Jtptunimus Gdl Rosmayulia 7181 3 Babiit k

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop. Guna pemeriksaan apusan darah: 1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit) 2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit 3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma). Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain- lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. (Maskoeri, 2008) Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik 5

description

hematologi

Transcript of Jtptunimus Gdl Rosmayulia 7181 3 Babiit k

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Sediaan Apus Darah Tepi

    Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih

    digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan

    apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,

    kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop.

    Guna pemeriksaan apusan darah:

    1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)

    2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit

    3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).

    Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam

    metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan

    Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-

    lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode

    pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,

    sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit

    darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa.

    (Maskoeri, 2008)

    Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk

    pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria

    yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik

    5

  • 6dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan juga parasit jenis

    lainnya. (Jason and Frances, 2010 )

    Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk

    dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam

    metanol. Yaitu dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin )

    yang bersifat basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin ) yang bersifat asam

    seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai

    komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin.

    Ikatan eosin y pada azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu,

    dan keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi

    sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi pada RNA sehingga akan

    menimbulkan kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma yang

    berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

    Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan

    sering digunakan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah

    ( blood-borne parasite ). ( Ronald dan Richard , 2004 )

    Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari

    kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu

    dapat pula digunakan EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

    Jenis apusan darah :

    1. Sediaan darah tipis

    Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan

    darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal,

  • 7morfologinya lebih jelas. bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit

    sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna.

    Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit dan

    perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.

    2. Sediaan darah tebal

    Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih

    banyak untuk pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga

    jumlah parasit yang ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang,

    sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sediaan ini

    mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang begitu lengkap

    morfologinya. (Sandjaja, 2007)

    B. Giemsa

    pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar

    sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan

    Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari

    morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit

    darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau

    larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. (Kurniawan, 2010).

    Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa

    yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Semakin lama pewarnaan

    yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang

    yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan

  • 8perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir

    darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau jenis parasit yang lain

    (Maskoeri, 2008).

    Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna

    khusus. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan

    pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah

    pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan

    Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh

    masing-masing zat warna dari campuran, yaitu:

    1. Afinitas untuk methylen blue

    2. Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik ( ungu).

    3. Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam ) dikenal sebagai asidofilik

    atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).

    4. Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran, secara

    tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia (salmon-pink

    smplilac ). ( Safar, 2009 ).

    Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur

    memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru memberi warna

    pada inti leukosit . Ketiga jenis pewarna ini dilarutkan dengan metil alkohol

    dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat ( 100 500 1000 cc )

    dan dikenal sebagai giemsa stock dengan pH 7 . ( Depkes RI, 1993 ).

  • 9Pedoman pemakaian Giemsa

    1. Giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquadest, air buffer atau air

    sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.

    2. Encerkan gimesa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa

    harus dibuwang.

    3. Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, gunakan pipet khusus agar

    stock giemsa tidak tercemari.

    4. Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus ditutup

    rapat dan tidak bboleh sering dibuka .

    5. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :

    a. 1cc = 20 tetes

    b. Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1 cc

    c. Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer yang

    harus digunakan sesuai dengan kebutuhan terutama bila melakukan

    pewarnaan.

    6. Takaran pewarnaan, Untuk melakukan pewarnaan individu pada stock

    giemsa 1 tetes dapat ditambah dengan pengencer sepuluh tetes lama

    pewarnaan 15 20 menit ( giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes

    ditambah pengencer 1 cc ( 20 tetes ) dengan lama pewarnaan 45 60

    menit ( giemsa 20 % ) .

    7. Gunakan air pengencer yang mempunyai pH 6.8 7.2 ( paling ideal dengan

    pH 7.2). ( Depkes RI, 1993 ).

  • 10

    Menguji mutu giemsa

    Apakah stock giemsa yang akan digunakan masih baik, perlu diadakan

    pengujian. Ada 2 cara menguji mutu Giemsa :

    1. Dilakukan pewarnaan sel darah 1- 2 sel darah lalu diperiksa mikroskop.

    Jika hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan air

    pengencernya masih baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali

    akan melakukan pewarnaan.

    2. Dilakukan tes menggunakan kertas saring dan metil alkohol

    a. Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas

    saring tidak tersentuh apapun.

    b. Meneteskan 1 2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu sampai

    meresap dan melebar, kemudian meneteskan 3 5 tetes metil alkohol

    absolute dipertengahan bulatan giemsa satu persatu dengan jarak waktu

    beberapa detik, sampai garis tengah giemsa menjadi 5 7 cm maka

    akan berbentuk bulatan biru ( metilen blue ) di tengah, lingkaran cincin

    ungu ( metilen azure ) berada di luarnya, serta lingkaran tipis warna

    merah ( eosin ) dipinggir sekali. Jika warna ungu atau merah tidak

    terbentuk berarti giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi.

    ( Depkes RI, 1993 ).

    C. Pewarnaan Sediaan Darah

    Sediaan darah tebal biasanya di hemolisis terlebih dulu sebelum

    pewarnaan, sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit. Kelebihan dari

  • 11

    sediaan ini yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah

    yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam satu lapang

    pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sedangkan

    kelemahan dari sediaan darah tebal bentuk parasit yang kurang lengkap

    morfologinya. (Safar, 2009)

    a. Ciri-ciri sediaan yang baik :

    Sediaan yang dibuat harus bersih yaitu sediaan tanpa endapan zat

    pewarnaan. Sediaan juga tidak terlalu tebal, ukuran ketebalan dapat dinilai

    dengan meletakkan sediaan darah tebal di atas arloji. Bila jarum arloji masih

    dapat dilihat samar-samar menunjukkan ketebalan yang tepat. Selain

    menggunakan arloji dapat juga dengan cara meletakkan sediaan darah tebal

    di atas koran, kalau tulisan di bawah koran sediaan masih terbaca, berarti

    tetesan tadi cukup baik. (Sandjaja, 2007)

    b. Hasil sediaan darah tebal yang baik :

    Inti sel darah putih biru lembayung tua, granula biasanya tidak

    tampak, hanya granula eosinofil. Trombosit berwarna lembayung muda dan

    sering berkelompok. Parasit tampak kecil, batas sitoplasma sering tidak

    nyata. Titik Maurer dan titik Ziemen (P. malariae) biasanya hilang. Titik

    Scuffner sering masih terlihat sebagai zona merah. Bentuk cincin sering

    tampak sebagai koma, tanda seru, atau burung terbang, terutama

    pada P. falciparum. Tropozoit yang sudah agak besar tampak pigmen.

    Sitoplasma P. Vivax dapat terlihat jelas seperti amuboid. Sitoplasma pada

  • 12

    P. malariae mulai mengumpul disekitar inti, dan bentuk schizon tampak

    jelas. (Irianto, 2009)

    c. Parasit yang ada dalam sediaan darah tebal

    1. Plasmodium Vivax

    Ciri khas dari Plasmodium vivax yaitu eritrosit yang dihinggapi

    membesar, bila tropozoid tumbuh maka bentuknya tidak teratur, berpigmen

    halus. Tropozoid yang sedang berkembang biak dari Plasmodium vivax

    berbeda-beda dan tidak beratur bentuknya. Eritrosit yang terinfeksi oleh

    parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan

    hemoglobin.Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu

    sisi.Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan

    sitoplasma yang tidak merata. Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi

    lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar. Proses selanjutnya inti sel

    parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang

    berisi merozoit berjumlah antara 16 18 buah. Gametosit mengisi hampir

    seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa

    akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru.

    Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di

    pinggir.Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada

    eritrosit yang terinfeksi parasit ini. ( Sungkar S, 1994 )

  • 13

    Gambar 1. Plasmodium Vivax

    (http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

    2. Plasmodium Malariae

    Plasmodium malariae ukurannya lebih kecil, berbentuk cincin

    apabila dicat dengan giemsa mirip cincin Plasmodium vivax hanya

    sitoplasma lebih biru dan parasit lebih kecil, teratur serta padat. Parasit ini

    juga dapat berbentuk pita yang melintang pada sel darah merah bentuk

    kromatin seperti benang ( Sungkar S, 1994 )

    Gambar 2. Plasmodium malariae

    (http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

  • 14

    3. Plasmodium Falciparum

    Pasmodium falciparum, dapat menyebabkan penyakit tertianmaligna ( malaria tropica ), infeksi oleh spesies ini menyebabkanparasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain danmerozoitnya menginfesi sel darah merah dari segala umur ( baik mudamaupun tua ). Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darahtepi, kecuali pada kasus infeksi yang berat. Schizogoni terjadi di dalamkapiler organ dalam termasuk jantung. Sedikit schizont di darah tepi, terkaitberat ringannya infeksi. Schizont berisi merozoit berjumlah 16 20 buah.Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran. Bisa terjadi multipleinfeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit), bentukacolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecahdua). Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak(mengumpul) biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinyamenyebar. Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yangtidak teratur disebut titik Maurer.

    Gambar 3. Plasmodium Falciparum

    (http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

  • 15

    4. Plasmodium Ovale

    Plasmodium ovale merupakan parasit yang jarang terdapat pada

    manusia bentuknya mirip dengan plasmodium vivax sel darah merah yang

    dihinggapi akan sedikit membesar, bentuknya lonjong dan bergerigi pada

    satu ujungnya adalah khas plasmodium ovale. Plasmodium ovale

    menyerupai plasmodium malariae pada bentuk skizon dan tropozoid yang

    sedang tumbuh. ( Sungkar S, 1994 )

    Gambar 4. Plasmodium Ovale

    (http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

    d. Faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang baik

    1. Kualitas dari stock giemsa yang digunakan standar mutu

    a) Stock giemsa yang belum tercemar air

    b) Zat warna giemsa masih aktif

    2. Kualitas dari air pengencer giemsa

    a) Air pengencer harus jernih dan tidak berbau

    b) Derajat keasaman pengencer hendaknya berada 6,8 - 7,2 perubahan

    pH pada larutan giemsa berpengaruh pada sel-sel darah

  • 16

    3. Kualitas pembuatan sediaan darah

    Dalam pembuatan sediaan darah tebal yang perlu diperhatikan adalah

    tebalnya sediaan. Ketebalan dikatakan memenuhi syarat apabila disetiap

    lapang pandang terdapat 10 20 sel darah putih.

    4. Kebersihan sediaan darah

    Zat warna yang mengendap dipermukaan pada akhir pewarnaan

    tertinggal pada sel darah dan akan mengotorinya. Oleh karna itu pada

    akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas dengan air yang mengalir .

    5. Syarat sediaan Kaca

    Kaca sediaan dipakai untuk menempelkan darah yang sering kali

    diambil dari tempat yang jauh, sediaan darah ini kemudian diproses,

    diperiksa dan kemudiaan disimpan atau dicuci kembali, maka penting

    sekali penggunaan kaca sediaan yang baik dan bermutu. Syarat untuk

    kaca sediaan yang baik adalah :

    a. Bening atau jernih

    b. Permukaan licin, tidak tergores-gores

    c. Bersih ( bebas dari lemak, debu, asam, atau alkalis )

    d. Tebal antara 1,1 dan 1,3 mm

    e. Ukurannya sama ( Depkes RI, 1993)

    e. Prosedur pewarnaan darah tebal :

    1) Teteskan darah pada sebuah slide bersih.

    2) Tetesan darah dilebarkan sambil dengan kaca secara berputar, sampai

    menjadi sediaan darah dengan diameter 1 - 2 cm.

  • 17

    3) Biarkan mengering di udara .

    4) Pengecatan sediaan darah tebal :

    - Rendam apusan darah dalam air untuk melisiskan sel darah merah.

    - Setelah darah lisis rendam atau genangi dengan giemsa selama 15-20

    menit.

    - Biarkan sampai kering, periksa sediaan darah dibawah mikroskop.

    5 ) Pemeriksaan darah tebal dilakukan dengan cara :

    - Siapkan mikroskup yang sudah dibersihkan dengan xylol.

    - Pasang sediaan dengan perbesaran 100x dengan diberi anisol.

    - Catat hasil pengamatan.

    f. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan giemsa :

    - Perhatikan agar metanol tidak mengenai sediaan tetes tebal karena akan

    membuat bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan tidak sesuai

    dengan hasil yang diinginkan.

    - Hati-hati pada saat membilas sediaan tetes tebal karena bagian tersebut

    tidak difiksasi dan tidak menempel dengan kuat ke slide kaca.

    (http://cabogun.blogspot.com)

    D. Sumber Kesalahan

    Dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan hasil yang akurat

    harus mengacu kepada GLP ( Good Laboratory Procedure ) yaitu melalui 3

    tahap prosedure antara lain:

    1. Pre Analitik

  • 18

    Dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini

    sangat menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan

    mempengaruhi proses kerja berikutnya . Faktor yang dapat

    mempengaruhi pemeriksaan seperti penyakit, puasa / tidak, diet, variasi

    diurnal, aktifitas fisik, obat obatan serta labeling.

    Sampel yang diambil haruslah sampel yang sesuai/tepat dengan jenis

    pemeriksaannya, cara pengambilan sampel pun harus benar. Penggunaan

    bahan pembantu yang tidak tepat tentunya akan merusak sampel. Kondisi

    lingkungan seperti suhu, kebersihan tentunya mempengaruhi stabilitas

    dan kualitas sampel sehingga dapat berakibat terhadap hasil pemeriksaan.

    Kualitas bahan pembantu juga mempengaruhi hasil karena jika

    kualitasnya tidak baik tentunya dapat merusak sampel dan atau

    menurunkan kualitas yang ada.

    2. Analitik

    adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil

    pemeriksaan. Spesimen yang tepat mengenai jenis dan volume sampel, alat

    sesuai standar, reagen yang berkualitas, standar dan tidak kadaluarsa,

    giemsa yang digunakan pada proses pewarnaan adalah giemsa yang

    sesuai standar, penggunaan air sesuai dengan standar, pemeriksaan sesuai

    suhu, kalkulasi dan pelaporan yang tepat.

    3. Pasca Analitik

  • 19

    ialah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan

    bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar benar valid atau

    benar,meliputi :

    1. Pencatatan hasil

    2. Pelaporan hasil

    3. Pengiriman hasil dari keluarnya hasil pemeriksaan, proses penyalinan

    hasil sampai diberikan kepada pasien. ( Buletin PRODIA, 2007)

    E. Kerangka Teori

    Kerangka teori sebagai berikut :

    Kualitas Alat BantuPemeriksaan

    pH Larutan Pewarnaan

    Teknik Pewarnaandengan Giemsa

    Kualitas PewarnaanSediaan Darah Tebal

    Lama Pewarnaan

  • 20

    F. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep sebagai berikut :

    Variabel bebas Variabel terikat

    G. Hipotesa :

    Ada perbedaan kualitas pewarnaan sediaan darah tebal dengan teknik

    penggenangan dan perendaman.

    Teknik Penggenangandan Perendaman

    Kualitas PewarnaanSediaan Darah Tebal