JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA KAMIS, 22 FEBRUARI … filehasilan profesi, lengkap beserta tata cara...

2
18 KAMIS, 22 FEBRUARI 2018 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Rubrik ini terselenggara atas kerjasama Harian Republika dengan Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Prof Dr Yusman Syaukat Prof Dr Muhammad Firdaus Dr Lukman M Baga Dr Irfan Syauqi Beik Dr Jaenal Effendi Dr Asep Nurhalim Salahuddin El Ayyubi Deni Lubis S alah satu isu hangat dalam satu bulan ter- akhir adalah rencana pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait kewajiban zakat bagi ASN (Aparatur Sipil Negara), sebagaimana yang disam- paikan oleh Menteri Agama Lukman H Saifuddin. Rencana ini kemudian menuai pro kontra dan per- tentangan pendapat yang cukup tajam di tengah masyarakat. Penulis melihat bahwa penyebab utama pro kontra tersebut ada pada dua hal, yaitu faktor pemahaman dan faktor pengelolaan. Mari kita bahas satu per satu. Pertama, faktor pemahaman, atau tingkat lit- erasi zakat masyarakat yang sangat variatif dan cenderung rendah. Dari masyarakat yang kontra, ada dua kelompok besar yang tidak setuju pember- lakuan pemotongan zakat ini, yaitu kelompok yang memahami bahwa zakat itu hanyalah zakat fitrah yang dibayarkan selama bulan Ramadhan hingga menjelang shalat Idul Fitri, dan kelompok yang menyatakan bahwa zakat penghasilan profesi tidak memiliki dasar hukum syariah yang kuat. Merespon kelompok pertama, edukasi bahwa zakat itu bukan hanya sebatas zakat fitrah, namun juga termasuk zakat maal (harta) yang mencakup semua jenis harta produktif dan halal, harus terus menerus diintensifkan. Tujuannya agar masyarakat yang berada pada kelompok ini semakin memaha- mi tentang kewajiban zakat maal, termasuk peng- hasilan dari profesi mereka. Adapun untuk merespon kelompok kedua, perlu dijelaskan secara lebih detil mengenai lan- dasan kewajiban zakat atas penghasilan dari setiap profesi yang ada. Harus diakui, ada perbedaan pen- dapat di kalangan para ulama. Namun, jika kemu- dian “mem-bid’ahkan” apalagi “mengharamkan” zakat penghasilan profesi, itu adalah tindakan yang kurang tepat dan kurang menghargai perbedaan pendapat yang ada. Para pegiat zakat dituntut untuk melakukan edukasi mengenai dalil kebole- han zakat penghasilan profesi ini. Sebagai contoh, dalam kitab Al-Muwattha karya Imam Malik ditegaskan mengenai kebijakan Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan ra, yang men- genakan zakat atas gaji/penghasilan rutin dari para pegawai pemerintahannya. Kebijakan beliau kemudian disetujui oleh para sahabat utama yang masih hidup, seperti Abu Hurairah ra, Ibnu Mas’ud ra, Anas bin Malik ra, dan Ibnu Abbas ra, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa tidak mungkin para sahabat tersebut melakukan kegiatan ibadah zakat yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Contoh lain, dalam kitab Majma Al-Zawa’id wa Manba’ al-Fawaid karya Ali ibn Abu Bakr Al- Haythami, dijelaskan bahwa Ibnu ‘Abbas ra ketika menanggapi seseorang saat menerima harta/upah dari pekerjaannya, beliau mengatakan “hendaknya orang tersebut mengeluarkan zakatnya pada hari ia mendapatkannya (harta/upah)”. Intinya, ada dalil yang memberi landasan syar’i atas zakat profesi. Kalaupun ada perbedaan, maka negara dapat menyelesaikan perbedaan tersebut melalui keteta- pan yang dibuatnya. Karena itu, UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 52/2014 dapat dijadikan referensi atau dasar hukum bagi keberadaan zakat peng- hasilan profesi, lengkap beserta tata cara perhitungannya. PMA No 52/2014 ini menetapkan perhitungan zakat penghasilan profesi ini dengan menetapkan standar nishab senilai 524 kg beras dan kadar 2,5 persen. Dalam keterangan Pusat Kajian Strategis Baznas, nilai batas nishab ini adalah Rp 5,24 juta per bulan dengan asumsi harga beras standar yang digunakan adalah Rp 10 ribu/kg sesuai keputusan Rapat Pleno Anggota (Komisioner) Baznas tanggal 2 Mei 2017. Batasan minimal pendapatan wajib zakat ini tentu dapat berubah seiring dengan perkembangan waktu, dan harus diputuskan oleh otoritas zakat. Selanjutnya faktor kedua adalah pengelolaan. Dalam konteks ini, ada dua isu besar, yaitu siapa pengelolanya, dan bagaimana transparansi dan akuntabilitasnya. Sebagian masyarakat yang kontra, mereka khawatir zakat ini akan dikelola secara keliru. Tentu kekhawatiran ini tidak perlu terjadi, karena sesuai dengan UU No 23/2011, kewenangan pengelolaan zakat itu ada di tangan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang dibantu oleh LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang telah berizin dan terakreditasi, yang insya Allah keduanya amanah dan profesional. Karena itu, perlu dikomu- nikasikan lebih gencar lagi kepada publik bahwa zakat yang dipotong itu akan dikelola oleh institusi yang mendapat mandat UU. Tinggal sekarang bagaimana Baznas dan LAZ ini kemudian meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan zakat, termasuk pada aspek penyalurannya. Terkait hal ini, upaya yang telah dilakukan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, sehingga tren penghimpunan zakat juga mengalami peningkatan yang positif. Salah satu terobosan yang telah dilakukan adalah dengan diluncurkannya Indeks Zakat Nasional (IZN) sebagai instrumen untuk menilai kualitas pengelolaan zakat yang ada. Belum lagi ditambah dengan audit keuangan dan audit syariah yang dilakukan. Oleh karena itu, penulis melihat bahwa rencana pemerintah menerbitkan Perpres Zakat ini harus terus didorong. Kalau pun ada pro kontra, tinggal kita jelaskan dengan baik. Jangan sampai upaya penerbitan peraturan ini meredup. Apalagi Perpres ini sebenarnya hanya memperkuat peratu- ran yang telah ada, yaitu Inpres No 3/2014. Wallaahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB Seputar Polemik Perpres Zakat ASN TSAQOFI T ulisan ini akan diawali dengan data mengenai jumlah penduduk miskin dan juga kesenjangan yang terjadi di Indonesia selama September 2012 sampai dengan September 2017 sebagai pengan- tar. Jumlah penduduk miskin di Indo- nesia per September 2017 mencapai 26,58 juta jiwa. Jumlah ini sedikit menu- run dibandingkan lima tahun sebelum- nya (September 2012), dimana jumlah penduduk miskin mencapai 28,59 juta jiwa (bps.go.id). Selain jumlah penduduk miskin yang mmenurun, data BPS me- nunjukkan adanya penurunan ketimpan- gan, yang dapat dilihat dari penurunan angka Gini ratio (lihat Tabel 1). Menurunnya jumlah penduduk mis- kin dan ketimpangan social dapat dise- babkan oleh banyak hal yaitu kebijakan- kebijakan yang pro poor, ketersediaan la- pangan kerja yang semakin banyak atau- pun kesadaran altruism yang semakin tinggi dari masyarakat. Tanpa mengabai- kan faktor lainnya, tulisan ini akan fokus pada topik altruism termasuk didalam- nya charity maupun filantropi. Richard McElreath dan Robert Boyd (2007) mendefinisikan altruism sebagai peri- laku yang menyebabkan berkurangnya kesejahteraan pelaku dan sebaliknya kesejahteraan si penerima akan mening- kat. Meskipun memiliki efek yang sama berupa peningkatan kesejahteraan bagi si penerima, namun pandangan yang berbeda dari umat beragama khususnya umat Islam. Islam sebagai agama yang sempurna dan social justice merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ibadah. Instrumen dari social justice seperti za- kat, infak, sedekah dan wakaf (merupa- kan bentuk kegiatan altruism dalam islam) yang juga merupakan bagian dari penghambaan kepada Allah Sang Maha Pencipta. Namun, berbeda dengan pan- dangan ekonom di atas, kegiatan altruism dalam kelompok masyarakat beragama khususnya Islam, selain menyebabkan peningkatan kesejahteraan di sisi pene- rima namun kesejahteraan pelaku tidak berkurang karena kegiatan-kegiatan ini. Hal ini disebabkan adanya cara pan- dang dan keyakinan yang berbeda antara keilmuwan yang berkembang dengan nilai-nilai agama yang bersumber dari kitab suci yang justru menjelaskan bahwa ketika seseorang memberikan sebahagian hartanya kepada orang lain dapat me- ningkatkan kesejahteraan orang tersebut. Salah satu contoh ayat Alquran yang menjelaskan hal ini adalah surat at taubah ayat 103. Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban untuk mengambil zakat (kepada amil) dari mereka yang memiliki kecukupan harta karena zakat ini akan membesihkan dan mensucikan mereka dan amil diminta untuk men- doakan mereka, karena ini akan mem- berikan ketentraman kepada pemberi zakat. Dalam agama lain pun kegiatan altruism dipandang akan memberikan banyak kebaikan kepada si pemberi, dimana kebaikan ini tidak hanya dilihat dalam bentuk materi melainkan juga hal lain seperti kesehatan, keselamatan atau yang disebut dalam terminologi spiritual adalah berkah. Apapun itu, yang pasti kegiatan altru- ism ataupun filantropi ataupun ziswaf ataupun kebaikan-kebaikan lainnya hanya akan terjadi jika ada rasa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dalam diri manusia. Rasa kasih sayang kepada orang lain inilah yang kemudian melahir- kan rasa kemanusiaan, empati, saling memaafkan bahkan saling mendukung, termasuk sifat-sifat altruism yang selan- jutnya penulis sebut kedermawanan pada diri seseorang kepada orang lain. Bahkan, kasih sayang menjadi motor penggerak alam semesta dan jagad raya, yaitu Kasih sayang Sang Maha Pencipta kepada umatnya. Kasih sayang Allah ini turun melalui orang tua, sehingga tumbuh ke- cintaan dari orang tua kepada anak-anak, binatang kepada anaknya, dan seterus- nya. Bahkan kasih sayang sesama manu- sia akan mampu melahirkan kedamaian dan kesejahteraan di muka bumi. Na- mun, yang temui selama ini masih dalam bentuk kasih sayang yang terbatas, se- hingga kurangnya rasa kemanusiaan dan empati kepada orang lain. Mengacu kepada keluasan makna kasih sayang (love) maka dapat kita sim- pulkan bahwa kasih sayang adalah inti dasar dari semua sifat altruistik, termasuk aktifitas charity, filantropi (termasuk zis- waf didalamnya). Sehingga, untuk men- ciptakan kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia di muka bumi maka rasa kasih sayang lah yang harus ditumbuhkan terutama kasih sayang antar manusia, dan juga lingkungan. Rasa kasih sayang akan mengakibatkan orang lain secara sukarela membantu mengurangi beban mereka yang ditimpa bencana ataupun dalam kondisi kesulitan sedangkan kasih sayang terhadap alam dan lingkungan akan men- ciptakan keselarasan dan keberlanjutan, dan ujungnya adalah kehidupan di muka bumi akan menjadi lebih baik saat ini maupun yang akan datang. Apakah kegiatan altruism akan me- nimbulkan Samaritan’s Dilemma seba- gaimana yang ditulis oleh James M Buchanan, dan meraih nobel ekonomi pada tahun 1986. Bukti empiris menun- jukkan hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Samaritan’s Dilemma mungkin hanya timbul jika si penerima bantuan tidak memiliki sifat kasih sayang sehing- ga berniat memanfaatkan situasi yang menguntungkan. Namun, jika si pener- ima memiliki sifat kasih sayang maka tidak akan terjadi moral hazard seba- gaimana dalam Samaritan’s Dilemma. Hal ini ditunjukkan adanya orang-orang yang naik kelas dari tadinya penerima zakat menjadi pemberi zakat. Ungkapan bahwa tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah, meskipun menjadi motivasi untuk banyak memberi namun disisi lain menonjolkan ego bah- wa kita lebih baik atau berjasa, padahal, penerima juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Mari kita bayangkan se- andainya semua orang memiliki kemam- puan dan diberi kecukupan maka dimana kita akan mencari orang yang mau mene- rima kebaikan kita? Sehingga tangan dibawah pun baik, sepanjang didasari kasih sayang dan punya harga diri untuk tidak memanfaatkan kebaikan orang lain namun saling berlomba untuk saling memberi, sebagaimana kita diperintah- kan untuk saling berlomba berbuat baik. Demikian besarnya power dari kasih sayang ini, terutama dalam bidang eko- nomi sehingga economics of love memi- liki peran yang penting. Konsep econom- ics of love pernah ditulis oleh David Friedman dalam bukunya Price Theory chapter 21 tentang Economics of Love and Marriage dimana dalam pemba- hasannya membagi menjadi dua bagian yaitu economics of marriage di bagian pertama dan economics of altruism di bagian kedua. Tulisan ini tentunya tidak didasari tulisan tersebut, hanya berang- kat dari pemikiran betapa dahsyatnya kasih sayang. Kita dapat membuat dunia menjadi lebih baik jika setiap orang menyadari- nya, dan dibidang ekonomi, kasih sayang dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia. Bahkan pemerintah tidak perlu membuat kebijakan pemotongan zakat seandainya setiap orang memiliki rasa kasih sayang secara luas dan memiliki kesadaran berziswaf yang tinggi. Tapi, aturan mungkin diperlukan untuk mem- bangkitkan rasa kasih sayang terhadap orang lain. Namun belajar dari alquran bahkan Allah pun memberikan janji berupa pahala dan kebaikan lainnya jika manusia melakukan kebaikan termasuk memberi, membantu orang lain yang didasari dengan keikhlasan maka peme- rintah mungkin perlu memberikan insen- tif berupa reward kepada mereka yang sudah menunaikan kewajibannya. Wallahu a’lam. Ranti Wiliasih Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB Economics of Love Gini ratio September 2012 September 2017 Perubahan 2012 -2017 Persentase perubahan 2012-2017 Perkotaan 0,43 0,40 -0,02 4,94% Perdesaan 0,33 0,32 -0,01 2,14% Perkotaan +perdesaan 0,41 0,39 -0,02 5,33% Tabel 1. Perbandingan Rasio Gini 2012 dan 2017 WIHDAN HIDAYAT/REPUBLIKA

Transcript of JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA KAMIS, 22 FEBRUARI … filehasilan profesi, lengkap beserta tata cara...

Page 1: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA KAMIS, 22 FEBRUARI … filehasilan profesi, lengkap beserta tata cara perhitung annya. PMA No 52/2014 ini menetapkan perhitungan zakat penghasilan profesi

18 KAMIS, 22 FEBRUARI 2018JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Rubrik ini terselenggaraatas kerjasama HarianRepublika denganDepartemen Ilmu EkonomiSyariah, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Prof Dr Yusman SyaukatProf Dr Muhammad FirdausDr Lukman M BagaDr Irfan Syauqi BeikDr Jaenal EffendiDr Asep NurhalimSalahuddin El AyyubiDeni Lubis

Salah satu isu hangat dalam satu bulan ter-akhir adalah rencana pemerintah untukmenerbitkan Peraturan Presiden(Perpres) terkait kewajiban zakat bagi ASN

(Aparatur Sipil Negara), sebagaimana yang disam-paikan oleh Menteri Agama Lukman H Saifuddin.Rencana ini kemudian menuai pro kontra dan per-tentangan pendapat yang cukup tajam di tengahmasyarakat. Penulis melihat bahwa penyebabutama pro kontra tersebut ada pada dua hal, yaitufaktor pemahaman dan faktor pengelolaan. Marikita bahas satu per satu.

Pertama, faktor pemahaman, atau tingkat lit-erasi zakat masyarakat yang sangat variatif dancenderung rendah. Dari masyarakat yang kontra,ada dua kelompok besar yang tidak setuju pember-lakuan pemotongan zakat ini, yaitu kelompok yangmemahami bahwa zakat itu hanyalah zakat fitrahyang dibayarkan selama bulan Ramadhan hinggamenjelang shalat Idul Fitri, dan kelompok yangmenyatakan bahwa zakat penghasilan profesi tidakmemiliki dasar hukum syariah yang kuat.Merespon kelompok pertama, edukasi bahwazakat itu bukan hanya sebatas zakat fitrah, namunjuga termasuk zakat maal (harta) yang mencakupsemua jenis harta produktif dan halal, harus terusmenerus diintensifkan. Tujuannya agar masyarakatyang berada pada kelompok ini semakin memaha-mi tentang kewajiban zakat maal, termasuk peng-hasilan dari profesi mereka.

Adapun untuk merespon kelompok kedua,perlu dijelaskan secara lebih detil mengenai lan-dasan kewajiban zakat atas penghasilan dari setiapprofesi yang ada. Harus diakui, ada perbedaan pen-dapat di kalangan para ulama. Namun, jika kemu-dian “mem-bid’ahkan” apalagi “mengharamkan”zakat penghasilan profesi, itu adalah tindakan yangkurang tepat dan kurang menghargai perbedaan

pendapat yang ada. Para pegiat zakat dituntutuntuk melakukan edukasi mengenai dalil kebole-han zakat penghasilan profesi ini.

Sebagai contoh, dalam kitab Al-Muwatthakarya Imam Malik ditegaskan mengenai kebijakanKhalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan ra, yang men-genakan zakat atas gaji/penghasilan rutin dari parapegawai pemerintahannya. Kebijakan beliaukemudian disetujui oleh para sahabat utama yangmasih hidup, seperti Abu Hurairah ra, Ibnu Mas’udra, Anas bin Malik ra, dan Ibnu Abbas ra, sehinggakita bisa menyimpulkan bahwa tidak mungkin parasahabat tersebut melakukan kegiatan ibadah zakatyang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW.Contoh lain, dalam kitab Majma Al-Zawa’id waManba’ al-Fawaid karya Ali ibn Abu Bakr Al-Haythami, dijelaskan bahwa Ibnu ‘Abbas ra ketikamenanggapi seseorang saat menerima harta/upahdari pekerjaannya, beliau mengatakan “hendaknyaorang tersebut mengeluarkan zakatnya pada hariia mendapatkannya (harta/upah)”. Intinya, ada dalilyang memberi landasan syar’i atas zakat profesi.

Kalaupun ada perbedaan, maka negara dapatmenyelesaikan perbedaan tersebut melalui keteta-pan yang dibuatnya. Karena itu, UU No 23/2011tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan MenteriAgama (PMA) No 52/2014 dapat dijadikan referensiatau dasar hukum bagi keberadaan zakat peng-hasilan profesi, lengkap beserta tata caraperhitung annya. PMA No 52/2014 ini menetapkanperhitungan zakat penghasilan profesi ini denganmenetapkan standar nishab senilai 524 kg berasdan kadar 2,5 persen. Dalam keterangan PusatKajian Strategis Baznas, nilai batas nishab iniadalah Rp 5,24 juta per bulan dengan asumsi hargaberas standar yang digunakan adalah Rp 10 ribu/kgsesuai keputusan Rapat Pleno Anggota(Komisioner) Baznas tanggal 2 Mei 2017. Batasan

minimal pendapatan wajib zakat ini tentu dapatberubah seiring dengan perkembangan waktu, danharus diputuskan oleh otoritas zakat.

Selanjutnya faktor kedua adalah pengelolaan.Dalam konteks ini, ada dua isu besar, yaitu siapapengelolanya, dan bagaimana transparansi danakuntabilitasnya. Sebagian masyarakat yangkontra, mereka khawatir zakat ini akan dikelolasecara keliru. Tentu kekhawatiran ini tidak perluterjadi, karena sesuai dengan UU No 23/2011,kewenangan pengelolaan zakat itu ada di tanganBaznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang dibantuoleh LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang telah berizindan terakreditasi, yang insya Allah keduanyaamanah dan profesional. Karena itu, perlu dikomu-nikasikan lebih gencar lagi kepada publik bahwazakat yang dipotong itu akan dikelola oleh institusiyang mendapat mandat UU.

Tinggal sekarang bagaimana Baznas dan LAZini kemudian meningkatkan akuntabilitas dantransparansi pengelolaan zakat, termasuk padaaspek penyalurannya. Terkait hal ini, upaya yangtelah dilakukan terus mengalami peningkatan dariwaktu ke waktu, sehingga tren penghimpunanzakat juga mengalami peningkatan yang positif.Salah satu terobosan yang telah dilakukan adalahdengan diluncurkannya Indeks Zakat Nasional(IZN) sebagai instrumen untuk menilai kualitaspengelolaan zakat yang ada. Belum lagi ditambahdengan audit keuangan dan audit syariah yangdilakukan. Oleh karena itu, penulis melihat bahwarencana pemerintah menerbitkan Perpres Zakatini harus terus didorong. Kalau pun ada pro kontra,tinggal kita jelaskan dengan baik. Jangan sampaiupaya penerbitan peraturan ini meredup. ApalagiPerpres ini sebenarnya hanya memperkuat peratu-ran yang telah ada, yaitu Inpres No 3/2014.Wallaahu a’lam. ■

Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

SeputarPolemikPerpres

Zakat ASN

TSAQOFI

Tulisan ini akan diawalidengan data mengenaijumlah penduduk miskindan juga kesenjangan yangterjadi di Indonesia selamaSeptember 2012 sampai

dengan September 2017 sebagai pengan-tar. Jumlah penduduk miskin di Indo -ne sia per September 2017 mencapai26,58 juta jiwa. Jumlah ini sedikit menu -run dibandingkan lima tahun sebelum-nya (September 2012), dimana jumlahpenduduk miskin mencapai 28,59 jutajiwa (bps.go.id). Selain jumlah pendudukmis kin yang mmenurun, data BPS me -nunjukkan adanya penurunan ketimpan-gan, yang dapat dilihat dari penurunanangka Gini ratio (lihat Tabel 1).

Menurunnya jumlah penduduk mis -kin dan ketimpangan social dapat dise-babkan oleh banyak hal yaitu kebijakan-kebijakan yang pro poor, ketersediaan la -pangan kerja yang semakin banyak atau -pun kesadaran altruism yang semakintinggi dari masyarakat. Tanpa meng abai -kan faktor lainnya, tulisan ini akan fokuspada topik altruism termasuk di dalam -nya charity maupun filantropi. RichardMcElreath dan Robert Boyd (2007)mendefinisikan altruism sebagai peri-laku yang menyebabkan berkurang nyakesejahteraan pelaku dan seba liknyakesejahteraan si penerima akan mening -kat. Meskipun memiliki efek yang samaberupa peningkatan kesejahteraan bagisi penerima, namun pandangan yangberbeda dari umat beragama khususnyaumat Islam.

Islam sebagai agama yang sempurnadan social justice merupakan bagian yangtidak terpisahkan dari kegiatan ibadah.Instrumen dari social justice seperti za -kat, infak, sedekah dan wakaf (merupa -kan bentuk kegiatan altruism dalam

islam) yang juga merupakan bagian daripenghambaan kepada Allah Sang MahaPencipta. Namun, berbeda dengan pan-dangan ekonom di atas, kegiatan altruismdalam kelompok masyarakat beragamakhususnya Islam, selain menyebabkanpe ningkatan kesejahteraan di sisi pene -rima namun kesejahteraan pelaku tidakber kurang karena kegiatan-kegiatan ini.

Hal ini disebabkan adanya cara pan -dang dan keyakinan yang berbeda antarakeilmuwan yang berkembang dengannilai-nilai agama yang bersumber darikitab suci yang justru menjelaskan bahwaketika seseorang memberikan sebahagianhartanya kepada orang lain dapat me -ningkatkan kesejahteraan orang tersebut.Salah satu contoh ayat Alquran yangmen jelaskan hal ini adalah surat attaubah ayat 103. Ayat ini menjelaskantentang kewajiban untuk mengambilzakat (kepada amil) dari mereka yangmemiliki kecukupan harta karena zakatini akan membesihkan dan mensucikanmereka dan amil diminta untuk men-doakan mereka, karena ini akan mem-berikan ketentraman kepada pemberizakat. Dalam agama lain pun kegiatanaltruism dipandang akan memberikanbanyak kebaikan kepada si pemberi,dimana kebaikan ini tidak hanya dilihatdalam bentuk materi melainkan juga hallain seperti kesehatan, keselamatan atauyang disebut dalam terminologi spiritual

adalah berkah. Apapun itu, yang pasti kegiatan altru-

ism ataupun filantropi ataupun ziswafataupun kebaikan-kebaikan lainnyahanya akan terjadi jika ada rasa kasihsayang, dan rasa kemanusiaan dalam dirimanusia. Rasa kasih sayang kepadaorang lain inilah yang kemudian melahir -kan rasa kemanusiaan, empati, salingme maafkan bahkan saling mendukung,ter masuk sifat-sifat altruism yang selan-jutnya penulis sebut kedermawanan padadiri seseorang kepada orang lain. Bahkan,kasih sayang menjadi motor penggerakalam semesta dan jagad raya, yaitu Kasihsayang Sang Maha Pencipta kepadaumatnya. Kasih sayang Allah ini turunme lalui orang tua, sehingga tumbuh ke -cin taan dari orang tua kepada anak-anak,binatang kepada anaknya, dan seterus-nya. Bahkan kasih sayang sesama manu -sia akan mampu melahirkan kedamaiandan kesejahteraan di muka bumi. Na -mun, yang temui selama ini masih dalambentuk kasih sayang yang terbatas, se -hingga kurangnya rasa kemanusiaan danempati kepada orang lain.

Mengacu kepada keluasan maknakasih sayang (love) maka dapat kita sim -pul kan bahwa kasih sayang adalah intidasar dari semua sifat altruistik, termasukaktifitas charity, filantropi (termasuk zis -w af didalamnya). Sehingga, untuk men -ciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

umat manusia di muka bumi maka rasakasih sayang lah yang harus ditumbuhkanterutama kasih sayang antar manusia, danjuga lingkungan. Rasa kasih sayang akanmengakibatkan orang lain secara sukarelamembantu mengurangi beban merekayang ditimpa bencana ataupun dalamkondisi kesulitan sedangkan kasih sayangterhadap alam dan lingkungan akan men-ciptakan keselarasan dan keberlanjutan,dan ujungnya adalah kehidupan di mukabumi akan menjadi lebih baik saat inimaupun yang akan datang.

Apakah kegiatan altruism akan me -nim bulkan Samaritan’s Dilemma seba-gaimana yang ditulis oleh James MBuchanan, dan meraih nobel ekonomipada tahun 1986. Bukti empiris menun-jukkan hal tersebut tidak sepenuhnyabenar. Samaritan’s Dilemma mungkinhanya timbul jika si penerima bantuantidak memiliki sifat kasih sayang sehing-ga berniat memanfaatkan situasi yangmenguntungkan. Namun, jika si pener-ima memiliki sifat kasih sayang makatidak akan terjadi moral hazard seba-gaimana dalam Samaritan’s Dilemma.Hal ini ditunjukkan adanya orang-orangyang naik kelas dari tadinya penerimazakat menjadi pemberi zakat.

Ungkapan bahwa tangan diatas lebihbaik dari tangan dibawah, meskipunmenjadi motivasi untuk banyak memberinamun disisi lain menonjolkan ego bah -wa kita lebih baik atau berjasa, padahal,penerima juga memiliki peran yang tidakkalah penting. Mari kita bayangkan se -andainya semua orang memiliki kemam-puan dan diberi kecukupan maka dimanakita akan mencari orang yang mau mene -rima kebaikan kita? Sehingga tangandibawah pun baik, sepanjang didasarikasih sayang dan punya harga diri untuktidak memanfaatkan kebaikan orang lainnamun saling berlomba untuk salingmem beri, sebagaimana kita diperintah -kan untuk saling berlomba berbuat baik.

Demikian besarnya power dari kasihsayang ini, terutama dalam bidang eko -no mi sehingga economics of love memi-liki peran yang penting. Konsep econom-ics of love pernah ditulis oleh DavidFried man dalam bukunya Price Theorychapter 21 tentang Economics of Loveand Marriage dimana dalam pemba-hasannya membagi menjadi dua bagianyaitu economics of marriage di bagianpertama dan economics of altruism dibagian kedua. Tulisan ini tentunya tidakdidasari tulisan tersebut, hanya berang -kat dari pemikiran betapa dahsyatnyakasih sayang.

Kita dapat membuat dunia menjadilebih baik jika setiap orang menyadari -nya, dan dibidang ekonomi, kasih sayangdapat mensejahterakan kehidupan umatmanusia. Bahkan pemerintah tidak perlumembuat kebijakan pemotongan zakatseandainya setiap orang memiliki rasakasih sayang secara luas dan memilikikesadaran berziswaf yang tinggi. Tapi,aturan mungkin diperlukan untuk mem-bangkitkan rasa kasih sayang terhadaporang lain. Namun belajar dari alquranbah kan Allah pun memberikan janjiberupa pahala dan kebaikan lainnya jikamanusia melakukan kebaikan termasukmemberi, membantu orang lain yangdidasari dengan keikhlasan maka peme -rintah mungkin perlu memberikan insen-tif berupa reward kepada mereka yangsudah menunaikan kewajibannya.Wallahu a’lam. ■

Ranti WiliasihStaf Pengajar

Departemen IlmuEkonomi Syariah FEM

IPB

Economics of Love

Gini ratio September 2012 September 2017 Perubahan 2012 -2017 Persentase perubahan 2012-2017Perkotaan 0,43 0,40 -0,02 4,94%Perdesaan 0,33 0,32 -0,01 2,14%Perkotaan +perdesaan 0,41 0,39 -0,02 5,33%

Tabel 1. Perbandingan Rasio Gini 2012 dan 2017

WIHDAN HIDAYAT/REPUBLIKA

Page 2: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA KAMIS, 22 FEBRUARI … filehasilan profesi, lengkap beserta tata cara perhitung annya. PMA No 52/2014 ini menetapkan perhitungan zakat penghasilan profesi

Berdasarkan data Kemen -terian Keuangan tahun2016, Indonesia meru-pakan negara penerbit su -kuk terbesar di duniadengan nilai SBSN pada

akhir November 2016 sudah mencapaiUSD 10.15 miliar dengan outstanding se -besar USD 9.5 miliar. Indonesia ber -kontribusi sebesar 22.47 persen dari totalpenerbitan international sovereign su kuk(denominasi USD). Sukuk mengalamipeningkatan yang signifikan sejak perta -ma diterbitkan pada tahun 2008 senilaiRp 4.7 triliun hingga pertengahan Agus -tus 2016 mencapai Rp 153.1 triliun. Po -tensi ini seharusnya dapat dimanfaatkanoleh negara untuk mengurangi permasala-han makroekonomi seperti inflasi danmeningkatkan kesejahteraan masya rakat.Volume sukuk yang mening kat se tiaptahunnya seharusnya dapat menjadi tam-bahan pemasukkan baru bagi pemerintahuntuk pembiayaan APBN sehingga dapatmengurangi utang negara. Pada keny-ataannya, utang luar negeri (ULN) pemer-intah justru semakin meningkat setiaptahunnya. Hal ini menunjukkan peranSBSN yang belum terlihat secara sig-nifikan untuk membantu mengurangiutang pemerintah.

Sukuk dianggap memiliki resiko yanglebih kecil karena memiliki underlyingasset yang menjamin nilai sukuk samadengan nilai asset. Selain itu sukuk jugatidak bertentangan dengan prinsip sya -riah, diatntaranya bebas dari riba, maysir,dan gharar. Namun jika dilihat dari tabelvolume sukuk dan obligasi konvensional,volume sukuk lebih kecil daripada vo lumeobligasi konvensional.

Godlewski (2011) menyatakan bahwabiasanya investor memilih sukuk karenaalasan sekuritas dimana sukuk memilikirisiko yang lebih kecil daripada instrumenpasar modal lainnya. Namun, inves toryang mengharapkan keuntungan lebihbesar cenderung memilih obligasi kon-vensional walaupun risikonya lebih besarkarena tidak mewajibkan adanya under-lying asset. Obligasi konvensional mem-berikan pendapatan berupa bunga yangbiasanya lebih tinggi daripada bunga.

Hasil PenelitianAnalisis IRF (Impulse Responsse

Function) memperlihatkan responss daripertumbuhan SBSN saat terjadi guncan-gan sebesar satu standar deviasi terhadapvariabel lain dalam jangka panjang.

Sumbu horizontal merupakan periodewaktu (bulanan). Jangka waktu yang digu-nakan dalam menganalisis responss per-tumbuhan SBSN terhadap guncanganvariabel-variabel lainnya diproyeksikandalam 30 periode ke depan.

Hasil analisis IRF menunjukkanbahwa responss SBSN terhadap guncan-gan CPI adalah negatif. Pada periodepertama guncangan CPI tidak diresponssoleh SBSN. SBSN mulai meresponss gun-cangan CPI pada periode ke-2 sebesar0.012816. Artinya guncangan CPI sebesarsatu standar deviasi menyebabkan penu-runan SBSN sebesar 0. 012816 persen.Perubah an respons terus terjadi hinggamencapai keseimbangan pada periode ke-9 yaitu sebesar 0.008488. Artinya, gun-cangan CPI sebesar satu standar deviasimenyebabkan penurunan SBSN sebesar0.008488 persen.

Hal ini sesuai dengan hipotesis sebe -lumnya pada penelitian Rini (2012). CPImerupakan salah satu indikator inflasi.Ketika inflasi terjadi, harga-harga me ning -

kat dan daya beli (purchasing po wer)masyarakat menurun. Hal ini me nye -babkan penurunan permintaan SBSN.SBSN tidak merespons guncangan nilaitukar pada periode pertama sebelum me -respons negatif pada periode ke-2. Padaperiode ke-2 guncangan nilai tukar dire-spons oleh SBSN sebesar 0.020549. Arti -nya, guncangan nilai tukar sebesar satustandar deviasi menyebabkan penurunanSBSN sebesar 0.020549 persen. SBSNterus merespons negatif hingga akhirperiode. Respons SBSN terhadap gun cang -an nilai tukar mencapai kese imbang an pa -da periode ke-12 sebesar 0.027200 persen.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yangdikemukakan oleh Jatiningsih (2017)bahwa apabila nilai tukar rupiah meng -alami depresiasi, investor cende rungberinvestasi pada valas. Hal ini me nye -babkan pertumbuhan SBSN menu run.Hal ini juga berkaitan dengan teori Man -kiw (2000) bahwa apabila nilai tukar riiltinggi, produk domestik menjadi rela tiflebih tinggi daripada produk-podukimpor. Masyarakat akan ingin mem belibanyak produk impor dan orang asingakan membeli lebih sedikit produk Indo -nesia. Karena itu, neraca perdaganganIndonesia rendah.

Guncangan JII tidak mendapatResponss dari SBSN di awal periode. Padape riode ke-2 SBSN merespons secarapositif sebesar 0.012055. Artinya gucan-gan JII sebesar satu standar deviasimeningkat kan SBSN sebesar 0.012055persen. Be sarnya respons SBSN terhadapguncangan JII terus meningkat. Kesta -bilan dicapai pada periode ke-16 sebesar0.046167. Artinya, guncangan JII sebesarsatu stan dar deviasi meningkatkan SBSNse banyak 0.046167 persen.

Menurut Keynes (1936), pemilik mo -dal dapat menyalurkan uangnya melaluimemberikan pinjaman dengan sukubunga atau membeli aset kepemilikan ter-tentu. Pada hal ini diasumsikan pemi likmodal memilih untuk menginvestasikanmodalnya pada instrumen investasisyariah sebab meminjamkan uang dengansuku bunga lebih beresiko karena sukubunga yang fluktuatif juga tidak sesuaidengan prinsip syariah.

Pasar modal syariah di Indonesiamemiliki JII sebagai parameter kondisipasar modal di Indonesia. JII memberigambaran apakah pasar modal di Indo -nesia sedang aktif atau lesu. Pasar yangsedang aktif ditunjukkan dengan indeksharga saham yang mengalami kenaikan.Keadaan stabil ditunjukkan dengan in deksharga saham yang tetap, sedangkan pasaryang lesu ditunjukkkan dengan indeks yangmenurun. Sehingga apabila JII meningkatmaka SBSN pun mening kat.

Hal ini juga sesuai dengan hasil pe -nelitian Soekanto (2009) yang menemu -kan bahwa Indeks Harga Saham Gabung -an (IHSG) berpengaruh signifikan positif

terhadap harga obligasi pemerintahIndonesia. Hal ini disebabkan banyaknyadana obligasi pemerintah yang diportofo-liokan pemerintah pada lantai bursa.

Respons SBSN terhadap jumlah uangberedar adalah positif. Periode pertamaSBSN tidak merespons guncangan jum lahuang beredar. Periode ke-2 SBSN me res -pons negatif guncangan jumlah uangberedar kemudian pada periode selanjut-nya hingga periode akhir SBSN meresponspositif. Periode ke-11 adalah titik stabilrespons SBSN terhadap guncangan jum -lah uang beredar, yaitu sebesar 0.008737.Artinya, gucangan jumlah uang beredarsatu standar deviasi me ning katkan SBSNsebesar 0.008737 persen.

Hal ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan oleh Mustika Rini (2012) di -mana pada saat jumlah uang beredar me -ningkat maka pertumbuhan SBSN punmeningkat. Pemerintah menerbitkanSBSN untuk mengurangi jumlah uangberedar, sehingga dapat menurunkaninflasi. Selain itu penerbitan SBSN jugaditujukan untuk menutupi defisit anggar -an pemerintah dan pembiayaan infra-struktur.

Analisis Forecast Error VarianceDecomposition (FEVD)

FEVD dilakukan untuk melihat per -ubahan pada suatu variabel yang ditun-jukkan oleh perubahan error varianceyang dipengaruhi oleh variabel-variabellainnya. Metode ini dapat menunjukkankekuatan dan kelemahan masing-masingvariabel memengaruhi variabel lainnyadalam kurun waktu yang panjang. FEVDpada penelitian ini ditujukan untuk men-jelaskan seberapa besar persentase kon-tribusi masing-masing guncangan variabelCPI, nilai tukar, volume Jakarta IslamicIndex (JII), dan jumlah uang ber edardalam memengaruhi pertumbuhan SBSN.

Pada gambar 2 ditunjukkan bahwapertumbuhan SBSN pada bulan pertamahanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri.SBSN baru merespons guncangan variabellain pada periode kedua. Variabel yangmemberikan kontribusi terbesar padaakhir pengamatan yaitu volume JakartaIslamic Index (JII) dan nilai tukar.

Kontribusi terbesar pertama dalammenjelaskan pertumbuhan SBSN yaituJakarta Islamic Index (JII). Hal ini berartiJII dalam jangka pan jang memengaruhipertumbuhan SBSN dengan kontribusisemakin meningkat. Pengaruh JII padaakhir periode pengamatan dalam menje-laskan pertumbuhan SBSN mencapai35.29 persen.

Kontribusi terbesar kedua dalam men -jelaskan pertumbuhan SBSN yaitu nilaitukar. Hal ini berarti ketika nilai tu kar ter-depresiasi, SBSN mengalami pe nu runan.Kontribusi suku bunga terha dap pertum-buhan SBSN sebesar 12.73 per sen padaakhir periode. Wallaahu a’lam. ■

K ehadiran sektor industri yangkhusus mengelola produkhalal memperlihatkan trendyang cukup menjanjikan. Ge -

liat perkembangannya cukup terasa,baik secara global maupun nasional.Hal ini tentunya tidak terlepas dari me -ningkatnya halal awareness masyarakatyang berdampak pada demand masya -rakat akan produk halal, sehingga bis -nis di sektor ini cukup menjanjikan dantidak dapat dipandang sebelah mata.

Industri halal yang meliputi subsek-tor pangan, nonpangan, jasa dan sistemkeuangan tidak hanya dinikmati olehkonsumen muslim tetapi juga kon-sumen non muslim. Hal ini terlihat darimunculnya beberapa negara nonmuslim seperti Thailand, Korea danChina yang turut meramaikan marketindustri halal global. Bahkan Thailandberhasil menjadi pemain penting dalampenyedia produk pangan halal. Oleh

karena itu harapannya Indonesiasebagai negara berpenduduk muslimterbesar di dunia tidak boleh tertinggaldan bisa menjadi aktor dalam mengem-bangkan industri halal global.

Indonesia memiliki potensi yang cu -kup besar untuk mengembangkan in -dus tri halal di tanah air. Jika dilihat se ca -ra demografi, Indonesia merupakannegara berpenduduk muslim terbesar didunia karena mayoritas penduduknyaberagama Muslim. Tentu saja ini meru-pakan potensi market industri halal yangcukup besar dan harus mampu di -tangkap dan dimanfaatkan oleh parapelaku industri halal tanah air. Hal yangperlu diperhatikan bahwa adanya po ten -si tersebut tentu juga disadari oleh pa rapelaku industri halal yang lain (asing).Dapat dipastikan mereka akan me nargetkonsumen produk halal tanah air. Olehkarena itu pelaku industri halal tanah airharus mampu melihat pe luang dan

mengatasi tantangan ini agar marketyang cukup besar itu tidak dikuasai olehpara pelaku asing. Di sisi lain selainmenarget mar ket dalam negeri, industrihalal tanah air harus mampu mengem-bangkan outreach-nya untuk menargetkonsumen produk halal dari negara lain.

Selain dari sisi demografi, potensilain yang dimiliki Indonesia adalahbanyaknya destinasi wisata yang indahdan beraneka ragam. Hal ini dapatdimanfaatkan untuk mengembangkanpariwisata halal di tanah air. Baik daripenginapan, makanan, transportasi dandestinasi wisatanya harus dikemas dandapat memenuhi kriteria halal. Jika halini dapat dilakukan tentunya akan men -jadi nilai tambah bagi destinasi pari-wisata yang ada di Indonesia, sehinggadapat menarik para wisatawan asingdari negara-negara muslim.

Hadirnya industri halal merupakansebuah ceruk yang harus digali dan

dikembangkan. Meskipun demikianpengembangan produk halal di tanahair dinilai masih belum optimal danbelum menunjukkan peningkatan yangcukup signifikan. Perlu adanyakesadaran bagi para pelaku usaha,pemerintah dan masyarakat untukbersama-sama dapat bersinergimengembangkan industri halal tanahair. Para pelaku usaha baik yang berger-ak di sektor pangan, nonpangan (kos-metik, fashion dan lain-lain), jasa dansistem keuangan diharapkan dapatmendorong produknya untuk mendap-atkan sertifikasi halal dari pihak yangberwenang. Selain itu perlu adanyastimulus dari pemerintah yang berupakebijakan untuk dapat memfasilitasidan mendorong jumlah produk halalyang tersertifikasi. Di sisi lainmasyarakat dapat mendukung dengancara mengonsumsi produk-produkhalal dalam negeri. Wallahu a’lam. ■

TAMKINIA

Dr Jaenal EffendiDirektur Bisnis IPB

Mustica BintangSabiti

Alumnus S1Ekonomi Syariah

FEM IPB

Ceruk Bisnis Industri Halal di Tanah Air

19 KAMIS, 22 FEBRUARI 2018JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Dr LukytawatiAnggraeni

Ketua Program Magister Ilmu

Ekonomi FEM IPB

SalahuddinEl Ayyubi

Staf Pengajar Departemen IlmuEkonomi Syariah

FEM IPB

Alvira CameliaDewi

Mahasiswa S1Ekonomi Syariah

FEM IPB

Pengaruh MakroekonomiTerhadap Pertumbuhan SBSN