Jurnal Renita Rizky

14
MODIFIKASI TEPUNG SORGUM MELALUI PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI ASAM LAKTAT Rizky Priambodo dan Renita Dyah Ayuningtyas Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang, 50275, Telp/Fax: (024)7460058 *) Penulis korespondensi: [email protected], [email protected] Abstrak Sorgum merupakan bahan alternatif pangan yang dapat dikembangkan di Indonesia karena siklus hidupnya yang lebih mudah dan dapat tumbuh di daerah kering. Kandungan protein dalam sorgum cukup unggul jika dibandingkan dengan serealia lainnya seperti beras, gandum, dan jagung. Namun, tepung sorghum memiliki sifat fisikokimia yang rendah bila dibandingkan dengan tepung gandum, sehingga perlu adanya suatu upaya modifikasi yang mampu mengubah sifat fisik maupun sifat kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu fermentasi (12, 24, 36, 48, dan 60 jam) dan jumlah bakteri asam laktat kultur campuran (1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 ml) yang ditambahkan terhadap sifat fisikokimia tepung sorghum (solubility, swelling power, DE, dan gula reduksi). Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan tepung sorghum, fermentasi tepung sorghum, dan analisa sifat fisikokimia tepung. Biji sorghum yang digunakan merupakan varietas soghum putih dari demak (PD), sorghum putih (PW), dan sorghum merah dari wonogiri (MW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dari ketiga varietas sorghum maka solubility dari tepung sorghum semakin menurun. Sifat swelling power dari varietas PD semakin menurun, sebaliknya nilai swelling power dari vaarietas PW dan MW semakin meningkat. Penambahan jumlah bakteri dapat menurunkan solubility tepung PD, namun solubility varietas PW dan MW semakin naik. Semakin banyak jumlah bakteri yang diberikan juga mampu menurunkan swelling power dari tepung sorghum PD, namun tepung PW dan MW mengalami kenaikan swelling power. Analisa dextrose equivalent dan gula reduksi dari tepung sorgum modifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang disebabkan oleh terputusnya ikatan disulfide yang menyelubungi granular pati, sehingga daya cerna tepung sorgum modifikasi ini lebih baik dibandingkan dengan tepung sorgum tanpa modifikasi. Kata kunci: modifikasi sorghum, fermentasi, asam laktat PENDAHULUAN Ketahanan pangan yang terlalu bergantung pada satu komoditas, yaitu beras mengandung resiko bahwa kebutuhan pangan rumah tangga dan nasional akan rapuh (Husodo, 2002). Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem, akan sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beranekaragam, karena akan memudahkan penyediaan sesuai potensi daerah atau spesifik lokasi. Dengan kata lain, kebutuhan masyarakat suatu daerah dapat terpenuhi dengan hasil budidaya tanaman pangan setempat. Untuk mencapai hal itu perlu adanya budidaya dan pengolahan produk pangan daerah. Sayangnya hingga saat ini pengembangan bahan pangan non-beras masih sangat kurang. Padahal, bahan pangan lokal sebagai pendamping beras sangat banyak

description

jurnal tekim

Transcript of Jurnal Renita Rizky

Reaktor Guidelines 2002

MODIFIKASI TEPUNG SORGUM MELALUI PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI ASAM LAKTATRizky Priambodo dan Renita Dyah AyuningtyasJurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang, 50275, Telp/Fax: (024)7460058 *)Penulis korespondensi: [email protected], [email protected] AbstrakSorgum merupakan bahan alternatif pangan yang dapat dikembangkan di Indonesia karena siklus hidupnya yang lebih mudah dan dapat tumbuh di daerah kering. Kandungan protein dalam sorgum cukup unggul jika dibandingkan dengan serealia lainnya seperti beras, gandum, dan jagung. Namun, tepung sorghum memiliki sifat fisikokimia yang rendah bila dibandingkan dengan tepung gandum, sehingga perlu adanya suatu upaya modifikasi yang mampu mengubah sifat fisik maupun sifat kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu fermentasi (12, 24, 36, 48, dan 60 jam) dan jumlah bakteri asam laktat kultur campuran (1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 ml) yang ditambahkan terhadap sifat fisikokimia tepung sorghum (solubility, swelling power, DE, dan gula reduksi). Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan tepung sorghum, fermentasi tepung sorghum, dan analisa sifat fisikokimia tepung. Biji sorghum yang digunakan merupakan varietas soghum putih dari demak (PD), sorghum putih (PW), dan sorghum merah dari wonogiri (MW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dari ketiga varietas sorghum maka solubility dari tepung sorghum semakin menurun. Sifat swelling power dari varietas PD semakin menurun, sebaliknya nilai swelling power dari vaarietas PW dan MW semakin meningkat. Penambahan jumlah bakteri dapat menurunkan solubility tepung PD, namun solubility varietas PW dan MW semakin naik. Semakin banyak jumlah bakteri yang diberikan juga mampu menurunkan swelling power dari tepung sorghum PD, namun tepung PW dan MW mengalami kenaikan swelling power. Analisa dextrose equivalent dan gula reduksi dari tepung sorgum modifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang disebabkan oleh terputusnya ikatan disulfide yang menyelubungi granular pati, sehingga daya cerna tepung sorgum modifikasi ini lebih baik dibandingkan dengan tepung sorgum tanpa modifikasi.

Kata kunci: modifikasi sorghum, fermentasi, asam laktatPENDAHULUAN Ketahanan pangan yang terlalu bergantung pada satu komoditas, yaitu beras mengandung resiko bahwa kebutuhan pangan rumah tangga dan nasional akan rapuh (Husodo, 2002). Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem, akan sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beranekaragam, karena akan memudahkan penyediaan sesuai potensi daerah atau spesifik lokasi. Dengan kata lain, kebutuhan masyarakat suatu daerah dapat terpenuhi dengan hasil budidaya tanaman pangan setempat. Untuk mencapai hal itu perlu adanya budidaya dan pengolahan produk pangan daerah. Sayangnya hingga saat ini pengembangan bahan pangan non-beras masih sangat kurang. Padahal, bahan pangan lokal sebagai pendamping beras sangat banyak ragamnya. Sorgum merupakan salah satu komoditas yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai produk pangan pendamping beras. Kandungan tepung biji sorgum juga cukup tinggi yaitu sekitar 83%, sedangkan kadar lemak dan proteinnya sebesar 3.60% dan 12.3% (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996). Kandungan tepung sorgum yang cukup tinggi, sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tepung. Beras mempunyai kandungan tepung sekitar 82%, lemak 0.8%, dan protein 6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisiketiga zatgizi (protein,lemak,tepung) pada sorgum setara dengan beras, bahkan lebih baik. Sorgum merupakan bahan pangan pokok di beberapa Negara subtropis di Asia maupun Afrika dan merupakan andalan sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral jutaan penduduk marginal di wilayah tersebut. Akan tetapi sorgum memiliki kekurangan dibandingkan tanaman serealia lainnya yaitu kandungan tannin pada sorgum yang menyebabkan rasa pahit. Tannin pada sorgum diikat oleh prolamin, prolamin tersebut yang juga mengikat karbohidrat pada sorgum, sehingga mengurangi daya cerna nutrient sorgum. Protein dan tepung sorgum memiliki daya cerna yang rendah diakibatkan oleh adanya ikatan disulfide yang terdapat pada protein, karena adanya ikatan disulfide yang bersifat hidrophobik hal itu yang menyebabkan protein menjadi sulit dicerna, protein yang sulit dicerna tersebut melingkupi granular tepung sorgum yang mengandung tepung, sehingga tepung juga menjadi lebih sulit dicerna (Wong dkk, 2009).

Untuk meningkatkan daya cerna tepung sorgum, dapat dilakukan beberapa cara, yaitu dekortikasi, fermentasi, germinasi, dan perlakuan kimiawi lainnya (Beta, Rooney, Marovatsanga, & Taylor, 2000). Pada penelitian ini, digunakan metode fermentasi dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus sp yang telah berhasil untuk memodifikasi tepung singkong dengan kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan mencoba menerapkannya pada tepung sorgum untuk memodifikasi daya cernanya. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Yudi Pranoto dkk, proses yang digunakan adalah fermentasi dengan menggunakan Lactobacillus plantarum, di sini kita akan mencoba dengan menggunakan metode yang sama, yaitu metode fermentasi namun dengan kultur campuran, kultur campuran tersebut telah dipakai untuk penelitian moddified cassava dan penelitian tersebut telah berhasil.

Permasalahan yang harus dijawab adalah bagaimana daya cerna tepung dan protein tepung sorgum sebelum dan setelah difermentasi dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus sp, serta kondisi seperti apa yang dibutuhkan untuk mencapai tahap optimum fermentasi tepung sorgum dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus sp. ditinjau dari waktu fermentasi, penambahan bakteri asam laktat, serta penggunaan varietas sorgum.

METODE PENELITIAN

Pembuatan Tepung Sorgum

Siapkan biji sorgum yang telah dikupas kulitnya dan Menghaluskan biji sorgum tersebut dengan alat penumbuk. Ayak biji sorgum yang telah dihaluskan dengan metode sieving menggunakan ayakan 100 mesh.Fermentasi Tepung Sorgum

Tepung sorgum sebanyak 100 gr untuk masing-masing varietas dicampur dengan aquadest sampai bentuk berupa slurry dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Campuran tersebut dipanaskan selama 1 menit sambil diaduk (untuk menghilangkan endogenus mikroorganisme). Setelah itu disimpan pada suhu ruangan, setiap sampel diinokulasikan 0,5 ml kultur campuran selama 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 60 jam. Setelah penentuan waktu optimum diperoleh, setiap sampel diinokulasikan 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml, 3 ml, dan 3,5 ml kultur campuran dan fermentasi dilakukan dengan menggunakan waktu optimum yang telah diperoleh. Setelah fermentasi, volumenya diatur menjadi 150 ml dan disentrifugasi pada 15.000 rpm selama 20 menit. Residu dikeringkan pada suhu 70oC dan dihaluskan menggunakan mortar.

Analisa Kelarutan (Solubility)

Sampel sebanyak 1 gr ditimbang dan diletakkan pada test tube. Tambahkan 50 ml aquadest. Panaskan campuran 60oC selama 30 menit dalam waterbath. Dinginkan campuran dan sentrifugasi selama 15 menit pada 3000 rpm. Ambil 5 ml supernatant dan keringkan pada cawan petri pada 110oC. Setelah kering, timbang beratnya sampai konstan. Catat berat tersebut, kemudian hitung solubility dengan rumus :

(Olufunmi. O, 2006)Analisa Swelling PowerSampel sebanyak 1 gr ditimbang dan diletakkan pada test tube. Tambahkan 50 ml aquadest. Panaskan campuran 60oC selama 30 menit dalam waterbath. Dinginkan campuran dan sentrifugasi selama 15 menit pada 3000 rpm. Pisahkan supernatant dari pastanya. Timbang berat pasta. Kemudian hitung swelling power dengan menggunakan rumus :

(Olufunmi. O, 2006)Analisa Dextrose EquivalentStandarisasi Larutan Fehling

Larutan fehling A sebanyak 5 ml dan larutan fehling B 5 ml dicampur, lalu ditambah 15 ml larutan glukosa sampel. Campuran dididihkan selama 2 menit. Kemudian masih dalam keadaan mendidih, penetesan glukosa sampel dilanjutkan sampai warna biru hampir hilang. Setelah itu campuran ditambah 3 tetes indikator methylen blue (MB), dan titrasi dilanjutkan sampai warna merah bata dan catat volume glukosa standart yang dibutuhkan (F) dan hitung nilai FF :

(Israel Salinas, dkk., 2006)Penentuan Nilai DEAquades sebanyak 50 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan larutan fehling A dan B masing-masing sebanyak 5 ml. Panaskan larutan tersebut hingga mendidih dan ditambahkan indikator methylen blue (MB) sebanyak 3 tetes. Lalu dititrasi dengan menggunakan 10 gram tepung hasil fermentasi yang dilarutkan dalam 200 ml aquades. Menghentikan titrasi sampai warna merah bata, catat kebutuhan titrannya, nilai DE dihitung dengan rumus :

(Israel Salinas, dkk., 2006)Analisa Gula ReduksiStandarisasi Larutan Fehling

Larutan fehling A sebanyak 5 ml dan larutan fehling B 5 ml dicampur, lalu ditambah 15 ml larutan glukosa standart. Campuran dididihkan selama 2 menit. Kemudian masih dalam keadaan mendidih, penetesan glukosa dilanjutkan sampai warna biru hampir hilang. Setelah itu campuran ditambah 3 tetes indikator methylen blue (MB), dan titrasi dilanjutkan sampai warna merah bata dan catat volume glukosa standart yang dibutuhkan (F).

Penentuan kadar pati

Membuat larutan sampel tepung sorgum termodifikasi (0,5 gr tepung ditambahkan aquadest sampai 50 ml). Mengambil 5 ml dari larutan sampel kemudian ditambahkan 5 ml fehling A, 5 ml fehling B, dan 15 ml glukosa standar. Larutan campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih kemudian ditambahkan 3 tetes indikator methylen blue (MB). Larutan dititrasi dengan glukosa standar hingga warna merah bata. Catat kebutuhan titran (M) dan hitung kadar gula reduksi dengan rumus :

Keterangan :

F: Volume titran saat standarisasi larutan glukosa standar (ml).

M: Volume titran saat analisa sampel (ml).

N: Kadar glukosa standar (0,0025 gr/ml).

B: Volume pengenceran tepung sorgum modifikasi (50 ml).

W: Berat tepung sorgum yang dianalisa (0,5 gr).HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Bahan Baku Awal

Jenis SorgumKadar Air

(%)Kadar Abu

(%)Serat Kasar

(%)Lemak Kasar

(%)Protein Kasar

(%)Karbohidrat

(%)

Merah Wonogiri15,12021,97550,99350,81948,153972,9375

Putih Wonogiri14,14952,38622,12640,83747,275873,2247

Putih Demak14,04021,62820,01011,38448,021374,9158

Tabel 1 Hasil Analisa Proximate Tepung Sorgum Native per 100 gr

Tabel diatas menunjukkan berbagai kandungan awal tepung sorgum yang digunakan dalam penelitian modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi bakteri asam laktat kultur campuran. Sorgum jenis merah Wonogiri memiliki kandungan protein dan karbohidrat sebesar 8,1539% dan 72,9375%, sorgum jenis putih Wonogiri 7,2758% dan 73,2247%, sedangkan sorgum jenis putih Demak sebesar 8,0213% dan 74,9158. Kandungan sorgum tersebut rata-rata hampir mendekati dengan kandungan sorgum pada umumnya yaitu protein sebesar 11% dan karbohidrat sebesar 73%. Perbedaan kandungan sorgum pada beberapa jenis ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah varietasnya, kondisi lingkungan tumbuhnya sorgum, dan umur tanaman sorgum saat dipetik bijinya. (Moorthy,1985). Faktor tersebut yang menyebabkan komposisi setiap jenis sorgum berbeda.

Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap pH Tepung Sorgum Modifikasi

Dalam penelitian ini, dilakukan pengecekan pH selama dilakukan fermentasi tepung sorgum, dan berikut dapat terlihat dalam gambar 1 :

Gambar 1 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap pH Selama Fermentasi

Dari gambar diatas diketahui bahwa ketiga jenis sorgum mempunyai pH fermentasi fluktuatif terhadap waktu. Penurunan pH fermentasi terjadi diakibatkan karena aktivitas dari bakteri selama proses fermentasi. Bakteri ini akan memproduksi asam organik dari glukosa dalam proses fermentasi tepung sorgum seperti asam laktat, asam asetat, asam formiat, asam succinic, asam sitrus, asam piruvic, asam pyroglutamic, dan asam uric. Bakteri-bakteri asam laktat kultur campuran ini dikenal sebagai penghasil asam laktat dan asam organik lainnya yang mendukung bakteri-bakteri tersebut mempunyai ketahanan terhadap pH rendah sehingga bakteri ini akan tetap hidup dalam kondisi pH rendah dan tetap melaukan aktivitasnya sampai kondisi jenuhnya (Yudi Pranoto, 2013).Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap Solubility (g/100 g) Tepung Sorgum Modifikasi

Dalam penelitian ini dilakukan analisa solubility atau analisa kelarutan bahan dalam air terhadap modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Solubility merupakan banyaknya air yang berpenetrasi ke dalam granular pati suatu bahan sehingga bobot tepung yang terlarut dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant.

Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh solubility tepung sorgum modifikasi sebesar 0,33 g/100 g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu optimum 24 jam dan penambahan bakteri asam laktat kultur campuran 1,5 ml dalam 100 gr tepung, solubility tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri masing-masing sebesar 3 g/100 g, 3 g/100 g, dan 4 g/100 g.

Gambar 2 Solubility (g/100 g) Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum

Dari gambar diatas diketahui bahwa dengan semakin lamanya waktu fermentasi solubility ketiga jenis sorgum cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen non-karbohidrat dalam tepung yang dapat mempengaruhi daya ikat dalam granular seperti lemak dalam tepung sorgum. Lemak yang terserap di permukaan granular tepung akan berikatan dengan amilosa membentuk ikatan kompleks bersifat hidrofobik yang akan menghambat pengikatan air oleh granular tepung sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granular mengakibatkan kelarutan tepung sorgum terhadap air menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi (Olufunmi. O, 2006).Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap Swelling Power (g/g) Tepung Sorgum Modifikasi

Dalam penelitian ini dilakukan analisa swelling power yaitu analisa daya kembang dari tepung sorgum termodifikasi melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh swelling power tepung sorgum modifikasi sebesar 2,98 g/ g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu optimum 24 jam dan penambahan bakteri asam laktat kultur campuran 1,5 ml dalam 100 gr tepung, swelling power tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri masing-masing sebesar 3,05 g/g, 2,75 g/g, dan 3,07 g/g.

Gambar 3 Swelling Power (g/g) Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum

Dari gambar diketahui bahwa sorgum putih Demak memiliki kecenderungan penurunan swelling power dengan bertambahnya waktu fermentasi hal ini dapat terjadi karena penurunan dari kestabilan granular tepung, hasil dari penguraian double heliks yang ada pada susunan kristalin, sehingga amilosa yang ada pada granular tepung berikatan dengan lipid membentuk ikatan kompleks hal ini yang menyebabkan swelling power tepung sorgum menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi (Olufunmi, et al., 2006).Sedangkan pada sorgum putih dan merah Wonogiri terlihat bahwa semakin lama waktu fermentasi swelling power akan semakin naik. Hal tersebut terjadi karena swelling power dipengaruhi oleh gugus amilosa sebagai komponen penyusun tepung. Semakin lama waktu fermentasi akan mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki T, 1998).Pengaruh Penambahan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Terhadap Solubility (g/100 g) Tepung Sorgum Modifikasi

Dalam penelitian ini dilakukan analisa solubility atau analisa kelarutan bahan dalam air terhadap modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Solubility merupakan banyaknya air yang berpenetrasi ke dalam granular pati suatu bahan sehingga bobot tepung yang terlarut dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant. Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh solubility tepung sorgum modifikasi sebesar 0,33 g/100 g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu optimum 24 jam diperoleh penambahan bakteri asam laktat kultur campuran optimum sebesar 2 ml dalam 100 gr tepung dengan solubility tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri masing-masing sebesar 4 g/100 g, 5 g/100 g, dan 2 g/100 g.Gambar 4 Solubility (g/100 g) Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum

Dari gambar diketahui bahwa semakin lamanya waktu fermentasi solubility tepung sorgum Putih Demak cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen non-karbohidrat dalam tepung yang dapat mempengaruhi daya ikat dalam granular seperti lemak dalam tepung sorgum. Lemak yang terserap di permukaan granular tepung akan berikatan dengan amilosa membentuk ikatan kompleks bersifat hidrofobik yang akan menghambat pengikatan air oleh granular tepung sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granular mengakibatkan kelarutan tepung sorgum terhadap air menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi (Olufunmi, et al., 2006). Sedangkan pada jenis sorgum merah dan putih Wonogiri cenderung mengalami kenaikan solubility disebabkan oleh kemudahan molekul air berinteraksi dengan molekul dalam granular tepung yang akan menggantikan interaksi hidrogen antar molekul, sehingga granular tersebut lebih mudah menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. Pengembangan tersebut akan menekan granular dari dalam sehingga granular akan pecah dan molekul tepung terutama amilosa akan keluar, dengan demikian semakin lama waktu fermentasi semakin banyak pula molekul amilosa yang keluar dari granular tepung (Herawati & Dian, 2009).Pengaruh Penambahan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Terhadap Swelling Power (g/g) Tepung Sorgum Modifikasi

Dalam penelitian ini dilakukan analisa swelling power yaitu analisa daya kembang dari tepung sorgum termodifikasi melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh swelling power tepung sorgum modifikasi sebesar 2,98 g/g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu optimum 24 jam diperoleh penambahan bakteri asam laktat kultur campuran optimum sebesar 2 ml dalam 100 gr tepung dengan swelling power tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri masing-masing sebesar 2,87 g/g, 2,16 g/g, dan 2,05 g/g.

Gambar 5 Swelling Power (g/g) Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum

Dari gambar diketahui bahwa sorgum putih Demak memiliki kecenderungan penurunan swelling power dengan bertambahnya penambahan bakteri asam laktat. Hal ini dapat terjadi karena hasil dari penguraian double heliks yang ada pada susunan kristalin, sehingga amilosa yang ada pada granular tepung berikatan dengan lipid membentuk ikatan kompleks hal ini yang menyebabkan swelling power tepung sorgum menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi (Olufunmi, et al., 2006).Sedangkan pada sorgum putih dan merah Wonogiri terlihat bahwa semakin banyak penambahan bakteri asam laktat swelling power akan semakin naik. Hal tersebut terjadi karena swelling power dipengaruhi oleh gugus amilosa sebagai komponen penyusun tepung. Semakin bertambahnya jumlah bakteri akan mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki T, 1998).Analisa Dextrose Equivalent pada Tepung Sorgum Modifikasi

Gambar 6 Analisa Dextrose Equivalent Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum

Dari gambar diketahui bahwa nilai DE dari ketiga jenis sorgum memiliki kecenderungan naik seiring semakin lamanya waktu fermentasi. Kenaikan ini terjadi karena semakin lama kontak antara bakteri dengan tepung sorgum akan mengakibatkan bakteri sebagai agen pereduksi lebih lama berinteraksi untuk meningkatkan gelatinisasi tepung yang akan mengurangi ikatan intermolekuler disulfide antara matriks dan protein bodies yang melingkupi granular tepung. Oleh karena itu granular tepung menjadi sedikit tidak stabil atau bahkan kehilangan struktur aslinya, sehingga dengan semakin lama waktu fermentasi DE akan meningkat (Israel Salinas, dkk., 2006).

Gambar 7 Analisa DE Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum

Dari gambar diketahui bahwa nilai DE dari ketiga jenis sorgum memiliki kecenderungan naik seiring semakin besar penambahan bakteri asam laktat. Kenaikan ini terjadi karena bakteri sebagai agen pereduksi mampu meningkatkan gelatinisasi tepung yang akan mengurangi ikatan intermolekuler disulfide antara matriks dan protein bodies yang melingkupi granular tepung. Oleh karena itu granular tepung menjadi sedikit tidak stabil atau bahkan kehilangan struktur aslinya, sehingga dengan semakin besar penambahan bakteri asam laktat DE akan meningkat (Israel Salinas, dkk., 2006).Analisa Gula Reduksi pada Tepung Sorgum Modifikasi

Gambar 8 Analisa Gula Reduksi Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum

Dari gambar diketahui bahwa nilai gula reduksi pada sorgum jenis putih dan merah Wonogiri mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu. Hal tersebut terjadi karena dengan semakin lamanya waktu, aktifitas bakteri akan menyebabkan semakin seringnya terjadi reaksi. Reaksi yang terjadi mengakibatkan putusnya ikatan intermolekuler disulfide yang melingkupi granular tepung, sehingga tepung akan keluar dari granularnya dan glukosa akan pecah selama proses fermentasi. Oleh karena itu semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin besar gula reduksi. Sedangkan pada sorgum jenis putih Demak mengalami penurunan gula reduksi hal ini dapat terjadi saat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tetap hidup tidak mencukupi, sehingga bakteri tidak optimal dalam memutus ikatan disulfide pada tepung sorgum (Putri Anggraeni, dkk., 2013).

Gambar 9 Analisa Gula Reduksi Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum

Dari gambar diketahui bahwa sorgum jenis putih Demak dan merah Wonogiri memiliki kecenderungan gula reduksinya naik seiring bertambahnya penambahan bakteri asam laktat. Hal ini disebabkan karena dengan jumlah bakteri yang semakin banyak, semakin tinggi pula aktivitas enzimnya sehingga gula reduksi yang dihasilkan semakin tinggi karena adanya gula reduksi sangat tergantung dari aktivitas enzimatiknya. Sedangkan pada sorgum putih Wonogiri mengalami kecenderungan penurunan gula reduksi, hal ini dapat terjadi saat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tetap hidup tidak mencukupi, sehingga bakteri tidak optimal dalam memutus ikatan disulfide pada tepung sorgum (Putri Anggraeni, dkk., 2013).

KESIMPULANDalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Olufumin. O, 2006 didapatkan hasil swelling power sebesar 2,98 g/g dengan metode Heat Moisture Treatment, sedangkan dalam penelitian ini swelling power untuk sorgum putih Demak sebesar 2,87 g/g, 2,16 g/g untuk sorgum putih Wonogiri, dan 2,05 g/g untuk sorgum merah Wonogiri. Sedangkan solubility didapatkan dalam penelitian sebesar 4 g/100g untuk sorgum putih Demak, 5 g/100g untuk sorgum putih Wonogiri, dan 2 g/100g untuk sorgum merah Wonogiri dan hasil penelitian oleh Olufumin diperoleh solubility sebesar 0,33 g/100g. Analisa dextrose equivalen tepung sorgum putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri diperoleh sebesar 6,9 ; 6,1 ; 13,44. Sedangkan analisa gula reduksi tepung sorgum putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri diperoleh sebesar 0,345 ; 0,755 ; 0,925. Kondisi optimum dalam modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran dilakukan dalam waktu 24 jam dengan penambahan bakteri asam laktat sebesar 2 ml per 100 gram tepung.UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala limpahan rahmat-Nya, orang tua kami yang selalu member doa dan dukungan, serta Ir. Kristinah Haryani, M.T. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan untuk penulis hingga selesainya laporan penelitian ini.DAFTAR PUSTAKAAbdelhaleem, W. H., El Tinay, A. H., Mustafa, A. I., & Babiker, E. E, 2008, Effect of Fermentation, Malt-Pretreatment and Cooking on Antinutirional Factors and Protein Digestibility of Sorgum Cultivars, Pakistan Journal of Nutrition, 7, 335341.

B. A., Susila, 2005, Keunggulan Mutu Gizi dan Sifat Fungsional Sorgum (Sorgum vulgare), 529-531.

Beta, T., Rooney, L. W., Marovatsanga, L. T., & Taylor, J. R. N, 2000, Effect of Chemical Treatment on Polyphenols and Malt Quality in Sorgum, Journal of Cereal Science, 31, 295302.

Butler, L. G., Riedl, D. J., Lebryk, D. G., & Blytt, H. J, 1984, Interaction of Proteins with Sorghum Tannin : Mechanism, Specificity and Significance, Journal of the American Oil Chemists Society, 61, 916920.

De Mesa-Stonestreet, D. J., Alavi, S., & Bean, S. R, 2010, Sorgum Proteins: the Concentration, Inokulumion, Modification, and Food Applications of Kafirins, Journal of Food Science, 75, R90R104.

Dicko M. H., Gruppen H., Traore A. S., Berkel V. W. J., Voragen A. G., 2005, Evaluation of The Effect of Germination on Phenolic Compounds and Antioxidant Activities in Sorghum Varieties, J. Agricultural and Food Chemistry, 53 (1), 2581-2588.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 1996, Sorgum Manis Komoditi Harapan di Propinsi Kawasan Timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6-12.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996, Prospek Sorgum sebagai Bahan Pangan dan Industri Pangan. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 2-5.

Dykes L., Rooney L. W., 2006, Sorghum and Millet Phenols and Antioxidants, J. Cereal Science, 44 (3), 236-251.

Elkhalifa, A. E. O., Bernhard, R., Bonomi, F., Iametti, S., Pagani, M. A., & Zardi, M, 2006, Fermentation Modifies Protein/Protein and Protein/Starch Interactions in Sorghum Dough, European Food Research and Technology, 222, 559564.

Elkhalifa, A. E. O, Schiffler, B., & Bernhardt, R, 2005, Effect of Fermentation on the Functional Properties of Sorgum Flour, Food Chemistry, 92, 15.

El Tinay, A. H., Abdel Gadir, A. M., & El Hidai, M, 1979, Sorghum Fermented Kisra Bread I. Nutritive Value of Kisra, Journal of the Science of Food and Agriculture, 30, 859863.

FAO (Food and Agriculture Organization), 1995, Sorghum and Millets in Human Hassan, I. A. G., & El Tinay, A. H, 1995, Effect of Fermentation on Tannin Content and In-Vitro Protein and Starch Digestibilities of Two Sorghum Cultivars, Food Chemistry, 53, 149151.

Herawati, Dian , 2009, Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture-Treatment dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun, IPB, Bogor.

Isabel Correla, N., Alecandra, G., Sofia, S. B., Antonio, D., Ivonne, 2010, Screening of Latic Acid Bacteria Potentially Useful for Sorghum Fermentation, Jounal of Cereal Science, 52, 9-15.

Israel, S., Arturo, P., Yolanda, S., Eliseo, S., Carlos, M., Manuel, C., Miguel, C., Jaime, G., 2006, Compositional Variation Amongst Sorghum Hibrids : Effect of Kafirin Concentration on Metabolised Energy, Journal of Cereal Science, 44, 342-346.

James N. Be Miller, Roy Lester Whistler, 2009, Starch: Chemistry and Technology, 3rd edition.

Mudjisohono, R., dan Suprapto, 1987, Budidaya dan Pengolahan Sorghum, Penebar Swadaya, Jakarta.

Olufunmi, O., Kayode, O., Bamidele, I., Olu-Owolabi., 2006, Effect of Heat-Moisture Treatment on Physicochemical Propertise of White Sorghum Strach, Food Hydrocolloids, 22, 225-230.

Osman, M. A., 2004, Changes in Sorghum Enzyme Inhibitors Phytic Acid, Tannins and In Vitro Protein Digestibility Occurring During Khamir (Localbread) Fermentation, Food Chemistry, 88, 129134.

Putri, A., Zaqiyah, A., Didi, D., 2013, Hidrolisis Selulosa Enceng Gondok (Eichhornia crassipe) Menjadi Glukosa dengan Katalis Arang Aktif Tersulfonasi, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2, 63-69.

Randazzo C. L., Restuccia C., Romano A. D., Caggia C., 2004, Lactobacillus Casei, Dominant Species in Naturally Fermented Sicilian Green Olives, Int. J. Food Microbiol. 90 (1) : 914.

Rismunandar, 1989, Sorghum Tanaman Serba Guna, Sinar Baru, Bandung.

R. O,. Balogun, J. B., Rowe, S. H,. Bird, 2005, Fermentability and Degradability of Sorghum Grain Following Soaking, Aerobic or Anaerobic Treatment, Animal Sciene, University of New England.

Rooney, L. W., 2003, Food and Nutritional Quality of Sorghum and Millet, Project TAM 226, Texas A & M University, Texas.

Salovaara, H., 1998, Lactic Acid Bacteria in Cereal Based Products, Pages 115-138 in Lactic Acid Bacteria - Technology and Health Effects, 2nd edition, S. Salminen and A. von Wright, (eds)., Marcel Dekker.

Sasaki, T., Matsuki, J., 1998, Effect of Wheat Starch on Structure on Swelling Power, Journal of Cereal Chemistry,75, 525-529.

Schlegel, Hans. G., 1994, Mikrobiologi Umum, Penterjemah Tedjo Baskoro. Edisi keenam.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Singh, J., Dartois, A., & Kaur, L., 2010, Starch Digestibility in Food Matrix: Areview, Trends in Food Science & Technology, 21, 168180.

Suarni, 2004, Pemanfaatan Tepung Sorgum Untuk Produk Olahan, Jurnal Litbang Pertanian, 23 (4).

Wong, J. H., Lau, T., Cai, N., Singh, J., Pedersen, J. F. Vensel, W. H., 2009, Digestibility of Protein and Starch from Sorgum (Sorgum Bicolor) is Linked to Biochemical and Structural Features of Grain Endosperm. Journal of Cereal Science, 49, 7382.

Yudi Pranoto, A,. Sri, E,. Zulman, 2013, Effect of Natural and Lactobacillus plantarum Fermentation on In Vitro Protein and Starch Digestibilities of Sorghum Flour, Food Bioscience.