Jurnal Citra - Evaluation Masses Breast With Mammography and Sonography as First Line Investigation
-
Upload
marmutkupluk1396920 -
Category
Documents
-
view
35 -
download
7
description
Transcript of Jurnal Citra - Evaluation Masses Breast With Mammography and Sonography as First Line Investigation
Evaluasi dari Massa Payudara dengan Menggunakan Mammography dan Sonography
sebagai Pemeriksaan Lini Pertama
Kishor Taori, Suresh Dhakate, Jawahar Rathod, Anand Hatgaonkar, Amit Disawal, Prasad Wavare, Vishal Bakare, Rakhi P. Puria
Department of Radiodiagnosis, Government Medical College, Nagpur, India Email: [email protected]
Diterima pada 1 Februari 2013; direvisi 5 Maret 2013; disahkan pada 14 Maret 2013
ABSTRAK
Tujuan : Untuk meneliti tingkat spesifisitas dari mammography dan ultrasonography secara
terpisah dan kombinasi untuk deteksi dari massa payudara (gabungan pemeriksaan
ultrasonography-mammography); Untuk meneliti pemeriksaan yang bertujuan untuk evaluasi
berbagai massa payudara; untuk menjelaskan indikasi pemeriksaan yang cocok, keuntungan
dan keterbatasan dari setiap teknik yang akan dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan
lainnya; untuk meneliti kondisi yang menyerupai massa payudara; untuk melihat pemantauan
hisotpatologi dan retrospektif dengan temuan radiologis dan meningkatkan kemampuan
diagnosis pada serial kasus dari 166 pasien yang mengeluhkan adanya massa pada
payudaranya.
Bahan : Penelitian klinis prospektif ini dilakukan di bagian Radiodiagnosis selama periode 2
tahun, dimualai dari Desember 2010 hingga Desember 2012, pada pasien wanita yang
mengeluhkan adanya benjolan pada payudara. Informed consent diambil untuk setiap pasien.
Pemantauan histopatologi diambil dari biopsi ataupun jaringan post-operatif. Meisn USG:
Philips HD 11XE USG untuk pemeriksaan payudara dan axilaris dilakukan pada posisi
supine di hadapan peserta wanita; Mesin Mammography: Allenger machine with Agfa
Special mammography cassettes. Gambar Cranio caudal dan Medeio-Lateral Oblique diambil
di hadapan peserta wanita tersbebut. MRI : PHILIPS 1.5 machine; CT: SIEMENS duel slice
CT machine.
Hasil : Ultrasonography dan mammography dilakukan pada kebanyakan kasus dimana
pemeriksaan ini penting untuk penegakkan diagnosis dari lesi terutama massa payudara yang
jinak. MRI dan CT Scan digunakan pada kasus tertentu untuk mengetahui luasnya lesi,
kondisi yang menyerupai massa payudara, penyebaran lesi hingga tulang, otot, dan jaringan
sekitarnya. Total 166 pasien yang mengeluhkan adnaya massa pada satu atau kedua payudara
akan diperiksa dan dievaluasi dengan pemeriksaan USG dan mammography. Lesi kemudian
akan dipastkan dengan pemeriksaan histopathology (FNAC/Biopsy). Dari 30 pasien yang
didagnosa mengalami keganasan, dua lesi tidak mendapatkan pemeriksaan mammography
dan empat lesi tidak diperiksa ultrasonography. Satu dari pasien tidak mendapatkan kedua
pemeriksaan ini. Untuk tingkat spesifisitas mammography dalam mendeteksi keganasan
mencapai 93.3% dan ultrasonography mencapai 86.67%. Jika digabungkan, kedua nilai
spesifisitas pemeriksaan ini mencapai 97%. Dari 92 payudara abnormal, 12 payudara tidak
diperiksa USG sementara 20 tidak mendapatkan pemeriksaan mammography. Jika
digabungkan dari kedua pemeriksaan, hanya 2 lesi yang tidak diperiksa dan hanya didiagnosa
berdasarkan pemeriksaan histopatologi saja. Tingkat spesifisitas untuk USG secara
keseluruhan dalam pemeriksaan massa payudara adalah 66.9%, sementara mammography
mencapai 78.6%. Jika digabungkan, nilai spesifisitas dari kedua pemeriksaan ini mencapai
97.6%. Nilai “p” yang didapatkan terbukti bermakna untuk hasil penilaian kombinasi dari
pemeriksaan ultrasonograpy dan mammography jika dibandingkan dengan nilai pemeriksaan
tunggal saja (p = 0.0059 & p = 0.0001)
Kesimpulan : Penelitian ini memastikan bahwa tingkat sensitifitas dari pemeriksaan
gabungan ultrasonography dan mammography dalam deteksi massa payudara termasuk kasus
keganasan lebih tinggi daripada pemeriksaan tunggal. USG berguna untuk lesi jenis kista,
ectasia, infeksi, laktasi-kehamilan, dan pemantauan densitas payudara dan juga untuk
panduan radiologis, sementara mammography berguna untuk mendeteksi mikrokalsifikasi,
massa spikulasi untuk deteksi dini dari keganasan dan juga untuk stereotactic biopsi. Untuk
pemeriksaan tunggal, ultrasonography lebih baik dilakukan pada populasi usia muda dan lesi
BIRAD 1,2 dan 3. Sementara, mammography lebih baik dilakukan pada populasi yang lebih
tua dengan lesi BIRAD 4 dan 5. Namun, gabungan pemeriksaan sono-mammography terbukti
lebih baik dibandingkan pemeriksaan tunggal.
Kata Kunci : Massa Payudara, Ultrasonography, Mammography, Mimic, Hubungan
Pemeriksaan.
1. Pendahuluan
Penyakit payudara sering mengenai pasien wanita. Pada negara berkembang
seperti India, wanita tidak mengetahui tentang patologi payudara dan ragu untuk
mengetahui gangguan tersebut, sehingga penyakit baru bisa di deteksi setelah
mencapai stadium lanjut. Berbagai jenis lesi payudara jinak seperti fibroadenomas,
kista, abses payudara, galactocele, aktasia duktus, pembesaran KGB dan berbagai
jenis keganasan lainnya merupakan jenis patologi yang sering ditemukan pada
payudara wanita.
Kanker payudara merupakan penyebab kematian wanita yang diakibatkan kanker
terbanyak, dan secara keseluruhan merupakan penyebab kematian karena kanker
nomor 5 di dunia. Keterlambatan deteksi penyebab kanker, menyebabkan perubahan
penyakit ke dalam bentuk lanjut. Biasanya stadium lanjut kanker payudara
menyebabkan massa yang sudah tidak bisa dioperasi, metastasis (tulang, otak, paru-
paru) dan bisa menyebabkan kematian.
Albert Soloman (1913) untuk pertama kali, setelah ditemukannya X-ray
melakukan penelitian tentang payudara dengan pemeriksaan X-ray dan menyatakan
bahwa X-ray dapat digunakan untuk tujuan diagnosis dalam identifikasi patologi
gangguan payudara. Mammography basanya digunakan untuk deteksi dini keganasan
pada stadium penyakit yang masih bisa ditangani (cureable stage), untuk menurunkan
tingkat kematian akibat keganasan. Mammography merupakan alat pemeriksaan
(screening) yang mudah disediakan, murah, dan cukup akurat dengan paparan radiasi
minimal dalam mendeteksi adanya microcalcification, perkiraan adanya massa dan
pembesaran kelenjar getah bening minimal yang terlihat pada keganasan. Tingkat
kejadian kanker payudara dapat diturunkan menjadi 30% dengan penggunaan
screening mammography rutin pada wanita sehat.
Pada riwayat perkembangan USG di tahun 1951, Wild dan Reid pertama kali
menemukan peralatan yang dirancang secara khusus untuk melakukan pemeriksaan
payudara. Awalnya, peralatan ini hanya bisa membedakan lesi jenis kistik dan padat,
namun sekarang breast ultrasound (ultrasound payudara) bertujuan untuk mengetahui
jenis nodul payudara dan bagaimana mebedakan jenis lesi jinak dan ganas. Breast
ultrasound sudah berkembang sebagai alat penyelesai masalah pada pasien dengan
pengencangan payudara, payudara post-radiasi, dan wanita berusia kurang dari 35
tahun, hamil, dan pasien menyusui.
Pada penelitian ini, sebuah terobosan dibuat untuk pemantauan berbagai jenis
massa di payudara dengan menggunakan massa dan mammography secara terpisah
atau secara kombinasi, untuk menjelaskan indikasi, keuntungan dan keterbatasan dari
setiap teknik pemeriksaan yang dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan yang
ada serta untuk membedakan lesi payudara yang bersifat jinak dan ganas.
2. Serial Kasus
2.1. Metode dan Bahas
2.1.1. Pasien
Penelitian klinis prospektif ini dilakuka pada bagian Radio-diagnosis selama
periode 2 tahun dari bulan Desember 2010 sampai Desember 2012 pada pasien yang
mengeluhkan adanya massa payudara (156 wanita dan 10 pria). Persetujuan medis
tertulis sudah diambil dari pasien. Pemantauan histopatologi dilakukan untuk biopsi
jaringan awal atau jaringan post-operatif.
Mesin USG : Philips HD 11 XE; USG pada payudara dan bagian axilaris
dilakukan dengan posisi supine dan lateral di depan peserta wanita;
Mesin Mammography: Mesin Allengers dengan kaset mammography AGFA;
Dengan tampilan Cranio-caudal dan Medio-Lateral Oblique yang diambil di
depan peserta wanita.
MRI : MesinPHILIPS 1.5 T; CT : mesin dual slice CT.
Kriteria Inklusi:
- Semua pasien dengan adanya massa pada saat palpasi
- Terbukti adanya lesi massa padat atau kistik pada payudara
- Tidak ada massa yang teraba namun terdapat pembesaran kelenjar aksilaris;
- Wanita dengan tanda klinis kemerahan pada bagian payudara, retraksi papil,
kekeringan, atau perubahan bentuk pada payudara;
- K/c/o karnisoma payudara dengan tindakan mastektomi yang sudah dilakukan
di satu sisi
- Riwayat keluarga adanya massa pada keluarga dekat.
2.1.2. Kriteria Ekslusi
- Massa yang sangat besar dan keras
- Pasien yang terlalu khawatir tentang kondisinya
3. Konfirmasi
a. FNAC/Biopsi pada kasus yang diragukan, dan pemantauan post-operatif untuk
kasus yang dioperasi
b. Kasus kista dan galactocele tanpa adanya konfirmasi histopatologi. Aspirasi
dari kista dilakukan untuk konfirmasi.
c. Tidak ada pemeriksaan histopatologi yang dilakukan pada kasus pasien
dengan temuan ulstrasound dan mammography normal namun mengeluhkan
adanya massa pada saat pemeriksaan pasien. Pasien seperti ini biasanya
menolak memberikan persetujuan medis untuk tindakan penelitian
histopatologis invasif setelah adanya beberapa laporan, dan pemeriksaan yang
menyatakan bahwa mereka normal. Karenanya, sensitifitas dan niai prediksi
positif (positif predictive value) tidak bisa dinilai.
Nilai dari spesifisitas, nilai prediksi negatif (negative predictive value), akurasi
untuk pemeriksaan ultrasound dan mammography untuk keseluruhan massa
payudara (serta untuk lesi keganasan yang terpisah) akan dilakukan dengan
pemeriksaan terpisah atau kombinasi.
2.2. Observasi
Pada penelitian ini, total 166 pasien (Tabel 1) mengeluhkan adanya massa
pada salah satu atau kedua payudara mereka, dan dilakukan pemeriksaan secara
klinis kemudian pemantauan lanjut dengan pemeriksaan USG dan mammography.
Lesi kemudian akan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi/jaringan
dari spesimen post-operatif/aspirasi) untuk setiap kasus individu. 74 dari total 166
pasien mempunyai hasil pemeriksaan normal dan tidak dilakukan pemantauan
lebih lanjut. Total 92 pasien dengan temuan abnormal dan akan dikategorikan lebih
lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan patologis (Tabel 2).
2.2.1. Fibroadenoma
Pasien fibroadenoma biasanya mempunyai tanda klinis berupa adanya riwayat
masa yang mobile pada salah satu atau kedua payudara sejak beberapa bulan yang
lalu atau tahunan, dan tidak nyeri. Hampir 1/3 dari sampel penelitian (8 pasien)
mempunyai riwayat terdapat amssa yang serupa dan sudah dioperasi pada salah
satu atau kdua payudara. Dari total 21 pasien fibroadenoma, kebanyakan pasien
berusia lebih muda (Gambar 1). Pada pemeriksaan mammography fibroadenoma
menunjukkan adanya penebalan jaringan lunak radio-opak yang berbatas tegas,
dengan atau tanpa tipe jinak yang tipikal pada lingkarannya, adanya kalsifikasi
terkosentrasi (pop-corn calcifiction (Gambar 2(a)). Banyak kasus fibroadenoma
tidak menunjukkan adanya kalsifikasi (Gambar 2 (c) dan 3). Pada pemeriksaan
ultrasound terdapat lesi oval berbentuk bulat atau oval dengan echotexture
homogen dan ukuran lebr yang melebihi kedalaman pada lesi (Gambar 2(b)). Dari
total 21 fibroadenoma, 1 tidak mendapatkan pemeriksaan ultrasound dan 5 tidak
mendapakan pemeriksaan mammography, namun setelah digabungkan, tidak ada
pasien fibroadenoma yang tidak mendapatkan salah satu pemeriksaan ultrasound
atau mammography.
2.2.2. Keganasan
Massa keganasan (malignant) biasanya akan menunjukkan gejala klinis berupa
benjolan pada payudara, retraksi puting susu, nyeri dan sekret berupa darah,
disertai adanya ulserasi pada kulit di sekitarnya. Lesi malignant pada
mammography menunjukkan adanya massa iregular, dengan batas spiculated atau
lobulasi, tidak simetris, dan lesi terlihat lebih tinggi daripada lebar, disertai dengan
retraksi puting susu, kalsifikasi linear, branching, granular, berkelompok, dengan
adanya struktur distorisi di sekitarnya (Gambar 4-7).
Dari 30 kasus yang didiagnosa sebagai kasus ganas:
- Kemungkinan terjadinya keganasan lebih tinggi pada pasien yang berusia
lebih tua dengan keluhan adanya massa di payudara dibandingkan pasien
berusia lebih muda (Gambar 8).
- Dua lesi tidak mendapatkan pemeriksaan USG. Salah satu tidak mendapatkan
kedua pemeriksaan (mammography dan USG).
Untuk spesifisitas keganasan pada mammography bernilai 93.3% dan USG
bernilai 86.67%. Dimana nilai spesifisitas kombinasi pemeriksaan mendekati
97%.
2.2.3. Lesi Kistik
Lesi kistik ditandai dengan adanya benjolan pada payudara. Pada
mammography, lesi kistik menunjukkan gambaran jaringan lunak dengan batas
tegas dan tidak bisa dibedakan dari masa solid seperti fibroadenoma (Gambar 9
dan 10). Pada pemeriksaan ultrasound, lesi kistik dapat didiagnosa dengan
mudah. Untuk lesi kistik seperti simple cysts, multiple cysts pada perubahan
fibrocystic perimenopausal (Gambar 10), galactocele (Gambar 11) dan duct
ectasia (Gambar 12) ultrasonogaphy menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan mammography.
Semua pasien dengan duct ectasia berusia diatas 40 tahun dan mempunyai
keluhan berupa dishcarge (Sekret) keruh dari puting susu. Kebanyakan hasil
mamogram pada pasien dengan duct ectasia dinyatakan normal, dengan pola
parenimal yang beragam (P1/ACR 2) kecuali apda satu pasien dengan diagnosa fatty
brast. Ultrasonography terbukti dapat dijadikan alan penegakkan diagnosa untuk
kasus duct ectasia.
Dari total 15 pasien dengan perimenopausal fibrocystik, 11 pasien didagnosa
secara tepat dengan menggunakan mammography (spesifisitas 73.3%) namun semua
lesi dapat didagnosa dengan tepat dengan ultrasonography (spesifisitas 100%).
Adanya diagnosa simple cyst dengan ultrasound membutuhkan tindakan aspirasi
lebih lanjut dan tidak membutuhkan biopsi, hanya satu dari semua pasien yang
membutuhkan total tiga pemeriksaan aspirasi.
Mammograhy sudah dicobakan pada pasien, namun karena pertimbangan tingkat
kecemasan pasien, prosedur ini kemudian ditolak oleh 4 pasien, 1 dengan abses
payudara, 3 dengan mastitis karena adanya nyeri dan payudara yang keras.
Ultrasonopgrahy merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dapat membantu kasus
ini. Karenanya, ultrasound terbukti lebih baik dibandingkan mammography pada
kondisi inflammasi dan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada kasus ini.
2.2.4. Gambaran dari Massa
Lesi lain dapat terjadi akibat faktor di luar anatomi payudara, dan menunjukkan
gejala benjolan atau massa pada payudara. Penelitian ini yang memasukkan 4 kasus
dengan hemangioma pectralis mayor (Gambar 12), chondrosarcoma pada costa
(Gambar 13), breast hydatid dan malignant pleural meso-thelioma. Kebanyakan dari
amssa ini teraba keras, padat, atau rata, sementara mammography hanya bisa
dilakukan pada massa lunak seperti hemangioma pectoralis mayir. Pada kebanyakan
kasus ini, pencitraan potong lintang (cross-sectional imaging) dibutuhkan untuk
mengetahui luasnya dari lesi, adanya tulang dan pleura yang mengalami gangguan
akibat lesi, vaskularitas, dan juga apakah lesi bisa dioperasi atau tidak. Pemeriksaan
histopatologi post-operatif dilakukan pada kasus hemangioma dan breast hydaid
dimana biopsy dilakukan untuk memastikan diagnosis pada chondrosarcoma dan
malignant pleural mesothelioma.
Dari total 92 payudara abnormal, 12 tidak mendapatkan pemeriksaan USG dan 20
tidak mendapatkan pemeriksaan mammography. Dengan menggabungkan 2 modalitas
pemeriksaan, hanya 2 lesi yang tidak diperiksa dan harus didiagnosa berdasarkan
pemeriksaan histopatologi.
Secara keseluruhan, nilai spesifisitas untuk USG terhadap pemeriksaan massa
payudara adalah 86.9% dan untuk mammography adalah 78.6%. Dengan
menggabungkan nilai keduanya, efisiensi dinilai mencapai 97.6%.
2.3. Analisis Statistik dan Kemaknaannya
o Dengan membandingkan tingkat akurasi dari pemeriksaan mammography
tunggal dan mammography plus ultrasonography untuk seluruh
pemeriksaan massa payudara, nilai p terbukti bermakna (p = 0.0001).
o Jika membandingkan akurasi diagnosis dengan ultrasonography tunggal dan
mammography plus ultrasonography untuk seluruh pemeriksaan massa
payudara, nilai p terbukti bermakna (p = 0.0059).
o Jika membandingkan pemeriksaan mammography tunggal dengan
ultrasonograhy tunggal untuk keseluruhan pemeriksaan massa payudara,
nilai p tidak bermakna (p = 0.1189).
3.1. Follow Up
Pada payudara dengan adanya bukti keganasan, modified radical mastectomy
dilakukan dengan nilai mortalitas satu pasien setelah dilakukan pemantauan 6
bulan. Pada satu pasien dengan large cell non-hodgkin lymphoma, kemoterapi
(cyclophosphamide, doxorubicin, vincrinstine, dan prednisone) diberikan untuk
pengobatan awal. Lumpectomy dilakukan pada kebanyakan kasus fibroadenoma
dimana beberapa kasus FAM membutuhkan operasi simple mastectomy. Hanya
pemantauan dengan mammogram yang dianjurkan pada pasien dengan
perimenopausal fibrocystic. Pada kasus duct ectasia, hanya pemantauan dengan
mammogram yang dianjurkan. Aspirasi terapeutik dilakukan pada kedua kasus
galactocele.
MRI merupakan pemeriksaan penting dalam kasus sulit untuk membedakan antara
lesi jinak dan ganas, tingkat invasi pada jaringan lunak sekitarnya dan pola perfusi
sehingga dijadikan sebagai pemeriksaan yang lebih meyakinkan. MRI dapat dilakukan
untuk menentukan lesi multifocal, membedakan jaringan parut dengan jaringan kanker,
untuk mengevaluasi implan payudara. Namun pemeriksaan ini tergolong mahal dan
kebanyakan pasien tidak bisa menanggungnya.
CT Scan sangat penting untuk lesi tulang, untuk menentukan destruksi tula ng dan
penyebaran sel kanker ke intra-thoracic, dan pada pasien yang tidak sanggup untuk
melakukan MRI.
4. Pembahasan
Massa pada payudara lebih sering terjadi pada wanita, dan diantara semua jenis
massa, massa dengan tanda keganasan merupakan tipe yang paling ditakuti. Kanker
payudara merupakan salah satu penyebab yang paling sering untuk kematian wanita yang
diakibatkan kanker, dimana kanker payudara hanya terhitung mengenai 0.7% populasi
pria.
Pasien dengan adanya lesi payudara yang bisa dipalpasi biasanya membutuhkan
evaluasi radiologi. Berbagai teknik pencitraan seperti mammography, ultrasonography,
MRI, scintimammography, dan PET sekarang sudah tersedia. Mammography merupakan
metode utama untuk deteksi dan diagnosis penyakit payudara dengan tingkat sensitivitas
85% - 95%. Gambaran mammographic spesific pada massa payudara dapat membantu
untuk menegakkan diagnosis. Lesi jinak menunjukkan bentuk oval, dengan batas tegas,
beberapa lobulasi, densitas rendah pada jaringan lunak, dan lesi dengan kandungan
lemak. Lesi ganas menunjukkan adanya denistas tinggi dari jaringan lunak, batas tidak
jelas, multiple lobus, dan adanya spiculasi dengna atau tanpa mikrokalsifikasi.
Mammography dapat digunakan untuk pemeriksaan massa payudara, untuk melihat
adanya mikrokalsifikasi dan distorsi arsitektur, batas lesi, dan juga untuk menentukan
sifat keganasan dari lesi serta melakukan pemantauan dari penyakit penyebab disekitar
jaringan payudara. Mammography terbukti sebagai alat diagnosis efektif untuk
menentukan karaktersitik lesi jinak dan ganas pada massa payudara.
Mammography menunjukkan tingkat akurasi sebesar 87% untuk deteksi kanker,
spesifisitas 88%, dan positive predictive value sebesar 22%. Namun temuan negatif palsu
pada pemantauan mammography untuk massa tergolong tinggi, berkisar dari 4% dan
12%.
Karenanya, modalitas pemeriksaan lainnya dibutuhkan untuk mendukung diagnosis
utama berdasrakan mammography.
Ultrasonography terbukti sempurna untuk memperkuat hasil pemeriksaan
mammography karena kedua modalitas ini muda disediakan, relatif murah, dan hanya
memakan sedikit waktu. Pada awalnya, ultrasonography hanya digunakan untuk
membedakan massa jenis kistik dan padat. Ultrasonography dapat membedakan secara
efektif lesi padat dengan kista pada sekitar 25% dari lesi payudara. Sekarang pemeriksaan
ini juga dapat digunakan untuk mengamati densitas dari payudara terutama pada pasien
berusia dibawah 35 tahun. Pada payudara dimana terdapat lesi padat dan kista yang sudah
terlihat oleh pemeriksaan mammography karena adanya peningatan densitas dari jaringan
fibroglandular, ultrasonography juga bisa membantu diagnosis dan mengurangi angka
pemeriksaan operasi biopsi. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi kista
kompleks atau kista yang hanya membutuhkan aspirasi berulang karena dapat
berkembang menjadi keganasan. Ultrasonography dapat digunakan untuk membedakan
lesi jinak dan ganas dengan nilai prediktif negatif mencapai 99.5%, spesifisitas 67.8%,
dan tingkat akurasi keseluruhan mencapai 72.9% (Stavros et al). Gambaran sonography
spesifik untuk menentukan sifat jinak dari lesi termasuk adanya hiperechogenik intens,
berbentuk elips, adanya lobulasi yang nyata, pseudocapsule echogenic tipis dan hanya ada
4 lobulasi atau kurang. Gmbaran sifat ganas pada lesi terlihat dengan adnaya spiculasi,
dengan batas angular dan berbayang, mikrolobulasi dan adanya mikrokalsifikasi.
Walaupun penegakkan diagnosis pasti bisa dilakukan dengan prosedur pencitraan,
non-onvasif, namun pada kebanyakan lesi, pemeriksaan histopathology atau cytology
(Biopsi/FNAC) terbukti sebagai alat yang penting untuk memastikan diagnosis lesi.
Hal yang sangat penting adalah mengidentifikasi adanya lesi di luar payudara, yang
dapat terlihat dengan melakukan palpasi pada massa di payudara. Lesi pada dinding
thorax, otot, dan pleura, massa pada tulang, penyakit hydatid dapat menunjukkan
gambaran klinis berupa pembengkakan pada payudara.
Yang terakhir, baik mammogrpahy dan ultrasonography mempunyai keuntungan
dan keterbatasannya sendiri. Tidak ada pemeriksaan yang menunjukkan tingkat akurasi
hingga 100%, namun kombinasi dari pemeriksaan mammography dan ultrasoography
dapat meningkatkan akurasi hampir mencapai 100%.
5. Kesimpulan
Penelitian ini memastikan tingkat spesifisitas yang lebih tinggi untuk pemeriksaan
kombinasi ultrasonography dan mammography dalam deteksi massa pada payudara
termasuk keganasan payudara. USG terbukti lebih baik untuk identifikasi lesi kista,
ektasia, infeksi, dan kondisi inflammasi, laktasi pada saat kehamilan, pemantauan
densitas payudara, dan pemeriksaan pencitraan langsung, sementara mamography lebih
baik untuk mendeteksi mikrokalsifikasi, massa spiculasi untuk deteksi dini dari kejadian
malignansi dan untuk biopsi sterotactic.
Ultrasonography dan mammography tidak dapat saling menggantikan satu dengan
lainnya, namun jika terpaksa memilihi modalitas pemeriksaan tunggal, ultrasonography
terbukti lebih baik untuk pemeriksaan pada populasi yang lebih muda dan lesi BIRAD
1,2, dan 3. Sementara, mammography lebih baik untuk pasien berusia lebih tua dan lesi
BIRAD 4 dan 5. Namun, kombinasi hubungan pemeriksaan sono-mammography terbukti
lebih baik.
Lesi ekstra-payudara dapat menyerupai massa payudara, sehingga pemeriksaan
pencitraan potong lintang (cross-over imaging) dapat dilakukan untuk menyelesaikan
masalah ini. Mammography tidak bisa membantu untuk kasus lesi ekstra-payudara.