Jurnal (ign eka putra)

16
1 Inkonsistensi ASEAN Economic Community 2015: Realitas di Tengah Kepentingan Nasional Antar Negara I GUSTI NGURAH EKA PUTRA 1 Abstrak Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dunia mengalami perubahan dengan terbentuknya berbagai negara baru. Begitu pula komunikasi dan kepentingan negara tidak hanya bersifat bilateral, namun membentuk suatu kerjasama untuk mencapai kepentinganya. Hal ini terjadi dalam skala ekonomi internasional. Ekonomi menjadi pilar baru dalam persaingan internasional, seperti halnya yang dilakukan asosiasi negara di Asia Tenggara (ASEAN) dengan membentuk kerangka integrasi ekonomi dengan asas dasar pembentukan pasar bebas di kawasan melalui wacana ASEAN Economic Community 2015. Selanjutnya penulis ingin menganalisa eksistensi dan sejauh mana peluang keberhasilan AEC hingga kurun 2015 bersama 10 negara anggota yang pada dasarnya memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang berbeda. Keyword: AEC, ASEAN, Neo-fungsionalisme, Integrasi, Geopolitik PENDAHULUAN Sistem internasional yang berkembang tidak hanya mewajibkan negara memiliki persenjataan sebagai nilai tawar kepada negara lain, namun kemampuan ekonomi juga menjadi tolak ukur kemampuan suatu negara dalam meningkatkan bergaining power dalam sistem internasional, Hal ini dapat diwujudkan dengan bekerjasama atau ekspansi ekonomi. Begitu pula yang dilakukan oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Kamboja, Philipina, Thailand, Laos dan Myanmar yang terbentuk komunitas ASEAN dengan tujuan bekerjasama di berbagai bidang untuk bersaing dalam dunia global dengan memanfaatkan nilai kawasan sejak 1967. 1 *I Gusti Ngurah Eka Putra adalah mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Ia dapat dihubungi melalui email [email protected].

description

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

Transcript of Jurnal (ign eka putra)

Page 1: Jurnal (ign eka putra)

1

Inkonsistensi ASEAN Economic Community 2015:

Realitas di Tengah Kepentingan Nasional Antar Negara

I GUSTI NGURAH EKA PUTRA1

Abstrak

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dunia mengalami perubahan dengan terbentuknya

berbagai negara baru. Begitu pula komunikasi dan kepentingan negara tidak hanya bersifat

bilateral, namun membentuk suatu kerjasama untuk mencapai kepentinganya. Hal ini terjadi

dalam skala ekonomi internasional. Ekonomi menjadi pilar baru dalam persaingan

internasional, seperti halnya yang dilakukan asosiasi negara di Asia Tenggara (ASEAN)

dengan membentuk kerangka integrasi ekonomi dengan asas dasar pembentukan pasar bebas

di kawasan melalui wacana ASEAN Economic Community 2015. Selanjutnya penulis ingin

menganalisa eksistensi dan sejauh mana peluang keberhasilan AEC hingga kurun 2015

bersama 10 negara anggota yang pada dasarnya memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang

berbeda.

Keyword: AEC, ASEAN, Neo-fungsionalisme, Integrasi, Geopolitik

PENDAHULUAN

Sistem internasional yang berkembang tidak hanya mewajibkan negara memiliki persenjataan

sebagai nilai tawar kepada negara lain, namun kemampuan ekonomi juga menjadi tolak ukur

kemampuan suatu negara dalam meningkatkan bergaining power dalam sistem internasional,

Hal ini dapat diwujudkan dengan bekerjasama atau ekspansi ekonomi. Begitu pula yang

dilakukan oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Kamboja, Philipina,

Thailand, Laos dan Myanmar yang terbentuk komunitas ASEAN dengan tujuan bekerjasama

di berbagai bidang untuk bersaing dalam dunia global dengan memanfaatkan nilai kawasan

sejak 1967.

1 *I Gusti Ngurah Eka Putra adalah mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Ia dapat

dihubungi melalui email [email protected].

Page 2: Jurnal (ign eka putra)

2

Perkembangan ASEAN diikuti dengan adanya Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) sebagai

media evaluasi dan inovasi kebijakan dan kesepakatan di masa depan, dalam media iseni juga

terlahir kebijakan unifikasi ekonomi yang diwacanakan dapat bersaing dengan sistem

ekonomi global yang diusung melalui ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada

pertemuan delegasi ASEAN di Singapura pada 27 Januari 1992 oleh 6 anggota yang disusul

dengan bergabungnya CLMV. AFTA merupakan skema perdagangan bebas di wilayah Asia

Tenggara dengan mengurangi tarif distribusi barang di kawasan sesuai dengan ketentuan

Root of origin (ROO) dan Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu terdapat

ketentuan tertentu terhadap beberapa komoditas asli yang mendapatkan sertifikasi yang dapat

diperdagangkan.

Seiring perkembangan ekonomi di wilayah ASEAN sendiri kurang memenuhi target

liberalisasi terutama bagi negara yang baru bergabung setelah diterapkanya AFTA seperti

Kamboja, Laos dan Myanmar sangat sulit mengikuti tarif yang berlaku2, maka pada KTT

ASEAN 15 desember 1997 digagas ASEAN Vision 2020, yaitu visi ASEAN menjunjung

konsep komunitas di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya yang diresmikan 5 tahun

kemudian pada 7 oktober 2003, KTT ASEAN ke-9 di Bali yang dikenal dengan Bali Concord

II melalui 3 pilar utama pembentukan komunitas yang terdiri dari ASEAN Economic

Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Sosio-Cultural Community.

Pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Philiphina yang berlangsung pada 12-13 Januari 2007,

secara khusus AEC mengalami percepatan menjadi 2015 dengan pertimbangan kemajuan

sistem perekonomian internasional dan dalam rangka menguatkan kelembagaan strategis

melalui AEC yang kemudian dapat menjunjung tinggi prinsip ASEAN Vision 2020. AEC

sendiri menjadi tulang punggung ASEAN yang berlandaskan pada;3

Free Movement of goods and services yaitu konsep adanya pergerakan barang dan jasa

tanpa adanya hambatan tarif atau quota.

Freedom of movement for skilled and talented labours yaitu proses untuk mendorong

adanya mobilitas tenaga kerja terampil di kawasan.

Freedom of establishment and provision of services and mutual recognition of diplomas,

yaitu menjamin kebebasan praktek layanan tanpa adanya diskriminasi.

2 Luhulima, Dewi Fortuna Anwar. Masyarakat Asia Tenggara menuju komunitas ASEAN 2015. (Jakarta:

Pustaka Pelajar, 2008). Hlm 15. 3 Ibid. Hlm 28.

Page 3: Jurnal (ign eka putra)

3

Free movement of capital, yaitu menjamin adanya perpindahan modal secara bebas dan

efifsien antar anggota ASEAN.

Selain konteks kebijakan tersebut AEC akan membentuk Pasar Tunggal dimana barang yang

masuk tidak dapat ke negara tertentu, namun menggunakan konsep single window atau satu

pintu, dimana barang yang masuk atau keluar ditanggung secara bersama. Dan pembukaan

AEC pada 2015 tentunya diharapkan sudah memiliki konsep penyatuan pasar ditinjau dari

kebijakan ekonomi dan mata uang yang akan diunifikasi.

Secara umum semua prinsip tersebut dituangkan dalam kerangka blueprint AEC yang

menjadi landasan dasar pembentukan integrasi yang dibawahi oleh ASEAN Charter sebagai

hukum yang mengikat negara-negara untuk kompetitif dalam melaksanakan semua kebijkan

yang akan disetujui. Dimana konsep yang terbentuk mulai 2015 hingga 2018 secara bertahap

sudah diaplikasikan ke seluruh Anggota dan membentuk Pasar tungga sebelum tahun 2020.

Melihat dari keadaan ekonomi di ASEAN tentunya setiap negara memiliki kemampuan yang

berbeda, dimana konsep integrasi pada umunya merupakan refleksi dari ASEAN dalam

menangani perubahan dinamika politik yang diikuti perkembangan ekonomi internasional.

Namun di Asia tenggara, setiap negara masih memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda

serta sistem ekonomi yang berbeda. Jika harus menerapkan satu sistem ekonomi mampukah

skema AEC di kawasan ini hingga terlaksana 2015 sampai 5 tahun pertama? Disini penulis

akan menguraikan konsistensi negara ASEAN dalam membentuk pasar tunggal hingga tahun

2015.

REALITAS DAN PERKEMBANGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

ASEAN yang terdiri dari 10 negara yaitu Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia,

Philippina sebagai negara pendiri pada 1967, Brunei Darussalam pada 1984, beserta Laos,

Kamboja, Vietnam, dan Myanmar pada 1995-1998 merupakan negara-negara yang tergabung

dalam ASEAN yang mana dalam tujuan jangka pendek ini akan melaksanakan liberalisasi

ekonomi melalui kerangka AEC pada 2015. Secara umum sistem pemerintahan di wilayah

ASEAN menggunakan sistem pemerintahan monarki untuk Thailand, Kamboja, Malaysia,

dan Brunei, dan untuk negara lainya menggunakan sistem republik serta Myanmar dengan

Oligarki Militer4. Begitupula dengan sebagian besar sistem ekonomi negara-negara ASEAN

4 Nick Biziouras dkk. Constructing a Mediteranian Region in Comparative Perspective: The Case of ASEAN.

(University of Berkeley. California. 2008). Hlm 7-10.

Page 4: Jurnal (ign eka putra)

4

masih berupa sistem ekonomi proteksionis, dimana masih adanya ketentuan umum yang

berbeda atas kepemilikan saham maupun aset sumber daya negara yang masih dimiliki

negara maupun kerajaan, dengan tujuan melindungi aset tersebut5

ini tercermin dalam

pembentukan kebijakan distribusi eksport-impor yang dibatasi oleh sistem sensitive list yang

mengatur standar barang tertentu yang mendapat sertifikasi perdagangan bebas.

Merujuk pada keterangan di atas tentunya negara ASEAN memiliki kemapuan ekonomi yang

berbeda, Dalam melihat kemampuan tersebut perlu diperhatikan sektor ekonomi dari negara

ASEAN ditinjau dari besarnya pendapatan negara, pendapatan rata-rata perkapita masyarakat

maupun jenis atau komoditas unggulan tiap negara, parameter tersebut menunjuk pada

kemampuan dalam menganalisa eksistensi terbentuknya AEC pada 2015. Berikut merupakan

indeks tingkat ekonomi negara-negara ASEAN;

Country

Total land

Area

(sq/Km)

Total

Population

(thousand)

GDP (PPP) GDP/

Capita

GDP Composition

by Sector

Singapore 710 4,988 318,9 billion $ 60.500

Agriculture : 0%

Industry : 26,6%

Service : 73,4%

Thailand 513,120 66,903 609,8 billion $ 9.500

Agriculture : 13,3%

Industry : 34,0%

Service : 52,7%

Malaysia 330,252 28,307 453,0 billion $ 15.800

Agriculture : 12,0%

Industry : 40,0%

Service : 48,0%

Indonesia 1,860,360 231,370 1,139 trillion $ 4.700

Agriculture : 14,7%

Industry : 42,2%

Service : 38,1%

Brunei 5,765 406 21,24 billion $ 50.000

Agriculture : 4,2%

Industry : 62,8%

Service : 33,0%

Pilipphines 300,000 92,227 395,4 billion $ 4.100

Agriculture : 12,8%

Industry : 31,5%

Service : 55,7%

Vietnam 331,051 86,025 303,8 billion $ 3.400

Agriculture : 22,0%

Industry : 40,3%

Service : 37,7%

Burma

(Myanmar) 676,577 59,534 83,74 billion $ 1.300

Agriculture : 38,2%

Industry : 18,2%

Service : 43,6%

Cambodia 181,035 14,958 33,89 billion $ 3.389

Agriculture : 30,0%

Industry : 30,0%

Service : 40,0%

5 Ibid. Hlm. 15.

Page 5: Jurnal (ign eka putra)

5

Laos 236,800 6,128 17,66 billion $ 2.700

Agriculture : 75,1%

Industry : n/a

Service : n/a Tabel. 1.1 (sources; Dirjen Kerjasama ASEAN `Kemenlu RI )

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa negara ASEAN memiliki kapasitas ekonomi yang

berbeda diukur dari GDP maupun GDP perkapita, maka kemampuan tersebut menimbulkan

pengelopokan negara-negara ASEAN menjadi 4 kelopok yang diukur berdasarkan besar GDP,

GDP perkapita, komposisi jumlah penduduk, maupun investasi dalam ekonomi internasional.

1. Kelompok negara pertama yaitu, Singapura. Dalam hal ini memiliki iklim ekonomi yang

stabil dan terus berkembang dilihat dari pedapatan, jumlah penduduk dan besar investasi

domestik maupun asing.

2. Kelompok negara kedua yaitu, Thailand dan Malaysia, dimana negara-negara ini

memiliki pertumbuhan ekonomi yang proporsional yang didukung sebagai wilayah

industri strategis di Asia.

3. Kelompok negara ketiga yaitu, Indonesia, Philippina, dan Brunei, yang merupakan

negara dengan kemampuan ekonomi yang cukup baik dan didukung dengan sektor

agraris, pertambangan, industri dan jasa yang berkembang.

4. Kelompok negara Keempat, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV)

yang merupakan negara dengan sumber utama agraris dan memiliki kemampuan

ekonomi yang kecil dibandingkan ASEAN 6.

Dari pembagian cluster negara di atas terlihat bahwa masih adanya disparitas perbedaan

kelas yang diukur dari segi ekonomi yang menjadikan negara ASEAN memiliki gap dalam

hal kemampuan ekonomi. Selain itu negara di ASEAN secara garis besar memiliki sistem

pemerintahan yang beragam yang tentunya mempengaruhi kebijakan domestik maupun

internasional dari negara-negara tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing.

TAHAPAN INTEGRASI ASEAN DALAM KERANGKA TEORI;

NEO-FUNGSIONALISME DAN TAHAPAN INTEGRASI BELLA BALASSA

Untuk membahas kerangka integrasi atau suatu penyatuan terdapat teori pendukung utama

untuk membedah hal tersebut, yaitu fungsionalisme yang digagas oleh David Mitrani

berfokus pada kepentingan dan kebutuhanbersama dari beberapa aktor yang tidak mengikat

secara eksklusif terhadap aktor negara. Maka teori ini berasumsi bahwa suatu kestabilan

dapat dicapai dengan menciptakan struktur-struktur yang melayani kebutuhan dari aktor-

Page 6: Jurnal (ign eka putra)

6

aktor politik dan untuk mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan untuk mengatur

dan memenuhi kebutuhan fungsional. Maka fungsionalisme menjadi bentuk ideal dalam

gagasan sebuah bentuk otoritas yang berbasis fungsi dan kebutuhan yang menghubungkan

otoritas yang akan membentuk suatu sistem yang bekerja sesuai fungsi yang berlaku6. Sistem

ini yang dimaksud sebagai perlunya integrasi kawasan yang dapat menghubungkan

kebutuhan antar negara yang bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencapai kesejahteraan

di luar kemampuan kedaulatan suatu negara.

Namun seiring dengan perkembangan dunia yang lebih jauh, muncul teori Neo-

fungsionalisme sebagai penambal kekurangan teori fungsionalisme yang digagas oleh Ernst

Haas, dimana menurut neofungsionalisme integrasi bukan merupakan sebuah kondisi namun

sebagai proses, yaitu integrasi merupakan sebuah proses konfliktual yang pada dasarnya

bersifat sporadis, namun jika berada dalam suatu kondisi yang baik akan menciptakan suatu

pencitraan dan kemampuan yang bersifat “spill over”, maka dalam kondisi ini ditekankan

adanya pertimbangan kultural dan psikologis pemerintahan perlu diamati dan dengan itu

negara mampu menyerahkan sebagian loyalitas dan ekspektasi keuntungan kepada

mekanisme dan realisasi kepentingan yang lebih intensif di tataran supranasional, yang

dengan sendirinya akan melegitimasi dan mendorong proses integrasi7.

Selanjutnya untuk mengamati bagaimana tahapan integrasi tersebut dapat diperhatikan dari

Teori integrasi ekonomi Bella Balassa, terdapat tahapan integrasi yang dapat disebut sebagai

penyatuan pasar regional dengan tujuan liberalisasi penuh yang melibatkan kebebasan dan

kesamaan kebijakan fiskal, diantaranya yaitu8, Prefential Trading Area (PTA), yaitu dimana

terdapat suatu kerangka penurunan taarif dan hambatan perdagangan.

1. Free Trade Area (FTA), yaitu adanya penghilangan hambatan perdagangan berupa tarif

dan non tarif di antar negara dalam regional, namun pemberlakuan tarif berbeda antar

negara ke luar negara non anggota masih berlaku.

2. Customs Union (CU), yaitu adanya tahap penyesuaian kebijakan perdagangan dan upaya

penyeragaman kebijakan perdagangan internasional di luar negara anggota.

3. Economic Union (EU), yaitu kerjasama tersebut memiliki kesatuan kebijakan ekonomi

khusus, seperti pajak, tenaga kerja, maupun jaminan sosial.

6 David Mitrani. Approach to World Organization. International Affairs. Vol. 23 (1948). Hlm. 12

7 Ernst B. Haas. Beyond the Nation-State: Functionalism and International Organization. Stanford University

Press 1984. Hlm.10 (dalam google books) 8 Dalimov. Modelling international economic integration: an oscillation theory approach. Trafford, Victoria

2008. Hlm.6

Page 7: Jurnal (ign eka putra)

7

4. Monetary Union (MU), yaitu adanya integrasi total dimana terdapat kesatuan kebijakan

moneter, fiskal, sosial termasuk unifikasi jenis mata uang.

Dalam melihat bagaimana signifikansi keberhasilan suatu integrasi ekonomi yaitu dengan

melihat keuntungan kawasan yang dapat berupa keuntungan komparatif dan keuntungan

kompetitif. Mengacu pada definisi keunggulan komparatif menurut David Richardo yaitu

dimana keunggulan yang diperoleh dari spesialisasi terhadap barang yang memiliki nilai

relatif yang berbeda dan dimanfaatkan dalam suatu kerjasama. jika dikaitkan dengan suatu

rezim integrasi kawasan, didapatkan pengertian suatu keberhasilan integrasi akan diperoleh

jika setiap negara memiliki spesialisasi faktor produksi sebagai hasil ekonomi yang beragam

dan relatif tidak sama yang digunakan sebagai komoditas unggulan utama. Sedangkan

Keunggulan Kompetitif mengacu pada kemampuan suatu negara dalam memformulasikan

keunggulan masing-masing objek ekonomi untuk mendapatkan nilai lebih dalam kerangka

kerjasama kawasan tersebut.

KONSISTENSI TERBENTUKNYA MEKANISME ASEAN ECONOMIC

COMMUNITY PADA 2015

Dalam menganalisa konsistensi dari terbentuknya AEC pada 2015, selain menggunakan

parameter kemampuan ekonomi, juga digunakan variabel kawasan yang menjadi rangsangan

terbentuknya konsep regionalisme di ASEAN serta tantangan yang memberikan persepsi

konsistensi pada terbentuknya integrasi AEC 2015.

Untuk mengetahui lebih jauh makna dari Integrasi di ASEAN dapat dilihat sebagai dampak

dari adanya perubahan dinamika kawasan secara geopolitik maupun geostrategis, yang

ditandai sejak kemunculan negara-negara “raising power” yaitu negara-negara yang secara

ekonomi maupun politik mengalami kemajuan dan mulai mendapatkan perhatian dari dunia

internasional muncul dan mengubah tatanan politik dunia. dimana aspek tersebut menjadi

pertimbangan bagi negara-negara Asia Tenggara membentuk suatu zona kawasan untuk

melindungi dari arus legitimasi negara besar disekelilingnya, maka terdapat faktor yang

menjadi motivasi utama untuk membentuk integrasi ekonomi sekaligus menjadi tantangan

utama ASEAN dalam menghadapinya yaitu;

1) Kebangkitan China menjadi global power yang ditandai dengan kemajuan ekonomi

yang diikuti dengan meningkatnya legitimasi China di berbagai forum internasional

menjadikan kekhawatiran ASEAN akan ekspansi ekonomi ke wilayah selatan. Ini

Page 8: Jurnal (ign eka putra)

8

menjadikan konsep integrasi ASEAN merupakan refleksi dari tindakan defensif atas

ekspansi perdagangan bebas China, dimana kesempatan ini digunakan juga sebagai

kesempatan bekerjasama melalui skema ASEAN-China Free Trade Agreement

(ACFTA) yang diresmikan mulai 1 Januari 2010.

2) Menguatnya pengaruh India dalam politik internasional khususnya wilayah Asia

Selatan yang didorong dengan perkembangan teknologi menjadi ancaman negara-

negara ASEAN.

3) Bergesernya kepentingan Rusia atas wilayah Asia Pasifik mengindikasikan adanya

distribusi kekuatan ekonomi yang berorientasi ke wilayah dengan cakupan 1/3

jumlah populasi yang mengalami perkembangan di segi ekonomi. Ini ditandai dengan

pemilihan wilayah timur Rusia sebagai basis kerjasama ekonomi, contohnya pada

konvesi APEC di Vladivostok.

4) Adanya pengaruh Besar dari perkembangan ekonomi Asia Timur, seperti Jepang dan

Korea Selatan menjadi tantangan negara Asia Tenggara dalam mempertahankan

pasarnya di perekonomian internasional.

5) Terdapat kepentingan Amerika Serikat di wilayah timur Asia Pasifik sebagai raksasa

ekonomi serta memiliki legitimasi yang kuat dalam forum ekonomi maupun politik

Internasional.

6) Masih adanya kepentingan nasional yang kuat di wilayah ASEAN itu sendiri juga

menjadi variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan tercapainya suatu

konsensus integrasi yang mana belum adanya kesepemahaman dan persaingan antar

negara-negara yang menjadi anggota ASEAN.

Dengan adanya kondisi tersebut wilayah ASEAN dapat dikatakan sebagai wilayah yang

terkena dampak tersebut mengingat wilayah ASEAN merupakan pasar potensial dilihat dari

geografis serta dukungan perkembangan yang dialami yang diikuti dengan mulai adanya

transparansi kerjasama melalui persetujuan AEC pada 2015 yang diagagas percepatanya

pada Deklarasi Cebu tahun 2007.

Dari uraian di atas, dapat dilihat pentingnya dampak kawasan sebagai karangka integrasi

untuk mencapai kesejahteraan di ASEAN, ini tercermin dari bagaimana negara-negara Asia

Tenggara mengagas nilai-nilai dalam integrasi tersebut. Model Integrasi AEC pada 2015

mengadopsi pemikiran fungsionalisme, dimana untuk mencapai kestabilan kawasan

diupayakan dengan menciptakan struktur-struktur yang melayani kebutuhan serta dipercaya

memenuhi kebutuhan, seperti halnya AEC menerapkan kebijakan Common Effective

Page 9: Jurnal (ign eka putra)

9

Prefential on tarif (CEPT) untuk standarisasi produk maupun skema High Level Task Force

on The Drafting of ASEAN Charter (HLTF) sebagai media rekomendasi liberalisasi yang

merupakan fungsi dari terwujudnya AEC9, melalui kondisi ini pemimpin ASEAN yakin dapat

menciptakan percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya tawar ASEAN di

dunia Internasional.

Namun melihat perkembangan AEC dalam 3 tahun mendatang melalui wacana ini, penulis

memandang inisiatif liberalisasi penuh dan sukses belum dapat terjadi. Dengan mengadopsi

pemikiran Neo-fungsionalisme, AEC 2015 masih dipandang prematur karena apa yang

dituangkan dalam blueprint AEC 2015, tatanan tersebut masih berupa sektor-sektor produk

dan kebijakan terbatas di bidang perdagangan. Dalam kaca mata Neo-fungsionalisme suatu

kestabilan dapat dicapai melalui proses unit-unit yang melibatkan faktor pendukung

psikologis (politik) dan kultural suatu negara, yang akan ikut mendorong integrasi sebagai

‘proses’ dari akomodasi hasil harmonisasi semua unit pendukung baik barang maupun

kebijakan ke arah lebih baik, dimana dalam kurun yang lama akan terjadi adaptasi yang

bersifat “spill over”, sehingga negara-negara terbawah dapat menyesuaikan dan mencapai

kematangan yang siap untuk menghadapi liberalisasi ekonomi.

Konsep prematur dari AEC 2015 dapat diperhatikan dari tabel yang memperlihatkan

disparitas kemampuan ekonomi negara untuk menghadapi langkah antisipasi atas perubahan

dinamika geopolitik di sektor-sektor di atas, karena dalam AEC belum ada penerapan tahapan

integrasi yang matang untuk menghadapi negara-negara besar. Dalam AEC disebutkan

bahwa integrasi akan mempunyai bentuk yang berbeda, dalam analisa penulis tahapan

integrasi ini dapat dibagi menjadi:

a) Tahapan Free Trade Area: dimana sejak digagasnya blueprint for AEC 2015, ASEAN

menyiapkan ketentuan liberalisasi bebas untuk barang strategis berupa pengurangan

hambatan dagang berupa tarif maupun non tarif yang diberlakukan untuk ASEAN6

pada 2015 dan pada CLMV secara bertahap hingga maksimal pada 2018 baik berlaku

untuk barang dan jasa di dalam regional ASEAN.

b) Tahapan Custom Union: AEC belum mencapai kesepakatan yang mengatur neraca

perdagangan keluar negara selain anggota ASEAN.

c) Tahapan Economic Union: AEC menggagas adanya satu kebijakan internal mengenai

penyeragaman di sektor barang dan investasi melalui HLTF dan skema CEPT dimana

9 Declaration on The ASEAN Economic Community 2015 blueprint. (ASEANsec. 2008). Hlm. 10-12

Page 10: Jurnal (ign eka putra)

10

penerapanya akan didukung Initiative for ASEAN Integration (AIA) yang bertugas

membantu dalam proses penyeragaman dan pembangunan SDM serta teknologi, namun

di sisi jaminan sosial AEC belum mencapai kesepakatan bersama. Jadi dalam tahap ini

AEC hanya menerapkan penyeragaman ekonomi terbatas.

d) Tahapan Common Market: AEC tidak melawati fase Common Market yang ditandai

dengan penyelarasan pajak dalam negeri menjadi kesatuan di regional, melakukan

standarisai kebijakna tenaga kerja dan penyesuaian kebijakan ekonomi makro dan

mikro.

e) Monetary Union; dalam upaya akhir dari AEC yaitu terbentuknya unifikasi mata uang,

dan adanya kebijakan tunggal terhadap penerapan CEPT dengan sistem single window.

Dari proses di atas ASEAN mengambil bentuk Integrasi yang berbeda, yaitu dengan memilih

jalan singkat dari persetujuan pengurangan tarif menjadi penyesuaian tarif hingga penetapan

pasar tunggal yang diikuti dengan wacana unifikasi mata uang, namun penulis melihat

tahapan AEC ini kurang mampu mengakomodasi kemampuan ekonomi serta kesiapan

infrastruktur terutama untuk negara-negara CLMV, karena dengan meliberalisasi pasar

melalui tahapan yang melewatkan Custom union maupun Market Union, dapat dikatakan

AEC belum cukup nyata mencapai target liberalisasi ekonomi secara penuh, terlebih ini

dilakukan mulai bertahap ke setiap negara sampai 2018. Apalagi dalam berita terkini

terdapat perselisihan antar negra ASEAN sendiri terkait perbatasan di wilayah Thailand –

Kamboja, Vietnam – Kamboja, maupun sengketa Laut China Selatan antara Malaysia,

Brunei, Vietnam dan Philipina.

Secara Umum dengan melihat proses integrasi AEC, perlu diperhatikan hal-hal krusial yang

tentunya menjadi kesempatan bahkan justru yang dapat merugikan. Hal pertama yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana kesiapan semua negara Asia Tenggara dalam menyiapkan

konteks AEC pada 2015 dengan melihat peluang pada kondisi geografis kawasan serta

pengaruh dari negara besar di atas. Selain itu konteks lompatan integrasi ini menuju kesatuan

ekonomi terbilang terlalu cepat dibandingkan dengan 2 konsep lainya yaitu ASEAN Security

Community dan ASEAN Sosio-Cultural Community yang mulai digagas pada 2020.

Integrasi AEC menurut penulis tidak akan efektif jika tidak diikuti denga tahapan serta

proses pendekatan ke masyarakat secara bertahap dan komprehensif, dimana tujuan ini

berguna untuk menanamkan nilai-nilai ASEAN tersebut terlebih dahulu untuk memperkuat

pondasi pembangunan negara melalui kerangka kerja yang lain. Apalagi setelah diterapkan

Page 11: Jurnal (ign eka putra)

11

persetujuan perdagangan dengan China melalui ACFTA, persiapan yang kurang matang

tanpa penyesuaian kebijakan dan pematangan tingkat ekonomi regional terlebih dahulu akan

merugikan ASEAN sendiri, seperti dalam gambaran geografis ASEAN akan menjadi pasar

potensial penyebaran produk ke wilayah dengan kepadatan tinggi oleh negara-negara yang

harus dipertimbangkan negara-negara ASEAN khususnya negara potensi di atas. Ini

dikuatkan juga dengan masih lemahnya kelembagaan internal ASEAN dimana sebagian

besar negara lebih memilih perdagangan keluar dibandingkan bernmitra secara intensif

dengan negara anggota regional, ini ditunjukan dalam tabel berikut;

Dari tabel di atas menunjukan indikasi perdagangan dalam wilayah ASEAN sendiri masih

sebagian dari total perdagangan ke luar wilayah regional ASEAN. Besarnya neraca

perdagangan keluar disebabkan masih kecilnya kepercayaan pasar antar negara dan di

ASEAN sendiri masih belum memiliki satu produk unggulan yang dapat digunakan sebagai

branding, yang dapat menandingi kualitas dan harga produk di luar regional lainya.

AEC dalam konteks kawasan dan keadaan kontemporer saat ini menurut penulis masih

belum siap, seperti penjelasan di atas argumen yang menguatkan ditinjau dari disparitas

ekonomi antar negara serta belum adanya wacana harmonisasi kebijakan ke tingkat

masyarakat yang ditunjukan dengan tahapan integrasi yang terkesan tergesa-gesa. Namun

akan efektif jika sebelumnya dilakukan pendekatan melalui tingkat kebijakan.

Page 12: Jurnal (ign eka putra)

12

Pendekatan tingkat kebijakan yang dimaksud adalah untuk mengetahui psikologis dari

wilayah ini melalui pendekatan budaya seperti yang digagas pada wacana ASEAN Socio-

Cultural Community (ASCC). Melalui konteks ASCC seharusnya ASEAN dapat melakukan

pembenahan dalam pola komunikasi antar pemerintah dan masyarakat untuk melihat

potensi-potensi ekonomi maupun politik yang disalurkan dansebagai masukan dalam wacana

terbentuknya AEC. Selain itu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalur edukasi kepada

masyarakat baik berupa beasiswa atau pertukaran edukasi untuk menemukan satu pola

psikologis antar negara dan menanamkan tentang integrasi kepada masyarakat sehingga

dengan mengenal lebih jauh masyarakat akan lebih siap menghadapi Integrasi.

Setelah melakukan pendekatan secara psikologis, kemudian diikuti dengan pendekatan

ekonomi melalui kerangka AEC. Penerapan AEC pada dasarnya memiliki keuntungan pada

mulai meningkatnya neraca perdagangan di Asia tenggara pasca krisis 199810

, peningkatan

ini jika diikuti dengan integrasi ekonomi, maka akan menjadikan suatu kawasan strategis,

namun jika tiap negara memiliki kemampuan ekonomi dan kebijakan berbeda mengenai

ekonomi maka akan sulit untuk mencapai kesatuan regional karena pemahaman mengenai

integrasi dan perubahan pasar akan sulit diterima yang ditambah dengan persaingan produk-

produk kawasan Asia Timur terutama China melalui ACFTA, apalagi konsep ini memiliki

kelemahan dari segi pendapatan negara sebagian besar berasal dari komoditas argikultur dan

industri yang relatif sama seperti pada tabel di atas.

Dalam tahapan Politik, perwujudan ASEAN Security Community (ASC) menjadi penutup

rangkaian Integrasi, karena prinsip ini memiliki kekuatan apabila ada dorongan kesadaran

dari masyarakat yang telah terintegrasi sebelumnya. ASC memiliki kelemahan dari adanya

perbedaan pandangan pemerintah yang masih didominasi kepentingan nasional

dibandingkan kepentingan bersama, kemudahan dari integrasi ini terletak pada komitmen

internasional sebagian besar negara yang dalam wacananya menerapkan demokrasi. Namun

wacana ini masih jauh dan sekiranya memerlukan waktu sehingga pelaksanaanya didahului

oleh 2 proses integrasi di atas.

Mekanisme yang diterapkan di wilayah ASEAN yang terdiri dari 10 negara merupakan

konsep yang baik, ini ditinjau dari perkembangan ekonomi di tiap negara, namun jika ditarik

dalam waktu yang cukup singkat maka penerapan dan kesiapanya akan prematur. Sesuai

10

Dwight H. Perkins. The Global Economic Crisis and the Development of Southeast Asia. The National

Bureau of Asian Research. (2008). Hlm, 9.

Page 13: Jurnal (ign eka putra)

13

pemahan neo-fungsionalisme yang melihat integrasi tidak sebagai suatu keadaan namun

sebagai proses yang perlu rujukan institusi tertentu, ASEAN pada dasarnya juga harus

melihat prospek integrasi tidak sebatas kebijakan perdagangan yang bersifat mutual namun

perlu memperhatikan hal-hal psikologis setiap negara, yang mana diikuti proses tahapan

integrasi yang matang untuk memperoleh penyesuaian yang digunakan sebagai kesatuan unit

ekonomi dalam AEC yang memerlukan waktu tidak singkat.

Melalui semua tahapan tersebut, hasil dari integrasi diharapkan memiliki keunggulan

kompetitif dan komparatif, dimana semua keunggulan ini dikolaborasikan dengan faktor

geopolitik kawasan Asia. Keunggulan komparatif yaitu dimana ASEAN diharapkan

menghasilkan suatu produk regional yang spesifik dibandingkan negara bagian lainya,

sehingga melalui produk tersebut ASEAN dapat diperhitungkan, melalui perkembangan

sampai saat ini ASEAN meskipun memiliki sebagian besar latar agrikultur namun belum ada

kesepakatan yang mendukung adanya swasembada bersama di bidang ini sebagai produk

unggulan yang dapat bersaing dengan negara-negara geografis sekitar.

Selain itu ASEAN juga harus memiliki keunggulan Kompetitif yang ditandai dengan adanya

suatu kebijakan atau sistem ekonomi baru dalam tubuh AEC yang menjadi keunggulan

utama dalam bersaing dalam sistem internasional. Dalam implikasi AEC sampai saat ini para

negara anggota belum menemukan bentuk ekonomi dan standarisasi produk yang dapat

menjadi kebijakan bersama. Ini ditunjukan pada Sidang KTT ASEAN Ke-20 pada 3 April

2012 di Pnom Phen yang bertujuan mengakomodasi dan mengembangkan kerangka AEC

pada 2015 mengalami deadlock atau tidak ada kesepakatan yang dimufakat.

PENUTUP

Secara umum konsep terbentuknya regionalisme dan pasar tunggal di ASEAN melalui AEC

merupakan strategi yang tepat guna merespon perubahan dinamika internasional terhadap

negara besar di sekitar, namun tidak akan efektif bila dalam AEC tersebut belum terbentuk

suatu pondasi ekonomi yang dapat dicapai bersama di sisi lain juga masih memiliki

disparitas kemampuan ekonomi yang tinggi. Dengan mendukung konsep neo-fungsionalisme

maka ASEAN perlu melihat integrasi sebagai suatu proses bukan sebagai keadaan, dimana

untuk membentuk integrasi ASEAN harus memantapkan kepercayaan setiap negaranya dan

masyarakat di dalamnya serta memberikan sedikit peluang untuk negara-negara CLMV

untuk meningkatkan perekonomianya, maka secara langsung proses integrasi akan berjalan

baik dimana parameter penulis terhadap keberhasilan integrasi adalah,

Page 14: Jurnal (ign eka putra)

14

1) Pertama, adanya asimilasi kebijakan ekonomi yang komprehensif, dimana dalam

pembahasan di atas adanya perbedaan kemampuan ekonomi dan masih banyaknya

kepentingan negara di luar kawasan menjadi proses ini sulit dibentuk serta KTT di

Pnom Phen 2012 belum menunjukan adanya landasan kebijakan satu pasar yang

disepakati. Selain itu proses integrasi ini tidak menempuh proses integrasi yang matang.

2) Kedua, perkembangan berjalanya AEC selama ini kurang diperhatikan dan negara-

negara ASEAN belum mampu bersaing dengan negara sekitar yang ditunjukan dengan

lemahnya kepercayaan antar warga ASEAN.

3) Ketiga, adanya pasar tunggal dan mata uang tunggal sesuai dengan tujuan AEC. Bila

melihat data di atas akan sulit bagi negara-negara menentukan kurs yang berlaku

ditengah kemampuan penerimaan dan daya beli masyarakat yang berbeda jauh.

Sehingga dari parameter ini AEC diterapkan secara prematur dimana dalam enerapanya akan

menguntungkan beberapa pihak ditambah ASEAN harus berkompetisi dengan China melalui

ACFTA. Belum terdapat kepercayaan di masyarakat atas kesiapan ekonomi domestik yang

kuat menjadi alasan ketidakmampuan ASEAN dalam kurun 2015 melaksanakan pasar

tunggal dimana ini juga diperkuat pernyataan Perdana Menteri Singapura, Lee Kwan Yew

pada deklarasi Cebu untuk percepatan AEC menjadi 2015. “to have one currency, a

borderless community, i don’t see that, not yet. Maybe after 50, 60, 70 years, we can look at

that matter again11

”. Tanpa adanya pemahaman dan elemen pendukung pasar yang kuat dari

domestik maka sulit bagi negara-negara melaksanakan AEC dengan target dapat mencapai

keunggulan komparatif dan kompetitif di ekonomi global. jadi secara umum konsistensi

dapat berjalanya AEC hingga 2015 masih terkendala kepentingan nasional dan ketidak

siapan negara dalam menghadapi perubahan dinamika geostrategis kawasan terutama dari

faktor pembangunan dan ekonomi serta psikologis dari warga ASEAN sendiri. Sehingga

dengan ekonomi yang stabil disparitas 4 cluster negara di atas dapat dipersempit, dan

permasalahan perbatasan di selat Indochina maupun Laut China Selatan dapat diakomadasi

dengan baik sebelum kerangka AEC diterapkan.

SARAN

Berdirinya AEC harus diimbangi tahapan-tahapan Integrasi Ekonomi yang mapan, dimana

sebelum berlangsungnya AEC, negara telah siap secara struktur dan psikologis untuk

11

Carlos H. Conde, “ASEAN Pursues EU-Style Regional Integration”, International Herald Tribune, 12 Januari

2007

Page 15: Jurnal (ign eka putra)

15

menetapkan 1 kebijakan. Maka karena itu jauh sebelum AEC berlangsung ASEAN sudah

membentuk Persatuan di bidang budaya. Tujuanya adalah untuk menganalisa dan mengetahui

sistem ekonomi dan kemasyarakatan dalam menghadapi pasar bebas di ASEAN. Dengan

mengetahui ini, ASEAN membentuk satu badan majelis ekonomi ASEAN yang secara

bertahap mulai melakukan pasar bebas di ASEAN. Sehingga melalui proses tersebut ASEAN

memiliki 1 sistem yang kuat dan didukung ekepercayaan ekonomi mikro dan kebijakan

makro (ASEAN) untuk siap berkompetisi dengan negara strategis ASEAN lainya (6 Faktor di

atas). Sehingga penerapan AEC di ASEAN menguntungkan semua negara tanpa kepentingan

beberapa belah pihak saja yang menjadikan AEC yang prematur sebagai wahana monopoli

pasar.

ASEAN perlu diperkuat di dalam terlebih dahulu untuk meningkatkan kepercayaan pasar

domestik dan pasar regional. Sebagai contoh setiap negara berhak terlebih dahulu

memberlakukan trade protection, untuk melindungi dan meningkatkan kualitas industri lokal.

Memberikan kesempatan ini dengan mengoptimalkan AFTA terlebih dahulu hingga ke

puncak maksimal. Adanya masalah perbatasan juga dapat menghambat kesepakatan bersama

yang mana masalah ini harus diselesaikan terlebih dahulu dan menunda liberalisasi dengan

China melalui ACFTA secara penuh.

(Jurnal ini dibuat pada tahun 2012 oleh I Gusti Ngurah Eka Putra dalam studi S1

Hubungan Internasional dengan menggunakan sumber data pada tahun 2012 dan sebelumnya.

Segala kekurangan maupun saran dalam jurnal ini dapat disampaikan ke

[email protected] )

Page 16: Jurnal (ign eka putra)

16

DAFTAR PUSTAKA

Biziouras, Nick. Et.all. 2008. Constructing a Mediteranian Region in Comparative

Perspective: The Case of ASEAN. University of Berkeley. California.

Conde, Carlos H. 2007. ASEAN Pursues EU-Style Regional Integration”, International

Herald Tribune. 12 Januari 2007.

Dalimov. 2008. Modelling international economic integration: an oscillation theory

approach. Trafford, Victoria.

Haas, Ernst B. 1984. Beyond the Nation-State: Functionalism and International

Organization. Stanford University Press.

Luhulima, Dewi Fortuna Anwar. 2008. Masyarakat Asia Tenggara menuju komunitas

ASEAN 2015. Jakarta, Pustaka Pelajar.

Mitrani, David. 1996. The Functional Approach to World Organization. Vol. 23 (1948). J-

Stor International Affar.

Perkins. Dwight H. 2006. Global Economic Crisis and the Development of Southeast Asia.

The National Bureau of Asian Research. Australia.

Sumber Internet

Situs Resmi Central Intelligent Agency: www.cia.gov Diperbarui 1 Oktober 2012

Situs Resmi kementerian perdagangan RI: www.kemendag.go.id Diperbarui 1 Oktober

2012

Situs Resmi ASEAN: www.aseansec.org Diperbarui 1 Oktober 2012