jurnal ekologi

download jurnal ekologi

of 23

Transcript of jurnal ekologi

Green Biom

April 28, 2009

Kajian Fauna Dan Flora Dari kawasan Ekowisata Tangkahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera UtaraGirang perangin-angin Program Studi Magister Pendidikan Biologi Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan Medan 2009

AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman fauna dan flora tanah yang terdapat di kawasan ekowisata Tangkahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 4-5 April 2009. Pengambilan sampel fauna tanah dilakukan pada 5 stasiun dengan metode perangkap jebak untuk fauna permukaan tanah dan metode sortir tangan untuk fauna dalam tanah (cacing tanah), metode perangkap cahaya untuk hewan (insekta) nokturnal dan metode kuadrat untuk analisis vegetasi (pohon). Hasil Penelitian Menunjukkan bahwa di kawasan ekowisata Tangkahan terdapat Pheretima sp dengan kelimpahan 355,55/m3, 4 taksa untuk fauna permukaan tanah dengan kelimpahan menunjukkan Colembola memiliki prosentase tertinggi yakni 69,23 % dan frekwensi kehadirannya 100 % ,berikutnya Bothoponera rufipes 17,95 % kehadirannya juga 100 % . Untuk serangga nokturnal diperoleh 5 taksa, adapun jumlah taksa tertinggi pada kawasan ini adalah dari Othoptera sebanyak 32 (30 %), sedangkan Lepidoptera sebanyak 21 (19%), Homoptera sebanyak 18 (17 %), Diptera 14 (13 %), Hymenpthera 23 (21 %). Untuk analisis vegetasi di jumpai 4 jenis pohon, Nilai Kerapatan Relatif tertinggi adalah Aleurites moluccana sebesar 45 %, Nilai Frekuensi Relatif (FR) semuanya jenis pohon sama yaitu 25 %, Nilai Dominansi Relatif tertinggi adalah Aleurites moluccana sebesar 77,664., dimana Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi adalah Aleurites moluccana sebesar 147,664. Dari hasil analisis data diperoleh Indeks Keanekaragaman sebesar 0.956. Kondisi fisiko kimia tanahnya sebagai habita fauna tanah, suhu rata-rata 26,4., kelembaban rata-rata 87,2 %, pH rata-rata 6,52.

A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Jurnal.Gp.

Page 1

Green Biom

April 28, 2009

yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001). Pada 1932, pemerintah Belanda mengeluarkan Ordonansi cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa (Natuurmonumnten en Wildreservatenordonnantie 1932 ) Staatsblad 1932, no 17. Pada tahun 1934, berdasarkan ZB No. 317/35 tanggal 3 Juli 1934 dibentuk Suaka Alam Gunung Leuser (Wildreservaat Goenoeng Leoser) dengan luas 142.800 ha. Selanjutnya berturut-turut pada tahun 1936, berdasarkan ZB No. 122/AGR, tanggal 26 Oktober 1936 dibentuk Suaka margasatwa Kluet seluas 20.000 ha yang merupakan penghubung Suaka Alam Gunung Leuser dengan Pantai Barat. Suaka Alam Langkat Barat, Suaka Alam Langkat Selatan dan Suaka Alam Sekundur. Kawasan Tangkahan termasuk didalam Suka Alam Langkat Barat (Natur Reservaat). Kawasan Tangkahan pada awal abad ke 20 (tahun 1900an) merupakan kawasan hutan yang terdiri dari hutan lindung (natur reservaat) dan hutan produksi, dimana model ladang berpindah-pindah maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kayu bakar, berburu dan lainnya merupakan bahagian dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam bingkai kearifan tradisional. Dan walaupun begitu, beberapa pengusaha dari luar memulai pengelolaan kayu pada era 1930an melibatkan penduduk lokal sebagai tenaga kerja ( generasi pertama). dan proses pengelolaan kayu dengan menggunakan alat tradisional dan diangkut ketepi sungai oleh beberapa ekor kerbau, dan dialirkan melalui sungai ke tanjung pura. Era ini merupakan langkah permulaan penduduk tersebut mencari sumber penghasilan baru selain bercocok tanam tanaman berumur panjang dengan pola Persil. Dan pada pertengahan tahun 1960 an dimulai gelombang pengelolaan kayu (generasi kedua ) yang lebih besar

Jurnal.Gp.

Page 2

Green Biom

April 28, 2009

dengan melibatkan beberapa pemodal luar. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk , pasokan kayu tetap didistribusikan ke kota Tanjung Pura yang merupakan hilir sungai Batang Serangan. Sisa eksploitasi kayu tersebut menjadi areal perladangan masyarakat melalui SIM ( surat Izin Menggarap ), dan komoditi Nilam adalah salah satu komoditi unggulannya, disamping itu getah mayang dan jelutung sudah mulai dipungut oleh penduduk dengan agen dari luar serta beberapa tanaman lainnya. Pada saat ini, informasi mengenai keanekaragaman fauna tanah khususnya mesofauna tanah yang terdapat di kawasan Tangkahan masih belum memadai. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, sehingga dapat membantu dalam penyediaan data yang diperlukan untuk referensi bagi pihak pengelola. Mesofauna tanah adalah hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan mesofauna tanah di kawasan ekowisata Tangkahan. Sebagai kawasan ekowisata dan konservasi kawasan Tangkahan diharapkan dapat menjadi kawasan untuk berwisata sambil mempelajari ekologinya baik turis mancanegara, lokal bahkan para mahasiswa atau pelajar juga yang sering menempatkan Tangkahan sebagai lokasi penelitian dan pengamatan ekologi. Selain itu Tangkahan juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat pengawetan, pemeliharaan dan perlindungan bagi keanekaragaman hayati. Secara tidak langsung berarti dapat melestarikan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang terdapat di dalamnya, termasuk mesofauna tanah. Untuk mendukung fungsi di atas perlu dilakukan penelitian atau kajian lebih banyak tentang kawasan Tangkajan terutama analisis flora dan fauna tanah yang

Jurnal.Gp.

Page 3

Green Biom

April 28, 2009

terkandung didalamnya sehingga dapat menjadi bahan masukan atau referensi atau kajian dasar untuk penelitian lebih lanjut. Pada tanggal 4-5 April 2009 mahasiswa Pragram Pasca Sarjana Prodi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan telah melakukan penelitian tentang keaneka ragaman fauna dan flora tanah yang terdapat dikawasan Tangkahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi pohon dan hewan teresterial serta hewan air sungai pada kawasan Tangkahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

B. METODE DAN BAHAN 1. Metode Penelitian Pendekatan-pendekatan yang akan dilakukan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1.1. Pengukuran Faktor Abiotik

Jurnal.Gp.

Page 4

Green Biom

April 28, 2009

Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan termometer, kelembaban udara dengan higrometer, pH tanah dengan soil tester. Semua pengukuran dilakukan ulangan sebanyak 3 kali dan hasil pengukuran dicatat untuk dianalisis. 1.2. Metode Penelitian Fauna Permukaan Tanah Metode yang akan digunakan untuk sampling fauna permukaan tanah (surface soil animals) adalah metode Barber dengan menggunakan perangkap jebak, perangkap sumuran ataupun perangkap jatuh (pit fall trap). Adapun prosedur yang dilakukan untuk metoda tersebut adalah sebagai berikut (Manurung, 2003) : Pada plot-plot penelitian di gali lubang dengan garis tengah kira-kira 8 cm dengan kedalaman 10 cm. Jarak antar lubang pada plot penelitian kurang lebih 10 m. Perangkap jebak yang telah disediakan ditempatkan pada plot-plot penelitian tadi (lubang yang telah digali), kemudian kedalamnya diisi formalin 4% ataupun larutan deterjen secukupnya. Setelah satu hari perangkap tersebut diambil dan hewan-hewan yang jatuh ataupun terjebak kedalamnya diambil dan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alcohol 70%. Botol sampel yang berisi hewan dibawa ke laboratorium. Di Laboratorium, sampel-sampel hewan disortir dan kemudian diidentifikasi dan dienumerasi atau dihitung jumlahnya. 1.3. Metode Penelitiun Cacing Tanuh (Oligochaeta) Untuk mengambil contoh-contoh hewan cacing tanah yang terdapat di lokasi penelitian pendekatan yang dapat digunakan adalah metode kuadrat (Manurung. 2003) dan metode sortir tangan. Adapun langkah ataupun prosedur yang dapat dilakukan untuk metode ini adalah sebagai berikut : Kuadrat yang berukuran 30x30 cm2 ditempatkan secara acak pada lokasi. Tempat dimana kuadrat ditempatkan kemudian digali hingga kedalaman 20 cm.

Jurnal.Gp.

Page 5

Green Biom

April 28, 2009

-

Tanah yang telah digali kemudian disortir dengan tangan dan cacing tanah yang terdapat pada tanah itu dihitung berat basah masingmasing plot kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% kemudian di label. Di laboratorium sampet-sampel cacing tanah selanjutnya diidentifikasi dan dienumerisasi.

-

Identifikasi Fauna Tanah Untuk mengidentifikasi fauna tanah yang telah diperoleh lewat ketiga metode ataupun pendekatan di atas, beberapa literature yang dapat dipergunakan sebagai rujukannya adalah Chu (1949), Schaller (1968), Lewis & Taylor (1976), Brown (1980), Ross (1982), Yuliprianto (1993) dan Suin (1997) serta Hanafiah et at. (2005).

1.4. Metode Penelitian Insekta (Serangga) Untuk mengetahui komposisi serangga yang terdapat di ekosistim hutan daerah Tangkahan, kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah mengkoleksi serangganya, baru kemudian mengidentifikasinya. Pengoleksian ini pada dasarnya dapat dilakukan mulai dari cara yang sederhana (dengan tangan dibantu pinset dan aspirator), dengan jala serangga, berbagai tipe perangkap (perangkap cahaya, perangkap payung, papan berperekat). pemukulan ataupun tepukan, menggunakan umpan hingga dengan sintem vakum ataupun corong isap (Manurung et al., 2005,2004; Manurung & Gusmita, 2005; Stewart, 2002; Michael, 1984; Southwood, 1971). Serangga hasil tangkapan boleh diawetkan dalam bentuk awetan kering ataupun dalam bentuk awetan basah. Di laboratorium Ross (1982). 1.5. Metode Analisis Vegetasi. Pada kegiatan ini akan dilatihkan analisis vegetasi pohon (memiliki diameter > 25 cm) dengan menggunakan metode kuadrat. Kuadrat yang akan digunakan berukuran 10m x 10m. Ukuran kuadrat ini dapat mengalami perubahan bilamana peningkatan jumlah spesies pada kuadrat serangga-serangga tersebut selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan literatur dari Borror et al. (1992), Lilies (1991), dan

Jurnal.Gp.

Page 6

Green Biom

April 28, 2009

pengamatan melebihi angka 5% (Indriyanto, 2006). Untuk itu ditentukan ukuran minimum kuadratnya. Selanjutnya kuadrat itu digunakan untuk menganalisis vegetasi pohon. Untuk itu tempatkan kuadrat tersebut di lokasi pengamatan dan dihitung keanekaragaman jenisnya. kepadatan atau kerapatan, dan kerimbunan/ dominansinya. Disampling sebanyak 3 kali dan didapatkan juga data frekuensi kehadiran tiap spesies pohon yang ditemukan. Jarak antar lokasi sampling minimal 10 m. Dari data kerapatan, frekuensi, dan dominansi absolute yang telah diperoleh, selanjutnya dihitung nilai relatifnya. Dan selanjutnya ditentukan Indeks Nilai Pentingnya (INP). Setiap jenis pohon diambil sample (specimen) masing-masing rangkap 3 berupa ranting yang memiliki daun minimal 3 helai. Sebisa mungkin diusahakan ranting yang sedang memiliki bunga, buah atau biji. Spesimen dari seluruh individu yang telah diperoleh kemudian dikoleksi dan diberi label gantung. Kemudian dilakukan pengawetan spesimen dengan cara dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi alcohol 70 %.Udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan kantong plastik ditutup dengan lakban ,Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan. Di laboratorium,seluruh spesimen yang berasal dari lapangan dikeringkan dengan menggunakan oven selama 5 hari. Selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan buku-buku acuan antara lai : 1.Latihan Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis (Sutarno & Soedarsono ,1997) 2.Malayan Wild Flower Dicotyledon (Henderson,1959) 3.Flora (Dr.C.G.G.J.Van Steenis,1987).

2. Alat dan Bahan Yang Dibutuhkan 2.1. Fauna Permukaan dan Dalam Tanah Perangkat Barber (Perangkap Jebak) Kuadrat berukuran 30 x 30 cm Parang ataupun Penggali tanah

Jurnal.Gp.

Page 7

Green Biom

April 28, 2009

-

Alkohol 70% Larutan deterjen Botol sampling 2.2. Serangga - Jala Serangga (insect net) - Perangkap cahaya (light trap) atau lampu badai - Buku Panduan Lapangan Serangga - Botol pembunuh - Alkohol 70% - Eter - Botol sampling 2.3. Analisis Vegetasi - Tali raffia 1 Gulungan - Patok 4 buah - Parang - Kertas Koran secukupnya untuk pembuatan Herbarium. - Buku Identifikasi Tumbuhan (Latihan Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Fakta, Sutarno & Soedarsono (1997), Malayan Wild Flower Dicotyledon, Henderson (1959), Floraof Java Dr.C.G.G.J.Van Steenis (1987).

3. Analisis Data 3.1. Jenis Serangga Data serangga berupa keanekaragaman dan kelimpahan selanjutnya diolah untuk mendapatkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks dominansi, indeks kesamaan Bray-Curtis (Fachrul, 2007; Krebs, 1989) 3.2. Flora Data flora berupa keanekaragaman jenis, kerapatan/kepadatan, frekwensi dan dominansi/penutupan-covering/kerimbunan kemudian diolah untuk mendapatkan nilai relatifnya dan selanjutnya dipergunakan untuk mendapatkan Indeks Nilai Pentingnya (INP).

Jurnal.Gp.

Page 8

Green Biom

April 28, 2009

INP = KR + FR + DR (Fachrul, 2007; Indriyanto, 2006). Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi (D), Dominansi Relatif (DR), Frekwensi (F), Frekwensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Similaritas (IS), Indeks Keseragaman (E). Untuk analisis vegetasi pohon,nilai INP terdiri dari KR, FR dan DR. Selanjutnya untuk mengetahui apakah indeks keanekaragaman berbeda antar lokasi pengamatan, dilakukan uji beda indeks keanekaragaman menurut Magurran (1983).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kondisi Faktor Fisiko-kimia Tanah Dari pengukuran faktor fisiko-kimia tanah yang telah dilakukan pada ke lima stasion daerah yang paling banyak gangguan manusia adalah stasion V dan yang

Jurnal.Gp.

Page 9

Green Biom

April 28, 2009

relatif tidak mendapat gangguan atau paling alami adalah stasion II. Hasil pengukuran secara keseluruhan dan deskripsi ke lima stasiun tercantum pada tabel 1. Berikut ini : Tabel 1. KONDISI FAKTOR FISIKO-KIMIA TANAH PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DI TANGKAHAN SUMATERA UTARAN0 1 2 PLOT I II DESKRIPSI KEADAAN PLOT Tanah terbuka, sedikit KELEM BABAN(%) 85 87 SUHU C 26 260

pH 6,1 6,5

semak,basah, warna tanah hitam Semak, terdapat tumbuhan pakis, dan rambung, agak kering, tanah berwarna coklat Kebun rambung, agak

3

III

kering

87

26

6,8

berbatu/kerikil, banyak serasah 4 5 IV V dipermukaan tanah Kebun rambe dan karet, tanah gembur, banyak perakaran Ladang/ Huma dan telah 87 90 27 27 6,7 6,5

disemprot herbisida 1 minggu sebelumnya , tanah berbatu/kerikil RATA-RATA 87,2 26,4 6,52

3.2. Data Dan Analisis Data Fauna Dalam Tanah Dari penelitian yang dilakukan pada 5 sampel pengamatan cacing tanah di kawasan Tangkahan, ditemukan 32 ekor cacing tanah dengan deskripsi masingmasing plot sampel (Tabel 2.)

Tabel 2. DATA HASIL PENGAMATAN HEWAN TANAH (CACING TANAH ) PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DENGAN METODE SORTIR TANGAN KAWASAN TANGKAHAN- SUMATERA UTARA

Jurnal.Gp.

Page 10

Green Biom

April 28, 2009

N0

PLOT

DESKRIPSI KEADAAN PLOT

KELEMBA BAN(%)

SUHU0

pH

JUMLAH CACING

BERAT BASAH CACING 0,15 0,10

C 6,1 6,5

1 2

I II

Tanah

terbuka,

sedikit

85 87

26 26

8 6

semak,basah, warna tanah hitam Semak, terdapat tumbuhan pakis, dan rambung, agak kering, tanah berwarna coklat Kebun rambung, agak kering berbatu/kerikil, banyak serasah dipermukaan tanah Kebun rambe dan karet, tanah gembur, banyak perakaran Ladang/ Huma dan sebelumnya , telah tanah

3

III

87

26

6,8

9

0,17

4 5

IV V

87 90

27 27

6,7 6,5

5 4

0,05 0,05

disemprot herbisida 1 minggu berbatu/kerikil RATA-RATA JUMLAH TOTAL

87,2

26,4

6,52

6,4 32

0,11 0,52

Dari data diatas dapat kita lihat kepadatan cacing tanah yang paling tinggi pada plot III dimana tempatnya di Kebun rambung, agak kering berbatu/kerikil, banyak serasah dipermukaan tanah dan yang paling rendah adalah Plot V dimana tempatnya Ladang/ Huma dan telah disemprot herbisida 1 minggu sebelumnya , tanah berbatu/kerikil. Setelah diidentifikasi dan pengolahan data hasil menunjukkan bahwa di kawasan ekowisata Tangkahan terdapat Pheretima sp dengan kelimpahan 355,55/m3 individu. Fluktuasi semua kelompok hewan permukaan tanah dan hewan tanah berbeda nyata antar lokasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa cacing tanah (M. Suin ,1995) dapat digunakan sebagai alat untuk memantau dampak keharidan manusia dan aktivitasnya terutama penggunaan pestisida terhadap populasi hewan tanah tanah.

Mesofauna tanah adalah hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna

Jurnal.Gp.

Page 11

Green Biom

April 28, 2009

permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah. Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994). Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997). Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk. (1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui bahwa pada keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae). Pengelompokan fauna tanah di mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga

Jurnal.Gp.

Page 12

Green Biom

April 28, 2009

Vertebrata. Fauna tanah dikelompokkan kembali berdasarkan ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Menurut kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997). Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah. Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara : 1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, 2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, 3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, 4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas, 5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah. (Barnes, 1997).3.3.

Data Hasil Pengamatan Hewan Tanah Metode Pitfall-Trap Dari penelitian yang dilakukan pada 5 sampel stasiun pengamatan hewan

permukaan tanah secara pitfall-trap di kawasan Tangkahan, ditemukan 4 jenis hewan dengan jumlah seluruhnya 39 ekor dengan deskripsi masing-masing plot sampel seperti yang tercantum pada Tabel 3 dan 4 berikut ini :

Tabel 3. DATA DESKRIPSI PLOT DAN HASIL PENGAMATAN HEWAN PERMUKAAN TANAH PADA LIMA STASIUN DENGAN METODE PITFALL-TRAP DI KAWASAN TANGKAHAN- SUMATERA UTARAN0 SAMPEL/P DESKRIPSI KELEM SUHU (0C) pH JENIS/ JUML

Jurnal.Gp.

Page 13

Green Biom

April 28, 2009

LOT 1 I

KEADAAN PLOT Tanah terbuka, sedikit semak,basah, tanah hitam warna

BABAN(%) 85 26 6,1

TAKSON 1. Collembola 2.Bothoponera rufipes 3. Diacama scelpratum 4. Lobopelta ocellifera

AH 5 2 1 1 4 1 1 9 1 6 2 1 1 3 1 39

2

II

Semak, tumbuhan

terdapat pakis, dan

87

26

6,5

1.

Collembola 2.Bothoponera rufipes 3. Diacama scelpratum 4. Lobopelta ocellifera 1.Collembola 2.Bothoponera rufipes 3. Diacama scelpratum 4. Lobopelta ocellifera 1. Collembola 2.Bothoponera rufipes 3. Diacama scelpratum 4. Lobopelta ocellifera 1. Collembola 2.Bothoponera rufipes 3. Diacama scelpratum 4. Lobopelta ocellifera

rambung, agak kering, tanah berwarna coklat

3

III

Kebun rambung, agak kering banyak berbatu/kerikil, serasah

87

26

6,8

dipermukaan tanah

4

IV

Kebun rambe dan karet, tanah gembur, banyak perakaran

87

27

6,7

5

V

Ladang/ Huma dan telah disemprot minggu herbisida sebelumnya 1 ,

90

27

6,5

tanah berbatu/kerikil

JUMLAH

Tabel 4. TABEL KELIMPAHAN FAUNA PERMUKAAN TANAH/HARI PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DENGAN METODE PITFALL-TRAP DI KAWASAN TANGKAHAN- SUMATERA UTARAN0 1 TAKSON I Collembola 5 KELIMPAHAN II III IV 4 9 6 TOTAL V 3 27 X 5,40 % 69,23

Jurnal.Gp.

Page 14

Green Biom

April 28, 2009

2 3 4

Bothoponera rufipes Diacama scelpratum Lobopelta ocellifera JUMLAH H

2 1 1 9

1 1 6

1 10

2 1 1 10

1 4

7 2 3 39

1,40 0,40 0,60

17,95 5,13 7,69

Hasil ini menunjukkan Colembola memiliki prosentase tertinggi yakni 69,23 % dan paling tinggi di plot III dan frekwensi kehadirannya 100 % , Bothoponera rufipes kehadirannya juga 100 % dibandingkan dengan plot lainnya. Pada hal plot V diketahui merupakan kawasan perladangan yang seminggu sebelumnya telah disemprot dengan pestisida. Sesuai dengan penelitian M.Suin di tempat yang lain (Indarung, Padang) menunjukkan bahwa frekuensi kehadiran Collembola jenis Folsomia, Lepidocyrtus dan Homidia, Hymenoptera jenis Bothroponera, Carrdiocondvla dan Pheidole sp , Acarina famili Oribatellidae dan Perlohmanidae ternyata tidak berkorelasi dengan yang hidup di lokasi yang tercemar rendah dan di daerah yang terkontaminasi parah, tetapi Hymenoptera jenis Acarina famili Galumnidae, Orthoptera jenis Laxoblemus, Cyclopilum dan Myrmecophilinar tinggi dibandingkan dengan yang dari daerah kontrol. Dari indeks kesamaannya terlihat bahwa hewan permukaan tanah antar lokasi berbeda strukturnya. Urutan masingmasing kelompok hewan dalam tanah antar lokasi tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya. Frekuensi kehadiran Acarina famili Perlohmanidae dan Macrochellidae turun di lokasi yang terkontaminasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nooryanto (1987), yaitu mengenai Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Muda Tlogo, dengan menggunakan metode perangkap sumuran, Ordo Collembola merupakan fauna tanah yang menempati posisi tertinggi dibandingkan fauna tanah lainnya. Sedangkan pada penelitian ini jumlah Collembola yang diperoleh hanya 28 individu pada lahan berumput dan 9 individu pada lahan bervegetasi hutan. Hal ini diduga karena adanya perbedaan metode dalam pengambilan sampel tanah. Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan

Jurnal.Gp.

Page 15

Green Biom

April 28, 2009

pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar. Fluktuasi semua kelompok hewan permukaan tanah dan hewan tanah berbeda nyata antar lokasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Colembola dapat digunakan sebagai alat untuk memantau dampak keharidan manusia dan aktivitasnya terutama penggunaan pestisida terhadap populasi hewan tanah tanah.

3.4.

Data Hasil Pengamatan Hewan Malam Metode Perangkap Cahaya Dari penelitian yang dilakukan pada 5 sampel stasiun pengamatan hewan

nokturnal dengan metoda perangkap cahaya di kawasan Tangkahan, ditemukan 5 jenis atau takson hewan dengan jumlah seluruhnya 108 ekor dengan deskripsi masingmasing plot sampel seperti yang tercantum pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. TABEL FREKWENSI HASIL PENGAMATAN HEWAN NOKTURNAL PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DENGAN METODE PERANGKAP CAHAYA DI KAWASAN TANGKAHAN- SUMATERA UTARA

N0 1 2 3 4 5

TAKSON I

KELIMPAHAN II III IV 6 4 6 1 17 4 7 8 3 2 24 8 5 4 5 22

TOTAL V 4 2 4 7 17 32 21 23 18 14 108 X 6,40 4,20 4,60 3.60 2,80 % 30 19 21 17 13

Othoptera Lepidoptera Hymenoptera Homoptera DipteraJUMLAH H

10 3 5 4 628

Jurnal.Gp.

Page 16

Green Biom

April 28, 2009

Adapun jumlah taksa tertinggi pada kawasan

ini adalah dari

Othoptera

sebanyak 32 (30 %), sedangkan Lepidoptera sebanyak 21 (19%), Homoptera sebanyak 18 (17 %), Diptera 14 (13 %), Hymenpthera 23 (21 %). Keberadan jenis hewan pada suatu daerah tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan , iklim, faktor tanah dan kompetisi akan nutrisi pada hutan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, temperatur udara adalah 26,4oC. Kelembaban udara berkisar 87,2%, pH tanah berkisar 6,52 dan pada saat pemasangan perangkap setelah 2 jam hujan lebat, sehingga hasil yang diperoleh tidak representatif karena faktor gangguan alam. 3.5. Data Dan Analisis Data Flora Dari penelitian yang dilakukan pada 3 plot pengamatan di kawasan Tangkahan, ditemukan 4 jenis pohon yang termasuk ke dalam 3 Famili dengan jumlah individu sebanyak 20 pohon / 0.03 ha seperti yang tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. TABEL KEKAYAAN JENIS VEGETASI POHON DI TANGKAHAN-SUMATERA UTARA No. Keliling Diameter Plot No. Famili Spesies Label (cm) (cm) Aleurites I 1 2 3 4 5 6 7 8 II 9 Klp01 Klp01 Klp01 Klp01 Klp02 Klp02 Klp03 Klp04 Klp01 Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Bombacaceae Euphorbiaceae moluccana Aleurites moluccana Aleurites moluccana Aleurites moluccana Eugenia Sp Eugenia Sp Havea brasiliensis Durio Sp Aleurites moluccana 105 150 136 141 28 40 38 112 165 33,349 47.770 43,312 44.904 8,917 12,738 12,101 35,668 52,548

3.5.1. Kekayaan Jenis Pohon

Jurnal.Gp.

Page 17

Green Biom

April 28, 2009

Aleurites 10 11 12 13 14 III 15 16 17 18 19 20 Klp01 Klp01 Klp03 Klp02 Klp04 Klp01 Klp01 Klp02 Klp03 Klp04 Klp04 Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Bombacaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Bombacaceae Bombacaceae moluccana Aleurites moluccana Havea brasiliensis Euienia Sp Durio Sp Aleurites moluccana Aleurites moluccana Eugenia Sp Havea brasiliensis Durio Sp Durio Sp 128 144 138 28 184 136 134 130 40 140 127 40,764 45,860 43,949 8,917 58,599 43,312 42,675 41,401 12,738 44,586 40,446

Dari tabel 6 terlihat bahwa kawasan Tangkahan memiliki jumlah jenis pohon yang rendah, bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan diantaranya : Susilo (2004) pada kawasan yang sama dengan lokasi berlainan yang melaporkan di kawasan hutan Tangkahan, Stasiun Resort Tangkahan Sub seksi Langkat Sikundur Taman Nasional Leuser, ditemukan 159 jenis pohon yang termasuk dalam 35 famili dengan jumlah individu sebanyak 437 individu/ha. Tarigan (2000), ,yang melaporkan di kawasan hutan Sinabung ditemukan 93 jenis pohon yang termasuk kedalam 33 famili dengan dengan jumlah individu 276/0.6 ha; Sagala (1997),yang melaporkan di kawasan hutan Leuser Bukit Barisan ditemukan 46 jenis pohon yang termasuk dalam 30 famili dengan jumlah individu sebanyak 591/ha ; Silalahi (1995) yang melaporkan di kawasan Lae Ordi kabupaten Dairi ditemukan 32 jenis pohon dengan jumlah individu 163/ha. Tabel 7 TABEL FREKUENSI VEGETASI POHON DI TANGKAHAN-SUMATERA UTARA Famili Spesies Plot Jumla I II III h Euphorbiaceae Aleurites 4 3 2 9

No. 1

No. Label Klp01

X 3,0

% 45

Jurnal.Gp.

Page 18

Green Biom

April 28, 2009

moluccana 2 3 Klp02 Klp03 Myrtaceae Euphorbiaceae Havea brasiliensi 4 Klp04 Bombacaceae Jumlah s Durio Sp 1 8 1 6 2 5 4 20 2 1 2 1 2 1 4 3

0 1.3 3 1,0 0 1,3 3

20 15

20

Adapun jumlah jenis pohon tertinggi pada hutan ini adalah dari Aleurites moluccana sebanyak 9 pohon (45 %), sedangkan Havea brasiliensis sebanyak 4 pohon (20%), Myrtaceae sebanyak 4 pohon (20 %) Durio Sp pohon (20 %). Keberadan jenis tumbuhan pada suatu daerah tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan , iklim, faktor tanah dan kompetisi akan nutrisi yang sedikit pada hutan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, temperatur udara adalah 26,4 oC.Kelembaban udara berkisar 87,2 %, pH tanah berkisar 6,52. 3.5.2. Struktur Vegetasi Pohon Salah satu indikator dalam menelaah struktur hutan sering digunakan data ukuran pohon yang meliputi lingkar ataupun diameter batang dan Luas bidang dasar dari masing-masing famili yang terdapat pada 0.12 ha lokasi pengamatan. Tabel 8. TABEL KELILING DAN DIAMETER BATANG SERTA LUAS BIDANG DASAR POHON No. Keliling Diameter Famili Spesies Label (cm) (cm) Aleurites Klpo1 Klpo2 Klp03 Klpo4 Euphorbiaceae moluccana Myrtaceae Eugenia Sp Havea Euphorbiaceae brasiliensis Durio Bombacaceae zibethinus 1239 336 106 564 394,586 107,006 33,759 179,618

No.

LBD (m2) 12,222 0,889 0,090 2,536

1 2 3 4

Jurnal.Gp.

Page 19

Green Biom

April 28, 2009

Dari tabel terlihat bahwa family Euphorbiaceae memiliki luas bidang dasar terbesar yaitu 12,222 m2 .Nilai ini sangat tinggi dan mencolok jika dibandingkan dengan Famili lainnya seperti .Bombacaceae 2,536 m2, Myrtaceae sebesar 0,889 m2 dan 0,090 m2. 3.5.3. Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting itu pada tingkatan pohon didapat dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).Dari hasil analisis data diperoleh INP tertinggi adalah Aleurites moluccana sebesar 147,664 (lihat tabel 9.) Tabel 9 . INDEKS NILAI PENTING DARI SETIAP POHONNo. Famili Spesies Aleurites 1 2 Euphorbiaceae Myrtaceae moluccana Eugenia Sp Havea 3 Euphorbiaceae brasiliensis Durio 4 Bombacaceae zibethinus Jumlah 564 179,618 2,536 106 33,759 0,090 99,999 133,32 0 666,60 0 20,000 100,00 0 15,000 1239 336 394,586 107,006 12,222 0,889 Keliling (cm) Diameter (cm) LBD (m) K (ha) 299,97 0 133,32 0 45,000 20,000 KR (%) F 1,00 0 1,00 0 1,00 0 1,00 0 4,00 0 25,000 100,00 0 84,533 524,56 6 16,115 61,115 299,499 25,000 3,000 0,071 40,071 25,000 25,000 FR (%) D (ha) 407,40 0 29,633 77,664 5,649 147,664 50,649 DR (%) INP

Tingginya nilai ini menunjukkan banyaknya jenis tersebut di Tangkahan. Jenisjenis tersebut dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan pada ketinggian tersebut. Namun dari hasil pengamatan hal ini juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia karena kawasan yang diteliti merupakan pinggiran hutan dan sudah terdapat pertanian tradisional. Terbukti dari hasil pengamatan pohon yang ditemukan 75 % adalah jenis budidaya perkebunan masyarakat setempat. Nilai Kerapatan Relatif tertinggi adalah Aleurites moluccana sebesar 45 %. Nilai Frekuensi Relatif (FR) semuanya sama . Hal ini terjadi karena kawasan yang menjadi objek penelitian sudah mendapat pengaruh dari manusia dimana pohon yang tidak menghasilkan secara ekonomis ditebang dan sebaliknya.Keempat jenis pohon ini

Jurnal.Gp.

Page 20

Green Biom

April 28, 2009

umumnya berguna bagi masyarakat setempat.

Nilai Dominansi Relatif tertinggi

adalah Aleurites moluccana sebesar 77,664 %, menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan di dalam komunitas (Indriyanto,2006). Dari data di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa lokasi pengamatan didominasi oleh Aleurites moluccana. Menurut Odum (1971), jenis yang dominant mempunyai produktivitas yang besar , dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya. 3.5.4. Indeks Keanekaragaman (H) Dari hasil analisis data diperoleh Indeks Keanekaragaman sebesar 0.956. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori rendah Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. DAFTAR PUSTAKA Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal. Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588 p. Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan Pelajaran Serangga. Damanik, J. S.,J.Anwar.,N.Hisyam.,A. Whitten,1992.Ekologi Ekosistem Sumatera., Yogyakarta : Gajahmada University Press.hlm 417-443. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Propinsi Sumatera Utara Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara I. 2001. Draft Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Hal : 1-11. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1083 hal. Ewusie, J. Y.1990.Ekologi Tropika.Bandung:Penerbit ITB.hlm.273-278. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung. 369 hal. Indriyanto,Ir. 2006..Ekologi Hutan.Jakarta : PT Bumi Aksara .hlm .165-170. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),2003.Laporan Eksplorasi Flora

Jurnal.Gp.

Page 21

Green Biom

April 28, 2009

Nusantara, Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan taman Wisata Alam Lau Debuk-debuk kabupaten Karot Sumatera Utara. Magurran, A. E. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. London. 179 p. Manurung,B. 1996. Keragaman ddan Kemelimpahan Fauna Tanah di Hutan Wisata Alam Sibolangit Sumatera Utara. FPMIPA IIKP-HEDS Project / USAID, Medan Mercianto, Y., Yayuk R. Ludwig J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and Computing. John Wiley and Sons Inc. new York. 337 p. S. dan Dedy D. 1997. Perbandingan Populasi Serangga Tanah pada Tiga Keanekaragaman Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Jakarta. Depok. Hal : 86-89. Nooryanto. 1987. Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Tlogo Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang JawaTengah. Skripsi Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. 54 hal. Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizophora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hal. Suhardjono, Y. R., Pudji A. dan Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta. Depok. Hal : 290-293. Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah : Artinya Bagi Tanah Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 26 Juni 1997. Hal : 10. Suhardjono, Y. R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding Seminar Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Lampung dan Universitas Lampung. Lampung. Hal : 283. Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok. Hal : 3. Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.

Jurnal.Gp.

Page 22

Green Biom

April 28, 2009

Tarumingkeng, R. C. 2000. Serangga dan Lingkungan. www.tumoutou.net/serangga. 20 Juni 2004. Hal : 1-5.

Jurnal.Gp.

Page 23