JURNAL Demografi Miftachul Ulum-Hadi Setiawan
-
Upload
hadi-setiawan -
Category
Documents
-
view
93 -
download
0
Transcript of JURNAL Demografi Miftachul Ulum-Hadi Setiawan
1
Pengaruh Upah Minimum Regional Terhadap Kemiskinan di Provinsi Banten
Tahun 2010-2011
Hadi Setiawan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Miftachul Ulum Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembimbing
Tony S Chendrawan, ST., SE., M.Si
Abstract
Poverty is formed as a result of unemployment. Unemployment created one due to changes in the
minimum wage that makes the firm fired workers. Changes in the minimum wage affect poverty.
This paper uses panel data with a data pool method. The purpose of this paper is to see how big
the effect of minimum wages on poverty in Banten province in 2010-2011. From the results of
regression, the minimum wage significant effect on poverty of 54.7%..
Keyword: Poverty, minimum wage
Pendahuluan
Akhir-akhir ini sering sekali terjadi
demonstrasi dari para buruh yang
menyuarakan tuntutannya agar pemerintah
menetapkan kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR). Hampir disetiap daerah
terjadi demostrasi, tidak ketinggalan para
buruh yang berada di provinsi banten. Hal
ini dipicu dari ketidakpuasan para buruh
akan upah minimum yang ditetapkan
pemerintah daerah. Para buruh merasa upah
yang mereka terima terlalu kecil. Ini
diperparah dengan inflasi yang terjadi yang
menyebabkan harga barang pokok
melambung tinggi, sedangkan upah yang
diterima para buruh tetap. Dengan upah
yang kecil para buruh dipaksa agar dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya yang kian
berat, ditambah dengan beban keluarga.
Upah Minimum Regional adalah
suatu standar minimum yang digunakan oleh
para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pegawai, karyawa
n atau buruh di dalam lingkungan usaha atau
kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang
Upah Minimum(Wikipedia). UMR tiap
daerah atau provinsi di Indonesia berbeda-
beda besarannya. Ini disebabkan karena
biaya hidup atar daerah tersebut berbeda
pula. UMR suuatu daerah ditetapkan
berdasarkan komponen-komponen untuk
kehidupan hidup layak, yang kemudian
dikalkukasikan guna memperoleh besaran
yang pantas untuk dibayarkan kepada para
pekerja.
Kembali ke fenomena tuntutan
buruh terhadap kenaikan UMR. Pemerintah
yang dalam hal ini pemerintah daerah
sebenarnya dalam menyelesaikan persoalan
ini bagaikan makan buah simalakama,
2
dimana apabila pemerintah menuruti apa
yang diminta para buruh, maka akan ada
masalah baru lain yang timbul yaitu
keberatan dan ketidakmampuan dari para
pengusaha untuk membayarkan upah para
buruh. Hal pertama yang paling ditakutkan
oleh pemerintah adalah para investor atau
pengusaha akan melakukan PHK
(pemutusan hubungan kerja) besar-besaran
guna terjadinya keseimbangan atara
pengeluaran dan pendapatan perusahaanya
dalam hal ini perusahaan tetap mendapatkan
keuntungan. Yang kedua adalah para
investor menarik investasinya di Indonesia
dan memindahkan pabrinya ke negara lain
karena menganggap pemerintah tidak
memperhatikan kelanjutan usaha mereka
dan cost yang terlalu besar bila usaha tetap
dijalankan di indonesia.
Dari kedua hal diatas masalah PHK
yang disebabkan dari penetapan kenaikan
UMR akan menyebabkan permasalahan
lanjutan yaitu meningkatnya pengangguran
di Indonesia. Banyaknya pengangguran akan
menyebabkan masalah baru lainnya yaitu
meningkatnya kemiskinan. Masalah
kemiskinan merupakan fenomena yang tidak
dapat hilang dari kehidupan manusia di
muka bumi, di seluruh negara pada umunya
dan di Indonesia pda khusnya. Kemiskinan
seolah menjadi persoalan yang tidak dapat
dicari jalan keluarnya. Ini seperti sudah
menjadi takdir yang tidak bisa dirubah lagi.
Lanjut kita bahas masalah UMR,
PHK, Pengangguran dan Kemiskinan.
Disatu sisi sebenarnya kenaikan UMR yang
ditetapkan pemerintah diharapkan dapat
menaikan taraf hidup para buruh sehingga
kemiskinan diharapkan dapat berkurang.
Melihat fenomena yang telah kami jabarkan
diatas maka kami mencoba untuk meneliti
pengaruh besaran UMR (Upah Minimum
Regional) provinsi banten terhadap
persentase kemiskinan di banten periode
tahun 2010-2011.
Kerangka Teoritis
1. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan
, pakaian , tempat berlindung, pendidikan,
dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh
kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara
subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan,dll.
-Karekteristik atau Ciri-ciri Penduduk
Miskin
Emil Salim (1976) mengemukakan lima
karakteristik kemiskinan, kelima
karakteristik kemiskinan tersebut adalah :
Penduduk miskin pada umumnya
tidak memiliki faktor produksi
sendiri.
Tidak mempunyai kemungkinan
untuk memperoleh aset produksi
dengan kekuatan sendiri.
Tingkat pendidikan pada umumnya
sendiri.
Banyak diantara mereka tidak
mempunyai fasilitas.
Diantara mereka berusaha relatif
muda dan tidak mempunyai
keterampilan atau pendidikan yang
memadai.
Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu
:
Rata-rata tidak mempunyai faktor
produksi sendiri seperti tanah,
modal, peralatan kerja dan
keterampilan.
Mempunyai tingkat pendidikan
yang rendah.
3
Kebanyakan bekerja atau berusaha
sendiri dan bersifat usaha kecil
(sektor informal), setengah
menganggur atau menganggur
(tidak bekerja).
Kebanyakan berada di pedesaan
atau daerah tertentu perkotaan (slum
area).
Kurangnya kesempatan untuk
memperoleh (dalam jumlah yang
cukup), bahan kebutuhan pokok,
pakaian, perumahan, fasilitas
kesehatan sosial lainnya.
Kelompok penduduk miskin yang
berada pada masyarakat pedesaan dan
perkotaan, pada umumnya dapat
digolongkan pada buruh tani, petani gurem,
pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil,
buruh, pedagang kaki lima, pedagang
asongan, pemulung, gelandangan, pengemis,
dan pengangguran.
Teori Kemiskinan
Pada dasarnya, kemiskinan
merupakan persoalan klasik yang telah ada
sejak umat manusia ada. Kemiskinan
merupakan persoalan kompleks, berwajah
banyak, dan tampaknya akan terus menjadi
persoalan aktual dari masa ke masa.
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan
suatu rumusan ataupun formula penanganan
kemiskinan yang dianggap paling
berdayaguna, signifikan, dan relevan,
pengkajian konsep dan strategi penanganan
kemiskinan harus terus menerus diupayakan.
Pengupayaan tersebut tentu sangat berarti
hingga kemiskinan tidak lagi menjadi
masalah dalam kehidupan manusia.
Seperti diketahui, terdapat banyak teori dan
pendekatan dalam memahami kemiskinan.
Namun jika disederhanakan, setidaknya
dalam untuk keperluan penelitian ini, maka
terdapat dua paradigma atau teori besar
(grand theory) mengenai kemiskinan: yakni
paradigma neo-liberal dan sosial demokrat.
Kedua paradigama tersebut pertama yang
memandang kemiskinan dari kacamata
struktural, dan yang kedua secara individual.
Pandangan ini kemudian menjadi basis
dalam menganalisis kemiskinan ataupun
dalam merumuskan kebijakan dan program-
program yang berusaha mengatasi
kemiskinan.
a. Teori Neo-Liberal; Shannon,
Spicker, Cheyne, O‟Brien dan Belgrave
mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
persoalan individu yang bersangkutan.
Kemiskinan akan hilang jika pertumbuhan
ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Ini
berarti strategi penanggulangan kemiskinan
bersifat “residual” sementara, yang
melibatkan keluarga, kelompok swadaya
atau lembaga keagamaan. Negara akan turut
campur ketika lembaga-lembaga di atas
tidak lagi mampu menjalankan tugasnya.
b. Teori Demokrasi Sosial; Teori ini
memandang bahwa kemiskinan bukanlah
persoalan individu, melainkan struktural.
Kemiskinan disebabkan oleh adanya
ketidakadilan dan ketimpangan dalam
masyarakat akibat tersumbatnya akses
kelompok kepada sumber-sumber
kemasyarakatan. Teori Demokrasi Sosial
menekankan pentingnya manajemen dan
pendanaan negara dalam pemberian
pelayanan sosial dasar (pendidikan,
kesehatan, perumahan, dan jaminan sosial)
bagi seluruh warga negara. Karena
meskipun teori ini tidak anti sistem ekonomi
kapitalis, namun merasa perlu ada sistem
negara yang mengupayakan kesejahteraan
bagi rakyatnya.
c. Teori Marjinal
Teori Marjinal berasumsi bahwa
kemiskinan di perkotaan terjadi
dikarenakan adanya „kebudayaan
kemiskinan‟ (culture of poverty) yang
tersosialisasi di kalangan masyarakat atau
komunitas tertentu.
Oscar Lewis (1966) adalah tokoh dari aliran
teori Marjinal, konsepnya yang terkenal
adalah Culture of Poverty . Menurut Lewis,
masyarakat di Dunia Ketiga menjadi miskin
karena adanya Culture of Poverty
(Kebudayaan Kemiskinan) , dengan
karakter:
4
Apatis, menyerah pada nasib
Sistem-sistem keluarga yang tidak
mantap
Kurang pendidikan
Kurang ambisi untuk membangun masa
depan
Kejahatan dan kekerasan merupakan hal
yang lumrah
Ada 2 (dua) pendekatan pererencanaan yang
bersumber dari pandangan Teori Marjinal:
Prakarsa harus datang dari luar
komunitas.
Perencanaan harus berfokus pada
perubahan nilai, karena akar masalah
ada pada nilai.
d. Teori Development
Teori Developmental (bercorak
pembangunan) muncul dari teori-teori
pembangunan terutama neo liberal. Teori
ini mencari akar masalah kemiskinan pada
persoalan ekonomi dan masyarakat sebagai
satu kesatuan . Ada 3 (tiga asumsi dasar dari
teori ini:
Negara menjadi miskin karena ketiadaan
atribut industrialisasi, modal,
kemampuan menajerial, dan prasarana
yg di perlukan untuk peningkatan
ekonomi .
Pertumbuhan ekonomi adalah kriteria
utama pembangunan yang dianggap
dapat mengatasi masalah-masalah
ketimpangan.
Kemiskinan akan hilang dengan sendiri
bila pasar diperluas sebesar-besaranya
dan pertumbuhan ekonomi dipacu
setinggi-tingginya.
e. Teori Struktural
Tepri ini didasari oleh pemikiran yang
berasal dari Teori Dependency (Teori
Ketergantungan) yang diperkenalkan oleh
Andre Gunder Frank (1967) “Capitalism and
the Underdevelopment in Latin America”,
dan juga oleh Teothonio Dos Santos, dan
Samir.
Teori Struktural berasumsi bahwa
kemiskinan dikota-kota Dunia Ketiga terjadi
bukan karena persoalan budaya, dan juga
bukan bukan persoalan pembangunan
ekonomi, melainkan persoalan struktural,
yang hanya dapat dijelaskan dalam
konstelasi politik-ekonomi Dunia.
2. Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional adalah
suatu standar minimum yang digunakan oleh
para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pegawai,
karyawan atau buruh di dalam lingkungan
usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur
pengupahan melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29
Mei 1989 tentang Upah Minimum.
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun
melalui proses yang panjang. Mula-mula
Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang
terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan
pengusaha mengadakan rapat, membentuk
tim survei dan turun ke lapangan mencari
tahu harga sejumlah kebutuhan yang
dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan
buruh. Setelah survei di sejumlah kota
dalam propinsi tersebut yang dianggap
representatif, diperoleh angka Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) - dulu disebut
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah
minimum regional (UMR) kepada Gubernur
untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup
layak digunakan sebagai dasar penentuan
upah minimum.
Pemberian upah kepada tenaga kerja
dalam suatu kegiatan produksi pada
dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari
para produsen kepada tenaga kerja atas
prestasinya yang telah disumbangkan dalam
kegiatan produksi.
Upah tenaga kerja yang diberikan
tergantung pada:
o Biaya keperluan hidup minimum
pekerja dan keluarganya.
o Peraturan undang-undang yang
mengikat tentang upah minimum
pekerja
o Produktivitas marginal tenaga kerja.
5
o Tekanan yang dapat diberikan oleh
serikat buruh dan serikat pengusaha.
o Perbedaan jenis pekerjaan.
Upah yang diberikan oleh para
pengusaha secara teoritis dianggap sebagai
harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja
untuk kepentingan produksi. Sehubungan
dengan hal itu maka upah yang diterima
pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:
o Upah Nominal, yaitu sejumlah upah
yang dinyatakan dalam bentuk uang
yang diterima secara rutin oleh para
pekerja.
o Upah Riil , adalah kemampuan upah
nominal yang diterima oleh
para pekerja jika ditukarkan dengan
barang dan jasa, yang diukur
berdasarkan banyaknya barang dan
jasa yang bisa didapatkan dari
pertukaran tersebut.
Untuk mendapatkan gambaran yang
jelas dalam hal upah dan pembentukan harga
upah tenaga kerja, berikut akan
dikemukakan beberapa teori yang
menerangkan tentang latar belakang
terbentuknya harga upah tenaga kerja.
- Teori Upah Wajar (alami) dari David
Ricardo
Teori ini menerangkan:
o Upah menurut kodrat adalah upah
yang cukup untuk pemeliharaan
hidup pekerja dengan keluarganya.
o Di pasar akan terdapat upah
menurut harga pasar adalah upah
yang terjadi di pasar dan ditentukan
oleh permintaan dan penawaran.
Upah harga pasar akan berubah di
sekitar upah menurut kodrat. Oleh
ahli-ahli ekonomi modern, upah
kodrat dijadikan batas minimum
dari upah kerja.
- Teori Upah Besi
Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand
Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat
menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh,
karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam
posisi yang sulit untuk menembus kebijakan
upah yang telah ditetapkan oleh para
produsen. Berhubungan dengan kondisi
tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah
“Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle
menganjurkan untuk menghadapi kebijakan
para produsen terhadap upah agar dibentuk
serikat pekerja.
- Teori Dana Upah
Teori upah ini dikemukakan oleh John
Stuart Mill. Menurut teori ini tinggi upah
tergantung kepada permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Sedangkan
penawaran tenaga kerja tergantung pada
jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang
disediakan perusahaan untuk pembayaran
upah. Peningkatan jumlah penduduk akan
mendorong tingkat upah yang cenderung
turun, karena tidak sebanding antara jumlah
tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.
- Teori Upah Etika
Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki
idealis masyarakat yang ideal) tindakan para
pengusaha yang memberikan upah hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan
minimum, merupakan suatu tindakan yang
tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para
pengusaha selain dapat memberikan upah
yang layak kepada pekerja dan keluarganya,
juga harus memberikan tunjangan keluarga.
Pendapatan adalah nilai maksimal yang
dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam
suatu periode dengan mengharapkan
keadaan yang sama pada akhir periode
seperti keadaan semula, pendapatan
merupakanbalas jasa yang diberikan kepada
pekerja atau buruh yang punya majikan tapi
tidak tetap.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Upah minimum regional tidak
berpengaruh signifikan terhadap
Kemiskinan.
2. Upah minimum regional
berpengaruh signifikan terhadap
Kemiskinan
6
Upah
Minimum
Regional
Kemiskinan
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran, dijelaskan
bahwa dalam penelitian ini, Kemiskinan
dipengaruhi oleh faktor kemiskinan.
Pembahasan
Secara umum gambaran kondisi
kemiskinan di suatu wilayah menjadi sebuah
tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam
usaha menyejahterakan masyarakat.
Permasalahan kemiskinan tidak bisa
dilepaskan dengan kependudukan . Dalam
hal ini, jika kemiskinan di suatu wilayah
terlihat sedikit jumlahnya dapat dikatakan
tingkat kesejahteraannya baik. Permasalahan
kemiskinan telah menjadi ranah pemerintah
untuk menatanya.
Di Provinsi Banten menurut data
yang didapat dari BPS Provinsi Banten
menunjukkan angka yang baik dalam
presentase penduduk miskin. Data
presentase penduduk miskin tahun 2010-
2011 di 8 kabupaten/kota yang ada di
wilayah Banten menunjukkan angka rata-
rata 6,51%. Dalam data tersebut angka
presentase penduduk miskin terbesar adalah
di Pandeglang pada tahun 2010 dengan
11,4%, dan yang terkecil Tangerang Selatan
pada tahun 2011 dengan 1,5%. Berikut
tabel presentase penduduk miskin di Banten.
Su
mber: BPS Provinsi Banten
Berdasarkan data tersebut tercermin
bahwa presentase penduduk miskin di
Banten tergolong kecil. Namun hal ini tidak
serta merta dijadikan potret sebenarnya di
lapangan.
Dalam teori development yang
telah dijelaskan sebelumnya dijelaskan
bahwa salah satu asumsi terjadinya
kemiskinan adalah karena Negara menjadi
miskin karena ketiadaan atribut
industrialisasi, modal, kemampuan
menajerial, dan prasarana yg di perlukan
untuk peningkatan ekonomi. Dalam hal ini,
dapat kita soroti bahwa kemampuan Negara
untuk menyokong peningkatan ekonomi
melalui sektor industri.
Jika lebih mengerucut dapat
dikatakan sebagai negara yang memiliki
sumber daya manusia yang melimpah
seperti Indonesia, ada baiknya peningkatan
Kab/Kota Tahun
presentase
penduduk
miskin
(%)
Pandeglang 2010 11.4
2011 9.8
Lebak 2010 10.38
2011 9.2
Kab.Tangerang 2010 7.18
2011 6.42
Serang 2010 6.34
2011 5.63
Kota Tangerang 2010 6.88
2011 6.14
Cilegon 2010 4.46
2011 3.98
Kota Serang 2010 7.03
2011 6.25
Tangerang
Selatan 2010 1.67
2011 1.5
Rata-Rata 6.51625
7
ekonomi masyarakat tercipta dengan
pengembangan sektor industri. Itulah yang
menjadi peluang sumber daya manusia di
negeri ini untuk keluar dari jeratan
kemiskinan dengan menjadi tenaga kerja di
sektor industri.
Di Banten sendiri telah menjadi
salah satu wilayah potensial industri dimana
didalamnya terdapat beberapa wilayah
industri dengan skala besar. Di wilayah ini
juga bercokol perusahaan besar yang
mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Contohnya Krakatau Steel di Cilegon dan
Nike di Tangerang dan masih banyak
lainnya. 2 contoh pabrik besar dengan merk
yang tersohor itu menjadi cerminan Banten
memiliki kemampuan untuk menyerap
banyak tenaga kerja di wilayahnya guna
mengurangi angka kemiskinan
masyarakatnya.
Akan tetapi hal ironis yang terjadi
belakangan seperti yang telah dibahas
sebelumnya dimana gerakan buruh yang
meminta untuk kenaikan upah minimum
regional sehingga memaksa perusahaan
yang tidak mampu untuk membayar upah
melakukan pengurangan tenaga kerja
sebagai bentuk menghindari kerugian. Hal
tersebut secara langsung menjadikan tingkat
kemiskinan bertambah akibat bertambahnya
jumlah pengangguran. Padahal berdasarkan
teori upah yang telah dijelaskan sebelumnya
seharusnya hal tersebut dapat dihindari.
Menurut teori dana upah
dikemukakan oleh John Stuart Mill
dijelaskan bahwa sebenarnya tinggi upah
tergantung kepada permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Sedangkan
penawaran tenaga kerja tergantung pada
jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang
disediakan perusahaan untuk pembayaran
upah. Peningkatan jumlah penduduk akan
mendorong tingkat upah yang cenderung
turun, karena tidak sebanding antara jumlah
tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.
Dalam teori ini menekankan penentuan upah
tidak terlepas dari kemampuan perusahaan
untuk menyediakan upah untuk tenaga
kerjanya. Terlebih jika menurut teori ini
faktor kependudukan yaitu peningkatan
jumlah penduduk justru mengakibatkan
tingkat upah yang turun. Cerminan dari teori
ini yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
Namun apa yang terjadi adalah para buruh
hanya berpikir dari sudut pandang tuntutan
kebutuhan layak mereka. Dalam teori upah
alami yang dikemukakan David Ricardo
disebutkan juga bahwa upah yang diterima
sebatas kebutuhan pemeliharaan hidup
pekerjanya dan juga lagi-lagi teori ini
menekankan upah diberikan sesuai
permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Jika melihat keadaan di Provinsi
Banten, kondisinya tidak jauh berbeda
dengan wilayah lain di Indonesia yang
menuntut kenaikan upah tiap tahunnya.
Berikut tabel UMR Provinsi Banten tahun
2010-2011.
Kab/Kota Tahun UMR
Pandeglang 2010 964.500
2011 1.015.000
Lebak 2010 959.500
2011 1.007.500
Kab.Tangerang 2010 1.117.245
2011 1.285.000
Serang 2010 1.101.000
2011 1.189.000
Kota
Tangerang 2010 1.118.009
2011 1.290.000
Cilegon 2010 1.174.000
2011 1.224.000
Kota Serang 2010 1.050.000
2011 1.156.000
Tangerang
Selatan 2010 1.117.245
2011 1.290.000
Rata-Rata 1.128.624
Sumber: BPS Provinsi Banten
Secara gamblang dapat dilihat
bahwa di seluruh wilayah Banten terjadi
kenaikan UMR dari tahun sebelumnya. Hal
yang terjadi adalah para investor yang
8
perlahan mulai berpikiran untuk hengkang
dari wilayah ini. Setelah mereka telah
berusaha menyelamatkan kestabilan
keuangan mereka dengan memangkas cost
dari PHK tenaga kerja justru memaksa
pergerakan buruh lain untuk menentang
kebijakan ini. Kondisi yang terjadi adalah
sering terjadinya demo untuk menuntut
kenaikan upah dan penghapusan PHK justru
membuat produktivitas perusahaan yang
menurun dan mengakibatkan kerugian yang
besar. Hal itulah yang memaksa mereka
mencabut investasinya dan memaksa tenaga
kerja untuk menjadi pengangguran yang
selanjutnya akan menambah angka
kemiskinan.
Analisis Hasil
Data yang digunakan ini adalah data
panel dengan metode pool. Hasil analisis
dengan menggunakan Eviews7 sebagai
berikut:
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/20/13 Time: 12:54 Sample: 2010 2011
Included observations: 2
Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 16
Variable Coefficien
t Std. Error t-Statistic Prob.
C 27.70196 5.193785 5.333674 0.0001
UMR? -1.88E-05 4.58E-06 -4.097274 0.0011
R-squared 0.545272 Mean dependent var 6.516250
Adjusted R-squared 0.512792 S.D. dependent var 2.804161
S.E. of regression 1.957313 Akaike info criterion 4.297491 Sum squared resid 53.63503 Schwarz criterion 4.394064
Log likelihood -32.37993 Hannan-Quinn criter. 4.302436
F-statistic 16.78766 Durbin-Watson stat 0.808955 Prob(F-statistic) 0.001088
Dari
output
Dari output diatas dapat dilihat nilai
R-squared sebesar 54,5% yang berarti model
tersebut dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 54,5%. Dari output
diatas dapat dilihat nilai probabilitas sebesar
0,0011 (<0,005) yang model tersebut
signifikan dan terdapat pengaruh yang
signifikan antara independen dan dependen.
Dengan kata lain UMR berpengaruh
signifikan terhadap kemiskinan.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan dan
analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, .
pengaruh upah minimum regional terhadap
kemiskinan di Provinsi Banten tahun 2010-
2011 dapat dijelaskan sebesar 54,7%. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa upah minimum
regional berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan.
Setelah melihat pembahasan dan
analisis tersebut, penulis menyarankan
kepada pemerintah sebagai pemegang
kebijakan untuk memperhatikan dan
mengontrol setiap perubahan upah minimum
regional dikarenakan setiap perubahan yang
terjadi pada sisi upah minimum regional
akan berpengaruh pada kemiskinan di
Provinsi Banten.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten.
Indikator Penduduk. 2010-2011
BPS Provinsi Banten, Banten.
Mankiw, G. 2000. Teori
Makroekonomi. Edisi Keempat.
Erlangga: Jakarta.
Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Kedelapan. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989
tentang Upah Minimum.
Salim, Emil. 1976. Masalah
Pembangunan Ekonomi
Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta
Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi
Teori Pengantar. PT Raja
Grafindo Persada: Jakarta.