Jurnal KTI Ayu Wulan P.pdf

12
HUBUNGAN KECUKUPAN KONSUMSI GIZI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ANAK AUTIS DI SLB NEGERI PELAMBUAN BANJARMASIN Ayu Wulan Puspitawati 1 , Atikah Rahayu 2 , Abdul Basit 3 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 Bagian Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 3 Bagian Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Abstract: Autism is some syndromes caused by nerve damage is known from indications of the developmental disorders. Sufficient levels of nutrition will affect the nutritional status of autism children. Spending time in heavy activity of autism children is lower than normal children so they tends to perform sedentary activities. Purpose this study to determine the relation of nutritional adequacy consumption and physical activity with nutritional status of autism children in SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin. This study used observational analytic design with cross sectional approach. The study population are all children with autism in SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin with sample are 23 autism children with inclusion criteria. Instrument of research is measuring height and weight, 3x24 hour food recall and physical activity questionnaires. Results of this study showed the majority of respondents had good nutritional status (60,9%), bad energy adequacy consumption (65,2%), good carbohydrat adequacy consumption (56.5%), good protein adequacy consumption (60,9%), bad fat adequacy consumption (60,9 %) and high physical activity (52,2%). Based on fisher exact test is known that there is a significant correlation between energy adequacy consumption (p-value = 0,023), fat (p-value = 0,003) and physical activity (p-value = 0.036) with nutritional status, but there is no significant relationship between carbohydrate adequacy consumption (p-value = 0,068) and protein (p-value = 0.162) with nutritional status. There is a correlation between energy adequacy consumption, fat and physical activity with nutritional status, but there is no relationship between carbohydrate adequacy consumption and protein with nutritional status. Keywords: autism, nutritional adequacy consumption, physical activity, nutritional status Abstrak: Autis merupakan kumpulan sindrom akibat kerusakan syaraf yang diketahui dari gejala yang ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Tingkat kecukupan gizi akan berpengaruh terhadap status gizi anak autis. Waktu yang dihabiskan melakukan aktivitas berat pada anak autis lebih rendah dibandingkan anak baik, sehingga cenderung melakukan aktivitas menetap. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kecukupan konsumsi gizi dan aktivitas fisik dengan status gizi anak autis di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua anak autis di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin dengan jumlah sampel 23 anak autis dengan kriteria inklusi. Data penelitian didapatkan dengan pengukuran tinggi badan dan berat

Transcript of Jurnal KTI Ayu Wulan P.pdf

  • HUBUNGAN KECUKUPAN KONSUMSI GIZI DAN

    AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ANAK AUTIS

    DI SLB NEGERI PELAMBUAN BANJARMASIN

    Ayu Wulan Puspitawati 1, Atikah Rahayu

    2, Abdul Basit

    3

    1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

    2 Bagian Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

    Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 3 Bagian Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan

    Abstract: Autism is some syndromes caused by nerve damage is known from

    indications of the developmental disorders. Sufficient levels of nutrition will affect the

    nutritional status of autism children. Spending time in heavy activity of autism children is lower than normal children so they tends to perform sedentary activities. Purpose this

    study to determine the relation of nutritional adequacy consumption and physical activity

    with nutritional status of autism children in SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin. This study used observational analytic design with cross sectional approach. The study population are all

    children with autism in SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin with sample are 23 autism

    children with inclusion criteria. Instrument of research is measuring height and weight, 3x24

    hour food recall and physical activity questionnaires. Results of this study showed the majority of respondents had good nutritional status (60,9%), bad energy adequacy

    consumption (65,2%), good carbohydrat adequacy consumption (56.5%), good protein

    adequacy consumption (60,9%), bad fat adequacy consumption (60,9 %) and high physical activity (52,2%). Based on fisher exact test is known that there is a significant correlation

    between energy adequacy consumption (p-value = 0,023), fat (p-value = 0,003) and physical

    activity (p-value = 0.036) with nutritional status, but there is no significant relationship between carbohydrate adequacy consumption (p-value = 0,068) and protein (p-value = 0.162)

    with nutritional status. There is a correlation between energy adequacy consumption, fat and

    physical activity with nutritional status, but there is no relationship between carbohydrate

    adequacy consumption and protein with nutritional status.

    Keywords: autism, nutritional adequacy consumption, physical activity, nutritional status

    Abstrak: Autis merupakan kumpulan sindrom akibat kerusakan syaraf yang diketahui dari gejala yang ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan.

    Tingkat kecukupan gizi akan berpengaruh terhadap status gizi anak autis. Waktu yang

    dihabiskan melakukan aktivitas berat pada anak autis lebih rendah dibandingkan anak

    baik, sehingga cenderung melakukan aktivitas menetap. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kecukupan konsumsi gizi dan aktivitas fisik dengan status gizi anak

    autis di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan rancangan

    observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua anak autis di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin dengan jumlah sampel 23 anak autis

    dengan kriteria inklusi. Data penelitian didapatkan dengan pengukuran tinggi badan dan berat

  • badan, food recall 3x24 jam dan kuesioner aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan

    sebagian besar responden mempunyai status gizi baik (60,9%), kecukupan konsumsi energi

    tidak baik (65,2%), kecukupan konsumsi karbohidrat baik (56,5%), kecukupan konsumsi protein baik (60,9%), kecukupan konsumsi lemak tidak baik (60,9%) dan aktivitas fisik

    tinggi (52,2%). Berdasarkan uji fisher exact terdapat hubungan yang bermakna antara

    kecukupan konsumsi energi (p-value = 0,023), lemak (p-value = 0,003) dan aktivitas fisik (p-

    value = 0,036) dengan status gizi, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecukupan konsumsi karbohidrat (p-value = 0,068) dan protein (p-value = 0,162) dengan

    status gizi. Ada hubungan kecukupan konsumsi energi, lemak dan aktivitas fisik dengan

    status gizi, tetapi tidak ada hubungan kecukupan konsumsi karbohidrat dan protein dengan status gizi.

    Kata-kata kunci: autis, kecukupan konsumsi gizi, aktivitas fisik, status gizi.

  • PENDAHULUAN

    Anak merupakan individu yang

    berada pada satu rentang perubahan

    perkembangan yang dimulai dari bayi

    hingga remaja. Proses perkembangan

    anak memiliki ciri fisik, kognitif,

    konsep diri dan perilaku sosial. Pada

    beberapa kondisi terdapat anak-anak

    yang mengalami masalah

    perkembangan, salah satu kelainan

    yang diderita anak yang menjadi

    sorotan saat ini adalah autis (1).

    Autis merupakan suatu

    gangguan neurologis berat yang dapat

    mempengaruhi cara seseorang untuk

    berkomunikasi atau berhubungan

    dengan orang lain disekitarnya secara

    wajar. Gejala autis mulai tampak pada

    anak usia 18-36 bulan. Autis bisa

    terjadi pada siapapun, tanpa ada

    perbedaan status sosial ekonomi,

    pendidikan, golongan etnis, maupun

    bangsa (1,2).

    Berdasarkan laporan United

    Nations Educational Scientific and

    Cultural Organization (UNESCO)

    pada tahun 2011, terdapat 35 juta

    orang penyandang autis di seluruh

    dunia, dengan rata-rata 6 dari 1000

    orang. Di Amerika Serikat, autis

    dimiliki oleh 11 dari 1000 orang.

    Sedangkan di Indonesia,

    perbandingannya berjumlah 8 dari

    setiap 1000 orang. Angka ini

    menunjukkan bahwa penderita autis di

    Indonesia lebih besar jumlahnya jika

    dibandingkan dengan penderita autis

    pada penduduk dunia umumnya (3).

    Tingkat kecukupan gizi akan

    mempengaruhi status gizi seseorang.

    Kurangnya kecukupan energi dalam

    tubuh akan mempengaruhi

    kelangsungan proses-proses di dalam

    tubuh, sehingga dengan kurangnya

    energi dalam tubuh akan

    mempengaruhi aktivitas anak, semakin

    tinggi aktivitas anak maka akan

    semakin besar energi yang dibutuhkan

    oleh tubuh. Energi dalam tubuh dapat

    timbul karena adanya pembakaran

    karbohidrat, protein dan lemak, karena

    itu agar energi tercukupi perlu

    pemasukan makanan yang cukup

    dengan mengonsumsi makanan yang

    cukup dan seimbang (4,5).

    Pola konsumsi dan aktivitas fisik

    merupakan salah satu faktor yang

    memberikan kontribusi terhadap status

    gizi pada anak autis. Waktu yang

    dihabiskan dalam melakukan aktivitas

    berat pada anak autis lebih rendah

    dibandingkan dengan anak normal,

    sehingga anak autis cenderung

    melakukan aktivitas yang menetap

    sehingga berpotensi mengalami

    kelebihan berat badan. Kelebihan berat

    badan pada anak autis juga dapat

    disebabkan karena pola konsumsi pada

    anak autis yang tidak terbiasa

    melakukan diet. Anak autis

    mempunyai alat pengecapan yang

    sangat peka, sehingga hanya menyukai

    makanan yang itu-itu saja. Anak autis

    juga sering memiliki pencernaan yang

    buruk karena 25% mengalami diare

    kronis dan sembelit, selain itu juga

    terdapat permasalahan berupa

    peradangan usus yang dapat

    membatasi penyerapan zat gizi.

    Gangguan ini tentunya akan

    berpengaruh terhadap kecukupan

    konsumsi zat gizi anak autis (1,6).

    Berdasarkan uraian tersebut

    calon peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian tentang

    hubungan kecukupan konsumsi gizi

    dan aktivitas fisik dengan status gizi

    anak autis di SLB Negeri Pelambuan

    Banjarmasin.

  • METODE PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan

    rancangan observasional analitik

    dengan pendekatan cross sectional.

    Populasi penelitian adalah semua anak

    autis di SLB Negeri Pelambuan

    Banjarmasin. Sampel penelitian yang

    ditentukan berdasarkan teknik

    sampling jenuh sebesar 23 responden

    dengan kriteria inklusi (7). Data

    penelitian didapatkan dengan

    pengukuran tinggi badan dan berat

    badan, food recall 3x24 jam dan

    kuesioner aktivitas fisik.

    Variabel penelitian ini adalah

    variabel bebas, yaitu kecukupan

    konsumsi energi, karbohidrat, protein,

    lemak dan aktivitas fisik serta variabel

    terikat, yaitu status gizi. Data

    dianalisis dengan menggunakan

    univariat untuk mengetahui gambaran

    distribusi frekuensi karakteristik

    subjek penelitian. Sedangkan analisis

    bivariat dilakukan untuk mengetahui

    variabel yang berhubungan dengan

    status gizi responden. Uji statistik yang

    digunakan dalam analisis bivariat

    adalah fisher exact dengan derajat

    kepercayaan 95%.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada penelitian ini responden

    paling banyak berjenis kelamin laki-

    laki yaitu 78,3% dibandingkan dengan

    responden perempuan 21,7%. Umur

    responden paling banyak terdapat pada

    golongan umur 7-9 tahun dan 13-15

    tahun yaitu masing-masing 34.8%.

    Responden yang berumur 10-12 tahun

    sebanyak 26.1% dan responden yang

    berumur 4-6 tahun sebanyak 4,3%.

    Rata-rata umur pada responden adalah

    10 tahun dengan umur termuda 7

    tahun, sedangkan umur tertua adalah

    15 tahun.

    Berdasarkan hasil penelitian

    terdapat 65,2% responden yang

    kecukupan energinya baik dan 34,8%

    yang kecukupan energinya tidak baik.

    dengan rata-rata konsumsi energi yaitu

    1687,82 Kal/hari. Sebanyak 52,2%

    responden memiliki kecukupan

    karbohidrat baik, sedangkan responden

    yang kecukupan karbohidratnya tidak

    baik sebanyak 47,8% dengan rata-rata

    konsumsi karbohidrat sebanyak 266,17

    g/hari.

    Pada penelitian terdapat 73,9%

    responden yang memiliki kecukupan

    protein baik, sedangkan responden

    yang kecukupan proteinnya tidak baik

    sebanyak 26,1% dengan rata-rata

    konsumsi protein sebanyak 58,09

    g/hari. Sebanyak 39,1% responden

    memiliki kecukupan lemak baik,

    sedangkan responden yang kecukupan

    lemaknya tidak baik sebanyak 60,9%.

    Rata-rata konsumsi lemak sebanyak

    42,17 g/hari.

    Selain itu, terdapat 52,2%

    responden yang melakukan aktivitas

    fisik tinggi sedangkan responden yang

    beraktivitas fisik ringan sebanyak

    47,8%. Rata-rata aktivitas fisik

    responden selama satu minggu sebesar

    1018,35 METs-menit/minggu.

    Sebanyak 60,9% responden memiliki

    status gizi baik dan responden dengan

    status gizi tidak baik sebanyak 39,1%.

    Berdasarkan hasil penelitian,

    didapatkan hubungan antara

    kecukupan konsumsi energi dengan

    status gizi anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin yang tersaji

    pada tabel 1.

  • Tabel 1. Hubungan Kecukupan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Anak Autis di

    SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin

    No

    Kecukupan

    Konsumsi

    Energi

    Status Gizi Total p

    value OR Tidak Baik Baik

    n % n % n %

    1 Tidak Baik 6 75,0 2 25,0 8 100

    0,023 12,000 2 Baik 3 20,0 12 80,0 15 100

    Total 9 39,1 14 60,9 23 100

    Berdasarkan hasil uji statistik

    dengan derajat kepercayaan 95%

    didapat p-value = 0,023 yang berarti

    ada hubungan yang bermakna antara

    kecukupan konsumsi energi dengan

    status gizi anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin. Hasil analisis

    diperoleh nilai OR 12,00 yang berarti

    bahwa anak yang kecukupan energinya

    tidak baik berpeluang 12 kali lebih

    besar untuk mengalami status gizi

    tidak baik dibandingkan dengan anak

    yang kecukupan energinya baik.

    Hasil penelitian ini senada

    dengan penelitian Isdaryanti tahun

    2007 bahwa ada hubungan yang

    signifikan antara asupan energi dan

    status gizi anak sekolah dasar. Serta

    penelitian Andyca tahun 2012 yang

    menyatakan terdapat hubungan yang

    bermakna antara kecukupan konsumsi

    energi dengan status gizi anak autis di

    Depok (6,9). Asupan makanan

    merupakan faktor yang berpengaruh

    langsung secara linear dalam

    menentukan status gizi seseorang.

    Berdasarkan penelitian Berkey et al

    dalam Paratmanitya tahun 2012

    menyatakan bahwa peningkatan IMT

    dalam masa satu tahun pengamatan

    terjadi lebih besar pada responden

    yang memiliki rata-rata asupan kalori

    lebih tinggi (10).

    Penelitian Kusramadhanty tahun

    2012 menyatakan bahwa tingkat

    kecukupan gizi akan mempengaruhi

    status gizi seseorang. Konsumsi zat

    gizi yang cukup akan mengakibatkan

    status gizi yang baik pada seseorang.

    Sebaliknya jika konsumsi zat gizi

    berlebih atau kekurangan akan

    menimbulkan status gizi lebih atau

    kurang pada seseorang. Kekurangan

    atau kelebihan konsumsi zat gizi dari

    kebutuhan baik dalam jangka waktu

    yang lama dapat membahayakan

    kesehatan sehingga mempengaruhi

    status kesehatan (4).

    Berdasarkan hasil analisis,

    diperoleh hasil bahwa kecukupan

    energi responden pada umumnya

    sudah cukup, sebanyak 65,2%

    responden yang kecukupan energinya

    baik sedangkan responden yang

    kecukupan energinya tidak baik

    sebanyak 34,7%. Tingkat kecukupan

    energi yang baik menunjukkan bahwa

    asupan atau konsumsi bahan makanan

    yang merupakan sumber tenaga atau

    energi pada anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin sudah sesuai

    dengan kebutuhan harian, sedangkan

  • untuk tingkat kecukupan energi yang

    tidak baik menunjukkan bahwa

    konsumsi sumber tenaga atau energi

    tidak sesuai dengan kebutuhan harian

    responden. Salah satu penyebab

    kecukupan energi responden yang

    kurang disebabkan karena frekuensi

    makan dan jumlah porsi makan

    responden yang kurang (11,12).

    Kecukupan energi yang tidak

    baik kemungkinan disebabkan karena

    adanya permasalahan makan pada

    anak autis. Sebagian besar anak autis

    mempunyai perilaku makan yang tidak

    biasa, dapat berupa keengganan pada

    tekstur makanan tertentu atau sangat

    suka pada makanan tertentu. Kesukaan

    yang berlebihan terhadap suatu jenis

    makanan tertentu atau disebut

    faddisme makanan akan

    mengakibatkan tubuh tidak

    memperoleh semua zat gizi yang

    dibutuhkan (8,13).

    Hasil dari kuesioner juga

    menunjukkan bahwa sebagian anak

    sering mengonsumsi berbagai jenis

    makanan jajanan, sehingga hal ini

    membuat anak cenderung menyukai

    makanan jajanan dibandingkan dengan

    makanan utama. Pengenalan makanan

    jajanan pada anak autis juga

    berpengaruh terhadap konsumsi

    makanan sehari-hari, sebab biasanya

    mereka akan menjadi susah makan dan

    hanya menginginkan makan-makanan

    tertentu yang justru tidak baik untuk

    mereka. Hal inilah yang juga

    mempunyai pengaruh terhadap jumlah

    konsumsi makanan yang berakibat

    pada kurangnya kecukupan energi

    pada anak autis (8).

    Hasil analisis hubungan antara

    kecukupan konsumsi karbohidrat

    dengan status gizi anak autis di SLB

    Negeri Pelambuan Banjarmasin yang

    tersaji pada tabel tabel 2.

    Berdasarkan hasil uji statistik

    dengan derajat kepercayaan 95%

    didapat p-value = 0,68 yang berarti

    tidak ada hubungan yang bermakna

    antara kecukupan konsumsi

    karbohidrat dengan status gizi anak

    autis di SLB Negeri Pelambuan

    Banjarmasin. Hasil penelitian ini

    senada dengan dua hasil penelitian

    sebelumnya yaitu hasil penelitian

    Amelia et al tahun 2013 bahwa tidak

    ada hubungan yang bermakna antara

    Tabel 2. Hubungan Kecukupan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Anak

    Autis di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin

    No

    Kecukupan

    Konsumsi

    Karbohidrat

    Status Gizi Total

    p value OR Tidak Baik Baik

    n % n % n %

    1 Tidak Baik 5 45,5 6 54,5 11 100

    0,680 1,667 2 Baik 4 33,3 8 66,7 12 100

    Total 9 39,1 14 60,9 23 100

  • asupan karbohidrat dengan status gizi

    pada anak balita di Kabupaten

    Gorontalo. Serta penelitian dari

    Mustapa et al tahun 2013 yang

    menyatakan tidak terdapat hubungan

    antara asupan karbohidrat dengan

    status gizi santri putri pondok

    pesantren (14,15).

    Hubungan yang tidak bermakna

    ini dapat disebabkan oleh penggunaan

    metode food recall. Metode ini

    mempunyai kelemahan karena

    pengisian kuesionernya membutuhkan

    ingatan yang baik dari responden atas

    asupan makan responden penelitian

    sejak seminggu sebelum wawancara.

    Dengan demikian potensi bias yang

    terjadi berupa bias informasi yang

    tidak dapat dihindari. Selain itu

    responden pada penelitian ini yaitu

    orang tua anak autis kurang

    memperhatikan makanan yang

    dikonsumsi oleh responden sehingga

    terdapat kemungkinan data konsumsi

    yang didapat berbeda dengan data

    yang dikonsumsi responden

    sebenarnya.

    Berdasarkan hasil analisis,

    diperoleh hasil bahwa kecukupan

    karbohidrat responden sebanyak

    52,1% mempunyai kecukupan

    karbohidrat baik sedangkan kecukupan

    karbohidrat responden yang tidak baik

    sebanyak 47,8%. Kecukupan

    konsumsi karbohidrat responden yang

    baik membuktikan bahwa konsumsi

    makanan pokok responden pada

    umumnya masih baik karena

    karbohidrat disuplai dari makanan

    pokok. Sedangkan untuk kecukupan

    karbohidrat responden yang tidak baik

    ini kemungkinan disebabkan oleh

    porsi sumber karbohidrat seperti nasi

    yang dikonsumsi oleh responden tidak

    sesuai dengan kebutuhan, selain itu

    sumber karbohidrat sering kali

    digantikan atau ditambah dengan

    mengonsumsi mie instant atau roti

    (16).

    Hasil analisis hubungan antara

    kecukupan konsumsi protein dengan

    status gizi anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin yang tersaji

    pada tabel tabel 3.

    Tabel 3. Hubungan Kecukupan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Anak Autis

    di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin

    No

    Kecukupan

    Konsumsi

    Protein

    Status Gizi Total

    p value OR Tidak Baik Baik

    n % n % n %

    1 Tidak Baik 4 66,7 2 33,3 6 100

    0,162 4,800 2 Baik 5 29,4 12 70,6 17 100

    Total 9 39,1 14 60,9 23 100

  • Berdasarkan hasil uji statistik

    dengan derajat kepercayaan 95%

    didapat p-value = 0,162 yang berarti

    tidak ada hubungan yang bermakna

    antara kecukupan konsumsi protein

    dengan status gizi anak autis di SLB

    Negeri Pelambuan Banjarmasin. Hasil

    penelitian ini senada dengan dua

    penelitian sebelumnya yaitu hasil

    penelitian dari Makalew et al tahun

    2013 bahwa tidak ada hubungan yang

    signifikan antara asupan protein

    dengan status gizi anak sekolah dasar

    di Kecamatan Langowan Barat. Serta

    penelitian Yulni et al tahun 2013 yang

    menyatakan tidak terdapat hubungan

    antara asupan protein dengan status

    gizi pada anak sekolah dasar di

    Makassar (16,17).

    Berdasarkan hasil analisis,

    diperoleh hasil bahwa kecukupan

    protein responden pada umumnya

    sudah baik yaitu sebanyak 74%

    mempunyai kecukupan protein baik

    sedangkan kecukupan protein

    responden yang tidak baik sebanyak

    26%. Responden dengan kecukupan

    protein yang kurang disebabkan oleh

    konsumsi sumber protein berupa ikan

    yang rendah berdasarkan dari hasil

    recall yang dilakukan. Kekurangan

    protein akan berdampak pada

    pertumbuhan yang kurang baik, daya

    tahan tubuh menurun, rentan terhadap

    penyakit dan penurunan daya

    kreativitas. Menurut Muchlisa tahun

    2013 menyatakan bahwa asupan

    protein yang kurang atau lebih tidak

    berpengaruh pada perubahan berat

    badan karena kelebihan asupan protein

    tidak disimpan oleh tubuh seperti yang

    terjadi pada kelebihan energi (11).

    Hasil wawancara melalui

    kuesioner diperoleh hasil bahwa

    responden yang status gizinya tidak

    baik memiliki konsumsi makanan yang

    buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Soekirman tahun 2000 bahwa status

    gizi tidak baik disebabkan asupan

    energi maupun protein tidak baik pula

    selain itu disebabkan karena faktor

    ekonomi keluarga yang kurang

    sehingga menyebabkan terbatasnya

    daya beli terhadap bahan makanan

    yang pada akhirnya mempengaruhi

    variasi menu yang disajikan. Ada

    faktor lain yang dapat mempengaruhi

    status gizi seperti aktivitas fisik,

    kebudayaan, sosial ekonomi dan

    tingkat pengetahuan ibu (9,16,17).

    Hasil analisis hubungan antara

    kecukupan konsumsi lemak dengan

    status gizi anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin yang tersaji

    pada tabel tabel 4.

    Tabel 4. Hubungan Kecukupan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Anak Autis di

    SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin

    No

    Kecukupan

    Konsumsi

    Lemak

    Status Gizi Total

    p value OR Tidak Baik Baik

    n % n % N %

    1 Tidak Baik 9 64,3 5 35,7 14 100

    0,003 - 2 Baik 0 0 9 100 9 100

    Total 9 39,1 14 60,9 23 100

  • Berdasarkan hasil uji statistik

    dengan derajat kepercayaan 95%

    didapat p-value = 0,003 yang berarti

    ada hubungan yang bermakna antara

    kecukupan konsumsi lemak dengan

    status gizi anak autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin. Hasil

    penelitian ini senada dengan penelitian

    Rahayuningtyas tahun 2012 yang

    menyatakan adanya hubungan yang

    bermakna antara asupan lemak dengan

    status gizi lebih pada siswa SMP. Serta

    penelitian dari Muchlisa et al tahun

    2013 yang menyatakan terdapat

    hubungan yang signifikan antara

    asupan lemak dengan status gizi

    berdasarkan IMT pada remaja putri

    (11,18).

    Berdasarkan hasil analisis,

    diperoleh hasil bahwa kecukupan

    lemak responden pada umumnya tidak

    termasuk dalam kategori baik yaitu

    sebanyak 39,2% mempunyai

    kecukupan lemak baik sedangkan

    kecukupan lemak responden yang

    tidak baik sebanyak 60,8%.

    Berdasarkan hasil food recall yang

    dilakukan didapatkan gambaran bahwa

    konsumsi sumber lemak pada anak

    autis yang kecukupan lemaknya tidak

    baik disebabkan karena jumlah porsi

    dan frekuensi makan responden yang

    kurang sehingga belum mampu

    mencukupi kebutuhan lemak

    responden yang sebagian besar hanya

    berasal dari minyak (bahan makan

    yang di goreng dan di tumis),

    sedangkan anak autis yang asupan

    lemaknya baik dan cenderung lebih,

    sumber lemaknya selain dari minyak

    juga berasal dari kacang-kacangan.

    (11).

    Menurut penelitian Pittsburgh

    dalam Martiani tahun 2012 anak autis

    memiliki pola makan yang berbeda

    dengan anak baik. Anak autis sering

    membuang makanan dan menolak

    makanan berdasarkan tekstur, warna

    dan jenis makanan, sehingga

    mempunyai variasi makanan yang

    lebih sedikit (13).

    Lemak merupakan penyumbang

    energi terbanyak. Lemak

    menghasilkan lebih dari dua kali

    energi yang dihasilkan karbohidrat.

    Kelebihan karbohidrat pada tubuh

    diubah menjadi lemak dan disimpan

    dalam jaringan lemak, dengan

    demikian lemak merupakan simpanan

    energi yang penting dalam tubuh (15).

    Hasil analisis hubungan antara

    aktivitas fisik dengan status gizi anak

    autis di SLB Negeri Pelambuan

    Banjarmasin yang tersaji pada tabel

    tabel 5.

    Tabel 5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Anak Autis di SLB Negeri

    Pelambuan Banjarmasin

    No Aktivitas

    Fisik

    Status Gizi Total

    p value OR Tidak Baik Baik

    n % n % n %

    1 Ringan 7 63,6 4 36,4 11 100

    0,036 8,750 2 Tinggi 2 16,7 10 83,3 12 100

    Total 9 39,1 14 60,9 23 100

  • Berdasarkan hasil uji statistik

    dengan derajat kepercayaan 95%

    didapat p-value = 0,036 yang berarti

    ada hubungan yang bermakna antara

    aktivitas fisik dengan status gizi anak

    autis di SLB Negeri Pelambuan

    Banjarmasin. Dari hasil analisis

    diperoleh nilai OR 8,75 yang berarti

    bahwa anak yang mempunyai aktivitas

    fisik ringan berpeluang 8,75 kali lebih

    besar untuk mengalami status gizi

    tidak baik dibandingkan dengan anak

    yang mempunyai aktivitas tinggi.

    Hasil penelitian ini senada

    dengan penelitian dari Kairupan tahun

    2012 yang menyatakan bahwa terdapat

    hubungan yang bermakna antara

    aktivitas fisik dengan status gizi siswa

    SMP kristen di Manado. Serta

    penelitian Yolahumaroh 2013 bahwa

    terdapat hubungan yang signifikan

    antara akifitas fisik dengan kejadian

    obesitas pada anak sekolah dasar di

    Pekanbaru (20,21).

    Menurut Katahn dalam Aziza

    tahun 2008, kegiatan fisik cukup besar

    pengaruhnya terhadap kestabilan berat

    badan. Semakin aktif seseorang

    melakukan aktivitas fisik, maka energi

    yang diperlukan semakin banyak.

    Semakin aktif secara fisik maka

    kemungkinan semakin baik status gizi.

    Selain asupan energi, faktor aktivitas

    fisik anak juga berpengaruh terhadap

    status gizi anak tersebut. Ada anak

    yang melakukan aktivitas ringan

    seperti melihat-lihat buku, menonton

    TV, dan ada juga yang melakukan

    aktivitas berat seperti berlari,

    melompat dan melakukan gerakan-

    gerakan tubuh lain (21,22,23).

    Aktivitas fisik yang kurang akan

    menyebabkan pengeluaran energi yang

    sedikit. Ketidakseimbangan antara

    aktivitas fisik, pengeluaran energi dan

    konsumsi pangan akan berdampak

    pada status gizi dan status kesehatan.

    Perkembangan fasilitas-fasilitas

    berbasis teknologi menyebabkan

    terbatasnya gerak dan aktivitas. Hal ini

    menyebabkan meningkatnya waktu

    menonton televisi (4).

    Berdasarkan hasil wawancara

    melalui kuesioner, responden yang

    melakukan aktivitas fisik ringan

    sebanyak 47,8%, sedangkan responden

    yang melakukan aktivitas tinggi

    sebanyak 52,2%. Waktu keseharian

    responden lebih banyak dihabiskan

    untuk bermain sendiri atau asik sendiri

    tanpa pengeluaran energi yang berarti

    seperti menonton, bermain menyusun

    benda dengan posisi duduk. Waktu

    yang dihabiskan dalam melakukan

    aktivitas berat pada anak autis lebih

    rendah dibandingkan dengan anak

    tanpa autis, oleh karena itu perlu

    adanya peningkatan aktivitas dengan

    intensitas sedang dan tinggi untuk

    anak autis (6).

    PENUTUP

    Kesimpulan penelitian ini adalah

    terdapat hubungan yang bermakna

    antara kecukupan konsumsi energi (p-

    value = 0,023) dengan nilai odds ratio

    sebesar 12,00, lemak (p-value = 0,003)

    dan aktivitas fisik (p-value = 0,036)

    dengan nilai odds ratio sebesar 8,75

    dengan status gizi, tetapi tidak terdapat

    hubungan yang bermakna antara

    kecukupan konsumsi karbohidrat (p-

    value = 0,068) dan protein (p-value =

    0,162) dengan status gizi.

    Saran yang dapat diberikan dari

    hasil penelitian ini yaitu Perlunya

    partisipasi pihak sekolah untuk dapat

    mengawasi anak autis agar tidak

  • makan dan jajan sembarangan di luar

    sekolah, peningkatan kegiatan

    olahraga, penyuluhan kepada orang

    tua anak autis untuk meningkatkan

    kesadaran dan kemauan dalam

    memperhatikan pola makan yang baik

    serta kerjasama dinas terkait dan

    sekolah untuk mengadakan

    pemeriksaan status gizi secara berkala,

    memberikan penyuluhan dan

    pendidikan kesehatan, serta

    mengembangkan program-program

    kesehatan yang menunjang untuk

    meningkatkan kualitas hidup anak

    autis.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mujiyanti DM. Tingkat pengetahuan ibu dan pola

    konsumsi pada anak autis di Kota

    Bogor. Skripsi. Bogor: Institut

    Petanian Bogor, 2011.

    2. Hady NA, Wahyuni, Wahyu P. Perbedaan efektivitas terapi musik

    klasik dan terapi musik murrotal

    terhadap perkembangan kognitif

    anak autis di SLB Autis Kota

    Surakarta. GASTER 2012; 9(2);

    72-81.

    3. Harnowo PA. 8 dari 1000 orang di Indonesia adalah penyandang

    autis. (online), (http//autis.info

    situs informasi seputar autisme,

    diakses tanggal 30 Maret 2013).

    4. Kusramadhanty M. Hubungan aktivitas fisik, waktu menonton

    televisi, dan konsumsi pangan

    dengan status gizi dan status

    kesehatan anak usia prasekolah.

    Skripsi. Bogor: Institut Petanian

    Bogor, 2012.

    5. Dewi LM, Lilik H. Kontribusi kondisi ekonomi keluarga

    terhadap status gizi (BB/TB Skor

    Z) pada anak usia 3-5 tahun.

    Bandung: Fakultas Ilmu

    Kesehatan Universitas Siliwangi,

    2012.

    6. Andyca F. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi

    pada anak autis di Tiga Rumah

    Autis (Bekasi, Tanjung Priuk,

    Depok) dan Klinik Tumbuh

    Kembang Kreibel Depok. Skripsi.

    Depok: Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas Indonesia,

    2012.

    7. Sugiyono. Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d.

    Bandung: CV Alfabeta, 2011.

    8. Ramadayanti S, Ani M. Perilaku pemilihan makanan dan diet bebas

    gluten bebas kasein pada anak

    autis. Journal of Nutrition College

    2013; 2(1); 82-98.

    9. Isdaryanti C. Asupan energi protein, status gizi, dan prestasi

    belajar anak Sekolah Dasar

    Aryowinangun 1 Pacitan. Skripsi.

    Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

    Universitas Gajah Mada, 2007.

    10. Paratmanitya Y, Hamam H, Susetyowati. Citra tubuh, asupan

    makan dan status gizi wanita usia

    subur pranikah. Jurnal Gizi Klinik

    Indonesia 2012; 8(3); 126-134.

    11. Muchlisa, Cittrakesumasari, Rahayu I. Hubungan asupan zat

    gizi pada remaja putri di Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas

    Hasanuddin Makassar tahun 2013.

    Makassar: Program Studi Ilmu

    Gizi Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas

    Hasanuddin, 2013.

    12. Kusuma FD, Yanti E, Ariyan W. Gambaran asupan zat gizi dan

    status gizi anak usia pra sekolah di

    TK Raudhaturrahmah tahun 2013.

  • Riau: Fakultas Kedokteran

    Universitas Riau, 2013.

    13. Martiani M, Elisabeth SH, Martalena BP. Pengetahuan dan

    sikap orang tua hubungannya

    dengan pola konsumsi dan status

    gizi anak autis. Jurnal Gizi Klinik

    Indonesia 2012; 8(3); 135-143.

    14. Amelia AR, Aminuddin S, Siti F. Hubungan asupan energi dan zat

    gizi dengan status gizi santri putri

    Yayasan Pondok Pesantren

    Hidayatullah Makasar Sulawesi

    Selatan tahun 2013. Makassar:

    Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas

    Hasanuddin, 2013.

    15. Mustapa Y, Saifuddin S, Abdul S. Analisis faktor determinan

    kejadian masalah gizi pada anak

    balita di wilayah kerja Puskesmas

    Tilote Kecamatan Tilango

    Kabupaten Gorontalo tahun 2013.

    Makassar: Program Studi Ilmu

    Gizi Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas

    Hasanuddin, 2013.

    16. Yulni, Veni H, Devintha V. Hubungan asupan zat gizi makro

    dengan status gizi pada anak

    Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir

    Kota Makassar tahun 2013.

    Makassar: Program Studi Ilmu

    Gizi Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas

    Hasanuddin, 2013.

    17. Makalew YM, Sherly ESK, Nancy SHM. Hubungan antara asupan

    energi dan zat gizi dengan status

    gizi anak sekolah dasar kelas 4

    dan kelas 5 SDN 1 Tounelet dan

    Sd Katolik St. Monica Kecamatan

    Langowan Barat. Manado:

    Program Studi Gizi Masyarakat.

    Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Sam Ratulangi, 2013.

    18. Ratnasari R. Hubungan antara asupan energi, asupan protein dan

    status gizi siswa di SMA Sekar

    Kemuning Kota Cirebon. 2011.

    19. Rahayuningtiyas F. Hubungan antara asupan serat dan faktor

    lainnya dengan status gizi lebih

    pada siswa SMPN 115 Jakarta

    Selatan tahun 2012. Depok:

    Program Studi Gizi Fakultas

    Kesehatan Masyarakat, 2012.

    20. Yolahumaroh. Faktor sosial determinan, pola makan dan

    aktifitas fisik terhadap kejadian

    obesitas pada anak sekolah dasar

    kelas IV dan V di Kecamatan

    Tampan Kota Pekanbaru. Tesis.

    Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

    Universitas Gadjah Mada, 2013.

    21. Kairupan TS. Hubungan antara aktivitas fisik dan screen time

    dengan status gizi pada siswa-

    siswi SMP Kristen Eben Haezar 2

    Manado. Manado: Program Pasca

    Sarjana Program Studi Ilmu

    Kesehatan Masyarakat, 2012.

    22. Aziza F. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi

    dengan produktivitas kerja pekerja

    wanita di industry konveksi.

    Skripsi. Bogor: Program Studi

    Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

    Keluarga Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor, 2008.

    23. Bawuoh ML, Nancy SHM, Nita M. Hubungan antara asupan

    energi dengan status gizi anak

    kelas IV dan V sekolah dasar di

    Kelurahan Maasing Kecamatan

    Tuminting. Manado: Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas

    Sam Ratulangi, 2013.