Jurnal Hendrahidayat Vol 11 No 1
-
Upload
retno-wahyudi -
Category
Documents
-
view
112 -
download
3
Transcript of Jurnal Hendrahidayat Vol 11 No 1
ANALISIS KEBIJAKAN PERMENDIKNAS NOMOR 40 TAHUN 2008 SEBAGAI ALTERNATIF UPAYA PENINGKATAN KUALITAS
LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Hendra HidayatMahasiswa Program Doktor (S3) Pendidikan Teknologi Kejuruan FT-UNP
Abstrak: Permendikanas nomor 40 tahun 2008 tentang sarana prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK), dalam pelaksanaannya ditemukan permasalahan yang umumnya diakibatkan ketidakpatuhan SMK terhadap permendiknas nomor 40 tahun 2008 tentang standar minimal SMK di seluruh Indonesia. Hal ini berdampak kepada 1) Motivasi belajar anak menjadi rendah, 2) kualitas lulusan SMK belum sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha dan Industri, 3) Pengangguran terdidik (jobless), 4) Kreativitas siswa SMK yang tidak berkembang. Pelaksanaan dari Permendikanas nomor 40 tahun 2008, berhubungan langsung dengan pemerintah dan dinas pendidikan kabupaten/kota dalam menentukan dan mengawasi sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan SMK, namun masih terdapat juga SMK yang sarana prasarananya belum memenuhi kriteria standar minimal yang sudah ditetapkan pemerintah. Sehingga perlu dilakukan analisis kebijakan terhadap Permendiknas nomor 40 tahun 2008 khususnya pada implementasi di daerah, dari analisis kebijakan ini dihasilkan solusi dalam bentuk penerbitan perda kabupaten/kota yang sesuai dengan Permendiknas no 40 tahun 2008 karena lebih efisien dan efektif serta layak diterapkan untuk mengatur standar minimal sarana prasarana SMK, dalam upaya peningkatan kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Sudah saatnya stakeholder dan pemangku kepentingan utama proaktif terhadap implementasi perda kabupaten/kota yang sesuai dengan Permendikanas no 40 tahun 2008.
Kata Kunci: Permendiknas nomor 40 tahun 2008, lulusan SMK, Analisis Kebijakan
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Permendiknas nomor 40 tahun 2008,
tentang standar sarana dan prasarana untuk
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK), dalam pelaksanaannya
ditemukan permasalahan yang umumnya
diakibatkan ketidakpatuhan SMK terhadap
permendiknas nomor 40 tahun 2008 tentang
standar minimal SMK di seluruh Indonesia.
Kenyataan dalam dalam prakteknya muncul
permasalahan yang terkait dengan (1) Standar
sarana dan prasarana untuk SMK mencakup
kriteria minimum sarana dan prasarana yang
diatur pemerintah, dan (2) Penyelenggara SMK
wajib menerapkan standar sarana prasarana SMK
sebagaimana diatur dalam peraturan menteri.
Pasal 2 menyatakan Standar sarana dan
prasarana untuk sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK)
mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria
minimum prasarana yang harus ada pada semua
SMK. Kenyataannya masih banyak juga SMK
yang sarana prasarananya dibawah standar yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah dan masih
adanya sarana dan prasarana yang belum
terlaksana sesuai dengan fungsi yang disebutkan
diatas. Padahal hal ini sejalan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 129a/u/2005 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan (SPM)
untuk SMK Pasal 4 ayat 2 (Keputusan Menteri,
2005:11) yang salah satu menjelaskan bahwa
90% SMK harus memiliki sarana dan prasarana
minimal sesuai dengan standar teknis yang
ditetapkan secara nasional. Disamping itu,
tuntutan pelaksanaan uji kompetensi keahlian
SMK merupakan bagian Ujian Nasional yang
diatur dalam permendiknas nomor 28 tahun 2009
tentang standar kompetensi lulusan untuk
mengharuskan melakukan uji kompetensi
keahlian yang tertuang pada pedoman
penyelenggaraan uji kompetensi keahlian SMK
yang salah satunya ujian praktek kejuruan.
Kenyataan yang terjadi jangankan untuk
tuntutan Ujian Kompetensi Nasional tentang
praktek kejuruan sedangkan untuk pelaksanaan
praktek keahlian kejuruan keseharian saja sarana
prasarana yang ada belum lengkap dan sudah
usang.
Pasal 4 menyatakan Penyelenggaraan
sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan (SMK/MAK) wajib menerapkan
standar sarana dan prasarana sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini,
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun setelah
Peraturan Menteri ini ditetapkan. Kenyataannya
kondisi sarana prasarana disebagian SMK untuk
peralatan bidang keahlian sudah tidak relevan
lagi dengan dunia usaha dan industri atau boleh
dikatakan sudah cocok untuk dimuseumkan.
Disamping itu, sampai sekarang masih ada SMK
yang belum memenuhi kewajiban sarana
prasarana SMK.
2. Identifikasi dan Dampak Masalah
Hasil dari permasalahan yang
menyangkut hal-hal diatas mengakibatkan:
a. Motivasi belajar anak menjadi rendah karena
fasilitas praktikum tidak tersedia dengan
lengkap padahal tuntutan pembelajaran di
SMK menuntut 70% pembelajaran praktikum.
b. Ujian Nasional bagi SMK yaitu ujian praktek
akan melalui uji verifikasi sarana prasarana,
sehingga sarana prasarana yang tidak
lengkap, ujian praktikum belum bisa
dilaksanakan
c. Belum terjawabnya kebutuhan Dunia
Usaha/Dunia Industri (DUDI) terhadap
kualitas lulusan SMK dikarenakan sarana
prasarana yang uptodate dan berkualitas
kurang tersedia.
d. Pengangguran terdidik (jobless), karena
konsep SMK adalah Link and Match, antara
yang dipelajari (praktikum) dengan
kebutuhan dilapangan harus sesuai, namun
kondisi ini dipengaruhi oleh kualitas bengkel
praktikum keahlian kejuruan di SMK.
e. Kreativitas siswa SMK mati, padahal melalui
sarana prasarana yang berkualitas lulusan
SMK bukan saja dipersiapkan sebagai joob
seeker namun sebagai job creator yaitu
technopreneurship dengan sarana prasarana
berkualitas, lengkap dan uptodate.
f. Hal yang terkait dengan pemakaian, biaya
operasional, perawatan dan umur pakai dari
sarana prasarana SMK, belum dijelaskan dan
belum diatur secara lebih terperinci.
3. Penilaian Kebijakan Pelaksanaan
Penilaian pelaksanaan sarana prasarana
SMK sesuai dengan Peraturan Menteri Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan BAB I Pasal 1 Ayat 1 yang
dimaksud dengan: Standar nasional pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Ayat 8 yang
dimaksud dengan: Standar sarana dan
prasarana adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan kriteria minimal.
Dengan kata lain, setiap lembaga pendidikan
dituntut untuk memenuhi kriteria minimum yang
telah ditentukan. Disamping itu, hal ini terkait
juga dengan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor
129a/u/2005 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pendidikan (SPM) untuk SMK
Pasal 4 ayat 2 (Keputusan Menteri, 2005:11)
yang salah satu menjelaskan bahwa 90% SMK
harus memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan
secara nasional. Dalam implementasi sarana
prasarana Permendiknas no 40 tahun 2008
disinyalir bahwa belum adanya data yang
lengkap tentang pemetaan sarana prasarana SMK
se Indonesia, sehingga arah pendanaan dan
bantuan sarana prasrana dari pemerintah belum
sepenuhnya merata dan tepat sasaran. Disamping
itu, alokasi dana dilapangan sangat terkait
dengan pemerintah daerah.
4. Signifikansi Problematika Situasi
Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan
peraturan pemerintah nomor 40 tahun 2008 yang
terjadi di SMK, secara signifikan mengakibatkan
permasalahan terhadap pelaksanaan
pembelajaran praktikum kejuruan, bahkan akan
menjadi penghambat dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan, karena kegiatan
pembelajaran praktikum di SMK lebih dominan
dari pada teori. Penyelesaian masalah ini dengan
melengkapi standar minimal sarana prasarana
yang ada di SMK.
B. Masalah Kebijakan
1. Pernyataan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah
yang telah disajikan di atas, masalah yang
dianalisis adalah “Ketidakpatuhan terhadap
pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 40
tahun 2008 yang terjadi di SMK”, yang terkait
dengan : (1) Standar sarana dan prasarana untuk
SMK mencakup kriteria minimum sarana dan
prasarana yang diatur pemerintah, yaitu: belum
terpenuhinya sarana prasarana minimum sebagai
sesuatu yang sangat penting dalam memenuhi
proses pembelajaran praktikum kejuruan dan (2)
Penyelenggara SMK wajib menerapkan standar
sarana prasarana SMK sebagaimana diatur dalam
peraturan menteri, yaitu: namun masih ada SMK
yang belum menerapkan standar prasarana yang
diatur pemerintah hal ini berdampak pada
kualitas pendidikan SMK yang konsepnya Link
and Match apa yang diajarkan akan sesuai
dengan kebutuhan dilapangan (DUDI), tetapi
justru kenyataannya menjadi terbalik.
Penyelesaian masalah ini harus segera disikapi
dengan serius dan melakukan kontrol terhadap
sarana prasarana yang ada dan yang akan
dilengkapi.
2. Pendekatan Analisis
Dalam mengkaji masalah pendidikan
digunakan pendekatan analisis pemeriksaan
sosial sebagai cara untuk memantau hubungan
antara unsur-unsur: masukan, proses, keluaran,
dan dampak sebagai usaha untuk mengikuti
masukan kebijakan (Dunn, 2003: 537). Dalam
penggunaan pendekatan ini, siswa SMK sebagai
masukan, pelaksanaan Permendiknas nomor 28
tahun 2010 sebagai proses, kualitas lulusan siswa
SMK sebagai keluaran, dan usaha mematuhi
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 sebagai
dampak.
3. Pemangku Kepentingan Utama
Pemangku kepentingan utama yang
mempengaruhi secara signifikan pelaksanaan
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 tentang
tentang standar sarana dan prasarana untuk
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK) adalah: 1) Pemerintah
Provinsi, 2) Pemerintah Kabupaten/Kota, 3)
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
4. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari kebijakan Permendiknas
nomor 40 tahun 2008 adalah sebagai acuan yang
digunakan pemangku utama untuk mengontrol
dan mengkoordinir sarana prasarana SMK yang
ada di daerah tersebut tentang kebutuhan sarana
prasarana dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan. Sasaran dari kebijakan ini adalah
untuk memberikan informasi tentang standar
sarana prasarana yang harus dipenuhi untuk
SMK se Indonesia.
5. Pengukuran Efektivitas
Untuk mengukur efektivitas dalam
pelaksanaan kebijakan ini, dapat digunakan
formula atau rumus: “perbandingan antara
banyaknya SMK dalam suatu kabupaten atau
kota dengan kriteria standar sarana prasarana
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 dengan
banyaknya seluruh SMK yang ada dalam
kabupaten atau kota tersebut”. Hasil ini dapat
dinyatakan dalam bentuk persentasi. Dalam hal
ini, misalnya jika hasil tersebut lebih besar atau
sama dengan 75% dapatlah dikatakan
pelaksanaan kebijakan tersebut efektif.
6. Potensi Solusi
Potensi solusi dalam analisis ini adalah
setiap upaya untuk mencegah ketidakpatuhan
pemerintah provinsi, kabupaten/kota dalam
pelaksanaan Permendiknas nomor 40 tahun 2008
tentang tentang standar sarana dan prasarana
untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah
Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) harus
memperhitungkan lamanya proses implementasi,
biaya implementasi dan tingkat efektivitasnya.
PEMBAHASAN
C. Alternatif Kebijakan
1. Deskripsi alternatif
Alternatif kebijakan untuk menjawab
ketersediaan sarana prasarana SMK se Indonesia
dalam paper ini, adalah sebagai berikut:
a. Menerbitkan peraturan daerah (perda)
kabupaten/kota yang mengatur pelaksanaan
pendidikan termasuk ketersediaan sarana
prasarana SMK.
b. Menerbitkan peraturan daerah (perda)
kabupaten/kota yang mengatur pelaksanaan
pendidikan tentang sarana prasarana SMK
sesuai Permendiknas nomor 40 tahun 2008.
c. Menerbitkan peraturan daerah Provinsi
yang mengatur pelaksanaan sarana
prasarana SMK sesuai Permendiknas nomor
40 tahun 2008.
d. Mengubah Permendiknas nomor 40 tahun
2008 menjadi Peraturan Pemerintah (PP)
yang mengatur pelaksanaan sarana
prasarana SMK.
2. Perbandingan alternatif
Selanjutnya perlu dilakukan
perbandingan antara alternatif-alternatif pilihan
a,b,c,atau d tersebut diatas, yaitu:
Alternatif a. kemungkinan membutuhkan waktu
lebih lama, biaya besar, dan hasil besar
Alternatif b. kemungkinan membutuhkan waktu
lebih singkat, biaya lebih murah, dan hasil lebih
besar
Alternatif c. kemungkinan membutuhkan waktu
sedang, biaya lebih sedang, dan hasil rendah
Alternatif d. kemungkinan membutuhkan waktu
lebih lama, biaya besar, dan hasil besar
3. Spillovers and Externalities
Alternatif a. yaitu: “Menerbitkan
peraturan daerah (perda) kabupaten/kota yang
mengatur pelaksanaan pendidikan termasuk
ketersediaan sarana prasarana SMK”. Alternatif
ini memerlukan waktu yang lebih lama, sebab
diperlukan pengkajian yang lebih serius pada
pemangku kepentingan (stakeholders: dinas
pendidikan, dan bupati atau walikota) dalam
rapat, pertemuan, dan diskusi atau seminar,
bahkan memerlukan studi banding ke daerah
lain, sampai kajian tentang sarana prasarana
SMK ini. Selanjutnya hasil pengkajian ini
dituangkan dalam rencana perda oleh eksekutif
(bupati atau walikota) diusulkan ke DPRD
sebagai legislatif, selanjutnya DPRD akan
membahas dalam berbagai kegiatan sampai jika
dibutuhkan studi banding maka akan dilakukan.
Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama
sampai terbitnya perda yang dimaksud, dan
legislatif dapat mengawasi implementasi perda
yang dibuat sendiri. Pada tahap implementasinya
akan lebih besar.
Alternatif b. yaitu: “Menerbitkan
peraturan daerah (perda) kabupaten/kota yang
mengatur pelaksanaan pendidikan tentang sarana
prasarana SMK sesuai Permendiknas nomor 40
tahun 2008”. Alternatif ini tidak memerlukan
waktu lama sebab hanya menuangkan kembali
“pelaksanaan Permendiknas nomor 40 tahun
2008 ” di daerah dalam bentuk peraturan daerah
oleh DPRD, sehingga legislatif dapat mengawasi
implementasi peraturan daerah yang dibuat
sendiri. Sehingga biaya tidak besar, dan hasil
besar karena selalu dalam pengawasan legislatif.
Perda ini akan mendapat dukungan besar karena
biaya lebih murah dan hasil maksimal.
Alternatif c. yaitu: “Menerbitkan
peraturan daerah Provinsi yang mengatur
pelaksanaan sarana prasarana SMK sesuai
Permendiknas nomor 40 tahun 2008”. Alternatif
ini, dalam pembahasannya tidak terlalu lama
sebab perda ini hanya mengatur implementasi
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 di daerah
provinsi, tetapi diperlukan waktu untuk
mengambil dan menampung masukan dari
seluruh daerah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan. Sehingga biaya tidak terlalu besar,
tetapi hasil kemungkinan tidak maksimal/rendah
karena otonomi daerah berada pada daerah
kabupaten/kota.
Alternatif d. yaitu: “Mengubah
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 menjadi
Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur
pelaksanaan sarana prasarana SMK.” Alternatif
ini, dalam penerbitannya akan mencakup waktu
yang lama, karena pemerintah memerlukan
masukan dari berbagai pihak dari seluruh daerah
otonomi dan provinsi, demikian juga untuk
implementasinya diperlukan sosialisasi ke
seluruh daerah, sehingga memerlukan biaya lebih
besar, namun hasil akan lebih besar karena
kekuatan lebih kuat PP dari pada Permendiknas.
4. Kendala
Secara umum alternatif a dan b.
kendalanya relatif kecil, hanya diperlukan
kemauan politik dari pemangku kepentingan
utama (bupati/walikota, dan DPRD); khusus
alternatif a. dalam studi banding tim perumus
peraturan daerah tentang pendidikan ini, belum
tentu ada daerah yang sudah ada perda
pendidikannya dan terimplementasi dengan baik.
Alternatif c. belum tentu dipatuhi oleh
bupati/walikota sebagai kepala daerah
kabupaten/kota, karena status otonomi daerah
berada pada daerah kabupaten/kota bukan pada
daerah provinsi. Sedangkan alternatif d. dalam
penerbitannya akan menjadi kendala karena
ruang lingkupnya terlalu sempit.
Kemungkinan alternatif a. akan
mendapat dukungan sangat besar dari pemangku
kepentingan, karena alternatif a. memiliki
kesesuaian dengan Permendiknas nomor 40
tahun 2008, dan atas usulan dan diterbitkan oleh
daerah yang bersangkutan, kondisi ini
memberikan pengaruh kepada pelaku utama
untuk mau mengimplementasikan. Kemungkinan
alternatif b. mendapatkan dukungan sangat besar
dari pemangku kepentingan sangat besar, karena
pilihan b. memiliki kesesuaian dengan
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 dan atas
ulusan dan diterbitkan daerah yang bersangkutan.
Alternatif b. ini fokus pada pelaksanaan
Permendiknas nomor 40 tahun 2008 tentang
standar sarana dan prasarana untuk Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK). Hal ini memberikan pengaruh
kepada pemangku kepentingan utama untuk mau
mengimplementasikannya.
Kemungkinan alternatif c. mendapatkan
dukungan dari pemangki kepentingan utama,
karena alternatif c. sesuai dengan Permendiknas
nomor 40 tahun 2008. Hal ini memberikan
pengaruh kepada para pemangku kepentingan
utama untuk mau menerima pelaksanaannya.
Kemungkinan alternatif d. mendapatkan
dukungan dari pemangku kepentingan utama,
karena alternatif d. sesuai dengan Permendiknas
nomor 40 tahun 2008 dan tingkat kepatuhan
kepada peraturan pemerintah lebih tinggi
daripada permendiknas.
D. Rekomendasi Kebijakan
1. Kriteria Rekomendasi Alternatif
Beberapa tipe pilihan rasional dapat
ditentukan sebagai kiteria keputusan yang
digunakan untuk saran pemecahan masalah
kebijakan. Kriteria untuk merekomendasikan
suatu pilihan terdiri dari enam tipe utama yaitu:
efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan,
responsivitas, dan kelayakan (Dunn, 2003: 429).
Dalam analisis kebijakan ini digunakan kriteria:
efisiensi, efektifitas, dan kelayakan
2. Deskripsi Alternatif yang Dipilih
Direkomendasikan pilihan b.
Menerbitkan peraturan daerah (perda)
kabupaten/kota yang mengatur pelaksanaan
pendidikan tentang sarana prasarana SMK sesuai
Permendiknas nomor 40 tahun 2008, karena
lebih efisien dan efektif serta layak diterapkan
untuk mengatur standar minimal sarana
prasarana SMK.
3. Strategi Implementasi
Pilihan kebijakan supaya dapat
dilaksanakan pemerintah daerah, dalam hal ini
bupati/walikota dan dinas pendidikan daerah,
setelah terlebih dahulu ada usulan kebutuhan
sarana prasarana SMK dari sekolah
bersangkutan.
4. Pemantauan dan Evaluasi
Dilakukan kontrol bertingkat mulai dari
pemerintah daerah provinsi ke pemerintah daerah
kabupaten/kota selanjutnya ke SMK terhadap
kebutuhan sarana prasarana SMK.
5. Batasan dan Konsekuen yang tidak
terantisipasi
Keterbatasan dari kebijakan yang
direkomendasi yaitu: a). hanya terbatas pada
peraturan daerah, b). peluang untuk terjadi
kecurangan pada tataran pelaksanaan
dikarenakan alokasi dana untuk kelengkapan
sarana prasarana SMK termasuk anggaran yang
besar, c). adanya indikasi SMK yang sengaja
melaporkan kondisi sarana prasarana yang rusak
dan kurang (realitanya tidak) agar mendapatkan
dana bantuan.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari pemaparan tentang analisis
kebijakan Permendiknas no 40 tahun 2008
tentang standar minimal sarana prasarana SMK
seluruh Indonesia masih belum terlaksana sesuai
peraturan yang ditetapkan dikarenakan
pelaksanaan dari peraturan ini masih
berhubungan dengan otonomi daerah, sehingga
perlu upaya menerbitkan peraturan sebagai
perpanjangan tangan dari Permendiknas yang
ada, yaitu dalam bentuk perda kabupaten/kota
yang sesuai dengan Permendiknas no 40 tahun
2008 karena lebih efisien dan efektif serta layak
diterapkan untuk mengatur standar minimal
sarana prasarana SMK, dalam upaya peningkatan
kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan di
Indonesia.
Sudah saatnya stakeholder dan
pemangku kepentingan utama proaktif terhadap
implementasi Permendikanas no 40 tahun 2008
dan mengusahakan untuk merealisasikan serta
mengimplementasikan perda kabupaten/kota
yang sesuai dengan Permendiknas no 40 tahun
2008.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N. [Penerjemah: Wibawa, Samudra, dkk], 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kemdikbud. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan..
Keputusan Menteri. 2005. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
No. 129a/u/2005 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan.
Peraturan Pemerintah. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 28 tahun 2009 tentang standar kompetensi kejuruan sekolah menengah kejuruan.