JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian
Transcript of JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian
215 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian
Volume 02 Nomor 01 Mei 2019 Halaman 215-227
HUBUNGAN FUNGSI PERAWATAN KELUARGA DENGAN
KUALITAS HIDUP LANSIA YANG MENDERITA PENYAKIT
KRONIS
Relationship Of Family Care Functions With Quality Of Life Elderly That
Suffering Chronic Disease
Rezkiyah Hoesny1, Munafrin2, Sahril3
Program Studi Profesi Ners STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo
e-mail : [email protected]
ABSTRAK Kualitas hidup lansia adalah kondisi fungsional yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan
psikologis dan kondisi lingkungan, dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Lansia umumnya mengalami keterbatasan, sehingga
kualitas hidup pada lansia mengalami penurunan. Adanya penyakit kronis menyebabkan gangguan fungsi
fisiologis sehingga dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan lingkungannya. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan
penyakit kronis di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo.
Penelitian ini berjenis kuantitatif menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia yang datang berobat di Puskesmas Bara
Permai. Pengambilan sampling menggunakan Accidental Sampling dengan jumlah responden sebanyak
38 orang yang merupakan lansia yang datang berobat sejak bulan Agustus-September 2018.Fungsi
perawatan keluarga diukur dengan menggunakan instrumen AFGAR dan Kualitas hidup lansia diukur
dengan menggunakan instrumen WHOQOL-BREF.
Hasil uji statistik dengan chi-square test menunjukkan nilai p=0.003, karena nilai p < α=0.05, artinya terdapat hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang menderita
penyakit kronis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sehat fungsi perawatan keluarga, maka semakin
baik pula kualitas hidup lansia dan sebaliknya. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada lansia dengan melibatkan anggota keluarga sehingga kualitas
hidup lansia dapat menjadi lebih baik.
Kata Kunci: Fungsi Perawatan Keluarga, Kualitas Hidup, Lansia, Penyakit Kronis
ABSTRACT The quality of life of the elderly is a functional condition which includes physical health,
psychological health and environmental conditions, influenced by the level of independence, physical and
psychological conditions, social activities, social interactions and family functions. Elderly people
generally experience limitations, so the quality of life in the elderly has decreased. The existence of
chronic diseases causes physiological function disorders that can affect the psychological condition and
environment. This study was conducted to determine the correlation between family care functions with
the quality of life of elderly people with chronic diseases at the Bara Permai Health Center in Palopo City.
This research is a quantitative type using descriptive analytic with cross sectional approach. The
population in this study were all the elderly who came for treatment at the Bara Permai Health Center.
Sampling uses Accidental Sampling with the number of respondents as many as 38 people who are
216 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
elderly who come for treatment since August-September 2018. The family care function is measured using
the AFGAR instrument and the quality of life of the elderly is measured using the WHOQOL-BREF
instrument.
The results of the statistical test with chi-square test showed a value of p = 0.003, because the
value of p <α = 0.05, meaning that there is a correlation between the family care function and the quality
of life of the elderly who suffer from chronic diseases.This shows that if the family care function is
healthy, the quality of life of the elderly will be better. The results of the study can be used as a reference in the provision of nursing care to the elderly by involving family members so that the
quality of life of the elderly can be better. Keywords: Family Care Function, Quality of Life, Elderly, Chronic Disease
PENDAHULUAN
Lanjut Usia (Lansia) merupakan
tahap akhir siklus hidup manusia yang
tidak dapat dihindarkan dan akan dialami
oleh setiap individu. Menua atau
menjadi tua (aging) adalah suatu proses
menurunnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya secara perlaha-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas,
termasuk infeksi, dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Martono &
Pranaka, 2011). Word Health
Organization (WHO) menggolongkan
lansia menjadi empat yaitu usia
pertengahan (middle age) adalah 45−59
tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60−74
tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75−90
tahun dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Dalam tiga dekade terakhir,
populasi lansia meningkat dua kali lebih
cepat. Sekitar 36 juta orang atau 12,4%
dari populasi dunia berusia 65 tahun atau
lebih. Pada tahun 2050, populasi
penduduk berusia 65 tahun dan lebih di
Amerika Serikat diproyeksikan menjadi
83,7 juta orang (Ortman, Velkoff,
&Hogan, 2014). Di Kawasan Asia-
Pasifik diperkirakan satu dari empat
orang akan berusia lebih dari 60 tahun
pada tahun 2050. Populasi lansia di
wilayah ini akan tiga kali lipat antara
tahun 2010 dan 2050, mencapai hampir
1,3 miliar orang (United Nation
Population Fund, 2014). Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang
juga akan mengalami penambahan
jumlah penduduk lansia. Indonesia
termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population). Jumlah lansia di
Indonesia saat ini sekitar 19 juta jiwa
(Renstra Kemenkes, 2015). Persentase
penduduk lansia paling tinggi berada di
Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa
Timur (10,40%) dan Jawa Tengah
217 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
(10,34%). Sedangkan di Sulawesi
Selatan, presentase lansia menduduki
posisi keenam terbanyak dengan
presentase 8,34% (Infodatin, 2014).
Seiring dengan proses penuaan,
Lansia rentan terhadap gangguan
kesehatan fisik (Lewis, Dirksen,
Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011).
Saat berusia lanjut, terjadi perubahan
fisik, sebagian ada yang terlihat dan
sebagian tidak. Massa tubuh tanpa lemak
berkurang dan jumlah jaringan lemak
meningkat sampai sekitar usia 60 tahun.
Massa tulang berkurang. Jumlah cairan
ekstraseluler tetap, tetapi jumlah cairan
intraseluler menurun dan berakibat pada
berkurangnya cairan tubuh total. Oleh
karena itu, lansia beresiko mengalami
dehidrasi (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2010 ). Perubahan fisiologis
tersebut menyebabkan berbagai masalah
kesehatan termasuk penyakit kronis.
Penyakit kronis adalah penyakit yang
membutuhkan waktu yang cukup lama,
tidak terjadi secara tiba-tiba atau
spontan, dan biasanya tidak dapat di
sembuhkan dengan sempurna. Penyakit
kronis sangat erat hubungannya terhadap
kecacatan dan timbulnya kematian
(Adelman & Daly, 2010).
Lansia merupakan anggota integral
dari masyarakat dan memiliki hak untuk
menikmati kualitas hidup yang baik dan
ekuitas penuh dalam akses kepelayanan
yang diperlukan untuk kesehatan yang
optimal. Menurut World Health
Organization (WHO), Kualitas Hidup
adalah persepsi individu tentang
posisinya dalam menjalani kehidupan
dalam konteks sistem nilai dan budaya di
mana mereka hidup, dan dalam
hubungannya dengan tujuan, harapan,
standar dan kepentingan mereka.
Kualitas hidup terdiri dari empat domain
yaitu kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial, dan lingkungan.
(Helvik, Engedal, & Selbaek, 2010).
Lansia dapat dinyatakan memiliki
tingkat kualitas hidup yang baik bila
berada pada kondisi yang menyatakan
tingkat kepuasan secara batin, fisik,
sosial, serta kenyamanan dan
kebahagiaan hidupnya (Kustanti,
Sudaryanto, & Zulaicha, 2012).
Kualitas hidup lansia dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu hubungan
sosial yang baik dengan keluarga, teman
dan tetangga, standar harapan dalam
hidup, keterlibatan dalam kegiatan sosial
dan kegiatan amal, kegiatan hobi dan
kesukaan, kesehatan yang baik dan
218 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
kemampuan fungsional, rumah dan
lingkungan yang baik serta perasaan
aman, kepercayaan atau nilai diri positif,
kesejahteraan psikologis dan emosional,
pendapatan yang cukup, akses yang
mudah dalam transportasi dan pelayanan
sosial, perasaan dihargai dan dihormati
oleh orang lain.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan terhadap 5 orang lansia yang
memeriksakan kesehatannya di
Puskesmas Bara Permai, diketahui
bahwa dalam menjalani kehidupannya di
hari tua pada umumnya lansia
mendapatkan dukungan dari keluarga
yang tinggal serumah dengannya.
Sedangkan penyakit yang paling banyak
diderita oleh lansia di Puskesmas Bara
Permai diantaranya adalah hipertensi,
rematik dan diabetes mellitus.
Berdasarkan uraian di atas peneliti
ingin melakukan penelitian tentang
“Hubungan fungsi perawatan keluarga
dengan kualitas hidup lansia yang
menderita penyakit kronis di Puskesmas
Bara PermaiTahun 2018”, karena belum
ada peneliti sebelumnya yang melakukan
penelitian tentang hal tersebut. Hal ini
penting untuk diketahui oleh perawat
sebagai tambahan pengetahuan tentang
pentingnya perawatan pada lansia agar
kualitas hidup yang baik dapat terpenuhi.
Kualitas hidup yang baik dapat terpenuhi
jika kebutuhan dasar nya juga terpenuhi,
salah satu faktor yang mempengaruhi
yaitu hubungan dengan keluarga.
Hubungan keluarga yang baik dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan
dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup, tidak ada
rasa curiga, dan sebagainya. Maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan
Fungsi Perawatan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Lansia yang menderita
penyakit kronis di Puskesmas Bara
PermaiTahun 2018”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berjenis kuantitatif
menggunakan deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia
yang datang berobat di Puskesmas Bara
Permai Kota Palopo. Pengambilan
sampling menggunakan Accidental
Sampling dengan jumlah responden
sebanyak 38 orang yang merupakan
lansia yang datang berobat di Puskesmas
Bara Permai yang ditemui sejak bulan
Agustus-September 2018. Pengumpulan
219 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
data menggunakan instrumen berupa
kuosioner, Fungsi perawatan keluarga
diukur dengan menggunakan instrumen
AFGAR yang terdiri dari lima item
pertanyaan yaitu adaptasi (adaptation),
kemitraan (partnership), pertumbuhan
(growth), kasih sayang (affection), dan
kebersamaan (resolve), sedangkan
Kualitas hidup lansia diukur dengan
menggunakan instrumen WHOQOL-
BREF yang terdiri dari empat domain
yaitu kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial dan lingkungan, serta
dibuat dalam 26 item pertanyaan.
Proses pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner berupa
wawancara tertutup. Sebelum kuesioner
diisi, terlebih dahulu diberikan surat
pengantar kepada lansia sebagai
responden yang berisikan maksud dan
tujuan penelitian serta membuat kontrak
kerja dengan memberikan informed
concent. Setelah mendapat izin dari
responden, peneliti mulai melakukan
wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Pengolahan dan analisis data
menggunakan SPSS ver. 17.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Distribusi Data Demografi Responden di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo Tahun
2018
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 15 39,5
Perempuan 23 60,5
Total 38 100
Pendidikan N %
Tidak sekolah 10 26.3
SD 23 60.5
SMP 5 13.2
Total 38 100
Pekerjaan N %
Tidak bekerja 26 68.4
Bekerja 12 31.6
Total 38 100
Penyakit
Lansia N %
Hipertensi 22 57,9
Rematik 6 15,8
DM 9 23,6
Katarak 1 2,6
Total 38 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui
lebih banyak responden perempuan
(60,5%) dibanding responden laki-laki
(39,5%), paling banyak responden
dengan status pendidikan SD (60.5%),
menyusul status pendidikan tidak
sekolah (26.3%) dan paling sedikit
dengan status pendidikan SMP (13.2%).
Pada penelitian ini lebih banyak
responden yang tidak bekerja (69.4%)
dibanding dengan responden yang
sedang bekerja (31.6%). Berdasarkan
tabel mayoritas responden mengalami
penyakit Hipertensi (57,9%), kemudian
menyusul penyakit DM (23,6%) dan
220 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
Rematik (15,8%) serta paling sedikit
mengalami penyakit Katarak (2,6 %).
Tabel 2. Distribusi Fungsi Perawatan Keluarga
Lansia di Puskesmas Bara Permai
Kota Palopo Tahun 2018
Fungsi
Perawatan
Keluarga Lansia
N %
Sehat 18 47.4
Kurang sehat 16 42.1
Tidak sehat 4 10.5
Total 38 100
Berdasarkan tabel tersebut,
diketahui lebih banyak lansia yang
memiliki fungsi keluarga sehat (47.4%)
dibanding fungsi keluarga kurang sehat
(42.1%) dan tidak sehat (10.5%).
Banyaknya lansia yang memiliki fungsi
perawatan keluarga sehat karena
sebagian besar mereka tinggal bersama
anaknya. Ketika lansia mengalami
keterbatasan dan kurang produktif, maka
anak mereka akan merawat orang
tuanya. Dengan kondisi seperti ini akan
mendorong keluarga yang sehat karena
lansia tidak merasa kesepian dan semua
kebutuhannya dapat dipenuhi oleh
anaknya. Sesuai pendapat Sutikno
(2011), bahwa kondisi lansia di
Indonesia saat ini kebanyakan hidup
bersama dengan anaknya. Anak akan
merawat orang tuanya yang sudah lansia
sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.
Kondisi ini akan mendorong keluarga
dapat berfungsi dengan baik.
Pada penelitian ini, ditemukan
beberapa lansia yang fungsi perawatan
keluarganya kurang sehat atau tidak
sehat dapat dikaitkan dengan sosial
ekonomi keluarga karena anggota
keluarga akan kesulitan untuk
mendapatkan tempat tinggal yang sehat,
makanan yang bergizi, pendidikan yang
memadai dan pelayanan kesehatan
maksimal yang akan mengakibatkan
kualitas hidup keluarganya tidak baik.
Kesehatan sangat mempengaruhi fungsi
perawatan keluarga, bila terdapat
kesulitan mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai, maka fungsi perawatan
keluarga akan menjadi tidak sehat karena
anggota keluarganya tidak sehat akan
menyebabkan angka kesakitan pada
anggota keluarga tersebut meningkat dan
menyebabkan kualitas hidupnya buruk.
Menurut Diana (2009) menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara status
ekonomi keluarga dengan fungsi
keluarga. Jika status ekonomi keluarga
rendah, maka fungsi keluarga akan tidak
sehat. Sebaliknya, jika status ekonomi
keluarga tinggi, maka fungsi keluarga
akan menjadi sehat. Adanya dukungan
ekonomi yang baik, keluarga dapat
221 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
memenuhi kebutuhan anggota
keluarganya seperti mendapatkan tempat
tinggal yang sehat, makanan yang bergizi,
pendidikan yang memadai dan pelayanan
kesehatan maksimal.
Tabel 3.
Distribusi Kualitas Hidup Lansia di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo Tahun
2018
Kualitas
Hidup Lansia N %
Baik 22 57.9
Buruk 16 42.1
Total 38 100
Berdasarkan tabel tersebut,
diketahui lebih banyak lansia yang
menderita penyakit kronis memiliki
kualitas hidup baik (57.9%) dibanding
kualitas hidup buruk (45.7%). Lansia
dapat dinyatakan memiliki tingkat
kualitas hidup yang baik bila berada
pada kondisi yang menyatakan tingkat
kepuasan secara batin, fisik, sosial, serta
kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya
(Kustanti, Sudaryanto, & Zulaicha,
2012). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia
diantaranya faktor lingkungan sosial
seperti hubungan yang baik dengan
keluarga, tetangga, dan masyarakat
sekitar (Siregar, Arma, & Lubis, 2013),
faktor psikologis seperti sikap positif dan
optimis, berfikir ke arah masa depan,
penerimaan dan strategi koping yang
baik, aktif dalam kegiatan sosial, kondisi
keuangan yang aman dan tidak
bergantung pada orang lain (Helvik,
Engedal, & Selbaek, 2010), faktor
sosiodemografis seperti jenis kelamin,
usia, status perkawinan, dan tingkat
pendidikan (Bottan, Morais, Schneider,
Trentini, & Heldt, 2014), dan kondisi
kesehatan seperti adanya penyakit kronis
(Ran, Sook, & Young, 2014).
Menurut asumsi peneliti,
responden yang memiliki kualitas hidup
yang baik ini, yaitu sebanyak 22
responden (57,9%), disebabkan karena
faktor lingkungan sosial seperti memiliki
hubungan yang baik, dengan anggota
keluarganya, tetangga, dan masyarakat
sekitar. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang menyebutkan bahwa lansia yang
memiliki fungsi keluarga yang sehat
dengan keluarganya memiliki kualitas
hidup dua puluh lima kali lebih baik
dibandingkan dengan lansia dengan
fungsi keluarga yang tidak sehat
(Sutikno, 2011). Responden ini
memiliki aktivitas lain di luar rumah dan
bersosialisasi dengan orang di
sekitarnya. Responden ini juga
melakukan kunjungan rutin ke
Puskesmas sehingga meskipun memiliki
222 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
penyakit, responden ini mampu
menerima dan beradaptasi dengan
penyakitnya sehingga mampu mengikuti
program pengobatan dan pemeriksaan
kesehatan dengan baik.
Menurut asumsi peneliti, kualitas
hidup yang buruk pada responden
(42,1%) disebabkan karena faktor
fisiologis yaitu adanya penyakit kronis
yang diderita. Lansia yang menderita
penyakit kronis seperti Hipertensi yang
sudah lama, kualitas hidupnya lebih
buruk dibanding lansia yang menderita
rematik, Diabetes Mellitus (DM) dan
Katarak. Individu dengan hipertensi
menunjukkan rendahnya kesejahteraan
umum, mengalami tekanan psikologis
yang lebih berat, status kesehatan yang
lebih buruk, gejala fisik dan
ketidakmampuan fungsional serta
berkurangnya waktu yang dihabiskan
dalam kegiatan sosial. Pasien yang
didiagnosis dengan hipertensi dilaporkan
memiliki persepsi kesehatan yang lebih
buruk dibandingkan dengan pasien tanpa
kondisi kronis. Perubahan yang terkait
stres dalam fisiologi juga terkait dengan
sistem kardiovaskular, terutama
kecemasan dan depresi, yang sering
berhubungan dengan hipertensi.
Hipertensi, yang sering dianggap sebagai
gejala,akan menurunkan kualitas hidup
(Mei-Ling, Yu-Chun, Yi-Ying, & Tso-
Ying, 2015).
Besarnya dampak yang
ditimbulkan penyakit kronis ini seperti
keterbatasan aktivitas pada penyakit
hipertensi, stigma lansia terhadap
penyakit DM membuat kualitas hidup
mereka lebih buruk dibanding dengan
lansia yang menderita penyakit lain. Hal
ini didukung oleh data, dimana semua
lansia yang menderita penyakit
hipertensi dan DM (masing-masing
100%) memiliki kualitas hidup buruk.
Faktor psikologis juga
mempengaruhi kualitas hidup yang
buruk pada responden seperti tidak
merasa nyaman dengan kondisinya saat
ini, merasa lemah, cemas dan khawatir
jika nantinya penyakitnya menjadi lebih
parah. Beberapa responden juga tidak
memiliki aktivitas lain di luar rumah
karena merasa tidak dibutuhkan
sehingga tidak dapat bersosialisasi
dengan orang di sekitarnya yang
mengakibatkan penurunan fungsi peran.
Beberapa dari responden ini juga tidak
melakukan kunjungan rutin ke
Puskesmas sehingga kurang
mendapatkan informasi terkait kondisi
kesehatannya.
223 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
Diana (2009) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa penyakit kronis yang
dialami lansia dapat berdampak terhadap
kualitas hidup lansia. Jika lansia yang
mengalami penyakit kronisyang dapat
menyebabkan mereka kurang produktif,
maka kualitas hidup mereka akan
menjadi lebih buruk. Adanya
kemunduran fisik, perubahan mental dan
psikologis akibat penyakit kronis yang
dideritanya akan membuat lansia merasa
tidak berguna terhadap dirinya sendiri
maupun bagi keluarganya.
Tabel 4
Hubungan Fungsi Perawatan Keluarga
dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Penyakit Kronis di
Puskesmas Bara Permai Kota Palopo
Tahun 2018
Berdasarkan tabel tersebut,
diketahui dari 18 orang lansia yang
fungsi perawatan keluarganya sehat,
sebagian besar memiliki kualitas hidup
baik (83.3%) dan hanya terdapat (16.7%)
yang memiliki kualitas hidup buruk.
Sedangkan dari 16 orang lansia yang
fungsi perawatan keluarganya kurang
sehat, lebih banyak memiliki kualitas
buruk (56.2%) dibanding kualitas hidup
baik (43.8%). Dan dari 4 orang lansia
yang fungsi keluarganya tidak sehat,
semuanya (100%) memiliki kualitas
hidup buruk. Hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square test diketahui
nilai p=0.003. Karena nilaip < α=0.05,
maka Ho ditolak yang artinya terdapat
hubungan antara fungsi perawatan
keluarga dengan kualitas hidup lansia
yang mederita penyakit kronis di
Puskesmas Bara Permai Kota Palopo
2018. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin sehat fungsi perawatan
keluarga, maka semakin baik pula
kualitas hidup lansia dan sebaliknya.
Fungsi perawatan kesehatan
merupakan fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi. Fungsi perawatan
kesehatan bukan hanya fungsi esensial
dan dasar dalam keluarga namun fungsi
yang bertanggung jawab penuh dalam
keluarga untuk mempertahankan status
kesehatan anggota keluarga (Friedman,
dalam Suprajitno, 2004).
224 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
Kualitas hidup lansia bisa
diartikan sebagai kondisi fungsional
lansia berada pada kondisi maksimum
atau optimal, sehingga memungkinkan
mereka bisa menikmati masa tuanya
dengan penuh makna, membahagiakan,
berguna dan berkualitas. Setidaknya ada
beberapa faktor yang menyebabkan
seorang lansia untuk tetap bisa berguna
dimasa tuanya, yakni; kemampuan
menyesuaikan diri dan menerima segala
perubahan dan kemunduran yang
dialami, adanya penghargaan dan
perlakuan yang wajar dari lingkungan
lansia tersebut, lingkungan yang
menghargai hak-hak lansia serta
memahami kebutuhan dan kondisi
psikologis lansia dan tersedianya media
atau sarana bagi lansia untuk
mengaktualisasikan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Kesempatan
yang diberikan akan memiliki fungsi
memelihara dan mengembangkan
fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia.
Hasil penelitian Sutikno (2011)
diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara fungsi keluarga dengan
kualitas hidup lansia. Lansia yang
berasal dari fungsi keluarga sehat
memiliki kemungkinan untuk berkualitas
hidup baik 25 kali lebih besar dibanding
lansia dengan fungsi keluarga tidak
sehat. Menurut Kunjoro (2002 dalam
Diana, 2009) bahwa kualitas hidup
lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menyebabkan seorang lansia untuk
tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni
kemampuan menyesuaikan diri dan
menerima segala perubahan dan
kemunduran yang dialami, adanya
penghargaan dan perlakuan yang wajar
dari lingkungan lansia tersebut
khususnya lingkungan keluarga.
Pada penilaian APGAR
perawatan keluarga sebagian besar lansia
merasa puas dalam hal menerima
bantuan yang diperlukan dari anggota
keluarga, dilibatkan dalam
berkomunikasi dan mengambil
keputusan terhadap masalah yang
dihadapi dan memiliki kebebasan dalam
hal mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan anggota keluarga. Selain itu
lansia juga merasa puas terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang
berlangsung dalam keluargadan
memiliki kebersamaan dalam membagi
waktu dan ruang antar keluarga. Hasil
penilaian APGAR yang tinggi
menunjukkan setiap anggota keluarga
akan saling mendukung sehingga
sehingga fungsi perawatan keluarga
225 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
tersebut sehat. Adanya dukungan
keluarga dan lingkungan keluarga yang
sehat, akan membuat lansia menjadi
lebih berkualitas karena memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dalam
menghadapi sisa-sisa hidupnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara fungsi perawatan
keluarga dengan kualitas hidup lansia
dengan tingkat signifikansi p=0.003 atau
p<α=0.05. Semakin sehat fungsi
perawatan keluarga, semakin baik pula
kualitas hidup lansia dan sebaliknya
semakin tidak sehat fungsi perawatan
keluarga, semakin buruk pula kualitas
hidupnya. Diharapkan penelitian ini
dapat dikembangkan dengan jumlah
responden yang lebih banyak dan di area
yang lebih luas, mengembangkan kajian
ilmiah berupa penelitian lanjutan untuk
menyempurnakan dan memperdalam
penelitian ini dengan melihat dan
menguji faktor-faktor lain yang belum
diteliti oleh peneliti yang berhubungan
dengan kualitas hidup lansia dengan
penyakit kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. (2007). Pengantar Pelayanan
Dokter Keluarga. Jakarta:
Yayasan Penerbitan Ikatan
Dokter Indonesia.
Balkis. (2009). Kedokteran Keluarga.
Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Bottan, G., Morais, E. P., Schneider, J.
F., Trentini, C., & Heldt, E.
(2014). Determinants of Quality
of Life in Elderly Patients of a
Psychosocial Care Center in
Brazil. Informa Healthcare , 181-
188.
Chang, Viktor, T. & Weissman, D.E.
(2014). Fast Fact and Concept:
Quality of Life (on-line)
Available at http: //www. eperc.
mcw.edu/fastfact-pdf; diakses
tanggal 28 Agustus 2015.
Christianson, (2008). Restructuring
Choronic Illness Management.
San Francisco: Jossey-Bass
Publishers.
Darmodjo, dkk. (2006). Buku Ajar:
Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas
Indonesia.
Diana, A. (2009). Kualitas Hidup Lansia
dengan Penyakit Kronis di RSUP
H. Adam Malik Medan (skripsi).
Medan: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
Dinkes Sul-Sel. (2014). Profil Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan (on-
line) Available at
http://profil.dinkes.com; diakse
tanggal 20 Agustus 2015.
226 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
Effendi, N. (2006). Dasar-Dasar
Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Friedman, M. (2010). Keperawatan
Keluarga-Teori dan Praktek,
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Helvik, A. S., Engedal, K., & Selbaek,
G. (2010). The Quality of Life
And Factors Associated With It
In The Medically Hospitalised
Elderly. Routledge : Aging and
Mental Health , 861-869.
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, E.B. (2009). Psikologi
Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &
Snyder, S. J. (2010 ).
Fundamental of Nursing :
Concepts, Process, and Practice.
New Jersey: Pearson Jersey
Kustanti, N., Sudaryanto, A., &
Zulaicha, E. (2012). Kualitas
Hidup Lanjut Usia Dengan
Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 1-12
Lewis, S., Dirksen, S., Heitkemper, M.
M., Bucher, L., & Camera, I.
(2011). Medical Surgical
Nursing : Assesment and
Management of Clinical
Problems (8th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Mosby
Mei-Ling, Y., Yu-Chun, C., Yi-Ying, H.,
& Tso-Ying, L. (2015). A
Randomized Controlled Trial of
Auricular Accupressure in Heart
Rate Variability and Quality of
life for Hypertension. ElSevier,
200-209.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar). Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Nursalam. (2010).Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Ortman, J. M., Velkoff, V. A., & Hogan,
H. (2014). An Aging Nation : The
Older Population the United
States. Bureau: U.S Department
Commerce.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan, Edisi
4, Volume 1. Jakarta: EGC.
Ran, C. Y., Sook, L. I., & Young, L. h.
(2014). Effects of Hypertension,
Diabetes, and/or Cardiovascular
Disease on Health-related
Quality of Life in Elderly Korean
Individuals: A Population-based
Cross-sectional Survey .
ElSevier, 267-273.
227 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019
Siregar, S. F., Arma, A. J., & Lubis, R.
M. (2013). Perbandingan
Kualitas Hidup Lanjut Usia Yang
Tinggal Di Panti Jompo Dengan
Yang Tinggal Di Rumah Di
Kabupaten Tapanuli Selatan.
USU, 1-9
Smelltzer & Bare. (2012). Buku Ajar
Keperawatan Medical Bedah,
Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Stanley, M. & Gauntlett, P. (2007). Buku
Ajar Keperawatan Gerontik,
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung: CV Alfabeta.
Sutikno, E. (2011). Hubungan antara
Fungsi Keluarga dengan
Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Kedokteran Indonesia, 2(1); 73-
79.
Watson, R. (2013). Perawatan Pada
Lansia. Jakarta: EGC.
Yenni & Herwana, E. (2006). Prevalensi
Penyakit Kronis dan Kualitas
Hidup Pada Lanjut Usia di
Jakarta Selatan. Universa
Medicina, 25(4); 164-171.
Yuliati, A., Baroya, N. & Ririyanty, M.
(2014). Perbedaan Kualitas
Hidup Lansia yang Tinggal di
Komunitas dengan di Pelayanan
Sosial Lanjut Usia. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan, 2(1); 87-94.