Jurnal Reading Konjungtivitis
-
Upload
novita-tarigan -
Category
Documents
-
view
84 -
download
8
Transcript of Jurnal Reading Konjungtivitis
Konjungtiva adalah membran transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior skelra (konjungtiva
bulbaris). Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis dan ditandai dengan dilatasi
dari pembuluh konjungtiva, sehingga menghasilkan hiperemis dan pembengkakan pada
konjungtiva, biasanya disertai discharge.
Konjungtivitis mempengaruhi banyak orang dan menyebabkan beban secara ekonomi
dan sosial. Diperkirakan konjungtivits akut mempengaruhi 6 juta orang pertahun di inggris.
Biaya pengobatan untuk konjungtivitis diperkirakan $ 377 juta mencapai $857 juta per tahun.
Banyak departemen kesehatan di negara bagian AS, terlepas dari penyebab konjungtivitis,
mengharuskan mahasiswa untuk diobati dengan antibiotika topikal sebelum kembali ke
sekolah.
Sebagian besar pasien dengan konjungtivitis awalnya dirawat oleh dokter pelayan
kesehatan primer dibandingkan dokter mata. Sekitar 1% dari semua kunjungan ke pelayan
primer di AS mencapai 70% dari semua pasien dengan konjungtivitis akut ke pelayanan
primer dan perawatan darurat.
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak mata dan bola mata. Konjungtivitis disebabkan oleh virus, bakteri, alergen,
dan iritasi. Dari keempat ini, infeksi akut dapat disebabkan oleh virus dan bakteri yang paling
sering ditemui dalam keluhan pelayanan kesehatan primer 1%- 2% dari semua konsultasi
kesehatan. Bakteri konjungtivitis relatif kurang umum dibandingkan konjungtivitis pada
orang dewasa. Penyebab lain dari “mata merah akut” (tabel 1), seperti iritis idopatik dan
glaukoma yang sering salah didiagnosa dan ditatalaksana dengan antibiotika topikal oleh
dokter bukan spesialis mata.
Prevalensi konjungtivitis bervariasi sesuai dengan penyebab yang mendasari, yang
dapat dipenggaruhi oleh usia, musim. Konjungtivitis virus adalah konjungtivitis yang paling
umum dibandingkan konjungtivitis lainnya dan pada populasi dewasa dan lebih umum pada
musim panas. Konjungtivitis bakteri adalah penyebab paling umum kedua dan bertanggung
jawab pada 50-75% konjungtivitis pada anak. Konjungtivitis alergi adalah penyebab paling
sering terjadi pada musim semi dan panas.
Konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis menular dan konjungtivitis tidak
menular. Konjungtivitis menular adalah alergi, racun, konjungtivitis cicatricial, peradangan
sekunder kepada sistem imun yang mediasi penyakit dan proses neoplasma. Penyakit ini
dapat diklasifikasikan menjadi akut, hiperakut, dan kronis menurut onset waktu dan tingkat
keparahannya. Selain itu, dapat berupa primer atau sekunder terhadap penyakit sistemik
seperti gonorhoe, clamidia, penyakit graft-vs-hot, sindrom reiter, dimana pengobatan sistemik
diharuskan.
Hal ini penting untuk membedakan konjungtivitis dari penyakit mata yang
mempunyai gejala yang sama dan untuk membuat keputusan yang tepat tentang pengujian
lanjut, pengobatan, atau rujukan. Alogaritma digunakan pada anamnesis perjalan penyakit
mata dengan pemeriksaan menggunakan senter dapat membantu untuk menegakkan diagnosa
dan tatalaksana. Dikarenakan konjungtivitis dan banyak penyakit mata lainnya dapat
membuat “mata merah” membandingkan diagnosis dari mata merah dan gejala tipikal masing
masing adalah penting.
Cara membedakan konjungtivitis
Riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mata dan riwayat perjalanan penyakit sangat penting untuk membuat
keputusan yang tepat tentang pengobatan dan pengelolaannya. Tipe discharge pada mata dan
gejala ada mata dapat menentukan penyebab konjungtivitis. Sebagi contoh, cairan
mukopurulen dan purulen sering disebabkan konjungtivitis bakteri, sedangkan cairan lebih
terhadap karakteristik konjungtivitis virus, gatal berhubungan dengan konjungtivitis alergi.
Namun, presentasi klinis sering tidak spesifik. Mengandalkan jenis discharge dan gejala pada
pasien tidak selalu mengarahkan pada diagnosa yang tepat. Selanjutnya, bukti ilmiah
menghubungkan tanda-tanda dan gejala konjungtivitis dengan penyebabnya sering tidak
tepat. Misalnya, penelitian pada pasien dengan kultur positif konjungtivitis bakterial, 58%
gatal, 65% terasa panas, dan 35% cairan seous atau tidak ada discharge sama sekali pada 64
ilustrasi. Pada tahun 2003, sebuah penellitian meta-analisa gagal menemukan tanda-tanda dan
gejala konjungtivitis dengan gejala yang mendasarinya.
Gejala paling menonjol dari infeksi konjungtivitis akut termasuk gatal, sensasi terdapat benda
asing, dan fotopobia. Tanda-tanda paling menonjol termasuk krusta pada kelopak mata
terutama setelah tidur, injeksi konjungtiva, dan mata berair atau cairan purulent dari satu atau
kedua mata, tapi terjadi penurunan penglihatan. Membuat diagnosa ini sebenarnya sederhana,
namun benyak dokter keluarga sulit membedakan konjungtivitis viral atau konjungtivits
bakterial. Pada dasarnya, meskipun memiliki kllinis dan gejala konjungtivitis bakterial, salah
diagnosa mencapai 50% kasus. Selanjutnya bakteri yang tingal di antara flora normal dapat
menghasilkan “positif palsu” ketika tes mikrobiologi dilakukan. Kerugian dari ini, saat
infeksi konjungtivis viral diobati dengan antibiotik atopikal, yang dapat menyebabkan
resistensi antibiotika, efektivitas biaya, dan meningkatkan komplikasi kepada mata atau
penggunaan antibiotika sistemik. Selain itu, pengobatan semua mata merah dengan antibiotik
topikal dapat menghasilkan keterlambatan dalam diagnosa kondisi non-infeksi lainnya
menyerupai konjungtivitis. Keadaan seperti iritis, glaukoma akut tertutup dapat memiliki
komplikasi jangka panjang yang serius jika tidak segera didiagnosa dan dikelola.
Dalam kebanyakan kasus konjungtivitis yang didiagnosa, patogen yang paling sering
adalah streptococcus pneumonia, haemophilus influenza, dan staphylococcus aureus.
Kondis ini berlaku untuk semua jenis kelamin, semua usia, dan semua ras. Antibiotik
tetap diresepkan dengan keyakinan bahwa itu dapat mempercepat pemulihan,
mengurangi risiko komplikasi, dan mengurangi kekambuhan.
Konjungtivitis viral adalah konjungtivitis yang paling sering dan penyebab infeksi
konjungtivitis dan selalu tidak perlu diterapi; tanda dan gejala sangat bervariasi.
Konjungtivitis bakterial adalah infeksi konjungtivitis kedua, dengan antibiotika
topikal menurunkan konjungtivitis bakterial dan mempercepat kembali ke sekolah
atau bekerja. Konjungtivitis yang ditularkan secara seksual seperti chlamydia, dan
gonorhoe membutuhkan antibiotika sistemik dan antibiotika topikal. Konjungtivitis
alergi mencapai 40% dari populasi, tetapi hanya sebagian kecil yang membutuhkan
pertolongan medis; gatal adalah tanda yang paling konsisten pada konjungtivitis
alergi, dan tatalaksananya adalah antihistamin topikal dan penghambat sel mast.
Investigasi laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan jika terdapat kecurigaan konjungtivits neonatal, konjungtivitis
tidak membaik dengan terapi, konjungtivitis dengan sekret purulen, dan kasus yang diduga
gonococus dan infeksi clamidia.
Pengujian antigen cepat yang tersedia untuk adenovirus dan memiliki adenovirus dan
sensitivitas 89% dan spesifikasi mencapai 94%. Test ini dapat mengindentifikasikan
penyebab konjungtivitis virus dan mencegah penggunaan antibiotika yang tidak perlu. 36%
dari konjungtivitis virus disebabkan adenovirus.
Konjungtivitis Infeksius
Konjungtivitis Virus
Epidemiologi, penyebab, dan presentasi
Konjungtivitis virus menyebabkan hingga 80% kejadian konjungtivitis akut. Tingkat akurasi
klinis dalam mendiagnosa konjungtivitis virus kurang dari 50% dibandingkan dengan
konfirmasi laboratorium. Banyak kasus salah mendiagnosa dengan konjungtivitis bakterial.
Antara 65% dan 90% dari kasus konjungtivitis virus disebabkan oleh adnovirus dan mereka
menunjukkan 2 gejala yang terkait kepada konjungtivitis virus , demam pharyngoconjutival
dan keratokonjungtivitis. Demam pharyngokonjungtival ditandai dengan onset mendadak
demam tinggi, faringitis, dan konjungtivitis bilateral, pembesaran kelenjar limfe
periauricular, sedangkan epidemi keratikonjungtiva lebih parah dan menyajikan dengan
cairan yang encer, hiperemia, kemosis, dan limpadenopati ipsilateral diamati pada hingga
50% dari kasus konjungtivitis virus dan lebih umum pada konjungtivitis virus
dibandingkankonjungtivitis bakterial.
Pencegahan dan Pengobatan
Konjungtivitis viral sekunder pada adenovirus sangat menular, dan risiko penularan mencapai
10-50%. Virus menyebar melalui kontak langsung melalui peralatan medis, air kolam renang,
atau peralatan pribadi, dalam penellitian, 46% dari orang yang terinfeksi memiliki kultur
positif berkembang dari pembersih tangan mereka. Karena tingginya tingkat transmisi, cuci
tangan, alat disinfeksi, dan isolasi dari pasien klnik dianjurkan. Inkubasi dan penularan
diperkirakakn 5-12 hari dan rata-rata 10-14 hari.
Meskipun tidak ada pengobatan yang efektif, air mata buatan, anthhistamin topikal, kompres
dingin mungkin dapat berguna dalam mengurangi beberapa gejala (tabel 2). Obat antivirus
yang tersedia tidak berguna, dan antibiotik topikal tidak diindikasikan. Tidak melindungi
terhadap infeksi sekunder, dan penggunaannya dapat mempersulit klinis dengan
menyebabkan alergi dan keracunan, menyebabkan keterlambatan diagnosis penyakit.
Penggunaan antibioti teter mata dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi dari mata yang
lain melalui tetes air mata. Peningkatan resistensi juga berhubungan dengan frekuensi
penggunaan antibiotik. Pasien seharusnya dirujuk ke dokter mata jika gejala tidak dapat
disembuhkan setelah 7-10 hari karena risiko dari komplikasi.
Herpes Konjungtivitis
Herpes simplek virus mencapai 1,3-4,8% dari semua kasus konjungtiivitis akut.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh virus biasannya unilateral. Discharge yang dihasilkkan
tipis, dan berair, dan dapat disetai lesi vesikuler pada kelopak mata. Antivirus topikal dan oral
direkomendasikan untuk mempercepat dari penyembuhan penyakit. Kortikosteroid
seharusnya dihindari karena mereka mempotensiasi virus dan dapat menyebabkan kesakitan.
Herpes zoster virus, bertanggung jawab untuk penyakit saraf, termasuk jaringan mata,
terutama jika yang terkena cabang saraf pertama dan kedua pada saraf trigeminal. Kelopak
mata (45,8%) merupakan situs yang sering dimasukkan, diikuti oleh konjungtiva (41,1%).
Komplikasi kornea dan uveitis dapat terlihat pada 38,2% dan 19,1 % rata-rata kasus. Pasien
dengan dugaan kelopak mata dan mata dengan gejala Hutchison (vesikel pada ujung hidung,
yang memiliki korelasi yang tinggi dengan ketterlibatan kornea) seharusnya dirujuk ke dokter
mata untuk evaluasi. Tatalaksana yan biasa adalah kombinasi dari antivirus oral dan topikal
steroid.
Konjungtivitis bakterial
Epidemiologi, penyebab, dan presentasi
Insidensi dari konjungtivitis bakterial pada satu penelitian diestimasikan menjadi 135 dalam
10000. Konjungtivitis bakterial dapat berhubungan langsung dari individual atau dari hasil
abnormal dari proliferasi dari flora normal konjuntiva. Kontaminasi dari tangan, oculogenital,
dan kontaminasi fomites adalah tute umum untuk transmisi. Pada kondisi, kondisi seperti
penurunan produksi air mta, gangguan pertahanan epitel secara alami, abnormal dari struktur
adneksa, trauma, dan penurunan status imun menjadi faktor predisposisi dari konjungtivitis
bakterial. Patogen yang umum untuk konjngtivits bakterial pada orang dewasa adalah spesies
staphylococcus, diikuti streptococcus pneumoniae, dan haemophilus influenza. Pada anak-
anak, penyakit ini selalu disebabkan oleh h. Influenza, s.pneumonia, dan moraxella
catarrhalis. Penyakit ini berlangsung 7-10 hari.
Konjngtivitis hiperakut bakteri menumjukkan discharge purulen yang berlebihan dan
penurunan penglihatan. Disertai dengan pembengkakan kelopak mata, nyeri pada mata pada
palpasi, dan preauricular adenopati. Hal ini biasanya selalu disebabkan oleh neisseria
gonorrhoe dan risiko tinggi terkena kornea mata dan perforasi kornea. Pengobatan untuk
hiperakut konjungivitis hiperakut sekunder dari neisseria gonorrhoeae adalah intramuskular
dari ceftriaxone, dan infeksi clamidis bersamaan harus dikelola.
Konjungtivitis kronik bakterial digunakan untuk mendeskripsikan konjungtivitis yang
berlangsng lebih dari 4 minggu, dengan staphylococcus aureus, moraxella lacunata dan
bakteri enterik menjadi penyebab paling umum, konsultasi pada dokter mata seharusnya
dilakukan untuk penatalaksanaannya.
Tanda dan gejala termasuk mata merah, purulen dan mucopurulen discharge, dan kemosis
(gambar 3). Periode inkubasi dan penularannya diperkirakkan 1-7 hari, dengan rata-rata 2-7
hari.
Masalah bilateral dari kelopak mata, dan kepatuhan pada kelopak mata, kurangnya gatal, dan
tidak ada riwayat konjungtivitis adalah prediktor positif dari konjungtiviitis. Discharge
purulen yang berat seharusnya selalu dikultur dan konungtivits gonnococcal harus
dipertimbangkan. Konjungtivitis yang tidak respon pada pemberian terapi anntibiotika
standart pada pasien dengan aktivitas seks yang aktif dicurigai untuk evaluasi clamidia. Hal
yang masuk akal untuk keratitis bakteria adalah penggunaan lensa kontak, yang seharusnya
diterapi dengan antibiotika topikal dan dirujuk ke seorang doketr mata. Pasien yang
menggunakan lensa kontak seharusnya tidak memakai lensa kontak segera.
Penggunaan antibiotika pada konjungtivitis bakterial
Setidaknya 60% kasus dugaan konjungtivitis akut akan menyembuhkan diri antara 1 sampai 2
minggu. Meskipun antibiotika topikal mengurangi durasi penyakit, tidak terdapat perbedaan
yang telah diamati antara perlakuan dan kelompok plasebo. Dalam meta analisis besar, yang
terdiri dari 19 ulasan dar 3637 pasien di 11 uji klinis acak, ada peningkatan sekitar 10%
dalam tingkat perbaikan klinis dibandingkan plasebo untuk pasien yang menerima 2 sampai 5
hari atau 6 sampai 10 hari dengan pengobatan dengan antibiotika dibandingkan plasebo.
Tidak ada yang hasil yang mengancam yang dilaporkan pada kelompok plasebo. Beberapa
bakteri yang sangat mematikan seperti S.pneumoniae, N gonorrhoeae, dan H influenza, dapat
menebus pertahanan host lebih mudah dan menyebabkan dampak yang lebih serius.
Antibiotika topikal tampaknya lebih efektif pada pasien yang memiliki hasil kultur bakteri
yang positif. Dalam review sistemik besar, mereka ditemukan untuk menjadi efektif
meningkatkan baik tingkat penyembuhan klinis dan mikrobiologis pada kelompok pasien
dengan budaya terbukti konjuntivis bakteria, sedangkan hanya angka tingkat kesembuhan
yang diamati pada pasien yang dicurigai konjungtivitis. Penelitian lain menemukan perbedan
yang signifikan dalam angka kesembuhan klinis ketika frekuensi antibiotika sedikit dirubah.
Pilihan antibiotika
Semua tetes mata antibiotika spektrum luas tampaknya secara umum efektif dalam mengobati
konjungtivitis bakteri. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mencapai kesembuhan
klinis antara salah satu antibiotika spektrum luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan
antibiotika yang ketersediaan lokal, alergi pasien, resistensi, dan biaya. Awal terapi untuk
konjungtivitis bakteri akut dalam tabel 2
Alternatif untuk antibiotika terapi
Untuk pengetahuan kita, tidak ada penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas
dekongestan okular, garam topikal, atau kompres hangat untuk mengobati konjungtivitis
bakteri. Kortikosterid topikal seharusnya dihindari karena risiko memperpanjang jalannya
penyakit dan potensi infeksi.
Ringkasan pengelolaan konjungtivitis bakteri
Kesimpulan, manfaat dari pengobatan antibiotika termasuk pemulihan lebih cepat, penurunan
transmisi, dapat kembali ke sekolah lebih cepat. Bersamaan, efek samping yang tidak ada jika
tidak digunakan antibiotika pada kasus konjungtivitis bakteri yang tidak terdapat komplikasi.
Disana, tidak ada pengobatan, tunggu dan lihat, dan semua pengobatan tampak pendekatan
yang masuk akal dalam kasus konjungtivitis yang rumit. Pemberian terapi antibiotika
seharusnya diberikan pada kasus yang menghasilkan cairan purulen atau mukopurulent
konjungtivitis dan untuk pasien yang memiliki ketidaknyamanan yang berbeda, yang
memakai lensa kontak, yang immunosupresi dan yang dicurigai clamidia dan konjungtivitis
gonococcal.
Topik khusus dalam bakteri konjungtivitis
Methicilin resisten S.aureus konjungtivitis. Diperkirakan 3-64% dari infeksi stafilokokus
okular adalah karena metchilin resisten staphylococcus aureus konjungtivitis; kondisi ini
menjadi lebih umum dan organisme yang lebih resisten terhadap banyak antibiotik. Pasien
dengan kasus dugaan perlu dirujuk ke dokter mata dan diperlakukan dengan vancomycin.
Konjungivitis klamidia.
Diperkirakan 1,8-5,6% dari semua konjungtivtis akut disebabkan oleh klamidia, dan
mayoritas kasus yang unilateral dan memiliki infeksi yang bersamaan. Konjungtiva hiperemi,
discharge mukopurulen, dan limfoid folikel adalah keunggulan dari kondisi ini. Discharge
yang selalu purulen dan mukopurulen. Bagimanapun, pasien lebih sering datang dengan
gejala ringan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Hingga 54% pria dan 74%
wanita memiliki infeksi bersamaan dengan infeksi klamidia genital. Penyakit ini sering
diperoleh melalui penyebaran oculogenital atau hubungan intim lainnya dengan individu
yang terinfeksi: pada bayi baru lahir mata dapat terinfeksi setelah persalinan pervaginam.
Pengobatan antibiotika sistemik seperti azitromisin dan doksisiklin berkhasiat dan pasien
harus segera dilakukan koinfeksi dengan infeksi gonore harus diselidiki. Tidak ada data yang
mendukung penggunaan terapi antibiotika topikal setelah terapi sistemik. Bayi dengan
konjungtivitis clamidia membutuhkan terapi sistemik karena lebih dari 50% dapat bersamaan
dengan paru-paru, nasofaring, dan infeksi saluran genital.
Konjungtivitis gonococcal
Konjungtivitis yang disebabkan karena N gonorrhoeae adalah konjungtivitis hiperakut pada
neonatus dan dewasa aktif secara seksual dan dewasa muda. Pengobatan terdiri dari
antibiotika topikal dan sistemik. Neisseria gonorrhoeae dikaitkan dengan risiko tinggi dari
perforasi kornea.
Konjungtivitis sekunder untuk trachoma
Trachoma disebabkan oleh chlamydia trachomatis subtipe A sampai C dan merupakan
penyebab utama kebutaan, mempengaruhi 40 juta orang diseluruh dunia di daerah dengan
hygiene yang buruk. Discharge mukopurulent dan ketidaknyaman pada mata dapat
dipresentasikan sebagai tanda dan gejala untuk kondisi ini. Komplikasi yang terlambat seperti
scar pada kelopak mata, konjungtiva, dan kornea mungkin dapat menyebabkan penurunan
penglihatan. Pengobatan dengan dosis tnggal dari azitromisisn (20mg/kg) adalah efektif.
Pasien mungkin juga dapat diobati dengan salep antibiotika topikal selama 6 minggu
( contohnya tetrasiklin atau eritromisin). Antibiotika sistemik dibandingkan azitromisin,
seperti tetrasiklin atau eritromisin selam 3 minggu, mungkin dapat digunakan sebagai
alternatif.
Konjungtivitis Non infeksi
Konjungtivitis alergi
Prevalensi dan penyebab- konjungtivitis alergi adalah respon peradangan pada konjungtiva
terhadap alergen seperti serbuk sari, bulu binatang dan antigen lingkungan lain dan
mempengaruhi sampai 40% dari populasi di AS, hanya tentang 10% dari individual dengan
konjungtivitis alergi yang membutuhkan perhatian medis, dan kesatuan selalu tidak
terdiagnosa. Mata merah dan gatal adalah gejala yang konsisten. Konjungtivitis alergi musim
terdiri dari 90% dari semua konjungtivitis alergi di AS.
Pengobatan- pengobatan adalah menghindari dari alergen dan menggunakan larutan garam
atau air mata buatan secara fisik encer dan menghapus alergen. Dekongestan topikal,
antihistamin, stabilisasi sel mast, anti inflamasi non steroid, dan kortikosteroid dapat
diindikasikan. Pada review sistemik besar, baik histamin dan stabilisator sel mast yang
unggul dengan plasebo dalam mengurangi gejala alergi konjungtivitis; peniliti juga
menemukan bahwa antihistamin yang unggul dibandingkan stabilisator sel mas pada
keuntungan jangka pendek. Penggunanan jangka panjang dari antihistamin antazoline dan
vasokontriktor naphazoline seharusnya dihindari karena mereka dapat menyebabkan rebound
hyperemia. Steroid topikal yang terkait dengan pembentukan katarak dan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan mata, yang menyebabkan glaukoma.
Obat, kimia, dan racun yang menginduksi konjungtivitis
Berbagai obat topikal seperti tetes mata antibiotika, obat antivirus topikal, dna pelumas tetes
mata dapat menyebabkan respon alergi konjungtiva terutama karena kehadiran benzalkonium
klorida pada preparat tetes mata. Penghentian penerimaan agen menyinggung kearah resolusi
gejala.
Penyakit sistemik yang berhubungan dengan konjungtivitis
Sebuah variasi dari penyakit sistemik termasuk pemphigoid membran mukus, sjorgen
sindrom, penyakit kawasaki, steven johson sindrom, dan fistula cavernosus carotid dapat
memperlihatkan tanda dan gejala dari konjungtivitis, seperti mata merah dan discharge. Oleh
karena itu, penyebab diatas seharusnya diperrtimbangkan dapat hadir dengan konjungtivitis.
Sebagai contoh, pasien dengan fistula karotid grade rendah dengan konjungtivitis kronis
untuk terapi medis, yang jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian.
Seperti yang direomendasikakn oleh American Academy of Opthamology, 16 pasien dengan
konjungtivitis yang dievaluasi oleh praktisi kesehatan nonopthamologis harus segera dirujuk
segera ke dokter mata jika salah satu terlihat: kehilangan penglihatan, nyeri sedang samapi
berat, discharge purulen berat, keterlibatan kornea, konjungtiva scar, tidak respon tehadap
terapi, konjungtivitis berulang, riwayat penyakit mata herpes simpleks. Selain itu, pasien
harus dipertimbangkan untuk rujukan : pemakaian lensa kontak, pasien yang membutuhkan
steroid, orang-orang dengan fotofobia. Pasien harus dirujuk ke dokter mata jika tidak ada
perbaikan setelah 1 minggu.
Pentingnya tidak menggunakan antibiotika/kortikosteroid kombinasi
Steroid tetes atau kombinasi tetes yang mengandung steroid tidak dianjurkan secara rutin.
Steroid dapat meningkatkan latensi dari adenovirs, memperpanjang konjungtivitis viral.
Selain itu, jika ulkus kornea terdiagnosis sekunder untuk herpes, bakteri, dan jamur, steroid
dapat memperburuk kondisi, yang meneybabkan kornea mencair dan kebuataan.
Kesimpulan
Sekitar 1% dari semua kunjungan pasien ke dokter perawatan primer adaah konjungtivitis.
Mengandalkan gejala dan tanda selalu menyebabkan diagnosa yang tidak akurat. Non
herpetik viral konjungtivitis diikuti konjungtivitis bakterial adalah konjungtivitis yang paling
umum. Konjungtivitis alergi terjadi pada 40% dari populasi, tetapi hanya sebagian kecil yang
membutuhkan perawatan medis. Konjungtivitis virus biasanya disebabkan adenovirus.
Disana tidak ada aturan untuk pengunaan antibiotika topikal pada konjungtiva viral, dan
mereka seharusnya menghindari efek samping pengobatan. Penggunaan tes antigen cepat
untuk diagnosa konjungtivitis viral dan menghindari penggunaan tidak tepat antibiotika
adalah strateginya. Patogen bakteri yang terisolasi hanya 50% dari kasus diduga
konjungtivitis, dan setidaknya 60% dari konjungtivitis bakteri (klinis dicurigai atau badaya
terbukti) adalah penyembuhan sendiri tanpa pengobatan. Kultur digunakan pada kasus yang
tidak berespon terhadap terapi, kasus dari konjungtivitis hiperakut, dan terduga klamidia
konjungtivitis. Pengobatan dengan antibiotika topikal selalu direkomendasikan untuk
penggunaan tetes mata, yang dengan discharge mukopurulent dan nyeri pada mata, diduga
kasus klamidia dan gonococcal konjungtivitis dan pasien permukaan mata sebelumnya.
Keuntungan dari antibiotika adalah resolusi yang lebih cepat, kembali bekerja lebih cepat,
dan dan mengurangi dari komplikasi konjungtivitis. Kasus tersering dari konjungtivitis alergi
karena alergi musim. Anhistamin, penghambat sel mast, dan steroid topikal adalah
diindikasikan untuk pengobatan konjungtivitis alergi. Steroid seharusnya digunakan dengan
bijaksana dan setelah pemeriksaan oftalmologi menyeluruh telah dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi petic atau keterlibatan kornea yang keduanya memburuk dengan
penggunaan steroid.