Jurnal Hrsc Maya

17
Blok XIV : DIGESTIF TUGAS JURNAL HIRSCHPRUNG’S DISEASE OLEH : MAYA FARAHIYA H1A212034

description

jbhugu

Transcript of Jurnal Hrsc Maya

Page 1: Jurnal Hrsc Maya

Blok XIV : DIGESTIF

TUGAS JURNAL

HIRSCHPRUNG’S DISEASE

OLEH :

MAYA FARAHIYA

H1A212034

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

NUSA TENGGARA BARAT

2014

Page 2: Jurnal Hrsc Maya

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat dan hidayahNya, saya dapat menyelesaikan tugas jurnal blok digestif dengan

judul “Hirschsprung’s Disease” tepat pada waktunya. Pada tugas jurnal ini penyusun

membahas masalah yang terkait dengan epidemiologi, patofisiologi dari terjadinya

Hirschsprung’s Disease (HSCR), manifestasi klinis, penegakan diagnosis,

tatalaksana, edukasi serta komplikasi dan prognosis dari HSCR.

Mohon maaf jika dalam tugas jurnal ini terdapat banyak kekurangan dalam

menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan

HSCR. Saya berharap tugas jurnal ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat

kepada pembaca.

Mataram, 19 November 2014

(Penyusun)

Page 3: Jurnal Hrsc Maya

HIRSCHSPRUNG DISEASE

EPIDEMIOLOGI

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Bagaimanapun ada variasi insidensi pada kelompok

kelompok etnis tertentu. Small Hirschsprung lebih berfrekuensi daripada Large

Hirschsprung dengan presentase 80% berbanding 20%. Laki-laki lebih banyak dari

pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insiden pada kasus-kasus

familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Rasio perbandingan antara laki laki dan

perempuan yang lebih signifikan terjadi pada Small Hirschsprung dibandingkan

dengan Large Hirschsprung (Amiel J, 2011).

ETIOLOGI

Sebuah penelitian membuktikan adanya kejadian yang lebih sering terjadi pada

pasien yang memiliki riwayat saudara kandung dengan HSCR serta keterkaitan

kejadian HSCR pada sindrom tertentu menjelaskan bahwa HSCR ini sangat terkait

dengan faktor genetik. Gen RET proto-onkogen (RET), yang mengkode reseptor

tirosin kinase merupakan gen utama yang terlibat dalam HSCR. 50% dari kasus

dengan riwayat keluarga dan 7-35% pada kasus tanpa riwayat keluarga mengalami

mutasi pada RET (Henna N, 2011).

PATOFISIOLOGI

Hirschsprung’s disease (HSCR) merupakan gangguan perkembangan

multfaktorial dari sistem saraf enterik yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion

pada hindgut yang bersifat kongenital. Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang

terjadi dengan insiden 1 dari 500 kelahiran, penyakit ini terkait dengan prematuritas

penghentian dari migrasi cranio-caudal dari neural crest derivate dari neuroblast yang

Page 4: Jurnal Hrsc Maya

disebut dengan neurocristopathy. Gen yang memiliki pengaruh terbesar terhadap

terjadinya HSCR adalah RET, yang mengalami mutasi hingga 50% pada kasus yang

memiliki riwayat keluarga dan 7-35% pada kasus sporadik. RET merupakan

perkembangan embriologis dari enteric nervus system (ENS) yang krusial. selain itu

terjadinya HSCR juga terkait dengan pengaruh dari genetic heterogen dan sel

pluripotent, hal tersebut dapat menjelaskan mengapa terjadi malformasi anatomi

maupun fisiologi dari GIT (Kessmann, 2006).

HSCR dikarakteristikkan dengan tidak adanya sel ganglion intramural dari plexus

yang ada di gut distal. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa bone morphogenetic

protein receptor-type IA (BMPR1α), actinin-alpha 4 (ACTN4α) dan fatty acid

binding protein 7 (FABP7) yang berperan dalam differensiasi dan perkembangan dari

neuron. Ditemukan pada 60 pasien dengan HSCR memiliki aganglionik (stenosis)

dan ganglionik (normal) dari segmen jaringan yang diduga merupakan ekspresi dari

BMPR1α, ACTININ-4α dan FABP7. Umumnya mRNA dan ekspresi protein dari

BMPR1α dan ACTN4α memiliki kadar yang tinggii dari stenosis kolon dari pada

pada kolon normal (Kessmann, 2006).

MANIFESTASI KLINIS

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul pada 24 jam

pertama. Dengan gejala yang timbul seperti distensi abdomen dan bilious emesis.

Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang

signifikan mengarah pada diagnosis ini (Kessmann, 2006).

Gejala klinis yang umunya sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang

terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang

terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan..

Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium

dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi

yang serius bagi penderita HD yang merupakan komplikasi serius dari aganglionosis,

yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4

Page 5: Jurnal Hrsc Maya

minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa

diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam (Kessmann,

2006).

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi

kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding

abdomen. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya

periode konstipasi, obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia, dan

peritonitis. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa

hari dan biasanya sulit untuk defekasi (Kessmann, 2006).

Page 6: Jurnal Hrsc Maya

Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat

konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering

dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang

namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok

dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong (Kessmann,

2006).

PEMERIKSAAN

A. Anamnesis

Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran

mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious

(berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis; konsistensi

feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan

cenderung menurun; nafsu makan menurun; ibu mengalami polyhidramnion; adanya

riwayat keluarga (Hidayat M, 2009).

B. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.

Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen.

Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang.

Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan

pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat

jari ditarik terdapat explosive stool (Izadi, 2007).

C. Pemeriksaan Biopsi

Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan

langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik,

yang dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang

didapatkan akan lebih akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli

Page 7: Jurnal Hrsc Maya

patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka

diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi (Prakash M, 2011).

Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik

lain yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk

menunjang diagnosis (Prakash M, 2011).

D. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda

obstruksi usus (Lakhsmi, 2008). Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk

menentukan diagnosis Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada

bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian distal yang tidak

dilatasi mudah terdeteksi. Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal.

Barium enema kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi,

karena zona transisi sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang

sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan

panjang yang bervariasi; terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow

zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona

transisi (Prakash M, 2011).

E. Pemeriksaan Anorectal Manometry

Pada individu normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan relaksasi

sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada jaringan rectal,

absensi/kelainan pada saraf internal ini ditemukan pada pasien yang terdiagnosis

penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium

motilitas dengan menggunakan metode yang disebut anorectal manometry.

Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal.

Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal,

tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip seperti distensi

pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien dengan penyakit Hirschsprung

Page 8: Jurnal Hrsc Maya

sfingter anal tidak bereaksi terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir,

keakuratan anorektal manometri dapat mencapai 100% (Prakash M, 2011).

TERAPI

Tatalaksana penyakit Hirschsprung adalah pembedahan. Namun, Manajemen

medis awal dalam menstabilkan pasien sebelum terapi bedah dilakukan juga sangat

penting. Ini termasuk koreksiketidakseimbangan cairan dan elektrolit, terapi

antibiotik jika terdapat enterocolitis dan dekompresi rektal dengan menggunakan

irigasi rektal dan tabung rektal sampai saat operasi. Prinsip dasar untuk terapi bedah

definitif adalah reseksi segmen aganglionik diikuti oleh pull-through ganglion usus ke

anus. Ada prosedur yang berbeda yang telah digunakan, tetapi tiga yang paling umum

adalah: Swenson pull-through 5 (rectosigmoidectomy), Duhamel pull-through

(retrorectal transanal pull-through) dan Soave pull-through (endorectal pull-through).

Baru-baru ini operasi sedang dilakukan pada masa neonatus menggunakan teknik

bedah minimal invasif, seperti laparoskopi (Kessmann, 2006).

Sulit untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan tiga teknik, karena

kejadian komplikasi berkaitan erat dengan keterampilan dokter bedah per individu,

untuk lembaga atau tahun penelitian. Namun demikian, hasil jangka panjang prosedur

ini tampaknya serupa. Operasi penyakit Hirschsprung umumnya menghasilkan hasil

yang memuaskan. Namun ada, beberapa pasien yang terus mengalami kesulitan

jangka panjang. Sebuah tinjauan baru-baru ini menunjukkan bahwa45 pasien(51%)

memiliki beberapa macam disfungsi usus, dan 37,5% mengotori tinja. Gejala yang

paling umum adalah sembelit, diare, dan beberapa kali kolitis berselang.Sembilan

puluh empat persen dari pasien tampakbaik, dan 5 pasien memiliki masalah perilaku

yang parah. Dalam studi jangka panjang lain pada 19 remaja ditemukan bahwa 32%

memiliki kerusakan yang signifikan, tapi tidak lebih dari psikopatologi atau disfungsi

psikososial bila dibandingkan dengan yang sehat terkontrol. Inkontinensia tinja

dikaitkan dengan fungsi psikososial yang miskin dan kritik orangtua dan fungsi

Page 9: Jurnal Hrsc Maya

psikososial dimana secara signifikan berkorelasi dengan tingkat inkontinensia tinja.

(Kessmann, 2006).

Setelah penyakit Hirschsprung didiagnosis, operasi biasanya diperlukan.

Dokter harus memiliki pengetahuan umum tentang prosedur umum untuk membantu

memfasilitasi komunikasi antara dokter bedah dan keluarga pasien. Sebelum operasi,

irigasi rektal membantu dekompresi usus dan mencegah enterokolitis. Pada bayi baru

lahir sehat dengan colon undistended dan segmen pendek Hirschsprung disease,

ileoanal definitifpull-through anastomosis dapat dilakukan. Jika anak memiliki

Hirschsprung's terkait enterocolitis atau usus yang melebar, kolostomi dapat

dilakukan untuk beberapa bulan sementara menunggu anak tersebut sembuh;

prosedur pull-through biasanya membutuhkan empat sampai enam bulan setelah

penempatan kolostomi (Kessmann, 2006).

Ada beberapa teknik pull-through, dengan tingkat komplikasi berkisar antara

4 sampai 16 persen. Operasi Swenson melibatkan mengangkat rektum, menarik usus

ganglionated sehat, dan menghubungkannya ke anus. Teknik-teknik baru (misalnya,

operasi Duhamel, operasi Soave) membantu melestarikan pasokan saraf yang rumit

dengan rektum dan kandung kemih. Dilatasi dari anastomosis diperlukan selama

beberapa bulan setelah operasi Soave untuk mencegah pembentukan striktur; Orang

tua pasien dapat melakukan ini di rumah. Semua prosedur ini memiliki tingkat

keberhasilan yang tinggi, dan morbiditas minimal. Beberapa ahli bedah melakukan

satu tahap operasi transanal Soave pada bayi baru lahir dengan penyakit segmen

pendek, mengeliminasi kebutuhan sayatan perut dan kolostomi. Tingkat komplikasi

mirip dengan operasi yang lebih invasif Soave; Namun, periode tindak lanjut yang

pendek telah membatasi hasil studi dari pendekatan ini (Kessmann, 2006).

KOMPLIKASI

Enterokolitis dan pecah kolon merupakan komplikasi yang paling serius

yang berhubungan dengan penyakit dan merupakan penyebab paling umum

kematian Hirschsprung's terkait. Enterocolitis terjadi pada 17-50 persen dari

bayi dengan penyakit Hirschsprung dan paling sering disebabkan oleh

Page 10: Jurnal Hrsc Maya

obstruksi usus dan aganglionik. Harus terus dimonitor untuk enterocolitis

setelah operasi karena infeksi telah dilaporkan terjadi hingga 10 tahun

kemudian. (Kessmann, 2006 )

Page 11: Jurnal Hrsc Maya

DAFTAR PUSTAKA

Amiel J, Sproat-Emison E, Garcia-Barcelo M, et al. 2011. Hirschsprung disease,

associated syndromes and genetics. Diaskes pada

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17965226. pada tanggal 19 November 2014.

Henna N, et all. 2011. Children With clinical Presentations of Hirschsprung’s

Disease-A Clinicopathological Experience. Biomedica; 27: 1-4

Hidayat,M et all. 2009. Anorectal Function of Hirschsprung’s Patient after Definitive

Surgery. The Indonesian Journal of Medical Science; 2: 77-85

Izadi M, Mansour-Ghanaei F, Jafarshad R, et al. 2007. Clinical manifestations of

Hirschsprung’s disease: A 6-year course review on admitted patients in Guilan, North

Province of Iran. Iranian Cardiovascular Research Journal; 1: 25-31

Kessmann; J. 2006. Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. American

Family Physician; 74: 1319-1322 Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s

Disease. Hershey Medical Center; 44-46

Prakash M. 2011. Hirschsprung’s Disease Scientific Update. SQU Medical Journal;

11: 138-145 Puri, P; Shinkai, T. 2004. Pathogenesis of Hirschsprung’s Disease and

It’s Variant : Recent Progress.University College Dublin; 13: 18-24

Wang W, We Z, Chen Dong, et al. 2014. Differential Expressions Of BMPR1α,

ACTN4α And FABP7 In Hirschsprung Disease. Int J Clin Exp Pathol. Vol 7(5):

2312-2318. Diakses pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4069943/.

Pada tanggal 14 November 2014.