Jurnal Anit-Herpes Zoster Oticus in a 12 Years Old Child and Review Literature -A Case Report

12
Herpes Zoster Oticus pada Anak berusia 12 tahun dan Tinjauan Literatur – Sebuah Laporan Kasus Menon Narayanankutty Sunilkumar, Narendran Gayathrivarma, Vadakut Krishnan Parvathy Amala Institute of Medical Sciences, Amala Nagar, Kerala, India Corresponding author email: [email protected] International Journal of Clinical Case Reports, 2015, Vol.5, No.12 doi: 10.5376/ijccr.2015.05.0012 Received: 4 Dec., 2014 Accepted: 4 Jan., 2015 Published: 28 Feb., 2015 Copyright © 2015 Sunilkumar et al., This is an open access article published under the terms of the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. Preferred citation for this article: Sunilkumar et al., 2015, Herpes Zoster Oticus in a 12 year old child and review of literature - A case report, International Journal of Clinical Case Reports, Vol.5, No. 12 13 (doi: 10.5376/ijccr.2015.05.0012) Abstrak Enigma (Teka-teki) dari Ramsay Hunt Syndrome dimana hal ini berhubungan dengan neuropati perifer facialis akut dan ruam herpetic vesikular pada bagian kulit di liang telinga, aurikula (Herpes Zoster Oticus), dan/atau membran mukosa pada mulut. Para ahli pediatric (spesialis anak) melihat banyak anak dengan erupsi vesikel di bagian wajah dan tubuh. Kombinasi gejala dari otalgia dan erupsi pada kulit/mukosa tidak jarang terjadi pada anak-anak seperti ini. Facial Palsy dapat terjadi apabila riwayat terkena infeksi varicella zoster tidak bisa diidentifikasi, terlambat didiagnosis, dan jika pemeriksaan yang sesuai tidak dilakukan pada anak seperti ini. Pada kasus penelitian ini, peneliti melaporkan anak laki-laki berusia 12 tahun yang mengalami Herpes Zoster Oticus 1 LAPORAN PENELITIAN

description

HabaHabaHaba

Transcript of Jurnal Anit-Herpes Zoster Oticus in a 12 Years Old Child and Review Literature -A Case Report

LAPORAN PENELITIAN

Herpes Zoster Oticus pada Anak berusia 12 tahun dan Tinjauan Literatur Sebuah Laporan Kasus

Menon Narayanankutty Sunilkumar, Narendran Gayathrivarma, Vadakut Krishnan Parvathy Amala Institute of Medical Sciences, Amala Nagar, Kerala, India Corresponding author email: [email protected] International Journal of Clinical Case Reports, 2015, Vol.5, No.12 doi: 10.5376/ijccr.2015.05.0012 Received: 4 Dec., 2014 Accepted: 4 Jan., 2015 Published: 28 Feb., 2015 Copyright 2015 Sunilkumar et al., This is an open access article published under the terms of the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. Preferred citation for this article: Sunilkumar et al., 2015, Herpes Zoster Oticus in a 12 year old child and review of literature - A case report, International Journal of Clinical Case Reports, Vol.5, No. 12 13 (doi: 10.5376/ijccr.2015.05.0012)

Abstrak Enigma (Teka-teki) dari Ramsay Hunt Syndrome dimana hal ini berhubungan dengan neuropati perifer facialis akut dan ruam herpetic vesikular pada bagian kulit di liang telinga, aurikula (Herpes Zoster Oticus), dan/atau membran mukosa pada mulut. Para ahli pediatric (spesialis anak) melihat banyak anak dengan erupsi vesikel di bagian wajah dan tubuh. Kombinasi gejala dari otalgia dan erupsi pada kulit/mukosa tidak jarang terjadi pada anak-anak seperti ini. Facial Palsy dapat terjadi apabila riwayat terkena infeksi varicella zoster tidak bisa diidentifikasi, terlambat didiagnosis, dan jika pemeriksaan yang sesuai tidak dilakukan pada anak seperti ini. Pada kasus penelitian ini, peneliti melaporkan anak laki-laki berusia 12 tahun yang mengalami Herpes Zoster Oticus

Kata Kunci Ramsay Hunt Syndrome; Herpes Zoster Oticus; Varicella-Zoster Virus; Facial Nerve Palsy; Acyclovir

PENDAHULUANJames Ramsay Hunt, ahli saraf Amerika ternama di tahun 1907, pertama kali menjelaskan gejala dari otalgia (nyeri telinga) yang dihubungkan dengan ruam pada kulit dan mukosa pada pasiennya (Louis dan Williams, 2003). Dia menyatakan bahwa hal ini merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat infeksi latent pada bagian ganglion oleh Human Herpes Virus 3 atau Varicella-Zoster Virus (VZV) (Hunt 1907). Infeksi ini menyebabkan vesikel dan ulkus pada telinga luar dan 2/3 anterior dari lidah dan palatum mole secara ipsilateral, dan disertai dengan facial neuropathy ipsilateral (pada nervus cranialis ketujuh). RSH adalah HZO, atau herpes zoster auricular dengan facial palsy akut dan juga diketahui sebagai geniculate neuralgia atau nervus intermedius neuralgia. Penyakit ini merupakan self-limited disease (dapat sembuh sendiri) dan tingkat morbiditas penyakit ini dapat menyebabkan kelemahan pada facialis (wajah) (Hunt, `907; Louis dan Williams, 2003). RHS juga dilaporkan terjadi pada kasus infeksi variclla di bagian uterus dan terjadi pada bayi berusia 3 bulan serta wanita berusia 82 tahun (Aframian, 1999; Balatsouras et al., 2007). Tingkat kejadian RHS pada kelompok anak berusia di bawah 10 tahun berkisar 3/100.000 dan dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa banding pada anak dengan atraumatic facial palsy (Bleicher et al., 1996). Mewaspadai kejadian gejala ini sangat memegang peranan penting, baik dalam menyediakan perawatan yang adekuat atau untuk memulai pengobatan dengan obat antivirus sesegera mungkin dengan tujuan mencegah RHS dengan facial nerve palsy. Pada kasus penelitian, peneliti memasukkan anak berusia 12 tahun dengan HZO.

LAPORAN KASUSAnak laki-laki berusia 12 tahun mengalami nyeri pada bagian kana dari wajah, nyeri gigi, gatal pada telinga kanan dengan durasi gejala 5 hari. Vesikel pada bagian kanan wajah terlihat di malam sebelumnya. Dia juga merasa kesemutan pada bagian kanan wajah disertai nyeri dan juga pusing, muntah, serta sakit kepala yang berat. Dia merupakan saudara kedua dari pasangan yang bukan kerabat (non-consanguineous), yang mempunyai riwayat perkembangan normal dan diimunisasi lengkap. Namun, dia tidak menerima vaksinasi terhadap varicella. Sebelumnya, dia memiliki riwayat terkena cacar air pada usia 7 tahun. Pada pemeriksaan fisik umum, dia mengalami demam dengan suhu 100F, pernafasan 28x/menit, jumlah nadi 86x/menit, tekanan darah 110/78 mmHg dan sangat letargis.

Pasien mengalami limfadenopati cervical dan tidak mengalami pallor, clubbing, dan jaundice. Lesi kulitnya bersifat lembut, dimana terdapat lesi vesikel berkelompok pada bagian kanan wajah dan bibir, dengan distribusi dermatomal, dimana sekelompok vesikel serupa juga tampak pada bagian pinna kanan (Gambar 1. Beberapa dari lesi terlihat mengalami infeksi sekunder dan gambaran selulitis ringan sudah tampak. Pada rongga mulut terlihat gingivitis, ulkus yang besar pada bagian lateral dari lidah. Pemeriksaan sistem saraf pusat hanya menunjukkan nyeri pada bagian vesikel dikanan wajah, terdapat produksi air mata yang berlebihan pada mata kanan, rasa nyeri serta kesemutan pada bagian kanan wajah di sepanjang lesi vesikel, kesulitan untuk kesulitan untuk menutup gigi dan untungya tidak ada gambaran berat dari facial nerve palsy seperti ketidaksimetrisan wajah dan berdasarkan House-Brackmann Facian Nerve Grading System, pasien dinyatakan terkena stadium 1 (contoh : fungsi facial normal pada seluruh bagian wajah). Tidak terdapat dysarhtria, gait ataxia, atau kehilangan pendengaran. Pasien sadar dan tanda terdapatnya iritasi meningeal tidak terlihat. Pemeriksaan sistemik dalam batas normal.Pemeriksaan oleh ahli kulit dilakukan pada anak ini. Pemeriksaan Tzanck Smear menunjukkan adanya giant cells (sel raksasa). Pemeriksaan oleh spesialis THT menunjukkan bahwa membran impani masih utuh di kedua telinga dan tampak eritema pada lobus telinga kanan, vesikel yang meluas ke arah auditory canal external (liang telinga luar) dan vertigo posisional sudah disingkirkan. Pemeriksaan Opthalmology menunjukkan mata kanan yang merah dan tidak terdapat vesikel pada mata serta kornea terlihat jernih. Diagnosis HZO dan pencegahan RHS dibuat berdasarkan riwayat dari infeksi varicella di masa lampau dan gambaran klinis yang ada. Tanpa menunda lagi, di hari yang sama, pengobatan yang sesuai langsung dimulai. Pemeriksaan laboratorium seperti hasl dari Hemogram, urin rutin, serum elektrolit, Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT), pemeriksaan darah tepi, dan kultur sensitifitas darah-urine dinyatakan normal (Tabel 1). Pasien diberikan pengobatan simptomatis untuk demam dan nyeri dengan menggunakan paracetamol dan diobati dengan Acyclovir (400 mg tablet, 1 tablet setiap 6 jam), co-amoxyclav intravena (30 mg/kg/dosis) 3x/hari disertai dengan pemberian metrogyl intravena (7.5 mg/kg/dosis) 3x/hari untuk mengobati infeksi sekunder di vesikel dan selulitis, salep silver sulfadiazine diberikan secara lokal pada lesi, pemberian cairan yang sesuai karena pasien sangat letargis pada 3 hari pertama. Untuk perawatan mata rutin diberikan air mata buatan dan tetes mata antibiotik. Lesi kulit pasien membaik dalam waktu satu minggu. Pasien kemudian dipulangkan setelah menerima pengobatan acyclovir penuh selama 7 hari. Pasien kemudian dipantau dan kondisinya tetap baik dalam waktu 4 bulan terakhir.

Gambar 1- Anak yang masuk dengan gambaran karakteristik lepuh herpetic pada bagian kanan dari face-Herpetic Zoster Oticus.

PEMBAHASANReaktifasi dari VZV (cacar air/chickenpox) pada geniculate ganglion di nervus cranialis 7 menyebabkan paralisis facial ipsilateralparesis di bagian penyebaran ruam vesikular herpetic (HZO) dan tanda-tanda seperti letargi, otalgia, tinnitus, gangguan pendengaran, nausea, muntah, vergio, dan nistagmus yang diketahui sebagai RHS klasik atau tipe 2 RHS (Hunt, 1907; Louis dan Williams, 2003). James Ramsay Hunt juga mempunyai peran dalam mengidentifikasi dua sindrom neurologis lainnya seperti RH cerebellar syndrome atau tipe 1 RHS yang berhubungan dengan gejala kejang, gangguan kognitif, ataksia mioklonik dan progresif, serta RHS tipe 3, dimana terdapat neurpathy pada percabangan nervus ulnaris profunda di bagian palmar Infeksi VZV awalnya akan menyebabkan cacar air yang biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda seperti yang terlihat pada kasus peeliti 5 tahun yang lalu dan akan pulih dengan cepat. VZV kemudian akan measuki fase laten di bagian badan sel saraf, bagian akar dorsal sel, nervus cranialis, dan ganglia autonom tanpa menimbulkan gejala apapun dan kemudian dapat menyebabkan herpes zoster atau shingles (Hunt, 1907; Bleicher et al., 1996). Agar terjadi RHS, VZV akan keluar dari badan sel saraf dan menyusuri akson saraf dari satu ganglia ke ganglia lainnya di sekitar jalur saraf di bagian yang terkena dan menginfeksi bagian dermatom, sehingga akan menyebabkan ruam yang nyeri disertai dengan facial palsy. Penyakit ini dapat mengenai segala usia, termasuk anak-anak terutama pada kelompok usia 6-15 tahun (Bleicher et al., 1996; Furuta et al., 2005). RHS merupakan bentuk khusus dari herpes zoster yang mengenai komponen motoris.Pada RHS, yang pertama dimana serabut saraf visceral efferent motoris dari nukleus motoris nervus cranialis 7 yang meninggalkan batang otak akan terkena, kemudian virus akan melewati geniculate ganglion, dan mengganggu fungsi motoris pada nervus facialis. Selain itu, serabut saraf visceral afferent untuk rasa pada 2/3 anterior lidah yang berjalan ke bagian nukleus secara tunggal melalui nervus intermedius dapat terkena inflammasi lokal karena virus ini juga dapat melewati geniculate ganglion. Yang ketiga, penurunan larimasi dapat disebabkan karena gangguan serabut saraf efferent visceral parasimpatik dan kelenjar saliva yang berasal dari nukleus salivatory superior, serta via nervus intermedius karena percabangannya sampai ke tingkatan geniculate ganglion. Yang keempat, faktor yang penting adalah badan sel dari neuron di Nukleus Spinal dari nervus cranialis 5 akan menerima serabut afferent somatis dari zona geniculate ke bagian telinga via chorda tympani yang ada di bagin geniculate ganglia dan pada bagian reaktifasi virus di RHS klasik, yang akan menyebabkan erupsi vesikuler pada zona geniculate (Cavoy,2013).Diagnosis dari Ramsay Hunt Syndrome biasanya dibuat tanpa adanya kesulitan ketika gambaran karakteristik klinis terlihat (Hato et al.,2000). Gambaran klinis yang sering terlihat adanya nyeri hebat pada bagian telinga yang awalnya paraoksismal, namun setelah 1-2 hari, nyeri akan menjalar keluar hingga bagian pinna dan bersifat lebih menetap. Pasien juga akan mengeluhkan ruam atau lepuh (blister) pada distribusi nervus intermedius yang menjalar ke bagian 2/3 anterior lidah, palatum mole, kanal auditory eksterna, pinna (HZO) yang dikaitkan juga dengan infeksi sekunder dan selulitis pada kasus yang dilaporkan. Pola kelemahan ipsilateral Lower Motor Neuron seperti face drop dan kelemahan pada wajah juga terlihat. Terdapat hyperacusis pada bagian yang terkena pralisis di stapedius dan tensor timpani. Gambaran lainnya termasuk vertigo dan gangguan pendengaran ipsilateral, tinnitus facial RHS meyebabkan 2-10% kasus acute peripheral facial paralysis (PFP) (Hato et al., 2000: Yawn et al., 2007). Diagnosis dari RHS dapat dikaburkan jika tidak terdapat ruam. Kondisi dimana hanya terdapat PFP akut dijekasjab sebagai zoster sine herpete dan sering salah didiagnosis dengan Bells Palsy (Mori et al.,2002). Skala House-Brackmann merupakan penilaian yang paling sering digunakan untuk menentukn derajat kelemahan otot facialis (Gilchrist, 2009). Anak pada kasus penelitian ini mempunyai stadium 1 skala House-Brackmann (fungsi facial normal di semua area). Differential diagnosis of RHS if present includes Bell's palsy as it is the most common PFP in children (24-70%) (Kansu and Yilmaz, 2012). But the rash is the characteristic diagnostic feature to differentiate with RHS. Other conditions are viral labyrinthitis, possibly a stroke of the posterior inferior cerebellar artery region, -trigeminal neuralgia, postherpetic neuralgia, persistent idiopathic facial pain and temporomandibular disorders, referred pain (dental abscess) and carcinoma of the nasopharynx. simple otitis (external, media) (Aframian, 1999; Kim and Bhimani, 2008).Berdasarkan diagnosis, penelitian virological banyak tersedia untuk kasus ini namun biasanya diagnosis RHS/HZO pada anak ditegakkan berdasarkan klinis dan pengambilan anamnesis yang baik. Isolasi VZV pada kultur sel konvensional dipertimbangkan sebagai uji pemeriksaan yang pasti. Pemeriksaan ini mempunyai tingkat spesifisitas 100% tapi tidak bisa selalu digunakan. Uji Tzanck dilakukan pada kasus penelitian dan mempunyai kemaknaan untuk mengidentifikasi etiologi (Durdu et al., 2008). Deteksi antigen VZV dengan menggunakan penilaian immunofluorosensi mempunyai tingkat sensitifitas 90% dan spesifisitas 99% (Coffin dan Hodinka, 1995). Pada kasus ini, tzanck smear dan diagnosis klinis sewaktu dibuat dan pengobatan dimulai. Obat antiviral terbukti efektif dalam mengurangi tingkat keparahan dan durasi dari herpes zoster akut dan HZO perse ketika diberikan dalam waktu 72 jam setelah onset ruam. Pengurangan nyeri yang sedang bisa didapatkan dengan pemberian antikonvulsant, antidepresan trisiklik, opioid, dan pengobatan topikal seperti patch dengan kandungan lidocaine dan krim capsaicin (Galluzzi, 2007). Kortikosteroid dan acyclovir oral sering digunakan untuk pengobatan RHS. Steroid dapat mengurangi inflammasi pada nervus cranialis dan menolong untuk mengurangi gejala nyeri dan neurologis lainnya. Penelitian retrospekti menunjukkan bahwa pemberian steroid secepatnya disertai dengan antiviral dalam waktu 3 hari setelah onset gejala terbukti menunjukkan 75% oemulihan sempurna sementara hanya 30% pasien yang sembuh bila terapi kombinasi dimulai 7 hari setelah onset gdari gejala. Terapi kombinasi yang serupa juga membutuhkan 7-10 hari pemberian famciclovir (500 mg, 3x/hari) atau acyclovir (60-80 mg/kg/hari, setiap 8-6 jam), serta pemberian prednisone oral (60 mg/hari selama 3-5 hari)(Murakami et al., 1997). Dekompresi bedah pada nervus facialis tidak berguna dalam penanganan syndrome ini (Muecke dan Amedee, 1993).Pada kasus ini, terdapat kesulitan makan yang ringan namun tidak ada bukti terjadinya facial droop. Pasien mulai mendapatkan acyclovir pada hari 1 selama 7 hari dan tidak terdapat facial palsy. Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi sekunder. Pasien dipantau secara ketat dengan perawatan penunjang, dan penanganan terhadap mata/kornea. Pasien tidak mengalami facial palsy, dan steroid tidak diberikan. Vaksin zoster (shingles) dipertimbangkan sebagai cara yang ampuh untuk mengurangi tingkat kejadian herpes zoster/HZO dan postherpetic neuralgia, dan juga mengurangi tingkat keparahan outbreak [KLB] (Muecke dan Amedee, 1993; Galluzi, 2007).Prognosis untuk HZO/RHS pada anak-anak lebih baik dibandingkan pada orang dewasa (Hato et al., 2000). Paralisis facialis lanjutan, gangguan audiovestibular dan pengobatan yang terlambat dimulai akan menyebabkan prognosis yang buruk (Kansu dan Yilmaz., 2012). Gangguan pendengaran biasanya akan pulih sempurna. Usia dari pasien dan penyakit penyerta lainnya dapat menyebabkan gambaran prognosis yang lebih buruk (Yeo et al., 2007).Prognosis untuk paralisis facialis di HZO/RHS lebih buruk dibandingkan Bells Palsy, dan hanya 10% dari facial paralysis total pada RHS yang akan sembuh sempurna (Muecke dan Amedee, 1993; Yeo et al., 2006). HZO yang disebabkan oleh reaktifasi VZV dapat menyebabkan RHS yang langka pada anak-anak. Jadi anak dengan HZO yang rentan dapat mengalami RHS, jika tidak segera didiagnosis dan pengobatan dimulai langsung. Edukasi oleh dokter sangat penting untuk deteksi HZO/RHS pada stadium awal penyakit, dan dapat menyebabkan facial palsy pada anak-anak sehingga pencegahan terkait morbiditas penyakit harus dilakukan.7