JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 ... · Abstrak- Minyak kemiri sunan, ......

12
1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN Ibnu Muhariawan Restuaji dan Eko Santoso Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : [email protected] Abstrak- Minyak kemiri sunan, yang sudah diperlakukan dengan kitosan, dikonversi menjadi biodiesel dengan melakukan reaksi transesterifikasi. Minyak tersebut mempunyai bilangan asam sekitar 0,5234 mg KOH/g. Sebanyak 0,25; 0,5 dan 1 g karbon aktif ditambahkan pada masing-masing 50 g minyak kemiri sunan untuk mengadsorpsi larutan kitosan yang tertinggal. Setelah itu, dilakukan proses transesterifikasi dengan kondisi : rasio metanol/minyak adalah 1:1 (w/w), katalis NaOH 1% berat minyak, suhu 65 °C dan dilakukan selama 1 jam. Biodiesel yang dihasilkan dari ketiga sampel tersebut, memiliki perbedaan massa dan yield biodiesel. Semakin besar massa karbon yang ditambahkan semakin menurun massa akhir dan yield biodieselnya. Berdasarkan penambahan karbon aktif tersebut didapatkan massa biodiesel berturut- turut : 7,0497; 4,2524 dan 0,5839 g. Sedangkan persentase yield biodieselnya adalah 29,21; 7,97 dan 1,38%. Kata kunci : kemiri sunan; karbon aktif; reaksi transesterifikasi. I. PENDAHULUAN ecara umum sumber energi dunia terbesar berasal dari minyak fosil, gas alam dan batubara (BP Reports, 2012). Khususnya minyak fosil, tingkat kebutuhan akan energi ini adalah yang paling besar diantara energi lain. Kebutuhan terhadap minyak fosil rata-rata 0,6 juta barel per hari atau sekitar 33,1% per tahun 2011 (BP Reports, 2012). Sektor transportasi dan industri memiliki ketergantungan yang besar terhadap sumber energi minyak fosil. Tingginya kebutuhan ini mengakibatkan kenaikan harga dan menipisnya cadangan minyak bila pemanfaatannya dilakukan secara terus menerus (Shahid dan Jamal, 2011). Selain itu meningkatnya kebutuhan minyak fosil juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Seperti meningkatnya kadar CO 2 , emisi gas greenhouse dan juga pemanasan global (Talebian-Kiakalaieh dkk., 2013). Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang saat ini dikembangkan untuk mengurangi tingginya angka kebutuhan terhadap bahan bakar fosil. Bahan bakar ini umumnya dibuat melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewan dengan bantuan alkohol dan katalis membentuk alkil ester (Atadashi dkk., 2013). Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui karena berasal dari sumber yang mudah didapatkan di alam. Disamping itu, biodiesel memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan bahan bakar fosil antara lain sifatnya yang biode- gradable, non-toksik dan memiliki profil emisi yang rendah. Bahan bakar biodiesel juga berpotensi mengurangi tingkat polusi dan karsinogenik terhadap lingkungan (Leung dkk., 2010). Bahan dasar biodiesel berasal dari alam yang mempunyai sifat dapat diperbaharui, seperti minyak nabati dan lemak hewan (Singh dan Singh, 2010). Umumnya, minyak nabati yang sering digunakan sebagai biodiesel antara lain minyak kedelai (Liu dkk., 2008), bunga matahari (Rashid dkk., 2008), minyak sawit (Mekhilef dkk., 2011), biji rapa (Georgogianni dkk., 2009), biji katun (Köse dkk., 2002), Camelina sativa (Lebedevas dkk., 2013), dan Jatropha curcas (Liu et al., 2012). Sedangkan biodiesel dari lemak hewan yang selama ini dikembangkan antara lain lemak hewan ternak S

Transcript of JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 ... · Abstrak- Minyak kemiri sunan, ......

1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF

TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI

MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN

KITOSAN

Ibnu Muhariawan Restuaji dan Eko Santoso

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : [email protected]

Abstrak- Minyak kemiri sunan, yang sudah diperlakukan dengan kitosan, dikonversi menjadi biodiesel dengan melakukan reaksi transesterifikasi. Minyak tersebut mempunyai bilangan asam sekitar 0,5234 mg KOH/g. Sebanyak 0,25; 0,5 dan 1 g karbon aktif ditambahkan pada masing-masing 50 g minyak kemiri sunan untuk mengadsorpsi larutan kitosan yang tertinggal. Setelah itu, dilakukan proses transesterifikasi dengan kondisi : rasio metanol/minyak adalah 1:1 (w/w), katalis NaOH 1% berat minyak, suhu 65 °C dan dilakukan selama 1 jam. Biodiesel yang dihasilkan dari ketiga sampel tersebut, memiliki perbedaan massa dan yield biodiesel. Semakin besar massa karbon yang ditambahkan semakin menurun massa akhir dan yield biodieselnya. Berdasarkan penambahan karbon aktif tersebut didapatkan massa biodiesel berturut-turut : 7,0497; 4,2524 dan 0,5839 g. Sedangkan persentase yield biodieselnya adalah 29,21; 7,97 dan 1,38%. Kata kunci : kemiri sunan; karbon aktif; reaksi transesterifikasi.

I. PENDAHULUAN

ecara umum sumber energi dunia terbesar berasal dari minyak fosil, gas alam dan batubara (BP Reports, 2012). Khususnya

minyak fosil, tingkat kebutuhan akan energi ini adalah yang paling besar diantara energi lain. Kebutuhan terhadap minyak fosil rata-rata 0,6 juta barel per hari atau sekitar 33,1% per tahun 2011 (BP Reports, 2012). Sektor transportasi dan industri memiliki ketergantungan yang besar terhadap sumber energi minyak fosil. Tingginya kebutuhan

ini mengakibatkan kenaikan harga dan menipisnya cadangan minyak bila pemanfaatannya dilakukan secara terus menerus (Shahid dan Jamal, 2011). Selain itu meningkatnya kebutuhan minyak fosil juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Seperti meningkatnya kadar CO2, emisi gas greenhouse dan juga pemanasan global (Talebian-Kiakalaieh dkk., 2013).

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang saat ini dikembangkan untuk mengurangi tingginya angka kebutuhan terhadap bahan bakar fosil. Bahan bakar ini umumnya dibuat melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewan dengan bantuan alkohol dan katalis membentuk alkil ester (Atadashi dkk., 2013). Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui karena berasal dari sumber yang mudah didapatkan di alam. Disamping itu, biodiesel memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan bahan bakar fosil antara lain sifatnya yang biode-gradable, non-toksik dan memiliki profil emisi yang rendah. Bahan bakar biodiesel juga berpotensi mengurangi tingkat polusi dan karsinogenik terhadap lingkungan (Leung dkk., 2010).

Bahan dasar biodiesel berasal dari alam yang mempunyai sifat dapat diperbaharui, seperti minyak nabati dan lemak hewan (Singh dan Singh, 2010). Umumnya, minyak nabati yang sering digunakan sebagai biodiesel antara lain minyak kedelai (Liu dkk., 2008), bunga matahari (Rashid dkk., 2008), minyak sawit (Mekhilef dkk., 2011), biji rapa (Georgogianni dkk., 2009), biji katun (Köse dkk., 2002), Camelina sativa (Lebedevas dkk., 2013), dan Jatropha curcas (Liu et al., 2012). Sedangkan biodiesel dari lemak hewan yang selama ini dikembangkan antara lain lemak hewan ternak

S

2 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 (Encinar dkk., 2011), lemak unggas (Gürü dkk., 2010) dan lemak ikan (Andersen dan Weinbach, 2010).

Kemiri sunan (Aleurites trisperma) merupakan salah satu tanaman penghasil bahan bakar nabati yang sedang dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini memiliki kandungan minyak mencapai 52-56% dari tiap biji/gelondong dan tiap pohon menghasilkan 300-500 kg biji kering per tahunnya (Herman dan Pranowo, 2011). Potensi pengembangan minyak kemiri sunan sebagai bahan bakar biodiesel sangat menjanjikan karena tanaman ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya kandungan minyaknya yang tinggi, karakteristik yang khas dari minyaknya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, pertum-buhannya yang relatif cepat, wilayah pengembangannya yang luas dari dataran rendah hingga 1.000 m di atas permukaan air laut dan digunakan sebagai tanaman konservasi (Hadad, 2010).

Herman dan Pranowo, 2011 melaporkan bahwa minyak kemiri sunan mempunyai nilai angka asam yang berkisar antara 6,19-39,30 mg KOH/g. Angka asam tersebut menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak kemiri sunan. Kadar asam lemak bebas minyak kemiri sunan harus diturunkan agar dapat digunakan sebagai bahan bakar biodiesel. Angka asam minyak nabati biodiesel yang sesuai syarat dan mutu adalah maksimal 0,8 mg KOH/g (Badan Standarisasi Nasional, 2006).

Beberapa metode yang sering digunakan untuk menurunkan angka asam minyak nabati diantaranya adalah dengan distilasi uap, ekstraksi dengan alkohol dan esterifikasi menggunakan katalis asam (Leung dkk., 2010). Adapun Malik, 2013 melaporkan metode terbaru dalam menurunkan angka asam minyak kemiri sunan, yaitu dengan adsorpsi menggunakan larutan kitosan. Kitosan adalah polisakarida yang dibentuk dari pengulangan unit β (1-4) 2-amino-2-deoksi-D-glukosa atau D-glukosamin (Ravi Kumar, 2000). Senyawa ini memiliki kemampuan adsorpsi terhadap beberapa logam berat dan asam lemak (Lee dkk., 2005). Efisiensi adsorpsi kitosan dalam menurunkan angka asam minyak kemiri sunan mencapai 84,85% (Malik, 2013).

Akan tetapi, penggunaan larutan kitosan dalam menurunkan angka asam menjadikan tampilan minyak lebih keruh dari sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya sisa larutan kitosan yang tertinggal di dalam minyak kemiri sunan (Malik, 2013). Karbon aktif dapat digunakan untuk mengadsorpsi senyawa polimer seperti kitosan dan asam lemak bebas (Malik, 2013). Karbon aktif memiliki ketahanan korosi terhadap asam atau basa

dan toksik. Material ini memiliki porositas tinggi dengan lapisan hidrofobik dan hidrofilik pada permukaannya (Viswanathan dkk., 2009).

II. URAIAN PENELITIAN

2.1. Penentuan Bilangan Asam Minyak Kemiri

Sunan

Bilangan asam minyak kemiri sunan menunjukkan seberapa besar kandungan asam lemak bebas dari minyak tersebut. Metode titrasi digunakan dalam menentukan besarnya bilangan asam. Minyak kemiri sunan sebanyak 2,5 g dilarutkan dalam 75 ml larutan etanol-air 1:1 (v/v) dan ditambahkan larutan indikator phenolphtalein sebanyak 2 tetes. Kemudian titrasi dengan larutan NaOH standar 0,02 M hingga warna larutan menjadi merah muda (Aricetti dan Tubino, 2012).

Penentuan bilangan asam ini dilakukan dua kali (blanko) dan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut Bilangan asam : v NaOH-v blanko x M NaOH x 56,1

berat minyak (2.1)

2.2. Adsorpsi Larutan Kitosan Yang Tertinggal

Dengan Karbon Aktif

Penentuan bilangan asam sebagaimana pada prosedur 3.2.1 dilakukan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas minyak kemiri sunan. Setelah diketahui bahwa kadar asam lemak bebas minyak sesuai dengan standar mutu SNI 04-7182-2006, ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi larutan kitosan yang masih tertinggal di dalam minyak.

Minyak kemiri sunan ditimbang sebanyak 50 g dan ditambahkan karbon aktif dengan variasi massa : 0,25 ; 0,5 dan 1 g. Kemudian, campuran tersebut diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 30 menit. Setelah itu, disaring dengan kertas whatman® 41 untuk memisahkan minyak dari karbon aktif. Selanjutnya, minyak diambil dan digunakan dalam reaksi transesterifikasi.

2.3. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kemiri

Sunan

Reaksi transesterifikasi minyak kemiri sunan dilakukan dengan metanol menggunakan katalis basa homogen yaitu NaOH. Reaksi ini dilakukan dengan rasio metanol minyak kemiri sunan 1:1. Metanol diambil sebanyak 15 g dan ditambahkan katalis NaOH sebanyak 0,15 g kemudian diaduk. Minyak kemiri sunan diambil sebanyak 15 g dan dimasukkan ke dalam reaktor untuk dipanaskan dengan suhu 65 °C. Kemudian metanol yang telah

3 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 ditambahkan katalis dimasukkan ke dalam reaktor yang berisi minyak kemiri sunan. Proses reaksi berlangsung selama 60 menit dan pada suhu 65 °C.

Gambar 2.1 Rangkaian refluks transesterifikasi

2.4. Karakterisasi Biodiesel Dengan Kroma-

tografi Gas

Hasil dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester dan gliserol. Dimana setelah dilakukan pemisahan, metil ester digunakan sebagai bahan utama biodiesel. Untuk mengetahui senyawa organik dalam minyak biodiesel tersebut dilakukan karakterisasi dengan metode kromatografi gas (GC). Selain itu karakterisasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi metil ester yang terbentuk dan luas area dari yield yang diperoleh.

Digunakan instrumen gas chromatography (GC) tipe TECHCOMP 7900 dengan kondisi operasi sebagai berikut : Inlets Jumlah suntikan : 1µL Suhu heater : 275 °C Pressure : 15,26 psi Aliran : 103 ml/min

Kolom Jenis kolom : EC TM-5 Panjang kolom : 30 meter Diameter kolom : 0,25 mm Tekanan : 15,26 psi Aliran helium : 50 ml/min Oven

Suhu awal : 200 °C Hold time : 2 menit Suhu akhir : 250 °C Rate : 4 °C/min Detektor

Jenis detektor : A-FID Aliran H2 : 45 ml/min

Minyak kemiri sunan hasil reaksi transes-terifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol

ditimbang sebanyak 50-90 mg. Kemudian dilarutkan dalam 1 ml n-heksana dan 100 µL internal standar. Campuran tersebut diinjekkan ke kolom GC sebanyak 1 µL dengan microfilter syringe.

III. HASIL DAN DISKUSI

Penelitian ini menggunakan minyak kemiri sunan sebagai bahan utama pembuatan biodiesel. Minyak kemiri sunan yang digunakan, sebelumnya sudah diperlakukan dengan kitosan. Pada studi penelitian sebelumnya, kitosan digunakan untuk mengadsorpsi asam lemak bebas minyak kemiri sunan (Malik, 2013). Dengan rendahnya kadar asam lemak bebas, minyak kemiri sunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama biodiesel (Badan Standarisasi Nasional, 2006). Dimana syarat mutu biodiesel berdasarkan SNI 04-7182-2006 adalah angka asam maksimal sebesar 0,8 mg KOH/g. Pada penelitian yang dilakukan Malik, 2013 melaporkan bahwa kitosan mampu mengadsorpsi asam lemak bebas dan menurunkan bilangan asam menjadi 0,4229 mg KOH/g.

Namun penggunaan kitosan sebagai adsorben asam lemak bebas mengakibatkan minyak kemiri sunan tampak keruh. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan karbon aktif untuk meng-adsorpsi larutan kitosan yang terdapat pada minyak kemiri sunan. Dalam menghasilkan biodiesel, minyak kemiri sunan harus diubah menjadi metil ester dengan melakukan reaksi transesterifikasi. Bio-diesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi tersebut selanjutnya dianalisa menggunakan metode kromatografi gas (GC) untuk mengetahui konsentrasi total metil ester (FAME) dan menghitung yield biodieselnya. 3.1. Penentuan Bilangan Asam Minyak Kemiri

Sunan

Pada penelitian ini minyak kemiri sunan, ditentukan terlebih dahulu bilangan asamnya. Penentuan bilangan asam ini dilakukan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas dalam minyak kemiri sunan. Minyak nabati atau hewani, yang akan digunakan untuk biodiesel, harus memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah. Karena semakin besar kadar asam lemak bebas pada minyak akan mengganggu proses pembentukan metil ester. Akibatnya yield biodiesel yang dihasilkan semakin tereduksi.

Beberapa penelitian biodiesel yang terdahulu, menyarankan minyak nabati atau hewani yang digunakan harus memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah. I.M. Atadasi dkk, 2012, menggunakan beberapa sampel minyak nabati untuk biodiesel dengan kadar asam lemak bebas < 3% berat minyak. M.Agarwal dkk, 2012, menggunakan minyak bekas

4 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 dengan bilangan asamnya sebesar ≤ 1 mg KOH/g. K.G.Georgogianni, 2009, menggunakan minyak biji rapa dengan kadar asam lemak bebas ˂ 1% berat minyak. D.Y.C. Leung dkk, 2010, menggunakan beberapa minyak nabati dan hewani untuk biodiesel dengan kadar asam lemak bebas ≤ 2,5% berat minyak. Dan berdasarkan SNI 04-7182-2006, besarnya bilangan asam yang menunjukkan kadar asam lemak bebas pada minyak kemiri sunan setelah diadsorspsi dengan kitosan adalah ≤ 0,8 mg KOH/g.

Sebanyak 2,5 g minyak kemiri sunan dilarutkan dalam 75 mL larutan etanol air 1:1 (v/v). Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator PP 1% dan dititrasi dengan 0,02 M larutan standar NaOH hingga tampak warna merah muda selama 30 detik. Percobaan ini dilakukan secara duplo, dimana untuk massa minyak yang digunakan adalah 2,5500 dan 2,5200 g. Sebagai faktor koreksi agar data percobaan lebih akurat, disiapkan blanko yang terdiri dari 75 mL larutan etanol air 1:1 dan 2 tetes indikator PP 1% (Aricetti dan Tubino, 2012).

Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh data rata-rata bilangan asam minyak kemiri sunan sebesar 0,5234 mg KOH/g. Hasil ini menunjukkan bahwa minyak kemiri sunan yang sudah diperlakukan dengan kitosan tersebut sudah sesuai dengan syarat mutu biodiesel SNI 04-7182-2006, yaitu memiliki bilangan asam ≤ 0,8 mg KOH/g. Sehingga minyak tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan biodiesel.

3.2. Adsorpsi Larutan Kitosan Yang Ter-

tinggal Dengan Menggunakan Karbon

Aktif

Minyak kemiri sunan yang dimanfaatkan sebagai bahan utama biodiesel, memiliki kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi. Herman dan Dibyo, 2011 dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa bilangan asam minyak kemiri sunan berkisar 6-40 mg KOH/g. Malik, 2013 melaporkan setelah diperlakukan dengan kitosan, besarnya bilangan asam tersebut mengalami penurunan karena kitosan mampu mengadsorp asam lemak bebas, sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.1.

Akan tetapi, kitosan bukanlah termasuk komponen yang dibutuhkan dalam proses pembentukan metil ester. Untuk memisahkan kitosan dari minyak kemiri sunan, diperlukan adsorben yang mampu mengikatnya. Pada percobaan ini digunakan karbon aktif sebagai material yang mengadsorp kitosan. Percobaan ini dilakukan dengan variasi massa 0,25 ; 0,5 dan 1 g karbon aktif yang ditambahkan ke dalam 50 g minyak. Campuran tersebut diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan

(a) (b) (c) (d) Gambar 3.1. Minyak kemiri sunan setelah

proses adsorpsi : (a) tidak ditambahkan karbon aktif (blanko) ; (b) penambahan 0,25 g karbon aktif ; (c) penambahan 0,5 g karbon aktif ; dan (d) penambahan 1 g karbon aktif

Tabel 3.1. Penambahan Karbon Aktif ke Dalam Minyak Kemiri Sunan yang Telah Diperlakukan Dengan Kitosan

Sampel Massa Minyak (g)

Massa Karbon (g)

b 50,1117 0,2527 c 50,0027 0,5062 d 50,1160 1,1160

penyaringan untuk memisahkan karbon aktif dari minyak dengan kertas saring whatman® 41.

Dari pengamatan yang dilakukan, minyak kemiri sunan mengalami perubahan warna setelah ditambahkan karbon aktif. Sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 3.1, sampel (a) adalah minyak yang tidak diadsorpsi dengan karbon aktif (blanko) berwarna kuning keruh. Warna keruh berasal dari larutan kitosan yang masih tertinggal dalam minyak kemiri sunan. Sedangkan sampel (b) yang merupakan minyak hasil adsorpsi dengan 0,2527 g karbon aktif, warnanya kuning dan menjadi lebih jernih dari sebelumnya. Sampel (c) yang merupakan hasil adsorpsi dengan 0,5062 g karbon aktif memiliki warna yang lebih jernih dibandingkan dua sampel sebelumnya (a dan b).

Malik, 2013 dalam penelitiannya melaporkan bahwa karbon aktif dapat digunakan untuk mengadsorp kitosan pada minyak kemiri sunan. Karbon aktif merupakan padatan berpori yang memiliki porositas terhadap molekul gas atau cair (Marsh dan Rodriguez-Reinoso, 2006). Berdasarkan ukuran, terdapat tiga macam pori karbon aktif yaitu mikropori (< 2,0 nm), mesopori (2-50 nm) dan makropori (> 50 nm) (Marsh dan Rodriguez-Reinoso, 2006). Ukuran molekul dari asam lemak minyak kemiri sunan rata-rata adalah 1,14 nm (Sigma-Aldrich, 2013). Sedangkan untuk ukuran

5 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 molekul kitosan adalah 3,33 nm (www.uchitotech.com). Dengan karakteristiknya yang berbentuk serbuk, karbon aktif memiliki area adsorpsi yang lebih luas. Sehingga ketika material ini ditambahkan ke dalam minyak, tidak hanya kitosan yang terserap, tetapi sebagian minyak itu sendiri juga ikut terserap.

3.3. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kemiri

Sunan

Minyak kemiri sunan, yang diperlakukan dengan kitosan, sudah diketahui bilangan asamnya yaitu sebesar 0,5234 mg KOH/g. Dengan kadar asam lemak bebas yang rendah, minyak tersebut diper-bolehkan untuk reaksi transesterifikasi. Reaksi ini merupakan reaksi antara trigliserida dan alkohol dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metil ester (biodiesel).

Asam lemak bebas adalah faktor utama yang perlu diperhatikan dalam proses transesterifikasi. Asam lemak bebas menyebabkan pembentukan sabun (saponifikasi) pada reaksi transesterifikasi yang menggunakan katalis basa homogen (NaOH, KOH, CH3ONa). Reaksi saponifikasi menghambat pemisahan metil ester (biodiesel) dengan gliserol dan memperkecil yield biodiesel yang didapatkan. Oleh karena itu, reaksi ini sangat tidak diharapkan terjadi pada saat proses transesterifikasi berlangsung.

Gambar 3.2. Mekanisme reaksi transes-

terifikasi dengan bantuan katalis basa (Atadashi dkk., 2013)

Pada percobaan ini, reaksi transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan minyak dan metanol dengan rasio berat sebesar 1:1. Sedangkan katalis NaOH yang digunakan sebesar 1% berat minyak. Reaksi berjalan selama 60 menit dan pada suhu 65 °C. Holilah, 2013 dalam penelitiannya tentang optimasi produksi biodiesel dari minyak kemiri sunan dengan katalis NaOH didapatkan yield biodiesel sebesar 85,16 - 95,15%.Optimasi produksi biodiesel tersebut didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vicente dkk., 1998 ; Wang dkk., 2012. Empat sampel minyak yang digunakan adalah minyak kemiri sunan yang sudah diperlakukan dengan kitosan dan diadsorpsi menggunakan karbon aktif (Prosedur 2.2). Massa akhir biodiesel didapatkan setelah reaksi transesterifikasi dan pencucian menggunakan akuades dan etanol, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Reaksi transesterifikasi minyak kemiri sunan menghasilkan dua lapisan sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3. Lapisan atas adalah gliserol, sedangkan lapisan bawah adalah biodiesel. Biodiesel yang diperoleh, selanjutnya dicuci dengan akuades dan etanol agar lebih murni dan jernih.

Tabel 3.2. Reaksi Transesterifikasi Minyak

Kemiri Sunan

Sampel Massa

Minyak (g)

Massa Metanol

(g)

Massa NaOH

(g)

Massa akhir

biodiesel (g)

a 15,0229 15,0911 0,1518 7,7870

b 15,3081 15,3464 0,1524 7,0497

c 15,2439 15,0227 0,1544 4,2524

d 15,1001 15,1807 0,1509 0,5839

Gambar 3.3. Hasil transesterifikasi minyak

kemiri sunan sebelum dicuci dengan akuades dan etanol

CH3

O

OR

+ CH3 OH

NaOH

CH3

O

O

R

CH3 O-

Na+

+

CH3C+

O

O-

R

CH3O-

CH3

O

OR

H3CO

CH3

O

OCH3

O-

R

H

O

H

CH3

O

OCH3

Na+

+

OH

RNa

+OH

-+ +

6 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12

(a) (b) (c) (d)

Gambar 3.4. Biodiesel yang sudah dicuci

dengan akuades dan etanol

Gambar 3.4. menunjukkan empat sampel biodiesel hasil transesterifikasi yang memiliki perbedaan kuantitas setelah dilakukan pencucian. Biodiesel (a) memiliki massa akhir yang paling besar yaitu 7,7870 g. Biodiesel (b) 7,0497 g ; biodiesel (c) 4,2524 g dan biodiesel (d) 0,5839 g seperti yang ditunjukkan Tabel 3.2.

Gambar 3.5. Grafik penurunan massa akhir biodiesel yang didapatkan setelah reaksi transesterifikasi dan pen-cucian menggunakan akuades dan etanol

Gambar 3.5. menunjukkan grafik hubungan

antara jumlah karbon aktif yang digunakan dengan massa akhir biodiesel. Banyaknya karbon aktif yang digunakan mempengaruhi perolehan massa akhir biodiesel setelah transesterifikasi dan pencucian. Semakin besar massa karbon aktif yang ditambahkan semakin menurun massa akhir biodieselnya.

Biodiesel hasil dari reaksi transesterifikasi dicuci dengan akuades dan etanol. Seperti pada Gambar 3.3., lapisan bawah dari hasil transesterifikasi yang merupakan biodiesel diambil dan dicuci sampai jernih untuk memurnikan metil ester dari gliserol. Holilah, 2013 menjelaskan bahwa pencucian

biodiesel dengan akuades dan etanol menghasilkan dua fasa yaitu lapisan atas adalah metil ester sedangkan lapisan bawah adalah gliserol.

(a) (b) Gambar 3.6. Pencucian biodiesel dengan

akuades dan etanol : (a) minyak dengan karbon aktif, (b) minyak tanpa karbon aktif

Biodiesel yang sebelumnya ditambahkan karbon

aktif, memiliki kendala saat pencucian dilakukan. Metil ester (biodiesel) yang masih tercampur dengan gliserol sulit untuk dipisahkan. Pembentukan fasa metil ester dan gliserolnya tidak begitu jelas. Akibatnya, massa biodiesel yang didapatkan setelah pencu-cian banyak yang tereduksi.

Perbedaan hasil terlihat pada minyak biodiesel yang tidak diadsorpsi dengan karbon aktif. Proses pemisahan metil ester dari gliserol dengan menggunakan akuades dan etanol lebih mudah dilakukan. Ketika minyak kemiri sunan tidak diadsorpsi dengan karbon aktif pembentukan fasa saat pencucian terlihat lebih jelas, sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.6. Tidak banyak massa biodiesel yang tereduksi setelah proses pencucian bila dibandingkan dengan minyak yang sebelumnya diadsorpsi dengan karbon aktif.

Dari hasil pengamatan tersebut, massa akhir biodiesel dipengaruhi oleh penambahan karbon aktif ke dalam minyak kemiri sunan yang sebelumnya telah diperlakukan dengan kitosan. Karbon aktif dengan pori-pori yang ukurannya bervariasi (mikropori, mesopori dan makropori), mengadsorp molekul kitosan dan sebagian molekul minyak kemiri sunan. Ukuran molekul kitosan adalah 3,33 nm (www.uchitotech.com). Sedangkan ukuran molekul dari asam lemak minyak kemiri sunan rata-rata adalah 1,14 nm (Sigma-Aldrich, 2013). Karbon aktif memiliki gugus karboksil (C=O) yang bersifat hidrofilik dan gugus metilen (C-H) yang bersifat hidrofobik. Penambahan karbon aktif mempengaruhi penurunan sejumlah asam lemak minyak kemiri sunan yang akan dikonversi menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi.

7,7877,0497

4,2524

0,5839

0123456789

0 0,2527 0,5062 1,116

ma

ssa

a

kh

ir

bio

die

sel

(g

)

karbon aktif (g)

7 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12

Selain itu, penambahan karbon aktif yang bertujuan untuk mengurangi kitosan dalam minyak kemiri sunan juga ikut mempengaruhi proses transesterifikasi. Kitosan merupakan senyawa polimer yang memiliki gugus amina dan hidroksil. Gugus amina (NH2) akan mengikat asam lemak bebas (asam karboksilat) minyak kemiri sunan dan membentuk garam amonium, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3.7. Pengikatan ini bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kontak antara asam lemak bebas dengan katalis NaOH. Leung dkk, 2010 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa asam lemak bebas yang berlebih akan bereaksi dengan NaOH membentuk sabun (saponifikasi) dan air, Gambar 3.8.

O

O

n

OH

OH

NH2

O

n

+ R

O

OH

O

O

n

OH

OH

NH3+

O

n

R O

O-

kitosan asam lemak

garam amonium Gambar 3.7. Reaksi antara kitosan dengan

asam lemak bebas (Malik, 2013)

Sabun yang dihasilkan akan mengganggu proses pemisahan metil ester dan gliserol. Karena sabun merupakan senyawa yang memiliki dua gugus yaitu hidrofobik dan hidrofilik. Gugus hidrofobik yang terdiri dari rantai hidrokarbon mengikat metil ester yang bersifat nonpolar. Sedangkan gugus karboksilat merupakan gugus hidrofilik mengikat gliserol yang bersifat polar. Dengan semakin banyak sabun yang terbentuk akan menyebabkan pemisahan metil ester dan gliserol menjadi sulit. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.6 (a), perbedaan fasa metil ester dan gliserol menjadi tidak begitu jelas karena adanya sabun yang mengikat kedua senyawa tersebut.

R1

O

OH

Na OH R1

O

ONa

OH2+ +

asam lemak bebas

natrium hidroksida

sabun air

Gambar 3.8. Reaksi saponifikasi antara asam

lemak bebas dan NaOH (Leung dkk., 2010)

3.4. Karakterisasi Biodiesel dengan Kroma-

tografi Gas

Minyak biodiesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi dianalisa dengan metode kroma-tografi gas (GC) untuk menguraikan dan mengetahui

konsentrasi metil ester yang terkandung di dalamnya. Penentuan konsentrasi metil ester berdasarkan jumlah area yang terbaca pada kromatogram, sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 2.1. (Lin dkk., 2013). Dari penentuan tersebut, konsentrasi metil ester digunakan untuk menentukan yield biodiesel hasil transesterifikasi. Metode penentuan konsentrasi dan yield tersebut telah banyak digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya (Lin dkk., 2013).

Berdasarkan hasil analisa, diketahui metil ester terurai menjadi beberapa metil ester dengan puncak areanya masing-masing. Terdapat enam puncak area yang terbaca pada kromatogram kromatografi gas. Namun secara umum metil ester yang diketahui ada tiga jenis yaitu metil palmitat, metil oleat dan metil stearat.

Gambar 3.9. Kromatogram GC biodiesel

kemiri sunan yang diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 0,2527 g

Gambar 3.9. menunjukkan puncak-puncak area

metil ester biodiesel hasil reaksi transesterifikasi yang sebelumnya telah diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 0,2527 g. Metil palmitat muncul pada menit ke-3,761 dengan persen area sebesar 0,59679%. Metil oleat muncul pada menit ke-5,693 dengan persen area sebesar 1,22931%. Metil stearat muncul pada menit ke-5,928 dengan persen area sebesar 0,20470%. n-heksana sebagai pelarut muncul pada menit ke-0,817 dan metil heptadekanoat sebagai internal standar muncul pada menit ke-4,617 masing-masing persen areanya sebesar 97,01361% dan 0,07511%.

Sedangkan tiga puncak lain pada menit 7,404 ; 7,652 dan 8,403 tidak diketahui jenis metil esternya karena laboratorium tempat analisa tidak memiliki standarnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningtyas, 2013, ketiga area tersebut diduga sebagai metil ester. Persen area masing-masing adalah 0,16825 ; 0,11816 dan 0,59406%.

8 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 Gambar 3.10. Kromatogram GC biodiesel

kemiri sunan yang diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 0,5062 g

Kromatogram pada Gambar 3.10. merupakan

biodiesel hasil reaksi transesterifikasi yang sebelumnya telah diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 0,5062 g. Metil palmitat muncul pada menit ke-3,660 dengan persen area sebesar 0,25969%. Metil oleat muncul pada menit ke-5,509 dengan persen area sebesar 0,40608%. Metil stearat muncul pada menit ke-5,747 dengan persen area sebesar 0,06930%. n-heksana sebagai pelarut muncul pada menit ke-0,811 dengan persen area sebesar 98,89848%. Metil heptadekanoat sebagai internal standar muncul pada menit ke-4,572 dengan persen area sebesar 0,06105%. Sedangkan ada tiga puncak area pada menit 7,265 ; 7,466 dan 8,085 yang tidak diketahui standarnya dengan persen area masing-masing sebesar 0,08261 ; 0,04213 dan 0,18068%. Gambar 3.11. Kromatogram GC biodiesel

kemiri sunan yang diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 1,1160 g

Pada Gambar 3.11. menunjukkan kromatogram

biodiesel hasil reaksi transesterifikasi yang

sebelumnya diadsorpsi dengan karbon aktif sebanyak 1,1160 g. Terdapat delapan puncak area yang terbaca pada kromatogram tersebut. Metil palmitat muncul pada menit ke-3,661 dengan persen area sebesar 0,31973%. Metil oleat muncul pada menit ke-5,544 dengan persen area sebesar 0,64854. Metil stearat muncul pada menit ke-5,798 dengan persen area sebesar 0,13130%. n-heksana yang digunakan sebagai pelarut muncul pada menit ke-0,812 dengan persen area sebesar 98,45800%. Metil heptadekanoat sebagai internal standar muncul pada menit ke-4,571 dengan persen area sebesar 0,09941%. Sedangkan tiga puncak area berikutnya muncul pada menit 7,253 ; 7,483 dan 8,126 tidak diketahui standarnya dengan persen area masing-masing adalah 0,07208 ; 0,05265 dan 0,21829%. Tabel 3.3. Biodiesel Minyak Kemiri Sunan

yang Telah Dika-rakterisasi Dengan Kromato-grafi Gas

Sampel Massa karbon aktif (g)

Konsentrasi metil ester (mg mg-1)

Yield biodiesel

(%) a* - - - b 0,2527 0,6343 29,21 c 0,5062 0,2856 7,97 d 1,1160 0,3567 1,38 *) sampel (a) sudah dikarakterisasi, tetapi tidak

dapat ditentukan konsentrasi metil ester dan yield biodieselnya karena berbeda kolom kromatografi gas dengan sampel b,c, dan d.

Berdasarkan kromatogram biodiesel kemiri

sunan tersebut, dapat diketahui konsentrasi metil ester dengan menggunakan Persamaan 2.1. Tabel 3.3. menunjukkan konsentrasi metil ester yang terkandung dalam biodiesel kemiri sunan setelah diadsorpsi dengan karbon aktif dan telah melalui reaksi transesterifikasi. Metil ester paling banyak terdapat pada biodiesel kemiri sunan yang diadsorpsi dengan karbon aktif paling sedikit yaitu 0,2527 g, dengan kadar total metil esternya adalah 0,6343 mg mg-1. Sedangkan pada biodiesel dengan karbon aktif sebanyak 0,5062 dan 1,1160 g konsentrasi metil esternya masing-masing adalah 0,2856 dan 0,3567 mg mg-1.

Konsentrasi total metil ester yang didapatkan untuk menghitung yield biodieselnya. Dimana konsentrasi metil ester (C) yang didapatkan dikalikan dengan massa akhir biodiesel setelah transesterifikasi dan pencucian (Wb). Kemudian dibagi dengan massa minyak yang digunakan saat transesterifikasi (Woil). Dari perhitungan tersebut, didapatkan yield biodiesel untuk ketiga sampel minyak kemiri sunan yang sebelumnya telah diadsorpsi dengan karbon aktif yang berbeda-beda massanya. Untuk biodiesel dengan karbon aktif

9 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 sebanyak 0,2527 g diperoleh yield sebesar 29,21%. Biodiesel dengan karbon aktif sebanyak 0,5062 g diperoleh yield sebesar 7,97%. Sedangkan biodiesel dengan karbon aktif sebanyak 1,1160 g diperoleh yield sebesar 1,38%.

Gambar 3.12. adalah grafik hubungan antara yield biodiesel dengan massa karbon aktif yang ditambahkan ke dalam minyak kemiri sunan yang telah diperlakukan dengan kitosan. Sebagaimana penjelasan yang sudah diuraikan di atas, penambahan karbon aktif juga ikut mempengaruhi perolehan yield biodiesel minyak kemiri sunan. Karena dengan ada nya karbon aktif, yang dapat Gambar 3.12. Grafik perbandingan massa

karbon aktif yang digunakan dengan yield biodiesel

mengikat asam lemak, mengakibatkan asam lemak tidak dapat dikonversi menjadi metil ester. Sehingga massa akhir biodiesel dan yield yang didapatkan semakin kecil.

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penambahan karbon aktif sebanyak 0,25 ; 0,5 dan 1 g mempengaruhi reaksi transesterifikasi minyak kemiri sunan yang telah diperlakukan dengan kitosan. Semakin banyak karbon aktif yang digunakan semakin kecil massa akhir dan yield biodiesel yang didapat. Minyak kemiri sunan yang telah diperlakukan dengan kitosan dan tidak ditambahkan karbon aktif, massa akhir biodieselnya sebesar 7,787 g. Minyak kemiri sunan yang ditambahkan karbon aktif sebanyak 0,25; 0,5 dan 1 g, massa akhir biodieselnya masing-masing 7,0497; 4,2524 dan 0,5839 g. Sedangkan yield biodiesel yang didapatkan masing-masing sebesar 29,21; 7,97 dan 1,38%.

4.2 Saran

Pada penelitian ini masih terdapat kekurangan dalam hal penyampaian data. Blanko biodiesel

minyak kemiri sunan yang telah diperlakukan dengan kitosan dan tidak ditambahkan karbon aktif (sampel a) belum dikarakterisasi menggunakan kromatografi gas karena adanya problem teknis di lapangan, yaitu pergantian kolom kromatografi dan sampelnya terbatas. Apabila kolom yang digunakan berbeda dari sebelumnya maka kromatogram tidak dapat dibandingkan hasilnya dengan yang sebelumnya. Oleh karena itu, apabila dilakukan penelitian lebih lanjut biodiesel minyak kemiri sunan blanko perlu dikarakterisasi dengan kromatografi gas yang sama kondisi kolomnya dengan sampel sebelumnya agar dapat diketahui dan dibandingkan hasilnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Eko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan sehingga penelitian ini dapat diseleseikan. Serta teman-teman laboratorium yang telah banyak membantu selama proses pengerjaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

[1] Andersen O. dan Weinbach J.-E. (2010) Residual animal fat and fish for biodiesel production. Potentials in Norway. Biomass and Bioenergy 34, 1183–1188.

[2] Aricetti J. A. dan Tubino M. (2012) A green and simple visual method for the determination of the acid-number of biodiesel. Fuel 95, 659–661.

[3] Asadullah M., Anisur Rahman M., Abdul Motin M. dan Borhanus Sultan M. (2007) Adsorption Studies on Activated Carbon Derived from Steam Activation of Jute Stick Char. Indian Society for Surface Science and Technology, India 23-1&2.

[4] Atabani A. E., Silitonga A. S., Ong H. C., Mahlia T. M. I., Masjuki H. H., Badruddin I. A. dan Fayaz H. (2013) Non-edible vegetable oils: A critical evaluation of oil extraction, fatty acid compositions, biodiesel production, characteristics, engine performance and emissions production. Renewable and Sustainable Energy Reviews 18, 211–245.

[5] Atadashi I. M., Aroua M. K., Abdul Aziz A. R. dan Sulaiman N. M. N. (2013) The effects of catalysts in biodiesel production: A review. Journal of Industrial and Engineering Chemistry 19, 14–26.

29,21

7,97

1,3805

101520253035

0,2527 0,5062 1,116

yie

ld b

iod

iese

l (

%)

karbon aktif (g)

10 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 [6] Azcan N. dan Danisman A. (2008)

Microwave assisted transesterification of rapeseed oil. Fuel 87, 1781–1788.

[7] Badan Standarisasi Nasional (2006) Biodiesel, SNI 04-7182-2006.

[8] Banerjee A. dan Chakraborty R. (2009) Parametric sensitivity in transesterification of waste cooking oil for biodiesel production—A review. Resources, Conservation and Recycling 53, 490–497.

[9] BP Reports (2012) Statistical Review of World Energy; June 2012., UK.

[10] Encinar J. M., Sánchez N., Martínez G. dan García L. (2011) Study of biodiesel production from animal fats with high free fatty acid content. Bioresource Technology 102, 10907–10914.

[11] Fernando S., Karra P., Hernandez R. dan Jha S. K. (2007) Effect of incompletely converted soybean oil on biodiesel quality. Energy 32, 844–851.

[12] Ferry Y. and Pranowo D. (2009) Keragaan Tanaman Kemiri Sunan (Aleurites trisperma Blanco) di Jawa Barat. Buletin RISTRI 1.

[13] Fukuda H., Kondo A. dan Noda H. (2001) Biodiesel fuel production by transesterification of oils. Journal of Bioscience and Bioengineering 92, 405–416.

[14] Georgogianni K. G., Katsoulidis A. K., Pomonis P. J., Manos G. dan Kontominas M. G. (2009) Transesterification of rapeseed oil for the production of biodiesel using homogeneous and heterogeneous catalysis. Fuel Processing Technology 90, 1016–1022.

[15] Gürü M., Koca A., Can Ö., Çınar C. dan Şahin F. (2010) Biodiesel production from waste chicken fat based sources and evaluation with Mg based additive in a diesel engine. Renewable Energy 35, 637–643.

[16] Hadad M. (2010) Perakitan Varietas Unggul Kemiri Sunan Dengan Metode Seleksi Massa dan Kimiawi., Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sukabumi, Jawa Barat.

[17] Harvey D. (2000) Modern Analytical Chemistry. 1st ed., The McGraw-Hill Companies, Inc, USA.

[18] Herman M. dan Pranowo D. (2011) Karakteristik Buah dan Minyak Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) Populasi Majalengka dan Garut. BULETIN RISTRI 2, 21–28.

[19] Hoekman S. K., Broch A., Robbins C., Ceniceros E. dan Natarajan M. (2012) Review of biodiesel composition, properties, and specifications. Renewable and Sustainable Energy Reviews 16, 143–169.

[20] Holilah (2013) Optimasi Produksi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis trisperma Oil) Dengan Katalis NaOH. Thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[21] Khopkar S. M. (1990) Konsep Dasar Kimia Analitik. 1st ed., Universitas Indonesia (UI-Press).

[22] Köse Ö., Tüter M. dan Aksoy H. A. (2002) Immobilized Candida antarctica lipase-catalyzed alcoholysis of cotton seed oil in a solvent-free medium. Bioresource Technology 83, 125–129.

[23] Kusumaningtyas D. T. (2013) Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Na2CO3 Pada Sintesis Katalis CaOMgO dari Serbuk Kapur dan Aktivitasnya Pada Transesterifikasi Minyak Kemiri Sunan. Thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[24] Lebedevas S., Makareviciene V., Sendzikiene E. dan Zaglinskis J. (2013) Oxidation stability of biofuel containing Camelina sativa oil methyl esters and its impact on energy and environmental indicators of diesel engine. Energy Conversion and Management 65, 33–40.

[25] Lee M.-Y., Hong K.-J., Kajiuchi T. dan Yang J.-W. (2005) Synthesis of chitosan-based polymeric surfactants and their adsorption properties for heavy metals and fatty acids. International Journal of Biological Macromolecules 36, 152–158.

[26] Leung D. Y. C., Koo B. C. P. dan Guo Y. (2006) Degradation of biodiesel under different storage conditions. Bioresource Technology 97, 250–256.

[27] Leung D. Y. C., Wu X. dan Leung M. K. H. (2010) A review on biodiesel production using catalyzed transesterification. Applied Energy 87, 1083–1095.

11 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12 [28] Lin Y.-C., Yang P.-M., Chen S.-C. dan Lin

J.-F. (2013) Improving biodiesel yields from waste cooking oil using ionic liquids as catalysts with a microwave heating system. Fuel Processing Technology 115, 57–62.

[29] Liu H., Su L., Shao Y. dan Zou L. (2012a) Biodiesel production catalyzed by cinder supported CaO/KF particle catalyst. Fuel 97, 651–657.

[30] Liu X., He H., Wang Y., Zhu S. dan Piao X. (2008) Transesterification of soybean oil to biodiesel using CaO as a solid base catalyst. Fuel 87, 216–221.

[31] Liu Y., Lu H., Jiang W., Li D., Liu S. dan Liang B. (2012b) Biodiesel Production from Crude Jatropha curcas L. Oil with Trace Acid Catalyst. Chinese Journal of Chemical Engineering 20, 740–746.

[32] Malik I. I. (2013) Adsorpsi Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kemiri Sunan (Aleurites trisperma) Menggunakan Larutan Kitosan. Thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[33] Marsh H. dan Rodriguez-Reinoso F. (2006) Activated Carbon., Publisher: Elsevier Science & Technology Books.

[34] Martín C., Moure A., Martín G., Carrillo E., Domínguez H. dan Parajó J. C. (2010) Fractional characterisation of jatropha, neem, moringa, trisperma, castor and candlenut seeds as potential feedstocks for biodiesel production in Cuba. Biomass and Bioenergy 34, 533–538.

[35] Meher L. C., Vidya Sagar D. dan Naik S. N. (2006) Technical aspects of biodiesel production by transesterification—a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10, 248–268.

[36] Mekhilef S., Siga S. dan Saidur R. (2011) A review on palm oil biodiesel as a source of renewable fuel. Renewable and Sustainable Energy Reviews 15, 1937–1949.

[37] Noureddini H. dan Zhu D. (1997) Kinetics of Transesterification of Soybean Oil. AOCS Press 74.

[38] Rashid U., Anwar F., Moser B. R. dan Ashraf S. (2008) Production of sunflower oil methyl esters by optimized alkali-catalyzed methanolysis. Biomass and Bioenergy 32, 1202–1205.

[39] Ravi Kumar M. N. . (2000) A review of chitin and chitosan applications. Reactive and Functional Polymers 46, 1–27.

[40] de Ridder D. J. (2012) Adsorption of organic micropollutants onto activated carbon and zeolites., Water Management Academic Press, Netherland.

[41] Rouquerol F., Rouquerol J. dan Sing K. (1999) Adsorption by Powders and Porous Solids ; Principles, Methodology and Applications., Academic Press, Centre de Thermodynamique et de Microcalorimetrie du CNRS and Universite de Provence, 26 rue du 141dme RIA 13003 Marseille France.

[42] Shahid E. M. dan Jamal Y. (2011) Production of biodiesel: A technical review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 15, 4732–4745.

[43] Sigma-Aldrich (2013) Safety Data Sheet Sigma Aldrich.

[44] Singh S. P. dan Singh D. (2010) Biodiesel production through the use of different sources and characterization of oils and their esters as the substitute of diesel: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14, 200–216.

[45] Syafaruddin dan Wahyudi A. (2012) POTENSI VARIETAS UNGGUL KEMIRI SUNAN SEBAGAI SUMBER ENERGI BAHAN BAKAR NABATI. Perspektif 11, 59 – 67.

[46] Talebian-Kiakalaieh A., Amin N. A. S. dan Mazaheri H. (2013) A review on novel processes of biodiesel production from waste cooking oil. Applied Energy 104, 683–710.

[47] Vicente G., Coteron A., Martinez M. dan Aracil J. (1998) Application of the factorial design of experiments and response surface methodology to optimize biodiesel production. Industrial Crops and Products 8, 29–35.

[48] Viswanathan B., Neel P. I. dan Varadarajan T. K. (2009) Methods of Activation and Specific Applications of Carbon Materials. In National Centre for Catalysis Research, Chennai, India. p. 160.

[49] Wang L., He H., Xie Z., Yang J. dan Zhu S. (2007) Transesterification of the crude oil of rapeseed with NaOH in supercritical

12 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-12

and subcritical methanol. Fuel Processing Technology 88, 477–481.

[50] Wang R., Zhou W.-W., Hanna M. A., Zhang Y.-P., Bhadury P. S., Wang Y., Song B.-A. dan Yang S. (2012) Biodiesel preparation, optimization, and fuel properties from non-edible feedstock, Datura stramonium L. Fuel 91, 182–186.

[51] www.uchitotech.com http://www.uchitotech.com/Specifications/specifications.html.