Jurnal Kopertis

42
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keamanan dan ketertiban masyarakat dan Linmas merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang perlu dipenuhi. Keamanan dan ketertiban adalah satu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Apabila ketertiban dan keamanan dapat terwujud dengan baik sesuai harapan, masyarakat dapat beraktifitas dengan baik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari demi meningkatkan kesejahteraannya. Kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang menjadi rambu-rambu dalam kehidupan bermasyarakat perlu di kawali oleh alat negara atau aparat Negara yang ditugaskan menurut undang-undang dan atau peraturan dibawahnya seperti Peraturan Daerah. Aparat berfungsi mengawal aturan-aturan pada umumnya dan pada khususnya dalam menjaga ketentraman dan ketertiban serta memberikan perlindungan dalam kehidupan masyarakat. Pada era modernisasi dan globalisasi yang sangat mewarnai kehidupan sosial masyarakat, baik di negara maju maupun di negara berkembang, di daerah metropolitan dan di daerah pedesaan, melahirkan berbagai dampak, baik positif maupun negative. Salah satu dampak negative adalah dengan perkembangan

description

Jurnal Kopertis

Transcript of Jurnal Kopertis

1

27BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahKeamanan dan ketertiban masyarakat dan Linmas merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang perlu dipenuhi. Keamanan dan ketertiban adalah satu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Apabila ketertiban dan keamanan dapat terwujud dengan baik sesuai harapan, masyarakat dapat beraktifitas dengan baik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari demi meningkatkan kesejahteraannya. Kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang menjadi rambu-rambu dalam kehidupan bermasyarakat perlu di kawali oleh alat negara atau aparat Negara yang ditugaskan menurut undang-undang dan atau peraturan dibawahnya seperti Peraturan Daerah. Aparat berfungsi mengawal aturan-aturan pada umumnya dan pada khususnya dalam menjaga ketentraman dan ketertiban serta memberikan perlindungan dalam kehidupan masyarakat.Pada era modernisasi dan globalisasi yang sangat mewarnai kehidupan sosial masyarakat, baik di negara maju maupun di negara berkembang, di daerah metropolitan dan di daerah pedesaan, melahirkan berbagai dampak, baik positif maupun negative. Salah satu dampak negative adalah dengan perkembangan penyakit masyarakat (pekat) dimana semakin memacu tingkat perkembangan ditengah masyarakat, tidak hanya orang dewasa saja tetapi juga sudah merambat kepada anak-anak dan remaja.Untuk mengurangi dampak penyakit masyarakat diatas, maka bertitik tolak pada Peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Disamping itu, Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai peran sebagai salah satu pelaksana Peraturan Daerah yang mempunyai tugas untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di daerah. Pelaksanaan dari penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja adalah penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL), penertiban Pekerja Seks Komersial (PSK), penertiban demo, penertiban gelandangan dan pengemis, pengawalah pejabat wilayah, penertiban Pegawai Negri Sipil (PNS) yang membolos pada saat jam kerja, penertiban izin kegiatan dan penertiban izin mendirikan bangunan. Peran Satuan Polisi Pamong Praja selain menertibkan para pelanggar Peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja juga berperan dalam penegakan Perturan Daerah, dengan aktif mengadakan kegiatan operasi ketentraman, ketertiban dan Peraturan Daerah. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 148 ayat (2), maka keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sangatlah penting dan strategis karena merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah di bidang ketentraman dan ketertiban serta Penegakkan Peraturan Daerah. Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja hanya bersifat melakukan koordinasi dengan instansi terkait guna penanganan lebih lanjut. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja pasal 5 dapat disimpulkan tugas Satuan Polisi Pamong Praja adalah :1. Memelihara ketentraman dan ketertiban umum, menegakan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah serta memberikan perlindungaan kepada masyarakat.2. Mewujudkan sikap kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah lainnya dalam menunjang keberhasilan penyelenggaraan Otonomi Daerah.3. Melakukan pengawasan dan pengamanan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah serta melakukan penindakan kepada masyarakat dan badan hukum lainnya yang melanggar Peraturan Daerah.4. Membantu Kepala Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban dan berupaya sebagai mediator dalam penanganan berbagai masalah baik perorangan, kelompok agar masyarakat dapat hidup tentram dan sejahtera.Pada saat ini, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktifitasnya dengan mudah diketahui melalui pemberitaan di media masa, baik cetak maupun elektronik. Sayangnya, image yang terbentuk di pikiran masyarakat atas prilaku aparat Sat Pol PP sangat jauh dari sosok ideal, yang sejatinya menggambarkan aparatur pemerintah daerah yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, Hak Asasi Manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.Permasalahan tentang kinerja Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Merangin, tidak jauh berbeda dengan seputar kinerja Satpol PP, baik dalam penegakkan Perda maupun dalam mengatasi penyakit masyarakat (Pekat). Gejala Pekat sudah relatif mengalami kecendrungan peningkatan di Kabupaten Merangin, baik di dalam kota Bangko maupun sampai ke daerah-daerah luar kota. Adapun bentuk Pekat tersebut, diantaranya adalah semakin maraknya praktek asusila dalam bentuk warung remang-remang, panti pijat dan praktek Miras serta perjudian.Sebagai salah satu instansi yang berwenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dari penyakit masyarakat di atas, maka Satpol PP Kabupaten Merangin juga diharapkan untuk lebih intensif dan peduli dalam mengatasinya. Namun dalam pelaksanaan penertiban Pekat tersebut, Satpol PP Kabupaten Merangin harus melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait, seperti Kepolisian, Kecamatan sampai kepada aparat pemerintahan desa dan tokoh-tokoh masyarakat.Berdasarkan pengamatan pendahuluan penulis, bahwa secara umum Satpol PP sudah menjalankan tugas dan fungsinya dalam melakukan penertiban terhadap penyakit masyarakat. Namun secara internal tentunya upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan, ditandai dengan semakin meningkatnya penyakit masyarakat tersebut di Kabupaten Merangin. Hal ini terjadi akibat dalam operasi yang dilakukan oleh pihak Satpol PP, maka target operasi tersebut sudah tidak ditemukan, sehingga terkesan bahwa ada indikasi kebocoran informasi dari kegiatan operasi tersebut. Sedangkan secara ekternal yang penulis dapatkan dari masyarakat, bahwa dalam pelaksanaan penertiban atau pencegahan Pekat, Satpol PP dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait masih belum optimal, sehingga upaya yang telah dilakukan belum memberikan hasil maksimal. Disisi lain adanya dijumpai organisasi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sama, atau terkadang kita menemukan program atau kebijakan yang seharusnya saling terkait menjadi tidak optimal karena setiap proses di dalamnya terbagi menjadi tanggungjawab beberapa instansi.Berdasarkan fenomena dan indikasi permasalahan yang diuraikan di atas, maka Penulis ingin mengkaji secara mendalam tentang permasalahan yang sesungguhnya terjadi, ke dalam proposal dengan judul Optimalisasi Fungsi Koordinasi Dalam Pemberantasan Penyakit Masyarakat (Pekat) di Kabupaten Merangin. (Studi pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin).

1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:1. Bagaimana fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin?2. Apa hambatan pelaksanaan fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin?3. Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin?

1.3. Tujuan PenelitianDari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin.2. Untuk mengetahui hambatan pelaksanaan fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan fungsi koordinasi dalam pemberantasan penyakit masyarakat (PEKAT) di Kabupaten Merangin pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin.

1.4. Kegunaan PenelitianDari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, yang dipandang dari sudut sebagai berikut: a. Kegunaan TeoritisBagi penulis, sebagai penerapan ilmu dan pendalaman teoritis. Disamping itu diharapkan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Administrasi Negara dan ilmu sosial umumnya. b. Kegunaan Praktis.Kegunaan penelitian ini diharapkan sebagai salah satu masukan kepada Satpol PP Kabupaten Merangin dalam upaya meningkatkan fungis koordinasi dalam pemberantasan Penyakit Masyarakat di Kabupaten Merangin pada masa yang akan datang.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian OptimalisasiPengertian optimalisasi menurut bahasa Indonesia adalah terbaik, tertinggi atau paling menguntungkan.[footnoteRef:2] Dengan merujuk pada pengertian tersebut, maka yang dimaksud pengertian optimalisasi dalam tulisan ini adalah memberikan pelayanan yang terbaik dengan mengerakkan segala fasilitas dan kemampuan yang ada guna mendapatkan hasil yang baik dan menguntungkan. [2: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, Balai Pustaka, Jakarta ; 1998, hal. 800]

2.2. Koordinasi2.2.1. Pengertian KoordinasiPelaksanan koordinasi sangat penting dalam rangka menyatu padukan gerak dan langkah dari berbagai keinginan dan kepentingan sehingga menghasilkan keselarasan dan kesamaan dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan bahwa koordinasi adalah Kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.[footnoteRef:3] [3: Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta, 1996, hal. 2]

Kemudian Stoner menyatakan koordinasi adalah proses penyatu paduan sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) dari suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasitersebut secara efisien.[footnoteRef:4] Sedangkan Kartasasmita menyatakan bahwa Koordinasi merupakan usaha untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal.[footnoteRef:5] [4: Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1991, hal 12] [5: Kartasasmita, Administrasi Pembangunan, Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya, Jakarta; 1997, hal. 62]

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa koordinasi merupakan usaha perpaduan atau penyatuan gerak dan langkah antara pejabat, unit-unit dalam organisasi maupun antar organisasi dalam rangka menuju kearah yang telah ditetapkan agar terciptanya efektifitas pencapaian tujuan.Disamping itu didalam pengertian koordinasi terdapat beberapa unsur, sebagaimana diungkapkan oleh Sugandha sebagai berikut:[footnoteRef:6] [6: Sugandha, Op.Cit, hal. 13]

1. Unit-unit adalah kelompok kerja di dalam suatu organisasi yang tentunya mempunyai fungsi yang berbeda.2. Sumber-sumber atau potensi yang ada pada unit-unit suatu organisasi atau pada organisasi-organisasi adalah tenaga kerja, keterampilan dan pengetahuan personilnya, teknologi, anggaran serta fasilitas kerja lainnya.3. Gerak kegiatan, adalah segala daya upaya, segala sesuatu tindakan yang dikerjakan oleh pejabat-pejabat maupun kelompok-kelompok kerja dalam melakukan tujuan.4. Kesatupaduan artinya terdapat pertautan atau hubungan diantara sesamanya sehingga terwujudkan suatu integritas atau kesatuan yang kompak.5. Keserasian, berarti adanya urutan-urutan pengerjaan sesuatu yang tersusun secara logis, sistematis atau dilakukan dalam waktu yang bersamaan akan tetapi tidak menimbulkan duplikasi (pengulangan maupun pertentangan).6. Arah yang sama, dalam hal ini sebagai pedoman ialah sasaran yang sudah ditetapkan. Segala potensi itu diarahkan kesadaran yang satu itu juga, sehingga tidak terjadi penyimpangan.

Agar koordinasi dapat dilaksanakan secara efektif, maka dalam pelaksanaannya dituntut adanya kesadaran dari seluruh pihak tentang pentingnya koordinasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugandha yang menyatakan bahwa:[footnoteRef:7] [7: Sugandha, Op.Cit, hal. 27]

Koordinasi hanya mungkin terjadi apabila ada kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pimpinan-pimpinan organisasi (untuk kerja sama antara unit kerja) ke dalam proses pelaksanaan kerja di bawah pengarahan seseorang yang mempunyai kewenangan fungsional tertentu.Dengan demikian sangat jelas bahwa, bila ada kesadaran dan kesediaan dari setiap instansi yang terkait akan memudahkan untuk membentuk kerjasama ke arah pencapaian tujuan yang lebih baik (efektifitas pencapaian tujuan yang telah ditentukan).

2.2.2. Unsur, Jenis dan Syarat Koordinasi1. Unsur-Unsur KoordinasiMenurut Sugandha unsur-unsur koordinasi terdiri dari:[footnoteRef:8] [8: Sugandha, Op.Cit, hal. 13]

a. Unit-unit adalah kelompok kerja di dalam suatu organisasi yang tentunya mempunyai fungsi yang berbeda;b. .Sumber-sumber atau potensi yang ada pada unit-unit suatu organisasi atau pada organisasi-organisasi adalah tenaga kerja, keterampilan dan pengetahuan personilnya, teknologi, anggaran serta fasilitas kerja lainnya;c. Gerak kegiatan, adalah segala daya upaya, segala sesuatu tindakan yang dikerjakan oleh pejabat-pejabat maupun kelompok-kelompok kerja dalam melakukan tujuan;d. Kesatupaduan artinya terdapat pertautan atau hubungan diantara sesamanya sehingga terwujudkan suatu integritas atau kesatuan yang kompak;e. Keserasian, berarti adanya urutan-urutan pengerjaan sesuatu yang tersusun secara logis, sistematis atau dilakukan dalam waktu yang bersamaan akan tetapi tidak menimbulkan duplikasi (pengulangan maupun pertentangan); danf. Arah yang sama, dalam hal ini sebagai pedoman ialah sasaran yang sudah ditetapkan. Segala potensi itu diarahkan kesadaran yang satu itu juga, sehingga tidak terjadi penyimpangan.

Agar koordinasi dapat dilaksanakan secara efektif, maka dalam pelaksanaannya dituntut adanya kesadaran dari seluruh pihak tentang pentingnya koordinasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugandha yang menyatakan bahwa:[footnoteRef:9] [9: Sugandha, Op.Cit, hal. 27]

Koordinasi hanya mungkin terjadi apabila ada kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pimpinan-pimpinan organisasi (untuk kerja sama antara unit kerja) ke dalam proses pelaksanaan kerja di bawah pengarahan seseorang yang mempunyai kewenangan fungsional tertentu.Dengan demikian sangat jelas bahwa, bila ada kesadaran dan kesediaan dari setiap instansi yang terkait akan memudahkan untuk membentuk kerjasama ke arah pencapaian tujuan yang lebih baik (efektifitas pencapaian tujuan yang telah ditentukan).2. Jenis-Jenis KoordinasiJenis-jenis koordinasi adalah sebagai berikut:[footnoteRef:10] [10: Sugandha, Op.Cit, hal. 25]

a. Menurut lingkupnya terdiri dari:i. Koordinasi intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu organisasi.ii. Koordinasi ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi.b. Menurut arahnya terdiri dari:i. Koordinasi horizontal yaitu koordinasi antar pejabat, atau antar unit yang mempunyai tingkat hirarki yang sama dalam suatu organisai dan antar pejabat dari organisasi-organisasi yang sederajat.ii. Koordinasi vertikal yaitu koordinasi antara pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat atasannya atau unit tingkat atasan langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi induknya.iii. Koordinasi diagonal yaitu koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hirarkinya.iv. Koordinasi fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu. Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organiasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi koordinasi intern dan ekstern. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi horizontal, koordinasi vertikal, koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional.3. Syarat-Syarat KoordinasiUntuk dapat menghasilkan suatu organisasi yang baik, maka diperlukan syarat-syarat koordinasi. Adapaun syarat-syarat koordinasi yang baik menurut The Liang Gie adalah sebagai berikut:[footnoteRef:11] [11: The Liang Gie, Unsur-unsur Administrasi, Supersukses, Yogyakarta; 1981, hal. 174]

a. Adanya pembagian kerja yang jelasb. Sarana persaudaraan dan semangat kerjasama yang sangat besar dalam organisasic. Kontak dan komunikasi yang cukup di antara unit-unit atau orang-orang dalam organisasi d. Koordinasi di tetapkan dan di laksanakan sebagai kesatuan dengan perencanaan, pembimbingan dan pengadilane. Pemakaian cara-cara pengkoordinasian yang tepat.

Menurut Mooney, bahwa koordinasi dapat terwujud apaabila memiliki syarat-syarat sebagai berikut:[footnoteRef:12] [12: Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Bina Aksara, Jakarta;1985, hal. 78]

a. Autority (wewenang/kekuasaan/kewibawaan)b. Mutual Service (saling membantu)c. Doctrine (ajaran/aturan)Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan koordinasi itu haruslah terdapat pembagian pekerjaan yang jelas, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pekerjaan yang tumpang tindih akibat kaburnya batas-batas hak dan kewajiban dari masing-masing unit/bagian dan pegawai yang ada dalam organisasi.Semangat kerjasama saling membantu dalam suatu orgnisasi akan dapat dilaksanakan apabila terdapat arus informasi dan komunikasi yang baik sehingga diperoleh suatu tindakkan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.2.3. Pengertian Penyakit Masyarakat (Pekat) Definisi Penyakit masyarakat di sisi yuridis kalau kita lihat di dalam ketentuan aturan sedikit banyak yang bisa disampaikan kaitannya dengan penyakit masyarakat ini ada dalam ketetapan MPRS Tahun 1960, disitu disebutkan ada beberapa gejala sosial dimana terjadi sebuah gejala yang mempengaruhi keadaan sosial masyarakat dimana kemudian masyarakat tidak bisa menjalankan seluruh fungsi sosialnya. Di dalam Ketetapan MPR Tahaun 60 disebutkan bahwa penyakit masyarakat ini yang pertama adalah berkaitan dengan pengemisan, yang kedua berkaitan dengan perjudian, ketiga berkaitan dengan pelacuran, dan yang keempat adalah pemabukan atau bermabuk-mabukan dimuka umumJadi penyakit masyarakat adalah hal-hal atau perbuatan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkari masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tatakrama kesopanan sedangkan akibat hukumnya bagi sipelaku ada yang belum terjangkau oleh ketentuan perundang-undangan yang ada Dari pengertian penyakit dan masyarakat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyakit masyarakat adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan buruk anggota masyarakat yang telah membudaya, dimana kebiasaan tersebut melanggar norma, adat dan hukum yang berlaku

2.5. Organisasi2.6.1 Pengertian OrganisasiOrganisasi dalam Bahasa Inggris, yaitu Organizing berasal dari kata Organize yang berarti menciptakan struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya. Organisasi diartikan menggambarkan pola-pola, skema, bagan yang menunjukan garis-garis perintah, kedudukan karyawan, hubungan-hubungan yang ada, dan lain sebagainya. Jadi, organisasi hanya merupakan alat dan wadah tempat manajer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pengertian organisasi menurut M. Manullang adalah: Organisasi dalam arti dinamis (pengorganisasian) adalah suatu proses penetapan dan pembagian pekerjaan yang akan dilakukan, pembatasan tugas-tugas atau tanggung jawab serta wewenang dan penetapan hubungan-hubungan antara unsur-unsur organisasi, sehingga memungkinkan orang-orang dapat bekerja bersama-sama seefektif mungkin untuk pencapaian tujuan. Secara singkat organisasi adalah suatu perbuatan diferensiasi tugas-tugas.[footnoteRef:13] [13: Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah, Pustaka Karya, 2003, hal119 ]

Pengertian Organisasi menurut Soekarno. K:Organisasi sebagai fungsi manajemen (organisasi dalam pengertian dinamis) adalah organisasi yang memberikan kemungkinan bagi manajemen dapat bergerak dalam batas-batas tertentu. Organisasi dalam arti dinamis berarti organisasi itu mengadakan pembagian kerja.[footnoteRef:14] [14: Ibid; hal 120. ]

Kesimpulan definisi di atas adalah bahwa pengorganisasian (organizing) adalah fungsi manajemen, sifatnya dinamis dan merupakan proses untuk memperoleh organisasi (organization) yang menjadi alat dan wadah manajer melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam mencapai tujuan.Dari pengertian organisasi disebutkan di atas, tampak bahwa organisasi memainkan peran sangat penting dalam manajemen. Hal tersebut dikarenakan:1. Organisasi adalah syarat utama adanya manajemen. Tanpa organisasi manajemen itu tidak ada.2. Organisasi merupakan wadah dan alat pelaksanaan proses manajemen dalam mencapai tujuan.3. Organisasi adalah tempat kerja sama formal dari sekelompok orang dalam melakukan tugas-tugasnya.4. Organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

2.6.2 Asas-asas OrganisasiUntuk terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan kebutuhan, secara selektif harus didasarkan pada asas-asas (prinsip-prinsip) organisasi sebagai berikut.[footnoteRef:15] [15: Ibid; hal 5]

1. Principle of organization objectives2. Principle of unity of objective3. Principle of unity of command4. Principle of the span of management5. Principle of delegation of authority6. Principle of parity of authority and responsibility7. Principle of responsibility8. Principle of departmentation (prisiple of devision of work)9. Principle of personnel placementPenjelasan singkat dari asas-asas di atas sebagai berikut:1. Prinsiple of organizational (asas tujuan organisasi)Menurut asas ini tujuan organisasi harus jelas dan rasional, apa bertujuan untuk mendapatkan laba (business organization) ataukah untuk memberikan pelayanan (public organization). Hal ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur organisasi.2. Principle of unity of objective (asas kesatuan tujuan)Menurut asas ini, didalam suatu organisasi (perusahaan) harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi secara keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi akan kacau, jika tidak ada kesatuan tujuan. 3. Principle of unity of command (asas kesatuan perintah)Menurut asas ini, hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban hanya kepada satu orang atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan. 4. Principle of the span of management (asas rentang keadilan)Menurut asas ini, seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu, misalnya 3 sampai dengan 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan manajer bersangkutan.5. Principle of deligation of authority (asas pendelegasian wewenang)Menurut asas ini, hendaknya pendelegasian wewenang dari seorang atau sekelompok orang kepada orang lain jelas dan efektif, sehingga ia mengetahui wewenangnya.6. Principle of parity of authority and responsibility (asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab)Menurut asas ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Wewenang yang didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul karena harus sama besarnya, hendaknya wewenang yang didelegasikan tidak meminta pertanggungjawaban yang lebih besar dari wewenang itu sendiri atau sebaliknya. Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus besar X pula.7. Principle of responsibility ( asas tanggung jawab)Menurut asas ini, hendaknya pertanggung jawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang (line authority) dan pelimpahan wewenang. Seseorang hanya bertanggung jawab kepada orang yang melimpahkan wewenang tersebut.8. Principle of departementation principle of devision of work (asas pembagian kerja)Menurut asas ini, pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan, atau kegiatan-kegiatan yang sama kedalam satu unit kerja (departemen) hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan tersebut.9. Principle of personnel placement (asas penepatan personalia)Menurut asas ini, hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan, keahlian, dan keterampilannya (the right man, in the right job); mismanagement penempatan harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan yang tepat. Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job specification dari jabatan yang akan diisinya.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode PenelitianMetode merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu, cara pertama ini dipergunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan.[footnoteRef:16] [16: Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Terseto, Bandung; 1995. Hal. 3]

Menurut Husaini, Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempuyai langkah-langkah sistematis.[footnoteRef:17] Selanjut-nya menurut Surahmad, metode penelitian adalah suatu tehnik atau cara mencari, memperolah, menyimpulkan serta mencatat data yang dapat diper-gunakan untuk kepentingan penyusunan penelitian.[footnoteRef:18] [17: Husaini Usman dan Purnomo Setiadi A. Metodologi Penelitian Sosial,Bumi Aksara, Jakarta; 2003,. Hal. 22] [18: Ibid., Hal. 131 ]

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu bermaksud untuk mengetahui serta mendapatkan gambaran tentang permasalahan yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu, kemudian berusaha menganalisa dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi untuk pemecahan masalah mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari populasi.

3.2. Populasi dan Sampela.PopulasiPopulasi adalah wilayah generalisasi objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.[footnoteRef:19] Berdasarkan pengertian itu, populasi dalam penelitian ini adalah Kepala satpolpp, semua Pegawai Satpol PP, dan serta Anggota Polres merangin serta Masyarakat Kabupaten Merangin. [19: Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung; 2009, hal 90.]

b. SampelSampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.[footnoteRef:20] Dalam proposal penelitian penulis menentukan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. [footnoteRef:21] Teknik purposive sampling dilakukan untuk para pimpinan dan Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja beserta Anggota Polres Merangin, sedangkan untuk masyarakat digunakan teknik incidental sampling (sampel tidak terduga). Dalam penelitian ini, sampel yang diambil dan ditetapkan berjumlah yaitu 13 (tiga belas) orang, dengan rincian sebagai berikut: [20: Ibid., hal 91.] [21: Ibid, hal 96]

1. 1 (satu) orang Kepala Kantor2. 1 (satu) orang Kasubbag Tata Usaha3. 1 (satu) orang Kepala Seksi Bimbingan dan Pengembangan4. 1 (satu) orang Kepala Seksi ketertiban Umum5. 1 (satu) orang Kepala Seksi Pengawasan dan Penyidikan6. 3 (tiga) orang staf Satpol PP7. 1 (satu) orang anggota Polres Merangin8. 4 (empat) orang masyarakat 3.3. Teknik Pengumpulan DataDalam penelitian yang Akan dilakukan, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.a.Studi Pustaka (Library Research)Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan data teoritis dari berbagai pendapat para ahli dengan cara mempelajari dan menganalisa teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dan serta dokumen-dokumen lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti. b.Studi Lapangan (Field Research)Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer melalui observasi dan wawancara.a. Observasi adalah suatu proses pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dan berkembang dimasyarakat.b. Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara dengan responden dalam rangka pengumpulan data.

3.4. Sumber Dataa. Data PrimerData primer adalah data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang berupa wawancara dengan bagian terkait dengan pengumpulan data penelitian dan data ini masih murni dan belum diolah dalam suatu proses tertentu.b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sistematis, yang sudah diolah dan dipublikasikan bisa buku-buku laporan bulanan, semester maupun tahunan dan bahan dokumenter lainnya.

3.5. Analisis DataSetelah melakukan pengumpulan data secara lengkap, maka langkah selanjutnya yang sangat penting untuk dilakukan adalah menganalisis data. Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, maka proses analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Dengan demikian, maka langkah-langkah atau tahapan menganalisis data dalam penelitian adalah sebagai berikut:1. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian.2. Pemeriksaan data yang didapat apakah sesuai dengan yang diharapkan.3. Pengelompokan data-data guna untuk menjawab pertanyaan terhadap suatu penelitian.4. Melaksanakan pembahasan dan perumusan terhadap data yang didapat.5. Mengambil kesimpulan akhir terhadap data yang diteliti.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis dan Pembahasan4.1.1. Optimalisasi Fungsi Koordinasi Dalam Pemberantasan Penyakit Masyarakat (Pekat) di Kabupaten Merangin.

Sesuai dengan peran dan tugas Satpol PP yang bertujuan untuk pemberantasan Penyakit Masyarakat (PEKAT) yang meliputi pemberantasan Pekerja Seks Komersial, Razia Minuman Keras, Razia Warung Remang-Remang dan lain-lain. Kegiatan koordinasi pemberantasan PEKAT melibatkan Dinas/Instansi terkait, diantaranya Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Polres Merangin.Program peningkatan pemberantasan Penyakit Masyarakat merupakan program prioritas dalam menciptakan Kabupaten Merangin terbebas dari berbagai kegiatan Prostitusi, Minuman Keras, Perjudian dan Narkoba yang dapat menggeser nilai-nilai positif yang berkembang di masyarakat serta merusak generasi penerus.Untuk melihat fungsi koordinasi dalam pemberantasan berbagai penyakit masyarakat, dapat dianalisis berbagai permasalahan penyakit masyarakat di bawah ini.a. Fungsi Koordinasi Dalam Melakukan Razia Minuman Keras. Minuman keras merupakan salah satu penyakit masyarakat yang memberikan dampak terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat. Pelaksanaan fungsi koordinasi antara Satpol PP dengan aparat kepolisian dan masyarakat diharapkan dapat mengurangi dampak dari minuman keras di masyarakat Kabupaten Merangin.Fungsi koordinasi dengan berbagai elemen, khususnya pihak kepolisian dilakukan dalam upaya melakukan razia minuman keras, terutama kepada para penjualnya.Berdasarkan wawancara dengan Hardi, bahwa Satpol PP sudah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dalam pelaksanaan razia minuman keras di Kabupaten Merangin. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah dalam pelaksanaan koordinasi program antara kedua belah pihak dalam melakukan razia secara rutin dengan waktu yang disepakati bersama. [footnoteRef:22] [22: Wawancara dengan Hardi, Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

Namun dalam pelaksanaan masih ditemukan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan koordinasi program, salah satunya kesulitan dalam penyesuaian jadwal razia antara kepolian dengan Satpol PP. [footnoteRef:23] [23: Wawancara dengan Bakaruddin, Kepala Seksi Wasdik Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

b. Fungsi Koordinasi Dalam Melakukan Penertiban Pekerja Seks Komersial.Pelaksanaan koordinasi dalam melakukan penertiban Pekerja Seks Komersial di Kabupaten Merangin pada prinsipnya sudah dilaksanakan oleh Satpol PP Kabupaten Merangin. Penertiban PSK dilakukan melalui sosialisasi, penertiban dan pembinaan kepada para PSK yang terjaring dalam razia.Sejauh ini pelaksanaan fungsi koordinasi tidak mengalami hambatan yang berarti dalam melakukan razia secara rutin. Kondisi real yang ditemukan di lapangan adalah kesulitan dalam melakukan koordinasi dalam pembinaan secara terprogram dan terpadu oleh Satpol PP dengan pihak lain yang terkait. [footnoteRef:24] [24: Wawancara dengan Kapriadi, Kepala Seksi Ketertiban Umum dan Ops Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin, ]

Berdasarkan wawancara dengan Mustakim, bahwa Satpol PP sudah melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait, seperti Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan dan Pihak Kepolisian. [footnoteRef:25] [25: Wawancara dengan Mustakim, Staf Seksi Ketertiban Umum dan Ops Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

c. Fungsi Koordinasi Dalam Melakukan Razia Warung Remang-RemangWarung remang-remang juga menjadi salah satu Penyakit Masyarakat di Kabupaten Merangin. Sampai saat ini warung remang-remang belum dapat dikendalikan dengan berbagai macam dalih dan bersifat Hilang timbul. Setiap dilakukan razia, maka jumlah warung remang-remang berkurang, namun setelah itu muncul lagi.Dalam pelaksanaan fungsi koordinasi, Satpol PP Merangin bekerjasama dengan pihak kepolisian dan masyarakat setempat. Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa koordinasi dalam melakukan razia dengan pihak terkait sudah berjalan dalam rangka melakukan razia gabungan terhadap warung remang-remang.Hal ini juga didukung oleh Akri Sutrisno, bahwa dalam koordinasi, khususnya dengan aparat kepolian, Satpol PP Kabupaten Merangin berupaya meningkatkan intensitas dalam pelaksanaan razia kepada warung remang-remang tersebut. [footnoteRef:26] [26: Wawancara dengan Akri Sutrisni, Anggota Polres Kabupaten Merangin]

Dari kasus-kasus yang telah diuraikan di atas, tampak fungsi koordinasi Satpol PP Kabupaten Merangin telah dilaksanakan dengan pihak terkait. Walaupun dalam prakteknya masih terdapat identifikasi dan permasalahan yang belum tuntas dalam menekan atau mengurangi penyakit masyarakat. [footnoteRef:27] [27: Wawancara dengan Ahmadi, Staf Seksi Wasdik Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

Berdasarkan wawancara dengan salah seorang anggota Satpol PP, bahwa dalam mengatasi berbagai masalah penyakit masyarakat selalu berupaya untuk berkoordinasi dengan tokoh pemuda dan masyarakat. . [footnoteRef:28]Hal ini juga didukung oleh salah seorang Masyarakat, bahwa selama ini sudah berjalan koordinasi antara Satpol PP dengan Kepolisian maupun dengan tokoh masyarakat dalam upaya mengurangi penyakit masyarakat. [footnoteRef:29] [28: Wawancara dengan Al Muksin, Staf Seksi Wasdik Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin] [29: Wawancara dengan Sugito, Masyarakat Desa Mentawak Kecamatan Nalo Tantan Kabupaten Merangin]

Sedangkan menurut salah seorang masyarakat, bahwa kerjasama Satpol PP sering tidak efektif dalam pencegahan berbagai tindakan yang menjadi penyakit masyarakat, sehingga masyarakat enggan untuk melaporkan berbagai tindakan yang mengganggu ketertiban masyarakat..[footnoteRef:30] [30: Wawancara dengan Sahruddin, Masyarakat Desa Dusun Mudo Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin]

Berdasarkan wawancara dan pengamatan penulis menyimpulkan bahwa, fungsi koordinasi antara Satpol PP sudah berjalan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Walaupun masih ditemukan berbagai permasalahan dalam menangani berbagai tindakan penyakit masyarat yang mengganggu keamanan masyarakat, sehingga pelaksanaan fungsi koordinasi Satpol PP menjadi belum optimal.

4.2.2. Hambatan Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Dalam Pemberantasan Penyakit Masyarakat.

Fungsi koordinasi merupakan penentu keberhasilan setiap program kerja yang dilaksanakan. Dalam pemberantasan penyakit masyarakat, Satpol PP sebagai leading sector diharapkan untuk melaksanakan fungsi koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait sehingga pelaksanaan pemberantasan penyakit masyarakat dapat lebih ditekan. Untuk meningkatkan fungsi koordinasi, Satpol PP Kabupaten Merangin menemukan berbagai hambatan sebagai berikut:1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).Salah satu hambatan dalam pelaksanaan fungsi koordinasi oleh Satpol PP disebakan oleh faktor SDM, baik secara keterampilan komunikasi dan pendekatan, maupun jumlah anggota. Ditinjau dari latar belakang pendidikan bahwa anggota Satpol PP kebanyakan masih relatif muda. Apabila dihadapkan dengan beban tugas yang diemban dan tuntutan harus mampu melakukan koordinasi yang baik, maka kemampuan SDM anggota Satpol PP merupakan salah satu hambatan dalam upaya mewujudkan pemberantasan penyakit masyarakat.Tuntutan tersebut sangat berat karena berhadapan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang kompleks dengan bermacam persoalan yang berpotensi menganggu dan mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat. Keterbatasan kemampuan SDM anggota dalam melakukan koordinasi dengan masyarakat merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan koordinasi. [footnoteRef:31] [31: Wawancara dengan Andre F, Kasubbag Tata Usaha Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin, tanggal 25 Mei 2012]

Sebagian besar persepsi masyarakat adalah bahwa anggota Satpol PP belum dapat bekerjasama dengan masyarakat, karena sebagian anggota Satpol PP terkesan arogan dan kurang simpatik. Hal ini didukung oleh salah seorang masyarakat, bahwa keberadaan Satpol PP dalam upaya menekan penyakit masyarakat menjadi kurang mendapat simpati masyarakat sehingga keterlibatan masyarakat juga menjadi masyarakat. .[footnoteRef:32] Sedangkan menurut Kepala Satpol PP, bahwa upaya koordinasi dengan masyarakat dalam menjaga keamanan masyarakat terkendala dengan jumlah anggota yang belum mencukupi.[footnoteRef:33] Disamping itu menurut tokoh masyarakat, bahwa disamping jumlah anggota Satpol PP yang relatif kurang, juga disebabkan kurangnya keahlian dan keterampilan sebagian anggota Satpolpp dalam melakukan kerjasama dengan masyaraka.[footnoteRef:34] [32: Wawancara dengan Heriyanto, Masyarakat Desa Karang Anyar Kecamatan Pemenang Barat Kabupaten Merangin,] [33: Wawancara dengan Hardi, Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kab] [34: Wawancara dengan Saipul, Masyarakat Kelurahan Dusun Bangko Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin]

Berdasarkan hasil wawancara di atas, bahwa dapat disimpulkan, dimana faktor SDM menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan hubungan kerjasama dengan masyarakat dalam menciptakan keamanan masyarakat

2. Kurangnya Kesadaran Masyarakat Bekerjasama Dengan Satpol PP.Dalam menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif, masyarakat merupakan objek dan subjek yang menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan lingkungan yang bebas dari penyakit masyarakat. Artinya ialah bahwa masyarakat diminta atau tidak diminta harus bersedia membantu dalam hal: (1) menjaga dan menciptakan Kamtibmas, (2) Memberikan informasi terhadap kasus-kasus tertentu.Berdasarkan wawancara dengan Kapriadi, bahwa sebagian masyarakat belum menyadari dan mau berkoordinasi dengan Satpol PP dalam upaya memberantas penyakit masyarakat. [footnoteRef:35] Hal ini juga didukung oleh Bakarruddin, bahwa dalam pelaksanaan koordinasi masih dilakukan secara sepihak oleh Satpol PP, sedangkan sebagian masyarakat terkesan kurang peduli dalam melakukan koordinasi dengan Satpol PP. [footnoteRef:36] [35: Wawancara dengan Kapriadi, Kepala Seksi Ketertiban Umum dan Ops Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin.] [36: Wawancara dengan Bakaruddin, Kepala Seksi Wasdik Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin.]

Berdasarkan wawancara di atas, peneliti menyimpulkan bahwa salah satu hambatan dalam pelaksanaan fungsi koordinasi disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk berkoordinasi dengan Satpol PP Kabupaten Merangin.

4.2.3. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Dalam Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Dalam Pemberantasan Penyakit Masyarakat.

1. Melakukan Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM)Hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam bidang SDM, perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Merangin. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya dalam meningkatkan Kualitas dan Kuantitas SDM Pada Satpol PP Kabupaten Merangin.Berdasarkan wawacancara dengan Kepala Satpol pp, bahwa akan dilakukan program pembinaan secara intensif untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Satpol PP dalam bekerjasama dengan masyarakat untuk menciptakan keamanan masyarakat. [footnoteRef:37] Hal senada juga didukung oleh Kasubbag Tata Usaha, bahwa pembinaan secara intensif perlu dilakukan oleh Satpol PP Kabupaten Merangin, disamping itu juga dibutuhkan penambahan jumlah anggota Satpol PP yang bertugas untuk memberantas penyakit masyarakat. [footnoteRef:38] [37: Wawancara dengan Hendri Putra, Kepala Seksi Bimbang Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin] [38: Wawancara dengan Andre F, Kepala Subbag Tata Usaha Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

Berdasarkan wawancara di atas, perlu dicermati oleh Satpol PP Kabupaten Merangin untuk melakukan berbagai upaya dalam peningkatan Sumber Daya Manusia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

2. Meningkatkan Soliasisasi Kepada Masyarakat.Kondisi umum masyarakat di Kabupaten Merangin bervariasi dengan berbagai adat istiadat dan budaya yang hampir tidak sama. Untuk mengatasi masyarakat yang tingkat partisipasi masyarakatnya rendah, dan terkesan tidak bersedia membantu tugas-tugas keamanan masyarakat dibutuhkan pembinaan dan pendekatan oleh Satpol PP Kabupaten Merangin.Berdasarkan hasil wawancara dengan Anggota Satpol PP, bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang rendah, maka Satpol PP perlu untuk meningkatkan program sosialisi kepada masyarakat tersebut. [footnoteRef:39] Disamping itu, Satpol PP masih perlu membenahi diri dengan melakukan pendekatan secara persuasif dan bertindak secara elegan dengan tidak mengedepankan kesombongan sebagai aparat pengamanan. Dengan cara demikian, maka akan dapat terjalin hubungan yang baik antara masyarakat dengan Satpol PP. [39: Wawancara dengan Mustakim, Staf Seksi Ketertiban Umum dan Ops Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin]

BAB VPENUTUP Berdasarkan hasil analisis terhadap kinerja Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin, khususnya dalam pelaksanaan fungsi Kordinasi untuk pembrantasan penyakit masyarakat (PEKAT), maka penulis berusaha untuk mengemukakan kesimpulan atas substansi penelitian, dan begitu pula terhadap adanya kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan penilti berusaha pula mengusulkan saran-saran perbaikan.5.1. Kesimpulan5.1.1. Bahwa dalam pelaksanaan fungsi Kordinasi untuk pembrantasan penyakit masyarakat (PEKAT) oleh Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin, telah dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, namun kenyataannya masih belum optimal. 5.1.2. Hambatan yang dihadapi oleh Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dalam pelaksanaan fungsi Kordinasi untuk pembrantasan penyakit masyarakat (PEKAT) antara lain. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kurangnya Kesadaran Masyarakat Bekerjasama Dengan Satpol PP.5.1.3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan fungsi Kordinasi untuk pembrantasan penyakit masyarakat (PEKAT oleh Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin adalah: Melakukan Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Meningkatkan Soliasisasi Kepada Masyarakat 5.2. Saran-saran5.2.1 Agar Satpol PP Kabupaten Merangin meningkatkan sarana dan prasana dalam mendukung pelaksanaan fungsi koordinasi.5.2.2 Agar Satpol PP Kabupaten Merangin mengajukan penambahan dana untuk mendukung kinerja dengan luasnya volume kegiatan dan wilayah binaan.5.2.3 Agar dinas dan instansi yang terkait memberikan dukungan moril terhadap pelaksanaan tugas Satpol PP di lapangan, sehingga tidak terjadi benturan terhadap pelaksanaan fungsi koordinasi.

Daftar pustakaKamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, Balai Pustaka, Jakarta ; 1998Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta, 1996Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1991Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Terseto, Bandung; 1995.\Husaini Usman dan Purnomo Setiadi A. Metodologi Penelitian Sosial,Bumi Aksara, Jakarta; 2003,

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung; 2009

Hafid zakariya.sh.mh adalah dosen tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (stia) Setih Setio, Lahir di Sragen 8 juni 1978, strata 1 di selesaikan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta dan S2 di selesaikan Universitas Jambi.Sekarang menjadi Kepala LPPM STIA Setih Setio Muara Bungo Jambi.