Jurnal Adit

12
STUDI PENGARUH KOMPOSISI PEREKAT LIMBAH KERTAS DALAM PEMBUATAN BIOBRIKET LIMBAH KULIT SINGKONG Aneka Firdaus 1 dan Aditha Verdian Panae 2 1 Dosen tetap Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya e-mail : [email protected] 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya e-mail : [email protected] Abstrak Indonesia merupakan Negara kelima terbesar penghasil singkong di dunia. Setiap singkong dapat menghasilkan 10 15 % limbah. Limbah kulit singkong ini dapat menyebabkan penumpukan yang berakibat pada perusakan lingkungan. Pemanfaatan limbah kulit singkong sangat diperlukan untuk mengurangi dampak dari limbah tersebut, salah satunya untuk pembuatan energi alternatif yaitu bioriket. Pada penelitian ini, menggunakan bahan utama yaitu kulit singkong dicampur dengan limbah kertas sebagai perekat. Suhu karbonisasi yang digunakan adalah 400 °C dengan variasi komposisi perekat sebesar 7%, 7,5%, 8%, 8,5%, 9%, 9,5%, dan 10%. Dari hasil pengujian, briket terbaik adalah pada komposisi perekat 7 % dengan perolehan nilai kalor sebesar 5888 cal/gr. Serta pada komposisi 7 %, briket memperoleh nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang yang paling rendah dibanding dengan komposisi perekat lain. Kata Kunci : energi alternatif, biobriket, kalor pembakaran, singkong, limbah kertas Abstract Indonesia is the country's fifth-largest producer of cassava in the world. Each of cassava can produce 10-15% of waste. This cassava peel waste can cause a buildup that results in environmental destruction. Utilization of cassava peel waste is necessary to reduce the impact of waste, one of them for the manufacture of alternative energy that is bioriket. In this study, using the main ingredient cassava peel mixed with waste paper as an adhesive. Carbonization temperature used is 400 ° C with a variation of the adhesive composition of 7%, 7.5%, 8%, 8.5%, 9%, 9.5%, and 10%. From the test results, the best briquette adhesive composition is at 7% with the acquisition of the calorific value of 5888 cal / g. As well as on the composition of 7%, the briquettes obtain water content, ash content and volatile matter content is the lowest compared with other adhesive composition. Keywords : alternative energy, biobriket, heat of combustion, cassava, waste paper 1. Pendahuluan Permasalahan energi selalu berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan manusia. Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pola hidup dan banyaknya industri berkembang yang mengakibatkan semakin bertambahnya permintaan akan energi, sedangkan

description

Biobriket limbah kulit singkong

Transcript of Jurnal Adit

  • STUDI PENGARUH KOMPOSISI PEREKAT LIMBAH KERTAS DALAM

    PEMBUATAN BIOBRIKET LIMBAH KULIT SINGKONG

    Aneka Firdaus1 dan Aditha Verdian Panae2 1 Dosen tetap Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

    e-mail : [email protected] 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

    e-mail : [email protected]

    Abstrak

    Indonesia merupakan Negara kelima terbesar penghasil singkong di dunia. Setiap

    singkong dapat menghasilkan 10 15 % limbah. Limbah kulit singkong ini dapat menyebabkan penumpukan yang berakibat pada perusakan lingkungan. Pemanfaatan limbah

    kulit singkong sangat diperlukan untuk mengurangi dampak dari limbah tersebut, salah

    satunya untuk pembuatan energi alternatif yaitu bioriket. Pada penelitian ini, menggunakan

    bahan utama yaitu kulit singkong dicampur dengan limbah kertas sebagai perekat. Suhu

    karbonisasi yang digunakan adalah 400 C dengan variasi komposisi perekat sebesar 7%,

    7,5%, 8%, 8,5%, 9%, 9,5%, dan 10%. Dari hasil pengujian, briket terbaik adalah pada

    komposisi perekat 7 % dengan perolehan nilai kalor sebesar 5888 cal/gr. Serta pada

    komposisi 7 %, briket memperoleh nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang yang

    paling rendah dibanding dengan komposisi perekat lain.

    Kata Kunci : energi alternatif, biobriket, kalor pembakaran, singkong, limbah kertas

    Abstract

    Indonesia is the country's fifth-largest producer of cassava in the world. Each of

    cassava can produce 10-15% of waste. This cassava peel waste can cause a buildup that

    results in environmental destruction. Utilization of cassava peel waste is necessary to reduce

    the impact of waste, one of them for the manufacture of alternative energy that is bioriket. In

    this study, using the main ingredient cassava peel mixed with waste paper as an adhesive.

    Carbonization temperature used is 400 C with a variation of the adhesive composition of

    7%, 7.5%, 8%, 8.5%, 9%, 9.5%, and 10%. From the test results, the best briquette adhesive

    composition is at 7% with the acquisition of the calorific value of 5888 cal / g. As well as on

    the composition of 7%, the briquettes obtain water content, ash content and volatile matter

    content is the lowest compared with other adhesive composition.

    Keywords : alternative energy, biobriket, heat of combustion, cassava, waste paper

    1. Pendahuluan

    Permasalahan energi selalu

    berkaitan dengan keberlangsungan

    kehidupan manusia. Pertambahan jumlah

    penduduk, peningkatan pola hidup dan

    banyaknya industri berkembang yang

    mengakibatkan semakin bertambahnya

    permintaan akan energi, sedangkan

  • ketersediaan energi semakin menipis. Hal

    ini berdampak pada meningkatnya harga

    bahan bakar minyak dunia khususnya

    minyak tanah di Indonesia. Mulai tahun

    2008 Pemerintah kita melakukan konversi

    pemakaian minyak tanah menjadi gas

    elpiji untuk keperluan sehari-hari. Namun

    pemanfaatan gas elpijji dalam prakteknya

    menemui beberapa kesulitan, misalnya

    kendala dalam pendistribusian ke daerah-

    daerah. Di Surabaya, Pejabat Asisten

    Manajer Eksternal Relation PT Pertamina

    Unit Pemasaran V Eviyanti R mengatakan

    bahwa konversi minyak tanah ke elpiji

    baru mencapai 50 persen hingga 60 persen.

    Kekhawatiran masyarakat memakai tabung

    elpiji merupakan penyebab utama

    masyarakat enggan memakai elpiji.

    Pasokan elpiji seringkali terhambat

    padahal diharapkan dapat berperan sebagai

    solusi kelangkaan energi.

    Kompas (19/11) menyampaikan

    bahwa terjadi kelangkaan akses elpiji di

    region II yang meliputi wilayah

    Jabodetabek, Kalimantan Barat,

    Kerawang, Purwakarta, Cianjur,

    Sukabumi, Banten, Bandung, Jawa Barat

    bagian Selatan, Cirebon, Majalaya, dan

    Kuningan. Di kawasan ini, permintaan

    elpiji mencapai 97.500 metrik ton atau

    sama dengan persediaan yang ada

    sebanyak 97.500 metrik ton. Sementara

    itu, stok elpiji di region III yang meliputi

    Jawa Tengah bagian utara, Jawa Tengah

    Selatan, dan Yogyakarta juga terbatas.

    Persediaan elpiji di sekitar Jawa Tengah

    dan Yogyakarta sebesar 22.500 metrik ton

    namun konsumsi yang ada hanya

    mencapai 21.834 metrik ton.

    Kelangkaan minyak tanah yang

    kemudian disusul dengan sulitnya

    mengakses elpiji sebagai konversi minyak

    tanah memicu munculnya kebutuhan akan

    sumber energi alternatif, bahkan energi

    yang terbarukan. Hal ini tertera dalam

    Peraturan Presiden Republik Indonesia

    Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan

    Energi Nasional, yang menyatakan bahwa

    pemerintah mengajak kepada seluruh

    pihak maupun kalangan masyarakat

    Indonesia untuk mensukseskan

    pengembangan sumber energi alternatif

    pengganti Bahan Bakar Minyak. Sumber

    energi terbarukan (renewable) dibutuhkan

    untuk penyediaan sumber energi secara

    berkesinambungan (sustainable). Hal ini

    akan lebih baik lagi apabila berasal dari

    limbah, sehingga dapat menurunkan biaya

    produksi dan mengurangi efek negatif

    penumpukan limbah terhadap lingkungan.

    Maka dari itu, diperlukan bahan

    bakar alternatif yang murah dan ramah

    lingkungan sebagai pengganti minyak

    tanah untuk industri kecil dan rumah

    tangga. Salah satunya energi alternatif

    tersebut adalah penggunaan briket dari

    limbah berupa kulit singkong.

    Industri produk pengolahan

    singkong dan pabrik tepung tapioka

    merupakan salah satu industri yang banyak

    terdapat di Indonesia. Dalam proses

    pengolahan singkong, industri tersebut

    menghasilkan limbah yang jarang

    dimanfaatkan orang, yaitu limbah kulit

    singkong. Menurut data, produksi

    singkong di Indonesia sangat besar karena

    Indonesia termasuk sebagai Negara kelima

    terbesar di dunia yang menghasilkan

    singkong (Deptan, 2005).

    Dari uraian di atas, maka pada

    kesempatan ini penulis akan melakukan

    penelitian dengan judul Studi Pengaruh Komposisi Perekat Limbah Kertas Dalam

    Pembuatan Biobriket Limbah Kulit

    Singkong.

    2. Tinjauan Pustaka

    2.1 Limbah Kulit Singkong

    Ubi kayu merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi kayu

    dikenal di Indonesia dengan nama lain

    ketela pohon atau singkong. Ubi kayu

    memiliki nama botani Manihot esculenta

    Crantz tapi lebih dikenal dengan nama lain

    Manihot utilissima. Tanaman ubi kayu

    termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi

    Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

    kelas Dicotyledonae, famili

    Euphorbiaceae, genus Manihot dengan

  • spesies esculenta Crantz dengan berbagai

    varietas (Rukmana, 1997).

    Menurut United Nation Industrial

    Development Organizatin (UNIDO),

    bahwa Indonesia merupakan negara

    penghasil ubi kayu terbesar kedua di Asia

    setelah Thailand dan menempati urutan

    kelima di dunia setelah Nigeria, Brazil,

    Thailand, dan Kongo (Deptan, 2005).

    Dengan banyaknya ubi kayu

    tersebut, muncul industri industri pengolahan singkong baik industri kecil

    sampai industri besar. Industri pengolahan

    singkong ini menghasilkan limbah padat

    yang berupa kulit ubi kayu dalam jumlah

    yang cukup besar dan dapat memicu

    pencemaran lingkungan.

    Gambar 1. (a) Singkong (b) Kulit

    Singkong

    Tabel 1. Komposisi Kimia Kulit Singkong

    Parameter Komposisi (%)

    Karbon

    Oksigen

    Silika

    Alumunium

    Nitrogen

    Potassium

    Besi

    14,5

    66,7

    5,7

    5,7

    5,2

    0,85

    1,4

    Kadar Air (2O) 33,692

    2.2 Briket Bioarang

    Briket adalah bahan bakar padat

    yang dapat digunakan sebagai sumber

    energi alternatif yang mempunyai bentuk

    tertentu. Kandungan air pada pembriketan

    antara 10 20 % berat. Ukuran briket bervariasi dari 20 100 gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus

    mengacu pada segmen pasar agar dicapai

    nilai ekonomi, teknis dan lingkungan yang

    optimal. Pembriketan bertujuan untuk

    memperoleh suatu bahan bakar yang

    berkualitas yang dapat digunakan untuk

    semua sektor sebagai sumber energi

    pengganti.

    Briket bioarang adalah briket yang

    dibuat dari bahan biomassa atau limbah

    biomassa. Biobriket banyak diterapkan di

    negara-negara asia bagian selatan seperti

    Indonesia, India,dan Thailand

    (Bhattacharya et al., 1985). Briket

    merupakan suatu hasil pemanfaatan

    biomassa dengan metode densifikasi atau

    pengempaan (Lab. Energi dan Elektrifikasi

    Pertanian IPB, 2008). Hasil densifikasi

    akan menghasilkan bentuk yang lebih

    teratur dan padat. Pada pembuatan briket

    proses densifikasi dilakukan dengan cara

    memadatkan bahan menjadi datu kesatuan

    sehingga lebih mudah dalam

    penanganannya. Metoda penanganan pada

    bahan dasar yang akan dibuat briket

    biasanya dilakukan pada jenis bahan yang

    berukuran kecil serta dalam jumlah yang

    melimpah. Selain itu, biomassa atau

    limbah biomassa yang digunakan sebagai

    bahan dasar briket pada umumnya

    mempunyai bentuk serbuk atau berbentuk

    curah sehingga penanganan maupun

    penggunaannya sebagai bahan bakar

    kurang efisien.

    Gambar 2. Pembuatan briket secara

    manual

    Pembuatan biobriket dapat

    menghasilkan produk biobriket dengan

    berbagai hasil. Perbedaan ini terlihat dari jenis

    bahan baku, kadar air bahan baku (Yaman et

    al., 2001), kekuatan tekanan dalam

  • pemgempaan (Ooi dan Shiddiqui, 1999).

    Semakin tinggi kadar air, kekuatan dari

    biobriket semakin lemah. Semakin tinggi

    tekanan yang diberikan,maka kekuatan dari

    briket akan semakin besar dan nilai kalor serta

    densitas juga bertambah (Gambar 3 (a).),

    namun laju pembakaran berkurang (Gambar 3

    (b).).

    Gambar 3. (a) Hubungan tekanan dan

    densitas (b) Hubungan tekanan dan laju

    pembakaran (Ooi dan Shiddiqui, 1999)

    2.3 Teknologi Briket

    Pada proses pembriketan, terjadi

    proses pengolahan yang mengalami

    tahapan karbonisasi bahan baku,

    penggerusan, pencampuran bahan baku

    dengan perekat, pencetakan dan

    pengeringan, sehingga diperoleh briket

    yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan

    sifat kimia tertentu.

    Pada perkembangannya, briket yang

    dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan

    konsumen. Briket yang dibuat harus bebas

    dari zat kimia yang dapat mengganggu dan

    membahayakan kesehatan. Disamping itu,

    briket harus memiliki daya tahan yang kuat

    agar dapat lebih ekonomis penggunaannya

    serta tidak berasap dan ukuran yang sesuai

    untuk penggunaannya.

    Beberapa parameter kualitas briket

    yang akan mempengaruhi pemanfaatannya

    yaitu:

    1) Kandungan Air Standar acuan: ASTM D 3173 - 11

    (Standard Test

    Method for Moisture

    in the Analysis

    Sample of Coal and

    Coke)

    Moisture yang terkandung dalam briket

    dapat dinyatakan dalam dua macam:

    a) Free moisture (uap air bebas)

    Free moisture dapat hilang dengan

    penguapan, misalnya dengan air drying.

    Kandungan free moisture sangat penting

    dalam perencanaan coal handling dan

    preparation equipment.

    b) Inherent moisture (uap air terikat) Kandungan inherent moisture dapat

    ditentukan dengan memanaskan briket

    antara temperature 104 110 C selama satu jam.

    2) Kandungan Abu Standar acuan: ASTM D 3174 - 11

    (Standard Test Method

    of Ash in the Analysis

    Sample From Coal and

    Coke)

    Semua briket mempunyai

    kandungan zat anorganik yang dapat

    ditentukan jumlahnya sebagai berat yang

    tinggal apabila briket dibakar secara

    sempurna. Zat yang tinggal ini disebut

    abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan

    bermacam macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandunga abu yang tinggi

    sangat tidak menguntungkan karena aka

    membentuk kerak.

    3) Kandungan zat terbang (Volatile matter)

    Standar acuan: ISO 562 2010 (Standard Test

    Method Volatille

    Matter in Analysis

    Sample of Coal

    and Coke)

    Zat terbang terdiri dari gas-gas yang

    mudah terbakar seperti hidrogen, karbon

    monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi

    kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang

    tidak terbakar seperti CO2 dan H2O.

    Volatile matter adalah bagian dari briket

    dimana akan berubah menjadi volatile

    matter (produk) bila briket tersebut

    dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih

    kurang 950 oC. Untuk kadar volatile

    matter 40 % pada pembakaran akan

    memperoleh nyala yang panjang dan akan

    memberikan asap yang banyak. Sedangkan

    untuk kadar volatile matter rendah antara

    15 25% lebih disenangi dalam

  • pemakaian karena asap yang dihasilkan

    sedikit.

    4) Nilai kalor Standar acuan: ASTM D 5865 11a

    (Standar Test

    Method for Gross

    Calorific Value of

    Coal and Coke)

    Nilai kalor dinyatakan sebagai

    heating value, merupakan suatu parameter

    yang penting dari suatu thermal coal.

    Gross calorific value diperoleh dengan

    membakar suatu sampel briket didalam

    bomb calorimeter dengan mengembalikan

    sistem ke ambient tempertur. Net calorific

    value biasanya antara 93-97 % dari gross

    value dan tergantung dari kandungan

    inherent moisture serta kandungan

    hidrogen dalam briket.

    5) Kalor Karbon Padat Standar Acuan: ASTM D 3172 07a

    (Standard Practice

    for Proximate

    Analysis of Coal and

    Coke)

    Karbon karbon padat atau fixed

    carbon adalah karbon yang tersisa setelah

    bahan baku dibakar atau setelah zat

    terbang terlepas. Penentuan jumlah karbon

    tertambat pada bahan baku dapat

    ditentukan langsung dengan pengurangan

    seratus persen terhadap jumlah kandungan

    air, zat terbang dan abu.

    2.4 Perekat atau Pengikat

    Perekat atau pengikat adalah bahan

    yang dapat digunakan untuk mengikat

    serbuk briket atau arang dari bahan baku

    agar dapat menghasilkan briket yang kuat

    dan tidak mudah hancur walaupun

    dilakukan pada proses penekanan yang

    rendah. Perekat yang baik tentunya juga

    tidak berbahaya saat digunakan dan

    diproduksi.

    Menurut Gandi (2010), semakin

    tinggi komposisi perekat maka nilai

    kalornya semakin rendah dan kadar air

    yang dihasilkan semakin tinggi.

    Karakteristik bahan baku perekatan

    untuk pembuatan briket adalah sebagai

    berikut:

    Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau

    batubara.

    Mudah terbakar dan tidak berasap.

    Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya.

    Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya.

    Bahan bahan yang dapat digunakan sebagai bahan perekat antara

    lain

    Pengikat anorganik Pengikat anorganik dapat menjaga

    ketahanan briket selama proses

    pembakaran sehingga dasar

    permeabilitas bahan bakar tidak

    terganggu. Pengikat anorganik ini

    mempunyai kelemahan yaitu adanya

    tambahan abu yang berasal dari bahan

    pengikat sehingga dapat menghambat

    pembakaran dan menurunkan nilai

    kalor. Contoh dari pengikat anorganik

    antara lain semen, lempung (tanah liat),

    natrium silikat, gypsum.

    Pengikat Organik Pengikat organik menghasilkan abu

    yang relative sedikit setelah

    pembakaran briket dan umumnya

    merupakan bahan perekat yang efektif.

    Contoh dari pengikat organik diantara

    nya kanji, tar, aspal, amilum, molase

    dan parafin.

    2.5 Mutu Briket Arang Berdasarkan

    Standar Nasional Indonesia

    Syarat mutu briket arang untuk

    arang kayu (termasuk arang kulit

    singkong) menurut Standar Nasional

    Indonesia (SNI) no. SNI 01-6235-2000

    adalah sebagai berikut:

  • Tabel 2. Mutu Briket Berdasarkan SNI

    Parameter Standar Mutu

    Briket Arang

    Kayu (SNI No.

    1/6235/2000)

    Kadar Air (%) 8 Kadar Abu (%) 8 Kadar Karbon (%) 77 Nilai Kalor (kal/g) 5000

    Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kehutanan (1994) dalam Santosa.

    2.6 Pembakaran

    Pembakaran adalah suatu proses

    reaksi kimia antara suatu bahan bakar

    dengan suatu oksidan, disertai dengan

    produksi panas yang kadang disertai

    cahaya dalam bentuk pendar atau api.

    Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap,

    suatu senyawa bereaksi dengan zat

    pengoksidasi, dan produknya adalah

    senyawa dari tiap elemen dalam bahan

    bakar dengan zat pengoksidasi.

    Dalam pembakaran, proses yang terjadi

    adalah sebagai berikut:

    C + 2 2 + Panas H + 2 2 + Panas S + 2 2 + Panas

    2.7 Karbonisasi

    Karbonisasi adalah dekomposisi

    kimia bahan organik melalui proses

    pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau

    reagen lainnya, di mana material mentah

    akan mengalami pemecahan struktur kimia

    menjadi fase gas yang hanya

    meninggalkan karbon sebagai

    residu.(Anonim, 2010).

    Karbonisasi biomassa atau yang

    lebih dikenal dengan pengarangan adalah

    suatu proses untuk menaikkan nilai kalor

    biomassa dan dihasilkan pembakaran yang

    bersih dengan sedikit asap. Hasil

    karbonisasi adalah berupa arang yang

    tersusun atas karbon dan berwarna hitam.

    (Husada, 2008).

    Singh dan Misra (2005) dalam

    Kardianto (2009), karbonisasi merupakan

    suatu proses untuk mengkonversi bahan

    orgranik menjadi arang. pada proses

    karbonisasi akan melepaskan zat yang

    mudah terbakar seperti CO, CH4, H2,

    formaldehid, methana, formik dan acetil

    acid serta zat yang tidak terbakar seperti

    seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas

    yang dilepaskan pada proses ini

    mempunyai nilai kalor yang tinggi dan

    dapat digunakan untuk memenuhi

    kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

    kebutuhan kalor pada proses

    karbonisasi.

    Pada proses karbonisasi kulit singkong,

    terjadi pembakaran tidak sempurna yaitu

    sebagai berikut:

    C + 2 + 1

    2 N2 CO + NO

    N2 + O2 2NO

    Al + O2 + 1

    2 N2 Al + NO

    Fe + O2 + 1

    2 N2 FeO + NO

    Massa udara yang dibutuhkan pada

    proses pembakaran untuk 1 gram bahan

    bakar kulit singkong dapat ditentukan

    sebagai berikut:

    Kulit singkong mengandung C = 14, 5%;

    O2 = 66,7%; Al = 5,7%; N2 = 5,2%; Fe =

    1,4 %; lainnya = 6,5%.

    Udara terdiri atas 21 % volume O2, 79%

    volume N2 dan lainnya 1%.

    Massa atom C = 12 gr , Massa atom N2 =

    (2x14) = 28 gr/mol

    Massa atom O2 = (2 x 16) = 32 gr, Massa

    atom Fe = 55 gr

    Massa atom Al = 26 gr

    C + 2 + 1

    2 N2 CO + NO

    12 gr C + 32 gr 2 + 3,76 ( 1

    2 x 28) gr

    N2 28 gr CO + 30 gr

    NO

    0,145 gr C + 32

    82,76 gr 2 +

    52,64

    82,76 gr

    N2 28

    82,76 gr CO +

    30

    82,76

    gr NO

  • 0,145 gr C + 0,386 gr 2 + 0,636 gr N2 0,338 gr CO + 0,362 gr NO

    N2 + O2 2NO 28 gr N2 + 32 gr O2 60 gr NO

    0,052 gr N2 + 32

    538,46 gr O2

    60

    538,46 gr NO

    0,052 gr N2 + 0,059 gr O2

    0,111 gr NO

    O2 + N2 2NO 32 gr O2 + (3,76 x 28) gr N2

    60 gr NO

    0,667 gr O2 + 105,28

    48 gr N2

    60

    48 gr NO

    0,667 gr O2 + 2,19 gr N2

    1,25 gr NO

    Al + O2 + 1

    2 N2 Al + NO

    26 gr Al + 32 gr O2 + 3,76 (1

    2 x 28)

    gr N2 42 gr Al + 30 gr NO

    0,057 gr Al + 32

    456,14 gr O2 +

    52,64

    456,14 gr

    N2 42

    456,14 gr Al +

    30

    456,14 gr NO

    0,057 gr Al + 0,07 gr O2 + 0,115 gr

    N2 0,092 gr Al + 0,065 gr NO

    Fe + O2 + 1

    2 N2 FeO + NO

    55 gr Fe + 32 gr O2 + 3,76 (1

    2 x 28)

    gr N2 71 gr FeO + 30 gr NO

    0,014 gr Fe + 32

    3928,6 gr O2 +

    52,64

    3928,6 gr

    N2 71

    3928,6 gr FeO +

    30

    3928,6 gr NO

    0,014 gr Fe + 0,008 gr O2 + 0,013 gr

    N2 0,018 gr FeO + 0,007 gr NO

    Jadi total udara yang didapat adalah

    0,145 gr C + 0,386 gr 2 + 0,636 gr N2 0,338 gr CO + 0,362 gr NO

    0,052 gr N2 + 0,059 gr O2 0,111 gr

    NO

    0,667 gr O2 + 2,19 gr N2 1,25 gr NO

    0,057 gr Al + 0,07 gr O2 + 0,115 gr N2

    0,092 gr Al + 0,065 gr NO

    0,014 gr Fe + 0,008 gr O2 + 0,013 gr N2 0,018 gr FeO + 0,007 gr NO

    Total Udara = 1,19 gr O2 + 3,006 gr N2

    Total Udara Bersih = Total Udara O2 yang terkandung dalam kulit singkong

    = 1,19 gr 0,667 gr = 0,523 gr

    Jadi, pada proses pembakaran kulit

    singkong, untuk 1 gram kulit singkong

    dibutuhkan 0,523 gram Oksigen (O2).

    3. Metodologi Penelitian

    Dalam penelitian ini, metode yang

    digunakan adalah metode eksperimen yang

    data datanya didapat dengan melakukan percobaan. Tahapan yang dilakukan untuk

    membuat briket ini meliputi: Pengeringan,

    pemisahan, karbonisasi, pencampuran dan

    pencetakan. Penelitian ini dilakukan dan

    dianalisa di Laboratorium Penelitian

    Batubara Departemen Pertambangan dan

    Energi Palembang.

    4. Hasil dan Pembahasan

    4.1 Hasil Pengujian

    Tabel 3. Hasil Analisa Biobriket Kulit

    Singkong

    Komposisi

    Perekat

    Analisis Proximate

    CV

    (Cal/gr) IM

    (%)

    VM

    (%)

    Ash

    (%)

    FC

    (%)

    7% 6,02 34,11 9,33 50,54 5888

    7,5 % 6,13 34,21 9,49 50,17 5853

    8 % 6,18 34,25 9,54 50,03 5837

    8,5 % 6,27 34,16 9,82 49,75 5787

    9 % 6,32 34,60 10,03 49,05 5662

    9,5 % 6,40 35,15 10,33 48,12 5595

    10 % 6,40 37,82 10,40 45,38 5573

    Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi

    Sumatera Selatan

  • 4.2 Kadar Air (Inherent Moisture)

    Hubungan antara komposisi perekat

    limbah kertas terhadap besarnya kadar air

    lembab (Inherent Moisture) dapat

    digambarkan dengan grafik berikut:

    Gambar 4. Hubungan Antara Komposisi

    Perekat Limbah Kertas Terhadap Kadar

    Air Lembab.

    Gambar 4.1. menunjukkan hubungan

    antara komposisi perekat limbah kertas

    terhadap kadar air lembab. Pada grafik

    terlihat bahwa kadar air mengalami

    kenaikan untuk setiap kenaikan komposisi

    perekat. Hal ini dikarenakan, semakin

    tinggi komposisi perekat yang digunakan,

    maka memerlukan jumlah air yang lebih

    banyak pula untuk menjadikan bubur

    kertas. Sehingga semakin banyaknya

    campuran air pada perekat, dapat

    berpengaruh pada nilai kadar air lembab

    briket. Dengan kata lain, semakin tinggi

    komposisi perekat limbah kertas yang

    digunakan, maka semakin tinggi pula nilai

    kadar air lembab suatu briket.

    4.3 Kadar Abu (Ash)

    Berdasarkan data hasil analisa, maka

    hubungan antara komposisi bahan perekat

    dengan nilai kadar abu (ash) pada briket

    dapat dilihat pada grafik berikut:

    Gambar 5. Hubungan Antara Komposisi

    Perekat Limbah Kertas Terhadap Kadar

    Abu.

    Pada gambar 4.2. hubungan antara

    komposisi perekat limbah kertas terhadap

    kadar abu, data yang diperoleh antara 9,2

    % - 10,4 %. Dengan nilai terendah pada

    komposisi 7 % sedangkan yang tertinggi

    pada komposisi 10 %. Terlihat nilai kadar

    abu mengalami peningkatan pada setiap

    kenaikan komposisi perekat limbah kertas.

    Semakin tinggi komposisi perekat, maka

    semakin tinggi pula kadar abu pada briket

    tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan

    semakin tingginya kandungan kertas pada

    suatu briket, maka semakin banyak pula

    bagian sisa yang tidak terbakar.

    4.4 Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)

    Zat terbang (Volatile Matter)

    adalah zat yang dapat menguap sebagai

    hasil dekomposisi senyawa senyawa di dalam arang selain air. Kandungan kadar

    zat menguap yang tinggi di dalam briket

    akan menimbulkan asap yang lebih banyak

    pada saat briket dinyalakan, hal ini

    disebabkan oleh adanya reaksi antara

    karbon monoksida (CO). (Rustini, 2004).

    Berdasarkan data hasil analisa, maka

    hubungan antara komposisi bahan perekat

    dengan nilai kadar zat terbang (volatile

    matter) pada briket dapat dilihat pada

    grafik berikut:

    5,85,9

    66,16,26,36,46,5

    Inh

    ere

    nt

    Mo

    istu

    re (

    %)

    Komposisi Perekat Limbah Kertas

    Inherent Moisture (IM)

    8,59

    9,510

    10,5

    Kad

    ar A

    bu

    (%

    )

    Komposisi Perekat Limbah Kertas

    Kadar Abu (ash)

  • Gambar 6. Hubungan Antara Komposisi

    Perekat Limbah Kertas Terhadap Kadar

    Zat Terbang.

    Terlihat pada gambar 4.3, kadar zat

    terbang yang terendah adalah pada

    komposisi perekat 7% dan mengalami

    kenaikan pada setiap pertambahan

    komposisi perekat limbah kertas sampai

    komposisi 10 % yang memiliki kadar zat

    terbang paling tinggi.

    Hal ini terjadi dikarenakan adanya

    pengaruh banyaknya komposisi jumlah

    limbah kertas sebagai perekat dengan

    bahan utama yang telah mengalami proses

    karbonisasi. Pada saat bahan baku

    mengalami proses karbonisasi, zat terbang

    yang terdapat di dalamnya akan menguap

    keluar dari bahan tersebut. (Oktavianus,

    2014). Maka, semakin sedikit jumlah

    limbah kertas yang terkandung pada briket,

    maka semakin rendah kadar zat

    terbangnya. Semakin tinggi kandungan

    volatile pada briket maka briket tersebut

    akan semakin mudah untuk terbakar dan

    menyala. (Samsul, 2004 dalam Erikson,

    2011).

    4.5 Karbon Padat (Fixed Carbon)

    Karbon padat (fixed carbon) yaitu

    karbon yang terikat di dalam arang selain

    air, zat terbang dan abu. Kadar karbon

    akan bernilai tinggi apabila kadar abu dan

    kadar zat terbang briket tersebut rendah.

    Nilai karbon padat pada briket dipengaruhi

    oleh nilai kadar abu dan kadar zat terbang.

    Menurut Oktavianus (2014),

    karbon padat (fixed carbon) adalah unsur

    (karbon) yang merupakan bahan yang

    dapat dibakar oleh oksigen dari udara.

    Kadar karbon padat dapat berpengaruh

    terhadap waktu pembakaran briket.

    Tabel 4. Nilai Karbon Padat (fixed

    carbon)

    Komposisi Perekat % Karbon Padat

    7% 50,54

    7,50% 50,17

    8% 50,03

    8,50% 49,75

    9% 49,05

    9,50% 48,12

    10% 45,38

    Dimana:

    IM = Kadar Air Lembab

    Ash = Kadar Abu

    VM = Kadar Zat Terbang

    Berdasarkan data hasil analisa, maka

    hubungan antara komposisi bahan perekat

    dengan nilai kadar karbon padat (fixed

    carbon) pada briket dapat dilihat pada

    grafik berikut:

    Gambar 7. Hubungan Antara Komposisi

    Perekat Limbah Kertas Terhadap Kadar

    Karbon Padat

    Terlihat pada gambar 4.4,

    hubungan antara komposisi perekat limbah

    kertas terhadap kadar karbon padat

    mengalami penurunan di setiap kenaikan

    komposisi perekat. Kadar karbon padat

    tertinggi adalah pada komposisi perekat

    7% sedangkan kadar karbon padat

    terendah adalah pada komposisi 10%. Hal

    ini dipengaruhi oleh nilai kadar air, kadar

    3234363840

    7% 7,50% 8% 8,50% 9% 9,50% 10%

    Kad

    ar Z

    at T

    erb

    ang

    (%)

    Komposisi Perekat Limbah Kertas

    Kadar Zat Terbang (VM)

    40

    45

    50

    55

    7% 7,50% 8% 8,50% 9% 9,50% 10%

    Kad

    ar K

    arb

    on

    Pad

    at (

    %)

    Komposisi Perekat Limbah Kertas

    Kadar KarbonPadat (FC)

  • abu dan kadar zat terbang briket tersebut.

    Semakin rendah nilai kadar air, kadar abu

    dan kadar zat terbang briket maka semakin

    tinggi nilai kadar karbon padat yang

    diperoleh. Hal ini sesuai dengan Abidin

    (1973) dalam Masturin (2002), keberadaan

    kadar karbon terikat di dalam briket arang

    dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar

    zat menguap.

    4.1.5 Nilai Kalor (Calorific Value)

    Nilai kalor sangat menentukan

    kualitas briket. Semakin tinggi nilai kalor

    briket, semakin baik pula kualitas briket

    yang dihasilkan. Menurut Nurhayati

    (1974) dalam Masturin (2002), nilai kalor

    dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu

    briket. Semakin tinggi kadar air dan kadar

    abu briket, maka akan menurunkan nilai

    kalor briket yang dihasilkan.

    Dari data hasil analisa yang

    didapat, hubungan antara komposisi

    perekat terhadap nilai kalor dapat

    digambarkan dengan grafik berikut:

    Gambar 8. Hubungan Antara Komposisi

    Perekat Limbah Kertas Terhadap Nilai

    Kalor.

    Terlihat pada gambar 4.5. nilai kalor

    terendah sebesar 5573 cal/gr terdapat pada

    komposisi perekat 10 %, sedangkan nilai

    tertinggi sebesar 5888 cal/gr pada

    komposisi perekat 7%. Hal ini

    membuktikan bahwa semakin rendah nilai

    kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang,

    maka semakin tinggi nilai kalor yang

    diperoleh. Lain daripada itu, hasil data

    yang diperoleh juga membuktikan bahwa

    nilai kadar karbon padat berbanding lurus

    dengan nilai kalor. Semakin tinggi nilai

    kadar karbon padat, maka semakin tinggi

    pula nilai kalor yang diperoleh.

    Nilai kalor yang diperoleh pada

    penelitian ini adalah berkisar 5500 cal/gr 5900 cal/gr, hal ini sudah memenuhi

    kriteria briket menurut Standar Nasional

    Indonesia (SNI) yaitu harus di atas 5000

    cal/gr.

    5. Kesimpulan dan Saran

    5.1 Kesimpulan

    1. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, semakin tinggi komposisi

    perekat yang digunakan, semakin

    menurunkan kualitas briket. Dapat

    dilihat dari nilai kalor tertinggi sebesar

    5888 cal/gr pada komposisi 7% dan

    terendah sebesar 5573 cal/gr pada

    komposisi 10%.

    2. Komposisi perekat limbah yang optimal dalam pembuatan briket

    berbahan utama kulit singkong ini

    adalah sebesar 7%. Karena pada

    komposisi ini, briket mendapatkan

    nilai kalor sebesar 5888 cal/gr dan

    memiliki kadar air, kadar abu dan

    kadar zat terbang yang rendah.

    3. Dari hasil pengujian, didapat briket dengan komposisi perekat 7% adalah

    yang terbaik, dengan nilai kalor

    sebesar 5888 cal/gr, kadar air sebesar

    6,02%, kadar zat terbang sebesar

    34,11%, kadar abu sebesar 9,33% dan

    kadar karbon padat sebesar 50,54%.

    5.2 Saran

    Setelah melakukan penelitian ini,

    untuk memperoleh hasil yang lebih baik

    perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

    mengenai:

    1. Penggunaan perekat lain seperti putih telur dengan cangkangnya, bawang

    putih, tanah liat atau bahan perekat

    anorganik seperti gypsum, semen, lem

    kayu, oli bekas dan lain lain.

    5400550056005700580059006000

    Nila

    i Kal

    or

    (Cal

    /gr)

    Komposisi Perekat Limbah Kertas

    Nilai Kalor (CV)

  • 2. Penggunaan campuran kulit singkong dan kertas sebagai bahan utama dan

    dicampur dengan perekat lain untuk

    menghasilkan briket dengan nilai yang

    optimal pada penelitian selanjutnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    ASTM. 2014. ASTM

    INTERNATIONAL.

    http://www.astm.org. Diakses

    pada tanggal 24 November

    2014

    A, Riska dan Fina D. 2010.

    Pembakaran.

    https://nayhndy.wordpress.com

    /2011/01/18/pembakaran/.

    Diakses pada tenggal 1 Maret

    2015

    B, Aquino Gandi, 2010. Pengaruh

    Variasi Jumlah Campuran

    Perekat Terhadap

    Karakteristik Briket Arang

    Tongkol Jagung. Universitas

    Negri Semarang.

    Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kehutanan, 1994. Pedoman

    Teknis Pembuatan Briket

    Arang. Departemen Kehutanan

    No.3.

    BSN. 2014. Badan Standardisasi

    Nasional .

    http://sisni.bsn.go.id/index.php

    ?/Stndr_Int/StndrInt/index/75.

    Diakses pada tanggal 30

    Oktober 2014

    Chin, Ooi Chin and Siddiqui, Kamal

    M., 1999, Characteristic of

    Some Biomass Briquettes

    Prepared Under Modest Die

    Pressures, Biomass and

    Bioenergy

    Deptan. 2005. Database Pemasaran

    Internasional Ubi Kayu.

    Departemen Pertanian. Jakarta.

    Erikson, Sinurat. 2011. Studi

    Pemanfaatan Briket Kulit

    Jambu Mente dan Tongkol

    Jagung Sebagai Bahan Bakar

    Alternatif. Tugas Akhir Fakultas

    Teknik, Universitas Hasanudin,

    Makassar.

    Hayati, R., Wina Faradina, Irawan,

    Pengki, dan Andhini. 2008.

    Pembuatan dan Analisis Nilai

    Kalor Briket Kulit Singkong.

    Fateta IPB. Bogor.

    Hikmiyati, N., dan N.S, Yanie, 2008,

    Pembuatan Bioetanol dari limbah kulit singkong melalui

    proses hidrolisa asam dan

    enzimatis, Jurusan Teknik

    Kimia, Fakultas Teknik

    UNDIP, Semarang.

    ISO. 2014. International

    Organization for

    Standardization.

    http://www.iso.org/iso/catalog

    ue_ics. Diakses pada tanggal

    24 November 2014

    Juwita Sari, Anugrah. Potensi Sampah

    TPA Cipayung Sebagai Bahan

    Baku Refuse Derived Fuel

    (RDF). Jurusan Teknik

    Lingkungan Fakultas Teknik.

    Universitas Indonesia. Depok

    Kompas. 19 November, 2008.

    Kelangkaan Energi Malanda

    Sejumlah Daerah di Indonesia,

    Kompas, hlm. 1.

    Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan

    Kimia Briket Arang dari

    Campuran Arang Limbah

    Gergajian Kayu [skripsi].

  • Bogor. Fakultas Kehutanan.

    Institut Pertanian Bogor.

    Maryono, Sudding dan Rahmawati.

    2013. Pembuatan dan Analisis

    Mutu Briket Arang Tempurung

    Kelapa Ditinjau dari Kadar

    Kanji. Jurnal Chemica Vol. 14,

    Nomor 1, 74 83.

    Nur Amaliyah, Wikanti. 2013.

    Potensi Pembuatan Briket Dari

    Campuran Limbah KUlit

    Singkong (Mannihot esculenta)

    dan Tempurung Kelapa (Cocos

    Nucifera L.) Pada Industri

    Getuk Goreng Sokaraja,

    Kabupaten Banyumas Jawa

    tengah. Universitas Gadjah

    Mada. Yogyakarta.

    Oktavianus, Beni. 2014. Studi

    Pengaruh Perekat Pelepah

    Pisang dan Eceng Gondok Pada

    Pembuatan Biobriket Limbah

    Kulit Singkong. Jurusan Teknik

    Mesin, Fakultas Teknik,

    Universitas Sriwijaya.

    Patabang, Daud. 2012. Karakteristik

    Ternal Briket Arang Sekam Padi

    Dengan Variasi Bahan Perekat.

    Jurnal Mekanikal, Vol. 3 No. 2.

    Rismayanti. 2012. Laporan Prakerin

    Analisa Batubara (General Analysis.

    http://rismayantianalisabatubar

    a.blogspot.com/. Diakses pada

    tanggal 24 November 2014

    Riyanto, Sugeng. 2009. Uji Kualitas

    Fisik Dan Uji Kinetika

    Pembakaran Briket Jerami Padi

    Dengan Dan Tanpa Pengikat.

    Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

    Teknik, Universitas Sebelas

    Maret, Surakarta.

    Rukmana, R.H. 1997. Ubi Kayu,

    Budidaya dan Pasca Panen.

    Kanisius, Yogyakarta.

    Rustini, 2004. Pembuatan Briket

    Arang Dari Serbuk Gergaji

    Kayu Pinus Dengan

    Penambahan Tempurung

    Kelapa. Skripsi Pertanian

    Fakultas Pertanian Universitas

    Sumatera Utara.

    Setiawan, Agung , Andrio, Okvi dan

    Coniwanti, Pamilia. 2012.

    Pengaruh Komposisi

    Pembuatan Biobriket Dari

    Campuran Kulit Kacang dan

    Serbuk Gergaji Terhadap Nilai

    Pembakaran. Jurnal Teknik

    Kimia No. 2, Vol. 18.

    Setio Wibowo, Ari. 2009. Kajian

    Pengaruh Komposisi dan

    Perekat Pada Pembuatan Briket

    Sekam Padi Terhadap Kalor

    Yang Dihasilkan. Jurusan

    Fisika, Fakultas Matematika

    Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Diponegoro,

    Semarang.

    Sundari Wijayanti, Diah. 2009.

    Karakteristik Briket Arang Dari

    Serbuk Gergaji Dengan

    Penambahan Arang Cangkang

    Kelapa Sawit. Departemen

    Kehutanan, Fakultas Pertanian,

    Universitas Sumatra Utara.

    Surya, Yusi Stephanie. 2010. Potensi

    Limbah Kulit.

    http://www.wwwsagitariushan

    sboy-

    blogs.blogspot.com/2010/06/p

    otensi-limbah-kulit.html?m=1.

    Diakses pada tanggal 16

    Oktober 2014