Jurnal (ign eka putra)
-
Upload
igusti-ngurah-eka-putra -
Category
News & Politics
-
view
240 -
download
10
description
Transcript of Jurnal (ign eka putra)
1
Inkonsistensi ASEAN Economic Community 2015:
Realitas di Tengah Kepentingan Nasional Antar Negara
I GUSTI NGURAH EKA PUTRA1
Abstrak
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dunia mengalami perubahan dengan terbentuknya
berbagai negara baru. Begitu pula komunikasi dan kepentingan negara tidak hanya bersifat
bilateral, namun membentuk suatu kerjasama untuk mencapai kepentinganya. Hal ini terjadi
dalam skala ekonomi internasional. Ekonomi menjadi pilar baru dalam persaingan
internasional, seperti halnya yang dilakukan asosiasi negara di Asia Tenggara (ASEAN)
dengan membentuk kerangka integrasi ekonomi dengan asas dasar pembentukan pasar bebas
di kawasan melalui wacana ASEAN Economic Community 2015. Selanjutnya penulis ingin
menganalisa eksistensi dan sejauh mana peluang keberhasilan AEC hingga kurun 2015
bersama 10 negara anggota yang pada dasarnya memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang
berbeda.
Keyword: AEC, ASEAN, Neo-fungsionalisme, Integrasi, Geopolitik
PENDAHULUAN
Sistem internasional yang berkembang tidak hanya mewajibkan negara memiliki persenjataan
sebagai nilai tawar kepada negara lain, namun kemampuan ekonomi juga menjadi tolak ukur
kemampuan suatu negara dalam meningkatkan bergaining power dalam sistem internasional,
Hal ini dapat diwujudkan dengan bekerjasama atau ekspansi ekonomi. Begitu pula yang
dilakukan oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Kamboja, Philipina,
Thailand, Laos dan Myanmar yang terbentuk komunitas ASEAN dengan tujuan bekerjasama
di berbagai bidang untuk bersaing dalam dunia global dengan memanfaatkan nilai kawasan
sejak 1967.
1 *I Gusti Ngurah Eka Putra adalah mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Ia dapat
dihubungi melalui email [email protected].
2
Perkembangan ASEAN diikuti dengan adanya Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) sebagai
media evaluasi dan inovasi kebijakan dan kesepakatan di masa depan, dalam media iseni juga
terlahir kebijakan unifikasi ekonomi yang diwacanakan dapat bersaing dengan sistem
ekonomi global yang diusung melalui ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada
pertemuan delegasi ASEAN di Singapura pada 27 Januari 1992 oleh 6 anggota yang disusul
dengan bergabungnya CLMV. AFTA merupakan skema perdagangan bebas di wilayah Asia
Tenggara dengan mengurangi tarif distribusi barang di kawasan sesuai dengan ketentuan
Root of origin (ROO) dan Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu terdapat
ketentuan tertentu terhadap beberapa komoditas asli yang mendapatkan sertifikasi yang dapat
diperdagangkan.
Seiring perkembangan ekonomi di wilayah ASEAN sendiri kurang memenuhi target
liberalisasi terutama bagi negara yang baru bergabung setelah diterapkanya AFTA seperti
Kamboja, Laos dan Myanmar sangat sulit mengikuti tarif yang berlaku2, maka pada KTT
ASEAN 15 desember 1997 digagas ASEAN Vision 2020, yaitu visi ASEAN menjunjung
konsep komunitas di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya yang diresmikan 5 tahun
kemudian pada 7 oktober 2003, KTT ASEAN ke-9 di Bali yang dikenal dengan Bali Concord
II melalui 3 pilar utama pembentukan komunitas yang terdiri dari ASEAN Economic
Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Sosio-Cultural Community.
Pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Philiphina yang berlangsung pada 12-13 Januari 2007,
secara khusus AEC mengalami percepatan menjadi 2015 dengan pertimbangan kemajuan
sistem perekonomian internasional dan dalam rangka menguatkan kelembagaan strategis
melalui AEC yang kemudian dapat menjunjung tinggi prinsip ASEAN Vision 2020. AEC
sendiri menjadi tulang punggung ASEAN yang berlandaskan pada;3
Free Movement of goods and services yaitu konsep adanya pergerakan barang dan jasa
tanpa adanya hambatan tarif atau quota.
Freedom of movement for skilled and talented labours yaitu proses untuk mendorong
adanya mobilitas tenaga kerja terampil di kawasan.
Freedom of establishment and provision of services and mutual recognition of diplomas,
yaitu menjamin kebebasan praktek layanan tanpa adanya diskriminasi.
2 Luhulima, Dewi Fortuna Anwar. Masyarakat Asia Tenggara menuju komunitas ASEAN 2015. (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2008). Hlm 15. 3 Ibid. Hlm 28.
3
Free movement of capital, yaitu menjamin adanya perpindahan modal secara bebas dan
efifsien antar anggota ASEAN.
Selain konteks kebijakan tersebut AEC akan membentuk Pasar Tunggal dimana barang yang
masuk tidak dapat ke negara tertentu, namun menggunakan konsep single window atau satu
pintu, dimana barang yang masuk atau keluar ditanggung secara bersama. Dan pembukaan
AEC pada 2015 tentunya diharapkan sudah memiliki konsep penyatuan pasar ditinjau dari
kebijakan ekonomi dan mata uang yang akan diunifikasi.
Secara umum semua prinsip tersebut dituangkan dalam kerangka blueprint AEC yang
menjadi landasan dasar pembentukan integrasi yang dibawahi oleh ASEAN Charter sebagai
hukum yang mengikat negara-negara untuk kompetitif dalam melaksanakan semua kebijkan
yang akan disetujui. Dimana konsep yang terbentuk mulai 2015 hingga 2018 secara bertahap
sudah diaplikasikan ke seluruh Anggota dan membentuk Pasar tungga sebelum tahun 2020.
Melihat dari keadaan ekonomi di ASEAN tentunya setiap negara memiliki kemampuan yang
berbeda, dimana konsep integrasi pada umunya merupakan refleksi dari ASEAN dalam
menangani perubahan dinamika politik yang diikuti perkembangan ekonomi internasional.
Namun di Asia tenggara, setiap negara masih memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda
serta sistem ekonomi yang berbeda. Jika harus menerapkan satu sistem ekonomi mampukah
skema AEC di kawasan ini hingga terlaksana 2015 sampai 5 tahun pertama? Disini penulis
akan menguraikan konsistensi negara ASEAN dalam membentuk pasar tunggal hingga tahun
2015.
REALITAS DAN PERKEMBANGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN
ASEAN yang terdiri dari 10 negara yaitu Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia,
Philippina sebagai negara pendiri pada 1967, Brunei Darussalam pada 1984, beserta Laos,
Kamboja, Vietnam, dan Myanmar pada 1995-1998 merupakan negara-negara yang tergabung
dalam ASEAN yang mana dalam tujuan jangka pendek ini akan melaksanakan liberalisasi
ekonomi melalui kerangka AEC pada 2015. Secara umum sistem pemerintahan di wilayah
ASEAN menggunakan sistem pemerintahan monarki untuk Thailand, Kamboja, Malaysia,
dan Brunei, dan untuk negara lainya menggunakan sistem republik serta Myanmar dengan
Oligarki Militer4. Begitupula dengan sebagian besar sistem ekonomi negara-negara ASEAN
4 Nick Biziouras dkk. Constructing a Mediteranian Region in Comparative Perspective: The Case of ASEAN.
(University of Berkeley. California. 2008). Hlm 7-10.
4
masih berupa sistem ekonomi proteksionis, dimana masih adanya ketentuan umum yang
berbeda atas kepemilikan saham maupun aset sumber daya negara yang masih dimiliki
negara maupun kerajaan, dengan tujuan melindungi aset tersebut5
ini tercermin dalam
pembentukan kebijakan distribusi eksport-impor yang dibatasi oleh sistem sensitive list yang
mengatur standar barang tertentu yang mendapat sertifikasi perdagangan bebas.
Merujuk pada keterangan di atas tentunya negara ASEAN memiliki kemapuan ekonomi yang
berbeda, Dalam melihat kemampuan tersebut perlu diperhatikan sektor ekonomi dari negara
ASEAN ditinjau dari besarnya pendapatan negara, pendapatan rata-rata perkapita masyarakat
maupun jenis atau komoditas unggulan tiap negara, parameter tersebut menunjuk pada
kemampuan dalam menganalisa eksistensi terbentuknya AEC pada 2015. Berikut merupakan
indeks tingkat ekonomi negara-negara ASEAN;
Country
Total land
Area
(sq/Km)
Total
Population
(thousand)
GDP (PPP) GDP/
Capita
GDP Composition
by Sector
Singapore 710 4,988 318,9 billion $ 60.500
Agriculture : 0%
Industry : 26,6%
Service : 73,4%
Thailand 513,120 66,903 609,8 billion $ 9.500
Agriculture : 13,3%
Industry : 34,0%
Service : 52,7%
Malaysia 330,252 28,307 453,0 billion $ 15.800
Agriculture : 12,0%
Industry : 40,0%
Service : 48,0%
Indonesia 1,860,360 231,370 1,139 trillion $ 4.700
Agriculture : 14,7%
Industry : 42,2%
Service : 38,1%
Brunei 5,765 406 21,24 billion $ 50.000
Agriculture : 4,2%
Industry : 62,8%
Service : 33,0%
Pilipphines 300,000 92,227 395,4 billion $ 4.100
Agriculture : 12,8%
Industry : 31,5%
Service : 55,7%
Vietnam 331,051 86,025 303,8 billion $ 3.400
Agriculture : 22,0%
Industry : 40,3%
Service : 37,7%
Burma
(Myanmar) 676,577 59,534 83,74 billion $ 1.300
Agriculture : 38,2%
Industry : 18,2%
Service : 43,6%
Cambodia 181,035 14,958 33,89 billion $ 3.389
Agriculture : 30,0%
Industry : 30,0%
Service : 40,0%
5 Ibid. Hlm. 15.
5
Laos 236,800 6,128 17,66 billion $ 2.700
Agriculture : 75,1%
Industry : n/a
Service : n/a Tabel. 1.1 (sources; Dirjen Kerjasama ASEAN `Kemenlu RI )
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa negara ASEAN memiliki kapasitas ekonomi yang
berbeda diukur dari GDP maupun GDP perkapita, maka kemampuan tersebut menimbulkan
pengelopokan negara-negara ASEAN menjadi 4 kelopok yang diukur berdasarkan besar GDP,
GDP perkapita, komposisi jumlah penduduk, maupun investasi dalam ekonomi internasional.
1. Kelompok negara pertama yaitu, Singapura. Dalam hal ini memiliki iklim ekonomi yang
stabil dan terus berkembang dilihat dari pedapatan, jumlah penduduk dan besar investasi
domestik maupun asing.
2. Kelompok negara kedua yaitu, Thailand dan Malaysia, dimana negara-negara ini
memiliki pertumbuhan ekonomi yang proporsional yang didukung sebagai wilayah
industri strategis di Asia.
3. Kelompok negara ketiga yaitu, Indonesia, Philippina, dan Brunei, yang merupakan
negara dengan kemampuan ekonomi yang cukup baik dan didukung dengan sektor
agraris, pertambangan, industri dan jasa yang berkembang.
4. Kelompok negara Keempat, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV)
yang merupakan negara dengan sumber utama agraris dan memiliki kemampuan
ekonomi yang kecil dibandingkan ASEAN 6.
Dari pembagian cluster negara di atas terlihat bahwa masih adanya disparitas perbedaan
kelas yang diukur dari segi ekonomi yang menjadikan negara ASEAN memiliki gap dalam
hal kemampuan ekonomi. Selain itu negara di ASEAN secara garis besar memiliki sistem
pemerintahan yang beragam yang tentunya mempengaruhi kebijakan domestik maupun
internasional dari negara-negara tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing.
TAHAPAN INTEGRASI ASEAN DALAM KERANGKA TEORI;
NEO-FUNGSIONALISME DAN TAHAPAN INTEGRASI BELLA BALASSA
Untuk membahas kerangka integrasi atau suatu penyatuan terdapat teori pendukung utama
untuk membedah hal tersebut, yaitu fungsionalisme yang digagas oleh David Mitrani
berfokus pada kepentingan dan kebutuhanbersama dari beberapa aktor yang tidak mengikat
secara eksklusif terhadap aktor negara. Maka teori ini berasumsi bahwa suatu kestabilan
dapat dicapai dengan menciptakan struktur-struktur yang melayani kebutuhan dari aktor-
6
aktor politik dan untuk mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan untuk mengatur
dan memenuhi kebutuhan fungsional. Maka fungsionalisme menjadi bentuk ideal dalam
gagasan sebuah bentuk otoritas yang berbasis fungsi dan kebutuhan yang menghubungkan
otoritas yang akan membentuk suatu sistem yang bekerja sesuai fungsi yang berlaku6. Sistem
ini yang dimaksud sebagai perlunya integrasi kawasan yang dapat menghubungkan
kebutuhan antar negara yang bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencapai kesejahteraan
di luar kemampuan kedaulatan suatu negara.
Namun seiring dengan perkembangan dunia yang lebih jauh, muncul teori Neo-
fungsionalisme sebagai penambal kekurangan teori fungsionalisme yang digagas oleh Ernst
Haas, dimana menurut neofungsionalisme integrasi bukan merupakan sebuah kondisi namun
sebagai proses, yaitu integrasi merupakan sebuah proses konfliktual yang pada dasarnya
bersifat sporadis, namun jika berada dalam suatu kondisi yang baik akan menciptakan suatu
pencitraan dan kemampuan yang bersifat “spill over”, maka dalam kondisi ini ditekankan
adanya pertimbangan kultural dan psikologis pemerintahan perlu diamati dan dengan itu
negara mampu menyerahkan sebagian loyalitas dan ekspektasi keuntungan kepada
mekanisme dan realisasi kepentingan yang lebih intensif di tataran supranasional, yang
dengan sendirinya akan melegitimasi dan mendorong proses integrasi7.
Selanjutnya untuk mengamati bagaimana tahapan integrasi tersebut dapat diperhatikan dari
Teori integrasi ekonomi Bella Balassa, terdapat tahapan integrasi yang dapat disebut sebagai
penyatuan pasar regional dengan tujuan liberalisasi penuh yang melibatkan kebebasan dan
kesamaan kebijakan fiskal, diantaranya yaitu8, Prefential Trading Area (PTA), yaitu dimana
terdapat suatu kerangka penurunan taarif dan hambatan perdagangan.
1. Free Trade Area (FTA), yaitu adanya penghilangan hambatan perdagangan berupa tarif
dan non tarif di antar negara dalam regional, namun pemberlakuan tarif berbeda antar
negara ke luar negara non anggota masih berlaku.
2. Customs Union (CU), yaitu adanya tahap penyesuaian kebijakan perdagangan dan upaya
penyeragaman kebijakan perdagangan internasional di luar negara anggota.
3. Economic Union (EU), yaitu kerjasama tersebut memiliki kesatuan kebijakan ekonomi
khusus, seperti pajak, tenaga kerja, maupun jaminan sosial.
6 David Mitrani. Approach to World Organization. International Affairs. Vol. 23 (1948). Hlm. 12
7 Ernst B. Haas. Beyond the Nation-State: Functionalism and International Organization. Stanford University
Press 1984. Hlm.10 (dalam google books) 8 Dalimov. Modelling international economic integration: an oscillation theory approach. Trafford, Victoria
2008. Hlm.6
7
4. Monetary Union (MU), yaitu adanya integrasi total dimana terdapat kesatuan kebijakan
moneter, fiskal, sosial termasuk unifikasi jenis mata uang.
Dalam melihat bagaimana signifikansi keberhasilan suatu integrasi ekonomi yaitu dengan
melihat keuntungan kawasan yang dapat berupa keuntungan komparatif dan keuntungan
kompetitif. Mengacu pada definisi keunggulan komparatif menurut David Richardo yaitu
dimana keunggulan yang diperoleh dari spesialisasi terhadap barang yang memiliki nilai
relatif yang berbeda dan dimanfaatkan dalam suatu kerjasama. jika dikaitkan dengan suatu
rezim integrasi kawasan, didapatkan pengertian suatu keberhasilan integrasi akan diperoleh
jika setiap negara memiliki spesialisasi faktor produksi sebagai hasil ekonomi yang beragam
dan relatif tidak sama yang digunakan sebagai komoditas unggulan utama. Sedangkan
Keunggulan Kompetitif mengacu pada kemampuan suatu negara dalam memformulasikan
keunggulan masing-masing objek ekonomi untuk mendapatkan nilai lebih dalam kerangka
kerjasama kawasan tersebut.
KONSISTENSI TERBENTUKNYA MEKANISME ASEAN ECONOMIC
COMMUNITY PADA 2015
Dalam menganalisa konsistensi dari terbentuknya AEC pada 2015, selain menggunakan
parameter kemampuan ekonomi, juga digunakan variabel kawasan yang menjadi rangsangan
terbentuknya konsep regionalisme di ASEAN serta tantangan yang memberikan persepsi
konsistensi pada terbentuknya integrasi AEC 2015.
Untuk mengetahui lebih jauh makna dari Integrasi di ASEAN dapat dilihat sebagai dampak
dari adanya perubahan dinamika kawasan secara geopolitik maupun geostrategis, yang
ditandai sejak kemunculan negara-negara “raising power” yaitu negara-negara yang secara
ekonomi maupun politik mengalami kemajuan dan mulai mendapatkan perhatian dari dunia
internasional muncul dan mengubah tatanan politik dunia. dimana aspek tersebut menjadi
pertimbangan bagi negara-negara Asia Tenggara membentuk suatu zona kawasan untuk
melindungi dari arus legitimasi negara besar disekelilingnya, maka terdapat faktor yang
menjadi motivasi utama untuk membentuk integrasi ekonomi sekaligus menjadi tantangan
utama ASEAN dalam menghadapinya yaitu;
1) Kebangkitan China menjadi global power yang ditandai dengan kemajuan ekonomi
yang diikuti dengan meningkatnya legitimasi China di berbagai forum internasional
menjadikan kekhawatiran ASEAN akan ekspansi ekonomi ke wilayah selatan. Ini
8
menjadikan konsep integrasi ASEAN merupakan refleksi dari tindakan defensif atas
ekspansi perdagangan bebas China, dimana kesempatan ini digunakan juga sebagai
kesempatan bekerjasama melalui skema ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) yang diresmikan mulai 1 Januari 2010.
2) Menguatnya pengaruh India dalam politik internasional khususnya wilayah Asia
Selatan yang didorong dengan perkembangan teknologi menjadi ancaman negara-
negara ASEAN.
3) Bergesernya kepentingan Rusia atas wilayah Asia Pasifik mengindikasikan adanya
distribusi kekuatan ekonomi yang berorientasi ke wilayah dengan cakupan 1/3
jumlah populasi yang mengalami perkembangan di segi ekonomi. Ini ditandai dengan
pemilihan wilayah timur Rusia sebagai basis kerjasama ekonomi, contohnya pada
konvesi APEC di Vladivostok.
4) Adanya pengaruh Besar dari perkembangan ekonomi Asia Timur, seperti Jepang dan
Korea Selatan menjadi tantangan negara Asia Tenggara dalam mempertahankan
pasarnya di perekonomian internasional.
5) Terdapat kepentingan Amerika Serikat di wilayah timur Asia Pasifik sebagai raksasa
ekonomi serta memiliki legitimasi yang kuat dalam forum ekonomi maupun politik
Internasional.
6) Masih adanya kepentingan nasional yang kuat di wilayah ASEAN itu sendiri juga
menjadi variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan tercapainya suatu
konsensus integrasi yang mana belum adanya kesepemahaman dan persaingan antar
negara-negara yang menjadi anggota ASEAN.
Dengan adanya kondisi tersebut wilayah ASEAN dapat dikatakan sebagai wilayah yang
terkena dampak tersebut mengingat wilayah ASEAN merupakan pasar potensial dilihat dari
geografis serta dukungan perkembangan yang dialami yang diikuti dengan mulai adanya
transparansi kerjasama melalui persetujuan AEC pada 2015 yang diagagas percepatanya
pada Deklarasi Cebu tahun 2007.
Dari uraian di atas, dapat dilihat pentingnya dampak kawasan sebagai karangka integrasi
untuk mencapai kesejahteraan di ASEAN, ini tercermin dari bagaimana negara-negara Asia
Tenggara mengagas nilai-nilai dalam integrasi tersebut. Model Integrasi AEC pada 2015
mengadopsi pemikiran fungsionalisme, dimana untuk mencapai kestabilan kawasan
diupayakan dengan menciptakan struktur-struktur yang melayani kebutuhan serta dipercaya
memenuhi kebutuhan, seperti halnya AEC menerapkan kebijakan Common Effective
9
Prefential on tarif (CEPT) untuk standarisasi produk maupun skema High Level Task Force
on The Drafting of ASEAN Charter (HLTF) sebagai media rekomendasi liberalisasi yang
merupakan fungsi dari terwujudnya AEC9, melalui kondisi ini pemimpin ASEAN yakin dapat
menciptakan percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya tawar ASEAN di
dunia Internasional.
Namun melihat perkembangan AEC dalam 3 tahun mendatang melalui wacana ini, penulis
memandang inisiatif liberalisasi penuh dan sukses belum dapat terjadi. Dengan mengadopsi
pemikiran Neo-fungsionalisme, AEC 2015 masih dipandang prematur karena apa yang
dituangkan dalam blueprint AEC 2015, tatanan tersebut masih berupa sektor-sektor produk
dan kebijakan terbatas di bidang perdagangan. Dalam kaca mata Neo-fungsionalisme suatu
kestabilan dapat dicapai melalui proses unit-unit yang melibatkan faktor pendukung
psikologis (politik) dan kultural suatu negara, yang akan ikut mendorong integrasi sebagai
‘proses’ dari akomodasi hasil harmonisasi semua unit pendukung baik barang maupun
kebijakan ke arah lebih baik, dimana dalam kurun yang lama akan terjadi adaptasi yang
bersifat “spill over”, sehingga negara-negara terbawah dapat menyesuaikan dan mencapai
kematangan yang siap untuk menghadapi liberalisasi ekonomi.
Konsep prematur dari AEC 2015 dapat diperhatikan dari tabel yang memperlihatkan
disparitas kemampuan ekonomi negara untuk menghadapi langkah antisipasi atas perubahan
dinamika geopolitik di sektor-sektor di atas, karena dalam AEC belum ada penerapan tahapan
integrasi yang matang untuk menghadapi negara-negara besar. Dalam AEC disebutkan
bahwa integrasi akan mempunyai bentuk yang berbeda, dalam analisa penulis tahapan
integrasi ini dapat dibagi menjadi:
a) Tahapan Free Trade Area: dimana sejak digagasnya blueprint for AEC 2015, ASEAN
menyiapkan ketentuan liberalisasi bebas untuk barang strategis berupa pengurangan
hambatan dagang berupa tarif maupun non tarif yang diberlakukan untuk ASEAN6
pada 2015 dan pada CLMV secara bertahap hingga maksimal pada 2018 baik berlaku
untuk barang dan jasa di dalam regional ASEAN.
b) Tahapan Custom Union: AEC belum mencapai kesepakatan yang mengatur neraca
perdagangan keluar negara selain anggota ASEAN.
c) Tahapan Economic Union: AEC menggagas adanya satu kebijakan internal mengenai
penyeragaman di sektor barang dan investasi melalui HLTF dan skema CEPT dimana
9 Declaration on The ASEAN Economic Community 2015 blueprint. (ASEANsec. 2008). Hlm. 10-12
10
penerapanya akan didukung Initiative for ASEAN Integration (AIA) yang bertugas
membantu dalam proses penyeragaman dan pembangunan SDM serta teknologi, namun
di sisi jaminan sosial AEC belum mencapai kesepakatan bersama. Jadi dalam tahap ini
AEC hanya menerapkan penyeragaman ekonomi terbatas.
d) Tahapan Common Market: AEC tidak melawati fase Common Market yang ditandai
dengan penyelarasan pajak dalam negeri menjadi kesatuan di regional, melakukan
standarisai kebijakna tenaga kerja dan penyesuaian kebijakan ekonomi makro dan
mikro.
e) Monetary Union; dalam upaya akhir dari AEC yaitu terbentuknya unifikasi mata uang,
dan adanya kebijakan tunggal terhadap penerapan CEPT dengan sistem single window.
Dari proses di atas ASEAN mengambil bentuk Integrasi yang berbeda, yaitu dengan memilih
jalan singkat dari persetujuan pengurangan tarif menjadi penyesuaian tarif hingga penetapan
pasar tunggal yang diikuti dengan wacana unifikasi mata uang, namun penulis melihat
tahapan AEC ini kurang mampu mengakomodasi kemampuan ekonomi serta kesiapan
infrastruktur terutama untuk negara-negara CLMV, karena dengan meliberalisasi pasar
melalui tahapan yang melewatkan Custom union maupun Market Union, dapat dikatakan
AEC belum cukup nyata mencapai target liberalisasi ekonomi secara penuh, terlebih ini
dilakukan mulai bertahap ke setiap negara sampai 2018. Apalagi dalam berita terkini
terdapat perselisihan antar negra ASEAN sendiri terkait perbatasan di wilayah Thailand –
Kamboja, Vietnam – Kamboja, maupun sengketa Laut China Selatan antara Malaysia,
Brunei, Vietnam dan Philipina.
Secara Umum dengan melihat proses integrasi AEC, perlu diperhatikan hal-hal krusial yang
tentunya menjadi kesempatan bahkan justru yang dapat merugikan. Hal pertama yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana kesiapan semua negara Asia Tenggara dalam menyiapkan
konteks AEC pada 2015 dengan melihat peluang pada kondisi geografis kawasan serta
pengaruh dari negara besar di atas. Selain itu konteks lompatan integrasi ini menuju kesatuan
ekonomi terbilang terlalu cepat dibandingkan dengan 2 konsep lainya yaitu ASEAN Security
Community dan ASEAN Sosio-Cultural Community yang mulai digagas pada 2020.
Integrasi AEC menurut penulis tidak akan efektif jika tidak diikuti denga tahapan serta
proses pendekatan ke masyarakat secara bertahap dan komprehensif, dimana tujuan ini
berguna untuk menanamkan nilai-nilai ASEAN tersebut terlebih dahulu untuk memperkuat
pondasi pembangunan negara melalui kerangka kerja yang lain. Apalagi setelah diterapkan
11
persetujuan perdagangan dengan China melalui ACFTA, persiapan yang kurang matang
tanpa penyesuaian kebijakan dan pematangan tingkat ekonomi regional terlebih dahulu akan
merugikan ASEAN sendiri, seperti dalam gambaran geografis ASEAN akan menjadi pasar
potensial penyebaran produk ke wilayah dengan kepadatan tinggi oleh negara-negara yang
harus dipertimbangkan negara-negara ASEAN khususnya negara potensi di atas. Ini
dikuatkan juga dengan masih lemahnya kelembagaan internal ASEAN dimana sebagian
besar negara lebih memilih perdagangan keluar dibandingkan bernmitra secara intensif
dengan negara anggota regional, ini ditunjukan dalam tabel berikut;
Dari tabel di atas menunjukan indikasi perdagangan dalam wilayah ASEAN sendiri masih
sebagian dari total perdagangan ke luar wilayah regional ASEAN. Besarnya neraca
perdagangan keluar disebabkan masih kecilnya kepercayaan pasar antar negara dan di
ASEAN sendiri masih belum memiliki satu produk unggulan yang dapat digunakan sebagai
branding, yang dapat menandingi kualitas dan harga produk di luar regional lainya.
AEC dalam konteks kawasan dan keadaan kontemporer saat ini menurut penulis masih
belum siap, seperti penjelasan di atas argumen yang menguatkan ditinjau dari disparitas
ekonomi antar negara serta belum adanya wacana harmonisasi kebijakan ke tingkat
masyarakat yang ditunjukan dengan tahapan integrasi yang terkesan tergesa-gesa. Namun
akan efektif jika sebelumnya dilakukan pendekatan melalui tingkat kebijakan.
12
Pendekatan tingkat kebijakan yang dimaksud adalah untuk mengetahui psikologis dari
wilayah ini melalui pendekatan budaya seperti yang digagas pada wacana ASEAN Socio-
Cultural Community (ASCC). Melalui konteks ASCC seharusnya ASEAN dapat melakukan
pembenahan dalam pola komunikasi antar pemerintah dan masyarakat untuk melihat
potensi-potensi ekonomi maupun politik yang disalurkan dansebagai masukan dalam wacana
terbentuknya AEC. Selain itu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalur edukasi kepada
masyarakat baik berupa beasiswa atau pertukaran edukasi untuk menemukan satu pola
psikologis antar negara dan menanamkan tentang integrasi kepada masyarakat sehingga
dengan mengenal lebih jauh masyarakat akan lebih siap menghadapi Integrasi.
Setelah melakukan pendekatan secara psikologis, kemudian diikuti dengan pendekatan
ekonomi melalui kerangka AEC. Penerapan AEC pada dasarnya memiliki keuntungan pada
mulai meningkatnya neraca perdagangan di Asia tenggara pasca krisis 199810
, peningkatan
ini jika diikuti dengan integrasi ekonomi, maka akan menjadikan suatu kawasan strategis,
namun jika tiap negara memiliki kemampuan ekonomi dan kebijakan berbeda mengenai
ekonomi maka akan sulit untuk mencapai kesatuan regional karena pemahaman mengenai
integrasi dan perubahan pasar akan sulit diterima yang ditambah dengan persaingan produk-
produk kawasan Asia Timur terutama China melalui ACFTA, apalagi konsep ini memiliki
kelemahan dari segi pendapatan negara sebagian besar berasal dari komoditas argikultur dan
industri yang relatif sama seperti pada tabel di atas.
Dalam tahapan Politik, perwujudan ASEAN Security Community (ASC) menjadi penutup
rangkaian Integrasi, karena prinsip ini memiliki kekuatan apabila ada dorongan kesadaran
dari masyarakat yang telah terintegrasi sebelumnya. ASC memiliki kelemahan dari adanya
perbedaan pandangan pemerintah yang masih didominasi kepentingan nasional
dibandingkan kepentingan bersama, kemudahan dari integrasi ini terletak pada komitmen
internasional sebagian besar negara yang dalam wacananya menerapkan demokrasi. Namun
wacana ini masih jauh dan sekiranya memerlukan waktu sehingga pelaksanaanya didahului
oleh 2 proses integrasi di atas.
Mekanisme yang diterapkan di wilayah ASEAN yang terdiri dari 10 negara merupakan
konsep yang baik, ini ditinjau dari perkembangan ekonomi di tiap negara, namun jika ditarik
dalam waktu yang cukup singkat maka penerapan dan kesiapanya akan prematur. Sesuai
10
Dwight H. Perkins. The Global Economic Crisis and the Development of Southeast Asia. The National
Bureau of Asian Research. (2008). Hlm, 9.
13
pemahan neo-fungsionalisme yang melihat integrasi tidak sebagai suatu keadaan namun
sebagai proses yang perlu rujukan institusi tertentu, ASEAN pada dasarnya juga harus
melihat prospek integrasi tidak sebatas kebijakan perdagangan yang bersifat mutual namun
perlu memperhatikan hal-hal psikologis setiap negara, yang mana diikuti proses tahapan
integrasi yang matang untuk memperoleh penyesuaian yang digunakan sebagai kesatuan unit
ekonomi dalam AEC yang memerlukan waktu tidak singkat.
Melalui semua tahapan tersebut, hasil dari integrasi diharapkan memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif, dimana semua keunggulan ini dikolaborasikan dengan faktor
geopolitik kawasan Asia. Keunggulan komparatif yaitu dimana ASEAN diharapkan
menghasilkan suatu produk regional yang spesifik dibandingkan negara bagian lainya,
sehingga melalui produk tersebut ASEAN dapat diperhitungkan, melalui perkembangan
sampai saat ini ASEAN meskipun memiliki sebagian besar latar agrikultur namun belum ada
kesepakatan yang mendukung adanya swasembada bersama di bidang ini sebagai produk
unggulan yang dapat bersaing dengan negara-negara geografis sekitar.
Selain itu ASEAN juga harus memiliki keunggulan Kompetitif yang ditandai dengan adanya
suatu kebijakan atau sistem ekonomi baru dalam tubuh AEC yang menjadi keunggulan
utama dalam bersaing dalam sistem internasional. Dalam implikasi AEC sampai saat ini para
negara anggota belum menemukan bentuk ekonomi dan standarisasi produk yang dapat
menjadi kebijakan bersama. Ini ditunjukan pada Sidang KTT ASEAN Ke-20 pada 3 April
2012 di Pnom Phen yang bertujuan mengakomodasi dan mengembangkan kerangka AEC
pada 2015 mengalami deadlock atau tidak ada kesepakatan yang dimufakat.
PENUTUP
Secara umum konsep terbentuknya regionalisme dan pasar tunggal di ASEAN melalui AEC
merupakan strategi yang tepat guna merespon perubahan dinamika internasional terhadap
negara besar di sekitar, namun tidak akan efektif bila dalam AEC tersebut belum terbentuk
suatu pondasi ekonomi yang dapat dicapai bersama di sisi lain juga masih memiliki
disparitas kemampuan ekonomi yang tinggi. Dengan mendukung konsep neo-fungsionalisme
maka ASEAN perlu melihat integrasi sebagai suatu proses bukan sebagai keadaan, dimana
untuk membentuk integrasi ASEAN harus memantapkan kepercayaan setiap negaranya dan
masyarakat di dalamnya serta memberikan sedikit peluang untuk negara-negara CLMV
untuk meningkatkan perekonomianya, maka secara langsung proses integrasi akan berjalan
baik dimana parameter penulis terhadap keberhasilan integrasi adalah,
14
1) Pertama, adanya asimilasi kebijakan ekonomi yang komprehensif, dimana dalam
pembahasan di atas adanya perbedaan kemampuan ekonomi dan masih banyaknya
kepentingan negara di luar kawasan menjadi proses ini sulit dibentuk serta KTT di
Pnom Phen 2012 belum menunjukan adanya landasan kebijakan satu pasar yang
disepakati. Selain itu proses integrasi ini tidak menempuh proses integrasi yang matang.
2) Kedua, perkembangan berjalanya AEC selama ini kurang diperhatikan dan negara-
negara ASEAN belum mampu bersaing dengan negara sekitar yang ditunjukan dengan
lemahnya kepercayaan antar warga ASEAN.
3) Ketiga, adanya pasar tunggal dan mata uang tunggal sesuai dengan tujuan AEC. Bila
melihat data di atas akan sulit bagi negara-negara menentukan kurs yang berlaku
ditengah kemampuan penerimaan dan daya beli masyarakat yang berbeda jauh.
Sehingga dari parameter ini AEC diterapkan secara prematur dimana dalam enerapanya akan
menguntungkan beberapa pihak ditambah ASEAN harus berkompetisi dengan China melalui
ACFTA. Belum terdapat kepercayaan di masyarakat atas kesiapan ekonomi domestik yang
kuat menjadi alasan ketidakmampuan ASEAN dalam kurun 2015 melaksanakan pasar
tunggal dimana ini juga diperkuat pernyataan Perdana Menteri Singapura, Lee Kwan Yew
pada deklarasi Cebu untuk percepatan AEC menjadi 2015. “to have one currency, a
borderless community, i don’t see that, not yet. Maybe after 50, 60, 70 years, we can look at
that matter again11
”. Tanpa adanya pemahaman dan elemen pendukung pasar yang kuat dari
domestik maka sulit bagi negara-negara melaksanakan AEC dengan target dapat mencapai
keunggulan komparatif dan kompetitif di ekonomi global. jadi secara umum konsistensi
dapat berjalanya AEC hingga 2015 masih terkendala kepentingan nasional dan ketidak
siapan negara dalam menghadapi perubahan dinamika geostrategis kawasan terutama dari
faktor pembangunan dan ekonomi serta psikologis dari warga ASEAN sendiri. Sehingga
dengan ekonomi yang stabil disparitas 4 cluster negara di atas dapat dipersempit, dan
permasalahan perbatasan di selat Indochina maupun Laut China Selatan dapat diakomadasi
dengan baik sebelum kerangka AEC diterapkan.
SARAN
Berdirinya AEC harus diimbangi tahapan-tahapan Integrasi Ekonomi yang mapan, dimana
sebelum berlangsungnya AEC, negara telah siap secara struktur dan psikologis untuk
11
Carlos H. Conde, “ASEAN Pursues EU-Style Regional Integration”, International Herald Tribune, 12 Januari
2007
15
menetapkan 1 kebijakan. Maka karena itu jauh sebelum AEC berlangsung ASEAN sudah
membentuk Persatuan di bidang budaya. Tujuanya adalah untuk menganalisa dan mengetahui
sistem ekonomi dan kemasyarakatan dalam menghadapi pasar bebas di ASEAN. Dengan
mengetahui ini, ASEAN membentuk satu badan majelis ekonomi ASEAN yang secara
bertahap mulai melakukan pasar bebas di ASEAN. Sehingga melalui proses tersebut ASEAN
memiliki 1 sistem yang kuat dan didukung ekepercayaan ekonomi mikro dan kebijakan
makro (ASEAN) untuk siap berkompetisi dengan negara strategis ASEAN lainya (6 Faktor di
atas). Sehingga penerapan AEC di ASEAN menguntungkan semua negara tanpa kepentingan
beberapa belah pihak saja yang menjadikan AEC yang prematur sebagai wahana monopoli
pasar.
ASEAN perlu diperkuat di dalam terlebih dahulu untuk meningkatkan kepercayaan pasar
domestik dan pasar regional. Sebagai contoh setiap negara berhak terlebih dahulu
memberlakukan trade protection, untuk melindungi dan meningkatkan kualitas industri lokal.
Memberikan kesempatan ini dengan mengoptimalkan AFTA terlebih dahulu hingga ke
puncak maksimal. Adanya masalah perbatasan juga dapat menghambat kesepakatan bersama
yang mana masalah ini harus diselesaikan terlebih dahulu dan menunda liberalisasi dengan
China melalui ACFTA secara penuh.
(Jurnal ini dibuat pada tahun 2012 oleh I Gusti Ngurah Eka Putra dalam studi S1
Hubungan Internasional dengan menggunakan sumber data pada tahun 2012 dan sebelumnya.
Segala kekurangan maupun saran dalam jurnal ini dapat disampaikan ke
16
DAFTAR PUSTAKA
Biziouras, Nick. Et.all. 2008. Constructing a Mediteranian Region in Comparative
Perspective: The Case of ASEAN. University of Berkeley. California.
Conde, Carlos H. 2007. ASEAN Pursues EU-Style Regional Integration”, International
Herald Tribune. 12 Januari 2007.
Dalimov. 2008. Modelling international economic integration: an oscillation theory
approach. Trafford, Victoria.
Haas, Ernst B. 1984. Beyond the Nation-State: Functionalism and International
Organization. Stanford University Press.
Luhulima, Dewi Fortuna Anwar. 2008. Masyarakat Asia Tenggara menuju komunitas
ASEAN 2015. Jakarta, Pustaka Pelajar.
Mitrani, David. 1996. The Functional Approach to World Organization. Vol. 23 (1948). J-
Stor International Affar.
Perkins. Dwight H. 2006. Global Economic Crisis and the Development of Southeast Asia.
The National Bureau of Asian Research. Australia.
Sumber Internet
Situs Resmi Central Intelligent Agency: www.cia.gov Diperbarui 1 Oktober 2012
Situs Resmi kementerian perdagangan RI: www.kemendag.go.id Diperbarui 1 Oktober
2012
Situs Resmi ASEAN: www.aseansec.org Diperbarui 1 Oktober 2012