Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

9

Click here to load reader

Transcript of Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

Page 1: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

IDENTIFIKASI PENYAKIT TUBERKULOSIS PADAPARU-PARU MENGGUNAKAN METODE

JARINGAN SARAF TIRUAN SOM(SELF ORGANIZING MAP)

Arius B Wijaya1, Ri Munarto2, Siswo Wardoyo3

1 [email protected] [email protected]

3 [email protected] Teknik Elektro – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Abstraksi: Indonesia merupakan negara terbesar nomor 3 di dunia yang memiliki penderita tuberkulosis

setelah India dan Cina, sehingga diperlukan suatu perangkat untuk mempermudah dalam identifikasi tingkat

keparahan tuberkulosis secara terkomputerisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat

keparahan tuberkulosis menggunakan Kohonen Self-Organizing Map (SOM), dengan melakukan pra-proses

citra berupa Contrast Stretching, Region of Interest dan Fast Fourier Transform. Pra-proses ini merupakan nilai

masukan yang akan digunakan pada kohonen SOM. Hasil dari pengujian dan simulasi menunjukkan pada citra

uji dengan epoch 300 dan learning rate 0.01, 0.1 dan 0.5 didapat akurasi secara berturut-turut adalah 100%,

93% dan 80%. Dari hasil pengujian pada penelitian ini membuktikan bahwa identifikasi tingkat keparahan

tuberkulosis dengan Kohonen Self-Organizing Map (SOM) menunjukan akurasi sistem yang tinggi.

kata kunci: pengenalan citra, jaringan saraf tiruan, Self Organizing Maps (SOM), Kohonen.

1. Pendahuluan

Jumlah penderita TB sendiri dilaporkansemakin meningkat. Bahkan, badan kesehatandunia atau yang lebih dikenal dengan World HealthOrganization (WHO) melaporkan, jumlahpenderita penyakit ini di Indonesia merupakansalah satu yang terbesar di dunia. Oleh karena itu,perlu dilakukan suatu sistem untukmengidentifikasi tingkat keparahan penyakit TBsecara terkomputerisasi. Tuberkulosis merupakanpenyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkanoleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakanbatang aerobic tahan asam yang tumbuh lambatdan sensitif terhadap panas dan sinar UV danditandai dengan pembentukan granuloma padajaringan yang terinfeksi. Mycobacteriumtuberculosis merupakan kuman aerob yang dapathidup terutama di paru atau berbagai organ tubuhlainnya yang bertekanan parsial tinggi.

2. Tinjuan Pustaka

A. Klasifikasi Tuberkulosis Secara Radiologis(Luas Lesi)Berdasarkan luas lesi, tuberkulosis dibagi

menjadi tiga jenis. Untuk menentukan seberapaparah penyakit tuberkulosis yang diderita olehseorang penderita.

1. Minimal Lession TuberkulosisPada tuberkulosis minimal terdapat

sebagian kecil infiltrat nonkavitas satu parumaupun kedua paru, akan tetapi jumlahnyatidak melebihi satu lobus paru. Jika dilihat darifoto Rontgen, maka pada tuberkulosis jenis inikurang dari sepertiga dari luas paru-paru telahterinfeksi.

2. Moderately AdvancedTuberculosisTerdapat kavitas dengan diameter tidak

lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan

Page 2: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bilabayangannya kasar tidak lebih dari dua pertigabagian satu paru yang terinfeksi.

3. Far Advanced TuberculosisTerdapatnya infiltrat dan kavitas yang

melebihi keadaan pada Moderately AdvancedTuberculosis. Hampir keseluruhan area satuatau kedua paru yang terinfeksi.

B. Representasi Citra DigitalKomputer dapat mengolah isyarat-isyarat

elektronik digital yang merupakan kumpulan sinyalbiner (bernilai dua: 0 dan 1). Untuk itu, citra digitalharus mempunyai format tertentu yang sesuaisehingga dapat merepresentasikan obyekpencitraan dalam bentuk kombinasi data biner.

Citra yang tidak berwarna atau hitam putihdikenal sebagai citra biner memiliki nilai 0-1,sedangkan citra dengan derajat abu-abu (citragraylevel/grayscale) memiliki nilai 0-255. Dalamcitra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulaidari 16, 256, 65536 atau 16 juta warna yangmasing-masing direpresentasikan oleh 8,16 atau24 bit data untuk setiap pikselnya. warna yang adaterdiri dari 3 komponen utama yaitu nilai merah(red), nilai hijau (green) dan nilai biru (blue).Paduan ketiga komponen utama pembentukwarna tersebut dikenal sebagai RGB color yangnantinya akan membentuk citra warna.

1. GrayscaleMengubah citra RGB menjadi citra keabuan

dengan nilai intensitasnya berada pada interval 0-255. Hal ini dilakukan karena dengan hanya citrakeabuan, proses perhitungan menjadi jauh lebihsederhana sehingga tidak terlalu memboroskanmemeori.

2. Contras StretchingContrast stretching ini adalah teknik untuk

memperbaiki kualitas citra dengan mengaturpenyebaran graylevel untuk mendapatkan kontrascitra yang sesuai (terang atau gelap) sehingga citratampak lebih jelas dan tajam. Penyebarangraylevel ini dapat diatur dengan menentukan nilai(r1,s1) dan nilai (r2,s2). titik koordinat (r1,s1) dan(r2,s2) merupakan titik kontrol dari fungsitransformasi. Untuk menghitung nilai hasiltransformasi tersebut, kita dapat membuat tigafungsi sebagai berikut:Untuk 0 <= r < r1,maka s = r . (s1 / r1)Untuk r1 <= r < r2,maka s = s1 + ( (r-r1) . ((s2- s1) / (r2-r1)) )Untuk r2 <= r <=(L-1),

maka s = s2 + ( (r-r2).((L-1)-s2) / ((L-1) - r2))….(2.1)

3. Region of Interest (ROI)Region of Interest citra artinya adalah

pengambilan bagian tertentu dari suatu citradigital menjadi matriks baru.

Pada tahapan ini citra akan dilakukan prosespemotongan bagian citra tertentu dari citra digitalyang dirasakan lebih penting dari bagian yanglainnya dengan penjaluran potong tidak beraturanatau sesuai pola citra yang diinginkan.

4. Fast Fourier Transform (FFT)Fast Fourier Transform (FFT) adalah algoritma

cepat untuk mengimplementasikan discrete fouriertransform (DFT). FFT ini memindahkan informasicitra dari domain spasial ke dalam domainfrekuensi. Pada metode spasial, pemrosesandilakukan dengan cara memanipulasi nilai pikseldari citra tersebut secara langsung, sedangkanmetode frekuensi, informasi citra digitalditransformasikan lebih dulu dengan FFT,kemudian dilakukan maipulsi pada hasiltransformasi tersebut.FFt dari f (x), didefinisikan seabagi berikut :F(u) = ∫ (x)e dx……………….(2.2)

Dengan = √−1Jika f (x) dijadikan diskrit maka persamaan FFt

diskrit adalah :F(u) = ∑ (x)e / ……………….(2.3)

Dari nilai-nilai tersebut yang akan digunakansebagai nilai masukan bagi sistem jaringan.

5. Jaringan Syaraf TiruanJaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural

Network) adalah suatu paradigma pengolahaninformasi yang diilhami oleh sistem biologi yaituneuron, seperti otak yang memproses informasi.Kunci Jaringan Syaraf Tiruan adalah struktur sistempengolahan informasi, yang terdiri atas sejumlahunsur-unsur (syaraf) yang bekerja salingberhubungan untuk memecahkan permasalahanspesifik.

Jaringan Syaraf Tiruan dibangun untuk menirucara kerja otak manusia. Seperti halnya otakmanusia yang terdiri dari sekumpulan sel syaraf(neuron), jaringan syaraf juga terdiri dari beberapaneuron dan terdapat hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akanmemindahkan informasi yang diterima melalui

Page 3: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

sambungan keluarnya menuju neuron-neuronyang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan inidikenal dengan nama bobot. Informasi tersebutdisimpan pada nilai tertentu pada bobot.Proses pembelajaran terhadap perubahan bobotdalam Jaringan Syaraf Tiruan ada dua, yaitu :

(i) Pembelajaran terawasi (supervised learning)Metode pembelajaran pada jaringan syaraf

disebut terawasi jika output yang diharapkan telahdiketahui sebelumnya. Pada proses pembelajaran,satu pola input akan diberikan ke satu neuron padalapisan input. Pola ini akan dirambatkan disepanjang jaringan syaraf hingga sampai ke neuronpada lapisan output. Lapisan output ini akanmembangkitkan pola output yang nantinya akandicocokkan dengan pola output targetnya. Apabilaterjadi perbedaan antara pola output hasilpembelajaran dengan pola target, maka akanmuncul error. Apabila nilai error cukup besar,mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukanlebih banyak pembelajaran lagi.

(ii) Pembelajaran tak terawasi(unsupervised learning)Pada metode pembelajaran yang tak terawasi

ini tidak memerlukan target output. Pada metodeini, tidak dapat ditentukan hasil yang sepertiapakah yang diharapkan selama prosespembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilaibobot disusun dalam suatu range tertentutergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuanpembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu.

6. Jaringan KohonenJaringan Kohonen termasuk dalam

pembelajaran tak terawasi (unsupervisedlearning). Jarinan ini pertama kali diperkenalkanoleh Teuvo Kohonen pada tahun 1981. Padajaringan ini, suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiriberdasarkan input nilai tertentu dalam suatukelompok yang dikenal dengan istilah cluster.Selama proses penyusunan diri, cluster yangmemiliki vektor bobot paling cocok dengan polainput (memiliki jarak paling dekat) akan terpilihsebagai pemenang. Neuron yang menjadipemenang beserta neuron-neuron tetangganyaakan memperbaiki bobot-bobotnya.

Terdapat m unit kelompok yang tersusun dalamarsitektur sinyal-sinyal masukan (input) sejumlahn. Vektor bobot untuk suatu unit kelompokdisediakan dari pola-pola masukan yang tergabungdengan kelompok tersebut. Selama prosespengorganisasian sendiri, unit kelompok yangmemiliki vektor bobot paling cocok dengan pola

masukan (ditandai dengan jarak Euclidean palingminimum) dipilih sebagai pemenang. Unitpemenang dan unit tetangganya diperbaharuibobotnya. Setiap neuron terkoneksi denganneuron lain yang dihubungkan dengan bobot atauweight.Bobot tersebut berisi informasi yang akan

digunakan untuk tujuan tertentu.Algoritma pembelajaran tanpa supervisipada

Jaringan Kohonen untuk diterapkan dalampengelompokan data (clustering data) adalahsebagai berikut :

1. Inisialisasi vektor bobot, wij

2. Menetapkan parameter kecepatanpembelajaran (learning rate),

3. Menentukan bobot vektor yang palingdekat dengan vektor input. Hal inidilakukan dengan mencari bobot vektoryang memiliki jarak Euclidean terdekat(Euclidean distance)Jarak Euclidean dihitung denganpersamaan :

D(j) = ∑ ( − ) ………(2.4)4. Cari unit pemenang (indeks J), yaitu unit

yang memiliki D(j) minimum5. Menghitung bobot vektor yang telah

disesuaikan (modifikasi bobot), yaitumelalui persamaan sebagai berikut :wij(baru) = wij(lama) + α[xi – wij (lama)]

6. Kecepatan pembelajaran disesuaikan7. Uji kondisi penghentian

Proses pembelajaran akan berlangsung terushingga mencapai maksimum epoh.

Gambar 2.1. Arsitektur Jaringan Kohonen

Jaringan Kohonen dapat mengenali danmengklasifikasikan pola-pola dengan melakukanpelatihan (training) dari pola-pola vektor input(masukan) data dengan vektor bobot sebagaipenghubung antara layar masukan dan layar

Page 4: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

kompetisi dalam proses pelatihan. Dari prosespelatihan jaringan tersebut akan terbentuk cluster-cluster dari pola-pola yang dilatihkan.

Klasifikasi pola-pola tersebut nantinya dapatdigunakan sebagai proses pengenalan pola-polayang diujikan. Diagram alir implementasi padaJaringan Kohonen disajikan pada gambar berikut.

Gambar 2.2. Diagram Implementasi JaringanKohonen

3. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini dijelaskan pada Gambar3.1.

Gambar 3.1 Diagram Sistem IdentifikasiTuberkulosis

Diagram alir tahapan perancangan penelitianuntuk pengambilan data masukan, pre-processing,proses training dan proses identifikasi :1. Pengambilan data masukan

Gambar 3.2 Diagram alir pengambilan data

masukan

2. Proses pre-processing

Gambar 3.3 Diagram alir pre-processing

Page 5: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

3. Proses Training

Gambar 3.4 Diagram alir proses training

4. Proses Pengujian

Gambar 3.5 Diagram alir proses identifikasi

4. Hasil dan Pembahasan

Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkatkeparahan penyakit TB dari sistem kerjaperangkat lunak (software) berjalan sesuai dengantujuan. Pengujian dilakukan secara terpisah laluakan diujikan secara keseluruhan. Pengujian yangakan dilakukan meliputi :

(a) Citra Pengujian Berdasarkan Diagnosa DokterPada uji coba ini digunakan citra uji berupa

citra aktual sebanyak 4 citra yang telah diagnoseoleh dokter ahli, sebagai berikut :

Tabel 4.1 Citra Uji berdasarkan Diagnosa DokterTabel 4.1

ID

Citra Uji

Hasil Diagnose

Dokter

Uj1

Uj4

TB Minimal

TB Menengah

(b) Uji coba dengan menggunakan citra pelatihan(citra aktual) sebanyak 33 sampel citra dan citrauji (citra aktual) sebanyak 2 sampel citradilakukan sampai 15 percobaan:

1. Hasil Uji Simulasi Dengan Menggunakan DataCitra Uji 1

Tabel 4.2

Page 6: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

Gambar 4.1 Grafik Hasil Tabel 4.2

2. Hasil Uji Simulasi Dengan Menggunakan DataCitra Uji 4

Tabel 4.3

Gambar 4.2 Grafik Hasil Tabel 4.3

(c) Uji coba dengan menggunakan citra pelatihan(citra aktual) sebanyak 15 sampel citra dan citrauji (citra aktual) sebanyak 2 sampel citradilakukan sampai 15 percobaan:

3. Hasil Uji Simulasi Dengan Menggunakan DataCitra Uji 1

Tabel 4.4

Gambar 4.3 Grafik Hasil Tabel 4.4

4. Hasil Uji Simulasi Dengan Menggunakan DataCitra Uji 4

Tabel 4.5

Gambar 4.4 Grafik Hasil Tabel 4.5

Page 7: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

(d) PembahasanAnalisa sistem dibutuhkan untuk

menentukan parameter apa saja yang dibutuhkanagar dihasilkan suatu perangkat lunak pengenalantingkat keparahan penyakit TB yang akurat. Analisadilakukan dengan memperhatikan pengaruhjumlah sampel training, epoch training, danlearning rate terhadap persentase keberhasilandalam pengenalan tingkat keparahan penyakit TBdan waktu yang dibutuhkan sistem dalammemproses hasil dengan menggunakan metodejaringan Kohohen SOM. Analisa juga dilakukanuntuk mengetahui parameter-parameter yangdapat menyebabkan kegagalan pada sistem baikpada tahap pre-processing maupun pada tahapidentifikasi.

a.Pengaruh Jumlah Citra TrainingTidak ada kepastian tentang berapa

banyak citra pelatihan yang diperlukan agarjaringan dapat dilatih dengan sempurna. Jumlahcitra training sangat berpengaruh didalam sistemterhadap waktu yang dibutuhkan sistem dalammelakukan proses sistem, dapat dilihat dari tabel4.2 dan tabel 4.3 diperoleh bahwa pada sistemyang menggunakan training sebanyak 33 citrapelatihan waktu yang dibutuhkan dalam prosestraining pada sistem ternyata waktu lebih lamadibandingkan dengan sistem yang menggunakan15 citra pelatihan. Hal ini bisa terjadi karenasemakin banyak jumlah citra yang digunakan makasemakin banyak juga nilai - nilai pada citra yang diproses oleh sistem. Sedangkan dalam persentasekeberhasilan tiap citra paru TB pengujian dapatdilihat dari tabel 4.2 sampai tabel 4.3 diperolehtingkat akurasi sekitar 80% - 100% diidentifikikasidengan tepat. Dapat dilihat dari tabel 4.4 sampaitabel 4.5 diperoleh tingkat akurasi 90% - 100%diidentifikikasi dengan tepat. Dapat disimpulkanpada sistem ini bahwa jumlah citra pelatihan yanglebih banyak tidak selamanya menghasilkan hasilidentifikasi yang lebih baik dibandingkan denganjunlah citra pelatihan yang lebih sedikit.

Dapat dilihat pada tabel 4.2 sampai 4.3Citra uji masih teridentifikasi sebagai citra yangtidak teridentifikasi, hal ini disebabkan oleh jarakantar neuron atau bobot pemenang mempunyainilai yang sama atau mendekati 2 bobotpemenang dari 2 kelompok citra pelatihan yangberbeda maka itu jika nilai bobot pemenang tidaksesuai dengan nilai jarak bobot yang ditentukanoleh sistem akan teridentifikasi sebagai citra yangtidak teridentifikasi.

b.Pengaruh Epoch Pada Proses Training

Dari tabel 4.2 dan tabel 4.3 yangmenggunakan 33 sampel citra training dapatterlihat bahwa pada tabel 4.2 yang menggunakanepoch (banyaknya iterasi yang dilakukan olehsistem terhadap citra training) sebanyak 100epoch membutuhkan waktu rata-rata 5 detikdalam setiap kali melakukan proses training,sebanyak 200 epoch membutuhkan waktu rata-rata 9 detik dalam setiap kali melakukan prosestraining, dan sebanyak 300 epoch membutuhkanwaktu rata-rata 14 detik dalam setiap kalimelakukan proses training. Sedangkan Dari tabel4.3 dan tabel 4.4 yang menggunakan 15 sampelcitra training dapat terlihat bahwa pada tabel 4.3yang menggunakan epoch (banyaknya iterasi yangdilakukan oleh sistem terhadap citra training)sebanyak 100 epoch membutuhkan waktu rata-rata 2 detik dalam setiap kali melakukan prosestraining, sebanyak 200 epoch membutuhkanwaktu rata-rata 5 detik dalam setiap kalimelakukan proses training, dan sebanyak 300epoch membutuhkan waktu rata-rata 7 detikdalam setiap kali melakukan proses training .Berdasarkan teori dan hasil ujicoba telahmenunjukan bahwa semakin banyak epoch yangdilakukan maka sistem akan semakin banyakmembutuhkan waktu dalam proses trainingsehingga pola citra uji atau hasil akan semakin baikdikenalin oleh sistem.

c.Pengaruh Learning Rate Pada Proses TrainingDengan melakukan pengujian terhadap

nilai – nilai alfa, maka didapatkan nilai alfa yangterbaik adalah 0.01. Hal ini dapat dilihat dari hasilpengujian pada tabel IV.2, bisa dilihat bahwasemakin besar alfa maka kecepatan belajar padajaringan untuk setiap epoch semakin cepatsehingga hasil akurasi dari sistem kemungkinanakan menurun dibandingkan denganmenggunakan alfa bernilai kecil. Nilai alfa berkisarantara 0 sampai 1, untuk alfa yang cukup besarakan didapatkan hasil belajar yang cepat, tetapipemetaan kasar, sedangkan dengan alfa yang kecilakan didapatkan pemetaan yang bagus.

d.Analisa Kesalahan Pada Tahap Pre-ProcessingPada sistem ini memiliki beberapa

tahapan untuk pre-processing yang sangatmenetukan keberhasilan sistem, yaitu :

1. Tahap Region of Interest (ROI)Tahap Region of Interest (ROI) merupakan

tahap yang paling vital. Jika tahap ini gagal ataupemotongan citra tidak sesuai dengan bagian citrayang diinginkan untuk dianalisa, maka hasil darisistem tidak akan akurat. Proses ROI ini sangatlahpenting dalam menentukan bagian yang akan

Page 8: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

dianalisa. Dengan proses ROI dapat mengambilbagian citra yang akan dianalisa secara terfokusdibandingkan dengan proses cropping biasa yangmengambil bagian citra yang hanya berbentukkotak saja sehingga terdapat bagian citra yangseharusnya bagian tertentu tidak dianalisa olehsistem.

5. PenutupA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang telahdilakukan dan hasil analisis yang telah dijelaskanmaka dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan hasil sistem pengidentifikasitingkat keparahan TB, dpat disimpulkanbahwa penggunaan algoritma kohonenSOM dapat diimplementasikan untukpengidentifikasi citra atau pengenalancitra.

2. Banyaknya jumlah sampel dan besarukuran citra yang digunakan padajaringan syaraf tiruan kohonen SOM akanmempengaruhi waktu pada prosespengidentifkasian. Artinya jika semakinbesar ukuran dan jumlah citra semakinbanyak maka waktu yang dibutuhkanuntuk proses pembelajarn danpengenalan semakin lama.

3. Semakin besar learning rate yangdigunakan pada jaringan syaraf tiruankohonen SOM akan menghasilkan tingkatakurasi sistem semakin menurun, karenasistem melakukan proses pembelajarandengan cepat sehingga pemetaan padacitra kasar.

4. Dengan menerapkan algoritma kohonenSOM dari 15 pengujian yang dilakukan,dengan menggunakan citra pelatihansebanyak 33 citra diperoleh akurasitertinggi sebesar 100% dengan waktutercepat 5 detik. Sedangkan denganmenggunakan citra pelatihan sebanyak 15citra diperoleh akurasi tertinggi sebesar100% dengan waktu tercepat 2 detik.

B. SaranUntuk pengembangan sistem lebih lanjut,

maka dapat diberikan saran sebagai berikut :1. Sistem ini dapat dikembangkan lebih

lanjut dengan pemanfaatan mediainternet sehingga masyarakat dapatmemperoleh informasi yang lebih mudahmengenai identifikasi tingkat keparahanTB menggunakan perangat lunak.

2. Untuk menghasilkan tingkat akurasi yanglebih tinggi disarankan untuk melakukan

pengambilan citra dengan yang intensitascahaya yang tetap seperti pada CT-Scan.

3. Untuk penelitian lebih lanjut dapatditambahkan metode seperti jaringansyaraf tiruan backpropagation. Dimanahasil dari jaringan syaraf kohonen SOMakan dimasukan kedalam prosespembelajaran jaringan syaraf tiruanbackpropagation.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Drh. Hiswani, M.kes. Tuberkulosis

Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih

Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat.

Jurnal Kesehatan. Universitas Sumatera

Utara.

2. Wulandari, Nugraheni. Identifikasi Tumor

Pada Jaringan Sekitar Tulang Dan Paru-

Paru Menggunakan Segmentasi

Berdasarkan Aras Keabuan Citra . Thesis.

Universitas Diponegoro.

3. Supatman. 2009. “Deteksi Pembesaran

Kelenjar Getah Bening pada Paru dengan

Pengolahan Citra Digital untuk

Mendiagnosa Penyakit Primer Kompleks

Tuberkulosis (PKTB)”. Seminar Nasional

Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI

2009) Jurusan Teknik Informatika,

Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Islam Indonesia Yogyakarta.

4. Yulianti Tae, Gadis Fransiska. Penerapan

Kohonen Self Organized Map Dalam

Kuantisasi Vektor Pada Kompresi Citra

Bitmap 24 Bit. Jurusan Teknik Informasi,

Fakultas Teknologi Informasi, Universitas

Kristen Duta Wacana Yogyakarta.

5. Hernawan, Mochdiana. Simulasi Kompresi

Citra dengan Neural Network

menggunakan Metode Self-Organizing

Map. Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Diponegoro Semarang.

Page 9: Jurnal - Identifikasi Penyakit Tuberkulosis

6. Mobarok. 2010. Pengenalan Tulisan

Tangan Aksara Sunda Menggunakan

Neural Network. Skripsi. Falkutas

Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas

Pendidikan Indonesia Bandung.

7. Yadi Mulyadi, Ade Gafar Abdullah, Risman

Nurjaman. Estimasi Beban Puncak Harian

Berbasis Algoritma Self Organizing Map

(SOM), Seminar Nasional Electical,

Informatics, and It’s Educations 2009,

Universitas Negeri Malang, Malang.

8. Linda, Agustina. 2003. Penerapan Region

of Interest (ROI) pada Metode Kompresi

JPEG2000. Institut Teknologi Bandung.

9. Ken Cabeen and Peter Gent. Image

Compression and the Descrete Cosine

Transform. Math 45, College of the

Redwoods.

10. Manurung, Patardo M. (2008). Perangkat

Lunak Pengenalan Plat Nomor Mobil

Menggunakan Jaringan Kompetitif Dan

Jaringan Kohonen. Skripsi. Universitas

Indonesia.

11. Hermawan, Mochdiana. (2002). Simulasi

Kompresi Citra Dengan Neural Network

Menggunakan Metode Self-Organizing

Map. Skripsi. Universitas Diponegoro

Semarang.

12. . (2011). Tuberkulosis.

Retrieved: 3 juni.

13. . (2011). Asuhan Kepratan

Pada Pasien dengan Tuberkulosis.

Retrieved: 3 juni.

14. JJ Siang. 2004. Jaringan Syarag Tiruan &

Pemogramannya menggunakan Matlab.

Andi. Yogyakarta.

15. Kusumadewi, Sri., 2004. Membangun

Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan

MATLAB & EXCEL LINK. Graha Ilmu.

16. http://www.creative-

instrument.com/dokumen/image.pdf,

April 2011.

17. http://home.wlu.edu/~levys/software/so

m/, April 2011.

18. http://www.scribd.com/doc/27057856/P

engenalan-Pola-Angka-Menggunakan-

Jaringan-Syaraf-Tiruan-Model-Jaringan-

Kohonen,April 2011.

19. http://en.wikipedia.org/wiki/Self-

organizing_map, April 2011.