JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA PENGARUH … · Bidang Kesehatan (JPS-BK) untuk pelayanan...

11
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 55 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia PENGARUH KEPEMILIKAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN TERHADAP STATUS KELAHIRAN DAN KEJADIAN STUNTING PADA BADUTA INDONESIA (ANALISIS DATA IFLS 1993 – 2007) EFFECT OF THE POOR HEALTH INSURANCE ON BIRTH STATUS AND STUNTING IN CHILDREN UNDER-TWO YEARS OLD IN INDONESIA (DATA ANALYSIS IFLS 1993-2007) Demsa Simbolon Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu ABSTRACT Background. One of the policies to address health and nutrition issues is Health Insurance Program for the Poor (ASKESKIN) imposed by the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia number 1241/MENKES/SK/XI/2004 as mandated by National Social Security System. However, coverage is still low, which is expected to have an impact on the birth status and nutritional status of children under-two years old. Objective. To prove that membership of a health insurance for the poor (ASKESKIN) has effect on birth status and the incidence of stunting of children under-two years old in Indonesia. Method. The research is using the positivist paradigm, the data is analysed using cross-sectional study based on Indonesian Family Life Survey (IFLS) in 1993-2007. The samples were all children under two years who were randomly netted in IFLS1 (1993) until IFLS4 (2007), with inclusion criteria biological children, living with parents, single live birth and birth, the data available on birth weight, gestational age, anthropometry. Univariate, bivariate and logistic regression mutivariat using 3 sets of data to identify the effect of health insurance ownership to birth weight (n = 3956), gestational age (n = 4998) and the incidence of stunting (n = 4504). Results. Ownership of health insurance affects LBW, preterm and stunting. Children under two years old from family that have health insurance other than ASKESKIN are protected from LBW (OR, 95 % CI = 0.61; 0.43 to 0.88). However, there was no difference risk of LBW among children under two years old from families with ASKESKIN and those without any health insurance. (OR, 95 % CI = 0.92; 0.52 to 1.61) (model 1). Children from ASKESKIN family has a risk factor for the prevalence of preterm (OR, 95 % CI: 1.74; 1.14 to 2.66) (model 2). Children from families that have health insurance other than ASKESKIN are protected from stunting (OR, 95 % CI = 0.78, 0.62 to 0.98), but there is no difference in risk of stunting among children from families with ASKESKIN compared to children from famililies that do not have health insurance (OR, 95 % CI = 1.01; 0.69 to 1.47) (model 3). Conclusion. Policy makers need to evaluate the Community Health Insurance Program (ASEKSKIN). The Maternal Children Health and Nutrition intervention was done with less emphasis on promotive and preventive efforts. People utilize curative measures only when problems occur in relation to the health and nutrition of mothers and children. Key words: low birth weight , premature , Stunting , Poor Community Health Insurance ABSTRAK Latar belakang. Salah satu kebijakan untuk mengatasi masalah kesehatan dan gizi adalah Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) yang diberlakukan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (SK Menkes RI) No. 1241/Menkes/SK/XI/ 2004 sebagai amanat UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Namun cakupannya masih rendah, yang diperkirakan berdampak pada masih tingginya masalah riwayat kelahiran dan status gizi baduta. Tujuan. Membuktikan pengaruh kepemilikan jaminan kesehatan masyarakat miskin terhadap status kelahiran dan kejadian stunting baduta Indonesia. Metode. Penelitian menggunakan paradigma positivist dengan pendekatan crossectional study berdasarkan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 1993-2007. Sampel adalah seluruh bayi dan baduta yang secara random terjaring dalam IFLS1 (1993) sampai IFLS4 (2007), dengan kriteria inklusi anak kandung, tinggal dengan orang tua, lahir hidup dan lahir tunggal, tersedia data berat lahir, umur kehamilan, antropometri. Analisis univariat, bivariat dan regresi logistik mutivariat menggunakan 3 set data untuk mengidentifikasi pengaruh kepemilikan Jaminan kesehatan terhadap berat lahir (n=3956), umur kehamilan (n=4998) dan kejadian stunting (n=4504). Hasil. Kepemilikan jaminan kesehatan berpengaruh terhadap BBLR, prematur dan stunting. Bayi dari keluarga peserta jaminan kesehatan Non-ASKESKIN terproteksi dari BBLR (OR;95% CI =0,61; 0,43-0,88). Namun tidak ada perbedaan risiko BBLR antara bayi dari keluarga peserta Askeskin dan yang tidak memiliki jaminan kesehatan (OR;95% CI =0,92; 0,52-1,61) (model 1). Kepemilikan ASKESKIN sebagai faktor risiko kejadian prematur (OR, 95% CI: 1,74; 1,14-2,66) (model 2). Anak dari keluarga peserta jaminan kesehatan Non-ASKESKIN terproteksi dari kejadian stunting (OR;95% CI =0,78; 0,62-0,98), namun tidak ada perbedaan risiko stunting antara anak dari keluarga peserta ASKESKIN dengan anak dari keluarga yang tidak memiliki jaminan kesehatan (OR;95% CI =1,01; 0,69-1,47) (model 3). Kesimpulan. Penentu kebijakan perlu melakukan evaluasi pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (keluarga miskin), karena intervensi KIA dan Gizi yang dilakuan kurang menekankan pada upaya promotif dan prefentif, sehingga utilisasi masyarakat lebih pada upaya kuratif bila terjadi masalah Kesehatan dan Gizi pada ibu dan anak. Kata Kunci: BBLR, Prematur, Stunting, Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA VOLUME 03 No. 02 Juni 2014 Halaman 55 - 65 Artikel Penelitian

Transcript of JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA PENGARUH … · Bidang Kesehatan (JPS-BK) untuk pelayanan...

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 55

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

PENGARUH KEPEMILIKAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKINTERHADAP STATUS KELAHIRAN DAN KEJADIAN STUNTING PADA BADUTA

INDONESIA (ANALISIS DATA IFLS 1993 – 2007)

EFFECT OF THE POOR HEALTH INSURANCE ON BIRTH STATUSAND STUNTING IN CHILDREN UNDER-TWO YEARS OLD IN INDONESIA

(DATA ANALYSIS IFLS 1993-2007)

Demsa SimbolonPoliteknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu

ABSTRACTBackground. One of the policies to address health and nutritionissues is Health Insurance Program for the Poor (ASKESKIN)imposed by the Decree of the Minister of Health of the Republicof Indonesia number 1241/MENKES/SK/XI/2004 as mandatedby National Social Security System. However, coverage is stilllow, which is expected to have an impact on the birth statusand nutritional status of children under-two years old.Objective. To prove that membership of a health insurancefor the poor (ASKESKIN) has effect on birth status and theincidence of stunting of children under-two years old inIndonesia.Method. The research is using the positivist paradigm, thedata is analysed using cross-sectional study based onIndonesian Family Life Survey (IFLS) in 1993-2007. The sampleswere all children under two years who were randomly nettedin IFLS1 (1993) until IFLS4 (2007), with inclusion criteriabiological children, living with parents, single live birth andbirth, the data available on birth weight, gestational age,anthropometry. Univariate, bivariate and logistic regressionmutivariat using 3 sets of data to identify the effect of healthinsurance ownership to birth weight (n = 3956), gestationalage (n = 4998) and the incidence of stunting (n = 4504).Results. Ownership of health insurance affects LBW, pretermand stunting. Children under two years old from family thathave health insurance other than ASKESKIN are protectedfrom LBW (OR, 95 % CI = 0.61; 0.43 to 0.88). However, therewas no difference risk of LBW among children under twoyears old from families with ASKESKIN and those without anyhealth insurance. (OR, 95 % CI = 0.92; 0.52 to 1.61) (model 1).Children from ASKESKIN family has a risk factor for theprevalence of preterm (OR, 95 % CI: 1.74; 1.14 to 2.66) (model2). Children from families that have health insurance otherthan ASKESKIN are protected from stunting (OR, 95 % CI =0.78, 0.62 to 0.98), but there is no difference in risk of stuntingamong children from families with ASKESKIN compared tochildren from famililies that do not have health insurance (OR,95 % CI = 1.01; 0.69 to 1.47) (model 3).Conclusion. Policy makers need to evaluate the CommunityHealth Insurance Program (ASEKSKIN). The Maternal ChildrenHealth and Nutrition intervention was done with less emphasison promotive and preventive efforts. People utilize curativemeasures only when problems occur in relation to the healthand nutrition of mothers and children.

Key words: low birth weight , premature , Stunting , PoorCommunity Health Insurance

ABSTRAKLatar belakang. Salah satu kebijakan untuk mengatasimasalah kesehatan dan gizi adalah Program JaminanPemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) yangdiberlakukan dengan Surat Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia (SK Menkes RI) No. 1241/Menkes/SK/XI/2004 sebagai amanat UU No. 40/2004 tentang Sistem JaminanSosial Nasional (SJSN). Namun cakupannya masih rendah,yang diperkirakan berdampak pada masih tingginya masalahriwayat kelahiran dan status gizi baduta.Tujuan. Membuktikan pengaruh kepemilikan jaminan kesehatanmasyarakat miskin terhadap status kelahiran dan kejadianstunting baduta Indonesia.Metode. Penelitian menggunakan paradigma positivist denganpendekatan crossectional study berdasarkan data IndonesiaFamily Life Survey (IFLS) tahun 1993-2007. Sampel adalahseluruh bayi dan baduta yang secara random terjaring dalamIFLS1 (1993) sampai IFLS4 (2007), dengan kriteria inklusi anakkandung, tinggal dengan orang tua, lahir hidup dan lahir tunggal,tersedia data berat lahir, umur kehamilan, antropometri. Analisisunivariat, bivariat dan regresi logistik mutivariat menggunakan3 set data untuk mengidentifikasi pengaruh kepemilikan Jaminankesehatan terhadap berat lahir (n=3956), umur kehamilan(n=4998) dan kejadian stunting (n=4504).Hasil. Kepemilikan jaminan kesehatan berpengaruh terhadapBBLR, prematur dan stunting. Bayi dari keluarga peserta jaminankesehatan Non-ASKESKIN terproteksi dari BBLR (OR;95% CI=0,61; 0,43-0,88). Namun tidak ada perbedaan risiko BBLRantara bayi dari keluarga peserta Askeskin dan yang tidakmemiliki jaminan kesehatan (OR;95% CI =0,92; 0,52-1,61) (model1). Kepemilikan ASKESKIN sebagai faktor risiko kejadianprematur (OR, 95% CI: 1,74; 1,14-2,66) (model 2). Anak darikeluarga peserta jaminan kesehatan Non-ASKESKIN terproteksidari kejadian stunting (OR;95% CI =0,78; 0,62-0,98), namuntidak ada perbedaan risiko stunting antara anak dari keluargapeserta ASKESKIN dengan anak dari keluarga yang tidakmemiliki jaminan kesehatan (OR;95% CI =1,01; 0,69-1,47) (model3).Kesimpulan. Penentu kebijakan perlu melakukan evaluasi padaprogram Jaminan Kesehatan Masyarakat (keluarga miskin),karena intervensi KIA dan Gizi yang dilakuan kurang menekankanpada upaya promotif dan prefentif, sehingga uti lisasimasyarakat lebih pada upaya kuratif bila terjadi masalahKesehatan dan Gizi pada ibu dan anak.

Kata Kunci: BBLR, Prematur, Stunting, Jaminan KesehatanMasyarakat Miskin

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 03 No. 02 Juni 2014 Halaman 55 - 65

Artikel Penelitian

56 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

Demsa Simbolon: Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

PENGANTARProgram untuk penanggulangan masalah gizi

dan kemungkinan terjadinya lost generation di Indo-nesia khususnya pada keluarga miskin, sejak 1998-2002 dilaksanakan Program Jaring Pengaman SosialBidang Kesehatan (JPS-BK) untuk pelayanan kese-hatan dasar keluarga miskin (gakin). Kegiatan pro-gram ini termasuk PMT pada anak balita dan ibuhamil yang mengalami kekurangan gizi1. Pada tahun2001-2002 berlaku Program Penanggulangan Dam-pak Pengurangan Subsidi Energi Bidang Kesehatan(PPDPSE-BK) dan Program Kompensasi Pengu-rangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kese-hatan (PKPS-BBM Bidkes)2. Kemudian UU No. 40/2004 tentang SJSN mengamanatkan Program Ja-minan Pemeliharaan Kesehatan bagi Keluarga Miskin(JPK Gakin). Pada tahun 2005-2007 dengan Kepu-tusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2005 menyerahkan pengelolaan JPK gakin kepadaPT. Askes dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Ke-sehatan bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM) atau di-kenal dengan program Askeskin. Tahun 2008 sampaisekarang berubah nama menjadi program JaminanKesehatan Masyarakat (Jamkesmas)3.

Evaluasi terhadap program-program ini masihterbatas pada regional tertentu dan hasilnya masihkontroversi. Berbagai studi evaluasi JPS-BK menun-jukkan adanya perbaikan status gizi balita pada ma-syarakat miskin, namun studi tersebut belum dapatmenjelaskan korelasi diantaranya karena tanpa ke-lompok pembanding. Penelitian di Surabaya tahun2004 menunjukkan bahwa masih ada ketidaktepatandalam menentukan sasaran keluarga miskin yangmemperoleh pelayanan kesehatan, dan masih ba-nyaknya pelayanan kesehatan gakin yang tidak tun-tas. Utilisasi oleh gakin juga masih rendah yakni2,76-7,62%, padahal target yang ditetapkan adalah18%4. Disamping itu kontribusi dari Pemerintah Dae-rah Kabupaten bervariasi dalam penyelenggaraanJPK Gakin, yaitu antara 15-25% dari jumlah pene-rimaan JPK Gakin. Hasil penelitian Crescent5 menun-jukkan bahwa pelayanan JPS-BK bagi keluarga mis-kin peserta JPS-BK sangat bermanfaat bagi ibu ha-mil, ibu nifas, ibu menyusui bayi dan anggota keluar-ga lainnya, dalam pemanfaatan pelayanan antena-tal, persalinan, post natal, imunisasi dan kesehatanlainnya. Hal ini terlihat dari tidak adanya perbedaanstatus gizi ibu hamil antara ibu peserta JPS dannon-JPS. Namun status gizi anak baduta pada kelom-pok JPS-BK masih lebih buruk dibandingkan bukanpenerima JPS-BK. Namun manfaat bagi kesehatanbalita belum optimal terlihat dari temuan Thaha6 diSulawesi Selatan dan Jawa Barat bahwa pada ma-sing-masing daerah setelah 1 tahun program JPSBK

terjadi penurunan prevalensi KEP akut pada balitanamun penurunannya tidak signifikan. Masalah lainmasih rendahnya cakupan jaminan kesehatan. Padatahun 2000 hanya 12,71% penduduk Indonesia pe-serta asuransi kesehatan. Sejak tahun 2005 denganadanya program askeskin cakupan meningkat29,18% (2007), dan mencapai 42,6% (2010) terdiridari 9,3% non jamkesmas dan 33,2% Jamkesmas6.Rendahnya cakupan ini diperkirakan penyebab tetapburuknya kondisi status kelahiran bayi dan statusgizi baduta Indonesia. Peningkatan cakupan jaminankesehatan diharapkan meningkatkan akses terhadappelayanan kesehatan, terutama program KIA-GIZI.Sehingga perlu studi bersifat nasional untuk menjelas-kan keterkaitan antara kepemilihan jaminan kesehat-an pada gakin terhadap status kelahiran dan kejadianbaduta stunting Indonesia menggunakan Data IFLS2007.

WHO mencatat sekitar 15% dari kelahiran hidupdi dunia adalah BBLR, 6% terjadi di negara majudan 30% di negara berkembang. BBLR bertanggungjawab terhadap 60-80% kematian neondatal. Di Indo-nesia prevalensinya cenderung stagnan. LaporanSDKI tercatat 7,3% (1986-1991), 7,1% (1989-1994),7,7% (1992-1997), 7,2% (2002-2003) dan 6,7%(2007), dan Riskesdas (2010) melaporarkan 11,1%dengan kisaran 6-19,2%.7 Status kelahiran yang bu-ruk berdampak panjang pada pertumbuhan bayi danstatus gizi balita bahkan berlanjut antar generasi.Bayi BBLR cenderung menjadi lebih pendek dan le-bih ringan selama masa kanak-kanak dan remaja8,9.Semakin kecil berat lahir dan panjang lahir, semakinrendah tinggi badan dan IMT pada usia 20 tahun10

dan BBLR berisiko keparahan stunting lebih besardibandingkan bayi lahir normal11.

Stunting merupakan masalah global yang umum-nya terjadi dalam periode singkat (sebelum lahir hing-ga kurang lebih umur 2 tahun) namun konsekuensi-nya serius dikemudian hari. Balita stunting berisikolebih pendek pada masa dewasa12. Anak laki-lakistunting akan mempengaruhi produktivitas kerja yangkurang hingga berdampak pada status ekonomi,sedangkan anak perempuan stunting akan menjadiperempuan dewasa stunting yang apabila mengalamikehamilan berisiko melahirkan BBLR13. Riskesdastahun 2007 dan tahun 2010 melaporkan stunting diIndonesia merupakan masalah serius dengan preva-lensi tinggi, yaitu adalah 36,8% dan 35,6%7,14.

Masalah di atas menunjukkan pentingnya fokusperhatian pada Ibu hamil, ibu menyusui, bayi barulahir dan anak usia di bawah dua tahun (baduta) (pe-riode 1000 hari pertama kehidupan) karena merupa-kan periode kritis, yang jika tidak dimanfaatkan de-ngan baik akan terjadi kerusakan bersifat permanen.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 57

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Bank Dunia menyatakan segala upaya perbaikangizi diluar periode ini terbukti tidak dapat mengatasimasalah gizi masyarakat dengan tuntas.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini menggunakan paradigma positiv-

ist dengan pendekatan crossectional study untukmenjelaskan pengaruh kepemilikan jaminan kese-hatan masyarakat miskin terhadap status kelahirandan kejadian stunting baduta Indonesia berdasarkandata Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 1993-200715. Populasi adalah seluruh anak usia 0-2 tahundi Indonesia. Sampel adalah anak 0-2 tahun yangsecara random terjaring dalam IFLS1 tahun 1993(1017 anak), IFLS2 tahun 1997 (778 anak), IFLS1tahun 2000 (1568 anak), dan IFLS4 tahun 2007 (1653anak). Bayi dan baduta yang terpilih menjadi sampeldengan kriteria insklusi, yaitu anak kandung, lahirhidup dan lahir tunggal, anak tinggal dengan orangtua kandungnya, anak ditimbang berat lahir dan ter-sedia data umur kehamilan, pada pelaksanaan sur-vey anak berusia 0- 2 tahun, anak tetap hidup sam-pai usia 0-2 tahun. Disparitas kepemilikan jaminankesehatan tersedia dalam BOOK 3B terdiri dari asu-ransi kesehatan (PT. ASKES), Asuransi tenaga kerja(PT. Jamsostek), Asuransi Kesehatan Swasta danAsuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKES-KIN). Kemudian disparitas dikelompokkan menjadipeserta askeskin, Non Askeskin, dan tidak memilikijaminan kesehatan. Status kelahiran diukur berdasar-kan usia kelahiran dan berat lahir bayi, stunting diukurberdasarkan indeks TB/U menggunakan softwareWHO Antro v.3.1.0 dan status gizi anak sampai re-maja dengan WHO anthroPlus v.1.0.3 denganrujukan WHO tahun 200716.

Pengolahan data dimulai dengan melakukan pe-meriksaan data. Dari daftar pertanyaan yang tersedia,dilakukan pemeriksaan terhadap variabel yang akandianalisis, kemudian dilakukan eksplorasi data de-ngan melihat sebaran data untuk mengetahui jenisdistribusi data yang ada. Selain itu dilakukan jugapembersihan data yang tidak sesuai dengan kepen-tingan analisis serta data yang hilang (missing), se-hingga tidak diikutsertakan pada analisis berikutnya.Selanjutnya dilakukan Merger Data. Merger dilaku-kan dengan cara menggabungkan data yang sudahdiperiksa dan dibersihkan mulai data IFLS1 sampaidengan IFLS4 dengan menggunakan ID pengikat.

Langkah berikutnya melakukan transformasi datadengan membuat compute atau recode pada varia-bel-variabel tertentu. Analisis data menggunakan:Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusifrekuensi masing-masing variabel berskala nominalatau ordinal, dan mendeskripsikan variasi data ber-skala interval dan rasio dengan melihat nilai tengah,standar deviasi, varians dan adanya data outlier. Ana-lisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hu-bungan masing-masing variabel independen denganvariabel dependen menggunakan Uji Chi Square, UjiT test/Mann Whitney Test dan Anova on way. Analisismultivariat menggunakan regresi logistik untuk meng-indetifikasi pengaruh kepemilikan jaminan kesehatanmasyarakat miskin akan memperbaiki status kela-hiran bayi dan kejadian stunting pada baduta Indo-nesia dengan mengontrol variabel konfounding.

HASIL PENELITIAN DAN PEBAHASANDisparitas Kepemilikan Jaminan KesehatanMasyarakat

Kepemilikan jaminan kesehatan di Indonesiamenunjukkan kecenderungan peningkatan, namuncakupannya masih sangat rendah. IFLS 1993 me-nunjukkan bahwa hanya 11,% baduda dari keluargapeserta jaminan kesehatan, pada IFLS 1997 mening-kat menjadi 18,8% dan IFLS 2000 menjadi 22,3%.Kemudian pada pelaksanaan IFLS 2007 terdapat24,1% baduta dari keluarga peserta jaminan kese-hatan bukan askeskin dan 13,9% baduta dari keluar-ga peserta Askeskin.

Rata-rata dan proporsi riwayat lahir dan panjangbadan menurut umur berdasarkan kepemilikan jamin-an kesehatan dapat dilihat pada Table 2. Hasil me-nunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rataberat lahir antara baduta dari keluarga peserta As-keskin, non-Askeskin dan yang tidak memiliki jamin-an kesehatan, rata-rata berat lahir adalah 3,2 kg.Berdasakan klasifikasi berat lahir terlihat ada perbe-daan proporsi BBLR antara baduta dari keluarga pe-serta Askeskin, non-Askeskin dan yang tidak me-miliki jaminan kesehatan. Tidak terdapat perbedaanrata-rata dan proporsi umur kehamilan antara badutadari keluarga peserta Askeskin, non-Askeskin danyang tidak memiliki jaminan kesehatan, rata-rataumur kehamilan adalah 36 minggu (cukup bulan).Proporsi bayi kurang bulan lebih banyak di temukanpada baduta dari keluarga peserta Askeskin (8,7%)

Tabel 1. Kepemilihan Jaminan Kesehatan menurut Periode IFLSKepemilikan Jaminan Kesehatan IFLS 1993

(n=1017) IFLS 1997 (n=778)

IFLS 2000 (n=1568)

IFLS 2007 (n=1653)

Tidak Memiliki Jaminan Kesehatan 88,9% 81,2% 77,7% 61,9% Memiliki Jaminan Kesehatan 11,1% 18,8% 22,3% 24,1% Peserta Askeskin 0 0 0 13,9%

58 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

Demsa Simbolon: Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

dan proporsi paling rendah adalah pada baduta darikeluarga yang tidak memiliki jaminan kesehatan(6,7%). Terdapat perbedaan rata-rata Z skor panjangbadan menurut umur (PB/U) antara baduta dari ke-luarga yang memiliki Askeskin, non-Askeskin danyang tidak memiliki jaminan kesehatan. Setelah Zskor PB/U diklasifikasikan, menunjukkan adanyaperbedaan proporsi panjang badan antara baduta darikeluarga peserta Askeskin, non-Askeskin dan yangtidak memiliki jaminan kesehatan. Proporsi badutapendek banyak di temukan pada baduta dari keluargapeserta askeskin (40%) dengan proporsi yang hampirsama pada baduta dari keluarga yang tidak memilikijaminan kesehatan (38,4%).

Riwayat Lahir dan Status Gizi BadutaTabel 2 menunjukkan rata-rata berat lahir bayi

di Indonesia tidak ada perbedaan sejak IFLS tahun1993 sampai 2007, rata-rata berat lahir sedikit lebihtinggi pada bayi laki-laki. Demikian juga proporsikejadian BBLR di Indonesia tidak banyak berubahsejak tahun 1993 sampai 2007, dan prevalensinyacenderung lebih tinggi pada bayi perempuan, kecualipada survey tahun 1997. Kecenderungan yang samaterjadi pada kelahiran prematur. Rata-rata umurkehamilan bayi di Indonesia hampir sama mulai IFLS1993 sampai 2007. Demikian juga proporsi kejadianlahir premature tidak banyak berubah, proporsinyasedikit lebih tinggi pada bayi perempuan kecuali padaIFLS 1997. Hasil komposit dari berat lahir menurutusia kehamilan menunjukkan bahwa di IndonesiaBBLR banyak terjadi karena IUGR dibandingkan ka-rena prematuritas, kejadian BBLR karena IUGRsekitar 2-6 kali dibandingkan karena prematuritas.

Gambaran keadaan status gizi baduta di Indo-nesia juga tidak mengalami perubahan sejak IFLS1993 sampai 2007. Penilaian status gizi baduta ber-

dasarkan nilai rata-rata skor Z dan proporsi statusgizi menurut indikator konvensional yang telah dikla-sifikasikan berdasarkan cut off point sesuai kriteriaWHO 2006 untuk masing-masing indikator indeksantropometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwaproporsi baduta stunting baik pada baduta perem-puan maupun laki-laki berada pada angka diatas 30-40%. Menurut BB/U terdapat proporsi baduta yangcukup tinggi mengalami gizi kurang/buruk berkisar14-28%. Menurut BB/PB atau terjadi masalah giziganda. Sekitar 12% baduta dalam keadaan kurus/sangat kurus dalam waktu bersamaan terdapatmasala gizi lebih/obesitas berkisar 4-14%.

Gambaran status gizi baduta tidak cukup meng-gunakan indeks antropometri konvensional, sehing-ga untuk mendeskripsikan lebih jelas besarnya ma-salah status gizi balita perlu diuraikan dengan meng-gunakan indeks antropometri komposit (CompositIndex of Anthropometric Failure). Gambaran statusgizi baduta menurut indeks antropometri kompositsangat bervariasi, masalah terbesar adalah badutastunting.

Perbandingan antara hasil penilaian status gizibalita antara indeks antropometri konvensional danindeks antropometri komposit terdapat perbedaanproporsi yang dapat mengakibatkan kesalahan dalammenjelaskan besarnya masalah gizi. Berdasarkanindeks antropometri konvensional sebagian besar(lebih dari 70%) baduta dengan status gizi normal,sedangkan dengan indeks antropometri konvensionalhanya 40-50% baduta dengan status gizi normal.Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam meng-gambarkan keadaan status gizi yang sebenarnya.Kontribusi masing-masing masalah kurang gizi ter-hadap gangguan pertumbuhan berdasarkan peng-ukuran CIAF. Hasil menunjukkan bahwa indeks stunt-ing jauh lebih tinggi dibandingkan indeks Wasting

Tabel 2. Karakteristik Riwayat Lahir dan Panjang Badan menurut Umur berdasarkan Kepemilikan JaminanKesehatan

Karakteristik Kepemilikan Jaminan Kesehatan P value Askeskin Non-Askeskin Tidak Ada Berat Lahir (kg) Mean ± SD BBLR Normal

(n=230)

3,20±0,53 6,1% 93,9%

(n=912)

3,22±0,54 4,2%

95,8%

(n=2814) 3,21±0,71

7,0% 93,0%

0,898* 0,008**

Usia Kehamilan (minggu) Mean ± SD Preterm Fullterm

(n=230)

36,94±3,06 8,7% 91,3%

(n=1004)

36,62±2,61 7,1%

92,9%

(n=3764)

36,61±2,54 6,9% 93,1%

0,17* 0,587**

Panjang Badan menurut Umur (Z skore) Mean ± SD Pendek Normal

(n=230)

-1,21±2,21 40,0% 60,0%

(n=924)

-0,87±2,74 27,9% 72,1%

(n-3350)

-1,22±2,87 38,4% 61,6%

0,003* 0,0001**

*ANOVA one Way **Chi Square Test

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 59

Jurnal Kebijakan Kesehatan IndonesiaTa

bel

3. K

arak

teri

stik

Riw

ayat

Lah

ir d

an S

tatu

s G

izi

Bad

uta

berd

asar

kan

Peri

ode

IFLS

199

3 -

2007

Tabe

l 4.

Sta

tus

Giz

i B

adut

a be

rdas

arka

n C

ompo

sit

Inde

x of

Ant

hrop

omet

ric

Failu

re (

CIA

F) P

ada

Peri

ode

IFLS

60 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

Demsa Simbolon: Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

dan Underweight. Hal ini menunjukkan bahwa dariIFLS 1993 sampai IFLS 2007 masalah Stunting se-bagai kontribusi terbesar terhadap masalah gang-guan pertumbuhan pada baduta.

1,61). Penelitian ini mememuan bahwa anak yanglahir dari keluarga pesertajaminan kesehatan Non-ASKESKIN sebagai faktor protektif terjadinya BBLR(OR;95% CI =0,61; 0,43-0,88). Artinya anak yang

Gambar 1. Gambaran Masalah Gizi Ganda Baduta Indonesia Sejak IFLS 1993 - 2007

Tabel 5. Indeks Antropometri Kurang Gizi berdasarkan Composit Index of Anthropometric FailureGangguang

Pertumbuhan IFLS 1993 IFLS 1997 IFLS 2000 IFLS 2007

P L P L P L P L Stunting 0,791 0,777 0,780 0,758 0,693 0,724 0,634 0,687 Wasting 0,277 0,325 0,305 0,356 0,325 0,292 0,366 0,343 Underweight 0,589 0,574 0,575 0,473 0,428 0,458 0,360 0,418

P: perempuan L: Laki-laki

Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatanterhadap Riwayat Lahir dan Stunting

Tabel 6 menunjukkan pengaruh kepemilikanjaminana kesehatan terhadap riwayat lahir (beratbadan dan umur kehamilan) dan kejadian stuntingpada baduta Indonesia. Hasil penelitian menemukanbahwa kepemilikan jaminan kesehatan berpengaruhterhadap riwayat lahir dan kejadian stunting. Padapenelitian ini dilakukan tiga kali analisis terpisahpengaruh kepemilikan jaminan kesehatan, sehinggadiperoleh 3 model, yaitu pengaruh terhadap beratlahir (model 1), terhadap umur kehamilan (model 2)dan terhadap kejadian stunting (model 3). Ketigamodel menunjukkan ada pengaruh kepemilikanjaminan kesehatan dengan kejadian berat lahir, umurkehamilan kurang bulan dan stunting.

Model 1 menunjukkan tidak ada perbedaan risi-ko berat badan lahir antara anak yang lahir dari ke-luarga peserta Askeskin dengan anak yang tidakmemiliki jaminan kesehatan (OR;95% CI =0,92; 0,52-

lahir dari keluarga yang tidak memiliki jaminan ke-sehatan berisiko 1,6 kali akan lahir dengan BBLRdibandingkan dengan anak yang lahir dari keluargapesertajaminan kesehatan selain ASKESKIN. Faktorlain yang mempengaruhi terjadinya bayi lahir denganBBLR adalah jumlah anggota keluarga. Anak yanglahir dari keluarga besar berisiko 1,3 kali mengalamiBBLR dibandingan anak yang lahir dari keluargakecil.

Model 2 menunjukkan bahwa kepemilikanASKESKIN sebagai faktor risiko kejadian umurkehamilan kurang bulan (OR, 95% CI: 1,74; 1,14-2,66). Anak yang lahir dari keluarga pesertaASKESKIN berisiko 1,7 kali akan lahir prematurdibandingkan dengan anak yang lahir dari keluargayang tidak memiliki jaminan kesehatan. Faktor lainyang mempengaruhi terjadinya bayi lahir prematuradalah jumlah anggota keluarga besar, tempat an-tenatal care dan IMT ibu kurus. Anak yang lahir darikeluarga besar berisiko 1,25 kali mengalami prema-

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 61

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

ture dibandingan anak yang lahir dari keluarga kecil.Anak yang lahir dari ibu yang kurus berisiko 1,53kali mengalami premature dibandingan anak yanglahir dari ibu IMT normal.

Model 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbe-daan risiko stunting antara anak yang lahir dari ke-luarga peserta Askeskin dengan anak yang tidakmemiliki jaminan kesehatan. Penelitian ini menemu-kan bahwa anak yang lahir dari keluarga pesertajaminan kesehatan Non-ASKESKIN sebagai faktorprotektif terjadinya stunting (OR;95% CI =0,78; 0,62-0,98). Artinya anak yang lahir dari keluarga yangtidak memiliki jaminan kesehatan berisiko 1,3 kaliakan menjadi stunting dibandingkan dengan anakyang lahir dari keluarga pesertajaminan kesehatanselain ASKESKIN. Faktor lain yang mempengaruhiterjadinya stunting adalah IMT ibu kurus, anak laki-laki, lahir dengan BBLR, ibu pendek dan bapakpendek.

PEMBAHASANKepemilikan Jaminan Kesehatan

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ca-kupan kepemilikan jaminan kesehatan masyarakatdi Indonesia masih rendah walaupun dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Hasil penelitan mene-mukan pada IFLS 1993 hanya 11,% baduda dari ke-luarga peserta Jaminan Kesehatan, IFLS 1997 me-ningkat menjadi 18,8% dan IFLS 2000 menjadi22,3%. Kemudian pada pelaksanaan IFLS 2007terdapat 24,1% baduta dari keluarga pesertajaminankesehatan Non Askeskin dan 13,9% baduta darikeluarga peserta Askeskin. Rendahnya cakupan inidiperkirakan akan berdampak pada tetap tingginyamasalah gizi di Indonesia.

Riwayat Lahir dan Status Gizi BadutaUkuran lahir mencerminkan bagaimana pertum-

buhan janin dalam rahim. Berat lahir dan umur keha-milan merupakan dua hal yang saling berhubungan,kedua kondisi tersebut mencerminkan kecukupanpertumbuhan intrauterinnya. Masa kehamilan dimu-lai dari konsepsi sampai lahirnya janin yang meng-gambarkan ukuran dan besarnya bayi lahir. Umurkehamilan menjadi hal yang harus dipertimbangkankarena kegagalan dalam memperhitungkan umurgestasional menjadi dominan dan problem utamadalam intervensi, yang pada akhirnya dapat mem-pengaruhi pembuat keputusan pada klinik serta padatingkat kesehatan masyarakat17.

Berat lahir sebagai salah satu indikator pertum-buhan prenatal umumnya digunakan untuk mene-gakkan diagnosis bayi dengan berat normal atauBBLR. Pada penelitian ini prevalensi BBLR pada

balita lahir antara IFLS 1993 sampai 2007 meng-alami tahun 1988-1993 sebesar 7,4% pada IFLS1993 dan 6,4% pada IFLS 2007. Angka ini menun-jukkan bahwa kejadian BBLR Indonesia masih stag-nan. Sama dengan Negara berkembang lainnya, BayiBBLR di Indonesia sebagian besar adalah bayi lahircukup bulan yang merupakan bayi-bayi yang meng-alami intra uterine growth retardation (IUGR)18. BBLRdi Indonesia karena IUGR berkisar 65,6% pada IFLS1993 dan 87,36% IFLS 2007. Temuan ini sejalandengan penjelasan Podja & Kelley (2000) hampir80% dari semua bayi yang baru lahir mengalamiIUGR dan lahir di Asia (terutama Asia Selatan-Te-ngah) dengan Banglades memiliki prevalensi terting-gi (50%). Sekitar 15% dan 11% dilahirkan denganIUGR dan BBLR di Afrika Barat dan Tengah, dansekitar 7% di Amerika Latin dan kawasan Karibia19.

WHO menyatakan jika tingkat insiden BBLR >15% dan > 20% untuk IUGR menunjukkan masalahutama kesehatan masyarakat19. Walaupun prevalen-si BBLR di Indonesia dibawah kriteria, namun masa-lah BBLR di Indonesia masih tetap harus menjadiperhatian penting, karena diperkirakan prevalensiBBLR dari berbagai survei kemungkinan mengalamiunderestimate, terutama dalam penelitian ini karenasekitar 41% bayi tidak ditimbang saat lahir dan databerat lahir yang dikumpulkan bukan berasal daricatatan medis. Pada bayi-bayi yang tidak ditimbangdiperkirakan mempunyai tingkat kematian yang lebihtinggi. Hasil penelitian Noviani20 menemukan bahwapada bayi yang mengalami kematian neonatal dini(0-7 hari) sebesar 41,67% merupakan bayi yang tidakditimbang. Pada kasus kematian neonatal dini23,61% merupakan kontribusi dari bayi BBLR.

Masa awal kehidupan bayi menjadi masa yangkritis bagi bayi yang berisiko tinggi untuk dapat ber-tahan hidup. Berbagai hasil penelitian membuktikanbahwa berat lahir memiliki dampak yang besar ter-hadap morbiditas, mortalitas, penyakit infeksi, per-kembangan anak, kekurangan berat badan dan tinggibadan di awal periode neonatal sampai dewasa. Jikabayi tetap bertahan hidup namun tidak diimbangi de-ngan asupan gizi yang memadai akibat ketidak-mampuan keluarga akan berdampak pada gangguanpertumbuhan berupa stunted dan akan meningkatkanrisiko penyakit kronik pada usia dewasa seperti ter-masuk tekanan darah tinggi, diabetes militus, penya-kit jantung koroner stroke, gangguan metabolik dankekebalan tubuh serta ketahanan fisik19. Remajaperempuan yang stunted yang tidak memadai asup-an gizinya akan mempengaruhi status gizi pada ma-sa prakonsepsi hingga konsepsi. Status gizi yangtidak baik pada masa kehamilan selain berisiko ter-jadi kematian maternal, juga akan berisiko melahirkan

62 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

Demsa Simbolon: Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

bayi BBLR21. Mengingat penyebab dan dampakBBLR sangat komplek, maka pencegahan kejadianBBLR dan umur kehamilan kurang bulan sangat pen-ting menjadi fokus perhatian dalam upaya memutusrantai atau kelanjutan gangguan pertumbuhan dalamkehidupan berikutnya.

Prematuritas masih merupakan masalah peri-natal penting yang berkontribusi besar terhadap ke-sakitan dan kematian bayi22. Prevalensi persalinanpreterm masih menjadi masalah, baik di negara majumaupun di negara berkembang. Pada penelitian iniditemukan berkisar 5,5% - 8,8% bayi lahir denganusia kehamilan kurang dari 37 minggu. Brown (2002)menjelaskan bahwa ada hubungan antara usia keha-milan dengan berat lahir, sehingga dapat diperkirakanbayi yang lahir kurang bulan merupakan bayi BBLR23.Pada penelitian ini juga terlihat ada hubungan yangsignifikan antara berat lahir rendah dengan usiakehamilan kurang bulan.

Gambaran status gizi baduta menunjukkan bah-wa masalah gizi pada baduta Indonesia tidak meng-alami perubahan yang signifikan. Lebih dari 40%baduta laki-laki di Indonesia dan lebih dari 36,8%baduta perempuan mengalami masalah gangguanpertumbuhan, dimana masalah stunting merupakanmasalah terbesar sejak IFLS 1993 sampai IFLS2007. Gambaran permasalahan gizi di Indonesiasejak tahun 1988-1993 tidak mengalami perbaikanyang cukup baik bila dibandingkan pada hasil analisislanjut data Riskesdas 2007 yang menunjukkan seki-tar 50,1% balita Indonesia mengalami malnutritiondan kontribusi terbesar adalah balita stunting24. Halini hampir sama dengan temuan di India sebesar59,8% balita 0-3 tahun mengalami gangguan per-tumbuhan berdasarkan indikator CIAF dengan stunt-ing sebagai kontribusi terbesar25. Studi Bose danMandal (2010) di India juga menemukan stuntingsebagai kontribusi terbesar terhadap masalahgangguan pertumbuhan pada balita diikuti denganunderweight dan wasting dengan indeks masing-masing 0,723, 0,681 dan 0,29426.

Terdapat perbedaan proporsi baduta pendekyang signifikan berdasarkan kepemilikan jaminankesehatan. 40% balita stunting dari keluarga pesertaAskeskin, sedangkan dari keluarga peserta jaminankesehatan non ASKESKIN hanya 27,9%. Berdasar-kan kriteria WHO (1997), prevalensi stunting padabaduta yang dari keluarga memiliki ASKESKINtermasuk sangat tinggi27.

Terjadinya stunting dipengaruhi oleh faktor ge-netik dan lingkungan selama periode pertumbuhan.Kegagalan pertumbuhan linier sebagian besar dise-babkan pada periode intrauterin dan beberapa tahun

pertama kehidupan dan disebabkan oleh asupanyang tidak memadai dan infeksi yang berulang28.Tinggi badan ibu yang pendek dan gizi ibu yangburuk berhubungan dengan peningkatan risiko kega-galan pertumbuhan intrauterine29. Tingginya stunt-ing pada balita, karena pada masa balita kebutuhangizi lebih besar untuk pertumbuhan yang pesat, da-lam kaitannya dengan berat badan dibandingkanmasa remaja atau dewasa. Dengan demikian, ke-sempatan untuk terjadi gangguan pertumbuhan lebihbesar pada balita30. Stunting pada umumnya telahterjadi dalam periode yang singkat (sebelum lahirhingga kurang lebih umur 2 tahun31, sebagai akibatdari tidak terpenuhinya kebutuhan gizi ibu selamahamil dan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi anakdalam dua tahun pertama setelah lahir32. Masalahini mempunyai efek sisa yang bersifat permanendengan konsekuensi sangat serius di kemudian hari.Maka untuk memutuskan siklus antar generasi inter-vensi gizi hasus difokuskan dalam mengatasi masa-lah gizi ibu hamil sampai usia anak dua tahun perta-ma kehidupannya karena masa ini merupakan masakritis, masa emas untuk pertumbuhan dan perkem-bangan otak yang optimal, yang dikenal denganperiode “windows of opportunity” yang kemudiandiadopsi Indonesia dengan program “konsep 1000hari pertama kehidupan anak »28.

Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatanterhadap Riwayat Lahir dan Stunting

Hasil penelitian menemukan bahwa kepemilikanjaminan kesehatan berdampak pada riwayat lahirdan kejadian stunting. Keluarga peserta jaminankesehatan Non-ASKESKIN sebagai faktor protektifterjadinya BBLR. Namun tidak ada perbedaan risikoBBLR antara antara bayi dari keluarga peserta Askes-kin dan yang tidak memiliki jaminan kesehatan (mo-del 1). Kepemilikan ASKESKIN sebagai faktor risikokejadian premature (model 2). Anak dari keluargapeserta jaminan kesehatan Non-ASKESKIN sebagaifaktor protektif terjadinya stunting, namun tidak adaperbedaan risiko stunting antara anak dari keluargapeserta ASKESKIN dengan anak dari keluarga yangtidak memiliki jaminan kesehatan (model 3).

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa kepe-sertaan jaminan kesehatan mampu memperbaki ma-salah gizi akut. Hasil penelitian di Sulawesi Selatandan Jawa Barat menemukan bahwa setelah satutahun program pengaman sosial bidang kesehatan(JPS-BK) angka prevalensi KEP akut tampak menu-run namun dampaknya tidak signifikan. Peningkatanstatus gizi pada kelompok gakin di daerah JawaBarat menunjukkan bahwa program JPS-BK secara

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 63

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

keseluruhan memberikan dampak positif terhadapstatus gizi anak baduta. Dampak ini terlihat karenaprogram intervensi yang dilakukan dalam JPS-BKadalah upaya untuk menanggulangi masalah KEPakut yang terjadi akibat krisis moneter atau ketidak-mampuan keluarga dalam menyediakan makananyang cukup buat anaknya. Hasil studi evaluasi pro-gram JPS-BK yang dilaksanakan di lima Propinsi,dalam pemantauan selama 1 tahun dengan tiga kalipengukuran terlihat penurunan yang sangat bermak-na dari prevalensi KEP akut (BB/TB) yaitu 19%,15,6% dan 13,6%. Penelitian ini menemukan bahwaterjadi penurunan Z skore BB/TB yang bermaknapada kelompok Gakin6.

Masalah stunting merupakan masalah pertum-buhan yang sifatnya kronis. Masalah status gizi kro-nis lebih terkait dengan masalah sosial ekonomirendah, perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan)yang tidak mendukung dan lingkungan yang tidaksehat yang berlangsung lama. Penanganan masalahstunting tidak cukup dengan hanya melalui upayaperbaikan gizi dan kesehatan ibu hamil dan perbaikangizi balita selama masa kritis tumbuh kembang padadua tahun kehidupan, tetapi juga memerlukan upaya-upaya lain seperti perbaikan keadaan sosial ekonomi,perbaikan perilaku (peningkatan pengetahuan, sikapdan tindakan) dan meningkatkan perilaku hidup ber-sih dan sehat, perbaikan kesehatan lingkungan yangmemerlukan kerja sama lintas program dan listassektor32. Upaya ini tidak hanya akan memberikanhasil lahirnya generasi mendatang yang tidak pendek,tetapi juga mencegah terjadinya terjadihya balitakurus atau balita gemuk, bahkan dalam jangkapanjang akan mencegah remaja gemuk/obesitas.

Temuan ini juga menjadi masukan penting bagipengambil keputusan, dimana masih banyak kebi-jakan yang harus dirumuskan dan dikembangkanserta dievaluasi untuk memperbaiki masalah gizi,khususnya masalah stunting sejak usia dini. Berba-gai intervensi masalah status gizi telah dilakukan,namun dalam intervensi yang dilakukan sering kalisama untuk semua masalah gangguan gizi. Makaperlu pemetaan yang tepat mengenai permasalahanstatus gizi sejak balita dalam menentukan intervensiyang tepat sasaran, sehingga program perbaikan giziyang dilakukan bukan menjadi menambah masalahgizi di usia berikutnya. Balita yang pendek bila dila-kukan intervensi pemberian makanan yang tinggikalori justru berdampak pada kelebihan berat badan,dan bila keadaan ini berlangsung lama justru akanmenimbulkan masalah obesitas di usia berikutnya.Oleh karena itu, daerah dengan prevalensi stuntingtinggi, program perbaikan status gizi anak merupa-

kan hal yang sangat mendesak. Program ini sebaik-nya menargetkan anak-anak dalam usia dua tahunpertama dan dikombinasikan dengan aktivitas pela-yanan kesehatan, stimulasi psikolososial, serta pen-didikan kesehatan bagi orang tua. Perlu penelitianmendalam tentang efek pemberian makanan tam-bahan pada balita stunting, dan harus dikaji ulangkembali sebelum implikasi kebijakan tersebut men-jadi jelas. Karena keadaan stunting yang terjadi padausia 0-3 tahun tidak dapat dipulihkan walaupun anakmengalami percepatan pertumbuhan33. Pada balitayang berat badan rendah menurut umur dapat diko-reksi hanya dengan mengubah keseimbangan energiselama suatu periode waktu saat anak-anak meng-konsumsi dan mempertahankan lebih banyak energidaripada yang mereka gunakan. Semakin pendektubuh anak, semakin besar risiko dihasilkannya kom-posisi tubuh yang tidak sehat jika berat badan me-nurut usianya dikoreksi tanpa mempertimbangkantubuhnya yang pendek.

Masalah berat lahir, premature dan stunting ber-beda dengan masalah KEK akut yang dapat diper-baiki melalui program-program pemberian makanantambahan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupunpelayanan kesehatan bagi peserta Askeskin bersifatkomprehensif dan berjenjang namun program-pro-gram yang dilakukan belum dapat menyelesaikanmasalah gizi kronis di Indonesia. Penelitian ini me-nemukan bahwa Akseskin tidak efektif untuk mem-perbaiki masalah riwayat lahir (BBLR dan prema-ture) dan kejadian stunting. Hal ini dapat dijelaskankarena masalah riwayat lahir dan stunting merupa-kan masalah kronis yang penanggulangan secarakomprehensif dan antargenerasi yang seharusnyalebih difokuskan pada upaya promotif dan prefentifmasalah gizi periode 1000 pertama kehidupan. Se-mentara program gizi dalam pelayanan jaminan ke-sehatan masih berorintasi untuk penanggulangan(kuratif) masalah gizi buruk dan gizi kurang, per-hatian terhadap perbaikan terhadap masalah stunt-ing masih rendah. Hasil studi kasus di PuskesmasMulyorejo dan Banyu Urip, Kota Surabaya menun-jukkan ternyata pemanfaatan Askeskin pada pela-yanan kesehatan tingkat Puskesmas paling rendahadalah untuk pelayanan KIA-KB (4,4%), selebihnyauntuk Balai Pengobatan umum dan gigi (69,1%),Rawat inap (5,9%) dan lain-lain (20,6%)34. Analisislanjut data SDKI 2002-2003 dan 2007 menemukanbahwa kepemilikan asuransi kesehatan untukkeluarga miskin tidak mempengaruhi pemanfaatanpelayanan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi(HR:1,2, 95% CI:1,08-1,44)35.

64 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

Demsa Simbolon: Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwatidak ada perbedaan risiko BBLR antara anak yanglahir dari keluarga peserta ASKESKIN dengan anakyang tidak memiliki jaminan kesehatan. Penelitianini mememuan bahwa anak yang lahir dari keluargapeserta jaminan kesehatan Non-ASKESKIN sebagaifaktor protektif terjadinya BBLR. Berdasarkan umurkehamilan menunjukkan bahwa kepemilikan AS-KESKIN sebagai faktor risiko kejadian umur kehamil-an kurang bulan. Berdasarkan kejadian stunting me-nunjukkan bahwa tidak ada perbedaan risiko stunt-ing antara anak yang lahir dari keluarga pesertaASKESKIN dengan anak yang tidak memiliki jaminankesehatan. Temuan ini menunjukkan program AS-KENKIN belum dimanfaatkan keluarga miskin untukmencegah terjadinya BBLR, kelahiran premature dankejadian stunting. Agar kepemilikan Jaminan Kese-hatan Masyarakat (keluarga miskin) dapat mengatasipermasalahan Kesehatan Ibu dan Anak serta masa-lah gizi (stunting) maka diharapkan pelayanan kese-hatan lebih memfoskuskan pada upaya promotif danprefentif.

REFERENSI1 Departemen Kesehatan RI, Pedoman Umum

Program Jaringan Perlindungan Sosial, Jakarta,1998.

2 Departemen Kesehatan RI, PedomanPelaksanaan Program KompensasiPengurangan Subsidi Bahan Bakar MinyakBidang Kesehatan, Jakarta, 2003.

3 Kementrian Kesehatan RI, Keputusan MenteriKesehatan RI Nomor 125/MENKES/SK/II/2008tentang pedoman penyelenggaraan programJaminan Kesehatan Masyarakat tahun 2008,Jakarta, 2008.

4 Rachmawati, Tety, Budiarto W, Ristrini, AstutikWD, Efektivitas Penyelenggaraan Program JPKGakin PKPS BBM bidang kesehatan,Surabaya, 2004.

5 Crescent, Impact of JPS Basic Health Care onThe Health Status of Poor Communities, Centrefor Regional resource Development andCommunity Empowerment, Bogor, 2001.

6 Thaha AR, Dampak Program Pengaman Sosialterhadap Status Gizi Anak Baduta di SulawesiSelatan dan JAwa Barat. Majalah KEdokteranInfonesia, 2004,54(4) ;116-123.

7 Kementerian Kesehatan RI, Riset KesehatanDasar (Riskesdas) 2010, Jakarta, 2010.

8 Binkin, Fleshood, and Moris, Birth weight andChildhood Growth. Pediatrics, 2002 ; 82: 828-834.

9 Ford GW, Doyle LW, Davis NM, Callanan C,Very Low Birth Weight and Growth intoAdolescent. Arch. Pediatr. Adolesc.Med,2000 ;154:778-784.

10 Sorensen HT, Sabroe S, Rothman KJ, GillmanM, Steffensen FH, Fischer P, Birth Weight andLength as Predictors for Adult Height. Am JEpidemiol 1999; 149: 726-729.

11 Kusharisupeni, Growth Faltering pada Bayi diKabupaten Indramayu Jawa Barat, Makara,2002 ;6(1).

12 Martorel R, Rivera J & Kaplowitz H,Consequences of Stunting in Early Childhoodfor Adult Body Size in Rural Guatemala. Ann.Nestle, 1990 ;48 :85-92.

13 ACC/SCN. 2000. Fourth Report on the WorlNutrition Situation. Geneva: ACC/SCN incollaboration with the International Food PolicyResearch Institute.

14 Kementerian Kesehatan RI, Riset KesehatanDasar (Riskesdas) 2007, Jakarta, 2008.

15 The Indonesia Family Life Survey (IFLS), FamilyLife Surveys, A Rand Labor and PopulationProgram. http://www.rand.org/labor/FLS/IFLS.html.

16 World Health Organization, WHO Antro 2005,Beta version Feb 17th, 2006: Software forassessing growth and development of theworld’s children, WHO, Geneva, 2006.

17 World Health Organization, Expert Committeeon Physical Status. Physical Status: The Useand Interpretation of Anthropometry. TechnicalReport Series. no. 854. WHO, Geneva, 1995.

18 Fall CH, Osmond C, Barker DJ, Fetal and infantgrowth and cardiovascular risk factors in women.BMJ, 1995;310:428 –32.

19 Podja J & Kelley L, Low Birthweight- UnitedNations Administrative Committee onCoordination Sub_committee on Nutrition.Nutrition Policy Discussion Paper, 2000 ;18.

20 Noviani, Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah(BBLR) dengan Kejadian KEmatian NeonatalDini di Indonesia tahun 2010 (Analisis DataRiskesdas 2010), Thesis FKM UniversitasIndonesia, Depok, 2011.

21 Kusharisupeni. 2004 Peran Status Kelahiranterhadap Stunting pada Bayi: Sebuah StudiProspektif. J Kedokteran Trisakti. Juli-September 2004 ;23(3).

22 Klaus & Fanaroff. Penatalaksanaan NeonatusRisiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta, 1998.

23 Brown Judith E, Nutrition Trough the Life Cycle.Wadsworth/Thomson Learning, Belmont USA,2002.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014 65

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

24 Widodo Y, Hubungan Status Gizi berdasarkanIndeks Antropometri Tunggal dan Kompositdengan Morbiditas. Litbangkes, Kemenkes,2010.

25 Nandy S, Irving M, Gordon D, Subramanian SV,Smith GD, Poverty, child undernutrition andmorbidity: new evidence from India. Bulletin ofthe World Health Organization, 2005;83:210-216.

26 Bose K & Mandal GC, Proposed NewAntropometric Idices of Childhood Undernutrition.Mal J Nutr, 2010 ;16(1): 131-136.

27 World Health Organization, WHO Database onChild Growth and Malnutrition, Geneva, 1997.

28 Shrimpton R, Worldwide timing of Growthfaltering: implications for Nutri t ionalinterventions. American Academi of Pediatric,2001.

29 Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE,de Onis M, Ezzati M, Mathers C, Rivera J, Forthe Maternal and Child Undernutrition StudyGroup. Maternal and Child Undernutrition: Globaland Regional Exposures and HealthConsequences. Lancet, 2008;371:243–60.

30 Martorell R, Kettel Khan L, Schroeder D,Reversibility of stunting: epidemiological findingsin children from developing countries. Eur J ClinNutr 1994;48:S45–57.

31 Chakraborty P and Anderson AK, Predictorsof Overweight in Children under 5 Years of Agein India. Current Research Journal of SocialSciences, 2010 ;2(3):138-146.

32 Jahari AB, Draf Buku Saku Gizi: TerwujudnyaGenerasi Penerus bangsa yang berkualitastanggung jawab kita bersama: DepartemenKesehatan RI, Jakarta, 2009.

33 Gibney M J, Margetts BM, Kearney JM, ArabL. Gizi Kesehatan Masyarakat, Jakarta, 2008.

34 Dwilaksono A, Strategi Peningkatan KualitasJasa Pelayanan Berdasarkan AnalisisKepuasan Pasien Askeskin di Puskesmas(Studi Kasus di Puskesmas Mulyorejo danBanyu Urip, Kota Surabaya). Buletin PenelitianSistem Kesehatan, 2006 ;9(4) :190-192.

35 Yunitawati D, Pemanfaatan PelayananKesehatan dan Kelangsungan Hidup Bayi padaRumah Tangga Miskin di Indonesia (AnalisisData SDKI 2002-2003 dan 2007), Tesis UGM,Yogyakarta, 2012.