JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

13
215 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019 JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian Volume 02 Nomor 01 Mei 2019 Halaman 215-227 HUBUNGAN FUNGSI PERAWATAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA YANG MENDERITA PENYAKIT KRONIS Relationship Of Family Care Functions With Quality Of Life Elderly That Suffering Chronic Disease Rezkiyah Hoesny 1 , Munafrin 2 , Sahril 3 Program Studi Profesi Ners STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo e-mail : [email protected] ABSTRAK Kualitas hidup lansia adalah kondisi fungsional yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis dan kondisi lingkungan, dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Lansia umumnya mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pada lansia mengalami penurunan. Adanya penyakit kronis menyebabkan gangguan fungsi fisiologis sehingga dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan lingkungannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo. Penelitian ini berjenis kuantitatif menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia yang datang berobat di Puskesmas Bara Permai. Pengambilan sampling menggunakan Accidental Sampling dengan jumlah responden sebanyak 38 orang yang merupakan lansia yang datang berobat sejak bulan Agustus-September 2018.Fungsi perawatan keluarga diukur dengan menggunakan instrumen AFGAR dan Kualitas hidup lansia diukur dengan menggunakan instrumen WHOQOL-BREF. Hasil uji statistik dengan chi-square test menunjukkan nilai p=0.003, karena nilai p < α=0.05, artinya terdapat hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sehat fungsi perawatan keluarga, maka semakin baik pula kualitas hidup lansia dan sebaliknya. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada lansia dengan melibatkan anggota keluarga sehingga kualitas hidup lansia dapat menjadi lebih baik. Kata Kunci: Fungsi Perawatan Keluarga, Kualitas Hidup, Lansia, Penyakit Kronis ABSTRACT The quality of life of the elderly is a functional condition which includes physical health, psychological health and environmental conditions, influenced by the level of independence, physical and psychological conditions, social activities, social interactions and family functions. Elderly people generally experience limitations, so the quality of life in the elderly has decreased. The existence of chronic diseases causes physiological function disorders that can affect the psychological condition and environment. This study was conducted to determine the correlation between family care functions with the quality of life of elderly people with chronic diseases at the Bara Permai Health Center in Palopo City. This research is a quantitative type using descriptive analytic with cross sectional approach. The population in this study were all the elderly who came for treatment at the Bara Permai Health Center. Sampling uses Accidental Sampling with the number of respondents as many as 38 people who are

Transcript of JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

Page 1: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

215 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

Volume 02 Nomor 01 Mei 2019 Halaman 215-227

HUBUNGAN FUNGSI PERAWATAN KELUARGA DENGAN

KUALITAS HIDUP LANSIA YANG MENDERITA PENYAKIT

KRONIS

Relationship Of Family Care Functions With Quality Of Life Elderly That

Suffering Chronic Disease

Rezkiyah Hoesny1, Munafrin2, Sahril3

Program Studi Profesi Ners STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo

e-mail : [email protected]

ABSTRAK Kualitas hidup lansia adalah kondisi fungsional yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan

psikologis dan kondisi lingkungan, dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Lansia umumnya mengalami keterbatasan, sehingga

kualitas hidup pada lansia mengalami penurunan. Adanya penyakit kronis menyebabkan gangguan fungsi

fisiologis sehingga dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan lingkungannya. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan

penyakit kronis di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo.

Penelitian ini berjenis kuantitatif menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia yang datang berobat di Puskesmas Bara

Permai. Pengambilan sampling menggunakan Accidental Sampling dengan jumlah responden sebanyak

38 orang yang merupakan lansia yang datang berobat sejak bulan Agustus-September 2018.Fungsi

perawatan keluarga diukur dengan menggunakan instrumen AFGAR dan Kualitas hidup lansia diukur

dengan menggunakan instrumen WHOQOL-BREF.

Hasil uji statistik dengan chi-square test menunjukkan nilai p=0.003, karena nilai p < α=0.05, artinya terdapat hubungan antara fungsi perawatan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang menderita

penyakit kronis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sehat fungsi perawatan keluarga, maka semakin

baik pula kualitas hidup lansia dan sebaliknya. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam

pemberian asuhan keperawatan kepada lansia dengan melibatkan anggota keluarga sehingga kualitas

hidup lansia dapat menjadi lebih baik.

Kata Kunci: Fungsi Perawatan Keluarga, Kualitas Hidup, Lansia, Penyakit Kronis

ABSTRACT The quality of life of the elderly is a functional condition which includes physical health,

psychological health and environmental conditions, influenced by the level of independence, physical and

psychological conditions, social activities, social interactions and family functions. Elderly people

generally experience limitations, so the quality of life in the elderly has decreased. The existence of

chronic diseases causes physiological function disorders that can affect the psychological condition and

environment. This study was conducted to determine the correlation between family care functions with

the quality of life of elderly people with chronic diseases at the Bara Permai Health Center in Palopo City.

This research is a quantitative type using descriptive analytic with cross sectional approach. The

population in this study were all the elderly who came for treatment at the Bara Permai Health Center.

Sampling uses Accidental Sampling with the number of respondents as many as 38 people who are

Page 2: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

216 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

elderly who come for treatment since August-September 2018. The family care function is measured using

the AFGAR instrument and the quality of life of the elderly is measured using the WHOQOL-BREF

instrument.

The results of the statistical test with chi-square test showed a value of p = 0.003, because the

value of p <α = 0.05, meaning that there is a correlation between the family care function and the quality

of life of the elderly who suffer from chronic diseases.This shows that if the family care function is

healthy, the quality of life of the elderly will be better. The results of the study can be used as a reference in the provision of nursing care to the elderly by involving family members so that the

quality of life of the elderly can be better. Keywords: Family Care Function, Quality of Life, Elderly, Chronic Disease

PENDAHULUAN

Lanjut Usia (Lansia) merupakan

tahap akhir siklus hidup manusia yang

tidak dapat dihindarkan dan akan dialami

oleh setiap individu. Menua atau

menjadi tua (aging) adalah suatu proses

menurunnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya secara perlaha-lahan sehingga

tidak dapat bertahan terhadap jejas,

termasuk infeksi, dan memperbaiki

kerusakan yang diderita (Martono &

Pranaka, 2011). Word Health

Organization (WHO) menggolongkan

lansia menjadi empat yaitu usia

pertengahan (middle age) adalah 45−59

tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60−74

tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75−90

tahun dan usia sangat tua (very old)

diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Dalam tiga dekade terakhir,

populasi lansia meningkat dua kali lebih

cepat. Sekitar 36 juta orang atau 12,4%

dari populasi dunia berusia 65 tahun atau

lebih. Pada tahun 2050, populasi

penduduk berusia 65 tahun dan lebih di

Amerika Serikat diproyeksikan menjadi

83,7 juta orang (Ortman, Velkoff,

&Hogan, 2014). Di Kawasan Asia-

Pasifik diperkirakan satu dari empat

orang akan berusia lebih dari 60 tahun

pada tahun 2050. Populasi lansia di

wilayah ini akan tiga kali lipat antara

tahun 2010 dan 2050, mencapai hampir

1,3 miliar orang (United Nation

Population Fund, 2014). Indonesia

sebagai salah satu negara berkembang

juga akan mengalami penambahan

jumlah penduduk lansia. Indonesia

termasuk negara yang memasuki era

penduduk berstruktur lanjut usia (aging

structured population). Jumlah lansia di

Indonesia saat ini sekitar 19 juta jiwa

(Renstra Kemenkes, 2015). Persentase

penduduk lansia paling tinggi berada di

Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa

Timur (10,40%) dan Jawa Tengah

Page 3: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

217 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

(10,34%). Sedangkan di Sulawesi

Selatan, presentase lansia menduduki

posisi keenam terbanyak dengan

presentase 8,34% (Infodatin, 2014).

Seiring dengan proses penuaan,

Lansia rentan terhadap gangguan

kesehatan fisik (Lewis, Dirksen,

Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011).

Saat berusia lanjut, terjadi perubahan

fisik, sebagian ada yang terlihat dan

sebagian tidak. Massa tubuh tanpa lemak

berkurang dan jumlah jaringan lemak

meningkat sampai sekitar usia 60 tahun.

Massa tulang berkurang. Jumlah cairan

ekstraseluler tetap, tetapi jumlah cairan

intraseluler menurun dan berakibat pada

berkurangnya cairan tubuh total. Oleh

karena itu, lansia beresiko mengalami

dehidrasi (Kozier, Erb, Berman, &

Snyder, 2010 ). Perubahan fisiologis

tersebut menyebabkan berbagai masalah

kesehatan termasuk penyakit kronis.

Penyakit kronis adalah penyakit yang

membutuhkan waktu yang cukup lama,

tidak terjadi secara tiba-tiba atau

spontan, dan biasanya tidak dapat di

sembuhkan dengan sempurna. Penyakit

kronis sangat erat hubungannya terhadap

kecacatan dan timbulnya kematian

(Adelman & Daly, 2010).

Lansia merupakan anggota integral

dari masyarakat dan memiliki hak untuk

menikmati kualitas hidup yang baik dan

ekuitas penuh dalam akses kepelayanan

yang diperlukan untuk kesehatan yang

optimal. Menurut World Health

Organization (WHO), Kualitas Hidup

adalah persepsi individu tentang

posisinya dalam menjalani kehidupan

dalam konteks sistem nilai dan budaya di

mana mereka hidup, dan dalam

hubungannya dengan tujuan, harapan,

standar dan kepentingan mereka.

Kualitas hidup terdiri dari empat domain

yaitu kesehatan fisik, psikologis,

hubungan sosial, dan lingkungan.

(Helvik, Engedal, & Selbaek, 2010).

Lansia dapat dinyatakan memiliki

tingkat kualitas hidup yang baik bila

berada pada kondisi yang menyatakan

tingkat kepuasan secara batin, fisik,

sosial, serta kenyamanan dan

kebahagiaan hidupnya (Kustanti,

Sudaryanto, & Zulaicha, 2012).

Kualitas hidup lansia dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu hubungan

sosial yang baik dengan keluarga, teman

dan tetangga, standar harapan dalam

hidup, keterlibatan dalam kegiatan sosial

dan kegiatan amal, kegiatan hobi dan

kesukaan, kesehatan yang baik dan

Page 4: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

218 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

kemampuan fungsional, rumah dan

lingkungan yang baik serta perasaan

aman, kepercayaan atau nilai diri positif,

kesejahteraan psikologis dan emosional,

pendapatan yang cukup, akses yang

mudah dalam transportasi dan pelayanan

sosial, perasaan dihargai dan dihormati

oleh orang lain.

Hasil studi pendahuluan yang

dilakukan terhadap 5 orang lansia yang

memeriksakan kesehatannya di

Puskesmas Bara Permai, diketahui

bahwa dalam menjalani kehidupannya di

hari tua pada umumnya lansia

mendapatkan dukungan dari keluarga

yang tinggal serumah dengannya.

Sedangkan penyakit yang paling banyak

diderita oleh lansia di Puskesmas Bara

Permai diantaranya adalah hipertensi,

rematik dan diabetes mellitus.

Berdasarkan uraian di atas peneliti

ingin melakukan penelitian tentang

“Hubungan fungsi perawatan keluarga

dengan kualitas hidup lansia yang

menderita penyakit kronis di Puskesmas

Bara PermaiTahun 2018”, karena belum

ada peneliti sebelumnya yang melakukan

penelitian tentang hal tersebut. Hal ini

penting untuk diketahui oleh perawat

sebagai tambahan pengetahuan tentang

pentingnya perawatan pada lansia agar

kualitas hidup yang baik dapat terpenuhi.

Kualitas hidup yang baik dapat terpenuhi

jika kebutuhan dasar nya juga terpenuhi,

salah satu faktor yang mempengaruhi

yaitu hubungan dengan keluarga.

Hubungan keluarga yang baik dapat

meningkatkan pemenuhan kebutuhan

dasar karena adanya saling percaya,

merasakan kesenangan hidup, tidak ada

rasa curiga, dan sebagainya. Maka

peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan

Fungsi Perawatan Keluarga dengan

Kualitas Hidup Lansia yang menderita

penyakit kronis di Puskesmas Bara

PermaiTahun 2018”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berjenis kuantitatif

menggunakan deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia

yang datang berobat di Puskesmas Bara

Permai Kota Palopo. Pengambilan

sampling menggunakan Accidental

Sampling dengan jumlah responden

sebanyak 38 orang yang merupakan

lansia yang datang berobat di Puskesmas

Bara Permai yang ditemui sejak bulan

Agustus-September 2018. Pengumpulan

Page 5: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

219 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

data menggunakan instrumen berupa

kuosioner, Fungsi perawatan keluarga

diukur dengan menggunakan instrumen

AFGAR yang terdiri dari lima item

pertanyaan yaitu adaptasi (adaptation),

kemitraan (partnership), pertumbuhan

(growth), kasih sayang (affection), dan

kebersamaan (resolve), sedangkan

Kualitas hidup lansia diukur dengan

menggunakan instrumen WHOQOL-

BREF yang terdiri dari empat domain

yaitu kesehatan fisik, psikologis,

hubungan sosial dan lingkungan, serta

dibuat dalam 26 item pertanyaan.

Proses pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan kuesioner berupa

wawancara tertutup. Sebelum kuesioner

diisi, terlebih dahulu diberikan surat

pengantar kepada lansia sebagai

responden yang berisikan maksud dan

tujuan penelitian serta membuat kontrak

kerja dengan memberikan informed

concent. Setelah mendapat izin dari

responden, peneliti mulai melakukan

wawancara dengan menggunakan

kuesioner. Pengolahan dan analisis data

menggunakan SPSS ver. 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.

Distribusi Data Demografi Responden di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo Tahun

2018

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 15 39,5

Perempuan 23 60,5

Total 38 100

Pendidikan N %

Tidak sekolah 10 26.3

SD 23 60.5

SMP 5 13.2

Total 38 100

Pekerjaan N %

Tidak bekerja 26 68.4

Bekerja 12 31.6

Total 38 100

Penyakit

Lansia N %

Hipertensi 22 57,9

Rematik 6 15,8

DM 9 23,6

Katarak 1 2,6

Total 38 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui

lebih banyak responden perempuan

(60,5%) dibanding responden laki-laki

(39,5%), paling banyak responden

dengan status pendidikan SD (60.5%),

menyusul status pendidikan tidak

sekolah (26.3%) dan paling sedikit

dengan status pendidikan SMP (13.2%).

Pada penelitian ini lebih banyak

responden yang tidak bekerja (69.4%)

dibanding dengan responden yang

sedang bekerja (31.6%). Berdasarkan

tabel mayoritas responden mengalami

penyakit Hipertensi (57,9%), kemudian

menyusul penyakit DM (23,6%) dan

Page 6: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

220 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

Rematik (15,8%) serta paling sedikit

mengalami penyakit Katarak (2,6 %).

Tabel 2. Distribusi Fungsi Perawatan Keluarga

Lansia di Puskesmas Bara Permai

Kota Palopo Tahun 2018

Fungsi

Perawatan

Keluarga Lansia

N %

Sehat 18 47.4

Kurang sehat 16 42.1

Tidak sehat 4 10.5

Total 38 100

Berdasarkan tabel tersebut,

diketahui lebih banyak lansia yang

memiliki fungsi keluarga sehat (47.4%)

dibanding fungsi keluarga kurang sehat

(42.1%) dan tidak sehat (10.5%).

Banyaknya lansia yang memiliki fungsi

perawatan keluarga sehat karena

sebagian besar mereka tinggal bersama

anaknya. Ketika lansia mengalami

keterbatasan dan kurang produktif, maka

anak mereka akan merawat orang

tuanya. Dengan kondisi seperti ini akan

mendorong keluarga yang sehat karena

lansia tidak merasa kesepian dan semua

kebutuhannya dapat dipenuhi oleh

anaknya. Sesuai pendapat Sutikno

(2011), bahwa kondisi lansia di

Indonesia saat ini kebanyakan hidup

bersama dengan anaknya. Anak akan

merawat orang tuanya yang sudah lansia

sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.

Kondisi ini akan mendorong keluarga

dapat berfungsi dengan baik.

Pada penelitian ini, ditemukan

beberapa lansia yang fungsi perawatan

keluarganya kurang sehat atau tidak

sehat dapat dikaitkan dengan sosial

ekonomi keluarga karena anggota

keluarga akan kesulitan untuk

mendapatkan tempat tinggal yang sehat,

makanan yang bergizi, pendidikan yang

memadai dan pelayanan kesehatan

maksimal yang akan mengakibatkan

kualitas hidup keluarganya tidak baik.

Kesehatan sangat mempengaruhi fungsi

perawatan keluarga, bila terdapat

kesulitan mendapat pelayanan kesehatan

yang memadai, maka fungsi perawatan

keluarga akan menjadi tidak sehat karena

anggota keluarganya tidak sehat akan

menyebabkan angka kesakitan pada

anggota keluarga tersebut meningkat dan

menyebabkan kualitas hidupnya buruk.

Menurut Diana (2009) menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara status

ekonomi keluarga dengan fungsi

keluarga. Jika status ekonomi keluarga

rendah, maka fungsi keluarga akan tidak

sehat. Sebaliknya, jika status ekonomi

keluarga tinggi, maka fungsi keluarga

akan menjadi sehat. Adanya dukungan

ekonomi yang baik, keluarga dapat

Page 7: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

221 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

memenuhi kebutuhan anggota

keluarganya seperti mendapatkan tempat

tinggal yang sehat, makanan yang bergizi,

pendidikan yang memadai dan pelayanan

kesehatan maksimal.

Tabel 3.

Distribusi Kualitas Hidup Lansia di Puskesmas Bara Permai Kota Palopo Tahun

2018

Kualitas

Hidup Lansia N %

Baik 22 57.9

Buruk 16 42.1

Total 38 100

Berdasarkan tabel tersebut,

diketahui lebih banyak lansia yang

menderita penyakit kronis memiliki

kualitas hidup baik (57.9%) dibanding

kualitas hidup buruk (45.7%). Lansia

dapat dinyatakan memiliki tingkat

kualitas hidup yang baik bila berada

pada kondisi yang menyatakan tingkat

kepuasan secara batin, fisik, sosial, serta

kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya

(Kustanti, Sudaryanto, & Zulaicha,

2012). Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia

diantaranya faktor lingkungan sosial

seperti hubungan yang baik dengan

keluarga, tetangga, dan masyarakat

sekitar (Siregar, Arma, & Lubis, 2013),

faktor psikologis seperti sikap positif dan

optimis, berfikir ke arah masa depan,

penerimaan dan strategi koping yang

baik, aktif dalam kegiatan sosial, kondisi

keuangan yang aman dan tidak

bergantung pada orang lain (Helvik,

Engedal, & Selbaek, 2010), faktor

sosiodemografis seperti jenis kelamin,

usia, status perkawinan, dan tingkat

pendidikan (Bottan, Morais, Schneider,

Trentini, & Heldt, 2014), dan kondisi

kesehatan seperti adanya penyakit kronis

(Ran, Sook, & Young, 2014).

Menurut asumsi peneliti,

responden yang memiliki kualitas hidup

yang baik ini, yaitu sebanyak 22

responden (57,9%), disebabkan karena

faktor lingkungan sosial seperti memiliki

hubungan yang baik, dengan anggota

keluarganya, tetangga, dan masyarakat

sekitar. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang menyebutkan bahwa lansia yang

memiliki fungsi keluarga yang sehat

dengan keluarganya memiliki kualitas

hidup dua puluh lima kali lebih baik

dibandingkan dengan lansia dengan

fungsi keluarga yang tidak sehat

(Sutikno, 2011). Responden ini

memiliki aktivitas lain di luar rumah dan

bersosialisasi dengan orang di

sekitarnya. Responden ini juga

melakukan kunjungan rutin ke

Puskesmas sehingga meskipun memiliki

Page 8: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

222 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

penyakit, responden ini mampu

menerima dan beradaptasi dengan

penyakitnya sehingga mampu mengikuti

program pengobatan dan pemeriksaan

kesehatan dengan baik.

Menurut asumsi peneliti, kualitas

hidup yang buruk pada responden

(42,1%) disebabkan karena faktor

fisiologis yaitu adanya penyakit kronis

yang diderita. Lansia yang menderita

penyakit kronis seperti Hipertensi yang

sudah lama, kualitas hidupnya lebih

buruk dibanding lansia yang menderita

rematik, Diabetes Mellitus (DM) dan

Katarak. Individu dengan hipertensi

menunjukkan rendahnya kesejahteraan

umum, mengalami tekanan psikologis

yang lebih berat, status kesehatan yang

lebih buruk, gejala fisik dan

ketidakmampuan fungsional serta

berkurangnya waktu yang dihabiskan

dalam kegiatan sosial. Pasien yang

didiagnosis dengan hipertensi dilaporkan

memiliki persepsi kesehatan yang lebih

buruk dibandingkan dengan pasien tanpa

kondisi kronis. Perubahan yang terkait

stres dalam fisiologi juga terkait dengan

sistem kardiovaskular, terutama

kecemasan dan depresi, yang sering

berhubungan dengan hipertensi.

Hipertensi, yang sering dianggap sebagai

gejala,akan menurunkan kualitas hidup

(Mei-Ling, Yu-Chun, Yi-Ying, & Tso-

Ying, 2015).

Besarnya dampak yang

ditimbulkan penyakit kronis ini seperti

keterbatasan aktivitas pada penyakit

hipertensi, stigma lansia terhadap

penyakit DM membuat kualitas hidup

mereka lebih buruk dibanding dengan

lansia yang menderita penyakit lain. Hal

ini didukung oleh data, dimana semua

lansia yang menderita penyakit

hipertensi dan DM (masing-masing

100%) memiliki kualitas hidup buruk.

Faktor psikologis juga

mempengaruhi kualitas hidup yang

buruk pada responden seperti tidak

merasa nyaman dengan kondisinya saat

ini, merasa lemah, cemas dan khawatir

jika nantinya penyakitnya menjadi lebih

parah. Beberapa responden juga tidak

memiliki aktivitas lain di luar rumah

karena merasa tidak dibutuhkan

sehingga tidak dapat bersosialisasi

dengan orang di sekitarnya yang

mengakibatkan penurunan fungsi peran.

Beberapa dari responden ini juga tidak

melakukan kunjungan rutin ke

Puskesmas sehingga kurang

mendapatkan informasi terkait kondisi

kesehatannya.

Page 9: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

223 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

Diana (2009) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa penyakit kronis yang

dialami lansia dapat berdampak terhadap

kualitas hidup lansia. Jika lansia yang

mengalami penyakit kronisyang dapat

menyebabkan mereka kurang produktif,

maka kualitas hidup mereka akan

menjadi lebih buruk. Adanya

kemunduran fisik, perubahan mental dan

psikologis akibat penyakit kronis yang

dideritanya akan membuat lansia merasa

tidak berguna terhadap dirinya sendiri

maupun bagi keluarganya.

Tabel 4

Hubungan Fungsi Perawatan Keluarga

dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Penyakit Kronis di

Puskesmas Bara Permai Kota Palopo

Tahun 2018

Berdasarkan tabel tersebut,

diketahui dari 18 orang lansia yang

fungsi perawatan keluarganya sehat,

sebagian besar memiliki kualitas hidup

baik (83.3%) dan hanya terdapat (16.7%)

yang memiliki kualitas hidup buruk.

Sedangkan dari 16 orang lansia yang

fungsi perawatan keluarganya kurang

sehat, lebih banyak memiliki kualitas

buruk (56.2%) dibanding kualitas hidup

baik (43.8%). Dan dari 4 orang lansia

yang fungsi keluarganya tidak sehat,

semuanya (100%) memiliki kualitas

hidup buruk. Hasil uji statistik dengan

menggunakan chi-square test diketahui

nilai p=0.003. Karena nilaip < α=0.05,

maka Ho ditolak yang artinya terdapat

hubungan antara fungsi perawatan

keluarga dengan kualitas hidup lansia

yang mederita penyakit kronis di

Puskesmas Bara Permai Kota Palopo

2018. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin sehat fungsi perawatan

keluarga, maka semakin baik pula

kualitas hidup lansia dan sebaliknya.

Fungsi perawatan kesehatan

merupakan fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan

anggota keluarga agar tetap memiliki

produktivitas tinggi. Fungsi perawatan

kesehatan bukan hanya fungsi esensial

dan dasar dalam keluarga namun fungsi

yang bertanggung jawab penuh dalam

keluarga untuk mempertahankan status

kesehatan anggota keluarga (Friedman,

dalam Suprajitno, 2004).

Page 10: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

224 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

Kualitas hidup lansia bisa

diartikan sebagai kondisi fungsional

lansia berada pada kondisi maksimum

atau optimal, sehingga memungkinkan

mereka bisa menikmati masa tuanya

dengan penuh makna, membahagiakan,

berguna dan berkualitas. Setidaknya ada

beberapa faktor yang menyebabkan

seorang lansia untuk tetap bisa berguna

dimasa tuanya, yakni; kemampuan

menyesuaikan diri dan menerima segala

perubahan dan kemunduran yang

dialami, adanya penghargaan dan

perlakuan yang wajar dari lingkungan

lansia tersebut, lingkungan yang

menghargai hak-hak lansia serta

memahami kebutuhan dan kondisi

psikologis lansia dan tersedianya media

atau sarana bagi lansia untuk

mengaktualisasikan potensi dan

kemampuan yang dimiliki. Kesempatan

yang diberikan akan memiliki fungsi

memelihara dan mengembangkan

fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia.

Hasil penelitian Sutikno (2011)

diketahui bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara fungsi keluarga dengan

kualitas hidup lansia. Lansia yang

berasal dari fungsi keluarga sehat

memiliki kemungkinan untuk berkualitas

hidup baik 25 kali lebih besar dibanding

lansia dengan fungsi keluarga tidak

sehat. Menurut Kunjoro (2002 dalam

Diana, 2009) bahwa kualitas hidup

lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang menyebabkan seorang lansia untuk

tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni

kemampuan menyesuaikan diri dan

menerima segala perubahan dan

kemunduran yang dialami, adanya

penghargaan dan perlakuan yang wajar

dari lingkungan lansia tersebut

khususnya lingkungan keluarga.

Pada penilaian APGAR

perawatan keluarga sebagian besar lansia

merasa puas dalam hal menerima

bantuan yang diperlukan dari anggota

keluarga, dilibatkan dalam

berkomunikasi dan mengambil

keputusan terhadap masalah yang

dihadapi dan memiliki kebebasan dalam

hal mematangkan pertumbuhan dan

kedewasaan anggota keluarga. Selain itu

lansia juga merasa puas terhadap kasih

sayang serta interaksi emosional yang

berlangsung dalam keluargadan

memiliki kebersamaan dalam membagi

waktu dan ruang antar keluarga. Hasil

penilaian APGAR yang tinggi

menunjukkan setiap anggota keluarga

akan saling mendukung sehingga

sehingga fungsi perawatan keluarga

Page 11: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

225 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

tersebut sehat. Adanya dukungan

keluarga dan lingkungan keluarga yang

sehat, akan membuat lansia menjadi

lebih berkualitas karena memiliki rasa

percaya diri yang tinggi dalam

menghadapi sisa-sisa hidupnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara fungsi perawatan

keluarga dengan kualitas hidup lansia

dengan tingkat signifikansi p=0.003 atau

p<α=0.05. Semakin sehat fungsi

perawatan keluarga, semakin baik pula

kualitas hidup lansia dan sebaliknya

semakin tidak sehat fungsi perawatan

keluarga, semakin buruk pula kualitas

hidupnya. Diharapkan penelitian ini

dapat dikembangkan dengan jumlah

responden yang lebih banyak dan di area

yang lebih luas, mengembangkan kajian

ilmiah berupa penelitian lanjutan untuk

menyempurnakan dan memperdalam

penelitian ini dengan melihat dan

menguji faktor-faktor lain yang belum

diteliti oleh peneliti yang berhubungan

dengan kualitas hidup lansia dengan

penyakit kronis.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. (2007). Pengantar Pelayanan

Dokter Keluarga. Jakarta:

Yayasan Penerbitan Ikatan

Dokter Indonesia.

Balkis. (2009). Kedokteran Keluarga.

Surakarta: Sebelas Maret

University Press.

Bottan, G., Morais, E. P., Schneider, J.

F., Trentini, C., & Heldt, E.

(2014). Determinants of Quality

of Life in Elderly Patients of a

Psychosocial Care Center in

Brazil. Informa Healthcare , 181-

188.

Chang, Viktor, T. & Weissman, D.E.

(2014). Fast Fact and Concept:

Quality of Life (on-line)

Available at http: //www. eperc.

mcw.edu/fastfact-pdf; diakses

tanggal 28 Agustus 2015.

Christianson, (2008). Restructuring

Choronic Illness Management.

San Francisco: Jossey-Bass

Publishers.

Darmodjo, dkk. (2006). Buku Ajar:

Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut). Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas

Indonesia.

Diana, A. (2009). Kualitas Hidup Lansia

dengan Penyakit Kronis di RSUP

H. Adam Malik Medan (skripsi).

Medan: Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

Dinkes Sul-Sel. (2014). Profil Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan (on-

line) Available at

http://profil.dinkes.com; diakse

tanggal 20 Agustus 2015.

Page 12: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

226 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

Effendi, N. (2006). Dasar-Dasar

Keperawatan Kesehatan

Masyarakat, Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Friedman, M. (2010). Keperawatan

Keluarga-Teori dan Praktek,

Edisi 2. Jakarta: EGC.

Helvik, A. S., Engedal, K., & Selbaek,

G. (2010). The Quality of Life

And Factors Associated With It

In The Medically Hospitalised

Elderly. Routledge : Aging and

Mental Health , 861-869.

Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisa

Data. Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, E.B. (2009). Psikologi

Perkembangan: Suatu

Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &

Snyder, S. J. (2010 ).

Fundamental of Nursing :

Concepts, Process, and Practice.

New Jersey: Pearson Jersey

Kustanti, N., Sudaryanto, A., &

Zulaicha, E. (2012). Kualitas

Hidup Lanjut Usia Dengan

Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Karangmalang

Kabupaten Sragen. Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 1-12

Lewis, S., Dirksen, S., Heitkemper, M.

M., Bucher, L., & Camera, I.

(2011). Medical Surgical

Nursing : Assesment and

Management of Clinical

Problems (8th ed.). St. Louis,

Missouri: Elsevier Mosby

Mei-Ling, Y., Yu-Chun, C., Yi-Ying, H.,

& Tso-Ying, L. (2015). A

Randomized Controlled Trial of

Auricular Accupressure in Heart

Rate Variability and Quality of

life for Hypertension. ElSevier,

200-209.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Kesehatan

Masyarakat (Prinsip-Prinsip

Dasar). Jakarta: PT Asdi

Mahasatya.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan

Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.

Jakarta: EGC.

Nursalam. (2010).Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pedoman Skripsi,

Tesis dan Instrumen Penelitian

Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Ortman, J. M., Velkoff, V. A., & Hogan,

H. (2014). An Aging Nation : The

Older Population the United

States. Bureau: U.S Department

Commerce.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan, Edisi

4, Volume 1. Jakarta: EGC.

Ran, C. Y., Sook, L. I., & Young, L. h.

(2014). Effects of Hypertension,

Diabetes, and/or Cardiovascular

Disease on Health-related

Quality of Life in Elderly Korean

Individuals: A Population-based

Cross-sectional Survey .

ElSevier, 267-273.

Page 13: JURNAL FENOMENA KESEHATAN Artikel Penelitian

227 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 02 No 01 Mei 2019

Siregar, S. F., Arma, A. J., & Lubis, R.

M. (2013). Perbandingan

Kualitas Hidup Lanjut Usia Yang

Tinggal Di Panti Jompo Dengan

Yang Tinggal Di Rumah Di

Kabupaten Tapanuli Selatan.

USU, 1-9

Smelltzer & Bare. (2012). Buku Ajar

Keperawatan Medical Bedah,

Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Stanley, M. & Gauntlett, P. (2007). Buku

Ajar Keperawatan Gerontik,

Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif.

Bandung: CV Alfabeta.

Sutikno, E. (2011). Hubungan antara

Fungsi Keluarga dengan

Kualitas Hidup Lansia. Jurnal

Kedokteran Indonesia, 2(1); 73-

79.

Watson, R. (2013). Perawatan Pada

Lansia. Jakarta: EGC.

Yenni & Herwana, E. (2006). Prevalensi

Penyakit Kronis dan Kualitas

Hidup Pada Lanjut Usia di

Jakarta Selatan. Universa

Medicina, 25(4); 164-171.

Yuliati, A., Baroya, N. & Ririyanty, M.

(2014). Perbedaan Kualitas

Hidup Lansia yang Tinggal di

Komunitas dengan di Pelayanan

Sosial Lanjut Usia. e-Jurnal

Pustaka Kesehatan, 2(1); 87-94.