Jurnal Pupuk Cair

67
1 APLIKASI PUPUK CAIR HASIL FERMENTASI KOTORAN PADAT KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica juncea ) SEBAGAI PENGEMBANGAN MATERI MATA KULIAH FISIOLOGI TUMBUHAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun Oleh : AGUS SUPARDI A 420 070 096 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2011

description

pertanian dan lingkungan

Transcript of Jurnal Pupuk Cair

Page 1: Jurnal Pupuk Cair

1

APLIKASI PUPUK CAIR HASIL FERMENTASI KOTORAN PADAT

KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica

juncea ) SEBAGAI PENGEMBANGAN MATERI MATA KULIAH

FISIOLOGI TUMBUHAN

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Sarjana S-1

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun Oleh :

AGUS SUPARDI

A 420 070 096

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2011

Page 2: Jurnal Pupuk Cair

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan

pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat

intensifikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha

peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan

pemakaian pupuk kimia akan menambah tingkat polusi tanah akhirnya

berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Lingga dan Marsono, 2000).

Penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan menyebabkan

pengerasan tanah. Kerasnya tanah disebabkan oleh penumpukan sisa atau

residu pupuk kimia, yang berakibat tanah sulit terurai. Sifat bahan kimia

adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan

organik. Semakin kerasnya tanah dapat mengakibatkan :

1. Tanaman semakin sulit menyerap unsur hara.

2. Penggunaan konsentrasi pupuk lebih tinggi untuk mendapat hasil sama

dengan hasil panen sebelumnya.

3. Proses penyebaran perakaran dan aerasi (pernafasan) akar terganggu

berakibat akar tidak dapat berfungsi optimal dan pada gilirannya akan

menurunkan kemampuan produksi tanaman tersebut (Notohadiprawiro,

2006).

Page 3: Jurnal Pupuk Cair

2

2

Masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pupuk kimia

di Indonesia adalah adanya indikasi proses pemiskinan atau pengurangan

kandungan 10 jenis unsur hara meliputi sebagian unsur hara makro yaitu N, P

dan K (3 unsur) serta unsur hara mikro yaitu Fe, Na, Mo, Cu, Mg, S dan Ca (7

unsur). Seperti diketahui saat ini dari sekian banyak unsure yang ada di alam,

semua jenis tanaman membutuhkan mutlak (harus tersedia/tidak boleh tidak)

13 macam unsur hara untuk keperluan proses pertumbuhan dan

perkembangannya, sering dikenal dengan nama unsur hara essensial

(Hardjowigeno, 1997).

Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi

penggunaan pupuk kimia. Salah satu solusi dari pengurangan pupuk kimia

adalah melakukan pembudidayaan tanaman dengan sistem pertanian organik.

Pada sistem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar

sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup tertutup

(Budianta, 2004).

Salah satu jenis pupuk organik adalah pupuk kandang. Menurut

Syekhfani (2000) bahwa pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak

merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium,

dan belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain

itu pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas

mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur

tanah. Menurut Setiawan (2002) pengaruh pemberian pupuk kandang secara

tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air.

Page 4: Jurnal Pupuk Cair

3

3

Kotoran padat kambing merupakan salah satu jenis kotoran hewan

yang pemanfaatanya belum begitu maksimal. Masyarakat biasanya langsung

menggunakan kotoran padat kambing sebagai pupuk untuk tanaman tanpa

melalui pengolahan terlebih dahulu, sehingga tanaman yang dipupuk dengan

kotoran padat kambing tidak dapat tumbuh dengan maksimal karena kotoran

padat kambing memiliki tekstur yang cukup keras dan lama diuraikan oleh

tanah, selain itu pupuk padat kotoran kambing juga tidak dapat digunakan

langsung karena dapat menimbulkan polusi tanah. Salah satu alternatif

pengolahan kotoran padat kambing adalah dengan dibuat sebagai pupuk cair.

Sampai saat ini belum begitu banyak pemanfaatan kotoran padat untuk

diolah menjadi pupuk cair, padahal dengan diolah menjadi pupuk cair kotoran

padat tersebut akan dapat disimpan dalam waktu yang lama dan lebih efesien.

Selain itu dengan diolah menjadi pupuk cair akan mengurangi keluarnya unsur

hara dari kotoran padat hewan sehingga masih mengandung unsur hara yang

tinggi bila dimanfaatkan sebagai pupuk.

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar wilayahnya

terdiri atas lahan pertanian. Dengan adanya lahan pertanian yang melimpah ini

maka banyak rakyat Indonesia yang memilih mencari penghasilan dengan

jalan bercocok tanam, disamping karena keberadaan lahan pertanian yang luas

juga karena dengan bercocok tanam merupakan salah satu cara untuk

memperoleh penghasilan dengan waktu yang cukup pendek.

Tanaman sawi merupakan salah satu jenis sayuran daun umumnya

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sawi hijau sangat berpotensi sebagai

Page 5: Jurnal Pupuk Cair

4

4

penyedia unsur unsur mineral penting dibutuhkan oleh tubuh karena nilai

gizinya tinggi. Tanaman sawi kaya akan sumber vitamin A, sehingga berdaya

guna dalam upaya mengatasi masalah kekurangan vitamin A atau penyakit

rabun ayam sampai kini menjadi masalah di kalangan anak balita

(Margiyanto, 2007).

Pertumbuhan tanaman sawi dipengaruhi oleh jenis pupuk yang

digunakan, petani biasa menggunakan pupuk cair kimia untuk mendapatkan

pertumbuhan yang maksimal dan cepat, tetapi efek dari penggunaan pupuk

kimia ini adalah pada kesehatan sehingga diperlukan pupuk yang sesuai dan

tidak memiliki efek bagi kesehatan, salah satu alternatif tersebut adalah

dengan menggunakan pupuk organik.

Penelitian tentang pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan

tanaman sawi cukup banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh

Kelik Wijaya (2010), yang meneliti konsentrasi dan frekuensi pemberian

pupuk organik cair hasil perombakan anaerob limbah makanan terhadap

pertumbuhan tanaman sawi yang menghasilkan bahwa penambahan pupuk

organik cair tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman berupa tinggi

tanaman dan jumlah daun. Dalam penelitian Yoga Maulana (2010), bahwa

interaksi antar pemberian pupuk N dan pupuk organik berpengaruh terhadap

serapan tanaman sawi menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua pupuk

tersebut.

Diera yang semakin maju dan dituntut untuk memiliki kompetensi

yang mumpuni seorang calon pendidik diharapkan dapat memiliki kualifikasi

Page 6: Jurnal Pupuk Cair

5

5

sebagai seorang pendidik juga dituntut untuk mampu mengembangan materi

ajar sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga nantinya dapat

memberikan inovasi dalam pembelajaran. Selain itu sebagai calon pendidik

juga harus mampu mengaplikasikan apa yang diperolehnya dari perkuliahan

dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu pengembangan materi ajar

sangat diperlukan untuk memberikan bekal kepada calon pendidik.

Dari uraian permasalahan diatas maka peneliti mengajukan judul “

Aplikasi Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran Padat Kambing Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea) sebagai Pengembangan Materi

Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan berbagai masalah yang ada harus dibuat pembatasan

masalah supaya permasalahan yang akan dibahas tidak melebar. Oleh karena

itu, peneliti membahas masalah sebagai berikut :

1. Obyek penelitian adalah tanaman sawi (Brassica juncea).

2. Subjek penelitian adalah pupuk cair hasil fermentasi secara semi aerob

kotoran padat kambing tanpa ditambah bahan lain (kontrol), ditambah

limbah buah dan daun mimba dengan konsentrasi pemberian 20%, 30%

dan 40%.

3. Parameter dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman sawi meliputi

; tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan biomassa.

Page 7: Jurnal Pupuk Cair

6

6

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat

kambing dengan penambahan limbah buah dan daun mimba terhadap

pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea)?

2. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi pupuk cair hasil fermentasi kotoran

padat kambing terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea).?

3. Bagaimanakah pengaruh interaksi antara konsentrasi dan pemberian

limbah buah dan daun mimba terhadap pertumbuhan tanaman sawi.?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat

kambing dengan penambahan limbah buah dan daun mimba terhadap

pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi pemberian yang berbeda terhadap

pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara pupuk cair dengan penambahan

limbah buah dan daun mimba dengan konsentrasi pemberian yang berbeda

terhadap pertumbuhan tanaman sawi.

Page 8: Jurnal Pupuk Cair

7

7

E. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakan penelitian ini diharapkan mampu memberikan

manfaat diantaranya:

1. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa pupuk kotoran padat

kambing dapat diolah menjadi pupuk cair dengan cara difermentasi.

2. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat tentang budidaya

tanaman sawi dengan menggunakan pupuk cair hasil fermentasi dari

kotoran padat kambing.

3. Dapat menembah wawasan tentang pemanfaatan kotoran padat hewan

khususnya kotoran padat kambing.

4. Sebagai pengembangan mata kuliah fisiologi tumbuhan khususnya

kemampuan praktikum.

Page 9: Jurnal Pupuk Cair

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pupuk Cair

Pupuk merupakan bahan yang mengandung sejumlah nutrisi yang

diperlukan bagi tanaman. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrisi

kepada tanaman guna menunjang kelangsungan hidupnya. Pupuk dapat

dibuat dari bahan organik ataupun anorganik. Pemberian pupuk perlu

memperhatikan kebutuhan tumbuhan, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu

banyak zat makanan atau terlalu sedikit karena dapat membahayakan

tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke

daun. Sejak zaman purba sampai saat ini pupuk organik diketahui banyak

dimanfaatkan sebagai pupuk dalam sistem usahatani (Sutejo, 2002).

Menurut Sutiyoso (2003) pupuk cair adalah pupuk yang berbentuk

cairan, dibuat dengan cara melarutkan kotoran ternak, daun jenis kacang-

kacang dan rumput jenis tertentu ke dalam air.

Menurut Purwowidodo (1992) bahwa pupuk organik cair mengandung

unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolism

tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion

ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik

sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan

menjamin kesinambungan pemanjangan sel.

Page 10: Jurnal Pupuk Cair

9

9

Menurut Salisbury & Ross (1995) bahwa pupuk organik cair selain

mengandung nitrogen yang menyusun dari semua protein, asam nukleat dan

klorofil juga mengandung unsur hara mikro antara lain unsur Mn, Zn, Fe, S,

B, Ca dan Mg. Unsur hara mikro tersebut berperan sebagai katalisator dalam

proses sintesis protein dan pembentukan klorofil.

Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat

mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk

pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan

diantaranya, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti

mikroorganisme jarang terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk

kering. Pupuk organik cair apabila dicampur dengan pupuk organik padat,

dapat mengaktifkan unsur hara dalam pupuk organic padat (Syefani dan

Lilia, 2003).

2. Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin, ferfece yang artinya mendidihkan,

yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuk gas-gas dari suatu cairan kimia

yang pengertianya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk

tersebut diantaranya karbondioksida (CO2). Fermentasi terbagi dua tipe

berdasarkan kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobic dan anaerobik. Tipe

aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen.

Semua organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energy yang

diperoleh dari hasil metabolism bahan pangan, dimana organisme itu

Page 11: Jurnal Pupuk Cair

10

10

berada. Sedangkan tipe anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya

tidak memerlukan oksigen. Beberapa mikroorganisme dapat mencerna

energi tanpa adanya oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi itu dipecah,

yang dihasilakan adalah sebagian dari energy, karbondioksida dan air,

termasuk sejumlah asam laktat, asam asetat, etanol, asan volatile, alcohol

dan ester (Anonim 2010)

Menurut Supardi (1999), proses fermentasi yang melibatkan

kemampuan mikroba sesuai dengan kondisi proses dan hasilnya terbagi

kedalam dua bentuk :

a. Fermentasi alkoholis, kalau hasilnya didapatkan alcohol, misalnya

pada pembuatan ber, anggur, tuak, brem, sider dan sebagainya.

b. Fermentasi non alkoholis, kalau hasilnya tidak didapatkan senyawa

alcohol, tetapi terbentuk asam organic, vitamin, asam amino dan

sebagainya.

Menurut Gumbiro (1997), hasil fermentasi dipengaruhi oleh

teknologi yang dipakai. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan

pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Misalnya untuk

memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan S. cerevisie dan

kadang-kadang digunakan untuk bahan-bahan laktosa dari whey (air yang

digunakan setelah susu dibuat keju) menggunakan candida

pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan

mikroorganisme yang mampu dibutuhkan dengan cepat dan mempunyai

Page 12: Jurnal Pupuk Cair

11

11

toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi mampu menghasilkn

alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.

Menurut Riadi (2007), fermentasi adalah proses produksi energi

dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum,

fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,

terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai

respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron

eksterna.

3. Kotoran Padat Kambing

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), pupuk kandang

mempunyai beberapa manfaat dari penggunaannya pada tanaman. Pupuk

kandang dapat menyediakan unsur hara makro (N, P, K) dan Mikro ( Ca,

Mg, S, Na, Fe, Cu, Mo ). Daya ikat ionnya tinggi sehingga akan

mengefektifkan penggunaan pupuk anorganik dengan meminimalkan

kehilangan pupuk anorganik akibat penguapan atau tercuci oleh hujan.

Selain itu, penggunaan pupuk kandang dapat mendukung pertumbuhan

tanaman karena struktur tanah sebagai media tumbuh tanaman dapat

diperbaiki.

Menurut Sarief (1995) Pupuk kandang merupakan pupuk yang

berasal dari campuran kotoran ternak dan urine serta sisa-sisa makanan

yang tidak dihabiskan dan umumnya berasal dari ternak sapi, ayam,

kerbau, kuda babi dan kambing.

Page 13: Jurnal Pupuk Cair

12

12

4. Pertumbuhan

Menurut Suwasono (2001), pertumbuhan adalah suatu perubahan

yang terjadi pada suatu dimensi tertentu dan juga dapat dinyatakan secara

abstrak hidup atau ada. Pertumbuhan juga dapat dimaksudkan sebagai

perubahan searah dalam ukuran, bentuk dan jumlah.

Menurut Lakitan (1996), bahwa pertumbuhan merupakan proses

kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman.

Pada tanaman, pengertian perkembangbiakan atau tingkat struktur

kehidupan. Pertumbuhan yang sebenarnya adalah konsep yang universal

dalam bidang biologi dan merupakan resultan fisisk dan proses fisiologis

yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama factor luar.

Menurut Yulianti (2009) Pertumbuhan (Growth) adalah dapat

diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup

tanaman yang bersifat tak terbalikkan (Irreversible). Bertambah besar

ataupun bertambah berat tanaman atau bagian tanaman akibat adanya

penambahan unsur-unsur struktural yang baru. Peningkatan ukuran

tanaman yang tidak akan kembali sebagai akibat pembelahan dan

pembesaran sel. Misalnya, dalam ukuran sel, jaringan, organ

perkembangan (Development) diartikan sebagai : Proses perubahan secara

kualitatif atau mengikuti pertumbuhan tanaman/bagian-bagiannya.Proses

hidup yang terjadi di dalam tanaman yang meliputi pertumbuhan,

diferensiasi sel, dan morfogenesis. Misalnya, perubahan dari fase

vegetatif ke generatif.

Page 14: Jurnal Pupuk Cair

13

13

Pertumbuhan merupakan proses yang sangat terkoordinir.

Pertumbuhan suatu bagian biasanya dapat menggambarkan pertumbuhan

pada bagian tanaman yang lain. Pengukuran pertumbuhan harus

menggambarkan adanya penambahan yang tidak dapat balik misalnya

pengukuran pertambahan panjang batang dan panjang daun

(Anggarwulan dan Solichatun, 2001).

5. Tanaman Sawi

Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim yang

berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi dapat di

tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi, umumnya

sawi diusahakan di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di

sawah. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan.

Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim

kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah

yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan

drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Anonim, 2005).

Menurut Haryanto (2003), klasifikasi dari tanaman sawi adalah

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales (Brassicales)

Page 15: Jurnal Pupuk Cair

14

14

Famili : crucifera (Brasscaceae)

Genus : brassica

Spesies : Brassica juncea

Menurut Rahayu (2003) secara umum tanaman sawi mempunyai

daun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani di Indonesia

mengenal tiga macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu sawi putih,

sawi hijau, dan sawi huma.

Menurut Rukmana (1994), tanaman sawi memiliki ciri-ciri

morfologi system perakaran tanaman memiliki akar tunggang dan

bercabang-cabang, akar yang bentuknya bulat panjang menyebar

kesemua arah pada kedalaman 30-50 cm. batang sawi pendek dan beruas-

ruas berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun.

B. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah pemanfaatan kotoran

padat kambing sebagai pupuk cair yaitu dengan cara difermentasi secara semi

aerob untuk mempercepat pengomposan dan efisiensi penggunaan. Fermentasi

kotoran padat kambing dilakukan dengan tiga taraf perlakuan yang berbeda

yaitu tanpa ditambahkan bahan lain sebagai kontrol, ditambahkan limbah buah,

ditambahkan daun mimba kemudian diujikan pada tanaman sawi dengan tiga

konsetrasi yang berbeda-beda, masing-masing dilakukan dengan empat kali

ulangan, sehingga menghasilkan 24 satuan percobaan. Adapun skemanya

adalah sebagai berikut :

Page 16: Jurnal Pupuk Cair

15

15

Gambar 2.1 Skema kerangka pemikiran

Kotoran Padat Kambing

digiling dan dicampur dengan

masing-masing campuran

(perbandingan 1:3)

1. Tanpa ditambah bahan lain

(sebagai control (C0).

2. Ditambah Limbah Buah

(C1)

3. Ditambah daun mimba (C2)

Difermentasi secara

aerob dalam drum/ember

± 7-8 hari

Padat

(Kompos Padat)

Pengamatan dan analisis pengaruh yang terjadi

1. Pertumbuhan : tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas

daun.

2. Biomassa tanaman

Tanaman Sawi

Disaring

Cair

(Pupuk Cair)

Permasalahan :

1. Kelangkaan pupuk

anorganik dan kebutuhan

semakin meningkat.

2. Kotoran padat kambing

belum termanfaatkan

secara maksimal.

3. Calon pendidik dituntut

untut mampu

mengembangankan materi

ajar dan soft skill

Fermentasi kotoran padat

kambing sebagai pupuk

cair dan pengembangan

materi kuliah fisiologi

tumbuhan.

Konsentrasi 20% Konsentrasi 30%

Konsentrasi 40%

Page 17: Jurnal Pupuk Cair

16

16

C. Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran

padat kambing dengan perlakuan yang berbeda dan konsentrasi yang

berbeda terhadap petumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).

H1 : Ada pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat

kambing dengan perlakuan yang berbeda dan konsentrasi yang berbeda

terhadap petumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).

Page 18: Jurnal Pupuk Cair

17

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Greenhouse Pendidikan

Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Surakarta untuk fermentasi pupuk dan aplikasi pupuk cair

hasil fermentasi terhadap tanaman sawi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan

bulan Juli 2011.

B. Variabel penelitian

1. Variabel bebas (Independent Variabel) : Pupuk cair hasil fermentasi

kotoran padat kambing secara semi aerob.

2. Variabel terikat (Dependent variable) : Pertumbuhan tanaman sawi

(tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan biomassa).

Page 19: Jurnal Pupuk Cair

18

18

C. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Pembuatan Pupuk Cair

Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair adalah ember

plastik volume 10 liter, gilingan pupuk, kain penyaring, alat pengaduk,

timbangan, plastik penutup,

2. Alat Penanaman Sawi

Plastik polibag, cangkul, semprotan tanaman/sprayer,

3. Bahan Pembuatan Pupuk Cair

Kotoran padat kambing sebanyak 24kg, air bersih secukupnya, limbah

buah 2kg, daun mimba 2kg, EM-4.

4. Bahan Penanaman Sawi

Tanah, arang sekam, pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat kambing,

air.

D. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, tahap-

tahap tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap pertama : Pembuatan pupuk cair dari kotoran padat kambing

a. Mempersiapkan ember plastik sebanyak 3 buah dengan volume 10 liter

b. Menimbang kotoran padat kambing seberat 18kg kemudian digiling

sampai lembut dan di ayak.

c. Menyiapkan limbah buah sebanyak 2kg dan daun mimba sebanyak 2kg

kemudian digiling sampai lembut.

Page 20: Jurnal Pupuk Cair

19

19

d. Mencampur kotoran padat kambing dengan limbah buah dan daun

mimba, masing-masing dengan perbandingan 1 : 3.

e. Mencampur campuran diatas dengan air dengan perbandingan 1 : 1

untuk campuran kotoran kambing limbah buah dan perbandingan 1 : 2

untuk campuran kotoran kambing daun mimba

f. Mengaduk kurang lebih selama 10-15 menit dengan pengaduk kayu pada

masing-masing campuran yang telah dimasukkan kedalam ember

plastik.

g. Mengukur pH dan suhu awal dari campuran yang telah dimasukkan

dalm ember plastik.

h. Campuran bahan yang telah dimasukan kedalam ember plastik di

inkubasi selama 14 hari dengan diotutupi plastik berlubang

i. Setelah 14 hari campuaran kotoran hewan tadi dipisahkan antara yang

cair dengan yang padat dengan menggunakan kain saringan.

j. Bagian yang padat digunakan untuk kompos padat dan yang cair

digunakan sebagai pupuk cair.

2. Tahap kedua : Pembibitan tanaman sawi.

a. Membeli benih sawi.

b. Pembibitan.

Pembibitan dilakukan menggunakan wadah pembibitan dengan ukuran

yaitu lebar 20 cm dan panjangnya 30 cm, tinggi 10 cm. Media yang

digunakan adalah campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang

Page 21: Jurnal Pupuk Cair

20

20

dengan perbandingan 1: 1: 1 kemudian didiamkan selama 1 minggu.

Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur pada

media yang telah dipersiapkan, lalu ditutupi tanah setebal 1 - 2 cm, lalu

dilakukan penyiraman air dengan sprayer, kemudian diamati 3 - 5 hari

benih akan tumbuh. Setelah berumur 2-3 minggu sejak disemaikan atau

sampai berdaun 3-4 helai tanaman sawi siap dipindahkan kedalam

polibag.

3. Tahap ketiga : Pelaksanaan Percobaan

a. Menyiapkan pupuk cair hasil fermentasi yang telah diuji kandunganya

dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 20%, 30%, dan 40%.

b. Menyiapkan media tanam dalam plastic polibag ukuran 30 x 20 cm.

media tanam yang digunakan terdiri dari campuran tanah, pupuk kompos

dan pasir.

c. Menyiapkan tanaman sawi yang berumur 2-3 minggu atau berdaun 4-5

helai sebanyak 30 buah yang telah disortir dan ditimbang berat awalnya.

d. Menanam tanaman sawi dalam polibag.

e. Melakukan pemeliharaan dengan cara disiram setiap pagi dan sore

dengan air.

f. Melakukan pemupukan dengan pupuk cair hasil fermentasi setiap satu

minggu satu kali.

g. Melakukan pengamatan setiap dua minggu satu kali sampai berumur 10

minggu.

Page 22: Jurnal Pupuk Cair

21

21

Tabel 3.1 Pengamatan tinggi tanaman sawi (cm)

Perlakuan Minggu

0 2 4 6 8 10

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Total

Tabel 3.2 Pengamatan jumlah daun tanaman sawi

Perlakuan Minggu

0 2 4 6 8 10

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Total

Tabel 3.3 Pengamatan luas daun tanaman sawi

Perlakuan Minggu

0 1 2 3 4 5

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Total

Page 23: Jurnal Pupuk Cair

22

22

Tabel 3.4 Pengamatan biomassa tanamans sawi (gram)

Perlakuan Ulangan

Jumlah Rerata 1 2 3 4

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

E. Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan

Acak Lengkap Pola faktorial yaitu dengan dua faktor. Faktor I adalah

Penambahan bahan lain dalam pembuatan pupuk cair. Faktor II adalah

konsentrasi pemberian pupuk cair. Adapun taraf perlakuan adalah sebagai

berikut :

Faktor I : Pupuk Cair hasil fermentasi

C0 : Kotoran kambing yang difermentasi tanpa ditambahkan bahan lain

(sebagai control)

C1 : Kotoran kambing yang difermentasi dengan ditambahkan limbah

buah.

C2 : Kotoran kambing yang difermentasi dengan ditambahkan limbah

daun mimba.

Page 24: Jurnal Pupuk Cair

23

23

Faktor II : Konsentrasi pemberian .

K1 : Konsentrasi 20%.

K2 : Konsentrasi 30%.

K3 : Konsentrasi 40%

Adapun kombinasi perlakuanya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 kombinasi perlakuan pupuk cair dengan konsentrasi

Perlakuan Kombinasi

Pupuk Cair Konsentrasi

C0

C1

C2

K1

K2

K3

K1

K2

K3

K1

K2

K3

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Keterangan kombinasi :

C0K1 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain

dengan konsentrasi 20% sebagai control.

C0K2 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain

dengan konsentrasi 30% sebagai control.

C0K3 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain

dengan konsentrasi 40% sebagai control.

C1K1 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah

dengan konsentrasi pemberian 20%

C1K2 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah

dengan konsentrasi pemberian 30%

Page 25: Jurnal Pupuk Cair

24

24

C1K3 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah

dengan konsentrasi pemberian 40%

C2K1 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba

dengan konsentrasi pemberian 20%

C2K2 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba

dengan konsentrasi pemberian 30%

C2K3 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba

dengan konsentrasi pemberian 40%

Dari 6 perlakuan dan 3 kontrol diatas masing-masing diberi 4 ulangan

penelitian ini menggunakan 24 satuan percobaan dengan 3 kontrol.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Eksperimen

yaitu melakukan eksperimen dengan membuat pupuk cair dari kotoran

padat hewan kemudian melakukan pengujian kandungan haranya setelah

itu diujicobakan terhadap tanaman sawi dan mengamati pengaruh yang

ditimbulkan dari hal tersebut.

2. Observasi

Yaitu melakukan observasi terhadap bahan-bahan yang diperlukan dalam

penelitian seperti kotoran padat kambing, limbah buah, daun mimba, dan

bahan lainya.

Page 26: Jurnal Pupuk Cair

25

25

3. Dokumentasi

Yaitu metode pengamatan dengan cara mendokumentasikan penelitian

dari awal sampai akhir dengan foto atau kamera digital.

4. Telaah Kepustakaan

Yaitu mengkaji literature-literatur, penelitian-penelitian yang sebelumnya

yang relevan dengan penelitian dan jurnal-jurnal yang relevan.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Varian (Anava) dua jalur dengan taraf nyata 0,05 untuk menentukan perbedaan

masing-masing perlakuan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung jumlah kuadrat

a. Menghitung faktor korelasi (FK)

FK = n

T

2

b. Menghitung jumlah kuadrat total (JKT)

JKT = FKT

2

c. Menghitung jumlah kuadrat perlakuan (JKP)

JKp = FKr

AB

2

d. Menghitung jumlah kuadrat variabel A (JKA)

JKA = FKAr

A

.

2

Page 27: Jurnal Pupuk Cair

26

26

e. Menghitung jumlah kuadrat variabel (JKB)

JKB = FKBr

B

.

2

f. Menghitung jumlah kuadrat interaksi variabel (JKAB)

JKAB = JKP – JKA – JKB

g. Menghitung jumlah kuadrat galat (JKG)

JKG = JKP – JKA – JKB – JKAB

2. Menghitung jumlah derajad bebas (db)

a. Menghitung dbP (Perlakuan)

dbP = A.B – 1

b. Menghitung dbA (Dosis)

dbA = A – 1

c. Menghitung dbB (Waktu)

dbB = B – 1

d. Menghitung dbT (Total)

dbT = N – 1

e. Menghitung dbAB (Interaksi)

dbAB = dbA x dbB

f. Menghitung dbG (Galat)

dbG = dbT – dbA – dbB – dbAB

3. Menghitung kuadrat tengah (KT)

a. Menghitung kuadrat tengah perlakuan (KTP)

KTP = P

P

db

JK

Page 28: Jurnal Pupuk Cair

27

27

b. Menghitung kuadrat tengah variabel A (KTA) Dosis

KTA= A

A

db

JK

c. Menghitung kuadrat tengah variabel B (KTB) Waktu

KTB = B

B

db

JK

d. Menghitung kuadrat intraksi variabel A dan B (KTAB)

KTAB = AB

AB

db

JK

e. Menghitung kuadrat tengah galat (KTG)

KTG = G

G

db

JK

4. Menghitung F hitung

a. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitP

FhitP = G

P

KT

KT

b. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitA

FhitA = G

A

KT

KT

c. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitB

FhitB = G

B

KT

KT

d. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitAB

FhitAB = G

AB

KT

KT

Page 29: Jurnal Pupuk Cair

28

28

Untuk selanjutnya dari masing – masing harga F hitung diperoleh,

dikonsultasikan dengan harga F pada tabel sehingga besaran bebas F

adalah (k – 1) (n – k) dan pada taraf nyata = 0,05. Bila F hitung ternyata

lebih besar dari F tabel maka hasilnya signifikan atau ada pengaruh, jika F

hitung lebih kecil dari F tabel maka hasilnya tidak signifikan atau tidak

ada pengaruh. Jika ada pengaruh atau signifikan maka dilanjutkan dengan

anlisis lanjut.

Menurut Hanafiah (1994), ada dasar dalam menentukan uji lanjut.

a. Jika KK (Koefisien Keragaman) 10 – >20%, uji lanjut yang digunakan

sebaiknya uji Duncan’s (DMRT).

b. Jika KK (Koefisien Keragaman) 5 – 10%, uji lanjut yang digunakan

sebaiknya Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

c. Jika KK (Koefisien Keragaman) < 5% uji lanjut yang digunakan

sebaiknya Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

Setelah dilakukan uji anava dua jalur menunjukkan perbedaan yang

nyata, maka dilakukan uji lanjut untuk melihatkan perlakuan masing-

masing yang berbeda.

Page 30: Jurnal Pupuk Cair

29

29

Tabel 3.6 Analisis sidik ragam

Untuk menguji atau membedakan antar perlakuan sehingga dapat

diketahui dari perlakuan mana yang paling berpengaruh dugunakan uji

Ducan’s Multiple range Test dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menyusun rata-rata data perlakuan menurut rangkingnya.

b. Menghitung Standar error (Sx)

=

c. Mencari P pada table Ducan’s

Dicari pada tabel Duncan taraf signifikansi 5%

d. Menentukan Beda Jarak Nyata Duncan’s (BNJD)

SSD = R(P : u : dp : d) SY

e. Membandingkan setiap perbedaan rata-rata perlakuan dengan

BNJDnya masing-masing.

S K D B J K K T F H F Tabel

0.05 0.01

A (a-1) JK A JK A/(a-1)=A A/G

B (b-1) JK B JK B/(b-1)=B B/G

AB (a-1)(b-1) JK AB JKAB/(a-1)(b-1)=AB AB/G

Galat ab(u-1) JK G JK G/kp(u-1)=G

Total (abu – 1) JK T

Page 31: Jurnal Pupuk Cair

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Aplikasi Pupuk cair dari kotoran padat kambing terhadap pertumbuhan

tanaman sawi

1. Tinggi Tanaman

Data pengamatan tinggi tanaman dari minggu ke-0 (awal)

sampai dengan minggu ke-10 beserta analisis datanya (anava dua jalur)

dapat dilihat pada lampiran 1-5. Berikut ini adalah rerata

perkembangan tinggi tanaman dari minggu ke-0(awal) tanam sampai

minggu ke-10 :

Tabel 4.1. Rerata Tinggi Tanaman dari umur 0 minggu (awal) sampai

dengan umur 10 minggu setelah tanam.

Perlakuan Rerata Tinggi Tanaman dalam cm Rerata

total 0 2 4 6 8 10

C0K1 7,20 9,08 11,05 13,35 18,08 23,58 13,72

C0K2 7,20 9,00** 10,28 13,08 17,70 22,58** 13,31

C0K3 7,20 8,70 10,55** 12,83** 17,38** 22,78 13,24**

C1K1 7,23 10,18* 13,45* 16,68* 23,90* 28,05* 16,58*

C1K2 7,20 9,45 11,60 14,68 22,20 25,75 15,15

C1K3 7,23 9,25 11,25 14,00 20,48 24,28 14,42

C2K1 7,20 9,00** 11,05 14,13 20,58 24,08 14,34

C2K2 7,23 9,25 10,95 14,03 21,00 25,00 14,58

C2K3 7,23 9,23 11,05 14,13 19,75 23,55 14,16

Keterangan : * Tanaman yang paling tinggi ** Tanaman paling rendah

Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa pada minggu ke-2

tanaman yang paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata

Page 32: Jurnal Pupuk Cair

31

31

tinggi tanaman 10,18 cm dan tanaman yang paling rendah adalah pada

perlakuan C0K2 dan perlakuan C2K1 dengan rerata 9,00 cm. Pada

minggu ke-4 tanaman yang paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1

dengan rerata tinggi tanaman 13,45 cm dan tanaman yang paling

rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata tinggi tanaman

10,55 cm. Pada minggu ke-6 tanaman yang paling tinggi adalah pada

perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi tanaman 16,68 cm dan tanaman

yang paling rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata tinggi

tanaman 12,83 cm. Pada minggu ke-8 tanaman yang paling tinggi

adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi tanaman 23,90 cm

dan tanaman yang paling rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan

rerata tinggi tanaman 17,38 cm. Pada minggu ke-10 tanaman yang

paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi

tanaman 28,05 cm dan tanaman yang paling rendah adalah pada

perlakuan C0K2 dengan rerata tinggi tanaman 22,85 cm. Secara

keseluruhan tanaman yang paling tinggi adalah perlakuan C1K1

(Pupuk cair dengan campuran limbah buah, konsentrasi pemberian

20%) dengan rerata 16,58 cm dan tanaman paling rendah adalah pada

perlakuan C0K3 (Pupuk cair tanpa penambahan campuran bahan lain,

konsentrasi pemberian 40%) dengan rerata tinggi tanaman 13,24 cm.

Perkembangan tinggi tanaman dari minggu ke-2 sampai minggu ke-10

dapat dilihat pada grafik pertambahan tinggi tanaman berikut ini :

Page 33: Jurnal Pupuk Cair

32

32

Gambar 4.1 Grafik rerata tinggi tanaman dari minggu ke-0 (awal)

sampai minggu ke-10.

Dari gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa tanaman yang

paling tinggi dari minggu ke-2 (awal penanaman) sampai dengan

minggu ke-10 setelah tanaman adalah pada perlakuan C1K1 yaitu

pupuk cair dengan campuran limbah buah dengan konsentrsai

pemberian 20% sedangkan tanaman yang terendah adalah pada

perlakuan C0K3 yaitu pupuk cair tanpa ditambahkan campuran dengan

konsentrasi pemberian 40%.

2. Jumlah daun

Data hasil pengamatan jumlah daun dari minggu ke-0 (awal)

sampai minggu ke-10 beserta analisis datanya dapat dilihat pada

lampiran 6-10. Berikut ini adalah rerata jumlah daun dari minggu ke-0

sampai dengan minggu ke-10 :

0

5

10

15

20

25

30

M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10

Rer

ata

tin

gg

i ta

na

ma

n

Minggu

Grafik tinggi tanaman

CoK1

CoK12

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Page 34: Jurnal Pupuk Cair

33

33

Tabel 4.2 Rerata Jumlah Daun dari awal penanaman sampai minggu

ke- 10 setelah tanam.

Perlakuan Minggu Rerata

Total 0(awal) 2 4 6 8 10

C0K1 3 4,50** 6,25 7,00** 8,50 9,25 6,417

C0K2 3 4,75 6,00** 7,00** 8,00** 8,75 6,250**

C0K3 3 4,75 6,25 7,25 8,00 8,50** 6,292

C1K1 3 5,50* 7,25* 7,50* 9,00* 9,50* 6,958*

C1K2 3 5,50* 6,75 7,25 8,25 9,00 6,625

C1K3 3 5,50* 6,75 7,25 8,50 9,00 6,667

C2K1 3 5,25 6,75 7,25 8,00** 9,00 6,542

C2K2 3 5,25 7,00 7,25 8,25 9,00 6,625

C2K3 3 5,50* 6,75 7,00** 8,00** 8,50** 6,458

Keterangan : * tanaman dengan jumlah daun paling banyak

** tanaman dengan jumlah banyak paling sedikit

Hasil penelitian pada pengamatan jumlah daun diatas

menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 tanaman yang memiliki jumlah

daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1, C1K2, C1K3, dan

C2K3 dengan rerata jumah daun sebanyak 5,5 helai dan tanaman yang

memiliki jumah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K1

dengan rerata jumlah daun 4,5 helai. Pada minggu ke-4 tanaman yang

memiliki jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1

dengan rerata jumlah daun 7,25 helai dan tanaman yang memiliki

jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K2 dengan rerata

jumah daun 6,0 helai. Pada minggu ke-6 tanaman yang memiliki

jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata

jumlah daun sebanyak 7,5 helai dan tanaman yang memiliki jumlah

daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K1, C0K2 dan C2K3

Page 35: Jurnal Pupuk Cair

34

34

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10

Re

rata

Ju

mla

h D

aun

Minggu

Grafik Jumlah Daun

CoK1

CoK12

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

dengan jumlah daun sebanyak 7,00 helai. Pada minggu ke-8 tanaman

yang memiliki jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan

C1K1 dengan rerata jumlah daun sebanyak 9,00 helai dan tanaman

yang memiliki jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan

C0K2, C2K1, dan C2K3 dengan rerata jumlah daun sebanyak 8,00

helai. Pada minggu ke-10 tanaman yang memiliki jumlah daun paling

banyak adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata jumlah daun

sebanyak 9,50 helai dan tanaman yang memiliki jumlah daun paing

sedikit adalah pada perlakuan C0K3 dan C2K3 dengan rerata jumlah

daun sebanyak 8,5 helai. Secara keseluruhan tanaman dengan rerata

jumlah daun terbanyak adalah pada perlakuan C1K1 yaitu 6,95 helai

dan tanaman dengan rerata jumlah daun paling sedikit adalah pada

perlakuan C0K2 yaitu 6,25 helai. Perkembangan jumlah daun tanaman

dari minggu ke-0 (awal penanaman) sampai dengan minggu ke-10

dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Gambar 4.2 Grafik rerata pertambahan jumlah daun tanaman sawi dari

minggu ke-0 (awal) sampai dengan minggu ke-10

Page 36: Jurnal Pupuk Cair

35

35

Dari gambar 4.2 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan

jumlah daun terbanyak dari minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-10

adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang ditambah limbah

buah dengan konsentrasi pemberian 20%, sedangkan tanaman dengan

jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K2 yaitu pupuk

cair tanpa penambahan bahan lain dengan kosentraasi pemberian 30%.

3. Luas daun

Data hasil pengamatan jumlah daun dari minggu ke-0 (awal)

sampai minggu ke-10 beserta analisis datanya dapat dilihat pada

lampiran 11-15. Berikut ini adalah rerata luas daun dari minggu ke-0

(awal) sampai dengan minggu ke-10 :

Tabel 4.3 Rerata Luas daun dari awal penanaman sampai dengan

minggu ke- 10

Perlakuan Luas Daun (cm2)

Rerata

Total 0(awal) 2 4 6 8 10

C0K1 1,53 14,5** 27,81 31,36 43,69 86,18 34,178

C0K2 1,53 15,26 26,93 31,55 43,76 82,45 33,580

C0K3 1,55 15,83 26,63** 30,76** 43,36** 81,00** 33,188**

C1K1 1,58 18,56* 29,98* 33,43* 46,68* 89,43* 36,610*

C1K2 1,55 17,53 29,22 32,53 44,6 84,43 34,977

C1K3 1,6 16,49 28,03 32,1 44,8 84,50 34,587

C2K1 1,58 16,03 26,92 31,19 43,6 84,63 33,992

C2K2 1,55 16,42 28,42 32,33 44,37 85,40 34,748

C2K3 1,58 15,8 28,46 32,44 44,53 81,60 34,068

Keterangan : * tanaman dengan luas daun terbesar

** tanaman dengan luas daun terkecil

Page 37: Jurnal Pupuk Cair

36

36

Hasil penelitian pada pengamatan luas daun tanaman diatas

menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 tanaman yang memiliki luas

daun terbesar adalah perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 18,56

cm2 dan tanaman yang memiliki luas daun terkecil adalah perlakuan

C0K1 dengan rerata luas daun 14,5 cm2. Pada minggu ke-4 tanaman

dengan luas daun terbesar adalah perlakuan C1K1 dengan rerata luas

daun 29,98 cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada

perlakuan C0K3 dengan rerata luas daun 26,63 cm2. Pada minggu ke-6

tanaman dengan luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1

dengan rerata luas daun 33,43 cm2 dan tanaman dengan luas daun

terkecil adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata luas daun 30,76

cm2. Pada minggu ke-8 tanaman dengan luas daun terbesar adalah pada

perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 46,68 cm2 dan tanaman

dengan luas terkecil adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata luas

daun 43,36 cm2. Pada minggu ke-10 tanaman dengan luas daun

terbesar adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 89,43

cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada perlakuan

C0K3 dengan rerata luas daun 81,00 cm2. Secara keseluruhan tanaman

dengan luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata

36,610 cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada

perlakuan C0K3 dengan rerata 33,188 cm2. Perkembangan luas daun

tanaman dari minggu ke-0 (awal penanaman) sampai dengan minggu

ke-10 dapat dilihat pa grafik berikut ini :

Page 38: Jurnal Pupuk Cair

37

37

Gambar 4.3 grafik rerata pertambahan luas daun tanaman sawi dari

minggu ke-0 (awal) sampai dengan minggu ke-10

Dari gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan

luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang

ditambah limbah buah dengan konsentrasi pemberian 20% sedangkan

tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada perlakuan C0K3 yaitu

pupuk cair yang tidak ditambah bahan lain dengan konsentrasi

pemberian 40%.

4. Biomassa

Data hasil pengamatan biomassa tanaman beserta analisis datanya

dapat dilihat pada lampiran 16. Berikut ini adalah biomassa dari

masing-masing perlakuan dan ulanganya :

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10

Re

rata

Axis Title

Grafik pertambahan luas daun

CoK1

CoK12

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Page 39: Jurnal Pupuk Cair

38

38

Table 4.4 Rerata biomassa tanaman pada minggu ke-10.

Perlakuan Ulangan

Jumlah Rerata 1 2 3 4

C0K1 0,092 0,092 0,082 0,126 0,392 0,098

C0K2 0,082 0,064 0,112 0,082 0,34 0,085

C0K3 0,124 0,032 0,124 0,094 0,374 0,094

C1K1 0,098 0,124 0,166 0,102 0,49 0,123*

C1K2 0,064 0,042 0,142 0,096 0,344 0,086

C1K3 0,082 0,068 0,098 0,112 0,36 0,090

C2K1 0,124 0,092 0,126 0,064 0,406 0,102

C2K2 0,022 0,087 0,074 0,098 0,281 0,070

C2K3 0,046 0,02 0,114 0,064 0,244 0,061**

Keterangan : * tanaman dengan biomassa terberat

** tanaman dengan biomassa teringan

Hasil penelitian pada pengamatan biomassa tanaman diatas

didapatkan dari perhitungan selisih antara berat kering tanaman pada

akhir tanam dengan berat berat basah diawal tanam. Dari data diatas

tanaman dengan biomasa terberat adalah pada perlakuan C1K1 dengan

rerata 0,123 g dan tanaman dengan biomassa terkecil adalah pada

perlakuan C2K3 dengan rerata 0,061 g. Adapun perkembangan

biomassa tanaman dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Page 40: Jurnal Pupuk Cair

39

39

Gambar 4.4 rerata biomassa (berat kering akhir-berat basah) tanaman

pada akhir penanaman

Dari gambar 4.4 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan

biomassa terbesar adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang

ditambahkan limbah buah dengan konsentrasi pemberian 20%

sedangkan tanaman dengan biomasa terkecil adalah pada perlakuan

C2K3 yaitu pupuk cair yang ditambkan daun mimba dengan

konsentrasi pemberian 40%.

B. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

statistik sederhana untuk mendekripsikan data dan Anava Dua Jalur untuk

mengetahui pengaruh dari masing-masing perlakuan, kemudian

dilanjutkan dengan uji lanjut jika perlakuan menunjukkan adanya

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

Biomassa

Re

rata

bio

mas

sa t

anam

an

Minggu awal - minggu akhir

Grafik Biomassa

C0K1

C0K2

C0K3

C1K1

C1K2

C1K3

C2K1

C2K2

C2K3

Page 41: Jurnal Pupuk Cair

40

40

pengaruh, hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar

perlakuan, adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Uji Anava dua jalur pada Tinggi tanaman

a. Minggu ke-2

Tabel 4.5 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada

minggu ke-2

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

5,41

3,046

0,746

1,596

0,676

1,523

0,384

0,399

1,667

3,779*

0,953

0,99

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 10,89 0,403 - -

Total 35 16,3 - - -

Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 3,77 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian

< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,953 < 3,354

artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F

tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,99 < 2,728 artinya

tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-2, karena perlakuan tidak menunjukan adanya

pengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2 maka

tidak dilakukan uji lanjut.

Page 42: Jurnal Pupuk Cair

41

41

b. Minggu ke- 4

Tabel 4.6 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada

minggu ke-4

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

26,45

14,01

6,54

5,9

3,306

7,01

3,27

1,48

13,549

28,729*

13,402*

6,066*

2,71

3,354

3,354

2,728

H1

diterima

2. Galat 27 6,58 0,244 -

Total 35 33,03 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 28,729 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi > F tabel

pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,402 > 3,354 artinya

signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh terhadap

tinggi tanaman. F hitung interaksi > F tabel pada taraf

signifikansi 5%, yaitu 6,066 > 2,728 artinya signifikan atau

interaksi campuran dan konsentrasi pemberian berpengaruh

terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-4, dari hasil

perhitungan anava diatas perlakuan interaksi campuran pupuk

dan konsentrasi pemberian menunjukkan adanya pengaruh,

maka dilanjutkan dengan uji lanjut duncan untuk mengetahui

perberdaan antar perlakuan.

Page 43: Jurnal Pupuk Cair

42

42

c. Minggu ke- 7

Tabel 4.7 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada

minggu ke-6

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

40,87

24,81

7,36

8,7

5,11

12,41

3,68

2,18

30,058*

73*

21,647*

12,824*

2,71

3,354

3,354

2,728

H1

diterima

2. Galat 27 4,62 0,17 -

Total 35 45,49 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 28,729 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian

> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,402 > 3,354

artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh

terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi > F tabel pada taraf

signifikansi 5%, yaitu 12,824 > 2,728 artinya signifikan atau

interaksi campuran dan konsentrasi pemberian berpengaruh

terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6, dari hasil

perhitungan anava diatas perlakuan interaksi campuran pupuk

dan konsentrasi pemberian menunjukkan adanya pengaruh,

maka dilanjutkan dengan uji lanjut duncan untuk mengetahui

perberdaan antar perlakuan.

Page 44: Jurnal Pupuk Cair

43

43

d. Minggu ke- 8

Tabel 4.8 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada

minggu ke-8

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

149,73

122,055

16,94

10,74

18,72

61,02

8,47

2,69

11,916

38,846*

5,391*

1,712

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 42,42 1,571 -

Total 35 192,15 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 38,846 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian

> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 5,391 > 3,354

artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh

terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf

signifikansi 5%, yaitu 1,712 < 2,728 artinya tidak signifikan

atau interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-8, karena

perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap tinggi

tanaman pada minggu ke-8 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 45: Jurnal Pupuk Cair

44

44

e. Minggu ke-10

Tabel 4.9 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada

minggu ke-10

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 12,867 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian

> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 3,996 > 3,354

artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh

terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf

signifikansi 5%, yaitu 2,068 < 2,728 artinya tidak signifikan

atau interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-10,

karena perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap

tinggi tanaman pada minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji

lanjut.

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

91,97

56,434

17,397

18,139

11,496

28,217

8,699

4,535

5,242

12,867*

3,996*

2,068

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 59,22 2,193 -

Total 35 151,19 -

Page 46: Jurnal Pupuk Cair

45

45

2. Uji Anava dua jalur pada Luas Daun

a. Minggu ke-2

Tabel 4.10 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada

minggu ke-2

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

46,04

33,12

0,97

11,95

5,76

16,56

0,49

2,99

4,683

13,463*

0,394

2,429

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 33,21 1,23 -

Total 35 79,25 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,463 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi

pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,394 <

3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F

tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,429 < 2,728 artinya

tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada

minggu ke-2, karena perlakuan tidak menunjukan adanya

pengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2 maka

tidak dilakukan uji lanjut.

Page 47: Jurnal Pupuk Cair

46

46

b. Minggu ke- 4

Tabel 4.11 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada

minggu ke-4

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

40,03

2,05

23,14

14,84

5,004

1,025

11,57

3,71

7,018

1,438

16,228*

5,204*

2,71

3,354

3,354

2,728

H1

diterima

2. Galat 27 19,25 0,713 -

Total 35 59,28 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,438 <

3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak

memberikan pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung

konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,

yaitu 16,228 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi

pemberian berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung

interaksi > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 5,204 >

2,728 artinya signifikan atau interaksi campuran dan

konsentrasi pemberian berpengaruh terhadap luas daun

tanaman pada minggu ke-4, karena perlakuan menunjukan

adanya pengaruh terhadap luas daun tanaman maka dilakukan

uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan dari masing-

masing perlakuan.

Page 48: Jurnal Pupuk Cair

47

47

c. Minggu ke- 6

Tabel 4.12 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada

minggu ke-6

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

21,73

12,83

0,86

8,04

2,176

6,415

0,43

2,01

3,491

8,224*

0,553

2,583

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 21,01 0,778 -

Total 35 42,74 - -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 8,224 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi

pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,553 <

3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F

tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,583 < 2,728 artinya

tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada

minggu ke-6, karena perlakuan tidak menunjukan adanya

pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-6 maka

tidak dilakukan uji lanjut.

Page 49: Jurnal Pupuk Cair

48

48

d. Minggu ke- 8

Tabel 4.13 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada

minggu ke-8

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

32,062

19,181

1,404

11,477

4,008

9,591

0,702

2,869

1,697

4,061*

0,297

1,215

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 63,763 2,363 -

Total 35 96,24 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 4,061 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi

pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,297 <

3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F

tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 01,215 < 2,728 artinya

tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada

minggu ke-8, karena perlakuan tidak menunjukan adanya

pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-8 maka

tidak dilakukan uji lanjut.

Page 50: Jurnal Pupuk Cair

49

49

e. Minggu ke-10

Tabel 4.14 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada

minggu ke-10

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

210,62

55,71

116,56

38,35

26,33

27,86

58,28

9,59

2,381

2,519

5,27*

0,867

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 298,6 11,06 -

Total 35 509,22 -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,519 <

3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak

memberikan pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung

konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,

yaitu 5,27 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi

pemberian berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung

interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,867 <

2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran dan

konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun

tanaman pada minggu ke-10, karena perlakuan tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap luas daun tanaman pada

minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 51: Jurnal Pupuk Cair

50

50

3. Uji Anava dua jalur pada Jumlah Daun

a. Minggu ke-2

Tabel 4.15 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman

pada minggu ke-2

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

5

4,67

0,17

0,16

0,625

2,335

0,085

0,04

2,111

7,889*

0,287

0,135

2,71

3,354

3,354

2,728

H0 diterima

2. Galat 27 8 0,296 -

Total 35 13 - -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.15 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 7,889 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung konsentrasi

pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,287 <

3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F hitung interaksi

< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,135 < 2,728

artinya tidak signifikan atau interaksi campuran dan

konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun

tanaman pada minggu ke-2, karena perlakuan tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman

pada minggu ke-2 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 52: Jurnal Pupuk Cair

51

51

b. Minggu ke- 4

Tabel 4.16 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman

pada minggu ke-4

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

5,06

4,06

0,23

0,77

0,632

2,030

0,113

0,193

3,253*

10,440*

0,583

0,990

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 5,25 0,19

Total 35 10,31

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 10,440 >

3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung konsentrasi

pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,583 <

3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak

berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F hitung interaksi

< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,99 < 2,728 artinya

tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman

pada minggu ke-4, karena perlakuan tidak menunjukan adanya

pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-4 maka

tidak dilakukan uji lanjut.

Page 53: Jurnal Pupuk Cair

52

52

c. Minggu ke- 6

Tabel 4.17 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman

pada minggu ke-6

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. Konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

0,89

0,39

0,057

0,44

0,111

0,195

0,028

0,111

0,632

1,108

0,161

0,630

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 4,75 0,176

Total 35 5,64

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.17 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,108 <

3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak

memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung

konsentrasi pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%,

yaitu 0,161 < 3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F

hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu

0,630 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran

dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah

daun tanaman pada minggu ke-6, karena perlakuan tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman

pada minggu ke-6 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 54: Jurnal Pupuk Cair

53

53

d. Minggu ke- 8

Tabel 4.18 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman

pada minggu ke-8

Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B.Konsentrasi

AB. Interaksi

2. Galat

8

2

2

4

27

3,72

1,72

0,89

1,113

11,5

0,465

0,860

0,443

0,278

1,092

2,019

1,041

0,653

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

0,426

Total 35 15,22

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.18 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,019 <

3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak

memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung

konsentrasi pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%,

yaitu 1,041 < 3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi

pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F

hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu

0,653 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran

dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah

daun tanaman pada minggu ke-8, karena perlakuan tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman

pada minggu ke-8 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 55: Jurnal Pupuk Cair

54

54

e. Minggu ke-10

Tabel 4.19 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman

pada minggu ke-10

Sumber

Keragaman Db JK KT

F

hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

8

2

2

4

3,39

0,89

2,06

0,44

0,424

0,445

1,028

0,11

15,220

2,670

6,170*

0,665

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

2. Galat 27 4,5 0,167

Total 35 7,89

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.19 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,670 <

3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak

memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung

konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,

yaitu 6,170 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi

pemberian berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F

hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu

0,665 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran

dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap tinggi

tanaman pada minggu ke-10, karena perlakuan tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman

pada minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 56: Jurnal Pupuk Cair

55

55

4. Uji Anava dua jalur pada Biomassa

Tabel 4.20 Hasil Uji Anava Dua biomassa tanaman pada akhir

penanaman.

Sumber

Keragaman Db JK KT

F

hitung

F tabel

5 % Keputusan

1. Perlakuan

A. Campuran

B. konsentrasi

AB. Interaksi

2. Galat

8

2

2

4

0,001

0,003

0,006

0,001

0,028

0,000125

0,0015

0,003

0,00025

0,0010307

0,121

1,455

2,911

0,243

-

2,71

3,354

3,354

2,728

H1 ditolak

27 -

Total 35 0,038 - -

Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %

Dari tabel 4.20 diatas menunjukkan bahwa F hitung

Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,455 < 3,354

artinya tidak signifikan atau campuran pupuk memberikan

pengaruh pada biomassa tanaman. F hitung konsentrasi pemberian

< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,911 < 3,354 artinya

tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak berpengaruh

terhadap biomassa tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf

signifikansi 5%, yaitu 0,243 < 2,728 artinya tidak signifikan atau

interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh

terhadap biomassa tanaman pada akhir penanaman, karena

perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap biomassa

tanaman maka tidak dilakukan uji lanjut.

Page 57: Jurnal Pupuk Cair

56

56

C. Pembahasan

1. Pertumbuhan tanaman sawi

a. Tinggi tanaman

Dari hasil analisis data pengaruh perlakuan terhadap tinggi

tanaman pada masing-masing minggu menunjukkan bahwa pada

minggu ke-2 belum menunjukkan adanya pengaruh yang nyata

terhadap tinggi tanaman, hal ini dikarenakan pada minggu ke-2

tanaman masih beradaptasi terhadap media tanam, sehingga

pengaruh perlakuan belum tampak secara nyata. Pada minggu ke-4

perlakuan menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman, perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata

(paling baik) adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair hasil

fermentasi kotoran padat kambing dengan penambahan limbah

buah dengan konsentrasi pemberian 20%, hal ini menunjukkan

bahwa penambahan limbah buah memberikan pengaruh yang

paling baik jika dibandingkan dengan penambahan daun mimba

dan tanpa penambahan. Pada minggu ke-6 perlakuan yang

menunjukkan pengaruh yang paling nyata (paling baik) adalah

pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair dengan penambahan limbah

buah dengan konsentrasi pemberian 20%, hal ini menunjukkan

bahwa penambahan limbah buah memberikan pengaruh yang baik

terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6, selain itu konsentrasi

pemberian yang terbaik adalah 20%. Pada minggu ke-8 masing-

Page 58: Jurnal Pupuk Cair

57

57

masing perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata hal ini

disebabkan karena ketidak sesuaian antara kebutuhan tanaman sawi

dengan pupuk yang diberikan. Pada minggu ke-10 masing-masing

perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini

disebabkan kebutuhan tanaman dengan pemberian pupuk tidak

seimbang sehingga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Adanya perbedaan perlakuan antara pupuk cair dari

penambahan limbah nuah dan daun mimba karena secara fungsi

limbah buah akan menambah kandungan atau kualitas pupuk cair

yang dihasilkan sedangkan daun mimba akan membarikan

pengaruh sebagai insektida alami, sehingga perlakuan dengan

penambahan limbah buah memberikan hasil yang lebih baik jika

dibandingkan dengan perlakuan penambahan limbah buah.

Menurut Hanolo (1997), unsur hara nitrogen pada pupuk organik

cair memacu tanaman sawi dalam pembentukan asam-asam amino

menjadi protein. Protein yang terbentuk digunakan untuk

membentuk hormon pertumbuhan, yakni hormon auksin, giberelin,

dan sitokinin.

Hormon auksin mempengaruhi sintesis protein-protein

struktural untuk menyempurnakan struktur dinding sel kembali

seperti semula setelah mengalami peregangan/pembentangan.

Hormon giberelin merangsang pertumbuhan tinggi 39 tanaman.

Hormon sitokinin berperan dalam pembelahan sel pada ujung

Page 59: Jurnal Pupuk Cair

58

58

batang. Ketiga hormon tersebut saling berperan dalam menunjang

pertambahan tinggi tanaman dan adanya unsur hara kalium yang

berfungsi sebagai aktivator enzim menyebabkan reaksi biosintesis

hormon maupun protein lain dapat berlangsung cepat sehingga

tanaman sawi dapat tumbuh tinggi. (Tjionger, 2006).

Pertambahan tinggi tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh

unsur nitrogen. Unsur lain yang berperan dalam proses

pertambahan tinggi tanaman diantaranya adalah fosfor (P), seng

(Zn), besi (Fe) dan mangan (Mn). Menurut Pranata (2004), fosfor

(P) merupakan bagian esensial dari berbagai gula fosfat berperan

dalam reaksi-reaksi gelap fotosintesis dan respirasi. Seng (Zn),

berperan dalam pembentukan klorofil dan pencegahan kerusakan

molekul klorofil. Mangan (Mn), merupakan aktivator dari berbagai

enzim dan meupakan komponen struktural dari sistem membran

kloroplas. Keseluruhan unsur yang diserap tanaman saling

mempengaruhi satu sama lain sehingga pupuk organik cair yang

diberikan dapat mendukung pertumbuhan tinggi tanaman sawi.

Tinggi tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang

sering diamati karena dapat menunjukan pengaruh lingkungan atau

perlakuan yang diberikan (Sitompul dan Guritno, 1995).

b. Jumlah daun

Pengamatan terhadap pengaruh masing-masing perlakuan

terhadap jumlah daun tanaman dari minggu ke-2 sampai dengan

Page 60: Jurnal Pupuk Cair

59

59

minggu ke-10 tidak semuanya menunjukkan pengaruh yang nyata,

hanya pada minggu ke-4 yang terlihat adanya pengaruh yang nyata

yaitu pada perlakuan C1K1, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan

C1K1 memberikan pengaruh yang paling baik jika dibandingkan

dengan yang lainya. Pemberian pupuk cair dengan berbagai

campuran dan konsentrasi yang berbeda tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman sawi. Dalam

proses pembentukan organ vegetatif daun, tanaman membutuhkan

unsur hara nitrogen dalam jumlah banyak. Tanaman yang hanya

dipanen daunnya seperti kubis, selada, sawi kangkung dan bayam

membutuhkan unsur nitrogen tinggi. Tanaman-tanaman tersebut

lebih difokuskan pada pembentukan daunnya, sehingga fase

vegetatif dari tanaman tersebut dirangsang untuk lebih dominan.

Pupuk organik cair yang digunakan mempunyai nilai

nitrogen tinggi sehingga sangat sesuai untuk memacu proses

pembentukan daun tanaman sawi, karena nitrogen merupakan

unsur hara membentuk asam amino dan protein sebagai bahan

dasar tanaman dalam menyusun daun (Haryanto, 2002). Dari hasil

tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan frekuensi pemberian

pupuk yang berbeda menyebabkan hasil produksi jumlah daun

yang berbeda pula dan frekuensi yang tepat akan mempercepat laju

pembentukan daun. Menurut Suwandi dan Nurtika (1997), pupuk

organik cair akan mempercepat pembentukan daun jika

Page 61: Jurnal Pupuk Cair

60

60

diaplikasikan dalam konsentrasi rendah namun dengan pemberian

secara rutin. Pupuk organik cair akan memberikan hasil budidaya

tanaman yang rendah apabila diberikan dengan konsentrasi tinggi

namun beberapa kali pemupukan dalam masa tanam.

c. Luas daun

Selain jumlah daun, untuk mengetahui pertumbuhan suatu

tanaman juga dilihat dari variabel luas daunnya yang juga

merupakan komponen pertumbuhan yang penting. Parameter luas

daun ini dapat memberi gambaran tentang proses dan laju

fotosintesis pada suatu tanaman, yang pada akhirnya berkaitan

dengan pembentukan biomassa tanaman. Dari penelitian

didapatkan bahwa perlakuan yang terbaik yang menunjukkan

adanya pengaruh yang terbaik adalah pada perlakuan C1K1 yaitu

pupuk cair hasil perombakan semi aerob kotoran padat kambing

dengan konsentrasi pemberian 20%. Penambahan limbah buah

lebih berpengaruh terhadap pertambahan luas daun jika

dibandingkan dengan perlakuan lainya, menunjukkan bahwa

limbah buah dapat menabah kualitas pupuk organic yang

dihasilkan, selain itu konsentrasi yang sesuai untuk pertambahan

luas daun adalah 20% jika dibandingakan dengan konsentrasi yang

lainya. Menurut Ratna (2002), Peningkatan luas daun merupakan

upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi

Page 62: Jurnal Pupuk Cair

61

61

cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas

cahaya rendah.

Menurut Humadi (2007), tanaman mempunyai batas

tertentu terhadap konsentrasi unsur hara. Terhambatnya

pertumbuhan daun disebabkan karena penimbunan zat hara oleh

daun menyebabkan air daun terserap menuju timbunan unsur hara

sehingga daun rusak seperti terbakar.

d. Biomassa

Dari hasil analisis data biomassa tanaman menunjukkan

bahwa tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap

biomassa tanaman, hal ini menunjukkan bahwa pupuk cair hasil

fermentasi kotoran padat kambing dengan berbagai campuran dan

konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap biomassa

tanaman. Biomassa tanaman dipengaruhi juga oleh jumlah daun

tanaman, semakin banyak jumlah daun tanaman maka akan

semakin berat juga biomassa tanaman. Biomassa tanaman

merupakan selisih perhitungan dari bobot kering tanaman setelah

dipanen dengan berat basah diawal tanam, sehingga biomassa

tanaman menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap kualitas

tanaman yang dihasilkan setelah perlakuan.

Page 63: Jurnal Pupuk Cair

62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-4 dan ke-6, tetapi pada minggu ke-2, minggu ke-8 dan minggu

ke-10 tidak menunjukkan adanya pengaruh.

2. Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap luas daun pada

minggu ke-4, tetapi pada minggu ke-2, minggu ke-6, minggu ke-8, dan

minggu ke-10 tidak menunjukkan adanya pengaruh.

3. Pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap jumlah daun

dan biomassa tanaman sawi.

B. SARAN

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan konsentrasi pemberian

yang berbeda agar dapat memberikan pengaruh yang signifikan.

2. Sebaiknya pupuk yang diberikan semakin bertambah seiring dengan

pertambahan umur tanaman agar kebutuhan tanaman tercukupi.

3. Perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam mendeskrispsikan hasil

pengamatan dan analisis data agar tidak terjadi kesalahan dalam

mengambil kesimpulan.

Page 64: Jurnal Pupuk Cair

63

DAFTAR PUSTAKA

Anggarwulan, E. dan Solichatun. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Surakarta : Jurusan

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS.

Anonim. 2005. Sawi. http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.

Diakses tanggal 01 Desember 2010 pukul 20.45 WIB

. 2008. Fermentasi. http://www.pikiranrakyat.com. Diakses tanggal 03

Desember 2010 pukul 20.35 WIB.

Budianta, E. 2004. Organik Terpadu. Majalah Trubus 413: 144. Jakarta : Yayasan

Sosial Tani Membangun.

Gumbiro, Said. 1997. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta :

Mediatama sarana Perkasa Supardi, Imam dan Sukomarto. 1999.

Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Bandung : PT.

Alumni.

Hanolo, W. 1997. Tanggapan tanaman selada dan sawi terhadap dosis dan cara

pemberian pupuk cair stimulan. Jurnal Agrotropika 1.

Haryanto, Eko. 2003. Sawi dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya.

Haryanto, T. Suhartini dan E.Rahayu. 2002. Tanaman Sawi dan Selada. Depok :

Penebar Swadaya.

Hardjowigeno, S. 1997. Ilmu Tanah. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa.

Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar

Swadaya.

Margiyanto, E. 2007. Hortikultura. Bantul : Cahaya Tani.

Maulana, Yoga Nugraha. 2010. Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan Jenis

Pupuk N terhadap kadar N tanah, serapan N dan Hasil Tanaman sawi

Page 65: Jurnal Pupuk Cair

64

(Brassica juncea l.) Pada Tanah Litosol Gemolong. Skripsi : Jurusan Ilmu

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.

Notohadiprawiro, Soeprapto, dan E. Susilowati. 2006. Pengelolaan Kesuburan

Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Yogyakarta : Ilmu Tanah

UGM.

Pranata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta :

Agromedia Pustaka.

Porwowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung : Penerbit Angkasa.

Rahayu, Estu. 2003. Bertanam Sayuran Sawi. Jakarta :Penebar Swadaya.

Ratna, D.I. 2002. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Pupuk Hayati Dengan Pupuk

Organik Cair Terhadap Kualitas Dan Kuantias Hasil Tanaman Teh

(Camellia Sinensis (L.) O.Kuntze) Klon Gambung 4. Ilmu Pertanian.

Riadi, Lieke. 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.

Yogyakarta : Kanisius.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta : Kanisius.

Salisbury, Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung : ITB Press.

Sarief, E.S. 1995. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian.

Bandung : Pustaka Buana.

Setiawan, Ade Iwan. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar

Swadaya.

Setyamidjaja, Djoehana. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta : CV. Simplex.

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sutiyoso, Yos. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Buah, Sayuran dan

Hias. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suwandi dan N, Nurtika, 1997. Pengaruh pupuk cair biokimia “Sari Humus” pada

Page 66: Jurnal Pupuk Cair

65

tanaman kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15(20): 213-218.

Suwasono, Hedi. 2001. Ensiklopedi Tanaman : Suatu Kajian Kuantitatif

Pertumbuhan Tanaman. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Syekhfani. 2000. Arti penting bahan organik bagi kesuburan tanah. Jurnal

Penelitian Pupuk Organik.

Syefani dan A. Lilia. 2003. Pelatihan Pertanian Organik. Malang : Fakultas

Pertanian Unibraw.

Tjionger, M. 2006. Pentingnya Menjaga Keseimbangan Unsur Hara Makro dan

Mikro untuk Tanaman, Makasar

Wijaya, Kelik. 2010. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Organik Cair Hasil Perombakan Anaerob Limbah Makanan Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea l.). Skripsi : Jurusan

Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Sebelas Maret.

Yulianti, Ninit. 2009. Pengertian Pertumbuhan.

http://ninityulianita.wordpress.com/2009/09/11/pengertian-pertumbuhan/.

Diakses hari Selasa 09 November 2010. Pukul 20.15.

Page 67: Jurnal Pupuk Cair

66

Yang direvisi setelah ujian.

1. Redaksional tahap pelaksanaan penelitian Halaman. 18-20

2. Perbaikan kesimpulan. Halaman 62.