JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

120
Pengantar Hlm. 3 Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik Dikdik Djafar Sidik, Dkk. Hlm. 7 Latihan Imagery Dr. Sapta Kunta Purnama Hlm. 34 Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi Hlm. 48 Vol. 1 No. 1 Januari – April 2013 Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat Email: [email protected] Homepage: http://www.koni.or.id Facebook: KONI Pusat Twitter: @KONIPusat ISSN 1411-0016 Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda Dr. Johansyah Lubis, M.Pd. Hlm. 55 Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia Neneng Nurosi Nurasjati Hlm. 81 Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia Ria Lumintoarso Hlm. 101

Transcript of JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Page 1: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Pengantar

Hlm. 3

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Hlm. 7

Latihan Imagery

Dr. Sapta Kunta Purnama

Hlm. 34

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi

Hlm. 48

Vol. 1 No. 1Januari – April 2013

Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga

KONI PusatEmail: [email protected]

Homepage: http://www.koni.or.idFacebook: KONI PusatTwitter: @KONIPusat

ISSN 1411-0016

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Hlm. 55

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

Neneng Nurosi Nurasjati

Hlm. 81

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

Ria Lumintoarso

Hlm. 101

Page 2: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)
Page 3: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

ISSN 1411-0016

Volume I, Nomor 1, Januari–April 2013

Diterbitkan oleh:Bidang Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat

Page 4: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

2 |

Pelindung:Ketua Umum KONI Pusat

Penasehat:Wakil Ketua Umum I, II, III, IV dan V KONI PusatSekretaris Jenderal KONI Pusat

Penanggung Jawab:Ketua Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga

Pemimpin Redaksi:Lilik Sudarwati, Psi.

Tim Editor/Penyunting:Dr. Rer. Nat. Chaidir, Apt.

Fotografer & Design Grafis:Fajar Hardi Yudha & Aang Singgih Haryono

Sekretariat:Dody Handoko & Kunti Handayani

Alamat Redaksi:Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI PusatJl. Pintu I Senayan Jakarta 10270Telp : (021) 5712594 (Direct) (021) 5737494 (hunting), ext. 64Email : [email protected] : http://www.koni.or.idFacebook : KONI PusatTwitter : @KONIPusat

ISSN 1411-0016

Volume I, Nomor 1, Januari–April 2013

Page 5: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 3 —

Pengantar

Salam Olahraga,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rakhmat dan Berkah-Nya sehingga Jurnal Iptek Olahraga KONI Pusat dapat kembali diluncurkan.

Pertama-tama kami ucapkan Selamat Tahun Baru 2013, semoga kiranya di tahun-tahun mendatang Prestasi Olahraga Nasional dapat lebih membanggakan bagi Bangsa dan Negara.

Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat mencoba untuk meluncurkan kembali Jurnal Iptek Olahraga yang sempat tersendat. Adapun judul Jurnal Iptek Olahraga KONI Pusat yang diluncurkan kembali adalah “Juara” yang di dalamnya terdapat 6 (enam) artikel dari berbagai disiplin ilmu.

Kiranya Jurnal “Juara” ini dapat memberikan manfaat bagi para Atlet, Pelatih, dan Pembina Olahraga untuk menunjang peningkatan prestasi Atlet di masa-masa yang akan datang.

Kami, menyadari Jurnal ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk meningkatkan kualitas baik secara materi maupun secara tampilan.

Terimakasih dan selamat membaca. PATRIOT!

Salam,REDAKSI

Page 6: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

4 |

Page 7: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 5 —

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................... 3

1. Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

Oleh: Dikdik Djafar Sidik, Dkk. ........................................................ 7

2. Latihan Imagery Oleh: Dr. Sapta Kunta Purnama........................................................ 34

3. Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan Oleh: Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi ................................... 48

4. Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda Oleh: Dr. Johansyah Lubis, M.Pd. ..................................................... 55

5. Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia Oleh: Neneng Nurosi Nurasjati ......................................................... 81

6. Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia Oleh: Ria Lumintoarso ...................................................................... 101

Page 8: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

6 |

Page 9: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 7 —

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis

AnaerobikDikdik Zafar Sidik, dkk.

AbsTrAk

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan “complex training” terhadap peningkatan kemampuan anaerobik yang dalam

penelitian ini terdiri dari speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain One group pretest and posttest dengan memberikan perlakuan kepada para pemain futsal puteri yang tergabung dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal mahasiswa puteri yang berjumlah 12 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “Complex Training” memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik, yang terdiri dari: (a) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Speed, (b)“Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility, (c) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Power, (d) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength, (e) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Speed Endurance, (f) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility Endurance, (g) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Power Endurance, dan (h) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Strength Endurance. Dan,

Page 10: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

8 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Alaktasid. Namun, penerapan “Complex Training”tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid, serta secara keseluruhan setelah digabungkan kemampuan-kemampua tersebut maka penerapan “Complex Training”tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik.

Kata kunci: Kemampuan Anaerobik, Anaerobik Alaktasid, Anaerobik Laktasid, speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, power endurance, strength endurance, dan”complex training”

A. PEnDAhuluAnLatar belakang penelitian ini adalah bahwa kondisi olahraga prestasi

nasional saat ini masih sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan kondisi prestasi masa lalu. Berdasarkan identifikasi masalah prestasi ini muncul lebih diakibatkan oleh faktor internal dan juga eksternal, baik secara teknis maupun non teknis. Hal inilah yang kemudian berdampak pada kualitas prestasi bangsa ini seperti dialami oleh perkembangan prestasi cabang olahraga beladiri pada multi event Sea Games yang tergambar pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perolehan medali Cabor Beladiri Indonesia pada 3 SEA Games

CaborBeladiri

SG 2005 Philipina SG 2007 Thailand SG 2009 laosCatatanEmas

(T)/(Ra) Perak Prg. Emas(T)/(Ra) Perak Prg. Emas

(T)/(Ra) Perak Prg.

Judo 3(16)/(4) 4 4 1(16)/(5) 3 5 1(18)/(6) 1 6 Menurun signifikan

Karate 5(18)/(1) 6 4 2(18)/(3) 4 8 3(17)/(3) 3 6 Meningkat tdk. signifikan

Pencak Silat 5(16)/(2) 4 2 5(13)/(1) 3 4 2(17)/(4) 3 3 Menurun signifikan

Teakwondo 1(15)/(5) 4 6 1(16)/(6) 1 1 1(21)/(5) 3 6 Menurun signifikan

Gulat 0(12)/(4) 2 3 1(9)/(2) 2 2 2(18)/(4) 4 6 Meningkat tdk. signifikan

Wushu 1(13)/(4) 2 1 1(15)/(7) 0 5 2(21)/(4) 6 3 Meningkat tdk. signifikan

Tinju 0(13)/(5) 1 10 0(17)/(6) 0 6 0(15)/(6) 3 6 Meningkat tdk. signifikan

Gejala kemunduran pretasi olahraga nasional sekarang ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman para pelatih akan upaya

Page 11: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 9

bagaimana meningkatkan dan mengembangkan kemampuan fisik di tingkat atlet elit secara lebih komprehensif dan juga spesifik.

Pelatihan fisik merupakan bagian yang sangat penting ketika pelatihan ini berlangsung di level elit, karena masa ini saatnya peningkatan kualitas fisik yang sangat prima. Banyaknya komponen fisik yang menjadi kebutuhan prestasi atlet menuntut pelatih untuk berusaha keras memahami dengan baik tentang pelatihan-pelatihan komponen fisik, seperti: kemampuan kelenturan, kecepatan gerak (dalam bentuk speed, agility, maupun quickness), kekuatan maksimal, kekuatan yang cepat (power), daya tahan kekuatan, daya tahan anaerob, dan juga daya tahan aerob. Semua komponen fisik tersebut pada prinsipnya merupakan kemampuan dinamis anaerobik dan aerobik.

Banyak metode dan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi fisik para atlet, seperti “Complex Training”.Brad Mc Gregormengatakan bahwa:

The ever-increasing emphasis that is placed on athleticism and sporting success has led scientists to investigate numerous training methods that can have a positive effect on performance. One such method that has received significant attention is complex training (CT).(http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training.html)

Metode ini jarang atau bahkan belum pernah dilakukan dalam pelatihan fisik di beberapa provinsi Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti beberapa pelatih yang belum memahami manfaat dari “Complex Training”, peralatan yang dirasakan sulit untuk menerapkan metode latihan ini karena membutuhkan peralatan beban. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam praktik latihan adalah penerapan metode latihan yang masih belum jelas karakter dari setiap metode tersebut. Keterbatasan metode yang dipahami merupakan bagian dari keterbatasan pelatih dalam menerapkan cara pelatihan.

Isu-isu tersebut yang menggugah untuk kemudian dijadikan sebagai langkah-langkah strategis dalam upaya penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu, peneliti merasa terpanggil untuk mengkaji lebih dalam tentang Penerapan pola pelatihan “Complex Training” yang diterapkan oleh para talet elit internasional untuk diterapkan pada para atlet Indonesia sebagai penambahan wawasan pelatihan bagi para pelatih di Indonesia.

Page 12: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

10 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan tentang Apakah penerapan “Complex Training” memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob?

B. KAjIAn TEoRITIKKemampuan anaerobik adalah kemampuan tubuh dimana mekanisme

penyediaan energi untuk mewujudkan gerak yang bergantung pada kebutuhan O2 tidak dapat terpenuhi seluruhnya oleh tubuh, ketika terjadi pertukaran energi dalam jaringan tubuh atau dengan kata lain “capable of living without oxygen” (Tattam,www.slideshare.net/jorrflv/effect of training on the energi-sistem)

Kemampuan anaerobik mendorong tubuh melakukan gerak maksimal sampai waktu tertentu, sehingga paru-paru tidak mampu memasukkan O2 ke otot-otot yang dibutuhkan. Jadi, tubuh melakukan gerak tanpa O2 dan dilakukan dalam waktu yang singkat. Selama waktu ini, tubuh akan menghasilkan asam laktat yang merupakan alasan mengapa tubuh merasa lelah. Besarnya kapasitas anaerobik dapat menunjukkan besarnya tuntutan/keperluan O2 yang akan terwujud sebagai beratnya beban atau intensitas kerja yang dilakukan (Giriwijoyo,2010:131). Kemampuan anaerobik ini sering dimanfaatkan oleh atlet dalam mempromosikan kecepatan, kekuatan, dan untuk membangun massa otot.

Secara fisiologi, ada 2 jenis sistem energi anaerobik yaitu:1. ATP (Adenosin Tri Posfat) dan CP (PospatCreatin), dimana kurang

lebih dalam 10 detik pertama dari gerak (sistem anaerobik), tubuh akan membakar ATP yang tersimpan sebagai sumber energi

2. Glikolisis anaerobik. Setelah ATP-CP yang tersimpan di dalam otot terbakar habis, tubuh akan membuat ATP yang lebih dengan mendongkrak karbohidrat yang hadirmelalui proses glycolysis

Untuk lebih jelasnya mekanisme proses system energy anaerobic ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 13: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 11

(a) Direct phosphorylation [coupled reaction of creatine phosphate (CP) and ADP)

(b) Anaerobic mechanism (glycolysis and lactic acid formation)

Energy soueces: CP Energy soueces: glucoseOxygen use: NoneProducts: 1 ATP per CP, creatineDuration of energy provision: 15 s.

Oxygen use: NoneProducts: 2 ATP per glucose, lactic acidDuration of energy provision: 30-60 s.

Gambar 1. Metabolisme Otot: Energi untuk kontraksi(Sumber:www.slideshare.net/jorrflv/human anatomy & physiology/muscle-energi-sistem)

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang pertama atau disebut dengan kemampuan anaerobik alaktasid adalah kemampuan kecepatan gerak, baik dalam bentuk Speed, Agility, maupun Quickness. Banyak cabang olahraga yang membutuhkan komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri yaitu: hanya membutuhkan kemampuan Speed saja, atau Agility saja, namun banyak cabang olahraga yang membutuhkan gabungan dari kemampuan-kemampuan tersebut. Selain kemampuan kecepatan gerak, kemampuan lain yang system kerjanya berdasarkan sumber energi anaerob adalah kemampuan kekuatan yang cepat (power).

Kemampuan anaerobik alaktasid adalah kemampuan tubuh dimana mekanisme penyediaan energi untuk mewujudkan gerak eksplosif yang tidak bergantung pada kebutuhan O2 dan geraknya hanya dapat berlangsung dalam beberapa detik saja, serta hasil pembakaran energinya tidak menghasilkan asam laktat.

Sistem energi anaerobik alaktasid menggunakan sistem energi ATP-PC, artinya Adenosin Triphospate bekerja bersama-sama dengan creatine postat dalam meningkatkan kinerja sistem energinya. Sistem ATP-PC ini hanya bisa berlangsung dalam kurun waktu yang singkat, tidak lebih dari 10 detik. Sistem kerjanya tidak menggunakan O2 dan pembakarannya tidak menghasilkan asam laktat (Tattam (www.slideshare.net/jorrflv/effect

Page 14: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

12 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

of training on the energi-sistem); Matthew & Fox, 1971).

Gambar 2.2 ATP Energi CycleSumber:http://www.flammerouge.je/content/3_factsheets/constant/anaerobik.htm

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang kedua atau disebut juga kemamapuan anaerobik laktasid adalah kemampuan kecepatan gerak yang dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lamaatau kecepatan maksimal yang konsisten dalam jumlah pengulangan yang cukup banyak, seperti kemampuan Speed yang dipertahankan dalam durasi yang relative panjang atau Speed Endurance, kemampuan Agility yang dapat bekerja dalam waktu yang lama atau Agility Endurance, kemampuan power yang dipertahankan dalam durasi atau pengulangan yang lama yang juga disebut dengan istilah Power Endurance, dan kemampuan kekuatan otot yang dipertahankan dalam waktu yang cukup lama atau Strength Endurance.

Sistem ini yang beroperasi tanpa menggunakan O2 untuk membantu memulihkan pasokan ATP dalam otot adalah sistem asam laktat. Sistem ini melibatkan pemecahan parsial glukosa untuk membentuk asam laktat. Sistem ini yang dilibatkan oleh tubuh manusia sebagai kemampuan anaerobik laktasid.

Energi yang disediakan oleh sistem ini untuk tubuh adalah penting karena menyediakan pasokan cepat ATP untuk tubuh yang membantu dalam ledakan singkat intens kegiatan yang biasanya berlangsung dari sekitar 30-60 detik dan dapat bertahan hingga 2 menit. Jika intensitas dari kegiatan ini dapat dipertahankan maka asam laktat kemudian akan terakumulasi dalam otot.

Page 15: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 13

Glycogen PyrucicAcid

lactic AcidGlucose

Insuffi-cleni

oqygenADP+P ATP

Gambar 2.3 Sistem GlikolisisSumb er:http://www.flammerouge.je/content/3_factsheets/constant/anaerobik.htm

Hakikat Complex Training adalah metode latihan yang menggabungkan pelatihan kekuatan yang bersifat maksimal melalui koordinasi intramuscular (Neural Activation) dengan latihan kekuatan yang eksplosif, sehingga diharapkan hasil pelatihannya adalah mampu meningkatkan komponen strength dan power (Ward,2009).

Complex training adalah suatu metode latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kondisi fisik seorang atlet dimana atlet melakukan latihan kekuatan dengan intensitas tinggi yang ditransfer ke dalam latihan pliometrik dengan tuntutan biomekanika yang sama (kelompok otot yang sama atau persendian yang sama) dari latihan kekuatan tersebut (Docherty et al, 2004; Shepperd,2008; MacKenzie,2007). Sebagai contoh:1a) Squat:2-4 repetisi (80-90%)1b) Jump Squat: 10 repetisi Atau1a) Bench Press: 2-4 repetisi (80-90%)1b) Clap Push up: 10repetisi

Teori dasar dari complex training ini adalah dengan mengambil keuntungan dari potential post-activation. Potential post-activation adalah suatu fenomena, yang terjadi ketika kekuatan otot meningkat yang didapat dari proses kontraksi selama latihan. Jadi, dalam contoh di atas, melakukan bentuk Squat dengan beban berat akan menyebabkan peningkatan dalam hal kekuatan otot, yang secara teoritis meningkatkan kekuatan output jump squat. Mengenai kombinasi antara latihan kekuatan dengan intensitas yang tinggi kemudian ditransferkan ke latihan pliometrik itu sendiri mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Metode latihan ini bekerja berdasarkan sistem syaraf serta pada saat yang bersamaan mengaktifkan serat otot kedut cepat. Latihan kekuatan dengan intensitas yang tinggi mengaktifkan serat otot kedut cepat (serat

Page 16: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

14 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

otot kedut cepat ini bertanggung jawab terhadap aktifitas power yang eksplosif). Pada latihan yang berikutnya yaitu latihan pliometrik serat-serat otot yang tadinya diaktifkan pada latihan kekuatan tadi, kali ini digunakan atau dipakai. Selama aktifitas ini berlangsung otot-otot mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi. Bentuk latihan complex training yang intensif dapat melatih serat otot kedut lambat untuk bekerja layaknya serat otot kedut cepat. Apabila hal tersebut terjadi, maka bisa dibayangkan bagaimana hasilnya terhadap kemampuan fisik seorang atlet, sudah dapat dipastikan luar biasa dampaknya.

Penerapan complex training merupakan metode yang diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan yang bersifat anaerob, seperti kemampuan kecepatan geraknya dalam bentuk speed, agility, atau powernya, maupun kemampuan yang bersifat daya tahan kecepatan seperti daya tahan kecepatan dalam bentuk speed (speed endurance), agility (agility endurance), dan juga power otot yang bisa dipertahankan dalam waktu yang lama atau dalam jumlah pengulangan yang banyak (power endurance).

C. METoDoloGI PEnElITIAnMetode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

eksperimen dengan disain “one group pretest and posttest”. Adapun rancangan penelitian ini adalah:

Page 17: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 15

Gambar 2. Desain penelitian

Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Fitness Center mulai bulan Juli sampai dengan November 2011. Pelaksanaan latihan dilakukan 3 kali dalam satu minggu tergantung pada tujuan latihannya sesuai dengan ketentuan prinsip dan norma pembebanan latihan dalam mencapai tujuan latihan fisik.

Subjek Penelitian yang diambil adalah para mahasiswi yang tergabung dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal mahasiswa puteri sejumlah 12 orang.

Instrumen Penelitian yang digunakan untuk melaksanakan proses dan mengumpulkan data berupa program latihan untuk “Complex Training” dan beberapa item tes untuk mengetahui kemampuan Anaerob, seperti:1. Tes Kecepatan Gerak dalam bentuk a. Speed: Sprint 20 meter b. Agility: Shuttle run 4m x 5 shuttle2. Tes Kekuatan yang Cepat: a. Power: St, Broad Jump 3. Tes Daya Tahan Kecepatan: a. Speed Endurance: Tes Sprint 150 meter b. Agility Endurance: 10 m x 10 rep 4. Tes Power Endurance (Stamina Otot): a. Power Endurance: Tes Lompat 10 Hop

Page 18: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

16 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

5. Tes Maximum Strength: 1 RM Leg Press6. Tes Strength Endurance: 60% RM

Pengumpulan Data. Langkah-langkah yang diambil untuk pengumpulan data adalah menyiapkan instrument tes, melaksanakan pengetesan dan pengukuran sesuai prosedur tes oleh sejumlah personil tester (5 orang yang ahli dalam pengambilan data). Data yang terkumpul adalah jenis data kuantitaif.

Jadwal pengambilan data terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama merupakan tes awal untuk mengetahui kondisi awal para sampel. Dan, tahap kedua adalah tes akhir untuk melihat perkembangan dari hasil perlakuan pelatihan.

Teknik Analisis dari data yang terkumpul dari hasil pengukuran berdasarkan tes kemampuan dinamis anaerobic dianalisis untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis statistik uji t-test yang berkorelasi (Sugiyono, 2006:119) yang terlebih dahulu melalui uji normalitas dengan Lillifors. Adapun rumus uji t-test adalah:

Harga t kemudian dibandingkan dengan harga t dengan dk = n1 + n2 – 2 pada taraf kesalahan α 0,05 (5%) tabel, dengan kriteria, jika t hitung < t tabel maka Ho diterima sebaliknya Ha ditolak.Ho : Penerapan Complex Training tidak memberikan dampak yang

signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob.Ha : Penerapan Complex Training memberikan dampak yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob.

D. hASIl DAn PEMBAhASAnPada bagian ini disajikan gambaran data hasil pengetesan dan

pengukuran yang telah diolah sehingga memperoleh Nilai rata-rata, Simpangan baku (standar deviasi), dan Simpangan baku Gabungan (Varian) pada masing-masing komponen kemampuan anaerob pada tes awal dan tes akhir seperti tertuang pada tabel-tabel berikut di bawah.

Page 19: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 17

Nilai-nilai tersebut selanjutnya akan dipergunakan untuk melakukan pengujian agar dapat ditemukan kebermaknaan (signifikansi) dari masing-masing perlakuan yang diberikan melalui uji t

Tabel 2. Mean, Simpangan Baku, dan Varians dari tes awal & tes akhir

Kemampuan Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku Simp. Baku

Gabungan1. Speed 3,60 0,09 0,0092. Agility 7,91 0,68 0,4673. Power 1,90 0,21 0,0424. Maximum Strength 50,00 10,00 100Anaerobik Alaktasid 50,00 7,92 62,80

Kemampuan Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku Simp. Baku

Gabungan1. Speed Endurance 25,94 1,36 1,842. Agility Endurance 40,94 1,80 3,243. Power Endurance 17,48 1,78 3,164. Strength Endurance 50,00 10,00 100Anaerobik Laktasid 50,00 6,18 38,23

Kemampuan Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku Simp. Baku

Gabungan1. Speed 3,49 0,12 0,0142. Agility 7,41 0,39 0,1533. Power 2,09 0,11 0,0124. Maximum Strength 50,00 10,00 100Anaerobik Alaktasid 50,00 9,31 86,66

Kemampuan Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku Simp. Baku

Gabungan1. Speed Endurance 25,67 1,13 1,282. Agility Endurance 29,65 1,14 1,313. Power Endurance 18,85 1,35 1,824. Strength Endurance 50,00 10,00 100Anaerobik Laktasid 50,00 5,80 33,6

E. PEnGujIAn hIPoTESIS DAn PEMBAhASAnUntuk melihat hasil peningkatan kemampuan kelompok sampel maka

perlu dilakukan pengujian statistik dengan Uji t-test melalui pendekatan distribusi sampling t, dengan rumus.

Page 20: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

18 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

a. uji t pada peningkatan kemampuan:

1. Speed:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai: t hitung (5,58) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan kecepatan gerak “Speed”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar3.

Gambar 3. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Speed

2. Agility:Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (3,14) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis

Page 21: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 19

penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Agility”. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4.. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Agility

3. Power:Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (5,05) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Power”. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

Page 22: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

20 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 5. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Power

4. Maximum StrengthDari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (20,96) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Maximum Strength”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar6.

Page 23: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 21

Gambar 6. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Maximum Strength

5. Speed Endurance:Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (1,97) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Speed Endurance”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar7.

Gambar 7. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Speed Endurance

Page 24: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

22 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

6. Agility Endurance:Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (4,02) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Agility Endurance”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar8.

Gambar 8. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Agility Endurance

7. Power Endurance:Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:t hitung (4,46) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Power Endurance”.Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 9.

Page 25: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 23

4,46

- 1,72 1,72

Gambar 9. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Power Endurance

8. Strength Endurance:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:t hitung (4,11) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Strength Endurance”.Hasilt ersebut dapat dilihat pada gambar 10.

Page 26: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

24 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 10. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Strength Endurance

9. Anaerobik Alaktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai: t hitung (1,92) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Alaktasid. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Anaerobik Alaktasid

Page 27: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 25

10. Anaerobik laktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:t hitung (0,002) < dari t tabel (1,72), maka Ho diterima dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) ditolak yang berarti bahwa Complex Training tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Kurva kemampuan & Grafik Anaerobik Laktasid

11. Anaerobik:

Dari hasilpengolahan data diperoleh nilai:t hitung (1,69) < dari t tabel (1,72), maka Ho diterima dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) ditolak yang berarti bahwa Complex Trainingtidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar13.

Page 28: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

26 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 13. Kurva kemampuan & Grafik Anaerobik

F. DISKuSI PEnEMuAnPelatihan “complex” ini sangat efektif untuk membantu meningkatkan

kemampuan kecepatan “speed”. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatkan-nya kemampuan ini sebesar rata-rata 0,11 detik (rata-rata kemampuan awal 3,60 menjadi rata-rata kemampuan akhir 3,49 detik). Catatan waktu ini sangat bermakna jika terjadi pada suatu perlombaan seperti nomor sprint 100 meter, yang perbedaan antara atlet satu dengan yang lainnya hanya terpaut 0,01 detik.

Peningkatan ini merupakan indikasi kebermaknaan dari pelatihan kekuatan dengan memanfaatkan metode latihan kompleks yang menggabungkan pelatihan kekuatan maksimal dengan pelatihan kekuatan yang ekplosif cepat. Sehingga pelatihan ini cukup penting jika diterapkan untuk cabang olahraga yang membutuhkan “speed”.

Page 29: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 27

Untuk kemampuan kelincahan (agility) peningkatan yang terjadi juga signifikan dari rata-rata 7,91 detik menjadi 7,41 detik, terpaut lebih singkat 0,50 detik. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat baik peningkatnnya untuk cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan agility. Pelatihan kekuatan maksimal yang adekuat ternyata memberikan dampak yang siginifikan peningkatnnya terhadap kemampuan agility, hal ini ditunjukkan dengan kemampuan “break” saat harus merubah arah akselerasi. Gerakan ketika merubah arah ini benar-benar membutuhkan kemampuan kekuatan maksimal karena harus melakukan pengereman dan dengan segera membalikkan badan untuk segera melakukan perubahan arah. Jika kemampuan kekuatan maksimal otot tungkainya tidak/kurang baik maka kecil kemungkinan untuk bisa melakukan gerakan ini lebih cepat/lebih lincah

Untuk kemampuan lainnya seperti power dan kekuatan maksimal sudah bisa diyakinkan akan terjadi peningkatan yang signifikan karena pelatihan “complex training” bericirikan penggabungan dua komponen kemampuan tersebut, sehingga peningkatan yang terjadi sangat siginifikan.

Hasil temuan data berdasarkan penggabungan kemampuan anaerobik bersifat alaktasid, yang terdiri dari kemampuan speed, agility, power, dan kemampuan kekuatan maksimal menunjukkan peningkatan yang signifikan. dari hasil perlakuan “complex training”. Rata-rata peningkatannya sebesar 3.05, yaitu dari rata-rata 50.00 menjadi 53.05. Hal ini mengisyaratkan bahwa jika hendak meningkatkan kemampuan yang bersifat anaerobik yang alaktasid tersebut sebaiknya memanfaatkan pelatihan kekuatan yang intensif dan eksklusif, karena pelatihan complex training menunjukkan kekhasan dalam pelatihan yang bersifat anaerobik alaktasid yang memfasilitasi kemampuan akselerasi gerakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kemampuan ini.

Temuan lain dari kemampuan ini adalah adanya peningkatan yang konsisten dari masing-masing anggota sampel setelah perlakuan complex training pada keempat kemampuan anaerobik alaktasid tersebut.

Temuan pada kemampuan speed endurance yang juga mengalami peningkatan yang signifikan ditandai dengan peningkatan rata-rata kecepatan lari per 50 meternya untuk menempuh jarak 150 meter sprint. Perubahan difisit waktu antar jarak tersebut sebesar rata-rata kurang dari

Page 30: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

28 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

0.50 detik. Dan, peningkatan rata-rata sebesar 0.27 detik merupakatan catatan waktu yang signifikan. Hal ini seperti yang sering terjadi pada perlombaan dalam nomor sprint di atletik. Waktu tersebut sangat bermakna untuk menentukan siapa yang menjadi terbaik walaupun berbeda 0,01 detik. Ini merupakan kemampuan mempertahankan percepatan langkah secara maksimal.

Pada kemampuan daya tahan kelincahan (agility endurance) ditemukan peningkatan rata-rata sebesar 1,28 detik. Suatu perubahan peningkatan yang sangat signifikan karena meningkatnya lebih dari 1 detik. Hal ini tentu disebabkan oleh kemampuan menahan berat badan saat berhenti medadak yang kemudian melakukan gerakan merubah arah secara cepat, kemampuan ini pasti disebabkan oleh peningkatan kemampuan kekuatan maksimal otot tungkai yang menjadi lebih baik. Sehingga mampu kemudian melakukan akselerasi dan mempertahankannya untuk jumlah pengulangan yang cukup banyak.

Power endurance yang merupakan kemampuan gabungan dari kemampuan kecepatan, kekuatan, dan daya tahan menunjukkan kualitas yang sangat kompleks. Peningkatan rata-rata dari kemampuan power endurance otot tungkai sebesar 107 m untuk tungkai kanan dan 1,15 m untuk tungkai kiri merupakan angka peningkatan yang signifikan. Jika diimplementasikan dalam kebutuhan kemampuan power endurance ini untuk perlombaan nomor lompat dalam atletik sudah bisa dipastikan sangat signifikan.

Temuan pada kemampuan daya tahan kekuatan otot tungkai yang mengalami peningkatan sangat signifikan rata-rata 38,17 kali pengulangan merupakan modal dasar untuk mampu mempertahankan performa baik dalam bentuk speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, maupun power endurance. Dengan peningkatan kemampuan daya tahan kekuatan otot maka peluang untuk bertahan dalam setiap melakukan gerak menjadi lebih besar.

Untuk kemampuan yang bersifat anaerob laktasid seperti: “speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance”, pelatihan inipun memberikan dampak yang siginifikan. Temuan dari hasil perlakuan yang secara penghitungan volume latihan memenuhi syarat pelatihan daya tahan, yaitu jumlah pengulangan yang cukup banyak total

Page 31: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 29

repetisinya yaitu mencapai jumlah 12–24 untuk beban maksimal dan 180 kali lompatan.

Untuk kemampuan anaerobik bersifat laktasid yang menggabungkan kemampuan speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance nampak pada perubahan peningkatan masing-masing anggota sampel yang memiliki kelebihan pada satu komponen namun masih lemah pada komponen lain sehingga akumulasi kemampuan menjadi berubah. Hal ini sejalan dengan prinsip individualisasi yang menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dan kemampuan anaerobik yang laktasid sangat dipengaruhi oleh kemampuan aerobik terutama manfaat pemulihan dan ketikan menghindari cepat datangnya kelelahan.

Seperti terlihat pada grafik 13 bahwa terdapat 6 sampel yang mengalami penurunan kemampuan setelah dijadikan skor gabungan. Hal ini yang luput dari pemantauan adalah variabel lain seperti dasar kemampuan aerobiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anaerobik yang hendak ditingkatkan secara eksklusif harus memenuhi syarat kemampuan aerobik yang sudah cukup baik.

Begitu juga dengan skor gabungan yang diperoleh dari hasil kemampuan anaerobik yang alaktasid dengan anaerobik yang laktasid menunjukkan perubahan peningkatan yang belum signifikan. Hal ini disebabkan karena nilai gabungan anaerobik laktasid yang tidak signifikan sehingga berpengaruhi terhadap kemampuan anaerobik secara keseluruhan. Temuan lain dari kemampuan ini adalah meyakinkan bahwa kemampuan anaerobik dipengaruhi oleh kemampuan yang bersifat daya tahan (aerob).

Hal lain yang menjadi temuan penelitian adalah tentang aspek psikologis yaitu adanya kepercayaan diri yang cukup tinggi dari setiap atlet/pemain ketika melakukan pergerakan dalam kecabangan olahraga (dalam hal ini permainan futsal), seperti ketika mereka melakukan sikap tumpuan untuk melakukan gerakan “shooting” bola ke gawang. Nilai positif lain yang dirasakan adalah kemampuan kualitas otot menjadi lebih padat (muscle density) sehingga menjadi lebih kokoh saat melakukan pergerakan. Namun perubahan kemampuan aerob perlu dicermati untuk ditindaklanjuti melalui kajian penelitian berikutnya.

Page 32: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

30 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

G. KESIMPulAnHasil penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa:1. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Speed2. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Agility3. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Power4. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength5. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Speed Endurance6. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Agility Enduranc7. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Power Endurance8. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan Strength Endurance9. Penerapan pelatihan “Complex Training” memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik Alaktasid.

10. Penerapan pelatihan “Complex Training” tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik Laktasid

11. Penerapan pelatihan “Complex Training” tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik

h. SARAn & REKoMEnDASIOleh karena penerapan pola latihan “Complex Training” memberikan

dampak terhadap peningkatan rata-rata kemampuan anaerobyang bersiafat alaktasid maupun laktasid maka disarankan kepada para pelatih untuk memberikan pelatihan ini secara bertahap, sistematis sesuai dengan kebutuhan periodisasi dan tuntutan tujuan latihan yang terkait

Page 33: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 31

pelatihan kekuatan maksimal yang ditransfer dalam bentuk-bentuk latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan kecepatan gerak dalam bentuk speed maupun agility, power yang dinamis dalam bentuk gerakan lompat, kekutan maksimal yang skplosuf, juga daya tahan power (power endurance), daya tahan kecepatan (speed endurance),serta kemampuan daya tahan kelincahan (agility endurance).

Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan yang signifikan setelah kemampuan secara keseluruhan digabungkan maka disarankan kepada para pelatih untuk juga memperhatikan kemampuan aerobik sebagai dasar bangunan kemampuan fisik agar hasil latihan yang bersifat anaerobik dapat lebih berkualitas. Karena upaya untuk meningkatkan kemampuan anaerobik yang bersifat laktasid maka konsekuensi pemulihan harus baik (cepat) sehingga dibutuhkan kemampuan kapasitas aerobik yang sangat baik sesuai dengan manfaat dari kemampuan aerobik bahwa dengan aerobik yang baik maka rasa lelah akan lama datang/muncul dan masa pemulihan akan cepat/singkat.

Diharapkan setiap pelatih mampu menerapkan program latihan “Complex Training” sesuai dengan tahapan yang dibutuhkan pada periodisasi latihan kekuatan yaitu: mulai dari tahapan Adaptasi Anatomik, Hipertropi, Koordinasi Intramuskular yang bisa memanfaatkan metode “complex training”, dilanjutkan dengan konversi ke daya tahan power (power endurance), dan diakhiri menjelang kompetisi dengan tahapan power yang bersifat anaerobik alaktasid agar tingkat kelelehan tidak terjadi menjelang kompetisi. Hal ini penting agar kebutuhan latihan menjadi lebih terjamin dan sasaran latihan menjadi terarah.

Penerapan latihan secara adekuat dengan memperhatikan metode latihan, pola latihan, prinsip-prinsip, dan norma-norma latihan dengan tepat merupakan kunci penting untuk mendapatkan overkompensasi (Efek Latihan).

Guna menghasilkan pengembangan keilmuan dalam kepelatihan yang lebih efektif dan efesien maka dalam penelitian ini dapat dikembangkan melalui kajian lain atau penerapan pelatihan yang lebih istimewa dengan menggabungkan beberapa pola latihan secara periodik dan sistematik. Dan juga lebih memperhatikan kebutuhan pada cabang olahraga yang lebih

Page 34: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

32 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

spesifik dominan kemampuan fisik, seperti cabang olahraga yang dominan kecepatan (sport speed), dominan power endurance (sport strength), atau dominan daya tahan (sport endurance) ketika memanfaatkan pola pelatihan.

Karena pelatihan ini efektif untuk kelompok atlet elit seperti dideskripsikan dalam latar belakang maka sebaiknya para pelatih lebih mempertimbangkan kembali untuk memanfaatkan pelatihan ini secara lebih adekuat.

DAFTAR PuSTAKA

Bompa, Tudor O. (1999). Theory and Methodology of Training; the Key to Athletic Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.

Duthie. “complex, contrast and ‘traditional’ training” (http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training.html)

Gamble, Paul. (2010). Strength & Conditioning for Teams Sports: Sports-Specific Physical Preparation for High Performance. Routledge, Taylor & Francis Group. London & New York.

Giriwijoyo, Santosa. (2007). Ilmu Faal Olahraga; Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga, edisi 7. Bandung: Buku Ajar FPOK UPI.

Gordon, Dan. (2009). Coaching Science. Learning Matters. British Library.Grego. Brad Mc. Complex Training. (http://www.pponline.co.uk/encyc/

complex-training.html)Pesurnay, P. Levinus, danSidik, D. Zafar.(2007). MateriPenataranPelatihFisik

Tingkat Nasional Se-Indonesia.KoniPusat.Janssen, Peter, 2001. Lactate Threshold Training. Canada: Human Kinetics

PublisherSudjana, 1990. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.Sidik. Dikdik Zafar. Periodisasi Latihan Kekuatan. www.koni.or.idFitnessvenues.(2009). Strength training and complex training methods.

http://www.fitnessvenues.com/uk/complex-strength-training. [27 September 2011].

Spellwin.G.(2009). Complex Training New Method for Amazing Muscle

Page 35: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik | 33

Building Results. [Online].Tersedia: http://bodybuilding.elitefitness.com/complex-training. [27 September 2011].

Shepherd.J. (2008).Complex training: The potentiation effect - can one training mode really enhance another?:http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training.html. [ 29September 2011].

Mackenzie, B. (2002). Leg Pliometriks .http://www.brianmac.co.uk/legplymo.htm

Mackenzie. Brian.2000. ”Complex Training”. http://www.brianmac.co.uk/complex.htm

Tattam, Amy. The Effects of Training on the Anaerobik Energi Sistem. www. slideshare.net

___. Anaerobik Capacity. www.flammerouge.jetWises. 2008. Speed, Power, Power Endurance http://wise-coach.com/speed-

power-power-endurance.htmlWard, P. (2009). Complex Training – Are Specific Rest Intervals Important?.

[Onli ne].http://optimumsportsperformance.com/blog.

Korespondensi:Nama: Dr. Dikdik Zafar Sidik M.Pd; Institusi: Pendidikan Kepelatihan

Olahraga FPOK Universitas Pendidikan Indonesia; Alamat: Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung 40154; Telp/ax: (022) 2004750; Email: [email protected]

Page 36: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 34 —

latihan ImageryDr. Sapta Kunta Purnama

(Dosen FIK Univ. Negeri Semarang)

A. PEnDAhuluAn

Dalam membina atlet sekarang ini masih banyak para pelatih yang tidak melaksanakan latihan khusus untuk meningkatkan kualitas

mental atlet. Kecenderungan pelatih hanya menitik beratkan pada latihan fisik atau latihan yang nyata dapat dilakukan dengan gerakan badan atau anggota tubuh, bahkan banyak pelatih yang tidak tahu tentang pelaksanaan latihan selain latihan yang nampak nyata dalam peragaan fisik. Memang salah satu metode terbaik untuk meningkatkan keterampilan gerak adalah latihan yang secara langsung mempelajari kegiatan/aktivitas keterampilan gerak tersebut dengan praktek secara berulang-ulang, karena dengan praktek berulang-ulang seseorang akan memperoleh pola otomatis dari teknik keterampilan gerak yang dipelajarinya.

Apakah ada latihan yang tidak tampak nyata? Dalam latihan mental (mental training) ada istilah latihan imajeri, mental rehearsal dan imagery. Istilah tersebut sebenarnya sama yaitu; suatu latihan dengan cara membayangkan, memikirkan atau menggambarkan situasi tertentu. Jenis latihan ini umumnya belum dilaksanakan oleh pelatih dalam program latihan untuk atlet atau anak didik mereka. Hal ini disebabkan masih banyak para pelatih yang asing mengenai konsep teknik latihan imajeri.

Pembinaan olahraga di tingkat klub atau sekolah, pada umumnya dimulai sejak periode usia dini antara usia 6-12 tahun. Eksistensinya sebagai lapisan pembinaan yang berperan untuk melanggengkan proses regenerasi menjadi sangat penting, lebih-lebih karena klub dan sekolah merupakan

Page 37: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 35

pusat awal pembinaan atlet-atlet usia dini dan menjadikan salah satu strategi paling mendasar dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga. Oleh karena itu, pembinaannya harus dilakukan secara berencana, teratur, dan sistematis dengan memberdayakan semua aspek pendukung terciptanya prestasi setinggi mungkin, terutama aspek terkait dengan proses latihan, baik aspek kemampuan fisik, keterampilan teknik dan taktik bermain, maupun keterampilan psikologis secara simultan.

Kondisi faktual menunjukkan bahwa pembinaan prestasi olahraga saat ini terutama di tingkat klub dan sekolah, khususnya pembinaan aspek keterampilan psikologis merupakan latihan yang sangat penting dalam pembinaan olahraga. Kesabaran, keberanian, sportivitas, kepercayaan diri, motivasi, pengelolaan emosi, termasuk penetapan tujuan dan imajeri mental merupakan aspek-aspek psikologis yang sangat penting dalam pembinaan olahraga dan harus dilatihkan sejak usia dini seperti halnya latihan fisik atau teknik.

Pelaksanaan latihan imajeri di lapangan bukan berarti bahwa latihan ini sepenuhnya dapat menggantikan latihan yang nyata tampak dalam peragaan fisik, tetapi kedua-duanya harus diberikan dalam satu kesatuan atau harus saling mengisi untuk mengoptimalkan/memaksimalkan pencapaian prestasi atlet.

Setiap pertandingan selesai, banyak orang berkomentar tentang faktor kemenangan dan kekalahan. Ada yang mengatakan, pemain A memiliki kelebihan dalam hal teknik, ada yang mengatakan kelebihan dalam hal fisik dan tidak jarang yang mengatakan, karena pemain B sebelum bertanding sudah kalah mental. Dalam hal ini dapat disimpulkan sebenarnya penampilan atlet yang berprestasi tertentu merupakan hasil akumulasi (gabungan) dari berbagai faktor. Faktor mental merupakan bagian yang turut menentukan keberhasilan dalam pertandingan olahraga. Oleh karena faktor mental menjadi salah satu yang penting dalam keberhasilan atau peningkatan prestasi atlet, maka perlu adanya latihan mental.

Latihan mental adalah terjemahan dari kata mental practice, mental training, mental rehearsal atau cognitive rehearsial. Singer (1980) menyebutkan latihan mental dengan istilah mental training atau latihan image, yaitu konseptualisasi yang menunjukkan pada latihan tugas dimana gerakan-gerakannya tidak dapat diamati. Magil (1980) mengistilahkan latihan mental

Page 38: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

36 | Dr. Sapta Kunta Purnama

sebagai latihan kognitif (cognitive rehearsal) dari keterampilan fisik dan kekurang jelasan gerakan-gerakan fisik. Oxendine (1984) mengistilahkan latihan mental dengan mental practice yakni digunakan dalam kaitannya dengan proses konseptualisasi fungsi ide/gagasan, introspeksi dan latihan imajiner/khayal. Drawatzky (1991) mendefinisikan latihan mental adalah suatu metode latihan dimana penampilan pada suatu tugas diimajinasikan tanpa latihan fisik yang tampak.

Porter dan Foster (1986) menjelaskan latihan mental secara lebih rinci yakni belajar, latihan dan penerapan mental serta keterampilan psikologis, melalui: (1) penentuan tujuan jangka pendek dan jangka panjang; (2) merubah pola berfikir dan persepsi negatif ke arah berpikir positip serta sistem kepercayaan; (3) menulis persyaratan-persyaratan diri yang positif tentang dan dalam mendukung penampilan; (4) rekreasi yang progresif; (5) imajinasi dalam nomor olahraga; (6) konsentrasi dan pemusatan (7) kekebalan/daya tahan dari cidera dan rasa sakit.

Jika memperhatikan rumusan-rumusan pengertian tersebut di atas bahwa secara garis besar latihan mental adalah: metode latihan atau belajar yang dapat berupa persepsi, konseptualisasi, imagery, imajinasi, imajinasi ide dan sebagainya dan yang bersifat tidak tampak.

B. PEMBInAAn MEnTAl ATlETPembinaan atlet yang harmonis antara fisik dan mental sangat perlu

untuk mencapai prestasi maksimal. Peningkatan kemampuan fisik, teknik dan taktik tanpa disertai pembinaan mental yang baik akan mengakibatkan hasil negatif. Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan atlet dalam penampilan olahraga. Setiap kali menghadapi suatu pertandingan mental atlet harus dipersiapkan, siap menghadapi rangsangan-rangsangan emosional, siap menghadapi tugas yang berat, atau tegasnya siap menghadapi beban mental.

Pembinaan mental atlet disamping untuk menyiapkan mental atlet menjelang pertandingan, juga ditujukan untuk membina daya tahan mental atlet. Daya tahan mental merupakan kondisi kejiwaan yang mengandung kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan menghadapi gangguan, ancaman dalam keadaan bagaimanapun juga, baik yang datang dari dalam

Page 39: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 37

dirinya maupun dari luar diri atlet.

Daya tahan mental perlu dimiliki atlet, agar atlet dapat menghadapi situasi-situasi kritis dalam pertandingan dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri, dapat menguasai, dapat mengontrol permainannya, tetap tenang dan sebagainya, khususnya saat menghadapi kemungkinan kekalahan, agar dapat bangkit untuk berpenampilan yang baik.

Bila kita memperhatikan keberhasilan para atlet tingkat dunia yang berhasil menampilkan prestasi puncaknya bahwa keberhasilan mereka itu tidak dapat lepas dari peranan faktor mental. Sebenarnya apa yang dimiliki para atlet itu, terutama kemampuan atau keterampilan mental yang hebat yang mampu mempertinggi penampilan mereka dan menempatkan mereka pada puncak prestasi dalam masing-masing cabang olahraganya. Karena latihan mental dapat bermanfaat bagi kecakapan keterampilan motorik (gerak) pada penampilan keterampilan yang dipelajari dengan baik (Magill, 1980).

Ide latihan mental secara menyeluruh adalah memfokuskan pada aspek-aspek penampilan mental yang positif, kemampuan dan keterampilan-keterampilan lain yang telah dipersiapkan. Program latihan mental ini juga menitikberatkan pada apa yang benar dan bagaimana mengembangkan untuk membuatnya bekerja dan meningkatkan penampilan.

Asumsi dasar atau program latihan mental adalah gambaran dalam fikiran dan menciptakan kenyataan (realitas) dengan gambaran atau bayangan mental (mental images). Dalam hal ini bagaimana menyadari kemampuan diri sendiri secara positif dan negatif. Kesan ini berpengaruh pada penampilan sekarang dan selanjutnya. Misalnya jika “melihat” diri sendiri sebagai seorang yang lamban dan agak canggung, maka akan mengejawantahkan atau memanifestasikan hal ini secara fisik ketika mengikuti suatu nomor olahraga.

Program latihan mental harus dilakukan dengan dedikasi dan disiplin yang tinggi. Secara umum cara persiapan mental yang dilakukan, berpedoman pada: kepercayaan penuh dalam diri dan kemampuan fisik, konsentrasi penuh dan memusatkan selama kompetisi, imagery penampilan selama berhari-hari atau beberapa minggu sebelum pelaksaanaan pertandingan (kompetisi), menganalisis berbagai kekurangan dan berusaha untuk memperbaiki penampilan dan teknik atau strategi, kemampuan

Page 40: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

38 | Dr. Sapta Kunta Purnama

untuk mengalahkan dengan mudah dan melihat ke depan pada tantangan-tantangan baru pada pertandingan berikutnya, tidak pernah melihat diri sendiri sebagai atlet yang kalah sekali atau dua kali dalam pertandingan (Porter and Foster, 1987). Eugene F. Gauron dalam Sudibyo Setyobroto (1989) memberikan gambaran tentang program latihan mental yang menyebutkan adanya tujuh sasaran program, yaitu:1) Mengontrol perhatian, hal itu perlu dapat mengkonsentrasikan

kemampuan dan perhatian pada titik tertentu sesuatu yang harus dikerjakan.

2) Mengontrol emosi, menguasai perasaan marah, benci, gembira, nervous, dan sebagainya sehingga dapat menguasai ketegangan dan bermain dengan tenang.

3) Energization, dimaksudkan untuk dapat mengembalikan kekuatan sesudah bermain all-out, sehingga pemain dapat mengerahkan kekuatan seperti biasa. Disamping istilah second wind juga dikenal istilah third wind bahkan juga forth wind.

4) Body awarness, dengan penguasaan body awarness atlet akan lebih memahami dan menyadari keadaan tubuhnya, dapat melokalisasi ketegangan dalam tubuhnya.

5) Mengembangkan rasa percaya diri, faktor yang dapat menentukan dalam penampilan puncak seorang atlet adalah kepercayaan pada diri sendiri. Dengan percaya diri atlet akan dapat bermain dengan baik dan mencapai hasil yang lebih baik.

6) Membuat perencanaan faktor bawah sadar, badan adalah pesuruh dari apa yang kita inginkan. Dengan menggunakan mental image sebagai salah satu cara latihan mental, maka apa yang kita pikirkan atau bayangkan dapat dilakukan.

7) Rekonstrukturisasi pemikiran apa yang dipikirkan akan berpengaruh dalam penampilan. Dengan merubah pemikiran juga akan merubah perasaan (misalnya perasaan pasti kalah). Karena itu dengan merubah pemikiran juga dapat menghasilkan tingkah laku dan penampilan yang berbada.

Singgih D. Gunarso (1990) menguraikan secara lebih operasional mengenai langkah-langkah agar atlet dapat memperlihatkan puncak penampilan (peak performance) atau prestasi. Pada hakikatnya latihan

Page 41: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 39

mental dilakukan seperti halnya pada latihan fisik, yang perlu dilatih dan perlu dipersiapkan jauh hari sebelumnya, bahkan dapat dimulai sejak usia dini sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Pelaksanaan latihan mental dapat dilakukan secara serempak atau dilibatkan langsung pada saat latihan fisik, atau dilakukan secara tersendiri.

Bentuk-bentuk latihan mental dapat berupa relaksasi, konsentrasi, imagery, dan lain sebagainya.

1. Relaksasi

Relaksasi adalah pengembalian suatu otot, pada kondisi istirahat karena kontraksi, atau suatu kondisi tegangan rendah dengan suatu ketiadaan kurangnya emosi yang kuat (Chaplin 1979). Terapi relaksasi merupakan suatu bentuk penyembuhan atau terapi dimana penekanannya dengan memakai pengajaran pada atlet bagaimana agar rileks (tidak tegang) pada penerimaan atau tanggapan bahwa relaksasi otot akan membantu pengurangan ketegangan psikologis.

Latihan relaksasi dapat melalui peregangan dan pelemasan otot-otot, sehingga tercipta keadaan yang lebih tenang. Keadaan tegang dialami atlet bersifat individual ada yang mengalami ketegangan pada saat bertanding. mengurangi ketegangan, terutama pada saat bertanding, dapat juga dilakukan dengan teknik pernafasan atau mengambil nafas dalam-dalam yang hanya membutuhkan waktu singkat dan seringkali sangat efektif untuk mengurangi ketegangan.

2. Konsentrasi

konsentrasi adalah suatu aktivitas pemusatan perhatian tertentu, Eugene F. Gauron dalam Sudibyo S. (1989) mengemukakan ciri-ciri konsentrasi sebagaimana digambarkan dibawah ini:1) Tertuju pada suatu benda pada suatu saat2) Merupakan keseluruhan3) Perhatian selektif terhadap pemikiran tertentu dan tidak ada perhatian

terhadap objek atau pemikiran lain.4) Menenangkan dan memperkuat mental

Atlet tidak dapat memusatkan perhatian atau mengalami perhatian

Page 42: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

40 | Dr. Sapta Kunta Purnama

yang terbagi-bagi selama mengikuti pertandingan, maka latihan konsentrasi dapat digunakan sebagai teknik latihan mengatasai permasalahan tersebut.

Selanjutnya Gauron (1989) memberikan beberapa petunjuk sebagai berikut:1) Jauhkan fikiran dari sesuatu yang pernah anda lakukan ataupun pernah

anda alami;2) Pusatkan perhatian anda pada satu tempat;3) Tujukan pusat perhatian pada satu lokasi tersebut4) Kosongkan fikiran anda biarkan tetap kosong5) Pindahkan dari sasaran khusus ke pusat perhatian seperti gambar

panorama kemudian ikut dihadirkan suatu gambar besar memberi kemungkinan masukkan tanpa menyeleksinya

6) Berupaya memusatkan perhatian terhadap semua benda7) Berhentilan dan kemudian kembali konsentrasi

3. Imagery

Latihan imagery adalah suatu latihan dalam alam fikiran atlet, dimana atlet membuat gerakan-gerakan yang benar-benar melalui imajinasi dan setelah dimatangkan kemudian dilaksanakan.

Latihan imagery dapat berarti tiga hal, yaitu: yang dapat dilihat atau visual, dapat didengar atau auditory dan dapat dirasakan atau kinesthetic (Poster dan Foster, 1986).

Bagaimana prosedur yang dapat menjadi pegangan para pelatih untuk melaksanakan latihan imagery ini? Tekanan pokok dalam latihan imagery adalah: semua atlet harus sudah memperoleh pengertian mengenai keterampilan dan bagaimana cara serta pola gerak yang akan dilakukan dalam keterampilan nyata. Pertama, atlet diberi gambaran mengenai teknik yang akan dilatihkan (apabila tujuan latihan adalah tentang penguasaan teknik). Adapun gambaran tentang teknik tersebut dapat berupa demontrasi pelatih, contoh gambar atau rekaman video dan lain-lain. Kedua, atlet diminta untuk mengingat kembali teknik yang dilatih tersebut, kemudian atlet membayangkan dirinya melakukan gerakan teknik tersebut sambil menutup mata. Dengan menutup mata dapat membantu para atlet dalam berkosentrasi terhadap apa yang sedang dilakukannya.

Page 43: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 41

Imajeri mental adalah serangkaian aktivitas membayangkan atau memunculkan kembali dalam pikiran suatu obyek, peristiwa atau pengalaman gerak yang benar dan telah disimpan dalam ingatan (Blischke, 1999; Finke dalam Suharnan, 2000; Vedelli, 1985). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa imajeri mental dapat memfasilitasi peningkatan performa olahraga (Vealey dan Walter, 1993). Imajeri mental meningkatkan ketepatan dan kualitas pukulan tenis meja (Li-Wei dalam Anderson, 1997), digunakan untuk mempelajari gerak yang baru dan menghaluskan gerakan (Smith dalam Smith, 2000), mempengaruhi belajar dan penampilan peserta didik (Vedelli, 1985). Latihan imajeri mental mempengaruhi belajar dan penampilan karena memungkinkan individu mengulang rangkaian gerak dengan membuat komponen-komponen simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk memfasilitasi performa keterampilan yang akan dilakukan (Perry & Morris, 1985), dan dapat menguatkan hubungan stimulus respon (Lang, 1977, 1979).

Menurut Marten (1987), penetapan tujuan dan imajeri mental merupakan bagian integral dari keseluruhan keterampilan psikologis. Membayangkan tujuan merupakan suatu cara yang efektif untuk mengarahkan atlet terhadap pencapaian tujuan dan imajeri mental dapat berhasil dengan efektif ketika atlet menetapkan tujuan yang spesifik dan realistik selama latihan imajeri mental. Kian jelas dan detail obyek atau gerakan yang dibayangkan, maka kian besar kemungkinan peserta didik akan mampu melihat peluang-peluang yang dapat mewujudkan tujuan belajarnya (Shope, 1982). Selain itu, dengan membuat gambaran atau bayangan yang sangat spesifik peserta didik dapat menentukan aspek-aspek kritis atau komponen-komponen kunci yang harus menjadi fokus perhatian selama proses pembelajaran (Syer dan Connolly, 1987), sehingga tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai. Karena itu, tujuan dapat dibayangkan dan proses membayangkan harus terarah pada tujuan. Inilah cara terbaik untuk melakukan imajeri mental (Shone, 1982).

Teknik pelaksanaannya secara terpimpin dapat dilakukan sesuai urutan sebagai berikut;1) Cari tempat yang tenang sehingga tidak akan terganggu, ambil posisi

yang nyaman dan usahakan relaks.2) Imajinasi yang diberikan harus positif dan berhasil, jangan negatif.

Page 44: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

42 | Dr. Sapta Kunta Purnama

3) Mengikutsertakan sebanyak mungkin penginderaan.4) Berimajinasi secara keseluruhan.5) Dapat dilakukan sebelum dan selama latihan atau pertandingan.6) Pelatih harus berpengalaman untuk kualifikasi imagery.7) Akhiri latihan ini dengan bernafas dalam-dalam, membuka mata dan

kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Berikut ini disajikan pelaksanaan latihan imagery yaitu menggambarkan atau membayangkan keseluruhan pola teknik sejak awal hingga akhir atau tentang bagian-bagian tertentu. Contoh seorang pemain olahraga melakukan latihan imagery:1) Duduk di tempat yang nyaman; kaki dan tangan jangan disilangkan.

Setelah mendapatkan posisi yang santai, tutup mata anda dan cobalah mengingat suatu penampilan permainan olahraga yang ketat dan bagus dan anda unggul. Bayangkan kejadian itu segamblang mungkin. Dimana waktu pertandinganya, jam berapa, cuaca diwaktu itu, apa yang dilihat dan didengar.

2) Bayangkan anda melakukan servis; dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, jenis pukulan, saat perkenaan dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

3) Bayangkan anda melakukan pukulan lob dimulai dengan posisi kaki yang baik, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

4) Bayangkan anda melakukan pukulan smash dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dengan keras dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

5) Bayangkan anda melakukan pukulan drive di tengah lapangan dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dengan keras dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

6) Pada saat terakhir dilakukan latihan imagery rangkaian keseluruhan teknik-teknik yang ada, misalnya bayangkan anda melakukan servis pendek dengan baik, kemudian bergerak maju, melakukan serobotan dengan tajam sehingga lawan mati. Frekuensi 15 kali

Page 45: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 43

C. KERAnGKA PEMIKIRAnLatihan imajeri mental mempengaruhi belajar dan penampilan karena

memungkinkan individu mengulang rangkaian gerak dengan membuat komponen-komponen simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk memfasilitasi performa keterampilan yang akan dilakukan, dan dapat menguatkan hubungan stimulus respon.

Ketika atlet membayangkan atau menvisualisasikan secara gamblang saat sedang latihan dan membayangkan dirinya menunjukkan penampilan sempurna, kegiatan tersebut sebenarnya mengirim impuls syaraf yang halus dari otak ke otot yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Ketika atlet membayangkan keberhasilan secara berturutan terjadilah proses belajar yang sebenarnya dan atlet tersebut telah menggoreskan gambaran tepatnya gerakan tubuh yang seharusnya terjadi, sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal.

Ada alasan lain mengapa latihan imajeri sangat penting dilakukan sebagai pelengkap latihan yang nyata yaitu: konseptualisasi keterampilan gerak yang akan dipelajari secara imajeri, secara tidak langsung mengasah kemampuan kognitif dan kemampuan seseorang untuk berfikir.

Dari alur pemikiran tersebut di atas menggambarkan bahwa harmonisasi keterampilan seseorang akan meningkat jika mereka sering memvisualisasikan gerakan tersebut. Dengan visualisasi atau imagery secara langsung mengasah kemampuan kognitif seseorang untuk melakukan gerakan yang seharusnya dilakukan.

D. TujuAn PEnElITIAnPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh

latihan imagery terhadap variabel terikatnya. Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan gambaran tentang pengaruh program latihan imagery terhadap peningkatan keterampilan bulutangkis.

E. METoDE PEnElITIAnSesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka dalam penelitian ini

digunakan metode eksperimen, yaitu suatu metode yang sistematis dan logis untuk menjawab pertanyaan; apakah yang terjadi, jika sesuatu dilakukan

Page 46: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

44 | Dr. Sapta Kunta Purnama

pada kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti?” Dalam penelitian ini suatu variabel akan dimanipulasi, atau diberi perlakuan (treatment) atau eksperimen, kemudian diobservasi pengaruh atau perubahannya yang diakibatkan oleh perlakuan tersebut.

Variabel bebas yang dimanipulasi adalah perlakuan latihan imagery. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui pengaruh latihan imagery tersebut, yaitu antara kelompok kontrol dan kelompok latihan imagery.

F. WAKTu DAn TEMPAT PEnElITIAnPenelitian dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Olahraga dan

Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada semester gasal tahun ajaran 2011. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober 2011.

G. SuByEK PEnElITIAnSubyek penelitian adalah mahasiswa putra semester 3 program studi

pendidikan kepelatihan (penkepor) dan program studi pendidikan jasmani kesehatan dan rekreasi (penjaskesrek)

h. TEKnIK PEnGuMPulAn DATAPengumpulan data digunakan tes, yaitu rangkaian tes keterampilan

Bulutangkis dari Frank M Verducci.

I. TEKnIK AnAlISIS DATAData yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik

analisis statistka. Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka digunakan teknik analisis uji t.

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisisnya yaitu; uji normalitas dan uji homogenitas subyek penelitian.

j. ujI PRASyARAT AnAlISISSebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan uji prasyarat analisis.

Uji prasyarat analisis yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.

Page 47: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 45

1. uji normalitas

Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan terhadap hasil tes keterampilan bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Rangkuman hasil uji normalitas

Kelompok N M SD Lhitung Lt 5%

K1 30 13 2,771157 0,1251 0.161K2 32 14 2,711237 0,1142 0.160

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K1 diperoleh nilai L hitung = 0,1251 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0,161. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K1 termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K2 diperoleh nilai Lhitung = 0,1142 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0,160. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K2 termasuk berdistribusi normal.

2. uji homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara kelompok 1 dan kelompok 2. Uji homogenitas ini berfungsi sebagai persyaratan dalam pengujian perbedaan, dimana jika terdapat perbedaan antar kelompok yang diuji, perbedaan itu benar–benar merupakan perbedaan nilai rata–rata. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Rangkuman hasil uji homogenitas Data

Kelompok n SD2 Fhitung Ft 5%K1 30 0,012

1,0909 2.34K2 32 0,011

Dari uji homogenitas diperoleh nilai Fhitung = 1,0909 sedangkan dengan db =19 lawan 19, angka F tabel 5% = 2,34 yang ternyata bahwa nilai F hitung < F tabel 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok 1 dan kelompok 2 memiliki varians yang homogen. Dengan demikian

Page 48: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

46 | Dr. Sapta Kunta Purnama

apabila nantinya antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan, perbedaan tersebut benar–benar karena adanya perbedaan rata-rata nilai yang diperoleh.

K. PEnGujIAn hIPoTESISPengujian Hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk menguji

apakah pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis t-test dengan taraf signifikansi 5%. Rangkuman hasil perhitungan t-test dapat dilihat pada table 3, sebagai berikut:

Tabel 3: Rangkuman hasil T-Test Keterampilan Bulutangkis pada Taraf Signifikasi α = 0,05.

Data db t hitung t tabel Keterangan

Tes Keterampilan Bulutangkis 30 4,3533 1.67 Signifikan

Berdasarkan hasil uji t data dan tes Keterampilan Bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery diperoleh penghitungan t sebesar 4,3533 sedang angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel adalah 1,67. Ternyata lebih besar dari angka batas penolakan hipotesis nol, dengan demikian hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis.

l. KESIMPulAn DAn SARAnBerdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah

dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis pada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Hasil uji perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok imagery tersebut diperoleh t hitung sebesar 4,3533 > t tabel = 1,67.

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut:1. Bagi para Pembina, pelatih dan guru penjaskes dalam upaya

meningkatkan hasil belajar keterampilan motorik hendaknya menggunakan pendekatan mengajar atau latihan imagery.

Page 49: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Imagery | 47

2. Dalam proses merencanakan program latihan imagery hendaknya harus disesuaikan dengan teori-teori latihan mentah (mental training) yang telah dibuktikan manfaatnya.

3. Bagi para peneliti lain disarankan untuk meneliti penerapan model latihan mental yang lain yang dapat mendukung tercapainya percepatan prestasi olahraga.

DAFTAR PuSTAKA

Bird, Anne Marie dan Bernette Cripe (1986). Psychology and Sport Behavior, Santa Clara: Times Mirror/Mosby College Publishing.

Bompa, Tudor O. (1983). Theory and Methodology of Training, IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company.

Drowatzky, Jonh N., Motor Learning principles and Practices, Minnesota: Burgess Publishing Company. 1975.

Fox, Edward L. (1984). Sport physiology, Holt: W.B. Saunderts Company.Lutan, Rusli et al., Manusia dan Olah Raga, Bandung: ITB dan FPOK-IKIP

Bandung, Tanpa tahun___, Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode, Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988Porter, Kay dan Judy Foster (1`986). The Mental Athlete, New York:

Ballantine Books.Rushall, Brent S., Imagery Training in Sports, San Diego: Sports Science

Associates. 1991.Singgih D. Gunarsa (1996) Psikologi Olahraga: Teori dan Taktik, Jakarta: PT

BPK Gunung Mulia.-----, Psikologi Olahraga, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 1989Tutko, Thomas dan Umberto Tosi (1976). Sports Psyching, Los Angeles: JP.

Tarccher, Inc.Yessis, Michael dan Turbo, Richard, Rahasia Kebugaran dan Pelatihan

Olahraga Soviet. terjemahan. Bandung: ITB Bandung, 1993.

Page 50: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 48 —

Kebutuhan nutrisi pada Masa Pemulihan Antar Pertandingan

Nurul Ratna Mutumanikam, dr,M.Gizi.Staf Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan antar pertandingan merupakan hal yang penting, karena tidak jarang waktu yang diperlukan

untuk pemulihan tidak cukup lama sebelum akhirnya seorang atlet harus segera bertanding kembali. Kondisi fisik yang prima dalam waktu cepat harus segera diraih untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan, meliputi:1

- mengembalikan cadangan glikogen otot dan hati- regenerasi, perbaikan dan proses adaptasi dari kerusakan jaringan otot

rangka akibat olahraga yang berkepanjangan- penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dari keringat

Dalam usaha pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan tidaklah mudah, karena tidak jarang memenuhi beberapa kendala, seperti:1

1. Kelelahan fisik, yang menyebabkan hilangnya kemampuan dan atau keinginan untuk mengonsumsi makanan yang optimal.

2. Kehilangan nafsu makan akibat latihan intensitas tinggi.3. Keterbatasan untuk mendapatkan makanan yang sesuai selama di

tempat pertandingan.4. Aktivitas setelah pertandingan yang telah menjadi perjanjian dan

prioritas sebelumnya.5. Kebiasaan yang dilakukan oleh atlet setelah bertanding.

Page 51: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan | 49

Beberapa nutrisi yang menjadi perhatian pada masa pemulihan utamanya adalah karbohidrat, protein, cairan dan elektrolit.

A. KEBuTuhAn KARBohIDRATUntuk mengisi kembali cadangan glikogen otot dan hati, diperlukan

konsumsi karbohidrat dalam waktu cepat. Hal tersebut penting karena karbohidrat sebagai sumber dan cadangan energi utama pada masa pertandingan selanjutnya. Kebutuhan karbohidrat minimal untuk memenuhi cadangan glikogen otot dan hati adalah sebesar 7–10 gram/kg massa tubuh, namun kebutuhan tersebut dapat meningkat hingga 12–13 kg/kg massa tubuh/hari pada atlet dengan waktu pertandingan yang lebih lama. Besarnya kebutuhan karbohidrat dipengaruhi oleh durasi olahraga yang dilakukan (Tabel 1).1

Tabel 1. Kebutuhan karbohidrat pada berbagai intensitas olahraga

Kondisi Jumlah karbohidrat yang diperlukan

Pemulihan cepat (0–4 jam) setelah bertanding 1 – 1,2 gram/kg/jamOlahraga intensitas ringan/sedang 5 – 7 gram/kg/hariOlahraga intensitas sedang/berat 7 – 12 gram/kg/hariOlahraga intensitas sangat berat (> 4 – 6 jam/hari) 10 – 12 gram/kg/hari

Sumber: Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. hal. 425.

1. jenis karbohidrat yang efektif untuk dikonsumsi

Jenis karbohidrat yang diperlukan pada masa pemulihan adalah karbohidrat sederhana (mono atau disakarida) atau karbohidrat yang memiliki indeks glikemik (IG) sedang-tinggi. Jenis karbohidrat tersebut dapat segera diserap oleh tubuh dalam waktu singkat untuk disimpan menjadi cadangan glikogen.1,2Simpanan glikogen tubuh dapat meningkat secara efektif dalam 24 jam pertama pasca pertandingan apabila tubuh diberikan karbohidrat dengan IG tinggi dibandingkan dengan pemberian karbohidrat dengan IG rendah,meskipun dalam jumlah yang sama.1 Karbohidrat sederhana umumnya memiliki IG sedang atau tinggi. Karbohidrat yang dikonsumsi mengalami pemecahan oleh enzim pencernaan menjadi ikatan mono dan disakarida,yang selanjutnya diserap oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi darah untuk dapat dibawa ke jaringan hati. Monosakarida yang mengalami metabolisme di hati diubah menjadi glukosa, kemudian

Page 52: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

50 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi

dibawa oleh glukosa transporter untuk menjadi cadangan glikogen di otot rangka. Pada masa latihan dan pertandingan cadangan glikogen inilah yang selanjutnya dimetabolisme untuk menjadi sumber energi utama bagi tubuh.3

Sebaliknya, konsumsi karbohidrat kompleks yang umumnya memiliki IG rendah lebih sulit dicerna dan memerlukan waktu yang lama karena komponen serat yang ada didalamnya. Akibatnya, pembentukan cadangan glikogen memerlukan waktu yang lebih lama. Komponen serat yang terkandung dalam karbohidrat kompleks juga memiliki efek tidak nyaman bagi pencernaan (seperti kembung, rasa ‘penuh’), terutama apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan durasi yang singkat bagi atlet yang akan memulihkan kondisinya di sela-sela waktu pertandingan.1

2. Bentuk karbohidrat yang dapat dikonsumsi

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk membandingkan pemberian karbohidrat dalam bentuk small-frequent feeding berupa camilan beberapa kali makan atau beberapa makanan utama. Hasilnya memperlihatkan tidak ada perbedaan cadangan glikogen dan kadar insulin apabila karbohidrat dikonsumsi dalam bentuk camilan, makanan utama maupun kombinasi keduanya. Karbohidrat tersebut harus diupayakan pemberiannya dengan segera, yaitu pada masa satu jam pertama setelah bertanding. Konsumsi camilan tinggi karbohidrat mungkin dapat dijadikan pilihan bagi atlet yang mengalami kelelahan atau penurunan nafsu makan pasca pertandingan.1

Karbohidrat dalam bentuk solid maupun cairan memiliki efisiensi yang sama dalam membentuk cadangan glikogen di otot rangka. Umumnya karbohidrat dalam bentuk cairan lebih disukai karena mudah dikonsumsi, praktis, dan efisien, terutama apabila atlet mengalami kelelahan dan penurunan nafsu makan.1

Pemberian infus glukosa dapat juga dipertimbangkan apabila atlet mengalami kelelahan berat, atau apabila waktu yang diberikan untuk masa pemulihan antar pertandingan cukup singkat. Infus glukosa dapat membentuk cadangan glikogen dalam waktu sekitar delapan jam, namun harus dipertimbangkan kembali penggunaannya karena memerlukan biaya tinggi dan efek samping yang kurang menyenangkan, seperti mual, muntah,

Page 53: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan | 51

dan hiperglikemia.1

B. KEBuTuhAn PRoTEInOtot rangka pada padah tubuh massanya amat besar, terutama pada

atlet, dan merupakan tempat utama pembentukan dan penguraian protein. Selama kondisi olahraga yang berkepanjangan, dimana terjadi kondisi stres katabolik, terjadi penguraian protein otot rangka dan pembebasan asam amino rantai bercabang (AARB).4

Asam amino rantai bercabang (isoleusin, leusin, dan valin) memiliki peran khusus di dalam otot rangka, karena merupakan asam amino yang dapat dimetabolisme di jaringan luar hati. Jalur metabolisme tersebut bermanfaat menghasilkan energi untuk otot rangka, atau disebut adenosine triphosphate (ATP).4 Selain itu, protein juga bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan protein positif, perbaikan jaringan otot rangka yang rusak akibat olahraga berkepanjangan atau pertandingan, dan proses adaptasi pembentukan protein baru.1

Pada kondisi pasca olahraga atau pertandingan terjadi penguraian AARB secara berlebihan. Agar tubuh dapat menyimpan asam amino kembali untuk membentuk protein otot baru diperlukan konsumsi makanan atau minuman tinggi protein. Setelah mengonsumsi makanan atau minuman tinggi protein, tubuh memerlukan bantuan hormon insulin untuk meningkatkan penyerapannya. Peningkatan kadar hormon insulin dilakukan salah satunya dengan mengonsumsi makanan atau minuman tinggi karbohidrat.4 Oleh karenanya, konsumsi tinggi karbohidrat beserta protein, yaitu salah satunya AARB amat penting dilakukan pada masa pemulihan pasca pertandingan.1

Salah satu jenis AARB, leusin, memiliki manfaat positif dalam membentuk protein otot selama masa pemulihan. Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan IG tinggi bersama dengan protein hidrolisat dan leusin lebih bermanfaat meningkatkan kadar hormon insulin dibandingkan dengan konsumsi karbohidrat IG tinggi saja. Pemberian protein (protein hidrolisat maupun leusin) bermanfaat dalam mendeposit protein otot, memperbesar ukuran otot rangka (hipertrofi otot) dan meningkatkan kekuatan otot rangka. Hal tersebut dikarenakan, protein hidrolisat merupakan komponen protein yang ikatannya lebih sederhana, sehingga

Page 54: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

52 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi

mudah diserap di usus halus dibandingkan dengan protein utuh (intak protein) dan berefek sinergis dalam meningkatkan kadar insulin apabila dikonsumsi bersama dengan karbohidrat.5 Sedangkan leusin, merupakan AARB yang dapat memberikan energi bagi otot rangka tanpa melalui metabolisme di hati.4

Koopman dkk melakukan penelitian pada atlet dengan memberikan tiga jenis minuman yang berbeda, yaitu membandingkan efek pemberian minuman yang mengandung karbohidrat 0,3/kg/jam; minuman dengan kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam dan protein hidrolisat 0,2/kg/jam; serta minuman kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam, protein hidrolisat 0,2/kg/jam dan leusin 0,1/kg/jam. Hasilnya memperlihatkan bahwa konsumsi minuman dengan kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat-leusin mampu memperbaiki keseimbangan protein tubuh selama masa pemulihan, dibandingkan pemberian minuman karbohidrat saja atau minuman kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat.6

Konsumsi karbohidrat bersama dengan protein dapat meningkatkan efisiensi cadangan glikogen, apabila karbohidrat yang dikonsumsi jumlahnya dibawah ambang batas maksimal sintesis (pembentukan) glikogen. Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan protein manfaatnya akan optimal dilakukan selama satu jam pertama pasca pertandingan.1Konsumsi yang diberikan dapat berupa minuman yang diberikan segera setelah bertanding atau latihan.5

Pembentukan cadangan glikogen akan dihambat apabila selama masa pemulihan seorang atlet mengganti konsumsi tinggi karbohidrat dengan konsumsi tinggi protein dan lemak.1

C. KEBuTuhAn CAIRAnPada kondisi biasa kebutuhan cairan dan elektrolit diatur oleh kondisi

haus dan kehilangan cairan melalui urine. Pada kondisi stres, misalnya olahraga berat dan berkepanjangan, lingkungan panas atau dingin, rasa haus merupakan stimulus yang kurang sensitif sebagai indikator dehidrasi. Segera setelah bertanding, idealnya dilakukan rehidrasi cairan, namun pada kenyataannya apabila terjadi hipohidrasi (yaitu kekurangan cairan sekitar 2–5% atau lebih dari massa tubuh).1

Page 55: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan | 53

1. Palatabilitas cairan

Minuman dingin (sekitar suhu 15 derajat) dapat meningkatkan palatabilitas, sehingga terasa lebih enak dan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Demikian halnya dengan minuman yang mengandung glukosa dan elektrolit, biasanya mampu dikonsumsi lebih banyak oleh atlet daripada berupa air mineral saja. Minuman manis mampu merehidrasi cairan sekitar 79% dari total kehilangan keringat, sedangkan air mineral dapat menggantikan sekitar 63% dari total kehilangan keringat. Meskipun demikian, minuman yang terlalu manis dengan konsentrasi tinggi karbohidrat dapat mengurangi keinginan untuk minum.1

2. Cairan elektrolit

Elektrolit utama yang hilang melalui keringat adalah natrium. Kehilangan natrium selama olahraga dapat digantikan melalui rehidrasi cairan dan konsumsi makanan. Kehilangan natrium melalui keringat terjadi sekitar 20–80 mmol/L. Penggantian natrium dapat dilakukan dengan mengonsumsi cairan elektrolit yang mengandung natrium sekitar 50 mmol/L, namun untuk meningkatkan palatabilitas minuman elektrolit yang tersedia di pasaran umumnya mengandung natrium sekitar 10–25 mmol/L.1

Minuman yang diperkaya natrium dapat meningkatkan keinginan minum karena lebih memiliki rasa dibandingkan air mineral. Pemberian natrium melalui cairan elektrolit sebesar 80 mmol/L dapat mengganti volume plasma lebih cepat dibandingkan pemberian air mineral saja. Contohnya, minuman jus buah atau cairan elektrolit dapat merehidrasi cairan sebesar 2,5 L dibandingkan rehidrasi oral dengan air mineral saja, yaitu sebesar 1,7 L.1

3. Rehidrasi cairan melalui intravena

Rehidrasi cepat melalui larutan fisiologis intravena dapat dilakukan apabila diperlukan penggantian cairan secara cepat, misalnya adanya indikasi medis tertentu, misalnya seorang atlet mengalami dehidrasi sedang, tidak dapat minum melalui oral, atau mungkin waktu yang disediakan untuk istirahat antar pertandingan amat singkat.1

Dalam upaya rehidrasi cairan, sesungguhnya rehidrasi melalui oral

Page 56: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

54 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi

maupun intravena memiliki efektifitas yang hampir seimbang. Untuk mengurangi rasa haus, lebih disarankan menggunakan rehidrasi oral dibandingkan intravena. Sedangkan untuk mencapai rehidrasi optimal, sebaiknya menggunakan kombinasi antara rehidrasi oral dengan intravena.1

D. KESIMPulAnSetelah pertandingan penting dilakukan penggantian cadangan

glikogen dengan segera (empat jam pertama setelah bertanding) dengan memberikan karbohidrat sebesar 1 gram/kg massa tubuh/jam, berupa makanan utama tinggi IG, maupun camilan dengan karbohidrat setiap 15 hingga 20 menit dalam porsi kecil. Agar cadangan glikogen terpenuhi optimal total karbohidrat yang diberikan sebesar 7–12 gram/kg massa tubuh, atau minimal 5 gram/kg/hari. Karbohidrat yang diberikan dapat berupa makanan padat maupun minuman yang dikonsumsi dalam porsi kecil namun sering.

DAFTAR REFEREnSI1 Burke L. Nutrition for recovery after training and competition. Dalam:

Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. edisi ke-3. 2006. North Ryde: McGraw-Hill. hal. 415-57.

2 Oetoro S. Nutrition for Rapid Sports Recovery. Dibawakan pada acara Lokakarya Olahraga.

3 Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Dalam: Advanced Nutrition and Human Metabolism. edisi ke-5. 2009. Belmont: Wadsworth. hal.63-104.

4 Marks DB. Hubungan antar jaringan dalam metabolisme asam amino. Dalam: Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah pendekatan klinis. 2000. Jakarta: EGC. hal. 630-50.

5 Manninen AH. Hyperinsulinemia, hyperaminoacidaemia and post-exercise muscle anabolism: the search for the optimal recovery drink. Br J Sports Med 2006;40:900-05.

6 Koopman R, Wagenmakers AJM, Manders RJF, Zorenc AHG, Senden JMG, Gorselink M, dkk. Combined ingestion of protein and free leucine with carbohydrate in increases post-exercise muscle protein synthesis in vivo in male subjects. Am J Physiol Endocrinol Metab 2005;288:E645-E653.

Page 57: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 55 —

latihan Kekuatan untuk Atlet MudaDr. Johansyah Lubis, M.Pd

(Dosen FIK Univ. Negeri Jakarta dan Wk 1 Binpres KONI Pusat)

Isu yang berkembang saat ini dalam latihan kekuatan adalah 1) Apakah latihan kekuatan memberikan tekanan beban yang tak semestinya

pada sistem otot-syaraf atlet-atlet muda? 2) Dapatkah anak -anak masa prepubescent memperoleh kekuatan yang signifikan dengan latihan kekuatan? 3) Bagaimana seharusnya program latihan kekuatan untuk atlet muda dirancang agar mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dan meminimalkan kemungkinan resiko cedera.

A. PEnDAhuluAnThe American College of Sport Medicine (ACSM) berpendapat bahwa

latihan kekuatan dapat menjadi efektif dan aman bagi kelompok umur tersebut. Asalkan program tersebut dirancang dengan tepat dan dengan pengawasan yang baik (Feigenbaum dan Michell, 1998). Bagaimanapun juga penampilan fisik termasuk pembinaan olahraga pada anak-anak dan remaja selalu dinilai dari sudut pandang proses pertumbuhannya (Brooks dan Fahey, 1985).

Sebuah referensi yang dilakukan oleh Asosiasi Strength dan Conditioning National, Komunitas Orthopedik Amerika menyatakan bahwa anak-anak dan remaja banyak mendapat manfaat jika diikutsertaan dalam program latihan dengan pengawasan yang ketat. Manfaat yang utama adalah: a. Meningkatkan kekuatan otot b. Meningkatkan daya tahan otot lokal. c. Mencegah cedera selama berolahraga dan aktivitas berkenaan dengan

rekreasi, dan

Page 58: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

56 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

d. Meningkatkan penampilan di dalam berolahraga dan aktivitas berkenaan dengan rekreasi.

Sebagian besar kontroversi yang terjadi bahwa latihan kekuatan untuk usia anak dan remaja memiliki banyak kelemahan. Peran media masa yang mempromosikan gambaran-gambaran mencolok untuk atlet angkat besi yang kompetitif dalam hal mengangkat beban sebanyak yang mereka bisa atau dari pose-pose atlet binaraga dengan otot-otot mereka yang besar dan membengkak. Ini adalah contoh bukan dari latihan kekuatan tetapi untuk menunjukkan spesifik dari suatu olahraga dan latihannya, tetapi banyak orang yang percaya bahwa angkat beban dan bodybuilding adalah latihan kekuatan. Bagaimanapun, tujuan dari latihan kekuatan bukanlah hanya agar dapat mengangkat beban yang berat dalam waktu yang singkat atau mengembangkan otot agar membesar. Tujuan lain dari latihan kekuatan untuk anak dan remaja adalah agar dapat meningkatkan kebugaran otot, mencegah cidera dan agar badan sehat. Anak-anak memerlukan tata cara dan aturan agar dapat dengan aman dan efektif melakukan latihan kekuatan.

Anak-anak diperkenalkan dengan latihan kekuatan dengan banyak cara. Sejumlah faktor-faktor harus dipertimbangkan oleh pelatih, orang tua, atau instruktur sebelum atlet muda dilibatkan pada program latihan kekuatan. Perlu diperhatikan secara psikologis dan secara fisik siap untuk diberikan program latihan.a. Program latihan beban apa yangperlu di ikuti anak? b. Apakah anak dan instruktur/pemandu memahami program latihan

termasuk teknik-teknik pengangkatan yang sesuai dengan per-kembangan anak?

c. Apakah anak dan pemandu memahami keselamatan program latihan pengangkatan yang sesuai dengan perkembangan anak?

d. Apakah anak memahami pertimbangan-pertimbangan keselamatan untuk masing-masing bagian dari peralatan yang digunakan di dalam program?

e. Apakah menggunakan peralatan latihan beban sesuai dengan kondisi anak dengan baik?

f. Apakah ada latihan daya tahan kardiovaskulerdalam bagian program latihan sebagai tambahan pada latihan beban?

Page 59: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 57

Bahaya-bahaya yang mungkin ada di dalam latihan beban dihubungkan dengan latihan yang tidak sesuai kebutuhan dan kemampuan anak. Latihan beban adalah suatu metode latihan dimana beban-beban eksternal diangkat untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan fungsional otot tersebut. Semua program latihan beban tidaklah sama, karena sasaran dihubungkan dengan kebutuhan-kebutuhan setiap individu. Program yang tepat dalam mendesain beserta pengawasan ahli dalam membuat dan merencanakan program latihan bebandengan aman, bermanfaat dan menyenangkan. Fungsi secara fisik untukmeningkatkan kebugaran fisik, kesehatan, pencegahan cedera dan kinerja meningkat. Barangkali yang paling penting lagi adalah proses pengembangan anak tersebut dapat berperan untuk kesehatan dan kesejahteraan seumur hidupnya.

B. KEKuATAn Kekuatan didefinisikan sebagai kerja maksimal(maximal force)

atautorque (rotational force) yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot. Selain itu kekuatan diartikan sebagai kemampuan sistem neuromuscular yang menghasilkan gaya melawan tahanan eksternal. Kekuatan otot yang baik akan menambah performance seorang atlet.

Kekuatan otot terkait dengan performance kecepatan lari, performance bermain sepakbola dan lainnya.Data-data ini tampaknya mendukung pendapat bahwa kekuatan otot merupakan penyumbang utama untuk kegiatan olahraga. Oleh karena itu latihan resistensi dapat memperbaikisistem neuromuskular dengan cara meningkatkan kemampuanatlet untuk menghasilkan tenaga sehingga dapat meningkatkan performanceatlet.

Kemajuan untuk Anak-anak

umur (years) Pertimbangan - pertimbangan7 atau kurang Perkenalkan anak ke latihan-latihan yang dasar dengan yang kecil

atau tidak ada berat/beban; kembangkan konsep dari suatu pelatihan pada sesi berlatih teknik-teknik; dengan volume dan intensitas rendah.

8-10 Secara berangsur-angsur meningkatkan banyaknya latihan; praktekkan exsercise teknik di dalam semua angkatan; mulai pemuatan progresif berangsur-angsur latihan; menyimpan latihan sederhana; secara berangsur-angsur meningkatkan volume pelatihan; secara hati-hati memonitor toleransinya pada angkatan latihan.

Page 60: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

58 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

umur (years) Pertimbangan - pertimbangan11-13 Ajar semua teknik-teknik latihan yang dasar; lanjutkan pemuatan

progresif dari tiap latihan; tekankan teknik-teknik latihan; perkenalkan latihan-latihan lebih yang dikedepankan dengan yang kecil atau tanpa pembalasan.

14-15 Kemajuan kepada yang muda lebih maju memprogram di dalam latihan pembalasan; tambahkan olahraga komponen spesifik; tekankan teknik-teknik latihan; volume peningkatan

16 atau lebih Anak diberikan gerakan orang dewasa tingkat awal memprogram bagaimana pun pengetahuan dasar sudah dikuasai dan suatu pengalaman pelatihan tingkatan dasar sudah diperoleh.

Catatan: Jika suatu anak dari setiap usia mulai suatu program tanpa adanya pengalaman yang sebelumnya, mulai anak pada dia baik pria maupun wanita tingkatan-tingkatan dan gerakan yang sebelumnya kepada tingkatan-tingkatan

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan

Kekuatan dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan sistem neuromuskular untuk menghasilkan kekuatan melawan tahanan eksternal.Kekuatan maksimal seorang atlet tergantung pada tujuh faktor, antara lain:a. Jumlah Motor Unit yang Terlibat (Rekrutmen); Rekrutmen motor unit

berhubungan dengan jumlah motor unit yang terlibat. Ketika motor unit yang terlibat lebih banyak, maka jumlah tenaga yang dihasilkan oleh otot akan meningkat.

b. Jumlah motor unit yang terstimulasic. Jumlah motor unit sinkronisasid. Siklus pemendekan pada peregangane. Derajat inhibisi neuromuscular; Inhibisi saraf dapat terjadi sebagai

hasil dari umpan balik saraf dari berbagai reseptor otot dan persendian yang dapat mengurangi produksi kekuatan.

f. Jenis Serabut OtotSebuah studi cross-sectional menunjukkan bahwa kekuatan dan power atlet didominasi oleh serabut otot tipe II atau fast twitch (53-60%). Hal ini penting karena karakteristik jenis serabut otot atlet merupakan peran yang signifikan untuk menentukan kekuatan otot maksimal dan power.

g. Derajat Hipertropi Otot.Peningkatan luas penampang otot diduga berkontribusi terhadap

Page 61: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 59

peningkatan hipertropi otot, dan terlihat sebagai respon terhadap latihan ketahanan. Peningkatan luas penampang otot, akan meningkatkan jumlah unit kontraktil dan dengan demikian meningkatkan dalam menghasilkan gaya. Serabut otot tipe II menunjukkan sebuah plastisitas yang lebih besar, lebih cepat mengalami hipertropi sebagai respon terhadap latihan dan lebih cepat mengalami antrofi bila latihan dihentikan.

2. Adaptasi Fisiologis Terhadap latihan Kekuatan

Adaptasi fisiologis terhadap latihan kekuatan dapat dikategorikan sebagai adaptasi neurologi dan adaptasi morfologi. Adaptasi neurologi meliputi perubahan gambaran pada rekrutmen motor unit, sinkronisasi motor unit, jumlah motor unit yang terstimulasi,dan aktifitas refleks. Perubahan morfologi berkaitan dengan perubahan ukuran otot secara keseluruhan, hipertrofi otot, transisi jenis serabut otot, dan perubahan pada arsitektur otot.Tingkat perubahan ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti status latihan, jenis latihan, genetik, umur, dan jenis kelamin.

Pengembangan kekuatan dalam tahap awal latihan sangat dipengaruhi oleh faktor neurologis, sedangkan dalam latihan berikutnya, adaptasi jangka panjang dibatasi oleh faktor-faktor morfologi. Adaptasi faktor neurologis terjadi antara 6 dan 20 minggu dari latihan ketahanan tergantung pada jenis dan struktur latihan ketahanan. Kerangka waktu ini dapat diubah tergantung pada kerumitan latihan yang digunakan dalam regimen latihan ketahanan. Chilibeck dan rekan-rekannya mengemukakan bahwa latihan kompleks yang melibatkan lebih dari satu sendi, misalnya squat, clean, dan snatch mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk adaptasi saraf, sehingga membutuhkan waktu lebih lama sebelum terjadinya hipertrofi. Mereka mencatat bahwa adaptasi neurologis dilengan atas terjadi sangat cepat, hipertrofi terlihat setelah 10 minggu melakukan bisep curl.Sebaliknya, hipertrofi yang signifikan tidak terlihat dikaki sampai setelah 20 sampai 24 minggu setelah latihan leg press.

Data ini menunjukkan bahwa latihan yang digunakan dalam regimen latihan resistensi dapat mempengaruhi sejauh mana faktor neurologis atau hipertrofi mendominasi.

Page 62: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

60 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

3. jenis Kekuatan a. Kekuatan Umum

Kekuatan Umum mengacu pada kekuatan seluruh sistem otot. Kekuatan ini merupakan dasar untuk program latihan kekuatan dan harus dikembangkan untuk mencapai performance yang optimal. Jika pengembangan kekuatan umum tidak memadai, kemajuan atlet akan terhambat.

b. Lekuatan SpesifikKekuatan spesifik berhubungan dengan pola gerakan pada sekelompok otot.Atlet biasanya menggunakan kekuatan spesifik pada akhir tahap fase persiapan.

c. Kekuatan yang berhubungan dengan kecepatanKekuatanyang berhubungan dengan kecepatan adalah kemampuan untukmengembangkan kekuatan yang cepat dan pada kecepatan yang tinggi.Kekuatanyang berhubungan dengan kecepatansangat penting dalam hampir semua cabang olahraga, terutama olahraga beregu.Jenis kekuatan inisangat baikdikembangkan selama fase persiapan khusus dan selama fase kompetisi.

d. Kekuatan MaksimumKekuatan maksimum mengacu pada kemampuan tertinggi dari sistem neuromuskularsehinggadapat menghasilkan kontraksi maksimum.Kekuatan maksimal ditunjukkan padabeban tertinggi yang dapat diangkat oleh seorang atlet.Kekuatan maksimal berhubungandengan faktor daya tahan otot, performance ketika mengangkat beban, serta kecepatan.

e. Daya Tahan Otot Daya tahan otot adalah kemampuan sistem neuromuskular untuk menghasilkan kekuatansecara berulang-ulang selama periode tertentu. Jumlah total pengulangan mengangkatbeban tertentu merupakan kapasitas daya tahanan otot.

f. Kekuatan AbsolutKekuatan absolut mengacu pada jumlah tenaga yang dapat dihasilkan tanpamemperhatikan berat badan. Dalam beberapa cabang olahraga seperti American football, angkatbesi dan gulat kelas berat dan super berat, atlet harus mencapai tingkat kekuatan

Page 63: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 61

otot yang sangat tinggi.Kekuatan maksimal seorang atlet dapat diukur dengan satu pengukuran pengulangan maksimum (1RM).

g. Kekuatan RelativeKekuatan relatif merupakan perbandingan antara kekuatan maksimal seorang atlet denganberat badan atau massa ototnya. Rasio untuk mengevaluasi kekuatan relatif dihitung dengan membagi kekuatan mutlak dari seorang atlet dengan berat badannya.

h. PowerPower adalah hasil dari dua kemampuan, yaitu kecepatan maksimal dan kekuatan maksimaldalam waktu yang sesingkat mungkin.

Secara teoritis, kekuatan merupakan karakteristik mekanik.Kekuatan adalah objek studi di mekanika dan juga menjadi lingkup dari fisiologis dan metode latihan.Sebagai karakteristik mekanis, kekuatan dapat dilihat dari teori atau hukum newton:

F = m.aF = Forces/kekuatanm = Mass/massaa = Acceleration/penambahan kecepatan pada satuan waktu

Jadi apabila kita ingin mengembangkan kekuatan (F) maka bisa dilakukan dengan peningkatan massa (m) atau peningkatan akselerasinya (a) atau bahkan dua-duanya (m dan a) ditingkatkan, seperti tergambar dalam rumus berikut:

Fmx =mmx.aFmx = m. amxKeterangan: mx = maximum

Menurut Hill (1992) dan Ralston, polissan, inman. Dan Feinstein (1949) mengatakan “terdapat hubungan terbalik antara percepatan-kekuatan”. Hal ini juga dikuatkan oleh kurva percepatan-kekuatan oleh Ralston’s.

Seperti gambar berikut ini:

Page 64: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

62 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Weight Shot baseball freearm Lifting put throw movement

Kurva tersebut mempertunjukan bahwa ketika massa rendah maka akselerasi menjadi tinggi. Ketika massa ditingkatkan maka akselerasi menjadi berkurang, bahkan sampai tidak ada pergerakan sama sekali.Besar kecilnya kekuatan secara langsung berhubungan dengan besar kecilnya massa itu. Hubungan ini adalah linier hanya dipermulaan gerakan, ketika kekuatan meningkat massa bergerak meningkat pada objek.

5. Fisiologi dalam latihan Kekuatan

Kekuatan adalah suatu kemampuan neuromuscular untuk mengatasi beban dari luar maupun beban dari dalam. Kekuatan maksimum dari atlet yang dihasilkan tergantungdari karakteristik biomekanika dari suatu gerakan (yaitu: mengungkit, otot atau kelompok otot yang dominan). Sebagai tambahan, kekuatan maksimum adalah suatu fungsi dari intensitas atau dorongan dari dalam hati untuk mempengaruhi banyak unit motor atau penggerak yang terlibat dan frekuensinya menurut Zatzyorski (1968) tingginya dorongan psikologis per detik bisa mengangkat dari 5 atau 6 pada posisi diam, sampai ke 50 angkatan dari suatu beban maksimum.Berikut adalah faktor-faktor yang berpegaruh dalam pertumbuhan atau pembesaran otot akibat dari latihan kekuatan:a. Jumlah myofibril (serabut otot)b. Kepadatan capiler dari serabut ototc. Meningkatnya proteind. Jumlah total serabut otot

Zatzyorsky mempertimbangkan kekuatan otot itu penting dan merupakan fungsi dari 3 faktor: koordinasi intermuscular, koordinasi intramuscular, dan kekuatan saat otot bereaksi.Koordinasi intermuscular adalah interaksi dari berbagai kelompok otot selama waktu aktivitas/

Page 65: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 63

penampilan.Koordinasi intramuscular adalah hasil dari kekuatan juga ditentukan atau tergantung dari neuromuscular yang secara serempak melaksanakan aktivitas.Kekuatan saat otot bereaksi yakni untuk mendapatkan adaptasi hasil latihan, atlet latihan dengan menggunakan intensitas yang lebih tinggi dari stimuli sebab dengan stimuli yang maksimum mengakibatkan efek yang maksimum. Hasil dari suatu program latihan ini akanmembuka peluang serabut otot yang lelah akan digantikan oleh serabut otot yang lain untuk menuntaskan kontraksinya.

Kemampuan atlet untuk menghasilkan kekuatan maksimum juga tergantung dari sudut gerakannya.Riset dari Elkins, Leden, dan Wakim (1957); Hunsicker (1955); Zatzyorski (1968), menyatakan bahwa otot mendapatkan hasil kekuatan yang lebih tinggi ketika melentur 90-100 derajat. Mc Kinney dan Logan (1973) menyatakan bahwa otot yang terpanjang akan menghasilkan kekuatan terbesarnya.

6. Tipe Kontraksi otota. Kontraksi Isotonik à tahanan dalam otot tetap, otot memendek.

Misalnya seseorang mengangkat dumbel yang relatif ringanb. Kontraksi Isometrik à tahanan dalam otot meningkat, panjang otot

tetap.Misalnya seseorang mendorong tembok.

c. Kontraksi Isokinetik Eccentrik à otot memanjang, tahanan dalam otot meningkat.Misalnya bila kita mencoba memfleksikan sendi siku dengan telapak tangan mengepal, dan seseorang menahan pada pergelangan tangan, maka akan terjadi pemanjangan otot fleksor lengan dengan disertai peningkatan tahan dalam otot.

d. Kontraksi Isokinetik Konsentrik à otot memendek, tahanan dalam otot meningkat.Misalnya ketika seorang perenang mendayungkankan tangannya selama melakukan renang gaya bebas, maka akan terjadi pemendekan otot fleksor tangan disertai peningkatan tahanan dalam otot tersebut.

Kekuatan otot pada pria dan wanita = 3/3: 2/30 – 10 tahun à♀: ♂ sama> 20 tahun ♂> ♀

Page 66: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

64 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Di atas > 30 tahun, kekuatan otot menurun> 60 tahun = Kekuatan otot tinggal 80%

7. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Kekuatan otot adalah:

Hypertropi otot; yaitu bertambahnya ukuran serabut otot yang disebabkan oleh:a. Bertambahnya ukuran miofibrilb. Peningkatan elemen kontraktil (aktin-miosin)c. Peningkatan densitas kapiler otot à muscular endurance meningkatd. Peningkatan jumlah jaringan otot, misal: tendon, ligamen dan jaringan

penunjang (Conective tissue)Secara Biokimia hypertropi otot akan terlihat:a. Peningkatan konsentrasi creatin, PC, ATP dan Glycogenb. Peningkatan enzim glycolitik (PFK, LDH, Hexokinase)c. Peningkatan enzim pengaktif ATP (Myokinase dan Creatin

Fosfokinase)d. Peningkatan enzim pengaktif pada siklus krebs (Malat Dehidrogenase/

MDH dan Suksinat Dehidrogenase)e. Penurunan sensitas mitokondria oleh karena peningkatan ukuran

miofibrilf. Peningkatan serabut cepat (fast-twitch fiber)

8. Kekuatan dari Gaya Gravitasi

Atlet menggunakan kekuatan melawan beban dari gaya gravitasi bumi. Latihan isotonik yang menfaatkan gaya gravitasi meskipun sepenuhnya benar karena isotonic tidak sama dengan tegangan otot.Beberapa jenis mesin (Nautilus, Mini Gym, Cybex, dll) biasa digunakan untuk latihan kekuatan. Berbagai jenis latihan isokinetik tersedia dalam mesin tersebut.

Latihan kekuatan dengan cara gerakan dinamis melawan gerakan statis/isometric mendapatkan kekuatan dengan cara melawan dan membuat otot berkembang cepat tanpa mengubah panjangnya.Hal ini disebut dengan Fixed Resistence.

Page 67: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 65

9. Rangsangan listrik

Meskipun belum dilakukan penelitian, latihan melalui rangsangan listrik bisa mendorong kearah kekuatan otot.Webster (1975), seorang atlet angkat besi Rusia meningkatkan kekuatan maksimum mereka dengan menggunakan rangsangan listrik.Kots (1977) mengklaim bahwa rangsangan listrik tidak hanya untuk kekuatan, namun juga untuk daya tahan otot.Yobe (1977) menggunakan suatu frekuensi dari rangsangan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi fisiologis.Mereka menemukan peningkatan kekuatan 31% lebih tinggi.

10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kekuatan

Kekuatan maksimum tergantung pada tiga factor utama; Potensi otot, Penggunaan potensiotot, dan teknik.Potensi otot adalah penjumlahan dari semua otot yang melaksanakan gerak.Penggunaan potensi otot adalah penggunaan secara serempak semua serabut otot pusat dan sekelilingnya.Sedangkan teknik adalah sebagai perantara dalam menggunakan potensi otot.

11. Metodologi latihan Kekuatan

Beban yang digunakan untuk latihan kekuatan biasanya berasal dari beban internal dan bisa juga dari beban eksternal, seperti:a. Beban badan yang bersangkutan (push-up, dll)b. Peluru/bola medicine (mengangkat dan melempar, dll)c. Tali elasticd. Dumbellse. Barbellsf. Kontraksi isometric

12. Parameter yang relevan untuk metode latihan kekuatan

Dalam pengembangan program latihan kekuatan, harus mempertim-bangkan beberapa parameter, antara lain:a. Umur dan tingkat penampilan (pemula/junior/senior), hal ini berkaitan

dengan kondisi anatomis dan fisiologisb. Kebutuhan masing-masing cabang olahragac. Memperhatikan tahapan latihan

Page 68: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

66 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

13. Beban/Dosis latihana. Intensitas

Intensitas latihan atau beban latihan berhubungan dengan jumlah berat beban atau besarnya resistensi yang digunakan. Intensitas latihan dapat dihitung dengan membagi volume beban dengan jumlah pengulangan. Beban yang digunakan dalam latihan resistensi dinyatakan sebagai persentase dari 1 RM. Beberapa profesional menyarankan untuk menggunakan pengulangan sampai gagal dalam zona repetisi maksimum (misalnya, 1-3RM) sebagai metode untuk menentukan intensitas latihan. Namun, latihan dengan menggunakan pengulangan sampai gagal untuk pengembangan kekuatan maksimal tetap dipertanyakan dan dinyatakan sebagai metode yang tidak optimal untuk mengembangkan kekuatan. Pendapat ini didukung oleh penelitian oleh Izquierdo dan rekan-rekan, mengatakan bahwa metode latihan pengulangan sampai gagal hanya memperlihatkan sedikit pengembangan kekuatan dibandingkan dengan cara lain. Dengan demikian, tampaknya beban latihan kekuatan yang terbaik ditentukan dalampersentase 1RM. Kekuatan maksimal kemungkinan besar ditekankan dengan beban 80% dari 1RM atau lebih, sedangkan daya tahan otot ditekankan dengan beban antara 20% sampai 80% dari IRM. Muscular power dapat telihat dengan beban antara 30% dan 80% dari 1RM tergantung pada jenis latihan.Intensitasantara 100% dan 125% dari 1RM diklasifikasikan sebagai bebansupermaximal.

b. PengulanganJumlah pengulangan yang dapat dilakukan biasanya tergantung dengan beban yang digunakan (tabel 10.5). Semakin tinggi beban, makin rendah jumlah pengulangan yang dapat dilakukan. Namun, sulit untuk membuat definisi antara persentase dari 1RM dan jumlah pengulangan, karena tampaknya bahwa status latihan, massa otot, gender, dan jenis latihan dapat mengubah jumlah pengulangan pada beban yang diberikan.

c. Order of ExercisesOrder of exercisesdalam program latihan kekuatan secara signifikan dapat mempengaruhi efektivitas sesi latihan. Latihan yang melibatkan kelompok otot besar, latihan yang melibatkan banyak sendi harus dilakukan pada awal sesi pelatihan, karena latihan-latihan ini

Page 69: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 67

merupakan dasar untuk pengembangan kekuatan dan perlu dilatih saat atlet memiliki banyak tenaga. Vorobeyev (200) menunjukkan bahwa latihan kekuatan yang berhubungan dengan kecepatan (misalnya, power snatches, power cleans), yang melibatkan kelompok otot besar, latihan yang melibatkan banyak sendi, dilakukan terlebih dahulu karena dapat memberikan suatu efek positif pada performance latihan berikutnya.Setelah menyelesaikan latihan yang melibatkan kelompok otot besar, latihan yang melibatkan banyak sendi, latihan kemudian dapat berkembang ke kelompok otot yang lebih kecil dan mono sendi.Ia menyarankan agar atlet melatih tubuh bagian atas dan bawah tubuh bagian bawah secara bergantian untuk memberi kesempatan bagiah tubuh tersebut ke kondisi pemulihan. Metode latihan ini biasanya menggunakan latihan program berbasis circuit-training, dan tidak sesuai dengan program-program latihan yang menekankan pengembangan kekuatan dan power.

d. Frekuensi LatihanFrekuensi latihan biasanya diukur dengan jumlah kali latihan per minggu yang melibatkan kelompok otot tertentu atau seberapa sering atlet berlatih dengan melibatkan seluruh tubuh.Semakin besar frekuensi latihan, semakin besar perolehan kekuatan.

e. Jumlah SetJumlah pengulangan dalam suatu latihan yang diikuti istirahat interval. Terdapat hubungan terbalik antara kebutuhan latihan (jumlah repetisi) dengan jumlah set.

f. Istirahat Selama IntervalPanjang pendeknya waktu interval tergantung dari jenis kekuatan yang diinginkan.Ozalin (1971) menyatakan bahwa dalam mengembangkan kekuatan maksimum waktu interval antara 2- 5 menit.Untuk latihan daya tahan otot waktu intervalnya lebih pendek, yakni antara 1-2 menit.Rumusnya: makin tinggi intensitas untuk lamanya rangsangan, makin panjang istirahat yang diberikan.

g. VolumeVolume latihan adalah lamanya dan ulangan semua beban latihan pada satu unit latihan atau bisa juga dikatakan bahwa volume adalah jumlah keseluruhan beban yang digunakan untuk latihan kekuatan.Latihan

Page 70: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

68 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

kekuatan dinyatakan dalam ulangan dan kepadatan latihan dinyatakan dalam Kg (contoh: 5 set, 4 ulangan @ 100 Kg = 2000 Kg).Latihan kekuatan boleh berlangsung 1-2 jam per latihan tergantung kebutuhan masing-masing cabang olahraga.Untuk angkat besi mengangkat 30 ton setiap latihan. Atlet angkat besi kelas Internasional berlatih sedikitnya 1.200 jam pertahun atau mengangkat 40.000 ton setiap tahun. Atlet terbaik dunia dari Bulgaria berlatih selama 1.600 jam setiap tahun. Atlet dayung boleh mengangkat 20.000 ton setiap tahun.

1. Partner Resisted Back Squat

2. Partner Resisted Elbow Curl

Page 71: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 69

3. Partner Resisted lateral Arm Rise

4. Partner Resisted Triceps Extention

5. Partner Resisted Knee Curl

Page 72: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

70 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

6. Rubber Cord Elbow Curl

7. Rubber Cord Seated Row

C. MoDel-MoDel lATIhAn KeKuATAn DenGAn DuMBell

Side (lateral) Shoulder Raise

Gerakan• Mengangkat kedua dumbel sampai lengan sejajar

dengan lantai dan mempertahankan posisi ini selama 1 sampai 2 detik. Kemudian dengan perlahan lengan kembali ke posisi awal dan berhenti pada posisi awal selama 1 sampai 2 detik.

• Pada keseluruhan gerakan siku harus tetap sedikit ditekuk. Latihan ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan satu lengan.

Page 73: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 71

Shoulder Shrug

Gerakan.• Tanpa menekuk siku, atlet menaikkan atau

mengangkat bahu, mencoba bahu untuk menyentuh ke telinga. Kemudian dengan cara yang terkontrol kembali ke posisi awal.

• Untuk variasi latihan, dapat menarik bahu ke belakang sejauh mungkin, berusaha bahu untuk menyentuh telinga, membawa bahu ke depan sejauh mungkin, dan kemudian menurunkan mereka kembali keposisi awal. Gerakan ini harus dilakukan dengan lambat, terus menerus,dan bergantian

Back (Posterior ) Shoulder Raise

Gerakan• Mengangkat dumbel ke belakang dengan cara

yang terkontrol dengan menggerakkan lengan dengan bahu sebagai poros sampai lengan hampir sejajar dengan lantai. Pertahankan posisi ini selama 1 sampai 2 detik. Kemudian dengan perlahan lengan kembali ke posisi awal dan berhenti pada posisi awal selama 1 sampai 2 detik.

• Pada keseluruhan gerakan siku harus tetap sedikit ditekuk.

• Latihan ini juga dapat dilakukan dengan meng-gunakan satu lengan dengan bergantian.

Shoulder Shrug

Gerakan.• Tanpa menekuk siku, atlet menaikkan atau meng-

angkat bahu, mencoba bahu untuk menyentuh ke telinga. Kemudian dengan cara yang terkontrol kembali ke posisi awal.

• Untuk variasi latihan, dapat menarik bahu ke belakang sejauh mungkin, berusaha bahu untuk menyentuh telinga, membawa bahu ke depan sejauh mungkin, dan kemudian menurunkan mereka kembali ke posisi awal. Gerakan ini harus dilakukan dengan lambat, terus-menerus, dan bergantian

Page 74: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

72 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Shoulder Exsternal Rotation

Gerakan• Posisi atlet tidur menyamping dengan satu lengan di

bawah kepala. Satu lengan lagi Memegang dumbell dengan posisi lengan atas bersama tubuh menjaga. Siku membentuk sudut sekitar 90 derajat dan dumbbell hampir menyentuh tanah.

• Gerakan. Dengan perlahan-lahan menaikkan lengan keatas dengan memutar lengan di bahu sejauh kemampuan (nyaman). Lengan kemudian perlahan-lahan kembali ke posisi awal.

Shoulder horizontal Abduction

Gerakan• Posisi awal atlet posisi tertelungkup di atas bangku

atau meja, satu tangan memegang dumbell. Lengan tangan menggenggam dumbell menggantung di tepi bangku atau meja (menunjuk langsung di lantai)

• Atlet perlahan-lahan bergerak lengan langsung keluar ke samping sampai lengan sejajar dengan lantai dan kemudian perlahan-lahan kembali ke posisi awal. Siku harus tetap lurus, tapi tidak terkunci, sepanjang seluruh gerakan.

Page 75: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 73

French PressGerakan• Posisi awal, atlet memegang dumbel di atas kepala dengan

lengan sepenuhnya diperpanjang. Tangan harus terpisah 6 inci atau kurang. Atlet berdiri tegak dengan kaki sekitar selebar bahu.

• Gerakan. Menjaga keseimbangan bahu dan lengan, perlahan-lahan menurunkan dumbel dengan menekuk lengan pada siku sampai dumbel menyentuh bagian belakang leher.

• Lengan atas menjaga keseimbangan atlet dengan mengangkat dumbel ke posisi awal dengan meluruskan siku. Atlet tidak harus menggunakan kaki atau kembali ke awal dumbel bergerak kembali keposisi awal.

• Siku harus tetap dekat dengan kepala selama seluruh gerakan dan lengan atas harus tetap diam.

• Dari posisi ini pembantu atlet dapat membantu pengulangan atau mengambilkan dumbel.

• Pastikan memegang dumbel dengan tepat. Karena dumbel diangkat di atas kepala. Anak-anak sering kesulitan untuk menyeimbangkan dumbel dalam latihan ini.

Dumbbell KickbackGerakan• Posisi. awal Dengan kaki tetap selebar bahu,

sedikit membungkuk, mengangkat dumbel di atas pinggang sampai pada tubuh bagian atas sejajar dengan lantai.

• Atlet memegang dumbel disatu tangan dengan telapak menghadap tubuh dan menjaga lengan atas sejajar dengan lantai. Siku dibengkokkan pada sudut 90 derajat sehingga lengan bawah tegak lurus ke lantai. Atlet dapat menempat kantangan yang satu di atas kursi atau bangkuuntuk membantu keseimbangan dan memberikan dukungan.

• Atlet perlahan meluruskan siku sampai lengan benar-benar lurus, lalu perlahan-lahan menekuk sikukembali keposisi awal. Hanya siku harus bergerak, kaki atau kembali tidak harus membantu dalam menggerakkan dumbel selama setiap bagian dari gerakan.

Page 76: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

74 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

lying Dumbbell Triceps Extension

Gerakan• Posisi awal, atlet tidur tertelentang di bangku datar (bangku

untuk melakukan bench press) dan memegang dumbel dengan posisi lengan panjang di atas dada. Kaki yang datar di lantai, dan lebar kedua tangan sekitar 6 inci.

• Bergerak hanya pada siku, atlet menurunkan dumbel sampai menyentuh di atas kepala atau melewati atas kepala. Sekali lagi bergerak hanya pada siku, atlet kembali ke posisi awal. Lengan atas tetap diam sepanjang latihan ini.

• Karena gerakan dumbel arah kepala, pendamping harus memperhatikan setiap saat. Jika anda menetapkan ke tempat anak lain, pastikan bangku cukup kuat untuk tempat atlet. Pastikan bahwa beban digunakan adalah cukup ringan dan latihan dapat dilakukan dengan aman.

Dumbbell Concentration Curl

Gerakan• Posisi dudukdi bangku, atlet menggenggam

satu dumbel dengan telapak tangan kanan menggunakan pegangan. Siku kanan lurus dan bertumpu pada bagian dalam paha kanan. Atlet menempatkan tangan kiri di atas paha kiri untuk dukungan atau di belakang dan lengan kanan di atas paha kanan untuk membantu menstabilkan lengan kanan.

• Gerakan menjaga kembali setegak mungkin, atlet flexes siku kanan sampai barbell menyentuh area bahu kanan. Dalam cara yang terkontrol, atlet menurunkan kembali dumbel ke posisi awal. Setelah pengulangan yang diinginkan telah selesai, atlet melakukan latihan dengan lengan kiri.

Page 77: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 75

Standing Reverse Elbow Curl

Gerakan.• Posisi awal, Atlet berdiri tegak dengan kaki

selebar bahu dan lutut sedikit ditekuk dan menangkap sebuah barbell dengan pegangan tinju, posisi tangan lebarbahu atau sedikit lebih jauh terpisah. Barbell bersandar pada paha, kepala, dan punggung lurus. Atlet juga dapat melakukan latihan sambil berdiri dengan punggung ke dinding. Hal ini membantu menghilangkan dorongan yang membuat goyang dan membebani punggung bawah.

• Atlet mengangkat barbell sampai menyentuh daerah dada, kemudian dengan cara yang terkontrol kembali ke posisi awal. Gerakan harus dilakukan hanya pada siku.

• Atlet tidak harus menggunakan kembali atau kaki bergerak untuk mendapatkan berat badan, karena ini dapat membuat cidera punggung bawah.

Reverse Wrist CurlGerakan• Atlet duduk di ujung bangku datar dengan kaki

rata di lantai. Atlet memegang dua buah dumbel dengan telapak bawah pegangan memegang dumbel dengan jari tertekuk sehingga dumbel menyentuh telapak tangan (kanan dan kiri). Sisi telapak lengan terletak pada bagian atas paha. Pergelangan tangan yang santai sehingga tangan sedekat mungkin dengan lantai.

• Gerakan hanya menggunakan ekstensor pergelangan tangan, atlet perlahan-lahan meningkatkan dubel setinggi, mungkin dari posisi awal, mereka mengembalikan dumbel ke posisi awal. Seluruh lengan bawah harus tetap dalam kontak dengan paha pada saat seluruh latihan.

• Variasi gerakan dengan, telapak tangan menghadap ke atas dan dilanjutkan menghadap ke bawah.

Page 78: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

76 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Dumbbell FlyGerakan• Posisi awal atlet tertelentang/terletak dengan

punggung rata di bangku dan kaki rata dilantai. Dengan lengan ke atas, atlet memegang dumbel di masing-masing tangan tepat di atas dada. Siku tidak terkunci tapi sedikit membengkok.

• Gerakan menjaga tangan langsung keluar kesisi tubuh setiap saat, atlet menurunkan dumbel ke lantai. Gerakan harus dilakukan hanya pada sendi bahu dan harus gerakan ke samping. Atlet menurunkan dumbel sampai mereka sedikit di bawah tingkat dada dan kemudian mengembalikan mereka ke posisi awal. Siku sedikit ditekuk, tapi sedikit gerakan dari sendi siku harus terjadi selama latihan ini.

• Keselamatan pendamping dapat membantu atlet dengan menyerahkan dubel setelah atlet terletak di bangku. Pendamping juga dapat menempatkan tangannya di bawah siku atlet dan membantu atlet lengkap pengulangan.

lying Back ExtensionGerakan• Posisi awal atlet tidur tertelungkup dengan posisi kedua

lengan melingkar di belakang kepala seorang pendamping menahan pada bagian tungkai dengan berat badannya.

• Gerakan atlet perlahan-lahan mengangkat kepala, bahu, dan dada dari lantai, kemudian perlahan-lahan kembali ke posisi awal.

• Variasi: Latihan ini adalah versi yang lebih sulit dari ekstensi. Atlet terletak di perutnya di lantai dengan lengan di depan tubuh. Pendamping tidak diperlukan untuk menahan kaki. Atlet perlahan-lahan mengangkat kepala, bahu, dada, dan kaki dari tanah pada waktu yang sama. Kondisi badan seperti di udara dan dari depan tubuh atlet tampak seperti super hero terbang. Posisi awal kemudian perlahan mengulangi lagi.

Page 79: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 77

Bent leg Sit-upGerakan• Posisi atlet dapat melakukan latihan ini di lantai atau di

papan sit-up miring. Di lantai, atlet terletak pada punggung dengan lutut ditekuk di sekitar 70 derajat dan dengan tangan terlipat di dada itu. Seorang pendamping dapat menahan kaki atlet itu. Jikalatihan ini dilakukan pada sebuah papan sit-up cenderung, atlet mengasumsikan posisi yang sama dengan kaki bengkok di bawah bantalan yang disediakan.

• Gerakan atlet ini mengakibatkan punggung atas dari lantai atau papan sampai siku atau lengan bawah menyentuh lutut atau paha. Atlet mencoba untuk mengayun menuju lutut, atlet kemudian menurunkan badan kembali kelantai. Atlet dapat meningkatkan resistensi dengan memegang beban pada dada atau dengan meningkatkan sudut papan miring.

Bench DipGerakan• Atlet menempatkan tangan di tepi bangku dan kemudian

menempatkan kedua kakinya di atas bangku, kedua siku yang bengkok dan bokong menyentuh lantai, atau blok.

• Gerakan atlet mengangkat tubuh dengan sepenuhnya meluruskan siku, kemudian perlahan-lahan menurunkan tubuh kembali keposisi awal dengan menekuk siku. Atlet dapat menambahkan resistensi dengan menempatkan piring berat/beban di atas paha atas.

• Pastikan bangku yang kokoh dan tidak akan bergeser. Ini adalah latihan berat badan, karena itu atlet harus mampu mengangkat beban tubuhnya sendiri.

Push upGerakan• Kedua tangan selebar bahu atau sedikit lebih luas terpisah

dan secara langsung di bawah bahu. Semakin lebar tangan, semakin besar keterlibatan dada dan kurang keterlibatan belakang lengan atas.

• Gerakan menjaga punggung lurus, atlet menurunkan tubuh dengan cara yang terkontrol dengan menekuk di siku sampai dada menyentuh lantai. Atlet kemudian mengangkat tubuh kembali keposisi awal.

• Bagian belakang harus tetap lurus pada setiap waktu selama latihan.

Page 80: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

78 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

D. KESIMPulAn1. Latihan olahraga dapat dilakukan mulai dari usia anak-anak dengan

harapan tubuh dan pikiran (body and mind) dapat dikembangkan secara terus menerus (progresif) dan sistematis. Hal ini dapat dilakukan dengan perencanaan program yang benar-benar matang dan hati-hati dan tidak melakukan hanya untuk jangka yang pendek (singkat). Dalam melatih anak-anak calon atlet harus dengan seksama memperhatikan dan memahami prinsip-prinsip latihan yang dikaji dalam ilmu faal, teori pertumbuhan dan perkembangan anak, psikologi, nutrisi dan juga pedagogik agar prestasi puncak dapat dicapai sesuai dengan rencana.

2. Pentingnya latihan kekuatan terutama untuk kelompok atlet muda saat ini mendapatkan perhatian yang meningkat, meskipun hal ini bertentangan dengan anggapan lama bahwa latihan kekuatan berbahaya untuk atlet muda, seperti latihan berbeban untuk meningkatkan kekuatan otot pada atlet muda laki-laki dan perempuan prepubescent dan adolescence, yang mengakibatkan kekawatiran akan terjadinya cedera dan terganggunya proses pertumbuhan secara prematur, seperti juga banyak pendapat bahwa latihan beban tidak mempunyai efek atau pengaruh pada otot atlet laki-laki prepubescent sebab tingkat sirkulasi androgen rendah

3. Perkembangan kemampuan gerak adalah sejalan dengan perkembangan koordinasi, fleksibilitas, keseimbangan, serta perkembangan kemampuan fisik yang lain. Peningkatan kemampuan gerak bisa diidentifikasi berdasarkan peningkatan efisiensi, kelancaran, kontrol, dan variasi gerakan serta besarnya tenaga yang bisa disalurkan melalui gerakan.

4. Penampilan (Performance) seorang atlet didominasi tiga komponen utama, yaitu kekuatan, kecepatan dan daya tahan, ketiga faktor ini dikenal dengan Biomotor Ability.Dewasa ini sebagian besar aktivitas olahraga diklasifikasikan berdasarkan predominan biomotor ability, misalnya pada olahraga lari jarak jauh, komponen utamanya didominasi oleh daya tahan. Walaupun demikian riset mengemukakan bahwa suatu aktivitas olahraga, komponen utamanya dipengaruhi beberapa biomotor ability, misalnya komponen kekuatan otot dan daya tahan, akan mempengaruhi kecepatan lari seseorang, karena menurut riset, kekuatan kaki dan power akan mempengaruhi kecepatan lari. Dengan

Page 81: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda | 79

kata lain, otot yang kuat dan bertenaga akan meningkatkan kecepatan lari.

5. kekuatan otot dan power juga merupakan faktor penting bagi olahraga dengan komponen daya tahan yang besar, seperti lari jarak jauh atau cross country. Mengingat sedemikian pentingnya kekuatan otot dan power dalam suatu cabang olahraga, maka sebaiknya pelatih dan atlet mengerti bahwa pengembangan kekuatan dan power dapat mempengaruhi performance atlet. Pelatih dan atlet perlu memahami prinsip-prinsip yang terkait dengan latihan resistensi untuk meningkatkan performance.

6. Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik yang khas, meski ada kemiripan namun masing-masing memiliki esensi yang berbeda. Sekalipun dalam satu cabang olahraga yang sama, namun apabila nomor pertandingannya berbeda, maka kekhasan itu sendiri akan berbeda. Misalnya pada cabang olahraga atletik, untuk nomor lari dan jalan cepat saja sudah ada beberapa perbedaan disana, apalagi berbeda cabang olahraganya.

7. Perbedaan ini dapat terlihat dari: sistem energi yang dipergunakan (predominan aerob atau an-aerob), namun ada juga cabang olahraga yang dominan terhadap unsur kekuatan atau power saja, bahkan ada juga cabang olahraga yang sangat dominan dengan kelentukan dan sebagainya. Namun semua cabang olahraga sangat terkait dalam kebutuhan biomotorik antara satu dengan yang lainnya.

8. Kemampuan biomotorik meliputi: kekuatan (strength), daya tahan (endurance) dan kecepatan (speed), yang masing-masing harus dibangun melalui tahapan-tahapan latihan pada masing-masing periodisasinya.

Page 82: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

80 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

DAFTAR PuSTAKA

Bompa, Tudor O., Periodezation Training for Sports (Program for Strength in 35 Sports), USA: Human Kinetics Publishers, 1999

Coker, Cheryl A., Motor Learning and Control for Practitioners, Mexico:McGraw Hill, 2004.

Cook, Anne Shumway- & Woollacott Marjorie H., “Motor Control” Theory and Practical Applications. USA: Second EditionWalnut Street Philadelphia Pennsylvania, 2001.

Gallahue, David L., Understanding Motor Development Infants, Children, Adolescents, Adults, New York: McGraw Hill. 2006.

Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan.- Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan, terjemahan lstimiwidayanti danSoedjarwo. Jakarta: Erlangga, 1990.

Kraimer, William J & Fleck, Steven J., Strength Training for Young Athletes, USA: Human Kinetics Publishers, 1993.

Page 83: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 81 —

Dimensi Sosiologis dalamManajemen olahraga di Indonesia1

Neneng Nurosi Nurasjati2

A. PEnDAhuluAn

Atlet adalah pelaku penting dalam kegiatan olahraga. Dalam sebuah industri olahraga, atlet memiliki peran besar sebab merupakan

salah satu dari empat hati (core) dalam industri olahraga. Empat elemen utama (core) yang dikategorikan ”event experience” dalam produk olahraga (sports product) adalah atlet, aturan pertandingan, peralatan, dan tempat pertandingan (sports properties).3

Profesi sebagai atlet memang menjanjikan banyak hal. Mereka bisa mendapatkan ketenaran, pendidikan tinggi, maupun penghasilan besar. Namun tidak semua atlet bisa mendapatkan ketiga hal bersamaan. Salah satu contoh kesuksesan seorang atlet menggapai kesuksesan adalan megabintang bola basket profesional Amerika (NBA), Michael Jordan.

Jordan adalah sebuah fenomena dan keajaiban dalam olahraga. Kehadiran Jordan di pentas NBA pada periode 1980-an sekaligus meredefinisikan atlet sebagai produk utama dalam industri. Sebelumnya, atlet hanyalah subjek dalam kegiatan olahraga tanpa memiliki nilai jual. Namun setelah kehadiran Jordan, definisi itu berubah total. Atlet adalah

1 Judul Makalah.2 Kandidat Doktor. Program Pascasarjana Pendidikan Olahraga (POR)/S3. Member of NOA-

KOI3 Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition

(Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 117.

Page 84: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

82 | Neneng Nurosi Nurasjati

aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahkan, majalah Fortune edisi Juni 1998 menyebutkan bahwa kehadiran Jordan bisa menimbulkan dampak fantastis yang dinamai dengan Jordan Effect.

Jika kita amati dengan menggunakan dimensi sosiologis Jay Coakley, Jordan Effect mengakibatkan komersialisme dan konsumerisme dalam bentuk 1) hiburan yang konsumtif namun akan menjadi prinsip utama

pengorganisasian olahraga masa yang akan datang2) keuntungan finansial dan ekspansi ekonomi akan menjadu tujuan

semua cabang olahraga3) keuntungan ”sportainment” akan dikembangkan dan disajikan melalui

media

Jordan Effect mendatangkan pemasukan tak kurang dari 10 miliar dolar

dari penjualan tiket, tayangan televisi, penjualan merchandise, endorsement,

dan pergelaran event yang melibatkan Jordan. Ketokohan Jordan

mengilhami olahragawan dari cabang lain untuk menirunya. Sebab selain

memiliki bakat hebat sebagai atlet, Jordan juga memiliki personaliti bagus,

dan intelektualitas tinggi.4 Personaliti atau karakter Jordan tersebut, juga

dibangun melalui olahraga basket itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh

Jay Caokley, bahwa olahraga membentuk karakter tipe kepribadian yang

mengangkat seorang atlet untuk memunculkan karakter pahlawan. Lebih

lanjut Coakley juga menyebutkan bahwa pahlawan olahraga adalah sosok

pribadi yang sangat diperlukan, diharapkan dan dihargai dalam budaya suatu

bangsa. Sifat atlet yang memiliki karakter pahlawan adalah mengingatkan

bahwa seseorang setelah melakukan aktivitas dapat memberikan nilai

berharga dan memiliki sifat-sifat terpuji atau mengagungkan.

Pendidikan tinggi Jordan diperoleh di University of North Carolina (UNC). Ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di UNC karena bakat

4 “Fortune says Jordan rules,” SBD 31 Juli 1998 dikutip sebagian dalam Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition (Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 122

Page 85: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 83

hebat sebagai pebasket. Namun ia juga seorang pekerja keras. Sebab persaingan yang ketat di UNC mengharuskan seorang pebasket tetap memiliki kemampuan akademik tinggi meskipun mengikuti latihan berat sebagai konsekuensi logis menjadi atlet.

Jordan Effect, tidak hanya menjadi bisnis yang menguntungkan dalam segala bidang, namun telah memberikan perubahan bagi kondisi Jordan, organisasi dan rasionalisasinya. Sehubungan dengan ini Coakley, mengatakan:1) pada atlit tingkat elit, akan meminta tenaga spesialis utuk membantu

mereka meningkatkan kinerja 2) Terapis, psikolog olahraga, konsultan kebugaran, konsultan obat/

substansi, instruktur aerobik, ahli gizi, koki, biomechanists, dan psycolog latihan, dan akan membuat korps sebagai sebago konsultan olahraga yang diharapkandapat membantu atlet mencapai puncak prestasinya

Duane Bemis, seorang pelatih yang memiliki gelar Magister Pendidikan (M.Ed), menggambarkan bahwa jalan untuk menggapai sukses itu penuh liku. Budaya dan latar belakang sejarah sebuah negara akan menentukan kisah keberhasilan seorang atlet. Effort dari seorang manusia untuk menggapai hasil luar biasa (extraordinary) dalam olahraga hanya bisa diperoleh jika ia memiliki keteguhan hati, mental baja, dan fokus ke tujuan.5

Kemenangan bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan seorang atlet. Kekalahan, cedera, hukuman, dan lain-lain yang terjadi dalam setiap drama olahraga akan mendewasakan seorang atlet. Faktor kerja keras, determinasi, dan pengorbanan adalah unsur penting dalam meretas sukses di bidang olahraga.

Munculnya semangat bekerja keras, determinasi dan pengorbanan adalah buah dari pendidikan. Pendidikan, lmelalui empat pilarnya (learning to know, learning to be, learning to do, dan learning to live together) mengasah semangat kerja keras seseorang. Pendidikan mengajarkan bahwa untuk menggapai hasil maksimal harus melalui usaha keras dan tidak kenal menyerah.

5 Duane Bemis, M.Ed., The road to success comes through hard work, determination, and personal sacrifice,The Sport Journal Volume4, Number3,Summer 2001

Page 86: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

84 | Neneng Nurosi Nurasjati

Pendidikan juga mengajarkan bahwa seseorang harus fokus dalam mengejar sesuatu. Fokus akan membuat atlet memiliki effort maksimal (determinasi). Semangat untuk berkorban juga diajarkan lewat pendidikan. Tiada keberhasilan tanpa pengorbanan.

B. PEMBAhASAn

1. Dimensi

Dalam bahasa inggris ditulis dimension yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dimensi yang berarti yang berkaitan dengan masalah ukuran, atau seberapa luas,dan atau cakupan

Sosiologis, kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga.

Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi.

Dalam teori-teori sosiologi banyak mengemas tentang perubahan-peruabahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sepert munculnya teori Figurational, merupakan teori olahraga yang memiliki visi bebas kekuasaan opresif, eksploitasi dan kekerasan. Teori ini muncul tidak serta merta dan terjadi begitu saja, namun dalam karena adanya public wave (gejolak di masyarakat) yang menentang kekuasaan tidak tertabatas, khususnya dibidang olahraga. Sebagai contoh, senioritas pada beberapa cabang olahraga martial art seperti karate, judo, kempo, taekwondo dan lain-lain. Seringkali jabatan struktural maupun fungsional hanya bisa diduduki oleh para senior atau pemegang financial terkuat, dan mereka merasa nyaman dengan posisinya sekalipun sudah tidak produktif lagi. Namun mereka masih merasa mampu dan masih merasa lebih dari segi keilmuan

Page 87: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 85

maupun pengalamannya. Sementara generasinya sulit menembus lapisan para pendekar ini, sekalipun ada, masih terus dipantau dan diintimidasi, sehingga terjadi stagnasi perkembangan olahraga tersebut.

Saat ini beberapa organisasi olahraga di Indonesia, maupun komite olahraganya sedang mengalami hal ini. Jika terus dibiarakan, maka akan terjadi dying development (matinya perkembangan).

Seharusnya keadaan ini tidak dibiarkan terus menerus, seperti yang di uraikan dalam lanjutan teori Figurational, yaitu: Strategi utama mereka adalah agar terlibat dalam program penelitian yang berujung kepada inspirasi sosial serta tanggungjawab terhadap efektivitas upaya untuk membawa perubahan dan transformasi sosial. Dengan demikian adanya perubahan tidak selalu berdampak negative bagi sudut pandang para senior dalam olahraga.

Dari sisi lain, pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam peri kehidupan masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas.

Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh.

Manusia sebagai mahluk yang homolidens (mahluk yang bermain) memiliki hasrat bermain dan bergerak sebagai wujud nyata aktualisasi dirinya untuk mengembangkan dan membina potensi yang dimilikinya yang berguna bagi keperluan hidup sehari-hari. Olahraga yang kita lihat pada era sekarang pada hakekatnya merupakan aktivitas gerak fisik yang sudah mengalami pelembagaan formal. Disana terdapat nilai dan norma baku yang bersifat mengikat para pelaku, penyelenggara, dan penikmatnya agar olahraga bisa berlangsung dengan adil, tertib, dan aman.

Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia

Page 88: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

86 | Neneng Nurosi Nurasjati

dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.

Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampak-kan beberapa karakteristiknya yaitu:1) Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu

alam/kerohanian.2) Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya

bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.

3) Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.

4) .Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.

5) Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.

6) Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.

Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang/paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.

Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang

Page 89: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 87

obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur-unsur:• Manusia yang hidup bersama.• Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.• Mereka sadar sebagai satu kesatuan.• Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu

melahirkan kebudayaan.

Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.

Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.

2. Peran Manajemen olahraga

Kunci sukses sebuah usaha di zaman modern tidak bisa terlepas dari manajemen. Manajemen olahraga di Indonesia masih belum sepenuhnya berjalan dan merupakan titik lemah dalam pembangunan keolahragaan secara nasional. Manajemen bukanlah sekadar soal pengelolaan, tetapi lebih jauh lagi ke pangkalnya yaitu melihat ke filosofi olahraga itu sendiri, yaitu pandangan bangsa Indonesia terhadap olahraga.

Prestasi olahraga di pentas internasional akan membuka mata para wakil rakyat di DPR dan MPR sehingga mereka semakin tergugah dan semakin menyadari pentingnya olahraga dalam kehidupan bermasyarakat

Page 90: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

88 | Neneng Nurosi Nurasjati

dan diplomasi internasional. Karenanya, GBHN yang merupakan salah satu produk terpenting MPR, mencantumkan olahraga sebagai salah satu sektor yang dianggap sangat strategis dalam Kebijaksanaan Pembangunan Nasional. Olahraga berperan dalam meningkatkan kualitas manusia dan kehidupan bermasyarakat.

Dalam teori funtionalist, masyarakat dianggap sebuah jaringan terorganisir yang masing-masing mempunyai fungsi. Institusi sosial dalam masyarakat mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang saling mendukung. Masyarakat dianggap sebagai sebuah sistem yang stabil yang cenderung mengarah pada keseimbangan dan menjaga keharmonisan sistem. Oleh karenanya sangatlah tepat menempatkan olahraga sebagai salah satu sektor strategis dalam Kebijakan Pembangunan Nasional.

Dalam Pelita VI di era Orde Baru, pembinaan olahraga sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, diarahkan pada peningkatan kondisi kesehatan fisik, mental dan rohani manusia Indonesia, dalam upaya pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas, serta pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya agar dapat meningkatkan citra bangsa dan kebanggaan nasional. Hal ini sekaligus merupakan pengakuan, bahwa olahraga dapat dijadikan alat untuk menciptakan manusia-manusia yang unggul.6

Teori functionalist, juga mengemukakan bahwa dalam teori ini menginspirasi diskusi dan penelitian tentang bagaimana olahraga sebagai lembaga sosial cocok ke dalam kehidupan sosial dan kemudian memberikan kontribusi untuk stabilitas dan kemajuan sosial di organisasi, kelompok dan masyarakat7. Dengan demikian olahragapun dapat memberikan kontribusi sosial dalam kehidupan masyarakat, baik melalui organisasinya maupun kegiatan kelompok serta dampak langsung dari olahraga itu sendiri.

Selanjutnya teori fungsionalis juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang berfokus pada bagaimana masing-masing bidang kehidupan sosial yang lebih besar secara efisien, yang akan tercapai apabila 1) belajar dan menerima nilai-nilai budaya yang penting

6 Fritz E. Simandjuntak,”Olahraga dalam GBHN 1993-1998”, Kompas, Sabtu, 12 Juni 1993, p.47 Jay Coacley, Sport in Society. Issues & Controversies. Eight Edition. International Edition 2003.

Singapore =.,p. 37

Page 91: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 89

2) mempromosikan hubungan sosial antar manusia 3) memotivasi orang untuk mencapai tujuan budaya (budaya terbuka)4) melindungi sistem dari pengaruh luar8

Belajar dan menerima nilai-nilai budaya yang penting dalam olahraga adalah suatu rambu-rambu yang sederhana, namun sulit untuk dilaksanakan. Nilai budaya seperti mudah menerima kekalahan dan mudah menerima keunggulan orang lain dengan lapang dada, baik dalam kegiatan aktivitas olahraganya itu sendiri, maupun dalam bisnis olahraganya.

Mempromosikan hubungan sosial antar manusia, banyak sekali kegiatan yang dapat memunculkan persahabatan akibat dari olahraga. Karena warisan terbesar dari olahraga itu sendiri adalah persahabatan, memandang lawan menjadi kawan yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun tidak jarang akibat dari olahraga itu sendiri menjadi konflik yang berkepanjangan. Hal ini lebih dari sekedar olahraga, biasanya sudah ditumpangi nilai-nilai politik pada level yang sudah tinggi.

Memotivasi orang untuk mencapai tujuan budaya (budaya terbuka), adalah nilai sosial dari teori fungsionalis yang lebih kepada memperluas jaringan persahabatan dan kekeluargaan sebagai impact dari olahraga itu sendiri

Namun kelemahan yang muncul dari teory funcionalist adalah: 1) tidak mengakui bahwa olahraga adalah konstruksi sosial2) pernyataan dampak posistif dan negative dari olahraga 3) menyamaratakan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Seperti telah dikatakan diatas jika olahraga sudah ditumpangi nalai lain dan tujuan lain dari olahraga, maka yang uncul adalah keadaan yang berlawanan dengan konstruksi sosial dari olahraga itu sendiri.

Sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, olahraga adalah gerakan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang sehat jasmani, mental, dan rohani, serta ditujukan untuk pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas

8 Ibid., p.40.

Page 92: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

90 | Neneng Nurosi Nurasjati

yang tinggi, serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Dari rumusan itu, selain untuk prestasi, olahraga pada dasarnya justru dimaksudkan pemerintah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Kegiatan olahraga tidak hanya bertumpu pada pembinaan di pemusatan latihan nasional/daerah (pelatnas/pelatda) tetapi di segala lapisan masyarakat, mulai dari tingkat sekolah sebagai bagian dari upaya pembibitan maupun untuk kesehatan, sampai dengan kegiatan sekadar hobi belaka (sports for all).

Dalam sport for all, disana akan ditemukan sekelompok orang dengan hobi yang sama yaitu olahraga, juga sekelompok orang yang saling ketergantungan, sekelompok orang dengan kegiatan sosial, sehingga mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda dari olahraga itu sendiri. Teori Figurational didasarkan pada gagasan bahwa khidupan sosial terdiri dari jaringan orang saling tergantung. Orang itu ada karena melalui hubungan mereka dengan orang lain, dan jika kita ingin memahami kehidupan sosial, kita harus mempelajari figuratisi sosial yang muncul dan berubah sebagai hubungan sosial antara masyarakat yang ada dan yang berubah9 Begitu besarnya dampaknya dari olahraga.

Ada tiga pihak yang menjadi induk dari kegiatan olahraga nasional di Indonesia, yaitu Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk kegiatan olahraga di sekolah, KONI Pusat untuk kegiatan olahraga prestasi (pelaksanaannya dilakukan induk organisasi olahraga dan KONI Daerah serta Pengda), serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga untuk kegiatan olahraga masyarakat.

Ketiga induk ini kalau menjalankan peranannya masing-masing sebaik-baiknya serta berkoordinasi jika ada kebutuhan lintas sektoral, sebetulnya bisa menciptakan kondisi kehidupan olahraga yang kondusif untuk pembinaan.

Kalau dijabarkan lebih rinci, olahraga dapat dipilah menjadi dua yaitu olahraga prestasi dan olahraga non prestasi. Setelah itu maka tugas pembinaan diserahkan kepada induk seperti disebut di atas. Namun dalam

9 Ibid., p. 53

Page 93: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 91

pelaksanaan di lapangan, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Salah satu hal yang kini menjadi masalah adalah kurangnya kerjasama antara pihak-pihak itu dalam pembinaan yang berkelanjutan.

Prestasi di tingkat pelajar yang baik, tidak segera ’dijemput bola’ karena instansi pembinanya berbeda. Ini terasa sekali dalam sepakbola. Prestasi bagus tim pelajar Indonesia bukan hanya untuk kawasan Asia Tenggara, tetapi juga untuk Asia, tetapi kemudian berhenti di sana. Banyak sekolah sepak bola yang dibangun di daerah, tetapi ketika mereka hendak masuk ke klub yang serius mengalami kesulitan. Ketidaklancaran juga terjadi ketika atlet junior melakukan pematangan untuk menjadi atlet senior, karena ’lembaga’ untuk itu yakni kompetisi rutin dan berjenjang, tidak ada.

Pembinaan olahraga kita yang bersifat terkotak-kotak, tidak ber-jenjang, tidak berlanjut, tidak konsisten, diyakini merupakan kunci dari keadaan yang semrawut sekarang ini. Keadaan yang bagai ’lingkaran setan’ sehingga tidak diketahui bagaimana mencari jalan keluarnya. Dalam teori Interaksionis, berfokus pada makna dan interaksi yang terkait dengan olahraga dan pertisipasi olahraga. Hal ini menekankan pada kompleksitas tindakan manusia dan kebutuhan untuk memahami tindakan dalam hal bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan olahraga mendefinisikan situasi melalui hubungan mereka dengan orang lain.

Salah satu usulan yang disampaikan adalah membentuk sebuah badan yang mendudukkan semua unsur yang secara langsung terlibat dalam pembinaan olahraga, seperti yang terlihat dilakukan negara lain dan berhasil. Misalnya saja Singapore Sports Council di Singapura, Majelis Sukan Malaysia, dan Australia Sports Commission di Australia. Di ketiga negara itu, lembaga tadi berhasil baik dalam menjembatani berbagai instansi yang ada.

Keanggotaan badan itu tidak hanya wakil dari ketiga instansi di atas, tetapi juga instansi lain yang terkait, seperti perguruan tinggi, Departemen Dalam Negeri, Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, sekadar menyebut contoh. Namanya bisa saja Dewan Olahraga Nasional atau Badan Keolahragaan Nasional, tetapi yang jelas fungsinya tidak bersifat eksekutif, hanya menjadi tempat para pelaku memikirkan berbagai hal untuk pengembangan olahraga. Termasuk di sana menyelaraskan program masing-masing instansi, sehingga terbentuk kerja sama yang saling

Page 94: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

92 | Neneng Nurosi Nurasjati

mendukung. Badan seperti itu diyakini dapat menjadi jembatan yang menghubungkan semua pihak, sekaligus menjadi lem perekat berbagai perbedaan persepsi yang masih terlihat.

Untuk menuju ke arah sana memang tidak mudah, karena membutuhkan kebesaran jiwa masing-masing pihak. Dan melihat fungsinya yang seperti ”di atas” lembaga-lembaga yang kini telah ada maka pembentukan ini tampaknya harus punya pijakan yang kuat yakni Undang-Undang No. 3 tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional.

Dari catatan sejarah, pada tahun 1965, Menteri Olahraga dan Mendikbud membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang olahraga pelajar meliputi olahraga wajib dan olahraga karya. Posisi Menteri Olahraga ketika itu terasa kuat sampai ke daerah terpencil, sehingga mampu menyelenggarakan pertandingan secara teratur di daerah dan memantau bibit-bibit unggul serta mencetak pelatih/guru olahraga daerah di seluruh Indonesia. Hal ini bisa dilakukan karena Departemen Olahraga memiliki anggaran sendiri dan memiliki aparat di tingkat provinsi hingga kecamatan.10

Peningkatan prestasi olahraga tidak bisa lepas dari dukungan pemerintah. Henry dan Uchiumi (2001) mengatakan bahwa kebijakan olahraga sebuah negara ikut ditentukan oleh warna politik penguasa.11 Apalagi saat ini prestasi Indonesia menurun di Asian Games Busan 2010 maupun SEAG Laos 2009. Harus ada kebijakan olahraga (sports policy) yang jelas dari pemerintah agar pembangunan olahraga di sebuah negara berhasil.

Pengalaman dan sejarah di Indonesia menunjukkan bahwa ketika almarhum Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Wakil Presiden tahun 1978-1983, Indonesia menjadi juara umum SEA Games 1979, 1981, dan 1983, serta berprestasi di Asian Games 1978 dan 1982. Ketika itu lembaga Kantor Menegpora belum ada, tetapi Ketua Umum KONI Pusat, Sri Sultan

10 Munas Tundang,”Pemerintah Perlu Berperan Membangun Olahraga”, Kompas Sabtu, 13 Januari 1996, p.18

11 Ian Henry dan Kazuo Uchiumi,”Political Ideology, Modernity, and Sports Policy: A Comparative Analysis of Sports Policy in Britain and Japan”, Hitotsubashi Journal of Social Studies 33 (2001), pp. 161-185

Page 95: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 93

Hamengkubuwono IX selaku Wakil Presiden bisa memanggil Mendikbud, Mendagri, Mensesneg, Meneg PPN/Ketua Bappenas, Menkeu, Menteri PU, dan menteri lainnya untuk membicarakan pembangunan olahraga nasional.12

3. Kondisi Pendanaan olahraga di Indonesia

Olahraga Indonesia memang tengah berada di titik nadir. Kegagalan masuk dalam tiga besar SEA Games 2005 di Filipina –pesta olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara– sejak keikutsertaan di tahun 1977 menunjukkan secara nyata betapa tidak seriusnya bangsa ini membangun diri lewat olahraga. Prestasi olahraga suatu bangsa sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari kinerja bangsa itu sendiri yang dihubungkan dengan kondisi sosial politik, termasuk kebijakan makro ekonomi-politik yang dipilih pemerintahnya.

Ketiadaan dana selalu menjadi kesimpulan utama saat membedah menurunnya prestasi olahraga Indonesia. Pengurus olahraga sering mengaku pusing tujuh keliling karena ketiadaan dana untuk pembinaan atlet, menggelar kejuaraan, atau memberikan jam terbang bertanding bagi para atlet. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ternyata juga berdampak pada pengucuran dana pemerintah bagi olahraga.

Maka secara partisan, masing-masing pengurus induk organisasi berusaha mencari dana sendiri-sendiri. Kedekatan dengan pengusaha atau perusahaan tertentu menjadi model pencarian dana yang paling populer dan paling sering dilakukan. Jadilah olahraga Indonesia sepertinya berjalan sendiri-sendiri tergantung dari karakter pengurus induk organisasi. Model mencari dana lewat donatur dan kucuran pemerintah tak bisa lagi diandalkan. Apakah sumber-sumber dana yang bisa dimanfaatkan dunia olahraga benar-benar kering? Tidak juga.

Simaklah data Nielsen Media Research – Advertising Information Services 2004. Jumlah belanja iklan pada 2004 mencapai Rp 23,892 triliun. Produk perlengkapan komunikasi dan servis mengeluarkan dana terbesar Rp 1,2 triliun diikuti rokok Rp 1,167 triliun, dan produk perawatan rambut Rp

12 Munas Tundang, loc.cit.

Page 96: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

94 | Neneng Nurosi Nurasjati

1,164 triliun. 13

Lalu, mengapa dana yang begitu banyak tidak masuk ke olahraga? Sebagai pembanding, anggaran KONI Pusat untuk olahraga 2006 sebesar Rp 156 miliar yang kabarnya sempat hendak dipotong oleh DPR dan Pemerintah sebesar Rp 56 miliar.14

Uang iklan memang jumlahnya besar namun oleh si pemilik harus dibelanjakan dengan efisien. Jangan berharap ada pengiklan yang mau membelanjakan anggaran iklan untuk donasi atau atas dasar belas kasihan. Semua pengiklan telah memiliki ukuran-ukuran baku untuk melakukan sponsorship, termasuk pada olahraga. Misalnya apakah brand cocok dengan cabang atau ajang olahraga tertentu (asosiasi brand). Juga apakah penonton yang datang besar dan sudah sesuai dengan positioning produk. Dari dua tolok ukur itu, kenyataannya banyak cabang olahraga yang tidak mampu menarik minat sponsor.

Cabang atletik dan renang misalnya. Dua cabang yang sangat laris di event Olimpiade itu justru kosong melompong saat digelar di Indonesia. Arena yang kosong jelas tak mengundang minat sponsor untuk memasarkan produk mereka. Televisi pun enggan datang sebab akan kesulitan menjual slot iklan yang disiapkan dalam paket yang akan mereka jual kepada sponsor.

Problem ini adalah salah satu kendala pemasaran olahraga di Indonesia. Bagaimana bisa meyakinkan para sponsor jika mengumpulkan penonton saja tidak bisa? Tidak berhasilnya olahraga menyedot dana adalah minimnya kemampuan pemasaran para pengurus olahraga yang bersangkutan. Olahraga menjadi tidak menarik karena kualitas prestasi buruk, penyelenggara tidak mampu membuat kiat-kiat pemasaran, dan memasukkan unsur hiburan yang akan mengundang daya tarik masyarakat untuk menontonnya.

Buruknya kualitas prasarana olahraga juga menjadi kendala. Misalnya, kondisi lapangan rumput stadion sepakbola, permukaan lapangan basket

13 Media Scene 2004/05 Advertising Expenditure by product category print and television14 Harian Kompas, “KONI Sesalkan DPR, Dana Dipangkas Rp 56 Miliar”, Selasa 1 November

2005

Page 97: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 95

bukan kayu, penerangan, kenyamanan penonton, WC dan kamar ganti, lampu, dll. Pencahayaan lampu adalah bagian dari kemasan untuk menjual olahraga. Bagaimana bisa mendapatkan kesan cemerlang terhadap olahraga bisa cahaya lampu redup sehingga televisi maupun fotografer sangat kesulitan mengambil gambar untuk dipublikasikan di media masing-masing?

Profesionalisme pengelolaan organisasi olahraga juga menjadi tolok ukur penilaian para sponsor. Perencanaan sasaran pun harus jelas dan meyakinkan. Sebab dengan perencanaan yang jelas dan meyakinkan, para pelaku yang menjadi subjek dalam olahraga akan dengan total melaksanakan fungsinya. Janganlah seperti sekarang dimana profesi sebagai seorang atlet bukanlah sebagai pekerjaan yang favorit.

4. Sport Development Index

Orientasi baru dalam melihat keberhasilan pembangunan olahraga daerah/kota telah dirintis dan diujicobakan di beberapa provinsi, yakni melalui sebuah pengkajian indeks pembangunan olahraga yang dikenal dengan Sport Development Index (SDI).

Pengkajian SDI memandang kemajuan pembangunan olahraga di suatu daerah berdasarkan kemajuan dalam empat aspek:Pertama, partisipasi masyarakat, yang menunjukkan indikator keterlibatan aktif

masyarakat suatu daerah terhadap aktivitas olahraga. Seperti yang dituliskan dalam teori Interaksionis, bagaimana orang melakukan pengalaman dalam olahraga. Berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan makna, identitas, hubungan sosial dan hubungan budaya dalam olahraga dan mempelajari manusia sebagai pembuat pilihan dan pencipta makna, identitas dan hubungan 15 Dengan kata lain teori ini menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam berolahraga adalah meningkatnya sistem hubungan (interaksi) sosial yang lebih tinggi.

Kedua ruang terbuka atau ruang publik yang dimiliki suatu daerah yang dapat diakses untuk kegiatan olahraga masyarakat.

Ketiga tingkat kebugaran fisik masyarakat. Dalam teori kritis, bahwa olahraga adalah tempat sosial (situs) dimana masyarakat dan budaya diproduksi

15 Ibid.,p. 43

Page 98: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

96 | Neneng Nurosi Nurasjati

dan direproduksi serta hal ini membuat jauh lebih penting dari pada hanya sekedar refleksi masyarakat saja. Dengan demikian nilai sosial dari olahraga akan muncul, dan masyarakat menjadi lebih bugar16.

Keempat sumber daya manusia keolahragaan yang dimiliki dan dapat didayagunakan oleh suatu daerah untuk memajukan olahraga.17

Sport Development Index sebenarnya merupakan konsep baru yang menganalog konsep Human Development Index (HDI). Dalam konsep HDI, kemajuan pembangunan manusia di suatu negara dapat ditentukan dengan menggunakan indikator tertentu. HDI sendiri sebenarnya bukanlah ukuran yang komprehensif, karena hanya merupakan ringkasan atau rangkuman mengenai keberhasilan pembangunan manusia yang didasarkan pada tiga dimensi yang meliputi: longevity, knowledge, dan decent standard of living.

Jika HDI dapat menentukan tingkat kualitas manusia pada suatu negara, maka Sport Development Index atau SDI diharapkan dapat menentukan tingkat kemajuan pembangunan olahraga di suatu daerah, termasuk dapat digunakan untuk melakukan komparasi kemajuan pembangunan olahraga antar daerah di Indonesia. Dengan demikian penciptaan iklim “persaingan” keberhasilan pembangunan olahraga akan mengarah pada pembangunan hakikat olahraga yang mendasar, bukan persaingan pada sesuatu yang instan dalam wujud prestasi semu dan berdimensi waktu jangka pendek.

Upaya pengkajian untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga perlu dilakukan tiap-tiap daerah/kota untuk mengetahui secara lebih akurat besarnya nilai indeks pembangunan olahraga. Indeks tersebut merupakan indeks gabungan dari empat dimensi yang meliputi dimensi partisipasi masyarakat dalam aktivitas olahraga, ruang terbuka atau ruang publik yang dapat diakses masyarakat untuk kegiatan olahraga, kebugaran fisik masyarakat, dan Sumber Daya Manusia (SDM) keolahragaan.

Dengan demikian, suatu daerah/kota dikatakan maju dalam pem-bangunan olahraganya, apabila: 1) partisipasi masyarakat dalam berolahraga tinggi

16 Ibid.,p.4917 Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd, ”Menakar Kemajuan Pembangunan Olahraga Nasional”

ringkasan Makalah yang telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Hasil Pengkajian Sport Development Index (SDI) Se Indonesia di Jakarta 23-24 Pebruari 2006.

Page 99: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 97

2) ruang terbuka atau ruang publik yang dimiliki daerah memadai dari sisi jumlah, luas dan variasinya

3) masyarakatnya memiliki kebugaran jasmani yang bagus4) daerah tersebut memiliki sumber daya manusia yang secara kualitas

dan kuantitas amat memadai untuk memajukan olahraga.

Menakar kemajuan pembangunan olahraga melalui pengkajian Sport Development Index (SDI) akan dapat memberikan orientasi yang lebih “lurus” tentang arah pembangunan umum jangka panjang, terutama dalam sektor keolahragaan yang lebih mengakar dan terkait dengan pembangunan sektor lain. Mendeskripsikan angka-angka aktual dimensi SDI dapat menjadi cermin evaluasi diri (self evaluation) bagi tiap-tiap daerah untuk selalu berbenah menyongsong kemajuan pembangunan yang lebih cerah di masa mendatang.

5. Pentingnya Manajemen Proses

Indonesia lebih beruntung dibandingkan negara-negara berkembang lainnya di bidang olahraga. Sebab ikon olahraga dunia kita miliki. Ada Tan Joe Hok, Susy Susanti, Rudy Hartono, dan Taufik Hidayat. Mereka menjadi ikon kebanggaan di pentas olahraga dunia, khususnya bulutangkis.

Sumbangan prestasi dari cabang-cabang olah raga lain pun cukup banyak seperti atletik, karate, silat, dan beberapa cabang lain. Sebutlah nama Umar Syarief (karate), Rossi Nurasjati (karate), Kresna Bayu (judo), Purnomo (atletik), Juana Wangsa (Taekwondo), Oka Sulaksana (layar), atau Lisa Rumbewas (angkat besi).

Prestasi adalah hasil sebuah proses panjang. Mulai dari kegemaran berolahraga di sekolah maupun keluarga, latihan di klub/perkumpulan, hingga mengikuti pertandingan pada skala regional sampai internasional. Semuanya mengadopsi konsep manajemen mulai dari planning, organising, actuating, maupun controlling sehingga berorientasi ke prestasi.

Prestasi perlu mendapatkan penghargaan. Para pembina olahraga seharusnya membuat sistem manajemen olahraga sebagai bentuk penghargaan terhadap prestasi. Dalam sistem manajemen olahraga yang baik, ada tatacara dan pelaksanaan pemberian penghargaan, misalnya, pemberian bonus kepada atlet disesuaikan dengan tingkat prestasi yang

Page 100: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

98 | Neneng Nurosi Nurasjati

dicapainya dan berlaku umum, sehingga tidak akan terjadi kecemburuan. Seperti yang disarankan oleh teori critical, bahwa olahraga berkaitan erat dengan hubungan sosial yang kompleks, dimana perubahan yang muncul selalu terkait dengan aspek politik, sosial dan ekonomi18 Munculnya sebuah prestasi sudah tentu akan mengakibatkan adanya perubahan baik terhadap segi ekonomi, sosial maupun politik. Adanya penghargaan dan bonus boleh jadi adanya perubahan politik atau sebaliknya. Demikian juga dengan perubahan sosial, akan terjadi baik secara dramatis maupun perlahan. Misalnya perubahan status sosial di masyarakat menjadi lebih terhormat, terpandang dan lain-lain.

Pada sistem manajemen olahraga yang baik tidak akan melupakan proses pembinaan prestasi olahraga yang berkesinambungan. Pada setiap jenjang, misalnya, atlet memiliki catatan prestasi dalam sistem basis data atlet yang berguna untuk pengembangan prestasi mereka.

Gambar diagram alir perencanaan strategi sampai ke pelaksanaan.

18 Jay Coackley, loc.cit., p.100

Page 101: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia | 99

Gambar manajemen proses yang bisa juga diterapkan di olahraga Indonesia.

Untuk bisa mencapai kemajuan yang lebih baik, olahraga Indonesia perlu menerapkan manajemen di segenap aspek. Untuk melakukan perubahan (shift) diperlukan kemampuan menyusun strategi, kepemimpinan, keterikatan (engagement), pertumbuhan, serta penerapan manajemen keuangan yang konsisten dan tegas.

Page 102: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

100 | Neneng Nurosi Nurasjati

DAFTAR PuSTAKA

Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition (Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 117.

Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd, ”Menakar Kemajuan Pembangunan Olahraga Nasional” ringkasan Makalah yang telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Hasil Pengkajian Sport Development Index (SDI) Se Indonesia di Jakarta 23-24 Pebruari 2006.

Duane Bemis, M.Ed., The road to success comes through hard work, determination, and personal sacrifice,The Sport Journal Volume4, Number3,Summer 2001

Fortune says Jordan rules,” SBD 31 Juli 1998 dikutip sebagian dalam Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition (Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 122

Fritz E. Simandjuntak,” Olahraga dalam GBHN 1993-1998”, Kompas, Sabtu, 12 Juni 1993, p.4

Munas Tundang,”Pemerintah Perlu Berperan Membangun Olahraga”, Kompas Sabtu, 13 Januari 1996, p.18

Media Scene 2004/05 Advertising Expenditure by product category print and television.

Jay Coacley, Sport in Society. Issues & Controversies. Eight Edition. International Edition 2003. Singapore

Ian Henry dan Kazuo Uchiumi,”Political Ideology, Modernity, and Sports Policy: A Comparative Analysis of Sports Policy in Britain and Japan”, Hitotsubashi Journal of Social Studies 33 (2001), pp. 161-185

Harian Kompas, “KONI Sesalkan DPR, Dana Dipangkas Rp 56 Miliar”, Selasa 1 November 2005

Page 103: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 101 —

humas dan Pemasaran olahragadi Indonesia

Oleh: Ria Lumintuarso

A. PEnDAhuluAn

Indonesia pernah mengalami krisis multidimensi pada tahun 1997, kondisi politik, ekonomi dan sosial menghadapi masalah yang sulit dipecahkan.

Masalah ini merambah ke berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk prestasi olahraga yang perlahan tapi pasti mengalami penurunan. Indonesia tidak lagi menjadi “Raja” olahraga di Asia tenggara. Isu utama olahraga selain menurunnya prestasi adalah rendahnya profesionalisme, hal itu menyebabkan perjuangan panjang sebelum Indonesia mampu menjadi juara umum kembali pada SEA games 2012 sebagai tuan rumah.

Salah satu masalah besar olahraga di indonesia adalah pada saat Indonesia menjadi penyelenggara SEA Games pada tahun 1997, dimana penggalangan dana dilakukan melalui penjualan stiker yang digabungkan dengan pembayaran iuran listrik, telepon dan air bersih. Masyarakat pada saat itu dengan keras mempertanyakan penarikan dana tersebut. KONI sebagai pihak yang bertanggung jawab saat itu tidak dapat memberikan penjelasan yang mampu meredam protes masyarakat. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila sistem komunikasi antara pusat organisasi olahraga tersebut dengan masyarakat direncanakan dan diolah dengan strategi komunikasi yang tepat.

Kompleksnya permasalahan di atas tidak hanya menunjukkan kurangnya komunikasi yang baik. Lebih jauh menunjukkan bahwa citra olahraga di Indonesia masih belum menggembirakan, baik ditinjau dari sisi internal maupun eksternal. Dalam hal ini organisasi olahraga di Indonesia

Page 104: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

102 | Ria Lumintoarso

merupakan salah satu pihak yang paling bertanggung jawab, karena di tangan organisasi inilah mekanisme kegiatan olahraga dirancang dan dijalankan.

Salah satu faktor penting untuk menyelesaikan permasalahan di atas adalah memperbaiki citra olahraga di mata masyarakat melalui organisasi keolahragaan di Indonesia. Perbaikan citra olahraga ini hanya dapat di tingkatkan bila organisasi olahraga memiliki situasi hubungan dan komunikasi yang harmonis baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal).

Sehubungan dengan hal tersebut, Goldhaber (1990:16) menyatakan perlunya komunikasi organisasi yang dipaparkan dengan batasan sebagai berikut: “......the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationships to cope with environtmental uncertainty”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan dengan lingkungan (internal dan eksternal) merupakan suatu faktor penting bagi setiap organisasi. Hubungan ini akan meningkatkan naluri untuk mengatasi krisis (ketidakpastian) pada sebuah organisasi.

Sementara itu, situasi olahraga internasional telah mengalami revolusi yang sangat cepat sejak olympiade Los Angeles pada tahun 1984 dimana prinsip-prinsip amatirisme telah mulai ditinggalkan dan muncul fenomena baru “Bisnis olahraga”. Pieter Uberroth berhasil menciptakan keuntungan besar dari dunia olahraga, baik keuntungan material maupun keuntungan terhadap aspek komunikasi dalam dunia olahraga. Sejak saat itu setiap event olahraga menjadi suatu komoditi yang mendatangkan keuntungan bagi penyelenggara.

Melihat situasi tersebut, dunia olahraga Indonesia harus mengakui telah ketinggalan beberapa tahun ke belakang. Amatirisme (dalam arti manajemen yang tidak profesional) masih menjadi jiwa yang membebani perkembangan olahraga di Indonesia, sementara untuk beranjak ke profesionalisme, kenyataan menunjukkan bahwa dari berbagai sisi olahraga Indonesia belum siap.

Sudah menjadi hal yang wajar bila ada beberapa event olahraga nasional, tidak ditonton atau bahkan tidak diketahui masyarakat. Karena tidak ada informasi apapun dari panitia penyelenggara ke masyarakat, tidak ada kerja sama dengan pihak-pihak sponsor, tidak ada liputan media

Page 105: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 103

yang signifikan, akhirnya event tersebut hanya dilaksanakan dan dilihat oleh kalangan internal saja.

Prinsip-prinsip Hubungan Masyarakat (humas) dan pemasaran dalam organisasi olahraga nampaknya masih menjadi hal yang perlu dipertanyakan, bagaimana keberadaan bidang humas, bagaimana pola dan sistem kerjanya, dan bagaimana pengaruhnya dalam organisasi untuk mengangkat citra organisasi? Semua itu masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.

Hubungan masyarakat sangat terkait erat dengan komunikasi organisasi baik secara internal maupun eksternal seperti yang telah disampaikan Goldhaber di atas. Onong Uchyana Effendy juga menyatakan bahwa, komunikasi merupakan wujud utama untuk menghubungkan praktisi humas dengan publiknya, baik itu pubik internal yaitu komunikasi antara praktisi humas dengan anggota organisasi, maupun komunikasi dengan publik eksternal yaitu komunikasi antara praktisi humas dengan masyarakat luas. (Onong, 1994:135).

Sampai saat ini belum diketahui adanya penelitian mengenai Humas dan pemasaran dalam organisasi olahraga di Indonesia. Bagaimana ruang lingkup kerjanya dan pada struktur yang mana mereka berada. Keberadaan humas dalam struktur organisasi olahraga memang telah ada, namun tidak diketahui sejak kapan organisasi olahraga di Indonesia mulai memasukkan humas ke dalam struktur organisasinya.

Di dalam organisasi olahraga tingkat internasional, seperti IAAF (International Association of Athletics Federations) misalnya, dalam buku pedomannya: Member Federation Management and Administration manual, dimasukkan beberapa unsur penting kegiatan komunikasi yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan marketing (marketing plan), Team Marketing, measuring success, hubungan dengan media, dan hal-hal yang berkaitan dengan kerja kehumasan. (IAAF, 1998: 99-104) Lebih lanjut dibahas bagaimana organisasi melakukan pengadaan dana dengan kegiatan komersial dan berhubungan dengan pihak luar seperti sponshorship dan donatur. (IAAF, 1998:121-126)

Masuknya unsur-unsur marketing dalam kegiatan komunikasi organisasi menunjukkan bahwa organisasi tersebut sudah melangkah dari prinsip-prinsip dasar kehumasan yang non profit menuju ke manajemen

Page 106: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

104 | Ria Lumintoarso

komunikasi organisasi yang profit seperti bisnis dan pemasaran. Konsep organisasi olahraga yang non profit telah mulai ditinggalkan menjadi organisasi yang profit dan profesional. Bidang humas dan marketing merupakan primadona dalam struktur organisasi yang dapat menghidupi jalannya kegiatan organisasi olahraga.

B. hAKIKAT huMAS DAn MARKETInGBeberapa ahli yang memberikan batasan dan pernyataan yang berbeda-

beda mengenai batasan humas dari yang sederhana sampai pada batasan yang komplek. Namun semuanya mengandung pengertian yang saling mendukung dan mengarah pada satu pemahaman.

Menurut Smith Hubungan masyarakat (Humas) adalah pengembangan dan pemeliharaan hubungan yang baik dengan pihak-pihak (publics) yang berbeda (Smith, 1996:272) Public tersebut termasuk di dalamnya adalah: karyawan, investor, khalayak, pemerintah, dll.

Sedangkan Frazier Moore mengajukan definisi humas dengan lebih komplek yaitu, merupakan suatu filsafat sosial dari manajeman yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya, yang melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh saling pengertian dan itikad baik. (Moore: 1981:6)

Public Relation Society of America (PRSA) dan dua organisasi Humas penting di Amerika mengambil definisi resminya dari Edward Barneys, yang pada intinya terdiri dari tiga elemen penting dalam Humas yaitu: informing people, persuading people, and fostering cooperative among people. (Hierbert,1991:150)

Dari banyak definisi Rex Harlow mencoba untuk menyampaikan kesimpulan yang diambil dari 470 definisi dari tahun 1900 sampai 1976, yang kemudian dijadikan sebagai definisi kerja IPRA (International Public Relation Assosiation). Definisi tersebut dikutip oleh Onong U Effendy (1993:118) dan Cutlip, Scott. M (2000:4) sebagai berikut:

“Public Relations is a distinctive management function which help establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance, and cooperation between an organization and its publics; involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and rresposnsive to

Page 107: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 105

public opinion; defines and emphasizes the responsibility of management to serve the public interest; helps management to keep abreast of and effectively utilize change, serving as an early warning system to help anticipate trends, and used research and sound and ethical communication techniques as its principal tools”

Definisi di atas mencakup berbagai aspek dalam Kehumasan, dari fungsi manajemen, kebersamaan antara organisasi dan publiknya, tanggung jawab dan pelayanan sampai pada etika komunikasi sebagai sarana utama.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik benang merah yang merupakan aspek dan ruang lingkup kerja humas sebagai berikut:1. Publik relation merupakan fungsi dari manajemen2. Proses hubungan antara organisasi dengan publiknya (informasi –

persuasi,)3. Proses pelayanan organisasi terhadap publiknya dalam rangka saling

percaya dan memperoleh pengertian dengan itikad baik.4. Analisis terhadap opini publik untuk menjadi informasi bagi organisasi.5. Pelaksanaan dan penindakan program kegiatan yang terencana melalui

penelitian dan evaluasi.6. Upaya menjaga citra dan reputasi organisasi. (Rosady, 1998:18)

Dari butir-butir di atas menunjukan bahwa harmonisasi hubungan ini akan membuat citra organisasi terbina, sedangkan harmonisasi dalam aplikasinya memiliki prinsip komunikasi dengan etika yang baik sebagai tools seperti yang disampaikan Harlow.

Dalam perkembangannya istilah humas sering tercampur aduk dengan marketing, Curtlip menyampaikan fenomena ini dengan “confusion with marketing” Walaupun Curtlip tetap menyatakan bahwa humas berbeda dengan marketing namun diakui bahwa pada kenyataannya banyak kerja humas yang mendukung kerja marketing seperti memperkenalkan produk baru dan pelayanan, publisitas dan meningkatkan aspek strategi pemasaran. (2000:7)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas Thomas L. Harris menulis buku yang di dalamnya memunculkan istilah MPR (Marketing Public Relation) dimana Philip Kotler, seorang profesor marketing di Northwestern University menyatakan “PR is moving into an explosive growth stage because companies realize that mass advertising is no longer the answer and that organizations are

Page 108: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

106 | Ria Lumintoarso

merging PR into marketing,.....” (Harris, 1991:4)

Sejalan dengan kenyataan dan perkembangan maka ruang lingkup humas inipun berkembang dari hanya sebagai hubungan dengan publik yang bersifat non profit kepada bidang – bidang yang profit seperti marketing yang mencakup juga komunikasi pemasaran.

Di bawah ini definisi pemasaran sendiri menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Harsuki M.A. dalam bukunya “Olahraga Terkini” sebagai berikut: Kotter & Andreasen (1987) menyatakan bahwa, The focus of marketing is what the customer need & want not the marketer. Sedangkan Drucker (1974) menyatakan, The objective of marketing is to know and understand customer so that product and service well sold. Mullin (1985) memberikan definisi dengan lebih spesifik ke pemasaran olahraga: “Sport marketing include all planned activities to fulfill the customers (partisipans & spectators) need and want through exchanges” Pitts & Stotlar (1996) memberikan definisi dengan mengacu pada pelanggan dan organisasi sebagai berikut: “The process of planning and acting of product activities, giving price, promotion and distribution of sport products to satisfy the customer need and want and to reach the institution objectives”

Komunikasi Pemasaran, menurut The Chartered Institute of Marketing yang dikutip oleh Smith menyatakan bahwa: Marketing is the management process responsible for identifying, anticipating and satisfying customer requirements profitably. (Smith, 1993: 17). Definisi lain yang ditemukan oleh American Marketing Association secara simpel adalah; ‘marketing is the selling of goods that don’t come back to people that do’ Dalam kaitannya dengan Komunikasi pemasaran Smith menyatakan bahwa Marketing Communication adalah komunikasi yang berkaitan dan relevan dengan pemasaran. (Smith, 1993: 18)

Di bawah ini disajikan bagaimana kegitan pemasaran dikaitkan dengan komunikasi yang disajikan oleh PR Smith. Dari fisualisasi di bawah ini secara jelas dapat disaksikan bagaimana kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi dan meliputi kegiatan pemasaran, sehingga disebut dengan “marketing mix”

Page 109: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 107

SellingAdvertisingSales PromotionDirect marketingPublicitySponsorshipExhibitionCorporate IdentityPackagingPoint-of-sale and MerchandisingWord of Mouth

ProductPlacePricePromotion

(The Marketing Mix)

The Communications Mix (The Promotions mix) (Sumber:Smith:1993:18)

Sementara American Association of Advertising Agencies (4 As) memberikan batasan tentang Integrated Marketing Communication (IMC) sebagai berikut:

…..a concept of marketing communication planning that recognizes the added value of a comprehensive plan that evaluates the strategic roles of variety of communications disciplines - for example, general advertising, direct response, sales promotion and public relation – and combines these disciplines to provide clarity, consistency, and maximum communication’ impact through the seamless integration of discrete messages. (Kotler, 1994: 622)

Dari pengertian di atas nampak bahwa ada kesamaan persepsi antara dua batasan yang masing-masing menekankan pada aktifitas komunikasi yang menekankan pada bidang pemasaran seperti, advertensi, promosi, dan public relation yang merupakan bagian dari aktivitas komunikasi pemasaran. Walaupun seperti yang telah disebutkan di atas antara Komunikasi Pemasaran dan Humas memiliki beberapa kesamaan tetapi untuk Komunikasi Pemasaran lebih menekankan kepada produknya, sedangkan Humas lebih berorientasi pada pengenalan dan peningkatan citra organisasinya.

Komunikasi pemasaran berusaha untuk memberikan jawaban mengapa seseorang mengkonsumsi suatu produk dan bagaimana membuat masyarakat memperhatikan –tertarik– dan mengambil keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa. Dengan demikian komunikasi pemasaran ini secara fungsional sangat diperlukan untuk menciptakan situasi yang

Page 110: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

108 | Ria Lumintoarso

kondusif untuk memasarkan suatu produk dengan proses yang tepat.

Beberapa teori telah diperkenalkan untuk memahami mengapa seseorang mengkonsumsi suatu produk.

Bentuk-bentuk kegiatan Komunikasi Pemasaran menurut Smith adalah sebagai berikut: (a) Selling and sales management, (b) Advertising, (c) Sales Promotion, (d) Direct Marketing, (e) Publicity and Public Relation, (f) Sponshorship, (g) Exhibition, (h) Corporate identity and Corporate Image, (i) Packaging, (j) Merchandising, (k) Word of Mouth (Smith, 1996: 18)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan humas sangat erat hubungannya dengan kegiatan marketing. Masing-masing bentuk dan ciri organisasi memiliki kekhasan dlam melaksanakan kegiatan ini. Pada organisasi pemerintah (humas government) biasanya lebih menekankan diri pada kegiatan humas untuk meningkatkan citra pemerintah, sedangkan pada organisasi humas bertujuan untuk meningkatkan dan mempublikasikan korporat dengan tujuan akhir meningkatkan marketing.

C. huMAS DAn PEMASARAn olAhRAGA DI InDonESIAMenurut Harsuki, pada dasarnya kegiatan pemasaran olahraga di

Indonesia sudah dirintis sejak lama. Beberapa organisasi olahraga telah memulainya melalui berbagai kegiatan seperti: PSSI dengan “Liga Bank Mandiri” dari tahun 1980 sampai dengan 2004 yang kemudian dilanjutkan dengan “Liga Jarum” pada tahun 2005. Sementara PERBASI dengan KOBATAMA nya mulai tahun 1982, yang kemudian dengan kemunculan stasiun TV swasta menjual hak siarnya kepada SCTV. Persatuan Bola Voli Indonesia/PBVSI yang menyelenggarakan kompetisi LIGAPRO, menggunakan agen pemasaran P.T. M. Ling. Untuk menjual event tersebut ke sponsor dan masyarakat. Sementara itu banyak cabang lain yang telah mencoba melakukannya walaupun dengan cara dan hasil yang berbeda sesuai dengan kecabangannya.

Dari data di buku Induk KONI pusat tahun 2001 ada 43 Induk Organisasi Cabang Olahraga, dimana 35 (82%) diantaranya telah memiliki bidang kehumasan/pemasaran dalam struktur organisasinya. Meskipun demikian tidak semua organisasi yang memiliki kehumasan tersebut meletakkan bidang humas ini dalam strata yang sama. Ada yang meletakannya pada

Page 111: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 109

manajemen inti (bidang/pimpinan) tetapi banyak yang meletakannya pada bagian yang tidak penting dalam ruang lingkup bidang lain (komisi, seksi, dan lain-lain).

Dengan adanya perbedaan-perbedaan struktur tersebut dapat diduga bahwa setiap organisasi memiliki pola kerja kehumasan yang berbeda pula. Apa lagi setiap Induk organisasi cabang olahraga memiliki kekhasan dan tingkat prestasi serta segment peserta dan penonton yang berbeda. Misalnya, dapat kita bandingkan antara PGI (Persatuan Golf Seluruh Indonesia) dengan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Keduanya memiliki segmen peserta dan penonton yang sangat berbeda. Ciri dan sifat kompetisi kedua cabang ini juga sangat khusus dan berbeda antara satu dengan yang lain.

Namun demikian perbedaan ini tidak berarti membuat strategi komunikasi mereka atau pola kerja kehumasan mereka harus berbeda, mungkin mereka menggunakan kegiatan yang berbeda dalam berhubungan dengan masyarakat tetapi dengan pola yang sama atau sebaliknya.

Kegiatan humas merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap organisasi yang sehat, apa lagi organisasi yang mempunyai skala nasional dan internasional. Organisasi olahraga di Indonesia tidak terkecuali harus melakukan kegiatan humas. Apa lagi dalam perkembangan situasi politik, ekonomi dan sosial yang tidak menguntungkan seperti saat ini.

Tantangan profesionalisme dan pemulihan citra olahraga merupakan suatu yang harus segera mendapatkan jawaban. Kendala – kendala dari luar seperti perhatian pemerintah yang menurun, sponsor yang enggan berkiprah di olahraga, masyarakat yang apatis terhadap kegiatan olahraga serta ekspose media yang minim harus segera dicari solusinya. Sementara hambatan dari dalam (internal) seperti tidak padunya pengurus dan komunikasi organisasi yang lemah menjadi momok tenggelamnya organisasi olahraga di masa datang.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2001 pengelolaan humas dan pemasaran di organisasi olahraga di Indonesia menunjukkan beberapa temuan yang cukup menarik yang akan dipaparkan berikut ini.

Page 112: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

110 | Ria Lumintoarso

Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan sebagai berikut:1. Organisasi olahraga di Indonesia secara umum telah menyadari

perlunya keberadaan humas di dalam struktur organisasinya. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa hampir seluruh organisasi olahraga (91%) telah memiliki humas dalam organisasi nya. Namun keberadaan humas ini tidak diimbangi dengan penyusunan dan pelaksanaan program kerja yang terencana dengan baik. Sebagian besar organisasi masih belum dapat melaksanakan program dengan baik (60%), bahkan 9% tidak memiliki program humas. Hanya 31% organisasi yang dapat merencanakan dan melaksanakan program kerja dengan baik. Ketimpangan ini terjadi karena berbagai faktor seperti, posisi dalam struktur organisasi tidak kuat dan humas sering kali dijabat oleh orang yang tidak ahli.

2. Dari dua aspek pokok kegiatan humas dan pemasaran terdapat perbedaan kinerja yang jelas. Organisasi olahraga di Indonesia memiliki aktifitas humas internal seperti komunikasi dengan pemerintah (induk), komunikasi internal, dan pembinaan anggota yang relatif cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan persentase pelaksanaan kegiatan yang tinggi. Namun dari aspek kegiatan eksternal seperti publisitas, penyelenggaraan events, penelitian, dan sponsorship masih belum menggembirakan. Secara umum aktifitas mereka baru pada tingkat insidental yang tidak terencana secara matang. Dengan kondisi ini sangat sulit dicapai misi organisasi untuk mendapatkan tempat yang baik di masyarakat. Dari seluruh kegiatan humas, sponsorship merupakan faktor yang paling rawan dan lemah dalam organisasi olahraga. Secara kumulatif sangat sedikit induk organisasi yang dapat menarik sponsor ke dalam kegiatan organisasi. Hal ini sangat kontradiktif dibanding dengan perkembangan olahraga internasional dimana setiap induk organisasi memiliki sponsorship yang mendatangkan banyak keuntungan bagi kegiatan olahraga.

3. Lemahnya kegiatan eksternal dan ketidakmampuan humas dan pemasaran sebagian besar organisasi olahraga untuk merangkul sponsor memberikan posisi yang sulit bagi organisasi olahraga dalam meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Ini berarti bahwa citra olahraga masih akan mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat

Page 113: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 111

dalam waktu yang cukup panjang. Dari kondisi aktifitas humas yang seperti sekarang ini, masih sulit bagi humas untuk menempatkan diri sebagai posisi kunci peningkatan citra olahraga Indonesia. Kecuali bila organisasi olahraga mampu mengaktifkan kegiatan humasnya secara menyeluruh dan terencana.

4. Melalui analisis cluster, ditemukan tiga kelompok organisasi dengan pola kerja kehumasan yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu. Kelompok pertama disebut sebagai “Kelompok Amatir” yang merupakan kelompok paling lemah dalam aktifitas humas dan pengaruhnya sangat kecil terhadap kinerja organisasi. Pola kerja pada kelompok ini masih sangat jauh dari prinsip kerja professional dan bekerja hanya bila perlu dan ada kesempatan. Pada organisasi olahraga di Indonesia kelompok ini ada 10 organisasi.Kelompok kedua disebut sebagai “Kelompok Birokrat” yang mempunyai struktur cukup baik tetapi belum mampu memberikan keputusan yang dapat mewarnai dan membawa arah jalannya organisasi, kegiatan yang dilakukan masih kurang terencana dan masih bersifat insidental, mereka belum dapat menjadi tulang punggung organisasi. Kelompok ini memerlukan personal yang tepat dan perencanaan program yang lebih baik agar dapat meningkatkan kinerjanya. Anggota kelompok ini ada 10 organisasi.Sedangkan kelompok ketiga yang disebut “Kelompok Professional” merupakan kelompok yang sangat potensial untuk menjadikan humas sebagai kunci pengembangan organisasi menuju organisasi yang mandiri. Humas pada kelompok ini memiliki personal yang berkualitas dan aktif dalam mencari peluang terhadap hubungan dengan pihak luar. Humas pada kelompok inilah yang menjadi humas ideal untuk organisasi olahraga Indonesia saat ini. Kelompok professional ini terdiri dari 12 organisasi.

Page 114: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

112 | Ria Lumintoarso

Cluster 1 (Amatir) Cluster 2 (Birokrat) Cluster 3 (Profesional)IKASIPABSIPERBAKINGABSIPERKEMIPRSIPERSANIPSIPTMSIPERTINA

PASIISSIPODSIPGSIPJSIPERPANIPOSSIPERSEROSIPERSETASIPBWI

POBSIPBVSIPERBASIPORDASIPERBASASIPERCASIPGIFORKIPSSIPSASIPBTIPELTI

Cluster organisasi olahraga berdasarkan faktor eksternal (Sumber Ria L:2001)

Tabel di atas menunjukkan kelompok organisasi cabang olahraga berkaitan dengan kegiatan humas dan pemasaran berdasarkan hasil penelitian dari penulis pada tahun 2001. Dari hasil penelitian di atas dapat disampaikan bahwa kebutuhan akan humas pada organisasi olahraga telah disadari oleh para pembina olahraga di Indonesia. Hampir semua organisasi olahraga di Indonesia telah memiliki lembaga humas walaupun keberadaannya masih memiliki keanekaragaman baik dari segi bentuk, fungsi maupun kinerjanya. Sampai saat ini sebagian besar humas organisasi olahraga di Indonesia masih belum mampu bekerja optimal, mereka baru mampu berprestasi baik pada kegiatan internal. Hanya sebagian dari organisasi olahraga yang humasnya dapat berjalan dengan baik dan berpotensi menjadi humas yang ideal.

D. PEnuTuPKegiatan Hubungan Masyarakat dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

pada dasarnya telah dirintis sejak lama walaupun dalam bentuk yang relatif masih sederhana. Masing-masing cabang olahraga memiliki kekhasan dalam aktivitas humas dan pemasarannya, namun pada umumnya aktivitas humas di Indonesia masih cenderung kepada internal organisasinya dan belum secara optimal melakukan kegiatan eksternal yang diprogram dengan baik.

Beberapa cabang olahraga telah melakukan kegiatan humas dan marketing yang cukup profesional dengan melakukan hubungan aktif

Page 115: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 113

dengan berbagai pihak seperti sponsorship perusahaan, penyiaran ke media massa dan berbagai kegiatan lain seperti melakukan transfer pemain dan kontrak pemain dan pelatih serta kontrak dengan perusahaan tertentu untuk mendukung kegoiatan organisasi.

Beberapa kendala organisasi olahraga dalam upaya mengiatkan aktivitas humas dan pemasaran olahraga ini adalah popularitas beberapa cabang olahraga, minat masyarakat yang rendah untuk menyaksikan event dalam cabang tertentu dan prestasi yang belum dapat dibanggakan. Faktor prioritas masyarakat Indonesia yang masih menomor sekiankan olahraga merupakan alasan lain mengapa aktivitas humas dan marketing olahraga di Indonesia mengalami hambatan yang besar.

Lepas dari permasalahan tersebut di atas, potensi masyarakat dengan populasi yang besar merupakan aset yang harus diperhatikan untuk mengembangkan kegiatan humas dan pemasaran olahraga di Indonesia ke depan. Jalinan kerja sama dengan seluruh ’stakeholder’ olahraga dan dengan terbentuknya kembali Kementerian Pemuda dan Olahraga semoga dunia olahraga di Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan dari berbagai aspek termasuk humas dan pemasaran olahraga.

DAFTAR PuSTAKABarkin, O. & Aronoff, C. 1992. Public Relation: The Profession and the

practice. Madison, WI: Brown & Benchmark. Beard, Mike. 2001. Running a Public Relation Department. London. The

Institute of Public Relation. Kogan Page Ltd.Belch, George E, Belch Michael A. Michael.1999. Advertising and Promotion.

An Integrated Marketing Communications Perspective. Boston. Irwin Mc Graw Hill.

Bidang Organisasi KONI Pusat. 2000. Kalender Kegiatan Induk Organisasi Cabang Olahraga dan Badan Keolahragaan Fungsional Tahun 2000. Jakarta. KONI Pusat.

Brody, E.W. 1988. Public Relations Programming and Production. New York: Preager.

Caywood L. Clarke. 1997. The handbook of Strategic Public Relation and

Page 116: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

JUARA | Januari – April 2013

114 | Ria Lumintoarso

Integrated Communication. New York. Mc Graw-Hill.Cutlip, Scott M. Center, Allen H. Broom, 2000. Glen M. Effective Public

Relations. New Jersey, Upper Saddle River. Prentice-Hall, Inc.Dozier, D.M. 1992. The Organizational Role of Communication and Public

Relations Practifioners. Disunting J.E. Grunig dalam Excellence in Public Relations and Communication Management. Hilldate, N.J: Lawrence Earlbaum.

Effendy, Onong Uhjana. 1993. Human Relation dan Public Relation. Bandung. CV Mandar maju.

Graham Stedman, Goldblatt, Joe Jeff. Deply, Lisa.1995. The Ultimate Guide to Sport Event management and Marketing. Chicago. Irwin profesional Publishing.

Grunig, J.E. & Hunt. T. 1994. Managing Public Relations. For Worth: Holt, Richard & Winston.

Harris, Thomas L. 1991. Marketing Guide to Public Relation. New York, Chister, Brisbane, Toronto, Singapore. John Willey & Sons, Inc.

Harsuki, Prof. Dr. H. M.A, 2003. Perkembangan Olahraga Terkini. Jakarta. PT. Rajawaligrafindo Persada.

IAAF. 1998. Member federation Management and Administration Manual. Monaco. Multiprint.

KONI Pusat. 2002. Rancangan Penyempurnaan Anggaran Dasar KONI. Jakarta. Pokja AD & ART KONI Pusat.

Kotler Philip. 2000. Marketing Management The Millenium edition. New Jersey. Prentice Hall, Inc

-----. 1994. Marketing Management, Analysis, planning, Implementation, and Control. New Jersey. Prentice Hall, Inc

Lumintuarso, Ria. 2001. Hasil Penelitian: Kegiatan Humas dalam Organisasi Olahraga di Indonesia. Jakarta. Universitas Indonesia.

Moore Frazier. Penyunting. Onong U Effendy. 1987. Hubungan Masyarakat, prinsip, kasus dan masalah. Bandung. Pt Remaja Rosdakarya.

NewYork University. 1992. Summer Institute in Sport and Special Event Markrting. New York. Don Smith and Steven Tischler.

Rogers, Evert M. 1989. Komunikasi dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Page 117: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia | 115

Ruslan, Rosady. 1995. Praktek dan Solusi Public Relations dalam Suatu Krisis dan Pemulihan Citra, Seri Management Public Relations 1. jakarta. Ghalia Indonesia.

Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta. CV. Remaja Karya.

Seitel, Fraser P. 2001. The Practice of Public Relation. New Jersey. Prentice – Hall, Inc, Upper Saddle River.

Shimp, Terence A. 1997. Advertising, promotion, and Supplemental. Aspect of Integrated marketing Communications. United States of America. The Dryden Press.

Smith, PR. 1996. Marketing Communications, An Integrated Approach. London. Kogan Page Limited.

Page 118: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

— 116 —

1. Artikel belum pernah dimuat dalam media cetak lain, diketik spasi rangkap pada kertas kuarto sepanjang 10-20 halaman, dalam bentuk disket program Microsoft Word beserta hasil cetaknya (print out) sebanyak 1 eksemplar. Diserahkan paling lambat 3 bulan sebelum bulan penerbitan.

2. Artikel merupakan hasil penelitian atau non penelitian (gagasan konseptual, kajian teori, aplikasi teori bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga).

3. Artikel ditulis dalam bentuk essai, disertai judul subbab (heading). Peringkat judul subbab dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda:

PERInGKAT 1 (huruf besar semua rata dengan tepi kiri)

Peringkat 2 (huruf besar-kecil dan dicetak tebal)

Peringkat 3 (huruf besar-kecil dan dicetak tebal miring)

4. Artikel hasil penelitian memuat:• Judul• Nama Penulis• Abstrak (memuat tujuan, metode,

dan hasil penelitian: 50–75 kata)• Kata-kata Kunci Pendahuluan (tanpa subjudul,

memuat latar belakang masalah,

perumusan masalah, dan rang-kuman kajian teoritik)

• Metode• Hasil• Pembahasan• Kesimpilan dan Saran• Daftar Pustaka5. Artikel Non Penelitian memuat:• Judul• Nama Penulis• Abstrak (50–75 kata)• Kata-kata Kunci Pendahuluan (tanpa sub judul,

memuat pengantar topik utama diakhiri dengan rumusan tentang hal-hal pokok yang akan dibahas)

• Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)• Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)• Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)• Penutup (atau Keseimpulan dan

Saran)• Daftar Pustaka6. Daftar Pustaka hanya mencantum-

kan sumber yang dirujuk dalam uraian saja, diurutkan alfabetis. Disajikan seperti contoh berikut:

Annarino, A.A., Cowell, C.C., and Hazelton, H.W. 1980. Curriculum Theory and Design in Physical. London: Cv. Mosby Company.

Petunjuk Bagi Penulis

Page 119: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)
Page 120: JUARA Vol. 1 No . 1 (Januari-April 2013)

Jl. Pintu I Senayan Jakarta 10270Telp : (021) 5712594 (Direct) (021) 5737494 (hunting), ext. 64Email : [email protected] : http://www.koni.or.idFacebook : KONI PusatTwitter : @KONIPusat