fiber dengan variasi sebesar 0%, 0,025%, 0,05%, dan 0,075% (dari berat mortar) ditentukan dari hasil pengujian kuat tekan kubus dan kuat lentur (MOR) mortar. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 yang merupakan rerata dari tiga buah benda uji untuk setiap variasi proporsi campuran (binder : agregat) dengan hanya dilakukan pada umur mortar 28 hari untuk mengetahui penggunaan optimal kadar PP fiber.

    Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kuat tekan maksimum untuk seluruh variasi proporsi campuran tercapai pada kadar PP fiber 0,025%, kecuali pada proporsi campuran 1 PC : 4 agregat dengan komposisi 100% FA : 0% PCC dengan kuat tekan maksimum pada kadar PP fiber 0,05%.

    Tabel 1. Hasil uji kuat tekan mortar dengan variasi kadar PP fiber

    Kadar PP Fiber (%)

    0 0,025 0,05 0,075 Binder : Agregat %FA : %PCC

    Kuat Tekan (Mpa)

    100% FA : 0% PCC 31,57 32,15 30,58 28,57

    90% FA : 10% PCC 34,05 40,16 26,41 31,23 1 : 2 0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 31,69 30,38 24,91 29,89

    100% FA : 0% PCC 19,46 27,35 23,12 25,33

    90% FA : 10% PCC 25,08 25,86 23,15 22,99 1 : 3 0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 33,99 32,48 32,20 25,98

    100% FA : 0% PCC 13,66 14,50 17,81 10,70

    90% FA : 10% PCC 12,04 13,71 12,42 12,69 1 : 4 0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 28,75 31,65 29,39 26,53

    Tabel 2. Hasil uji kuat lentur (MOR) mortar dengan variasi kadar PP fiber

    Kadar PP Fiber (%)

    0 0,025 0,05 0,075 Binder : Agregat %FA : %PCC

    MOR (Mpa)

    100% FA : 0% PCC 5,44 6,30 7,14 5,56

    90% FA : 10% PCC 7,45 7,00 7,19 7,01 1 : 2 0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 6,93 6,79 6,94 6,47

    100% FA : 0% PCC 3,56 4,21 4,19 4,14 1 : 3

    90% FA : 10% PCC 6,12 6,37 6,62 6,59

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 7,06 7,38 7,58 6,64

    100% FA : 0% PCC 3,43 3,42 3,29 3,29

    90% FA : 10% PCC 2,93 3,56 3,96 3,88 1 : 4 0% FA : 100% PCC

    (kontrol) 5,82 5,52 6,22 5,89

    Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kuat lentur (MOR) maksimum tercapai pada kadar PP fiber 0,05%, kecuali pada proporsi campuran 1 PC : 3 agregat dan 1 PC : 4 agregat dengan komposisi 100% FA : 0% PCC. Hal ini berbeda dengan kadar PP fiber optimum pada kuat tekan mortar dikarenakan fiber dapat memberikan ikatan yang lebih baik pada saat terkena beban lentur.

    3.2 Pengaruh penambahan PP fiber dan penggantian 10% FA dengan semen PCC terhadap kuat tekan dan MOR beton geopolimer

    Pada Tabel 3 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa kuat tekan silinder beton dengan kadar PP fiber 0,025% memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar fiber 0%. Peningkatan kuat tekan silinder beton masih dibawah 10%. Kuat tekan silinder beton dengan kadar PP fiber 0,025% pada variasi kadar binder 100% FA : 0% PCC memiliki kuat tekan yang tidak jauh berbeda dengan kuat tekan kontrol (0% FA : 100% PCC) yaitu masing-masing sebesar 36,61 MPa dan 36,82 MPa. Sedangkan untuk variasi kadar binder 90% FA : 10% PCC memiliki kuat tekan sebesar 38,31 MPa (PP Fiber 0,025%) dengan peningkatan sebesar 5,23% dari kuat tekan tanpa PP Fiber.

    Tabel 3. Hasil uji kuat tekan silinder beton umur 28 hari

    Kadar PP Fiber (%)

    0 0,025 Binder : Agregat %FA : %PCC

    Kuat Tekan (Mpa)

    %*

    1 : 2 100% FA : 0% PCC 34,31 36,61 6,70

    1 : 2 90% FA : 10% PCC 36,41 38,31 5,23

    1 : 2 0% FA : 100% PCC (kontrol) 35,90 36,82 2,55

    *Prosentase peningkatan/penurunan kuat tekan dibandingkan dengan kadar fiber 0%

    Gambar 1. Hubungan antara kuat tekan dengan variasi kadar binder

    Untuk pengaruh penggantian 10% FA dengan PCC, kuat tekan beton geopolimer dengan campuran 90% FA : 10% PCC memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran geopolimer normal (100% FA : 0% PCC) maupun beton normal (0% FA : 100% PCC).

    Tabel 4. Hasil uji kuat lentur (MOR) beton dengan kadar PP Fiber 0,025%

    Kadar PP Fiber (%)

    0 0,025 Binder : Agregat %FA : %PCC

    Kuat Lentur (MOR), MPa

    %*

    1 : 2 100% FA : 0% PCC 3,79 3,91 3,29

    1 : 2 90% FA : 10% PCC 4,25 4,33 1,83

    1 : 2 0% FA : 100% PCC (kontrol) 4,20 4,48 6,60

    Gambar 2. Hubungan antara kuat lentur (MOR) umur 28 hari dengan variasi kadar binder dengan kadar PP fiber 0,025%

    Pada Tabel 4 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa penambahan PP fiber sebesar 0,025% memiliki tren peningkatkan kuat lentur (MOR) bila dibandingkan dengan tanpa PP fiber. Peningkatan kuat lentur (MOR) pada penambahan 0,025% peningkatan tertinggi dicapai oleh proporsi kadar binder 0% FA : 100% PCC (beton normal) yaitu sebesar 6,60%, sedangkan untuk proporsi kadar binder 100% FA : 0% PCC (beton geopolimer) dan 90% FA : 10% PCC masing-masing mengalami peningkatan sebesar 3,29% dan 1,83%.

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    Binder : Agregat %FA : %PCC

    Kadar PP Fiber (%)

    %* 0 0,05 Kuat Lentur (MOR),

    MPa 1 : 2 100% FA : 0% PCC 3,79 4,20 10,91

    1 : 2 90% FA : 10% PCC 4,25 4,55 7,03

    1 : 2 0% FA : 100% PCC (kontrol) 4,20 4,34 3,28

    Binder : Agregat Kuat Tekan , MPa %*

    rendam air

    %* rendam sulfat

    Ambient curing

    Rendam Air

    Rendam Sulfat

    100% FA : 0% PCC 34,31 36,96 37,72 7,74 9,94

    90% FA : 10% PCC 36,41 37,92 44,78 4,15 23,00

    Binder : Agregat Kuat Tekan , MPa %*

    rendam air

    %* rendam sulfat

    Ambient curing

    Rendam Air

    Rendam Sulfat

    100% FA : 0% PCC 36,61 42,54 41,32 16,20 12,87

    90% FA : 10% PCC 39,39 48,37 47,98 22,81 21,83

    Tabel 5. Hasil uji kuat lentur (MOR) beton dengan kadar PP Fiber 0,025%

    Gambar 3. Hubungan antara kuat lentur (MOR) umur 28 hari dengan variasi kadar binder dengan kadar PP fiber 0,05%

    Pada Tabel 5 dan Gambar 3 dapat dilihat bahwa penambahan PP fiber sebesar 0,05% memiliki peningkatan kuat lentur (MOR) yang lebih tinggi dibanding dengan penambahan PP fiber 0,025%. Peningkatan kuat lentur (MOR) dengan PP fiber 0,05% sebesar 10,91% dicapai oleh proporsi kadar binder 100% FA : 0% PCC dengan perawatan pada suhu ruang (ambient curing) lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil ZHANG Zu-hua, dkk (2009) yang mengalami peningkatan kuat lentur sebesar 36,1% dengan perawatan panas (heat curing). Tabel. 6 Perbandingan peningkatan kuat lentur (MOR) beton geopolimer normal dan penggantian 10% FA dengan PCC

    Binder :

    Agregat %FA : %PCC

    Kadar PP Fiber (%)

    0 %* 0,025 %* 0,05 %*

    1 : 2 100% FA : 0% PCC 3,79 12,12

    3,91 10,54

    4,208,20

    1 : 2 90% FA : 10% PCC 4,25 4,33 4,55

    *Prosentase peningkatan/penurunan kuat tekan dibandingkan dengan beton geopolimer normal

    Untuk pengaruh penggantian 10% FA dengan PCC, kuat lentur (MOR) beton geopolimer (90% FA : 10% PCC) mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar PP fiber. Pada kadar PP fiber 0%, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 12,12%, hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan Vijay, dkk (2012) dengan peningkatan kuat lentur sebesar 17,0% yang menggunakan OPC sebagai pengganti 10% FA.

    3.3 Pengaruh perawatan (curing) dengan perendaman air dan sulfat terhadap kuat tekan dan MOR beton geopolimer

    Hasil uji kuat tekan silinder beton dan kuat lentur (MOR) merupakan rerata tiga buah benda uji dari setiap variasi proporsi campuran (binder : agregat) yang dilakukan setelah beton umur 28 hari dengan perawatan di suhu ruang (ambient curing), kemudian direndam selama 28 hari dalam air dan larutan sulfat dan setelah itu dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat lentur (MOR).

    Tabel 7. Hasil uji kuat tekan silinder beton geopolimer setelah perlakuan perawatan dengan kadar PP Fiber 0%

    Sumber: hasil penelitian

    Tabel 8. Hasil uji kuat tekan silinder beton geopolimer setelah perlakuan perawatan dengan kadar PP Fiber 0,025%

    Sumber: hasil penelitian

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    Gambar 4. Hubungan antara kuat tekan silinder beton setelah perlakuan perawatan dengan kadar PP Fiber 0%

    Gambar 5. Hubungan antara kuat tekan silinder beton setelah perlakuan perawatan dengan kadar PP Fiber 0,025%

    Pada Tabel 7 dan Tabel 8 serta Gambar 4 dan Gambar 5, dapat dilihat bahwa kuat tekan beton setelah dilakukan perawatan perendaman air dan larutan sulfat selama 28 hari baik untuk kadar PP fiber 0% maupun 0,025% memiliki tren yang sama yaitu mengalami peningkatan dibandingkan dengan kuat tekan pada umur 28 hari. Hal ini terjadi karena umur uji setelah perendaman adalah pada umur 56 hari sehingga dimungkinkan masih terjadinya peningkatan kuat tekan.

    Pada Tabel 9 dapat dilihat juga bahwa hasil uji kuat lentur (MOR) setelah perendaman larutan sulfat (Na2SO4) memiliki kuat lentur yang lebih rendah dibandingkan dengan setelah perendaman air. Penurunan terbesar terjadi pada proporsi kadar binder 90% FA : 10% PCC dengan kadar fiber 0,025% yaitu sebesar 5,27%.

    Tabel 9. Perbandingan kuat lentur (MOR) antara perawatan rendam air dan rendam sulfat

    Kuat Lentur (MOR), MPa Kadar PP fiber Rendam

    Air Rendam

    Sulfat %*

    0% PP Fiber

    100% FA : 0% PCC 3,88 3,81 -1,86

    90% FA : 10% PCC 4,32 4,14 -4,12

    0,025% PP Fiber

    100% FA : 0% PCC 3,92 3,83 -2,11

    90% FA : 10% PCC 4,41 4,18 -5,27

    0,05% PP Fiber

    100% FA : 0% PCC 4,51 4,38 -2,91

    90% FA : 10% PCC 4,69 4,70 0,07 *Prosentase peningkatan/penurunan kuat tekan dibandingkan dengan beton geopolimer normal

    Perbandingan kuat tekan dan kuat lentur (MOR) untuk perawatan air dan larutan sulfat tidak terlihat perbedaan yang signifikan karena geopolimer dengan bahan dasar fly ash memiliki ketahanan terhadap serangan sulfat setelah benda uji direndam dalam larutan sodium sulfat (Na2SO4) berkadar 5% selama 12 minggu (Hardjito, 2004).

    Untuk menggambarkan hubungan kuat tekan dan MOR beton didasarkan pada beberapa sumber penelitian terdahulu seperti terlihat pada Tabel 10.

    Tabel 10. Hubungan kuat tekan dan MOR dari berbagai sumber

    Formula Sumber/Pustaka

    (psi) Raphael, J.M. (1984)

    (psi) American Concrete Institute (ACI)

    (MPa) SNI T-15-1991-03

    (MPa) Thadani (1982)

    Sumber: Han Aylie, dkk (2004)

    Gambar 6. Hubungan antara kuat tekan dan MOR penelitian dibandingkan dengan penelitian terdahulu

    Pada Gambar 6 terlihat bahwa hubungan kuat tekan dan MOR hasil penelitian ini berada diantara garis linier penelitian-penelitian terdahulu.

    3.4 Hasil uji drying shrinkage beton Hasil uji penyusutan (drying shrinkage) beton dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-63 dapat dilihat pada Gambar 7, dimana beton geopolimer dengan proporsi kadar binder 100% FA : 0% PCC memiliki penyusutan tertinggi dengan rerata susut sebesar 350 m.

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    Gambar 7. Hasil uji dying shrinkage beton Keterangan:

    %FA %PCC %Fiber Keterangan

    DS-A.1 100 0 0

    DS-A.2 100 0 0,025

    DS-B.1 90 10 0

    DS-B.2 90 10 0,025

    DS-C.1 0 100 0 kontrol

    DS-C.2 0 100 0,025 kontrol

    Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa penambahan PP fiber pada campuran dapat mengurangi susut pada beton, hal ini dapat dilihat pada hasil uji susut beton dengan penambahan PP fiber memiliki susut yang lebih rendah dibandingkan dengan beton tanpa penambahan PP fiber. Penggunaan PP fiber sebesar 0,025% pada benda uji ini dapat mengurangi susut sebesar 27,7% (100% FA : 0% PCC); 15,6% (90% FA : 10% PCC); serta 0,08% (100% FA : 0% PCC).

    Retak susut yang terjadi pada benda uji beton geopolimer (100% FA : 0% PCC) terjadi karena perawatan beton yang digunakan adalah perawatan pada suhu ruang (ambient curing). Pada benda uji yang dirawat pada suhu ruang (ambient curing), air dilepaskan selama proses reaksi kimia geopolimer sehingga air akan menguap seiring dengan waktu perawatan yang menyebabkan tingginya penyusutan terutama pada periode 2 (dua) minggu pertama (Wallah dan Rangan, 2006). Hal ini terlihat pada Gambar 4.10, dimana penyusutan pada benda uji BS-A.1 (100% FA : 0% PCC) sangat tinggi pada umur 1 14 hari.

    3.5 Hasil uji porositas beton

    Hasil uji porositas beton terdapat pada Tabel 11 dan Gambar 8 merupakan rerata tiga buah benda uji dari setiap variasi proporsi campuran (binder : agregat) yang dilakukan pada beton umur 28 hari.

    Tabel 11. Hasil uji porositas beton

    Porositas (%)

    Kadar PP Fiber (%) %FA : %PCC

    0 0,025

    100% FA : 0% PCC 15,83 17,92

    90% FA : 10% PCC 16,23 19,48

    0% FA : 100% PCC (kontrol) 22,59 25,18 Sumber: hasil penelitian

    Gambar 8. Hubungan antara porositas beton dengan variasi kadar binder

    Dari Tabel 11 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa penambahan PP fiber pada beton meningkatkan porositas beton baik untuk beton geopolimer maupun beton normal (kontrol). Beton geopolimer (100% FA : 0% PCC) memiliki nilai porositas terkecil diantara benda uji yang lain yaitu sebesar 15,83%. Hal ini menunjukkan bahwa beton geopolimer memiliki kepadatan yang baik dikarenakan reaksi fly ash dan aktivator membentuk mikrostruktur yang baik sehingga dapat mengurangi pori-pori terbuka dalam beton. Kombinasi antara NaOH dan Na2SiO3 (sodium silicate) dapat menghasilkan material yang solid hampir tanpa rongga dan memiliki ikatan yang kuat antara agregat dan matrik geopolimer (Fernandez-Jimenez, dkk, 2005 dalam Olivia.M, dkk, 2008).

    3.6 Hasil uji XRD

    Uji XRD dilakukan pada benda uji dengan kadar fly ash 100%, 90% dan 0% tanpa penggunaan PP fiber dengan dua perlakuan yaitu masing-masing ambient curing selama 28 hari dan direndam larutan sulfat (Na2SO4) selama 28 hari.

    Gambar 9. Pola difraksi benda uji dengan perlakuan ambient curing 28 hari Pada Gambar 9 terlihat bahwa pola difraksi pada benda uji A.1 yaitu beton geopolimer dengan perbandingan 100%FA : 0%PCC memiliki puncak S (SiO2) yang berbeda dengan benda uji B.1 (90%FA : 10%PCC) dan C.1 (0%FA : 100%PCC). Puncak SiO2

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    menandai munculnya produk hidrasi yaitu C-S-H yang merupakan unsur penting yang mengikat beton (Kristiawan, 2013). Pada benda uji A.1 yaitu pada sudut 2 = 26,67o, sedangkan pada benda uji B.1 dan C.1 berada pada sudut 2 = 27,81o. Pada Gambar 10, 11 dan 12 dapat dilihat pola difraksi hasil uji XRD pada benda uji dengan 2 (dua) jenis perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan ambient curing dan perendaman dengan laruran sulfat (Na2SO4) selama 28 hari.

    Gambar 10. Pola difraksi beton geopolimer A.1 (100% FA : 0%PCC)

    Pada Gambar 10 terlihat bahwa pola difraksi antara perlakuan ambient curing (normal) dengan perlakuan perendaman larutan sulfat (Na2SO4) tidak terlihat adanya perubahan pola difraksi. Perbedaan yang terlihat hanya pada intensitas puncak masing-masing mineral yang terbentuk. Puncak-puncak yang terbentuk antara lain SiO2, AL2O3 dan Fe2O3. Puncak SiO2 terlihat pada 2 sekitar 20,89; 21,93; 26,67; 27,81). Intensitas puncak mineral-mineral tersebut mengalami penurunan akibat pengaruh dari perendaman dengan larutan sulfat.

    Gambar 11. Pola difraksi beton geopolimer B.1 (90% FA : 10%PCC)

    Gambar 12. Pola difraksi beton geopolimer C.1 (0% FA : 100%PCC)

    Sama halnya dengan yang terlihat pda Gambar 10, pada Gambar 11 dan 12 memiliki pola difraksi yang hampir sama untuk kedua jenis perlakuan dan yang berbeda hanya pada besarnya intensitas untuk masing-masing mineral yang terbentuk.

    3.7 Hasil uji SEM

    Dari hasil uji SEM pada benda uji beton geopolimer dengan kadar PP fiber sebesar 0,025% pada Gambar 13 dengan pembesaran sebesar 3500x, terlihat adanya rongga pori (pore) dan micro crack di dalam lapisan beton geopolimer tersebut.

    Gambar 13. Hasil SEM dengan pembesaran 3500x pada beton geopolimer dengan kadar PP fiber 0,025% Pada Gambar 13 tidak terlihat adanya PP fiber dikarenakan tingkat ketajaman (resolusi) dari alat SEM yang digunakan. Maka untuk menggambarkan ikatan antara PP fiber dan beton digunakan literatur.

    Gambar 14. Bidging effect dari PP fiber pada rongga (pore) (a) dan retak (b) A) rongga; B) PP fiber; C) Cacat (defect) (Zang Zu-hua, 2009)

    Void Micro Crack

    Fiber

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    Pada Gambar 14 terlihat bahwa PP fiber dapat berfungsi untuk menjebatani terhadap rongga pori yang berbahaya, cacat/retak beton dengan cara menyatu dengan matiks geopolimer dan dapat berubah bentuk secara elastis ketika beton geopolimer dipengaruhi oleh gaya dalam maupun gaya luar sehingga dapat meningkatkan kekuatan beton geopolimer (Zang Zu-hua, 2009).

    Hal tersebut terlihat dari hasil kuat tekan, kuat lentur dan drying shrinkage beton geopolimer yang mengalami peningkatan dan penurunan penyusutan dibandingkan dengan beton geopolimer yang tidak mengandung PP fiber.

    4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan: 1) Pengaruh penambahan PP fiber dapat

    meningkatkan kuat tekan silinder beton dan kuat lentur (MOR) meskipun peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Peningkatan terbesar untuk kuat tekan silinder beton dengan PP fiber sebesar 0,025% sebesar 6,70% pada variasi kadar binder 100% FA : 0% PCC, sedangkan untuk MOR mengalami peningkatan sebesar 6,60% pada variasi kadar binder 0% FA : 100% PCC (beton normal).

    2) Peningkatan kuat lentur (MOR) dengan PP fiber 0,05% sebesar 10,91% dicapai oleh proporsi kadar binder 100% FA : 0% PCC dengan perawatan pada suhu ruang (ambient curing) lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil ZHANG Zu-hua, dkk (2009) yang mengalami peningkatan kuat lentur sebesar 36,1% dengan perawatan panas (heat curing).

    3) Pengaruh penggantian 10% FA dengan PCC, kuat tekan beton geopolimer dengan campuran 90% FA : 10% PCC memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran geopolimer normal (100% FA : 0% PCC) maupun beton normal (0% FA : 100% PCC).

    4) Pengaruh penggantian 10% FA dengan PCC, kuat lentur (MOR) beton geopolimer (90% FA : 10% PCC) mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar PP fiber. Pada kadar PP fiber 0%, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 12,12%, hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan Vijay, dkk (2012) dengan peningkatan kuat lentur sebesar 17,0% yang menggunakan OPC sebagai pengganti 10% FA.

    5) Hasil uji kuat tekan beton dan MOR beton setelah dilakukan perawatan perendaman air dan larutan

    sulfat selama 28 hari baik untuk kadar PP fiber 0%, 0,025% dan 0,05% memiliki tren yang sama yaitu mengalami peningkatan dibandingkan dengan kuat tekan dan MOR pada umur 28 hari. Hal ini terjadi karena umur uji setelah perendaman adalah pada umur 56 hari sehingga dimungkinkan masih terjadinya peningkatan kuat tekan dan MOR.

    6) Perbandingan hasil uji kuat tekan dan MOR untuk perawatan air dan larutan sulfat (Na2SO4) selama 28 hari tidak terlihat perbedaan yang signifikan karena geopolimer dengan bahan dasar fly ash memiliki ketahanan terhadap serangan sulfat setelah benda uji direndam dalam larutan sodium sulfat (Na2SO4) berkadar 5% selama 12 minggu (Hardjito, 2004).

    7) Penggunaan PP fiber sebesar 0,025% pada benda uji ini dapat mengurangi susut sebesar 27,7% (100% FA : 0% PCC); 15,6% (90% FA : 10% PCC); serta 0,08% (100% FA : 0% PCC).

    8) Beton geopolimer (100% FA : 0% PCC) memiliki nilai porositas terkecil diantara benda uji yang lain yaitu sebesar 15,83%.

    9) Pola difraksi XRD untuk dua jenis perlakuan ambient curing dan rendam sulfat tidak memiliki pola difraksi yang berbeda dan hanya berbeda pada tingkat intensitasnya.

    6. REKOMENDASI Beberapa saran yang dapat dilakukan antara lain: 1) Perlu dilakukan optimalisasi penggantian fly ash

    dengan PCC untuk meningkatkan sifat mekanik beton geopolimer dengan perawatan suhu ruang (ambient curing).

    2) Untuk meningkatkan workability beton geopolimer perlu dilakukan optimalisasi penggunaan superplastisizer pada campuran beton tetapi tidak mengurangi kekuatan beton geopolimer.

    DAFTAR PUSTAKA [1] A.R. Sakulich, 2011, Reinforced Geopolymer

    Composite for Enhanced Material Greenness and Durability, Sustainable Cities and Society 1 (2011) 195 210. Diunduh tanggal 30 Oktober 2013, dari: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2210670711000448

    [2] Dany. C, dkk, 2012, Pemanfaatan Abu Terbang dan Sebuk Gergaji Untuk Pembuatan

  • Jurnal Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Vol. I. No. 1 Oktober 2013 ISSN : 2339-0271

    Mortar Ringan Geopolimer, Jurnal Penelitian Permukiman, Bandung.

    [3] Han Aylie, dkk, 2004, Percobaan Tarik-Langsung Pada Beton Konvensional, Media Komunikasi Teknik Sipil Volume 12, NO. 3, Edisi XXX, Universitas Diponegoro.

    [4] Hardjito. D dan B.V. Rangan, 2005, Development And Properties of Low-Calcium Fly Ash-Based Gepolymer Concrete, Research Reports GC 1, Faculty of Engineering, Curtin University of Technology, Australia.

    [5] Olivia.M, dkk, 2008, Water Penetrability of Low Calcium Fly Ash Geopolymer Concrete, Curtin University of Technology, Australia, ICCBT 2008 - A - (46) pp517-530. Diunduh tanggal 13 September 2013, dari : http://www.uniten.edu.my/newhome/uploaded/coe/iccbt/iccbt%202008/conference%20a%20extract/UNITEN%20ICCBT%2008%20Water%20Penetrability%20of%20Low%20Calcium%20Fly%20Ash%20Geopolymer.pdf

    [6] Rudi. S, 2011, Sifat Mekanik Beton Geopolimer dengan Agregat Tailing, Laporan Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

    [7] SA. Kristiawan, dkk, 2013, Resistensi Beton Memadat Mandiri Yang Mengandung Fly Ash Tinggi Terhadap Serangan Asam Sulfat, Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo), 24-25 Oktober 2013.

    [8] Sanjaya, dkk, 2006, Komposisi alkaline aktivator dan fly ash untuk beton geopolimer mutu tinggi. Tugas Akhir, Petra Christian University.

    [9] S.E Wallah dan B.V Rangan, 2006, Low-Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete: Long-Term Properties, Research Reports GC 2, Faculty of Engineering, Curtin University of Technology, Australia.

    [10] Vijai. K, dkk, 2012, Properties of Glass Fibre Reinforced Geopolymer Concrete Composite, Asian Jurnal Of Civil Engineering (Building and Housing) Vol. 13, No.4 (2012) Pages 511-520. Dunduh tanggal 27 Desember 2012, dari: http://www.bhrc.ac.ir/portal/LinkClick.aspx?fileticket=A8gf907gUe8%3D&tabid=1108

    [11] ZHANG Zu-hua, dkk, 2009, Preparation and Mechanichal Properties of Polypropylene Fiber Reinforced calcined kaolin-fly ash based geopolimer, J. Cent. South University of Technology (2009) 16: 0049-0052.