Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA...

21
Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 1 POLA HUBUNGAN PATRONASE PADA BIROKRASI PEMERINTAHAN KOTA CIMAHI Oleh : Dadang Sufianto, Agus Subagyo, dan Dadan Kurnia Universitas Jenderal Achmad Yani-Cimahi e-Mail : [email protected] Abstrak Tujuan pokok penelitian ini adalah memahami apakah pola hubungan patronase pada birokrasi pemerintah daerah dapat diselaraskan dengan pola hubungan birokratis. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian telah dilakukan di Kota Cimahi, Jawa Barat- Indonesia pada tahun 2016. Hasil penelitian adalah bahwa pola hubungan patronase dalam birokrasi pemerintahan Kota Cimahi, dapat diselaraskan dengan pola hubungan birokratis melalui pengembangan karir pegawai.Caranya, walikota tidak melakukan “perloncatan” dalam pengembangan karier kliennya, melainkan dengan “percepatan” agar tidak melanggar aturan kepegawaian. Para birokrat tertentu dipromosikan berdasarkan prosedur kepegawaian dalam waktu yang tidak terlalu lama. Wali kota menggunakan wewenangnya secara etis dan ditunjang oleh sikap partai yang tidak ikut campur. Dengan cara itu, pencapaian kinerja pemerintah Kota Cimahi tidak terganggu. Bertolak dari simpulan tersebut, peneliti mengajukan konsep baru yaitu “pola hubungan patronase pada birokrasi pemerintahan daerah dapat diselaraskan dengan pola hubungan birokratis sepanjang mengenai pengembangan karier birokrat tertentu, jika kepala daerah menggunakan wewenangnya secara etis, tidak mengabaikan aturan kepegawaian, dan tidak ada campur tangan pihak luar.” Kata kunci: patronase, birokrasi, walikota, karier, dan kinerja.

Transcript of Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA...

Page 1: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

1

POLA HUBUNGAN PATRONASE

PADA BIROKRASI PEMERINTAHAN KOTA CIMAHI

Oleh : Dadang Sufianto, Agus Subagyo, dan Dadan KurniaUniversitas Jenderal Achmad Yani-Cimahi

e-Mail : [email protected]

Abstrak

Tujuan pokok penelitian ini adalah memahami apakah polahubungan patronase pada birokrasi pemerintah daerah dapatdiselaraskan dengan pola hubungan birokratis. Dengan pendekatankualitatif, penelitian telah dilakukan di Kota Cimahi, Jawa Barat-Indonesia pada tahun 2016. Hasil penelitian adalah bahwa polahubungan patronase dalam birokrasi pemerintahan Kota Cimahi,dapat diselaraskan dengan pola hubungan birokratis melaluipengembangan karir pegawai.Caranya, walikota tidak melakukan“perloncatan” dalam pengembangan karier kliennya, melainkandengan “percepatan” agar tidak melanggar aturan kepegawaian.Para birokrat tertentu dipromosikan berdasarkan prosedurkepegawaian dalam waktu yang tidak terlalu lama. Wali kotamenggunakan wewenangnya secara etis dan ditunjang oleh sikappartai yang tidak ikut campur. Dengan cara itu, pencapaian kinerjapemerintah Kota Cimahi tidak terganggu. Bertolak dari simpulantersebut, peneliti mengajukan konsep baru yaitu “pola hubunganpatronase pada birokrasi pemerintahan daerah dapat diselaraskandengan pola hubungan birokratis sepanjang mengenaipengembangan karier birokrat tertentu, jika kepala daerahmenggunakan wewenangnya secara etis, tidak mengabaikanaturan kepegawaian, dan tidak ada campur tangan pihak luar.”

Kata kunci: patronase, birokrasi, walikota, karier, dan kinerja.

Page 2: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

2

Pola Hubungan Patronase Dalam Birokrasi PemerintahanKota Cimahi

PENDAHULUANSalah satu fenomena

pemerintahan yang menarikuntuk dikaji adalah adanyapola hubungan patronasedalam birokrasi pemerintahandaerah. Pola hubungan iniperlu dipelajari agar dapatdikelola dengan tepat danbijak. Ten Dam (di Kausar,2009: 163) berpendapat bahwaada pola hubungan patronasedi pemerintah daerah. Halyang sama juga dinyatakanMardiyanto sebagai MenteriDalam Negeri (di Kausar,2009: ix) bahwa budayapatron-klien (patronase) dibirokrasi pemerintah daerahadalah realitas yang takterbantahkan.

Secara teoritis, polahubungan patronase padabirokrasi pemerintah sulituntuk diterima keberadaannyakarena tidak sesuai dengansifat birokrasi yang memilikipola hubungan birokratis. Polahubungan patronase memilikisifat personal, tidak formal,emosional, dan prosedural;sedangkan pola hubunganbirokratis memiliki sifatimpersonal, formal, rasional,dan prosedural. Oleh karenaitu, pola hubungan patronasedipandang sebagai sesuatuyang dapat mengganggupencapaian kinerja pemerintah

daerah, terutama dalampelayanan publik.

Penelitian tentangfenomena ini diharapkandapat dilakukan pada daerahyang luas dengan karakterbudaya yang berbeda,misalnya di daerah perkotaan,pinggiran kota, dan pedesaanuntuk mendapatkan hasilyang representatif dalampengayaan ilmu pemerintahan.Mengingat keterbatasan,penelitian ini hanya dilakukandi Kota Cimahi. Selain itu, darihasil observasi awal, diketahuibahwa dalam birokrasipemerintah daerah ini adatanda-tanda hubunganpatronase. Karena latarbelakang itu, penelitimelakukan penelitian yangberjudul "Pola hubunganpatronase dalam birokrasipemerintahan Kota Cimahi."

Masalah penelitiandirumuskan dalam bentukpertanyaan penelitian sebagaiberikut:1) Apakah pada birokrasi

pemerintahan Kota Cimahiterdapat pola hubunganpatronase;

2) Bagaimana terjadinyapola hubungan patronasepada birokrasipemerintahan KotaCimahi tersebut; dan

3) Bagaimana polahubungan patronase

Page 3: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

3

informan (cek anggota) jikakeraguan ditemukan; dan

Subyek penelitian adalahwalikota dan pejabat

dapat disesuaikan denganpola hubungan birokratisagar tidak mengganggukinerja pemerintahCimahi.

METODE PENELITIANPenelitian ini dirancang

dengan pendekatan kualitatif-fenomenologis-naturalistik,karena tidak dimaksudkanuntuk menguji teori (verifikasiteori), melainkan untukmendapatkan gambaran danpemahaman mendalamtentang objek yang ditelitisecara alami. Sedangkanteknik penyajian hasilpenelitian yang dipilih adalah'deskriptif-analitis,' yaitupenggambaran obyek faktualyang dianalisis (kualitatif).

Objek penelitian adalah'tanda-tanda pola hubunganpatronase' pada birokrasipemerintahan Kota Cimahi.

pemerintah daerah KotaCimahi lainnya. Data yangdikumpulkan terdiri dari dataprimer dan data sekunder.Data primer diperoleh daripengamatan dan wawancaradengan informan yang terdiridari pejabat, pengamat, danmasyarakat setempat.Sedangkan data sekunderdiperoleh dari tinjauandokumen. Wawancaramendalam dilakukan untukmengeksplorasi kedalamaninformasi yang tidak terlihat

dan tidak dapat diamatiseperti karakter, keyakinan,sistem nilai, kepentinganpolitik, motif dan emosipribadi. Sedangkan instrumenpengumpulan data adalahpeneliti sendiri denganmenggunakan panduanwawancara yang dipersiapkansebelumnya.

Dalam mengantisipasikemungkinan validitasancaman data, penelitimelakukan pencatatan datasecara rinci dan selengkapmungkin; konfirmasi kepada

check-recheck setiap data yangdikumpulkan. Agarmendapatkan tingkatkepercayaan yang tinggi daridata, peneliti menggunakanempat (4) jenis triangulasi,yaitu triangulasi sumber,metode, peneliti, dan teori.Triangulasi sumber dilakukandengan membandingkandata/informasi dari satusumber dengan data/informasiyang ditemukan dari sumberlain. Triangulasi metodedilakukan denganmembandingkan temuanobservasi, wawancara danreview dokumen. Triangulasipeneliti dilakukan denganmenghubungi peneliti lainuntuk memeriksadata/informasi yang sudahdikumpulkan dari observasidan wawancara. Triangulasiteori dilakukan denganmembandingkan draft

Page 4: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

4

proposisi yang telah dibuatdengan teori/konsep ataupenjelasan patokan lain yangrelevan dengan tujuanpenelitian.

HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian tentang

fenomena pola hubunganpatronase sudah dilakukan dibeberapa daerah dengan basisyang berbeda. Dari Kausar(2009: 21) diperoleh informasitentang penelitian yang telahdilakukan di Indonesia, yaitu:

1) Penelitian pola patronaseberbasis kehidupanbangsawan (karaeng-ata)dan penguasaan tanah diSulawesi Selatan yangdilakukan oleh Mudyonopada tahun 1978, Effendipada tahun 1981, danFatmawati pada tahun1996.

2) Penelitian pola hubunganpatronase berbasis matapencaharian nelayan(punggawa-sawi) di SulawesiSelatan yang dilakukan olehSallatang 1982.

3) Penelitian pola patronaseberbasis pertanian (petanikecil- besar) di Jawa Baratyang dilakukan Rusidi 1989;

4) Penelitian pola patronaseberbasisbirokrasipemerintahan di TulangBawang-Lampung dilakukanKausar 2004-2005.Studi pola hubungan

patronase berbasis birokrasipemerintahan daerah olehKausar merupakan penelitian

perintis yang dapatmenginspirasi studi yangdilakukan oleh peneliti saatini. Studi seperti yangdisebutkan telahmenghasilkan informasi yangberharga tentang keberadaanhubungan patronase yangmempengaruhi kinerjabirokrasi pemerintah daerah.Tapi, penelitian Kausar initidak mengeksplorasikeselarasan pola hubunganpatronase dengan hubunganbirokratis. Oleh karena itu,penelitian yang dilakukansekarang dalam posisi sebagaitambahan dari studi sejenis,baik luasnya maupunkedalamannya, terutamauntuk menemukan carakeselarasan pola hubunganpatronase dengan polahubungan birokratis.

Keberadaan Pola HubunganPatronase pada Birokrasi

Pemerintahan Kota Cimahi.Kausar (2009: 16)

berpendapat bahwa hubungan'patronase' adalah istilah laindari hubungan patron-klien.Istilah ini berasal dari bahasaLatin: patronus dan cliens.Berdasarkan kamus Latin(Prent, 1969: 143 dan 615),patronus berarti 'pelindung',dan cliens berarti 'dilindungi.'Dengan demikian, patronaseawalnya merupakan istilahyang menunjukkan hubungankhusus antara seseorang yangmelindungi (biasanyabangsawan) dengan orang

Page 5: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

5

yang dilindungi (biasanyaorang jelata). Istilah lain yangdigunakan dengan arti yangsama adalah hubunganperbudakan.

Dalam perkembanganselanjutnya, pola hubunganpatronase ada juga pada basiskehidupan yang lebih luas.Misalnya, selama periodekerajaan di Indonesia dikenalistilah yang menunjukkanhubungan antara kawula-gusti(hamba-raja). Pada zamankolonial diketahui hubunganmenak - cacah (kelasbangsawan-bawah).Sementara pada saatkemerdekaan sampaisekarang, meskipun tidak adaistilah yang sama denganistilah seperti yang digunakanpada periode kerajaan, namunperan patron-klien masih ada.

Legg (di Kausar, 2009: 18)menjelaskan bahwa hubunganpatronase merupakanhubungan pribadi khususberdasarkan kepentinganbersama antara pelaku yangmengendalikan sumber dayayang tidak sama. Sifat darihubungan patronase inivertikal-hirarkis. Patronberada pada posisi atas dariklien karena kekuatan sumberdaya yang jauh lebih besardari sumber daya yang dimilikioleh klien. Oleh karena itu,dalam pola hubungan ini,patron lebih diuntungkandaripada klien dan klienberada dalam posisi lemahsehingga tergantung pada

patron. Scott (di Kausar, 2009:17) menjelaskan karakteristikpola hubungan patronasesebagai berikut:1) Ada ketimpangan dalam

pertukaran yangmenggambarkanperbedaan kekuasaan,kekayaan, dan posisi.Klien adalah orang yangmasuk dalam hubunganpertukaran tidakseimbang. Dia tidakmampu membayar sesuatuyang diterima dari patron.Itulah sebabnya klienmemiliki utang danakhirnya sangatbergantung pada patron.

2) Meskipun hubungan inimemiliki sifat instrumentaluntuk perhitungan labarugi, namun unsur rasatetap berpengaruh karenahubungan yang sangatdekat.

3) Sifat hubungan inifleksibel dan luas. Sifatluas hubungan ini tidakdalam hubungan kerja,tetapi juga pada hubunganlingkungan dan bahkanturun-temurun. Selain itu,pertukaran tidak hanyadalam bentuk uang ataubarang, tetapi jugakekuasaan dan kekuatan.

Dengan karakteristik ini,pola patronase dalam birokrasipemerintahan daerah dapatdikenali dari kedekatanhubungan pribadi antarapejabat di berbagai posisihirarkis (atasan-bawahan).

Page 6: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

6

Misalnya, kedekatan kepalapemerintahan daerah denganpejabat tertentu, ataukedekatan antara pejabat dibawahnya. Karenakedekatannya, para pejabatyang posisinya lebih rendahmendapatkan perlakuankhusus dari pejabat yang lebihtinggi, misalnya perlindungan,penyediaan fasilitas, ataupromosi ke posisi yang lebihtinggi / strategis dengan carayang khusus. Di sisi lain,pejabat yang memiliki posisiyang lebih tinggi (patron) jugamendapatkan perlakuankhusus dari bawahannya(client), antara lain loyalitas,dedikasi, dan dukunganpribadi.

Dari hasil penelitian diCimahi, peneliti memperolehinformasi dari informan kunci,bahwa dalam birokrasipemerintahan Kota Cimahiterdapat pola hubunganpatronase. Informanmenyatakan bahwa walikotamelakukan hubunganbirokratis dengan pejabatpemerintah daerah padaumumnya, sementarahubungan patronasedilakukan hanya denganpejabat tertentu yang sangatdekat dengannya. Hubunganpatronase dapat dikenali daricara walikota dalammenempatkan pejabat tersebutpada posisi yang dianggapstrategis. Meskipun perludicatat, bahwa walikota tidakmelakukan dengan cara

mencolok. Diakui jugainforman bahwa ia termasukpejabat yang dekat denganwalikota. Informasi dariinforman ini hanya tentanghubungan patronase walikotadengan birokrat tertentu,karena tanda fenomena inirelatif mudah untuk dilihat,yaitu melalui pengembangankarir pejabat dengan carakhusus. Sementara hubunganpatronase antar pejabatlainnya tidak dapat dijelaskan,karena selain pelakunyabanyak, juga tanda-tandakeberadaannya sangat sulitdiidentifikasi.

Jika pendapat informandikaitkan dengan pendapatLegg (di Kausar, 2009: 18)bahwa hubungan patronasemerupakan hubungan khususyang bersifat pribadiberdasarkan kepentinganbersama antara aktor dansifatnya vertikal-hierarkis, itudapat diartikan, bahwa polahubungan patronase ada padabirokrasi pemerintahan KotaCimahi, dalam hal ini,hubungan patronase antarawalikota dengan bawahantertentu. Hubungan antarawalikota dengan bawahannyaadalah hirarkis-vertikal. Yangdimaksud bawahan di siniadalah pejabat daerah darisekretaris daerah ke bawah.

Terkait hal ini, Scott danRoniger (di Kausar, 2009: 96)menjelaskan bahwa hubunganpatron-klien terjadi karenasaling pengertian dan

Page 7: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

7

hubungan emosional antaraatasan dan bawahan.Hubungan ini adalahhubungan saling memberi(transaksional). Bawahanmemberikan loyalitas,dedikasi, dan dukungan untukwalikota, sementara walikotamemberikan perhatian khususyang dirasakan signifikan olehbawahan. Misalnya, posisiyang strategis, perlindungan,dan fasilitas. Dalam hal ini,walikota memiliki kewenanganbesar untuk menentukan karirbawahan. Oleh karena itu,bawahan tertentu yangmenjadi kliennya sangattergantung pada walikota.Karena itu, mereka berusahamenunjukkan loyalitas dandedikasi terbaik untukwalikota. Jika tidak, merekakhawatir mendapatkan nasibburuk.

Mengenai loyalitas klienuntuk patron dan terkaitdengan pelayanan publik,Kausar (2009: 9)mengkhawatirkan terjadinyapemahaman yang salah daribeberapa pejabat. Loyalitasdiberikan bukan kepadalembaga yang mencerminkankepentingan masyarakatpengguna jasa, tetapi loyalitaskepada atasan sebagai pribadi.Jika itu terjadi, maka hal ituberpengaruh buruk padakualitas pelayanan publik,antara lain terjadinya layananpilih kasih.

Kekhawatirannya sangatdimengerti, tetapi juga

tergantung pada komitmendan fleksibilitas dari kliendalam melaksanakan perintahpatron. Di Cimahi, informanmemiliki pengalaman bahwaketika ia menjadi camat, iapernah diperintahkan olehwalikota untuk membantuperusahaan tertentu karenaada kendala dari masyarakatmeskipun lokasi perusahaantidak bermasalah (sesuaidengan perencanaan kota).Pada saat itu, informanmelakukan negosiasi denganmasyarakat untukmemperoleh manfaat bagikedua belah pihak. Akhirnya,masalah itu bisa diselesaikan.Masyarakat menerima sesuatuyang signifikan dariperusahaan, dan perusahaanjuga telah merasa terbantu.Perusahaan ini dilindungi darikepastian hukum mengenailokasi usaha. Dengan cara ini,layanan menjadi seimbang.

Dengan informasi ini,peneliti memperolehpengetahuan bahwa pengaruhnegatif dari patronase padapelayanan publik dapatdiminimalkan dengan sikappelaku yang bersedia danmampu menerapkan etikapelayanan.

Informan menambahkanbahwa walikota adalah tipeorang yang tidak inginmenimbulkan keributankarena kebijakannya. Olehkarena itu, meskipun iamemiliki otoritas besar, tetapi

Page 8: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

8

penggunaan otoritasnyasangat hati-hati.

Informasi yang samaditerima dari informan lainyang menjelaskan bahwa iaadalah seorang pegawai yangmerasa dekat dengan walikota.Ia diperhatikan oleh walikota,tapi dengan cara tidakmencolok. Walikotamengembangkan karirkaryawan termasuk dirinyasendiri dengan cara mengikutiprosedur administrasikepegawaian. Cara inidigunakan karena walikotatidak ingin melanggar aturandan tidak ada keributan dikalangan pegawai pemerintahkarena kebijakannya.

Dari pengamatandiketahui bahwa informan inimasih muda tapi bisamenempati posisi yangbiasanya dipegang olehkaryawan yang sudah berusiarelatif tua (menuju pensiun).Dia diberi kepercayaan olehwalikota, bisa jadi selainkarena kedekatannya denganwalikota, tetapi juga karenakompetensinya. Cara inimemberikan kesan kepadapeneliti bahwa walikota bisamenyesuaikan hubunganpribadi pada pola hubunganpatronase dengan hubunganimpersonal pada polahubungan birokratis.Bawahan dinilai tidak hanyakarena kedekatan pribadidengan dia, tetapi jugadihitung aspek kompetensidan kualitas lainnya.

Informan menambahkanpernyataan bahwa perhatianyang diberikan walikotakepadanya tidak terbatashanya untuk dirinya sendiritetapi juga untuk keluarganya.Istrinya juga ditempatkan diinstansi yang banyak diminatioleh karyawan lain padaumumnya. Informasi inimenguatkan temuan Scott (diKausar, 2009: 17), bahwa sifatdari pola hubungan patronaseadalah 'fleksibel dan luas. "

Informasi selanjutnya dariinforman lain yang mengklaimbahwa ia tidak terlalu dekatdengan walikota sepertipejabat tertentu lainnya, tapiia bersyukur telah diposisikandi eselon III yang dia sendiritidak tahu persis alasannya.Dari hasil pengamatannya, iatahu bahwa dalampemerintahan kota Cimahi adatanda-tanda pola hubunganpatronase antara walikotadengan bawahan tertentutetapi ia tidak bisamenerangkan dengan jelaskarena dirasakan tidakmencolok dan tidak menarikperhatian bagi dirinya sendiri.Dengan pengamatan penelititeraba bahwa informan initidak berani secara terbukauntuk menjelaskan fenomenaitu.

Dari keterangan informandapat ditafsirkan bahwameskipun walikotamenggunakan pola hubunganpatronase (personal,emosional), namun walikota

Page 9: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

9

tidak mengabaikan prinsiphubungan birokratis(impersonal, rasional). Dalampengembangan karir bawahandi jalur hubungan patronase,walikota masih inginmenghitung latar belakangpendidikan dan kompetensikaryawan yang menjadikliennya.

Dari keterangan beberapainforman yang disebutkandapat disimpulkan bahwadalam birokrasi pemerintahanCimahi, selain ada polahubungan birokratis, terdapatpula pola hubunganpatronase. Tanda-tanda yangterlihat dan mudah untukmengetahui adanya polapatronase adalah perhatiankhusus walikota kepadabawahan tertentu dalampengembangan karir.Sementara tanda-tanda lainyang tidak terlihat tidak bisadiungkapkan. Meskipun perludicatat bahwa pola patronasedi Cimahi dikemas sedemikianrupa sehingga tidakberbenturan dengan polahubungan.

Latar Belakang TerjadinyaPola Hubungan

Patronasepada BirokrasiPemerintahan Kota Cimahi.

Dengan Undang-UndangNo.9 Tahun 2001 tentangPembentukan Kota Cimahi,pemerintah pusat RepublikIndonesia menetapkan Cimahisebagai Kota, daerah otonomsetingkat kabupaten, sehingga

memiliki alat kelengkapanpemerintahan daerahtermasuk pegawai negeri sipil.Jumlah Pegawai Negeri Sipil(PNS) Daerah di Cimahi padatahun 2014 adalah 5.719orang yang tersebar di 17instansi pemerintah daerah.

Di kota ini telahdilakukan dua (2) kali pemiluwalikota secara langsung padatahun 2007 dan 2012. Saatpenelitian dilakukan, Cimahidipimpin oleh Walikota AttySuharti, S.E dan WakilWalikota Drs. Sudiarto, S.E,Ak untuk periode 2012-2017.Sebelumnya, yang menjadiwalikota Cimahi adalah Bp.Itoch Tochija, birokrat senior,suami Ibu Atty (walikota saatini).

Terkait dengan hal ini,seorang informan mengatakanbahwa ia dekat denganwalikota sejak keterlibatandirinya sebagai pendukungtidak langsung (simpatisan)ketika proses pencalonanwalikota pada tahun 2012.Kemudian, informanmengatakan bahwa latarbelakang terjadinya polahubungan patronase dalambirokrasi pemerintahan KotaCimahi adalah faktor politik,dalam hal ini pemilihanwalikota secara langsung(dipilih oleh semua wargakota). Pada proses pencalonan,calon walikota dibantu olehtim sukses untukmemenangkan pemilu. Padawaktu itu, beberapa birokrat

Page 10: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

10

tertentu telah mendukungnyasecara tidak langsung. Padaperiode sebelumnya birokratitu tidak terlibat dalampemilu, karena calon kepaladaerah dipilih oleh DPRD.Tapi, setelah dimulainyapemilihan langsung (sejakdiberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintah Daerah)sampai sekarang, beberapabirokrat terlibat dalamkegiatan itu. Mereka tidakberkapasitas sebagai anggotatim sukses, tapi sebagaisimpatisan (secara tidaklangsung mendukung). Kondisiini terjadi karena pengaruhkepentingan calon walikotadan birokrat itusendiri.Kandidat sangat menyadaripotensi birokrat begitu besarterutama melalui kerja merekayang dapat mempengaruhijuga pemilih lainnya. Olehkarena itu, birokrat tertentudiminta dukungannya kepadatim sukses meskipun secaraterselubung, tertutup, atautersembunyi, karena aturanmelarang PNS mendukungsalah satu calon (netral).

Sebagian besar daribirokrat memiliki posisi yangsulit karena mereka harusnetral. Itu sebabnya, adabeberapa birokrat yang ikutmendukung salah satukandidat dengan caratersembunyi (diam-diam).Sementara, para birokratlainnya pasif. Para birokrataktif, merasa bahwa mereka

perlu untuk membantukandidat yang akanmemberikan harapan di masadepan untuk kesejahteraanyang lebih baik bagimasyarakat (sebagai alasanobyektif) dan untuk dirimereka sendiri, seperti karir,perlindungan, dan fasilitaslainnya dari pemenang(sebagai alasan subjektif).Sementara yang lain pasifkarena takut mendapatkanrisiko politis jika dukunganmereka salah.

Pola hubungan patronasetimbul setelah calon yangbenar-benar terpilih dandilantik sebagai walikota.Sebagai manusia, walikotamerasa berhutang budikepada para birokrat yangbenar-benar telahmembantunya. Itu sebabnya,dia membalas kebaikanmereka dengan memberikanperhatian khusus antara lainpeningkatan karir birokratyang bersangkutan (promosi).Dengan demikian, dalamhubungan ini ada 'transaksi'dalam bentuk keuntunganbagi kedua belah pihak.

Penempatan di posisistrategis dari birokrat tertentujika dikuatkan olehpertimbangan kompetensi,senioritas, dan hal-halnormatif lainnya, mungkintidak menjadi masalah. Padabatas tertentu pola patronasedapat memiliki dampak positifpada proses manajemenpemerintahan, misalnya,

Page 11: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

11

menimbulkan kekompakankerja. Tetapi jika tidakterkendali (melampaui batas),maka dapat timbul efeknegatif, seperti inefisiensi,ketidakadilan, kurangnyaharmonisasi suasana kerja,dan disorientasi birokrasipemerintah (perhatian yangdiberikan kepada atasan yanglebih besar dari padakepentingan publik).

Itulah gambaran tentangfaktor pertama yangmempengaruhi terjadinya polahubungan patronase. Selainitu, apakah ada faktor lain?

Sehubungan dengan ini,informan lain menjelaskanbahwa ia merasa dekat denganwalikota sekarang sejak dekatdengan walikota sebelumnya.Kedekatannya terjadi karenasebagai tenaga staf, dirinyatelah berupaya memberikanpelayanan yang baik kepadapimpinan sehinggapimpinannya pun sayangkepada dirinya. Karenakedekatannya itulah, secarabertahap ia telahdipromosikan oleh walikota.

Informasi ini memperkuatteori saling ketertarikan yangdikemukakan Donald E. Allen,Rebecca F. Guy, dan CharlesK. Edgley (di Ahmadi, 1999:229), antara lain teoriinteraksionis. Menurut teoriinteraksionis, seseorang akantertarik oleh orang lain karenaada sesuatu yang salingmenguntungkan. Dalam halini, mungkin walikota tertarik

dengan pelayanan yang baikdari staf tersebut, dan staf inimerasa diuntungkan karenaperhatian yang baik dariwalikotanya.

Selain itu, informanmenunjukkan penguatanpendapat Kausar (2009: 97)bahwa hubungan pengabdianini dapat terjadi karenakesamaan ideologi, almamater,kekerabatan, persahabatan,suku, dan budaya lokal yangdimiliki oleh patron dan klien.Dalam hubungannya denganpendapat Kausar ini, informantidak memiliki kesamaanideologi, kekerabatan, danpersahabatan denganwalikota, namun memilikikesamaan suku dan budayalokal (Sunda).

Dari pengamatandiketahui bahwa informanterkesan loyal kepadaatasannya. Dia memiliki nilailoyalitas yang mempengaruhikepribadiannya, dan berasaldari budaya masyarakat dimana ia lahir dan hidup. Halini berhubungan denganpendapat Fred Luthans (1995:496-497), bahwa orang-orangdipengaruhi oleh budayamasyarakat di mana merekatinggal. Ketika merekabergabung dengan organisasi,mereka membawa nilai-nilaidan keyakinan yang telahdipelajari. Nilai loyalitas yangdimiliki orang Sunda ini, dapatdiketahui antara lain daripribahasa 'teu ngijing silabengkok sembah' (setia pada

Page 12: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

12

terjadinya pola hubunganpatronase pada birokrasi

atasan), dan 'guru, ratu, wongatua karo' (hormat kepadaguru, pemerintah, dan orangtua).Pengaruh budaya masyarakatsekitarnya, tampaknya tidakhanya tertuju pada karyawanbawahan, tetapi juga padawalikota. Dengan pendekatanempati, teraba bahwa walikotasendiri memiliki sistem nilaiindividual. Seperti nilai-nilaikepemimpinan Sunda yangterkandung dalam peribahasa'ari diarah supana kududipiara catangna' (jika inginmendapatkan manfaat darisesuatu, maka sesuatu ituharus dirawat dengan baik).Selainitu, ada peribahasa yangdapat digunakan seorangpemimpin 'congo-congo kuamis, mun rek amis ge puhuna'(bagaimana anak-anak ataupengikut dapat berperilakubaik, jika orang tua ataupemimpin mereka berperilakuburuk).

Informasi ini dapatmenjelaskan bahwa nilai-nilaiindividual yang dimiliki aktoryang berasal dari budayamasyarakat (budaya Sunda)memiliki pengaruh terhadapproses terjadinya hubunganpatronase pada birokrasipemerintahan Kota Cimahi.

Dari uraian di atas dapatdisimpulkan bahwa proses

pemerintahan Cimahidipengaruhi oleh faktor-faktorsebagai berikut:

1) politik, dalam hal inipemilihan walikota secaralangsung; dan

2) sistem nilai pribadi daripelaku (patron-klien) yangberasal dari budayamasyarakat sekitar, dalamhal ini budaya Sunda.

Penyelarasan Pola HubunganPatronase dan Pola Hubungan

Birokratis.Kausar (2009: 11)

mengkhawatirkan bahwakegiatan partai politik yanganggotanya terdiri dariberbagai kelompokkepentingan etnis dan khusus,telah mempengaruhi kinerjabirokrasi. Kesamaan kesetiaankepada partai merupakanfaktor yang memperkuathubungan patronase. Partaipolitik yang mengusung calonkepala daerah mengambilbagian untuk menempatkanbirokrat tertentu yangdianggap akanmenguntungkan partainyadengan menekan calon kepaladaerah terpilih.

Untungnya, kekhawatiranmereka tidak ditemukan diCimahi, karena pemimpinpartai pengusung tidak ikutcampur dalam menentukankarir bawahan walikota.Seorang informan menjelaskanbahwa walikota Atty memilikipola kerja yang hampir samadengan walikota Cimahipadaperiode sebelumnya.Walikota, meskipun padapencalonan dirinya pada

Page 13: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

13

tahun 2012 diusung beberapapartai politik, tidak membuatdirinya dapatdidikte partaipolitik dalam pengembangankarir bawahannya. Walikotapraktis bebas dari tekananpolitik dalam menentukankarir bawahannya.

Informasi ini pentingkarena menunjukkan ‘sikappositif dari partai politik'dalam mengembangkan karirbawahan walikota. Kesan yangmuncul antara lain bahwawalikota pandai dalammendekati partai politik yangmendukungnya. Karenafleksibilitasnya itu, makapemimpin partai pengusungmenyadari bahwa di zona ini,mereka menyadari tidakpantas ikut campur, karenadapat menyebabkan ketidak-nyamanan walikota. Dengandukungan dari pemimpinpartai pengusung, walikotabisa bebas melakukanpenyelarasan pola hubunganpatronase dengan polahubungan birokratisdalampengembangan karirbawahannya.

Selanjutnya, informanmenambahkan pernyataanbahwa hubungan patronasewalikota melaluipengembangan karir kliennya,disesuaikan dengan prosedurkepegawaian yang berlaku.Diakui bahwa padasuatuwaktu, walikota pernahmeningkatkan karir pejabattertentu dari eselon Vlangsung ke eselon III (tanpa

melalui eselon IV), tapi setelahitu tidak terjadi lagi sampaisekarang, meskipun tidakdiketahui apa alasannya.Setelah kejadian itu walikotalebih memilih "percepatan"daripada cara mencolokdengan bentuk 'perloncatan'agar tidak menimbulkangejolak protes dari karyawanlainnya.

Informan ini memberipengetahuan bagi penelitibahwa walikota dalammempromosikan bawahanyang berada padajalurhubungan patronase, tidakmelanggar etika administrasikepegawaian, misalnya dengancara 'perloncatan' (tidakgradual). Cara ini hanyaterjadi sekali seperti yangdikemukakan oleh informan.Meskipun penempatan pejabatdari eselon V langsung keeselon III tanpa duduksebelumnya di eselon IV tidakmelanggar norma manajemenpersonalia, selama karyawantersebut memiliki nilai yangbaik dan kompetensi yangtepat; tapi, cara ini bisamengakibatkan cemburupegawai lain dan mengganggusuasana harmonis. Entahkarena latar belakang apa,peristiwa ini terjadi hanyasekali dan tidak pernah terjadilagi sampai sekarang. Setelahitu sampai sekarang, walikotatidak memilih cara untukmeningkatkan seseorangdengan 'perloncatan,’ tapidengan cara 'percepatan’agar

Page 14: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

14

selaras dengan prosedurmanajemen personalia. Yangdimaksud dengan percepatandi sini adalah bahwa personilyang akan ditempatkan dieselon tinggi, dinaikkanterlebih dahulu secarabertahap sesuai denganpangkat, kompetensi dansenioritasnya, tetapi dalamwaktu yang tidak terlalu lama.

Mirip dengan informasiitu, informan lain menjelaskanbahwa dalam mengembangkankarir kliennya, walikotamenggunakan pola kombinasihubungan birokratis danpatronase. Walikota terkesanmenyeimbangkan hubunganimpersonal (birokrasi) danhubungan pribadi (patronase)dengan kliennya. Dengankombinasi itu, kinerjapemerintah daerah tidakterganggu bahkan dalambeberapa hal tertentu dapatmeningkat.

Penjelasan dari informanini memberi kesan kepadapeneliti bahwa walikotamampu mengemas polahubungan patronase dengansentuhan etika, sehingga tidakmengganggu pola hubunganbirokratis. Kemampuan untukmengemas pola patronase iniberkaitan dengan kompetensietiknya. Yang dimaksuddengan kompetensi etik adalahkemampuan seseorang yangdihasilkan dari kombinasipengetahuan, sikap mental,dan keterampilan etik untukmelakukan sesuatu yang

bernilai baik secara moral(Sufianto, 2016: 182). Dengankompetensi etiknya, walikotamampu 'mengendalikan diri'dalam menggunakan otoritas(tidak sembarangan) sehinggapola hubungan birokratistidak menjadi rusak. Mungkinwalikota menyadari bahwamengganggu pola hubunganbirokratis berpotensi akanmemicu keributan karyawan(kecemburuan) dan bahkanpublik. Refleksi lain darisentuhan etikanya adalahbahwa walikota tidakmenghukum karyawan yangtelah menjadi pendukungkandidat lain selama masapencalonan.

Tentang hal ini, informanmenambahkan bahwa walikotaitu lebih akomodatif,kompromi, dan bijaksanadalam pengembangan karirbawahan. Birokrat yang tidakmembantu pencalonan dirinyatidak diturunkan dari posisimereka, tetapi hanyaditempatkan di pos laindengan eselon yang sama.Misalnya, dari Kepala Dinas(eselon IIb) digeser ke pos StafAhli (eselon IIb juga).

Informasi ini memberikanpengetahuan kepada penelitibahwa walikota tidakbertindak secara demonstratif.Tindakan walikota dapatdinilai masih dalam batas-batas wajar (rasional), karenatidak bersikap emosional(balas dendam).

Page 15: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

15

Selain itu, walikotatampaknya memperhitungkanjuga kultur yang berlaku dilingkungan alumni PendidikanPemerintahan Dalam Negeri(APDN/STPDN/IPDN). Dalamkultur alumni itu, ada normaetik untuk mempromosikanalumnus, yakni selaindihitung kompetensinya,diperhitungkan juga tingkatsenioritasnya. Ukuransenioritas di sini adalah tahunkelulusan dari almamater.Misalnya, siA yang lulus padatahun 2000 dianggap lebihsenior daripada siB yang luluspada tahun 2005. Menurutetika budaya alumni, sulituntuk diterima jika siBdipromosikan dalam posisimemimpin siA dalam strukturorganisasi, meskipun siBmemiliki kesamaankemampuan dengan siA.

Tentang hal ini, seoranginforman yang merupakanlulusan IPDN dan sekarangdudukdi eselon IV menyatakanbahwa walikota seringmemperhitungkan senioritasdalam setiap acara promosipegawai. Dia pernah dimintapendapat oleh walikota padasaat akanmelakukanrotasi/mutasibeberapa pejabat yangmemiliki latar belakangpendidikan STPDN/IPDNtentang perbandingansenioritas mereka. Walikotamenghormati nilai-nilai yangdipertahankan dalamkelompok alumni itu. Etika

alumni dalam pengembangankarir tidak terganggu olehkebijakan kepala daerah,bahkan merasaterjaga/dipertahankan.Sebagai hasil dari kebijakanwalikota, sikap alumniIPDN/STPDN yang bekerja dipemerintahan Kota Cimahipada umumnya tidakterfragmentasi seperti yangsering terjadi di daerah lain.Dampaknya, kekompakankerja dapat dibangun dandipelihara untuk mendukungpencapaian kinerja pemerintahdaerah.

Informasi ini memberikesan kepada peneliti bahwawalikota tajam dan sensitifdalam melihat situasi. Diadapat mempelajari budayakelompok karyawan. Di tempatlain, biasanya terjadi ketidak-harmonisan dalam hubunganantar alumni STPDN/IPDNkarena kepala daerah tidakmemperhitungkan senioritasketika ia akanmempromosikan anggotakelompok itu. Sering terjadipenempatan junior yangmembawahi seniornya.Memang, kebijakan seperti itutidak bertentangan dengannorma manajemen personaliajika junior memenuhi syarat,namun demikian peristiwa iniakhirnya menyebabkanketidak-harmonisan di antaraalumni STPDN/IPDN yanggemanya dapat menyebabkanpenilaian yang tidak baik

Page 16: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

16

terhadap kepala daerah daripublik.

Dalam hubungan denganpola hubungan patronasemelalui pengembangan karir,gaya kepemimpinan walikotasedikit berbeda dengan gayakepemimpinan pendahulunya.Informan lainnya (eselon III)menyatakan bahwa selamakepemimpinan Bapak ItochTahcya (walikota sebelumnya),tanda hubungan patronasemuncul dalam bentuk yanglebih berani. Hal ini sedikitberbeda dengan Ibu Aty(walikota saat ini), meskipunprinsip hubungan patronaseadalah sama dengansuaminya, tetapi berbeda daricara penerapannya, yaitu lebih'lembut' sesuai dengan sifatkeibuannya.

Terinspirasi olehpenjelasan dari beberapainforman sebelumnya,pertanyaan peneliti menjadiberkembang. Pertanyaannya,dalam menjaga pola hubunganbirokratis (formal, rasional,prosedural), norma apayangdigunakan sebagai pegangan,referensi, atau acuan dalammenilai karyawan.

Dari pengamatan danpenelaahan dokumendiketahui bahwa berdasarkanUndang-Undang Nomor 5tahun 2014 tentang AparaturSipil Negara, PNS dievaluasikinerjanya secara individualmelalui penilaian PencapaianSasaran Kerja Pegawai danPerilaku Kerja Pegawai dengan

menggunakan beberapaindikator, yaitu orientasipelayanan, integritas,komitmen, disiplin, kerjasamatim, dan kepemimpinan.Pencapaian Sasaran KerjaPegawai berdasarkan kontrakkinerja yang dibuat pada awaltahun fiskal dengan mengacupada uraian pekerjaan,jabatan, tugas tambahan, dankreativitas dalam pelaksanaantugas. Orientasi pelayananmerupakan indikator yangdigunakan untuk mengukurkaryawan dalammelaksanakan tugas-tugaspelayanan, baik layananinternal dan layanan eksternalorganisasi. Integritasmerupakan indikatorkejujuran dan ketulusankaryawan dalam pelaksanaantugas sesuai dengankewenangannya dankeberanian untukmempertanggung jawabkanperbuatannya. Komitmenmerupakan indikator aktivitaskaryawan dalam menegakkanideologi Pancasila dan UUD1945 dan kesetiaan untukRepublik dan PemerintahIndonesia. Disiplin merupakanindikator karyawan untukmematuhi aturanketenagakerjaan secarabertanggung jawab sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,termasuk dalam pemeliharaansetiap aset negara yangdipercayakan kepadanya.Kerjasama merupakan

Page 17: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

17

indikator kemampuankaryawan untuk bekerja samadengan karyawan lain baiksecara vertikal maupunhorizontal, di dalam dan diluar organisasi, menerima danmenghargai pendapat dansikap dalam menerimakeputusan yang telahditetapkan. Kepemimpinanmerupakan indikatorkaryawan yang menunjukkansikap teladan, mengaturkerjasama tim, dan membuatkeputusan untuk mencapaihasil yang optimal.

Beranjak daripembahasan mengenai haltadi, pertanyaan berikutnyaadalah apakah kehadiran polahubungan patronasemengganggu pencapaiankinerja pemerintah Cimahi.

Sehubungan dengan topikini, seorang informan darimasyarakat (bukan pejabatpemerintah setempat)menyatakan bahwa sebagaiwarga kota Cimahi, iamengamati bagaimanapemerintah Kota Cimahimelakukan upaya untukmensejahterakan warganyasejak kepemimpinan walikotasebelumnya. Pertama, walikotasaat ini menunjukkankeseriusannya dalam bekerja,seperti yang telah ditunjukkanpendahulunya. Kedua, hasilkarya pemerintah daerah dibawah kepemimpinan walikotapendahulunya dipertahankandan ditingkatkan oleh walikotasaat ini. Meski masih banyak

harapan warga kota yangbelum terpenuhi, namuninforman mengakui bahwakinerja pemerintah kota terusmeningkat. Contoh yang dapatdirasakan antara lain dalamhal perubahan kota melaluipeningkatan kebersihan,keindahan, pembangunantrotoar, taman, peningkatankualitas jalan danpemukiman.

Berbeda denganpernyataan informan tersebut,pengamat lain memberikanpenilaian yang tidak begitubaik. Sebagai warga kota yangtelah hidup selama 16 tahundi Cimahi, informan inimelihat bahwa selama 6(enam) tahun belakangan ini,kemajuan Cimahi tidaksignifikan seperti di daerahlain. Pembangunaninfrastruktur, penataan pasar,dan ekonomi prorakyat belumbegitu baik. Cimahi di bawahkepemimpinan Walikota Atty,menurut penilaiannya berjalandi tempat. Kinerja pemerintahCimahi belum memuaskansemua pihak.

Hal itu diakui juga olehpemerintah daerah. Masihbanyak pekerjaan yang harusdilakukan untuk menciptakankesejahteraan rakyatnya.Berdasarkan hasil penelaahandokumen, harapanmasyarakat yang belumterpenuhi tetapi telah dicatatdalam agenda dandikategorikan sebagai isupublik, yaitu :

Page 18: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

18

1) Tidak optimalaksesibilitas dankualitas pendidikan dankesehatan;

2) Tidak optimal dalammemberdayakanmasyarakat danmeningkatkan kualitassumber daya manusia;

3) Pertumbuhan pendudukmasih tinggi;

4) Masih rendahnya dayabeli, kemiskinan yangtinggi, danpengangguran;

5) Tidak optimal dalampelayanan dan kualitasinfrastruktur perkotaan,dan bekerja samadengan daerah lain; dan

6) Tidak optimal dalammengelola kapasitaslingkungan danpengendalianpemanfaatan ruangperkotaan.Masalah-masalah ini

secara bertahap terusdihadapi/diatasi. Hasilnya,Cimahi kini berubah danmenunjukkan kemajuan.Berdasarkan penelaahandokumen dari BadanPerencanaan PembangunanKota Cimahi, selama periode2013-2015, kinerjapemerintah daerah Cimahimeningkat. Indikatorperubahan tersebut antaralain sebagai berikut:

1) Indeks Pendidikan (IP):71,55 pada tahun 2012,meningkat menjadi73,58 pada tahun 2013,

dan meningkat menjadi74, 02 tahun 2014;

2) Indeks Kesehatan (IK):82,38 pada tahun 2012,meningkat menjadi82,40 pada tahun 2013,dan meningkat menjadi82,41 pada tahun 2014;

3) Indeks Daya Beli (IDB):71,55 pada tahun 2012,meningkat menjadi71,98 pada tahun 2013,dan meningkat menjadi72,15 pada tahun 2014;

4) Karena peningkatanindeks tersebut, IPM(Indeks PembangunanManusia): 74,99 padatahun 2012, meningkatmenjadi 75,85 padatahun 2013, danmeningkat menjadi76,06 pada tahun 2014;

5) Tingkat Stabilitas Jalan:92,77% pada tahun2012 meningkat menjadi93,25% pada tahun2014; dan

6) Cakupan Layanan AirBersih: 62,49% padatahun 2012 meningkatmenjadi 62,92% padatahun 2014.

Dari uraian di bagian ini,peneliti dapat menyimpulkanbahwa walikota Cimahi telahberupaya untukmenyelaraskan pola hubunganpatronase dengan polahubungan birokrasi melaluipengembangan karir karyawanyang menjadi kliennya.Keselarasan dari dua jenispolahubungan ini diupayakan

Page 19: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

19

diselaraskan dengan polahubungan birokratis jika

hasil penelitian kasuistisdalam konteks birokrasi

oleh walikota melaluimenggunakan wewenang yangdidasarkan padapertimbangan etis dan tidakmengabaikan prosedurkepegawaian. Selain itu,walikota dibantu oleh sikappositif dari para pemimpinpartai pengusung yang tidakmelakukan intervensi dalammembuat kebijakankepegawaian sesuai dengankewenangannya. Karena itu,pencapaian kinerja pemerintahCimahi tidak terganggu.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanPada birokrasi

pemerintahan Kota Cimahiterdapat pola hubunganpatronase antara walikota(patron) dengan pejabattertentu (klien) yang dapatdikenali dari tandanya yangberupa pengembangan karirkliennya dengan perlakuankhusus. Terjadinya polahubungan patronase tersebutdisebabkan oleh 2 (dua) faktor,yaitu:1) politik, dalam hal ini

pemilihan walikota secaralangsung; dan

2) sistem nilai pribadi daripelaku (patron dan klien)yang berasal dari budayamasyarakat sekitar, dalamhal ini budaya Sunda.Penyelarasan pola

hubungan patronase dan polahubungan birokratisdilakukan walikota melalui

pengembangan karir kliennyadengan cara yang etis dandisesuaikan dengan aturanmanajemen personalia, sertadibantu oleh pemimpin partaipolitik yang tidak melakukanintervensi. Dalammengembangkan karirkliennya, walikota lebihmemilih 'percepatan' daripada'perloncatan'. Dengan cara itu,pencapaian kinerja pemerintahCimahi tidak terganggu.

Berdasarkan kesimpulanpenelitia tersebut, penelitimengajukan konsep baru,yaitu "pola hubunganpatronase dalam birokrasipemerintah daerah dapat

kepala daerah menggunakanwewenangnya dengan etis,tidak mengabaikan aturanformal, dan tidak adaintervensi dari luar. "

SaranPenelitian ini memiliki

keterbatasan, antara lainbahwa konsep baru yangdiangkat masih berdasarkan

pemerintahan daerah di KotaCimahi. Selain itu, polahubungan patronase yangditeliti hanya pola hubunganpatronase antara walikotadengan pejabat tertentu.Sementara hubunganpatronase antar pejabatlainnya, belum diteliti. Selainitu, tanda adanya hubungan

Page 20: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

20

patronase yang bisa terlihathanya sekitar pengembangankarir klien. Tanda-tanda lainbelum bisa terungkap. Olehkarena itu, agar penelitian

memiliki transfer abilitas yangkuat, dianjurkan untukdilakukan penelitian serupa dilokasi-lokasi lain.

Page 21: Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017 POLA ...fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/POLA-HUBUNGAN-PATRON... · Jurnal Caraka Prabu ... pemerintahan di Tulang

Jurnal Caraka Prabu | Volume 01 | No. 01 | Juni 2017

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu, 1999, Psikologi Sosial, Cetakan kedua,Jakarta:Rineka Cipta.

Albrow, Martin, 1996, Bureaucracy, terjemahan M. Rusli Karimdan Totok Daryanto, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Blau, Peter M, and Meyer, Marshall W, 1987, Bureaucracy inModern Society, terjemahan Gary R. Yusuf, Jakarta: UI-Press.

Dwiyanto, Agus, dkk., 2002, Reformasi Birokrasi Publik DiIndonesia, Yogjakarta: Pusat Studi Kependudukan danKebijakan Universitas Gajah Mada.

Iver, Mc, 1992, Jaring-Jaring Pemerintahan Jilid II, terjemahanLaila Hasyim, Jakarta: Rineka Cipta.

Kausar, 2009, Sistem Birokrasi Pemerintahan Di Daerah DalamBayang-Bayang Budaya Patron-Klien, Bandung : Alumni.

Luthans, Fred, 1995, Organizational Behavior, Seventh Edition,Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Mintzberg, Henry, 1983, Structure In Five : Designing EffectiveOrganizations, Prentice-Hall International, Inc., London.

Ndraha, Taliziduhu, 2003, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru)Jilid 1 dan 2, Jakarta: Rineka Cipta.

Ndraha, Taliziduhu, 2001, Ilmu Pemerintahan (Kybernology),Program Pascasarjana S2 dan S3 Ilmu Pemerintahan KerjasamaIIP-UNPAD, Jakarta.

Prent, Adisubrata, dan Poerwadarminta, 1969, KamusBahasaLatin-Indonesia, Yogyakarta: Kanisius;

Rasyid, Ryaas M, 2000, Makna Pemerintahan, Jakarta, MutiaraSumber Widya.

Robbins, Stephen, P, 1987, Organization Theory, Structure, Design,And Application, New Jersey-USA: Prentice-Hall, EnglewoodCliffs.

Roosadijo, Marmin Martin, 1982, Ekologi Pemerintahan DiIndonesia, Bandung: Alumni.

Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi, Tinjauan Dari Aspek Politikdan Administrasi, Bekasi: Gugus Press.

Sufianto, Dadang, 2016, Etika Pemerintahan Di Indonesia,Bandung: Alfabeta.

Thoha, Miftah, 2014, Birokrasi & Dinamika Kekuasaan, Jakarta:Prenadamedia Group.

21