JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

124
JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL Pendekatan Induktif dan Deduktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat mengembangkan potensi- potensi yang dibawa sejak lahir. Komponen-komponen yang ada dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Seorang guru dituntut mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang profesional dalam memberikan pembelajaran terhadap siswa- siswanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan belajar mengajar banyak faktor yang memegang peran antara lain guru dan siswa sebagai pelakunya, proses belajar mengajarnya itu sendiri, fasilitas pendukung yang tersedia, lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar tersebut dan lain sebagainya. Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran, hal ini dikarenakan tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses. Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki. Untuk itu, guru perlu menemukan cara terbaik bagaimana menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut dan bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Salah satu alternatif yakni model pembelajaran dengan pendekatan deduktif dan induktif, karena model ini selain dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, juga dapat meningkatkan

Transcript of JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Page 1: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL

Pendekatan Induktif dan DeduktifBAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Belajar adalah sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Kegiatan belajar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir. Komponen-

komponen yang ada dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Seorang guru dituntut

mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang profesional dalam memberikan

pembelajaran terhadap siswa-siswanya.

Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan belajar mengajar banyak faktor yang 

memegang peran antara lain guru dan siswa sebagai pelakunya, proses belajar mengajarnya itu

sendiri, fasilitas pendukung yang tersedia, lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan belajar

mengajar tersebut dan lain sebagainya.

Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila

menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai

dengan materi pembelajaran, hal ini dikarenakan tingkat pemahaman matematika seorang siswa

lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan pembelajaran matematika

merupakan usaha membantu siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses. Proses tersebut

dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk

mengkontruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki.

Untuk itu, guru perlu menemukan cara terbaik bagaimana menyampaikan berbagai

konsep yang diajarkan sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama

konsep tersebut dan bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling

berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Salah satu alternatif yakni model

pembelajaran dengan pendekatan deduktif dan induktif, karena model ini selain dapat

mengembangkan kemampuan kognitif siswa, juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

hal mengkomunikasikan matematika dengan cara mengawali suatu materi dengan contoh-contoh

dengan tujuan supaya siswa dapat mengidentifikasi, membedakan kemudian mengintepretasi,

menggeneralisasi dan akhirnya mengambil kesimpulan.

B.     Rumusan Penulisan

Rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1.      Bagaimana model pembelajaran dengan pendekatan induktif dan deduktif ?

2.      Bagaimana desain pembelajaran pendekatan induktif dan deduktif dalam matematika?

Page 2: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

C.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui model pembelajaran dengan pendekatan induktif dan deduktif

2.      Untuk mengetahui desain pembelajaran pendekatan induktif dan deduktif dalam matematika

BAB IIPEMBAHASAN

A.    Pendekatan PembelajaranPendekatan pembelajaran digunakan sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para

guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Sagala (2010:68) menjelaskan bahwa “Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk satuan instruksional tertentu.”Sedangkan menurut Sanjaya (2008:125) menyatakan bahwa “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.” Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Menurut Wahjoedi (1999:121) bahwa, “Pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.

Berdasarkan pengertian tentang pendekatan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B.     Pendekatan InduktifPendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Perancis Bacon yang

menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai bagitu saja tanpa diteliti secara rasional. Pada dasarnya berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sagala (2010:77) yang mengatakan bahwa “Dalam konteks pembelajaran pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau aturan.” Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa Pendekatan induktif dimulai dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut. Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip atau fakta yang pasti.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.

Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:1)      Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata

pelajaran tersebut,2)      Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan

pengambilan keputusan,

Page 3: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

3)      Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar,

4)      Waktu yang tersedia cukup panjang.Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model

pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:1)      Memilih dan menentukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan

sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.2)      Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga

memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.3)      Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan membenarkan

atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.4)      Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang telah

terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh siswa.

Strategi pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Pembelajaran ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.Jenis pendekatan induktif:

a)      Membentuk satu generalisasi dari pada contoh-contoh tertentu.b)      Membentuk satu prinsip dari uji kajian tertentu.c)      Membentuk satu hukum dari pernyataan-pernyataan tertentu.d)     Mendapat satu teori dari urutan suatu pemikiran.

Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri dari strategi pembelajaran induktif adalah:

a)      Penekanan pada keterampilan berpikir dan tujuan-tujuan afektifb)      Berstruktur rendahc)      Penggunaan waktu yang kurang efisiend)     Memberi kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu

Model pengajaran induktif dari Hilda Taba ini didasarkan atas 3 postulat utama mengenai berfikir, yaitu sebagai berikut:

a.       Bahwa berpikir dapat dididikb.      Bahwa berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan datac.       Bahwa proses berpikir lambat laun membentuk kaidah -kaidah berpikir.

Induktif merupakan proses berpikir di mana siswa menyimpulkan dari apa yang diketahui benar untuk hal yang khusus, juga akan benar untuk semua hal yang serupa secara umum. Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu.

 Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. Berikut adalah beberapa contoh pembuktian dalil atau generalisasi pada matematika. Dalil atau  generalisasi berikut dibenarkan dalam matematika karena sudah dapat dibuktikan secara deduktif.

Page 4: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Contoh : BilanganBilangan ganjil ditambah bilangan ganjil sama dengann bilangan genap.Misalnya kita ambil beberapa buah bilangan ganjil yaitu 1, 3, -5, 7. Maka:

+ 1 3 5 71 2 4 6 83 4 6 8 105 6 8 10 127 8 10 12 14

Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum dianggap sebagai suatu generalisasi, walaupun anak membuat contoh-contoh dengan bilangan yang lebih banyak lagi. Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara deduktif.

Contoh  : Pola GeometriPerhatikan gambar berikut ini!

Dapatkah kita menduga dua bilangan sesudah 10?Jawab:

Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan pembalajaran induktif

1.      Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :a)      Dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena siswa selalu dipancing dengan

pertanyaan.b)      Dapat menguasai secara tuntas topic-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antar

siswa sehingga didapatkan suatu kesimpulan akhir.c)      Mengajarkan siswa berpikir kritis karena selalu dipancing untuk mengeluarkan ide-ide.d)     Melatih siswa belajar bekerja sistematis.

2.      Kelemahan dari pendekatan induktif antara lain :a)      Memerlukan banyak waktu.b)      Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap siswa mempunyai gagasan yang berbeda-

beda.

C.    Pendekatan DeduktifPembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran

tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan.

Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.”

Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa: Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.

Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.”

Page 5: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh.

Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa  pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:

1)      Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,2)      Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir

kritis,3)      Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang

baik,4)      Waktu yang tersedia sedikit.

Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah

1.      Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,2.      Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi  dan contoh-

contohnya,3.      Guru menyajikan  contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan  antara keadaan

khusus dengan aturan prinsip umum,4.      Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus

itu merupakan gambaran dari keadaan umum.Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan kelemahan dari

pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah:1.      Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:a)      Tidak memerlukan banyak waktu.b)      Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan ke dalam soal-soal atau masalah

yang konkrit.

2.      Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:a)      Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran.

Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.b)      Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karena siswa menerima konsep

matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.c)      Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karena disini siswa

langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.

Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran pendekatan deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi.

Dalam strategi pembelajaran deduktif pesan diolah mulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus, dari hal abstrak kepada hal yang nyata, dari konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang konkrit, dari sebuah premis menuju ke kesimpulan yang logis.Langkah-langkah dalam strategi deduktif meliputi tiga tahap:

1.      Pengajar memilih pengetahuan untuk diajarkan.2.      Pengajar memberi pengetahuan kepada peserta didik.3.      Pengajar memberikan contoh-contoh dan membuktikannya kepada peserta didik.

Misalnya, bila diambil contoh untuk pengajaran tentang kalimat tunggal, maka pengajar memulai dengan definisi kalimat tunggal, contoh-contoh kalimat tunggal, dan dilanjutkan dengan

Page 6: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

penjelasan ciri-ciri kalimat tunggal. Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan strategi pembelajaran deduktif adalah teknik ceramah.

Pembelajaran deduktif terdiri dari empat tahapa)      Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (concept rule) atau pernyataan yang mana dalam

pembelajaran diupayakan untuk pembuktiannya,b)      Guru memberikan contoh-contoh yang menunjukkan pembuktian dari konsep,c)      Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi

dari konsep-konsep,d)     Siswa memberikan beberapa kategori dari contoh yang diberikan oleh guru

Pembelajaran deduktif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan penalaran dari umum ke khusus. Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran pendekatan deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi.Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri pembelajaran deduktif adalah sebagai berikut :

a)      Berorientasi pada siswa.b)      Berstruktur tinggi.c)      Penggunaan waktu yang lebih efisien.d)     Kurang memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu.

Sintaks pembelajaran deduktif adalah:a)      Menyatakan abstraksi.b)      Memberi ilustrasi.c)      Aplikasi.d)     Penutup.

Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktf, tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar. Kalau begitu bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal? Untuk mengatasi hal ini dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa pernyataan awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan’, yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita sepakati maknanya.

Pengertian pangkal merupakan pengertian yang tidak dapat didefinisikan. Titik, garis, dan bidang merupakan contoh-contoh pengertian pangkal, sebab titik, garis, dan bidang dianggap ada tapi tidak dapat dinyatakan dalam kalimat yang tepat. Pernyataan-pernyataan pangkal yang memuat istilah atau pengertian tersebut dinamakan aksioma atau postulat. Dengan penalaran deduktif dari kumpulan aksioama yang menggunakan pengertian pangkal tersebut, kita dapat sampai kepada teorema-teorema yaitu pernyataan-pernyataan yang benar.Contoh :Pembuktian penjumlahan bilangan ganjil adalah genap secara deduktif sebagai berikut :Misalkan : a1 dan a2 adalah sembarang bilangan bulat, maka 2a1 bilangan genap dan 2a2 bilangan genap, maka 2a + 1 bilangan ganjil dan 2a2 + 1 bilangan ganjil.Jika dijumlahkan :(2a1 + 1) + (2a2 + 1)    = 2 a1 + 2a2 + 2

Page 7: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

                                    = 2 (a1 + a2 + 1)  sifat tertutup                                    = 2aKarena a dan b bilangan bulat maka (a + b + 1) juga bilangan bulat, sehingga 2 (a + b +1)adalah bilangan genap.Jadi bilangan ganjil ditambah bilangan ganjil sama dengan bilangan genap (generalisasi)

Jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 1800.Misalnya siswa mengukur ketiga sudut sebuah segititga dengan busur derajat dan

menjumlahkan ketiga sudut tersebut, ternyata hasilnya sama dengan 1800. Walaupun proses pengukuran dan penjumlahan ketiga sudut ini diberlakukan kepada segitigasegitiga yang lain dan hasilnya selalu sama dengan 1800, tetap kita tidak dapat menyimpulkan bahwa jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga sama dnegan 1800, sebelum membuktikan secara deduktif.

Pembuktian secara deduktif sebagai berikut :

Garis a // garis b, dipotong oleh garis c dan garis d, maka terbentuk 1 , 2 ,  3 ,  4 ,  5.  1 +   2 + 3 = 1800 (membentuk sudut lurus)  1 =   4 (sudut-sudut bersebrangan dalam)  3 =   5 (sudut-sudut bersebrangan dalam)Maka :   1 +   2 +   3 =   4 + 2 +   5 = 1800

Karena   4 + v 2 +   5 merupakan Jumlah dari ketiga buah sudut pada sebuah segitiga, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 1800.Kesimpulan yang didapat dengan cara deduktif ini barulah dapat dikatakan dalil ataugeneralisasi.

d.      Pendekatan Pembelajaran Induktif-DeduktifPembelajaran induktif-deduktif adalah model pembelajaran yang memadukan model

pembelajaran induktif dan model pembelajaran deduktif. Pembelajaran diawali secara induktif dengan memberikan sejumlah contoh agar siswa mengidentifikasi, menginterpretasi data kemudian membuat kesimpulan. Secara deduktif, setelah siswa mampu mendefinisikan atau menggenarilasasikan dapat memberikan contoh atau non contoh serta dapat membuktikannya.Model pembelajaran induktif-deduktif yang efektif harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

a.       Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu mengekspresikan gagasannya.b.      Proses berpikir siswa berkembang dari data yang sifatnya spesifik menuju generalisasi.c.       Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilannya.d.      Siswa secara intrinsik termotivasi untuk menemukan konsep dan memberikan bukti atau

penjelasan.

Page 8: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

e.       Siswa menemukan pengalaman yang banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

f.       Siswa mampu melakukan penalaran dengan baik.g.      Guru mengendalikan unsur-unsur yang terlihat, misalnya suasana kelas, data, dan guru sebagai

pengendali serta kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium.h.      Dalam pengorganisasiannya dapat dilakukan secara klasikal, individual dan kooperatif.i.        Pembelajaran secara kooperatif menciptakan suasana yang demokratis di kelas, untuk jangka

panjang kondisi seperti ini membawa siswa pada kehidupan nyata di masyarakat (sekolah/kelas dijadikan sebagai miniatur masyarakat).

j.        Siswa terlibat dalam kegiatan yang behubungan dengan data yangada, bahan dan objek sehingga merasa ada pola tertentu dari data yang diperolehnya.

k.      Biasanya ada beberapa generalisasi yang dapat dirumuskan siswa.l.        Guru memberi kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil generalisasi yang diperoleh di kelas.

BAB IIIPENUTUP

A.    Kesimpulan

         Strategi pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar.         Pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah

keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan agar siswa mengidentifikasi, menginterpretasi data kemudian membuat kesimpulan.

         Pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

         Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai

akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Berarti dengan strategi penemuan deduktif, kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu

untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru cenderung untuk

menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan

yang menjadi tujuan dari pembelajaran.

B.     SaranKami menyadari dalam penyusunan dan penjelasan yang ada di dalam makalah ini masih

banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu kami menyarankan untuk dilakukan suatu pengkajian yang lebih mendalam mengenai materi ini. Demi perbaikan makalah kami selanjutnya kami mohon saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun. Demikianlah hasil karya tulis kami yang terangkum dalam suatu makalah semoga bermanfaat dan akhirnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Shadiq, Fadjar. (2003). Peran Penalaran dan Komunikasi serta Pemecahan Masalah Selama Proses Pembelajaran Matematika dalam Peningkatan Kualitas Siswa. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika.Shadiq, Fadjar. Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan, ([email protected] &www.fadjarp3g.wordpress.com)Suwangsih,Dra.Erna. Makalah “Pendekatan Pembelajaran Matematika”internet.

Drs. Markaban, M.Si, (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK.  Paket Fasilitasi Pemberdayaan Kkg/Mgmp Matematika.Yogyakatra: PPPPTKhttp://cahbaguz-uhuy.blogspot.com/2013/02/pendekatan-induktif-dan-deduktif.html

Page 9: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF TERHADAP PEMAHAMAN SISWA

BAB I

PENDAHULUAN1

1.1      Latar Belakang Masalah

Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya kurikulum matematika tidak

terlepas dari pengaruh perkembangan kurikulum matematika di banyak negara di dunia 20

sampai 30 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang ada tidak sesuai

lagi untuk kebutuhan (Hudoyo, 2001: 29). Sementara kebutuhan hidup terus berkembang seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi seperti ini mendorong manusia

untuk memperbaharui pengetahuan dan kemampuannya sehingga mampu menyesuaikan diri

terhadap setiap perubahan yang terjadi.

Menurut Santosa (2001: 29):  Menyatakan bahwa kemajuan yang dicapai oleh negara-

negara besar, hingga bisa mendominasi dalam berbagai bidang seperti sekarang ini, ternyata

60%-80% menggantungkan kepada matematika. Hal tersebut menunjukkan kontribusi besar

matematika terhadap kehidupan manusia, setidaknya seperti yang dialami negara-negara besar

tersebut.1Sejalan dengan penuturan di atas, Dreeben (2001): Mengungkapkan bahwa matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa seseorang harus mempunyai kesempatan yang banyak untuk belajar matematika, kapan dan di mana saja sesuai dengan kebutuhan akan matematikanya sendiri.

Sebagaimana negara-negara maju, Indonesia sebagai negara berkembang pun

memerlukan matematika, karena matematika sendiri memiliki kontribusi bagi perkembangan

ilmu pengetahuan lainnya dan perkembangan teknologi. Adalah hal yang mengkhawatirkan

apabila matematika sebagai bekal kebutuhan jangka panjang dan sebagai salah satu faktor yang

signifikan dalam membangun suatu negara tidak dimiliki oleh individunya. Dengan demikian

dasar matematika sebagai bekal kebutuhan harus dipersiapkan sejak dini.

Tidak dapat dipungkiri, adanya pendidikan matematika di sekolah-sekolah adalah untuk

mempersiapkan para ahli, pemikir, penemu. Dalam bukunya Hamzah (2001): Menegaskan untuk

menjadi ahli setidaknya para siswa memahami benar konsep-konsep yang ada. Sehingga tentu

saja sistem pendidikan, dalam hal ini pembelajaran matematika di lapangan harus digarap secara

serius dan tepat.

Di lain pihak, sejumiah perubahan yang tercakup di dalam kurikulum pembelajaran,

terutama matematika menyentuh beberapa aspek mendasar yang tidak mudah dipahami serta

diimplementasikan di lapangan, sehinggga menuntut upaya antisipasi dari berbagai pihak

(Suryadi, 2005). Hal tersebut tidak jarang membuat pihak terkait, terutama guru sebagai pihak

yang langsung bersentuhan dengan pembelajaran dan siswa di lapangan tidak mudah untuk

melakukan pengembangan pembelajaran secara konsisten dari yang telah biasa dilakukan.

Page 10: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Sehingga dominasi guru masih terjadi dalam proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang

diberikan lebih banyak bersifat rutin, situasi pasifnya siswa masih dominan daripada situasi aktif.

Sementara menurut Dahlan (2004: 6): Pengetahuan tidak diterima secara pasif.

Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas aktif dalam menelaah hubungan, pola, dan membuat

generalisasi yang terpadu dalam pengetahuan baru yang diperoleh siswa dan belajar adalah

aktivitas sosial yang terjadi dari interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan teman-temannya.

Hal ini dikuatkan oleh Hamzah (2001): Bahwa siswa harus aktif secara mental membangun

struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain,

siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu

pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Bila pembelajaran matematika tidak mengalami banyak perubahan. maksudnya

pembelajaran matematika masih bersifat pasif dan tidak melibatkan siswa dalam suatu aktivitas

sosial, maka siswa hanya akan mampu menerima pengetahuan sebatas apa yang guru sampaikan

di muka kelas, sementara potensi kognisi siswa belum dapat terasah dengan baik. Hal itu dapat

mengakibatkan siswa belum sampai pada pemahaman yang sebenarnya. Padahal kita tahu bahwa

siswa sendiri mempunyai potensi dasar untuk membangun struktur kognisinya. hal itu berarti

siswa sesungguhnya mampu membuat struktur konsep yang akan lebih mudah dipahami menurut

dirinya sendiri.

Catatan penting yang diperoleh di lapangan menurut Wahyudin (1999: 222): Adalah

tentang beberapa kelemahan yang terdapat pada siswa, khususnya yang terdapat pada siswa SMP

dan SMA antara lain: kurang memiliki penguasaan terhadap materi prasyarat, pemahaman

terhadap konsep-konsep dasar matematika. rnenyimak dan memahami sebuah persoalan

mengenai pokok bahasan tertentu, dan kemampuan memberikan argumentasi dari setiap jawaban

yang diberikan. Jika demikian, maka kelemahan yang dimiliki siswa merupakan kelemahan yang

mendasar.

Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau

struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami

struktur-struktur serta hubungan-hubungan itu tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-

konsep yang terdapat dalam matematika itu. Dengan demikian, belajar matematika berarti belajar

tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta

mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut (Hudoyo, 2001).

Struktur-struktur yang abstrak bisa menjadi salah satu faktor penyebab konsep-konsep

matematika sulit untuk dipahami dan dikomunikasikan. Bagi sebagian besar siswa, terutama

siswa dengan minat dan bakat yang kurang terhadap matematika hal tersebut menjadi daftar

tambahan dari alasan mengapa matematika itu kurang disenangi dan dikatakan sulit. Hal tersebut

dapat menghambat tujuan pembelajaran sendiri. Jika siswa sudah merasa tidak senang dan sulit,

bukan tidak mungkin kemauan untuk memahami matematika akan berkurang.

Namun demikian, seiring dengan perkembangan teori belajar, struktur dan konsep

matematika dapat disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diserap sesuai dengan

Page 11: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

perkembangan kognitif siswa. Hal ini berarti terdapat faktor penting lain yang dapat

memperlancar atau menghambat transformasi pengetahuan kepada siswa, dalam hal ini adalah

proses belajar.

Menurut Hudoyo (2001: 135): Agar supaya proses belajar matematika terjadi, bahasan

matematika seyogyanya tidak disajikan dalam bentuk yang sudah tersusun secara final,

melainkan siswa dapat terlibat aktif di dalam menemukan konsep-konsep, struktur-struktur,

sampai kepada teorema atau rumus-rumus. Keterlibatan siswa ini dapat terjadi bila bahan yang

disusun itu bermakna bagi siswa, sehingga terjadinya interaksi antara guru dan siswa menjadi

efektif.

Salah satu pendekatan yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah

pendekatan induktif-deduktif. Pendekatan induktif-deduktif didasari pada teori belajar

konstruktivisme dan teori Bruner. Pada pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme ini

menuru Mulyana (2005: 25): Terdapat perhatian pada hal-hal berikut: 1) mengakui adanya

konsepsi awal yang telah dimiliki siswa sebelumnya; 2) menekankan pada kemampuan minds

on dan hands-on; 3) mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konseptual

secara horizontal dan vertical; 4) mengakui bahwa pengetahuan tidak didapat secara pasif; 5)

mengutamakan terjadinya interaksi sosial. Sementara inti dari teori Bruner, bahwa materi

pelajaran tidak disajikan secara final, tetapi siswa dituntut aktif untuk memahami konsep yang

ada sehingga melalui aktivitas mental dapat diperoleh konsep yang berikutnya.

Dengan demikian dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mengangkat

tema"Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Induktif-Deduktif

terhadap Pemahaman Siswa", dengan harapan pendekatan ini dapat meningkatkan

pemahaman konsep siswa.

1.2     Rumusan dan Batasan Masalah

Rumusan masalah dari hal yang telah dikemukakan adalah:

1.   Apakah ada peningkatan pemahaman konsep pada siswa yang memperoleh pembelajaran

matematika dengan pendekatan induktif-deduktif ?

2.   Apakah peningkatan pemahaman konsep siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

induktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

3.   Bagaimanakah respons siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-

deduktif?

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1.   Konsep yang diteliti dibatasi pada pokok bahasan Lingkaran.

2.   Pendekatan induktif-deduktif pada kelas eksperimen.

3.   Hasil yang akan diteliti adalah pemahaman konsep siswa SMP.

1.3     Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:

Page 12: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

1.   Mengetahui ada peningkatan pada pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran

matematika dengan pendekatan induktif-deduktif.

2.   Mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

induktif-deduktif lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

3.   Mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif.

1.4    Penjelasan Istilah

1.   Pendekatan induktif-deduktif adalah proses penyajian konsep atau prinsip matematika yang

diawali dengan pemberian contoh-contoh. menemukan mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi

konjektur, menelaah konsep, dan memberikan soal-soal sesuai dengan konsep dan prinsip yang

telah diberikan.

2.   Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran dengan penyajian

konsep secara langsung oleh guru dengan metode ceramah (penjelasan konsep), tanya jawab,

pemberian contoh dan latihan.

3.   Pemahaman konsep yang dimaksud adalah pemahaman konsep menurut Skemp, yang meliputi:

pemahaman instrumental, merupakan pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya

hafal rumus dalam perhitungan sederhana, dan pemahaman relasional, di mana termuat suatu

skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

1.5        Manfaat Penelitian

1.    Bagi siswa, melalui pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih

aktif dan membangun pola pikirnya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

terhadap konsep yang dipelajari.

2.    Bagi guru, pendekatan induktif-deduktif ini mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan

lingkungan belajar yang efektif. Memberi masukan untuk mendesain pembelajaran matematika

yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa, sebagai salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran yang dapat diterapkan.

3.    Bagi sekolah, pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan di sekolah. Kepala sekolah sebagai

pemegang kebijakan dapat merekomendasikan kepada guru-guru untuk menggunakan

pendekatan ini dalam pembelajaran.

1.6        Hipotesis

Peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan induktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara

konvensional.

Hipotesis memegang peranan penting dalam melaksanakan penelitian. Hipotesis berasal

dari dua penggalan kata yaitu “hypo”  yang artinya “dibawah”  dan “thesa” yangartinya

“kebenaran”.

Page 13: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Hipotesis ini merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian,

sampai terbukti masalah yang terkumpul. Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan,

maka penulis memberikan kesimpulan sementara sebagai hipotesis penelitian, yaitu terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara sebelum dan sesudah menggunakan pendekatan

induktif-deduktif.

Page 14: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Hakikat Matematika

Apakah matematika itu? Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para

matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Sedangkan sasaran penelaahan

matematika itu sendiri sebagaimana kita tahu. tidaklah konkret melainkan abstrak. Ketika kita

sedang melaksanakan pembelajaran matematika, biasanya kita mendapati simbol-simbol,

definisi. teorema, hingga formula-formula (rumus). Oleh karena itu, untuk menjawab apa

matematika itu? Sejumlah tokoh memberi definisi, komentar, atau pandangan.

 Ruseffendi ( 1988: 157): Menyatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh

karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. Agak berbeda dengan

pendapat Dienes, Ernest (2001): Melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang

memenuhi tiga premis sebagai berikut: (i) The basis of mathematical knowledge is linguistic

language, conventions and rules, and language is a social constructions; (ii) Interpersonal

social processes are required to turn an individual's subjective mathematical knowledge, after

publication, into accepted objective mathematical knowledge; and (Hi) Objectivity itself will be

understood to be social.10 

Reys. dkk. (dalam Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, 2001: 9) menyatakan

bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu

seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berbagai pendapat tentang matematika tidak terlepas dari sifat

matematika yang abstrak dan ilmu deduktif.

Dari pemaparan diatas, terdapat beragam pendapat dari para ahli tentang definisi

matematika. Pemaparan yang berbeda dapat disebabkan karena sudut pandang yang digunakan

oleh setiap tokoh berbeda pula. Namun, setidaknya pemaparan tersebut dapat memberikan

gambaran kepada kita tentang hakikat matematika.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan telaah pola dan hubungan, maksudnya pola dan hubungan antara satu konsep dengan

konsep lainnya. Matematika juga merupakan pola berpikir, dimana matematika tidak terlepas

dari aturan yang ajeg dan logis. Matematika merupakan bahasa dan seni, dimana bahasa

matematika diekspresikan dalam bentuk simbol-simbol. Hakikat lain yang sangat terkait dengan

matematika adalah matematika merupakan konstruksi sosial, dimana dasar dari pengetahuan

matematika adalah keterampilan bahasa. Matematika sebagai konstruksi sosial mengarahkan

individu untuk memahami lingkungan sosialnya.

Matematika sebagai Ilmu Deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan matematika

harus bersifat deduktif, berbeda dengan ilmu alam dan ilmu umum yang lebih bersifat induktif.

Page 15: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan, tetapi harus berdasarkan

pembuktian deduktif. Meskipun demikian, untuk membantu pemikiran pada tahap-tahap awal

seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris, dalam kata

lain menggunakan pola induktif (Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, 2001:47).

Matematika sebagai Ilmu Terstruktur

Menurut Sujono (2001): Mengemukakan beberapa pengertian matematika. Di antaranya,

matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara

sistematik. Pengertian matematika sebagai ilmu tentang struktur yang terorganisir juga

dikemukakan oleh Ruseffendi (1988: 261).

Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis.

Mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, kemudian kepada unsur-unsur yang

didefinisikan. Mulai dari konsep yang paling sederhana, sampai konsep yang sangat kompleks.

Contoh yang kerap kita jumpai adalah pada Geometri Euclid, dikenal adanya unsur yang

tidak terdefinisi seperti titik, garis, dan bidang. Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi tersebut

melahirkan unsur yang didefinisikan seperti sudut, persegi, belah ketupat, bangun ruang, dan

sebagainya. Dari unsur yang didefinisikan, kita ketahui adanya aksioma seperti melalui sebuah

titik diluar garis hanya dapat ditarik sebuah garis yang tegak lurus terhadap garis tersebut.

Kemudian berlanjut hingga kita ketahui adanya teorema, seperti jumlah sudut segiempat adalah

360°.

Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu

Matematika disebut sebagai ratunya ilmu, karena tidak dapat disangkal lagi bahwa

pengembangan ilmu-ilmu lainnya sangat bergantung pada perkembangan konsep matematika.

Dapat kita katakan bahwa matematika sebagai sumber dari ilmu lainnya. Namun dari kedudukan

matematika sebagai ratu ilmu. tcrsirat bahwa matematika menjadi pelayan bagi ilmu yang lain.

2.2        Pemahaman Konsep

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, belajar matematika itu memerlukan

pemahaman konsep-konsep, konsep-konsep ini akan melahirkan teorema atau rumus. Dengan

memahami konsep, maka siswa akan dapat berfikir kritis, logis, bahkan kreatif, dan dapat

mengaplikasikannya pada berbagai situasi. Seperti yang dikatakan oleh Hidayat (2003: 22):

Bahwa kunci kesuksesan siswa adalah mampu memahami konsep, hukum, teori, dan algoritma

(prosedur).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "pemahaman" berasal dari kata "paham"

yang berarti mengerti benar akan sesuatu, tahu benar. Pemahaman diartikan sebagai proses, cara,

perbuatan memahami atau memahamkan. Sedangkan konsep mempunyai pengertian gambaran

mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi,

untuk memahami hal-hal lain. Jadi pemahaman konsep adalah suatu tingkat kemampuan

Page 16: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

menangkap pengertian akan gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun untuk memahami

suatu hal.

Bloom menuturkan (2003: 23): Bahwa pemahaman adalah kemampuan menangkap

pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk yang dapat

dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya.

Sementara Michener (1987: 22): Menuturkan bahwa untuk memahami suatu obyek secara

mendalam, seseorang harus mengetahui: 1) obyek itu sendiri, 2) relasinya dengan obyek lain

yang sejenis, 3) relasinya dengan obyek lain yang tidak sejenis, 4) relasi dual dengan obyek lain

yang sejenis, dan 5) relasi dengan obyek dalam teori lainnya.

Polya mengemukakan empat tingkat pemahaman suatu konsep, yaitu: Pemahaman

Mekanikal, di mana siswa dapat mengingat dan menerapkan suatu konsep secara benar,

Pemahaman Induktif, di mana siswa telah mencobakan konsep tersebut dalam suatu kasus

sederhana, dan yakin bahwa konsep itu berlaku untuk kasus serupa, dan Pemahaman Rasional, di

mana siswa dapat membuktikan konsep tersebut, serta Pemahaman Intuitif, yaitu yakin akan

kebenaran konsep tersebut tanpa ragu-ragu lagi. Menurut Bruner yang dimaksud intuitif, jika

siswa dapat dengan segera memberikan tebakan yang sangat baik yang kemudian terbukti

kebenarannya.

Sementara itu Skemp (1987: 23): Membagi pemahaman ke dalam dua kategori, yaitu:

pemahaman instrumental, merupakan pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya

hafal rumus dalam perhitungan sederhana; dan pemahaman relasional, di mana termuat suatu

skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

Menurut Hudoyo (2001: 136): Suatu konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang

memungkinkan kita mengklasifikasikan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa serta

mengklasifikasikan apakah obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak

termasuk ke dalam ide abstrak tersebut. Hal ini berarti sebelum konsep formal diperoleh siswa,

siswa dapat melihat konsep tersebut melalui fenomena kasar (fisik) yang dapat dilihat atau

diamati.

Dari beberapa penuturan tentang pemahaman dan konsep, dapat ditarik suatu pengertian

tentang pemahaman konsep. yaitu suatu tingkat kemampuan untuk menangkap pengertian atau

ide abstrak dari obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa sehingga mampu melakukan penafsiran,

menjelaskan, melakukan pengklasifikasian dalam bentuk yang paling dimengerti menurut

pengetahuan yang diperoleh siswa, mengaitkan dengan konsep lain, bahkan hingga menemukan

konsep lainnya.

Pada penelitian ini, pemahaman konsep yang digunakan adalah pemahaman yang

dikemukakan oleh Skemp. Pemahaman tersebut meliputi pemahaman instrumental dan

pemahaman relasional.

Secara umum, belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan siswa atau paling tidak

punya pengaruh tertentu, antara lain:

Page 17: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

1.   Konsep mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan sangat kompleks, sulit mempelajarinya

jika tidak dirinci menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana. Oleh karena itu, lingkungan yang

luas dan rumit itu dapat dikurangi kerumitannya dengan menjabarkarmya menjadi sejumlah

konsep.

2.   Konsep membantu kita dalam mengidentifikasi obyek-obyek yang ada di sekitar kita, yaitu

dengan mengenali ciri-ciri masing-masing obyek.

3.   Konsep dan prinsip membantu kita dalam mempelajari sesuatu yang baru dengan yang lebih luas

dan lebih maju.

4.   Konsep dan prinsip mengarahkan kegiatan instrumental. Berdasarkan konsep dan prinsip yang

telah diketahui, seseorang dapat menentukan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya perlu

dilakukannya.

5.   Konsep dan prinsip memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Pengajaran umumnya berlangsung

secara lisan, di mana ini terjadi hampir pada semua jenjang persekolahan. Pengajaran yang lebih

tinggi dapat berlangsung secara efektif jika siswa telah memiliki konsep dan prinsip mengenai

berbagai mata pelajaran yang telah diberikan pada jenjang sebelumnya.

6.   Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.

Sementara itu, Dahar (2003: 14) secara khusus merinci kegunaan konsep dalam

matematika, yaitu:

1.   Komunikasi. Komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik jika konsep yang dibicarakan

tidak jelas.

2.   Menarik deduksi atau konklusi. Karena matematika bersifat deduktif maka dengan konsep kita

dapat mengetahui bahwa klasifikasi yang kita lakukan adalah benar.

3.   Generalisasi. Konsep yang sudah diketahui dapat digunakan untuk membuat generalisasi.

4.   Memperoleh pengetahuan baru.

2.3        Pendekatan Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika

Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, maka orang tersebut mestinya menetapkan

sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran itu seseorang memilih pendekatan yang

tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal, berhasil guna dan tepat guna. Sejalan dengan hal

tersebut makna pendekatan adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran

agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.

Pendekatan induktif-deduktif adalah pendekatan yang memadukan proses berfikir

induktif dengan deduktif. Suherman (2002: 5): Menyatakan bahwa penyajian bahan pelajaran

dari contoh-contoh yang bersifat khusus, kemudian siswa dituntun untuk membuat kesimpulan

disebut pendekatan induktif. Sebaliknya, dari suatu aturan (definisi, teorema) yang bersifat

umum dilanjutkan dengan contoh disebut pendekatan deduktif.

Walaupun matematika itu menggunakan penalaran deduktif, proses kreatif penemuan

konsep-konsep baru juga terjadi kadang-kadang menggunakan penalaran induktif, intuisi, bahkan

Page 18: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

dengan coba-coba (trial and error). Namun pada akhirnya penemuan dari proses tersebut harus

diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif (Hudoyo, 2001: 48).

Mengenai hal di atas, Chapman (dalam Utari, 1987: 35) menuturkan bahwa pada

dasarnya berfikir induktif tidak mengurangi kemampuan deduksi seseorang. Karena meskipun

hampir sebagian besar semula orang berfikir induktif, begitu data ditemukan, mereka cenderung

segera mengungkapkannya dalam bentuk yang deduktif. Sejalan dengan itu Utari (1987: 35):

Menegaskan bahwa dalam pengembangan matematika, induksi dan deduksi merupakan kegiatan

yang saling melengkapi.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori

perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori yang dikembangkan oleh

Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap

perkembangan intelektual anak dari lahir hingga dewasa. Setiap tahapannya memiliki

karakteristik tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (1989: 159): Menegaskan

bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalm asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses mengabsorbsi pengalaman-pengalaman baru ke dalam skema yang

sudah dimiliki. Sedangkan akomodasi adalah proses mengabsobrsi pengalaman-pengalaman baru

dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang

benar-benar baru (Hudoyo, 2001: 67). Pengertian lain tentang asimilasi seperti dikemukakan

oleh Labinowicz (1980: 36).:In the process of assimilation-incorporating our perceptions of new experiences into our existing framework-we resist change even to the extent that our perceptions may be "bent" to fit the existing framework.

Suparno (2001): Mengemukakan pengertian akomodasi, yaitu proses mental yang

meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru, atau memodifikasi

skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut. Proses akomodasi ini secara

tidak langsung mengasah kreativitas siswa.

 Hudoyo ( 2001: 71): Mendefinisikan belajar matematika sebagai proses di mana siswa

secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Belajar matematika bukanlah suatu proses

'pengepakan' pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, di mana

kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual.

Yager (2001):  Mengajukan pentahapan yang lebih lengkap dalam pembelajaran yang

didasari teori belajar konstruktivisme antara lain: tahap eksplorasi pengetahuan awal siswa, tahap

penemuan dan penyelidikan konsep, tahap penguatan, dan tahap aplikasi konsep. Hal ini dapat

menjadi pedoman dalam pembelajaran secara umum, pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan

Alam dan pembelajaran Matematika. Cakupan tersebut didasarkan pada tugas guru yang tidak

mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama dan olah raga merupakan guru kelas. Tahapan-

tahapan tersebut dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.

Page 19: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

•       Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang

akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang fenomena

yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengaitkannya dengan konsep yang akan

dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengillustrasikan

pemahamannya tentang konsep tersebut.

•       Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelediki dan menemukan konsep melalui

pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah

dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa

tentang fenomena dalam lingkungannya.

•       Tahap ketiga, siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi

siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru

tentang konsep yang sedang dipelajari.

•       Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui

pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan tersebut.

Teori berikutnya yang menjadi dasar dari pendekatan induktif – deduktif adalah teori

Bruner. Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih

berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang

termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-

konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping

hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.

Dengan mengenal konsep dan struktur dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan

memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang memiliki

pola tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat oleh anak.

Dari hasil pengamatan-pengamatan di lapangan, Bruner (dalam Tim MKPBM Jurusan

Pendidikan Matematika, 2001: 45) mengemukakan empat dalil yang disebut dalil Bruner yang

menjadi dasar dari pendekatan induktif-deduktif, yaitu dalil penyusunan, dalil notasi, dalil

pengontrasan dan keanekaragaman, serta dalil pengaitan. Keempat dalil tersebut dijelaskan

secara ringkas seperti berikut ini.

a.       Dalil penyusunan

Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai

konsep, teorema, definisi dan semacamnya. anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan

representasinya. Maksudnya, anak belajar menyusun masalah yang dikemukakan, data-data yang

diketahui, bagaimana menjawab permasalahan dengan konsep yang sudah ada.

b.      Dalil notasi

Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting.

Menurut dalil ini, pada waktu konsep disajikan hendaklah menggunakan notasi konsep yang

sesuai dengan tingkat perkembangan mental anak.

c.       Dalil pengontrasan dan keanekaragaman

Page 20: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Untuk dipahami dengan mendalam diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak

mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak diberikan contoh-contoh yang

memenuhi rumusan, teorema atau sifat dan contoh-contoh yang tidak memenuhi konsep

rumusan, teorema atau sifat yang diberikan. Pemberian contoh-contoh yang demikian adalah

upaya pengontrasan.

d.      Dalil pengaitan

Menurut dalil ini siswa hendaknya diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan antara konsep

dengan konsep lain, antara topik dengan topik lain, antara cabang matematika dengan cabang

matematika lain.

Bruner terkenal dengan metode penemuan (1988: 155): Yang dimaksud dengan

menemukan adalah menemukan lagi (discovery), bukan menemukan yang sama sekali

baru (invention). Oleh karena itu mata pelajaran tidak disajikan dalam bentuk final dan siswa

diwajibkan melakukan aktivitas mental dalam memahami mated tersebut. Di sini guru bertindak

sebagai fasilitator. Dengan partisipasi aktif siswa. maka konsep atau pun teorema yang dipelajari

akan mudah untuk dipahami. Sejalan dengan teori-teori tersebut, Hudoyo  dalam bukunya (2005:

3): Menyatakan bahwa dalam pendekatan induktif-deduktif konsep yang didefinisikan tidak

diberikan dalam bentuk final. Namun siswa harus mencoba merumuskan sendiri dari hasil

pengalamannya dengan bahasanya sendiri. Sebelum teorema diberikan secara deduktif, terlebih

dahulu disajikan secara induktif.

Dari penuturan di atas jelaslah bahwa pembelajaran yang diharapkan terjadi adalah

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa adalah subyek utama. Pengetahuan yang akan

diperoleh siswa dikonstruksi sendiri oleh siswa. Dari pengetahuan-pengetahuan awal yang telah

siswa dapatkan sebelumnya, dari obyek-obyek, fenomena-fenomena sederhana diperoleh

pengetahuan baru.

Dengan demikian, pendekatan induktif-deduktif adalah proses penyajian konsep atau

prinsip matematika yang diawali dengan pemberian contoh-contoh menemukan atau

mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi konjektur, menelaah konsep, dan memberikan soal-soal

sesuai dengan konsep dan prinsip yang telah diberikan.

Pada dasarnya pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif melalui tiga tahapan.

yaitu:

1.   Fase eksplorasi

Dalam fase ini, siswa menyelidiki suatu fenomena, peristiwa, karakteristik-karakteristik, pola-

pola dengan bimbingan minimal dari guru. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan

kepada siswa dalam menerapkan pengetahuan awalnya untuk membentuk minat dan prakarsanya

serta tetap menjaga adanya keingintahuan terhadap topik yang sedang dipelajari. Selama

pengalaman ini, siswa akan memantapkan hubungan-hubungan, mengamati pola-pola,

mengidentifikasi variable-variabel, dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan

dengan gagasan atau pola-pola penalaran yang biasa digunakan oleh siswa. Kemungkinan

miskonsepsi dapat tejadi pada tahap ini. Dengan demikian akan timbul pertentangan dan suatu

Page 21: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

analisis tentang gagasan yang dikemukakan sebagai hasil eksplorasi mereka. Siswa diberi

kesempatan untuk menjelajahi ide-ide lama, mengembangkan ide-ide baru, mendeskripsikan

fenomena yang mereka alami menurut bahasa yang paling sederhana yang mereka pahami.

Analisis tersebut mengarahkan siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dari setiap

fenomena yang diselidiki.

2.         Fase pengenalan dan pembentukan konsep

Dalam fase ini guru mengarahkan perhatian siswa pada aspek-aspek tertentu dari pengalaman

eksplorasi. Pada mulanya pelajaran tersebut harus dijelaskan berdasarkan hasil eksplorasi siswa.

Siswa didorong untuk menemukan pengertian konsep secara tepat. Kunci fase ini

adalah ,menampilkan konsep-konsep secara sederhana, jelas, dan langsung. Penjelasan diberikan

dari suatu tindakan atau proses. Setelah siswa dibimbing guru menemukan konsep yang tepat,

siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki konsep lebih lanjut.

3.            Fase aplikasi konsep

Pada fase ini, siswa berlatih menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep atau teorema

yang telah disepakati oleh seluruh siswa pada fase sebelumnya. Dalam fase ini pula siswa dapat

diberi kesempatan untuk mengidentifikasi fenomena, pola-pola. problem-problem baru yang

dierikan melalui soal-soal. Selama diskusi dan pertanyaan-pertanyaan. kelompok dan individu

diyakinkan untuk menunjukkan konsep-konsep inti yang diterapkan dalam konteks yang

berbeda. Tujuan pengajaran ini adalah untuk mengasah kemampuan mentransfer ide-ide. Pada

contoh-contoh lain dengan menggunakan konsep inti.

Page 22: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1        Metode dan Disain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, sebab dalam

peneiitian ini diberikan suatu perlakuan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan tersebut

dengan aspek yang akan diukur. Dalam hal ini, perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran

dengan pendekatan induktif-deduktif. Aspek yang diukur adalah pemahaman konsep siswa.

Dalam penelitian ini. peneliti membagi sampel penelitian ke dalam dua kelompok. Satu

kelas sebagai kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

induktif-deduktif sebagai perlakuan, dan satu kelas sebagai kelompok kontrol yang memperoleh

pembelajaran seperti biasa sebagai perlakuan. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes.

Dengan demikian, disain peneiitian yang digunakan adalah disain kelompok control pretes-

postes yang melibatkan dua kelompok sebagai berikut.

                           Dengan:

                           A : pemilihan kelas secara acak

                           O : pretes/ postes

                           Xi: pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif26                                                               X2: pembelajaran konvensional

3.2        Subjek Penelitian

Populasi peneiitian ini adalah seluruh siswa  MTs Al-Inaayah Bogor kelas VIII. Kelas

VIII di MTs Al-Inaayah terdiri atas 4 kelas, dengan jumlah siswa rata-rata 25 orang dengan

kemampuan siswa merata di setiap kelas (tidak ada kelas unggulan). Sampel diambil dengan

menggunakan teknik acak sederhana pada kelas. Dari beberapa kelas pada kelas VIII diambil dua

kelas secara acak, dari dua kelas tersebut dipilih secara acak satu kelas sebagai kelas eksperimen

dan satu kelas sebagai kelas kontrol.

3.3        Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk non-tes dan tes. Instrumen

non-tes adalah jumal harian siswa. lembar observasi, sedangkan instrumen tes adalah tes

pemahaman konsep (pretes dan postes).

3.3.1.   Instrumen Penelitian yang Digunakan

Instrumen Penelitian yang Digunakan

a.       Jurnal Harian Siswa

Jurnal siswa berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan pembelajaran yang

dilaksanakan pada tiap pertemuan dan diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran. Tujuan

dari pengisian jurnal ini adalah untuk mengetahui tentang tanggapan dan pendapat siswa

terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Page 23: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

b.      Lembar Observasi Siswa dan Guru

Format observasi aktivitas siswa dan guru ini memuat aspek-aspek yang penting dalam suatu

proses pembelajaran menyangkut kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru untuk

memoeroleh gambaran. baik secara umum maupun secara khusus dari aspek-aspek proses

pembelajaran yang sedang dikembangkan. Pengamatan dilakukan sejak awal kegiatan

pembelajaran hingga akhir guru menutup pelajaran.

c.       Tes Pemahaman Konsep

Dalam Webster's Collegiate (dalam Suherman, 2003: 65), dinyatakan bahwa tes adalah

serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan.

pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes

yang digunakan dalam peneiitian ini adalah pretes (tes awal) dan postes (tes akhir).

Pretes dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran.

Sedangkan postes dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti

pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif, khususnya dalam pemahaman konsep

matematika. Soal pretes dan postes dibuat ekuivalen. Benmk tes yang digunakan adalah tes

uraian, sebab tes uraian dapat mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa, dan dapat

mengetahui interpretasi siswa terhadap suatu konsep.

3.3.2.   Uji Coba Instrumen PenelitianUji coba instrumen ini dilakukan terhadap instrumen tes. Langkah pertama yang

dilakukan adalah mengkonsultasikan instrumen kepada dosen pembimbing dan guru bidang studi untuk mengetahui validitas teoritik. Selaniutnya instrument tes diujicobakan kepada siswa kelas VIII yang telah menerima materi Lingkaran yaitu siswa kelas VIII A MTs Al-Inaayah Bogor dengan tujuan untuk mengetahui kevalidan soal tes sehingga layak untuk digunakan. Dasar dipilihnya siswa kelas VIII-A MTs Al-Inaayah Bogor dalam uji coba instrumen adalah tingkat kemampuan matematika siswa yang sebanding dengan siswa di MTs As-Syafi’yah Bogor. Setelah uji coba instrumen. kemudian dilakukan analisis hasil tes dengan rumusan sebagai berikut:

a.      Validitas Soal

Suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat evaluasi tersebut mampu mengevaluasi apa

yang seharusnya dievaluasi. Untuk mengetahui koefisien validitas suatu soal menurut Suherman

(2003: 120) digunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw score) yaitu:

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variable X dan Y

N  = jumlah subjek

X  = nilai hasil tes yang akan dicari koefisien validitasnya

Y  = skor total

Klasifikasi validitas butir soal yang digunakan menurut Guilford, J.P, (dalam Suherman,

2003:113) adalah sebagai berikut:

Page 24: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

0,90   < rxy 1,00 Validitas sangat tinggi

0,70   < rxy 0,90 Validitas tinggi

0,40   < rxy 0,70 Validitas sedang

0,20   < rxy 0,40 Validitas rendah

0,00   < rxy 0,20 Validitas sangat rendah

rxy < 0,00 Tidak valid

b.      Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliable, jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika

digunakan untuk setiap subyek yang berbeda.

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian menurut

Suherman (2003:54) dikenal dengan rumus Alpha sebagai berikut:

dengan          n = banyak butir soal (item).

                       = jumlah varians skor setiap item, dan

 = varians skor total

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi, digunakan tolak ukur yang

dibuat oleh J. P Guilford (Suherman:139) berikut ini:

0,90   < r11 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

0,70   < r11 0,90 Reliabilitas tinggi

0,40   < r11 0,70 Reliabilitas sedang

0,20   < r11 0,40 Reliabilitas rendah

          r11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

c.       Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut

mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat

menjawab soal. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

DP = 

Keterangan:

      =  Rata-rata skor siswa pada kelompok atas

     =  Rata-rata skor siswa pada kelompok bawah

SMI   =  Skor Maksimum Ideal

Klasifikasi untuk daya pembeda yang digunakan menurut Guilford, J.P (dalam

Suherman, 2003:161) adalah sebagai berikut:

          DP < 0,00       sangat jelek

0,00   DP < 0,20       jelek

0,20   DP < 0,40       cukup

0,40   DP < 0,70       baik

0,70   DP < 1,00       sangat baik

Page 25: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

d.      Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal. Rumus yang digunakan

untuk menentukan indeks kesukaran soal uraian adalah:

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran

JBA = Jumlah skor kelompok atas

JBB = Jumlah skor kelompok bawah

JSA = Jumlah subjek kelompok atas

JSB = Jumlah subjek kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang digunakan menurut Guilford, J.P

(Suherman, 2003:170) adalah sebagai berikut:

          IK < 0,00        Soal terlalu sukar

0,00   DP < 0,30       Soal sukar

0,30   DP < 0,70       Soal sedang

0,70   DP < 0,10       Soal mudah

0,70   DP < 1,00       Soal terlalu mudah

3.4           Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan, dan tahap akhir.

Tahap Persiapan

Langkah awal sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan adalah pengajuan masalah

penelitian kepada koordinator skripsi yang dituangkan daiam bentuk proposal penelitian.

Proposal yang telah disetujui diseminarkan untuk memperoleh pertimbangan dan masukan-

masukan terhadap masalah yang akan diteliti.

Setelah proposal penelitian diseminarkan dan disetujui oleh tim penguji. penulis

mengajukan permohonan surat izin penelitian dari Fakultas MIPA Jurusan Matematika Setelah

surat izin penelitian selesai dibuat, penulis mengajukan surat tersebut kepada pihak sekoiah

tempat dilaksanakannya penelitian, yaitu di MTs Al – Inaayah Bogor.

Setelah disetujui, penulis kemudian berkonsultasi dengan guru bidang studi tentang

karakter pembelajaran yang biasa digunakan, karakter dan hasil belajar siswa, karakter

pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam penelitian, serta menentukan salah satu pokok

bahasan yang akan disampaikan dalam penelitian, yaitu Lingkaran berikut silabus dan bahan

ajarnya. Kemudian melalui proses acak diperoleh dua kelas sebagai sampel penelitian seperti

Page 26: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

dikemukakan sebelumnya. Langkah berikutnya adalah merancang instrumen penelitian yang

kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

Tahap Pelaksanaan

Sebelum perlakuan diberikan, dilakukan pengambilan data berupa pretes dari kedua

kelompok untuk mengetahui kemampuan awal seluruh siswa dari kedua kelompok. Pada saat

pelaksanaan pembelajaran. pada kelas eksperimen dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan induktif-deduktif dan pada kelas kontrol dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan konvensional. Pada tahap ini juga dilakukan langkah-langkah berikut: (1) observasi

kelas. (2) diskusi dengan guru dan para observer setelah proses pembelajaran dilaksanakan, (3)

diskusi jurnal harian dengan para siswa untuk melakukan ekspektasi terhadap pembelajaran.

Pada kelas eksperimen, pembelajaran dilakukan melalui diskusi kelompok. Tahap

pertama, siswa dibagi dalam enam kelompok, kemudian guru memberikan lembar kegiatan siswa

untuk dipelajari. Dalam lembar kegiatan siswa tersebut terdapat bagian induktif yang

disampaikan melalui cerita, contoh-contoh masalah, pola-pola gambar, hubungan rumus-rumus

dasar, dan lainnya, kemudian generalisasi, hingga bagian deduktif yang menyangkut penelaahan

konsep, hingga aplikasi konsep yang berupa latihan soal. Sebelum diskusi kelompok dimulai,

guru memberikan apersepsi kepada siswa tentang materi yang akain didiskusikan. Dilanjutkan

dengan diskusi kelompok, dalam hal ini, guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Tahap

berikutnya adalah diskusi antar kelompok, dimana selain siswa dituntut untuk saling bertukar ide

dengan kelompok lainnya juga dituntut untuk dapat mempertahankan pendapatnya. Tahap

berikutnya adalah bagian penutup, dimana guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan

dari konsep yang sedang dibahas.

Pada kelas kontrol, pembelajaran dimulai dengan apersepsi tentang materi yang akan

disampaikan. Kemudian penjelasan konsep diberikan guru melalui ceramah. Tahap berikutnya

siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang konsep yang dijelaskan. Selanjutnya guru

membawa siswa untuk memperhatikan contoh-contoh dari konsep yang dijelaskan dan

membimbing siswa untuk mendapatkan hubungan antar konsep, selanjutnya siswa diberikan

latihan. Untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami konsep yang disampaikan, guru

secara acak menunjuk siswa untuk mengerjakan latihan di depan kelas.

Tahap Akhir

Langkah terakhir dari penelitian ini adalah melakukan pengolahan dan penganalisisan

dari data yang diperoleh. Setelah hasil analisis didapatkan, maka dapat dibuat kesimpulan hasil

penelitian.

3.5           Teknik Analisis Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengubah data mentah hasil penelitian menjadi data yang siap

dianalisis. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi dua data, yaitu data yang

Page 27: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

bersifat kuantitatif dan data yang bersifat kualitatif. Adapun prosedur analisis dari tiap data

sebagai berikut:

3.5.1.   Analisis data kualitatif

Data yang dianalisis secara kualitatif adalah data yang berasal dari lembar observasi, dan jurnal

harian.,

3.5.2     Analisis data kuantitatif

Analisis data kuantitatif yaitu data yang berasal dari tes kemampuan pemahaman siswa meliputi

data pretes, postes, dan peningkatan (gain / indeks gain). Tujuan dari analisis ini adalah untuk

melihat pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dan perbandingannya dengan

kelas kontrol.

Pemberian skor dilakukan terhadap hasil pretes dan postes baik kelas eksperimen maupun kelas

kontrol. Cara pemberian skor dilakukan menurut kadar kesulitan soal tersebut dan banyaknya

konsep yang ingin dimunculkan dalam jawaban siswa. Soal dengan kadar kesulitan tinggi atau

memunculkan konsep-konsep. maka skor pada soal tersebut lebih tinggi daripada soal yang

hanya memunculkan sedikit konsep dan relatif mudah. Soal nomor 1 memiliki skor 30, soal

nomor 2 memiliki skor 5, soal nomor 3 memiliki skor 10, soal nomor 4 memiliki skor 10, soal

nomor 5 memiliki skor 10, soal nomor 6 memiliki skor 25, soal nomor 7 memiliki skor 10, soal

nomor 8 memiliki skor 10, soal no 9 memiliki skor 10. Jika siswa dapat menjawab semua soal

dengan benar, maka skor maksimal yang akan diperoleh adalah 120. Sehingga diperoleh skor

pretes dan skor postes.

Adapun analisis data yang dilakukan adalah menurut langkah-langkah berikut:

1.      Analisis data pemahaman siswa kelas eksperimen.

a.   Uji Normalitas, untuk mengetahui apakah data pretes dan postes kelas eksperimen yang

diperoleh berdistribusi normal.

b.   Uji kesamaan dua rata-rata. untuk mengetahui apakah rata-rata pretes dan rata-rata postes kelas

eksperimen sama.

2.      Analisis data peningkatan (gain / indeks gains) pemahaman antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen.

a.     Uji Normalitas, untuk mengetahui apakah data peningkatan (gain / indeks gain) kemampuan

yang diperoleh berdistribusi normal.

b.    .Uji Homogenitas. untuk mengetahui apakah variansi dari data peningkatan(gain / indeks gain)

kemampuan kelas kontrol dan kelas eksperimen sama (identik).

c.     Uji kesamaan dua rata-rata. untuk mengetahui apakah rata-rata dari data peningkatan (gain /

indeks gain) kemampuan kelas kontrol dan kelas eksperimen sama (identik). Jika variansi data

peningkatan homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t’. Jika variansi data

peningkatan tidak homogen. maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t’

Page 28: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1        Hasil Penelitian

               Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al- Inaayah  Bogor, dari tanggal 10 Juli 2010

sampai dengan 12 Agustus 2010. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah

seluruh siswa MTs Al- Inaayah Bogor kelas V111. Dari delapan kelas yang ada, dipilih dua kelas

secara acak untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Dari dua kelas yang telah terpilih, dipilih

kembali secara acak untuk dijadikan kelaskontrol dan kelas eksperimen.

Berdasarkan informasi dari pihak sekolah tersebut, tidal diberlakukan sistem kelas

unggulan. Sehingga seluruh kelas V111 yang ada, dapat dikatakan memiliki kemampuan yang

sama, sebagai data yang mendukung asumsi tersebut dapat dilihat pada lampiran. Karena

penelitian tidak mungkin membentuk kelas baru, maka pemilihan kelas control dan kelas

eksperimen dipilih dari kelas-kelas yang sudah ada. Melalui pemilihan secara acak di peroleh

kelas V111–A sebagai kelas kontrol  dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang dan kelas V111-B

sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang. Kelas V111-A sebagai kelas

kontrol  memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional, sedangkan

kelas V111-B sebagai kelas eksperimen memperoleh pembelajaran matematika dengan

pendekatan induktif-deduktif.38Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kemampuan pemahaman konsep siswa secara tertulis yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dan peningkatan (gain) pemahaman konsep. Data penelitian yang diperoleh adalah data mentah yang harus diolah.

4.1.1        Pemahaman Konsep Siswa

Untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen,

perlu di lakukan uji kesamaan dua rata-rata, terhadap rata-rata data pretes dan postes dari kelas

eksperimen. Adanya peningkatan pemahaman pada siswa kelas eksperimen dapat menunjukkan

bahwa pendekatan induktif-deduktif yang digunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan

pemahaman terhadap siswa. kemudian, untuk mengetahui kelas mana yang pemahaman

konsepnya lebih baik, perlu dilakukan uji kesamaan dua rata-rata antara data postes kelas

eksperimen dengan data postes kelas kontrol.

a.            Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen

Untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen,

perlu dilakukan uji kesamaan dua rata-rata antara data pretes dan postes kelas eksperimen.

Sebelum itu, dilakukan uji normalitas terhadap kedua data tersebut.

Page 29: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah  Kolgomorov-Smirnovdengan

bantuan SPSS 15.0 for windows. Hipotesis uji normalitas dirumuskan sebagai berikut.

H0:  Data pretes dan postes kelas eksperimen distribusi normal.

H1:   Data pretes dan postes kelas eksperimen tidak berdistribusi normal.

Hasilnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel  4.1 Uji Normalitas kelas Eksperimen

Dari table diatas dapat dilihat untuk pretes kelas eksperimen didapat nilai signifikasi pada

uji kolgomorov-smirnov yaitu 1,779 sedangkan untuk postes kelas eksperimen diperoleh nilai

signifikasi yaitu 1,970 Karena nilai sinifikasi dari hasil pengolahan tersebut lebih dari taraf

signifikasi 0,05, maka berdasarkan criteria pengujuian data pretes dan data postes dari kelas

eksperimen distribusi normal (H0  diterima). Analisis uji normalitas data kelaseksperimen

selengkapnya dapat dilihan pada lampiran.

Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk melihat apakah pemahaman konsep siswa

setelah memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

dari pada sebelum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif. Uji

kesamaan dua rata-rata ini menggunakan paired sample t-test, karena data distribusi normal dan

sampelnya berpasangan (paired sample). Hipotesis uji kesamaan dua rata-rata adalah:

H0 :  Rata-rata pretes kelas eksperimen sama dengan rata-rata postesnya.

H1 :  Rata-rata pretes kelas eksperimen kurang dari rata-rata postesnya.

Hsil dari uji kesamaan dua rata-rata dengan bantuan software SPSS  for windows dapat dilihat

pada table berikut.

Tabel 4.2 Uji kesamaan Dua rata-rata kelas eksperimen

Pada tabel didapat nilai t hitung 0,945, sedangkan nilai t table dengan derajat kebebasan

(probabilitas) 5%/0,05 yaitu 1,701 Karena nilai t hitung kurang dari –t (1 –  ) . (n – 1), maka

berdasarkan kriteria pengujian H0  ditolak atau rata-rata pretes lebih kecil secara signifikan dari

rata-rata postes, sehingga dapat dikatakan bahwa paea kelas eksperimen pemahaman siswa

setelah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

dibandingkan sebelum pembelajaran. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pendekatan

induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman konsep

Page 30: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

siswa. analisis uji kesamaan dua rata-rata data kelas eksperimen selanjutnya dapat dilihat pada

lampiran.

4.1.2        Perbandingan Peningkatan Pemahama Konsep Siswa

Pada perbandingan peningkatan pemahaman konsep siswa ini, data yang dijadikan sebagai

acuan perbandingan adalah data peningkatan (indeks gain) pemahaman antara kelas eksperimen

dengan kelas kontrol. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,bahwa pemahaman konsep siswa

dikelas eksperimen mengalami peningkatan. Peningkatan pemahaman yang terjadi baik pada

kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah positif ( lihat lampiran ). Untuk mengetahui

peningkatan pemahaman konsep dikelas mana yang lebih baik, perlu dilakukan uji kesamaan dua

rata-rata antara data peningkatan klas eksperimen dan kelas kontrol.

Uji Normalitas

Untuk uji normalitas ini menggunakan statistik uji kolgomorov-smirnov dengan

bantuan  software SPSS for windows. Hasilnya dapat dilihat pada table berikut.

H0  :  Data peningkatan  kelas eksperimen  dan kontrol berdistribusi normal.

H1  :  Data peningkatan kelas eksperimen data kontrol tidal berdistribusi normal.

Hasilnya dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 4.3 Uji normalitas Pemahaman konsep

Dari table diatas dapat dilihat untuk indeks gain kelas eksperimen didapat nilai signifikan

pada uji kolgomorov-smirnov yaitu 1,455, sedangkan untuk indeks gain kelas kontrol diperoleh

nilai signifikansi yaitu 1,660. Karena nilai nilai signifikansi keduanya lebih dari , maka

berdasarkan kriteria pengujian data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi

normal (H0 diterima).

Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata ini menggunakan independent sample t-test, karna data

distribusi normal dan sampelnya bebas. Uji kesamaan dua rata-rata ini meliputi dua tahap

analisis yaitu:

1.      Dengan Leven’s Test, untuk menguji homogenitas varians kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2.      Dengan T-test, sebagai uji kesamaan dua rata-rata dari data peningkatan kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

Hasil uji kesamaan dua rata-rata dengan bantuan software SPSS for windows dapat dilihat

pada table berikut:

Tabel 4.4 Uji kesamaan Dua rata-rata kelas Eksperimen

Page 31: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Dari table diatas diketahui bahwa F hitung adalah 0.885. Dengan nilai signifikansi.

Karena nilai signifikansi lebih dari  = 0,05, berdasarkan kriteria pengujian maka H0diterima,

atau variansi indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah identik (sama).

Uji t untuk uji kesamaan dua rata-rata dengan asumsi variansi sama, hipotesisnya adalah

sebagai berikut.

H0  :  Rata-rata indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama.

H1  :  Rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih baik dari rata-rata gain kelas kontrol.

Pada table didapat nilai thitung 31,04, sedangkan nilai ttable dengan derajat kebebasan 0.95

dan probabilitas 0,05 yaitu 1,671. Karena nilai  thitung lebih besar dari t (1 – ) .(n1 + n2 – 2), maka

H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa peningkatan  (gain/indeks gain) kemampun siswa kelas

eksperimen lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan peningkatan (gain/ indeks gain)

kemampuan siswa kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan, pemahaman konsep

matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

daripada pemahaman konsep matematika siswa yang pembelajarannya dilakukan secara

konvensional.

4.2        Pembahasan

Setelah memperoleh hasil data penelitian yang dilakukan dilapangan maka pengolahan

datapun dilakukan, maka diperoleh hasil penelitian berupa hasil perhitungan statistik. Hasil

perhitungan statistik perlu diberi makna sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas melalui

analisis berbagai konsep, teori dan empirik sebagai berikut.

4.2.1  Perbandingan Pemahaman Konsep

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pengolahan data, dengan uji kesamaan dua rata-

rata sekor pretes dan postes kelas eksperimen dimana data tersebut merupakan data berpasangan

yaitu menggunakan paired sample t-test telah dapat terjawab salah satu masalah yang diajukan

dalam penelitian ini. Pemahaman konsep siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

induktif-deduktif mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada dasarnya peningkatan yang signifikan atas pemahaman konsep juga terjadi pada

siswa kelas kontrol. Penulis berpendapat bahwa hal ini merupakan suatu keniscayaan dari proses

pembelajaran. Dasar pemikiran dari pendapat tersebut adalah baik dari pembelajaran matematika

dengan pendekatan induktif-deduktif  ataupun pembelajaran matematika dengan pendekatan

konvensional, keduanya melibatkan aktivitas belajar siswa. pada kedua pembelajaran yang

menggunakan pendekatan berbeda ini, siswa secara telah mengalami proses belajar, dimana hasil

dari proses belajar ini adalah adanya perubahan tingkah laku (dalam hal ini peningkatan pada

pemahaman konsep) yang relatif permanen. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli tentang

belajar antara lain:

1.      Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru

sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku (Hudoyo,2001:92).

Page 32: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

2.      Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu  yang relatif tetap sebagai hasil

pengalaman (Fontana dalam Tim MKPBM,2001:8).

3.      Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri

pembelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan,sehingga melahirkan perubahan tingkah laku

(Hamzah,2001).

4.      Belajar adalah mengalami (Izzudin,2006:8).

5.      Belajar adalah berupaya memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih dan perubahan tingkah laku

atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI).

Berdasarkan pengertian tentang belajar yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa

melalui aktivitas, usaha, atau pengalaman yang telah siswa alami selama proses pembelajaran

baik dengan pendekatan induktif-deduktif ataupun pendekatan konvensional, siswa telah

mengalami perubahan tingkah laku, yaitu peningkatan pemahaman terhadap konsep

pembelajaran.

Dengan uji kesamaan dua rata-rata skor indeks gain menggunakan independen sampel T-

Test  telah dapat menjawab masalah kedua yang diajukan dalam pnelitian ini. Peningkatan

pemahaman konsep siswa yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan induktif-

deduktif lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Dari hasil analisis skor indeks gain  dari kedua kelas, secara jelas menunjukan bahwa

pada keduanya terjadi perubahan tingkah laku khususnya dalam peningkatan konsep

pembelajaran matematika, ternyata peningkatan yang terjadi pada kelas induktif-deduktif lebih

baik secara signifikan dibandingkan pada kelas konvensional. Hal inilah yang menjadi kajian

utama dalam penelitian ini. Secara umum hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal menyangkut potensi dasar  dan minat siswa terhadap matematika.

Faktor eksternalnya antara lain, faktor guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran. Faktor

eksternal ini memiliki peranan penting terhadap perbedaan peningkatan pemahaman konsep

matematika pada dua kelompok siswa.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif memiliki perinsip dasar

menurut teori kontruktivisme. Pada pembelajaran ini siswa dikondisikan untuk mengeksplorasi

potensinya dalam mengkonstruksi konsep-konsep sehingga tebentuk pengetahuan dan

pemahaman baru yang dilakukan secara dominan oleh siswa. Seperti apa yang dikemukakan

oleh  Noraziah (2001) mengenai aplikasi prinsip pembelajaran kontrukstivisme secara teknis,

dimana terlihat dalam pembelajaran induktif-deduktif yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut.

      Siswa diberi peluang saling bertukar pendapat antara satu sama lain

      Siswa diberi peluang mengemukakan pandangan tentang sesuatu konsep

      Siswa diajak untuk saling menghormati pandangan alternatif dari teman mereka

      Pembelajaran berpusat pada siswa

      Siswa diajak untuk merenungkan kembali proses pembelajaran yang dilaluinya

      Siswa diminta menghubungkan gagasan awal dengan gagasan yang baru dikonstruksi

Page 33: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

      Siswa diajak untuk mengemukakan hipotesis

      Guru tidak menyampaikan maklumat kepada siswa secara terus menerus kepada siswa

      Siswa banyak berinteraksi dengan siswa yang lainnya dan guru

      Guru memberikan perhatian terhadap keutuh, kebolehan dan minat siswa

      Siswa dikondisikan untuk belajar secara kelompok

Pada pembelajaran konvensional aktivitas-aktivitas yang dikemukakan diatas kurang

terfasilitasi karena dalam pembelajaran biasanya siswa lebih ditekankan untuk menjadi

pendengar, siswa tidal diberi kesempatan untuk mengemukakan konsep yang dipelajari.

Pelajaran berjalan membosankan bagi siswa, sebab metode yang mekanik tidal menimbulkan

minat siswa, sementara ingatan yang mekanik akan mudah dilupakan oleh siswa

(Hudoyo,2001:109). Sementara itu seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa

siswa tidal diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu

pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Menurut Wheatley, beliau mendukung pendapat

tesebut dengan mengajukan dua perinsip utama dalam pembelajaran dengan teori pembelajaran

kontruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh

struktuk kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi  bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian

melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Hal-hal diatas menjadi dasar pemikiran bagi penulis sebagai penjelasan dari hipotesis

yang telah diterima dalam penelitian ini, yaitu bahwa peningkatan pemahaman konsep

matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

dari pada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara biasa. Dalam hal ini tidal berarti bahwa

pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang buruk, akan tetapi pembelajaran ini

kurang dapat mengeksplorasi kemampuan siswa dalam mengkonstruksi pemahaman konsep

secara optimal

4.2.2        Respons Siswa

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa respons siswa terhadap pembelajaran

induktif-deduktif cenderung positif. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket siswa, dan jurnal

harian yang dilakukan terhadap sejumlah siswa.

Pada jurnal harian siswa, secara umum siswa sangat tertarik dan merasa senang dengan

belajar diskusi, karena mereka bias saling bertukar fikiran, menambah wawasan, saling

melengkapi jawaban, saling membantu dalam memahami konsep pembelajaran dan mengerjakan

soal-soal, saling menguatkan pendapat kelompok, mengobservasi, melakukan percobaan-

Page 34: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

percobaan, dan kondisi pembelajaran yang lebih aktif dan dinamis. Walaupun demikian, pada

penelitian ini belum dapat membuat siswa sepenuhnya menyukai pembelajaran yang

mengkondisikan mereka untuk mengkonstruksi konsep secara dominan dari siswa. hal ini

dikuatkan dari penemuan hasil angket dimana siswa masih menyukai pembelajaran yang

berpusat dari guru (guru memberikan penjelasan kepada siswa terlebih dahulu).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa hasil angket siswa menunjukkan,

bahwasannya sebagian besar siswa merespon positif terhadap pembelajaran yang diberikan. Hal

ini dikuatkan dengan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa, dimana siswa mwrasakan

pembelajaran yang lebih mandiri, aktif, lebih banyak diskusi, dan sebagainya. Tidal sedikit siswa

yang senang dengan cara belajar kelompok. Hal tersebut wajar mengingat siswa adalah individu

yang membutuhkan lingkungan sosial. Seiring dengan hakikat matematika dimana matematika

senagai konstruksi sosial mengarahkan individu untuk memahami lingkungan sosialnya. Adanya

diskusi dalam pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif menjadi jembatan yang

menghubungkan keduanya. Siswa tidak hanya belajar semata untuk dirinya sendiri, tetapi siswa

mendapatkan lingkungan sosial untuk bertukarpikiran, member tanggapan, mendapat pengakuan

terhadap ide-idenya, dan lainnya. Sementara dalam pembelajaran konvensional kebutuhan

tersebut kurang terfasilitasi.

BAB V

KESIMPULAN

5.1        Kesimpulan

Page 35: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1.      Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran

matematika dengan pendekatan induktif-deduktif.

2.      Peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pendekatan induktif-

deduktif lebih baik dan signifikan dari pada pemahaman konsep matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

3.      Respons siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif

berdasarkan jurnal harian, angket siswa mendapatkan respons yang positif. Pada umumnya para

siswa menyukai pembelajaran yang diberikan. Diskusi kelompok menambah motivasi siswa

dalam pembelajaran.

5.2        Saran52Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis merekomendasikan agar pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif digunakan oleh guru sebagai alternatif pendekatan strategi belajar mengajar. Perhatian guru yang dimiliki siswa menurut prinsip konstruktivisme, proses pembelajaran dapat memfasilitasi optimalisasi siswa secara utuh dan menyeluruh.

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas V111 MTs Al-Inaayah Bogor. Sebagai

penelitian lebih lanjut, penulis merekomendasikan agar selanjutnya dilakukan penelitian pada

siswa dengan jenjang yang berbeda. Selain itu, dikarenakan dalam penelitian ini hanya terpokus

pada teori lingkaran saja, maka penulis merekomendasikan agar pembelajaran dengan

pendekatan induktif-deduktif diujicobakan pada pembahasan dan materi yang lain.

Peneliti juga merekomendasikan untuk melakukan penelitian tentang pendekatan

induktif-deduktif dengan berbagai kombinasi dan model pembelajaran terhadap variabel terkait

lainnya dan menggarap secara serius bagaimana menumbuhkan minat dan motivasi siswa

terhadap matematika. Seperti yang peneliti temukan dilapangan bahwa cukup banyak siswa yang

minatnya kurang terhadap matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Andi, O. (2007). Panduan Praktis Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 15.0. Semarang: Wahana Komputer.

Page 36: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Alwi, H., dkk. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dahlan, J. A.(2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa SLTP Melalui Pendekatan  Open-Ended. Disertai PPS. UPI Bandung.

Ernawati. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. FPMIPA UPI Bandung.

Furqon. (2004). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung CV.ALFABETA.

Hamzah. (2001). Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme     [online]http://www.depdiknas.go.id/jurnal40/pembelajaran.  [20 Agustus 2010]

Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurrikulum dan Pengembangan Matematika. Malang: UNM Malang.

Izzudin, S. A. (2006). Quantum Tarbiyah Mencetak Kader Serba Bisa. Solo: Bina Insani Press.

Noraziah. (2001). Kontruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran.    [online]http://www.geocities.com/azam60/Tugasan2ASAS.htm#konstruktivisme.       [22 Agustus 2010]

Riduan,& Sunarto. (2009). Pengantar Statistika. CV ALVABETA. Bandung.

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito.

Sudjana. (2005). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.Posted by adtya emby at 02:46 

http://adtyaemby.blogspot.com/2012/06/pengaruh-pembelajaran-matematika-dengan.html

Page 37: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

PENGGUNAAN POLA PIKIR INDUKTIF-DEDUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERACUAN KONSTRUKTIVISME

Oleh: RochmadDosen Jurusan Matematika FMIPA UNNES Semarang

(Makalah telah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika: Sertifikasi Guru: Meningkatkan Kualitas Matematika di Indonesia. Di Kampus Pascasarjana UNNES Semarang, tanggal 16 Januari 2008)

Abstrak:Ciri utama penalaran dalam matematika adalah deduktif, atau dengan perkataan lain matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Namun demikian, pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif. Dalam pemecahan masalah, memecahkannya kadang hanya menggunakan salah satu pola pikir induktif atau deduktif, namun banyak masalah dalam memecahkannya menggunakan keduanya pola pikir induktif dan deduktif secara bergantian.Kata kunci: Pembelajaran matematika, pola pikir induktif, pola pikir deduktif, pola pikir induktif-deduktif, pemecahan masalah.

A. PendahuluanMatematika merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting dan dipelajari oleh siswa di semua tingkat pendidikan. Matematika informal diberikan pada anak-anak prasekolah, misalnya di “kelompok bermain atau play group” dan di Taman Kanak-Kanak (TK). Mulai di sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) siswa mendapat pelajaran matematika formal. Di TK misalnya, siswa mulai mengenal klasifikasi secara informal. Anak-anak bermain memilih benda-benda berwarna merah dari sekelompok benda-benda mainannya dapat dikatakan secara informal siswa melakukan pengelompokan, dan bahkan secara informal pada diri siswa mulai tertanam “penalaran matematika”, misalnya siswa menggunakan penalaran matematika ketika mengetahui mana benda-benda yang termasuk dalam kelompok benda-benda berwarna merah dan yang bukan berwarna merah. Dalam setiap pengelompokan tentu ada syarat tertentu, secara informal siswa dapat mengklasifikasikan mana benda-benda yang menjadi anggota kelompoknya, syarat dalam melakukan pengelompokan oleh anak dilakukan sendiri atau dilakukan dibawah bimbingan guru.

Sejak siswa duduk di kelas 1 SD/MI, mulailah dikenalkan dengan matematika formal. Para siswa mulai mengenal obyek dasar matematika yang bersifat abstrak misalnya fakta, konsep, prinsip dan struktur matematika. Dalam mempelajari matematika siswa terlibat dengan berpikir. Soedjadi (2000) menyatakan dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Meskipun pada akhirnya siswa diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses pembelajaran matematika dapat digunakan pola pikir induktif.

Dewasa ini pembelajaran matematika konstruktivis menjadi perhatian para pemerhati pendidikan untuk menggeser pembelajaran matematika tradisional yang hasil belajarnya dipandang kurang optimal. Slavin (2000) menyatakan “students must construct knowledge in their own mind”. Pembelajaran matematika tradisional berpusat pada guru dengan metode ceramah sebagai metode pembelajaran utama. Di kelas siswa lebih banyak sebagai pendengar dan menghafal aturan-aturan atau rumus-rumus matematika kurang memahaminya (Suwarsono, 1999; Ratumanan, 2003; Jaeng, 2004). Marpaung (dalam Ratumanan, 2003) berpendapat bahwa matematika tidak ada artinya kalau hanya dihafal.

Pembelajaran matematika beracuan konstruktivieme berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien dan menyenangkan. Guru menerapkan berbagai metode yang dipandang sesuai dengan bahasan materi matematika yang sedang dipelajari. Siswa terlibat membangun ide-ide, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.Fakta di lapangan guru matematika sekolah kebanyakan mengajar dengan cara tradisional dengan pola: informasi-contoh soal-latihan sesuai contoh. Paradigma pembelajaran matematika di Indonesia selama

Page 38: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

bertahun-tahun adalah paradigma mengajar dan banyak dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku, bukan paradigma belajar (Marpaung, 2003). Menurut Ratumanan (2003) pembelajaran matematika di Indonesia beracuan behaviorisme dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan.

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika beracuan behaviorisme selama ini kurang berhasil, oleh karena itu perlu dicari alternatif ”penggantinya”, misalnya pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme. Tulisan ini membahas pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dan kaitannya dengan penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Tulisan ini menyajikan salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif.

B. Pembahasan1. Penalaran MatematikaFondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotle adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotle mengenalkan suatu sistem penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang benar.

Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positip kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).

Daya matematika siswa seyogyanya dapat diwujudkan dalam berbagai dimensi supaya mampu memunculkan berbagai metode matematika yang nantinya dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin dan dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan kehidupan dalam masyarakat yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi. Penalaran matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir matematika. Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman matematika dalam keterampilan berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan hubungan antar ide-ide, dan mendukung gambaran atau kesimpulan tentang ide-ide dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan masalah-masalah yang melibatkan ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist dalam Perissini dan Webb, 1999).

Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (dan validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik (graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).

2. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme

Page 39: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Salah satu dari prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat dengan mudah menanamkan pengetahuan pada diri siswa. Slavin (2000) menyatakan bahwa siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya. Berkaitan dengan hal ini, guru dapat menciptakan suasana pembelajaran sehingga informasi, keterampilan dan konsep yang disampaikan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa dengan cara memberi kesempatan kepada para siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri; serta suasana pembelajaran yang mampu menjadikan siswa memiliki keberanian dan dengan penuh kesadaran belajar menggunakan strateginya sendiri. Guru dapat memberi tangga kepada siswa agar dapat digunakan untuk naik menuju ke pemahaman yang lebih tinggi, tetapi biarkanlah siswa sendiri yang memanjatnya.

Menurut Slavin (2000) proses mengajar belajar yang berpusat pada siswa dan menekankan pada aktivitas siswa mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya sendiri dinamakan teori pembelajaran konstruktivistik (constructivist theories of learning). Pembelajaran konstruktivis mengkondisikan kegiatan siswa dalam interval waktu kerja yang tidak begitu lama memeriksa informasi baru dan dibandingkan dengan aturan-aturan yang telah diketahuinya, dan mungkin kemudian merevisi aturan-aturan tersebut. Karena pembelajaran konstruktivis menekankan kepada para siswa agar belajar lebih aktif di kelas, maka pembelajaran konstruktivis sering dinamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran beracuan konstruktivisme guru menjadi pembimbing dan fasilitator. Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah siswa secara individual menemukan dan mentransformasi informasi yang begitu kompleks dalam benaknya.

Kenyataan bahwa para siswa sering mempelajari konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematika dengan kurang atau tidak memahaminya dikemukakan dalam National Assessment of Educational Progress (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993). William A. Brownel (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993) adalah salah seorang yang mula-mula mengajukan teori pembelajaran matematika (aritmetika) secara bermakna (meaningful learning) berpendapat bahwa pembelajaran matematika yang efektif harus menyajikan suatu pemahaman pada konsep-konsep, hubungan-hubungan, dan proses terjadinya definisi aritmetika. Penelitian menunjukkan bahwa para siswa sering mempelajari prosedur-prosedur dalam aljabar tanpa memahami makna apa yang mereka pelajari. Reed (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993) menyatakan bahwa jika para siswa memahami struktur-struktur yang mendasari masalah, susunan kata dalam masalah kurang memberi efek pada kecakapan siswa dalam memecahkannya atau dalam mengkonstruksi alternatif pemecahannya. Salah satu strategi penting untuk membantu siswa dalam memahami masalah secara bermakna adalah meminta siswa menulis dan merumuskan kembali masalah yang sedang dihadapi sebelum siswa menulis penyelesaianya.

Sampai saat ini, teori perkembangan intelektual anak yang sering menjadi acuan para pemerhati pendidikan adalah teori perkembangan inelektual Piaget. Di awal kerjanya ia mengidentifikasi adanya empat tahap perkembangan kognitif: sensori motor (sensorimotor), preoperasional (preoperational), operasional konkret (concrete operational), dan operasi formal (formal operational). Tetapi siswa jarang hanya berada pada satu sisi tahap perkembangan. Para siswa pada jenjang pendidikan setingkat SMA (high school) sering berada dan bergerak pada operasi konkret dan operasi formal jika mereka sedang mempelajari keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip baru (Johnson, Johnson dan Stiff, 1993).

Teori Piaget tentang perkembangan intelektual menaruh perhatian pada proses asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accommodation) informasi dalam skema mental siswa. Asimilasi adalah suatu proses menempatkan informasi dan pengalaman baru dalam struktur kognitif siswa. Akomodasi adalah hasil penyetrukturan kembali dalam skema kognitif.Assimilation is the process by which new experience and information are placed into the cognitive structure of the leaner. […] Accomodation is the product of any restructuring of that cognitive schema. (Stiff, Johnson, dan Johnson; 1993:3)

Pembelajaran beracuan konstruktivisme menekankan pada aktivitas siswa membangun (construct) pengetahuan untuk “menyesuaikan” apa yang baru saja diketahui (atau diyakini). Kadangkala penyesuaian atau adaptasi tidak dapat dengan mudah dilakukan. Apabila siswa tidak dapat membaca asimilasi data baru dalam struktur mental yang ada, maka siswa membangun skema-skema atau hubungan-hubungan baru agar dapat mengakomodasi pengetahuan dalam benaknya. Untuk memperoleh pengalaman membangun pengetahuan baru dalam benaknya siswa harus aktif terlibat dalam merestruktur pengetahuan tersebut.Sebagai contoh, dalam memperoleh keterampilan menyelesaikan sistem persamaan linear dengan dua variabel misalnya mula-mula siswa terampil bekerja menggunakan cara “eleminasi”. Dengan berdasar pengetahuan dan pengalaman siswa ini dimungkinkan menghasilkan penyetrukturan kembali (restructuring) pemahaman mereka dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dengan dua variabel misalnya menyelesaikan persamaan tersebut dengan menggunakan bantuan matriks.

Bruner (dalam Stiff, Johnson dan Johnson, 1993) merumuskan empat teorema belajar matematika yang

Page 40: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

mengacu pada pandangan konstruktivisme. Teorema konstruksi (construction theorem), teorema notasi (notation theorem), teorema kontras dan variasi (contrast and variation theorem), dan teorema konektivitas (connectivity theorem).Teorema konstruksi menyatakan bahwa siswa seyogyanya diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri representasi konsep-konsep, aturan-aturan dan hubungan-hubungannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas guru sering menyediakan dan menggunakan bantuan benda-benda konkret atau benda-benda manipulatif untuk membantu siswa dalam belajarnya. Teori notasi menyatakan bahwa penggunaan notasi yang baik akan menyederhanakan proses kognisi dalam menangkap konsep-konsep, aturan-aturan dan hubungan-hubungannya. Sebagai contoh, siswa akan lebih memahami konsep “variabel” jika digunakan representasi ikonik misalnya 19 = __ + 7 dari pada digunakan representasi baku 19 = x + 7.

Teorema kontras dan variasi menyatakan bahwa kemajuan dari representasi konsep-konsep dari konkret ke bentuk abstrak bergantung pada pengalaman siswa dalam membandingkan atribut-atribut suatu konsep dengan atribut-atribut konsep lain yang serupa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghadapi dan menyelesaikan berbagai contoh. Teorema konektivitas menyatakan bahwa guru perlu mendemonstrasikan hubungan antar keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika. Teorema konektivitas ini dapat mengurangi isolasi antar topik dalam pembelajaran matematika dan dapat mengantarkan siswa sampai pada tingkat intuisi dan penalaran matematika yang lebih tinggi, yakni belajar matematika secara bermakna (meaningfull mathematical learning).

3. Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran MatematikaPrince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.

Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan. Major (2006) memberi contoh pembelajaran barisan aritmetika sebagai berikut. Guru mulai pembelajaran dengan menulis definisi dipapan tulis: ‘barisan aritmetika adalah barisan yang memiliki beda sama’. Kemudian guru menjelaskan apa maksud ‘memiliki beda sama’. Kemudian guru melanjutnya pembelajaran, misalkan suku pertama barisan adalah a, dan beda b, maka a, a + b, a + 2b + … + (a + (n – 1)b) adalah barisan arimetika. Selanjutnya guru memberi contoh dan memberi soal untuk dikerjakan siswa.

Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif. Hal ini disebabkan siswa baru memahami generalisasi atau kosep setelah disajikan berbagai contoh. Major (2006) menyarankan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif: (1) mulailah dengan menyatakan generalisasi secara jelas; (2) tulis definisi dipapan tulis; (3) jelaskan istilah-istilah dalam definisi; (4) secara hati-hati tekankan hubungan-hubungan sifat dalam generalisasi; (5) ilustrasikan dengan contoh; dan (5) berilah kesempatan siswa memberi atau mengerjakan contoh berikutnya.

Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.

Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.

4. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme yang Melibatkan Penggunaan Pola Pikir

Page 41: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Induktif-DeduktifDalam pelaksanaan pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme masih sulit menentukan pendekatan mana yang lebih baik; pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif atau dengan pendekatan deduktif. Menurut Prince dan Felder (2006), guru yang baik adalah yang membantu siswa mempelajari keduanya. Menurut Dameus, A. Tilley, D.S, Brant, M (2004) pendekatan pembelajaran dapat induktif atau deduktif, atau kombinasi dari keduanya. Major (2006) berpendapat dalam pelaksanaan pembelajaran lebih baik memuat keduanya kegiatan induktif dan deduktif meskipun tak dapat dihindari mana yang lebih dominan.Berdasar uraian di atas dan mengacu pendapat dengan Prince dan Felder (2006), Dameus, A. Tilley, D.S, Brant (2004), dan Major (2006); penulis berpendapat pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dapat dirancang mengkombinasikan keduanya memuat kegiatan induktif dan deduktif, sependapat dengan Major (2006) dalam pelaksanaan pembelajaran lebih baik memuat keduanya kegiatan induktif dan deduktif meski tak dapat dihindari salah satu dari kegiatan tersebut lebih dominan.

Dalam makalah ini dikembangkan pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif. Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah siswa terlibat dengan penggunaan pola pikir induktif-deduktif.

Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.

a. Fase kegiatan pembukaanKegiatan guru pada fase kegiatan pembukaaan pertama-tama guru membuka pembelajaran. Menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa agar dapat lebih siap dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selanjutnya guru memeriksa pengetahuan prasyarat misalnya dengan cara menanyakan hasil pekerjaan rumah, atau menanyakan materi yang berkaitan dengan pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya.

Menurut Kemp (1994: 107) dapat disinyalir bahwa siswa mengalami kesulitan belajar disebabkan siswa tidak mengetahui dengan pasti atau kurang jelas apa yang diharapkan oleh guru dari siswa. Jika apa yang diharapkan guru tidak dibatasi dengan jelas, siswa tentu tidak akan tahu dengan pasti apa yang akan dipelajari dan apa yang perlu dilakukan. Oleh karena itu di awal pembelajaran guru perlu menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana cara belajar untuk mencapainya.

Tujuan pembelajaran perlu diketahui oleh siswa agar siswa mengetahui apa yang harus dilakukan. Tujuan pembelajaran untuk suatu pokok bahasan harus diberikan pada saat mereka mulai mempelajari pokok bahasan itu (Kemp, 1994). Dengan cara seperti ini, siswa akan mengetahui apa yang diharapkan dari guru dalam mempelajari pokok bahasan tersebut dan dapat mengatur tata cara belajarnya dengan baik. Kemp (1994: 130) menyatakan terdapat bukti positif yang menunjukkan bahwa siswa yang diberi tahu tentang tujuan pembelajaran yang harus mereka capai betul-betul mengalami kemajuan yang memuaskan dalam jangka waktu yang lebih singkat dan mencapai tingkat keberhasilan yang lebih besar dibandingkan dengan siswa yang tidak diberi tahu.

Motivasi diperlukan oleh para siswa dalam belajar matematika. Ide awal penelitian Kazemi dan Stipek (2002) adalah untuk menjawab tantangan bagaimana pentingnya guru memberi motivasi kepada seluruh siswa agar para siswa bergairah dan terikat kuat dalam belajarnya. Oleh karena itu dalam fase pembukaan ini guru perlu memberi motivasi kepada siswa agar siswa tebih bergairah dan konsentrasi dalam belajarnya.Agar guru dapat mengelola pembelajaran dengan baik, guru perlu mengetahui pengetahuan prasyarat siswa yaitu dengan cara memberi pertanyaan-pertanyaan yang mendasari sub pokok bahasan pembelajaran yang akan disampaikan. Menurut Ausubel (dalam Joice dan Weil, 1992: 184): “whether or not material is meaningful depends more on the preparation of the learner and on the organization of the material than it does on the method of representation”. Apakah materi yang dipelajari siswa bermakna atau tidak lebih bergantung pada kesiapan siswa dan pengorganisasian materi dari pada metode penyajian. Oleh karena itu, sebelum guru memulai pembelajaran perlu memeriksa pengetahuan prasyarat siswa.

b. Fase kegiatan induktif.Guru menyampaikan hal-hal khusus berkaitan dengan materi pokok yang akan disampaikan. Guru

Page 42: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

mengarahkan siswa melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan pola pikir induktif, misalnya guru memberi beberapa contoh suatu konsep, siswa diminta mengamati dengan cermat, dan meminta siswa menulis makna konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam fase ini kegiatan belajar siswa mengkonstruk pengetahuan matematis dengan cara siswa sendiri berdasar hasil pengamatannya.

Dalam fase kegiatan induktif ini dibawah bimbingan dan arahan guru, siswa aktif belajar matematika secara individu. Meskipun demikian, siswa diberi kesempatan berinteraksi dengan temannya, misalnya bertukar pendapat dengan teman sebangkunya atau dengan teman-teman di dekatnya. Kegiatan utama siswa adalah mengamati, memeriksa, menyelidiki, menganalisis, atau memikirkan berdasarkan kemampuan masing-masing hal-hal yang bersifat khusus dan mengkonstruk konsep atau generalisasi atau sifat-sifat umum berdasar hal-hal khusus tersebut. Menurut Kemp (1994: 143) terdapat bukti yang menunjukkan sebagian besar siswa dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling memuaskan apabila siswa diberi kesempatan belajar menurut kemampuan masing-masing.

Pada fase kegiatan induktif ini prinsip memuat prinsip pertama pembelajaran beracuan konstruktivisme menurut Tadao (dalam Sa’dijah, 2006), yaitu fase kesadaran, anak dihadapkan pada sumber yang membangkitkan kesadaran matematisnya dan mulai mengkonstruksi pengetahuan matematis. Guru menyampaikan contoh-contoh atau kasus-kasus khusus menjadi sumber untuk membangkitkan kesadaran siswa dan siswa melakukan pengamatan secara hati-hati terhadap contoh atau kasus khusus yang diamati.

c. Fase diskusi kelasAda kelemahan jika pembelajaran di kelas hanya dengan belajar secara individu. Kelemahan tersebut misalnya kurang terjadi interaksi antar siswa atau antara guru dan siswa. Kemp (1994: 156) berpendapat bahwa dalam pembelajaran perlu direncanakan kegiatan kelompok. Apabila hanya dipakai metode satu jalur, misalnya hanya kerja mandiri, kegiatan belajar bisa membosankan dan tidak menarik. Kemp (1994: 151) juga berbendapat bahwa akhir-akhir ini terdapat kecenderungan mengurangi waktu untuk pola penyajian materi pembelajaran, lebih menyukai pola belajar mandiri dalam kegiatan kelompok.

Berdasar pendapat Kemp (1994) dapat disinyalir bahwa kegiatan belajar siswa secara individu dapat diperkuat melalui interaksi sosial, misalnya diskusi kelompok. Pertemuan kelompok kecil ini dapat dipakai untuk mengecek kepahaman siswa tentang konsep dan asas yang telah mereka peroleh sebelumnya (Kemp, 1994: 167). Dalam fase kegiatan induktif siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan teman sebangkunya atau diskusi dalam kelompok dengan beberapa teman didekatnya. Dalam diskusi ini siswa berinteraksi satu dengan lainnya dan bertukar pemikiran dan pengalaman dalam rangka mengkonstruk pengetahuan secara individu.

Dalam fase diskusi kelas ini guru memimpin diskusi dalam rangka memperoleh kesimpulan atau kesepakatan terhadap hasil-hasil konstruksi pengetahuan matematis awal siswa. Hasil dikonstruksi pengetahuan matematis siswa mungkin berbeda-beda bergantung pada pengetahuan awal masing-masing. Beberapa siswa diminta menyampaikan hasil kerjanya secara lisan atau tertulis. Guru memberi ulasan atau komentar, dan selanjutnya memberi kesimpulan atau kesepakatan terhadap makna konsep yang pelajari siswa. Dengan demikian, siswa tidak semata-mata menghafal definisi suatu konsep tetapi siswa terlibat dalam memperoleh definisi tersebut.

d. Fase kegiatan induktif-deduktifDalam fase kegiatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.

e. Fase kegiatan penutupPada fase kegiatan penutup ini kegiatan pembelajaran adalah memberi kuis (tes singkat) secara individu, memberi tugas dikerjakan di rumah, dan menutup pembelajaran. Kuis (tes singkat) berupa soal yang harus diselesaikan siswa dalam waktu yang relatif singkat. Untuk melaksanakan kuis diperlukan alat penilaian. Alat penilaiaannya dapat tes tertulis atau lisan. Tujuannya untuk mengukur seberapa jauh siswa telah menguasai pengetahuan ditinjau dari aspek pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, atau pemecahan masalah.Guru memberi tugas dengan memberi soal-soal yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dibahas untuk dikerjakan di rumah. Tugas rumah diarahkan pada kegiatan pemecahan masalah dengan tujuan siswa dapat lebih memahami konsep atau struktur matematika yang dipelajari dan untuk melatih siswa terbiasa menggunakan pola pikir induktif-dedukif dalam memecahkan masalah. Selanjutnya guru menutup pembelajaran.

Page 43: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

C. PenutupAgar siswa dapat belajar matematika di sekolah secara bermakna, siswa dituntut terampil memahami konsep-konsep matematika dari pola pikir induktif menuju deduktif. Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dengan melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Dalam pemecahan masalah siswa kadang menggunakan pola pikir induktif, kadang deduktif, dan kadang keduanya. Dalam pemecahan masalah kadang sulit memisahkan antara penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika beracuan konsruktivisme penggunaan pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk membangun misalnya suatu konsep matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.

Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif.

Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.

DAFTAR PUSTAKABall, D.L dan Bass, H. 2003. Making Mathematics Reasonable in School. Jeremy Kilpatrick (Eds.): A Research Companion to Principles and Standards for School Mathematics (halaman 27 – 44). Reston: National Council of Teacher of Mathematics, Inc.Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown Company Publisher.Belozerov, S. 2002. Inductive and Deductive Methods in Cognition. http://www. matrixreasoning.com/. Download tanggal 7 Desember 2002.Clark, D. 2000. Constructivism. http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/history/history. html. Download tanggal 25 Nopember 2006.Clements, D.H dan Batista, M.T. 2002. Constructivist Learning and Teaching. Donald L. Chambers (Ed.): Putting Research into Practice in the Elementary Grades: Reading from Journal of the National Council of Teachers of Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.Copeland, R.W. 1974. How Children Learn Mathematics: Teaching Implications of Peaget’s Theory. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.Davis, R.B. 1990. Discovery Learning and Constructivism. Constructivist View on the Teaching and Learning of Mathematics. Nel Noddings (Eds.): Journal for Research in Mathematics Educations. Monograph Number 4. (halaman 93 – 106). The National Council of Teacher of Mathematics.Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.Doolittle, P.E dan Camp, W.G. 1999. Constructivism: The Career and Technical Education Perspective. Kirk Swortsel (Ed.): Journal of Vocational and Technical Education. Volume 16, Number 1.Doolittle, P.E. 2001. Integrating Constructivism and Cognitivim. {Comment & Suggestions Welcome]. Blackburgs: Virginia Polytechnic Institute & State University.Dreyfus, T. 1990. Advanced Mathematical Thinking. Mathematical and Cognition: A Research Synthesis by the International Group for the Psychology of Mathematics Education. ICMI Studies Series. Cambridge: Cambridge University Press.English, L.D dan Halford, G.S. 1995. Mathematics Educations Model and Process. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.Heibert, J. 2003. What Research Says About the NCTM Standards. Jeremy Kilpatrick (Eds.): A Research Companion to Principles and Standards for School Mathematics (halaman 5 – 23). Reston: National Council of Teacher of Mathematics, Inc.Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Jakarta: IMSTEP.Hudojo, H. 2003. Guru Matematika Kontruktivis (Contructivist Mathematics Teacher). Makalah disajikan pada Seminar Nasional, 27-23 Maret 2003 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press).Jaeng, M. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Cara Perseorangan dan Kelompok Kecil. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA.

Page 44: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Jan van den Akker. 1999. Principles and Methods of Development Research. Dalam Plomp, T; Nieven, N; Gustafson, K; Branch, R.M; dan van den Akker, J (eds). Design Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher.Joyce, B dan Weil, M. 1992. Models of Teaching. London: Prentice-Hall, Inc.Kemp, J.E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan oleh Asril Marjohan. Judul Asli The Instructional Design Process. Bandung: Penerbit ITB.Khabibah, S. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA.Lithner, K. 2000. Mathematical Reasoning in Task Solving. Educational Studies in Mathematics 41: 165 – 190, 2000. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.Major, FT. 2005. Inductive-Deductive Structure. http:/educ2.hku.hk/. Download: 8 Desember 2005.Major, F.T. 2006. The Squencing of Content Inductive and Deductive Approach. Inductive-Deductive Approach. htm.http://educ2.hku.hk/ Download: 24 Agustus 2006.Marpaung, Y. 2003. Pembelajaran Matematika Secara Bermakna. Disampaikan pada Seminar di SMPN-3 Karanganyar.Marpaung, Y. 2003. Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika di Universitas Sanata Darma. Tanggal 27-28 Maret 2003. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.Maslowski, R dan Visscher, A 1999. The Potential of Formative Evaluation in Program Design Models. Dalam Plomp, T; Nieven, N; Gustafson, K; Branch, R.M; dan van den Akker, J (eds). Design Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher.Matlin, M.W. 1998. Cognition. New York: Harcout Brace College Publishers.Miyazaki, M. 2000. Levels of Proof in Lower Secondary School Mathematics. Educational Studies in Mathematics 41: 47 - 68, 2000. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.Murphy, E. 1997. Constructivist Epistemology. Constructivism: Philosophical & Epistemological Foundation. Download. 24 Agustus 2006.Dameus, A. Tilley, D.S, Brant, M. 2004. Teaching Methods in Learning Agricultural Economics: A Case Study 1. NACTA Journal. Sept 2004.NCTM. 2000. Principle and Standard for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc.Nieveen, K. 1999. Prototyping to Reach Product Quality . Dalam Plomp, T; Nieveen, N; Gustafson, K; Branch, R.M; dan van den Akker, J (eds). Design Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher.Parke C.S, Lane S, Silver E.A, dan Magone M.E. (2003). Using Assesment to Improve Midlle-Grades Mathematics Teaching & Learning. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc.Prince, J.P. Felder, M.F. 2006. Inducitive Teaching and Learning Methods: Definitions, Comparations, and Research Bases. J. Engr. Education, 95(2), 123–138 (2006).30.Plomp, T. 1997. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds). Educational & Training System Design: Introduction. Design of Education and Training (in Dutch). Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland. Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente.Polya, G. 1973. How To Solve It. Princeton: Princeton University Press.Ratumanan, T.G. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif dengan Setting Kooperatif (Model PISK) dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SLTP di Kota Ambon. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA.Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn & Bacon.Sa’dijah, Ch. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme untuk Siswa SMP. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pasca Sarjana UNESA.Soedjadi, R. 2003. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika.Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Depdiknas.Soedjadi, R. 2000b. Rancangan Pembelajaran Nilai dalam Matematika Sekolah. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Matematika, Pengajaran dan Problematikanya Memasuki Milenium III, di FMIPA UNNES Semarang, 12 Agustus 2000.Solso, R.L. 1995. Cognitive Psychology. Boston: Allyn and Baccon.Steffe, L.P. 1996. Intersubyectivity in Mathematics Learning: A Challenge to the Radical Constructivist Paradigm? A Replay to Lerman [1]. http: S13a. math.aca.mmu.ac.uk/. Download: 5 Juni 2000.Stiff, L.V; Johnson, J.L; dan Johnson, M.R. 1993. Cognitive Issues In Mathematics Education. Patricia S. Wilson (Ed.), Research Ideas For The Classroom: High School Mathematics (halaman 3 – 20). New York: Macmillan Publishing Company.Suharta, I.G.P. 2004. Pembelajaran Pecahan di Sekolah Dasar dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA.Suwarsono. 1999. Problematika Pendidikan Matematika di Indonesia. Tulisan dimaksudkan sebagai sebuah pengantar untuk matakuliah “Penelitian Lanjut” pada Program S3 Pendidikan Matematika, Universitas Negeri

Page 45: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Surabaya, September 1999.Recio, A.M dan Godino, J.D. 2002. Institutional and Personal Meanings of Mathematical Proof. Educational Studies Mathemathics 48: 83 – 99. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.Taylor, L. 1993. Vygotskian Influence in Mathematics Education, with Particular Reference to Attitude Development. Focus on Learning Problems in Mathematics. Spring & Summer Edition. Volume 15, Numbers 2 & 3. (halaman 3-16). Center for Teaching/Learning of Mathematics.Von Glaserfeld, E. 2006. An Exposition of Constructivism: Why Some Like it Radical. Internet on line. Massachusetts: Scientific Reasoning Research InstituteUniversity of MassachusettsVon. Glassersfeld, E. 1984. An Introduction to Radical Constructivism. Author’s translation in P. Watzwalick (Ed), The Invented Reality. Newyork: Norton, 1984. Originally published P. Watzlawick (Ed), Die Erfundene Wirklichkeit. Munich: Piper, 1981. Erns von Glasersfeld, on line paper, html. Download, 24 Agustus 2006.Wilson, B., Teslow, J.L., Taylor, L. 1993. Instructional Design Perspectives on Mathematics Education With Reference to Vygotsky’s Theory of Social Cognition. Focus on Learning Problems in Mathematics. Spring & Summer Editions. Volume 15, Numbers 2 & 3. (halaman 65 – 85). Center for Teaching/Learning of Mathematics.Yackel, E. Cobb, P. Wood, T. Merkel, G. 2002. Experience, Problem Solving, and Discourse as central Aspect of Constructivism. Cambers, D (Eds). Putting research into Practice in the Elementary Grades. Reading from Journals of the National Council

http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html

Pendekatan deduktif induktif

Page 46: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendekatan  pembelajaran digunakan sebagai penjelas untuk  mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Menurut Sagala (2010:68) menjelaskan bahwa “Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk satuan instruksional tertentu.”

Sedangkan menurut Sanjaya (2008:125) menyatakan bahwa “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.”

Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karena itu metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.

Menurut Wahjoedi (1999:121) bahwa, “Pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.

Berdasarkan pengertian tentang pendekatan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

a.      Pendekatan induktifPendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Perancis Bacon yang

menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai bagitu saja tanpa diteliti secara rasional. Pada dasarnya berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sagala (2010:77) yang mengatakan bahwa “Dalam konteks pembelajaran pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau aturan.”Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa:Pendekatan induktif dimulai dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut.

Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip atau fakta yang pasti.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan

Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:1)      Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata

pelajaran tersebut,2)      Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan

pengambilan keputusan,3)      Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil

mengulang pertanyaan, dan sabar,4)      Waktu yang tersedia  cukup panjang.

Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus  ditempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan induktif  yaitu:

1)      Memilih dan mementukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.

2)      Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.

3)      Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.

Page 47: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

4)      Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh siswa.

Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan induktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :1. Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :

a)      Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau menemukan sendiri suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih baik.

b)      Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau terjadi keraguan mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih awal.

c)      Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.

2. Kelemahan dari pendekatan induktif antara lain :a)      Memerlukan banyak waktu.b)      Kadang-kadang hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif.c)      Sifat dan rumus yang diperoleh masih memerlukan latihan atau aplikasi untuk memahaminya.d)     Secara matematik (formal) sifat atau rumus yang diperoleh dengan pendekatan induktif masih

belum menjamin berlaku umum.

b.      Pendekatan DeduktifPembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran

tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan.

Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.”Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa:Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.

Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.”

Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh.

Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa  pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:1)      Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,2)      Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir

kritis,3)      Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang

baik,4)      Waktu yang tersedia sedikit.

Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah

1)      guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,2)      guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi  dan contoh-

contohnya,

Page 48: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

3)      guru menyajikan  contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan  antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,

4)      guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :

1.      Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:a)      Tidak memerlukan banyak waktu.b)      Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-soal atau masalah

yang konkrit.2.      Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:a)      Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran. Hal ini

disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.b)      Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna siswa menerima konsep

matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.c)      Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karna disini siswa

langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.

Konsep tidak bisa diingat dengan baik oleh siswa.

http://hardymath.blogspot.com/2012/07/pendekatan-induktif-dan-deduktif.html

Page 49: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF

KAJIAN  PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF  

A. Pendekatan Induktif-Deduktif    Menurut Suriasumantri (2001: 48), “ Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.” 

Contoh :Kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, kerbau mempunyai mata, dan harimau mempunyai mata. Dari kenyataan-kenyataan ini, kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum, yaitu semua binatang yang berkaki empat mempunyai mata.  

      Selanjutnya menurut Suriasumantri (2001: 49), “ Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.”Contoh :Semua manusia akan mati.Si Polan adalah manusia.Jadi Si Polan akan mati.  Salah satu karakteristik matematika adalah  bersifat  deduktif. Dalam pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar. Meskipun pola pikir deduktif itu sangat penting, namun dalam pembelajaran matematika masih sangat diperlukan penggunaan pola pikir induktif. Menurut Soedjadi

“ Penyajian matematika perlu dimulai dari contoh-contoh, yaitu hal-hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan itu dapat berupa definisi atau teorema.” Selanjutnya menurut Soedjadi (2000: 46), “ Bila kondisi kelas memungkinkan, kebenaran teorema dapat dibuktikan secara deduktif. Namun jika pembuktiandipandang berat, pola pikir deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi ataupun teorema.” 

            Hudoyo (2001) mengatakan bahwa pendekatan induktif berproses dari hal-hal yang bersifat konkret ke

yang bersifat abstrak, dari contoh khusus ke rumus umum. Setelah para siswa memahami dan menangkap suatu konsep berdasarkan sejumlah contoh konkret, mereka kemudian sampai kepada generalisasi. Kebaikan pendekatan ini adalah siswa mempunyai kesempatan aktif di dalam menemukan suatu formula sehingga siswa terlibat dalam mengobservasi, berpikir dan bereksperimen. Sedangkan kelemahannya adalah formula yang diperoleh dari cara induktif belum lengkap ditinjau dari sudut  matematika. Selain itu, pendekatan ini banyak menggunakan waktu. 

  Pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif. Pendekatan ini berproses dari umum ke

khusus, dari teorema ke contoh-contoh. Teorema diberikan kepada siswa dan guru membuktikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang relevan dengan teorema yang diberikan. Kebaikan pendekatan ini pembelajaran berjalan efisien. Sedangkan kelemahannya, siswa pasif dan siswa akan merasakan sulit dalam memahami  12  teorema dan konsep yang abstrak.Untuk mengeliminasi kelemahan-kelemahan dari masing-masing pendekatan tersebut, tampaknya gabungan dari pendekatan induktif-deduktif layak untuk digunakan dalam pembelajaran matematika.       Struktur pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan induktif-deduktif hampir sama dengan

Page 50: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

pembelajaran bersiklus pada IPA. Pengertian pendekatan, metode mengajar, dan tehnik mengajar telah dijelaskan oleh Ruseffendi (1988). Pendekatan adalah cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, metode mengajar adalah  cara menyampaikan bahan ajar kepada siswa yang berlaku untuk setiap pelajaran, sedangkan tehnik mengajar adalah cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus.          Karli (2003) mengatakan bahwa pendekatan ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu tahap pendahuluan, tahap eksplorasi, tahap pembentukan konsep, dan tahap penerapan konsep. Selain itu, Dewanto (2003) mengatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif dimulai dengan pemberian masalah divergen, kontektual, dan open ended kepada siswa, dengan harapan siswa dapat menyelesaikan masalah sendiri, mencari bentuk umum atau model matematikanya, dan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan model tersebut. Pemberian masalah hendaknya diikuti dengan beberapa pertanyaan yang akan menuntun siswa mencari penyelesainnya. Apabila siswa mengalami kesulitan, gunakan tehnik probing atau posing, atau diskusi dalam kelompok, hendaknya siswa diberi petunjuk tidak langsung untuk mencari penyelesaiannya. 

       Selanjutnya, masing-masing tahap dari pendekatan induktif-deduktif yangdigunakan pada penelitian ini diuraikan secara lengkap sebagai berikut :

Tahap Pendahuluan :    Terdapat   dua   kegiatan   yang   harus   dilakukan   pada  tahap  pendahuluan, yaitu kegiatan  revisi/apersepsi  dan  kegiatan  motivasi. Yang dimaksud dengan  kegiatan revisi/apersepsi   adalah   kegiatan mengingatkan dan memperbaiki pengetahuan bekal siswa mengenai pelajaran terdahulu yang berkaitan dengan pelajaran yang akan diberikan.   Menurut Sudjana (1991 : 18), “ Kegiatan yang dilakukan pada tahap pendahuluan adalah menumbuhkan motivasi, mengkondisikan siswa terhadap apa yang harus dikuasainya setelah berakhir kegiatan belajar mengajar, dan mengkondisikan kesiapan siswa belajar hal yang baru.” Kedua kegiatan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan metode tanya- jawab.

Tahap Eksplorasi :   Pada tahap ini, konsep disajikan dengan memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep itu. Siswa harus membuat abstraksi dari suatu konsep. Pengertian abstraksi dikemukakan oleh Ruseffendi (1988: 266), “Abstraksi adalah pemahaman   melalui   pengamatan tentang sifat-sifat bersama yang dimiliki dan sifat-sifat yang tidak.” Siswa aktif mengobservasi, mencatat, mengkomunikasikan, membuat definisi atau menemukan konjektur. Menurut Hudoyo (1981: 3), “Konsep yangdidefinisikan tidak diberikan dalam bentuk final. Siswa harus mencoba merumuskan definisi tersebut dengan bahasanya sendiri. Sebelum teorema dibuktif secara deduktif terlebih dahulu disajikan secara induktif.” Contoh penyajian sifat penjumlahan dari dua buah bilangan ganjil pada tahap eksplorasi : 14 1 + 3 = 4, 1 adalah bilangan ........., 3 adalah bilangan ........ , 4 adalah bilangan ........3 + 5 = 8, 3 adalah bilangan ........., 5 adalah bilangan ........., 8 adalah bilangan ........5 + 7 = 12, 5 adalah bilangan ......., 7 adalah bilangan ........., 12 adalah bilangan ......Bilangan ganjil ditambah dengan bilangan ganjil adalah bilangan ............................Contoh penyajian konsep KPK pada tahap eksplorasi :1. Himpunan kelipatan dari 2 adalah ........................................................................Himpunan kelipatan dari 3 adalah ........................................................................Himpunan kelipatan persekutuan dari 2 dan 3 adalah .......................................... Kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah ..............................................2. Himpunan kelipatan dari 5 adalah .........................................................................Himpunan kelipatan dari 6 adalah .........................................................................Himpunan kelipatan persekutuan dari 5 dan 6 adalah ..........................................Kelipatan persekutuan terkecil dari 5 dan 6 adalah ..............................................3. Himpunan kelipatan dari 4 adalah .........................................................................Himpunan kelipatan dari 5 adalah .........................................................................Himpunan kelipatan persekutuan dari 4 dan 5 adalah ...........................................Kelipatan persekutuan terkecil dari 4 dan 5 adalah ...............................................Misalkan a dan b bilangan asli. Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan badalah  ...................................................................................................................Tahap Pembentukan Konsep :   Pada tahap ini, guru mendorong terhadap siswa untuk menemukan definisi secara tepat dan menemukan bukti konjektur yang diperoleh pada tahap eksplorasi. Pembuktian dilaksanakan secara deduktif.

   Langkah-langkah penyajian konsep bilangan prima pada tahap eksplorasi dan pembentukan konsep dicontohkan dalam lembar kerja siswa yang dibuat oleh Hudoyo (2001). Langkah pertama siswa mengisi pernyataan-pernyataan yang belum lengkap dan siswa mengamati kelompok bilangan prima dan bukan bilangan prima, langkah kedua siswa mengelompokkan beberapa bilangan prima dan bukan bilangan prima dari bilangan-bilangan yang diberikan, langkah ketiga siswa menganalisis beberapa pernyataan yang berkaitan dengan definisi bilangan prima, langkah keempat siswa membuat definisi dengan menggunakan bahasanya sendiri.  Uraian dari keempat langkah-langkah

Page 51: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

tersebut adalah sebagai berikut.

Langkah pertama : 

   Isilah kalimat yang belum lengkap sehingga menjadi pernyataan yang benar.Bilangan 1 hanya memuat ………………. faktor.Bilangan 2 mempunyai dua faktor, yaitu ……… dan ………………………..Bilangan 4 mempunyai ……………. faktor, yaitu …………………………..Bilangan 5 mempunyai ……………..faktor, yaitu …………………………...Bilangan 9 mempunyai …………….. faktor, yaitu …………………………..Bilangan 2 dan 5 adalah bilangan prima, sedangkan bilangan 1, 4, dan 9 bukanbilangan prima.

Langkah kedua : 

   Pilih dari bilangan-bilangan 3, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20yang merupakan bilangan prima.

Langkah ketiga : 

   Pilih pernyataan yang paling tepat dari pernyataan-pernyatan berikut ini.

(a). Suatu bilangan prima adalah suatu bilangan bulat yang tepat mempunyai duafaktor.(b). Suatu bilangan prima adalah suatu bilangan bulat yang hanya dapat dibagi oleh1 dan bilangan itu sendiri.(c).  Suatu  bilangan prima adalah sembarang bilangan bulat lebih besar dari 1 yang     faktor-faktornya adalah 1 dan bilangan itu sendiri.  (d). Suatu  bilangan prima  adalah  suatu bilangan dimana kita tidak dapat memperolehnya dengan mengalikan dua bilangan lain bersama-sama, kecuali menggunakan bilangan 1 dan bilangan itu sendiri.

Langkah keempat : 

  Siswa membuat definisi bilangan prima dengan menggunakan bahasanya sendiri. Misalnya, bilangan prima adalah bilangan cacah yang faktor-faktornya 1 dan bilangan itu sendiri.

  Selanjutnya, langkah-langkah penyajian rumus jumlah pangkat tiga n bilangan asli yang pertama dicontohkan pula dalam lembar kerja siswa yang dibuat oleh Hudoyo (2001). Langkah pertama siswa mengamati dan mencoba menentukan beberapa jumlah suku-suku yang berurutan dimulai dari suku yang pertama, langkah kedua siswa menentukan konjektur jumlah pangkat tiga n bilangan asli yang pertama, langkah ketiga siswa membuktikan konjektur yang telah diperolehnya.   Tentukan rumus jumlah n suku pertama dari deret berikut :                                             13 + 23 + 33 + ... 

Langkah pertama : 

 17    Isilah kalimat yang belum lengkap sehingga menjadi pernyataan yang benar.13                                              =   1    =4 1  (1) (4) 13  +  23                                    =   9    =4 1  (4) (9) 13  +  23  +  33                           =   ……………………….13  +  23  +  33  + 43                =   ……………………….Langkah kedua :     Berdasarkan pada langkah pertama, maka 13  +  23  +  33  + 43 + … + n3  =  

Page 52: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

......................................................................................................................................

Langkah ketiga : 

   Buktikan  pernyataan  yang kamu peroleh pada langkah kedua denganmenggunakan induksi matematik.

Tahap Penerapan Konsep : 

   Pada tahap ini ditanamkan pola pikir deduktif. Siswa berlatih   menyelesaikan  soal-soal  yang berkaitan dengan konsep dan  teorema yang telah ditemukan dan disepakati oleh siswa pada tahap pembentukan konsep.Contoh : 1. Tentukan lima buah bilangan prima.2. Tentukan jumlah pangkat tiga dari sepuluh bilangan asli yang pertama.

B. Berpikir Kreatif      Nama lain dari berpikir kreatif adalah berpikir divergen. Menurut Sutawidjaja (2000: 1), “Terdapat dua macam berpikir yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, yaitu berpikir konvergen dan divergen.” Pada waktu seseorang memusatkan pikirannya untuk menemukan penyelesaian yang paling efektif maka ia sedang berpikir konvergen, dan pada waktu ia sedang mencari beberapa kemungkinan penyelesaian suatu masalah maka ia sedang berpikir divergen. Dilihat dari sifat kedua macam berpikir tersebut, berpikir divergen mempunyai tingkat yang lebih tinggi dibanding dengan berpikir konvergen. Selanjutnya,  pertanyaan divergen dikemukakan   oleh    Ruseffendi     (1988: 256),            Pertanyaan divergen termasuk pada pertanyaan terbuka. Jawaban dari pertanyaan divergen tidak terduga dan tidak hanya terdapat sebuah jawaban yang benar. Pertanyaan divergen mendorong siswa memiliki minat untuk penjelajahan, mencoba, meneliti dan sebagainya Contoh pertanyaan divergen :(1).  Rumus fungsi manakah yang mempunyai domain {x | x > 2}?(2).  Bentuk pertidaksamaan  manakah   yang  mempunyai   himpunan penyelesaian {x | 2 < x < 5 }?(3). Bentuk  persamaan  manakah  yang himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong ?

  Munandar (1999) mengatakan bahwa ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang berhubungan dengan kognisi dapat dilihat dari keterampilan berpikir lancar, keterampilan berpikir luwes, keterampilan berpikir orisinal, keterampilan mengelaborasi dan  keterampilan menilai. Penjelasan dari ciri-ciri yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan tersebut diuraikan sebagai berikut :

Ciri-ciri keterampilan berpikir lancar : - Mencetuskan banyak gagasan dalam menyelesaikan masalah.- Memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu pertanyaan. 19 - Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.- Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.Ciri-ciri keterampilan berpikir luwes (fleksibel) :- Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan yang bervariasi.- Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.- Menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda-berbeda.Ciri-ciri keterampilan berpikir orisinal : - Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau memberikan jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan.- Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.Ciri-ciri keterampilan memperinci (mengelaborasi) : - Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.- Menambahkan  atau  memperinci  suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitasgagasan tersebut.Ciri-ciri keterampilan menilai (mengevaluasi) : - Dapat menentukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran  suatu rencanapenyelesaian masalah.- Dapat  mencetuskan  gagasan  penyelesaian  suatu  masalah  dan  dapatmelaksankannya dengan benar.

Page 53: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

- Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatukeputusan.

Contoh-contoh soal untuk mengukur kemampuan berpikir lancar, luwes, orisinal,elaborasi, dan menilai adalah sebagai berikut :(1). Tentukan jenis percobaan yang ruang sampelnya 15.(2). Tentukan  suatu  kejadian  yang  peluangnya  1/3  dalam percobaan menyusun pasangan empat buah celana berwarna putih, hitam, coklat, dan hijau dengan tiga buah baju berwarna merah, biru, dan kuning.(3). Tentukan dua kejadian yang saling bebas dalam percobaan mengambil dua buah   bola   dalam   dua   kali pengambilan dengan pengembalian dari sebuah kotak yang berisi 7 buah bola identik.(4).  Diberikan lima belas calon untuk tim bola voli, tujuh orang dari kota Bandung dan delapan orang dari kota Garut. Tentukan beberapa aturan penyusunan tim yang didasarkan pada kota asal dan tentukan pula banyaknya tim yang sesuai dengan aturan tersebut.(5). Diberikan enam angka cacah kurang dari sepuluh. Tentukan banyaknya bilangan yang terdiri dari tiga angka yang disusun dari enam angka tersebut.  Selain itu, Pomalato (1996)  mengemukakan lima ciri dari kemampuan berpikir kreatif. Kelima ciri tersebut kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan kepekaan. Salah satu ciri kemampuan berpikir kreatif yang berbeda dengan pendapat Munandar adalah kepekaan. Kemampuan kepekaan dalam berpikir adalah cepat menangkap dan menghasilkan masalah-masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.

 Ciri-ciri kreativitas lainnya adalah ciri-ciri  kreatif (nonaptitude) yangberhubungan dengan afektif. Munandar (1999) mengemukakan bahwa ciri-ciri kreatif yang berhubungan dengan afektif dapat dilihat dari rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil risiko, dan sifat menghargai. Penjelasan ciri-ciri dari kelima bagian tersebut diuraikan sebagaiberikut :  Ciri-ciri rasa ingin tahu : - Mengajukan banyak pertanyaan.- Selalu terdorong untuk mengetahui sesuatu hal secara mendalam.- Peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti.- Selalu memperhatikan orang, obyek, dan situasi.Ciri-ciri bersifat imajinatif : - Mampu   memperagakan  atau  membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi.- Mampu melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh orang lain.Ciri-ciri merasa tertantang oleh kemajemukan : - Merasa tertantang oleh masalah-masalah yang sulit.- Mencari penyelesaian tanpa bantuan orang lain.- Berusaha terus menerus sehingga berhasil.Ciri sifat berani mengambil risiko : - Berani mempertahankan gagasan atau pendapatnya bila mendapat tantangan atau mendapat kritik.- Berani mengemukakan masalah yang tidak dikemukakan orang lain.- Melakukan hal-hal yang diyakini meskipun tidak disetujui sebagian orang.- Berani menerima tugas yang sulit meskipun ada kemungkinan gagal.

Ciri-ciri sifat menghargai : - Menghargai bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan orang lain.- Menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan.        Guilford telah mengembangkan suatu teori atau model tentang kemampuan intelek manusia. Dalam modelnya kemampuan intelek manusia disusun dalam suatu sistem yang disebut struktur intelek yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu dimensi operasi, dimensi materi (konten), dan dimensi produk. Operasi menunjukkan macam proses pemikiran yang berlangsung, konten menunjukkan macam materi yang digunakan, dan produk merupakan hasil dari operasi tertentu yang diterapkan pada konten tertentu. Dimensi operasi terdiri dari lima macam, yaitu pengamatan (kognisi), ingatan, berpikir divergen, berpikir konvergen, dan evaluasi. Dimensi konten terdiri dari empat macam, yaitu figural, simbolik, semantik, dan behavioral. Selanjutnya dimensi produk terdiri dari enam macam, yaitu unit, kelas, hubungan (relasi), sistem, transformasi, dan implikasi.   Ruseffendi (1988) menjelaskan pengertian dari bagian-bagian pada masing-masing dimensi  struktur intelek Guilford  sebagai berikut :(1). Pengamatan  (kognisi)  adalah  kemampuan menemukan, mengenal, dan mengerti macam bentuk informasi.(2).  Ingatan adalah kemampuan mengenal kembali informasi-informasi yang telah diberikan sebelumnya dan digunakan untuk menjawab suatu persoalan tertentu.(3).  Berpikir   konvergen  adalah  kemampuan memberikan jawaban tunggal yang benar berdasarkan informasi-informasi yang diberikan.

Page 54: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

(4). Berpikir  divergen  adalah   kemampuan memberikan berbagai macam kemungkinan jawaban benar berdasarkan informasi-informasi yang diberikan.(5).  Evaluasi adalah kemampuan membuat   pertimbangan   kebenaran   dari suatu pernyataan berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan.(6). Figural adalah konten yang berkenaan dengan bentuk seperti lingkaran, segitiga, kubus dan sebagainya.(7).  Simbolik  adalah    konten   yang   berkenaan   representasi   benda   nyata atau  abstrak yang berupa angka, huruf, tanda-tanda, lambang-lambang dan sebagainya. (8). Semantik adalah konten yang berkenaan dengan idea atau kata yang menimbulkan    pengertian   verbal   bila   ide   atau   kata    itu   sampai   pada  pikiran manusia.(9). Behavioral  adalah konten yang berkenaan dengan penampilan perbuatan sebagai akibat dari tindakan orang lain.(10). Unit adalah respon tunggal seperti simbul, gambar, kata, pikiran.(11). Kelas   adalah  kumpulan   dari  unit-unit   yang   memiliki unsur-unsur persamaan.(12). Hubungan adalah keterkaitan antara unit-unit dengan kelas-kelas.(13). Sistem adalah susunan terorganisasi dari unit-unit dan kelas-kelas.(14). Transformasi adalah perubahan susunan,organisasi, atau makna.(15). Implikasi   adalah   kesimpulan    yang    berupa perkiraan sebagai akibat dari interaksi antara unit, kelas, relasi, sistem, dan transformasi. \

http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.com/2014/09/kajian-pendekatan-induktif-deduktif.html

Page 55: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus. (http://maistrofisika.blogspot.com).Contoh pendekatan deduktif adalah sebagai berikut:

Seorang guru memberikan materi tentang volume balok kepada siswa. Pada awal pembelajaran guru memberikan definisi dan konsep mengenai balok dan rumus volume balok. Kemudian guru menerapkan rumus volume tersebut pada beberapa contoh soal. Selanjutnya guru memberikan beberapa tugas kepada siswa yang sesuai contoh yang telah diberikan. Tugas ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa mengenai materi yang telah disampaikan.

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus  menuju keadaan umum. Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.

Contoh pendekatan induktif adalah sebagai berikut :

Seorang guru memberikan materi mengenai bangun datar persegi panjang. Diawal pembelajaran guru menyuruh siswa untuk membuat persegi panjang dengan menggunakan alat peraga berupa kertas. Siswa dituntut untuk membentuk kertas tersebut menjadi sebuah bangun persegi panjang. Siswa diperintah untuk berdiskusi tentang sifat – sifat bangun persegi panjang. Kemudian pada akhir pembelajaran siswa dan guru sama

Page 56: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

– sama saling menyimpulkan mengenai sifat – sifat bangun persegi panjang.       

https://jouleemath.wordpress.com/2013/01/19/a-pendekatan-konsep-dan-pendekatan-proses-dalam-pembelajaran-matematika/

Page 57: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendekatan Deduktif dan Induktif   Matematika Posted on Januari 18, 2013by ekorubi

A. Definisi Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang

menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion)

berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif

yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode

deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu

yang umum ke sesuatu yang khusus. Pendekatan deduktif merupakan

proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus

sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan,

prinsip umum dan diikuti dengan contoh – contoh khusus atau penerapan

aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus. Metode ini sering disebut

sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi

umum. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola

pikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri dari dua macam pernyataan 

yang bernilai benar dan sebuah kesimpulan.

Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi model

pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan

generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru

secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan

kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan

waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran pendekatan

deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya. Pembelajaran

dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi. Ciri-ciri

pembelajaran deduktif adalah sebagai berikut :

a)   Berorientasi pada siswa

b)   Berstruktur tinggi

c)    Penggunaan waktu yang lebih efisien

d)   Kurang memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu

Sintak pembelajaran deduktif adalah :

a)   Menyatakan abstraksi

b)   Memberi ilustrasi

c)    Aplikasi

Page 58: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

d)   Penutup

Kelebihan :

a)    Cara yang mudah untuk menyampaikan isi pelajaran.

b)   Pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam proses belajar mengajar,

guru memberikan  

     penerangan sebelum memulai pengajaran dan pembelajaran.

Pendekatan deduktif adalah pembelajaran yang dimulai dengan

memberikan sesuatu yang bersifat umum, kemudian peserta didik diminta

memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan pernyataan semula.

Pembelajaran akan sangat mudah diingat oleh siswa jika disertai dengan

contoh-contoh konkrit yang dapat dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran akan efektif jika disesuaikan dengan lingkungan siswa dalam

kesehariannya sehingga mudah dipahami. Pendekatan deduktif ( deductive

approach ) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik

kesimpulan ( conclusion ) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan.

Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari

sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the

specific ). Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwapendekatan deduktif adalah suatu pendekatan dengan cara menarik

kesimpulan dari hal yang  dari bersifat umum  ke khusus yang diperoleh

dari suatu pengamatan maupun pengalaman.

 

B. Luas Permukaan Kerucut dengan Pendekatan Deduktif

 

AT, BT       : garis pelukis kerucut

AB              : diameter alas kerucut

AO, BO      : jari-jari alas kerucut

TO              : tinggi kerucut

Contoh penggunaan pendekatan deduktif pada pembelajaran

matematika :

Sebuah kerucut berdiameter 12 cm. Jika tingginya 8 cm dan  = 3,14.

Hitunglah luas permukaan kerucut !

Page 59: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Penyelesaian :

Premis mayor          :  Luas permukaan kerucut = Luas selimut kerucut +

Luas alas kerucut.

Premis minor          :  Kerucut dengan diameter 12 cm dan tinggi 8 cm.

Kesimpulan            :  Luas permukaan kerucut 301,44 cm2

Keterangan             :

Premis mayor          :  L = rs + r2 = r(s + r)

Premis minor          :  d = 12 cm dan t = 8 cm.

Kesimpulan            :  L permukaan kerucut =  301,44 cm2

Kesimpulan dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

d = 12 cm berarti r = 6 cm

t = 8 cm

s == =  = 10 cm

L     =  r(s + r)     = 3,14. 6 cm ( 6 cm + 10 cm )

                               = 3,14. 6 cm. 16 cm

                               = 301,44 cm2

Jadi kesimpulannya adalah luas permukaan kerucut 301,44 cm2.

 

C. Volume Kerucut dengan Pendekatan Deduktif

Volume kerucut      =  x Luas alas x tinggi kerucut

                               =  xr2 x t

Contoh penggunaan pendekatan deduktif pada pembelajaran

matematika :

Sebuah kerucut berdiameter 14 cm. Jika tingginya 8 cm dan  = . Hitunglah

volume kerucut!

Penyelesaian :

Premis mayor          :  Volume  kerucut =  x Luas alas x tinggi kerucut

Premis minor          :  Kerucut dengan diameter 14 cm dan tinggi 8 cm.

Kesimpulan            :  Volume kerucut 410,67 cm3

Keterangan             :

Premis mayor          :   xr2 x t

Premis minor          :  d = 14 cm dan t = 8 cm.

Kesimpulan            :  Volume  kerucut = 410,67 cm3

Kesimpulan dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

d = 14 cm berarti r = 7 cm

t = 8 cm

Volume Kerucut     =  x  (7 cm)2  x 8 cm

=  x   49 cm2  x 8 cm

                               =  410,67 cm3

Page 60: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Jadi kesimpulannya adalah volume kerucut 410,67 cm3.

 

D. Definisi  Pendekatan Induktif

Pendekatan ini pertama dikemukakan oleh filosof Inggris Prancis Bacon

(1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan di dasarkan dari fakta

yang konkrit. Menurut Purwanto dalam Segala (2006:77) tepat atau

tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif

bergantung pada representatif atau sampel yang diambil mewakili

fenomena keseluruhan. Pendekatan induktif menekankan pada pengamatan

dahulu,lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode

ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari

khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran

yang bermula dari keadaan khusus  menuju keadaan umum. Pendekatan

induktif menggunakan penalaran induktif hingga cara empiris bisa

diterapkan. Penalaran induktif dilakukan pada pengamatan dan pengalaman

ada kelemahannya, yaitu tidak dapat menjamin kesimpulan berlaku umum.

Oleh karenanya, matematika hanya dipakai induksi lengkap atau induksi

matematika.

Model berfikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Toba

dengan tujuan untuk mendorong para siswa untuk menemukan dan

mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep dan

menjajaki berbagai cara yang dapat menjadikan para siswa lebih terampil

dalam menyingkap dan mengorganisasikan informasi dan dalam melakukan

pengetesan hipotesis yang melukiskan antar hal. Pada pendekatan induktif

dimulai dengan memberikan bermacam-macam contoh. Dari contoh-contoh

tersebut siswa mengerti keteraturan dan kemudian mengambil keputusan

yang bersifat umum. Pendekatan induktif adalah suatu strategi yang

direncanakan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir

tingkat tinggi dan kreatif melalui observasi, membandingkan, penemuan

pola, dan menggeneralisasikannya. Guru biasanya menciptakan suasana

aktif belajar dengan mendorong siswa mengadakan pengamatan dan

memfokuskan pengamatan melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada

pendekatan induktif ini seorang siswa harus lebih aktif. Biasanya

pembelajaran dilakukan dengan cara eksperimen, diskusi, dan demonstrasi.

Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan

keputusan dari khusus menjadi umum ( going from specific to the general ).

Pendekatan induktif melibatkan aktivitas mengumpulkan dan menafsirkan

maklumat-maklumat, kemudian membuat generalisasi atau kesimpulannya.

Pada permulaan pengajaran, guru akan memberikan beberapa contoh yang

khusus tetapi mengandung satu prinsip yang sama. Berdasarkan ada

contoh-contoh yang diberikan, siswa dibimbing berpikir, mengkaji,

mengenal pasti dan menafsirkan maklumat yang terkandung dalam contoh-

Page 61: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

contoh khusus itu, kemudian membuat generalisasi atau kesimpulan yang

berkenaan. Kaedah induktif yang berlandaskan pendekatannya, merupakan

salah satu kaedah mengajar yang sesuai digunakan dalam pengajaran

berbagai mata pelajaran, khususnya matematika, sains dan bahasa. Jenis

pendekatan induktif :

a)      Membentuk satu generalisasi daripada contoh-contoh tertentu.

Misalnya mencari sisi segitiga yang sama dari berbagai segitiga.

b)      Membentuk satu prinsip dari uji kajian tertentu. Misalnya mendapat

prinsip gravitasi dari uji kajian benda-benda dijatuhkan dari atas ke bawah.

c)      Membentuk satu hukum dari pernyataan-pernyataan tertentu.

Misalnya mendapat hukum

tata bahasa dari membuat analisa terhadap struktur ayat-ayat bahasa.

d)     Mendapat satu teori dari urutan suatu pemikiran. Misalnya

memperhatikan tingkah laku manusia untuk mendapatkan satu teori

pembelajaran.

Prinsip-prinsip penggunaan strategi pengajaran dengan pendekatan

induktif :

a)      Sebelum memulai aktivitas pengajaran dan pembelajaran secara

induktif, guru harus menyediakan contoh-contoh yang sesuai, yaitu boleh

digunakan oleh siswa dalam membuat generalisasi. Di samping itu,

persoalan-persoalan haruslah disediakan untuk membimbing siswa

mendapat kesimpulan yang berkenaan.

b)      Guru tidak harus memberi keterangan atau menguraikan isi pelajaran

yang berkaitan dengan kesimpulan. Siswa harus dibimbing melalui aktivitas

soal jawab untuk mendapatkan kesimpulan diri sendiri.

c)      Jenis contoh khusus yang diberikan haruslah dari berbagai, tetapi

mengandung ciri yang sama serta mudah untuk membolehkan siswa

mengenal pasti.

d)   Contoh-contoh khusus yang dipilih haruslah sesuai dan mencukupi

e)   Setelah contoh-contoh khusus yang dikemukakan oleh guru, para siswa

juga diharuskan

      memberi contoh-contoh yang serupa.

Page 62: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

e)      Alat bantu mengajar harus disediakan untuk membantu siswa

mendapatkan kesimpulan yang berkenaan.

f)       Kaedah ini haruslah mengikuti urutan yang tepat, yaitu dari contoh-

contoh spesifik kepada

umum.

Ciri-ciri pembelajaran induktif adalah sebagai

berikut :                                        

a)   Penekanan pada keterampilan berpikir dan tujuan-tujuan afektif

b)   Berstruktur rendah

c)   Penggunaan waktu yang kurang efisien

d)   Memberi kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu

Sintak pembelajaran induktif adalah :

a)   Terbuka

b)   Konvergen

c)   Penutup

d)   Aplikasi

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan induktif

adalah suatu pendekatan dengan cara menarik kesimpulan dari hal yang 

dari bersifat khusus ke umum yang diperoleh dari suatu pengamatan dan

pengalaman.

 

E. Luas Permukaan Kerucut dengan Pendekatan Induktif

Contoh penggunaan pendekatan induktif pada pembelajaran

matematika :

1. Sebuah kerucut berdiameter 12 cm. Jika tingginya 8 cm dan  = 3,14. Hitunglah

luas permukaan kerucut !

Penyelesaian :

Diketahui          : d = 12 cm berarti r = 6 cm

   t = 8 cm

Ditanya             : Luas Permukaan Kerucut

Page 63: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Jawab               :

s == =  = 10 cm

L           =  r(s + r)     = 3,14. 6 cm ( 6 cm + 10 cm )

                                           = 3,14. 6 cm. 16 cm

                                           = 301,44 cm2

Jadi,  luas permukaan kerucut adalah 301,44 cm2.

1. Sebuah kerucut jari-jari alasnya 10 cm. Jika panjang garis pelukisnya 26 cm dan

= 3,14. Hitunglah luas permukaan kerucut!

Penyelesaian :

Diketahui          :  r = 10 cm

                            s = 26 cm

Ditanya             : Luas Permukaan Kerucut

Jawab               :

t == =  = 24 cm

L           =  r(s + r)     = 3,14. 10 cm ( 26 cm + 10 cm )

                                     = 3,14. 10 cm. 36 cm

                                     = 1130,4 cm2

Jadi,  luas permukaan kerucut adalah 1130,4 cm2.

 

Dari kedua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa luas permukaan

kerucut adalah jumlah luas selimut dan luas alas kerucut.

 

F. Volume Kerucut dengan Pendekatan Induktif

Contoh penggunaan pendekatan induktif pada pembelajaran

matematika :

1. Sebuah kerucut berdiameter 14 cm. Jika tingginya 8 cm dan  = . Hitunglah

volume kerucut!

Penyelesaian :

Diketahui          : d = 14 cm berarti r = 7 cm

  t = 8 cm

Ditanya           : Volume Kerucut

Jawab              :

Volume Kerucut         =  x  (7 cm)2  x 8 cm

=  x   49 cm2  x 8 cm

                                           =  410,67 cm3

Jadi, volume kerucut adalah 410,67 cm3.

1. Sebuah kerucut memiliki tinggi 30 cm dan keliling alasnya 66 cm. Jika

diketahui  = , tentukan volume kerucut tersebut.

Page 64: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Penyelesaian :

Diketahui          : Keliling alas = 66 cm

  t = 30 cm

Ditanya             : Volume Kerucut

Jawab               :

Keliling alas      = 2

66 cm                = 2 x  x r

66 cm                =   x r

             r           = 66 cm x  = 10,5 cm

Volume Kerucut           =  x  (10,5 cm)2  x 8 cm

=  x   110,25 cm2  x 8 cm

                                     =  924 cm3

Jadi, volume kerucut adalah 924 cm3.

Dari kedua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa volume kerucut

adalah   dari volume tabung (volume tabung = r2 x t).https://ekorubiyanto84.wordpress.com/2013/01/18/pendekatan-deduktif-dan-induktif-matematika/

Euis Setiawati

Balai Diklat Keagamaan Bandung

Jl. Soekarno Hatta No. 716 Bandung

[email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam

pendidikan matematika dan di luar matematika mengenai pembelajaran matematika untuk mengembangkan

penalaran deduktif. Metode yang digunakan adalah kajian pada jurnal dan daftar pustaka yang mendukung.

Hasil kajian menggambarkan bahwa pembelajaran matematika dapat mengembangkan kemampuan penalaran

deduktif, dan berlaku sebaliknya bahwa penalaran deduktif dapat mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah baik dalam matematis maupun situasi lain yang lebih nyata.

Key Word: penalaran deduktif, pembelajaran matematis

 

Abstract

This study aims to look at the approach taken by those involved in mathematics education and mathematics

beyond the mathematics learning to develop deductive reasoning. The method used is a study in the journal

references and supportive. The results of the study illustrate that the learning of mathematics can develop

deductive reasoning skills, and apply instead that deductive reasoning can develop good problem solving skills

in mathematical and other, more real situation

Key Word: penalaran deduktif, pembelajaran matematis

 

Pendahuluan

Kurikulum pendidikan matematika yang diberlakukan di dunia seperti NCTM, 2000, dan Kurikulum Authority,

2006 mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika secara umum  adalah untuk mengembangkan

penalaran deduktif. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memeriksa pendekatan apa yang dilakukan

oleh orang–orang yang terlibat dalam pendidikan matematika dan  di luar pendidikan matematika dilihat dari

Page 65: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

logika yang diberikan mengenai pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan penalaran deduktif

secara umum.

Berikut ini adalah tinjauan singkat literatur tentang penalaran deduktif secara umum dalam matematika, dan

diluar matematika dan peran pembelajaran yang bagaimana yang dapat mengembangkan penalaran deduktif.

Penalaran Deduktif

Ada berbagai macam pemikiran tentang penalaran, diantaranya  adalah asosiasi, penciptaan, induksi,

kesimpulan, dan deduksi (Johnson-Laird & Byrne, 1991). Penalaran Deduktif adalah unik karena merupakan

proses pengambilan kesimpulan dari informasi yang diketahui (disebut premis) berdasarkan aturan logika

formal, di mana kesimpulan tersebut harus berasal dari informasi yang diberikan dan tidak memerlukan validasi

melalui sebuah eksperimen.

Mempertahankan argument deduktif yang valid, memiliki pengertian bahwa jika premis benar, maka

kesimpulan juga harus benar. Contoh secara umum  bentuk inferensi deduktif adalah silogisme, yang terdiri

dari dua premis dan kesimpulan. Sebagai contoh, Semua A adalah B; Beberapa C adalah A; Dengan demikian

kesimpulannya adalah beberapa C adalah B. Tak peduli apa yang  kita substitusikan untuk pernyataan  A, B,

dan C, hasilnya merupakan deduksi yang valid. Dengan demikian, argumen berikut ini berlaku: Semua jenis

musik menyenangkan; punk adalah jenis musik, maka kesimpulannya punk adalah menyenangkan. Jelas,

tidak semua orang akan setuju dengan kesimpulan ini, tetapi bentuk argumen dalam kasus ini adalah valid dan

sah karena premisnya benar dan kesimpulan yang diambil secara benar juga.

Penalaran Deduktif Dalam Matematika

Penalaran Deduktif dalam matematika memiliki arti yang signifikant karena penalaran deduktif sering

digunakan sebagai sinonim untuk mathematical thinking, terutama oleh para praktisi di sekolah. Secara formal

deduktif dalam matematika dimulai dengan sesuatu yang tidak didefinisikan, yang disebut dengan istilah

undefined, dan beberapa pernyataan yang tak perlu pembuktian yang  disebut dengan  aksioma atau postulat.

Pernyataan matematis  yang lain misalnya  teorema dideduksi  dengan menggunakan aturan-aturan dari logika

formal, membentuk rantai deduksi.

Pendekatan formalis yang murni yaitu pernyataan yang undefined (tak terdefinisi) merupakan suatu pernyataan

yang tidak memiliki nilai benar atau salah, sehingga tidak memerlukan pembuktian. Eksplorasi pada

pernyataan yang undefined tidak dapat terjadi. Pernyataan yang tak terdefinisi dan aksioma senantiasa

dihubungkan dengan dunia yang memandang bahwa pernyataan tersebut sudah benar dan sesuai dengan

kenyatannya. (Davis & Hersh, 1981).  

Penalaran Deduktif merupakan dasar dalam  matematika untuk membuktikan kebenaran dari ide-ide, dan

merekam ide-ide dalam matematika.

Namun hal tersebut pada umumnya baru dapat  diterima dalam beberapa tahun kemudian, Adapun konjektur,

eksplorasi dan mencipta objek matematika baru merupakan hal yang jarang dilakukan dalam penalaran

deduktif. Sebaliknya Konjektur , eksplorasi dan menciptakan kreasi objek baru dalam matematika diperoleh

secara induktif. (Eves, 1972; Lakatos, 1976; Polya, 1954), sama halnya dengan cara ilmu tersebut

dikembangkan.

Penalaran Deduktif  di  Luar Matematika

Sejak dari awal para filosof  Yunani  dan para ilmuwan menganggap bahwa penalaran deduktif merupakan

bentuk penalaran tertinggi dari penalaran manusia (Glantz, 1989; Luria, 1976). Namun, penalaran deduktif

memainkan peran yang berbeda terhadap  ilmu pengetahuan daripada dalam matematika.

Berbeda dengan matematika modern, ilmu pengetahuan berusaha untuk menjelaskan dunia nyata. Proses

ilmiah didasarkan sebagian besar pada penalaran induktif  “ Dalam mengembangkan sebuah hipotesis harus

berdasarkan pada pengamatan secara empiris untuk menjelaskan "kebenaran" atau "Fakta" tentang dunia kita

(Freudenthal, 1977; Popper, 1968).

Proses ini memiliki karakteristik yang sama dengan cara penggunaan konjektur dalam matematika dan sering

kali dikembangkan untuk membutikan kebenarannya melalui pemberian konjektur lain yang berbeda. Hipotesis

Ilmiah tidak seperti konjektur dalam matematika, yang dapat mendukung- tidak terbukti secara deduktif.

Meskipun demikian, deduksi merupakan perangkat yang penting dalam ilmu  pengetahuan untuk menyangkal

sebuah hipotesis dan juga memainkan peran utama dalam memprediksi dan menjelaskan fenomena ilmiah

(Freudenthal, 1977).

Jadi, masuk akal jika ilmu pengetahuan lain menyebutkan penalaran, dan bukan penalaran deduktif, seperti

hukum dan ekonomi (Polya, 1954). Banyak hal yang menyatakan bahwa kegiatan sehari-hari bahkan lebih

jauh dari penalaran deduktif (Duval, 2002, Krummheuer, 1995; Toulmin, 1969).

Page 66: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Dalam kehidupan sehari-hari klaim seseorang tidak didukung melalui urutan penalaran deduktif melainkan

melalui cara meyakinkannya. Tidak melihat apakah hal tersebut absah, hanya dengan meyakinkan seseorang

bahwa hal tersebut masuk akal untuk mendukung pernyataan mereka maka itu sudah cukup.

Dengan demikian, substansi dari sebuah argumen menurut Toulmin, 1969 tidak harus kaku secara deduktif

formal, akan tetapi  dukungan terhadap pernyataan atau pembuatan keputusan lebih sering termotivasi

berdasarkan kebutuhan atau keyakinan. (Perelman & Olbrechts-Tyteca, 1969).

Mengembangkan Penalaran Deduktif Melalui Pembelajaran Matematika

Esensi dari penalaran deduktif dalam matematika, di satu sisi, dan pertanyakan bagaimana penggunaan

penalaran deduktif di bidang lain, meningkatkan beberapa isu yang berkaitan dengan pendidikan

matematika. Salah satunya bahwa  penalaran deduktif berkembang melalui pembelajaran matematika.

Memang pada dasarnya kurikulum, buku pelajaran dan buku pedoman guru di banyak negara

mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dapat membantu siswa dalam mengembangkan

kemampuan berfikir logis, dan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah untuk

mengembangkan penalaran deduktif. Sebagai contoh Kualifikasi dan Kurikulum Authority (2006)

menyatakan: "Matematika membantu siswa dengan kekuatan yang unik sebagai alat untuk memahami dan

mengubah dunia. Alat-alat ini meliputi penalaran logis, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan

untuk berpikir secara abstrak.

Pendapat serupa dikemukakan oleh beberapa peneliti misalnya, Clements & Battista, 1992; Morris &

Sloutsky, 1998. Sebagai contoh, Polya (1954, hal v) menulis: "Semua orang tahu bahwa matematika

menawarkan kesempatan yang baik dalam belajar yang menggambarkan penalaran". Namun, Polya sendiri

menggambarkan bahwa penalaran harus sesuai dengan situasi dari kehidupan yang nyata “ Sesuatu yang

baru yang kita pelajari di dunia ini akan melibatkan penalaran, dan jenis penalaran harus sesuai dengan

kehidupan sehari-hari.

Kemudian ia melanjutkan secara umum orang yang tidak terlibat secara langsung dalam bidang matematika

atau mahasiswa harus dapat menggunakan dan menggambarkan penalarannya meskipun hanya sedikit, pada

saat ia harus menunjukkan bukti  bahwa ia tidak terlibat dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya (hal.

vi). Pertanyaannya kemudian yang diangkat dari penelitian ini adalah sejauh mana perkembangan penalaran

deduktif  menjadi bagian dari pendidikan matematika?

Studi ini meminta pendapat  dari orang-orang yang terlibat dalam pendidikan matematika dan melihat alasan

yang logis mengenai hubungan antara pembelajaran matematika dan pengembangan penalaran deduktif

secara umum.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil kajian dari beberapa jurnal dan pustaka dalam studi ini berpendapat bahwa pembelajaran matematika

dapat mengembangkan penalaran deduktif secara umum.  Mereka juga menunjukkan bahwa pengembangan

deduktif harus menjadi salah satu tujuan pendidikan matematika. Misalnya dari satu hal yang diwawancarai

mengenai pertanyaan bagaimana pendapatnya tentang penalaran deduktif merupakan salah satu tujuan dalam

pendidikan matematika, menjawab:

Pada akhirnya tujuan instruksional dalam pembelajaran matematika memiliki dua tujuan utama. Satu untuk

melatih orang-orang yang akan menggunakan matematika, dan kedua melatih orang-orang yang nantinya tidak

akan menggunakan matematika. Adapun dalam hal penalaran deduktif,  mengembangkan penalaran deduktif

adalah tujuan yang sangat penting. Ini merupakan peran yang seharusnya ada dalam pembelajaran

matematika.  

Beberapa pertanyaan muncul berkaitan dengan: seberapa besar kemungkinan bahwa belajar matematika akan

memberikan kontribusi untuk pengembangan penalaran seperti itu?; Apa yang mereka maksudkan ketika

mengklaim bahwa meningkatkan penalaran deduktif siswa merupakan salah satu tujuan instruksional

matematika?; dan apa pendekatan mereka mengenai penalaran deduktif dalam matematika dan di luar

matematika ?

Hasil analisis menggambarkan, bahwa penalaran deduktif adalah proses di mana seseorang mengembangkan

solusi untuk masalah tertentu yang sistematis, secara langkah-demi-langkah. Setiap langkah dari proses ini

berdasarkan langkah sebelumnya, dan mengarah pada langkah berikutnya. Namun, tidak ada indikasi yang

baku yang diberikan dari hal tersebut. Peneliti hanya memberikan pertimbangan berdasarkan aturan logika

baik secara matematika dan di luar-matematika menggunakan prinsip-prinsip berpikir sistematis, selangkah

demi selangkah.

Page 67: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pembelajaran matematika memberikan kontribusi untuk peningkatkan penalaran deduktif melalui

pengembangan kebiasaan berpikir sistematis. Peneliti juga memberikan pernyataan bahwa perkembangan

berfikir sistematis dilihat dari segi stuktur sistematis dan metode langkah demi langkah yang terjadi baik dilihat

dari segi matematika maupun segi metode dalam penyelesaian suatu permasalahan. Mereka menyatakan pula

bahwa perkembangan struktur sistematis dalam penalaran deduktif terjadi secara spontan sebagai akibat dari

melakukan matematika (doing math).

Melakukan matematika memberikan pengalaman terhadap siswa dalam mengembangkan kemampuan

penalaran deduktifnya. Sebagai contoh ketika  seorang yang diwawancara ditanya apakah dengan belajar

matematika dapat meningkatkan penalaran deduktif. Dia menjawab:

Saya berpikir bahwa matematika meningkatkan penalaran deduktif, dan saya berpikir bahwa ini adalah salah

satu dari tujuan utama matematika…aku tahu bahwa pada umumnya, seperti yang saya katakan, ketika

mengajar siswa untuk berpikir secara logis akan memberikan alat kepada siswa  agar dapat berfikir dan

memiliki keinginan yang terorganisasi dan sistematis ... Hanya dari belajar matematika, berpikir logika nya

dapat berkembang di bidang lain dalam kehidupan sehari-hari. Tapi aku tidak ingin ketika mengajar, di setiap

teorema baru atau di setiap formula baru aku mengajar siswa, senantiasa bertanya pada diri sendiri apa jenis

alat yang sistematis yang dapat diberikan kepada siswa ... aku tidak dapat mengambil setiap hal dan

menyaring pemikiran tersebut pada saat ketika pembelajaran berlangsung, karena itu terjadi secara sendirinya.

Pertanyaan berikutnya adalah yang berhubungan dengan penalaran deduktif sebagai suatu tindakan  inferensi

atau validasi yang menggunakan aturan logika formal.  Fokus sebelumnya menjelaskan penalaran deduktif

sebagai suatu hal yang bersifat sistematis, langkah-demi-langkah dalam setiap prosesnya,  sedangkan pada

fokus yang kedua dipusatkan pada karakteristik transisi atau perpindahan antara satu langkah ke langkah

berikutnya. Mereka memfokuskan diri pada logika inti dalam mengambil sebuah kesimpulan, divalidasi menurut

aturan logis. Selain itu, penalaran deduktif sebagai sarana dalam memecahkan suatu masalah tertentu,

sedangkan pada kajian lain sebagai sarana membangun dan memvalidasi sebuah argumen.

Aturan logika yang digunakan dalam matematika yaitu aturan-aturan formal sebuah inferensi juga digunakan di

luar matematika, misalnya, ketika mencoba untuk memahami “ Apakah hak asuransi atas diri seseorang harus

sesuai dengan tingkat harga yang berbeda.” Yang diwawancarai memberikan klaim bahwa jawaban yang akan

diberikan terhadap pertanyaan tersebut akan dipengaruhi oleh penalaran deduktifnya dan jawaban berbeda

akan diberikan pula oleh orang yang berada di luar matematika. Dengan demikian orang-orang akan  berlaku

lain, biasanya ada yang 'lebih lembut' aturan-aturan inferensi, di samping yang ketat.

Dua pendapat berbeda mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penalaran ditemukan di antara yang

diwawancarai dari orang yang berkecimpung di luar matematika yang: berbicara tentang kondisi eksternal,

seperti ketidakpastian dan kompleksitas fenomena di alam dan masyarakat. Kelompok lain  penjelasannya di

pengaruh oleh kondisi distractive internal seperti emosi dan keyakinan.

Fokus kajian kedua menyatakan bahwa pembelajaran matematika dapat mengembangkan kebiasaan

berargumentasi (tidak perlu secara deduktif). Matematika, mereka klaim, karena memiliki sifat validasi tertentu,

memungkinkan paparan pembenarannya secara deduktif dan validasinya tertentu juga. Selain itu, karena

matematika relatif abstrak, terlepas dari realitas alam, dapat memberikan siswa dengan kesempatan untuk

belajar dan menerapkan validasi logis, tanpa distractive pengaruh prasangka dan keyakinan yang ada dalam

hidupnya. Sebagai contoh, menekankan pada pengertian dari bukti atau pemberian pernyataan fungsi yang

berbeda (misalnya, diberikan informasi, harus didukung dengan klaimnya), dapat berkontribusi pada

peningkatan keterampilan argumentasi siswa, dan berlaku juga ketika di luar konteks matematika. Beberapa

contoh hasil wawancara, jawaban diberikan seringkali tidak secara deduktif, hanya dilihat dari keyakinan dan

pengetahuan dalam kehidupan, atau secara kritis diperiksa berdasarkan rasionalitas klaim yang diberikan.

Temuan lain menggambarkan bahwa pembelajaran matematika agar dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan keterampilan argumentatif. Beberapa pendapat menyatakan bahwa dalam mengajarkan

matematika cara yang dapat meningkatkan keterampilan argumentative, logika harus diperkenalkan sebagai

unit terpisah studi dalam matematika. Saran lain adalah dengan menguranginya terus menerus, dan disini ada

kebutuhan secara eksplisit terhadap prinsip-prinsip praktik mengajar dan deduksi sebagai satu kesatuan,

bagian dari pelajaran matematika, dalam berbagai situasi dan masalah.

Kerlibatan deduktif dalam matematika, pada saat guru yang menekankan pada hubungan deduktif dengan

kesalahan logis, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun sebuah kesimpulan, Sebagi contoh

ketika seseorang memberikan argument tentang sesuatu yang senang dilakukannya, maka argument yang

diberikan tidak bersifat deduktif, hanya bersifat lebih masuk akal berdasarkan kebutuhan dalam kehidupannya

Page 68: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Deduktif adalah suatu tindakan inferensi penalaran atau validasi dengan menggunakan aturan logika. Namun,

mereka berpendapat pula bahwa di luar konteks matematika, kita tidak atau bahkan tidak dapat menggunakan

aturan logika formal yang ada dalam matematika. Salah satu alasannya adalah karena esensi berpikir dalam

matematika sama sekali berbeda. Lainnya menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari argument yang

diberikan, berlawanan dengan matematika, salah satu dapat saja memiliki kesesuaian menggunakan argument

dengan aturan logika. Beberapa juga berpendapat bahwa argument seseorang pada suatu kesempatan dapat

saja menggunakan aturan logika karena  ada norma-norma argumentatif yang spesifik. Menurut norma-norma

ini, logika dari sebuah argumen salah satunya untuk membangun kondisi lain yang diperlukan untuk

memahami sesuatu maupun untuk menerima argumen.

Responden dari kelompok ini percaya bahwa pembelajaran matematika dapat mempengaruhi penalaran

deduktif siswa secara umum. Namun, mereka kesulitan untuk menunjukkan bagaimana cara yang tepat. Selain

itu, menurut mereka, jika dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan keterampilan deduktif, maka

akan sulit untuk dicapai, karena tuntutan saat ini dalam sistem pendidikan, terutama pada waktu ujian. Sebagai

contoh, seorang yang diwawancara ditanya apakah belajar matematika dapat meningkatkan penalaran

deduktif. Dia menjawab:

Bukan, tidak mungkin untuk mengajarkan penalaran deduktif melalui matematika. Aku percaya bahwa

matematika memiliki pengaruh pada pemikiran ini. Aku hanya tidak tahu apa pengaruhnya, dan tidak tahu pula

bagaimana hal itu bisa dilakukan. Dan bahkan jika kita anggap bahwa adalah mungkin untuk melakukan hal

tersebut terjadi itu akan berlaku bukan pada system pendidikan sekarang ... Bagaimana kita dapat mengajar

dan belajar berpikir logika jika menghadapi tekanan dari ujian matrikulasi?

Kesimpulan

Penalaran deduktif merupakan salah satu kompetensi yang harus ada dalam tujuan pembelajarn matematika.

Penalaran deduktif dalam matematika merupakan sebuah proses berfikir yang sistematis yang berlangsung

langkah demi langkah mulai dari penggunaan sebuah undefined, postulat atau aksioma sampai pada premis

yang memerlukan pembuktian. Perkembangan penalaran dalam matematika dapat terjadi secara induktif

sesuai dengan realita kehidupan yang ada. Pelaran deduktif dapat berkembang dalam pembelajaran

matematika. Adapun untuk pembelajaran matematika yang bagaimana yang dapat mengembangkan

kemampuan penalaran  perlu kajian lebih jauh, dan ini merupakan hal akan dikaji oleh penulis.

 

Daftar Pustaka

Ayalon, M. & Even, R.: 2006, 'Deductive reasoning: Different conceptions and approaches', In J.

Novotn?, H. Moraov?, M. Kr?tk?, and N. Stehilkov? (Eds.), Proceedings 30th Conference of the

International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 2 (pp. 89-96). Prague:PME.

Balacheff, N.: 1999, Is argumentation an obstacle? Invitation to a debate...,International newsletter on

the teaching and learning of mathematical proof. (May/June 1999). Retrieved

from: http://www.lettredelapreuve.it/Newsletter/990506Theme/990506ThemeUK.html

Clements, D. H., and Battista, M. T.: 1992, 'Geometry and spatial reasoning', in D A. Grouws

(Ed.), Handbook of research on mathematics teaching and learning (pp. 420-464). New York:

Macmillan.

Davis, P. J. and Hersh, R.: 1981, The mathematical experience. Boston: Birkhäuser.

Duval, R.: 2002, 'Proof understanding in mathematics', Proceedings of 2002 International Conference

on Mathematics: Understanding proving and proving to understand (pp. 23-44). National Taiwan

Normal University. Retrieved from: Eves, H.: 1972, A survey of geometry. Boston: Allyn and Bacon.

Freudenthal, G.: 1977, Philosophy of science (Units 1-4). Tel-Aviv: Open University (in Hebrew).

Glantz, I.: 1989, Thinking in three-directional functioning. Tel Aviv: Cherikover (in Hebrew).

Glaser, B. G. and Strauss, A. L.: 1967, The discovery of grounded theory: Strategies for qualitative

research. New York: Aldine.

Johnson-Laird, P. N.: 1999, Deductive reasoning. Annual Review of Psychology, 50, 109-135.

Retrieved from:http://arjournals.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.psych.50.1.109

Johnson-Laird, P. N. and Byrne, R. M. J.: 1991, Deduction. Hillsdale, NJ: Erlbaum.Krummheuer, G.:

1995, 'The ethnography of argumentation', in P. Cobb, & H. Bauersfeld (Eds.), The emergence of

mathematical meaning: Interaction in classroom cultures (pp. 229-269). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Page 69: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/173-penalaran-deduktif-dalam-pembelajaran-matematika

KETERAMPILAN PESERTA PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR MATA

PELAJARAN MATEMATIKA DALAM MENGEMBANGKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR INDUKTIF DAN DEDUKTIF

KETERAMPILAN PESERTA PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR

MATA PELAJARAN MATEMATIKA

DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR INDUKTIF DAN DEDUKTIF

Dra. Erwin Roosilawati, M.Pd.

 

Widyaiswara LPMP Jawa Tengah

 

ABSTRAK

 

Roosilawati, Erwin. 2013. "Keterampilan Peserta Pendidikan dan Latihan Peningkatan

Kompetensi Guru Sekolah Dasar Mata Pelajaran Matematika Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Induktif dan deduktif". Laporan Penelitian Pengembangan, diajukaqn dalam rangka kegiatan pengembangan Profesi Widyaiswara.

 

 

Page 70: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Berpikir induktif dan deduktif merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Keterampilan dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir induktif dan deduktif perlu dimiliki oleh guru sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan peserta dilat peningkatan kompetensi guru sekolah dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Populasi penelitian adalah peserta diklat peningkatan kompetensi guru sekolah dasar mata pelajaran matematika dengan sampel sebanyak 8 orang. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data keterampilan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Pengamatan dilakukan ketika peserta melaksanakan kegiatan microteaching. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan peserta diklat dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa keterampilan peserta diklat peningkatan kompetensi guru Sekolah Dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif masih belum memuaskan. Rerata nilai keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 56 (skala 0 – 100). Nilai yang dicapai untuk keterampilan mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 54, sedangkan nilai yang dicapai untuk indikator keterampilan mengembangkan kemampuan berpikir deduktif adalah 57. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa perlu diberikan penyegaran atau pelatihan bagi para guru untuk meningkatkan keterampilannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Selain itu, perlu dilakukan penelitian dengan cakupan penelitian yang lebih luas dengan memperluas subyek penelitian atau dapat juga dilakukan penelitian yang melibatkan variabel-variabel lain yang menyangkut kompetensi guru Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.

 

 

 

 

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu isu sentral dalam pendidikan dewasa ini adalah rendahnya hasil pembelajaran matematika mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah. Hasil studi yang dilakukan Mugiadi pada tahun 1976 dan Suryadi pada tahun 1989 seperti yang diungkapkan kembali oleh Badan Akreditasi Sekolah, Depdiknas (2004) menunjukkan bahwa kemampuan rata-rata siswa SD dalam mata pelajaran matematika adalah 33 pada tahun 1976, sedangkan pada tahun 1989 menjadi 21,5 dibandingkan dengan penguasaan standar 50%. Untuk tingkat SMP, menurut laporan The Third International Mathematics and Science Study (IAEA) pada tahun 1999, sebagaimana diungkapkan kembali oleh Badan Akreditasi Sekolah, Depdiknas (2004), hasil belajar matematika pada urutan ke 34 (Depdiknas, 2004). Dengan kata lain, hasil pembelajaran matematika di Indonesia masih belum memenuhi standar kompetensi yang harus dicapai.

Bernalar sangat penting dalam belajar matematika, karena matematika terbentuk dan berkembang melalui proses penalaran. Kemampuan bernalar perlu dimiliki para siswa dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah. Hal ini telah ditekankan dalam Kurikulum 2004, bahwa matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik diagram dalam menjelaskan gagasan. Terdapat dua macam proses bernalar atau berpikir dalam matematika, yaitu berpikir induktif dan deduktif (Tim PPPG Matematika, 2005). Induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dalam proses berpikir deduktif, suatu rumus, teorema, atau dalil telah dibuktikan dengan menggunakan atau melibatkan teori maupun rumus matematika sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Agar dapat mengantarkan siswa mencapai kemampuan bernalar guru harus secara efektif mampu mengembangkan cara berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Menurut Marshall dan Sorto (2012), guru yang efektif dapat memberikan dampak yang besar pada pembelajaran matematika

Kemampuan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan penalaran secara logis dan kritis, dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah merupakan salah satu kompetensi yang dituntut dalam Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar (Depdiknas, 2003). Agar mempunyai kemampuan tersebut, guru harus memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan bernalar dan memecahkan masalah dengan baik.

Namun demikian, kondisi di lapangan saat ini menunjukkan, bahwa kompetensi guru belum merata dan bervariasi pada semua jenjang dan tingkat sekolah, sehingga tingkat efektivitas dan ketercapaian tujuan proses pembelajaran siswa bervariasi pula (LPMP Jawa Tengah, 2005). Masih terdapat banyak guru yang kurang menguasai materi pembelajaran serta metode dan pendekatan pembelajaran (Suryanto dalam Winarno, 2002).

Penelitian yang berhubungan dengan kompetensi guru dalam pembelajaran matematika, antara lain telah telah dilakukan oleh Sukirman (2003) dan Roosilawati (2005). Sukirman (2003) melaporkan bahwa ketrampilan para guru matematika Madrasah Tsanawiyah dalam memecahkan persoalan matematika sangat rendah, sedangkan Roosilawati (2005) telah menunjukkan rendahnya pemahaman hakekat anak didik dan teori pembelajaran matematika para guru sekolah dasar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada proses pembelajaran.

Guru Sekolah Dasar pada umumnya adalah guru kelas yang berkewajiban untuk mengajarkan semua mata pelajaran kepada siswanya (Dinas P dan K Jawa Tengah, 2003). Sesuai dengan kompetensi penguasaan akademik, guru SD yang profesional harus menguasai semua mata pelajaran yang hendak diajarkan di kelasnya masing-masing. Seorang guru SD sedikitnya harus menguasai pelajaran matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan pelajaran lainnya. Dalam jenjang pendidikan di sekolah dasar, sifat kebergantungan siswa sekolah dasar terhadap guru cukup tinggi (Paulus, 2004).

Page 71: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Sebagaimana telah diuraikan di atas, pembelajaran matematika di sekolah dasar dapat dikatakan menghadapi permasalahan seperti hasil belajar yang belum memuaskan. Hasil belajar yang belum memuaskan tersebut dimungkinkan bersumber pada diri siswa sendiri, akan tetapi juga dimungkinkan dari kinerja guru (Sobari, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan beberapa aspek kinerja guru sekolah dasar, yang berkenaan dengan keterampilan guru Sekolah Dasar dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Sebagai subyek penelitian ini adalah guru-guru peserta program peningkatan kompetensi guru sekolah dasar mata pelajaran matematika yang diselenggarakan di Lemba Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah.

 

 

 

 

1. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Berpikir induktif dan deduktif merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu, guru matematika dituntut untuk mempunyai keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan keterampilan peserta program Pendidkan dan Latihan Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Mata Pelajaran Matematika yang diselenggarakan di LPMP Jawa Tengah, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengembangkan cara berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika.

 

1.3 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang diungkapkan di atas dapat dijabarkan rumusan masalah yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Dalam penelitian ini akan diselidiki permasalahan:

Bagaimana keterampilan peserta program peningkatan kompetensi guru Sekolah Dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif ?

 

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan peserta Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Mata Pelajaran Matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif.

 

 

 

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan kondisi riil di lapangan tentang kompetensi guru sekolah dasar, khususnya keterampilan peserta program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Mata Pelajaran Matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Dengan mengetahui hal tersebut diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan bagi para profesional di bidang pendidikan matematika, khususnya bagi lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengembangan profesi guru seperti Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) atau khususnya Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam rangka menetapkan program pembinaan bagi peningkatan profesional guru-guru sekolah dasar.

 

II. STUDI PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika

Matematika adalah terjemahan dari mathematics. Namun arti atau definisi yang tepat dari matematika tidak dapat diterapkan secara eksak (pasti) dan singkat. Definisi matematika makin lama makin sukar dibuat karena cabang-cabang matematika makin lama makin bertambah dan makin bercampur satu sama lain (Ruseffendi, 1992, 1993). James dan James ( Ruseffendi, 1992,1993) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Namun ada juga yang mengatakan bahwa matematika terdiri dari empat bagian, yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistik (Ruseffendi, 1992, Ruseffendi, 1993). Polla (2001) menekankan, bahwa matematika adalah pelajaran tentang gagasan/konsep serta hubungan yang ada di antara gagasan atau konsep tersebut.

Page 72: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Selanjutnya, Suriasumantri (dalam Tim PPPG Matematika, 2005a) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat "artifisial" yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Sebagai contoh, jika nmelambangkan suatu bilangan asli n >1, maka n hanya melambangkan bilangan asli tertentu tersebut dan tidak bersifat ganda.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memadukan daya pikir manusia (BSNP, 2006). Menurut kurikulum 2004 (Standar Kompetensi), matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Depdiknas, 2003). Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Matematika sekolah terdiri dari bagian-bagian yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berarti bahwa matematika sekolah tidak dapat dipisahkan dari ciri-ciri: (1) memiliki objek kejadian yang abstrak dan (2) berpola pikir deduktif dan konsisten (Dinas P dan K Jateng, 2001). Menurut Kurikulum 2004, dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa.(Depdiknas, 2003)

Dalam Kurikulum 2004, pembelajaran matematika menuntut pencapaian standar kompetensi bagi peserta didik. Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar kompetensi mencakup kemampuan berpikir, kemampuan psikomotorik dan kemampuan yang terkait dengan kepribadian (Mardapi, 2004). Standar ini dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri dan kalkulus. Kemahiran matematika mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, keterkaitan pengetahuan dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup, mempunyai solusi tunggal, terbuka atau masalah dengan berbagai penyelesaian. Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dapat dilakukan dengan memahami soal, memilih pendekatan atau strategi pemecahan, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi (Depdiknas, 2003b). Pembelajaran matematika mempunyai tujuan jangka panjang, yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa agar mereka mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul (Tim PPPG Matematika, 2005b). Menurut Cockroft (Tim PPPG Matematika, 2005a), para siswa perlu belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti dan tidak membingungkan. Cockroft memberi contoh, bahwa notasi 20 x 3 dapat digunakan untuk menyatakan berbagai hal seperti:

1. Jarak tempuh sepeda motor selama tiga jam dengan kecepatan 20 km/jam.2. Luas permukaan kolam dengan panjang 20 meter dan lebar 3 meter.3. Banyak roda pada 20 becak.

2.2 Bernalar dalam Matematika

Istilah reasoning atau bernalar dijelaskan oleh Copi seperti dikutip oleh Shadiq (2006) sebagai suatu proses berpikir khusus dengan menarik kesimpulan yang diambil dari premis yang ada. Menurut Keraf yang dikutip oleh Tim PPPG Matematika (2005a), penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan atau pernyataan baru. Secara lebih lengkap, Tim PPPG Matematika (2005a) menjelaskan pula bahwa pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasar pada pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Sebagai contoh dari pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut yang ketiga pada segitiga itu adalah 20o. Dengan demikian, penalaran merupakan kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Tim PPPG Matematika, 2005a, Wardhani, 2006). Contoh lainnya, dari

persamaan   yang telah diketahui, dapat disimpulkan atau pun dibuat pernyataan lain bahwa  ,  ,

atau   Pada dasarnya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Tim PPPG Matematika, 2005a, Shadiq, 2006)

Materi matematika dan bernalar dalam matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam Shadiq, 2006). Krulik dan Rudnick (1995) mengatakan bahwa penalaran akan melibatkan berpikir dasar, berpikir kritis, berpikir kreatif dan pengingatan. Pola berpikir yang dikembangkan matematika memang membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika belajar matematika maupun pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun di saat menentukan keputusan (Tim PPPG Matematika, 2005a).

2.3 Berpikir Induktif dan Deduktif

Terdapat dua macam proses berpikir dalam matematika, yaitu berpikir induktif dan deduktif (Tim PPPG Matematika, 2005). Induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dalam proses berpikir deduktif, suatu rumus, teorema, atau dalil telah dibuktikan dengan menggunakan atau melibatkan teori maupun rumus matematika sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Rumus matematika yang digunakan sebagai dasar pembuktian itu tadi telah dibuktikan berdasar teori maupun rumus matematika sebelumnya lagi dan seterusnya. Bangunan matematika disusun dengan pondasi berupa kumpulan pengertian pangkal (unsur pangkal dan relasi pangkal) dan kumpulan sifat

Page 73: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

pangkal (aksioma). Aksioma atau sifat pangkal adalah semacam dalil yang kebenarannya tidak perlu lagi dibuktikan namun sangat menentukan, karena sifat pangkal inilah yang menjadi dasar untuk membuktikan dalil atau teorema sebelumnya. Pengertian-pengertian matematika secara berantai didefinisikan dari pengertian sebelumnya. Seperti halnya aksioma yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya karena akan menjadi dasar pembuktian dalil atau sifat berikutnya, maka pengertian pangkal tidak didefinisikan karena pengertian pangkal akan menjadi dasar pendefinisian pengertian-pengertian atau konsep-konsep matematika berikutnya. Suatu bangunan matematik akan runtuh jika terdapat sifat, dalil, atau teorema yang diturunkan dari aksioma serta pengertian pangkalnya ada yang saling bertentangan (kontradiksi). Penalaran deduktif merupakan suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika (Shadiq, 2006).

Dalam berpikir induktif terdapat kelemahan, yaitu suatu teori yang bernilai benar pada suatu saat dapat bernilai salah pada tahun-tahun atau dekade-dekade berikutnya jika ditemukan suatu contoh sangkalan (counter example) (Shadiq, 2006). Dengan kata lain, pernyataan atau kesimpulan yang didapat dari berpikir induktif masih mungkin bernilai salah. Oleh karena itu, dalam matematika, kesimpulan yang diperoleh dari proses berpikir induktif masih disebut dengan dugaan (conjecture). Dugaan tersebut akan dikukuhkan menjadi suatu teorema jika sudah dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Jadi kebenaran ilmu pengetahuan adalah "post-theory", sedangkan kebenaran matematika adalah "apriori" (Shadiq, 2006).

Untuk menjelaskan perbedaan antara berpikir induktif dan deduktif diberikan contoh berikut ini.

"Tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o".

Untuk menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut dapat dilakukan berdasarkan proses berikipr induktif dan berpikir deduktif.

(1) Berpikir induktif

Untuk menunjukkan jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o secara induksi dapat dilakukan dengan:

a. Membuat beberapa model segitiga sembarang (misalnya dari kertas)

b. Menggunting sudut-sudut masing-masing segitiga tersebut

c. Mengimpitkannya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

 

Gambar 2.1 Model untuk membuktikan jumlah sudut pada sebuah segitiga

 

Contoh di atas menunjukkan bahwa jika ketiga sudut pada satu segitiga diimpitkan akan membentuk satu sudut yang besarnya 180o.

(2) Berpikir deduktif

Untuk membuktikan bahwa 180o merupakan jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah dengan menggunakan penalaran deduktif yang proses pembuktiannya akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga, yaitu: "Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam berseberangannya adalah sama", seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2

 

Page 74: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Gambar 2.2 Sudut-sudut berseberangan jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis

 

karena garis m dan n merupakan dua garis sejajar dan dipotong garis ke tiga, sehingga sudut-sudut dalam berseberangannya akan sama besar, yaitu

Pada segitiga ABC dalam Gambar 2.2, melalui titik C telah dibuat garis m yang sejajar dengan garis n, sehingga sudut-sudut berseberangannya akan sama besar, yaitu :

Gambar 2.3 Garis m yang ditarik dari titik C yang sejajar dengan garis n

pada segi tiga ABC

 

Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa:

Page 75: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Dari contoh di atas dapat ditunjukkan bahwa pada berpikir deduktif, suatu rumus, teorema atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o telah dibuktikan dengan menggunakan atau melibatkan teori maupun rumus matematika sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Teori maupun rumus yang digunakan sebagai dasar pembuktian rumus tersebut telah dibuktikan berdasar teori maupun rumus matematika sebelumnya lagi. Demikian seterusnya. Di samping itu, pembuktian tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o telah melibatkan atau menggunakan definisi yang sudah ditetapkan sebelumnya seperti pengertian sudut lurus besarnya 180o. Proses tersebut dapat digambarkan dengan diagram seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram yang menunjukkan penalaran deduktif besar sudut dalam suatu segitiga

 

Diagram tersebut menunjukkan bahwa dalam matematika "benar" atau "nalar" berarti konsisten. Diagram di atas juga menujukkan bahwa bangunan matematika telah disusun dengan dasar pondasi berupa kumpulan pangkal (unsur pangkal atau relasi pangkal) dan kumpulan sifat pangkal (aksioma).

 

2.4 Kompetensi Matematika Guru Sekolah Dasar

Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasan berfikir dan bertindak (Depdiknas, 2003b),. Kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya berupa penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Standar kompetensi Guru diartikan sebagai ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan (Depdiknas, 2003b).

Menurut Joni (1980) sebagaimana dikutip oleh Paulus (2004), terdapat tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) kompetensi personal atau pribadi, yang berarti seorang guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan suri teladan; (2) kompetensi profesional, yang berarti seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, menguasai bidang studi yang diajarkan,

Page 76: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

mampu memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat dalam proses kegiatan belajar mengajar; dan (3) kompetensi kemasyarakatan, yang berarti seorang guru harus menjalin komunikasi yang baik dengan anak didik, sesama rekan guru, maupun masyarakat luas. Sudjana (1995) mengemukakan bahwa kompetensi guru mencakup penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan, cara mengajar, cara menilai, kepribadian, kemauan mengembangkan profesi, interaktif antara guru dan siswa dan kepribadian menggunakan alat dan sumber bahan. Secara lebih terperinci, Subarman (1994) dalam Paulus (2004) berpendapat bahwa kemampuan profesional guru meliputi (1) menguasai bahan; (2) mengelola program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media dan sumber; (5) menguasai landasan-landasan kependidikan; (6) mengelola interaksi belajar-mengajar; (7) menilai prestasi siswa; (8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional (2003b) telah menetapkan tiga komponen Standar Kompetensi Guru yang meliputi: (1) Pengelolaan Pembelajaran, (2) Pengembangan potensi dan (3) Penguasaan akademik.

Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa seorang guru perlu mempunyai penguasaan akademik atau penguasaan bidang studi yang diajarkan dengan baik. Dalam pembelajaran matematika misalnya, agar berhasil dalam pembelajarannya guru perlu menguasai bahan ajar matematika dengan baik. Menurut Wardhani (2006), dalam pembelajaran matematika, puncak kemampuan yang seharusnya diraih siswa adalah mampu memecahkan masalah, dan tidak sekedar mampu memahami konsep. Oleh karena itu, sangat diperlukan kemampuan penalaran dan komunikasi yang baik (Wardhani, 2006),. Kemampuan ini tidak hanya dituntut untuk siswa sekolah menengah saja, namun juga dituntut untuk siswa sekolah dasar.

Sehubungan dengan hal tersebut, telah ditekankan dalam Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar (Depdiknas, 2003a), bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar, guru antara lain dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan penalaran secara logis dan kritis dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Menurut Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar, kompetensi tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain: (1) memberi contoh cara berpikir induktif, dan (2) memberi contoh cara berpikir deduktif. Dengan kata lain, seorang guru Sekolah Dasar harus secara efektif mampu mengembangkan cara berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Marshall dan Sorto (2012), bahwa guru yang efektif dapat memberikan dampak yang besar pada pembelajaran matematika.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif (penelitian survei). Dalam penelitian akan dideskripsikan keterampilan peserta program peningkatan kompetensi guru Sekolah Dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Penelitian dilakukan dengan metode observasi dalam kegiatan pembelajaran mikro (microteaching) yang diselenggarakan dalam rangka Diklat Peningkatan Kompetensi Guru SD Mata Pelajaran Matematika yang diselenggarakan di LPMP Provinsi Jawa Tengah.

 

3.2 Populasi, Sampel dan Variabel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah peserta Diklat Peningkatan Kompetensi Guru SD Mata Pelajaran Matematika yang diselenggarakan di LPMP Provinsi Jawa Tengah. Peserta diklat terdiri dari 40 orang terbagi dalam 8 kelompok. Setiap kelompok menyusun perangkat pembelajaran yang selanjutnya digunakan dalam simulasi mengajar (microteaching) oleh seorang wakil peserta dalam kelompok tersebut.

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah keterampilan guru Sekolah Dasar dalam mengembangkan cara berpikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika.

 

3.3 Instrumen dan Data Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan akan digunakan instrumen berupa lembar observasi yang digunakan untuk menjaring data keterampilan guru dalam mengembangkan kemampuan bernalar dan memecahkan masalah matematika siswa sekolah dasar. Instrumen lembar observasi digunakan untuk mengamati kegiatan guru dalam pembelajaran matematika di kelas (microteaching). Untuk menjaga keakuratan hasil observasi, dilakukan kolaborasi antara peneliti dengan seorang guru pemandu. Hasil obervasi peneliti akan dirujuk silang dengan hasil observasi guru pemandu. Dengan demikian hasil observasi diharapkan lebih akurat dan obyektif. Kegiatan observasi untuk masing-masing responden dilakukan selama 1 jam pelajaran matematika (30 menit).

Tabel 3.1. Kisi-kisi instrumen observasi keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif siswa sekolah dasar

Page 77: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

3.4 Analisis Data

Untuk lembar observasi, aspek-aspek yang diamati diberi skor dalam rentang 1 - 5 sebagai berikut.

a) sangat sesuai diberi skor 5

b) sesuai diberi skor 4

c) cukup sesuai diberi skor 3

d) kurang sesuai diberi skor 2

e) tidak sesuai diberi skor 1.

Karena terdapat 9 aspek yang diamati untuk kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan cara berpikir induktif dan 6 aspek yang daiamati untuk kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir deduktif, maka skor total maksimum untuk masing-masing indikator adalah 45 dan 30. Dengan demikian skor total maksimum untuk kedua indikator adalah 75.

Skor hasil observasi yang diperoleh dari masing-masing responden diubah ke dalam nilai maksimum100 dengan menggunakan rumus:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Hasil observasi terhadap keterampilan peserta program pendidikan dan latihan peningkatan kompetensi guru SD mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan cara deduktif ditunjukkan pada Tabel 4.1. Skor rerata yang dicapai oleh responden penelitian untuk indikator kemampuan mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 24,25 atau nilai reratanya adalah 54. Skor rerata yang dicapai oleh responden untuk indikator kemampuan mengembangkan cara berpikir deduktif adalah 23,2 atau nilai reratanya 77. Rerata skor total dari kedua indikator adalah 41,2 atau nilai rerata totalnya adalah 56.

Page 78: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Rerata skor dan nilai hasil observasi keterampilan perserta diklat peningkatan kompetensi guru sekolah dasar dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif secara terperinci dari berbagai aspek pengamatan masing-masing

ditunjukkan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa skor rerata pada masing-masing aspek yang diamati untuk indikator keterampilan mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 2,63 (nilai 53), sedangkan skor rerata pada masing-masing aspek yang diamati untuk indikator kemampuan mengembangkan kemampuan berpikir deduktif adalah 2,98

(nilai 52,8).

Page 79: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

4.2 Pembahasan

Hasil observasi terhadap keterampilan peserta diklat peningkatan kompetensi guru Sekolah Dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan induktif dan deduktif diperoleh bukti bahwa tidak ada satu pun responden yang memperoleh skor maksimum untuk semua aspek pengamatan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa responden hanya mencapai nilai rerata 56 (dari skala 1 – 100) untuk kedua indikator pengamatan. Dalam penelitian terungkap bahwa hanya dua orang responden yang memperoleh nilai total > 60 dengan nilai tertinggi 67 dan terendah 36. Untuk indikator kemampuan mengembangkan cara berpikir induktif diperoleh bahwa responden hanya mencapai nilai 54. Untuk indikator kemampuan mengembangkan kemampuan cara berpikir deduktif, responden juga hanya mencapai nilai 57.

Data hasil observasi terhadap masing-masing aspek yeng diamati diperoleh rerata nilai sebesar 52,8 untuk indikator kemampuan guru dalam mengembangkan cara berpikir induktif dan 59,7 untuk indikator kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan cara berpikir deduktif. Namun demikian, jika diamati secara terperinci tampak bahwa responden memperoleh nilai rerata 77 pada aspek kemampuan dalam meminta siswa untuk menyebutkan teorema atau dalil untuk indikator kemampuan mengembangkan cara berpikir deduktif (aspek ke-4). Hal ini menunjukkan bahwa guru mempunyai kemampuan cukup baik dalam aspek tersebut.

Rendahnya nilai yang diperoleh untuk masing-masing aspek pengamatan menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran secara umum peserta diklat tidak terampil dalam mengembangkan kemampuan induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika. Rendahnya keterampilan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif dapat mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak efektif. Menurut Dune dan Wragg sebagaimana dikutip oleh Sumarwan (2003), bahwa keefektifan guru dalam pembelajaran mencerminkan mutu profesionalnya, yang dapat dilihat dari kemampuannya mengelola kelas dan mengajar secara efektif yaitu mampu membelajarkan siswa sehingga mereka menguasai bahan ajar yang diberikan sesuai kurikulum. Menurut Marshall dan Sorto (2012), guru yang efektif dapat memberikan dampak yang besar pada pembelajaran matematika

Kemampuan berpikir induktif dan deduktif merupakan indikator dalam kemampuan bernalar dalam pembelajaran matematika. Keterampilan guru dalam mengembangkan kemampuan bernalar dan memecahkan masalah matematika siswa sekolah dasar merupakan salah satu aspek kompentensi profesional. Kemampuan profesional guru mempunyai sumbangan yang signifikan terhadap kemampuan mengajarnya (Paulus, 2004). Hasil penelitian Sumarwan (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara faktor guru dengan keefektifan pembelajaran. Menurut Beswick (2011), keyakinan guru tentang sifat matematika mempengaruhi cara mengajarnya. Kemampuan atau keterampilan guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Nasution, 1992). Oleh karena itu rendahnya hasil belajar matematika di sekolah dasar diduga berhubungan erat dengan rendahnya keterampilan guru dalam mengembangkan kemampuan bernalar yang ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan cara berpikir induktif dan deduktif sebagaimana diperoleh dalam penelitian ini, di samping faktor lain seperti rendahnya tingkat pemahaman tentang hakekat anak didik dan teori belajar dalam proses pembelajaran matematika (Roosilawati, 2005).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan peserta Diklat peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Mata Pelajaran Matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif masih belum memuaskan. Penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 56 (skala 0 – 100) . Secara terperinci diperoleh bahwa nilai yang dicapai untuk keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif adalah 54, sedangkan nilai keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir deduktif adalah 57.

 

Page 80: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

5.2 Saran

Mengingat rendahnya keterampilan peserta diklat peningkatan kompetensi guru Sekolah Dasar mata pelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif, maka kenyataan tersebut perlu memperoleh perhatian dan dicari upaya untuk meningkatkannya, misalnya dengan memberikan penyegaran atau pelatihan materi pengembangan kemampuan berpikir induktif dan deduktif. Para guru hendaknya senantiasa meningkatkan keterampilan dan kemampuannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif dan deduktif bagi para siswanya.

Karena cakupan penelitian ini relatif kecil, maka perlu dilakukan penelitian dengan cakupan penelitian yang lebih luas sangat diharapkan. Penelitian tersebut dapat dilakukan dengan memperluas subyek penelitian atau dapat juga dilakukan penelitian yang melibatkan variabel-variabel lain yang menyangkut kompetensi guru Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Beswick, K., 2011. Teachers' beliefs about school mathematics and mathematicians' mathematics and their relationship to practice. Educ Stud Math (2012) 79:127–147

 

Depdiknas, 2003a. Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Dirjen Dikdasmen,

Direktorat Tenaga Kependidikan.

 

Depdiknas, 2003b. Kurikulum 2004 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.

 

Depdiknas, 2004. Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Badan Akreditasi Sekolah Nasional. 2004.

 

.

Krulick, S and Rudnick, J.A. 1995. The New Sourcebool For Teaching Reasoning

and Problem Solving in Elementary School. Allyn and Bacon: Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo and Singapore.

 

Mardapi, D. 2004 Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi.Makalah disajikan dalam Seminar Nasional: Rekayasa Sistem Penilaian Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pendidikan diselenggarakan olehHimpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia, Yogyakarta 26 – 27 Maret2004.

 

Marshall, J.H. and Sorto, M.A., The effects of teacher mathematics knowledge

and pedagogy on student achievement in rural Guatemala. Int Rev Educ (2012) 58:173–197

 

Paulus, M. 2004. Sumbangan Sikap Profesional dan Kemampuan Guru Membaca

terahadap kemampuannya Mengajarkan Membaca di Sekolah Dasar. Tesis S2, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.

 

Piter, Y., 2000. Kompetensi G uru Dalam Pengelolaaan Kelas, Buletin Pelangi

Page 81: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendidikan, Vol.., 3, No.,1.hlm 14 – 16.

 

Pola, G., 2004. Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika Yang Menyenangkan. Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 4 No. 2 hlm. 46 – 50.

 

LPMP Jawa Tengah, 2005. Model-model Pembelajaran, Makalah disampaikan

pada Diklat Guru Berprestasi Jawa Tengah.

 

Roosilawati, E., 2005. Pemahaman Guru-guru Sekolah Dasar Peserta Diklat Matematika tentang Hekekat Anak Didik dan Teori Belejar dalam pembelajaran Matematika. Laporan penelitian, LPMP Propinsi Jawa Tengah.

 

Ruseffendi, 1992. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Buku I Modul 1-5 Universitas Terbuka.

 

Ruseffendi, 1993. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Buku IV. 1A Modul

1-9, Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara DII dan Pendidikan Kependudukan.

 

Shadiq, F., 2006. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi. Pelatihan

Instruktur/Pengembang Matematika SMA. Depdiknas, PPPG Matematika Yogyakarta.

 

 

Sobari, A., 2005. Pengaruh Manajeman Pembelajaran Terhadap Kinerja Guru

SMA/MA Kabupaten Pekalongan Sesuai Tuntutan Manajeman Berbasis Sekolah. Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Semarang.

 

Sukirman, 2003. Keterampilan Guru Matematika MTsN dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, N0. Th 6. hlm. 1 –10.

 

Sudjana, N., 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar-Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

 

Sumarwan, 2003. Hubungan Pengalaman Kerja dan Kompensasi Jabatan dengan

Keefektifan Guru Dalam pembelajaran IPS pada SMU Negeri Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Semarang.

 

 

Tim PPPG Matematika, 2005a. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi

Dalam Pembelajaran Matematika. Diklat Guru Inti Matematika SMP di Daerah tahun 2005. Depdiknas, Dirjen Dikdasmen.

Tim PPPG Matematika, 2005b. Model Pembelajaran Matematika SMP. Diklat Guru Inti Matematika SMP di daerah tahun 2005. Depdiknas, PPG MatematikaG Yogyakarta.

Page 82: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

 

Wardhani, S., 2006. Permasalahan Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP. Disampaikan pada Penlok Widyaiswara Pendidikan Matematika Sekolah dari LPMP se Indonesia. Depdiknas, Direktorat Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga kependidikan, PPPG Matematika Yogyakarta.

http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php/arsip/karya-tulis-ilmiah/800-keterampilan-peserta-pendidikan-dan-latihan-peningkatan-kompetensi-guru-sekolah-dasar-mata-pelajaran-matematika-dalam-mengembangkan-kemampuan-berpikir-induktif-dan-deduktif-

 

Penalaran Induktif dan Deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaaan matematika harus bersifat deduktif.

Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian

deduktif. Meskipun dedmikian untuk membantu pemikiran, pada tahap permulaan seringkali kita memerlukan

bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris.

Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran dalam matematika berbeda dengan

ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu pengetahuan umumnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh

matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah induktif/eksperimen. Namun dalam

matematika, mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar

untuk sebuah keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif. Dalam matematika, suatu generalisasi, sifat, teori atau

dalil itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.

Matematika mempunyai bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematik,

dan struktur yang sangat kuat. Dengan berbagai keunggulan ini, matematika digunakan sebagai suatu cara

pendekatan dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dalam menyelesaikan masalah yang rumit.

Page 83: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Matematika juga merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh para pakar dalam berbagai bidang disiplin ilmu.

Dengan matematika, suatu masalah nyata dapat dilihat dalam suatu model yang strukturnya jelas, tepat, dan

bentuknya kompak (singkat dan padat).

Unsur utama dalam pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif, yang bekerja dengan berbagai asumsi,

tidak dengan pengamatan. Selain itu, matematika juga bekerja berdasarkan fakta dan fenomena yang muncul untuk

sampai pada suatu perkiraan tertentu, yang dikenal sebagai penalaran induktif. Tetapi perkiraan yang diperoleh tidak

dapat diterima begitu saja, harus diyakinkan kebenarannya atau dibuktikan secara deduktif dengan argument yang

konsisten dan meyakinkan. Pekerjaan dalam matematika memerlukan kedua penalaran ini, baik induktif maupun

deduktif.

Pembuktian melalui deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif

untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya

benar apabila premis-premisnya benar. Pembuktian yang menggunakan penalaran deduktif biasanya menggunakan

kalimat implikatif yang berupa pernyataan jika …, maka …. Kemudian, dikembangkan dengan menggunakan pola

pikir yang disebut silogisme, yaitu sebuah argumen yang terdiri atas tiga bagian. Di dalamnya terdapat dua

pernyataan yang benar (premis) yang menjadi dasar dari argument itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi) dari

argument tersebut. Di dalam logika, sebagai cabang (inti) matematika yang banyak membahas tentang silogisme

terdapat beberapa aturan yang menyatakan apakah silogisme itu valid (sahih) atau tidak.

Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah

-Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)

-Sokrates adalah manusia. (premis minor)

-Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)

Untuk pembahasan deduktif secara terinci seperti yang dipahami dalam filsafat, lihat Logika. Untuk

pembahasan teknis tentang deduksi seperti yang dipahami dalam matematika, lihat logika matematika.

Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah besar

contoh partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.

Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode

Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk

mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli

semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar

terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita

kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.

Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat

disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau

kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai

dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang

dianggap dapat berlaku secara umum.

Page 84: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang

spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan

informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh

dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan

LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit

Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data

spesifik).

Pembuktian induktif, terkadang disebut logika induktif, adalah proses pembuktian dimana suatu argumen

diduga mendukung kesimpulan tapi tidak bersinambungan dengannya; contoh: mereka tidak menjamin kebenaran

itu. Induksi adalah bentuk pembuktian yang membuat generalisasi berdasarkan pendapat sesorang. Digunakan

untuk menjelaskan properti atau relasi tipe berdasarkan sebuah observasi (contohnya, pada jumlah observasi atau

pengalaman); atau untuk membuat hukum berdasarkan observasi terbatas dalam mempelajari alur fenomena.

induksi ditetapkan, contohnya, dalam menggunakan preposisi spesifik seperti:

Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.)

Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya

bergerak.) …untuk membedakan preposisi umum seperti:

Semua es dingin.

Semua bola biliar bergerak ketika didorong tongkat.

Contoh lainnya adalah:

3+5=8 dan delapan adalah angka genap. Sebuah angka ganjil yang ditambahkan dengan angka ganjil lain akan

menghasilkan angka genap.

Perlu diingat bahwa induksi matematika bukanlah bentuk pembuktian induktif. Induksi matematika adalah bentuk dari

pembuktian deduktif.

Kelebihan dan Kekurangan Pembuktian Induktif dan Deduktif

Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general)

yang melebihi kasus- kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu

kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi. Pada

penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Inilah yang dianggap menjadi kekurangan

pembuktian deduksi.

http://ardianzahnur.blogspot.com/2012/08/penalaran-induktif-dan-deduktif.html

gudang jurnal

http://hendragutama.blogspot.com/2015_04_01_archive.html

Page 85: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendekatan PembelajaranPendekatan pembelajaran memiliki arti tentang proses pembelajaran  yang masih dalam arti umum  yang didalamnya

dapat mewadahi, menguatkan, memberikan inspirasi.

Berikut contoh pendekatan pembelajaran, anda bisa menerapkannya untuk siswa anda seperti :

1. KONTEKSTUAL. Pendekatan Kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran yang memposisikan siswa sebagai

pelaku. Siswa mengalami kegiatan sendiri di lingkungannya.Pada pendekatan pembelajaran ini guru menuntut

untuk membuat strategi pembelajaran variatif untuk mengajar siswa, tetapi membelajarkan atau memberdayakan

siswa.Dalam kelas, peran guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih fokus memberi

informasi, mengelola kelas menjadi sebuah tim, dan menemukan hal baru bagi kelas. Murid dapat belajar

menemukan pengetahuan secara sendiri, tidak hanya dari kata guru semata.

2. KONSTRUKTIVISME. Pendekatan Konstuktivisme yaitu pendekatan pembelajaran ini memiliki dasar berpikir

mirip dengan pendekatan pembelajaran kontekstual namun perbedaannya terletak pada siswa diberikan stimulus

pengetahuan yang lebih sering.Pendekatan ini dapat membantu siswa menyerap pengetahuan secara aktif dari

proses pembelajaran sebelumnya dan pembelajaran yang baru.

3. DEDUKTIF – INDUKTIF. Pendekatan Deduktif – Induktif yaitu pendekatan yang berbeda namun saling

mendukung.Pendekatan deduktif ditandai dengan penjelasan konsep, definisi, dan istilah-istilah pada bagian awal

pembelajaran.Pendekatan deduktif didasari oleh pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung

dengan baik bila siswa mendapatkan gambaran besar terlebih dahulu. Lalu diikuti dengan pendekatan induktif

yang menggunakan data atau informasi detail untuk membangun konsep atau memberikan pengertian pada

siswa.Dengan pendekatan ini, siswa dapat memahami pelajaran dari gambaran besar hingga spesifik.

Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien menurut Kemp (Wina Sanjaya, 2008)

Page 86: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Berikut unsur strategi pembelajaran, anda bisa menerapkannya untuk siswa anda seperti :

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran pada perubahan profil perilaku dan pribadi peserta

didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Macam-macam strategi pembelajaran meliputi:

a) Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM),

b) Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK),

c) Stategi Pembelajaran Kontekstual (CTL),

d) Srategi Pembelajaran Afektif,

e) Strategi Pembelajaran Kreatif Produk,

f) Srategi Pembelajaran Berbasis Komputer dan Berbasis Elektronik (E-Learning),

g) Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (SPPKB), dll.

Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Macam-macam metode pembelajaran meliputi:

1.   Metode Ceramah

Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok

pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh

Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong

timbulnya inspirasi bagi pendengarnya.

2.    Metode Diskusi

Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar

pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan

kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang

bersifat interaktif

3.    Metode Demonstrasi

Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif. Demonstrasi sebagai

metode pembelajaran adalah bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta)

atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci

otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.

4.    Metode Study Tour (Karya wisata)

Metode study tour Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi

suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan

serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.

5.    Metode Latihan Keterampilan

Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan

keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk

melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan

keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.

Page 87: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

6.    Metode Pengajaran Beregu

Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-

masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap

pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiapsiswa yang diuji harus langsung

berhadapan dengan team pendidik tersebut.

Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan

secara khas oleh guru.

Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M) Kurikulum

2013 :

Model Inquiry Learning

Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran

lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya.

Langkah-langkah dalam model inkuiri terdiri atas:

1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar kepada peserta

didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu.

2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk

mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain.

3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau

melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.

4. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan

tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu

kesimpulan.

5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga peserta didik

dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.

Model Discovery Learning.

1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau

gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik

mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati

situasi atau melihat gambar.

2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan

permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk

menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.

3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan

mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang

dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk

mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan.

4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan

mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga

kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.

5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan

hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari

sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.

6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil

simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih

pengetahuan metakognisi peserta didik.

Problem Based Learning

Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata

dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui langkah-

langkah pembelajaran sebagai berikut:

1. Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang

menjadi objek pembelajaran.

2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta

didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.

Page 88: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan (mencoba)

untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan

dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.

5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah

yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.

Project Based Learning

Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang

diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi,

membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam

kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan

menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik mengamati

lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.

2. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada disusunlah suatu

perencanaan proyek bisa melalui percobaan.

3. Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting agar proyek yang

dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.

4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan

perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.

5. Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain dari berbagai

sumber.

6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan

untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.

Teknik Pembelajaran

Teknik  pembelajaran diartikan sebagai cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung.

Contoh teknik pembelajaran, yaitu :

1. Teknik Umum

Teknik umum adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk semua bidang studi. Contohnya antara lain:

a. teknik ceramah, merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.

b. teknik tanya jawab, merupakan metode mengajar dimana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual

c.  teknik diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah

dipelajari untuk memecahkan suatu masalah

d. teknik ramu pendapat

e. teknik pemberian tugas, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan

hasilnya

f.  teknik latihan, merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari.

g. teknik inquiri, siswa diberi kesempatan untuk meneliti suatu masalah sehingga dapat menemukan cara

pemecahannya.

h. teknik demonstrasi

i. teknik simulasi

2. Teknik Khusus

Teknik khusus adalah cara mengajarkan (menyajikan atau memantapkan) bahan-bahan pelajaran bidang studi

tertentu. Berikut ini beberapa teknik pembelajaran menulis:

Page 89: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

1. teknik mengarang gambar

2. teknik meringkas

3. teknik menyadur

4. teknik melanjutkan karangan

5. teknik mendeskripsikan objek

Teknik Pembelajaran

Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu

yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin

akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.

Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of

humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan

alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak

keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian

dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat).

SEMOGA BERMANFAAT DAN TERIMA KASIH

Daftar Pustaka

http://www.informasi-pendidikan.com/2014/01/pengertian-pendekatan-pembelajaran.html

https://ibnufajar75.wordpress.com/2014/05/31/model-model-pembelajaran-yang-sesuai-dengan-kurikulum-2013/

http://andhy-brenjenk.blogspot.com/2013/10/pengertian-pendekatan-strategi-metode_27.html

http://hestunodya.blogspot.com/2014/01/definisi-dan-jenis-jenis-teknik.html

http://aquariuslearning.co.id/strategi-pembelajaran-yang-wajib-diketahui-siswa-guru/

http://strategipembelajaran.pusku.com/2015/02/pengertian-dan-contoh-pedekatan-strategi-metode-model-teknik-taktik-dalam-pembelajaran-di-sekolah/

MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN

            Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :

1.      Pendekatan Kontekstual

Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali   siswa   untuk   memecahkan   masalah   dalam   kehidupannya.   Dengan   demikian   proses pembelajaran   lebih  diutamakan daripada  hasil  belajar,   sehingga  guru  dituntut  untuk  merencanakan strategi  pembelajaran  yang  variatif  dengan  prinsip  membelajarkan  –  memberdayakan   siswa,  bukan mengajar   siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,

guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan

pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara   tepat,  maka siswa dapat  diarahkan kepada pemikiranagar  tidak  hanya  berkonsentrasi  dalam 

Page 90: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi  daripada memberi   informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai  sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan,  menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.

Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk

mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk

mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah

yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama

teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan

ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,

Klopher,   dan   Raghven,   dalam   Joyce-Well   (2000:172)   menyatakan   bahwa   pendekatan   kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.

2.      Pendekatan Konstruktivisme

Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).

 Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994),  McBrien   Brandt   (1997),   dan  Nik   Aziz   (1999)   kelebihan   teori   konstruktivisme   ialah   pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui  proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu   dengan   pembelajaran   terbaru.   Pembelajaran   terdahulu   dikaitkan   dengan   pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.

Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila  ia  mendapat pengetahuan atau pengalaman baru.  Rumelhart  dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan   pengetahuan   baru   dengan   pengetahuan   yang   sedia   ada   padanya   dan   proses   ini dikenali  sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh   membina   konsep-konsep   dalam   struktur   kognitifnya   dengan   menggunakan   analogi,   iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.

Pendekatan   konstruktivisme   sangat   penting   dalam   proses   pembelajaran   kerana   belajar digalakkan   membina   konsep   sendiri   dengan   menghubungkaitkan   perkara   yang   dipelajari   dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.

Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio 

Page 91: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

(1994),   Nor   Aini   (2002),   Van   Drie   dan   Van   Boxtel   (2003),   Curtis   (1998),   dan   Lieu   (1997)   turut membuktikan   bahawa   pendekatan   konstruktivisme   dapat   membantu   pelajar   untuk   mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.

3.      Pendekatan Deduktif – Induktif

a.       Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif  ditandai  dengan pemaparan konsep,  definisi  dan  istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan   berlangsung   dengan   baik   bila   siswa   telah   mengetahui   wilayah   persoalannya   dan   konsep dasarnya(Suwarna,2005).

b.      Pendekatan Induktif

Ciri   uatama  pendekatan   induktif  dalam pengolahan   informasi   adalah  menggunakan  data  untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian.  Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.

Prince dan Felder  (2006) menyatakan pembelajaran tradisional  adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006)  melakukan penelitian dibidang  psikologi  dan neurologi.  Temuannya adalah:  ”All  new  learning involves   transfer   of   information   based   on   previous   learning”,   artinya   semua   pembelajaran   baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.

Major  (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai  dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran:   (1)  definisi  disampaikan;  dan  (2)  memberi  contoh,  dan beberapa  tugas  mirip  contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.

Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan  induktif   .  Beberapa contoh pembelajaran  dengan pendekatan  induktif  misalnya pembelajaran   inkuiri,   pembelajaran  berbasis  masalah,   pembelajaran  berbasis   proyek,   pembelajaran berbasis   kasus,   dan   pembelajaran   penemuan.   Pembelajaran   dengan   pendekatan   induktif   dimulai dengan  melakukan   pengamati   terhadap   hal-hal   khusus   dan  menginterpretasikannya,   menganalisis kasus,  atau memberi  masalah konstekstual,   siswa dibimbing  memahami  konsep,  aturan-aturan,  dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.

Major   (2006)   berpendapat   bahwa   pembelajaran   dengan   pendekatan   induktif   efektif   untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.

Dalam  fase  pendekatan   induktif-deduktif   ini   siswa  diminta  memecahkan  soal  atau  masalah. Kemp   (1994:   90)   menyatakan   ada   dua   kategori   yang   dapat   dipakai   dalam   membahas   materi pembelajaran   yaitu  metode   induktif   dan   deduktif.   Pada   prinsipnya  matematika   bersifat   deduktif. Matematika sebagai  “ilmu” hanya diterima pola  pikir  deduktif.  Pola pikir  deduktif  secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat 

Page 92: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

terlibat berpikir  dengan dengan menggunakan pola pikir   induktif,  pola pikir  deduktif,  atau keduanya digunakan secara bergantian.

(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html)

4.      Pendekatan Konsep dan Proses

a.       Pendekatan Konsep

Pembelajaran  dengan  menggunakan  pendekatan  konsep berarti siswa dibimbing  memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut   penguasaan   konsep  dan   subkonsep   yang  menjadi   fokus.  Dengan  beberapa  metode   siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

b.      Pendekatan Proses

Pada  pendekatan  proses,   tujuan  utama  pembelajaran  adalah  mengembangkan  kemampuan siswa dalam keterampilan  proses  seperti mengamati,  berhipotesa,  merencanakan,  menafsirkan,  dan mengkomunikasikan.  Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang   berlangsung   dalam   pendidikan.   Pertama,   prosesmengalami.   Pendidikan   harus   sungguh   menjadi   suatu   pengalaman   pribadi   bagipeserta   didik.   Dengan   proses   mengalami,   maka   pendidikan   akan   menjadi   bagianintegral   dari   diri   peserta   didik;   bukan   lagi   potongan-potongan   pengalamanyang   disodorkan   untuk   diterima,   yang   sebenarnya   bukan   miliknya   sendiri.Dengan   demikian,   pendidikan   mengejawantah   dalam   diri   peserta   didik   dalamsetiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).

5.      Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat

National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan

kreativitas,  sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1)  bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi  di  antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal  ini berarti   bahwa   pemahaman   kita   terhadap   hubungan   antara   sistem   politik,   tradisi  masyarakat   dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.

Pandangan   tersebut   senada   dengan   pendapat NC State University (2006:   1),   bahwa   STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM   dengandemikian   adalah   sebuah   pendekatan   yang   dimaksudkan   untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.

Page 93: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) (  dalam Poedjiadi,  2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan   jika  dibandingkan  dengan   cara  biasa.   Perbedaan   tersebut  ada  pada  aspek   :   kaitan  dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini   guru   dianggap   sebagai   fasilitator   dan   informasi   yang   diterima   siswa   akan   lebih   lama   diingat. Sebenarnya   dalam  pembelajaran   dengan  menggunakan  pendekatan   STM   ini   tercakup   juga   adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang   dalam   pemecahannya   menggunakan   langkah   –   langkah (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

Sumber :

Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran A

dan  pembelajaran  Sejarah.  Kertas  kerja   yang  dibentangkan  dalam Simposium Sejarah,Universiti  Malaya, Kuala Lumpur, 30–31 Oktober.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit

Alfabeta.

Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York: A

Grune & Stratton Inc.

Bybee, R. W. (1993). Leadership, responsibility and reform in science education. B

Science Educator, 2,1–9.

Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High-

Based Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas.

Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B

Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka

(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/)

(http.//www.contextual.org.id)

(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html)

(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/

(http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).

(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

IOWA State University. (2003). Incorporating Developmentally Appropriate

Learning Opportunities to Assess Impact of Life Skill Development.

Lifeskills4kids. (2000). Introduction & F.A.Q.

Page 94: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya

Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use of Computer

assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12,

December 2000. http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/

(Frequently Asked Questions). [email protected]

Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui

Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.

Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.

Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY

Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:

Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher.

London: Merill Publishing Company.

Utah State Board of Education. (2001). Life Skills. www.caseylifeskills.org

Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-

Masyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.

http://murni-uni.blogspot.com/2010/10/macam-macam-pendekatan-pembelajaran.html

Cara Penulisan Daftar ReferensiBerikut ini adalah beberapa contoh cara penulisan daftar referensi atau daftar acuan dalam penelitian. Disadur dari sebuah situs (sayangnya saya lupa dengan link-nya). Perlu diperhatikan, bahwa daftar acuan dengan daftar pustaka adalah berbeda satu sama lainnya. Daftar pustaka adalah daftar dari sederetan sumber kepustakaan yang patut dibaca, namun tidak terkutip dalam penelitian. Karena itulah yang digunakan dalam skripsi adalah daftar acuan, bukan daftar pustaka. Penggunaan kutipan, yang diacu dari sebuah sumber harus ditulis pada daftar acuan.

Buku:Anderson , D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education . Berkeley: McCutchan Publishing Co.

Buku kumpulan artikel:Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.

Artikel dalam buku kumpulan artikel:Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science(hlm. 62-84). London: Routledge.

Artikel dalam jurnal atau majalah:Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor , XX (4): 57-61.

Proceeding Konferensi atau SimposiumAustralian Association of Social Workers. 1969. Social issues of today.Proceedings of the Australian Association of Social Workers’ 11th Annual Conference. Hobart, Australia. pp 17-34

Artikel dalam koran:Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos , hlm. 4 & 11.

Page 95: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):Jawa Pos. 22 April, 1995 . Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.

Dokumen resmi:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian . Jakarta: Depdikbud.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

Undang-undang, Peraturan Pemerintah, KeppresRepublik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta.

Buku terjemahan:Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.

Ensiklopedia, KamusStafford-Clark, D. 1978. Mental disorders and their treatment. The New Encyclopedia Britannica. Encyclopedia Britannica. 23: 956-975. Chicago, USA .

Echols, J.M. dan Shadily, H. (Eds). 1989. Kamus Inggris – Indonesia. PT Gramedia. Jakarta.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi . Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

Makalah seminar, lokakarya, penataran:Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah . Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin , 9-11 Agustus.

Internet (karya individual):Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm , (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html , diakses 12 Juni 1996).

Internet (artikel dalam jurnal online):Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , diakses 20 Januari 2000).

Internet (forum diskusi online):Wilson, D. 20 November 1995 . Summary of Citing Internet Sites.NETTRAIN Discussion List , (Online), ([email protected] , diakses 22 November 1995).

Internet (e-mail pribadi):Naga, D.S. ([email protected] ). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP . E-mail kepada Ali Saukah ([email protected] ).

Kaset VideoBurke, J. 1978. Distant Voices, BBC Videocasette , London, UK. 45 mins.

Film (Movie)Oldfield, B. (Producer) 1977. On the edge of the forest. Tasmanian Film Corporation. Hobart, Austraalia,. 30 mins.

Slides (Kumpulan Slides)Reidy, J.F. 1987. The Thorax Slides. Grave Medical Audiovisual Library. Chelmsford, UK. 54 mins.

http://www.greenbookee.org/penalaran-deduktif/

bahan ebook

Page 96: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

Pendekatan Konsep dan Proses, Pendekatan Deduktif dan Induktif, dan Pengertian Pengajaran sbm1.1. Pendekatan KonsepPendekatan konsep adalah guru memberikan konsep tertentu kepada siswa, lebih kepada konsep saja. Pada pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan sub konsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membimbing untuk memahami konsep.Contoh :Siswa diberikan konsep-konsep atau metode tentang diferensial. Dalam hal ini guru lebih memberikan konsep dan siswa dituntut untuk memahami lebih jauh materi yang diajarkan.

1.2.Pendekatan ProsesPendekatan proses adalah siswa diberikan keleluasaan untuk mencari konsep itu sendiri. Pada pendekatan proses tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan pengamatan, penafsiran data, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan.Contoh :Guru memberikan tugas dalam bentuk observasi. Siswa dituntut untuk mencari tahu proses terjadinya sesuatu, sebab akibat, serta memberikan suatu analisis dari apa yang mereka amati.

1.3. Pendekatan DeduktifPendekatan deduktif adalah guru menjelaskan secara umum lalu ke khusus atau dari yang abstrak ke konkrit. Pendekatan pembelajaran deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi, dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Model ini dilandasi suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik. Bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan

Page 97: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

konsep dasarnya, model ini cenderung berorientasi pada perolehan materi. Perencanaan model deduktif meliputi identifikasi tujuan pembelajaran dan penyiapan konsep.Pendekatan deduktif bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas pengajaran dan distribusi pengetahuan itu dikontrol dan ditentukan oleh guru. Maka hakikat mengajar menurut pandangan ini adalah penyampaian ilmu pengetahuan kepada peserta didik yang dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan (dari) guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan lisan (dengan metode ceramah).Pendekatan deduktif ini menuntut peserta didik untuk dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan oleh guru, serta mengungkapkan kembali/mereproduksi apa yang telah dimilikinya melalui respon yang diberikan pada saat guru melontarkan pertanyaan. Di sini digunakan “komunikasi satu arah atau komunikasi aksi”. Karenanya, kegiatan belajar peserta didikkurang optimal sebab terbatas pada mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru, sekali-sekali bertanya pada guru. Tetapi jika guru kreatif, biasanya ia menggunakan alat bantu (media pengajaran) dalam memberikan dan menjelaskan informasi/pesan pada peserta didik, disamping memberikan kesempatan bertanya pada peserta didik.Contoh :Misalkan pada materi tentang HIMPUNAN. Pada awalnya guru memberikan pengertian, konsep dasar, operasi-operasi pada himpunan. Selanjutnya dari pokok-pokok materi yang disampaikan, guru menjelaskan bagian-bagian atau sub-sub dari penjabaran sebelumnya.

1.4. Pendekatan InduktifPendekatan induktif adalah guru memberikan fakta terlebih dahulu lalu menerangkan teori yang terkandung didalamnya. Ciri utama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk membangun pengertian. Dalam artian pendekatan induktif merupakan pendekatan pembelajaran dengan penerapan konsep, definisi, dan istilah-istilah pada akhiran akhir pembelajaran. Data yang digunakan dalam pendekatan induktif mungkin merupakan data primer, atau dapat pula berupa kasus-kasus yang nyata yang terjadi di lingkungan. Dalam strategi ini, guru mempresentasikan data tersebut, guru mengajak siswa untuk membangun konsep atau pengertian. Dalam perencanaan strategi induktif, guru harus memikirkan data yang akan ditampilkan untuk memperoleh konsep tertentu. Selain itu guru juga harus memikirkan bagaimana aktivitas yang akan terjadi di kelas tersebut. Pendekatan induktif berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subjek disamping sebagai objek pengajaran (belajar). Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.Maka, proses pengajaran harus dipandang sebagai stimulus /rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat /partisipasi dalam aktivitas pengajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru. Ada 5 tahap yang harus ditempuh, antara lain:- Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik- Penetapan jawaban sementara/pengajuan hipotesis- Peserta didik mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab /memecahkan masalah dan menguji hipotesis- Menarik kesimpulan dari jawaban/generalisasi- Aplikasi kesimpulan /generalisasi dalam situasi baru

Dalam pendekatan induktif ini digunakan komunikasi multi arah, yaitu komunikasi sebagai transaksi. Untuk dapat menggunakan pendekatan induktif ini diperlukan persyaratan sebagai berikut:- Guru harus terampil memilih masalah yang relevan dan sesuai daya nalar peserta didik- Guru harus terampil member motivasi belajar dan menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan/menarik minat peserta didik- Tersedia fasilitas dan sumber belajar yang memadai- Terjamin kebebasan peserta didik dalam berpendapat, berkarya, dan sebagainya- Kesediaan/kesiapan peserta didik untuk partipasi aktif dalam belajar

Page 98: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

- Guru tak banyak intervensi dalam kegiatan belajar peserta didik

Contoh :

Guru memberikan semacam peristiwa-peristiwa yang kerap terjadi di lingkungan kehidupan nyata, seperti tindakan-tindakan kriminal ataupun kekerasan. Selanjutnya siswa yang diminta untuk mencari konsep atau definisi dari contoh-contoh yang telah diberikan. 

1.5. Pengertian PengajaranPengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar belajar. Didalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Istilah peserta didik digunakan untuk menggantikan istilah anak didik, objek didik, atau sebagai istilah lain murid/siswa. Pemakaian istilah peserta didik lebih mengandung sifat yang umum : siswa/mahasiswa, dan lebih bersifat aktif serta bersifat memanusiakan daripada istilah anak didik atau objek didik.Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pengelolaan pengajaran yang baik. Pengelolaan pengajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran.Pandangan tentang istilah pengajaran terus menberus berkembang dan mengalami kemajuan. Tingkat kemajuan itu dapat kita lihat dalam uraian sebagai berikut :1. Pengajaran maksudnya sama dengan kegiatan mengajarKegiatan itu dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Kegiatan guru adalah yang paling aktif, paling menonjol, dan paling menentukan. Pengajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar.2. Pengajaran adalah interaksi belajar dan mengajarPengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dan siswa. Diantara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi. Guru mengajar disatu pihak dan siswa belajar dilain pihak. Keduanya menunjukkan aktivitas yang seimbang hanya berbeda peranannya saja.Proses pengajaran itu berlangsung dalam situasi pengajaran, dimana didalamnya terdapat komponen-komponen atau factor-faktor, yaitu:a. Tujuan mengajarb. Siswa yang belajarc. Guru yang mengajard. Metode mengajare. Alat bantu mengajarf. Penilaiang. Situasi pengajaran

Didalam proses pengajaran itu, semua komponen tersebut bergerak sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan yang terarah dalam rangka membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang diinginkan. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengajaran merupakan suatu pola yang didalamnya tersusun suatu prosedur yang direncanakan.

3. Pengajaran sebagai suatu sistemPengertian pengajaran sesungguhnya lebih luas daripada hanya sebagai suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu system yang luas, yang mengandung banyak aspek, diantaranya :a. Profesi gurub. Perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai organisme yang sedang berkembangc. Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yang berpangkal pada filsafat hidup masyarakat d. Program pendidikan atau kurikulum sekolahe. Perencanaan pengajaranf. Membimbing di sekolahg. Hubungan dengan masyarakat pada umumnya dan hubungan dengan lembaga-lembaga /instansi-instansi pada khususnya.

Page 99: JURNAL BAHAN MAKALAH METOPEL abdul halim.docx

4. Pengajaran identik dengan pendidikanProses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.Pengajaran memang bukan konsep atau praktik yang sederhana. Ia bersifat kompleks, menjadi tugas dan tanggung jawab guru yang seharusnya. Pengajaran itu berkaitan erat dengan pengembangan potensi manusia (peserta didik), perubahan, dan pembinaan dimensi-dimensi kepribadian peserta didik. Karena itu melaksanakan pengajaran tidak seperti menyaupkan makanan pada sang bayi. Organisasi pengajaran “tidak semisal organisasi jual bakso.” Dengan kata lain, tugas pengajaran (mengajar) adalah berat, kompleks, perlu keseriusan, tidak asal jadi atau sekedar coba-cob