Jurnal Penelitian KEISLAMAN - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/2700/1/Jurnal Penelitian...

26
Jurnal Penelitian KEI SLAMAN Terakreditasi: SK Dirjen Dikti No.43/DIKTl/Kep/2008 Efektifitas ’Uqfibat dalam Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat Danial Dampak Sosial Kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Lombok dan Upaya Resolusi Konflik Moh. Asyz'q Amrulloh, dkk Jihad dan Radikalisme dalam Perspektif Pimpinan Pesantren di Jawa Barat Nurrohman Dinamisasi Tradisi Keagamaan Kampung Jawa Tondano di Era Modern Yusno Abdullah Otttz

Transcript of Jurnal Penelitian KEISLAMAN - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/2700/1/Jurnal Penelitian...

Jurnal PenelitianKEISLAMAN

Terakreditasi: SK Dirjen Dikti No.43/DIKTl/Kep/2008

Efektifitas ’Uqfibat dalam QanunNo. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat

Danial

Dampak SosialKekerasanterhadap JemaatAhmadiyah di Lombok

dan UpayaResolusi KonflikMoh. Asyz'qAmrulloh, dkk

Jihad dan Radikalisme dalam PerspektifPimpinan Pesantren di Jawa Barat

Nurrohman

Dinamisasi Tradisi KeagamaanKampung Jawa Tondano di EraModern

Yusno Abdullah Otttz

Jurnal Penelitian ISSN 1829-6491

KEISLAMANV01. 6, No. 2, Juni 2010

PengarahAsnawi (Rektar IAINMataram)

Ketua PenyumingAhmad AmirAziz

PenyuntingPelaksanaL. Agus SatriawanSuparudin

Anggota PenyuntingKadriKhaiml HamimMasnunMiftahulHudaMuhammadSa'iMuhammadTahriSyarifaddinTeti Indrawati Purnamasari

Tata UsahaRahmiSyamsudin

Iumal Penelitian Keislaman terbit pertama kali pada Desember 2004. Iumalini dimaksudkan sebagai wahana sosialisasi hasil-hasil penelitian dalambidang ilmu—ilmu keislaman, dengan frekuensi terbit 2 kali setahun, padayaitu bulan Desember dan Iuni. Berdasarkan SK Dirjen Dikfi DepartemenPendidikanNasional No. 43/DIKTI/Kep/2008 jumal ini dinyatakan sebagaijurnal TERAKREDH‘ASI dengannjlai B untukmasa tiga tahun (berlaku mulaibulan Juli 2008 s/ d Juli 2011),Penentuan arfikel yang dimuat dalam Iurnal Penelifian Keislaman melalujproses blind review oleh mitra bebestari/para pakar dibidangnya denganmempertimbangkan orisinalitas tulisan, metodologi riset yang digunakan,dan Contributiun of knowledge hasil riset terhadap pengembangan studi-st-udikeislaman. Penulis dapat mengirimkan file makalah hasil penelitiannyadalam bent-uk CD ke alamat jumal, atau file dalam bentuk attachment dikirimvia email

Alamat Sekretaria’r:Jumal Penelitian Keislaman Lemlit IAIN MataramJl. PendidikanNo. 35 Mataram NTB phone (0370) 621298, fax 625337.Email: penelitiankeislaman©yahou.mia

JIHADDANRADIKALISME DALAM PERSPEKTIFPIMPINANPESANTREN DI IAWA BARAT

NurrohmanUniversitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung

II. A. H. NasutionNo.105 BandungEmail: n5yarif2006®yahooicoid

Abstrak: Secara historis, Iawa Barat merupakan salah satu daerahyang pernah digunakan oleh kalangan tertentu menjadi basis per—juangan untuk mendirikan Negara Islam. Survey awal menun—jukkan bahwa sejumlah pesantren di Jawa Barat berpotensimenjadi basis tumbuhnya gerakan yang melahirkan kekerasan.Diduga sejumlahpesantren di Iawa Barat masih mengembangkanpaham keagamaan yangbisa dinilai sebagaibentuk legitimasi daripenggunaan kekerasan serta sejalan dengan cita-cita politikkelompok Islam radikal. Data dalam penelitian ini diambil daripandangan pimpinan pesantren di di Iawa Barat, khususnya dilima wilayah penelitian. Pengumpulan data dilakukan melaluiteknik survey dan interview. Survey dilakukan terhadap seluruhresponden yang dijadikansampel, sementara interviewmendalamhanya ditujukan kepada sejumlah responden yang dipilih secarapurposif. Dengan menganalisis jawaban responden atas sejumlahtema yang ditanyakan, penelitian ini membenarkan dugaan awalbahwa sejumlah pesantren di Jawa Barat masih mengembangkanpaham keagamaan yang bisa dinilai sebagai bentuk dukunganterhadap cita—cita politik kelompok fundamentalis radikal.

Kata kunci: jihad, Islam radikal, negara Islam, politik Islam,pesantren

JIHAD AND RADICALISM IN THE PERSPECTIVEOF THE PESANTREN LEADERS INWEST JAVA

NurrohmanUniversitas Islam Negeri (UlN) Sunan Gunung Djati Bandung

I]. A. H. NasutionNo.105BandungEmail: nsyarif2006®yahoo.co.id

Abstract:Historically, West Java constitutesone of the regions thatused to be a base-camp for parties that strived for the establishmentof an Islamic state. Previous surveys and research have revealedthat some pesantrens in West Java could potentiallybecome a centerof religious radical movements that use violence as a means ofachieving their goals. It is argued that some pesantrens in WestJava still develop religious ideology that can be seen as a supportof the use of violence that fits with the agenda of radical groups.The data in this study reflect the views of the pesantren leaders infive regions in West Java. The data were collected throughinterviews and surveys. The answers given by the informants inthe interviews and survey reveal that some pesantrens still holdradical views, as the previous studies demonstrated.Most viewsof the pesantrens collected in the study confirm that their religiousunderstandings are in line with those of the radicals.

Keywords: jihad, radical Islam, Islamic state, pesantren

jihad dun Radikulisme (Nurrohmun)

PENDAHULUANGerakan—gerakan Islam radikal selalu ada hubungannya

dengan cara mereka memaknai jihad terutama dalam rangkamelawan kemungkaran atau apa yang mereka anggap ketidak—adilan. Gerakan Islam radikal juga selalu ada hubungannya de—

ngan agenda politik praktis atau politik kekuasaan dalam penger—tian merebut; mempertahankan atau menghancurkanrlgekuasaanyang dinilai akan menghalangitercapainyaagenda politikmereka.Dalam rangka merebut kekuasaan atau mendirikan Negara Islammereka tidak segan-segan untuk menggunakan berbagai caratermasuk cara-cara kekerasan dan tindakan kriminal.

Secara historis, Jawa Barat merupakan salah satu daerahyang pernah menjadi basis perjuangan untuk merebut kekuasaandan mendirikan Negara Islam.1 Survey atau hasil penelitian awalmenunjukkan bahwa sejumlah pesantren di Iawa Barat berpotensimenjadi basis tumbuhnya gerakan yang melahirkan kekerasan.Penelitian awal juga menunjiikkan bahwa Iamaah Islamiyah (II),kelompok Islam garis keras yang berusaha mendirikan khilafat diAsia Tenggarajuga menjadikanpesantren sebagai salah satu basispenanaman ideologi polifikmereka.

Laporan International Crisis Group (ICG) yang berpusat diBrussels,tertanggal 3 Mei 2007 yang berjudul: [umuah Islamiyah’sCurrent Status, antara lain menyebutkanbahwa II masih menyim—

pan cita-citamendirikanNegara Islam di Indonesia. Laporan itu jugamenyebutkanbahwa kekuatan ]'I di berbagai wilayah di Indonesiaakan ditentukan oleh berbagai factor seperti adanya pesantren yangberafiliasi dengan II, sejarah pemberontakan Darul Islam di daerahitu, hubungan bisnis dan kekerabatan di antara anggotanya,keberhasilan mereka dalam merekmt kader-kader dari lingkungankampus, serta proses rekrutment yang terjadi dari dalam penjara.Z

Banyak factor yang bisa menjadikan seseorang menjadiradikal,3 seperti faktor pendidikan, faktor ekonomi serta faktor-faktor lingkungan termasuk ideologi politik yang dikembangkandilingkungannya. Tidak semua faktor itu akan diteliti, penelitianakan memfokuskan pada paham keagamaan yang. tercermindalam pandangan pimpinannya. Diduga sejumlah pesantren diJawa Barat masih mengembangkanpaham keagamaan yang bisadinilai sebagai bentuk legifimasi dari penggunaan kekerasan serta

‘C.Van Dijk, vamllion Under The Banner ofIslam (Thy Darul Islam in Indonesia)diterjemahkan, Darn! Isl/7m; Sebzmlz Pmubi’ronmknn (Jakarta: Grafitipers, 1987).

2Lihal Indonrsin: Inmnnh Islnmiynli's Curn’nf's Saws, 3 Mei 2007,ururw.crisisgroupurg

‘Rndiknl vane dimaksud disini adalnh suntu Demikiran, sikap atau

Iurrml PenelitianKeislaman, Vol. 6, Nut 2, [uni 2010: 3397360

paharn keagamaan yang sejalan dengan cita—cita politik kelompokIslam radikal.

Penelitian ini didasarkan pada asumsi The more Muslimsgive their support for certain Islamic teaching legitimizing the use ofviolence, the more violence will happen. (Semakin banyak umat Islamyangmemberikan legifimasi untukmenggunakankekerasan, makapeluang terjadinya kekerasan akan semakin tinggi). Penelifian im'

juga didasarkan pada asumsi semakin banyak umat Islam yangmendukung ideologi politik kelompokradikal maka masa depanideologi Pancasfla dan demokrafisasi di Indonesia akan semakinsuram. (The more Muslims give support to political ideology of radicalgroup, the future of Pancasila ideology and democracy in Indonesia arein danger). Penelitianinj akan memfokuskandjri pada pemahamankeagamaan di pesantren yang bisa menu'cu atau berpotensi me—nimbulkan konflikdan kekerasandengan caramenelifi pemaham—an mereka tentang jihad, kekerasan dalam agama serta pandang—an mereka seputar kekuasaan, negara Islam atau khilafah.

METODE PENELITIANPenelitian ini dilihat dari sumber datanya termasuk jenis

penelitian gabungan antara penelitian pustaka (library research)dan penelitian lapangan (field research), dengan teknik deskriptifanalifis. Bila dilihat dari cara data i111 dijelaskan dan dim'lai makatermasuk penelitian kualitatif. Bila dilihat dari pendekatan ataudisiplin ilmu yang digunakan, penelifian ini pada dasarnya mang—gunakan pendekatan politik hukum atau Fiqh Siyasah. Pendekaban politik yang dimaksud disini adalah usaha memahamj panda—ngan atau tindakan seseorang kemudian menghubungkannyadengan relasi kekuasaan. Adapun pendekatan hukum atau fiqhyang dimaksud di sini adalah pendekatan yang berusaha me—mahami norma-norma hukum Islam yang berasal dan' hubunganantara teks suci, konteks dan pandangan seseorang.

Sumber data dalam penelitian ini diambil dari pandanganpimpinan pesantren di di Jawa Barat,khususnya di Iima wilayahpenelitian. Pesanten di Jawa Barat menurut data dan' EMIS ber—

jumlah 6.930 buah yang tersebar di 25 kabupaten/kota. (sekarangmenjadi 26 kabupaten/kota karena di Kabupaten Bandung telahberdiri Kabupaten Bandung Barat)."1 Sementara jumlah pesantrenyang ada di lima wilayah penelitian adalah 1459 buah denganperincian sebagai berikut; Cirebon (kabupaten/kota) 397 buah,Indramayu 56 buah, Majalengka 323 bnah, Kuningan 430 buah

‘Sumber: Dnla Punduk Pesanlren Jawa BaratTahun 2007 EducationMana»usmenl Infurmalinn System (EMIS) Jl. lend. Sudirman N<L644 Phune 0226073621).

[ihaddun Rndikalisme (Nu rrohmml)

dan Ciamis termasuk daerah Pangandaran 353 buah. Tidak sémuapesantren dijadikan responden dalam penelitian ini.Pene1itianinihanya mengambil 100 5 pesantren sebagai responden yang diambildari lima daerah penelitian, masing-masing sebanyak 20 puluhbuah pesant‘ren.Pilihan terhadap 20 buah pesantren diambilsecarapurposif dengan mempertimbangkan wilayah, tempat pesantrenberada , jumlah santri yang menetap di pesantren itu serta jenisatau type pesantrennya. Pesantren yang dijadikan responden di—

usahakan tidak berasal dari wilayah kecamatan yang sama,memiliki santri yang cukup banyak serta meliputi tiga tipe yakni:tradisional, modern dan kombinasi. Tiga tipologi pesantren iniadalah tipologi yang digunakan oleh Departemen Agama.

Pengumpulan data dilakukanmelalui teknjksurvey dam in—

depth interview.6 Survey dilaknkan terhadap seluruh respondenyang dijadikan sampel sementara interview mendalam hanya di-tujukan kepada sejumlah responden yang dipilih secara purposif.Wawancaramendalam dimaksudkan untuk memahami lebih jauhterhadap jawaban responden yang diberikan dalam angket. Se—

dangkan teknjk analisa data dilakukanmelaluj dua cara. Pertama,data dianalisa dengan pendekatan sistem dan politik hukum yangberlaku di Indonesia. Cara kedua, data dianalisa lagi dengan pen—dekatan fiqh siyasah atau politik hukum Islam sebagaimanayangditulis ulama klasik atau kontemporer. Kedua cara ini terkadangdigunakan dua—duanya atau salah satunya. Analisa ini, lebih jauhdimaksudkan untuk mengetahui potensi radikalisme dan funda-mentalisme di kalangan pesantren. Radikalisme yang dimaksuddisini adalah pandangan ekstdm yang berpotensimendorongme-nimbulkan kekerasanbaik kekerasan fisik maupun psikis. Sedang-kan fundamentalismeyang dimaksudkandi sini adalah pandanganyang berusaha menyatukan agama dan polifik dan menolak segalabentuk pemisahan antara agama dan polifik atau sekularisme.

Secara umum gambaran responden yang dijadikan sampeldalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Dari segi umurkebanyakan responden (54%) berkisar antara 31 hingga 50, 32%berusia diatas 51 tahun, sedang sisanya berusia dibawah 30 tahun.Dilihat berdasarkan jenis kelamin98% responden laki—laki, sedangsisanya (2%) berjenis kelamin wanita. Dari segi afiliasi ormas,sebagianbesar (81%)responden mengaku memjh'ki affliasi denganormas NahdlatulU1ama (NU), sisanya Muhammadiyah (1%),PERSIS(1%), PUT (1%). Sedangkan selebihnya (16%) menyatakannetral.

5Mengingat ada empat angket yang dinyatakan rusak, maka yang benarAbenar ditabulasi dari seratus responden hahya 96 buah.

“Penelitian ini memakan waklu sekitar empat bulzm mulai bulan April

[urmzl Penelitiun Keislaman, Vol. 6, No. 2, Iuni 2010: 3397360

Sementara dari segi afiliasi parpol kebanyakanmereka me—

ngaku net‘ral atau tidak terikat pada partai tertentu, sisanya, 27 %responden mengaku berafiliasi dengan PKB, 8% memilih PPP, 2%memilih PKS, 2% memiljh PAN, 2% memilih Golkar, dan 2%lagimemilih PBB. Dari segi pendidikan, responden yang mengakufidak bersekolah sebanyak 3%, lulusan SD sebanyak 16 %, lulusanSLTP sebanyak 18 0/o, lulusan SLTA sebanyak 30%, yang ber—

pendidikan S—1 sebanyak 23%, S—2 sebanyak 7% ,dan S—3 sebanyak2%. Sedangkan dari segi penghasilan responden, 57% berpeng—hasilan di bawah satu juta, 19% berpenghasilan antara 1 jutahingga 2 juta, 9% berpenghasilan 2-3 juta, 5% berpenghasflan diatas 3 juta, clan sisanya mengaku berpenghasilan tidak tentu.

HASIL DAN PEMBAHASANPandangan Seputar Jihad

Pimpinan pesantren pada umumnya tidak setuju bila jihaddisamakan dengan perang. Meskipun mereka menyadari bahwasebagian dari makna jihad itu adalah perang dalam pengertianfisik namun mereka pada umumnya berpandanganbahwa perangfisik tidak terlalu penfing, jihad akbar atau perang melawan hawanafsu lebih penting ketimbang perang fisik atau jihad ushghar.Hampir semua mereka (99%) menyetujui bahwa jihad yang di—

perlukan untuk masa kini adalah jihad melawan kemiskinan, ke—

bodohan dan ketertinggalan umat Islam. Akan tetapi pada saatmereka dihadapkan pada pertanyaan apakah masih perlu umatIslam menyusun kekuatan senjata untuk menghadapimusuh—mu—

suh Islam. Iawaban mereka terbagi dua sebagian mereka meman—

dang bahwa menyusun kekuatan senjata masih diperlukan (34%)sementara sebagian besar (60%) lainnya memandang tidak perlu.

Bagaimana tindakan bom bunuh diri? Meskipun pimpinanpesanl-ren pada umumnya tidak setuju (74%) menggunakan bombunuh diri untuk menghancurkan kepentingan Barat namunmasih ada pimpinan pesantren yangmenyetujuidan menganggapsebagai jihad bom bunuh diri untuk menghancurkankepenfinganBarat khususnya Amerika Serikat. Angkanya cukup finggi yakni16 °/o. Dukungan terhadap Osama bin Laden juga masih cukuptinggi di dunia pesantren. Sebanyak 39 % memandangOsama binLaden pejuang atauMujahid. Alasanutamamereka adalah karenaOsama bin Laden telah berusaha memerangi terrorisme negarayang telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan Israel. Meskipunjumlahnya tidak terlalu banyak (3%), masih ada juga pimpinanpesantrenyang secara tidak langsungmemberi dukungan terhadapapa yang dilakukan oleh Amrozi dkk. Mereka setuju bahwa apa

jihaddun Radikalisme (Nurmhmrm)

yang dilakukan oleh Amrozi, Imam Samudra, Abu Dujana danlain—lain adalah bentuk jihad yang diperlukan masa kini.

Di sini tampak adanya sikap ambivalen djkalangan pirnpinanpesantren dalam menyikapi tindakan Osama bin LadenDi satu sisimereka menentang tindakan terorisme tapi di sisi lain merekamenganggap Osama bin Laden sebagai pejuang Islam. Sikapambivalensi para pimpinan pesantren bisa dipahami karena banyakpimpinan Islam yang melihat adanya ketidakadilan global sebagaiakibat semangat kapitalisme dan imperialisme yang sering dihu-bungkan dengan prilaku Amerika Serikat. Banyak kalangan yang me-nilai bahwa Amen'ka telah berbuat keliru pada saat menginvasi Irak.

Meskipun sama-sama sering disebut sebagai kelompokteroris dan sama-sama menggunakan agama untuk melakukantindak kekerasan, respon pimpinan pesantren terhadap Osamabin Laden berbeda dengan respon mereka terhadap Amrozi dankawan kawan. Kecaman mereka terhadap Amrozi dan kawankawan lebih keras ketimbang terhadap Osama bin Laden. Pada ’

saat dihadapkan pada pemyataan bahwa apa yang dilakukan olehAmrozi, Imam Samudra, Abu Dujana dan lain-lain adalah bentukjihad yang diperlukan masa kini, 79% pimpinan pesantren tidakmenyetujuinya.Hal ini tampaknya karena dampak yang ditimbul—kan oleh kelompok Amrozi dkk lebih terasa di Indonesia. Lebihdari 200 orang yang tidak berdosa menjadi korban tindakan bornbunuh diri di Bali pada tahun 2002.

Bila dilihat dari sudut polifik hukum Indonesia, apa yangdilakukan oleh kelompokAmrozi dan kawan—kawannya jelas me-rupakan tindakan teror yang diancam hukuman berat dalamundang-undang Indonesia. Kemudian kalau dih'hat dari sudutpandang fiqh siyasah, apa yangdilakukanmereka tidakbisa disebutjihad. Memang benar, bahwa tatanan dunia dewasa ini masihbelumbisamemuaskansemuapihak. Banyak pihak yangmengakuiadanya ketidakadilan global. Akan tetapi pembunuhan secara acakatau random killing jelas tidak bisa dibenarkan dalam Islam.7

Masalah Kekerasan dalam AgamaSecara umum, korban kekerasan dalam agama bisa Ine—

nimpa kelompok yang dinilai sesat, kaum lemah seperti wanitadan anak, serta kelompok non Muslim. Para pimpinan pesantrenpada umumnya masih memiliki pandangan yang bisa dinilaisebagai bentuk legitimasi terhadap penggunaan kekerasan,terutama bila dihadapkan pada paham keagamaan yang dinilai

7 Nu rrohman, “Authentic Jihad is about peace and coexistence", TIII’ [nkartnPM} IO Fi'l'll‘llfll‘v 7007

[1mm] Penelitian Keislmnnn, VoL 6, Na. 2, [uni 2010: 339660

sesat atau perbuatan yang dinilai munkar. Pada saat MUI (MajlisUlama Indonesia) mengeluarkan fatwa bahwa aljran Ahmadiyahadalah aljran yang sesat maka hampir semua pimpinan pesantrenmenyetujuinya. Sebanyak 91 % dari mereka mendukung fatwaini dan 85% diantara rnereka menyetujuiagar aljranini dibubarkanagar tidak berkembang di Indonesia.8

Potensi kekerasan menjadi tinggi pada saat aliran yangdinilai sesat oleh MUI fidak mau membubarkan diri. Sebab du—

kungan yang diberikan pimpinan pesantren untuk menut‘up danmembubarkan aliran ini secara paksa juga tinggi. Sebanyak 90 %

pimpinan pesantren setuju terhadap tindakan penutupan ataupembubaran secara paksa terhadap aliran sesat yang sudah diben'penerangan atau dakwah tapi tidak man merubah pendiriannya.

Menurut informasi yang penulis terima dari mailing listIslam Progresif yang kemudian dikonfirmasi oleh orang Ahmad—

iyah sendiri, di Iawa Barat, ada 35 masjid Ahmadiyah yang tidakbisa digunakan oleh jemaatAhmadiyah sejak SKB (Surat Keputus—an Bersama) dikeluarkan.9Masjid-masjid itu ada yang dibakar,dimtup, disegel, maupun dirusak.10

Dialog antar umat beragama guna memelihara kerukunandan keharmonisan sudah sering dikumandangkan dan sudahsering dilaksanakan.Akan tetapi kekerasanatau intoleransidalamurusan keagamaan masih sering muncul di mana-mana. Datayang dilansir oleh Setara instil-ut dari berbagai daerah menunjuk-kan bahwa kekerasan terhadap agama just-m menjngkat. Kalaupada tahun 2007 hanya terjadi 135 kasus kekerasan maka padatahun 2008 terjadi 265 kasus. Investigasi yang dilakukan oleh

5 Survey yang dilakukan pada tahun 2007 oleh Malindo Insljmt terhadappemimpin pesantrenyang ada di wilayah Cianjur, Gamt dan Tasikmalaya mane-mukanbahwa 56,2% dari pimpinanpesantrendi wilayah ini setuju terhadapper—

nyataan ”mengusil' dan menghancurkanjamaah Ahlnadiyah merupakanbagiandari amar ma’ruf nahi munkar".

9SKB iru' dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 9 Juni 2008‘ Lihatwwwrcrisisgrouporg

“'35 masjid itu adalah: Sukapura, Tasikmalaya: 1 Masjid, Indihiang,Tasikmalaya: 1 Masjid, Singaparna, Tasikmalaya: 1Masjid,Cibatu,Garut 1 Masjid,Samarang, Garut: 1 Masjid, Pangauban, Gamt: 1 Masjid, Sukawening, Garut: 1

Masjid, BanjarPatroman, Banjar: 1 Masjid,Manislor,Kuningan: 8Masjid, Sadasari,Majalengka: 1 Masjid, Ciaruteun, Bogor: 1 Masjid,Leuwisadeng, Bogor: 1 Masjid,Cibitung, Bogor: 1 Masjid, Kemang, Bogor: 1 Masjid, Cianjur Kola, Cianjur: 1

Masjid,Cipeuyeum, Cianjur: 1 Masjid,CikalongKulon,Cianjur:1 Masjid,Ciandam,Cianjur: 1 Masjid,Ciparay, Cianjur: 1 Masjid, Neglasari, Cianjur: 1 Masjid,Cicakra,Cianjur: 1 Masjid, Panyairan, Cianjur: 1 Masjid, Talaga, Cianjur: 1 Masjid,Sindangkerta, Cianjur: 1 Masjid, Parakansalak, Sukabumi: 1 Masjid, Lebaksari,Sukabumi: 2 Masjid, Panjalu, Sukabumi: 1 Masjid. Sumber: Mailing L15! Islam

Frog] 'n’ yang diterima penulir; pada langgal l5 Agusms 2008.

Jihad dan Radikalisme (Nurrohman)

Setara meliputi sejumlah daerah yakni Sumatera Utara, SumateraSelatan, SumateraBarat, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan NusaTenggara Barat. Jawa Barat tercatat sebagai propinsi yang terfinggidalam kasus kekerasan agama dengan 73 kasus, diikuti olehpropinsi Sumatra Barat dan Jakarta masing—masing 56 dan 45kasus. Sementara Wahid institut juga mencatat adanya pening—katan kekerasan terhadap agama. Kalau pada tahun 2007 tercatatada 197 kasus maka pada tahun 2008 tercatat ada 232 kasus.“

Persoalan yang muncul adalah karena penutupan ataupembubaran secara paksa terhadap kelompok lain bisa dinilaisebagai tindakan main hakim sendiri. Tindakan main hakimsendiri tidak bisa dibenarkan dalam sistem hukum di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun al-Qur’an jelasmenyatakan bahwa perbedaan dalam agama mempakan urusanTuhan, dan Tuhanlah yang akan menyelesaikannya nanti diakhirat,12 tetapi sebagian besar pimpinan pesantren merasa tidakcukup bila hanya diselesaikandi akhjrat. Banyak di antara merekayang menginginkan adanya penyelasaian duniawi dengan cara’meluruskan’ atau membubarkan aliran tersebut secara paksa. Disini persoalan yang muncul adalah karena keyakinan pada dasar-nya tidak bisa dipaksakan untuk diikufi atau dipaksakan untukditinggalkan. Pemaksaan terhadap keyakinan akan mengakibat—kan munculnya sesuatu yang berlawanan dengan agama yaknikemunafikan. Tambahan lagi, kebebasan agarna atau keyakinanadalah suatu yang dilindungi olehkonstitusi Indonesia.13 MenurutAhmad Syafii Maarif, mantan pimpinan pusat Muharnmadiyah,meskipun ajaran Islam yang diperkenalkan oleh kelornpok rnino~ritas seperti Ahmadiyah dan al—Qz'yadah al—Islamiyah menyimpangdari al—Qur’an, pemerintah tetap harus melindungi kelompokminoritas ini, ”Nobody has the right to damage people’s physicalassets,”,katanya sebagaimam dikutip oleh harian The Jakarta Post.“1

Adanya kenyataan bahwa hampiI semua pirnpinan pesan—tren (92%) setuju agar negara segera melarang aliran keagamaan

”Adianto Simamora, ” Religious intolerance getting worse, says report,”TheJakarta Past, January 14, 2009.

”Q5. al-An’am: 59.”Saidiman, “Wahid: A ‘prophet’ welcomed abroad”, The Jakarta Post,

November 28, 2008‘ Dalam konteks ini AbdurrahmanWahid, mantan presidenRepublik Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Saidiman pernah menyatakan 2

”As long as I live, I must defend the members of Ahmadiyah'sright to live, basedon the Constitution.” .

”Lihat The Jakarta Pas! , ” Indonesians urged to return to Pancasila values",

junml Penelitz'unKeislmmm, VOL 6, No‘ 2/ [uni 2010: 339660

yang dinilai sesat oleh MUI menunjukkan bahwa sebagian besarpimpinan pesanrren menempatkan lembaga MUI (Majlis UlamaIndonesia) diatas negara terutama dalam menentukan aliranagama yang dinilai sesat.

Temuan ini juga menunjukkanbahwa sebagian besar pim—

pinan pesantren Inasih menganut paham fiqih siyasah yang dianutoleh sejumlah ulama klasik yang membebankan pengawasan aljrankeagamaan yang sesat kepada negarai Al-Mawardi, misalnya,menyebutkan bahwa tugas atau kewajiban imam ada sepuluh.Pertama, memeljhara agama sesuai dengan prinsip pokoknya dansesuai dengan apa yang telah disepakafi oleh umat terdahulu. Jikaterjadi penyimpangan, imam hendalcnya segera meluruskannya danmengambil findakan sesuai denganhak dan ketentuan yang ada agaragama tetap terpelihara clan umat fidak tergelincir.15 Sepuluh tugasimam sebagaimana djsebutkan oleh al-Mawardi juga disebutkan olehAbu Ya’la al-Hanbah'i“ Pandangan semacarn ini sebenarnya sudahtidak relevan dengan kondisi Indonesia. Indonesia sejak awal, melaluisernboyan bineka tunggal ika, sebenarnya didesajn untuk menjadinegara plural yang meljndungi semua agama dan keyaldnan.

Kekerasan fidak hanya dialami oleh kelompok yang dinjlaimemiliki keyakinan yang menyimpang, tapi juga dialami olehkelompokyang Inemiliki cara beribadah yangberbeda dari mains—tream, Para pirnpinan pesant—ren pada umumnya berpandanganbahwa shalat yang benar adalah shalat sebaimana dicontohkanoleh Rasulullah termasuk dalam menggunakan bahasanya yaknibahasa Arab. Oleh karena itu sebagianbesar mereka tidak setujuterhadap pandangan dan praktek seseorang yang dalam shalatnyamenggunakan dua bahasa yakni bahasa Arab dan bahasa Indo-nesia. Shalat denganmenggunakan dua bahasayakni bahasaArabdan bahasa Indonesia oleh sebagian besar pimpinan pesantren(91%) dipandang sebagai perbuatan yang sesat. Temuan inimeng-indikasikan bahwa pimpinan pesantren pada umumnya masihmemandang shalat sebagai ritual mumi (ibaduh mahdluh) yangbahasa maupun tata caranya tidak boleh dimodifikasi. Temuanini juga mengindikasikan bahwa bahasa Arab masih dipandangsebagai bahasa agama atau bahasa yang sakral. Temuan ini jugamengindikasikan bahwa para pimpinan pesantren di Iawa Baratmasihbanyak yang Syafi’iyah oriented yang menekankanpenfing—nya penggunaan bahasa Arab dalam shalat. Penilaian sesat ter—

hadap orang yang melakukan shalat dengan menggunakan duabahasa yakni bahasa Arab dan bahasa Indonesia menunjukan bah—

'5A1Awl(1\\7a1‘di, “LA/kaml nFSult/zr‘miy‘l/nh (Beirut: Dar aliFikr, It), 15,16,“‘Abfi Ya’la aI—I lanbnli, (ILA/1km!) nflSull/Ifinlynll (Beirut: Dar al-Fikr, ti), 27:28.

jihaddun Rudikulisme (Nurmhman)

wa pimpinan pesantren di Iawa Barat masih sulit keluai‘ darimadzhab Syafii. Padahal kalau mengacu pada madzhab Hanafi,shalat denganmenggunakanbahasa lain selain Arab masih dimung—kinkan.l7 Cap sesat juga menunjnkkan bahwa mereka kurangtoleran terhadapadanyaperbedaanpendapat di kalangan mujtahid.

Kehadiranwanita sebagai pejabat publik,mulai dari kepaladesa sampai dengan presiden atau perdana menteri, semakin bisaditerima oleh kalangan Islam akan tetapi kehadiranwanita sebagaiimam dalam shalat, dimana diantara para makmum terdapatkaum laki—laki, masih sulit diterima oleh sejumlah pemimpinagama dalam Islam. Potensi munculnya kekerasanjuga tinggi biladi Indonesiaadawanita yangbertindak sebagai imamdalam shalatdimana sebagian makmumnya adalah laki-laki. Sebab sebagianbesar pimpinan pesantren (86%) yang disurvey memandang sesatterhadap pendapat yang membolehkan seorang wanita menjadiimam shalat dimana diantara makmunya adalah 1aki—1aki.Temuanini juga menunjukkan bahwa para pemimpin pesantren padaumumnya belum bisa menerima persoalan ini sebagai persoalankhz'lufiyuh yang biasa teljadi di kalangan fuqaha. Sebagian besarmereka masih memandang persoalan ini sebagai bentuk penyim—pangan yang harus diberantas. Padahal kepemjmpinan wanitadalam shalat sudah dipraktekkan oleh profesor Amina Wadud diAmerika Serikat. Amina Wadud sebenamya juga layak dikate-gorikan sebagai mujtahid yang mesti dihargai hasil ijfihadnya.Memang ada hadits yang tidak membolehkan wanita menjadiimam bagi laki-laki tapi ada hadits lain yangmenunjukkan bahwawanita bisa menjadi imam shalat bagi laki-laki. Danmenurut hasilpenelitian ahli hadits, hadits yang terakhir just-myang lebih kuat.18Potensi kekerasan di sini cukup tinggi karena ada 39 % pimpinanpesantren menyetujui tindakan penyerangan atau penghancuranterhadap aliran yang dinilai sesat ini.

Dalammasyarakat yang bersifat pah’iarkisseorang suami yangmemiliki istn' lebih dari satu dianggap biasa atauwajar. Tetapi dalam

l7Berkeflaan dengan ucapan takbiratul ihram (Allahu aklmr), misalnya,madzhab Hanafiyah tidak mensyaratkanmushallimenggunakan bahasa Arab,meskipun ia mampui Takbiratul ihram bisa diucapkan dengan bahasa apapunyangdikehendaki oleh mushalli (orang yang shalat). Meskipun demikian bagi merekayang bahasa arabnya baik dianjurkan menggunakan bahasa arab dan makruhmenggunakan bahasa lainnya. Adapun madzhab lainnya ( Malikiyah, Syafiiyah,Hanabilah) pada umumnya memberi toleransi bagi mereka yang tidak mampumenggunakan bahasa arab. Lihat,Abdal-Rahmanal-Jaziry Kiffibu nl—fiqlz ’nln nl»nmdzfihibal[nrlm'nll,Qismu nI-Ibfidnlz. (Kairo: Mathba’ah Dar al»Mishriyah,1939), 155.

”Trisha Sertol‘i, ”Dr Amina Wadud For a ngressive Islam", Thy Ink/WmPast, Nuvember 19, 2009.

[urnnl Penelitinn Keislaman, Vol. 6, No. 2, [uni 2010: 339—360

masyarakat yang semakin menjunjung tinggi kesetaraan atauegalitarianisme seorang laki-laki yang merrfiliki istrl lebih dari satubisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak wajar. Oleh karena ituwajar bila dalamsuasana dimana tuntutankesetaraan jender semakinfinggi muncul pandangan yang mengharamkan poligami. Tetapididum'a pesantren pandangan semacam ini masih mendapat tan—tangan yang cukup luas. Sebagian besar mereka (86%) menolakpandangan yang mengharamkanpoligami. Pandangan yang meng—haramkan poligami menurut mereka adalah pandangan yang tidakbenar (sesat). Padahal MuhammadAbduh dalam tafsimya menga—takan dengan tegas poligami haram qat’i karena syarat yang dimintaadalah berbuat adil, dan itu tidak mungkin dipenuhi manusia.19

Hal yang sama juga terjadi dalam pernikahan beda agama.Dalam ajaran al—Qur;an seorang lelaki muslim dimungkinkanmenikahi wanita nonMuslim yang ahli kitab, Akan tetapibila dibaljkyakni wanita musljmah nikah dengan lelaki non—Muslim, sebagianbesar pimpinan agama tidak bisa menerimanya. Sebagian besarpimpinan pesantren (94%) berpendapat bahwa perkawinan antarawam'ta muslimah dengan lelaki non muslim fidak bisa djbenarkan.Temuan ini juga menunjukkan bahwa perlakuan diskriminatif khu—susnya terhadap wanita mamang nyata adanya dalam pandanganagama, sementara lelaki muslim boleh menikah dengan wanita non—

musljm (ahJi kitab), wanita muslimah tidak boleh menikahi laki—lakinon-Muslim. Sayangnya pandangan diskn'mjnafif ini sering dipan-dang sebagai pandangan yang final, fidak bisa berubah.

Potensi munculnya kekerasan dalam rumah tangga yangdilegitimasi oleh ajaran agama masih tinggi. Padahal, kekerasandalam rumah tangga sudah dimasukkan ke dalam findakan kri—

mjnal dalam sistemhukum di Indonesia. Tingginya potensi keke-rasan dalam rumah tangga bisa dilihat dari fingginya persetujuanpimpinan pesantren terhadap ajaran Islam membolehkanseorangsuamimemukul isterinyayang nusyuz (tidak taat suami),memukulanak yang fidak mau shalat, serta mengkhitan perempuan. Se—

banyak 73% pimpinan pesantren menyatakan setuju bahwa ajaranIslam membolehkan seorang suami memukul isterinya yangnusyuz (fidak taat suami), sebagianbesarmereka (79%)menyetujuibahwa mengkhitan (memotong klitoris) wanita merupakan ajaran

It’MuhammadRasyid Ridé, Tnfsir al-Mmtfir (Beirut: Dar al-Fikr,H), jihd IV,3477350 Pernyataan Abduh kembali ditegaskan dalam fatwanya tentang hukumpoligami yang dimuat di majalah aliMnnfir edisi 3 Marat 1927/29Sya’ban 1345, Juzl, iilid XXVIII, yailu poligami hukumnya haram. Adapun Q5. 4: 3 bukan mangan-jnrkan poligami, letapi justru sebaliknya hams dihindari (Inn I11y5nfid:fillkn Im'glszIfinl—rn 'dfd lmlfihl mbghfd [fl/HA).

Iihad dan Rndilmlisme (Nurrohman)

yang dianjurkan dalam Islam, dan hampir semua mereka (93 %)menyetujui tindakan orang tua untuk memukul anaknya yangtidak mau melaksanakan shalat. Menurut mereka ajaran Islammemang membolehkan orang tua memukul anaknya yang sudahbemsia 10 tahun yang lidak mau melaksanakan shalat.

Potensi kekerasan terhadap non-Muslim bisa muncul darikenyataan bahwa masih banyak pimpinan pesantren (33%) yangberpandangan bahwa umat Islam pada dasarnya tidak mungkinmenjalin perdamaian abadi dengan umat non muslim atau kafir.Temuan ini menunjukkan bahwa potensi konflik antara muslimdan non Muslim masih tinggi. Temuan ini juga mengandungmakna bahwa masih banyak pimpinan umat Islam yangmemilikipandangan eksklusif. Hal ini juga menunjukkan bahwa rasapersaudaraan antar sesama bangsa tanpa memandang perbedaanagama masih belum bisa diterima oleh seluruh warga negaraIndonesia. Di sini tampaknya ada problem teologis yang mesti di-selesaikan terlebih dahuluolehmereka. Problem teologissebagaimanaterungkap dalam basil wawancara menyebutkan bahwa sejumlahpimpinan pesantren memiliki keyakinan bahwa non-MuslimkhususnyaYahudi dan Nasrani selamanya akan merongrong umatIslam. Mereka akan terus merongrong umat Islam sampai umat Islammaumengikutiagama mereka. Ayat al—Qur’an yang berbunyi wa lunturdla anka al—yuhudu walu al nashum hatta tattabia millatahumz"seringdirujuk sebagai landasannya. Mereka meyakini itu tanpamenghubungkannyadengan konteks historis dan sosiologis.

Kekerasan terhadap non-Muslim, terutama kaum Kristianijuga bisa terkait dengan pembangunan rumah ibadah. Banyakpimpinan pesantren (75%) yang setuju bahwa gereja atau tempatberibadah orang Kristen/Khatolik yang dibangun tanpa izin hamsdihancurkan atau ditutup. Di beberapa daerah kasus penutupansecara paksa terhadap beberapa gereja memang terjadi. Andaikataperistiwa itu terns berulang tanpa ada jalan keluar yangmemuas-kanmaka negara bisa dianggapgagal dalam Inelindungiwarganyayang mau menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Dimata international citra Indonesia sebagai negara yang pluralisdan toleran jadi tercoreng.

Temuan ini juga menarik, sebab temuan ini bisa menjelas-kan mengapa di sejumlah daerah di Iawa Barat sering terjaditindakan penutupan/penghancuran gereja secara paksa terhadapgereja yang dibangun tanpa izin resmi dari pemerintah. Salah satupenjelasannya adalah karena tindakan mereka ternyata mendapat

”Us, A I-Rmmmh: I 70,

11mm! Penelz'timl Keislamun, Vol. 6, N0. 2,]1mi 2010: 339-360

dukungan dari sebagian besar pimpinan pesanfren (75 "/o).21

Potensi konflik atau kekerasan yang dialami jamaah gerejatampaknya tidak mudah diakhiri karena masih banyak pimpinanpesantren (86%) yang setuju agar umat Islam menolak permoho—nan izinmembangun gereja di wilayah mereka. Temuanini menun—jukkan bahwa resistensi umat Islam, khususnya pimpinan pe—

sant-ren terhadap kehadiran gereja di wilayah mereka cukup tinggi.Resistensi ini diperkuat dengan sikap sebagian besar pimpinanpesantren (81%) yang tidak membolehkan umat Islam mengu-capkan selamat natal dan menghadiri undangan perayaan natalyang diselenggarakan oleh umat Kristiani. Temuan ini juga mem—

perkuat dugaan bahwa umat Islam, khususnya para pimpinan—nya, menghadapi problem teologis yang serius dalam berinteraksidengan non—Muslim, khususnya umat Krisfiani.

.

Kekerasanjugabisamenimpaorang Islam yangdinilai telahkeluar dari agamanya alias murtad. Banyak pimpinan pesantren(44%) yang masih mempertahankan pendapat lama yang mem-bolehkan orang murtad untuk dihukum mati. Hasil wawancarajuga memperkuat adanya pandangaan semacam ini. Seorang pe—

ngajar di sebuah pesantren di Cirebon, misalnya mengatakan bah—wa orang yang murtad dapat dikategon'kan sebagai pengkhianatagama (munafik). “Unruk saat sekarang, pelakumurtad dari Islamboleh jadj menjadimusuh dan layak dihukummat-i ”, kata seorangnara sumber dalam sebuah wawancara.22 Padahal pendapat ini su—dah banyakyang menyangkal karma tidak sejalan dengan semangatyang diajarakan oleh al—Qur’an. Tampaknya banyak pimpinanpesantrenmemandangbahwakebebasan untukpindahagama hanyaberlaku bagi non Muslim kedalam Islam, sementara dari Muslimmenjadi non—Muslim harus dilarang atau dicegah dengan berbagaicara. Prof.Dr.Baihaqi AK, misalnya, fidak setuju dengan pandanganyangmenyatakanbahwakebebasan beragama dijamin oleh hak asasimanusia, dan karenanya orang bebas untukmasuk dan keluar dariagama tertentu. Menurumya, dalam Islammemang orang tidak bolehdipaksa untukmasuk, mereka boleh masuk atau tetap berada di luarIslam tapi kalau dia sudahmasuk dalam Islam dia mesfi mau terikatdengan norma—norma hukum Islam.23

Kekerasan juga bisa menimpa mereka yang dinilai meng—hina agama Islam.Umat Islam pada umumnya masih sensitif ter-

2‘Dukunganpimpinan pesantren di tiga wilayah yakni Tasikmalaya, Garurdan Cianjur, berdasarkan survey tahun 2007 malah Iebih besar yakni 84.7%.

22Imron Rosyadi, annncnm, dilakukan pada tanggal 20 Juni 2008 di

Wiyung Susukan Cirebun.2“Nurrohman, Sym’l'nf Islam, Kunslltust drm [MM (Bandung, Pustaka al-

., , mmm n . n

Jihad dan Radikalisme (Nurrohman)

hadap ucapan atau ekspresi orang yangbisa dipersepsikan sebagaibentuk penghinaan terhadap Islam. Persoalannyaapa yang dimak-sud penghinaan oleh pihak yang merasa dihina berbeda makna-nya dengan pemahaman dari mereka yang dituduh menghina.Sering kali mereka yang dituduh mengh'ma sebenarnya hanyamengemukakan pandangan atau ekspresinya tanpa bermaksudmenghina. Makna lain dari hasil survey im' adalah bahwa agamamemang berpotensi menjadi sumber kekerasan sehingga menim—bulkan kekerasan atas nama agama. Makna lain dari temuan iniadalah bahwa clash of civilization, atau perang peradaban dalamkadar tertentu telah terjadi. Potensi munculnya kekerasan tampakbila dilihat dari tingginya persetujuan pimpinan pesantren untukmenghukum mati pembuat kartun yang menghina nabiMuhammad. Sebanyak 59 % pimpinan pesantren setuju bahwaorang—orang yang menghina Islam atau alquran seperti KurtWestergaard (warga Denmark yang membuat kart-um yang meng-hina Nabi Muhammad) dan Geert Wilders (Warga Belanda yangmembuat film fit-nah) boleh dibunuh. Westergaard sendiri dalammembuat kartun, sebenarnya fidak bermaksud menglu'na IslamlDia sama sekali tidakmemilikiproblemdenganumat Islam. Targetdia adalah terorist yang menggunakan interpretasi Islam untukmelegitimasi kekerasan.Westergaardmenyatakan bahwa gambaryang dibuatnya ”not designed to oflend Muslims but instead aimed atthose who use religion to justify violence”. Selanjut-nya dia menam-bahkan : ” I have no problems with Muslims. I made a cartoon whichwas aimed at the terrorists who use an interpretation of Islam as theirspiritual dynamite”.24

Pimpinanpesantren pada umumnyamasihsensitifterhadapsikap, perbuatan atau ucapan yang dinjlai bisa menodai agama.Terbukti bahwa 92 % dari mereka menyetujui agar aturan yangmemberikan sanksi pidana bagi orang yang menghjna atau me-nodai agama (pasal 156a KUHP) tetap dipertahankan. Problemnyaadalah bagaimana mensinkronkan agar aturan yang bisa diguna—kan untuk mem—pidanakan orang yang menghina agama tidakdisalahgunakan untuk memberangus kebebasan beragama dankebebasan berpikir. Selain itu problem lain yang sering munculadalah bagaimana agar, pada saat terjadi kasus yang diduga adapenghinaan terhadap agama, mereka yang merasa agamanyadihina tidak bertindak main hakim sendiri.

Kekerasan juga bisa menimpa mereka yang berada ditempat maksiat seperti pelacuran dan perjudian. Tidak semua

“Kim Mclaughlin, "Danis Prophet cartounist says. has no regrets", TheL1,, ., n,_L u, ,4, an nnnn

Ilmml Penelitian Keislaman, Vol. 6, No. 2/]11111'2010: 339-360

perbuatan maksiat yang dilarang agama juga dilarang OlehLmdang-undang negara. Dan kalaupun ada suatu perbuatan mak-siat yang juga dilarang Oleh undang—undang negara maka umatIslam tidak boleh main hakim sendiri. Aparat negaralah yang ha—

rus menindaknya.Akan tetapi, banyak pimpinan pesantren setuju(56%) terhadap tindakan FPI dan lain—lain yang main hakim sen—

diri dengan menyerang tempat-tempat pelacuran atau perjudian.Potensi kekerasan juga bisa menimpamereka yang terlibat

dalam Jaringan Islam Liberal GIL). Sebanyak 53% dari responensetuju bahwa Iaringan Islam Liberal (JIL) adalah aliran Islam yangsesat. Temuan inimenarikkarena sebagian besar responden dalamsurvey mi (81%) adalah pesantren yang berafiliasi dengan NUsementara akfifis IIL pada umumnya adalah anak muda NU. Olehkarena itu bisa dikatakan bahwa meskipun NU, melalui pucukpimpinannya seringmengklaimdirinyasebagai kelompok moderat,toleran dan menghargai tradisi perbedaan pendapat, dalamkenyataannya masih banyak orang NU sendiri yang belum siapmenerima perbedaan pendapat.

Tentang Politik Kekuasaan dan KenegaraanJargon politik Islam semacam al—Islfim din wa dawlah tam-

paknya cukup populer di kalangan umat Islam. Jargon ini seringkali mencari legifimasinya dari pengalaman historis bahwa nabiMuhammad saw disamping sebagai rasul juga sebagai kepalanegara. Kenyataan bahwa Nabi pernah menjadi semacam kepalanegara disepakati hampir oleh seluruh pakar Islam. Oleh karenaitu wajar bila sebagian besar pimpinan pesantren di Jawa Baratjuga setuju (96 0/a) terhadap pernyataan bahwa Muhammad sawdisamping sebagai nabi juga sebagai kepala negara.

Doktrin bahwa Islam agama dan negara berimplikasiterhadap sikap maupun pandangan—pandangan yang muncul didunia Islam. Banyak pimpinan pesantren yangberpendapatbahwaumat Islam harus ikut dalamperjuangan politikmerebutkekuasa-an. Dukungan pimpinan pesantren terhadap umat Islam agarterlibat dalam perjuangan polifik merebut kekuasaan atau dalamkegiatan politik praktis cukup tinggi. Terbukti bahwa 78% darimereka setuju bila umat Islam Ikut dalam perjuangan politik me—

rebut kekuasaan.Persoalan yang muncul kemudian adalah kalau faktanya

memang Muhammad saw pernah menjadi kepala negara, apakahposisi atau kedudukanpolitik inimerupakanbagian dari misi risala—nya? Para pimpinan agama atau pimpinan pesantren terkadanglupa bahwa misi utama yang dibawa Oleh Rasulullah adalah me—

nnnmrun‘nnknn mnmlirnc nmnr mannsia. lmkan misi Dolitik untuk

jihad dun Radikalisme (Nurrahmun)

merebut kekuasaan. Bila menyempurnakan moralitas umat ma-nusia menjadi tujuan utama agama Islam maka perjuangan politikhanya merupakan salah satu alat saja, politik bukan sat-u—satunyadan juga bukan alat utama.

Implikasilain dari cara pandang Islam din wa dawluh adanyakeinginan untuk membuat kekuatan politik di tingkat globaldengan menghidupkan kembali sistem khilafah. Romantismepimpinan pesantren yang memimpikan adanya kesatuan kepe-mimpinan politik umat Islam di tingkat dunia dengan meng-hidupkan sistem khilafah cukup tinggi. Sebanyak 78% merekasetuju untuk membangun kepemjmpinan politik di tingkat dum'adengan cara menghidupkan sistem khilafah. Pertanyaannyabagaimana bentuk sistem khalifah yang akan dibangun apakahakan menganut sistem teokrasi atau sistem demokrasi. Dimanapusat kekuasaan sistem khalifah ini, bagaimana posisi atau nasibnegara bangsa (nation state) yang selama ini dianut oleh semuanegara muslim. Tingginya dukungan mereka terhadap sistemklu'lafah secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa merekatidak sepenuh hati dalam mendukung negara Pancasila sebagaibentuk final cita-cita politik umat Islam di Indonesia. Dengan katalain negara Pancasila hanya diperlakukan sebagai tujuan antara,sebelum umat Islam mampu mendirikan kepemimpinanpolitik ditingkat dunia dengan menghjdupkan sistem khilafah.

Oleh karena itu wajar bila gerakan untuk menjadikanIndonesia menjadi negara Islam masih terns hidup. Gerakansemacamm ini secara tidak langsung mendapat dukungan darisebagian pimpinan pesantren. Sebab meskipun sebagian besarpimpinan pesantren (53%) menyatakan setuju bahwa gerakanuntuk mewujudkan Indonesia menjadi negara Islam tidakdiperlukan lagi, namun masih tinggi juga pimpinan pesant-renyangtidak setuju (38%) terhadap pemyataan ini. Ketidaksetujuan merekabisa dimaknaibahwamereka secara tidak langsungsetuju terhadapgerakan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara Islam,

Bagimereka yang membuat rumusan negara Islam sebagainegara yang menjamin terlaksananya syari’at Islam,formalisasisyari’at Islam menjadi penfing. Masih banyak umat Islam yangmerindukan kembaljnya Piagam Jakarta karena di situ terdapatjaminan pelaksanaan syari’at Islam secara formal oleh negara,Banyak pula pimpinan pesantren yang mendorong agar umatIslam perlu terus menerus memperjuangkan Piagam Jakarta agardimasukkan dalam UUD Indonesia. Sebagian besar pimpinanpesantren (58%) menyatakan setuju bahwa umat Islam perlu terns—menerus memperiuangkan Piagam Jakarta agar dimasukkan

lumul Penelitirm Keislamnn, Vol. 6, N0, 2, [uni 2010: 339-360

Temuan inimenunjukkanbahwa pimpinan pesantren padaumumnya (58%) masih mengharapkan dukungan negara dalammelaksanakan syari’at Islam. Sebab perbedaan paling mendasarantara Pancasila yang ada dalam UUD sekarang dengan PiagamJakarta adalah adanya kalimat: dengan kewajiban menjalankansyari’at Islam bagi pemeluknya. Dengan Piagam Jakarta, negaradiharapkan bisa memaksakan syari’at Islam terhadap umat Islam.

Oleh karena it‘u apresiasi pimpinan pesantren terhadapperatuaran daerah yang bernuansa syari’at sangat tinggi. Se-banyak 89 % pimpinan pesantren menyatakan setuju bahwa bebe-rapa peraturan daerah yang bemuansa syari’at atau yang seringdikenal sebagai Perda Syari’at harus mendapat dukungan dariseluruh umat Islam. Tingginya dukungan terhadap Piagam Jakartasinkron dengan dukungan yang tinggi terhadap Perda Syari’at.Pimpinan pesantren yangmendukung Perda Syari’at bahkan lebihtinggi dibanding mereka yang mendukung Piagam Jakarta. Bilaterhadap Piagam Jakarta, dukungan mereka hanya sekitar 58 %,dukungan mereka terhadap Perda Syari’at mencapai 89 “/0, Tinggi—

nya dukungan mereka terhadap Perda Syari’at karena merekamenjlai bahwa Perda itubisamemperbaikimoral bangsadan secaratidak langsungbisa mendekatkan Indonesia menjadi negara Islam.

Pertanyaan yang sering menggelitik yang ditujukan kepadaumat Islam adalah apakah umat Islam benar-benar bisa menerimaPancasila sebagai bentuk final cita—cita polifik mereka. Hasil surveymenunjukkan bahwa sebagian besar dari pimpinanpesanlren (65%)menyatakan setuju bahwa bagi umat Islam di Indonesia, NegaraPancasilabisa diterima sebagaibentukfinal cita—cita politikumatIslam

Temuan ini menarik bukan karena tingginya pimpinanpesantren (65%) yang menerimaNegara Pancasila sebagai bentukfinal cita—citapolitikumat Islam, hal ini tidak aneh kaIenapfianh'enmayoritas berafiliasi kepada NU dan NU sudah menyatakanbahwa Negaxa Pancasila sebagai bentuk final cita—cita politikumatIslam, tapi yang anehjustru masih banyaknyapimpinanwhen(27%) yang belum bisa menerima Pancasila sebagai bentuk finalcita—citapoliljk umat Islam. Sementara dukunganpesanh'en teflladapNKRI tidak perlu diragukan karena sebanyak 92 % pimpinanpesanlren menyatakan setuju bahwaUmat Islam di Indonesia wajibmendukung dan membela tegaknya N'KRI degan segala cara.

Temuan ini menarik karena meskipun dalam hal menjadi—kan Panacasila sebagai ideologi final mereka tepecah pendapatnya,dalam hal dukungannya terhadap NKRI (Negara KesatuanRepublik Indonesia) mareka hampir sepakat. Sebagian besarmereka mengaiukan alasan bahwa NKRI sudah menjadi harga

jihaddan Rndikalisme (Nurrahman)

mati. Ini maknanya bahwa umat Islam siap bérjuang dan slapdimobilisasi untuk mencegah munculnya gangguan terhadapNKRI. Hal ini juga berati bahwa gerakan untuk memisahkan diridari NKRI akan berhadapan dengan umat Islam.

Terkait peluang wanita dalam politik kekuasaan,umatIslam masih banyak yang menganggapwanita tidak layak tampilmenurusi urusan publik seperlimenjadikepalanegara. Pandanganseperti ini juga masih banyak dianut oleh pimpinan pesantren.Sebanyak 43% pimpinan pesantren menyatakan tidak setujubahwa wanita menjadi kepala negara. Temuan ini menunjukkanbahwa pandangan yang bersifat diskriminatif terhadapperempuan atau bias gender masih cukup banyak. Sungguhpundemjkian, pandangan yang menentangnya juga seimbang (44%).

Pimpinan pesantren juga banyak yang masih keberatanterhadap tampilnya non-Muslimsebagai kepala negara. Sebanyak77 % pimpinan pesantren menyatakansetujubahwa kemungkinannon Muslim menjadi kepala Negara di Indonesia harus dicegahl

Temuan ini menunjukkanbahwa meskipun dalam undang—undang tidak ada laranganbagi nonMuslim untuk menjadikepalanegara namun secara sosiologis maupun teologis hal itu masihsulit diterilna mengingat sebagian besar pimpinan pesantrenmenolaknya. Temuan ini menunjukkanbahwa sebagianpimpinanpesantren masih belum bisa melihat non-Muslim sebagai saudaramereka sesama bangsa yang dilihat dari sudut kewarga negaraanmereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warganegara lain termasuk hak untuk menjadi kepala negara.

Idealnya sebuah negara kebangsaan bisa memperlakukansemua warga negara secara setara sehingga tidak ada perbedaanberdasarkan agama ras atau asal usul. Sebagian warga negarafidakboleh diistimewakanmelebihi yang lainberdasarkan agama—nya atau berdasarkan asal usulnya. Akan tetapi kenyataannyamasih banyak umat Islam hkarenamerasa mayoritas di negeri iniingin diperlakukan secara khusus atau istimewa. Masih banyakpimpinan pesantren yang ingin melihat umat Islam mendapatperlakuan khusus dari negarasementaranon—Muslim diperlakukansebagai dzimmi. Sebanyak 77% pimpinan pesantren menyatakansetuju bahwa sebagai kelompokmayoritas,umat Islam di Indonesiapantas mendapat perlakuan khusus dari negara. Sementara 71%pimpinan pesantren menyatakan setuju bahwa Non muslim diIndonesia hams diperlakukan sebagai kafir dzimmy (orang kafirdalam perlindungan negara Islam) yang hak—haknya tidak samadengan muslim. Kafir dzimmy dalam fiqih jelas diperlakukansebagai warga negara kelas dua.

Iurmzl Penelitian Keisltzmun,Vol. 6, Na, 2, [uni 2010: 339—360

Temuaninimenarikkarenapimpinanpesantrenyang setujumemperlakukan non-Muslim sebagai kafir dzimmi cukup tinggi(71%).Padaha1 Indonesia bukan negara Islam sementara dzimmidalam konsep negara Islam diperlakukan sebagai warga negarakelas dua. Inilah sebabnya gagasan negara Islam sering membuattakut non-Muslimkarena akan membuatmereka turun kelas dandiperlakukan secara diskriminatif. Ancaman yang paling seriusadalah terjadinya disintegrasi bangsa.

Masih banyak umat Islam yang memandang bahwapersaudaraan sesama musljm (ukhuwuh Isllimiyah) lebih pentingketimbang persaudaraan sebangsa (ukhuwuh wathaniyuh). Se—

banyak 90% pimpinan pesant‘ren menyatakan setuju bahwa per-saudaraan sesama muslim (ukhuwwah Islfimiyyah) lebih penfingketimbangpersaudaraan sebangsa (ukhuwwah wathaniyah). Im' arti—

nya para pemimpin pesantren pada umun'mya lebih memilihidentitas keislaman kefimbang identitas keindonesiaan.

Salah satu perkembanganpositif dari era reformasi iniadalah bahwa umat Islampada umumnya bisa menerima gagasanatau paham demokrasi meskipun hams diakui demokrasi yangberjalan di Indonesia dewasa ini masih lebih menekankan padademokrasi prosedural ketimbang substansinya. Sebanyak 79 °/o

pesantren pimpinan pesant—ren setuju bahwa demokrasi sesuaidengan ajaran Islam.

Temuan ini menunjukkan adanya indikasi positif darikalangan pesantren dalam mendukung konsolidasi demokrasi djIndonesia sebab sebagian besar mereka setuju bahwa demokrasisesuai dengan ajaran Islam. Alasan yang diajukan mereka padaumumnya karena demokrasi sejalan dengan konsep syuro dalamIslam. Perhatian terutama diarahkan pada mereka yang tidaksetuju , jmnlahmereka cukup signifikan 14 %, sebab mereka tentuakan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri kedalamkehidupan yang lebih demokrafis.

SIMPULANDari pembahasan di muka dapat disimpulkanbahwa para

pimpinan pesantren di limaWflayah yang diteliti pada umumnyaberpandangan bahwa jihad mempakan ajaran Islam yang pentingdan mulia. Jihad tidak identik dengan perang dan tindakan te—

rorisme. Mereka pada umumnya mengecam aksi terror yang yangberlindlmg dibawah bendera jihad. Meskipun mereka mengakuiada makna jihad yang berarti perang tapi jihad dalam arh' perangtermasuk jihad kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawanafsu. lihad bcsar vang paling diperlukan umat Islam dewasa ini

jihaddun Rudikalisme (Nurrohmtm)

adalah jihad melawan kebodohan,kemiskinan dan keterfinggalan.Sungguhpun demikian masih ada sebagian kecil mereka yangmendukung aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompokumat Islam dengan mengatasnamakan jihad. Mereka juga ber-pandangan bahwa penyimpangan atau kesesatan mesti dilurus-kan, kemungkaran yang terjadi di masyarakat hams dicegahsebagai bagian dari amar ma'rufnuhi munkur. Meskipun demikianmereka berbeda dalam menyikapi tindak kekerasan yang mem—bawa simbol agama. Banyak pimpinan pesantren yang masihmendukung atau mentolerir tindakan kekerasan semacam inisehingga berpotensi menimbulkan konflik dan kekerasan dimasyarakat.

Para pimpinan pesantren tersebut pada umumnya jugaberpandangan bahwa Islam itu meliputi agama dan Negara.Pandangan semacam ini biasanya dibarengi dengan pandanganlain sebagai konsekwensinya.Misalnya, mereka pada umumnyamenolak Negara sekuler, dan belum sepenuhnya bisa menerimaPancasila sebagai ideologi final, mereka juga belum sepenuhnyabisamenganggap non-Muslimsebagai sesama warga Negara yangsama hak dan kewajibannya. Selain itu, disampingditemukanbebe-rapa pimpinan pesantren yang masih mendukung pandanganyang bersifat diskriminatif, juga ditemukan pimpinan pesantrenyang secara tidak langsung masih mendukung berdirinya negaraIslam menggantikan negara Pancasila. Secara umum hasil penelitian ini membenarkan dugaan awal bahwa sejumlah pesanlrendi Iawa Barat masih mengembangkan paham keagamaan yangbisa dim'lai sebagai bentuk legitimasi dari penggunaan kekerasanatau yang sejalan dengan cita-cita polifik kelompokfundamentalisradikal.

Daftar PustakaAbdalla, Ulil Abshar. ”These People Ignore the Principles of

Democracy”, The [akarta Post. 23 September 2009.Adhjatera, M. ”Interfaith Dialog: Agre to disagree”, The Iakarta

Past. 2 Mei 2006.Aguswandi. ”Say No to Conservative Islam”, The Jakarta Post. 30

August 2006.Al—Rasid, Harun. Perkembangan Hukum di‘lndonesia Puda Em

Milenium k8 III ; Bebempa Butir Pemikimn. Makalah, 2006.Al-Bazdawi, Abu Yusr. Kitfib Ushfil al—Din. Kairo: Isa al-Babi al—

Halabi, 1963.Al-Hanbali, Abfi Ya’la. AleAhkfim nI—Sultlzfiniynh. Beirut: Dar al—

L‘n'bm LL

Iurnal PenelitianKeislaman, Vol. 6, No. 2,]1mi2010:339-360

A1—]éziry,Abdul Rahman. Kitab al—fiqh ’ala aI—Madzahib nl Arba’nh,Qismu al-‘Ibadah. Kairo: Mathba’ah Dar a1~Mishriyah, 1939.

Al-Mawardi. Al—Ahkfim al—Sulthaniyyah.Beirut: Dar al—Fikr, tt.Al-Syatibi. al—Muwafaqat, jilid 2. Beirut: Dar al—Fikr, tt.Basya, M. Hilaly. ”Radicalism and Authoritarianism”,The Jakarta

Post. 30 Januari 2006.Boland, B]. Pergumulan Islam 111' Indonesia. Jakarta: Grafiti Press,

1985.Dijjk, C.Van. RebellionUnderThe Banner of Islam (The Darul Islam

in Indonesia), diterjemahkan Darul Islam; SebuahPemberantakan. Jakarta: Grafiti Press, 1987.

Djiwandono, I. Soedjati. ”Misinterpreted Democracy MayLleadto Tyranny", The Iakarta Post. 6 Oktober 2006.

E1—Fad1,'Khaled Abou. Speaking in God’s Name, Islamic Law,Authority and Women. Oxford: Oneworld, 2003.

Mclaughlin, Kim. "Danis Prophet CartoonistSays has no Regrets”,The Iakarta Post. 30 Maret, 2008.

Maftuhin, Arif. The secularizationof Islamic law, dalam The JakartaPost. 22 Juni 2006.

Nurrohman. Syari’at Islam, Konstz'tusi dan HAM. Bandung: Pustakaal-Kasyaf, 2007.. ”Authentic Jihad is about Peace and Coexistence”, TheJakarta Post. 10 Februari 2007.

Rahman, Fazlur. "Islam Challenges and Opportunies”, AlfordT.Welch and Piere Cachia, (ed.), Islam: Past Influence andPresent Challenge. Edinbrugh: Edinbrugh University Press,1979.

Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Mami, Iilid IV. Beirut: Dar al—,

Fikr, tt.www.crisisgroup.orgwww.icipglobal.org

PETUNJUK BAGI PENULISTulisan harusmerupakan hasil penelitian dalam lingkup disiplin ilmukeislaman, baik penelitian kepustakaanmaupun penelitian lapanganiNaskahdiketik denganMicrosoft Word pada kertas ukuranA4: panjang15-25 halaman, font Book Antiqua, size 11.Sistematika penulisannyasebagai berikut;Judul: padat, jelas, dan mencerminkansubstansi penelitian.Fenulis: nama, asal institusi clan alamat, serta email penulis.Abstrak: 100-200 kata (bahasa Indonesia dan Inggris).Kata kunci: 4-6 kata.PENDAHULUAN: berisi latar belakang penelitian dan fokus masalah.METODEPENELITIAN:menguraikanpendekatan, sumber data, dan

teknikpengumpulan datanya.HASIL DAN PEMBAHASAN: terdiri dari beberapa sub sesuai

kebutuhan.Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi yangruntut dan sistematis yang isinya mengarah langsung padatemuan penelitian clan analisis peneliti berdasarkanperspektifteori yang digunakani

SIMPULAN:kesimpulanatas masalah penelitian.Daftar Pustaka: memuat referensi yang digunakan.Setiap kata asing atau istilah lokal ditulis miring (italic), dan untukkata—kata arab harus ditransliterasi sesuai pedoman.Penulisan rujukan dilakukan dengan menggunakanfootnote, denganfont BookAntiqua, size 9‘ Berikut contoh penulisan untukreferensi buku,jurnal, pengutipan ulang referensi sebelumnya, penulisan sumberinternet, arfikel koran dan hasil wawancara;

‘Muhammad al-Zaxqéni,Syurh al—qufini ’alfiMuwaththfi’ LII-ImamMalik,Jilid 3 (Beirut: Dar al»Fikr, 1995), 41.

zlbid., 45.3Jajat Burhanuddin,”The Making of Islamic Political Tradition in the

Malay World”, Studio Islamika, V01. 8, No, 2, 2001, 40.‘Al—Zarqéni, Syurh ul-Zurqfinf, 71‘5Http://wwwditpertuis.net,diakses 19 Mei 2008.6Masdar F. Mas’udi, “Hubungan Agama dan Negara”, Kumpas, 7

Agustus 2002.7Iskandar,Wuwancam, 25 Januari 2007.

Penulisan daftar pustaka dilakukan dengan menyebut nama akhirpenulis, judul buku, kota, penerbit, clan tahun, kemudianmengurutkannyasecaIa alfabet-is, seperti contoh berikut;Budiwanti, Erni. Islam Sasak Wetu Telu versus Wuktu Lima, alih bahasa Noor

Cholis dan Hairus Salim HS. Yogyakarta: LKiS, 2000.Madjid, Nurcholish. Isl/2mDoktrin dun Pemdaban, Cet. 2‘ Jakarta: YayasanWakaf

Paramadina, 2004.Rusyd, Ibn. Bidfiyat al-Mujt/zhidfi Nihéyut uliMuqtashid, Semarang: Usaha

Keluarga, t.th.