JURNAL PUBLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KARYA MUSIK … filePenyajian komposisi Muallaf merupakan sebuah...

27
JURNAL PUBLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KARYA MUSIK ETNIS "MUALLAF" Disusun guna memenuhi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Etnomusikologi Oleh Muhammad Adnan Irfiyanto 1310004115 PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2017

Transcript of JURNAL PUBLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KARYA MUSIK … filePenyajian komposisi Muallaf merupakan sebuah...

JURNAL PUBLIKASI

PERTANGGUNGJAWABAN KARYA MUSIK ETNIS

"MUALLAF"

Disusun guna memenuhi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1

Program Studi Etnomusikologi

Oleh

Muhammad Adnan Irfiyanto 1310004115

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2017

1

MUALLAF

Oleh : Muhammad Adnan Irfiyanto

Pembimbing I : Drs. Sudarno, M.Sn.

Pembimbing II: Sunaryo, S. ST, M. Sn.

Email : [email protected]

Abstrak

Komposisi Muallaf merupakan bentuk representasi sebuah proses perpindahan

kepercayaan dari riwayat hidup seorang Muchlis. Muallaf memiliki arti orang yang telah

mengkukuhkan dirinya untuk memeluk ajaran Islam, hal itu dialami oleh Muchlis yang

sebelumnya memiliki kepercayaan Kong Hu Cu, sampai terpengaruh dengan kebiasaan-

kebiasaan umat Muslim hingga pada akhirnya Ia mengikrarkan diri untuk memluk ajaran Islam.

Penyajian komposisi Muallaf merupakan sebuah campuran antara instrumen etnis, barat dan

olah-olahan vokal. Selain itu juga diadopsi beberapa pola atau motif tabuhan dari beberapa

tradisi seperti Banyuwangi, Karawitan Jawa, dan Betawi yang kemudian di kembangkan dengan

teknik-teknik menggarap musik. Bentuk penyajian yang ada berdasarkan fenomena yang telah

dikaji berdasarkan riwayat atau perjalanan Muchlis, secara garis besar terdapat dua bagian dalam

karya ini yaitu suasana saat ada dalam kepercayaan Kong Hu Cu, sampai peralihannya hingga

memeluk agama Islam. Musik yang disajikan pada komposisi ini cenderung melihat dan

mengambil suasana yang mengikuti alur cerita dari perjalanan Muchlis, pada bagian Kong Hu

Cu suasana yang di hadirkan akan bernuansa musik China, dan kemudian di pecah lagi menjadi

beberapa bagian guna membentuk variasi, dinamika, dan ekspresi musik yang berbeda,

kemudian akan masuk pada bagian Islami sebagai pintu Muchlis memeluk agama Islam, musik

yang dihadirkan akan lebih cenderung kepada musik-musik religi bernuansakan Islam dengan

media seperti bedug, gambus, rebana dan suling yang memainkan melodis dengan tangga nada

Minor Zigana.

Kata Kunci : Muallaf, Peralihan, Kong Hu Cu, Islam.

2

I. Pendahuluan

Berawal dari tempat tinggal di lingkungan komplek perumahan yang memiliki

keragaman kepercayan berbeda dari setiap warga yang tinggal membuat komplek perumahan

Villa Tomang Baru, Tangerang menjadi suatu daya tarik yang dapat dijadikan sebuah ide untuk

menyusun konsep dalam membuat suatu karya musik. Kota tersebut merupakan tempat

bertemunya orang-orang rantau dari berbagai daerah yang mengadu nasib di perkotaan dengan

bermacam-macam lapangan pekerjaan. Pada lingkungan kecil seperti komplek tersebut, terdapat

enam agama yaitu Islam sebagai mayoritas, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

Hal tersebut yang melatarbelakangi untuk mengangkat ide gagasan dalam tugas akhir

penciptaaan musik etnis ini dengan mengangkat suatu fenomena sosial yang terjadi di komplek

perumahan tersebut, fenomena sosial yang di angkat dalam karya ini yaitu muallaf.

Menurut tafsir bahasa arab muallaf memiliki arti tunduk, menyerah, dan pasrah, (Mualaf

Centre Indonesia, 2017) sedangkan dalam pengertian Islam, muallaf digunakan untuk menunjuk

seseorang yang baru memeluk agama Islam atau orang yang hatinya sedang dijinakkan oleh

Muslim agar membela atau masuk Islam (Pram, 2015: xiv), hal ini berkaitan tentang perpindahan

atau tekad seseorang dari kepercayaan non-Islam hingga memeluk agama Islam, proses tersebut

dialami oleh Muchlis, salah seorang warga dari komplek setempat yang sebelumnya merupakan

warga dengan identitas keagamaan Kong Hu Cu.

Pada tahun 1972, saat itu terdapat program pemerintah untuk mewajibkan pemutihan

nama bagi warga yang memiliki nama dari keturunan Tiong Hoa, oleh kelurahan setempat

akhirnya di beri nama Muchlis, sehingga di lingkungan tempat tinggalnya dikenal dengan nama

tersebut. Ia juga memaparkan bahwa kehidupannya sangat di pengaruhi oleh aktifitas Muslim, ini

disebabkan oleh lingkungan sekitar dan sisi pergaulan yang di jalani oleh Muchlis sangat dekat

dengan kebiasaan-kebiasaan warga Muslim di dekat tempat tinggalnya, hingga pada tahun 1982

Ia mencoba untuk mengenal lebih dalam tentang agama Islam dengan bimbingan dari adik

hingga tetangga adiknya yang telah lebih dulu memeluk agama Islam. Kemudian secara perlahan

mulai terpengaruh dengan mengikuti beberapa kewajiban umat Islam, salah satunya melakukan

ibadah Shalat lima waktu. Pada tahun 1980 Ia telah menikah dengan istri pertama lalu di karuniai

dua anak, kemudian pada tahun 1997 Ia pindah ke Kota Tangerang untuk mengadu nasib dan

3

pada tahun 2004 kembali menikah dengan Istri kedua yang juga dikaruniai oleh seorang anak.

Setelah dua tahun menikah, istri pertama Muchlis mengikuti kepercayaan Kong Hu Cu, tetapi

saat melihat kebiasaan dalam kehidupan sehari-harinya yang sering melaksanakan beberapa

kewajiban dalam umat muslim, istri pertamanya juga terpengaruh oleh kebiasaan sang suami

hingga pada akhirnya juga memilih untuk mengenal lebih dalam tentang Islam. Tetapi anak-

anaknya diberikan kebebasan dalam memilih jalannya untuk mencari agama yang diyakini,

karena Ia ingin anak-anaknya hidup dengan tenang tanpa tekanan dari orangtua untuk memilih

suatu keyakinan, dan manusia juga dipandang sebagai makhluk yang punya keinginan-keinginan,

kebutuhan, dan naluri (Soyomukti, 2010: 257) sehingga setiap orang akan dapat memilih dengan

apa yang menjadi kepentingannya untuk menjadi sebuah keyakinan yang dapat diterima dalam

kehidupannya.

Beberapa bulan ketika menikah dengan istri ke dua, Ia akhirnya memutuskan dirinya

sebagai muallaf di salah satu Masjid di komplek, dengan melakukan beberapa syarat wajib salah

satunya dengan mengucap dua kalimat syahadat. Kalimat itu berbunyi "ʾAšhadu ʾa llā ilāha illa l-

Lāh , wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh" yang artinya "Saya bersaksi bahwa tiada

Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah".

Syahadat merupakan rukun Islam yang pertama dan sangat penting bagi umat Islam sendiri,

karena merupakan sebuah gerbang atau tiket untuk masuk ke dalam agama Islam, di samping itu

syahadat juga merupakan sebuah bacaan yang pasti selalu terucap dalam melaksanakan ibadah

Shalat, karena bacaan ini ada pada lantunan adzan dan bagian tahiyat yang merupakan bagian

akhir sebelum mengucap salam dalam rukun Shalat. Syahadat biasanya juga diucapkan ketika

seorang bayi lahir dari rahim seorang ibu dengan cara diucapkan oleh Ayah atau sanak keluarga

di dekat telinga sang bayi, tetapi juga dapat diucapkan oleh seseorang yang baru memeluk agama

Islam, bahkan ketika seseorang sedang dihadapkan dengan sakaratul maut, sehubungan dengan

itu maka pengucapan dua kalimat syahadat dilakukan oleh seorang Muchlis sebagai ikrar untuk

memeluk agama Islam.

Penjabaran dalam fenomena muallaf Muchlis dikaji tanpa ada maksud untuk

membandingkan antara kepercayaan atau keyakinan di luar Islam, tetapi dalam kajian ini

merupakan suatu penjabaran yang dihasilkan dari suatu observasi lapangan. Menurut

kesaksianya pun tidak ada konflik bahkan suatu hal yang membuatnya merasa tertekan oleh

4

pembicaraan negatif dari pihak lain, oleh sebab itu sikap yang di ambil olehnya dalam

mengikrarkan diri menjadi Muslim dapat diterima oleh masyarakat lain dari lingkup keluarga

hingga lingkungan sekitar, begitupun di dalam karya ini tidak ada maksud secara subyektif

memandang fenomena muallaf dari sudut pandang agama tertentu, melainkan suatu karya seni

yang hadir dari hasil mengkaji suatu fenomena sosial yang nyatanya memang terjadi dan ada di

dalam kehidupan. Penjabaran tadi kemudian akan disusun dan dibentuk ke dalam bentuk musikal

berdasarkan suasana yang terjadi dalam fenomena yang dialami oleh Muchlis melalui olahan

vokal, instrumen etnis dan barat.

II. Rumusan Ide Penciptaan

Berdasarkan paparan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan ide penciptaan

sebagai berikut :

1. Suasana batin apa saja dalam diri Muchlis sebelum dan sesudah masuk agama Islam ?

2. Bagaimana merealisasikan suasana batin Muchlis kedalam komposisi musik etnis ?

III. Metode Penciptaan

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, akhirnya diperoleh

sebuah deskripsi tentang proyeksi ataupun konsep bentuk garapan atau komposisi meliputi aspek

musikal dan non-musikal. Aspek musikal dalam hal ini instrumentasi maupun aspek pertunjukan.

Komposisi ini dipentaskan dengan bentuk musik campuran antara beberapa instrumen barat

(Electric Instrument) yang meliputi instrumen petik dan elektrik, lalu dikombinasikan dengan

beberapa instrumen etnis meliputi instrumen pukul, petik dan tiup serta beberapa garapan vokal

meliputi vokal solo dan koor. Beberapa teknik dalam penggarapan merupakan hasil dari pola-

pola atau motif pengembangan dari unsur tradisi. Alasan penggunaan media yang bersifat

campuran merupakan cara untuk memberikan nuansa musik yang berbeda, sehingga teknik-

teknik yang disusun dari sebuah pengembangan dapat menyatu dengan seluruh instrumen yang

akhirnya dapat memberikan warna baru dan menarik. Aspek non-musikal (yang mendukung

pementasan atau penyajian) dalam pertunjukan ini meliputi tempat atau ruang yang akan

digunakan dalam pementasan karya, tata cahaya, tata visual, tata suara dan kostum.

5

Sebelum masuk pada proses doktrin materi dan penggarapan tentu dibutuhkan beberapa

orang pemain untuk mengisi instrumen yang ada. Pemilihan para pemain berdasarkan

kemampuannya dalam memainkan instrumen yang akan digunakan dalam komposisi ini,

tujuannya adalah untuk mendapatkan hasil serta kualitas permainan yang maksimal.

Teori yang digunakan dalam metode penciptaan ini menggunakan teori Alma M.

Hawkins dalam bukunya Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru, yang

menyebutkan bahwa metode untuk mencipta meliputi eksplorasi, improvisasi, dan forming

(pembentukan / komposisi) (Smith, 1985: 32). Walaupun konteksnya adalah menjelaskan tentang

komposisi tari, tetapi teori tersebut dapat diaplikasikan ke dalam karya ini, karena dapat

dipergunakan sebagai acuan dalam menuntun ide serta tahapan-tahapan dalam penciptaan musik

etnis.

1. Rangsang Awal

Rangsang dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang membangkitkan fikir atau

semangat, atau mendorong kegiatan (Smith, 1985: 20). Peristiwa yang terjadi dalam

kasus ini dari awal melihat suatu keadaan yang sangat kontras, ketika tetangga non-

muslim melaksanakan ibadah shalat di mushala, kemudian digali dan di kembangkan

lebih luas hingga pada proses dan sebab akibat Muchlis ternyata telah menjadi muallaf,

kemudian hal di atas membuat suatu rangsangan untuk mewujudkan ke dalam sebuah

karya seni musik etnis.

2. Pemunculan Ide

Pemunculan ide dilakukan setelah pendalaman rangsangan awal yang kemudian

dirangkai untuk diwujudkan menjadi nada dan pola tabuhan dalam suatu komposisi

musik. Berdasarkan fenomena yang terjadi, penulis melihat beberapa peluang dalam

membentuk suatu karya musik berdasarkan kejadian yang dilihat, peluang tersebut

didapat dari bayangan pertama dalam menginterprestasi sosok Muchlis, dan akhirnya

muncul suatu ide untuk mengadopsi musik-musik bernuansakan China dalam karya ini,

sehingga penulis ingin mentransformasikan sesuatu yang awalnya dilihat oleh mata

(visual) kedalam bentuk musikal (audio)

6

3. Eksplorasi

Eksplorasi merupakan penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh

pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber-sumber alam yang

terdapat di tempat itu, dalam hal ini adalah mengolah sumber bunyi pada tiap instrumen

untuk menemukan pola permainan instrumental yang dirasa tepat dengan mengamati

fenomena pada latar belakang untuk kemudian di representasikan ke dalam bentuk

musikal. Eksplorasi dalam karya ini juga berupa penjelajahan yang liar atau non-

konvensional terhadap sumber bunyi untuk membentuk karakter atau model suara yang

berbeda dari umumnya. Salah satu contoh eksplorasi yang digunakan dalam karya ini

adalah dengan memainkan salah satu instrumen yang digunakan yaitu saron, saron akan

di tabuh seperti biasa, lalu mulut penabuh akan di dekatkan kepada bilah-bilah saron dan

seperti mengucapkan "a o a o" sehingga suara yang dihasilkan memiliki warna suara yang

berbeda mengikuti bentuk mulut penabuh.

4. Improvisasi

Improvisasi merupakan proses pengaplikasian materi yang didapat dari

eksplorasi. Improvisasi memberikan kesempatan yang lebih besar bagi imajinasi, seleksi

dan mencipta dari pada eksplorasi (Hawkins, 1990: 33). Suatu improvisasi bukanlah

kemudian menjadi suatu pelarian ketika pemain atau penulis tidak dapat menggarap suatu

bagian, tetapi improvisasi di lakukan tetap dalam landasan musikal yang ada, dengan

berpijak pada landasan (chord) yang telah di tentukan sehingga di dalam permainannya

masih mengikuti harmonisasi yang telah di atur dan disepakati sebelumnya. Penggunaan

teknik improvisasi ini merupakan hasil dari pada mendengarkan, meresapi, dan

menyuarakan kembali apa yang dapat pemain tangkap pada karya ini melalui instrumen

yang di mainkan. Selain itu, ruang untuk berimprovisasi juga bermaksud memberikan

ruang kepada pemain untuk mewujudkan ekspresi pribadinya terhadap alat yang di

mainkan, sehingga dapat menjiwai dan lebih bertanggung jawab sebagai pemain dalam

karya ini.

7

5. Pembentukan

Pembentukan segabai proses mewujudkan struktur, secara umum komposisi ini

merupakan implementasi suatu ide dan konsep yang didasari oleh kesatuan, variasi,

dinamika, pengulangan, transisi, rangkaian, dan klimaks (Hawkins, 2003: 74). Komposisi

ini akan dibentuk secara kolaborasi antara instrumen etnis gamelan, Betawi, Banyuwangi

dan instrumen barat. Mewujudkan sebuah karya yang bermutu tentunya memerlukan

kreativitas yang muncul dalam penggarapan konsep karya, demi terwujudnya sebuah

karya yang maksimal dan dinamis setelah data-data dari pengolahan eksplorasi dan

improvisasi terkumpul, langkah selanjutnya adalah menyusun dan menggabungkan hasil

eksplorasi dari pencarian yang telah dilakukan untuk di transfer kepada pemain. Hasil

yang didapat dari proses mencoba hingga mendengarkan setiap percobaan kemudian di

konsultasikan kembali kepada rasa dengan pertimbangan yang tepat, mempertimbangkan

hasil pencarian dengan mendengarkan rekaman audio maupun visual ketka latihan. Setiap

selesai dalam proses latihan maka akan diadakan evaluasi kecil terkait proses latihan,

gunanya untuk saling mengkoreksi kekurangan dari masing-masing pemain saat proses

latihan baik secara karya maupun di luar karya, sehingga timbul sebuah solusi yang baik

untuk bisa mencapai hasil yang maksimal. Dalam garapan ini terdapat struktur lagu yang

telah tersusun sehingga menjadi sebuah komposisi musik etnis. Struktur lagu adalah

susunan serta hubungan antara unsur musik dalam suatu lagu sehingga menghasilkan

suatu komposisi atau lagu yang bermakna. Sebuah lagu terdiri atas satu bait atau

beberapa bait. Bait terdiri beberapa kalimat, kalimat terbentuk dari frase, frase terbentuk

dari motif, dan motif tersusun dari not. Unsur-unsur tersebut di atas merupakan unsur

struktur lagu. Instrumen atau medium yang digunakan pada karya ini meliputi intrumen

ritmis dan melodis, istrumen ritmis terdiri dari kendang Banyuwangi, bedug,

rebana,beberapa perkusi pendukung, dan tabla, sedangkan melodis menggunakan, gong,

kempul, slentem, saron, peking, demung, bonang, bass elektrik, suling, hulusi, gambus

dan kecapi. Bentuk yang ada dalam karya ini sebetulnya tidak mengacu pada bentuk yang

ada pada musik etnis maupun barat, tetapi lebih kepada pengadopsian pola-pola atau

motif musik tradisi dari instrumen yang digunakan, misalnya kendang Banyuwangi,

beberapa motif asli kendang tersebut akan di kembangkan menggunakan beberapa teknik

seperti elis, augmentasi untuk kemudian di transformasikan lagi kedalam instrumen

8

tersebut atau digunakan untuk instrumen lain. Berikut penjelasan penggunaan instrumen

secara ritmis dan melodis :

1. Kendang

Kendang merupakan alat musik yang berbentuk tabung silindris dengan lempeng kulit di

salah satu ujung tabung atau di kedua ujung tabung, dimainkan dengan cara dipukul, di

mainkan dengan tangan maupun dengan alat pemukul (Banoe, 2003: 403). Kendang yang

digunakan dalam karya ini tediri dari kendang Banyuwangi dan kendang Tabla, kendang

Banyuwangi terdiri dari dua buah kendang yaitu kendang lanang dan wadon, bentuk dari

kedua kendang tersebut hampir sama, hanya saja yang membedakan adalah karakter dari

keduanya, untuk lanang memiliki warna suara yang lebih tinggi, dan wadon memiliki

warna suara sangat rendah. Tujuan penggunaan kendang tersebut dalam komposisi ini

adalah memberi warna suara yang beragam dan karakter perkusi yang tajam dan tebal,

sedangkan Tabla merupakan kendang yang berasal dari India berupa sepasang kendang

berbentuk bejana (kendil), dimainkan dengan sentuhan jari dan telapak tangan (Banoe,

2003: 403). Penggunaan alat musik tersebut tujuannya untuk memberikan nuansa musik

dangdut, karena dangdut merupakan salah satu genre musik yang khususnya sangat

digemari dan dikenal di Tangerang bahkan di Nusantara, sehingga diharapkan karya

dalam komposisi ini dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat karena dapat

membawa beberapa unsur musik yang ada dan populer di masyarakat. Permainan kedua

kendang tersebut bersifat fleksibel, artinya dalam salah satu notasi kendang bisa

digunakan untuk kendang Banyuwangi maupun Tabla, teknik menabuhnya saja yang

berbeda tetapi dalam penulisan notasi kedua kendang tersebut memiliki format notasi

yang sama, hal ini bertujuan memberikan warna suara yang lebih variatif dalam sebuah

motif pukulan kendang. Terdapat beberapa motif pukulan tradisi yang dikembangkan

untuk mengisi motif pukulan dalam karya ini, berikut contoh salah satu motif pola

kendangan tersebut :

Motif Tradisi Banyuwangi Motif Pengembangan

9

2. Bedug

Bedug berbentuk seperti drum besar, lazim dipergunakan sebagai petunjuk (tanda) waktu

sholat di masjid-masjid (Banoe, 2003: 49), alat tersebut akan digunakan untuk

memberikan kesan nuansa Islami pada bagian-bagian tertentu, selain itu penggunaan

bedug diharapkan membuat nuansa yang lebih megah pada bagian terakhir dalam karya

ini, karena karakter suara yang begitu keras dan cukup menggelegar, berikut contoh

potongan motif bedug yang ada dalam potongan motif rebana :

Bedug :

Rebana :

3. Rebana

Rebana merupakan alat musik tradisional berupa kendang satu sisi dengan badan tidak

rendah sesuai dengan kemampuan genggaman tangan, termasuk dalam keluarga frame-

drum sejenis tambourin, baik dengan kericikan atau tanpa kericikan (Banoe, 2003: 353).

Penggunaan rebana merupakan salah satu penguat karakter musik Islami, karena rebana

hampir ada di setiap acara-acara religius kaum muslim seperti acara pengajian (hadrah)

dan beberapa acara besar, berikut merupakan potongan motif rebana yang digunakan

dalam karya ini :

Ket :

p = tung

t = tak

4. Kecrek

Kecrek merupakan alat musik dari Jawa Barat yang dibentuk dari tumpukan beberapa

bilah logam yang tipis dan dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tabuh, karakter

10

suara yang dihasilkan seperti suara hit-hat pada perangkat drum, contoh potongan motif

pukulan tradisi dan pengembangannya adalah sebagai berikut :

Motif Tradisi Motif Pengembangan

5. Cymbal

Cymbal adalah lempengan logam yang berbentuk bundar dan pipih, biasa ada dalam

drum set. Alasan penggunaan cymbal adalah memberikan karakter suara yang tegas pada

bagian-bagian tertentu pada komposisi ini.

6. Gong

Gong merupakan alat musik berbentuk pencon / tonjolan yang memiliki nada sangat

rendah, gong digunakan untuk membentuk karakter suara yang bernada rendah dan

memiliki kepanjangan nada yang relatif lama, gong yang digunakan dalam komposisi ini

adalah gong Ageng yang ada dalam ansambel karawitan jawa, penggunaan gong salah

satu alasannya adalah untuk memberikan karakter suara menggumam, menghasilkan

suara yang mengalun dengan lambat dan panjang (Palgunadi, 2002: 413). Permainan

gong terdapat pada hampir tiap bagian, tetapi hanya di mainkan saat awal dan bagian

akhir, contoh notasinya sebagai berikut :

7. Kempul

Kempul merupakan jenis gong ukuran menengah (Banoe, 2003: 31) tetapi memiliki nada

yang lebih tinggi dari pada gong, bentuknya seperti mangkuk besar yang dindingnya

pendek dan dilengkapi pencu berukuran besar tepat di tengahnya (Palgunadi, 2002: 31).

11

Kempul di dalam karya ini memiliki beberapa buah nada diantaranya adalah 1, 2, 3, 4, 5,

6, 7 yang merupakan kempul dengan tangga nada pelog, tangga nada tersebut merupakan

tangga nada tradisional Jawa dengan susunan 7 nada (Banoe, 2003: 329), berikut salah

satu contoh notasi kempul :

8. Slentem

Slentem merupakan jenis gender (instrumen) Jawa, lempengan logam (bilah nada) di

rentang di atas tabung resonator, bunyinya dihasilkan dengan cara memukul bagian

tengah permukaan wilah-nya dengan sebuah pemukul berbentuk piring (bulat), yang sisi

lingkarnya dilengkapi ikatan tali dan kain sehingga lunak (Palgunadi, 2002: 256),

gunanya untuk memberikan karakter suara yang lembut sehingga dapat membantu

membentuk suasana yang diharapkan, misalnya suasana sendu pada beberapa bagian

dalam komposisi muallaf ini, berikut salah satu contoh motif slentem :

9. Saron, Peking, Demung

Ketiga alat tersebut merupakan metalophone khas karawitan Jawa berupa bilah-bilah

logam bertumpu, dipukul dengan palu kayu (Banoe, 2003: 366) tersusun dengan nada-

nada tertentu, pada garapan ini nada yang digunakan adalah pelog. Perbedaan dari ketiga

alat tersebut adalah jenis oktafnya saja, peking memiliki oktaf tertinggi, saron berada

12

pada nada tengahan, dan demung sebagai oktaf terendah. Penggunaan ketiga instrumen

ini bertujuan memberikan isian atau rajutan melodi dengan karakter logam, penggunaan

instrumen dengan karakter tersebut diharapkan dapat memberikan kesan kuat dan megah

pada bagian-bagian komposisi yang disusun dengan nuansa yang mengacu pada sifat

ketiga alat diatas, berikut salah satu contoh motifnya :

10. Bonang

Bonang adalah alat musik gamelan berbentuk bende kecil yang ditata berderet dengan

pencu ke atas berlandaskan penyangga, (Banoe, 2003: 58) ada beberapa jenis bonang,

diantaranya adalah bonang penerus, bonang barung dan bonang panembung, yang

digunakan dalam komposisi ini adalah bonang barung yang memiliki nada yang berada

pada posisi tengah, berbeda dengan bonang penerus yang memiliki satu oktaf lebih tinggi

atau bonang panembung yang memiliki oktaf paling rendah. Bentuk fisik bagian

penghasil bunyinya seperti mangkuk berukuran sedang yang diletakkan terbalik dengan

pencu pada bagian atasnya (Palgunadi, 2002: 244). Tangga nada yang digunakan masih

tangga nada pelog, penggunaan bonang dan beberapa perangkat karawitan Jawa adalah

untuk memberikan kesan nuansa musik Jawa khususnya Yogyakarta yang juga sebagai

tempat lahir penulis dan tempat yang melahirkan komposisi ini dari latihan hingga

pementasan, sehingga bertujuan untuk memberikan suatu identitas pada bentuk

komposisi yang akan di pentaskan, berikut salah satu potongan notasi bonang :

13

11. Bass Elektrik

Penggunaan bass elektrik adalah untuk memberikan tekanan nada rendah yang tidak

dapat dicangkup oleh Gong, karena beberapa bagian dalam komposisi ini harus di garap

dengan kunci atau chord yang berpindah-pindah., menggunakan bass elektrik dirasa

mampu untuk membentuk chord lain sehingga musik akan terdengar full range atau

terdengan secara keseluruhan dari nada tertinggi hingga terendah secara teratur, penulisan

notasi Bass menggunakan teknik chord, contohnya sebagai berikut :

12. Suling, Hulusi

Suling merupakan flute tradisional indonesia (Banoe, 2003: 398) yang dimainkan dengan

cara meniup salah satu lubang yang ada pada badan suling tersebut, suling yang

digunakan adalah suling dengan tangga nada kromatis dengan in = Bb, sehingga dapat

mencangkup seluruh nada yang kemudian akan di cocokkan dengan garapan ini di dalam

bagian-bagian tertentu. Hulusi merupakan alat tiup yang dibuat satu dari empat pipa

bambu yang memiliki kuningan kecil atau perak buluh dimasukkan siram dengan sisi

pipa, dan kemudian dikelilingi oleh labu atau kuningan. Hulusi awalnya berasal dari Dai-

zu atau Dai (Thailand) minoritas Cina selatan, penggunaan hulusi dalam karya ini untuk

memperkuat karakter dari musik-musik China sebagai penggambaran Muchlis saat masih

memeluk kepercayaan Kong Hu cu, berikut salah satu potongan notasinya :

Notasi Angka

Do = Bb

13. Keyboard

Keyboard merupakan alat musik elektrik yang memiliki beberapa suara di dalamnya.

Suara tersebut berisi seperti suara piano, gitar, synthesizer dan lainnya, keyboard menjadi

media untuk mencari karakter atau jenis suara yang tidak ada pada instrumen lainnya.

Jenis suara yang dipilih adalah "warm pad", karakter suara yang dihasilkan seperti suara

yang lembut dan dimainkan pada saat-saat tertentu sesuai mood pada komposisi ini.

14

14. Gambus

Gambus merupakan instrumen musik tradisional suku melayu yang tersebar di pulau

Sumatera dan semenanjung Malaysia. Gambus sering dikaitkan dengan kebudayaan

Islam. Secara fisik gambus menyerupai Oud, yaitu alat musik dawai yang berasal dari

negara Timur Tengah, penggunaan gambus adalah menegaskan nuansa-nuasnsa islami

dari sisi melodis, berikut salah satu potongan notasi permainan gambus :

15. Kecapi

Kecapi merupakan alat musik dawai yang dimainkan dengan cara di petik dan terbuat

dari beberapa buah senar, banyak ragam kecapi di indonesia tetapi yang digunakan dalam

garapan ini adalah kecapi yang berasal dari Jawa Barat. Kecapi ini terdiri dari 20 dawai

yang di susun dengan nada Mayor Pentatonik yaitu, Do Re Mi Sol La Ada dua jenis

Kecapi yang dikenal yaitu Kecapi Parahu dan Kecapi Siter. Kecapi Parahu adalah suatu

kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan

suara keluar, sedangkan kecapi siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang

sejajar. Pada garapan ini kecapi yang digunakan adalah kecapi Siter karena pertimbangan

dalam pencarian instrumen yang lebih mudah ditemukan di Yogyakarta. Penggunaan

kecapi ini sebagai pembentuk karakter musik-musik China seperti permainan Gu-Zheng.

Selain itu, penggunaan kecapi juga sebagai pembentuk chord dan perajut melodis yang

mengumpamakan instrumen piano, karena kecapi memiliki rentang nada yang lebar

seperti halnya piano yang memiliki beberapa oktaf dalam permainannya, beikut salah

satu potongan notasi kecapi :

15

Beberapa medium tadi kemudian akan diolah dengan penggunaan efek digital untuk

beberapa instrumen juga menjadi pendukung dalam mencari karakter suara yang diinginkan,

beberapa efek digital yang akan digunakan dalam karya ini antara lain digital delay, digital

chorus untuk vokal dan gambus, digital reverb, compressor dan limiter di seluruh instrumen

hingga vokal.

6. Penyajian

Setelah tahap pembentukan selesai, langkah terakhir adalah menyajikan seluruh

komposisi ke dalam tempat pementasan. Penyajian dilaksanakan di Auditorium Teater

Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 2017 pukul 21.15-21.45 WIB.

Agar pementasan berjalan menarik, maksimal dan meriah maka juga didukung oleh tata

suara, tata visual, tata suara dan kostum.

IV. Kesimpulan

Setiap seniman musik tentunya memiliki karakteristik sangat berbeda antara satu dengan

yang lainnya, karena pada hakikatnya setiap manusia memiliki kemampuan beragam dalam

menginterprestasikan suatu fenomena. Maka karya seni yang dihasilkan akan memiliki karakter

dan identitas kuat untuk menunjukkan siapa dibalik karya tersebut, yaitu pencipta seni. Hal ini

justru akan menimbulkan efek positif, karena akan lahir karya-karya anak bangsa yang akan

menjadi inspirasi bagi khususnya seniman musik lainnya, serta kesenian-kesenian tradisi yang

ada akan terus berkembang seiring perkembangan jaman yang juga semakin berkembang.

Harapan dari para seniman musik, khususnya seniman musik etnis adalah para generasi lain akan

terus belajar dalam olah-olahan karya seni tradisi yang sangat kental di Indonesia, sehingga

karya seni yang dihasilkan tidak akan lepas dari ciri khas dan karakter dalam kebudayaan

Indonesia yang sangat beragam serta dapat mengangkat nilai estetis tradisi ke dalam zaman

16

modern seperti sekarang ini. Karya tugas akhir penciptaan musik etnis Muallaf merupakan suatu

bentuk karya musik etnis yang lahir dari olah-olahan tradisi nusantara, baik secara medium

hingga idium yang digunakan. Penggabungan medium dan idium musik etnis yang berbeda akan

memberikan warna baru dalam ranah kesenian musik. Dalam karya ini menggunakan beberapa

instrumen yang berasal dari daerah berbeda bahkan lintas negara, diantaranya adalah gamelan

jawa, kecapi sunda, kendang banyuwangi, dan tabla. Fenomena sosial di lingkungan sekitar

Muchlis merupakan suatu bibit, yang kemudian akan di kembangkan dan di transfomasikan ke

dalam struktur musik. Pengembangan berupa pengolahan pola-pola atau motif musikal yang

mengacu pada perjalanan Muchlis hingga menjadi Muallaf. Bentuk penyajian musik tentu akan

terstruktur berdasarkan perjalanan Muchlis sehingga karya ini menjadi suatu karya musik etnis

yang orisinil, artinya merupakan karya seni baru dan tidak menyalin karya musik lain yang telah

ada.

1

DAFTAR PUSTAKA

Pram, Tofik, Tujuh Muallaf yang Mengharumkan Islam, Jakarta Selatan : Noura Books, 2015.

M.Hawkins, Alma, Aspek-aspek Dasar Koreografi Kelompok. Terj. Y. Sumandiyo Hadi.

Yogyakarta: Lembaga Kajian Pendidikan dan Humaniora Indonesia, 2003.

Soyomukti, Nurani, Pengantar Sosiologi, Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2010.

Palgunadi, Bram, Serat Kandha Karawitan Jawi, Bandung : ITB, 2002.

M.Hawkins, Alma, Creating Through Dance. Terj. Y. Sumandiyo Hadi dengan judul

"Mencipta Lewat Tari", Yogyakarta: Insitut Seni Indonesia Yogyakarta, 1990.

Banoe, Pono, Kamus Musik, Yogyakarta : KANISIUS, 2003.

DOKUMENTASI LATIHAN

DOKUMENTASI GLADI BERSIH

DOKUMENTASI PENTAS