JUAL BELI SEPEDA MOTOR TANPA DOKUMEN DI KALANGAN ... Tiawan.pdf · Judul: : Jual Beli Sepeda Motor...
Transcript of JUAL BELI SEPEDA MOTOR TANPA DOKUMEN DI KALANGAN ... Tiawan.pdf · Judul: : Jual Beli Sepeda Motor...
JUAL BELI SEPEDA MOTOR TANPA DOKUMEN DI
KALANGAN MASYARAKAT KECAMATAN TADU RAYA
KABUPATEN NAGAN RAYA DALAM PERSPEKTIF
MA’QŪD ‘ALAIH DALAM JUAL BELI
(Analisis terhadap Indikasi Gharar dalam Pemenuhan Rukun Akad)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
AGUS TIAWAN
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
NIM : 150102183
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR – RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2018M/1439H
v
ABSTRAK
Nama : Agus Tiawan
NIM : 150102183
Judul: : Jual Beli Sepeda Motor Tanpa Dokumen Di Kalangan
Masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya,
Dalam Perspektif Ma’qud ‘Alaih Dalam Jual Beli (Analisis
Terhadap Indikasi Gharar Dalam Pemenuhan Rukun Akad)
Tanggal Sidang : 01 Agustus 2018
Tebal Skripsi : 68 halaman
Pembimbing I : Dr. Muhammad Maulana, M.Ag
Pembimbing II : Rispalman, S.H, M.H
Kata Kunci : Jual beli, Ma’qud ‘Alaih,Gharar.
Jual beli merupakan suatu bentuk muamalah yang diatur dalam Islam, ada
beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut dianggap sah
menurut ketentuan. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi yaitu objeknya
harus jelas dan tidak mengandung unsur gharar dan penipuan (tadlis) yang dapat
merugikan konsumen. Objek jual beli harus jelas, karena objek merupakan salah
satu rukun akad. Jika salah satu rukun akad tidak terpenuhi, maka transaksi
tersebut cacat. Permasalahan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan
sebagian masyarakat Nagan Raya membeli sepeda motor tanpa kelengkapan
dokumen, bagaimana keabsahannya dan bagaimana tinjauan hukum Islamnya.
Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analisis serta teknik
pengumpulan data menggunakan field research. Hasil penelitian ditemukan
bahwa transaksi jual beli sepeda motor tersebut dilakukan karena tuntutan
kebutuhan sepeda motor sebagai penunjang kerja mengangkut hasil perkebunan
kelapa sawit. Sepeda motor ini dipilih karena jauh lebih murah dari harga sepeda
motor pada umumnya. Selain itu karena kurangnya pemahaman hukum dan tidak
adanya tindakan pencegahan dari pihak Satlantas Nagan Raya. Secara umum jual
beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen dibolehkan, namun ada unsur
gharar di dalamnya yang membuat salah satu pihak sewaktu-waktu dapat
mengalami kerugian. Unsurnya tersebut yaitu tidak ada kejelasan mengenai
kondisi mesin dan asal muasal sepeda motor. Setelah terjadi transaksi segala
resiko akan ditanggung oleh pembeli, karena tidak ada tanggung jawab dari agen
setelah itu. Jelas dalam Islam ditegaskan, segala transaksi yang terdapat unsur
gharar haram dilakukan. Gharar yang terdapat dalam jual beli sepeda motor ini
adalah gharar majhul, yaitu ketidakpastian mengenai status, kualitas dan kuantitas
barang yang diperjualbelikan. Selain itu transaksi jual beli tersebut tidak sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Saran penulis adalah konsumen harus lebih teliti dalam membeli
sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen agar terhindar dari resiko praktik
gharar. Jika harus membeli sepeda motor yang murah sebaiknya belilah dari
orang yang sudah terpercaya.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Ilahi Rabbi, Penguasa alam semesta atas limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW.,
yang telah membawa risalah keselamatan bagi seluruh umat manusia dan semoga
kita termasuk golongan yang akan meraih syafaat beliau di hari pembalasan kelak.
Alhamdulillah dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan
skripsi yang berjudul “JUAL BELI SEPEDA MOTOR TANPA DOKUMEN
DI KALANGAN MASYARAKAT KECAMATAN TADU RAYA
KABUPATEN NAGAN RAYA DALAM PERSPEKTIF MA’QUD ALAIH
DALAM JUAL BELI (Analisis terhadap Indikasi Gharar dalam Pemenuhan
Rukun Akad)” dengan baik guna memenuhi dan melengkapi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum Ekonomi Syariah, pada
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Darussalam Banda Aceh.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Muhammad Shiddiq, MH.,PhD selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Ar-Raniry, serta seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas
Syari’ah dan Hukum yang telah membantu penulis dalam pengurusan
administrasi selama penulisan skrispsi ini.
vii
2. Pembimbing I, Dr. Muhammad Maulana, M.Ag., yang telah meluangkan
banyak waktu untuk membimbing penulisan skripsi.
3. Pembimbing II, Rispalman, S.H, M.H., yang juga meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan serta nasihat-nasihat dalam penulisan skripsi
ini;
4. Penguji I, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA yang telah mengoreksi
beberapa kesalahan disaat layak uji.
5. Penguji II, Saifuddin Sa’dan, M.Ag yang juga telah mengoreksi beberapa hal
yang kurang tepat saat layak uji.
6. Keluarga penulis yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan
sepenuhnya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;
7. Serta sahabat-sahabat terdekat saya di kampus yang telah berjuang bersama
sama untuk menyelesaikan pendidikan ini..
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki sehingga
membuat skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran sangat diharapkan.
Banda Aceh, 23 Juli 2018
Penulis
(Agus Tiawan)
viii
TRANSLITERASI
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 0543 b/u/1987
1. Konsonan
No Arab Latin Ket No Arab Latin ket
ا 1Tidak
dilambangkan
ṭ ط 16
t dengan titik
di bawahnya
b ب 2
ẓ ظ 17z dengan titik
di bawahnya
t ت 3
‘ ع 18
ṡ ث 4s dengan titik di
atasnya g غ 19
j ج 5
f ف 20
ḥ ح 6h dengan titik
dibawahnya q ق 21
kh خ 7
k ك 22
l ل d 23 د 8
z ذ 9z dengan titik di
atasnya m م 24
r ر 10
n ن 25
w و Z 26 ز 11
h ه S 27 س 12
’ ء Sy 28 ش 13
ṣ ص 14s dengan titik di
bawahnya y ي 29
ḍ ض 15d dengan titik di
bawahnya
2. Vokal
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
ix
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin
Fathah a
Kasrah i
Dammah u
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan
Huruf
Nama Gabungan
Huruf
ي Fathah dan ya ai
و Fathah dan Wau au
Contoh:
هول kaifa :كيف : haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan
Huruf
Nama Huruf dan
tanda
ي/١ Fathah dan alif
atau ya
ā
ي Kasrah dan ya ī
ي Dammah dan
waw
ū
x
Contoh:
qāla :قال
ramā :رمى
قيل :qīla
ي قول : yaqūlu
4. Ta Marbutah (ة)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.
a. Ta marbutah(ة) hidup
Ta marbutah(ة)yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan
dammah, transliterasinya adalah t.
b. Ta marbutah(ة)mati
Ta marbutah (ة)yang mati atau mendapat harkat sukun,
transliterasinya adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah (ة)diikuti oleh
kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka ta marbutah (ة)itu ditransliterasi dengan h.
Contoh:
فالأ طأ raudah al- atfāl/ raudatul atfāl : روضة الأ
رة نو األم /al-Madīnah al- Munawwarah : األمديأنة
حةألأط : Talhah
xi
Catatan:
Modifikasi:
1. Nama orang kebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa
transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya
ditulis sesuai kaidah penerjemah. Contoh: Hamad ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia seperti
Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus Bahasa Indonesia
tidak ditransliterasi. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Kontrol Bimbingan
Lampiran 2 : Surat Izin Melakukan Penelitian Dari Fakultas Syari’ah dan
Hukum
Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Satreskrim
Lampiran 5 : Daftar Riwayat Hidup
xiii
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL .......................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
PENGESAHAN SIDANG ................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
TRANSLITERASI ............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
BAB SATU PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 9
1.3. TujuanPenelitian ................................................................. 9
1.4. Kajian Pustaka ................................................................... 10
1.5. Penjelasan Istilah ............................................................... 11
1.6. Metode Penelitian .............................................................. 15
1.7. Sistematika Pembahasan .................................................... 19
BAB DUA KONSEP MA’QUD ‘ALAIH DALAM TRANSAKSI
JUAL BELI
2.1. Pengertian Urgensi Ma’qud ‘alaih dalam jual beli............ 20
2.2. Pendapat Fuqaha Tentang Syarat Ma’qud ‘alaih .............. 22
2.3. Transparansi dan Kejelasan Objek Jual Beli ..................... 25
2.4. Legalitas Ma’qud ‘alaih dan Pengaruhnya
Terhadap Keabsahan Jual Beli .......................................... 28
BAB TIGA TINJAUAN ISLAM TERHADAP JUAL BELI
SEPEDA MOTOR TANPA DOKUMEN DI KALANGAN
MASYARAKAT KECAMATAN TADU RAYA
KABUPATEN NAGAN RAYA
3.1. Mekanisme Transaksi Jual Belii Sepeda Motor
Tanpa Dokumen Di Kec. Tadu Raya ................................. 37
3.2. Faktor-Faktor Terjadinya Transaksi Jual Beli Sepeda
Motor Tanpa Dokumen Di Kec. Tadu Raya ...................... 42
3.3. Legalitas Transaksi Jual Beli Sepeda Motor
Tanpa Dokumen Perspektif Hukum Positif ....................... 48
3.4. Tinjauan Hukum Islam Mengenai Jual Beli Sepeda
Motor Tanpa Kelengkapan Dokumen Di Kec.
Tadu Raya .......................................................................... 55
xiv
BAB EMPAT PENUTUP
4.1. Kesimpulan ...................................................................... 64
4.2. Saran ................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
1
BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Objek dalam jual beli merupakan hal terpenting yang harus ada dalam
transaksi jual beli. Apabila objek akad berupa benda, maka kejelasan objek
tersebut terkait pada apakah objek tersebut hadir (ada) di majelis akad atau tidak.
Bilamana objek dimaksud (hadir) pada majelis akad, maka kejelasan objek
menurut ahli-ahli hukum Hanafi dan Hambali, cukup dengan menunjukkan
kepada mitra janji sekalipun objek berada dalam tempat tertutup, seperti gandum
atau gula dalam karung. Menurut ahli-ahli hukum Maliki, menunjukkan tidak
cukup melainkan harus dilihat secara langsung jika hal itu dimungkinkan. Jika
tidak mungkin dilihat cukup dideskripsikan. Ahli-ahli hukum Syafi’i
mengharuskan melihat secara langsung terhadap objek, baik objek itu hadir atau
tidak di tempat dilakukannya akad.1
Setiap orang yang memiliki barang dengan sah berhak memperlakukan
barang tersebut sesuai keinginan pemiliknya, termasuk untuk menjualnya kepada
pihak lain. Suatu benda yang akan dijadikan objek jual beli memiliki beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu suci, bermanfaat menurut syara’, milik orang
yang melakukan akad, mampu diserahkan oleh pihak yang berakad, mengetahui
status barang dan barang dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.
Pertama, suci (halal dan baik).Islam mengharamkan menjual barang yang
najis, seperti anjing, babi, dan lainnya.Tidak semua barang maupun benda boleh
1 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih
Muamalah, (Jakarta : Grafindo Persada, 2007), hlm. 203
2
diperjualbelikan, karena beberapa benda tersebut ada yang najis zatnya, ada juga
yang tidak boleh menjual barang karena hasil dari sesuatu yang tidak baik.
Kedua, memberi manfaat menurut syara, alasannya adalah yang hendak
diperoleh dari transaksi ini adalah manfaat itu sendiri. Jika barang tersebut tidak
ada manfaatnya, bahkan dapat merusak seperti hewan buas dan patung, maka
tidak dapat dijadikan objek transaksi.2
Ketiga, milik orang yang melakukan akad. Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tarmizi.
اعه له من عن حكيم بن حزام قال ي رسول الله يتين الرهجل فييد من الب يع ليس عندى أفأب ت وق ف قال ال تبع ما ليس عندك الس
Artinya:Dari Hakim bin Hizam,Beliau berkata kepada Rasulullah,“wahai
Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin
mengadakan transaksi jual beli dengan ku, barang yang belum aku
miliki.Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di
pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut? Kemudian Rasulullah
bersabda,“Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki3
Hal ini mengandung arti tidak boleh menjual harta milik orang lain atau
membelanjakan uang orang lain, kecuali ada izin atau kuasa dari orang yang
memilikinya.4 Persyaratan ini sesuai dengan arti transaksi itu sendiri yaitu
pengalihan pemilikan, transaksi hanya boleh dilakukan jika barang yang akan
dialihkan telah menjadi miliknya.5
2Ibnu Mas’ud dan Zainal Arifin, Fiqh Madzab Syafi’i 2,(Bandung: Putaka Setia, 2007),
hlm.31 3 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid, (Jakarta Timur: Akbar
Media, 2013), hlm.278 4 Wawan Djunaidi, fiqih,(Jakarta: PT. Listafsriska Putra, 2008), hlm.98 5 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2010) hlm.197
3
Keempat, mampu diserahkan oleh pelaku akad, adapun yang dimaksud di
sini adalah, pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai penguasa) dapat
menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli sesuai dengan bentuk
dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak
pembeli.Barang akad dapat diserahkan oleh pelaku akad secara syariat atau secara
konkret. Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual
burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari
kandang. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan
karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat
diserahkan secara konkret maka tidak sah hukumnya.6
Kelima, mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain- lain),
barang yang diperjualbelikan itu harus diketahui banyak,masa, atau jenisnya.
Tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang tidak diketahui kualitasnya dan
kuantitasnya mengenai objek transaksi. Alasan larangan sesuatu yang tidak jelas
itu dijelaskan oleh Nabi yaitu adanya unsur penipuan padanya. Suatu transaksi
yang terdapat ketidakjelasan di dalamnya berlawanan dengan prinsip suka sama
suka dalam transaksi. Suatu transaksi apabila salah satu akadnya tidak terpenuhi
maka dapat dikatakan pemenuhan syarat terhadap objek jual beli tidak sempurna
dan transaksi tersebut dapat dikategorikan fasid.7
Fasid menurut ahli-ahli hukum Hanafi adalah akad yang sah menurut
pokoknya namun tidak sah sifatnya. Sedangkan menurut Maliki, Syafi’i dan
Hambali sesuatu yang tidak memenuhi syarak namun dijalankan maka itu adalah
6Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,( Bandung: Al-Ma’arif, 1988), hlm.129 7 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah...hlm.248
4
sesuatu penentangan (maksiat), sedangkan penentangan kepada syarak tidak dapat
menjadi dasar pemindahan dan penetapan hak milik.8
Keenam, barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad,
barang sebagai objek jual beli dapat diserahkan pada saat akad berlangsung.
Barang diserahkan pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad
berlangsung.9 Persyaratan yang berkenaan dengan objek transaksi bersifat
komulatif, dengan arti keseluruhannya harus terpenuhi dalam suatu transaksi. Jika
ada yang tidak terpenuhi akan menyebabkan pihak-pihak yang terlibat dalam
transaksi akan merasa tidak puas. Akibatnya akan termakan harta orang lain
secara tidak hak.10
Sepeda motor merupakan salah satu objek yang dapat diperjualbelikan.
Ketentuan kepemilikan sepeda motor telah diatur dalam undang-undang.
Sebagaimana dalam Pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa setiap
kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
(TNKB).11 Sepeda motor yang tidak dilengkapi dengan STNK dan BKPB
kepemilikannya dapat dipertanyakan.
STNK adalah tanda bukti pendaftaran dan pengesahan suatu kendaraan
bermotor berdasarkan identitas yang kepemilikannya telah terdaftar. STNK
8Ibid. 9 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm.124 10 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh...hlm.199 11Himpunan Peraturan Perundang- Undangan, Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
(Jakarta : Fokus Media, 2009 ), hlm.44
5
diterbitkan oleh SAMSAT yakni tempat pelayanan penerbitan atau pengesahan
oleh 3 instansi: Polri, Dinas Pendapatan Provinsi dan PT. Jasa Raharja. STNK
merupakan titik tolak kepemilikan yang sah atas sebuah kendaraan bermotor.
STNK berisikan identitas kepemilikan (nomor polisi, nama pemilik,
alamat pemilik) dan identitas kendaraan bermotor(merek/tipe, jenis/model, tahun
pembuatan, tahun perakitan, warna, nomor kerangka, nomor mesin dan
sebagainya). Masa berlaku STNK adalah 5 tahun. Dokumen lainnya yang dapat
digunakan sebagai pernyataan kepemilikan kendaraan bermotor yang sah adalah
BPKB. BPKB adalah buku yang dikeluarkan oleh Satuan Lalu Lintas Polri
sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan di atas, yang harus dipenuhi
dalam transaksi sepeda motor bekas seharusnya sama seperti pihak pertama ketika
membeli sepeda motor tersebut dalam keadaan baru. Dokumen-dokumen yang
harus ada dan jelas serta dapat diserahterimakan ketika transaksi kendaraan yaitu
STNK, BPKB dan kuintansi.
Transaksi jual beli sepeda motor setiap tahunnya mengalami peningkatan,
banyak di sekitar kita yang menyediakan sepeda motor untuk diperjualbelikan
sebagai bentuk respon cepat dari adanya permintaan yang tinggi dari masyarkat.
Selain pihak resmi seperti showroom yang menjadikan sepeda motor sebagai
objek jual beli mereka, ada juga masyarakat yang menjual sepeda motor mereka
dengan berbagai alasan. Dengan begitu masyarakat dapat memilih apakah akan
membeli sepeda motor baru atau bekas. Begitu juga masyarakat Kec. Tadu Raya
Kab. Nagan Raya. Sebagian besar masyarakatnya bekerja di kebun kelapa sawit.
6
Masyarakat membutuhkan sepeda motor sebagai kendaraan angkut, karena dinilai
lebih memudahkan mereka dalam menunjang pekerjaanya ketika melewati
lorong-lorong maupun jalan yang sempit.
Beberapa kendaraan bekas yang dibeli masyarakat tidak semuanya sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan pada dalam Pasal 68 ayat 1 Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, mengenai kelengkapan dokumen dan tanda pengenal kendaraan.
Beberapa sepeda motor tersebut tidak mempunyai STNK maupun BPKB.
Kebanyakan sepeda motor hanya mempunyaiSTNK bahkan ada yang tidak
mempunyai dokumen sama sekali.
Sepeda motor tanpa dokumen yang lengkap biasa dibeli dari orang yang
berasal dari luar kecamatan maupun luar Kabupaten Nagan Raya. Minimal setiap
tahun ada satu orang yang menawarkan sepeda motor tanpa dokumen yang
lengkap kepada masyarakat Kecamatan Tadu Raya. Sepeda motornya bervariasi
model dan mereknya. Model yang masih terbilang baru namun sepeda motor yang
ditawarkan sudah tidak mempunyai kelengkapan dokumen, membuat setiap
masyarakat mempunyai argumen tersendiri mengenai hal itu. Ada yang
berpendapat bahwa sepeda motor itu adalah hasil curian, ada yang berpendapat
bahwa mungkin saja dokumennya hilang, bahkan ada yang tidak memperdulikan
mengenai hal tersebut.
Namun ketika ditanyakan langsung kepada pihak penjual, penjual hanya
menjawab bahwa dokumen yang lainnya sudah hilang. Walaupun begitu
masyarakat hanya mau membeli sepeda motor yang masih ada dokumennya
7
walaupun tidak lengkap, misalnya hanya ada STNKnya saja. Sepeda motor yang
tidak mempunyai dokumen apapun tidak pernah ada masyarakat yang mau
membelinya.12
Masyarakat memilih membeli sepeda motor bekas karena lebih murah dan
sepeda motor tersebut dibeli hanya untuk kegiatan di perkebunan, maka dari itu
ketika ada pihak yang menawarkan kendaraan murah walaupun tidak mempunyai
dokumen yang lengkap beberapa masyarakat tertarik membelinya.
Selain di Kecamatan Tadu Raya transaksi jual beli sepeda motor tanpa
dokumen yang lengkap jugaterjadi di Banda Aceh dan mungkin diseluruh kota di
Indonesia. Sebuah kasus pada awal bulan Mei 2017 seorang mahasiswa membeli
sepeda motor tanpa dokumen yang lengkap kepada orang yang tidak dikenal.
Setelah beberapa minggu berlalu ternyata datang orang dari Medan mengambil
kendaraan tersebut, karena kendaraan yang telah dibeli oleh mahasiswa adalah
kendaraan curian yang sudah satu bulan hilang dan sudah dilaporkan kepolisi
mengenai kehilangan sepeda motor itu.13 Walau demikian tidak semua sepeda
motor tanpa dokumen lengkap adalah hasil dari tindak kriminal, ada juga
beberapa alasan lain seperti kehilangan dokumen karena kebakaran, kecopetan,
jatuh dan penarikan kendaraan yang dilakukan oleh pihak tertentu karena tidak
dapat melunasi saat melakukan pembelian secara ansuran dan lain-lain.
Melihat dari kasus diatas ada resiko besar yang mengintai masyarakat
karena membeli sepeda motor tanpa dokumen yang lengkap. Walaupun tidak
semua sepeda motor tanpa dokumen adalah hasil tindak pidana, namun sebagai
12Hasil Wawancara dengan Beberapa Pemilik Kendaraan Tanpa Kelengkapan Dokumen
Sebagai Data Awal. Tanggal 20 Juni 2017 13 Kasus terjadi di jalan Ar-raniry No. 6 Tanjung Selamat Aceh Besar.
8
pembeli juga tidak dapat memastikan apakah sepeda motor itu adalah milik yang
sah dari pihak penjual.
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik
membahas lebih jauh persoalan ini dengan judul “Jual Beli Sepeda Motor Tanpa
Kelengkapan Dokumen Di Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Dalam
Perspektif Ma’qŭd Ălaih Dalam Jual Beli ( Analisis Gharar Dalam Pemenuhan
Rukun Dan Akad)”
1.2.Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, tergambar bahwa jual beli sepeda motor tanpa
dokumen yang lengkap dapat menimbulkan keraguan dan kerugian dari pihak
pembeli. Terdapat unsur ketidak jelasan mengenai status kepemilikan yang sah
mengenai sepeda motor tersebut. Adapun permasalahan utama yang dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengapa sebagian pihak masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan
Raya membeli motor tanpa kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?
2. Bagaimana keabsahan transaksi jual beli sepeda motor tanpa dokumen di
kalangan masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya dalam
Hukum Positif?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli sepeda motor tanpa
dokumen di kalangan masyarakat Kecamatan Tadu Raya?
9
1.3.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meneliti tentang perilaku sebagian pihak masyarakat Kecamatan Tadu
Raya Kabupaten membeli motor tanpa kelengkapan dokumen administrasi
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Menjelaskan keabsahanjual beli sepeda motor tanpa dokumen di kalangan
masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.
3. Untuk menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli sepeda motor
tanpa dokumen di kalangan masyarakat Kecamatan Tadu.
1.4.Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam memahami istilah- istilah
yang terdapat dalam penulisan, maka istilah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.4.1. Jual beli
Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan
barang.14 Secara terminologi terdapat beberapa pengertian yaitu:
a. Menurut imam Nawawi, jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang
yang bertujuan memberi kepemilikan;
b. Menurut Ibnu Qudamah, jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang
yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik.15
14 Rachmad Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 91
10
1.4.2. Sepeda Motor Tanpa Dokumen
Sepeda motor tanpa dokumen yaitu sepeda motor yang tidak dilengkapi atau
tidak mempunyai dokumen yang telah ditentukan menurut Undang-undang seperti
STNK dan BPKB. Pasal 68 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa setiap
kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
(TNKB).
1.4.3. Ma’qŭd Ălaih dalam Jual Beli
Ma’qŭd Ălaih dalam jual beli adalah objek transaksi, suatu di mana
transaksi dilakukan di atasnya, sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu.
Apabila objek akad berupa benda, maka kejelasan objek tersebut terkait pada
apakah objek tersebut hadir (ada) dimajelis akad atau tidak. Bilamana objek
dimaksud (hadir) pada majelis akad, maka kejelesan objek tersebut menurut ahli-
ahli hukum Hanafi dan Hambali, cukup dengan menujukkan kepada mitra janji
sekalipun objek tersebut berada dalam tempat tertutup, seperti gandum atau gula
dalam karung. Menurut ahli-ahli hukum Maliki, menunjukkan tidak cukup
melaikan harus dilihat secarta langsung jika hal itu memang dimungkinkan. Jika
tidak mungkin dilihat cukup dideskripsikan. Ahli-ahli hukum Syafi’i
mengharuskan melihat secara langsung terhadap objek, baik objek itu hadir atau
tidak di tempat dilakukannya akad.16
15 Wahbah Az-Zhuhaili, Fiqh Islam w Adillatuhu , juz 5, (Jakarta: Gema Insani,2011),
hlm.26 16 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad ...hlm. 203
11
1.4.4. Gharar
Gharar adalah jual beli yang samar, artinya suatu jual beli yang tidak
mempunyai informasi yang lengkap terhadap suatu barang, dan ketidak pastikan
dari kedua belah pihak yang bertransaksi.17
1.5. Kajian Pustaka
Kajian pustaka penting dalam suatu penelitian, karena berfungsi untuk
menjelaskan kedudukan penelitian yang akan dilakukan oleh seorang peneliti, dan
dapat menghindari peneliti dari pengulangan penelitian yang telah dilakukan
pihak lain. Kajian pustaka berperan penting dalam rangka mendapatkan informasi
tentang teori- teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan sebagai landasan
teori ilmiah.
Penelitian yang secara tidak langsung berkenaan dengan “Jual Beli Sepeda
Motor Tanpa Kelengkapan Dokumen Di Kecamatan Tadu Raya Kabupaten
Nagan Raya Dalam Perspektif Ma’qŭd Ălaih Dalam Jual Beli ( Analisis Gharar
Dalam Pemenuhan Rukun Dan Akad)” antara lain ditulis oleh Arba’ul Husni,
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “Analisis Gharar dalam
Praktik Jual Beli Sepeda Motor Bekas (Studi Kasus di Gampong Kampung Baru
Banda Aceh) tahun 2013.18 Masalah yang diteliti adalah bagaimana bentuk gharar
yang terjadi di dalam transaksi jual beli sepeda motor bekas, penyelesaian resiko
yang muncul dalam transaksi jual beli sepeda motor bekas dan bagaimana
17 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 33 18 Arba’ul Husni, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “Analisis Gharar dalam Praktik Jual
Beli Sepeda Motor Bekas (Studi Kasus di Gampong Kampung Baru Banda Aceh) tahun 2013
12
ketentuan hukum Islam terhadap transaksi jual beli sepeda motor bekas di
Gampong Kampung Baru Banda Aceh. Hasil yang dapat disimpulkan dari
penelitian ini adalah ada dua bentuk gharar yang terjadi di dalam transaksi jual
beli sepeda motor bekas di Gampong Kampung Baru Banda Aceh yaitu tidak
adanya kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar oleh pembeli di mana
seorang penjual harus menegosiasikan harga terlebih dahulu dengan seorang agen
untuk menetapkan harga dasar dari setiap sepeda motor yang akan dijual dan
kondisi serta kualitas objek akad yang tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan
keterangan yang diberikan dalam transaksi. Penyelesaian masalahnya yaitu ketika
sepeda motor bekas yang telah dibeli ditemukan kecacatan atau kerusakan, maka
pihak penjual akan membelinya kembali namun dengan harga yang telah
disesuaikan, dan pihak pembeli tadi tidak dapat menentukan harga yang sesuai
keinginannya, dan hukum jual beli sepeda motor ini adalah haram karena
mengandung unsur gharar.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Marhadia Nengsy Mahasiswi
Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam
Negeri Ar- Raniry dengan judul “Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Marketing
Islam dan Praktik Personal Selling (Studi Terhadap Penjualan Produk Asuransi
Kendaraan Bermotor Pada PT. Asuransi Takaful Umum Cabang Banda Aceh)
Tahun 2015.19 Masalah yang diteliti adalah bagaimana penerapan personal
selling agen PT. Asuransi Takaful Umum Cabang Banda Aceh dan tinjauan
19 Marhadia Nengsy Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip
Marketing Islam dan Praktik Personal Selling (Studi Terhadap Penjualan Produk Asuransi
Kendaraan Bermotor Pada PT. Asuransi Takaful Umum Cabang Banda Aceh) Tahun 2015,
Skripsi tidak dipublikasi
13
hukum Islam terhadap praktik Personal PT. Asuransi Takaful Umum. Hasil yang
dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah penerapannya yaitu (1) menentukan
calon nasabah, (2) menentukan jadwal bertemu dengan nasabah, (3) memberikan
informasi dan (4) nasabah setuju memakai asuransi. Tinjauan hukum Islamnya
yaitu telah sesuai dengan prinsip-prinsip marketing Islam yaitu (1) ketakwaan, (2)
berperilaku baik dan bersimpatik,(3) berlaku adil dalam bisnis, (4) melayani dan
rendah hati, (5) menepati janji dan tidak curang, (6) jujur dan terpercaya, (7) tidak
suka berburuk sangka, (8) tidak suka menjelek-jelekan dan (9) tidak melakukan
sogok.20
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Bussairy Mahasiswi
Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam
Negeri Ar- Raniry dengan judul “Penyelesaian Wanprestasi dalam Pembiayaan
Macet pada PT.Summit Oto Finance Menurut PMK No. 130 Tahun 2012 Ditinjau
Menurut Hukum Islam” Tahun 2015.21 Masalah yang diteliti adalah bagaimana
Penyelesaian Wanprestasi dalam Pembiayaan Macet dan apakah PMK No. 130
Tahun 2012 tentang kewajiban perusahaan pembiayaan untuk mendaftarkan
jaminan fidusia dalam setiap kontrak telah direalisasikan oleh PT.Summit Oto
Finance. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa PT. Summit Oto Finance tidak
melakukan pendaftaran jaminan fidusia sehingga menyebabkan kedudukan
hukumnya sangat lemah dalam hal melakukan proses eksekusi benda jaminan
20 Ibid., 21 Muhammad Bussairy Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “Penyelesaian Wanprestasi
dalam Pembiayaan Macet pada PT.Summit Oto Finance Menurut PMK No. 130 Tahun 2012
Ditinjau Menurut Hukum Islam” Tahun 2015, Skripsi tidak dipublikasi
14
fidusia, yang berupa kendaraan bermotor. Namun pada praktiknya PT. Summit
Oto Finance tetap melakukan penarikan kendaraan pada nasabah tanpa adanya
surat pendaftaran jaminan fidusia. Hal ini menyebabkan adanya cidera janji atau
wanprestasi yang terjadi pada kontrak antara nasabah dan perusahaan tersebut.
Islam membebaskan umatnya untuk bertransaksi dalam bidang muamalah. Namun
kebebasan ini tidak absolut. Selama tidak bertentangan dengan syariat dan tidak
menzalimi maka diperbolehkan.22
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Anggun Fatmayanti Mahasiswi
Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam
Negeri Ar- Raniry dengan judul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Suku Cadang Sepeda Motor Bekas di Kota Banda Aceh” Tahun 2017.23 Hasil
penelitian di Lampaseh ditemukan bahwa adanya ketidakpastian terhadap kondisi
barang terutama pada mesin atau suku cadang yang dijual kepada pembeli.
Transaksi jual beli suku cadang di Lampaseh tidak dijelaskan secara detail
mengenai suku cadang bekas yang akan mereka jual, seperti masa penggunaan
mesin sepeda motor yang mengalami kerusakan, baik karena disengaja maupun
karena tidak pengetahuan penjual. Selain itu pihak penjual tidak memberikan
kesempatan untuk mengajukan complain apabila barang yang dibeli bermasalah.
Penjual juga tidak menjelaskan asal usul barang yang dijual di Lampaseh.
Sehingga dalam tinjauan fiqih muamalah, jual beli semacam ini dikategorikan
22 Ibid., 23 Anggun Fatmayanti Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual
Beli Suku Cadang Sepeda Motor Bekas di Kota Banda Aceh” Tahun 2017, Skripsi tidak
dipublikasi
15
dalam jenis jual beli yang mengandung unsur tadlis serta gharar dalam perolehan
barangnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Maria Zulfa Mahasiswi Fakultas Syariah dan
Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry
dengan judul “ Perjanjian Garansi Sepeda Motor Menurut Konsep Khiyar Syarat
dalam Fiqih Muamalah ( Analisis Perjanjian dan Pelaksanaan After Sales Service
pada Suzuki Yunar ulee glee di Kec. Bandar Dua, Kab. Pidie Jaya) Tahun 2012.24
Permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana perjanjian garansi sepeda motor
menurut konsep khiyar syarat dalam fiqh muamalah. Hasil dari penelitian ini
adalah kurangnya kepuasan pembeli terhadap pelayanan pihak dealer Suzuki
dalam memberikan sistem garansi karena tidak sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak dan dalam menyelesaikan permasalahan
pihak dealer melakukan musyawarah dengan pihak pembeli untuk mencapai
kesepakatan.
Dari beberapa penelitian di atas tidak terdapat tulisan yang membahas secara
spesifik tentang “Jual Beli Sepeda Motor Tanpa dokumen di Kalangan
Masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya dalam Perspektif
Ma’qŭd Ălaih dalam Jual Beli (Analisis Gharar dalam Pemenuhan Rukun dan
Akad)”.
24 oleh Maria Zulfa Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry dengan judul “ Perjanjian Garansi Sepeda Motor
Menurut Konsep Khiyar Syarat dalam Fiqih Muamalah ( Analisis Perjanjian dan Pelaksanaan
After Sales Service pada Suzuki Yunar ulee glee di Kec. Bandar Dua, Kab. Pidie Jaya) Tahun
2012,Skripsi tidak dipublikasi
16
1.6. Metode Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah, metode dan pendekatan merupakan hal yang
penting.Kualitas penelitian dapat dilihat dari Metode penelitian yang lengkap,
data yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan metode tertentu
yang berkualitas dan arah tujuannya yang jelas.25
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan pendekatan
normatif empiris. Yaitu mengamati suatu hukum dengan apa yang terjadi
sebenarnya di masyarakat. Penelitian dengan menggunakan deskriptif adalah
jenis penelitian yang memberikan gambaran suatu keadaan sejernih mungkin,
tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti terhadap Jual Beli Sepeda
Motor Tanpa Dokumen Di Kalangan Masyarakat Kecamatan Tadu Raya
Kabupaten Nagan Raya, serta tinjauan hukum Islam terhadap transaksi
tersebut. Data yang telah ada akan dipaparkan menjadi sebuah laporan
penelitian yang jelas dan utuh.26
1.6.2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian di Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan
Raya.
1.6.3. Metode PengumpulanData
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Tanpa upaya pengumpulan data berarti penelitian tidak dapat
25 Muhammad Teguh, Metode Penelitian Ekonomi, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2005), hlm.7 26 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009),
hlm. 37-38
17
dilakukan. Namun bukan berarti setelah dilakukan pengumpulan data
penelitian dijamin akan menghasilkan kesimpulan yang memuaskan karena
kualitas penelitian tidak hanya ditentukan oleh keberadaan data, tetapi juga
oleh cara pengambilan data.27 Pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini yaitu penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan
(Library Research). Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapat data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan.28
a. Metode Penelitian Lapangan (Field Research);
Penelitian lapangan yaitu mengumpulkan data dengan cara
memperoleh data-data secara langsung dari lokasi penelitian dengan
mewawancarai beberapa masyarakat yang pernah melakukan transaksi
jual beli sepeda motor tanpa dokumen yang lengkap dan beberapa pihak
yang dianggap mempunyai keinginan untuk membeli kendaraan bekas
yang murah.
b. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Metode ini merupakan pengumpulan data skunder dengan cara
membaca dan menelaah buku-buku bacaan, jurnal, artikel dan sumber
literatur lainnya yang berkaitan dengan topik pembahasan sebagai data
bersifat teoritis.29
27 Mahi M. Hikmat, Metode penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,
(Yogyakarta: Grara Ilmu, 2011), hlm. 71 28 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, cet.ke-17, (Bandung: Alvabeta, 2013), hlm.401 29 Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm.84
18
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik wawancara yang mendalam.30
a. Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mendapatkan informasi (data) dari Responden dengan cara tanya langsung
secara bertatap muka.31 Sebelum melakukan wawancara segala keperluan
harus disiapkan. Baik itu berupa daftar pertanyaan, buku catatan untuk
mencatat segala jawaban dari responden dan lainya.32 Responden yang
terkait yaitu, Iis, Subagio, Anwar, Adi Firmansyah, Pasir, Sujarwo, Soleh
Suherman, Suwarno,
b. Dokumentasi
Dokumentsi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya.33
1.6.5. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah.34 Instrumen sebagai alat
30 Djunaidi Ghoni dan Fauzan Almansur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-
ruzz Media, 2012), hlm.164 31 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode penelitian Sosial, Berbagai Alternatif Pendekata,
(Jakarta: Kencana, 2005), hlm.69 32 Djunaidi Ghoni dan Fauzan Almansur, metode penelitian ...hlm. 175 33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm.231 34 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2013), hlm.101
19
pengumpul data harus betul–betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa
sehingga menghasilkan data empirik sebagaimana adanya.35 Instrumen yang
dapat digunakan ketika wawancara yaitu berupa kertas, polpen, alat perekam
(dapat menggunakan HP untuk merekam) untuk mencatat serta merekam
keterangan keterangan yang disampaikan sumber data seperti masyarakat
kecamatan Tadu Raya yang pernah membeli maupun yang berminat membeli
sepeda motor dengan harga yang murah.
1.6.6. Langkah- langkah analisis data
Data-data yang telah didapat selanjunya dikelompokan berdasarkan
prioritas utama yang akan dijadikan sebagai jawaban dari rumusan masalah,
kemudian data pendukung yang tidak menjadi pokok pembahsan
dikumpulkan sebagi data mempertahankan argumen ketika ada hal lainnya
yang diperlukan. Data yang sudah dikelompokan selanjutnya diteliti,
kemudian hasil dari pengolahan data disusun menjadi laporan akhir.
1.7. Sistematika Pembahasan
Agar penulisan skripsi ini lebih mudah dan terarah, penulis memberikan
gambaran secara keseluruhan mengenai sitematika pembahasan yang terdiri atas
empat bab yang diklasifikasikan sebagi berikut:
Bab satu, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
35 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2006), hlm.168
20
Bab dua, membahas tentang tinjauan teoritis mengenai Ma’qŭd Ălaih dalam
transaksi jual beli, pendapat fuqaha tentang syarat Ma’qŭd Ălaih, transparansi dan
kejelasan objek jual beli, dan legalitas Ma’qŭd Ălaih dan pengaruhnya terhadap
keabsahan transaksi jual beli
Bab tiga, membahas tentang mekanisme transaksi jual beli sepeda motor
tanpa kelengkappan dokumen di Kecamatan Tadu Raya, Faktor-faktor terjadinya
transaksi jual beli sepeda motor di Kecamatan Tadu Raya, Legalitas transaksi jual
beli sepeda motor kendaraan bermotor di Kecamatan Tadu Raya dan tinjauan
hukum Islam tentang jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen di
Kecamatan Tadu Raya.
Bab empat merupakan penutup, dalam bab terakhir tersebut penulis
merumuskan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan mengajukan beberapa
saran yang berkaitan dengan pembahsan.
20
BAB DUA
KONSEP MA’QŪD ‘ALAIH DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN
KEJELASAN TERHADAP OBJEK TRANSAKSI
2.1. Pengertian Ma’qud ‘alaih dan Urgensinya dalam Transaksi Jual Beli
Al-Ma’qŭd Ălaih merupakan salah satu unsur dari rukun akad sehingga
keberadaanya sangat penting untuk terwujudnya transaksi. Dalam berbagai
transaksi yang memiliki bentuk tasyaruf Ma’qŭd Ălaih tetap menjadi hal
subtansial yang harus diwujudkan karena menjadi tujuan dari transaksi itu sendiri
sehingga pemenuhan terhadap Ma’qŭd Ălaih ini sejak sebelum akad dilakukan
sudah harus diketahui tentang wujud, manfaat dan tujuan terhadap transaksi yang
akan dilakukan.
Transaksi jual beli Ma’qŭd Ălaih atau sebagai mabi’ menjadi tendensi para
pihak melakukan transaksi jual beli. Lazimnya pihak pembeli ingin mendapatkan
barang yang diperjualbelikan telah menetapkan keinginan terhadap kepemilikan
objek transaksi sebelum transaksi ini dilakukan. Al-Ma’qŭd Ălaih adalah objek
akad atau benda-benda yang dijadikan sebagai akad antara penjual pembeli. Tidak
semua benda boleh dijadikan objek jual beli. Islam telah menentukan apa saja
yang boleh dan yang tidak boleh ditransaksikan. Objek yang mengandung najis,
atau hewan yang haram bagi umat Islam tidak boleh dijadikan objek akad.
Apabila objek akad berupa benda, maka kejelasan objek tersebut terkait pada
apakah objek tersebut hadir (ada) di majelis akad atau tidak.1
1 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih
Muamalah, (Jakarta : Grafindo Persada, 2007), hlm 203
21
Jika objek dimaksud (hadir) pada majelis akad, maka kejelasan objek
tersebut menurut ahli-ahli hukum Hanafi dan Hambali, cukup dengan
menunjukkan kepada mitra janji sekali pun objek tersebut berada dalam tempat
tertutup, seperti gandum atau gula dalam karung. Menurut ahli-ahli hukum
Maliki, menunjukkan tidak cukup melainkan harus dilihat secara langsung jika hal
itu memang dimungkinkan. Jika tidak mungkin dilihat cukup dideskripsikan.
Ahli-ahli hukum Syafi’i mengharuskan melihat secara langsung terhadap objek,
objek itu hadir atau tidak di tempat dilakukannya akad.2
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’.3 Objek dalam jual beli merupakan hal
terpenting yang harus ada dalam transaksi jual beli, karena objek jual beli
merupakan salah satu rukun akad. Rukun adalah suatu unsur yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari suatu perbuatan yang menentukan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya perbuatan tersebut.4 Syarat adalah
suatu sifat yang keberadaanya sangat menentukan keberadaan hukum syar’i dan
ketiadaanya sifat itu membawa kepada ketiadaan hukum, tetapi ia berada di luar
hukum itu sendiri. Syarat dalam jual beli merupakan suatu yang berada di luar
esensi perbuatan jual beli adanya menentukan apakah sah atau tidak transaksi jual
beli tersebut.5
2 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad...hlm. 203. 3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama. 2007), hlm. 7 4 Siti Mujiatun, “Jual Beli dalam Perspektif Islam: Salam dan Istishna”. Jurnal Riset
Akuntansi dan Bisnis, Vol. 13, No. 2, September 2013.hlm. 205 5 Imam Mustafa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers, 2016) hlm. 25
22
Pemenuhan rukun dan syarat tidak dapat dipisahkan dalam transaksi
apapun, syarat tersebut menentukan sah tidaknya sebuah akad jual beli. Apabila
sebuah akad tidak memenuhi syarat-syarat tersebut meskipun rukun akadnya
sudah terpenuhi, maka akad semacam ini dinamakan akad fasid. Fasid menurut
ahli-ahli hukum Hanafi adalah akad yang sah menurut pokoknya namun tidak sah
sifatnya. Sedangkan menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali sesuatu yang tidak
memenuhi syara’ namun dijalankan maka itu adalah sesuatu penentangan
(maksiat), sedangkan penentangan kepada syara’ tidak dapat menjadi dasar
pemindahan dan penetapan hak milik.6
2.2. Pendapat Para Fuqaha Tentang Syarat Dalam Ma’qŭd Ălaih7
Jual beli mempunyai syarat yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan
sesuatu pekerjaan. Jika syarat-syaratnya kurang sempurna maka pekerjaan itu
kurang sempurna menurut ketentuan. Syarat dari objek jual beli bertujuan untuk
melindungi orang yang berakad, agar di kemudian hari tidak terjadi permasalahan
karena kurangnya kejelasan mengenai objek jual beli. Perkara yang paling utama
dalam jual beli yaitu adanya ke ridhaan antara penjual dan pembeli. Akan tetapi,
karena unsur kerelaan itu merupakan ungkapan dalam hati yang sulit untuk
diindra, maka perlu adanya indikasi. Indikasi tersebut salah satunya kejelasan
mengenai objek jual beli, maka dari itu ditetapkanya syarat-syarat yang berkaitan
dengan objek jual beli menurut beberapa mazhab.
6Ibid. 7 Muksalmina, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Muamalah wal-iqtishad dengan
Judul, Kedudukan Rukun dan Syarat Jual Beli Menurut Jumhur Ulama, Tahun 2013, hlm. 27-
37
23
1. Menurut Mazhab Maliki
a. Hendaknya barang itu tidak termasuk barang yang dilarang menurut
syara’.
b. Barang yang diperjualbelikan harus suci, karena itu tidak boleh
memperjualbelikan barang yang najis seperti arak dan babi.
c. Barang yang diperjualbelikan mempunyai manfaat menurut syara’, karena
itu tidak dibenarkan menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya seperti
segenggam pasir dan sebongkah batu kecil.
d. Barang yang diperjualbelikan hendaknya diketahui oleh dua belah pihak
yang melakukan akad.
e. Barang yang diperjualbelikan dapat diserahkan. Oleh karena itu menjual
sesuatu yang tidak dapat diserahkan tidak sah
2. Menurut Imam Syafi’i
Mengenai barang yang diakadkan imam Syafi’i menyaratkan 5 syarat,
yaitu:
a. Barang yang diakadkan harus suci. Oleh karena itu tidak boleh melakukan
akad jual beli terhadap anjing, arak, dan segala barang yang terkena najis
dan tidak dapat disucikan seperti susu, air, dan minyak yang terkena najis.
b. Barang yang diakadkan hendaknya bermanfaat menurut syara’. Oleh
karena itu, segala barang yang tidak bermanfaat menurut syara’ tidak
diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Seperti jual beli gambar dan patung.
c. Barang yang diperjualbelikan hendaknya milik orang yang melakukan
akad atau barang tersebut sudah dikuasakan kepada orang yang melakukan
24
akad, karena itu jual beli yang dilakukan orang yang tidak mendapat izin
dari pemilik barang adalah batal.
d. Barang yang di akadkan hendaknya dapat diserahkan. Oleh karena itu
tidak boleh melakukan akad jual beli burung yang sedang terbang di udara,
ikan yang masih berada di dalam air, binatang yang terlepas dan lari dari
kekuasaan pemiliknya dan lain-lain.
e. Barang yang diakadkan hendaklah diketahui oleh kedua belah pihak yang
melakukan akad dari segi materi, kadar, dan sifatnya.
3. Menurut Mazhab Hambali
Menurut mazhab Hambali ada 6 syarat yang harus diperhatikan yang
berkenaan dengan barang transaksi.
a. Hendaknya barang itu pada dasarnya bermanfaat menurut agama, bukan
bermanfaat karena diperlukan dan bukan karena terpaksa. Oleh karena itu
tidak sah jual beli sesuatu yang pada dasarnya tidak ada manfaatnya,
seperti jual beli alat musik, serangga, arak dan bangkai.
b. Barang itu hendaknya milik penjual itu sendiri. Demikian pula tidak sah
jual beli tanah yang bukan miliknya.
c. Hendaknya barang itu dapat diserahkan ketika akad itu terjadi atau sesuai
dengan kesepakatan, karena barang yang tidak dapat diserahkan sama saja
dengan menjual sesuatu yang tidak ada.
d. Barang itu hendaknya diketahui oleh penjual dan pembeli dengan cara
melihat ketika akad dilangsungkan atau sebelumnya dengan tenggang
waktu di mana barang tersebut tidak mungkin berubah.
25
e. Harga barang itu hendaknya diketahui oleh kedua belah pihak
2.3. Transparansi dan Kejelasan Objek Jual Beli
Kejelasan mengenai objek transaksi sangat diperlukan agar kedua belah
pihak tidak ada perseteruan di masa yang akan datang. Penjual sebagai pihak yang
menguasai objek transaksi harus menjelaskan sedetail mungkin mengenai barang
yang akan dijualnya kepada pihak pembeli baik itu berupa kualitas barang, asal
usul barang, hak khiyar dan hal lainnya yang diperlukan. Kejelasan objek jual beli
merupakan hal yang penting guna memperjelas status dari objek tersebut.
Tujuannya untuk menghindari ketidakjelasan dan kerugian yang berujung pada
kurang puas dari salah satu pihak yang bertransaksi. Kejelasan yang harus
diperhatikan dalam objek jual beli adalah sebagai berikut:
a. Objek akad tertentu, maksudnya jual beli objek akadnya harus ditentukan
sedemikian rupa sehingga dapat meniadakan ketidakjelasan yang mencolok
baik penentuan itu dilakukan dengan cara menunjuk barangnya atau menunjuk
tempatnya yang khusus jika objek tersebut ada pada waktu akad atau dengan
menjelaskan kualifikasinya serta menjelaskan jumlahnya jika objek tersebut
dapat dihitung. Objek akad itu tertentu artinya diketahui dengan jelas oleh para
pihak sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sengketa. Apabila objek
tidak jelas dan menimbulkan sengketa, maka akadnya tidak sah menurut
sifatnya. Ketidakjelasan yang sedikit sehingga tidak membawa persengketaan,
maka tidak membatalkan akad.8
8 Samsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi ,...hlm. 202
26
b. milik orang yang melakukan akad, Hal ini mengandung arti tidak boleh
menjual harta milik orang lain atau membelanjakan uang orang lain, kecuali
ada izin atau kuasa dari orang yang memilikinya. Persyaratan ini sesuai dengan
arti transaksi itu sendiri yaitu pengalihan pemilikan, transaksi hanya boleh
dilakukan jika barang yang akan dialihkan telah menjadi miliknya.9
وق عن حكيم بن حزام قال ي رسول الله يتين الرهج ل فييد من الب يع ليس عندى أفأب تاعه له من الس)رواة النسائ( عندك ف قال ال تبع ما ليس
Artinya:Dari Hakim bin Hizam, Beliau berkata kepada Rasulullah,“wahai
Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin
mengadakan transaksi jual beli dengan ku, barang yang belum aku
miliki.Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di
pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut? Kemudian Rasulullah
bersabda,“Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki
(HR. An-Nasai)10
c. Memberi manfaat menurut syara, konsumen harus lebih jeli dalam membeli
suatu barang. Apakah barang yang akan dibeli itu bermanfaat atau tidak, jika
tidak dikhawatirkan hanya akan membuang-buang uang ke hal yang tidak
bermanfaat. Pihak penjual harus menjelaskan manfaat dari barang
dagangannya ke konsumen yang tertarik untuk membeli barang tersebut.
Alasannya adalah yang hendak diperoleh dari transaksi ini adalah manfaat itu
sendiri. Jika barang tersebut tidak ada manfaatnya, bahkan dapat merusak
seperti hewan buas dan patung maka tidak dapat dijadikan objek transaksi.
9 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2010) hlm.197 10 Muhammad Nashiruddin, Shahih Sunan Nasa’i, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), Hlm.
388
27
Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya, karena hal itu
termasuk dalam arti mubażir harta dan dilarang oleh agama.11
d. Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain), barang
yang diperjualbelikan itu harus diketahui jumlahnya, massa atau kuantitasnya
dan atau jenisnya. Tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang tidak
diketahui kualitasnya dan kuantitasnya mengenai objek transaksi. Alasan
larangan sesuatu yang tidak jelas itu adanya unsur penipuan padanya,
demikian itu berlawanan dengan prinsip suka sama suka dalam transaksi
1. Kejelasan kualitas objek jual beli. Kesesuaian antara barang dan harga
merupakan tujuan seseorang untuk membeli barang yang bagus, maka dari
itu mutu barang harus dipastikan dalam segala transaksi. Contoh dari segi
kualitas yaitu larangan membeli hewan dalam kandungan, karena kualitas
dari janin hewan tersebut saat lahir belum dapat dipastikan apakah janin
tersebut akan sehat atau cacat. Sementara pihak pembeli tetap membayar
sejumlah harga sesuai kesepakatan di awal.12
2. Kuantitas objek jual beli, banyak atau ukuran dari objek jual beli harus
ditentukan secara pasti dalam suatu transaksi. Kuantitas inilah yang
menjadi patokan seberapa banyak barang yang menjadi akad jual beli.
Sehingga antara jumlah dan harga yang harus dibayar sesuai. Jangan
seperti kasus ijon, di mana penjual menyatakan akan membeli buah yang
belum tampak di pohon dengan penentuan harga yang diberikan kepada
11 Ibnu Mas’ud dan Zainal Arifin, Fiqh Mazhab Syafi’i 2,(Bandung: Pustaka Setia, 2007),
hlm.31 12 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2007),hlm.33
28
pemilik. Transaksi tersebut terdapat ketidakpastian mengenai jumlah buah
yang akan dijual kepada pembeli, karena sejak awal tidak ada kesepakatan
yang terkait akan hal itu. Dengan demikian banyak atau tidaknya hasil
panen yang akan didapat bahkan walaupun panen tersebut akan gagal,
maka harga yang telah ditetapkan tetap berlaku sesuai dengan penetapan
harga pada awal akad.13
e. Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad, barang
sebagai objek jual beli dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau
barang diserahkan pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad
berlangsung.14
f. Hak khiyar, sebelum terjadi kesepakatan jual beli. Seharusnya pihak penjual
menjelaskan apakah ada atau tidak hak khiyar dalam transaksi tersebut
sehingga pihak pembeli merasa ada jaminan jika barang yang dibelinya aman.
Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan
transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan
sebaik-baiknya. Tujuan diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua
orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih
jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa
tertipu.
13Ibid., 14 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003),hlm.124
29
2.4. Legalitas Ma’qŭd Ălaih dan Pengaruhnya Terhadap Keabsahan
Transaksi Jual Beli
Pengakuan al-Qur’an atas harta benda yang dimilikinya, merupakan
pengakuan dan penegasan atas haknya yang eksklusif untuk mengambil keputusan
yang penting yang berhubungan dengan harta miliknya. Dia bisa menggunakan,
menjual dan menukar pada bentuk kekayaan lainnya. Al-Qur’an menyatakan
dengan jelas bahwa perdagangan itu adalah halal. Regulasi detail dalam berbagai
ayat yang ada dalam al-Qur’an, memberikan bukti nyata bahwa al-Qur;an bukan
saja mengijinkan namun lebih dari pada itu al-Qur’an mendorong orang-orang
beriman ikut terlibat dalam perdagangan yang jujur dan menguntungkan.
Legalitas perdagangan ini mengimplikasikan bahwasannya seorang muslim bebas
untuk melakukan bentuk transaksi apa saja selama hal itu berada dalam batasan
yang diijinkan.
Namun demikian, hendaknya selalu diingat legalitas dan kebolehan
berdagang jangan disalahartikan bahwa itu menghapus semua larangan termasuk
tata aturan dan norma dalam kehidupan berbisnis. Beberapa ketentuan dalam
Ma’qŭd Ălaih yang harus terpenuhi agar suatu transaksi dianggap sah yaitu
terhindar dari unsur gharar.
Gharar berarti keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk
merugikan pihak lain. Akad yang mengandung unsur penipuan karena tidak ada
kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah
maupun menyerahkan objek akad tersebut.15 Makna asli gharar itu adalah
sesuatu yang secara zhahir bagus tetapi secara batin tercela, maka transaksi yang
15 Ibid.,hlm.147
30
mengandung gharar penuh manipulasi.16 Gharar berarti tipuan yang
mengandung kemungkinan besar tidak adanya kerelaan menerimanya ketika
diketahui dan ini termasuk memakan harta orang lain secara tidak benar.
Sedangkan gharar menurut istilah fikih, mencakup kecurangan (gisy), tipuan
(khidấ) dan ketidakjelasan pada barang (jahâlah), juga ketidakmampuan untuk
menyerahkan barang.17
Larangan memakan harta orang lain secara batil sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa : 29
( :النساء )
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu(An-Nisa: 29)
Allah SWT melarang hamba-Nya yang mukmin memakan harta sesama
dengan cara bathil dan cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar
syariat seperti, penipuan, perjudian maupun riba, tetapi Allah mengetahui bahwa
apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari pelaku untuk menghindari
ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syariat Allah SWT, misalnya
sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Abbas r.a menurut riwayat Ibnu Jarir
seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak
16 Wahbah al- Zuhaili, Fiqih Islâm wa Adilatuhu, (Jakarta:Gema insan, 2011), hlm.100-
101. 17Ibid.,
31
menyukainya ia dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas
harga pembelian.18
Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan
perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan. Bersandar pada ayat ini Imam Syafi,i berpendapat bahwa jual
beli tidak sah menurut syariat melainkan jika disertai dengan kata-kata yang
menandakan persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah, dan
Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang
bersangkutan, karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan
persetujuan dan suka sama suka.19
Allah berfirman dalam ayat ini “janganlah kamu membunuh dirimu”
dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat dan memakan harta sesamamu
dengan cara yang bathil dan curang. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
bagimu dalam apa yang diperintahkan dan dilarang bagimu. Islam telah mengatur
tata cara berinteraksi dengan orang lain dan penjagaan terhadap harta, dan tidak
boleh mengambil harta orang lain kecuali dengan kerelaan hatinya, karena harta
adalah hak bagi pemiliknya. ayat 29 surah An-nisa menjelaskan dimaksud
memakan harta orang lain secara bathil ini mencakup banyak hal, diantaranya alat
yang digunakan sebagai alat transaksi rusak, seseorang yang menjual barang yang
18 Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier, jilid II,
hlm361 19 Ibid, hlm. 362
32
tidak dimiliki, menjual sesuatu yang telah tidak layak dikonsumsi lagi, menjual
sesuatu yang dilarang oleh syariat, dan lain sebagainya.20
Akan tetapi, boleh mengambil harta orang lain dengan kerelaan hati di
dalam akad-akad yang sah secara syariat, misalnya pinjam- meminjam, hibah, jual
beli, dan sewa-menyewa.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syariat
melainkan jika disertai dengan kata-kata yang menandakan pesetujuan, sedang
menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan
dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan. Karena perbuatan yang
demikian itu sudah menandakan persetujuan dan suka sama suka.21 Selain dalam
al-Qur’an larangan gharar juga dijelaskan pada hadits Rasulullah SAW
عليه وسلهم عن ب يع الصاة )رواة مسلم( وعن ب يع الغرر عن أب هري رة قال نى رسول الله صلهى الله
Artinya: Dari A’Raj dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah telah
mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu
kecil) dan jual beli barang secara gharar (HR. Muslim)."22
Dari sabda Rasulullah SAW jelas menyatakan jual beli gharar itu merupakan
hal yang dilarang jadi tidak ada alasan bagi kita untuk melakukan jual beli yang
seperti ini. Besar mudharatnya apabila kita sebagai umat Islam melakukan
ataupun melanggar larangan Beliau karena ini akan menimbulkan sebuah
20 Wahbah Az- Zuhaili, Tafsir Al- Wasith, Al-Faatiha- At-Taubah, (Jakarta : Gema Insani,
2012), hlm, 279-280 21 Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1998), hlm. 361-363. 22 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, ( Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), hlm. 661, lihat juga di Shahih Sunan Tarmidzi, cet 2n hlm, 20.
33
perpecahan di internal ummat islam sendiri dan akan menimbulkan kebencian
karena telah terjadi kecurangan antara penjual dan pembeli.23
2.4.1. Kategori Gharar
Menurut mohd Bakir Haji Mansor, dalam bukunya Konsep-konsep syariah
dalam perbankan dan keuangan Islam menjelaskan ada 2 kategori gharar.
Kategori-kategori gharar yang perlu diketahui Yaitu :24
a. gharar yasir (ketidak jelasan yang minimum), adalah gharar yang
ringan, keberadaannya tidak membatalkan akad. Sekiranya terdapat
bentuk gharar semacam ini dalam akad jual beli, maka jual beli tersebut
tetap sah menurut syara’
b. gharar fahish (ketidak jelasan yang keterlaluan), gharar yang berat dan
dengannya dapat membatalkan akad. Gharar ini timbul dua sebab
pertama, barang sebagai objek jual beli tidak ada dan kedua, barang
boleh diserahkan tetapi tidak sama spesifikasinya seperti yang dijanjikan.
Ditinjau dari isi kandungannya, bentuk-bentuk transaksi gharar yang berat
menurut Abdullah Muslih terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Jual beli barang yang belum ada (ma’dum), tidak adanya kemampuan penjual
untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad
tersebut sudah ada ataupun belum ada (bai’ al-ma’dum). Misalnya, menjual
janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa bermaksud menjual
induknya, atau menjual janin dari janin binatang yang belum lahir dari
induknya (habal al-habalah), kecuali dengan cara ditimbang sekaligus atau
23 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh...hlm.201 24 Nazaruddin Abdul Wahid, SUKUK …..Hal.68
34
setelah anak binatang itu lahir (HR. Abu Dawud). Contoh lain adalah menjual
ikan yang masih di dalam laut atau burung yang masih di udara.25
2. Jual beli barang yang tidak jelas (Majhul) yaitu jual beli barang yang tidak
diketahui kualitas, jenis, merk atau kuantitasnya. Kategori jul beli majhul
yaitu sebagi berikut,
a. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual. Bila
suatu barang belum diserahterimakan di saat jual beli, maka barang
tersebut tidak dapat dijual kepada yang lain. Sesuatu atau barang jika
belum diterima oleh pembeli tidak boleh melakukan kesepakatan kepada
yang lain untuk bertransaksi atau jual beli, karena wujud dari barang
tersebut belum jelas, baik kriteria, bentuk dan sifatnya. Ketentuan ini
didasarkan pada hadist yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw melarang
menjual barang yang sudah dibeli sebelum barang tersebut berada dibawah
penguasaan pembeli pertama (HR. Abu Dawud).Karena dimungkinkan
rusak atau hilang obyek dari akad tersebut, sehingga jual beli yang pertama
dan yang kedua menjadi batal.
b. Tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual.
Rasulullah Saw bersabda: ”Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap
buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)”
(HR. Ahmad bin Hambal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).26
Demikian juga larangan untuk menjual benang wol yang masih berupa
25 Al-Hafizh Ibnu hajar al-Asqalani, Bulughul Marami,Himpunan Hadits-hadits Hukum
Dalam Fikih Islam,(Jakarta: Darul Haq, 2015), hlm.432 26Al-Hafizh Ibnu hajar al-Asqalani, Bulughul Marami...hlm.432
35
bulu yang melekat pada tubuh binatang dan keju yang masih berupa susu
(HR. ad-Daruqutni).
c. Tidak adanya kepastian tentang waktu penyerahan obyek akad. Jual beli
yang dilakukan dengan tidak menyerahkan langsung barang sebagai obyek
akad. Misalnya, jual beli dengan menyerahkan barang setelah kematian
seseorang. Tampak bahwa jual beli seperti ini tidak diketahui secara pasti
kapan barang tersebut akan diserahterimakan, karena waktu yang
ditetapkan tidak jelas. Namun, jika waktunya ditentukan secara pasti dan
disepakati antara keduanya maka jual beli tersebut adalah sah.
d. Tidak adanya kepastian obyek akad. Yaitu adanya dua obyek akad yang
berbeda dalam satu transaksi. Misalnya, dalam suatu transaksi terdapat dua
barang yang berbeda kriteria dan kualitasnya, kemudian ditawarkan tanpa
menyebutkan barang yang mana yang akan di jual sebagai obyek akad. Jual
beli ini merupakan suatu bentuk penafsiran atas larangan Rasulullah Saw
untuk melakukan bai’atain fi bai’ah. Termasuk di dalam jual beli gharar
adalah jual beli dengan cara melakukan undian dalam berbagai bentuknya
(HR. al-Bukhari).
e. Kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang
ditentukan dalam transaksi. Misalnya, transaksi/ jual beli motor dalam
kondisi rusak.
f. Ketidakjelasan jenis objek transaksi, mengetahui jenis objek akad secara
jelas adalah syarat sahnya jual beli. Maka jual beli yang objeknya tidak
diketahui tidak sah hukumnya karena terdapat gharar yang banyak di
36
dalamnya. Seperti menjual sesuatu dalam karung yang mana pembeli tidak
mengetahui dengan jelas jenis barang apa yang akan ia beli, namun
demikian terdapat pendapat dari Mazhab Maliki yang membolehkan
transaksi jual beli yang jenis objek transaksinya tidak diketahui, jika
disyaratkan kepada pembeli khiyaru’ya (hak melihat komoditinya).27 Begitu
juga dalam mazhab Hanafi menetapkan khiyar ru’yah tanpa dengan adanya
syarat,
g. Ketidakjelasan dalam takaran objek transaksi, tidak sah jual beli sesuatu
yang kadarnya tidak diketahui, baik kadar komoditinya maupun kadar harga
atau uangnya. Illat (alasan) hukum dilarangnya adalah karena adanya unsur
gharar sebagaimana para ulama ahli fiqih dari mazhab Maliki dan Syafi’i
dengan jelas memaparkan pendapatnya.
Contoh dari transaksi jual beli yang dilarang karena unsur gharar yang
timbul akibat ketidaktahuan dalam kadar dan takaran objek transaksi adalah
bai’ muzabanah. Yaitu jual beli barter antara buah yang masih berada di
pohon dengan kurma yang telah dipanen, anggur yang masih basah dengan
zabib (anggur kering), dan tanaman dengan makanan dalam takaran tertentu.
Adapun illat dari pengharamannya adalah adanya unsur riba yaitu aspek
penambahan dan gharar karena tidak konkritnya ukuran dan objek atau
komoditi.
h. Ketidakjelasan dalam zat objek transaksi. Ketidaktahuan dalam zat objek
transaksi adalah bentuk dari gharar yang terlarang. Hal ini karena zat dari
27Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm. 137
37
komoditi tidak diketahui, walaupun jenis, macam, sifat, dan kadarnya
diketahui, sehingga berpotensi untuk menimbulkan perselisihan dalam
penentuan.Seperti jual pakaian atau kambing yang bermacam-macam.
Mazhab Syafi’i, Hambali, dan Dhahiri melarang transaksi jual beli semacam
ini, baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit karena adanya unsur
gharar. Sedang mazhab Maliki membolehkan baik dalam kuantitas banyak
maupun sedikit dengan syarat ada khiyar bagi pembeli yang menjadikan
unsure gharar tidak berpengaruh terhadap akad.Adapun mazhab Hanafiyah
membolehkan dalam jumlah dua atau tiga, dan melarang yang melebihi dari
tiga.
Ketidakpastian atau resiko adalah realitas dalam kehidupan manusia.Semua
umat manusia dihadapkan dengan ketidakpastian dalam kehidupan sosial dan
bisnis. Ketidakpastian hasil usaha jelas bukan gharar, tetapi ia merupakan
konsekuensi logis dari suatu usaha. Resiko selalu meliputi kita apapun yang kita
lakukan.Islam tidak mengabaikan realita ini dan tidak melarang manusia
menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam hidup.Islam hanya tidak
mengizinkan transaksi atau berjual beli yang mengandung unsur ketidakpastian
atau gharar.Jual beli yang mengandung unsur gharar tersebut sebaiknya
dihindari, karena Islam telah melarangnya.Salah satu dari unsur tersebut jika
terdapat dalam jual beli maka hukum jual beli tersebut batal.
37
BAB TIGA
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP INDIKASI
GHARAR DALAM JUAL BELI SEPEDA MOTOR TANPA
DOKUMEN DI KALANGAN MASYARAKAT KEC. TADU RAYA
3.1. Mekanisme Jual Beli Sepeda Motor Tanpa Dokumen Di Kecamatan
Tadu Raya
Transaksi jual beli pada era teknologi seperti saat ini sudah tidak terbatas
pada tempat dan waktu. Kapan saja dan di mana saja setiap orang dapat
melakukan transaksi jual beli beraneka ragam, sehingga calon pembeli
mempunyai banyak pilihan untuk memilih barang yang diinginkan. Banyak pihak
yang menawarkan barang dagangannya menggunakan media informasi, baik itu
media cetak, televisi maupun media sosial yang mana penggunanya terdiri dari
berbagai kalangan dan tidak terbatas oleh umur. Begitu juga transaksi jual beli
sepeda motor, pembeli tidak harus mencari ke suatu tempat untuk membelinya.
Beberapa orang sering menawarkan kendaraan bermotor dari satu desa ke desa
lainya. Namun transaksi jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen tidak
dapat dilakukan secara angsuran sebagaimana transaksi jual beli kendaraan
bermotor yang memiliki kelengkapan dokumen. Untuk memperjelas mekanisme
transaksi jual beli sepeda motor tanpa dokumen di Kecamatan Tadu Raya dapat
dijelaskan dari segi rukun akad jual beli, yaitu terdiri dari pihak yang melakukan
akad, objek jual beli, nilai tukar pengganti dan ijab kabul.
1. Orang yang berakad
Pihak yang terkait dalam transaksi ini ada penjual dan pembeli. Transaksi jual
beli sepeda motor tanpa dokumen yang terjadi di Kecamatan Tadu Raya pada
38
umumnya dilakukan oleh agen. Setiap agen datang ke desa untuk mencari
informasi apakah di desa tersebut ada orang yang berminat membeli sepeda
motor tanpa kelengkapan dokumen atau tidak. Ketika sudah jelas ada
pembelinya, maka akan dilakukan kesepakatan untuk bertemu dan melihat
sepeda motor yang berada di pihak agen.1 Pihak pembeli pada umumnya
adalah masyarakat yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, baik itu milik
pribadi maupun yang bekerja pada orang lain. Antara penjual dan pembeli
tidak saling mengenal, sehingga tidak mudah jika ingin membeli sepeda motor
tanpa kelengkapan dokumen, karena tidak ada alamat yang dapat dituju dan
agen tidak pernah meninggalkan nomor kontak untuk dihubungi kembali
setelah terjadi kesepakatan jual beli.2 Jika ada orang yang berminat membeli,
maka dia harus menunggu beberapa bulan bahkan sampai satu tahun hingga
ada seseorang yang menawarkan sepeda motor tersebut.3
2. Objek jual beli
Objek yang diperjualbelikan adalah sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen.
Beberapa faktor dapat menjadi penyebab kenapa sebuah sepeda motor tidak
memiliki dokumen yang lengkap, diantaranya adalah karena musibah, terselip
saat disimpan dan tidak ditemukan lagi, hilang dijalan maupun karena sepeda
motor tersebut hasil dari tindak kejahatan. Menurut Sapuan Kamal, setiap
kendaraan yang kehilangan dokumen karena suatu musibah maka dapat
dilaporkan kepihak yang berwenang agar dibuatkan laporan kehilangan. Jika
1 Hasil wawancara dengan Adi Firmansyah, salah seorang yang pernah menjual sepeda
motor tanpa dokumen, warga Desa Rantau Selamat, tanggal 16 Desember 2017 2Ibid,. 3 Hasil wawancara dengan Anwar , salah seorang pembeli sepeda motor tanpa dokumen,
warga Desa Rantau Selamat,tanggal 20 Desember 2017
39
masyarakat tidak melapor ketika terjadi musibah yang telah membuat dokumen
kendaraan hilang, maka ketika masa razia oleh Satlantas setiap kendaraan yang
tidak dilengkapi dokumen yang lengkap akan diamanakan oleh Satlantas
wilayah tersebut.4 Beberapa fakta yang terjadi di lapangan dan membuat
pembeli merasa kurang puas dengan sepeda motor yang mereka beli, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak sesuai antara dokumen dengan sepeda motornya. Beberapa
masyarakat memilih membeli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen,
karena dianggap lebih murah dan dapat langsung digunakan untuk bekerja.
Pada umumnya sepeda motor yang dibeli hanya mempunyai dokumen
berupa STNK palsu atau hasil duplikasi, namun ternyata STNK tidak sesuai
dengan sepeda motor. Pada STNK menunjukkan sepeda motor yang dijual
berasal dari wilayah Aceh Selatan namun pada nomor polisi yang tertera di
sepeda motor menunjukkan wilayah Banda Aceh, atau rekayasa lainya yang
memang tidak menunjukkan dokumen aslinya, dan hal ini merupakan
tindakan penipuan.5
b. Sepeda motor yang dibeli tidak seperti yang diharapkan, karena pihak agen
tidak menjelaskan secara detail mengenai kondisi sepeda motor yang
dijualnya. Sehingga saat digunakan untuk bekerja sepeda motor tersebut
sering rusak dan mengharuskan pemiliknya untuk memperbaiki serta
4 Hasil Wawancara dengan Sapuan Kamal, Satlantas Nagan Raya, tanggal 18 Desember
2017 5 Hasil wawancara dengan Said Rajali, Salah Seorang Pembeli Sepeda Motor Tanpa
Dokumen, warga Desa Alue Gani, tanggal 17 Desember 2017
40
mengakibatkan pekerja harus mengganti sepeda motor lain untuk
menyelesaikan pekerjaanya.6
c. Kepemilikan yang sah tidak dijelaskan oleh agen. Pihak agen tidak
menjelaskan secara detail perihal siapa pemilik sah sepeda motor yang
dijualnya, dan juga tidak menjelaskan siapa pengguna sebelumnya sepeda
motor tersebut, sehingga histori pengguna sepeda motor tersebut sama
sekali tidak diketahui.7
d. Tidak adanya pertanggungjawaban dari pihak agen setelah terjadi
transaksi. Setelah kesepakatan jual beli terlaksana, maka apapun yang
terjadi pada sepeda motor tersebut menjadi tanggung jawab pembeli. Pihak
agen tidak menerima komplain, selain itu pihak agen tidak akan dapat
dihubungi. Transaksi jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen
yang telah terjadi bertahun-tahun hanya satu orang penjual yang dikenal
oleh masyarakat. Agen tersebut masing-masing hanya pernah menjual
sekali sepeda motor tanpa dokumen. Selain mereka, tidak ada masyarakat
yang mengetahui secara pasti di mana alamat penjual sepeda motor tanpa
dokumen.8
3. Nilai tukar pengganti barang. Untuk mendapatkan suatu barang yang ada pada
seseorang, dibutuhkan sejumlah uang sebagai nilai tukar yang dapat diterima
dan berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak ada ketentuan yang
6 Hasil wawancara dengan Anwar Wijaya, salah seorang pembeli sepeda motor tanpa
dokumen, warga Desa Rantau Selamat, tanggal 20 Desember 2017 7Hasil wawancara dengan Taufuqul Ihsan, salah seorang pembelisepeda motor tanpa
dokumen, warga Desa Alue Gani, tanggal 22 Desember 2017 8 Hasil Wawancara dengan Muhammad Nuh, Pemilik Kendaraan Bermotor Tanpa
Kelengkapan Dokumen, warga Desa Alue Bata, tanggal 20 Desember 2017
41
menjadi panduan mengenai harga jual sepeda motor yang tidak dilengkapi
dengan dokumen, namun kesepakatan mengenai harga ditentukan setelah
adanya tawar menawar antara agen dan pembeli. Harga tertinggi untuk sepeda
motor yang sering dijual kepada masyarakat yaitu Rp 4.000.000 (empat juta
rupiah). Harga tersebut bisa saja turun sesuai kondisi dan jenis sepeda motor
yang dijual.9
4. Ijab kabul, transaksi jual beli sepeda motor tanpa dokumen dilakukan di rumah
calon pembeli, sistem transaksinya cepat karena tidak menggunakan sistem jual
beli pada umumnya, seperti ada saksi, penyerahan dokumen kendaraan dan
pemberian kuintansi. Serah terima yang dilakukan kepada pembeli yaitu pihak
agen memberikan barang dan pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang
sebagai tanda terwujudnya kesepakatan transaksi jual beli.10
Menurut pihak Satlantas Nagan Raya yang dijelaskan oleh Sapuan
Kamal, sebaiknya masyarakat tidak membeli sepeda motor yang tidak
dilengkapi dengan dokumen, karena ada beberapa kerugian yang sewaktu-
waktu menimpa pihak pembeli, di antaranya adalah:11
1. Pihak pemiliknya tidak akan berani menggunakan untuk bepergian jarak
jauh, karena takut terkena razia Polantas.
2. Jika terkena razia maka tidak akan dapat diambil kembali, karena syarat
untuk mendapatkan kembali sepeda motor yang terkena razia adalah
dengan menunjukkan dokumen asli kendaraan secara lengkap.
9Hasil Wawancara dengan Subagio, Salah Seorang Pembeli Sepeda Motor Tanpa
Dokumen, warga Desa Rantau Selamat, tanggal 21 Desember 2017 10Ibid., 11Hasil Wawancara dengan Sapuan Kamal, Satlantas Nagan Raya, tanggal 18 Desember
2017
42
3. Kondisi sepeda motor yang tidak sesuai dengan harapan. Hanya beberapa
bulan dipakai sering mengalami kerusakan.
4. Jika ada bukti bahwa sepeda motor yang dibeli hasil dari tindak
pencurian, maka pihak pembeli dapat dikenakan sanksi, yaitu sebagai
pihak penadah barang curian.
3.2. Faktor Terjadinya Transaksi Jual Beli Sepeda Motor Tanpa Dokumen
Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang digunakan
masyarakat Kecamatan Tadu Raya untuk mobilitas, karena di wilayah Kecamatan
ini tidak terdapat alat transportasi umum yang dapat digunakan untuk menunjang
kegiatan sehari-hari baik menuju ke tempat kerja maupun untuk berbagai aktifitas
lainya. Sepeda motor lebih praktis digunakan dalam berbagai kegiatan dan hemat
biaya. Hampir semua keluarga di Kec. Tadu Raya mempunyai sepeda motor ini,
sehingga menyebabkan kebutuhan sepeda motor tidak berkurang. Oleh karena itu
transaksi sepeda motor di Kec. Tadu Raya masih tinggi peminatnya, meskipun
harga sepeda motor baru cenderung tinggi, namun tidak mengurangi minat
sebagian masyarakat Kec. Tadu Raya untuk mempunyai sepeda motor terutama
sepeda motor baru, hal ini hanya terjadi pada sebahagian kecil masyarakat saja.
Sedangkan sebahagian kalangan masyarakat lainnya cenderung meminati sepeda
motor bekas, hal ini sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka yang keterbatas
finansial untuk membeli dan mendapatkan sepeda motor baru.
Peminat kendaraan sepeda motor bekas ini juga tersegmentasi dalam kedua
klasifikasi, yaitu peminat motor bekas yang kondisinya layak pakai, karena tahun
produksinya masih cenderung tinggi seperti keluaran tahun 2015, 2016 dan 2017.
43
Namun ada juga sebagian masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial
sehingga mereka cenderung mencari sepeda motor dengan hargan yang murah,
dan cenderung memiliki risiko tinggi, karena masa pakai yang sudah lama,
misalnya tahun penggunaan kendaraan tersebut baik tahun 1990an maupun awal
tahun 2000an. Namun ada juga pembeli sepeda motor yang mencari kendaraan
bermotor dengan harga lebih murah lagi, karena hanya mampu memiliki
kendaraan bermotor yang tidak layak pakai dari sisi legalitas hukumnya karena
tidak memiliki kelengkapan dokumen sebagai identitas kendaraan bermotor
tersebut.
Kondisi ini cenderung sangat riskan, karena dapat dipastikan pembeli sepeda
motor akan berhadapan dengan berbagai dilema hukum yang bersifat praktis
terutama terkait dengan legalitas kepemilikan kendaraan bermotor tersebut yang
sangat sulit untuk dibuktikan secara yuridis formal dalam ketentuan perundang-
undangan Indonesia. Namun kenyataan ini tetap harus dihadapi masyarakat
karena tidak memiliki plihan lain yang lebih praktis, sehingga meskipun
dihadapkan pada permasalahan hukum seperti ini sebahagian masyarakat Kec.
Tadu Raya tetap memiliki preferensi untuk membeli sepeda motor tersebut. Ada
beberapa penyebab atau faktor yang menjadi alasan kenapa transaksi sepeda
motor tanpa dokumen terus berlangsung dari tahun ke tahun. Diantaranya yaitu:
faktor pekerjaan, faktor ekonomi, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
hukum dan dampaknya. Berikut ini penulis jelaskan preferensi masyarakat
terhadap transaksi jual beli motor tanpa dokumen sebagai berikut.
44
3.2.1. Faktor Pekerjaan
Masyarakat Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya pada
umumnya bekerja sebagai petani ataupun berkebun. Perkebunan yang
menjadi fokus masyarakat saat ini adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa
sawit saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang
menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya di Aceh, dan sektor
perkebunan khususnya di Nagan Raya, hal ini disebabkan karena nilai
komoditi kelapa sawit yang menghasilkan nilai finansial secara ekonomi
masih sangat baik dan masih ditekuni oleh sebagian besar masyarakat di
kawasan Nagan Raya.12 Setiap tahunnya perkebunan ini terus meluas seiring
banyaknya pembukaan lahan yang akan ditanami kelapa sawit oleh
masyarakat baik di kalangan petani maupun masyarakat pemodal besar yang
berinvestasi pada sektor ini.
Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit akan diimbangi dengan
bertambahnya tenaga kerja yang akan terserap untuk mengelola perkebunan
tersebut. Baik mulai dari pembukaan lahan, penanaman, perawatan dan
proses panen membutuhkan banyak tenaga. Sehingga pemilik kebun baik
perorangan maupun perusahaan komersial akan menggunakan jasa orang
lain untuk melakukan pekerjaan semua itu. Bentuk buah kelapa sawit yang
siap panen akan mengalami perubahan bentuk, dari pertama kali bisa
dipanen yaitu kurang lebih berumur 4 tahun sampai berumur 20 tahun.
Maka besarnya buah kelapa sawit akan mengalami kenaikan, dari 2 KG
12 Hasil wawancara dengan Suwarno, salah seorang pemik kebun kelapa sawit dan
pembeli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen, warga Desa Melor, tanggal 20 Desember 2017
45
sampai 50 KG perbuahnya. Setiap hektar kebun kelapa sawit rata-rata akan
menghasilkan 2 ton, maka dengan beban sedemikian rupa membutuhkan
tenaga yang besar untuk mengangkutnya. Para pekerja tidak akan mampu
mengangkut hanya dengan mengandalkan kekuatan fisiknya untuk
memindahkan tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen.13
Area yang tidak selalu datar bahkan cenderung berbukit, maka
setiap pekerja akan menggunakan kendaraan untuk mengumpulkan buah
kelapa sawit yang telah dipanen dari pohonnya. Kendaraan yang biasa
digunakan adalah sepeda motor, karena alat transportasi ini lebih praktis
dapat digunakan di perkebunan berbukit dan jalan yang tidak dapat dilewati
mobil. Seiring kebutuhan sepeda motor yang terus meningkat maka para
pekerja kebun kelapa sawit akan mencari sepeda motor bekas yang dapat
menunjang pekerjaan mereka. Jika mereka harus membeli sepeda motor
yang masih baru maka akan sangat disayangkan, karena kegunaan
kendaraan tersebut hanya diperuntukkan untuk menuju ke tempat bekerja
saja. Kendaraan yang sering digunakan untuk angkutan maka tidak akan
terasa nyaman lagi jika harus digunakan untuk kegiatan bersosial di
masyarakat.14
Sepeda motor bekas yang hanya digunakan sebagai penunjang
kerja di perkebunan dinilai masih terlalu mahal bagi beberapa orang, karena
sepeda motor bekas harganya di atas Rp 5.000.000 (lima juta rupiah),
tergantung bentuk dan kualitasnya. Beberapa tahun belakangan muncul
13Ibid., 14 Hasil wawancara dengan Subagio, salah seorang pembeli sepeda motor tanpa
kelengkapan dokumen, warga Desa Rantau Selamat, tanggal 21 Desember 2017
46
beberapa orang yang menawarkan sepeda motor bekas dengan harga yang
jauh lebih murah, yaitu hanya berkisar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah),
namun kendaraan tersebut tidak mempunyai dokumen yang lengkap.
Kebanyakan dokumen yang masih ada hanyalah berupa STNK. Bahkan
beberapa diantaranya ada yang tidak mempunyai dokumen sama sekali.15
Semenjak saaat itu, beberapa orang lebih cenderung mencari sepeda motor
tanpa kelengkapan dokumen dari pada sepeda motor bekas yang
dokumennya masih lengkap, bahkan dalam satu keluarga ada yang memiliki
lebih dari satu sepeda motor yang tidak mempunyai kelengkapan
dokumen.16
3.2.2. Faktor Ekonomi
Penghasilan atau pendapatan setiap orang itu berbeda-beda, ada yang
lebih dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari, ada yang hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan standar sehari- hari bahkan ada juga yang
penghasilannya sangat minim sehingga untuk memenuhi kebutuhan
primernya dibutuhkan usaha yang begitu keras. Walau demikian sebagian
kecil masyarakat yang ekonominya rendah juga membutuhkan kendaraan
bermotor untuk menunjang pekerjaannya dalam mencari nafkah. Seorang
ibu yang bernama Iis harus menafkahi 3 orang anak membutuhkan
kendaraan yang murah guna membantu mempermudah segala aktifitasnya,
karena kurang mampu jika harus membeli kendaraan dengan harga di atas
15 Hasil wawancara dengan Suryadi, Salah Seorang Pemilik Sepeda motor Tanpa
Dokumen Sama Sekali, warga Desa Alue Gani tanggal 22 Desember 2017 16Hasil wawancara dengan Anwar Wijaya, salah seorang pembeli sepeda motor tanpa
dokumen, warga Desa Rantau Selamat, tanggal 20 Desember 2017
47
RP 5.000.000 (lima juta rupiah). Dengan pendapatan yang pas-pasan selalu
disisihkan demi mencukupi kebutuhan hidup dan untuk membeli kendaraan
yang dapat membantunya menempuh jarak yang cukup jauh ketika bekerja,
karena selama ini beliau hanya menumpang kendaraan dengan teman
kerjanya. Hal tersebut yang membuat seorang ibu membeli sepeda motor
tanpa dokumen.17 Contoh ini sangat banyak ditemui di kalangan masyarakat
Kecamatan Tadu Raya, karena faktor finansial ini menjadi alasanya.
3.2.3. Faktor Kurangnya Pemahaman Hukum di Kalangan Masyarakat dan
Dampaknya
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pembeli, maka dapat
dijelaskan bahwa sebagian pembeli sepeda motor tanpa kelengkapan
dokumen ini mengetahui konsekuensi hukum yang dapat menjerat mereka.
Masyarakat paham jika sepeda motor yang telah dibeli tersebut jika terbukti
dari hasil tindak kejahatan maka mereka dapat dikenai sanksi hukum berupa
hukuman pidana karena dapat didakwa sebagai bagian dari pelaku
kejahatan,yaitu dapat disebut sebagai pihak penadah barang curian. Namun
yang membuat sebagian masyarakat tersebut tetap membeli sepeda motor
tanpa dokumen adalah belum adanya bukti bahwa kendaraan tersebut adalah
hasil dari tindak pencurian, dan belum adanya masyarakat yang mendapat
sanksi hukuman ketika Polantas mendapati masyarakat memiliki kendaraan
yang tidak dilengkapi dengan dokumen tersebut.18
17 Hasil Wawancara dengan Iis, Salah Seorang Pembeli Sepeda Motor Tanpa Dokumen,
warga Desa Rantau selamat, tanggal 16 Desember 2017 18Hasil Wawancara dengan Sapuan Kamal, pihak Satlantas Nagan Raya, tanggal 18
Desember 2017
48
Selama ini yang terjadi hanyalah ketika didapati ada masyarakat yang
memiliki sepeda motor tanpa dokumen maka pihak berwenang hanya
mengamankan sepeda motor yang tidak jelas siapa pemiliknya dan tidak
akan mengembalikannya lagi. Pihak Satlantas Nagan Raya tidak
memungkiri bahwa banyak beredar sepeda motor tanpa dokumen di
kalangan masyarakat, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah
kendaraan yang terkena razia sejak 5 tahun yang lalu namun tidak pernah
diambil oleh pihak pemilik yang sah, karena syarat pengambilan sepeda
motor yang telah terkena razia adalah dengan menunjukkan dokumen STNK
dan BPKB asli. Sampai saat ini belum ada tindakan khusus yang dilakukan
pihak Satlantas karena tidak adanya laporan dari masyarakat. Tanpa adanya
laporan maka pihak berwenang tidak dapat menyusuri sampai ke desa-desa
untuk mencari kendaraan yang tidak dilengkapi dengan dokumen yang
sah.19
3.3. Legalitas Transaksi Jual Beli Sepeda Motor Tanpa Dokumen Perspektif
Hukum Positif
Jual beli merupakan transaksi antara satu orang dengan orang yang lain
yang berupa tukar-menukar suatu barang dengan barang yang lain berdasarkan
tata cara atau akad tertentu. Pada kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari,
pengertian dari jual beli adalah penukaran barang dengan uang. Terjadinya jual
beli karena adanya perbedaan kebutuhan hidup antara satu orang dengan orang
yang lain. Satu pihak memiliki barang, tetapi membutuhkan uang, sementara itu
pihak yang lain memiliki uang, tetapi mereka membutuhkan barang. Kedua belah
19Ibid.,
49
pihak tersebut dapat mengadakan transaksi jual beli di antara keduanya atas dasar
sama-sama rela. Jual beli merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu harus ada ketentuan yang
jelas yang mengatur mengenai hal tersebut. Tujuan adanya aturan tersebut sudah
jelas, yaitu untuk melindungi kedua belah pihak agar sama-sama tidak ada yang
dirugikan.
Ketentuan transaksi jual beli telah diatur dalam berbagai Undang- Undang
di Indonesia. Baik itu tentang registrasi kepemilikan kendaraan bermotor sampai
perlindungan konsumen. Sepeda motor termasuk barang mewah yang harus
dilengkapi berbagai dokumen seperti dokumen kepemilikannya, dalam bentuk
BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dan juga dokumen pajak dalam
bentuk TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) serta STNK (Surat Tanda
Nomor Kendaraan) sebagai keterangan tentang kendaraan bermotor, sebagaimana
disebutkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 64, setiap pemilik kendaraan
bermotor harus diregistrasikan dan jika beli second registrasi berupa perubahan
identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik. Tujuan dari registrasi tersebut sebagai
berikut:20
a. tertib administrasi;
b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di
Indonesia;
c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;
20Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Pasal 64-68
50
d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan
e. perencanaan pembangunan nasional.
Registrasi Kendaraan Bermotor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:
a. Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pemiliknya;
b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; dan
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor.
Sebagaimana dalam Pasal 68 ayat 1 Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan
bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi
dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (TNKB).21Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat data kendaraan bermotor, identitas pemilik,
nomor registrasi kendaraan bermotor, dan masa berlaku.Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor
registrasi, dan masa berlaku. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi
syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 64-68 Undang- Undang No. 22
Tahun 2009, setiap pembelian sepeda motor harus dilengkapi dokumenya guna
sebagai kejelasan identitas, tata tertib dan sebagai pencegah dari tindak kejahatan.
21Ibid.,
51
Undang- undang telah mengatur bagaimana semestinya transaksi jual beli sepeda
motor tersebut. Kepemilikan sepeda motor tidak dapat terlepas dari kelengkapan
dokumen sebagai idintitas kepemilikan yang sah. Fungsi dokumen dalam jual beli
sepeda motor yaitu memperjelas status dari kendaraan itu sendiri, kejelasan
tersebut diperlukan guna menghindari adanya tindak kejahatan yang dapat
merugikan salah satu pihak.
Dokumen yang dimaksud dalam pasal tersebut tentunya adalah dokumen
yang asli, karena tidak dapat dipungkiri pada beberapa kasus marak beredar
dokumen palsu yang membuat banyak pihak merasa dirugikan. Tindak pidana
berupa pemalsuan suatu surat dapat dijumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:22
1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya
benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam
tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
22 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)
52
Selain itu, dalam Pasal 8 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen juga
dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud. Jika pelaku usaha melanggar Pasal 8 ayat (2) UU Perlindungan
Konsumen, berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, pelaku
usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).23
Larangan bagi penjual dalam menjual barang yang tidak bagus atau cacat
juga tertuang dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer). Pasal
1504 dikatakan bahwa penjual harus menanggung barang itu terhadap cacat
tersembunyi, yang sedemikian rupa sehingga barang itu tidak dapat digunakan
untuk tujuan yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian,
sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan
membelinya atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang
kurang. Walaupun penjual sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut, penjual
tetap harus menjamin barang terhadap cacat tersembunyi, kecuali telah
diperjanjikan bahwa ia tidak menanggung apapun. Akan tetapi penjual tidak wajib
menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh
pembeli.24
Konsumen sebagai pemakai suatu barang tentunya dalam membeli sesuatu
harus mendapat kualitas dan kuantitas seperti yang diharapkan, maka dari itu
untuk mendapatkan suatu barang yang sesuai konsumen dijamin hak-haknya
23Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 24Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1504- 1509.
53
dalam Undang- Undang. Hak konsumenSesuai dengan Pasal 4 Undang- Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK) No.8 Tahun 1999 adalah:25
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perUndang- Undangan lainnya
Selain ketentuan dan sanksi yang berkenaan dengan kejelasan dokumen
kendaraan bermotor, para pihak yang melakukan akad jual beli juga terancam
pidana jika objek yang menjadi akan terbukti hasil dari tindak kejahatan. Pihak
agen dapat dikenakan pasal pencurian, sedangkan pihak pembeli dapat dikenakan
pasal penadah barang curian. Sebagaimana yang tertuang dalam KUHP Pasal
362 “Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan
25Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 38.
54
melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-
lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900 (sembilan ratus
rupiah)”.26
Unsur-unsur Delik dalam Pasal 480 Mengenai Penadahan dalam KUHP
(Kitab Undang- Undang Hukum Pidana) disebutkan:27
1. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah,
atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan,
menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu
benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari
kejahatan penadahan;
2. Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya
atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
3. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah
Penadah juga dapat dikatakan sama buruknya dengan pencuri, namun
dalam hal ini penadah merupakan tindak kejahatan yang berdiri sendiri. Justru
karena adanya orang yang mau melakukan penadahan itulah, seolah-olah
dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian, penggelapan, atau penipuan.
Hal penting lain dari Pasal 480 ini adalah, penadah harus mengetahui atau patut
diketahui atau patut menyangka, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan.
Untuk membuktikan hal tersebut memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya
biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli
26 Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah
Agung dan Hoge Raad (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2006), hlm. 221 27Ibid.,hlm. 302
55
dengan harga yang sangat murah, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi
yang menurut ukuran ditempat itu memang mencurigakan, transaksi tidak
dilakukan dengan prosedur yang semestinya.28
3.4. Tinjauan Hukum Islam Mengenai Jual Beli Sepeda Motor Tanpa
Kelengkapan Dokumen Di Kecamatan Tadu Raya
Secara sederhana transaksi jual beli dapat diartikan sebagai peralihan hak dan
kepemilikan antara satu orang dengan orang lain. Bermuamalah yang baik harus
sesuai dengan kehendak Allah menurut prinsip suka sama suka, terbuka dan bebas
dari unsur penipuan untuk mendapatkan sesuatu yang ada manfaatnya menurut
syara’. Tidak semua transaksi yang dijalankan selalu benar dan halal, tetapi juga
sering terdapat unsur yang dilarang oleh agama, maka dari itu transaksi yang di
dalamnya terdapat unsur gharar dipandang sebagai sesuatu yang tidak benar dan
karenanya haram dilaksanakan. Ketidakpastian dalam suatu transaksi hanya akan
memberikan keuntungan salah satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain
cenderung akan menanggung suatu resiko kerugian yang besar.
Sebelum menganalisis jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen,
maka penulis ingin memaparkan sekilas tentang ketentuan jual beli. Rukun jual
beli merupakan suatu yang harus ada untuk mewujudkan hukum sah atau tidaknya
jual beli. Adapun rukun jual beli yaitu ada orang yang berakad, ada ṣigat, ada
barang yang dibeli, dan ada nilai tukar pengganti barang.
Mengenai pihak yang melakukan akad tidak ada masalah, karena
keduanya ada. Pihak penjual yaitu seorang agen yang berasal dari luar Kabupaten
28 Jur. Andi Hamzah, Delik-delik tertentu di dalam KUHP, (Jakarta : Sinar Grafika,
2014), hlm. 131
56
Nagan Raya, sedangkan pihak pembeli adalah masyarakat yang latar belakangnya
adalah pekerja di perkebunan kelapa sawit. Kemudian mengenai ṣigat yaitu ijab
kabul yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak sebagai tanda kesepakatan, di
mana penjual dan pembeli saling sepakat untuk melaksanakan jual beli dengan
cara tersebut. Selanjutnya nilai tukar pengganti barang yang juga terpenuhi dalam
jual beli ini, di mana nilai tukar yang digunakan yaitu berupa nilai sejumlah uang
yang ditukarkan dengan barang. Seterusnya yang harus dipenuhi dalam rukun jual
beli adalah barang atau ma’qūd ‘alaih yang menjadi objek dalam jual beli.
Pada dasarnya barang yang dijadikan objek jual beli tidak ada masalah,
karena barang yang diperjualbelikan berupa sepeda motor. Sepeda motor bukan
termasuk golongan benda-benda najis atau benda yang diharamkan, jadi objek
dalam jual beli ini halal untuk diperjualbelikan. Selain objeknya tidak najis, ada
ketentuan lain yang harus dipenuhi dalam objek transaksi tersebut, diantaranya
yaitu:
1. barang yang diperjualbelikan juga harus bisa dimanfaatkan. Mengenai
manfaat, kita semua tahu bahwa sepeda motor bermanfaat untuk
menunjang kehidupan sehari-hari terutama para petani yang membutuhkan
alat transportasi untuk mempermudah menjalankan aktivitasnya.
2. mampu menyerahkan barang, maksudnya barang tersebut haruslah dapat
diserahterimakan kepada pihak pembeli saat akad maupun dalam waktu
yang telah ditentukan. Jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen
tidak ada masalah dengan syarat ini, karena saat terjadi transaksi objek
sudah berada di tempat dan dapat langsung dilihat oleh pihak pembeli.
57
Pihak agen langsung datang ke rumah calon pembeli dengan sepeda motor
tersebut. Transaksinya secara langsung saat itu juga jika ada kesepakatan.
3. Milik orang yang melakukan akad atau mempunyai kuasa terhadap barang
yang akan dijual, mengenai hal ini tidak ada kejelasan siapa pemilik
sepeda motor yang dijual oleh agen. Tidak ada penjelasan dan tidak ada
ditunjukkan surat kuasa oleh pihak agen.29 Tanpa adanya dokumen berupa
STNK, BPKB dan TNKB sebuah kendaraan bermotor tidak dapat
dipastikan siapa pemilik yang sah dari kendaraan tersebut. Sedangkan
dalam Pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa
setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi
dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (TNKB), maka dengan demikian transaksi jual beli
sepeda motor tanpa dokumen telah tidak dapat memenuhi ketentuan dari
pasal tersebut. Selain itu, kepemilikan yang tidak jelas karena tidak dapat
dibuktikan dengan dokumen apapun mempunyai berbagai spekulasi yang
memungkinkan terjadi. Hal terburuk dari semua itu adalah kendaraan
bermotor tersebut hasil dari tindak pencurian. Jika hal tersebut terbukti
maka pihak agen dan pihak pembeli dapat dikenakan sanksi kurungan 4
sampai 5 tahun.
4. Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain), dalam
hal ini sedikit informasi yang diberikan agen kepada calon pembeli. Secara
29 Hasil Wawancara dengan Adi Firmansyah, salah seorang yang pernah menjual sepeda
motor miliknya karena BKPBnya sudah tidak ditemukan lagi, tanggal 20 Desember 2017
58
umum pihak agen mempersilahkan calon pembeli untuk melihat dan
mencoba sepeda motor yang akan dibeli. Sehingga secara langsung calon
pembeli dapat menilai apakah sepeda motor tersebut masih layak dipakai
atau tidak. Keuntungannya di sini adalah pihak pembeli mengetahui apa
saja kekurangan yang dia lihat dan dia rasakan, namun kerugiannya adalah
pihak pembeli tidak mengetahui kondisi mesin yang sebenarnya sepeda
motor tanpa kelengkapan dokumen ini. Mengenai kualitas sudah pasti
tidak sesuai yang diharapkan pembeli, karena sering rusak saat digunakan
kerja, ada beberapa bagian yang harus diubah sehingga mengeluarkan
biaya lebih agar dapat memaksimalkan kinerjanya dan lain sebagainya.
Secara fisik terdapat banyak kekurangan, sedangkan yang lainya
yaitu dokumen yang ada seperti STNK tidak sesuai dengan nomor polisi
yang tertera, tidak dijelaskan riwayat kepemilikan, tidak ada keterangan
berasal dari mana sepeda motor tersebut. Selain itu dari hasil penelitian
ditemukan baik yang berada di Satlantas Nagan Raya maupun yang
beredar di masyarakat hampir semua sepeda motor tanpa dokumen berasal
dari luar Nagan Raya.
5. Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad, barang
sebagai objek jual beli dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau
barang diserahkan pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad
berlangsung. Syarat ini tidak ada permasalahan, karena pihak pembeli
langsung menerima sepeda motor saat adanya kesepakatan.
59
Jual beli baru boleh dilakukan apabila yang berakad mempunyai
kekuasaan untuk melakukan jual beli, misalnya barang itu milik sendiri (barang
yang dijual bukan milik orang lain, atau hak orang lain terkait dengan barang itu.
Akad jual beli tidak boleh dilakukan apabila orang yang melakukan akad tidak
memiliki kekuasaan untuk melaksanakan akad.30 Barang yang diperjualbelikan itu
harus diketahui oleh penjual dan pembeli dengan terang mengenai zatnya, bentuk,
kadar, dan sifat-sifatnya sehingga tidak terjadi tipu daya.31 Tujuannya adalah agar
tidak terjadi kesalahpahaman di antara keduanya. Jika salah satu dari ketentuan
mengenai barang tersebut tidak diketahui dengan jelas maka jual beli itu dianggap
tidak sah karena mengandung ketidakpastian (gharar). Suatu transaksi jual beli
mempunyai syarat sahnya jual beli. Syarat-syarat sah tersebut terbagi menjadi dua
macam yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah syarat yang
harus ada di setiap jenis jual beli agar transaksi itu dianggap sah secara syar’i.
Sedangkan syarat khusus adalah syarat-syarat yang menyangkut sebagian jual beli
saja.
Syarat secara umum adalah transaksi harus terhindar dari enam cacat, yaitu
ketidakjelasan, pemaksaan, pembatasan waktu, berisiko atau spekulasi, kerugian
dan syarat-syarat yang dapat membatalkan transaksi.32 Kecacatan dalam jual beli
yang harus dihindari salah satunya adalah ketidakjelasan yaitu adanya
ketidakjelasan yang berlebihan dalam suatu transaksi. Ketidakjelasan transaksi
30Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015).hlm. 77 31 Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994), hlm. 60. 32 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu (Hukum Transaksi Keuangan, Transaksi
Jual Beli, Asurannsi, Khiyar, Macam-macam Akad Jual Beli, Akad Ijarah (Penyewaan) Jilid 5
(Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 55.
60
terbagi menjadi empat kategori, di antaranya adalah ketidakjelasan bagi pembeli
yang menyangkut barang dagangan, dari segi jenis, macam, dan jumlahnya.33
Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa, dalam suatu transaksi jual beli hendaknya
barang yang diperjualbelikan harus diketahui jenis, jumlah, dan sifatnya oleh
kedua belah pihak.34 Mazhab Syafi’i juga mensyaratkan adanya kejelasan
mengenai sifat barang dalam suatu transaksi jual beli.
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam di
atas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu transaksi jual beli, objek atau barang
yang diperjualbelikan harus diketahui dengan jelas agar jual beli tersebut
dianggap sah berdasarkan hukum syar’i. Sedangkan dalam praktik jual beli
sepeda motor tanpa dokumen di Kecamatan Tadu Raya terdapat ketidakjelasan
mengenai kepemilikan yang sah objek tersebut. Selain itu mengenai kualitas juga
banyak yang tidak sesuai, ada informasi yang tidak disampaikan oleh agen. Hal
tersebut membuat pembeli dapat mengalami kerugian sewaktu waktu.
Ketika syaratnya tidak terpenuhi, maka jual beli dikatakan tidak sah
berdasarkan ketentuan hukum Islam. Sedangkan ketidakjelasan dalam transaksi
dapat menimbulkan terjadinya potensi gharar, di mana dalam jual beli sepeda
motor tanpa kelengkapan dokumen ada unsur gharar disebabkan oleh
ketidakjelasan mengenai kepemilikan atau hak kuasa barang (ma’qūd ‘alaih)
yang diperjualbelikan. mazhab Syafi’i mengatakan bahwa gharar adalah jual beli
yang mengandung dua kemungkinan dan kemungkinan besarnya adalah
ketidakjelasan di dalamnya. Mazhab Maliki juga mengemukakan pendapatnya
33Ibid. 34Ibid., hlm. 66.
61
tentang gharar, yaitu gharar merupakan jual beli yang tidak diketahui apakah
barang bisa didapat atau tidak.35 Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa jual beli yang mengandung unsur gharar adalah jual beli yang
mengandung bahaya (kerugian) bagi salah satu pihak dan bisa mengakibatkan
hilangnya harta atau barangnya.
Larangan tentang gharar, terdapat dalam al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah: 188
كلوو و ت ك ا ووآل و وووب ا وو ك ا ا ووم م ي وو ك م و أ و ووأ آأ م ا ا ا كموووا وو ا أ م وو و مووما ا كاأ وول كل ي وو ا حلم إال ة:(.وو ع ل م ن )يغ
Artinya: Artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari pada harta orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (Q.S. Albaqarah : 188)
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah SWT. melarang kita untuk
memakan harta sesama dengan cara yang salah atau bertentangan dengan
ketentuan syariat seperti menipu, mencuri, merampas dan cara-cara lain yang
dilarang oleh hukum syara’.
Pelarangan terhadap gharar juga disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW.
yang diriwayatkan oleh Muslim:
ك غ يو عا حل ص ةاو ع يو عا ع ل هاو س ل ع ن ىر س للاص لىلل ه و ة ق أ با راع
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah telah mencegah (kita)
dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual
beli barang secara gharar."
35 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu Jilid 5 ..., hlm. 101.
62
Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa transaksi yang mengandung
gharar merupakan transaksi yang dilarang36, pendapatnya didasarkan kepada
larangan Allah SWT. terhadap pengambilan harta atau hak milik orang lain
dengan cara yang tidak dibenarkan (bathil) sebagaimana yang telah disebutkan di
atas dalam al-Qur’an QS. An-Nisa: 29
وو ض تا ر ةع و م ن أ ن إال ا ك ا ا يو و م م أ م ك م ت كل آم م ل وه كذا أي م م ما أول وو م و ل
م. أ و فس م يام ر حا ك ن إانلل
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekalian memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan
janganlah kamu membunuh diri kamu sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu”.
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa jual beli
sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen merupakan jual beli yang mengandung
gharar karena adanya unsur ketidakjelasan mengenai hak milik atau penguasaan
ma’qūd ‘alaih yang diperjualbelikan. Gharar yang terdapat dalam jual beli ini
merupakan gharar yang tidak dibolehkan. Jadi, jual beli dengan cara ini dilarang
untuk dilakukan karena tidak sesuai dengan hukum Islam, sebagaimana
pelarangannya telah disebutkan dalam beberapa sumber hukum di atas.
Mengenai gharar yang terjadi pada praktik jual beli sepeda motor tanpa
kelengkapan dokumen yaitu jenis gharar majhul. Kurangnya informasi yang
diberikan agen kepada pembeli mengenai kondisi sebenarnya sepeda motor yang
36Nadratuzzaman Hosen, Analisis Bentuk Garar dalam Transaksi Ekonomi, diakses
melaui : https://media.neliti.com/media/publications/194934-ID-analisis-bentuk-garar-dalam-
transaksi-e.pdf, tanggal 23 Januari 2018.
63
dijual dan kurangnya informasi mengenai riwayat atau kepemilikan sepeda motor
yang dijual. Mengenai hal ini, walau jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan
dokumen sudah terjadi bertahun-tahun bukan berarti praktik ini boleh dilakukan,
selain berisiko melanggar ketentuan hukum positif bagi para pelaku akad, praktik
seperti ini juga bertentangan dengan hukum syar’i.
64
BAB EMPAT
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pada bab penutup ini penulis menarik beberapa kesimpulan dari
pembahasan skripsi ini. Berdasarkan tinjauan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen di Kecamatan Tadu Raya
secara umum akadnya telah terpenuhi, yaitu adanya orang yang berakad,
sighat, ijab kabul dan adanya objek jual beli. Namun transaksi ini putus begitu
saja setelah terjadi kesepakatan, tidak ada jaminan kualitas barang yang dijual
pada konsumen, agen tidak memberikan batasan pengembalian dan jaminan
apabila terdapat kerusakan pada sepeda motor tersebut. Selain itu yang
terpenting adalah adanya ketidakjelasan mengenai status objek jual beli, baik
tidak jelas dari segi asal usul sepeda motor maupun tidak jelas dokumennya.
2. Hasil analisis transaksi jual beli sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen di
Kec. Tadu Raya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 68 Undang- Undang No.
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga apabila
terkena razia Satlantas kendaraan bermotor tanpa dokumen tidak dapat diambil
kembali oleh pemiliknya tanpa bukti kepemilikan yang sah. Transaksi jual beli
sepeda motor tanpa kelengkapan dokumen dapat diduga sebagai bukti dari
tindak pencurian, maka pihak pembeli dapat didakwa sebagai penadah dan
pihak agen dapat didakwa Pasal 362 KUHP tentang Tindak Pencurian dengan
sanksi penjara 5 (lima) tahun. Pihak pembeli dapat didakwa Pasal 480 KUHP
mengenai pihak penadah, dengan sanksi penjara 4 (empat) tahun. Sanksi yang
65
diberikan kepada penadah hampir sama dengan pelaku pencuri, karena dengan
adanya penadah seolah-olah pelaku dipermudah maksudnya untuk melakukan
pencurian, penggelapan, atau penipuan. Delik dari Pasal 480 ini dapat
dilakukan dengan sengaja atau kelalaian, penadah harus mengetahui atau patut
menyangka, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan. Untuk membuktikan
hal tersebut memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya biasanya dapat
dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan
harga yang sangat murah, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang
menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan, transaksi tidak dilakukan
dengan prosedur yang semestinya.
3. Jual beli dapat diartikan sebagai peralihan hak antara satu orang dengan orang
lain. Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun jual
beli tersebut antara lain orang yang berakad, ma’qud alaih, ijab kabul dan nilai
tukar. Khusus pada ma’qud alaih ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
beberapa di antaranya barang yang dijual jelas hak miliknya dan jelas
mengenai kondisi objek. Jual beli kendaraan bermotor tanpa kelengkapan
dokumen di Kecamatan Tadu Raya tidak memenuhi syarat yang berkaitan
dengan kejelasan status dan kepemilikan. Ketidakjelasan tersebut yaitu pihak
agen tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan yang sah mengenai
kendaraan bermotor yang dijualnya. Pihak agen juga kurang memberikan
informasi mengenai kondisi yang sebenarnya dari objek jual belinya. Jual beli
yang mengandung ketidakjelasan dianggap tidak benar, karena hanya akan
memberikan keuntungan salah satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain
66
cenderung menanggung risiko kerugian. Transaksi jual beli sepeda motor tanpa
kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat rukun akad jual beli, Transaksi
yang mengandung ketidakjelasan sehingga salah satu syarat rukun akadnya
tidak terpenuhi secara sempurna, maka jual beli tersebut termasuk ke dalam
jual beli fasid, yaitu jual beli yang sah menurut pokoknya namun tidak sah
menurut sifatnya. Larangan tersebut bertujuan untuk menghindari adanya
termakan harta orang lain secara zalim. Islam hanya membolehkan jual beli
yang tidak ada larangan di dalamnya.
4.2. Saran
Berkenaan dengan analisis gharar dalam praktek jual beli sepeda motor tanpa
kelengkapan dokumen ada beberapa saran yang penulis ajukan, baik itu untuk
praktisi maupun akademis.
1. Untuk masyarakat hendaklah pedagang (penjual dan agen sepeda motor bekas)
menggunakan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum syara’ dalam melakukan
jual beli sepeda motor bekas. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan merugikan
salah satu pihak yang melakukan transaksi. Untuk melakukan transaksi apapun
seharusnya segala bentuk informasi yang ada harus dijelaskan kepada calon
pembeli, baik itu kekurangan maupun kelebihan dari objek jual beli. Bagi
pembeli sudah seharusnya lebih teliti dan berhati-hati agar risiko kerugian
dapat diminimalisir dalam setiap tindakan, terutama dalam melakukan
transaksi.
2. Untuk akademisi semoga apa yang telah penulis paparkan dapat menambah
pengetahuan dan dapat dijadikan rujukan jika ada permasalahan yang serupa.
66
Daftar Pustaka
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2010
Abdul ‘Azim bin Badawi Al-Khalafi, Wal Aziz Ensiklopedia Fiqh dalam Al-
Qur’an As Sunah As- Shahih, Jakarta: Pustaka As Sunah, 2006
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Islam,
Jakarta: Amzam, 2014
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007
Al-Hafizh Ibnu hajar al-Asqalani, Bulughul Marami,Himpunan Hadits-hadits
Hukum Dalam Fikih Islam,Jakarta: Darul Haq, 2015
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode penelitian Sosial, Berbagai Alternatif
Pendekata, Jakarta: Kencana, 2005
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,Jakarta: Rajawali Pres, 2009
Djunaidi Ghoni dan Fauzan Almansur, metode penelitian kualitatif, Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2012
Himpunan peraturan perundang- undangan, lalu lintas dan angkutan jalan
Jakarta:Fokus Media, 2009
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram dan Dalil-dalil Hukum,Jakarta: Gema
Insani, 2001
Ibnu Mas’ud dan Zainal Arifin, Fiqh Madzab Syafi’i 2,Bandung: Putaka Setia,
2007
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid, Jakarta: Akbar Media,
2013
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003
M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, volume2 Tangerang: Lentera Hati, 2004
Mahi M. Hikmat, Metode penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan
Sastra, Yogyakarta: Grara Ilmu, 2011
Muhammad Teguh, Metode Penelitian Ekonomi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2005
Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta : Bumi
Aksara, 2006
Rachmad Syafe’i, Fiqih Muamalah,Bandung: Pustaka Setia, 2006
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1998
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bandung: Al-Ma’arif, 1988
67
Siti Mujiatun, “Jual Beli dalam Perspektif Islam: Salam dan Istishna”. Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis, Vol. 13, No. 2, September 2013
Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, cet.ke-17, Bandung: Alvabeta, 2013
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2013
Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006
Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam
Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2007
Wahbah al- Zuhaili, Fiqih Islâm wa adilatuhu, Jakarta: Gema insan, 2011
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi, Jakarta: Almahira,2010
Wawan Djunaidi, fiqih,Jakarta: PT. Listafsriska Putra, 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Agus Tiawan
Tempat / tanggal lahir : 17 Agustus 1993
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Kebangsaan / suku : Indonesia / Jawa
Status : Belum Kawin
Alamat : Desa Rantau Selamat, Kec. Tadu Raya, Kab. Nagan Raya
No Hp : 0852.1002.5013
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
SD / MIN : UPT II Lamie, Nagan Raya ( 2000 - 2006 )
SMP : SMPN 4 kuala, Nagan Raya ( 2006 – 2009 )
SMA : SMAN Bunga Bangsa, Nagan Raya ( 2009 – 2012 )
Perguruan Tinggi : Program Studi Diploma III
Perbankan Syariah, fak. Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Ar-Raniry Darussalam
Data Orang Tua
Ayah : Zaeni
Tempat / Tanggal Lahi : Magelang,
Pekertjaan : Tani
Ibu : Seneng
Tempat / Tanggal Lahir : Magelang,
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Rantau Selamat, Kec. Tadu Raya, Kab. Nagan Raya
Banda Aceh, 19 Juli 2018
Penulis
Agustiawan