Jurnal Citra - Evaluation Masses Breast With Mammography and Sonography as First Line Investigation

25
Evaluasi dari Massa Payudara dengan Menggunakan Mammography dan Sonography sebagai Pemeriksaan Lini Pertama Kishor Taori, Suresh Dhakate, Jawahar Rathod, Anand Hatgaonkar, Amit Disawal, Prasad Wavare, Vishal Bakare, Rakhi P. Puria Department of Radiodiagnosis, Government Medical College, Nagpur, India Email: [email protected] Diterima pada 1 Februari 2013; direvisi 5 Maret 2013; disahkan pada 14 Maret 2013 ABSTRAK Tujuan : Untuk meneliti tingkat spesifisitas dari mammography dan ultrasonography secara terpisah dan kombinasi untuk deteksi dari massa payudara (gabungan pemeriksaan ultrasonography-mammography); Untuk meneliti pemeriksaan yang bertujuan untuk evaluasi berbagai massa payudara; untuk menjelaskan indikasi pemeriksaan yang cocok, keuntungan dan keterbatasan dari setiap teknik yang akan dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan lainnya; untuk meneliti kondisi yang menyerupai massa payudara; untuk melihat pemantauan hisotpatologi dan retrospektif dengan temuan radiologis dan meningkatkan kemampuan diagnosis pada serial kasus dari 166 pasien yang mengeluhkan adanya massa pada payudaranya. Bahan : Penelitian klinis prospektif ini dilakukan di bagian Radiodiagnosis selama periode 2 tahun, dimualai dari Desember 2010 hingga Desember 2012, pada pasien wanita yang mengeluhkan adanya benjolan pada payudara. Informed consent diambil untuk setiap pasien. Pemantauan histopatologi diambil dari biopsi ataupun jaringan post-operatif. Meisn USG: Philips HD 11XE USG

description

Bagi yang membutuhkan translate jurnal, silahkan hub kontak bb 79FF121C, email [email protected]

Transcript of Jurnal Citra - Evaluation Masses Breast With Mammography and Sonography as First Line Investigation

Evaluasi dari Massa Payudara dengan Menggunakan Mammography dan Sonography

sebagai Pemeriksaan Lini Pertama

Kishor Taori, Suresh Dhakate, Jawahar Rathod, Anand Hatgaonkar, Amit Disawal, Prasad Wavare, Vishal Bakare, Rakhi P. Puria

Department of Radiodiagnosis, Government Medical College, Nagpur, India Email: [email protected]

Diterima pada 1 Februari 2013; direvisi 5 Maret 2013; disahkan pada 14 Maret 2013

ABSTRAK

Tujuan : Untuk meneliti tingkat spesifisitas dari mammography dan ultrasonography secara

terpisah dan kombinasi untuk deteksi dari massa payudara (gabungan pemeriksaan

ultrasonography-mammography); Untuk meneliti pemeriksaan yang bertujuan untuk evaluasi

berbagai massa payudara; untuk menjelaskan indikasi pemeriksaan yang cocok, keuntungan

dan keterbatasan dari setiap teknik yang akan dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan

lainnya; untuk meneliti kondisi yang menyerupai massa payudara; untuk melihat pemantauan

hisotpatologi dan retrospektif dengan temuan radiologis dan meningkatkan kemampuan

diagnosis pada serial kasus dari 166 pasien yang mengeluhkan adanya massa pada

payudaranya.

Bahan : Penelitian klinis prospektif ini dilakukan di bagian Radiodiagnosis selama periode 2

tahun, dimualai dari Desember 2010 hingga Desember 2012, pada pasien wanita yang

mengeluhkan adanya benjolan pada payudara. Informed consent diambil untuk setiap pasien.

Pemantauan histopatologi diambil dari biopsi ataupun jaringan post-operatif. Meisn USG:

Philips HD 11XE USG untuk pemeriksaan payudara dan axilaris dilakukan pada posisi

supine di hadapan peserta wanita; Mesin Mammography: Allenger machine with Agfa

Special mammography cassettes. Gambar Cranio caudal dan Medeio-Lateral Oblique diambil

di hadapan peserta wanita tersbebut. MRI : PHILIPS 1.5 machine; CT: SIEMENS duel slice

CT machine.

Hasil : Ultrasonography dan mammography dilakukan pada kebanyakan kasus dimana

pemeriksaan ini penting untuk penegakkan diagnosis dari lesi terutama massa payudara yang

jinak. MRI dan CT Scan digunakan pada kasus tertentu untuk mengetahui luasnya lesi,

kondisi yang menyerupai massa payudara, penyebaran lesi hingga tulang, otot, dan jaringan

sekitarnya. Total 166 pasien yang mengeluhkan adnaya massa pada satu atau kedua payudara

akan diperiksa dan dievaluasi dengan pemeriksaan USG dan mammography. Lesi kemudian

akan dipastkan dengan pemeriksaan histopathology (FNAC/Biopsy). Dari 30 pasien yang

didagnosa mengalami keganasan, dua lesi tidak mendapatkan pemeriksaan mammography

dan empat lesi tidak diperiksa ultrasonography. Satu dari pasien tidak mendapatkan kedua

pemeriksaan ini. Untuk tingkat spesifisitas mammography dalam mendeteksi keganasan

mencapai 93.3% dan ultrasonography mencapai 86.67%. Jika digabungkan, kedua nilai

spesifisitas pemeriksaan ini mencapai 97%. Dari 92 payudara abnormal, 12 payudara tidak

diperiksa USG sementara 20 tidak mendapatkan pemeriksaan mammography. Jika

digabungkan dari kedua pemeriksaan, hanya 2 lesi yang tidak diperiksa dan hanya didiagnosa

berdasarkan pemeriksaan histopatologi saja. Tingkat spesifisitas untuk USG secara

keseluruhan dalam pemeriksaan massa payudara adalah 66.9%, sementara mammography

mencapai 78.6%. Jika digabungkan, nilai spesifisitas dari kedua pemeriksaan ini mencapai

97.6%. Nilai “p” yang didapatkan terbukti bermakna untuk hasil penilaian kombinasi dari

pemeriksaan ultrasonograpy dan mammography jika dibandingkan dengan nilai pemeriksaan

tunggal saja (p = 0.0059 & p = 0.0001)

Kesimpulan : Penelitian ini memastikan bahwa tingkat sensitifitas dari pemeriksaan

gabungan ultrasonography dan mammography dalam deteksi massa payudara termasuk kasus

keganasan lebih tinggi daripada pemeriksaan tunggal. USG berguna untuk lesi jenis kista,

ectasia, infeksi, laktasi-kehamilan, dan pemantauan densitas payudara dan juga untuk

panduan radiologis, sementara mammography berguna untuk mendeteksi mikrokalsifikasi,

massa spikulasi untuk deteksi dini dari keganasan dan juga untuk stereotactic biopsi. Untuk

pemeriksaan tunggal, ultrasonography lebih baik dilakukan pada populasi usia muda dan lesi

BIRAD 1,2 dan 3. Sementara, mammography lebih baik dilakukan pada populasi yang lebih

tua dengan lesi BIRAD 4 dan 5. Namun, gabungan pemeriksaan sono-mammography terbukti

lebih baik dibandingkan pemeriksaan tunggal.

Kata Kunci : Massa Payudara, Ultrasonography, Mammography, Mimic, Hubungan

Pemeriksaan.

1. Pendahuluan

Penyakit payudara sering mengenai pasien wanita. Pada negara berkembang

seperti India, wanita tidak mengetahui tentang patologi payudara dan ragu untuk

mengetahui gangguan tersebut, sehingga penyakit baru bisa di deteksi setelah

mencapai stadium lanjut. Berbagai jenis lesi payudara jinak seperti fibroadenomas,

kista, abses payudara, galactocele, aktasia duktus, pembesaran KGB dan berbagai

jenis keganasan lainnya merupakan jenis patologi yang sering ditemukan pada

payudara wanita.

Kanker payudara merupakan penyebab kematian wanita yang diakibatkan kanker

terbanyak, dan secara keseluruhan merupakan penyebab kematian karena kanker

nomor 5 di dunia. Keterlambatan deteksi penyebab kanker, menyebabkan perubahan

penyakit ke dalam bentuk lanjut. Biasanya stadium lanjut kanker payudara

menyebabkan massa yang sudah tidak bisa dioperasi, metastasis (tulang, otak, paru-

paru) dan bisa menyebabkan kematian.

Albert Soloman (1913) untuk pertama kali, setelah ditemukannya X-ray

melakukan penelitian tentang payudara dengan pemeriksaan X-ray dan menyatakan

bahwa X-ray dapat digunakan untuk tujuan diagnosis dalam identifikasi patologi

gangguan payudara. Mammography basanya digunakan untuk deteksi dini keganasan

pada stadium penyakit yang masih bisa ditangani (cureable stage), untuk menurunkan

tingkat kematian akibat keganasan. Mammography merupakan alat pemeriksaan

(screening) yang mudah disediakan, murah, dan cukup akurat dengan paparan radiasi

minimal dalam mendeteksi adanya microcalcification, perkiraan adanya massa dan

pembesaran kelenjar getah bening minimal yang terlihat pada keganasan. Tingkat

kejadian kanker payudara dapat diturunkan menjadi 30% dengan penggunaan

screening mammography rutin pada wanita sehat.

Pada riwayat perkembangan USG di tahun 1951, Wild dan Reid pertama kali

menemukan peralatan yang dirancang secara khusus untuk melakukan pemeriksaan

payudara. Awalnya, peralatan ini hanya bisa membedakan lesi jenis kistik dan padat,

namun sekarang breast ultrasound (ultrasound payudara) bertujuan untuk mengetahui

jenis nodul payudara dan bagaimana mebedakan jenis lesi jinak dan ganas. Breast

ultrasound sudah berkembang sebagai alat penyelesai masalah pada pasien dengan

pengencangan payudara, payudara post-radiasi, dan wanita berusia kurang dari 35

tahun, hamil, dan pasien menyusui.

Pada penelitian ini, sebuah terobosan dibuat untuk pemantauan berbagai jenis

massa di payudara dengan menggunakan massa dan mammography secara terpisah

atau secara kombinasi, untuk menjelaskan indikasi, keuntungan dan keterbatasan dari

setiap teknik pemeriksaan yang dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan yang

ada serta untuk membedakan lesi payudara yang bersifat jinak dan ganas.

2. Serial Kasus

2.1. Metode dan Bahas

2.1.1. Pasien

Penelitian klinis prospektif ini dilakuka pada bagian Radio-diagnosis selama

periode 2 tahun dari bulan Desember 2010 sampai Desember 2012 pada pasien yang

mengeluhkan adanya massa payudara (156 wanita dan 10 pria). Persetujuan medis

tertulis sudah diambil dari pasien. Pemantauan histopatologi dilakukan untuk biopsi

jaringan awal atau jaringan post-operatif.

Mesin USG : Philips HD 11 XE; USG pada payudara dan bagian axilaris

dilakukan dengan posisi supine dan lateral di depan peserta wanita;

Mesin Mammography: Mesin Allengers dengan kaset mammography AGFA;

Dengan tampilan Cranio-caudal dan Medio-Lateral Oblique yang diambil di

depan peserta wanita.

MRI : MesinPHILIPS 1.5 T; CT : mesin dual slice CT.

Kriteria Inklusi:

- Semua pasien dengan adanya massa pada saat palpasi

- Terbukti adanya lesi massa padat atau kistik pada payudara

- Tidak ada massa yang teraba namun terdapat pembesaran kelenjar aksilaris;

- Wanita dengan tanda klinis kemerahan pada bagian payudara, retraksi papil,

kekeringan, atau perubahan bentuk pada payudara;

- K/c/o karnisoma payudara dengan tindakan mastektomi yang sudah dilakukan

di satu sisi

- Riwayat keluarga adanya massa pada keluarga dekat.

2.1.2. Kriteria Ekslusi

- Massa yang sangat besar dan keras

- Pasien yang terlalu khawatir tentang kondisinya

3. Konfirmasi

a. FNAC/Biopsi pada kasus yang diragukan, dan pemantauan post-operatif untuk

kasus yang dioperasi

b. Kasus kista dan galactocele tanpa adanya konfirmasi histopatologi. Aspirasi

dari kista dilakukan untuk konfirmasi.

c. Tidak ada pemeriksaan histopatologi yang dilakukan pada kasus pasien

dengan temuan ulstrasound dan mammography normal namun mengeluhkan

adanya massa pada saat pemeriksaan pasien. Pasien seperti ini biasanya

menolak memberikan persetujuan medis untuk tindakan penelitian

histopatologis invasif setelah adanya beberapa laporan, dan pemeriksaan yang

menyatakan bahwa mereka normal. Karenanya, sensitifitas dan niai prediksi

positif (positif predictive value) tidak bisa dinilai.

Nilai dari spesifisitas, nilai prediksi negatif (negative predictive value), akurasi

untuk pemeriksaan ultrasound dan mammography untuk keseluruhan massa

payudara (serta untuk lesi keganasan yang terpisah) akan dilakukan dengan

pemeriksaan terpisah atau kombinasi.

2.2. Observasi

Pada penelitian ini, total 166 pasien (Tabel 1) mengeluhkan adanya massa

pada salah satu atau kedua payudara mereka, dan dilakukan pemeriksaan secara

klinis kemudian pemantauan lanjut dengan pemeriksaan USG dan mammography.

Lesi kemudian akan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi/jaringan

dari spesimen post-operatif/aspirasi) untuk setiap kasus individu. 74 dari total 166

pasien mempunyai hasil pemeriksaan normal dan tidak dilakukan pemantauan

lebih lanjut. Total 92 pasien dengan temuan abnormal dan akan dikategorikan lebih

lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan patologis (Tabel 2).

2.2.1. Fibroadenoma

Pasien fibroadenoma biasanya mempunyai tanda klinis berupa adanya riwayat

masa yang mobile pada salah satu atau kedua payudara sejak beberapa bulan yang

lalu atau tahunan, dan tidak nyeri. Hampir 1/3 dari sampel penelitian (8 pasien)

mempunyai riwayat terdapat amssa yang serupa dan sudah dioperasi pada salah

satu atau kdua payudara. Dari total 21 pasien fibroadenoma, kebanyakan pasien

berusia lebih muda (Gambar 1). Pada pemeriksaan mammography fibroadenoma

menunjukkan adanya penebalan jaringan lunak radio-opak yang berbatas tegas,

dengan atau tanpa tipe jinak yang tipikal pada lingkarannya, adanya kalsifikasi

terkosentrasi (pop-corn calcifiction (Gambar 2(a)). Banyak kasus fibroadenoma

tidak menunjukkan adanya kalsifikasi (Gambar 2 (c) dan 3). Pada pemeriksaan

ultrasound terdapat lesi oval berbentuk bulat atau oval dengan echotexture

homogen dan ukuran lebr yang melebihi kedalaman pada lesi (Gambar 2(b)). Dari

total 21 fibroadenoma, 1 tidak mendapatkan pemeriksaan ultrasound dan 5 tidak

mendapakan pemeriksaan mammography, namun setelah digabungkan, tidak ada

pasien fibroadenoma yang tidak mendapatkan salah satu pemeriksaan ultrasound

atau mammography.

2.2.2. Keganasan

Massa keganasan (malignant) biasanya akan menunjukkan gejala klinis berupa

benjolan pada payudara, retraksi puting susu, nyeri dan sekret berupa darah,

disertai adanya ulserasi pada kulit di sekitarnya. Lesi malignant pada

mammography menunjukkan adanya massa iregular, dengan batas spiculated atau

lobulasi, tidak simetris, dan lesi terlihat lebih tinggi daripada lebar, disertai dengan

retraksi puting susu, kalsifikasi linear, branching, granular, berkelompok, dengan

adanya struktur distorisi di sekitarnya (Gambar 4-7).

Dari 30 kasus yang didiagnosa sebagai kasus ganas:

- Kemungkinan terjadinya keganasan lebih tinggi pada pasien yang berusia

lebih tua dengan keluhan adanya massa di payudara dibandingkan pasien

berusia lebih muda (Gambar 8).

- Dua lesi tidak mendapatkan pemeriksaan USG. Salah satu tidak mendapatkan

kedua pemeriksaan (mammography dan USG).

Untuk spesifisitas keganasan pada mammography bernilai 93.3% dan USG

bernilai 86.67%. Dimana nilai spesifisitas kombinasi pemeriksaan mendekati

97%.

2.2.3. Lesi Kistik

Lesi kistik ditandai dengan adanya benjolan pada payudara. Pada

mammography, lesi kistik menunjukkan gambaran jaringan lunak dengan batas

tegas dan tidak bisa dibedakan dari masa solid seperti fibroadenoma (Gambar 9

dan 10). Pada pemeriksaan ultrasound, lesi kistik dapat didiagnosa dengan

mudah. Untuk lesi kistik seperti simple cysts, multiple cysts pada perubahan

fibrocystic perimenopausal (Gambar 10), galactocele (Gambar 11) dan duct

ectasia (Gambar 12) ultrasonogaphy menunjukkan hasil yang lebih baik

dibandingkan mammography.

Semua pasien dengan duct ectasia berusia diatas 40 tahun dan mempunyai

keluhan berupa dishcarge (Sekret) keruh dari puting susu. Kebanyakan hasil

mamogram pada pasien dengan duct ectasia dinyatakan normal, dengan pola

parenimal yang beragam (P1/ACR 2) kecuali apda satu pasien dengan diagnosa fatty

brast. Ultrasonography terbukti dapat dijadikan alan penegakkan diagnosa untuk

kasus duct ectasia.

Dari total 15 pasien dengan perimenopausal fibrocystik, 11 pasien didagnosa

secara tepat dengan menggunakan mammography (spesifisitas 73.3%) namun semua

lesi dapat didagnosa dengan tepat dengan ultrasonography (spesifisitas 100%).

Adanya diagnosa simple cyst dengan ultrasound membutuhkan tindakan aspirasi

lebih lanjut dan tidak membutuhkan biopsi, hanya satu dari semua pasien yang

membutuhkan total tiga pemeriksaan aspirasi.

Mammograhy sudah dicobakan pada pasien, namun karena pertimbangan tingkat

kecemasan pasien, prosedur ini kemudian ditolak oleh 4 pasien, 1 dengan abses

payudara, 3 dengan mastitis karena adanya nyeri dan payudara yang keras.

Ultrasonopgrahy merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dapat membantu kasus

ini. Karenanya, ultrasound terbukti lebih baik dibandingkan mammography pada

kondisi inflammasi dan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dapat dilakukan

pada kasus ini.

2.2.4. Gambaran dari Massa

Lesi lain dapat terjadi akibat faktor di luar anatomi payudara, dan menunjukkan

gejala benjolan atau massa pada payudara. Penelitian ini yang memasukkan 4 kasus

dengan hemangioma pectralis mayor (Gambar 12), chondrosarcoma pada costa

(Gambar 13), breast hydatid dan malignant pleural meso-thelioma. Kebanyakan dari

amssa ini teraba keras, padat, atau rata, sementara mammography hanya bisa

dilakukan pada massa lunak seperti hemangioma pectoralis mayir. Pada kebanyakan

kasus ini, pencitraan potong lintang (cross-sectional imaging) dibutuhkan untuk

mengetahui luasnya dari lesi, adanya tulang dan pleura yang mengalami gangguan

akibat lesi, vaskularitas, dan juga apakah lesi bisa dioperasi atau tidak. Pemeriksaan

histopatologi post-operatif dilakukan pada kasus hemangioma dan breast hydaid

dimana biopsy dilakukan untuk memastikan diagnosis pada chondrosarcoma dan

malignant pleural mesothelioma.

Dari total 92 payudara abnormal, 12 tidak mendapatkan pemeriksaan USG dan 20

tidak mendapatkan pemeriksaan mammography. Dengan menggabungkan 2 modalitas

pemeriksaan, hanya 2 lesi yang tidak diperiksa dan harus didiagnosa berdasarkan

pemeriksaan histopatologi.

Secara keseluruhan, nilai spesifisitas untuk USG terhadap pemeriksaan massa

payudara adalah 86.9% dan untuk mammography adalah 78.6%. Dengan

menggabungkan nilai keduanya, efisiensi dinilai mencapai 97.6%.

2.3. Analisis Statistik dan Kemaknaannya

o Dengan membandingkan tingkat akurasi dari pemeriksaan mammography

tunggal dan mammography plus ultrasonography untuk seluruh

pemeriksaan massa payudara, nilai p terbukti bermakna (p = 0.0001).

o Jika membandingkan akurasi diagnosis dengan ultrasonography tunggal dan

mammography plus ultrasonography untuk seluruh pemeriksaan massa

payudara, nilai p terbukti bermakna (p = 0.0059).

o Jika membandingkan pemeriksaan mammography tunggal dengan

ultrasonograhy tunggal untuk keseluruhan pemeriksaan massa payudara,

nilai p tidak bermakna (p = 0.1189).

3.1. Follow Up

Pada payudara dengan adanya bukti keganasan, modified radical mastectomy

dilakukan dengan nilai mortalitas satu pasien setelah dilakukan pemantauan 6

bulan. Pada satu pasien dengan large cell non-hodgkin lymphoma, kemoterapi

(cyclophosphamide, doxorubicin, vincrinstine, dan prednisone) diberikan untuk

pengobatan awal. Lumpectomy dilakukan pada kebanyakan kasus fibroadenoma

dimana beberapa kasus FAM membutuhkan operasi simple mastectomy. Hanya

pemantauan dengan mammogram yang dianjurkan pada pasien dengan

perimenopausal fibrocystic. Pada kasus duct ectasia, hanya pemantauan dengan

mammogram yang dianjurkan. Aspirasi terapeutik dilakukan pada kedua kasus

galactocele.

MRI merupakan pemeriksaan penting dalam kasus sulit untuk membedakan antara

lesi jinak dan ganas, tingkat invasi pada jaringan lunak sekitarnya dan pola perfusi

sehingga dijadikan sebagai pemeriksaan yang lebih meyakinkan. MRI dapat dilakukan

untuk menentukan lesi multifocal, membedakan jaringan parut dengan jaringan kanker,

untuk mengevaluasi implan payudara. Namun pemeriksaan ini tergolong mahal dan

kebanyakan pasien tidak bisa menanggungnya.

CT Scan sangat penting untuk lesi tulang, untuk menentukan destruksi tula ng dan

penyebaran sel kanker ke intra-thoracic, dan pada pasien yang tidak sanggup untuk

melakukan MRI.

4. Pembahasan

Massa pada payudara lebih sering terjadi pada wanita, dan diantara semua jenis

massa, massa dengan tanda keganasan merupakan tipe yang paling ditakuti. Kanker

payudara merupakan salah satu penyebab yang paling sering untuk kematian wanita yang

diakibatkan kanker, dimana kanker payudara hanya terhitung mengenai 0.7% populasi

pria.

Pasien dengan adanya lesi payudara yang bisa dipalpasi biasanya membutuhkan

evaluasi radiologi. Berbagai teknik pencitraan seperti mammography, ultrasonography,

MRI, scintimammography, dan PET sekarang sudah tersedia. Mammography merupakan

metode utama untuk deteksi dan diagnosis penyakit payudara dengan tingkat sensitivitas

85% - 95%. Gambaran mammographic spesific pada massa payudara dapat membantu

untuk menegakkan diagnosis. Lesi jinak menunjukkan bentuk oval, dengan batas tegas,

beberapa lobulasi, densitas rendah pada jaringan lunak, dan lesi dengan kandungan

lemak. Lesi ganas menunjukkan adanya denistas tinggi dari jaringan lunak, batas tidak

jelas, multiple lobus, dan adanya spiculasi dengna atau tanpa mikrokalsifikasi.

Mammography dapat digunakan untuk pemeriksaan massa payudara, untuk melihat

adanya mikrokalsifikasi dan distorsi arsitektur, batas lesi, dan juga untuk menentukan

sifat keganasan dari lesi serta melakukan pemantauan dari penyakit penyebab disekitar

jaringan payudara. Mammography terbukti sebagai alat diagnosis efektif untuk

menentukan karaktersitik lesi jinak dan ganas pada massa payudara.

Mammography menunjukkan tingkat akurasi sebesar 87% untuk deteksi kanker,

spesifisitas 88%, dan positive predictive value sebesar 22%. Namun temuan negatif palsu

pada pemantauan mammography untuk massa tergolong tinggi, berkisar dari 4% dan

12%.

Karenanya, modalitas pemeriksaan lainnya dibutuhkan untuk mendukung diagnosis

utama berdasrakan mammography.

Ultrasonography terbukti sempurna untuk memperkuat hasil pemeriksaan

mammography karena kedua modalitas ini muda disediakan, relatif murah, dan hanya

memakan sedikit waktu. Pada awalnya, ultrasonography hanya digunakan untuk

membedakan massa jenis kistik dan padat. Ultrasonography dapat membedakan secara

efektif lesi padat dengan kista pada sekitar 25% dari lesi payudara. Sekarang pemeriksaan

ini juga dapat digunakan untuk mengamati densitas dari payudara terutama pada pasien

berusia dibawah 35 tahun. Pada payudara dimana terdapat lesi padat dan kista yang sudah

terlihat oleh pemeriksaan mammography karena adanya peningatan densitas dari jaringan

fibroglandular, ultrasonography juga bisa membantu diagnosis dan mengurangi angka

pemeriksaan operasi biopsi. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi kista

kompleks atau kista yang hanya membutuhkan aspirasi berulang karena dapat

berkembang menjadi keganasan. Ultrasonography dapat digunakan untuk membedakan

lesi jinak dan ganas dengan nilai prediktif negatif mencapai 99.5%, spesifisitas 67.8%,

dan tingkat akurasi keseluruhan mencapai 72.9% (Stavros et al). Gambaran sonography

spesifik untuk menentukan sifat jinak dari lesi termasuk adanya hiperechogenik intens,

berbentuk elips, adanya lobulasi yang nyata, pseudocapsule echogenic tipis dan hanya ada

4 lobulasi atau kurang. Gmbaran sifat ganas pada lesi terlihat dengan adnaya spiculasi,

dengan batas angular dan berbayang, mikrolobulasi dan adanya mikrokalsifikasi.

Walaupun penegakkan diagnosis pasti bisa dilakukan dengan prosedur pencitraan,

non-onvasif, namun pada kebanyakan lesi, pemeriksaan histopathology atau cytology

(Biopsi/FNAC) terbukti sebagai alat yang penting untuk memastikan diagnosis lesi.

Hal yang sangat penting adalah mengidentifikasi adanya lesi di luar payudara, yang

dapat terlihat dengan melakukan palpasi pada massa di payudara. Lesi pada dinding

thorax, otot, dan pleura, massa pada tulang, penyakit hydatid dapat menunjukkan

gambaran klinis berupa pembengkakan pada payudara.

Yang terakhir, baik mammogrpahy dan ultrasonography mempunyai keuntungan

dan keterbatasannya sendiri. Tidak ada pemeriksaan yang menunjukkan tingkat akurasi

hingga 100%, namun kombinasi dari pemeriksaan mammography dan ultrasoography

dapat meningkatkan akurasi hampir mencapai 100%.

5. Kesimpulan

Penelitian ini memastikan tingkat spesifisitas yang lebih tinggi untuk pemeriksaan

kombinasi ultrasonography dan mammography dalam deteksi massa pada payudara

termasuk keganasan payudara. USG terbukti lebih baik untuk identifikasi lesi kista,

ektasia, infeksi, dan kondisi inflammasi, laktasi pada saat kehamilan, pemantauan

densitas payudara, dan pemeriksaan pencitraan langsung, sementara mamography lebih

baik untuk mendeteksi mikrokalsifikasi, massa spiculasi untuk deteksi dini dari kejadian

malignansi dan untuk biopsi sterotactic.

Ultrasonography dan mammography tidak dapat saling menggantikan satu dengan

lainnya, namun jika terpaksa memilihi modalitas pemeriksaan tunggal, ultrasonography

terbukti lebih baik untuk pemeriksaan pada populasi yang lebih muda dan lesi BIRAD

1,2, dan 3. Sementara, mammography lebih baik untuk pasien berusia lebih tua dan lesi

BIRAD 4 dan 5. Namun, kombinasi hubungan pemeriksaan sono-mammography terbukti

lebih baik.

Lesi ekstra-payudara dapat menyerupai massa payudara, sehingga pemeriksaan

pencitraan potong lintang (cross-over imaging) dapat dilakukan untuk menyelesaikan

masalah ini. Mammography tidak bisa membantu untuk kasus lesi ekstra-payudara.