Jurnal Ai Nuryani

5
UJI AKTIVITAS ANTPIRETIK EKSTRAK PUTRI MALU (Mimosa pudica L.) PADA MENCIT PUTIH GALUR SWISS WEBSTER Ai Nuryani 1) , Nunung Yulia 2) 1) Mahasiswi Prodi S1 Farmasi 2) Dosen Pembimbing ABSTRAK Pencarian obat baru yang memiliki aktifitas antipiretik dari tanaman obat mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada penelitian kali ini yaitu pengujian uji aktivitas antipiretik Ekstrak Putri malau (Mimosa pudica L.) pada mencit putih galur swiss Webster Ekstrak putri malu (Mimosa pudica L.) mengandung zat- zat kimia yang sifatnya antiradang dan antipiretik maka dari itu ekstrak putri malu mampu menurunkan demam. Pada penelitian kali ini menggunakan mencit galur Swiss Webster sebagai hewan percobaan dengan 5 kelompok percobaan yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan dosis uji 1,2 dan 3. Untuk dapat meningkatkan suhu pada mencit diawali dengan menginduksi mencit menggunakan pepton 1% yang dapat menyebabkan demam. Pepton disuntikan secara subkutan. Obat pembanding yang digunakan adalah paracetamol 500 mg yang diberikan pada kelompok 2 (kontrol positif ) kelompok 1 hanya diberikan PGA 10%. Untuk kelompok uji yaitu menggunakan ektrak putri malu (Mimosa pudica L.). Pengamatan berlangsung selama 3 jam yang diteliti setiap 30 menit untuk dapat mengetahui aktivitas dan efektifitas ekstrak putri malu (Mimosa pudica L.) terhadap mencit yang diberikan secara oral. Kata kunci : Antipiretik, Ekstak putri malu, Pepton 1%, Paracetamol ABSTRACT Search new drug has antipyretic activity of medicinal plants is progressing very rapidly . In the present study , namely antipyretic activity assay testing Extract Princess Malau ( Mimosa pudica L. ) in Swiss Webster strain white mice Extract shy daughter ( Mimosapudica L. ) contains chemical substances that are anti-inflammatory and antipyretic the shy daughter of the extract can lower a fever . In the present study using Swiss Webster mice as experimental animals with experimental group 5 is a negative control , positive control , and a test dose of 1.2 and 3 . To be able to increase the temperature of the mice begins to induce mice using peptone 1 % which can cause fever . Peptone administered orally .Comparator drug used was 500 mg paracetamol given to group 2 ( positive control ) group 1 was given only 10 % of PGA . For the test group that is using herbal infusion shy daughter . Observations lasted for 3 hours examined every 30 minutes to be able to determine the activity and effectiveness of herbal infusion shy daughter of the mice were given orally . Keywords : Antipyretics , shy daughter Extract , Peptone 1 % , Paracetamol , PENDAHULUAN Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat telah lama kita ketahui. Bahkan sampai saat ini pun menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional. Seperempat dari obat obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat (Anonim, 1992). Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang biasanya diwariskan secara turun temurun dan belum teruji secara ilmiah. Untuk itu diperlukan penelitian tentang obat tradisional, sehingga nantinya obat tersebut dapat digunakan dengan aman dan efektif. Beberapa keuntungan pemakaian obat tradisional antara lain dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat disiapkan sendiri oleh si pemakai, bahan bakunya mudah diperoleh serta tanaman tersebut dapat dibudidayakan di daerah pemukiman. Salah satu contoh adalah penggunaan tanaman putri malu (Mimosa pudica L.). Ekstrak herba putri malu mempunyai khasiat sebagai transquilizer (penenang), ekspektoran (peluruh dahak), diuretic (peluruh air seni), antitusif (antibatuk), antipiretik (penurun panas), dan antiradang (Dalimartha, 1999). Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada manusia hidup subur pada suhu 37 derajat C. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain untuk melawan infeksi (Wibowo, 2006). Mengingat pentingnya antipiretik ini maka perlu dilakukan eksplorasi sediaan untuk membuktikan secara ilmiah penggunaan herba putri malu (Mimosa pudica L.) sebagai antipiretik. METODELOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : kandang hewan, timbangan hewan, timbangan elektrik, jarum suntik, sonde oral, beaker gelass, thermometer, dan stopwatch. Bahan Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah herba putri malu (Mimosa pudica .L). PGA 1% (pulvis Gummi Arabicum), parasetamol, pepton, FeCl3, HCL, Amil alcohol, Dragondorff, Mayer, H2SO4. Pembuatan infus Simplisia Pembuatan infusa putri malu dengan cara menghitung dosis yang paling tinggi dosis III yaitu 0,052 gram. Maka : x 50 ml = 130 gram simplisia dalam 50 ml aquadest. Sehingga dilakukan penimbangan 130 gram serbuk herba infusa kering, add 50 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 90 o C selama

description

jurnal

Transcript of Jurnal Ai Nuryani

  • UJI AKTIVITAS ANTPIRETIK EKSTRAK PUTRI MALU (Mimosa pudica L.) PADA MENCIT PUTIH GALUR SWISS WEBSTER

    Ai Nuryani1)

    , Nunung Yulia2)

    1) Mahasiswi Prodi S1 Farmasi 2) Dosen Pembimbing

    ABSTRAK

    Pencarian obat baru yang memiliki aktifitas antipiretik dari tanaman obat mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada penelitian kali

    ini yaitu pengujian uji aktivitas antipiretik Ekstrak Putri malau (Mimosa pudica L.) pada mencit putih galur swiss Webster

    Ekstrak putri malu (Mimosa pudica L.) mengandung zat- zat kimia yang sifatnya antiradang dan antipiretik maka dari itu ekstrak putri

    malu mampu menurunkan demam.

    Pada penelitian kali ini menggunakan mencit galur Swiss Webster sebagai hewan percobaan dengan 5 kelompok percobaan yaitu

    kontrol negatif, kontrol positif, dan dosis uji 1,2 dan 3. Untuk dapat meningkatkan suhu pada mencit diawali dengan menginduksi mencit

    menggunakan pepton 1% yang dapat menyebabkan demam. Pepton disuntikan secara subkutan. Obat pembanding yang digunakan adalah

    paracetamol 500 mg yang diberikan pada kelompok 2 (kontrol positif ) kelompok 1 hanya diberikan PGA 10%. Untuk kelompok uji yaitu

    menggunakan ektrak putri malu (Mimosa pudica L.).

    Pengamatan berlangsung selama 3 jam yang diteliti setiap 30 menit untuk dapat mengetahui aktivitas dan efektifitas ekstrak putri

    malu (Mimosa pudica L.) terhadap mencit yang diberikan secara oral.

    Kata kunci : Antipiretik, Ekstak putri malu, Pepton 1%, Paracetamol

    ABSTRACT

    Search new drug has antipyretic activity of medicinal plants is progressing very rapidly . In the present study , namely antipyretic

    activity assay testing Extract Princess Malau ( Mimosa pudica L. ) in Swiss Webster strain white mice

    Extract shy daughter ( Mimosapudica L. ) contains chemical substances that are anti-inflammatory and antipyretic the shy daughter of

    the extract can lower a fever .

    In the present study using Swiss Webster mice as experimental animals with experimental group 5 is a negative control , positive

    control , and a test dose of 1.2 and 3 . To be able to increase the temperature of the mice begins to induce mice using peptone 1 % which can

    cause fever . Peptone administered orally .Comparator drug used was 500 mg paracetamol given to group 2 ( positive control ) group 1 was given

    only 10 % of PGA . For the test group that is using herbal infusion shy daughter .

    Observations lasted for 3 hours examined every 30 minutes to be able to determine the activity and effectiveness of herbal infusion

    shy daughter of the mice were given orally .

    Keywords : Antipyretics , shy daughter Extract , Peptone 1 % , Paracetamol ,

    PENDAHULUAN

    Penggunaan obat tradisional dalam upaya

    mempertahankan kesehatan masyarakat telah lama kita ketahui.

    Bahkan sampai saat ini pun menurut perkiraan badan kesehatan

    dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan

    dirinya pada pengobatan tradisional. Seperempat dari obat obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang

    diisolasi dan dikembangkan dari tanaman Lebih dari 1000 spesies

    tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat (Anonim,

    1992).

    Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat

    di Indonesia biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang

    biasanya diwariskan secara turun temurun dan belum teruji secara

    ilmiah. Untuk itu diperlukan penelitian tentang obat tradisional,

    sehingga nantinya obat tersebut dapat digunakan dengan aman dan

    efektif. Beberapa keuntungan pemakaian obat tradisional antara

    lain dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat disiapkan sendiri

    oleh si pemakai, bahan bakunya mudah diperoleh serta tanaman

    tersebut dapat dibudidayakan di daerah pemukiman. Salah satu

    contoh adalah penggunaan tanaman putri malu (Mimosa pudica

    L.). Ekstrak herba putri malu mempunyai khasiat sebagai

    transquilizer (penenang), ekspektoran (peluruh dahak), diuretic

    (peluruh air seni), antitusif (antibatuk), antipiretik (penurun panas),

    dan antiradang (Dalimartha, 1999).

    Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme

    pertahanan tubuh melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus

    yang menyebabkan infeksi pada manusia hidup subur pada suhu 37

    derajat C. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat dapat

    membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan

    sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah

    putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak

    zat-zat lain untuk melawan infeksi (Wibowo, 2006).

    Mengingat pentingnya antipiretik ini maka perlu dilakukan

    eksplorasi sediaan untuk membuktikan secara ilmiah penggunaan

    herba putri malu (Mimosa pudica L.) sebagai antipiretik.

    METODELOGI PENELITIAN

    Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut : kandang hewan, timbangan hewan, timbangan elektrik,

    jarum suntik, sonde oral, beaker gelass, thermometer, dan

    stopwatch.

    Bahan

    Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah herba

    putri malu (Mimosa pudica .L). PGA 1% (pulvis Gummi

    Arabicum), parasetamol, pepton, FeCl3, HCL, Amil alcohol,

    Dragondorff, Mayer, H2SO4. Pembuatan infus Simplisia

    Pembuatan infusa putri malu dengan cara menghitung

    dosis yang paling tinggi dosis III yaitu 0,052 gram.

    Maka :

    x 50 ml = 130 gram simplisia dalam 50 ml

    aquadest.

    Sehingga dilakukan penimbangan 130 gram serbuk herba infusa

    kering, add 50 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 90oC selama

  • 15 menit. Kemudian tambahkan 50 ml. larutan dijadikan larutan

    stok.

    Pengujian antipirertik terhadap mencit

    a. Mencit dipuasakan selama 6 jam setelah diadaptasikan selama 3 hari di tempat penelitian. Kemudian mencit

    sebanyak 25 ekor dikelompokkan menjadi 5 dengan cara

    acak, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit.

    b. Tiap-tiap mencit sebelum diberi perlakuan diukur suhu rektal sebelum disuntik pepton dan 2 jam setelah disuntik pepton

    untuk mengetahui derajat peningkatan suhu tubuh setelah

    penyuntikan pepton

    c. Mencit disuntik pepton secara subkutan.

    d. Dua jam setelah pemberian pepton, masing-masing kelompok diberi perlakuan dengan cara oral dalam bentuk larutan.

    e. Tiga puluh menit setelah perlakuan, suhu rektal diukur lagi

    sampai percobaan pada menit ke-180 dengan interval 30

    menit.

    Pemberian perlakuan sesuai kelompok mencit, 2 jam setelah

    pemberian pepton.

    Kelompok I, mendapat PGA 1 % (kontrol negatif)

    Kelompok II, mendapat parasetamol (kontrol positif)

    a. Kelompok III, mendapat infusa herba putri malu dosis 1 sebanyak 0,013 g/ 20 Kg bb mencit

    b. Kelompok IV, mendapat infusa herba putri malu dosis 2

    sebanyak 0,052 g/ 20 Kg bb mencit

    c. Kelompok V, mendapat infusa herba putri malu dosis 3 sebanyak 0,026 g/20 Kg bb mencit

    Pengukuran suhu rektal mencit 30 menit setelah perlakuan,

    diulangi setiap 30 menit sampai pada menit ke-180.

    Teknik Analisis Data

    Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara

    statistik dengan uji anova dan uji post hoc. Uji anova adalah uji

    untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok,

    sedangkan uji post hoc adalah uji untuk membandingkan

    perbedaan mean antara 2 kelompok dengan nilai = 0,5 (Murti,

    1994).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Uji aktivitas Antipiretik

    Pengujian aktivitas antipiretik yang dilakukan

    menggunakan metode eksperimental dengan rancangan penelitian

    pre test post test only controlled group design yang diinduksi

    dengan menggunakan pepton 5%. Dengan pengukuran suhu rectal

    mencit dengan menggunakan alat termometer.

    Hasil pengukuran suhu rektar pada mencit galur Swiss

    Wabster setelah pemberian PGA 1 %, paracetamol, dan dengan

    variasi dosis I, dosis II dan Dosis III dari infusa Putri Malu

    (Mimosa pudica L). kemudian diukur suhu rektar mencit tiap 30

    menit sekali selama 180 menit. Hasil pengukuran suhu rektar

    tersebut kemudia di analisis menggunakan SPSS 18. Pengolahan

    data dilakukan dengan uji anova dan uji post hoc.

    Tabel 1hasil rata-rata suhu rectal mencit sesudah perlakuan

    Hasil pengukuran suhu rektal pada tabel 1

    menunjukkan adanya variasi suhu rata-rata pada tiap-tiap

    kelompok setelah diberikan perlakuan. Tinggi rendahnya kenaikan

    suhu menunjukkan derajat demam yang dialami masing-masing

    mencit. Semakin tinggi kenaikan suhu berarti semakin tinggi

    derajat demam yang dialami mencit, demikian pula sebaliknya.

    Jika setelah perlakuan terjadi penurunan suhu rektal mencit, berarti

    demam mulai turun, dengan kata lain efek antipiretiknya

    meningkat.

    Grafik 1 rata-rata suhu rektal menit pada beberapa titik waktu

    36

    38

    40

    0 2 4 6 8

    Suh

    u

    Menit Ke-

    Grafik rata-rata suhu rektal mencit pada beberapa titik waktu

    Aquadest

    Parasetamol

    Dosis 1

    Dosis 2

    No Kelompok perlakuan Suhu Rektal mencit

    30 60 90 120 150 180

    1 Kontrol negative

    PGA 1%

    38.08 38.4 38.4 38.48 38.35 38.35

    2 Kontrol Positif

    Paracetamol

    38.25 37.66 37.11 37.01 37.05 37.03

    3 Dosis 1

    Infusa Putri malu dosis 1

    38.16 38.16 38.03 37.91 37.91 37.85

    4 Dosis II

    Infusa Putri malu dosis II

    38.1 37.91 37.75 37.51 37.43 37.48

    5 Dosis III

    Infusa Putri malu dosis III

    38.3 37.78 37.6 37.35 37.3 37.46

  • Rata-rata suhu rectal pada kelompok perlakuan dapat

    dilihat dari grafik diatas . Pada kelompok perlakuan parasetamol,

    dosis 2 dan dosisi 3 dari bebrapa titik waktu menunjukan

    penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan perlakuan pada

    kelompok PGA 1% dan dosis 1. Pada grafik di atas juga terlihat

    bahwa titik optimal penurunan suhu rectal tikus pada kelompok

    perlakuan dosis 2 dan dosis 3 infusa putri malu (Mimosa pudica L)

    rentang waktu 90 dampai 120 , sedangkan kelompok perlakuan

    paracetamol, titik optimal penurunan suhu pada rentang waktu 60 sampai 90.

    Untuk mengetahui ada tidaknya penurunan suhu,

    dilakukan perhitungan t yang dihitung dari suhu setelah

    penyuntikan pepton dikurangi dengan suhu setelah pemberian

    perlakuan pada titik waktu tertentu. Penurunan suhu tersebut

    kemudian dibuat rata-ratanya dan digolongkan berdasarkan dosis

    dan waktu. Penurunan rata-rata yang didapat dari kelima perlakuan

    adalah sebagai berikut:

    Tabel 2 Rata-rata penurunan suhu rectal mencit dari kelima kelompok perlakuan

    Dosis Rata-rata suhu rectal mencit (C)

    30 60 90 120 150 180

    PGA 1% -0.0 -0.37 -0.37 -0.45 -0.32 -0.32

    Paracetamol -0.22 0.1 0.92 1.02 0.98 1.00

    Dosis 1 -0.2 -0.2 -0.07 0.05 0.05 0.11

    Dosis 2 0.01 0.21 0.25 0.66 0.68 0.63

    Dosis 3 -0.32 0.13 0.31 0.77 0.68 0.52

    Penurunan suhu rata-rata mencit bervariasi meskipun

    terdapat dalam satu kelompok yang sama, dapat dilihat dalam tabel

    1 dan tabel 2 inilah yang kemudian dianalisis untuk mengetahui

    ada tidaknya penurunan yang bermakna atau signifikan sebagai

    respon terhadap perlakuan.

    Penurunan suhu yang bervariasi ini mungkin

    disebabkan oleh factor endogen masing-masing mencit yang

    bersifat individual terhadap agen pencetus demam dan banyak

    dipengaruhi oleh beberapa faktor non fisik dan lingkungan.

    Adanya stress pada mencit karena perlakuan dalam pengukuran

    suhu rektal yang berulang-ulang merupakan salah satu faktor

    pengganggu yang menyebabkan kenaikan suhu tikus. Menurut

    Aiache J.M (1993), variasi suhu hasil pengukuran dapat dimengerti

    karena terdapat keragaman kepekaan setiap hewan uji yang

    merupakan akibat dari perbedaan biologik yaitu ketersediaan

    hayati dan perubahan hayati suatu obat. Nasib obat, dalam hal ini

    pemberian infusa putri malu (Mimosa pudica L.) dan parasetamol

    sebagai kontrol positif, dapat dipengaruhi oleh factor patologik

    yang bisa menyebabkan obat menurun atau meningkat. Penurunan

    efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan yang

    jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau peningkatan

    ekskresi melalui ginjal.

    Garafik 2 Grafik penurunan suhu rata-rata kelompok pelakuan

    Dari tabel 2 didapatkan histogram seperti pada grafik

    2 Histogram ini menunjukkan besarnya rata-rata penurunan suhu

    dari masing-masing kelompok perlakuan tiap waktu pengukuran.

    Tabel 2 menujukkan penurunan suhu rektal rata-rata

    kelima kelompok perlakuan. Pada pengukuran suhu 30 pertama,

    kelompok perlakuan sebagian besar masih menunjukkan kenaikan

    suhu. Hal ini mungkin karena efek antipiretik kelompok perlakuan

    belum bekerja dan atau efek pirogen dari pepton masih bekerja

    lebih dominan. Efek antipiretik sudah mulai terlihat pada menit ke

    60, tetapi tidak untuk kelompok perlakuan PGA 1% dan dosis 1 yang masih

    menunjukkan kenaikan suhu. Pada kelompok parasetamol,

    penurunan suhu mulai tampak pada menit ke-60 dan penurunan

    suhu terbesar pada menit ke-90. Hal ini dimungkinkan karena

    kadar puncak parasetamol dalam plasma darah dicapai dalam

    waktu 60-90 menit. Sedangkan dosis 2 dan dosis 3 keduanya sama-

    sama mencapai penurunan suhu terbesar pada menit ke-120.

    Analisis Data

    Hasil penelitian yang telah didapat pada tabel 2

    kemudian dilakukan uji statistik dengan uji anova yang kemudian

    dilanjutkan dengan uji post hoc.

    Uji Anova

    Uji anova ini digunakan untuk mengetahui perbedaan

    mean dari dua sumber variasi yaitu kelompok perlakuan dan

    kelompok waktu pengukuran. Dengan uji anava menggunakan

    SPSS versi.17.0 for Windows didapatkan hasil sebagai berikut:

    -1 -0,5

    0 0,5

    1 1,5

    30 60 90 120 150 180

    Suhu rectal mencit (oC)

    Pen

    uru

    nan

    su

    hu

    Waktu

    Grafik penurunan suhu rata-rata kelompok perlakuan

    Aquadest

    Parasetamol

    Dosis 1

    Dosis 2

  • Tabel 3 Hasil uji anova

    Sumber

    variasi DK Db MK Fh p

    Signifikan/ non

    signifikan

    Antar

    kelompok

    dosis

    Antar

    kelompok

    waktu

    Dalam

    kelompok

    Jumlah

    4.475

    2.003

    1.959

    8.437

    4

    5

    20

    29

    1.119

    0.401

    0.098

    7.059

    1.495

    .001

    .0229

    Signifikan

    Non Signifikan

    Keterangan: DK : jumlah kuadrat

    db : derajad kebebasan

    MK : Mean Kuadrat

    Fh : F hitung

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa antar

    kelompok dosis mempunyai nilai p < 0,05. Ini mengandung makna

    dalam kelompok perlakuan atau dosis terdapat minimal ada satu

    kelompok yang mempunyai penurunan suhu yang berbeda secara

    bermakna. Sedangkan pada antar kelompok waktu nilai p > 0,05.

    Ini mengandung makna bahwa tidak ada perbedaan penurunan

    suhu yang bermakna di antara kelompok waktu.

    Dari hasil uji anova didapatkan hasil pada tabel 4.3

    dimana pada sumber variasi kelompok perlakuan terdapat

    perbedaan yang bermakna. Setelah uji anova di atas kemudian

    dilanjutkan dengan uji post hoc. Uji ini dilakukan untuk

    membandingkan antar kelompok. Oleh karena hanya antar

    kelompok dosis yang mempunyai perbedaan secara bermakna,

    maka kelompok inilah yang akan dilakukan uji post hoc.

    Uji Post Hoc

    Tabel hasil uji post hoc antar kelompok perlakuan dapat dilihat tabel 4

    (I)Perlakuan (J) Perlakuan Beda Mean (I-J) Std. Error P Ho

    PGA 1% Paracetamol -.96667(*) .22984 .000 Ditolak

    Dosis 1 -.29333 .22984 .214 Diterima

    Dosis 2 -.84333(*) .22984 .001 Ditolak

    Dosis 3 -.91333(*) .22984 .001 Ditolak

    Paracetamol PGA 1% .96667(*) .22984 .000 Ditolak

    Dosis 1 .67333(*) .22984 .007 Ditolak

    Dosis 2 .12333 .22984 .596 Diterima

    Dosis 3 .05333 .22984 .818 Diterima

    Dosis 1 PGA 1% .29333 .22984 .214 Diterima

    Paracetamol -.67333(*) .22984 .007 Ditolak

    Dosis 2 -.55000(*) .22984 .025 Ditolak

    Dosis 3 .62000(*) .22984 .012 Ditolak

    Dosis 2 PGA 1% .84333(*) .22984 .001 Ditolak

    Paracetamol -.12333 .22984 .596 Diterima

    Dosis 1 .55000(*) .22984 .025 Ditolak

    Dosis 3 -.07000 .22984 .763 Diterima

  • Dosis 3 PGA 1% .91333(*) .22984 .001 Ditolak

    Paracetamol -.05333 .22984 .818 Diterima

    Dosis 1 .62000(*) .22984 .012 Ditolak

    Dosis 2 .07000 .22984 .763 Diterima

    Perhitungan statistik uji post hoc sumber variasi

    kelompok perlakuan dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan

    bahwa perbandingan antar kelompok perlakuan PGA 1% dengan

    parasetamol, dosis 2 dan dosis 3 infusa putri malu (Mimosa pudica

    L.) parasetamol dengan dosis 1 putri malu (Mimosa pudica L.)

    dosis 1 dengan dosis 2 dan dosis 3 putri malu (Mimosa pudica L.)

    adalah signifikan ( p < 0,05 ) dan Ho ditolak. Ini berarti ada

    perbedaan bermakna efek antipiretik (penurunan suhu) yang

    bermakna antar kelompok yang diperbandingkan.

    Sedangkan antara kelompok PGA 1% dengan dosis 1

    putri malu (Mimosa pudica L.) parasetamol dengan dosis 2 dan

    dosis 3 ekstrak putri malu, dosis 2 dan dosis 3 putri malu (Mimosa

    pudica L.) menunjukkan hasil non signifikan (p>0,05) dan Ho

    diterima. Ini berarti dari kelompok tersebut tidak terdapat

    perbedaan efek antipiretik yang signifikan sehingga dapat

    dikatakan besar efek antipiretiknya sebanding.

    Hasil uji post hoc pada tabel 4.4 menunujukkan

    berbagai perbandingan masing-masing perlakuan. Meskipun

    kelompok dosis 1 sudah dianggap mempunyai efek antipiretik,

    namun bila dibandingkan dengan parasetamol berbeda signifikan.

    Dengan demikian bisa dikatakan efek antipiretik dosis 1 sangat

    lemah. Sedangkan kelompok uji dosis 2 dan dosis 3 tidak

    menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan parasetamol.

    Namun dilihat dari tabel 4.4 efek antipiretik ekstrak putri malu

    dosis 2 dan 3 masih lebih rendah dibanding parasetamol. Hal ini

    dapat dimungkinkan karena zat antipiretik dalam parasetamol lebih

    tinggi jika dibandingkan dengan pada kelompok uji atau juga

    karena ekstrak putri malu tidak hanya mengandung tanin saja yang

    mempunyai efek antipiretik, tetapi juga mengandung zat-zat lain

    (mimosin dan asam pipekolenat) yang mungkin bisa mengganggu

    interaksi tanin dengan reseptornya. Faktor lain yang mungkin

    berpengaruh adalah kandungan tanin yang tersari pada ekstrak

    putri malu yang digunakan belum optimal atau bisa juga karena

    dosis kelompok uji kurang tinggi sehingga tidak dapat

    menimbulkan efek antipiretik yang optimal.

    Dosis 2 merupakan dosis maksimal untuk mencit.

    Sedangkan dosis 1 dan dosis 3 adalah masing-masing 0,5 x dosis 2

    dan 1,5 x dosis 2. Oleh karena efek antipiretik timbul bermakna

    pada dosis 2 dan dosis 3 maka untuk menimbulkan efek antipiretik

    diperlukan paling tidak 1x dosis yang biasa digunakan manusia.

    Dosis 2 dan dosis 3 tidak berbeda signifikan, maka dosis yang

    dianggap efektif untuk menurunkan demam adalah dosis yang

    paling kecil yaitu dosis 2 Hal ini dimungkinkan karena dosis 2

    sudah merupakan dosis dengan konsentrasi tertinggi yang dapat

    berikatan dengan reseptor. Sehingga pada dosis yang lebih besar,

    ikatan pada reseptor yang bersangkutan sudah melewati titik jenuh,

    yang pada akhirnya tidak memberikan efek antipiretik yang lebih

    baik daripada dosis optimal tersebut.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa infusa

    putri malu (Mimosa Pudica L.) mempunyai efek antipiretik.

    Terlihat pada dosis 2, dengan pemberian ekstrak putri malu

    (Mimosa Pudica L.) sebanyak 0,052 g/20 g BB mencit. Ekstrak

    putri malu mempunyai efek antipiretik yang lebih rendah

    dibanding parasetamol.

    Saran

    Mengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam

    penelitian ini, maka diperlukan penelitian lebih lanjut, yaitu suatu

    penelitian serupa dengan sampel, kontrol serta metode yang lebih

    baik untuk mengetahui secara lebih terperinci efek antipiretik .

    Infusa putrid malu (Mimosa Pudica L.)

    DAFTAR PUSTAKA

    Ade Novita. 2004. metode mengatasi demam. http://www.mail-

    archive.com/[email protected]/msg27091.html

    diakses 17 februari 2014.

    Anief, M. 2007. Farmasetika.Yogyakarta: Gadjah Mada University

    Press .

    Anoname, 2008.Pengertian Demam http://anto-dava.blogspot.com

    /2010/06/ pengertian demam.html. Diakses 17 februari 2014

    Dalimartha S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 5.

    Jakarta : PustakaBunda.

    Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 22.Jakarta : EGC.

    Hargono, D. 1985. Tanaman obat Indonesia.Jakarta: Restu

    Agung.

    Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern

    Menganalisa Tetumbuhan. Bandung : ITB.

    Katzung Bertram G. 1997. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid; Analgesik Nonopioid; Obat yang Digunakan pada Gout.

    Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta : EGC.

    Murti B. 1994. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam

    Ilmu-Ilmu

    Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

    Sulistia G. Ganiswara, Rianto Setiabudy.1995. Farmakologi dan

    Terapi.Jakarta : F.K.UI.

    Tjay., Tan Hoan., Raharja. 2002. Obat-obat penting, khasiat dan

    penggunaannya. Edisi ke-15.Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.