JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA · PDF fileJurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, ......

9
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 43 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia EVALUASI KOORDINASI PELAYANAN KESEHATAN LINTAS PROVINSI PADA MASA TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG MERAPI TAHUN 2010 AN EVALUATION ON CROSS-PROVINCIAL HEALTHCARE COORDINATION DURING THE EMERGENCY RESPONSE PERIOD OF GUNUNG MERAPI DISASTER IN 2010 Sri Purwaningsih 1 , Laksono Trisnantoro 2 , Bella Donna 3 1 RSPAU Dr. S. Hardjolukito, Yogyakarta 2 Program Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Background: Natural disasters influence human health and prosperity. The increasing tendency for natural disaster has become a priority in the disaster management in Indonesia. Gunung Merapi erupted on October 26, 2010. The eruption continued until November 2010. The disaster led to huge life tolls and injuries. It also caused substantial and extensive dam- ages and losses in four main regions, Sleman Regency in the Province of DI Yogyakarta, Magelang, Klaten, and Boyolali Regencies in the Province of Central Java. The data issued on December 13, 2010 reported 388 life tolls, 2.786 inpatient inju- ries, 62.923 outpatients injuries, and up to 21.338 refugees. To anticipate the spread of negative effects on the victim health due to Gunung Merapi eruption, the Provincial Health Office of DIY and Central Java had cross-provincial coordination, orga- nization, communication, and leadership. Method: A qualitative research was conducted using case study design. Subjects of the study were informants who played important roles in the coordinative process in the Prov- ince of DI Yogyakarta and Central Java. The data were col- lected by means of document investigation, direct observa- tion, and in-depth interviews. Data validity was checked by means of source, method, and data triangulation. Results: To realize an effective and efficient healthcare dur- ing the emergency response period after Gunung Merapi erup- tion, an integrated command organization was established to involve the two provinces – DI Yogyakarta and Central Java. The organization had daily coordination meetings by means of direct communication in terms of meetings and indirect com- munication using teleconference. Information could be received and transmitted quickly by means of sms gateway and email. Leadership applied during the emergency response period was command in nature, rather than authoritarian style. Conclusion: Cross-provincial healthcare coordination during the emergency response period after Gunung Merapi eruption in 2010 worked in a sufficiently effective way, since no ex- traordinary cases occurred at that time. Keywords: Disaster, organization, coordination, communica- tion, leadership JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA VOLUME 03 No. 01 Maret 2014 Halaman 43 - 51 Artikel Penelitian ABSTRAK Latar Belakang: Bencana alam selalu mempengaruhi kesehat- an dan kesejahteraan manusia. Bencana alam yang terus meningkat telah menjadi sebuah prioritas penanganan bencana di Indonesia. Pada tanggal 26 Oktober 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi dan berlanjut sampai dengan awal Novem- ber 2010. Jumlah korban yang meninggal maupun luka-luka cukup banyak, serta menyebabkan kerusakan dan kerugian yang meluas di empat wilayah yaitu kabupaten Sleman di Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali di Provinsi Jawa Tengah. Informasi yang diperoleh pada tanggal 13 Desember 2010, data meninggal dunia 388 orang, rawat inap sejumlah 2.786 orang, rawat jalan 62.923 orang dan jumlah pengungsi sampai 21.338 orang. Untuk mengantisipasi meluasnya dampak negatif terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibat erupsi Gunung Merapi, Dinas Kesehatan Provinsi DIY dan Jateng melaksanakan koordinasi, pengorgani- sasian, komunikasi dan kepemimpinan. Metode Penelitian: Penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Subyek penelitian adalah informan yang memiliki peranan penting dalam proses koodinasi di Provinsi D.I. Yog- yakarta dan Jateng. Pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam. Validitas data menggunakan triangulasi sumber, metode, dan data. Hasil Penelitian: Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien pada masa tanggap darurat bencana Gunung Merapi, dibentuk organisasi komando terpadu yang melibatkan dua Provinsi yaitu DI. Yogyakarta dan Jateng, melaksanakan koordinasi melalui rapat harian menggunakan komunikasi langsung dengan pertemuan dan tidak langsung dengan tele- conference. Penerimaan dan pengiriman informasi cepat melalui sms gateway dan email . Gaya Kepemimpinan yang diterapkan pada masa tanggap darurat bersifat komando dan tidak otoriter. Kesimpulan: Koordinasi pelayanan kesehatan lintas provinsi pada masa tanggap darurat Gunung Merapi tahun 2010 berjalan cukup efektif, karena pada saat itu tidak terjadi kasus KLB. Kata kunci: bencana, organisasi, koordinasi, komunikasi, kepemimpinan

Transcript of JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA · PDF fileJurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, ......

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 43

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

EVALUASI KOORDINASI PELAYANAN KESEHATAN LINTAS PROVINSI PADAMASA TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG MERAPI

TAHUN 2010

AN EVALUATION ON CROSS-PROVINCIAL HEALTHCARE COORDINATION DURING THEEMERGENCY RESPONSE PERIOD OF GUNUNG MERAPI DISASTER IN 2010

Sri Purwaningsih1, Laksono Trisnantoro2, Bella Donna3

1RSPAU Dr. S. Hardjolukito, Yogyakarta2Program Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta3Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACTBackground: Natural disasters influence human health andprosperity. The increasing tendency for natural disaster hasbecome a priority in the disaster management in Indonesia.Gunung Merapi erupted on October 26, 2010. The eruptioncontinued until November 2010. The disaster led to huge lifetolls and injuries. It also caused substantial and extensive dam-ages and losses in four main regions, Sleman Regency in theProvince of DI Yogyakarta, Magelang, Klaten, and BoyolaliRegencies in the Province of Central Java. The data issued onDecember 13, 2010 reported 388 life tolls, 2.786 inpatient inju-ries, 62.923 outpatients injuries, and up to 21.338 refugees. Toanticipate the spread of negative effects on the victim healthdue to Gunung Merapi eruption, the Provincial Health Office ofDIY and Central Java had cross-provincial coordination, orga-nization, communication, and leadership.Method: A qualitative research was conducted using casestudy design. Subjects of the study were informants whoplayed important roles in the coordinative process in the Prov-ince of DI Yogyakarta and Central Java. The data were col-lected by means of document investigation, direct observa-tion, and in-depth interviews. Data validity was checked bymeans of source, method, and data triangulation.Results: To realize an effective and efficient healthcare dur-ing the emergency response period after Gunung Merapi erup-tion, an integrated command organization was established toinvolve the two provinces – DI Yogyakarta and Central Java.The organization had daily coordination meetings by means ofdirect communication in terms of meetings and indirect com-munication using teleconference. Information could be receivedand transmitted quickly by means of sms gateway and email.Leadership applied during the emergency response periodwas command in nature, rather than authoritarian style.Conclusion: Cross-provincial healthcare coordination duringthe emergency response period after Gunung Merapi eruptionin 2010 worked in a sufficiently effective way, since no ex-traordinary cases occurred at that time.

Keywords: Disaster, organization, coordination, communica-tion, leadership

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 03 No. 01 Maret 2014 Halaman 43 - 51

Artikel Penelitian

ABSTRAKLatar Belakang: Bencana alam selalu mempengaruhi kesehat-an dan kesejahteraan manusia. Bencana alam yang terusmeningkat telah menjadi sebuah prioritas penanganan bencanadi Indonesia. Pada tanggal 26 Oktober 2010, Gunung Merapimengalami erupsi dan berlanjut sampai dengan awal Novem-ber 2010. Jumlah korban yang meninggal maupun luka-lukacukup banyak, serta menyebabkan kerusakan dan kerugianyang meluas di empat wilayah yaitu kabupaten Sleman diProvinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Klaten danBoyolali di Provinsi Jawa Tengah. Informasi yang diperolehpada tanggal 13 Desember 2010, data meninggal dunia 388orang, rawat inap sejumlah 2.786 orang, rawat jalan 62.923orang dan jumlah pengungsi sampai 21.338 orang. Untukmengantisipasi meluasnya dampak negatif terhadap kesehatanyang ditimbulkan akibat erupsi Gunung Merapi, Dinas KesehatanProvinsi DIY dan Jateng melaksanakan koordinasi, pengorgani-sasian, komunikasi dan kepemimpinan.Metode Penelitian: Penelitian kualitatif dengan rancanganstudi kasus. Subyek penelitian adalah informan yang memilikiperanan penting dalam proses koodinasi di Provinsi D.I. Yog-yakarta dan Jateng. Pengumpulan data menggunakan studidokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam.Validitas data menggunakan triangulasi sumber, metode, dandata.Hasil Penelitian: Untuk mencapai pelayanan kesehatan yangefektif dan efisien pada masa tanggap darurat bencana GunungMerapi, dibentuk organisasi komando terpadu yang melibatkandua Provinsi yaitu DI. Yogyakarta dan Jateng, melaksanakankoordinasi melalui rapat harian menggunakan komunikasilangsung dengan pertemuan dan tidak langsung dengan tele-conference. Penerimaan dan pengiriman informasi cepat melaluisms gateway dan email. Gaya Kepemimpinan yang diterapkanpada masa tanggap darurat bersifat komando dan tidak otoriter.Kesimpulan: Koordinasi pelayanan kesehatan lintas provinsipada masa tanggap darurat Gunung Merapi tahun 2010 berjalancukup efektif, karena pada saat itu tidak terjadi kasus KLB.

Kata kunci: bencana, organisasi, koordinasi, komunikasi,kepemimpinan

44 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014

Sri Purwaningsih: Evaluasi Koordinasi Pelayanan Kesehatan Lintas Provinsi

PENGANTARBencana telah menjadi isu menarik pada bebe-

rapa tahun terakhir ini dan hampir semua aspek ke-sehatan masyarakat dan sistem kesehatan. Benca-na alam selalu mempengaruhi kesehatan dan kese-jahteraan manusia. Meskipun perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi bencana telah berkem-bang pesat, tetapi dampak keparahan akibat ben-cana alam meningkat secara tajam dalam beberapadekade terakhir ini. Hal ini terjadi karena mening-katnya kerentanan masyarakat akibat dari pertum-buhan penduduk yang cepat, urbanisasi, degradasilingkungan, kemiskinan, dan ketimpangan sosial.Bencana juga dapat mengakibatkan peningkatankerugian secara ekonomi di masyarakat1.

Indonesia saat ini sering menghadapi berbagaibencana alam seperti banjir, tanah longsor, gunungmeletus dan kekeringan. Bencana ini selalu terjadidi sepanjang tahun dan dapat menjadi ancaman sela-manya. Kejadian bencana alam yang terus meningkatini telah menjadi sebuah prioritas penanganan benca-na di Indonesia2.

Pada tanggal 26 Oktober 2010, Gunung GunungMerapi mengalami erupsi dan berlanjut sampai de-ngan awal Bulan November 2010. Peristiwa ini meng-akibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka, sertakerusakan dan kerugian besar di wilayah yang terse-bar pada empat Kabupaten yaitu Kabupaten Mage-lang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten danKabupaten Sleman. Bencana Gunung Gunung Mera-pi ini merupakan yang terbesar dibandingkan denganbencana yang sama dalam lima periode waktu sebe-lumnya yaitu tahun 1994, 1997, 1998, 2001 dan20063.

Menurut data dari Pusat Penanggulangan Krisis(PPK) Kemenkes, sampai dengan tanggal 13 De-sember 2010 korban meninggal berjumlah 388 or-ang, rawat inap sejumlah 2786 orang, rawat jalan62.923 orang dan jumlah pengungsi sampai 21.338orang4. Guna mengantisipasi meluasnya dampaknegatif terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibatbencana erupsi Gunung Gunung Merapi yang meli-batkan dua proivinsi yaitu Provinsi DI Yogyakarta danProvinsi Jawa Tengah, maka pemerintah mengambilalih komando dan kendali penanggulangan bencana,untuk kluster kesehatan sebagai komando dan ken-dalinya dipegang oleh pejabat Eselon I dariKemenkes RI.

Kejadian bencana menimbulkan situasi yangkacau dan membuat panik, banyak sarana prasaranayang rusak, untuk menanggulangi kondisi tersebut

perlu adanya manajemen penanggulangan bencana,diantaranya dengan membentuk suatu organisasikomando terpadu yang dikendalikan oleh pemimpinyang menguasai situasi medan, tegas dan beranimengambil suatu keputusan yang cepat. Komuni-kasi dan koordinasi merupakan hal yang pentingdalam penanganan situasi ini, karena dalam kondisiyang demikian kacau dibutuhkan tindakan yangcepat agar tidak menimbulkan masalah yang lebihbesar lagi. Koordinasi dilakukan dengan rapat harianbaik langsung dalam pertemuan atau melalui tele-conference menggunakan skype, sedangkan infor-masi data cepat diperoleh dengan sms, email ataufaksimili dan jalurnya satu pintu agar data yangdiperoleh selalu valid.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini dilakukan dengan kualitatif dengan

rancangan penelitian ini menggunakan studi kasusdengan evaluasi summatif. Penelitian dilakukan diProvinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah.Subyek penelitian adalah informan yang memilikiperanan penting dalam proses koordinasi pada masabencana Gunung Merapi di Provinsi DI Yogyakartayaitu Pusat Penanggulangan Krisis KementerianKesehatan, Kepala Dinas Kesehatan dari ProvinsiDI Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, KabupatenSleman, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, danKabupaten Magelang. Sampel penelitian diambilsecara purposive sampling dengan pertimbanganbahwa subyek adalah sekelompok orang yangmemiliki informasi yang dibutuhkan, juga merupakansekelompok orang yang paling tahu tentang apa yangdiinginkan peneliti dan akan memudahkan penelitimenjelajahi obyek/situasi yang diteliti.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANInput

Pada awal kejadian bencana sering membuatsuasana menjadi kacau dan panik, kebutuhan sum-ber daya melebihi dari kondisi normal ketika tidakterjadi bencana, hal ini terjadi karena banyak saranaprasarana yang rusak, jatuhnya korban jiwa, dan ke-butuhan logistik yang meningkat. Dampak dari erupsiGunung Merapi yang melibatkan provinsi DI Yogya-karta dan Provinsi Jawa Tengah, menimbulkan perma-salahan kesehatan bagi pengungsi. Sebagaimanatampak dalam data Laporan Gunung Merapi dariPPK Kemenkes di Jakarta tanggal 13 Desember2010 tentang perkembangan permasalahan kesehat-an, sebagai berikut :

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 45

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Tabel 1. Data Korban Akibat BencanaErupsi Gunung Merapi

Korban Penyebab Total (Jiwa) Luka Bakar Non Luka Bakar

Meninggal 198 190 388 Rawat Inap 77 2.709 2.786 Rawat Jalan: 62.923 - Rumkit - - 3.939 - Pos Kes. - - 58.984

Pengungsi 21.338

Sumber : Kemenkes, 2010

Gambaran Sumber Daya ManusiaPada awal kejadian tangal 25 Oktober hingga

tanggal 18 Nopember 2010, Dinas Kesehatan telahmenerjunkan sebanyak 38 Tim yang terdiri dari TimPuskesmas sebanyak 29 tim dan Rumah sakit, baikswasta maupun pemerintah, sebanyak 9 tim. Selaintim dari Kabupaten Boyolali, juga menerima bantuantim kesehatan dari luar Kabupaten Boyolali sebanyak38 tim sehingga total jumlah tim yang diterjunkansebanyak 76 tim. Dari sejumlah 76 tim kesehatantersebut terdiri dari 580 tenaga yang terbagi menurutjenis tenaga sebagai berikut:

yolali mendistribusikan dan mengkoordinir relawanuntuk memberikan pelayanan kesehatan. Koordinasidilakukan dengan para relawan maka diperlukan ko-ordinator wilayah dan pengaturan sumberdaya manu-sia yaitu dengan pendistribusian relawan berdasar-kan spesialisasi dari relawan agar dapat memberikanpelayanan yang tepat dan cepat serta penunjukanseseorang sebagai koordinator relawan dalam pela-yanan kesehatan serta diberikan kewenangan untukmengatur dan mengelola pelayanan kesehatan dipos pengungsian.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan bagi kor-ban bencana dan pengungsi selama masa tanggapdarurat bencana yaitu melalui: 1) Pos Kesehatanyaitu dengan memberikan pelayanan di pos-pos pe-ngungsian berupa pengobatan luka untuk korban lu-ka bakar dan perawatan luka bagi yang bukan lukabakar serta penyakit yang timbul akibat letusan Gu-nung Merapi, tiap pos minimal ada satu tim medis(dokter, perawat, bidan, administrasi dan driver) yangdilengkapi dengan ambulan, alat-alat kesehatan danobat-obatan pelayanan dasar dan kedaruratan, 2)Puskesmas Keliling atau bisa disebut dengan pos

Tabel 2. Tim Tanggap DaruratJenis Tenaga Dok ter Dokter gigi Pera wat Bidan Ass Apt Driver Lain-lain Total

Kab. 44 11 136 133 5 38 0 367 Luar Kab. 47 1 114 0 9 35 7 213 Jumlah 91 12 250 133 14 73 7 580

Sumber data; Kemenkes, 2010

Jumlah pos-pos kesehatan dan jumlah tenagakesehatan yang datang dari berbagai daerah maupundari luar negeri, pasti akan menimbulkan persoalandari sisi manajemen relawan dan pelayanan medis.Permasalahan yang ditemui selama masa tanggapdarurat terkait hal tersebut diantaranya: 1) pelayananmedis yang diberikan kepada pengungsi tidak mera-ta, 2) relawan medis dan non medis yang tidak mauditempatkan sesuai arahan bahkan memilih sendiritempat yang bernilai politis, 3) penempatan relawanyang tidak melalui kementerian kesehatan dan dinaskesehatan akan terjadi penumpukan tenaga kesehat-an di suatu pos kesehatan tertentu, 4) relawan yangtidak melapor ketika datang serta lama waktu tugastidak sesuai dengan yang tertera dalam surat tugas,5) minimnya jumlah dokter bedah plastik yang tidaksebanding dengan banyaknya korban luka bakar khu-susnya dengan luka bakar di atas 50% akibat erupsiGunung Merapi

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Kabupa-ten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Bo-

kesehatan mobile yaitu dengan memberikan peng-obatan secara keliling kepada pengungsi dan 3)Rumah Sakit sebagai tempat rujukan jika ada korbanluka bakar atau penyakit lain yang muncul dan tidakmampu ditangani.

Gambaran DanaPemerintah mengalokasikan anggaran penang-

gulangan bencana pada masa tanggap darurat mela-lui APBN, sementara itu pemerintah daerah dapatmengalokasikan dana siap pakai dalam APBD meng-acu pada PP No. 22/2008. Pasal 60 UU No. 24/2007 menyebutkan bahwa dana penanggulanganbencana menjadi tanggung jawab bersama antaraPemerintah dan Pemerintah Daerah, juga Pemerintahdan Pemerintah Daerah mendorong partisipasi ma-syarakat dalam penyediaan dana yang bersumberdari masyarakat5.

Hasil telaah awal diperoleh informasi bahwa di-nas kesehatan saat itu belum mempunyai anggaranbelanja khusus untuk penanggulangan krisis ben-

46 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014

Sri Purwaningsih: Evaluasi Koordinasi Pelayanan Kesehatan Lintas Provinsi

cana, tetapi anggaran yang ada teralokasikan padamasing-masing bidang pelayanan di Dinas Kesehat-an sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Gambaran Sarana dan PrasaranaBantuan logistik yang diperoleh dari BNPB, lem-

baga swasta maupun pemerintah dan masyarakattelah direkapitulasi dan didistribusikan ke masing-masing lokasi terkena bencana. Peraturan Peme-rintah No. 21/2008 pasal 26 disebutkan bahwa penge-rahan SDM, peralatan dan logistik ke lokasi bencanadilakukan untuk menyelamatkan dan mengevakuasikorban bencana, memenuhi kebutuhan dasar danmemulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yangrusak akibat bencana serta harus sesuai dengankebutuhan6.

Pengelolaan logistik bencana yang telah tersediadan bantuan yang masuk dilakukan rekapitulasi danselanjutnya untuk didistribusikan ke masing-masingpos kesehatan, sebagaimana sesuai alur distribusiobat sebagai berikut :

Hasil telaah dokumentasi dan wawancara dite-mukan bahwa walaupun saat itu sudah diingatkankepada para donatur agar tidak memberikan bantuansusu formula, namun ada yang tetap bersikeras untuktetap membantu, walaupun pada akhirnya terpaksaharus diterima. Tetapi untuk pendistribusiannya danpemanfaatannya tetap harus dalam pengawasanpetugas serta disosialisasikan kepada masyarakatumum bahwa susu formula dilarang untuk diberikankepada bayi baru lahir dan balita dibawah dua tahun.Kutipan wawancara informan tentang hal tersebutadalah sebagai berikut:

“...kesulitan kita lagi masalah yang bantulogistik itu untuk anak-anak bayi balita, kitaada komitmen untuk mengamankan ee…penggunaan susu formula yang seperti itu,tapi ternyata juga ada yang langsung ngedroplewat ini ada yang langsung lewat desa, lewatPKK, kita sudah menyampaikan terusmenyampaikan tapi ya mereka tidak mauuntuk tunduk seperti itu taruh saja tinggalpergi hehehe…bingung itu yang ketempatan,seperti itu banyak kemarin itu ya...”(R7)

DINKES

PROV

DINKES KAB/KOTA

PKM RSU YANKES TNI/POLRI YANKES

SWASTA

POSKO KES

PUSTU

Alur Pendistribusian

Alur Permintaan

DEPKES

Gambar 1.: Alur Distribusi Obat Bencana Gunung Merapi

Sumber: Dinkes Provinsi DI Yogyakarta, 2010

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 47

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/Sk/IV/2004 tentang pemberian ASI secaraeksklusif pada bayi di Indonesia, pada keputusankedua berbunyi bahwa ASI eksklusif diberikan kepa-da bayi sejak lahir hingga umur enam bulan dandianjurkan dilanjutkan hingga umur dua tahun denganpemberian MP- ASI, keputusan ketiga dinyatakanbahwa semua tenaga kesehatan yang bekerja di sara-na pelayanan kesehatan agar menginformasikan ke-pada semua ibu baru melahirkan untuk memberikanASI eksklusif8.

ProsesPengorganisasian

Proses yang mengatur penggunaan dan peman-faatan sumber daya yang ada di dalam lingkunganorganisasi ini merupakan suatu pengorganisasian.Dimana pemanfaatan sumber daya ini menekankanpada pencapaian sasaran dan sistem manajemenyang bersangkutan, hal ini akan membuat sasaranmenjadi jelas dan menjelaskan pemanfaatan sumberdaya guna mencapai sasaran dan tujuan organisasi.Pada awal kejadian erupsi Gunung Merapi telahdibentuk tim penanggulangan krisis kesehatanakibat bencana (PK-AB), salah satu contohnyaseperti Gambar di bawah ini :

ditunjuk sebagai leader adalah pejabat eselon IKemenkes RI, dibantu oleh kepala dinas dari ProvinsiDI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah sebagaiwakil koordinatornya.

Menurut Pramudya9, menyatakan bahwa masa-lah respon bencana diakibatkan oleh tidak bagusnyamanajemen penanganan bencana. Incident Com-mand System (ICS) yang diterjemahkan sebagai Sis-tem Komando Bencana tidak hanya bisa diterapkandalam kondisi bencana tetapi dapat juga digunakanuntuk mengatur jalannya sebuah acara. Sistem initerstruktur untuk memfasilitasi segala aktifitas yangterangkum dalam lima fungsi utama yaitu komando,operasi, perencanaan, logistik dan administrasi.

Incident Command System (ICS) merupakansuatu perangkat atau sistem yang memiliki prinsip-prinsip penanggulangan bencana yang efektif danefisien dalam sistem komando, koordinasi, komuni-kasi dan pengelolaan penanggulangan keadaan da-rurat. Prinsip komando dalam ICS terbagi menjadidua bagian yaitu: 1) Rantai komando artinya adanyaurutan garis otoritas dan hubungan pelaporan daritingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi,segala laporan dan perintah harus mentaati rantaigaris komando, 2) Kesatuan Komando adalah selu-ruh personel harus melapor hanya pada satu super-

Kadinkes

Koortim Penanggula-ngan Kegawat

daruratan

Koortim P2 & Kesling

Koortim Monev dan

Data

Koortim Sarana/Per lengkapan Logistik

Koortim Mobilisasi

Dana

Gambar 2. Struktur Organisasi PK- AB Dinas Kesehatan Provinsi DIY (sesuai SK Kadinkes No. 360/2027/III.2tanggal 1 Maret 2010)

Sumber: Dinkes Prov. DIY, 2010

Setelah erupsi Gunung Merapi yang semakinbesar kejadiannya pada tanggal 5 November 2010,dan melibatkan dua provinsi yaitu Provinsi DI Yogya-karta dan Provinsi Jawa Tengah, guna menghindarijatuh korban yang lebih banyak maka atas instruksiPresiden, sebagai kendali komando tanggap daruratadalah BNPB khusus untuk kluster kesehatan yang

visor dan menerima tugas hanya dari supervisortersebut.

Gambar struktur organisasi tim kesehatan pe-nanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi yangdibentuk dan merupakan pengalihan dari strukturorganisasi sehari-hari adalah:

48 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014

Sri Purwaningsih: Evaluasi Koordinasi Pelayanan Kesehatan Lintas Provinsi

Pengorganisasian komando terpadu ini, pelak-sanaan pelayanan kesehatan kepada pengungsi se-makin terorganisir setelah satu minggu. Dinas Kese-hatan Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Te-ngah, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Kabu-paten Magelang, Kabupaten Boyolali dan KabupatenKlaten dapat dikoordinir langsung oleh Pejabat Ese-lon I dari Kemenkes selaku koordinator yang ditunjukoleh Menteri Kesehatan dalam merekapitulasi danmendistribusikan logistik serta mengkoordinir rela-wan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Rapat koordinasi tentang alur tugas, mengum-pulkan informasi, menyepakati data dan informasiyang akan disampaikan dan alur informasinya, se-hingga dibutuhkan arus informasi yang cepat gunamengetahui perkembangan permasalahan kese-hatan.

KoordinasiKoordinasi pada kluster kesehatan berlangsung

secara rutin melalui rapat harian atau dengan telecon-ference secara bersamaan setiap hari pukul 14.00.Pada pelaksanaan pertemuan tersebut setiap peser-ta sudah membawa data/informasi tentang upaya-upaya yang dilakukan selama masa tanggap daruratbencana antara lain permasalahan kesehatan

pengungsi yang berpotensi KLB juga korban lukaatau meninggal ketika terjadi bencana, jumlahpengungsi, pengaturan dan penempatan relawan/petugas medis di pos-pos kesehatan. Pelaksanaankoordinasi tidak langsung dilaksanakan denganmenggunakan telepon, surat, faksimili atau emaildan website. Waktu itu kesiapan alat teknologi infor-matika dibantu dari FK UGM , demikian penggalanwawancaranya :

“...Di Kesehatan yang jelas telepon, kemudiankami punya website khusus seperti itu, jadiuntuk penanggulangan bencana itu punyawebsite sendiri, kemudian melalui skype.Data disampaikan secara tertulis, emailmaupun laporan lisan, jadi tim-timnya ituselalu nyebar di lapangan, langsung dariteleconference itu kita cek, tiap hari juga adalaporan...nha dari situ kita ngecek jadi adalaporan dari lapangan dilaporkan di situlangsung, kita mempunyai tim-tim yangmencari data laporan itu termasuk dari KMPKjuga mendukung..”(R1)

“...kemarin ee…dibantu oleh KMPK ya ProfLaksono ya dgn sms gateway jadi ..ee..adapetugas yang dilatih untuk melakukan sur-veilans penyakit dan hari itu juga dikirimkanke dinas kesehatan provinsi dan diolahmenjadi sajian data dengan grafik, dengantable dan dikirimkan ke kemenkes...”(R8)

PROMKES Inni H, SKM. (Dinkes DIY) Atik, SKM. (Dinkes Jateng)

KOORDINATOR Dr. Supriyantoro, M.Kes. (Dirjen. Yanmed Kemenkes) WAKIL KOORDINATOR A. Kadinkes Provinsi DIY B. Kadinkes Provinsi Jawa Tengah C. Kadinkes Kab Sleman, Bantul, Kl. Progo, Gn.Kidul, Kota Yogyakarta D. Kadinkes Kab. Klaten, Boyolali, Magelang dan Kota Magelang

SEKRETARIAT Dr. Sigit Priohutomo, MPH. (RS Sardjito) Dr. Anis Fuad (FK-UGM) Dr. Berti (Dinkes Prov. DIY) Haris, SKM. (Dinkes Prov. Jateng)

OPERASIONAL YANMED Agung (Dinkes DIY) Dr. Djoko (Dinkes Jateng)

LOGISTIK Elfi Effendi, Apt. (Dinkes DIY) Heriyanto Apt.(Dinkes Jateng) Drg. Rini,M.Kes. (RS Sardjito)

FASILITAS KESEHATAN Dr. Eti Kumolowati (Dinkes DIY) Dt. Rita, M.Kes (Dinkes Jateng) Direktur Rumah Sakit Terkait

Gambar 3. : Struktur Organisasi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 49

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Pendekatan sistem yang digunakan dalamkoordinasi adalah memandang koordinasi sebagaibentuk pengintegrasian, pengsinkronisasian, danpenyederhanaan pelaksanaan tugas yang terpisah-pisah secara terus-menerus oleh sejumlah individuatau unit sehingga semuanya bersatu dalam jumlah,mutu, tempat, dan waktu yang tepat dalam mencapaitujuan secara efektif dan efisien. Koordinasi lintasprovinsi ketika itu, bisa dikatakan cukup bagus danefektif karena dengan melalui koordinasi bisa salingsharing dan berbagi informasi serta saling memberi-kan bantuan baik teknis maupun sumber dayanya.

KomunikasiBagian penting yang perlu mendapat perhatian

bagi pemimpin dalam mempengaruhi orang lain agarmau melakukan perintahnya ataupun dalam prosespengambilan keputusan adalah komunikasi. Komuni-kasi bisa dikatakan sebagai suatu hubungan yangdilakukan melalui surat, kata-kata, simbol atau pe-san yang bertujuan agar setiap manusia yang terlibatdalam proses dapat saling tukar-menukar arti danpengertian terhadap sesuatu10.

Informasi yang cepat, tepat, akurat dan sesuaidengan kebutuhan harus dilakukan dalam setiap pe-nanganan bencana. Informasi bisa disampaikan se-cara langsung melalui rapat-rapat yang dilaksanakansetiap hari atau secara tidak langsung melalui radiokomunikasi, telepon selluler, email, teleconferencemaupun website. Sesuai dalam Surat KeputusanMenteri Kesehatan No. 064/ 2006 tentang PedomanSistem Informasi Penanggulangan Krisis KesehatanAkibat Bencana, dinyatakan bahwa informasi yangberupa laporan bencana mengalir secara berjenjang,mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota kepadaprovinsi dan diteruskan kepada Kemenkes.

Berikut ini gambaran alur penyampaian laporandi pusat data bencana Dinas Kesehatan Provinsi DIYogyakarta:

KEPALA DINAS

DATA CENTER

PROGRAM/SEKSI

PROGRAM/SEKSI/SUBBAG

KAB/KOTA

RUMAH SAKIT SURVEI

POSKO

Gambar 4. Alur Penyampaian Laporan di Data Centre

BencanaSumber : Dinkes Prov DIY 2010

Beberapa sumber responden yang diwawancaraiterkait dengan media komunikasi yang digunakanmenemukan kendala-kendala, walaupun pada saatitu sudah ada bantuan dari fakultas kedokteran UGMberupa alat teleconference dan sms gateway disertaidengan personelnya yang melatih metode tersebut.Permasalahan ini muncul karena beberapa alasanantara lain sumber daya yang terbatas, membutuhkanbiaya untuk sms, merasa terbebani, dan signalnyayang lemah. Merasa terbebani dengan adanyakebijakan dari pusat mengenai format laporan yangdirasakan kaku dan kurang disosialisasikan.

KepemimpinanMelihat besarnya permasalahan yang terjadi

dan situasi bencana yang cepat sekali berubah, dibu-tuhkan seorang pemimpin yang tegas dan cepatdalam mengambil keputusan. Kepemimpinan yangefektif merupakan salah satu komponen pentinguntuk mengoptimalkan koordinasi lintas provinsi danmengkolaborasikan semua lembaga sektoral dansumber daya yang ada di pemerintah daerah maupunswasta untuk membantu semua masyarakat korbanbencana Gunung Merapi pada masa tanggap darurat.

Berdasarkan hasil penelitian, antara Provinsi DIYogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah memiliki gayakepemimpinan yang berbeda, dimana gaya kepe-mimpinan di Provinsi DI Yogyakarta lebih bersifatmendorong/mensupport, mengkoordinir dan salingmengisi dan di Provinsi Jawa Tengah menyatakanbahwa gaya kepemimpinan komando sangat efektifkarena pada saat itu dibutuhkan gerak cepat dalampenanganan korban.

Pada masa tanggap darurat erupsi GunungMerapi tahun 2010 yang melibatkan dua provinsi,membentuk suatu kerjasama dari gaya kepemim-pinan yang berbeda dalam menangani permasalahanbencana bidang kesehatan merupakan hal yangmenarik. Tidak hanya cukup dengan koordinasimelainkan juga membentuk suatu kolaborasi yangsinergi dalam satu kesatuan komando.

OutputKoordinasi yang terus menerus dan berlanjutan,

bentuk pengorganisasian menggunakan sistemkomando terpadu dan didukung pemimpin yang ber-sifat komando, memiliki keberanian untuk mengambilsuatu keputusan tetapi tidak otoriter, serta komuni-kasi lintas provinsi yang efektif menggunakan tele-conference juga sistem pelaporan cepat mengguna-kan email, faksimili dan sms gateway, maka upayapelayanan kesehatan lintas provinsi yang dilaksana-kan pada masa tanggap darurat bencana erupsi

50 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014

Sri Purwaningsih: Evaluasi Koordinasi Pelayanan Kesehatan Lintas Provinsi

Gunung Merapi dinilai berjalan efektif, hal ini dapatdiketahui dari: 1) Tidak adanya penyebarluasan pe-nyakit yang berpotensi wabah dan dapat terjadi padapaska bencana baik di lokasi pengungsian maupunmasyarakat terdampak lainnya. Dari hasil penelitiantidak ditemukan adanya penyakit yang berpotensiKLB yang ada hanya meningkatnya ISPA akibat efekdari debu vulkanik yang terhirup, namun semua dapatdiatasi dengan baik, 2) Melakukan pemantauan danupaya penyehatan lingkungan di tempat pengungsi-an sampai kembali ke rumah dapat di fasilitasi, 3)Tercukupinya kebutuhan logistik obat-obatan danalat kesehatan dalam penanggulangan bencana. Pe-nelitian menunjukkan bahwa semua bantuan logistikbaik obat-obatan dan alkes dapat terdistribusi meratake semua pos-pos kesehatan, 4) Pendistribusian/mobilisasi bantuan pelayanan kesehatan, relawankesehatan dan logistik kesehatan terlaksana denganbaik, dan 5) Laporan harian kegiatan dan data korbandapat disampaikan tepat waktu. Sistem informasiyang menggunakan sms gateway, email, faksimilidan HP, laporan harian yang dikirimkan dapatditerima dengan cepat.

KESIMPULAN DAN SARANOrganisasi komando terpadu efektif digunakan

dalam masa bencana yang melibatkan dua provinsiatau lebih, karena pelaksanaan koordinasi dan ko-munikasi menjadi lebih efektif, terjalin kerjasamayang bagus, menghemat anggaran dan waktu. Par-tisipasi masyarakat yang dilibatkan secara bersama-sama dalam memberikan solusi, akan memberikanlebih besar kemungkinan untuk penyelesaian masa-lah secara efektif, efisien dan terpadu.

Koordinasi kluster kesehatan baik lintas sektormaupun lintas provinsi dilaksanakan dengan rapatharian dan teleconference secara bersamaan di Di-nas Kesehatan Provinsi DIY. Pelaksanaan koordinasiakan efektif jika tidak terjadi KLB, semua perma-salahan kesehatan baik sarana prasarana, SDM dananggaran dapat teratasi.

Komunikasi langsung melalui rapat koordinasisedang komunikasi tidak langsung menggunakanmedia komunikasi seperti telepon, HT, HP, telecon-ference, email, sms gateway dan website. Informasidata yang disampaikan selalu di update setiap haridan dilaporkan secara berjenjang melalui satu pintuagar informasi yang diterima tetap valid. Kendaladalam komunikasi adalah penggunaan sms gate-way dan teleconference karena terganggu sinyal sertaalat yang masih pinjam.

Kepemimpinan yang sesuai pada masa tang-gap darurat erupsi Gunung Merapi merupakan sosok

pemimpin yang bersifat komando, tegas tetapi tidakotoriter dan berani mengambil keputusan.

Kendala dalam memberikan pelayanan kesehat-an pada pengungsi di Pos Pengungsian antara lain:keterbatasan SDM kesehatan yang memiliki spe-sialis tertentu, tenaga surveilans di lapangan, pendis-tribusian relawan yang tidak merata karena sebagianbesar relawan yang datang tidak melapor dan sulitdiatur, serta memiliki kepentingan tertentu. Apalagidari pihak relawan mempunyai konsep yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan kesehatan, se-hingga terlihat melakukan tindakan yang tidakterkoordinir.

Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota diha-rapkan dapat membuat SOP/Protap pengelolaanbencana, menganggarkan dana siap pakai khususpenanganan bencana, memasukkan LSM dalamorganisasi komando terpadu khususnya dalam timfasilitas kesehatan dan logistik, dan mengadakanpelatihan IT untuk meningkatkan skill sumber dayamanusia yang berhubungan langsung denganteknologi informasi.

REFERENSI1. Nelson C. Lurie N. Wasserman J. Zakowski S.

Conceptualizing and Defining Public HealthEmergency Preparedness. Available from : http://ajph.aphapublications.org/cgi/content/full/97/Supplement_1/S9. (diakses tanggal 10 Novem-ber 2010).

2. Kodoati dan Wardani. Disaster Managemet inCentral Java Province,Indonesia.http://w w w . s p r i n g e r l i n k . c o m / c o n t e n t /q.10412q221643353/ (diakses tanggal 4 Novem-ber 2010)

3. Renaksi. Rencana Aksi Rehabilitasi danRekonstruksi Wilayah Pasca Bencana ErupsiGunung Gunung Merapi di Wilayah Provinsi D.I.Yoyakarta dan Jawa Tengah tahun 2011-2013.Yogyakarta. 2011.

4. Kementrian Kesehatan RI. DokumentasiLaporan Harian Gunung Merapi tanggal 13Desember 2010. Jakarta. 2010.

5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24/2007, Penanggulangan Bencana. Jakarta. 2007.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggu-langan Bencana. Jakarta. 2008.

7. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yog-yakarta. Data Centre Bencana Daerah IstimewaYogyakarta. Yogyakarta. 2010.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indo-nesia, No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 1 Maret 2014 51

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif PadaBayi di Indonesia. Jakarta. 2004.

9 Pramudya. Sistem Komando Bencana danKomponennya, http://seputarbencana.wordpress.com/2010/11/11/03/sistem-

komando-bencana-dan-komponennya/,(diakses tanggal 13 Maret 2012).

10 Azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan.Binarupa Aksara. Jakarta. 1996.