JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains...

52
UP2M FMIPA Universitas Sriwijaya ISSN: 1410-7058 Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains JPS e e e e Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

Transcript of JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains...

Page 1: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

UP2M FMIPA Universitas Sriwijaya

ISSN: 1410-7058

Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains

JPS ee

e

e

Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

Page 2: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

urnal Penelitian Sains (JPS) FMIPA UNSRI terbit tiga kali setahun pada bulan Januari, Mei, Jdan September, sebagai wahana komunikasi ilmiah di bidang sains serta lintas ilmu yang terkait; diterbitkan sejak 1 Oktober 1996 oleh UP2M FMIPA Universitas Sriwijaya, ISSN 1410-7058. Jurnal ini berisikan tulisan atau karangan ilmiah dalam berbagai bidang tersebut yang diangkat dari hasil penelitian, survei, atau telaah pustaka, yang belum pernah dipublikasikan dalam terbitan lain.

Pelindung : Drs. Muhammad Irfan, M.T. (Dekan FMIPA Universitas Sriwijaya)Penanggung Jawab : Dr. Arum Setiawan, M.Si. (Ketua UP2M FMIPA Universitas Sriwijaya)

Pimpinan Redaksi : Dr. Akhmad Aminuddin Bama, M.Si.Redaktur Pelaksana : Hadi, S.Si., M.T.

Pelaksana Tata Usaha : Effendi M. Z. Alamat Redaksi : UP2M FMIPA UNSRI, Gedung FMIPA UNSRI Lt. 2, Jalan Raya Palembang-Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Telp. 0711-580268, Faks. 0711-580056. Homepage:http://www.jpsmipaunsri.wordpress.com Email: [email protected]; [email protected]

Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan sebelumnya oleh penerbit lain. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris yang baik dan benar, tidak mengandung unsur politik, komersialisme, atau subjektifitas yang berlebihan.

http://www.jpsmipaunsri.wordpress.com

JPS ee

e

e

N

Dr. Iskhaq Iskandar, M.Sc.

Prof. Dr. Hj. Hilda Zulkifli Dahlan, M.Si., DEA

Page 3: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

iii

Jurnal Penelitian Sains

ISSN: 1410-7058 Volume 18 Nomor 1, Januari 2016

JPS ee

e

e DAFTAR ISI

Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) di Perairan Terusan Dalam Kawa-san Taman Nasional Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin

Moh. Rasyid Ridho dan Enggar Patriono ............................................................................ 18101-1

Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga dengan Menggunakan Proses Gabungan Saringan Bertingkat dan Bioremediasi Eceng Gondok (Eichornia crassipes), (Studi Kasus di perumahan Griya Mitra 2, Palembang)

Elok Nilasari, M. Faizal, dan Suheryanto ........................................................................... 18102-8

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga: Sebuah Studi di Kecamatan Sukarami Kota Palembang

Martinawati, Imron Zahri, dan M. Faizal .............................................................................. 18103-14

Kelimpahan Arthropoda Karnivora di Pertanaman Padi Ratun di Sawah Lebak yang Diapli-kasikan Bioinsektisida Bacillus thuringiensis

Fila Sunariah, Siti Herlinda, dan Yuanita Windusari ........................................................ 18104-22

Penggunaan Data Inderaja untuk Mengkaji Perubahan Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Sejak Tahun 1978-2014

Fisop Nurhuri, Dedik Budianta, dan Moh. RasyidRidho .................................................... 18105-29

Pengaruh Pemberian Hidrokuinon Terhadap Perkembangan Fetus Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster

Rubiyati .......................................................................................................................................... 18106-34

Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan (Studi di Desa Segiguk sebagai Salah Satu Desa Penyangga Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya Ogan Komering Ulu Selatan)

Masayoe Shari Fitriany, H. M. A. Husnil Farouk, dan Ridhah Taqwa ............................ 18107-41

© 2016 JPS MIPA UNSRI

Page 4: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,
Page 5: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18101-1

Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional

Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin

Moh. Rasyid Ridho dan Enggar Patriono

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya

Intisari: Penelitian mengenai aspek reproduksi ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) di Perairan Terusan Dalam kawasan Taman Nasional Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin telah dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek reproduksi ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) yang meliputi hubungan panjang-berat, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas dan diameter telur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat tang-kap jaring tangsi yaitu jaring dengan mata jala berdiameter 3-4 inchi dan berukuran 100-500 meter yang dipa-sang menutupi sebagian perairan sepanjang aliran sungai dengan tinggi jaring berkisar antara 5 - 15 m dengan sistem pemasangan zig-zag. Jumlah ikan Kakap putih yang diperoleh dari bulan Maret sampai bulan Juni ber-jumlah 31 ekor. Pola pertumbuhan ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) bersifat allometrik negatif. Ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) termasuk ikan hermaprodit protandri yaitu sifat perubahan kelamin dari jantan men-jadi betina. Tidak ditemukan ikan Kakap putih berjenis kelamin betina. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) berdasarkan sampel dikelompokkan menjadi TKG I, II, dan III dengan kisaran indeks kematangan gonad (IKG) antara 0,0012 % sampai 0,006 %.

Kata kunci: Ikan Kakap putih, Perairan Terusan Dalam, Taman Nasional Sembilang, Reproduksi.

Abstract: The research about the aspect of White Snapper fish reproduction (Lates calcarifer Block) in Terusan Dalam Sembilang National Park Coast of Banyuasin had been carried out in March to June 2012. This research aimed to determine the reproduction aspect of White Snapper fish (L. calcarifer Block) which covered the lenght-weight relationship, sex ratio, maturity level of the gonads and gonad maturity index. The sampling was carried out using tangsi net with a mesh size 3-4 inches in diameter and 100-500 meters in lenght were installed to cover most of the waters along the river to the height of the nets ranged from 5-15 m with a zig-zag mounting system installation measuring. The sampling was conducted from March to June and obtained 31 fishes. The results of this research showed that the growth pattern of White Snapper fish (L. calca-rifer Block) was negative allometric. White Snapper fish (L.calcarifer Block) was included protandri hermaprodite fish that was the changing nature of male to female sex. The female sex of White Seabass were not founded. Gonad maturity level of White Snapper fish (L.calcarifer Block) based on the samples were grouped into I, II and III of gonad maturity level, with a range of gonad maturity index 0,0012 % to 0,006 %.

Keywords: White Snapper fish, Terusan Dalam Waters, Sembilang National Park, Reproduction.

Email: [email protected]

1 PENDAHULUAN

umatera Selatan memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi. Hasil penelitian Ondara et al.,

(1987) menunjukkan sebanyak 90 jenis ikan dari 53 marga, 22 suku dan 11 bangsa telah teridentifikasi di Sumatera Selatan. Sebagian besar jenis ikan tersebut merupakan ikan air tawar (Patriono & Aryani 2001: 1).

Ikan merupakan salah satu organisme yang mendiami hampir seluruh lapisan perairan. Sebagai organisme yang paling banyak dikonsumsi manusia, ikan menjadi sangat penting di dalam dunia perikanan.

Ikan Kakap putih (Lates calcarifer Block) atau lebih dikenal dengan nama lokal Seabass atau Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Dipasaran harga ikan ini bisa mencapai Rp. 60.000,- per kg. Ikan Kakap putih (Lates calcarifer Block) merupakan ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di lautt) serta termasuk kedalam ikan karnivor (Febianto 2007: 4).

Ikan akan bereproduksi sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya. Adanya kegiatan penangka-

S

Page 6: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-2

pan ikan Kakap putih secara terus menerus oleh para nelayan, akan mengakibatkan penurunan populasi ikan tersebut karena ikan yang tertangkap oleh nelayan terdiri dari berbagai ukuran sehingga dapat mempengaruhi kelestarian stok yang terdapat di alam.

Perairan Terusan Dalam merupakan perairan yang berada dikawasan Taman Nasional Sembilang dan secara geografis termasuk Desa Tanah Pilih terletak di sekitar muara Sungai Benu yang berbatasan dengan Propinsi Jambi. Salah satu potensi sumber daya di kawasan perairan Terusan Dalam adalah ikan. Terdapat banyak jenis ikan di kawasan perairan Terusan Dalam, salah satunya adalah ikan Kakap Putih.

Kawasan perairan Taman Nasional Sembilang sebagian besar terdiri dari habitat muara (estuari) dan terletak di pesisir timur Provinsi Sumatera Selatan, sehingga masukan air laut lebih dominan dibanding air tawar serta memiliki sentra perikanan tangkap dengan dinamika kadar salinitas lebih tinggi (Gaffar & Fattah 2006). Secara geografis kawasan Taman Nasional Sembilang berada pada 104014’-104054’BT dan 1053’- 2027’LS serta Taman Nasional Sembilang termasuk ke dalam Kawasan Lindung Nasional dengan luas ± 202.896,31 ha (Balai TN. Sembilang & Departemen Kehutanan 2008: 1).

2 METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012. Lokasi pengukuran kualitas air dan pengambilan ikan Kakap putih dilakukan di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional Sembilang Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Identifikasi dan analisis aspek reproduksi ikan Kakap putih dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat tulis, dissecting set, DO meter, ember, jaring tangsi, kamera, kantong plastik, karet gelang, kertas label, kertas saring, ice box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter, pipet tetes, penggaris, refraktometer, sarung tangan, secchi disk, termometer, timbangan analitik dan timbangan per kg serta tissue. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah air, larutan Gilson (alkohol 60%, air, asam nitrit, asam asetat glasial dan mercuri chlorida) dan hasil tangkapan ikan Kakap Putih yang berasal dari perairan Terusan Dalam kawasan Taman Nasional Sembilang.

Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel ikan dengan menggunakan jaring tangsi dengan sistem pemasangan zig-zag dengan jaring berukuran 100-500 meter dengan mata jala berdiameter 3-4 inchi yang dipasang menutupi sebagian perairan sepanjang aliran sungai dengan tinggi jaring berkisar antara 5 - 15 m yang dipasang pada sore hari dan diangkat pada pagi harinya.

Gambar 1. Pemasangan Jaring Tangsi dengan metode zig-zag

Ikan hasil tangkapan dihitung jumlahnya, diukur panjang total ikan, panjang standar ikan, difoto, ditimbang berat tubuh ikan, dicek jenis kelamin, dan secara morfologi, dibedah, dilihat TKG-nya, diambil gonadnya, kemudian diawetkan di dalam larutan gilson.

2. Pengukuran Kualitas Air

Parameter fisika dan kimia perairan yang diamati meliputi suhu air, kecerahan, pH, salinitas, dan DO

3. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan meliputi hubungan panjang-berat, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, dan diameter telur dengan menggunakan analisis regresi pada perangkat lunak Excel.

Hubungan Panjang dengan Berat Ikan

Hubungan panjang dengan berat dianalisis menggunakan rumus (Hile 1963 dalam Effendie 2002: 97), yaitu:

baLW

dengan: W = berat tubuh ikan (gr), L = Panjang total ikan (mm), a = intercept (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y), dan b = slope (kemiringan).

Nilai b yang didapat dari persamaan tersebut akan menunjukkan pola pertumbuhan isometrik atau allometrik. Pola pertumbuhan isometrik kalau

Page 7: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-3

b = 3, yang berarti pertumbuhan ikan seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya. Tetapi jika nilai b < 3 berarti pertambahan panjangnya lebih cepat dari pada pertambahan beratnya (allometrik negatif) dan jika b > 3 maka pertambahan beratnya lebih cepat dari pertamba-han panjangnya (allometrik positif).

Rasio Kelamin

Rasio kelamin dihitung dengan rumus:

F

MX

Ket : M = jumlah ikan jantan (ekor), dan F = jumlah ikan betina (ekor)

Untuk menganalisis perbandingan jenis kelamin

ikan contoh dilakukan uji Chi–kuadrat (χ2

) (Effendie 1979) sebagai berikut:

ei

eiOiX 2

Ket : oi = frekuensi ikan jantan dan betina ke-i yang diamati, ei = frekuensi harapan yaitu frekuensi ikan jantan + frekuensi ikan betina dibagi dua, dan x2 = nilai peubah acak x2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaran Chi-kuadrat.

Tingkat Kematangan Gonad(TKG)

Pengamatan TKG ditentukan secara morfologi berdasarkan analisis ukuran, bentuk, warna, butiran minyak dan pengisian dalam rongga perut (Effendie 2002: 8).

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Menurut Effendie (1979 : 36), pengukuran indeks kematangan gonad dihitung dengan cara memban-dingkan berat gonad terhadap berat tubuh ikan dengan rumus:

%100Bt

BgIKG

dengan: IKG = Indeks kematangan gonad (%), Bg = Berat gonad (g), dan Bt = Berat tubuh (g)

Fekunditas

Menurut Effendie (2002:44) menghitung fekunditas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Q

XVGF

dengan: F = fekunditas (butir), G = berat gonad (g), V = isi pengenceran (100 ml), Q = telur contoh (1 g), dan X = Jumlah telur tiap ml,

Diameter Telur

Pengamatan diameter telur dilakukan pada tiga bagian dari gonad untuk melihat perbedaan sebaran ukurannya, yaitu lapisan posterior, anterior, dan median sebagai gonad contoh. Masing-masing bagian gonad contoh tersebut diambil butir telurnya dengan jumlah total 150 butir telur, setelah itu diamati menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler whiple grade.

3 HASIL

Hasil Pengukuran Panjang &Berat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksa-nakan, jumlah ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) yang diperoleh selama 4 bulan yaitu dari bulan Maret sampai bulan Juni 2012 di perairan Sungai Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional Sembilang didapatkan sampel ikan berjumlah 31 ekor. Ikan yang diperoleh mempunyai ukuran panjang berkisar antara 19 cm sampai dengan 50 cm disajikan pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Grafik panjang dan berat tubuh ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block).

Pada grafik terlihat panjang ikan yang diperoleh berkisar antara 19,3 cm hingga 50 cm dan jumlah ikan terbanyak berada pada ukuran panjang berkisar antara 35,1 - 50 cm. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) terpanjang yang diperoleh beru-kuran 50 cm sesuai dengan ketentuan pengambilan sampel penelitian.

Panjang tubuh ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) dipengaruhi oleh habitat perairannya, karena berdasarkan hasil penelitian panjang rata-rata ikan berkisar antara 20-50 cm. Hal ini jauh berbeda dengan habitat perairan payau di muara sungai didapatkan ikan Kakap putih berukuran ± 90 cm dengan berat 10 kg. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Djamali et.al., (1997: 146) yang menya-takan bahwa ikan Kakap Putih menyukai perairan pantai yang dipengaruhi oleh aliran sungai.

Page 8: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-4

Hubungan Panjang dengan Berat

Hasil analisis panjang berat ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) didapatkan bahwa pertumbuhan ikan Kakap Putih bersifat allometrik negatif yaitu po-la pertumbuhan yang berarti pertambahan pan-jangnya lebih cepat dari pada pertambahan berat-nya dengan nilai b adalah 2,92 seperti disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut:

Gambar 3. Grafik Hubungan panjang dan berat ikan

Kakap Putih (Lates calcarifer Block)

Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang berat ikan. Hubungan ini dapat menerangkan pertumbuhan ikan, kemontokan dan perubahan lingkungan. Richter (2007) & Blackweel (2000) menyebutkan bahwa pengukuran panjang-berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonadnya.

Tingkat Kematangan Gonad(TKG)

Tingkat kematangan gonad ikan Kakap putih (L. cal-carifer Block) jantan ditentukan melalui pengamatan secara morfologi. Pengamatan morfologi TKG ikan jantan berbeda dengan ikan betina. Menurut Effen-die (1979: 28), bahwa untuk ikan betina yang di-amati adalah bentuk, ukuran, warna, kehalusan, pengisian ovarium dalam rongga tubuh serta uku-ran, kejelasan bentuk dan warna telur dalam ova-rium. Sedangkan untuk ikan jantan yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna dan pengisian testis dalam rongga tubuh serta keluar tidaknya cairan dari testis (keadaan segar).

Tingkat kematangan gonad ikan Kakap Putih (L. calcarifer Block) berdasarkan sampel dapat dike-lompokkan dalam tingkat kematangan gonad I, II dan III (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) pada tiap tingkat kematangan gonad yang diperoleh se-lama penelitian beserta kisaran berat tubuh dan panjang

total

Jenis Kelamin TKG Jumlah (ekor)

Berat (g)

Panjang Total (cm)

Jantan I 12 90-450 19,3 – 33,4 II 13 370-720 32 – 38,8 III 6 830-1300 41,7 - 50 IV - - -

Jumlah 31

Pada Tabel 1 terlihat bahwa sebanyak 31 individu ikan Kakap putih (L.calcarifer Block) jantan dapat dikelompokkan dalam tingkat kematangan gonad I, II dan III. TKG I berjumlah 12 individu dengan kisa-ran berat tubuh 90 - 450 g dan kisaran panjang total 19,3 – 33,4 cm. TKG II terdapat 13 individu dengan kisaran berat tubuh 370 - 720 g dan kisaran panjang total 32 – 38,8 cm. Pada TKG III, terdapat 6 individu dengan kisaran berat tubuh 830 - 1300 g dan kisaran panjang total 41,7 - 50 cm, sedangkan TKG IV tidak didapatkan.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) yang diamati kurang bervariasi. Ikan berkelamin jantan diperoleh jantan tingkat 1, 2 dan tingkat 3. Berikut ciri-ciri tingkat kematangan gonad ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) :

Gonad jantan ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) tidak jauh berbeda dengan gonad ikan jantan pada umumnya. Gonad jantan ikan Kakap putih (L.calcarifer Block) seperti benang pada seluruh bagian gonadnya. Gonad jantan tingkat 1 memiliki ukuran sangat kecil, pipih dan berwarna kelabu sehingga perlu ketelitian tinggi untuk dapat melihatnya.

Gambar 6. Gonad ikan Kakap putih (L.calcarifer Block) jantan tingkat 1

Gonad jantan tingkat 2 pada ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) tidak jauh berbeda dengan gonad tingkat 1. Bentuknya sama dengan gonad pada tingkat 1, namun ukurannya agak sedikit lebih besar dan panjang. Warna gonad jantan tingkat 2 juga sedikit lebih putih susu.

Gonad tingkat 1

Gonad tingkat 1

Page 9: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-5

Gambar 7. Gonad ikan Kakap putih (L.calcarifer Block) jantan tingkat 2

Gonad jantan tingkat 3 pada ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) sudah cukup jelas terlihat. Bentuknya memanjang, warnanya putih susu dan telah terisi sedikit oleh sperma. Gambar gonad jantan ikan Kakap putih (L.calcarifer Block) jantan tingkat 3 tercantum pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. Gonad ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) jantan tingkat 3

Tidak ditemukannya ikan Kakap putih kelamin jantan tingkat 4, dikarenakan pada 31 sampel ekor ikan yang didapatkan ciri-ciri yang menunjukan kematangan gonad tingkat 4 tidak ada. Ciri-ciri tersebut meliputi bentuknya memanjang, warnanya putih susu dan telah terisi penuh oleh sperma. Pada saat ikan dalam kondisi segar, keluar cairan sperma dari testisnya.

Menurut Tang dan Affandi (1999) selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Umumnya berat gonad pada ikan betina adalah 10-25 % sedangkan pada ikan jantan adalah 5-10%. Faktor umur, ukuran serta faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi perkembangan gonadnya seperti suhu dan makanan, selain itu adalah periode cahaya (fotoperiode) dan musim (Scott, 1979). Periode penyinaran yang rendah dan suhu yang tinggi dapat mempercepat pematangan gonad.

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Nilai IKG ikan Kakap Putih yang didapatkan diterangkan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Indeks Kematangan Gonad ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block)

Jenis Kelamin

TKG IKG (%) Jumlah Individu

Jantan I II III IV

0,0011-0,006 0,0012-0,007 0,006-0,008

-

12 13 6 -

31

Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai IKG ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) pada penelitian ini ber-kisar antara 0,006% sampai 0,0012%. Indeks kema-tangan gonad (IKG) erat kaitannya dengan tingkat kematangan gonad (TKG). Menurut Effendie (2002) Indeks kematangan gonad dapat mengetahui peru-bahan dalam gonad secara kuantitatif. Pertumbuhan IKG berbanding lurus dengan TKG, artinya semakin tinggi nilai TKG maka semakin tinggi juga nilai IKG. IKG akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai nilai batas maksimum pada saat akan ter-jadi pemijahan dan akan menurun setelah ikan sele-sai memijah.

Rasio Kelamin, Fekunditas dan Diameter Telur

Sistem reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) termasuk hermaprodit. Ikan dikatakan her-maprodit apabila gonad ikan mempunyai jaringan jantan dan jaringan betina atau dapat dikatakan ikan yang menghasilkan spermatozoa dan ovum. Untuk membedakan jenis kelamin ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) cukup sukar sekali, kecuali pada musim pemijahan.

Sistem reproduksi ikan Kakap Putih (Lates calca-rifer Block) dapat mengalami perubahan kelamin dari jantan menjadi betina yang disebut “protandry hermaprodit”. Hasil penelitian ini tidak ditemukan ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) berjenis ke-lamin betina hal ini dipengaruhi oleh faktor ukuran dan berat tubuh ikan serta habitat atau kondisi pe-rairannya, karena 31 sampel ikan yang didapatkan panjang tubuh maksimal ikan 50 cm dengan berat tubuh maksimal 1300 gr atau sama dengan 1,3 kg.

Menurut Ghufran (2010: 75) ikan Kakap Putih akan mengalami perubahan jenis kelamin menjadi betina terjadi pada berat tubuh ikan berkisar 2-4 kg. Ukuran biologi minimal induk jantan yang matang adalah 1,4 kg dengan panjang 45 cm dan induk be-tina 1,5 kg dengan panjang 47 cm.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Mayunar (1994: 28) yang menyebutkan bahwa ikan Kakap Putih yang memiliki berat tubuh 1-2 kg dido-

Gonad tingkat 3

Page 10: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-6

minasi oleh jantan (60 %), dan berat tubuh 2,1 - 4,0 kg didominasi oleh betina, sedangkan berat tubuh > 4 kg kesemuanya betina. Perubahan jenis kelamin jantan menjadi betina banyak di jumpai pada ikan berukuran 2,0-3,0 kg. Pada ukuran tersebut ikan Ka-kap Putih mengalami masa transisi (intersex) atau masa perubahan kelamin. Perubahan kelamin ikan Kakap Putih dari jantan menjadi betina sangat di-pengaruhi oleh kondisi lingkungan dan geografis suatu daerah. Pada ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block), tidak semua induk betina berasal dari induk jantan dewasa yang telah mengalami perubahan kelamin (secondary female) tetapi dari awal tetap betina (primary female).

Penelitian ini tidak ditemukan ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) yang berkelamin betina se-hingga nilai rasio kelamin, fekunditas dan diameter telur tidak dapat ditentukan. Pengukuran fekunditas dan diameter telur dapat dilakukan apabila terdapat gonad betina tingkat III- tingkat IV pada sampel yang diamati.

Sifat Fisika Kimia Air

Berdasarkan hasil pnelitian yang telah dilakukan didapatkan sifat fisika kimia air disajikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Sifat fisika kimia Perairan Terusan Dalam 01°48'13,1" LS dan 104°30'05,8" BT

No Parameter Bulan Maret

Bulan April

Bulan Juni

1 Suhu (oC) 30 29 31

2 Kecerahan (cm) 19 42 52,5

3 pH 8,4 8,1 8,2

4 DO (mg/L) 6,5 6,1 5,9

5 Salinitas (o/oo) 1,022 1,018 1,018

Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) pada saat 3 kali perbedaan waktu pengukuran sampel air tidak jauh berbeda. Suhu menentukan jenis orga-nisme yang dapat hidup dan dapat bertahan di pe-rairan, mempengaruhi proses pemijahan, penetasan dan aktivitas organisme serta memicuatau meng-hambat pertumbuhan dan perkembangan (Hamzah, 2003). Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan berubahnya semua proses di dalam perairan.

Faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi perkembangan gonad ikan Kakap Putih adalah suhu dan makanan, selain itu adalah periode cahaya (fo-toperiode) dan musim. Kecerahan air dipengaruhi oleh fotoperiode, pada awal pengukuran sampel air (bulan Maret) yaitu 19 cm menunjukan bahwa kece-

rahan kualitas perairan Terusan Dalam mengalami kekeruhan, dipengaruhi oleh substrat berlumpur atau padatan tersuspensinya sehingga kecerahan airnya berkurang (keruh). Berbeda dengan waktu pengukuran kualitas air bulan April dan Juni yang menunjukan angka 42 cm dan 52,5 cm itu berarti kecerahan air pada 2 bulan tersebut tidak menga-lami kekeruhan. Dikarenakan pada bulan Maret ma-sih termasuk musim penghujan sedangkan pada bu-lan April dan Juni sudah memasuki musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003: 60) bahwa nilai kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi, serta ketelitian pada saat melakukan pengukuran. Hal ini berpengaruh terhadap populasi dari ikan Kakap putih (Lates calcarifer Block) terse-but.

Menurut Barus (2002: 61), bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Itu berarti bahwa ikan Kakap putih masih termasuk ikan yang dapat hidup dengan pH basa, karena ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) merupakan ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (euryhaline). Kadar oksigen terlarut yang normal pada suhu air 30o C di perairan adalah 7,0 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) dapat hidup di perairan Terusan Dalam karena perairan tersebut berada pada kisaran nilai oksigen terlarut antara 5 sampai 7 mg/L.

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan di perairan Terusan Dalam, dapat dikesimpulkan:

1. Pola pertumbuhan ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) pada bulan Maret-Juni bersifat allometrik negatif.

2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) berdasarkan sampel di-kelompokkan menjadi TKG I, II, dan III dengan kisaran indeks kematangan gonad (IKG) antara 0,0012 % sampai 0,006 %.

3. Tidak ditemukan ikan Kakap putih (L. calcarifer Block) yang berkelamin betina.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan dilaku-kan penelitian selanjutnya mengenai reproduksi ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) dalam jangka waktu 1 tahun pada bulan-bulan lainnya selain bu-lan Maret-Juni dan dengan ukuran ikan ≥ 50 cm

Page 11: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Rasyid & Enggar/Aspek Reproduksi Ikan Kakap … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18101-7

dan berat ≥ 2 kg serta pada tipe perairan yang lain atau dilaut sehingga didapatkan ikan berjenis kela-min betina dan dapat diketahui ukuran ikan pada saat pertama memijah.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada (1) Kepala Balai Taman Nasional sembilang dan Kasi Tanah Pilih, atas ijin dan dukungan fasilitasnya, (2) Tim lapangan (Sapta, Astrijaya, Dila dan Vita).

REFERENSI _____________________________

[1] Balai Taman Nasional Sembilang & Departemen Kehutanan. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Sembilang Periode 2009 s/d 2028. Kabupaten Banyuasin. Sumatera Selatan : ix + 128 hlm.

[2] Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan : iv + 163 hlm.

[3] Blackweel, B.G., M.L. Brown & D.W. Willis. 2000. Relative weight (Wr) status and current use in fisheries assessment and management. Reviews in fisheries Science, 8: 1-44 hlm.

[4] Djamali, A et.al,. 1998. Sumber Daya Benih Alam Komersial. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI : vi + 160 hlm.

[5] Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta : iv + 249 hlm.

[6] Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor : vii + 112 hlm.

[7] Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta : xii + 157 hlm.

[8] Febianto, S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB : v + 66 hlm.

[9] Gaffar, Rupawan dan A.K, K.Fatah 2006. Riset Karakteristik Perikanan Tangkap di Estuaria Sungai Sembilang Kabupaten Banyuasin. Laporan Teknis BRPPU Palembang.

[10] Ghufran, M: H.Kordi K & Tamsil, A. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis. Andi publisher. Yogyakarta: xiv + 190 hlm.

[11] Hamzah, M.S. 2003. Studi Variasi Musiman Beberapa Parameter Oseanografi Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di Perairan Teluk Kombal, Lombok Barat. Prosiding Seminar Ritek Kelautan Nasional. 2003.

[12] Hoer, WS & D.J. Randall. 1969. Fish Physiology. Aca-demic Press Inc. New York. I: 1-40.

[13] Mayunar. 1994. Beberapa Tipe dan Teori Hermaprodit pada Ikan Laut. Jurnal Oseana Volume XIX No. 1. Sumber:www.oseanografi.lipi.go.id. 21-31 hlm.

[14] Ondara Z. Arifin, K. Goffar. 1987. Jenis-jenis Ikan Sungai Musi Sekitar Palembang Sumatera Selatan. Jurnal. Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6(1): 1-4.

[15] Patriono, E & Aryani, L. 2007. Inventarisassi Jenis Ikan di Sungai Ogan Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia IV. Jurusan Biologi FMIPA UNSRI. Indralaya.

[16] Richter, T.J. 2007. Development and evaluation of standard weight equations for bridgelip sucker and largescale sucker. North American Journal of Fisheries

Management, 27: 936-939 hlm. ___________________

Page 12: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18102-8

Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga dengan Menggunakan Proses Gabungan Saringan Bertingkat dan

Bioremediasi Eceng Gondok (Eichornia crassipes), (Studi Kasus di perumahan Griya Mitra 2, Palembang)

Elok Nilasari1), M. Faizal2), dan Suheryanto3)

1PT. WEHA-KS, 2Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, 3Jurusan Teknik Kimia FT Universitas Sriwijaya

Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas dari masing-masing komposisi saringan berting-kat, yaitu komposisi A terdiri dari pasir dan kerikil, komposisi B terdiri dari pasir,kerikil, dan arang batok kela-pa, komposisi C terdiri dari pasir, kerikil, zeolit, dan komposisi D terdiri dari pasir, kerikil, arang batok kelapa, dan zeolit.Keempat komposisi saringan tersebut kemudian analisis yang terbaik dalam menyaring air limbah rumah tangga. Air limbah rumah tangga berjenis greywater ini dikumpulkan dari lokasi yang berbeda dari satu perumahan yang sama, yaitu perumahan Griya Mitra 2 Palembang. Limbah greywater ini kemudian dikum-pulkan dalam satu ember dan dihomogenkan dahulu sebelum disaring. Hasil yang terbaik berdasarkan peneli-tian ini adalah komposisi saringan D,yaitu diperoleh penurunan TSS, BOD, dan Kadar Minyak dan lemak yang terbaik dari ke empat komposisi saringan tersebut, yaitu BOD turun sebesar 83,18%, TSS turun sebesar 83,05 %, dan Minyak Lemak turun sebesar 90 %. Sedangkan perubahan pH adalah tidak berbeda nyata dari ke em-pat saringan tersebut, tetapi kesemuanya menunjukkan adanya kenaikan pH setelah perlakuan. Hasil penya-ringan terbaik tersebut, yaitu saringan D kemudian dilanjutkan dengan perlakuan bioremediasi dengan meng-gunakan tumbuhan Eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan perlakuan selama 5 hari. Hasil bioremediasi tersebut ternyata mampu menghasilkan hasil yang lebih baik lagi, yaitu penurunan BOD sebesar 98,9 %, penu-runan TSS sebesar 97,8 %, penurunan Minyak & Lemak sebesar 100 %, dan kenaikan pH sebesar 4,7 %.

Kata kunci: Saringan bertingkat, greywater, Fitoremediasi.

Abstract: The purpose of this research is to analyzed the effectiveness of each combination of graded filter composition; (composition A filter is composed of sand and gravel, composition B filter consists of sand, gravel and carbon of coconut shell charcoal, composition C fiter consists of sand, gravel and zeolith, and composition D filter consists of sand, gravel, carbon of coconut shell charcoal, composition and zeolith) and bioremediation using eceng gondok (Eichornia crassipes), for get domestic waste water treatment system that cheap and easy to implement, and also can provide optimal results that waste water impact on the environment can be con-trolled and reduced. This research is conducted from february until mei 2015 on the housing griya mitra 2, Pa-lembang. Domestic wastewater greywater manifold is collected from different locations of the same housing, in housing Griya Mitra 2 palembang. Greywater waste is then collected in a bucket and homogenized before fil-tered. The best results of this study are based on the composition of the filter D, which is obtained by a de-crease in TSS, BOD, and oil and fat content of the best of all four of the sieve composition, which fell by 83.18% BOD, TSS decreased by 83.05%, and Fat oil fell by 90%. While the change in pH is not significantly dif-ferent from the fourth filter, but all showed an increase in pH after treatment. The best screening results, the fil-ter D is then followed by treatment bioremediation using plants eceng gondok (Eichornia crassipes) by treat-ment for 5 days. The bioremediation result was able to produce the better results, is a decrease of 98.9% BOD, TSS decrease of 97.8%, a decrease Oils & Fats amounted to 100%, and an increase in pH by 4.7%. It can be concluded that the natural ingredients available in the natural surroundings can be utilized as a filter for treat-ing domestic wastewater is cheap and easy for the public.

Keywords: graded filter, greywater, bioremediation, eceng gondok (Eichornia crassipes).

Email: [email protected]

1 PENDAHULUAN

olume air limbah di Indonesia setiap tahun ber-tambah dengan penambahan rata-rata sebesar

5 juta m3, dan kandungan air limbah mengalami peninkatan sebesar 50% dari jumlah jenis kandun-

gan yang ada sebelumnya. Pertambahan volume dan jenis tersebut sangat berpengaruh terhadap ke-mempuan lingkungan untuk menetralkannya (Ha-ryoto,1999). V

Page 13: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Elok N. Dkk./Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18102-9

Air limbah rumah tangga di Indonesia relatif be-lum terjangkau oleh teknologi pengolahan limbah, serta mahalnya biaya teknologi limbah yang ada, sehingga diperlukan sistem pengolahan limbah ru-mah tangga yang murah dan mudah diterapkan, dan dapat memberi hasil optimal.

Salah satu sistem pengolahan air limbah yang dapat digunakan adalah penyaringan air limbah menggunakan berbagai jenis bahan,seperti kerikil, arang, zeolit dan pasir. Sistem tersebut dianggap cukup efektif karena bahan-bahan anorganik yang digunakan rata-rata memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar bahan pencemar di dalam air limbah, baik melalui prosese filtrasi maupun proses penyerapan. Untuk menganalisis efektivitas penggu-naan saringan bertingkat ini , maka diperlukan pene-litian pengolahan air limbah ruumah tangga meng-gunakan teknik penyaringan bertingkat. Penelitian ini dilakukan di perumahan Griya Mitra 2, karena limbah rumah tangga di perumahan tersebut ter-tampung dalam genangan, sehingga dapat dipasti-kan bahwa air limbah tersebut benar-benar air lim-bah rumah tangga dari perumahan tersebut.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisa kualitas air limbah rumah tangga di perumahan Griya Mitra 2, Palembang.

2. Mendisain teknik pengolahan air limbah skala rumah tangga menggunakan penyaringan ber-tingkat.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2015 di Palembang. Prengambilan sampel air limbah domestik dilakukan di perumahan Griya Mi-tra 2. Pengukuran parameter kualitas air limbah do-mestik dilakukan insitu untuk parameter pH, se-dangkan parameter TSS, BOD, serta minyak dan lemak dilakukan di laboratorium.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalh ember dan gayung untuk pengumpul air limbah, pipa PVC diameter 4 inchi, alat-alat, penampung air limbah rumah tangga, bo-tol-botol sampel untuk uji laboratorium,pH meter, cool box untuk wadah botol sampel.

Cara Kerja

Analisis Kualitas air limbah rumah tangga di peruma-han Griya mitra 2, palembang.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah survey lapangan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Nazir,2003), yaitu lokasi pengambilan air limbah adalah di peru-mahan Griya Mitra 2, Palembang.Air limbah dima-sukkan ke dalam ember pengumpul, kemudian di-homogenkan, dimasukkan botol-botol sampel, ke-mudian dimasukkan ke dalam coolbox yang sudah diberi batu es untuk dianalisis di laboratorium.

Analisis perubahan kualitas air limbah rumah tangga setelah melalui proses pengolahan dengan penyarin-gan bertingkat.

Tabel 1. Saringan Bertingkat dan Kontrol (Tanpa Saringan)

Pasir Sili-ka (cm)

Kerikil (cm)

Arang Ak-tif (cm)

Zeolit (cm)

Kontrol - - - - Type 1 70 15 - - Type 2 70 15 20 - Type 3 70 15 - 40 Type 4 70 15 20 40

Penyaringan limbah dilakukan dengan debit yang sama yaitu 2l/jam. Hasil penyaringan air limbah di-masukkan ke dalam botol sampel. Air limbah sampel dalam botol dimasukkan ke dalam coolbox yang sudah diberi es batu. Sampel air limbah dianalisis di laboratorium.

Teknik Pengukuran Parameter Pengama-tan

Parameter Kimia

pH

Pengukuran pH dilakukan dengan alat pH meter yang telah dikalibrasi, dan prosedurnya merujuk pa-da SNI 06-6989.11-2004 (APHA, 1998).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Metode pengukuran BOD menggunakan metode titrasi (SNI 6989.72:2009). Metode titrasi dengan cara Winkler prinsipnya dengan menggunakan titra-si iodometri (APHA, 1998).

Minyak dan Lemak

Pengukuran minyak dan lemak menggunakan me-tode gravimetri dan merujuk pada SNI 06-6989.10-2004(APHA, 1998).

Parameter Fisika

Page 14: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Elok N. Dkk./Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18102-10

Total Suspended Solid (TSS)

Penentuan kadar TSS dilakukan dengan metode gravimetri yang merujuk pada SNI 06-6989.3-2004 (APHA, 1998).

Analisis Data

Analisis Kualitas air limbah rumah tangga di peruma-han Griya Mitra 2, Palembang.

Hasil analisis kualitas air limbah rumah tangga di perumahan Griya Mitra 2, Palembang dibandingkan dengan Baku Mutu Air Limbah Domestik sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No-mor 8 Tahun 2012.

Analisis perubahan kualitas air limbah rumah tangga setelah melalui proses pengolahan dengan penyarin-gan bertingkat.

Hasil analisis kualitas air limbah rumah tangga yang sudah melalui proses penyaringan di perumahan Griya Mitra 2, Palembang, dibandingkan dengan Baku Mutu Air Limbah Domestik sesuai dengan Pe-raturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2012. Kualitas air limbah rumah tangga hasil penya-ringan ini kemudian dibandingkan dengan kontrol menggunakan analisis kualitatif dengan persen (Su-giyono, 2005).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Air Limbah Rumah Tangga di Pe-rumahan Griya Mitra 2 Palembang.

Hasil analisis kualitas air limbah rumah tangga sebe-lum disaring disajikan pada Tabel 2.

_______________________________________________

Tabel 4. Kualitas air limbah rumah tangga di perumahan Griya Mitra 2, Palembang sebelum disaring

Parameter Satuan

Air Limbah Kontrol (K)

Rerata BML* K1 K2 K3 K4

pH* 7,44 7,46 7,46 7,46 7,45 6-9

BOD5* mg/L 118,5 118,5 119,5 116,5 118,2 100

TSS* mg/L 224 224,5 224,2 224,2 224,2 100

Minyak dan Lemak* mg/L 5,63 5,13 6,6 6,7 6,01 10

Keterangan *Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2012; K1-K4: Ulangan/pengambilan sampel untuk Kontrol/sebelum air limbah disaring

_______________________________________________

pH (potential Hydrogen) adalah parameter penting

yang dapat menentukan kadar asam/basa dalam air. pH

adalah juga sebuah istilah yang digunakan secara univer-

sal untuk menyatakan tingkat keasaman atau alkalinitas

suatu larutan (Sawyer & McCarty,2003). Nilai pH air

limbah sebagai kontrol atau sebelum diproses dalam pe-

nyaringan bertingkat berkisar antara 7,44-7,46 dengan

rata-rata sebesar 7,45. Nilai pH tersebut masih memenuhi

baku mutu lingkungan yang ditetapka berdasarkan Pera-

tutan Gubernur Sumatera selatan Nomor 8 Tahun 2012

yaitu sebesar antaqra 6-9.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jum-

lah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk menguraikan

(mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut

dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.

Semakin tinggi BOD, maka semakin banyak bahan or-

ganic yang terkandung dalam air (Paramita dkk, 2012).

Nilai BOD air limbah sebagai kontrol atau sebelum di-

proses dalam penyaringan bertingkat berkisar antara

(116,5-118,5) mg/L dengan rata-rata sebesar 118,2 mg/L.

Nilai BOD tersebut tidak memenuhi baku mutu lingkun-

gan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan

Nomor 8 Tahun 2012 yaitu sebesar 100 mg/L.

Nilai TSS air limbah sebagai kontrol atau sebelum

diproses dalam penyaringan bertingkat berkisar antara

(224-224,5) mg/L dengan rata-rata sebesar 224,2 mg/L.

Nilai TSS tersebut tidak memenuhi baku mutu lingkun-

gan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan

Nomor 8 Tahun 2012 yaitu sebesar 100 mg/L. Menurut

Sawyer & McCarty (2003), nilai TSS sangat penting di-

perhatikan, karena dampak TSS terhadap perairan adalah

bila nilainya besar, maka akan mnyebabakan terhambat-

nya proses masuknya sinar matahari ke dalam perairan,

sehingga menghambat proses fotosintesis dalam air, dan

berdampak pada berkurangnya kadar oksigen dalam pe-

rairan, sehingga bakteri aerobik akan cepat mati kekuran-

gan oksigen.

Minyak mengandung senyawa volatil yang mu-dah menguap dan mengandung ssisa minyak yang tidak dapat menguap (Nugroho, 2006). Nilai minyak dan lemak air limbah sebagai kontrol atau sebelum diproses dalam penyaringan bertingkat berkisar an-tara (5,13-6,7) mg/L dengan rata-rata sebesar 6,01 mg/L. Nilai minyak dan lemak tersebut memenuhi Baku Mutu Lingkungan berdasarkan Peraturan Gu-bernur Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2012 yaitu sebesar 10 mg/L.

Page 15: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Elok N. Dkk./Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18102-11

Kualitas Air Limbah Rumah Tangga Sete-lah Melalui Proses pengolahan Dengan penyaringan Bertingkat

Hasil analisis kualitas air limbah rumah tangga di

perumahan Griya Mitra 2, Palembang setelah penyarin-

gan bertingkat disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis kua-

litas tersebut sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan ber-

dasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 8

Tahun 2012, dan menunjukkan bahwa nilai pH,

BOD,TSS, serta minyak dan lemak memenuhi baku mutu

yang ditetapkan.

_______________________________________________

Tabel 3. Kualitas air limbah rumah tangga di perumahan Griya Mitra 2, Palembang setelah proses penyaringan bertingkat

Parameter Satuan Rata-rata A Rata-rataB Rata-rata C Rata-rata D BML* pH* 7,42 7,8 7,53 7,6 6-9

BOD5* mg/L 94,7 65,45 48,525 19,9 100 TSS* mg/L 93,3 69,35 64,55 38 100

Minyak dan Lemak* mg/L 3,9 1,4 1,68 0,6 10

Keterangan: *Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2012.

_______________________________________________

Persentase Perubahan Kualitas Air Lim-bah Setelah penyaringan

Persentase perubahan kualitas air limbah (pH, BOD, TSS serta Minyak dan Lemak) setelah proses penya-ringan dengan saringan A,B,C dan D disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase rata-rata perubahan kualitas air limbah setelah proses penyaringan

Perla-

kuan pH (%) BOD (%) TSS(%)

Minyak &

Lemak (%)

A 0,40 (-) 19,88 (-) 58,4 (-) 35,1 (-)

B 4,7 (-) 44,63 (-) 69,07 (-) 76,70 (-)

C 1,07 (+) 58,95 (-) 71,21 (-) 72,05 (-)

D 2 (+) 83,16 (-) 83,05 (-) 90 (-)

Keterangan : (+) : Pertambahan, (-) : Penurunan

pH

Nilai pH air limbah setelah proses penyaringan den-gan saringan bertingkat D (menggunakan pasir, ke-rikil, arang, zeolit) adalah sebesar rata-rata 7,6. Ter-jadi kenaikan pH rata-rata 2 %. Hal ini sesuai penda-pat Nurhayati (2009) yang menyatakan bahwa sa-ringan dengan media pasir silika, dan zeolit dapat menaikkan pH Meningkatnya nilai pH terjadi karena netralisasi muatan negatif karbon oleh ion-ion nitro-gen yang menyebabkan permukaan karbon lebih baik untuk mengadsorpsi bahan pencemar (Nurma-ja dan Setyowati, 2013).

BOD

Penurunan BOD terbanyak setelah proses penyarin-gan terjadi pada saringan bertingkat D, yaitu sebesar 83,16%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsawan dkk, (2007) dengan media saringan kerikil, didapatkan hasil penurunan BOD. Menurut Hadiwidodo dkk, (2012) kerikil memiliki luas permukaan yang besar, dan bakteri dapat hidup dan melekat pada permukaannya.Hal tersebut me-

nyebabkan saringan kerikil dapat berfungsi untuk menurunkan nilai BOD air limbah domestik.

Ketika ditambahkan zeolit pada saringan , penu-runan BOD akan semakin banyak karena dengan adanya zeolit maka penyerapan zat organik di dalam air seemakin meningkat sehingga kandungan bahan-bahan organik semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Las (1995), bahwa zeolit sebagai filter kimia dapat digunakan dalam prose penyera-pan gas seperti gas rumah kaca (NH 3+, CO2, H2S, SO2, SO3 dan NOx), dan bahan-bahan organik.

TSS

Penurunan terbanyak kadar TSS air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat ter-jadi pada saringan bertingkat D, sebesar 83,05%. Menurut Susilawaty dkk, (2007) pasir merupakan tempat tumbuh dan hidupnya mikroorganisme yang akan membantu proses penurunan kandungan pen-cemar dengan memakan zat-zat organik yang ter-kandung pada air limbah. Hal ini terjadi pada saat air limbah melewati pasir penyaring. Pada lapisan tersebut terjadi proses oksidasi biologis yang ber-langsung dalam saringan pasir. Penggunaan zeolit , karena struktur pori zeolit yang berbeda-beda se-hingga zeolit banyak digunakan untuk pemisahan berbagai molekul kecil (Shan et all ,2004)

Minyak dan lemak

Penurunan terbanyak kadar minyak dan lemak air limbah rumah tangga setelah proses penyaringan, terjadi pada saringan D, yaitu sebesar 90%.Menurut Said dkk, (2013), saringan pasir bertujuan mengu-rangi kandungan lumpur dan menyaring bahan-bahan padat terapung.

Menurut Dhayat (2011), zeolith 10 % dapat me-nurunkan kandungan minyak dan poliaromatik hi-drokarbon (PAH) masing-masing sebesar 23,18 %

Page 16: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Elok N. Dkk./Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18102-12

dan 14,16%. Penyaringan dengan zeolit dapat me-nyerap minyak dan lemak hingga 67 % (Ga-wad,2014)

Persentase Perubahan Kualitas Air Lim-bah Setelah penyaringan D dan bioreme-diasi Eceng gondok (Euchornia crassipes)

Tabel 5. Persentase Perubahan Kualitas Air Limbah Sete-lah penyaringan D dan bioremediasi Eceng gondok (Eu-

chornia crassipes)

Parameter pH

(%)

BOD5

(%)

TSS

(%)

Minyak dan Le-

mak (%)

4,7 98,9 97,8 100

Nilai pH air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat D dan dilanjutkan den-gan fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng gondok (perlakuan E) dari pengambilan pertama sampai pengambilan keempat rata-rata sebesar 7,1. Nilai pH awal sebelum penyaringan sebesar 7,45. Terjadi penurunan sebesar 4,7% dari nilai pH awal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kalsum, (2014) yang menyatakan bahwa terjadi penurunan nilai pH limbah cair domestik setelah diperlakukan dengan tumbuhan air.

Nilai BOD air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat D dan dilanjutkan den-gan fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng gondok (perlakuan E) sebesar antara 1,1-1,8 mg/L dengan rata-rata sebesar 1,3 mg/L. Nilai BOD sebe-lum perlakuan sebesar 118,2 mg/L. Terjadi penuru-nan sebesar 116,9 mg/L atau sebesar 98,9 % dari nilai BOD limbah sebelum penyaringan. Menurut Moorhead & reddy (1988), sumber utama oksigen dari badan air diperoleh dari hasil fotosintesis tana-man melalui perakaran.

Nilai TSS air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat D dan dilanjutkan den-gan fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng gondok (perlakuan E) sebesar antara 4,8-5,2 mg/L dengan rata-rata sebesar 4,95 mg/L. Nilai sebelum adanya perlakuan yaitu 224,2 mg/L, terjadi penuru-nan sebesar 219,25 mg/L atau 97,8 %. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan nilai TSS limbah setelah limbah disaring menggunakan saringan ber-tingkat D dan dilanjutkan dengan fitoremediasi ta-naman Eceng Gondok. Menurut Prayitno et al (2008), akar Eceng gondok menjadi tempat filtrasi dan adsorbsi padatan tersuspensi serta pertumbuhan mikroba yang menghilangkan unsur-unsur hara dari kolam air.

Nilai minyak dan lemak air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat D dan di-

lanjutkan dengan fitoremediasi menggunakan tum-buhan Eceng gondok (perlakuan E) sebesar antara 0 mg/L. Terjadi penurunan nilai minyak dan lemak sebesar 100% dari nilai sebelum perlakuan yaitu 6,01mg/L. Penurunan minyak dan lemak ini terjadi karena adanya mekanisme phytoaccumulation yang dilanjutkan dengan rhizodegradation yang akan me-nurunkan kandungan minyak dan lemak dalam kan-dungan air limbah. Menurut Smith (2005), phytoac-cumulation adalah proses dimana tumbuhan akan menarik zat kontaminana dari media sehingga tera-kumulasi di sekitar akar tumbuhan, sedangkan rhi-zodegradation adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan, sehingga minyak dan lemak yang ter-kumpul di sekitar akar tumbuhan akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di sekitar akar tum-buhan tersebut.

4 SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Kualitas air limbah rumah tangga perumahan Griya Mitra 2 Palembang, untuk parameter pH, minyak dan lemak memenuhi Baku Mutu Ling-kungan, sedangkan untuk parameter BOD,TSS tidak memenuhi Baku Mutu Lingkungan berda-sarkan Pergub Sumsel No.18 Tahun 2012.

2. Disain saringan bertingkat terbaik adalah dengan komposisi 70 cm pasir silika, 15 cm kerikil, 30 cm arang dan 40 cm zeolit (saringan bertingkat D)

SARAN

Saringan bertingkat dengan kompoisi 70 cm pasir silika, 15 cm kerikil, 30 cm arang dan 40 cm zeolit dapat disosialisasikan pada masyarakat untuk men-gatasi masalah pengolahan air limbah rumah tang-ga.

REFERENSI _____________________________

[1] APHA, 1998, Standard Methods for the Eximation of Water an, twntieth ed, American Public Health Associ-ation, Washington, DC.

[2] Arsawan, M., I. W.B. Suyasa, dan W. Suarna. 2007. Pemanfaatan Metode Aerasi dalam Pengolahan Lim-bah Berminyak, Ecotrophic. 2(2): 1 – 9.

[3] Dhayat.N.R. 2011. Bioremediasi lumpur minyak bumi dengan zeolit dan mikroorganisme serta pengujiannya terhadap tanaman sengon ( Paraserianthes falcataria ). http://www.google.com. (diakses 16 April 2015).

[4] Hadiwidodo, Oktiawan, W., Primadani, A.R.,B.N. Pa-rasmita, Gunawan,I. 2012. Pengolahan Air Lindi Den-gan proses kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob dan

Page 17: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Elok N. Dkk./Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18102-13

Wetland, Jurnal Presipitasi Vol. 9 No.2 September 2012, ISSN 1907-187X, Program Studi Teknik Lingkun-gan Fakultas Teknik UNDIP.

[5] Haryoto, K. 1999. Kebijakan dan Strategi pengolahan Limbah dalam Menghadapi Tantangan Global. Dalam : Teknologi Pengolahan Limbah dan Pemulihan Kerusa-kan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional; Jakarta. 13 Juli 1999. BPPT. Jakarta

[6] H. S. Abd El-Gawad, 2014. Research Article Oil and Grease Removal from Industrial Wastewater Using New Utility Approach. Head of Organic Chemistry Department, Central Laboratory for Environmental Quality Monitoring (CLEQM), NationalWater Research Center (NWRC), P.O. Box 13621/6, El-Kanater, Qalu-biya, Cairo, Egypt Received 5 January 2014; Accepted 12 May 2014; Published 8 July 2014 Academic Editor: Hindawi Publishing Corporation Advances in Envi-ronmental Chemistry Volume 2014, Article ID 916878, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/916878.

[7] Kalsum, U. 2014. Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan Fitoremediasi Secara Kontinyu Menggunakan Eceng Gondok (Eichornia crassipes), Hydrilla (Hydrilla verticillata), dan Rumput Payung (Cyperus alternifolius). Tesis. Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Palembang.

[8] Nugroho, A.,2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Alter-natif Yang Ramah Lingkungan. PT Agro Media. Tange-rang.

[9] Nunung Nurhayati, 2009. Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Dengan Metode Saringan Cepat, Jur-nal Ilmiah Limit’s Vol 5 no.213.

[10] Numaja I.,T.R. Setyawati. 2014. Jurnal Protobiont Vol. 3 (3): 56 – 62 56 Perbaikan kualitas lindi TPA Batu Layang menggunakan arang batok kelapa, arang kulit durian dan pasir, L. Irwan , Program Studi Biologi, Fa-kultas MIPA, Universitas Tanjungpura.

[11] Paramita P, Maya Shovitri dan N D Kuswytasari, 2012. Biodegradasi Limbah Organik Pasar dengan Menggu-

nakan Mikroorganisme Alami Tangki Septik, Jurnal Sains dan seni ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-928X E-23.

[12] Priyanto, B. dan Prayitno, J. 2006. Fitoremediasi seba-gai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khu-susnya Logam berat, (Online). (http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm, diakses 13 September 2014).

[13] Peraturan Gubernur Sumatera Selatan no 8 tahun 2012, tentang Baku Mutu Lingkungan

[14] P. Sebayang, Muljadi, dan Anggito P. Tetuko, 2009. Pembuatan Bahan Filter Keramik Berpori Berbasis Zeolit Alam dan Arang Sekam Padi. Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Serpong-Tangerang SelatanTeknologi In-donesia 32 (2) 2009: 99–105

[15] Sawyer, C.N.,dan McCarty., 2003. Chemistry for Envi-ronmental Engineering and Sciences 5th edition.Mc Gram Hill Co: Singapore.

[16] Scinto, L.J.,dan Reddy, K.R.,2003. Biotic and Abiotic Uptake of Phosporus by Peryphyton in a Subtropical Freshwater Wetland. Aqua Botany Journal, 77:203-222.

[17] Shan, W , Y. Zhang, W.Yang , C. Ke , Z. Gao, Y.Ye , Y. Tang. 2004. Electrophoretic deposition of nanosized zeolites in non-aqueous medium and its application in fabricating thin zeolite membranes. Microporous and Mesoporous Material, 69,35–42

[18] Susilawaty, A, Djaffar, MH, dan Daud, A, 2007, ‘Efekti-vitas sistem saringan multimedia dalam menurunkan TSS, BOD, NH3-N, PO4 dan total coliform pada lim-bah cair rumah tangga’, Jurnal Sains dan Teknologi, vol. 7, no. 1, hal. 45-56, diakses tgl 24 Des. 14

[19] Las, T. 1995. ”Zeolite Untuk Pengolahan Limbah Indus-tri” Pertemuan PT.Minatama Mineral Perdana dengan Mahasiswa dan Dosen Studi Ekskursi Gas dan Petroki-mia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Bandar Lampung. 10 hml. _______________________________

Page 18: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18103-14

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga: Sebuah Studi di Kecamatan Sukarami

Kota Palembang

Martinawati1), Imron Zahri2), dan M. Faizal2)

1)Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Lingkungan PPS Universitas Sriwijaya. 2)Dosen Program Studi Pengelolaan Ling-kungan PPS Universitas Sriwijaya

Intisari: Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah ru-mah tangga yang dilaksanakan di Kecamatan Sukarame Kota Palembang dengan mengambil Kelurahan Su-kodadi sebagai kelurahan sampel. Kelurahan Sukodadi dipilih sebagai sampel secara "purposive" dikarenakan pada RT 24 Kelurahan Sukodadi pada tahun 2011 pernah menjadi "Wilayah Ramah Lingkungan". Pengumpu-lan data lapangan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2014. Pengambilan sampel dila-kukan dengan cara Proportinate Stratified Random Sampling. Pada Kelurahan Sukadadi terdapat 34 RT yang dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 24 RT dengan pengelolaan sampah yang kurang baik (Strata I), dan 10 RT dengan pengelolaan sampah yang baik (Strata II). Masing-masing strata diambil 2 RT, sehingga terdapat 4 RT sampel. Dari 4 RT tersebut diambil 10 % keluarga sampel, sehingga terdapat 54 sampel. Tingkat partisipasi masyarakat diukur dari segi pewadahan dan pengumpulan/pengangkutan sampah rumah tangga. Hasil peneli-tian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah tergolong tinggi (rata-rata skor 73,46%), dengan skor Strata I (64,52%) lebih rendah dibandingkan dengan Strata II (85,51%). %). Menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil bahwa usia dan lama bermukim mempunyai hubungan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Pendidikan dan pekerjaan/penghasilan tidak dapat di-buktikan. Untuk menciptakan lingkungan bebas sampah dapat mengurangi beban pemerintah dengan partisi-pasi masyarakat yang tinggi.

Kata kunci: partisipasi, pengelolaan, sampah, rumah tangga

Email: [email protected]

1 PENDAHULUAN

enurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan

sampah bahwa pertambahan jumlah penduduk mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan. Sehingga semakin besar jumlah penduduk pada sua-tu wilayah dengan perubahan pola hidup konsumtif, masyarakat yang menimbulkan dampak pada jenis dan karakteristik sampah yang semakin bervariatif, maka semakin besar pula jumlah dan ragam sam-pah yang dihasilkan. Semakin hari semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan oleh manusia akibat-nya semakin rumit cara pemilahan sampah.

Berdasarkan SNI 3242 tahun 2008 tentang Pen-gelolaan Sampah di permukiman bahwa jumlah sampah yang dihasilkan untuk kota kecil, setiap jiwa menghasilkan sampah sebanyak 2,5 liter per hari atau setara dengan 0,5 Kg/hari. Dengan demikian berdasarkan data dari Kelurahan Sukodadi, jumlah penduduk sebanyak 17.773 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4.286 KK, maka jumlah sampah yang dihasilkan di Kelurahan ini mencapai 44.432,5 liter/hari atau 8886,5 kg/hari sebesar 8,886 ton/hari. Apabila sampah sebanyak ini tidak dikelola dapat

menjadi bencana bagi masyarakat itu sendiri. Penge-lolaan sampah sangat dibutuhkan dukungan partisi-pasi masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat ada yang rendah, sedang dan tinggi.

Upaya mengatasi permasalahan sampah yang kian memperihatinkan membutuhkan pengelolaan sampah dengan mengikut sertakan masyarakat. Tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam proses ini, maka dapat dikatakan mustahil pemerintah sen-diri bisa mengatasi masalah sampah yang kian hari kian menumpuk. Jika ada partisipasi demikian seti-daknya dapat mengurangi beban sampah di TPA, pewadahan dan pengumpulan/pengangkutan dari sumber sampah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga, selanjutnya dapat disusun strategi perbaikan pengelolaan sampah rumah tangga. Hi-potesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sudah cukup baik.

M

Page 19: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-15

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Sukarami Kota Palembang, di pilih Kelurahan Suko-dadi sebagai kelurahan sampel yang dipilih secara "purposive". Alasan lokasi tersebut dipilih karena di salah satu Rukun Tetangga (RT) di kelurahan ini pernah ditetapkan sebagai wilayah Ramah Lingkun-gan Terbaik Kota Palembang Tahun 2011. Di kelu-rahan ini terdapat 34 Rukun Tetangga (RT) yang dapat dikelompokkan RT yang baik pengelolaan sampahnya dan RT yang kurang baik pengelolaan sampahnya, dan karena itu selanjutnya dipilih dua 2 RT yang baik dalam pengelolaan sampah dan dua RT yang kurang baik dalam pengelolaan sampah. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan metode Acak Berlapis Berimbang (Pro-portionate Stratified Random Sampling). Stratifikasi atau lapisan dalam penelitian ini adalah sampel pa-da RT yang kurang baik pengelolaan sampahnya (Strata I) dan RT yang baik dalam pengelolaan sam-pahnya (Strata II). RT sampel adalah 2 RT yang ku-rang baik dalam pengelolaan sampah (Strata I) dan RT yang baik dalam pengelolaan sampah (Strata II). Populasi pada 2 RT Strata I sebanyak 293 KK, dan pupulasi pada 2 RT Strata II sebanyak 216 KK. Dari populasi setiap RT dipilih sebanyak 10% kepala ke-luarga sampel, sehingga jumlah sampel dalam pene-litian ini sebanyak 54 kepala keluarga, yang terdiri dari 31 sampel pada Strata I, dan 23 sampel pada Strata II. Jumlah demikian sesuai dengan Arikunto (2010), bahwa dalam hal pengambilan sampel, jika subjeknya kurang dari 100 orang maka sebaiknya diambil semuanya, dan jika subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih. Pengumpulan data lapangan dilak-sanakan pada bulan Agustus sampai dengan Sep-tember 2014.

Analisis data yang dilakukan pada dasarnya ada-lah untuk menjawab tujuan dan menguji hipotesis penelitian. Data yang dikumpulkan di lapangan dengan menggunakan kuesioner kemudian diolah secara tabulasi dan dilanjutkan dengan analisis de-skriftif dan analisis statistika. Tingkat partisipasi ma-syarakat dalam pengelolaan sampah di tingkat RT yang diduga bervariasi antara rendah sampai den-gan tinggi, baik pada RT yang baik dalam hal penge-lolaan sampahnya maupun pada RT yang kurang baik dalam hal pengelolaan sampahnya. Terdapat dua indikator yang menjadi ukuran tingkat partisipa-si, yaitu (1) Perlakuan masyarakat terhadap sampah untuk pewadahan, (2) Pengumpulan/pengangkutan sampah.Kedua faktor tersebut kemudian di kuantifi-kasi dengan menggunakan skor (nilai) yang merupa-kan data dengan skala ordinal, artinya dengan skor

yang lebih tinggi menunjukkan nilai partisipasi yang lebih tinggi. Penjumlahan dari skor tersebut untuk setiap sampel yang diwawancarai menggambarkan tingkat partisipasi dari sampel dalam hal pengelo-laan sampah. Pada Tabel 1 dapat dilihat skor dari indikator dalam pengukuran tingkat partisipasi ma-syarakat yang diwakili oleh sampel dalam penelitian ini.

Tabel 1. Skor dari indikator dalam pengukuran tingkat partisipasi.

Indikator Keterangan Skor

Perlakukan terhadap sampah untuk pewadahan

Masyarakat tidak mewadahi/membuang sembarang tempat

1

Masyarakat telah mewadahi sampah, tetapi masih dalam satu Jenis pewada-han untuk semua sampah (belum ada pemilahan di tingkat masyarakat antara sampah organik dan sampah non organik).

2

Pewadahan terpilah antara sampah organik dan sampah non organik

3

Pengumpulan/ pengangkutan sampah

Masyarakat masih membuang sampah di sembarang tempat, tidak mengguna-kan pelayanan pengangkutan dan tidak berpartisipasi dalam membayar retribu-si sampah

1

Masyarakat membakar sampah, menggunakan pelayanan pengangkutan walaupun tidak rutin membayar retribusi sampah

2

Masyarakat telah menggunakan pelayanan pengangkutan/pengumpul sampah dan rutin membayar retribusi sampah.

3

Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Dirjend PUCK, 2008

Untuk menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, maka untuk setiap strata ditentukan dengan penjumlahan skor dari dua indikator tersebut. Untuk setiap responden ditentu-kan partisipasi rendah jika skor 1-2, partisipasi se-dang jika skor 3-4, dan partisipasi tinggi jika skor 5-6. Kemudian secara keseluruhan tingkat partisipasi masyarakat diperhitungkan dengan menjumlahkan skor keseluruhan sampel. Dari jumlah skor maksimal (jumlah sampel dikali 3), maka dapat dikelompok-kan tingkat partisipasi masyarakat menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Partisipasi rendah adalah kelompok skor 0,00% - 33,32 %

2. Partisipasi sedang adalah kelompok skor 33,33% - 66,65 %

3. Partisipasi tinggi adalah kelompok skor 66,66% - 100%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisi-pasi dalam pengelolaan sampah berdasarkan ke-rangka pemikiran dan hipotesis adalah usia, pendi-

Page 20: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-16

dikan, pekerjaan yang ditunjukkan oleh besarnya penghasilan dan lamanya bermukim dari para res-ponden. Data mengenai faktor-faktor yang mem-pengaruhi tingkat partisipasi tersebut kemudian di-kuantifikasi dengan skor yang berskala ordinal seper-ti dapat dilihat pada Tabel 2.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempen-garuhi tingkat partisipasi masyarakat digunakan Ana-lisis Statistika, yaitu Chi-Square, yaitu untuk melihat hubungan antara faktor usia, pendidikan, peker-jaan/penghasilan dan lama bermukim. Oleh karena dianggap tingkat partisipasi sebagai variabel depen-dent dan faktor usia, pendidikan, pekerjaan/ peng-hasilan dan lama bermukim sebagai variabel inde-pendent, maka analisis ini dapat digunakan sebagai faktor yang saling mempengaruhi.

Tabel 2. Penentuan Skor Faktor-faktor yang Mempenga-ruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat.

No. Indikator Kriteria Kelompok Skor

Usia

20 - 34 tahun Usia muda 1 1 35 - 49 tahun Usia sedang 2 > 50 tahun Usia tua 3

Pendidikan

TS - SD sederajad Rendah 1 2 SMP-SMA sederajad Sedang 2 Diploma - PT Tinggi 3

Pekerjaan/ Penghasilan

Rp. 1.000.000 - 2.999.999

Rendah 1

3 Rp. 3.000.000 - 4.999.999

Sedang 2

> Rp. 5.000.000 Tinggi 3

Lama ber-mukim

3 - 11 tahun Baru 1 4 12 - 20 tahun Sedang 2 > 20 tahun Lama 3

Sumber : Diolah dari data primer, 2015

Untuk menyusun strategi perbaikan pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan secara diskriptif. Dari wawancara dan kuesioner terdapat beberapa pendapat masyarakat tentang pelaksanaan pengelo-laan sampah sebagai persepsi masyarakat terhadap sampah, kemudian data dianalisis secara deskriptif yaitu analisis persepsi masyarakat terhadap pelaksa-naan pengelolaan sampah rumah tangga yang meli-puti pewadahan dan pengumpulan/pengangkutan yang ada di masyarakat.

3 HASIL PENELITIAN

Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dalam Pewadahan

Pewadahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dapat dilihat 4 indikator, yaitu tidak diwadahi/ dibu-ang sembarang tempat, satu jenis pewadahan untuk semua sampah, pewadahan terpilah antara sampah

organaik dan anorganik. Gambaran pewadahan sampah oleh masyarakat dapat dilihat Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pola pewadahan sampah

Pola Pewadahan Sampah Strata I Strata II

Σ resp. % Σ resp. %

1. Tidak diwadahi/ dibu-ang sembarang tempat

6 19,35 0 0,00

2. Satu jenis pewadahan untuk semua sampah

17 54,84 12 52,17

3. Pewadahan terpilah an-tara sampah organik & sampah non organik

8 25,81 11 47,83

Jumlah 31 100,00 23 100,00

Sumber : Diolah dari data primer, 2015

Berdasarkan Tab. 3, Pada strata I sebesar 19,35% warga yang tidak mewadahi sampah atau mem-buang sampah sembarangan. Sebenarnya semua warga juga mewadahi sampah, tetapi setelah diwa-dahi dengan kantong plastik, sampah dibuang di wilayah yang masih minim penduduknya yaitu wilayah-wilayah yang belum ditempati atau lahan masih kosong. Warga yang demikian biasanya tidak berlangganan dengan petugas pengumpul/ peng-angkut sampah. Selain membuang sampah di lahan kosong ada juga yang membuat lubang ditanah kemudian melakukan pembakaran sampah, sedang-kan pada strata II tidak ada. Pada strata I sekitar 54,84% warga mewadahi sampah masih dalam satu Jenis pewadahan untuk semua sampah, baik sam-pah organik, sampah non organik dan Sampah B3, sedangkan pada strata II sebesar 52,17 %. Walaupun di strata II wadah sampah sebagian kecil telah dis-iapkan tetapi data diatas menunjukkan sebagian be-sar sampah masih digabung menjadi satu. Hal ini disebabkan warga kurang paham akibat dan man-faat yang dapat diambil bila sampah dipilah secara benar sesuai dengan peruntukannya. Warga yang termasuk dalam strata I hanya sebesar 27,59% se-dangkan pada strata II sebesar 47,83%, masyarakat yang telah melakukan pemilahan antara sampah organik dan sampah non organik (sampah B3 dima-sukkan dalam sampah non organik). Hal ini disebab-kan belum ada penyuluhan secara khusus untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemilahan sampah sangat banyak manfaatnya bagi masyarakat maupun bagi pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam persampahan.

Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dalam Pengumpulan/Pengangkutan

Aspek pengumpulan/pengangkutan sampah dapat dilihat beberapa perlakukan yang diberikan oleh warga, frekuensi pengumpulan sampah, biaya

Page 21: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-17

pelayanan dan pengangkutan sampah, dan pembayaran retribusi sampah.

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan frekuensi masyarakat membuang sampah

Frekuensi pengum-pulan sampah

Strata I Strata II Σ resp. % Σ resp. %

1. 2

Setiap hari Tiga hari sekali

10 32,26 1 4,35 16 51,61 19 82,61

3. Seminggu sekali 1 3,23 2 8,70 4 Tidak tentu 4 12,90 1 4,35

Jumlah 31 100,00 23 100,00

Sumber : Diolah dari data primer, 2015

Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa masyarakat yang membuang sampahsetiap 3 hari sekali sebesar 51,61% sedangkan pada Strata II sebesar 82,61% .biasanya kalau 3 hari sekali biasanya warga yang berlangganan dengan petugas pengangkut sampah. Sebesar 32,26 % pada Strata I dan hanya 4,35 % di Strata II hampir setiap hari membuang sampah. Sebesar 3,23% untuk Strata I dan sebesar 8,70% pada Strata II. Sebesar 12,90 % pada Strata I dan hanya 4,35% pada Strata II yang tidak tentu melakukan pengumpulan/pengangkutan sampah. Warga Strata II cenderung membuang sampah 3 hari sekali dibandingkan dengan warga Strata I yang rata-rata mengumpulkan/mengangkut sampah setiap hari dan tiga hari sekali.

Pada Tabel 5 terlihat bahwa warga yang belum ada pelayanan sampah sebesar 51,61% pada strata I sedangkan pada strata II hanya sekitar 13,04 %, biasanya masyarakat seperti ini cara pengumpulan/ pengangkutan sampah secara mandiri, membuang sampah di lahan kosong atau membuang langsung ke TPS pinggir jalan utama. Warga yang membayar retribusi sampah berkisar antara seribu rupiah sampai dengan sepuluh ribu rupiah sekitar 16,13% pada Strata I sedangkan Strata II sebesar 8,70%, masyarakat seperti ini biasanya kadang diambil oleh petugas sampahnya, kadang juga tidak diambil.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran Tiap Bulan Biaya Pelayanan Pengangkutan Sampah

Pengeluaran Tiap Bulan Biaya Pelayanan Pengangkutan Sampah

Strata I Strata II Σ

resp. %

Σ resp.

%

1. 2.

Tidak dilayani Rp 1.000 - 10.000

16 51,61 3 13,04 5 16,13 2 8,70

3. Rp. 11.000 - 20.000 10 32,26 18 78,26

4. Rp. 21.000 – ke atas 0 0,00 0 0,00

Jumlah 31 100,00 23 100,00

Sumber : Diolah dari data primer, 2015

Pengeluaran tiap bulan untuk membayar pelayanan sampah sebagian besar Rp. 11.000,00 – Rp. 20.000,00 yaitu untuk Strata I sebesar 32,26% dan pada Strata II sebesar 78,26%, masyarakat seperti ini biasanya sudah baik dalam perlakuan

terhadap sampah terutama dalam pengumpulan/ pengangkutan sampah. Warga pada Strata II lebih dominan membayar pelayanan sampah sebesar Rp.11.000 sampai dengan Rp. 20.000 dibandingkan dengan masyarakat Strata I yang cenderung tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah sehingga kadang mereka memperlakukan sampah kurang baik, maka pengumpulan/pengangkutan sampah lebih baik pada Strata II dibandingkan pada Strata I.

Pada Tabel 6. dapat dilihat sebesar 51,61% pada Strata I dan hanya sebesar 13,04% pada Strata II yang tidak membayar pelayanan sampah artinya belum bisa menikmati layanan pengumpulan/ pengangkutan sampah. Sebanyak 16,13% pada Strata I, biasanya lokasi tempat tinggal warga seperti ini ada di pinggir jalan utama karena walaupun tidak dibayar oleh warga petugas dari DKK akan mengambil sampah yang ada di sekitar wilayah tersebut dan pada Strata II sebesar 8,70% masyarakat yang tidak rutin dalam melakukan pembayaran retribusi. Sebesar 19,35% pada Strata I dan sebesar 34,78% pada Strata II masyarakat rutin dalam pembayaran karena petugas datang memin-tanya, sedangkan sebesar 12,90% pada Strata I dan 43,48% pada Strata II yang membayar retribusi sam-pah dengan kesadaran sendiri. Karena tidak ber-langganan dengan pengumpul/pengangkut sampah maka pada warga Strata I lebih dominan tidak membayar retribusi dan masyarakat masih banyak yang mengangkut dan membuang sampah di hutan atau di lokasi yang masih belum ditempati diban-dingkan dengan warga Strata II yang lebih rutin membayar retribusi sampah secara teratur karena pengangkutan sampah sudah aktif

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Rutinitas Masyarakat Dalam Pembayaran Retribusi Sampah

Rutinitas masyarakat dalam pembayaran retribusi sampah

Strata I Strata II Σ

resp. %

Σ resp.

%

a. b.

Tidak pernah bayar/tidak tahu/tidak ada Membayar tapi tidak rutin

16 51,61 3 13,04

5 16,13 2 8,70 c. Rutin membayar karena petu-

gas datang memintanya 6 19,35 8 34,78

d Rutin membayar karena su-dah menjadi kewajiban saya

4 12,90 10 43,48

Jumlah 31 100,00 25 100,00

Sumber : Diolah dari data primer, 2015

Tingkat partisipasi menggambarkan kua-litas pengelolaan Sampah

Tabel 7. Menunjukkan bahwa tingkat partisipasi ma-syarakat dalam pengelolaan sampah untuk pewada-han sampah pada daerah strata I termasuk dalam

Page 22: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-18

partisipasi tinggi dengan nilai sebesar 68,82%. Se-dangkan pengumpulan/pengangkutan sampah ru-mah tangga termasuk dalam kategori sedang den-gan nilai persentase sebesar 60,22%. Secara keselu-ruhan pelaksanaan pengelolaan sampah yaitu untuk pewadahan dan pengumpulan/pengangkutan sam-pah di wilayah strata I termasuk dalam partisipasi sedang dengan nilai persentase sebesar 64,52%. Me-nurut Sherry R. Arnstein dalam Arifin (2007), partisipasi sedang yaitu partisipasi yang telah mem-punyai pandangan sendiri, pendapat masyarakat telah didengarkan dan diperkenankan untuk mem-punyai inisiatif sendiri, tetapi tidak bisa memutuskan suatu kegiatan dan pendapat masyarakat tidak akan dipertimbangkan. Pada masyarakat tingkat ini diupa-yakan masyarakat sudah mempunyai kemampuan sendiri untuk memiliki keberanian agar bisa memiliki inisiatif dan memiliki kemampuan untuk mandiri. Perlu ada dorongan dari pihak lain baik pemerintah, lembaga-lembaga kemasyarakatan, pihak swasta dan masyarakat itu sendiri agar dapat memahami pengelolaan sampah yang baik dan efisien. Oleh sebab itu dibutuhkan ada penguatan-penguatan ter-hadap masyarakat dalam kegiatan persampahan yang terprogram, terkoordinir dan berkesimbungan untuk memperoleh hasil lebih signifikan. Artinya sebagian besar masyarakat seperti ini belum memili-ki kemampuan untuk bermitra dengan pengumpul sampah/pengangkut secara maksimal, sehingga san-gat dibutuhkan pendampingan secara kontinyu un-tuk mensosialisasikan dan dorongan dari berbagai pihak pentingnya pengelolaan sampah rumah tang-ga yang efisien dan bermanfaat terutama dalam pengumpulan dan pengangkutan sampah.

Pada strata II untuk pelaksanaan pengelolaan sampah pada pewadahan dan pengumpulan/ peng-angkutan termasuk dalam kategori partisipasi tinggi dengan kriteria interpretasi skornya masing-masing sebesar 82,61% dan 88.41%. Tingkat partisipasi ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Sherry R. Arnstein dalam Arifin (2007) bahwa Partisipasi ini merupakan partisipasi yang interaktif dan mandiri. Pada tingkatan ini masyarakat telah bisa bermitra dan memiliki mayoritas suara dalam proses pen-gambilan keputusan.

Secara umum dikelurahan ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah rumah tangga yang terdiri dari pewadahan dan pengumpu-lan/pengangkutan sampah termasuk dalam kategori partisipasi tinggi dengan persentase nilai sebesar 73,46%. Menurut Sherry R. Arnstein dalam Arifin (2007), masyarakat pada tingkatan partisipasi tinggi telah memiliki karakter sendiri sehingga masyarakat telah mandiri dan bisa bermitra dengan pihak lain, bahkan partisipasi ini rakyat non elit mayoritas suara

dalam proses pengambilan keputusan. Artinya masyarakat secara sadar telah mampu mewadahi sampah secara mandiri dan memiliki inisiatif sendiri. Namun demikian masih ada warga yang belum memahami dan melakukan pelaksanaan penge-lolaan sampah yang tepat. Untuk itulah perlu peran aktif dari semua pihak agar memberikan arahan dan dibentuknya suatu kelompok masyarakat yang mampu menjadikan sampah sebagai sesuatu yang berharga. sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan antara lain dalam pewadahan dibutuhkan pemilahan dari sumber sampah agar memudahkan pada proses selanjutnya. Dalam pengumpulan/ pen-gangkutan sampah motor sampah harus disekat an-tara sampah organik dan sampah anorganik atau saat pengambilan sampah yang harus dibedakan waktunya. Penjadwalan waktu pengumpulan/peng-angkutan sampah organik yang bersifat mudah membusuk hendaknya diangkut paling lama 2 hari sekali, sedangkan untuk sampah anorganik diangkut dengan frekuensi seminggu sekali.

Pada strata II untuk pelaksanaan pengelolaan sampah pada pewadahan dan pengumpulan/ peng-angkutan termasuk dalam kategori partisipasi tinggi dengan kriteria interpretasi skornya masing-masing sebesar 82,61% dan 88.41%. Tingkat partisipasi ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Sherry R. Arnstein dalam Arifin (2007) bahwa Partisipasi ini merupakan partisipasi yang interaktif dan mandiri. Pada tingkatan ini masyarakat telah bisa bermitra dan memiliki mayoritas suara dalam proses pen-gambilan keputusan.

Secara umum dikelurahan ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah rumah tangga yang terdiri dari pewadahan dan pengumpu-lan/pengangkutan sampah termasuk dalam kategori partisipasi tinggi dengan persentase nilai sebesar 73,46%. Menurut Sherry R. Arnstein dalam Arifin (2007), masyarakat pada tingkatan partisipasi tinggi telah memiliki karakter sendiri sehingga masyarakat telah mandiri dan bisa bermitra dengan pihak lain, bahkan partisipasi ini rakyat non elit mayoritas suara dalam proses pengambilan keputusan. Artinya masyarakat secara sadar telah mampu mewadahi sampah secara mandiri dan memiliki inisiatif sendiri. Namun demikian masih ada warga yang belum memahami dan melakukan pelaksanaan penge-lolaan sampah yang tepat. Untuk itulah perlu peran aktif dari semua pihak agar memberikan arahan dan dibentuknya suatu kelompok masyarakat yang mampu menjadikan sampah sebagai sesuatu yang berharga. sehingga perlu adanya perbaikan-perbai-kan antara lain dalam pewadahan dibutuhkan pemi-lahan dari sumber sampah agar memudahkan pada proses selanjutnya. Dalam pengumpulan/peng-

Page 23: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-19

angkutan sampah motor sampah harus disekat anta-ra sampah organik dan sampah anorganik atau saat pengambilan sampah yang harus dibedakan wak-tunya. Penjadwalan waktu pengumpulan/pengang-kutan sampah organik yang bersifat mudah membu-suk hendaknya diangkut paling lama 2 hari sekali, sedangkan untuk sampah anorganik diangkut den-gan frekuensi seminggu sekali.

Dari kajian penelitian ini diperoleh suatu gambaran yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat berarti semakin besar peranan masyarakat dalam menentukan bentuk lingkungan yang diinginkannya, karena masyarakat peduli dengan lingkungan sekitarnya termasuk pengelolaan sampah yang efektif. Bila masyarakat sudah mandiri dalam pengelolaan sampah maka dapat meringankan beban pemerintah dalam mengatasi masalah persampahan. Hal ini dapat di-perhatikan pada tahap pewadahan sampah, di strata I masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan sekitar 19,35% sedangkan pada strata

II hampir tidak ditemukan tumpukan sampah yang dibuang sembarangan. Di strata I hanya 54,84% yang telah mewadahi sampah walaupun belum ter-pilah sedangkan pada strata II 52,17%. Pada strata I hanya 25,81% warga telah yang melakukan pemila-han sampah sedangkan pada strata II sudah menca-pai 47,83%. Wadah sampah yang tertutup di strata I hanya 3,45% saja sedangkan pada strata II sebesar 47,83%. Dilihat dari segi jenis alat pengumpul sam-pah yang digunakan pada strata I hanya 48,39% yang menggunakan jasa pengumpul sampah berupa motor sampah biasa sedangkan pada strata II telah mencapai 86,96%. Dilihat dari segi keaktifan warga dalam membayar iuran retribusi sampah secara ru-tin pada strata I hanya 32,25%, sedangkan pada stra-ta II telah mencapai 78,26%. Dengan demikian un-tuk menyempurnakan pengelolaan sampah yang baik dan membawa manfaat bagi masyarakat maka perlu ada kolaborasi seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, pihak swasta, lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di lingkungan setempat, dan warga setempat.

______________________________________________

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat DalamPengelolaan Sampah Rumah Tangga

STRATA I

Indikator

Frekuensi Skor Ca-paian

Capaian Max. Skor Capaian

(%) Tingkat Parti-

sipasi 1 2 3

1. Perlakuan masyarakat terhadap sampah untuk pewadahan.

6 17 8 64 93 68,82 Tinggi

2. Pengumpulan/pengangkutan sampah. 16 5 10 56 93 60,22 Sedang

Rata-rata 11 11 9 60 93 64,52 Sedang

STRATA II

Indikator Frekuensi

Skor Capaian Capaian Max. Skor Capaian

(%) Tingkat Parti-

sipasi 1 2 3

1. Perlakuan masyarakat terhadap sampah untuk pewadahan.

0 12 11

69 82,61 Tinggi

2. Pengumpulan/pengangkutan sampah. 3 2 18 Tinggi 69 88,41 Tinggi

Rata-rata 2 7 15 59 69 85,51 Tinggi

STRATA I & II

Indikator

Frekuensi Skor Capaian Capaian Max.

Skor Capaian (%)

Tingkat Parti-sipasi 1 2 3

1. Perlakuan masyarakat terhadap sampah untuk pewadahan.

6 29 18 121 162 74,69 Tinggi

2. Pengumpulan/pengangkutan sampah. 19 7 28 117 162 72,22 Tinggi

Rata-rata 13 18 24 119 162 73,46 Tinggi

Sumber : Diolah dari data primer, 2015 Keterangan: Angka 0 % – 33,32 % = Partisipasi Rendah, Angka 33,33% - 66,65 % = Partisipasi Sedang, Angka 66,66% - 100%.= Partisipasi Tinggi

_______________________________________________

Untuk membentuk masyarakat agar masyarakat memiliki partisipasi dan kepekaan terhadap sesama tidak mudah dan memerlukan pembinaan yang cu-kup telaten ini sempat disampaikan oleh Ketua RT 24, Bapak H. Najib Pradedy bahwa “ untuk memben-tuk masyarakat yang peka terhadap sesama dan me-munculkan partisipasi masyarakat tidaklah mudah. ini membutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan waktu

yang tidak singkat. Begitu juga dengan pengelolaan sampah tidak mudah agar masyarakat peduli”. Da-lam membina masyarakat yang mandiri perlu dila-kukan secara berkesimbungan dan terus disoisalisa-sikan agar masyarakat sadar bahwa untuk membuat lingkungan asri perlu partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.

Page 24: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-20

Untuk meningkatkan partisipasi warga dalam pengelolaan sampah rumah tangga menurut Ke-mentrian Pekerjaan Umum Dirjend PUCK tahun 2008 diperlukan kegiatan pemberdayaan secara te-rencana, terkoordinir dan berkelanjutan sehingga dapat dicapai perubahan yang signifikan dalam pen-gelolaan sampah terutama dalam pewadahan dan pengumpulan. Pemberdayaan sebagai proses men-gembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapi-san bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan, Sutoro Eko (2002). Proses pemberdayaan tersebut melibatkan pemerintah, pihak swasta, lembaga kemasyarakatan yang ada dan masyarakat itu sendiri. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan tersebut meliputi antara lain penyuluhan, pelatihan dan percontohan, pengem-bangan kegiatan, dan lain-lain.

Sosialisasi/penyuluhan pengelolaan sampah yang dilakukan secara terus menerus dengan metode yang tepat dijelaskan kepada seluruh elemen masya-rakat, pihak swasta dan pemerintah serta pihak-pihak yang berkompeten di bidang persampahan. Penyuluhan ini bertujuan untuk menjelaskan dan menyatukan persepsi masalah persampahan yang dihadapi saat ini secara global dan mimpi-mimpi yang ingin dicapai dimasa yang akan datang.

Pelatihan dan percontohan sangat perlu dilaku-kan, tujuannya agar masyarakat paham tentang sampah dan dampak yang ditimbulkan, paham ten-tang manfaat yang bisa diambil bila sampah diolah secara benar dan tepat. Paham tentang aspek-aspek pendukung agar pelaksanaan kegiatan ini tetap ber-jalan terus menerus dan solid sehingga perlu adanya suatu kelompok masyarakat persampahan misalnya Bank Sampah. Kelompok masyarakat ini dibutuhkan pendanaan yang transparan dan akuntabiltas yang tinggi agar tidak ada kecemburuan sosial, membuat aturan-aturan yang disepakati dan mengikat serta teknik operasional yang mudah dan tidak membe-bani masyarakat. Pelatihan dan percontohan bertu-juan untuk meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh warga dalam meningkatkan kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola kegia-tan persampahan.

Pengelolaan sampah yang berhasil akan menam-bahan pengalaman dan pengetahuan yang terus dan secara langsung atau tidak langsung dapat membuka wawasan yang lain untuk mengelola sampah agar manfaatnya lebih baik dari yang ada. Dengan demikian bisa muncul ide-ide dan inovasi-inovasi baru dalam memanfaatkan sampah sehingga dapat merambah pada kegiatan yang lain. Misalnya membuat kap lampu dari bongkol jagung yang se-

lama ini dibuang dan tidak bermanfaat bagi warga menjadi barang yang sangat berharga serta diha-rapkan banyak gebrakan-gebrakan baru yang dapat menjadikan sampah sebagai sesuatu yang pantas diperebutkan.

Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya

Faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga adalah usia, pendidikan, pekerjaan/penghasilan, dan lama bermukim. Dalam analisis ini responden pada Stra-ta I digabung dengan Strata II yaitu sebanyak 54 orang, dan tingkat partisipasi dibagi menjadi 2 ke-lompok, yaitu tingkat partisipasi yang rendah dan tingkat partisipasi yang tinggi. Pada Tabel 8. dapat dilihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

.Tabel 8. Frekuensi Responden Yang Menggambarkan Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Dengan Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhinya

Uraian

Kriteria Tingkat Partisipasi Hasil Uji

Chi-Square Rendah Tinggi Jml

Usia

Muda 10 6 16 Ada hubungan/ pengaruh yang nyata

Sedang 6 10 16 Tua 5 17 22

Pendidikan

Rendah 6 9 15 Tidak ada hubungan/ pengaruh yang nyata

Sedang 10 13 23 Tinggi 5 11 16

Penghasilan

Rendah 10 15 25 Tidak ada hubungan/ pengaruh yang nyata

Sedang 6 7 13 Tinggi 5 11 16

Lama bermukim

Baru 10 6 16 Ada hubungan/ pengaruh yang nyata

Sedang 6 8 14 Lama 5 19 24

Rata-rata 21 33 54

Sumber: Diolah dari data primer, 2015

Tabel 8 dapat dilihat bahwa faktor usia dan lama bermukim mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasi, dan melihat sifat dari variabel tersebut, maka dapat dikatakan bahwa faktor usia dan lama bermukim mempunyai pengaruh yang positif terha-dap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelo-laan sampah rumah tangga. Sedangkan faktor jenis pekerjaan/penghasilan dan dan tingkat pendidikan tidak dapat dibuktikan mempunyai hubungan atau adanya pengaruh terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Jika dilihat dari segi usia, maka parti-sipasi yang rendah didominasi oleh penduduk usia muda, sedangkan partisipasi yang tinggi didominasi oleh penduduk yang berusia lebih tua. Hal ini seja-lan pula dengan lama bermukim, dimana partisipasi

Page 25: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Martinawati Dkk./Partisipasi Masyarakat dalam … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18103-21

yang rendah lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang baru bermukim, sedangkan partisipasi yang tinggi lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang telah lama bermukim

Terdapat kecenderungan bahwa tingkat partisi-pasi yang rendah lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan rendah sampai sedang. Sedangkan jenis pekerjaan/penghasilan tidak mem-punyai arah tertentu dalam menentukan atau mem-pengaruhi tingkat partisipasi terhadap pengelolaan sampah rumah tangga.

Semua kondisi yang telah dijelaskan di atas, me-nunjukkan perlu adanya penyuluhan secara khusus untuk menjelaskan kepada masyarakat. Perlu adanya pembinaan secara rutin dan berkelanjutan, terutama untuk mereka yang berpenghasilan yang lebih tinggi dan berpendidikan yang lebih baik untuk menjadi pendorong dan penggerak masyarakat agar mengelola sampah yang baik dan benar. Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesi-nambungan tentu akan menjadikan pengelolaan sampah di Kelurahan ini akan lebih baik lagi. Adanya keinginan sebagian masyarakat di RT 24 yang telah mengajukan permohonan kepada peme-rintah untuk membentuk Bank Sampah mengingin-kan pembinaan secara rutin perlu direspon dengan baik. Selain itu perlu ditumbuhkan suatu perkumpu-lan atau organisasi kelembagaan atau kelompok warga yang dapat mengelola sampah dengan tera-tur.

Dalam pengumpulan/pengangkutan sampah mo-tor sampah harus disekat antara sampah organik dan sampah anorganik atau saat pengambilan sam-pah yang harus dibedakan waktunya. Penjadwalan waktu pengumpulan/pengangkutan sampah organik yang bersifat mudah membusuk hendaknya diang-kut paling lama 2 hari sekali, sedangkan untuk sam-pah anorganik diangkut dengan frekuensi seminggu sekali. Masyarakat juga menghendaki adanya ban-tuan pemerintah dengan tempat pengumpulan sampah yang lebih dibandingkan dengan yang ada sekarang dan agar tempat pengumpulan sampah biasa dipisahkan dengan tempat pengumpulan sam-pah yang mengandung B3 (bahan beracun berba-haya).

Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat berarti semakin besar peranan masyarakat dalam menentukan bentuk lingkungan yang diinginkannya. Semakin tinggi partisipasi masyarakat dan bila masyarakat sudah mandiri dalam pengelolaan sampah maka tentu akan dapat meringankan beban pemerintah dalam mengatasi masalah persampahan

4 KESIMPULAN

Tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga tergolong tinggi (rata-rata skor 73,46%), dan masyarakat yang terkatagori baik pengelolaan sampahnya mempunyai partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang bermukim di daerah yang kurang baik pengelolaan sampahnya.

Faktor usia dan lama bermukim mempunyai hu-bungan (atau dapat dikatakan mempengaruhi seca-ra positif) tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Sedangkan pendidikan dan pekerjaan/penghasilan tidak dapat dibuktikan mem-punyai hubungan dengan partisipasi masyarakat da-lam pengelolaan sampah.

Strategi perbaikan pengelolaan sampah memer-lukan adanya koordinasi yang baik antara pemerin-tah dan masyarakat, serta diperlukan adanya upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Pengelolaan yang baik dapat dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dapat mengurangi beban pemerintah, terutama untuk pewadahan dan pengangkutan sampah.

REFERENSI _____________________________

Arifin, M. NST., 2007. Perencanaan Pembangunan Parti-sipasi (Studi tentang Penyusunan Rencana Pembangu-nan Jangka Menengah daerah Kota MedanTahun 2006-2010). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT. Rineka Cipta. Jakarta

Damanhuri, E., Ismaria, R., dan Padmi, T,. 2011. Pedoman Tata Cara Pengelolaan Sampah 3R. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Daud, F., 2009. Partisipasi masyarakat Dalam pengelolaan Lingkungan di permukiman Sekitar Muara Sungai Tallo Kota Makasar. Jurnal Chemica Vol: 0 9-10

Kementrian Pekerjaan Umum Dirjend PUCK. 2008. Buku Pedoman 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permuki-man. Jakarta

Manurung, R., 2008. Persepsi dan Partisipasi Siswa Seko-lah Dasar Dalam Pengelolaan Sampah di Lingkungan Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur, No. 10/Tahun ke-7/Juni 2008

Parma, I. P. G., 2011. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Festival Pesona Pulau Serangan Di Kota Denpasar. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Vol.1 : 2-1

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun. 2013. Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sam-pah sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta. _________

Page 26: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18104-22

Kelimpahan Arthropoda Karnivora di Pertanaman Padi Ratun di Sawah Lebak yang Diaplikasikan

Bioinsektisida Bacillus thuringiensis

Fila Sunariah1, Siti Herlinda2, dan Yuanita Windusari3

1Mahasiswa Pengelolaan Lingkungan Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang. 2Dosen Fakultas Pertanian Universi-tas Sriwijaya, Indralaya. 3Dosen Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Indralaya

Abstrak: Kelimpahan Arthropoda karnivora di pertanaman padi ratun di sawah lebak yang diaplikasikan bio-insektisida Bacillus thuringiensis telah dilakukan di sawah lebak Pemulutan, Ogan Ilir Sumatera Selatan selama Agustus-Oktober 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelimpahan Arthropoda karnivora padi ratun yang diberi aplikasi Bacillus thurngiensis dan tanpa diberi aplikasi bioinsektisida. Pengambilan sampel spesies Arthropoda dilakukan dengan menggunakan jaring serangga pada tajuk tanaman padi dan pitfall trap untuk serangga tanah. Keanekaragaman Arthropoda dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon, In-deks Dominasi Berger-Parker dan Indeks Kemerataan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan popu-lasi Arthropoda karnivora didominasi famili Tetragnatidae, Coccinalidae, Lycosidae dan Carabidae.

Kata kunci: Arthropoda, Karnivora, Ratun

Abstract: Carnivorous arthropods abundance in rice cultivation in paddy lebak ratun applied biopesticide Ba-cillus thuringiensis has been done in the fields lebak Pemulutan, Ogan Ilir South Sumatra during August-October 2013. The study aims to determine the abundance of carnivorous arthropods ratun rice by application of Bacillus thurngiensis and without being given application biopesticide. Sampling was done using the arthro-pod species insect nets on rice plant canopy and pitfall trap for soil insects. Arthropod Diversity calculated us-ing the Shannon Diversity Index, Berger-Parker Dominance index and Evenness Index. The results showed that the abundance of arthropods carnivore populations dominated by family Tetragnatidae, Coccinalidae, Lycosi-dae and Carabidae.

Keywords: Arthropods, Carnivores, Ratun

Email: [email protected]

1 PENDAHULUAN

erangga merupakan kelompok artropoda terbe-sar yang jumlahnya berkisar antara 80-90% dari

seluruh spesies fauna di ekosistem. Serangga me-rupakan bagian penting dalam menjaga keseimban-gan suatu ekosistem. Artropoda berperan penting dalam proses pertukaran energi, air dan nutrient di ekosistem. Keanekaragaman artropoda dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi tumbuhan. Setiap tipe vegetasi menyediakan habitat spesifik bagi artropo-da. Keanekaragaman artropoda dapat menggam-barkan organisasi dalam suatu komunitas. Tingkat keanekaragaman spesies artropoda dapat berubah secara alami dan buatan hasil manipulasi manusia. Diversifikasi artropoda predator dan parasitoid di dalam suatu komunitas sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya serangan ledakan populasi hama. (Trisnawati, 2011).

Peran musuh alami dapat menekan populasi ha-ma yang sangat berpengaruh dalam mencegah pe-ledakan populasi hama. Menurut Thalib et al. (2002)

di ekosistem persawahan, arthtropoda predator (se-rangga dan laba-laba) merupakan musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama pa-di (wereng coklat dan penggerek batang padi). Arth-ropoda permukaan tanah sebagai komponen biotik pada ekosistem tanah yang sangat tergantung pada faktor lingkungan. Perubahan lingkungan akan ber-pengaruh terhadap kehadiran dan kepadatan popu-lasi Arthropoda (Nurhadi, 2011). Pengaruh peruba-han lingkungan terhadap kepadatan Arthtropoda juga terjadi pada penggunaan insektisida yang tidak bijaksana, terungkap pada penelitian Herlinda et al. (2008), bahwa jumlah Arthtropoda yang aktif di permukaan tanah pada sawah tanpa aplikasi insekti-sida dan diaplikasi bioinsektisida lebih tinggi diban-dingkan dengan sawah yang diaplikasikan oleh in-sektisida sintetik.

Informasi populasi dan kelimpahan Arthropoda karnivora pada tanaman padi ratun perlu diinventa-ris agar dapat dimanfaatkan dan dikembangkan un-tuk pengendalian hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan Arthropoda karnivo-

S

Page 27: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-23

ra pada padi ratun yang diberi aplikasi Bacillus thurngiensis dan tanpa diberi aplikasi bioinsektisida.

2 BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di lahan padi ratun rawa lebak, kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada bulan Agustus-Oktober 2013. Identifikasi spesies Artropoda padi ratun dila-kukan di laboratorium Entomologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Un-iversitas Sriwijaya, Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

Lahan yang digunakan ditentukan berdasarkan topografi lahan pada padi ratun di rawa lebak Ke-camatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Lahan yang digunakan seluas 2 Ha yang dibagi menjadi 4 petak dengan sebaran mengikuti kondisi lahan sawah. Penentuan lahan yang diguna-kan untuk pengambilan sampel ini tidak dilakukan hanya melakukan pengamatan persubpetak tetapi mengikuti penentuan pola sampling yang telah dila-kukan sebelumnya. Petak penelitian terdiri dari 4 petak. Masing-masing petak dibagi menjadi empat subpetak. 1 petakan 1/2 ha. Dalam satu petakan di-bagi menjadi 2 subpetak. 1 subpetak diberi perla-kuan Bacillus thurngiensis sedangkan 1 subpetak lainnya sebagai kontrol.

Pengambilan dan Pengumpulan Spesies Arthropoda Karnivora pada Tajuk

Pengambilan sampel Artropoda dilakukan dengan menggunakan jaring serangga. Pengambilan artro-poda ini dilakukan sebanyak 15 ayunan ganda seca-ra kontinyu, per subpetak pada lokasi pengamatan dan dilakukan pada pukul 06.00-08.00 WIB. Setiap kali ayunan ganda (kekiri dan kekanan) serangga yang didapat langsung dimasukkan kedalam kan-tong plastik yang berisi formalin 4 % begitu juga un-tuk ayunan kedua dan seterusnya hingga ayunan ke lima belas. Selanjutnya, artropoda yang didapat di-bersihkan sambil dibilas dengan air mengalir. Ke-mudian artropoda dimasukkan kedalam botol berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi di bawah mikroskop dan dihitung jumlah individunya di Laboratorium Entomologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya. Identifikasi artropoda menggunakan acuan buku Barrion dan Litsinger (1990), Borror (1992), dan Barrion dan Litsinger (1995).

Pengambilan dan Pengumpulan Spesies Arthropoda Karnivora Tanah

Pengambilan arthropoda pada permukaan tanah menggunakan lubang jebakan (pitfall trap). Lubang jebakan (4 perangkap per subpetak) terbuat dari gelas plastik berdiameter 50 mm dan kedalaman 100 mm. Perangkap tersebut lalu diisi dengan lautan formalin 4 % sebanyak satu pertiga tinggi gelas. Se-rangga predator yang tertangkap lubang jebakan disortasi, disaring dengan saringan ukuran pori 1 mm, dibilas dengan air steril, lalu dimasukkan keda-lam botol vial berisi alkohol 70 %, untuk selanjutnya diidentifikasi dibawah mikroskop dan dihitung jum-lah individunya di Laboratorium Entomologi Juru-san Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Perta-nian Universitas Sriwijaya.

Analisa Data

Data komposisi spesies dan jumlah individu artropo-da digunakan untuk menganalisis kelimpahan dan keanekaragaman spesies artropoda pada tajuk ta-naman padi. Ukuran keanekaragaman yang diper-gunakan ialah nilai indeks keanekaragaman spesies Shannon, indeks dominasi spesies Berger-Parker dan indeks kemerataan spesies dari Pielou. Indeks Shan-non (H’) merupakan ukuran yang relatif paling di-kenal dan banyak digunakan (Ludwig & Reynolds, 1988), dengan rumus:

Keterangan:

H’ = Indeks Shannon

S = Jumlah spesies

Ni = Jumlah individu spesies ke-i

N = Jumlah total individu semua spesies

Kriteria indeks keanekaragaman:

H<1 : keanekaragaman rendah (jumlah spesies dan individu rendah, salah satu jenis ada yang dominan)

H=l-3 : keanekaragaman sedang(jumlah spesies dan individu sedang, jumlah individu tidak beragam)

H > 3 : keanekaragaman tinggi (jumlah spesies dan individu tinggi, tidak ada jenis yang dominan)

Selanjutnya dominasi spesies dihitung dengan Indeks Dominasi Spesies Berger-Parker merupakan ukuran keanekaragaman yang menunjukkan pro-

s

H’ = Ʃ (ni/N) ln (ni/N)

i=1

Page 28: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-24

porsi spesies yang paling berlimpah. Menurut Lud-wig & Reynolds (1988) indeks Berger-Parker (d) menggunakan rumus sebagai berikut:

d = Nmax / N

keterangan:

d = Indeks Berger-Parker

Nmax = Jumlah individu yang paling dominan

N = Jumlah total individu semua spesies

Kriteria indeks dominansi:

C < 0,5 : dominansi rendah (tidak ada yang men-dominansi)

C > 0,5 : dominansi tinggi (ada yang mendominansi)

Indeks Kemerataan menyatakan jumlah total in-dividu yang didapat tersebar dalam setiap spesies-nya. Indeks kemerataan tinggi bila jumlah total indi-vidu terbagi rata pada setiap spesies yang ada. Me-nurut Ludwig dan Reynolds (1988), indeks kemera-taan (E) dinyatakan dalam bentuk angka perbandin-gan Hill sebagai berikut:

E = H’ / ln (S)

Keterangan:

E = Indeks kemerataan

H’ = Indeks Shannon

S = Jumlah spesies

Kriteria indeks kemerataan :

E<0,5 : kemerataan tinggi (penyebaran jumlah indi-vidu tiap jenis merata atau tidak ada jenis yang mendominasi.

E>0,5 : dominansi tinggi (ada yang mendominansi)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan artropoda karnivora yang ak-tif di tajuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Arthropoda karnivora tajuk di tajuk tanaman padi ratun di lahan rawa lebak tergolong ke dalam dua kelas yaitu Arachnida (laba-laba) dan insekta (serangga). Ke-dua kelas Arthropoda karnivora tersebut ditemukan di lahan yang diaplikasikan bioinsektisida dan tanpa bioinsektisida. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bioinsektisida tidak mempengaruhi keberadaan Arthropoda karnivora.

Hasil analisis kelimpahan populasi dari kelas Arachnida diketahui bahwa populasi Tetragnatidae di lahan yang diaplikasikan bioinsektisida lebih tinggi daripada di lahan yang tidak diaplikasikan bioinsekti-sida. Jumlah individu Tetragnatidae yang ditemukan berturut-trurut adalah 202 ekor dan 131 ekor (Tabel 1). Arthropoda karnivora lain yang ditemukan di tajuk tanaman padi ratun ialah famili Lyniphiidae, Lycosidae, Oxyophidae, Araneidae dan Salticidae. Jumlah individu dari kelima famili tersebut relatif kecil dibandingkan dengan famili Tetragnatidae.

Tetragnatidae merupakan famili dari kelas Arachnidae yang berperan sebagai predator. Famili Tetragnatidae merupakan kelompok laba-laba yang aktif di tajuk tanaman padi yang dapat membuat jaring pada pelepah daun padi karena laba-laba ter-sebut menunggu mangsa di dalam jaring dan sering berada di dalam tajuk tanaman padi (Khadijah, 2014). Selain itu, Tetragnatidae sebagai laba-laba predator yang mampu menekan populasi Nilaparva-ta Lugens (wereng coklat) yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi (Thalib et al. 2002). Kebiasaan artropoda penghuni tajuk padi yang aktif terbang memungkinkan kebe-radaan serangga tersebut memang tinggal pada eko-sistem tersebut, sehingga hal tersebut mendukung populasi Arachnida yang melimpah pada ekosistem tersebut.

Tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsek-tisida dapat mempengaruhi kehadiran serangga kar-nivora yang aktif di permukaan tajuk. Serangga karnivora di tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida lebih sedikit daripada di lahan yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida. Di tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida ditemukan 473 ekor serangga karnivora. Di tanaman padi ra-tun yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida ditemu-kan 556 ekor serangga karnivora. Serangga karni-vora yang dominan di tajuk tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida dan tanpa diaplika-sikan bioinsektisida tergolong ke dalam famili Cocci-nellidae. Populasi Coccinellidae di tanaman padi ratun yang diaplikasi bioinsektisida dan yang tanpa diaplikasi bioinsektisida berturut-turut ada 239 dan 267 ekor (Tabel 1). Tingginya kelimpahan Coccinel-lidae tersebut ada kaitannya dengan kemampuanya memangsa berbagai jenis mangsa. Coccinellidae jantan dan betina dapat memangsa serangga pada stadia larva, nimfa dan imago (Nelly et al. 2008).

Page 29: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-25

Tabel 1. Jumlah spesies dan jumlah individu artropoda tajuk di lahan padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol umur 1-8 msp (ekor/60 ayunan ganda)

Famili JSA JSB Chi Square P Value JIA JIB Chi Square P Value

Kelas Arachnida Araneidae 5 7 0,33tn 0,56 15 22 1,32tn 0,25

Lycosidae 25 20 0,55tn 0,45 48 37 1,42tn 0,23 Tetragnathidae 21 23 0,09tn 0,76 131 202 15,14tn 9,99 Lyniphiidae 23 21 0,09tn 0,76 113 156 6,87* 0,01 Oxyopidae 16 16 0tn 1 95 114 1,72tn 0,19 Salticidae 2 3 0,2 0,65 2 3 0,20 0,65 Jumlah 92 90 0,02tn 0,88 404 534 18,01tn 2,19 Serangga Karnivora

COLEOPTERA Carabidae 8 7 0,06tn 0,79 13 17 0,53tn 0,47

Staphylidae 8 8 0tn 1 51 75 4,57* 0,03 Coccinellidae 14 16 0,13tn 0,71 239 267 1,54tn 0,21 Crysomicidae 5 6 0,09tn 0,76 8 9 0,05tn 0,80 ODONATA

Coenagrionidae 8 8 0tn 1 39 51 1,60tn 0,21 Libellulidae 2 3 0,2 0,65 2 3 0,20 0,65

Tabel 1 Lanjutan Famili JSA JSB Chi Square P Value JIA JIB Chi Square P Value

MANTODAE Mantidae 1 0 1 0,31 1 0 1,00 0,32

ORTHOPTERA Tettigonidae 8 8 0tn 1 68 74 0,25tn 0,61

Gryliidae 16 14 0,13tn 0,71 30 39 1,17tn 0,27 HEMIPTERA

Pentatomidae 6 7 0,07tn 0,78 22 21 0,02tn 0,88 Jumlah 76 77 0,006tn 0,93 473 556 6,69* 0,009 Serangga Herbivora

Delphaecidae 22 24 0,086tn 0,76 44 117 33,09tn 8,76 Ciccdelidae 24 24 0tn 1 122 146 2,14tn 0,14 HEMIPTERA

Alydidae 4 4 0 1 37 49 1,67tn 0,19 Pentatomidae 6 8 0,28tn 0,59 s8 26 9,50* 0,002 LEPIDOPTERA

Pyralidae 2 5 1,28 0,25 3 6 1 0,32 Jumlah 58 65 0,39tn 0,52 214 344 30,28tn 3,73 Serangga Netral

HYMENOPTERA Formicidae 3 3 0 1 3 3 0 1

DIPTERA Muscidae 1 0 1 3,84 2 0 2 0,15

Serangga Lainnya 8 8 0 1,00 68 95 4,47* 0,03 Jumlah 12 11 0,04tn 0,83 73 98 3,65* 0,05

TOTAL 238 243 0,05tn 0,81 1164 1532 50,23tn 1,37

Keterangan: JSA: Jumlah spesies pada aplikasi bioinsektisida, JSB: Jumah spesies pada aplikasi kontrol, JIA: Jumlah in-dividu pada aplikasi bioinsektisida, JIB: Jumlah individu pada kontrol. Angka yang diikuti tanda * pada baris yang sama berbeda nyata pada uji chi square 5%, tn: tidak berbeda nyata pada uji chi square 5%.

_______________________________________________

Kelimpahan artropoda karnivora yang ak-tif di permukaan tanah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bioin-sektisida dapat mempengaruhi kelimpahan populasi Arthropoda karnivora yang aktif di permukaan ta-nah tanaman padi ratun. Arthropoda karnivora yang

ditemukan tergolong ke dalam kelas Arachnida (la-ba-laba) dan Insekta (serangga).

Total laba-laba yang aktif di permukaan tanah ta-naman padi ratun ada 235 ekor. Laba-laba yang ditemukan di tanaman padi yang diaplikasikan bio-insektisida dan tanpa diaplikasikan bioinsektisida berturut-turut ada 116 dan 119 ekor (Tabel 2). Spe-

Page 30: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-26

sies laba-laba yang aktif ditemukan di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida dan tanpa diaplikasikan bioinsektisida relatif sama. Hal lain juga dijelaskan Herlinda et al. (2008) bahwa relatif sama kelimpahan Arthropoda antara lahan yang diaplika-sikan bioinsektisida dengan lahan yang diaplikasikan insektisida sintetik.

Hasil penelitian menunjukkan serangga karnivora di tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsekti-sida lebih banyak daripada di tanaman padi ratun tanpa diaplikasikan bioinsektisida. Artrhopoda kar-

nivora tanah yang dominan di pertanaman padi ra-tun yaitu dari kelas Insekta, famili Carabidae. Kelim-pahan populasi kumbang Carabidae di pertanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida lebih tinggi daripada tanpa diaplikasikan bioinsektisida. Khadijah et al. (2012) menjelaskan bahwa kumbang Carabidae merupakan Arthropoda predator yang aktif dan dominan pada permukaan tanah di persa-wahan lebak dan pasang surut. Artinya, bioinsektisi-da yang diaplikasikan di pertanaman padi ratun ti-dak mempengaruhi populasi serangga karnivora.

_____________________________________________________

Tabel 2. Jumlah spesies dan jumlah individu artropoda tanah di lahan padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol umur 1-8 msp (ekor/16 pitfall)

Famili JSA JSB Chi Square P Value JIA JIB Chi Square P Value

Arachnida Lycosidae 25 25 0tn 1 111 115 0,07tn 0,19

Lyniphiidae 3 4 0,14 0,7 4 4 0 1 Salticidae 1 0 1 0,31 1 0 1 0,31 Jumlah 29 29 0tn 1 116 119 0,03tn 0,84 Serangga Karnivora

Coleoptera Carabidae 34 29 0,39tn 0,52 167 151 0,8tn 0,36

Staphylidae 3 4 0,14 0,7 4 13 4,76 0,02 Coccinellidae 2 1 0,33 0,56 2 1 0,33 0,56 Orthoptera

Gryllidae 3 3 0 1 3 3 0 1 Jumlah 42 37 0,31tn 0,57 176 168 0,18tn 0,66 Serangga Herbivora

Gryllotalpidae 6 5 0,09 0,76 16 18 0,11 0,73 Jumlah 6 5 0,09tn 0,76 16 18 0,11tn 0,73 Serangga Netral

Hymenoptera Formicidae 17 17 0tn 1 34 53 4,14tn 0,041

Jumlah 17 17 0tn 1 34 53 4,14tn 0,041

TOTAL 94 88 0,19tn 0,65 342 358 0,36tn 0,54

Keterangan: JSA: Jumlah spesies pada aplikasi bioinsektisida, JSB: Jumah spesies pada aplikasi kontrol, JIA: Jumlah in-dividu pada aplikasi bioinsektisida, JIB: Jumlah individu pada kontrol. Angka yang diikuti tanda * pada baris yang sama berbeda nyata pada uji chi square 5%, tn: tidak berbeda nyata pada uji chi square 5%.

_______________________________________________

Keanekaragaman Artropoda Karnivora yang Aktif di Tajuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida mempenga-ruhi kehadiran artropoda karnivora yang aktif di permukaan tajuk. Hasil analisis menggunakan Shan-non-Wiener diperoleh informasi bahwa keanekara-gaman artropoda karnivora yang aktif di tajuk tana-

man padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong sedang dengan rata-rata indeks 2,29. In-deks dominansi artropoda karnivora yang aktif di tajuk tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioin-sektisida tergolong rendah dengan rata-rata indeks 0,27. Indeks kemerataan artropoda karnivora yang aktif di tajuk tanaman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong tinggi dengan rata-rata in-deks 0,88 (Tabel 3).

Page 31: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-27

Tabel 3. Karakteristik komunitas artropoda karnivora yang aktif di tajuk pada lahan padi ratun yang diaplikasikan bioin-sektisida dan kontrol

Karakteristik Komunitas di Permukaan Tanah Umur Tanaman (mss)

Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8

Bioinsektisida Jumlah Individu (N) 111 115 119 109 86 114 113 113 110

Indeks Keanekaragaman (H') 2,18 1,98 2,05 2,41 2,43 2,42 2,44 2,37 2,29 Indeks Dominasi (d) 0,29 0,30 0,29 0,25 0,29 0,23 0,26 0,28 0,27 Indeks Kemerataan (E) 0,85 0,70 0,86 0,91 0,90 0,94 0,95 0,95 0,88

Kontrol Jumlah Individu (N) 139 135 135 135 132 123 146 148 137

Indeks Keanekaragaman (H') 2,16 2,22 2,05 2,42 2,30 2,41 2,39 2,49 2,31 Indeks Dominasi (d) 0,23 0,27 0,25 0,20 0,30 0,21 0,26 0,24 0,25 Indeks Kemerataan (E) 0,84 0,91 0,80 0,92 0,87 0,89 0,93 0,94 0,89

_______________________________________

Keanekaragaman artropoda karnivora yang aktif di tajuk tanaman padi ratun yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong sedang dengan rata-rata indeks 2,31. Indeks dominansi artropoda karnivora yang aktif di tajuk tanaman padi ratun yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong rendah den-gan rata-rata indeks 0,25. Indeks kemerataan artro-poda karnivora yang aktif di tajuk tanaman padi ra-tun yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong tinggi dengan rata-rata indeks 0,89 (Tabel 3).

Keanekaragaman artropoda karnivora yang aktif di permukaan tanah

Pengamatan pada artropoda karnivora yang aktif di permukaan tanah menunjukkan bahwa ta-naman padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida

mempengaruhi kehadiran artropoda karnivora yang aktif di permukaan tanah. Analisis rumus Shannon-Wiener diperoleh bahwa keanekaragaman artropo-da karnivora yang aktif di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong rendah den-gan rata-rata indeks 0,98. Indeks dominansi artropo-da karnivora yang aktif di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong rendah den-gan rata-rata indeks 0,58. Indeks kemerataan artro-poda karnivora yang aktif di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong tinggi dengan rata-rata indeks 0,81 (Tabel 4).

_______________________________________

Tabel 4. Karakteristik komunitas artropoda karnivora yang aktif di tanah pada lahan padi ratun yang diaplikasikan bioin-sektisida dan kontrol

Karakteristik Komunitas di Permukaan Tanah Umur Tanaman (mss)

Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8

Bioinsektisida Jumlah Individu (N) 34 40 38 36 36 37 32 39 36,5

Indeks Keanekaragaman (H') 1,19 1,19 0,88 0,69 1,02 0,74 0,68 1,45 0,98 Indeks Dominasi (d) 0,47 0,55 0,58 0,53 0,72 0,65 0,59 0,51 0,58 Indeks Kemerataan (E) 0,74 0,86 0,63 1,00 0,73 0,68 0,97 0,90 0,81

Kontrol Jumlah Individu (N) 34 30 36 28 39 39 38 34 34,8

Indeks Keanekaragaman (H') 1,06 0,69 0,89 0,68 1,22 1,12 0,75 1,16 0,95 Indeks Dominasi (d) 0,53 0,53 0,56 0,57 0,51 0,59 0,63 0,47 0,55 Indeks Kemerataan (E) 0,97 1,00 0,64 0,99 0,76 0,81 0,69 0,84 0,84

_______________________________________

Keanekaragaman artropoda karnivora yang aktif di permukaan tanah tanaman padi ratun yang tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong rendah den-gan rata-rata indeks 0,95. Indeks dominansi artropo-da karnivora yang aktif di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong rendah den-gan rata-rata indeks 0,55. Indeks kemerataan artro-

poda karnivora yang aktif di permukaan tanah yang diaplikasikan bioinsektisida tergolong tinggi dengan rata-rata indeks 0,84 (Tabel 4).

Page 32: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fila S. Dkk./Kelimpahan Arthropoda Karnivora … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18104-28

4 KESIMPULAN

Kelimpahan populasi Arthropoda karnivora di per-tanaman padi ratun yaitu dari kelas Arachnida dan Insekta.

Kelimpahan Arthropoda karnivora di tajuk tana-man padi ratun pada kelas Arachnida didominasi famili Tetragnatidae, sedangkan pada kelas Insekta dari famili Coccinellidae.

Kelimpahan Arthropoda karnivora tanah di ta-naman padi ratun pada kelas Arachnida didominasi famili Lycosidae, sedangkan pada kelas Insekta dari famili Carabidae.

Keanekaragaman spesies Arthropoda karnivora di tajuk tanaman padi ratun yang diaplikasikan bio-insektisida dan tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong sedang dengan nilai indeks 2,29-2,31.

Keanekaragaman spesies Arthropoda karnivora di tanah tanaman padi ratun yang diaplikasikan bio-insektisida dan tanpa diaplikasikan bioinsektisida tergolong sedang dengan nilai indeks 0,95-0,98

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kepada Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya, yang telah mendanai riset ini.

REFERENSI _____________________________

[1] Baehaki. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi dalam Perspektif Praktek Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices). Pengembangan In-ovasi Pertanian 2(1): 65-78.

[2] Barrion AT, Litsinger JA. 1990. Taxonomy or Rice Insect Pest And Their Arthropod Parasities and Predators. Internasional Rice Research Institute, Phillipines, 580 P.

[3] Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Riceland Spiders of South and Southest Asia. International Rice Research Institute, Philipines, 701 P.

[4] Borror, D.J., C. A. Tripelhorn dan N.F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke 6. Terjemahan dari Soetiyono Partoesoedjono, MSc. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

[5] Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G. Medrano. 1982 dalam Asikin dan Thamrin (2003). Pengendalian Hama Walang sangit (Leptocorisa oratorius F) di Tingkat Pe-tani Lahan Lebak Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balittra.

[6] Herlinda S, Waluyo, S.P. Estuningsih, C. Irsan. 2008. Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpa-han Arthtropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasikan dan Tanpa Aplikasi Insektisi-da. Entomologi Indonesia 5(2): 96-107.

[7] Kartohardjono, A. 2011. Penggunaan Musuh Alami sebagai Komponen Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1): 29-46

[8] Ludwig JA, Reynolds F. 1988. Statistical Ecology. New York: Jhon Wiley & Sons.

[9] Megawati. 2014. Pengaruh Bioinsektisida Berbahan Aktif Entomopatogen Pada Hama Penggerek Batang Padi, Hama Putih, Hama Putih Palsu, Spodoptera litu-ra, Belalang, Jangkrik di Padi rawa lebak, Pemulutan. Universitas Sriwijaya

[10] Nurhadi. 2011. Komposisi Arthtropoda Permukaan Tanah di Kawasan Pabrik Pupuk Sriwijaya Palembang. Ekotrans 11 (1): 1-11

[11] Rauf A, I Wayan W, Rully A, Antonius T, Juni L. 1992. Kajian Beberapa Teknik Pengendalian Penggerek Padi Putih Scirpophaga innotata (Lepidoptera: Pyralidae). Makalah Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengen-dalian Hama Terpadu, Cisarua 7-8 September 1992. Cisarua: p1-17

[12] Thalib R, Effendi, Herlinda S. 2002 dalam Thalib R, Hety U, Herlinda S, Effendy, Irsan C. 2010. Komunitas Arthtropoda Predator Tajuk pada Ekosistem Padi dan Lahan Pinggir Sumatera Selatan. Seminar Nasional PEI, Jogjakarta: 2 Oktober 2010. Jogjakarta: PEI. p1-10

_________________

Page 33: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18105-29

Penggunaan Data Inderaja untuk Mengkaji Perubahan Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan Sejak Tahun 1978-2014

Fisop Nurhuri1), Dedik Budianta2), dan Moh. RasyidRidho3)

1)Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Lingkungan Pascasarjana Universitas Sriwijaya. 2)Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. 3)Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Abstrak: Kelas kerapatan kawasan hutan lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas kerapatan jarang, kelas kerapatan sedang dan kelas kerapatan lebat. Tahun 2014 kerapatan jarang terdistribusi merata di wilayah kawasan hutan lindung, dan kerapatan vegetasi lebat jumlahnya sangat sedikit. Faktor yang menyebabkan perubahan indeks kerapatan adalah adanya aktivitas manusia seperti penebangan pohon yang semakin sering dilakukan, konversi hutan primer dan sekunder menjadi pemukiman, perkebunan, sawah dan lain-lain.Perubahan tutupan lahan kawasan hutan primer tahun 1978-2014 dari hasil analisis data pada citra Landsat ditemukan perubahan yang tidak berkesinambungan antara tahun 1978 – 2014. Peruba-han terlihat jelas pada total luas perubahan tutupan lahan kawasan hutan lindung tahun 1978 sebesar 43.599,04 Ha, tahun 1989 sebesar 54.599,22 Ha, tahun 2000 sebesar 26.239,654 Ha, tahun 2009 sebesar 25.817,225 Ha, tahun 2014 sebesar 26.939,535 Ha. Yang menyebabkan perhitungan luas tutupan lahan men-jadi tidak berkesinambungan yaitu adanya sebaran awan dan air, sehingga mengurangi informasi luasan pada citra.

Kata Kunci: Kawasan Hutan Lindung, inderaja, citra Landsat, tutupan Lahan

Astract: Densities class in the protected forest area of North Coast Banyuasin divided into three classes, name-ly classes sparse density, medium density classes and class heavy density. In 2014 the density is rarely distri-buted evenly in the area of protected forests and dense vegetation density amount is very small. Factors that cause changes in the density index is human activity such as logging is increasingly being done, the conversion of primary and secondary forests into settlements, plantations, rice fields and others. Changes in land cover primary forests in 1978-2014 from the analysis of Landsat data at an unsustainable changes were found be-tween 1978 - 2014. The change is clearly visible on the total area of land cover change on protected forest area in 1978 is 43599.04 hectares, in 1989 is 54599.22 hectares, in 2000 is 26239.654 ha, in 2009 is 25817.225 Ha, and in 2014 is 26939.535 Ha. Causes factor the calculation of the area covered land into unsustainable, is presence the distribution of clouds and water, there by reducing the area of the image information.

Keywords: Forest Protected Areas, remote sensing, Landsat imagery, land cover

1 PENDAHULUAN

rovinsi Sumatera Selatan mempunyai luas hutan 3.742.327,00 ha (SK No. 76/Kpts-II/01). Luasan

kawasan hutan lindung di Provinsi Sumatera Selatan direncanakan seluas 589.463,36 ha atau 6,42% dari total luas wilayah yang tersebar di 16 kabupaten atau kota. Kabupaten Banyuasin mempunyai renca-na kawasan hutan lindung seluas 69.025,61 ha atau 0,75 % terhadap luas wilayah kawasan hutan lindung (Kabupaten Banyuasin Dalam Angka:2012).

Kawasan hutan lindung di Kabupaten Banyuasin belakangan mengalami tekanan berupa peramba-han hutan, penebangan liar, okupasi masyarakat terhadap lahan perkebunan, perladangan, tambak budidaya, dan lain sebagainya. Banyaknya kepentin-gan terlebih pada masa otonomi daerah saat ini se-makin membuat kawasan hutan lindung di Kabupa-

ten Banyuasin semakin terpuruk, terutama keadaan vegetasi penyusun hutan berikut keanekaragaman hayatinya. Terlebih lagi dari sektor perkebunan dan perikanan semakin diminati oleh para investor dan masyarakat Kabupaten Banyuasin khususnya perke-bunan kelapa sawit dan budidaya tambak patin. Di-mana kegiatan perkebunan dan budidaya tambak ini membutuhkan areal lahan yang cukup luas.

Perencanaan dalam pengelolaan kawasan hutan lindung Kabupaten Banyuasin yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi tata air, mengatur iklim mi-kro, serta keanekaragaman hayatinya dalam rangka menjaga keutuhan vegetasi penutupnya mutlak dila-kukan. sehingga perlu dilakukan adanya kajian iden-tifikasi perubahan penutupan lahan hutan lindung di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Identifikasi permasalahan yang berhubungan den-gan hal tersebut pada pelaksanaanya akan berhada-

P

Page 34: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fisop N. Dkk./Penggunaan Data Indraja … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18105-30

pan dengan suatu kawasan atau wilayah yang cukup luas tentunya akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya serta sarana prasarana yang tidak mendukung untuk dilaksanakannya pengidentifika-sian secara konvensional.

Penginderaan jauh atau inderaja secara umum didefinisikan sebagai ilmu-teknik-seni untuk mempe-roleh informasi atau data mengenai kondisi fisik sua-tu benda atau obyek, target, sasaran maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh atau kontak lang-sung dengan benda atau target tersebut (Soenarmo, Sri Hartati. 2009). Upaya untuk menghemat waktu dan biaya dalam menganalisis dan mengkaji peru-bahan tutupan lahan penulis menggunakan data citra satelit. Data citra satelit yang digunakan lebih fokus menggunakan data citra landsat. Perubahan tutupan lahan dapat lebih terlihat jika dilakukan pe-nelitian secara berkesinambungan dan periodik da-lam rentang waktu yang lama. Penulis menggunakan rentang waktu dari tahun 1978 - 2014 untuk menga-nalisis perubahan tutupan lahan. Data citra yang digunakan dalam menganalisis perubahan tutupan lahan harus seragam agar perubahan yang dapat terlihat. Dari uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul “penggunaan data inderaja untuk mengkaji perubahan kawasan hutan lindung pantai utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumate-ra Selatan sejak tahun 1978- 2014”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan tutupan lahan Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumate-ra Selatan sejak tahun 1978-2014 dan

untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi di Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli tahun 2015. Lokasi penelitian di kawasan hutan lindung pantai Utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin wilayahnya ter-sebar di berbagai kecamatan, yaitu Kecamatan Pu-lau Rimau, Kecamatan Air Saleh, Banyuasin II, Ma-kartijaya, Sumber Marga Telang, Muara Telang, dan Muara Sugihan. Secara geografis lokasi penelitian terletak di 2°19’33” - 2°38’23” LU dan 104°35’41” - 105°34’40” BT, dengan sebelah utara berbatasan dengan Selat Bangka sebelah selatan berbatasan dengan Kota Palembang, Kabupaten Muara Enim

disebelah timur dengan Kabupaten OKI di sebelah barat dengan Kabupaten Musi Banyuasin.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakanterdiridariduamacamyaitu ala-tuntukpengolahan data digital danalat untuk survey lapangan (ground chek). Alat yang digunakan untuk survey lapangan (ground chek) terdiri dari Global Positioning System (GPS), alat tulis dan kamera untuk dokumentasi. Alat yang digunakan untuk pengola-han data terdiri dari PC (Personal Computer), soft-ware ArcGIS, software Microsoft Excel, flasdisk dan printer.

Bahan yang digunakan data citra satelit landsat dengan skala 1: 50.000, dengan masing-masing ta-hun 1978, 1989, 2000, 2010, dan 2014.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari beberapa sumber yang nan-tinya berguna untuk pengolahan data dan merupa-kan data sekunder, digunakan sebagai data penun-jang di lapangan. Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti men-download langsung citra satelit Landsat multi-temporal tahun perekaman 1978, 1898, 2000, 2009, 2014 (situs www.glovis.usgs. gov tanggal 2 Januari 2014).

Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program software ArcGIS. Proses selanjutnya yaitu proses pengolahan citra yang terdiri dari tahapan import data, koreksi citra, croping, hingga penera-pan metode Unsupervised Clasification. Tahapan da-lam pengolahan data secara digital adalah:

Import Data

Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah membuka data atau meng-import data satelit yang akan digunakan. Kemudiandilakukanekstrak data. Ekstrak data menghasilkan 4 – 12 file data dari mas-ing-masing tahun berdasarkan saluran band dalam format TIFF, kemudian dilakukan klasifisikasi kelas RGB pada citra.

Koreksi Citra

Koreksi geometrik yang diterapkan pada citra land-sat tahun 1978,1989, 2000, 2009 dan 2014, kemu-dian dilakukan koreksi polynomial dengan mem-bandingkan data citra yang dianggap telah terkorek-si atau akurat yaitu citra landsat tahun 2000.

Pemotongan Citra/Croping

Page 35: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fisop N. Dkk./Penggunaan Data Indraja … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18105-31

Data citra yang telah terkoreksi kemudian dilakukan pemotongan citra berdasarkan wilayah kajian pene-litian yaitu batas kawasan hutan lindung Kabupaten Banyuasin. Penentuan batas kawasan tersebut mela-lui proses secara digital dengan memanfaatkan data peta RTRW Kabupaten Banyuasin tahun 2012-2032, dengan menggunakan software ArcGIS 10.

Pengolahan Citra

Pengolahan citra yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagi berikut:

Menyamakan skala peta pada citra Landsat ta-hun 1978, 1989, 2000, 2010, dan 2014.

Melakukan interpretasi pada citra Landsat tahun 1978, 1989, 2000, 2010, dan 2014 dengan soft-ware ArcGIS. Citra Landsat tahun 1978, 1989, 2000, 2010, dan 2014 diinterpretasikan penutu-pan lahannya, kemudian pada setiap bagian pe-nutupan lahannya ditandai dengan mengguna-kan warna yang berbeda.

Menghitung indeks kerapatan vegetasi dengan transformasi NDVI

Pengukuran luas dilakukan pada masing-masing klasifikasi bentuk penutupan lahan pada peta hasil interpretasi citra Landsat tahun 1978, 1989, 2000, 2010, dan 2014 dengan menggunakan bantuan software Arc GIS setelah terlebih dahu-lu pada masing-masing klasifikasi penutupan la-han diinterpretasikan sesuai batas penutupan la-hannya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Intrepetasi Citra dan Perhitungan Perubahan Luas Tutupan Lahan

Hasil interpretasi citra Landsat tentang data luas area klasifikasi penutupan lahan dari tahun 1978 sampai dengan tahun 2014 dapat disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut:

__________________________________________________________

Tabel 1. Perubahan luas tutupan lahan dari tahun 1978 – 2014 dengan menggunakan citra Landsat

Jenis penutupan lahan 1978 (Ha) 1989 (Ha) 2000 (Ha) 2009 (Ha) 2014 (Ha)

Hutan primer 43.599,04 54.599,22 26.239,654 25.817,225 26.939,535 Hutan sekunder 15256,505 9.854,78 29.398,952 34.158,599 12.960,429 Semak belukar 8.714,578 3.121,21 6.096,831 2.359,083 7.388,907 Lahan terbuka 0 0 7.284,862 5.044,23 6.022,798 Tambak 0 0 0 1.055,354 4.544,964 Sawah 0 0 0 1.055,354 5.000,893 Perkebunan 0 0 0 0 6.159,962

Jumlah 67.570,123 67.575,21 69.020,299 69.489,845 69.017,488 __________________________________________________________

Tabel 1 menunjukkan jumlah luasan kawasan hu-tan lindung pantai utara Kabupaten Banyuasin men-galami perubahan dari tahun 1978 sampai 2014. Luas kawasan hutan lindung pantai utara Kabupaten Banyuasin selama 36 tahun mengalami penambahan luas kawasan hutan lindung pantai utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Penambahan luas kawasan yang terjadi di kawasan hutan lindung selama 36 tahunsebesar 1.447,365 Ha. Penambahan luas kawasan hutan lindung pantai utara Kabupa-tenBanyuasin masih kurang dari jumlah luas kawa-san hutan lindung yang direncanakan oleh pemerin-tah Kabupaten Banyuasin, yaitu seluas 69.025,61 Ha (Banyuasin Dalam Angka: 2012). Tahun 1978 sam-pai tahun 2000 luas kawasan hutan lindung pantai-utara Kabupaten Banyuasin masih kurang dari yang direncanakan pemerintah, tetapi pada tahun 2009 luas kawasan hutan lindung mencapai 69.489,845 Ha, ini berarti sudah tercapai dari luas yang diren-canakan oleh pemerintah. Tahun 2014 atau dalam waktu lima tahun luas kawasan hutan lindung ber-kurang atau mengalami deforestasi.

Hutan primer, hutan sekunder, dan semak belu-kar selama 36 tahun dari tahun 1978 sampai 2014 mengalami deforestasi atau terdegradasi. Deforestasi hutan primer dan hutan sekunder yang terjadi di kawasan hutan lindung pantai utara Kabupaten Ba-nyuasin disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor yang menyebabkan terjadinya deforestasi di kawasan hutan lindung pantai utara Kabupaten Ba-nyuasin di antaranya adalah pertumbuhan industri-perkebunan di Kabupaten Banyuasin yang semakin-pesat. Industri perkebunan di Kabupaten Banyuasin-sangat menjanjikan, terutama perkebunan karetdan sawit. Tahun 2009 terdapat tipe penggunaan lahan untuk perkebunan, ini menunjukkan terjadinya pengkonversian dari hutan menjadi perkebunan.

Pembakaran secara sengaja oleh pihak-pihak ter-tentu untuk membuka lahan baru mengakibatkan kebakaran hutan yang tidak terkendali yang luas dan intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya. Se-bagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi se-mak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang

Page 36: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fisop N. Dkk./Penggunaan Data Indraja … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18105-32

dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif.

Terjadinya perubahan luas tutupan lahan ini di-akibatkan adanya kegiatan manusia di kawasan Hu-tan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin Pro-vinsi Sumatera Selatan, dimana dalam rentang wak-tu dari tahun 1978 sampai tahun 2014 jumlah pen-duduk di kawasan ini terus mengalami peningkatan. Adanya peningkatan jumlah penduduk di kawasan ini menyebabkan terjadinya pembukaan lahan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tahun 2000 sampaitahun 2014 sampai tahun 2014 terdapat penggunaan lahan untuksawah, perkebu-nan, tambak, dan lahan terbuka terus mengalami penambahan luas kawasan. Mata pencaharian seba-gian besar penduduk di kawasan hutan lindungpan-taiutara Kabupaten Banyuasin yang berupa bertani (petanisawahmaupuntambak) dan berkebun menja-di factor pendorong semakin bertambahnya luas tutupan lahan untuk sawah, tambak, dan perkebu-nan. Tipe penutupan lahan yang mengalami kenai-kan adalah semak belukar dan lahan terbuka. Pe-ningkatan luas kawasan semak belukar disebabkan oleh lahan-lahan budidaya tidak dikelola lagi se-hingga menyebabkan tumbuhnya tumbuhan belukar di kawasan tersebut. Selain itu penebangan pohon di hutan primer menyebabkan tumbuhnya belukar di areal kawasan tersebut.

Penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah hutan primer. Penurunan jumlah kawa-san ini diduga karena menurunnya luas hutan kon-servasi menjadi areal budidaya misalnya perkebu-nan, tambak, dan sawah. Hutan primer banyak be-rubah menjadi hutan sekunder, semak belukar, dan perkebunan. Selain itu faktor yang menyebabkan penurunan luas hutan primer adalah pembukaan lahan untuk pemukiman. Penurunan luas hutan primer didukung dengan adanya penambahan luas lahan terbuka, tambak, sawah dan perkebunan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelum-nya tentang perubahan luasan dan kerapatan man-grove di muara sungai Banyuasin, sungsang, dan upang terjadi penurunan luasan mangrove. Periode 9 tahun yaitu dari tahun 1992 sampai tahun 2001 terjadi penurunan luasan mangrove sebesar 2857,32 ha, sedangkan tahun 2003 terjadi penurunan luasan sebesar 1494,84 ha, dan tahun 2006 terjadi penuru-nan luasan sebesar 1923,36 ha (Ridho, 2009). Penu-runan luasan kerapatan mangrove menjadi kontri-busi penurunan luasan hutan primer di kawasan hutan lindung.

Purwadhi (2008) berpendapatbahwapenggunaan lahan bersifat tidak tetap namun lebih bersifat dina-mis. Perubahan penggunaan lahan adalah bertam-

bahnya suatu penggunaan yang lainya diikuti den-gan berkurangnya tipe penggunaan yang lainya di-ikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu dae-rah pada kurun waktu yang berbeda.

Alternatif penanganan yang dapat dilakukan un-tuk mencegah terjadinya kerusakan kawasan hutan lindung yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun adalah dengan pengelolaan kawasan hutan lindung yang tepat. Perubahan kawasan hutan yang menjadi lahan budidaya dikembalikan lagi ke fungsi awal sebagai hutan lindung. Mengusulkan kepada pemerintah untuk menurunkan status kawasan hu-tan lindung menjadi hutan produksi yang dapat di-konservasi sesuai dengan luasan perubahan kawa-san yang terjadi. Memberikan sosialisasi kepada ma-syarakat akan besarnya manfaat hutan untuk me-ningkatkan daya dukung lingkungan, sehingga nilai kesadaran terhadap lingkungan bertambah. Membe-rikan ketegasan hukum kepada oknum yang me-langgar peraturan.

Peran serta masyarakat dan pembangunan kapa-sitas harus menjadi aktivitas penting dalam upaya mengurangi permasalahan kawasan hutan lindung. Peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh semua penentu kebijakan dan penyelenggara pembangunan disegala bidang, ter-masuk bidang kehutanan. Selain itu masyarakat juga harus menjadi salah satu aktor utama dalam proses pembangunankabupatenBanyuasin.

Tingkat KerapatanVegetasi (NDVI)

Tingkat kerapatan di kawasan hutan lindung pantai utara kabupaten Banyuasin dikelompokkan menjadi tiga tingkat kerapatan yaitu tingkat kerapatan jarang, tingkat kerapatan sedang dan tingkat kerapatan le-bat. Kisaran pembagian kelas kerapatan seperti pada Tabel 2 didasarkan pada nilai histogram dan hasil indeks vegetasi.

Tabel 2. Kisaran Nilai dan Tingkat Kerapatan Vegetasi

Tingkat Ke-rapatan

Nilai Indeks Vegetasi

1978 1989 2000 2009 2014

Jarang -0,18 s/d 0,08

-0,78 s/d -0,34

-0,76 s/d -0,33

-0,71s/d -0,14

-0,04s/d 0,01

Sedang 0,08 s/d 0,2

-0,34 s/d 0,1

-0,33 s/d 0,1

-0,14 s/d 0,43

0,01 s/d 0,06

Lebat 0,2 s/d 0,58

0,1 s/d 0,54

0,1 s/d 0,54

0,43 s/d 1

0,06 s/d 0,11

Kerapatan vegetasi lebat dari tahun 1978 sampai 2014 mengalami perubahan. Kerapatan lebat pada tahun 1978 relatif sempit dan terdapat di wilayah timur. Tahun 1989 kerapatan vegetasi lebat ternyata

Page 37: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Fisop N. Dkk./Penggunaan Data Indraja … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18105-33

mengalami perluasan area dan terdistribusi hampir di seluruh kawasan hutan lindung pantai utara ka-bupaten Banyuasin dan ini terjadi sampai tahun 2000. Kerapatan lebat teridentifikasi di sepanjang pantai dan sungai yang terdapat di kawasan hutan lindung. Vegetasi tumbuh subur di sepanjang pantai dan sungai yang terdapat di kawasan hutan lindung.

Perubahan drastis terjadi pada tahun 2014, di-mana kerapatan vegetasi lebat berubah menjadi kerapatan vegetasi jarang yang terdistribusi merata hampir di seluruh wilayah kawasan hutan lindung. Pertambahan jumlah penduduk menjadi salah satu faktor perubahan distribusi kerapatan lebat, sedang dan jarang. Kebutuhan hidup yang terus bertambah membuat warga masyarakat membutuhkan mata pencaharian lain. Masyarakat mulai membuka lahan untuk di manfaatkan sebagai lahan pertanian, per-kebunan dan tambak.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perubahan tutupan lahan kawasan hutan primer tahun 1978-2014 dari hasil analisis data pada citra Landsat ditemukan perubahan yang tidak berkesi-nambungan antara tahun 1978 – 2014. Perubahan terlihat jelas pada total luas perubahan tutupan la-han kawasan hutan lindung tahun 1978 sebesar 43.599,04 Ha, tahun 1989 sebesar 54.599,22 Ha, tahun 2000 sebesar 26.239,654 Ha, tahun 2009 se-besar 25.817,225 Ha, tahun 2014 sebesar 26.939,535 Ha. Hal utama yang menjadikan perhitungan luas tutupan lahan menjadi tidak berkesinambungan yai-tu adanya sebaran awan dan air, sehingga mengu-rangi informasi luasan pada citra.

Perubahan luas tutupan lahan hutan primer yang mengalami penurunan dari tahun 1978-2014 dis-ebabkan adanya penambahan jenis tutupan lahan

yaitu lahan terbuka, sawah, tambak, dan perkebu-nan yang luas tutupan lahannya mengalami kenai-kan dalam rentang waktu tahun 1978 -2014.

Kelas kerapatan dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas kerapatan jarang, kelas kerapatan sedang dan kelas kerapatan lebat. Tahun 2014 kerapatan jarang terdistribusi merata di wilayah kawasan hutan lin-dung, dan kerapatan vegetasi lebat jumlahnya san-gat sedikit. Faktor yang menyebabkan perubahan indeks kerapatan adalah adanya aktivitas manusia seperti penebangan pohon yang semakin sering di-lakukan, konversi hutan primer dan sekunder men-jadi pemukiman, perkebunan, sawah dan lain-lain.

Saran

Perhitungankerapatan vegetasi di kawasanhutanlin-dungpantaiutaraKabupatenBanyuasin menggunakan data citra penginderaan jauh yang mempunyai reso-lusi tinggi, tidak mengalami SLC-Off, dan tidak adanya gangguan awan. Sehingga diperoleh data yang lebih akurat dan lebih baik untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pe-rencanaan tata ruang kota.

REFERENSI _____________________________

[1] Biro Pusat Statistik. 2012. Banyuasin Dalam Angka 2012. Kabupaten Banyuasin

[2] Purwadhi, Sri H. dan Tjaturrahono B.S. 2008. Pengan-tar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lembaga Pe-nerbangan dan Antariksa Nasional dan UNNES.

[3] Ridho, M.R., et al. 2009. Perubahan Luasan Dan Ke-rapatan Mangrove di Muara Sungai Banyuasin, Sung-sang Dan Upang Provinsi Sumatera Selatan Menggu-nakan Citra Satelit Landsat-TM. Jakarta: Mitra Bahari.

[4] Soenarmo, Sri Hartati. 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB.

[5] www.glovis.usgs. gov tanggal 2 Januari 2014 ________

Page 38: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18106-34

Pengaruh Pemberian Hidrokuinon Terhadap Perkembangan Fetus Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster

Rubiyati

Akbid Budi Mulia Jambi

Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian hidrokuinon terhadap perkemban-gan fetus mencit. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2014 di Laboratorium Penelitian dan Pengu-jian terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Hidrokuinon diberikan secara intraperitoneal pada hari ke-6 kebuntingan dengan dosis 10 mg/kgbb, 20 mg/kgbb dan 30 mg/kgbb. Pada hari ke-18 kebuntingan, induk mencit ditimbang kemudian dibedah untuk diambil fetusnya. Fetus ditimbang kemudian dihitung jumlah fetus hidup, fetus mati dan kecacatan. Data dianalisa menggunakan Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s.

Hasil penelitian membuktikan bahwa hidrokuinon mampu menurunkan berat badan induk mencit, serta me-nurunkan jumlah dan berat badan fetus pada semua dosis yang diuji. Hidrokuinon dapat menimbulkan keca-catan pada fetus seperti NTDs, kecacatan telinga, tungkai belakang, tungkai depan, jari tungkai depan, ekor dan kulit. Kematian fetus (IUFD) belum berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok pembanding, ke-lompok kontrol dan tidak ditemukan fetus yang resopsi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa hidro-kuinon dapat mempengaruhi perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster yang berupa pe-nurunan berat badan dan jumlah fetus hidup, serta meningkatkan kecacatan pada tungkai belakang, ekor ser-ta okronosis.

Kata kunci: Hidrokuinon, Mencit, Fetus, Kecacatan, NTDs.

1 PENDAHULUAN

idrokuinon adalah bahan kimia larut dalam air dengan nama kimia 1,4 Benzenediol. Sinonim-

nya adalah Para-Dihidroxy benzene, Para-Benzenediol & 1-Hidrokuinon. Kepadatannya berbentuk kristal berwarna cokelat, abu-abu terang. Kandungan di atas 2% dikategorikan sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan dan bersifat toksik bagi tubuh. Hidrokui-non merupakan zat alami ditemukan di beberapa makanan (jagung/buah-buahan), minuman (diseduh kopi, daun teh dan anggur merah) (Deisinger et al.1996).

Pemakaian hidrokuinon telah berkembang san-gat luas dalam berbagai bidang mulai dari bidang industri, pertanian dan kosmetik sekitar 0,05% di-produksi dalam krim pemutih kulit Hidrokuinon da-lam kosmetik mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin yang membuat kulit tampak hitam. Penggunaan krem hidrokuinon di bawah 1% dalam produk pencerah kulit untuk mengontrol hiperpigmentasi telah diang-gap aman dan efektif (Burke, 1982).

Dilaporkan di Amerika Serikat terkait penggu-naan krem ini lebih dari 2% bisa menyebabkan iritasi kulit, gatal-gatal, merah-merah dan rasa panas ter-bakar. Dalam jangka pemakaian waktu yang lama 5-10 tahun akan mengakibatkan kulit berbintil-bintil

seperti pasir, dan warna hitam kebiru-biruan/ okro-nosis (Maibach, 1997).

Salah satu sifat dari hidrokuinon dapat masuk da-lam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan kulit. Zat ini larut dalam air dan didistribusikan kese-luruh tubuh. Selama produksi rokok zat ini berpo-tensi dilepaskan 2% ke udara bisa mencemari ling-kungan dan dapat terhirup oleh manusia terutama ibu hamil berbahaya bagi janinnya (Taylor, 1995).

Dalam pemakaian kosmetik hidrokuinon yang terkandung didalamnya dengan mudah diserap ke-dalam tubuh melalui pori-pori kulit dan dialirkan keseluruh tubuh hingga mencemari darah dan akan sampai ke janin yang sedang dikandung dari suplai darah ibu yang membawa oksigen serta sari-sari makanan. Hidrokuinon sangat berbahaya terutama pada wanita hamil, dapat menyebabkan pertumbu-han janin terganggu, bisa terjadi keguguran dan ca-cat lahir (Hutahean, 2002).

Hidrokuinon dapat menembus Placenta Barrier yang merupakan selaput pelindungi fetus dari se-nyawa yang membahayakan setelah menembus Pla-centa Barrier hidrokuinon akan terakumuluasi dan merusak pertumbuhan serta perkembangan fetus (Darmono, 2001).

Menyikapi bahaya hidrokuinon pada manusia te-rutama ibu hamil perlu mendapat perhatian khusus

H

Page 39: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-35

terutama keamanan dalam pemakaian dosis. Dari literatur yang digunakan kurangnya informasi pen-garuh hidrokuinon terhadap perkembangan janin.

Efek pemberian Hidrokuinon yang diberikan pa-da induk mencit umur kebuntingan 6 hari dapat menyebabkan pertumbuhan janin terganggu, bisa terjadi keguguran, cacat lahir dan penurunan jum-lah hasil reproduksi (Hutahean, 2002).

Hidrokuinon merupakan zat teratogen yang da-pat menyebabkan terhambatnya osteogenesis yang berakibat pada kecacatan telinga, tungkai dan ekor (Leeson, et al, 1996).

Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk memberikan informasi mengenai pengaruh pembe-rian hidrokuinon selama periode organogenesis yai-tu tahap kebuntingan hari ke enam terhadap per-kembangan fetus mencit, terutama terhadap bb fetus, jumlah fetus hidup, fetus mati, fetus resorp, serta morfologi fetus mencit.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2014, di Laboratorium Peneli-tian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gad-jah Mada, Yogyakarta.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : hewan uji yaitu 25 ekor mencit (Mus musculus L.) betina bunting, umur ± 12 minggu, berat 20–22 g. Hewan uji diberi pakan berupa pellet Par G. Hidro-kuinon untuk perlakuan dan akuades sebagai pela-rutnya. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang untuk pemeliharaan hewan perco-baan, jarum suntik ukuran 1 ml untuk pemberian perlakuan, satu set alat bedah (dissecting set) untuk membedah hewan perlakuan.

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Leng-kap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing-masing 5 ulangan. Sebelum perlakuan, ditentukan dosis per-lakuan hidrokuinon. Dari hasil uji pendahuluan di-dapatkan bahwa dosis teratogenik dalam penelitian ini adalah 10mg/kg bb, 20 mg/kg bb dan 30 mg/kg bb, dua puluh lima ekor mencit betina bunting dike-lompokkan menjadi 5 kelompok secara acak, mas-ing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Do-sis perlakuan untuk masing-masing kelompok adalah pembanding (tidak diberi apa-apa), kontrol (akuades

0,2ml) secara intra peritoneal, perlakuan hidrokui-non dosis 10 mg/kgbb, perlakuan hidrokuinon dosis 20 mg/kgbb perlakuan hidrokuinon dosis 30 mg/kgbb, perlakuan secara injeksi peritoneal meng-gunakan jarum suntik berukuran 1 ml pada tahap hari ke enam kebuntingan.

Pengambilan Data

Pada hari ke delapan belas kebuntingan mencit di-matikan dengan cara dislokasi leher, kemudian dila-kukan laparatomi untuk mengeluarkan fetus dengan membedah bagian abdomen ke arah atas sampai terlihat uterus yang berisi fetus. Fetus dan plasenta dikeluarkan dengan memotong uterus selanjutnya diamati apakah ada resorbsi pada uterus yang di-tandai dengan adanya gumpalan merah sebagai tempat tertanamnya fetus. Jumlah fetus yang diim-plantasi pada masing-masing bagian uterus dihitung, fetus hidup, fetus mati dan resorbsi. Setelah fetus dikeringkan dengan kertas tissue, lalu ditimbang be-rat masing-masing fetus untuk mengetahui berat ra-ta-rata kelahiran. Ada tidaknya kelainan secara visu-al seperti bentuk ekor, daun telinga, jumlah jari tungkai depan dan belakang. Masing-masing ke-lompok perlakuan kemudian dibandingkan (Wilson & Warkany, 1975).

Analisis Data

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan ter-hadap jumlah fetus hidup, fetus mati dan resorpsi, berat badan fetus, dan morfologi fetus pada kelom-pok pembanding maka data dianalisa dengan uji Analisis of Varians (Anova), menggunakan program komputer SPSS 17.00 dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s untuk melihat perbedaan pengaruh mas-ing-masing perlakuan (Walpole & Myers, 1995).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mengenai pengaruh hidrokuinon ter-hadap perkembangan fetus mencit, berat badan in-duk mencit sebelum dikawinkan dan berat badan induk mencit umur kebuntingan 18 hari. Perkem-bangan fetus mencit yang diamati meliputi: jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati di dalam uterus (IUFD), kecacatan NTDs. Untuk pengamatan morfo-logi meliputi berat badan fetus mencit serta menga-mati adanya kelainan eksternal pada fetus dan menghitung jumlah fetus yang mengalami kelainan. Sampel dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

Page 40: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-36

Tabel 1 Hasil Uji Homogenitas rerata berat badan induk mencit sebelum dikawinkan

Dosis (mg/kgBB)

Jumlah In-duk Mencit

(Ekor)

Berat badan induk mencit (g) Mean ±

SD (p value)

K1 (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

21,20 ± 0,83

21,00 ± 1,00 21,20 ± 0,83 20,20 ± 0,44 20,80 ± 0,83

0,472

Lavene test, α = 0,05

Dari Tabel 1 didapatkan hasil uji homogenitas berat badan mencit antar kelompok sebelum dika-winkan pada semua perlakuan di peroleh nilai p=0,472 (p>0,05) (lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa berat badan induk mencit sebelum dikawin-kan pada seluruh kelompok homogen, sehingga per-syaratan penelitian eksperimental terpenuhi dan dapat dilanjutkan.

Tabel 2 Rerata berat badan induk mencit umur kebuntin-gan 18 hari

Dosis (mg/kgBB)

Jumlah In-duk Mencit

(Ekor)

Berat Badan Induk (g) Mean

± SD p value

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

49,20 ± 0,8 a 48,20 ± 1,30a

48,00 ± 0,70a.b

46,00 ± 0,70b

39,00 ± 2,96c

0,000

Uji Anova p value < 0,05 Keterangan: huruf yang sama dibelakang angka menun-jukkan tidak adanya perbedaan

Gambar 1 Histogram Rerata berat badan induk mencit

Dari Tabel 2 didapatkan hasil analisis of varian (Anova) menunjukkan perbedaan yang bermakna p=0,000 yakni (p< 0,05) (lampiran 2). Pemberian hidrokuinon berpengaruh secara signifikan terhadap berat badan induk mencit. Untuk mengetahui per-bedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan den-gan Uji Duncan’s, dimana hasilnya menunjukkan penurunan berat badan induk mencit pada umur kebuntingan 18 hari pada dosis 10mg/kgbb tidak berbeda nyata dengan kontrol sedangkan pada dosis

20 mg/kgbb, dan 30 mg/kgbb berbeda nyata dengan kelompok kontrol.

Pada perlakuan dosis 10 mg/kgbb, 20 mg/kgbb, memberikan pengaruh yang sama terhadap berat badan induk mencit pada umur kebuntingan 18 ha-ri. Penurunan berat badan induk mencit pada ke-lompok perlakuan dosis 10 mg/kgbb rata-rata 1,20 g, pada perlakuan dosis 20 mg/kgbb rata-rata 3,20 g dan pada dosis 30 mg/kgbb penurunan rata-rata 10,20 g. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin besar pula penurunan berat badan induk mencit. Dalam penelitian ini pemberian hidrokuinon terhadap induk mencit setelah umur kebuntingan 6 hari mampu menurunkan berat badan induk men-cit. Penurunan berat badan induk mencit berhubun-gan erat dengan agen yang masuk ke dalam tubuh mencit yang mempengaruhi sel-sel jaringan dan metabolisme sel (Mc Caskey, et al., 1997).

Tabel 3 Rerata berat badan fetus mencit antar kelompok

Dosis (mg/kgBB)

Jumlah In-duk Mencit

(Ekor)

Berat Badan Fetus (g)

Mean ± SD p value

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

1,48 ± 0,18a

1,45 ± 0,31a

1,26 ± 0,01b

1,12 ± 0,52bc

1,00 ± 0,08c

0,000

Uji Anova p value < 0,05 Keterangan: huruf yang sama dibelakang angka menun-jukkan tidak ada beda nyata.

Gambar 2 Histogram Rerata barat badan fetus

Gambar 3 Kelompok Penurunan Fetus Mencit

Keterangan : Fetus A Kelompok pembanding, Fetus B Kelompok kontrol, Fetus C Kelompok Dosis 10mg/kgbb, Fetus D Kelompok Dosis 20mg/kgbb, Fetus E Kelompok Dosis 30mg/kgbb

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

K1 K2 10 20 30

39,00

Be

rat

Bad

an in

du

k m

en

cit

(g)

Kelompok Perlakuan (mg/kgbb)

49,20 48,00 48,0046,00

0

0,5

1

1,5

K1 K2 10 20 30

1,00

Be

rat

Bad

an F

etu

s (g

)

Kelompok Perlakuan (mg/kgbb)

1,121,26

1,451,48

Page 41: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-37

Dari Tabel 3 dapat dilihat hasil Uji Anova menun-jukkan bahwa berat badan fetus mencit antar ke-lompok perlakuan terdapat perbedaan bermakna p=0,000 (p<0,05) (lampiran 2), sehingga dapat dis-impulkan bahwa pemberian hidrokuinon berpenga-ruh terhadap berat badan fetus mencit. Semakin tinggi dosis hidrokuinon maka rerata berat badan fetus mencit semakin turun. Hasil analisis Uji Dun-can’s dapat diketahui bahwa pemberian hidrokui-non dosis 10 mg/kgbb mempunyai pengaruh yang berbeda dengan kelompok kontrol dan kelompok pembanding terhadap berat badan fetus mencit. Begitu pula pada perlakuan 20mg/kgbb dan 30 mg/kgbb memberikan pengaruh yang berbeda ter-hadap kelompok kontrol dan kelompok pemband-ing.

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pemberian hidrokuinon terhadap induk mencit bunting cende-rung menyebabkan penurunan berat badan fetus mencit pada perlakuan, jika dibandingkan dengan pembanding dan kontrol. Analisis untuk semua dosis berbeda nyata. Hal ini berarti hidrokuinon membe-rikan efek terhadap penurunan berat badan fetus mencit. Semakin tinggi dosis hidrokuinon yang dibe-rikan akan semakin turun berat badan fetus mencit. Penurunan berat badan fetus akibat hidrokuinon diduga disebabkan oleh efek degeneratif pada per-kembangan sel sesuai dengan pendapat Liska (1975) yang menyatakan penurunan berat badan fetus mencit merupakan respon umum akibat kontaminasi hidrokuinon yang mempunyai efek degeneratif ter-hadap proliferasi sel, interaksi sel, pengurangan asam nukleat dan protein selama embriogenesis. Hal tersebut terlihat dari indikasi terjadinya gang-guan dan hambatan pertumbuhan.

Menurut Shalka (1985) penurunan berat badan fetus mencit merupakan bentuk efek paling ringan dan parameter yang sensitif untuk teratogen di ban-dingkan dengan malformasi dan kematian. Terja-dinya penurunan berat badan fetus mencit merupa-kan perwujudan dari adanya abnormalitas pertum-buhan.

Tabel 4 Rerata jumlah Fetus Hidup, jumlah Fetus Mati dalam uterus (IUFD)

Dosis (mg/kgBB

Jumlah Induk Men-cit (Ekor)

Jumlah Fetus Hidup (g)

Mean ± SD

Jumlah Fetus Re-

sorpsi

p value

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

8,60 ± 0,894a

9,00 ± 1,581a

6,80 ± 0,837b

6,00 ± 1,225b

4,80 ± 0,837c

0 0 0 0 0

0,000

Uji Anova p value < 0,05 Keterangan : huruf yang sama dibelakang angka menun-jukkan tidak adanya perbedaan.

Gambar 4 Histogram Rerata Jumlah Fetus Mencit

Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah fetus mencit hidup antar kelompok perlakuan dengan

kelompok pembanding dan kelompok kontrol ter-

dapat perbedaan bermakna p<0,05 (p=0,000) (lampiran 2) maka dilanjutkan uji Duncan’s. Hasil-nya diketahui bahwa jumlah fetus hidup menurun seiring dengan makin meningkatnya dosis hidrokui-non. Pada kelompok pembanding dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan terhadap jumlah fetus hidup. Hidrokuinon pada dosis 10 mg/kgbb dan pa-da dosis 20 mg/kgbb memberikan pengaruh yang sama terhadap penurunan jumlah fetus hidup, se-dangkan pada dosis 30 mg/kgbb memberi pengaruh yang berbeda terhadap jumlah fetus hidup.

Dari Tabel 4 dapat dilihat jumlah fetus hidup pa-da kelompok kontrol dan kelompok pembanding jika dibandingkan dengan jumlah fetus hidup pada kelompok perlakuan hidrokuinon cenderung men-galami penurunan. Semakin besar dosis yang diberi-kan pada induk mencit semakin menurun jumlah fetus yang dikandungnya. Penurunan jumlah fetus pada penelitian ini bisa disebabkan oleh kesehatan dan ketahanan induk mencit yang menurun akibat pemberian hidrokuinon sehingga daya reproduk-sinya menjadi menurun pula (Rugh, 1968). Pembe-rian teratogen yang mengganggu proses implantasi pada akhirnya akan menurunkan jumlah fetus pada tiap induk mencit (Wilson, 1973). Jika suatu toksikan diberikan pada tahap organogenesis maka senyawa toksikan tersebut akan mempunyai efektivitas yang tinggi untuk menghasilkan kerusakan embrio (Gil-bert, 1999).

Tabel 5 Rerata jumlah IUFD antar kelompok perlakuan

Dosis (mg/kgBB

Jumlah Induk Mencit (Ekor)

Jumlah IUFD (ekor)

p value

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,20 ± 0,14

0,431

Uji Anova p>0,05

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

K1 K2 10 20 30Jum

lah

Fe

tus

(e

kor)

Kelompok perlakuan (mg/kgbb)

8,60 9,00

6,806,00

4,80

Page 42: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-38

Gambar 5 Fetus mencit mati dalam uterus (IUFD)

Dari Tabel 5 Uji Anova menunjukkan bahwa perbedaan IUFD antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan bermakna (p value=0,431). Pada dosis 30 mg/kgbb IUFD sebesar 0,20 ± 0,14 sedangkan pada kelompok pembanding, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 10 mg/kgbb dan dosis 20 mg/kgbb tidak ada Fetus Mencit yang mengalami IUFD. Penurunan rerata fetus hidup pa-

da kelompok perlakuan hidrokuinon 30 mg/kgbb berhubungan dengan calon fetus yang akan terben-tuk mengalami kematian intrauterin. Embrio yang mengalami perkembangan sangat parah akan mati sebelum lahir . Hal ini terjadi karena kelainan struk-tural maupun fungsional yang sangat besar, sehingga tidak mampu beradaptasi untuk bertahan hidup (Lu, 1995).

Teratogen mendorong munculnya gangguan sir-kulasi darah yang mengandung agensia toksik se-hingga berakibat kurangnya energi dalam metabo-lisme yang dapat mempengaruhi reaksi spontan yang menyebabkan kematian fetus mencit (Meiniel, 1977).

Tabel 6 Rerata Kelainan kecacatan fetus mencit dari induk yang diberi hidrokuinon secara intraperitoneal pada umur 6 hari kebuntingan

Dosis (mg/kgBB

Jumlah Fetus Hidup (Ekor) Kecacatan Fetus Mencit

Cacat Telinga Cacat Tungkai Depan Cacat Jari Tungkai Depan Cacat Tungkai Belakang Cacat ekor

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

43 45 43 30 24

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,40 ± 0,25

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,20 ± 0,12

0,20 ± 0,12

0,60 ± 0,34

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00

0,20 ± 0,13

0,00 ± 0,00

0,00 ± 0,00a

0,00 ± 0,00a

0,20 ± 0,13b

0,40 ± 0,24bc

0,80 ± 0,44c

0,00 ± 0,00a

0,00 ± 0,00a

0,20 ± 0,13b

0,40 ± 0,23bc

0,80 ± 0,44c

_______________________________________________

Dari Tabel 6 memperlihatkan bahwa terjadinya kelainan kecacatan fetus mencit pada gambar di bawah ini:

Gambar 6 Kecacatan fetus mencit

Keterangan:, A Cacat tidak ada daun telinga (anotia), B Cacat tidak ada jari tungkai depan kiri, C Tungkai depan kanan bengkok, D Tungkai belakang kiri buntung, E Cacat ekor pendek

Berdasarkan uji Anova, diperoleh p<0,05 pada masing-masing parameter kejadian cacat tungkai belakang, cacat ekor, dan okronosis. Berarti pembe-rian perlakuan hidrokuinon memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecacatan dalam antar kelompok perlakuan, sedangkan pada kecacatan telinga (p=0,62) ditemukan pada dosis 30 mg/kgbb tetapi belum berbeda nyata dengan kelompok pem-banding dan kelompok kontrol, jari tungkai depan (p=0,431) ditemukan hanya pada dosis 20 mg/kgbb dan belum berbeda nyata dengan kelompok pem-banding dan kelompok kontrol, tungkai depan (p=0,113) ditemukan mulai dosis 10 mg/kgbb tetapi

masih belum berbeda dengan kelompok pemband-ing dan kelompok kontrol, IUFD (p=0,431), dan NTDs (p=0,431) pada uji Anova tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Cacat tungkai belakang dan ekor ditemukan mu-lai dosis 10 mg/kgbb dan meningkat sesuai peningka-tan dosis berbeda nyata pada dosis 30 mg/kgbb.

Kecacatan cenderung meningkat sesuai dengan dosis yang diberikan, semakin tinggi dosis yang dibe-rikan cenderung semakin banyak kecacatan. Keca-catan terjadi akibat agen masuk ke dalam tubuh te-rakumulasi pada jaringan sel mempengaruhi sensiti-fitas kanal sel yang mengakibatkan gangguan meka-nisme pengaturan Ca2+ merupakan awal dari terja-dinya cedera sel yang pada akhirnya tidak bisa ber-kembang secara sempurna. Pada fase organogenesis terjadi diferensiasi dimana sel-sel membentuk ke-lompok khusus yang mempunyai kesamaan fungsi yang di sebut organ. Urutan kejadian organogenesis menunjukkan bahwa tiap organ dan sistem menga-lami masa kritis dimana diferensiasi harus terjadi pada saat yang tepat dari perkembangan pra-lahir. Fase organogenesis ini merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya kecacatan anatomik yang spe-sifik sehingga fase ini di sebut juga periode teratoge-nik (Lina, 2008).

Page 43: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-39

Kecacatan pada telinga, tungkai depan, jari tung-kai depan, tungkai belakang dan ekor diduga dis-ebabkan oleh terhambatnya osteogenesis pada or-gan tersebut. Osteogenesis merupakan proses pem-bentukan tulang yang berasal dari embrionic hyaline cartilage, proses ini dilakukan oleh osteoblas. Apabi-la nutrien yang di suplai dari induk embrio mengan-dung agensia toksik maka akan menyebabkan ham-batan dalam pembentukan tulang (Leeson, et al., 1996).

Mekanisme secara seluler kelainan cacat pada te-linga, tungkai depan, jari tungkai depan, tungkai be-lakang dan ekor terjadi melalui hambatan mitosis sel-sel kartilago pada proses pembentukan tulang. Hambatan mitosis sel-sel kartilago terjadi mulai me-kanisme cAMP yang mengontrol hambatan akselera-si pertumbuhan (Pozner. dkk., 1986). Hal ini karena hidrokuinon mampu melewati sawar plasenta dan masuk ke dalam cairan intraseluler. Hidrokuinon mampu menghambat aktifitas enzim fosfodiesterase yang menghidrolisis cAMP, sehingga hidrolisis cAMP tertunda yang akibatnya terjadi peningkatan konsen-trasi cAMP di dalam sel-sel dan jaringan fetus (Pozn-er, dkk, 1986). Diduga peningkatan konsentrasi cAMP di dalam sel-sel yang berperan dalam osteo-genesis pada telinga, tangan, jari, kaki, dan ekor akan menghambat osteogenesis pada organ terse-but.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh hi-drokuinon dapat menimbulkan abnormalitas fetus pada semua kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok pembanding dan kelompok kon-trol tidak terjadi kecacatan.

Tabel 7 Rerata NTDs antar kelompok perlakuan

Dosis (mg/kgBB)

Jumlah Induk Mencit (Ekor)

Kecacatan NTDs (ekor)

p value

K1 (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,20 ± 0,10

0,431

Uji Anova p>0,05

Dari Tabel 7 hasil uji Anova menunjukkan bah-wa kecacatan pada NTDs antar kelompok perla-kuan, tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,431). Pada hidrokuinon dosis 30 mg/kg bb re-rata kecacatan NTDs 0,20 ± 0,10 sedangkan pada kelompok pembanding, kelompok kontrol dan hi-drokuinon dosis 10 mg/kg bb dan 20 mg/kg bb tidak ada fetus yang mengalami kecacatan NTDs . NTDs merupakan : sel-sel plat saraf (Neural Plate) mem-bentuk sistem pada janin. Pada pertumbuhan nor-mal sel-sel tersebut saling melipat satu sama lain un-tuk membentuk bumbung atau tabung saraf yang

selanjutnya membentuk menjadi tulang punggung dan urat sarafnya, setelah beberapa kutub uta-ma/supperior pole akhirnya membentuk menjadi otak. NTDs gagal menutup secara sempurna Anen-sephali ujung tabung saraf gagal menutup akhirnya lahir tanpa kulit kepala hanya ditutupi selaput tipis (Whysner, et al., 1995).

Menurut penelitian George (1997) yang dilaku-kan pada ibu hamil bahwa penyebab NTDs yaitu: Kekurangan asam folat, Vitamin B, serta asap rokok dan polusi. Asap rokok dan polusi adalah 2 hal yang paling jahat bagi janin pada waktu kehamilan muda yang berpengaruh pada perkembangan sel-sel se-hingga bayi lahir dengan kulit kepala tidak terbung-kus secara sempurna.

Menurut laporan USEPA (1995) 5x104 kg hidro-kuinon dihasilkan pertahun selama produksi rokok. Hidrokuinon dilepaskan lewat udara 2% selama produksi rokok yang bisa mencemari lingkungan (Taylor, 1995). Bila pencemaran tersebut terhirup oleh manusia maupun hewan terutama pada ibu hamil bisa berpengaruh terhadap perkembangan embrio dan kelainan kerangka janin (Stevenson, 1997).

Sejalan dengan penelitian George (1997) penye-bab NTDs adalah asap rokok dan polusi. Menurut peneliti pemberian hidrokuinon pada induk mencit umur kebuntingan 6 hari yang diberikan secara intraperitoneal diduga memberikan efek langsung terhadap NTDs janin mencit walaupun hanya di da-patkan satu ekor pada dosis 30 mg/kgbb.

Tabel 8 Rerata Okronosis antar kelompok perlakuan

Dosis (mg/kgBB

Jumlah Induk Mencit (Ekor)

Kecacatan Okrono-sis (ekor)

p value

KI (0) K2 (0)

K3 (10) K4 (20) K5 (30)

5 5 5 5 5

0,00 ± 0,00a

0,00 ± 0,00a

0,00 ± 0,00a

0,40 ± 0,24b

0,60 ± 0,54c

0,030

Uji Anova p<0,05

Gambar 7 Fetus mencit kulit hitam kebiru-biruan berbintil-

bintil (okronosis)

Keterangan: Fetus A, B, C, D, E Kecacatan hitam kebiru-biruan pada kulit bagian perut

Dari Tabel 8 hasil uji Anova menunjukkan bahwa okronosis antar kelompok perlakuan terdapat per-bedaan bermakna (p=0,030). Semakin tinggi dosis

Page 44: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Ramlan/Pembuatan Serbuk β’’-Alumina … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18106-40

hidrokuinon maka semakin besar rerata okronosis pada fetus sedangkan pada kelompok pembanding, kelompok kontrol dan hidrokuinon dosis 10 mg/kg bb tidak ada fetus yang mengalami okronosis.

Berdasarkan hasil uji Duncan’s bahwa pemberian perlakuan hidrokuinon 20mg dan 30mg memberi-kan pengaruh yang sama terhadap kejadian okrono-sis pada fetus. Kejadian okronosis pada kelompok 4 perlakuan hidrokuinon 20mg mengalami okronosis 2 ekor dan pada perlakuan hidrokuinon dosis 30mg mengalami okronosis 3 ekor. Okronosis berbeda nyata mulai pada dosis 20 mg/kgbb meningkat pada dosis 30 mg/kgbb. Hidrokuinon cenderung merupa-kan zat yang bersifat teratogenik masuk kedalam tubuh induk mencit selama kehamilan dan mengiku-ti sikulasi darah yang dapat menembus plasenta bar-rier (Darmono, 2008). Zat tersebut terakumulasi da-lam plasenta serta cairan amnion, dari plasenta den-gan tali pusat fetus mencit di hubungkan dengan umbilikal sehingga dengan mudah didifusikan pada jaringan perut yang juga merupakan jaringan lunak maka terjadilah okronosis (Maibach, 1997).

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hidrokuinon dapat berpengaruh terhadap berat ba-dan induk, berat badan fetus,jumlah fetus hidup, fetus mati dalam uterus (IUFD), morfologi fetus dan okronosis.

Saran

Agar penelitian ini dapat di teliti lebih lanjut untuk meneliti histopatologi dari organ – organ dalam dari fetus mencit.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada LPPT UGM yang telah banyak membantu selama proses penelitian ini.

REFERENSI _____________________________

[1] Burgaz S, Ozcan M, 1994. Effect of hydroquinone (HQ) on the development of chick embryos. Drug Chem Toxicol 17:163-174.

[2] Darmono, 2001. Hidrokinon dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia .Press. Jakarta.

[3] Deisinger, 1996. Human exposure to naturally occur-ing hydroquinon. Journal of Toxicology and Environ-mental Health. 47: 101-116.

[4] Gilbert, Scott. F. 1991 Developmental Biology. ( 3th Edition). Sinawer Associates, Inc. Massachusetts, USA. P. 34-37

[5] Hutahean, 2002 .Perkembangan Embrio Mamalia. Jakarta. FKM, Universitas Indonesia, Jakarta

[6] Kimbal, 1994.Biologi Edisi Kelima; Jilid 2. Erlangga, Jakarta

[7] Leeson, C. R., T. S. Lesson, and A. A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi (Textbook of Histology). EGC, Pe-nerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Hal 132-155

[8] Lu, 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Penerjemah Edi Nugroho, Zunilda S. B, dan Iwan Darmansyah. Universitas Indonesia Press, Jakarta

[9] Maibach, H.I, 1997. Exogeneus ochronosis an over-view. Journal of dermatological treatment, In press.

[10] Meiniel R. 1977. Teratogenesis of axial abnormalities induced by an organophorphorus in the avian embryo. Wilhelm Roux Arch. Dev. Biol. 181(1),71-82.

[11] Paine, 2010. Nutrition and Pregnancy Weight Gain for Optimal Birth Outcomes.New Zealand College of Mid-wives Journal(43), 10-12.

[12] Rugh R, 1968. The mouse its Reproduction and devel-opment. Burgers publishing Co. p. 96, 237, 251, 276.

[13] Shalka, 1985. Influence of Hydroquinone of Reduced Body Weight and Abnormal Development Fetus Rats, Sbornik Vysoke Skoly Zemedelske V Brne, Rada B, 12 (4): 491 – 494.

[14] Taylor P, 1986. Practical Teratology.London Academic Press.

[15] United kingdom of health and safety executive (UKHSE), 1993. Unpublished information U.S. Envi-ronmental Protection Agency, RMI briefing paper on hydroquinone.

[16] Whysner, J., Verna, L., Inggris, JC, dan Williams, GM (1995). Studi Analisis of Neural Genity Cause by Hi-droquinon. Toksikologi and Farmakologi. 21:158-176.

[17] Wilson, Warkany, 1975. Teratology Principles and Techniques. University of Chicago Pres, Chicago IL.

[18] Wisterhof, 1997. A few more grains of melanin. Int. J, dermatol 573-4. _________________________________

Page 45: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

© 2016 JPS MIPA UNSRI 18107-41

Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan (Studi di Desa Segiguk sebagai Salah Satu Desa Penyangga Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya

Ogan Komering Ulu Selatan)

Masayoe Shari Fitriany, H. M. A. Husnil Farouk, dan Ridhah Taqwa

Program Studi S2 Pengelolaan Sumberdaya Alam Universitas Sriwijaya

Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis tentang pengelolaan lingkungan pemukiman di salah satu desa penyangga kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya. Penelitian ini juga bertujuan untuk menge-tahui partisipasi masyarakat dalam mengelola dan mempertahankan kualitas lingkungan kawasan yang dilin-dungi pemerintah. Selain itu, permasalahan kesehatan yang berpotensial terjadi di wilayah tersebut , akibat pengelolaan lingkungan, juga menjadi perhatian pada penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Parameter yang diamati adalah bentuk partisipasi masya-rakat dalam pengelolaan lingkungan sehat terhadap penggunaan air bersih , struktur rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar dan tenpat umum dan pengelolaan makanan.Bentuk partisipasi ter-sebut dapat diamati pada perilaku masyarakat yang merupakan implementasi dari persepsi dan pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut.

Kata kunci: Kesehatan Lingkungan, Kualitas Lingkungan, Sanitasi Dasar, Pengelolaan Pemukiman, Kawasan Konservasi.

Abstract: This study is to find out an overview of environmental management settlement in one of the sup-porting village in Suaka Margasatwa area, Raya Mountain. This study is also to find out the inhibitan participa-tion in managing and maintaining the quality and environmental condition area that is protected by the Go-verment. Beside that, health problem is potential occur in that area due to the environmental management is also the concern of this study. This study is a case study by using descriptive and qualitative research methods. Parameters meausured are the inhibitan participation in managing the health invironmental in using the clean water, the structure of healthy home, the family who has thebasic sanitation fasilities and public area and how to manage the food. The participation can be seen in inhabitan behavior as the implimentation of the public perception and their understanding.

Keywords: health environmental, the quality of the enviromental, basic sanitation, management settlement, conservation areas.

1 PENDAHULUAN

anusia dalam menjaga kelangsungan hidupnya memerlukan lingkungan sebagai sumber kehi-

dupan. Masalah lingkungan yang umumnya terjadi biasanya dikarenakan adanya kegiatan yang menun-jang kegiatan sosial ekonomi. Rusaknya ekosistem lingkungan berdampak pada kondisi kesehatan ling-kungan di sekitarnya. Tidak terkecuali pemukiman yang berada di sekitar hutan. Kawasan hutan seba-gai sumber produksi atau hasil hutan menjadi daya tarik bagi manusia untuk bermukim di sekitar wilayah tersebut. Kurangnya pengetahuan mengenai pemanfaatan sumberdaya sekitar maupun pengelo-laan lingkungannya akan menjadi sumber masalah penurunan kualitas lingkungan yang sehat di sekitar wilayah pemukiman.

Salah satu kawasan pemukiman yang berada di sekitar kawasan hutan yang mengalami penurunan kualitas lingkungan adalah pemukiman pada kawa-san penyangga Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya Kabupaten OKU Selatan. Kawasan Hutan Sua-ka Margasatwa Gunung Raya merupakan kawasan yang mempunyai fungsi strategis karena berada di daerah hulu Sungai Komering. Ada kecenderungan perilaku masyarakat kawasan tersebut yang menarik untuk diteliti yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sehat di kawasan tersebut.Banyaknya pembukaan lahan yang dijadi-kan areal perkebunan kopi, mengakibatkan penam-bahan jumlah masyarakat dalam kawasan tersebut, yang secara tidak langsung akan menimbulkan ba-nyaknya bangunan yang tumbuh sebagai tempat bermukim. Hal ini akan menimbulkan masalah ling-kungan yang baru, baik itu mengenai banyaknya

M

Page 46: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Masayoe Dkk./Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18107-42

hutan yang di rusak, maupun degradasi lingkungan akibat dari kegiatan masyarakat dalam berkehidu-pan dalam kawasan tersebut.

Identifikasi Masalah

1. Masalah lingkungan yang umumnya terjadi dika-renakan adanya kegiatan yang menunjang kegia-tan sosial ekonomi.

2. Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya merupakan kawasan yang mempunyai fungsi strategis, sehingga masyarakat berkeinginan un-tuk membangun kehidupan di wilayah tersebut.

3. Banyaknya aktifitas kehidupan dan pemukiman yang dibangun di kawasan tersebut telah me-nimbulkan berbagai masalah lingkungan.

4. Masyarakat dalam desa penyangga kawasan Hu-tan Suaka Margasatwa Gunung Raya kurang berperan dalam pengelolaan lingkungan yang memenuhi kaidah kaidah sehat, dan adanya peri-laku yang mengancam kerusakan lingkungan kawasan tersebut.

Dari identifikasi masalah di atas, perumusan ma-salah penelitian adalah:

1. Bagaimana kualitas kesehatan lingkungan pemu-kiman di desa penyangga kawasan Hutan Sua-ka Margasatwa Gunung Raya?

2. Bagaimana bentuk perilaku masyarakat dalam berpartisipasi mengelola lingkungan pemukiman yang sehat di desa penyangga kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya?

Tujuan penelitian

1. Mengetahui kualitas lingkungan pemukiman di desa penyangga kawasan Hutan Suaka Marga-satwa Gunung Raya.

2. Mengetahui bentuk perilaku masyarakat dalam berpartisipasi mengelola lingkungan sehat di desa penyangga kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya .

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum se-hingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2011). Definisi lain dikemukakan oleh WHO (World Health Organization) yaitu keseimbangan ekologi yang ha-rus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Dari Undang Undang Kes RI Nomor 36 Tahun 2009 pasal 162:

Upaya Kesehatan Lingkungan ditujukan untuk me-wujudkan kualitas yang sehat, baik fisik, kimia dan biologi, maupun social yang memungkinkan setiap orang mencapai kesehatan yang setinggi tingginya maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan lingkun-gan yang berkualitas adalah kesehatan lingkungan yang telah memenuhi kaidah standar yang telah di-tetapkan sehingga setiap orang dapat mencapai de-rajat kesehatan yang optimal.

Kualitas lingkungan yang baik akan memperkecil resiko terjadinya penurunan kesehatan. Sarana dan prasarana juga menjadi dasar dalam pengendalian kualitas lingkungan. Untuk menilai keadaan lingkun-gan, indikator yang harus diperhatikan adalah peng-gunaan Air bersih, rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, dan tempat umum dan pengelolaan makanan.

Teori Kesehatan Menurut H.L Blum

Kesehatan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan ke-sehatan.

Gambar 1. Teori Kesehatan Menurut H.L Blum

Keempat faktor tersebut saling berpengaruh positif dan sangat berpengaruh kepada status kesehatan seseorang. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu keempat faktor tersebut:

Faktor Keturunan.

Faktor ini lebih mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan asal usul keluarga, ras, dan jenis golongan darah.

Faktor Pelayanan Kesehatan.

Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelaya-nan kesehatan yang diberikan.

Faktor Perilaku.

Faktor Perilaku berhubungan dengan perilaku indi-vidu atau masyarakat, perilaku petugas kesehatan,

keturunan

lingkungan -fisik -biologis -sosial

status keseha-

tan

pelayanan kesehatan

perilaku

Page 47: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Masayoe Dkk./Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18107-43

dan perilaku para pejabat pengelola pemerintahan (pusat dan daerah) serta perilaku pelaksana bisnis.

Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terha-dap status kesehatan. Faktor lingkungan terdiri dari 3 bagian ;

1. Lingkungan fisik, terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan.

2. Lingkungan biologis, terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak.

3. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah ben-tuk lain secara fisik dan biologis di atas.

Perilaku

Perilaku merupakan hasil kegiatan atau aktifitas or-ganisme. Perilaku terbentuk dari hasil adaptasi ter-hadap lingkungan sekitarnya (Soekidjo, 2011 ). Peri-laku manusia merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan sehari hari, seperti berjalan, berbicara, bereaksi, cara berpakaian, tradisi dan lain seba-gainya. Perilaku adalah segala kegiatan yang dilaku-kan organisme baik yang dapat diamati secara lang-sung maupun secara tidak langsung. Soekidjo (2011) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

Faktor faktor yang memperngaruhi perilaku ma-nusia antara lain adalah; faktor genetik dan lingkun-gan. Faktor herediter merupakan konsep dasar bagi perkembangan perilaku makhluk hidup selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan lahan untuk per-kembangan perilaku tersebut.

Komponen Perilaku

Dalam proses pembentukan perilaku, Benyamin Bloom (1908), membagi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

Pengetahuan (Knowledge).

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi sete-lah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancain-dra manusia, yakni : indra penglihatan, pendenga-ran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pen-getahuan manusia diperoleh melalui mata dan telin-ga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Soekidjo(2011 ) mene-gaskan , pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat , yakni: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (appli-cation), analisis (analysis), sintetis (synthesis), evaluasi

Sikap (attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terha-dap stimulus atau objek tertentu, yang sudah meli-batkan factor pendapat dan emosi yang bersangku-tan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya) (Soekidjo, 2010). Sikap juga mempunyai tingkat tingkat berdasarkan intensi-tasnya, sebagai berikut: menerima (receiving), me-nanggapi (responding), menghargai (valuing), ber-tanggung jawab (responsible), tindakan atau praktik (practice), praktik terpimpin (guided response), prak-tik secara mekanisme (mechanism), dan adopsi (adoption)

Perilaku Sehat

Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah peri-laku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Menurut Becker, konsep perilaku sehat ini merupa-kan pengembangan dari konsep perilaku yang di-kembangkan Bloom menguraikan perilaku keseha-tan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan keseha-tan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health prac-tice). Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi:

Pengetahuan Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseo-rang terhadap cara cara memelihara kesehatan, se-perti pengetahuan tentang penyakit menular, penge-tahuan tentang faktor faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tetntang fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan un-tuk menghindari kecelakaan.

Sikap terhadap kesehatan sikap yang sehat dimu-lai dari diri sendiri, dengan memperhatikan kebutu-han kesehatan dalam tubuh dibanding keinginan.

Praktik kesehatan untuk hidup sehat adalah se-mua kegiatan atau aktifitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan ter-hadap faktor faktor yang terkait dan atau mempen-garuhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelaya-nan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.

3 METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran kualitas lingkungan pemu-ki-man di desa penyangga kawasan pemukiman Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya Kabupaten

Page 48: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Masayoe Dkk./Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18107-44

Ogan Komering Ulu Selatan dan penelitian kualitatif untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kesehatan lingkungan.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada masyarakat yang bermukim di sekitar Kawasan Penyangga Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya yaitu di Desa Segiguk Raya, Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2013 hingga Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah data primer dan sekunder, se-dangkan jenis data yang akan digunakan adalah da-ta kualitatif. Data primer didapat dari wawancara mendalam dengan menggunakan teknik FGD ( Fo-cus Group Discussion) terhadap subjek/orang (ma-syarakat yang bermukim maupun tokoh masyarakat lainnya) mengenai upaya upaya yang telah dan akan dilakukan terhadap pengelolaan lingkungan yang sehat di wilayah pemukiman dan observasi selama penelitian dilakukan. Sedangkan data sekunder di-dapat dari sumber sumber administrasi pemerinta-han maupun fasilitas fasilitas kesehatan swasta lain-nya.

Alur Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian

Definisi Operasional

Dalam pengkajian ini hal hal yang akan diteliti ada-lah perilaku masyarakat dalam membangun dan

mempertahankan kualitas kesehatan lingkungan di desa penyangga kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya, yang meliputi bentuk bentuk keterli-batan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan pemukiman masyarakat dalam kawasan, pengelolaan kesehatan perorangan dan pengelolaan lingkungan sekitar pemukiman.

Alat Bantu

Alat bantu yang dipakai dalam kajian ini adalah panduan wawancara yang dipakai untuk menda-patkan data data primer dari masyarakat yg diguna-kan pada waktu wawancara mendalam dan dalam forum FGD. Data data sekunder di dapat selama pengamatan dalam penelitian melalui data yg di da-pat dari perangkat desa maupun tokoh masyarakat lainnya. Alat bantu lain yang dipakai sebagai penun-jang dalam pengkajian ini adalah ph meter, mete-ran dan kamera untuk pendokumentasian.

Cara pengukuran

Pengukuran dilakukan , setelah mendapat data data yang diinginkan, kemudian membandingkan apa yang ditemukan dari data , dengan apa yang dikata-kan dalam kepustakaan professional.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tek-nik triangulasi, yaitu menggabungkan data wawan-cara mendalam, observasi lapangan dan dokumen-tasi. Wawancara dilakukan dengan teknik wawanca-ra terstruktur dengan memakai panduan wawan-cara yang berkaitan dengan aspek aspek yang diper-kirakan dapat menunjang penelitian. Untuk menga-tasi keterbatasan tenaga wawancara, pada wawan-cara mendalam dilakukan secara kelompok yaitu diskusi kelompok terarah atau Focuss Group Discus-sion .

Yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat yang bermukim di salah satu desa di wilayah pe-nyangga kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya, yaitu masyarakat Desa Segiguk.

Metode Analisis Data

Data hasil wawancara dan observasi akan dianalisis dengan menggunakan metode yaitu survey deskrip-tif kualitatif. Analisis data dilakukan dengan menga-tur, mengurutkan, mengorganisasikan data, menge-lompokkan, memberikan kode, mengkategorikan-nya, memilih ma na yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Kawasan HSM Gunung

Raya OKU Selatan

Masyarakat Yang Bermukim di

sekitar wilayah kawasan pe-nyangga HSM Gunung Raya

(Desa Segiguk)

Informan / Key

Person

Tri Angulasi oberva-

si/kuisioner/wawancara

Analisis Data

Bentuk bentuk partisipasi

masyarakat dalam pengelo-

laan lingkungan yang sehat

Page 49: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Masayoe Dkk./Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18107-45

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Segiguk Raya

Desa Segiguk Raya, terbentuk pada tahun 2007 dalam wilayah Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Desa Segiguk Raya merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya, definitif pada awal tahun 2008. Akses jalan menuju wilayah ini sangat buruk. Jalan masih berupa tanah kuning dan berbatu batu, sehingga kendaraan yang dapat melalui jalan ini hanya ojek. Fasilitas umum seperti sekolah , sarana kesehatan, sarana sosial sangat minim. Sulitnya akses menuju wilayah ini menjadikan pembangunan di daerah ini sangat lambat. Penduduk daerah ini merupakan masyarakat perambah hutan yang mencari sumber kehidupan di wilayah Hutan Suaka Margasatwa Gunung Raya dan pertambahan penduduk akan meningkat ketika musim panen tiba. Wilayah ini merupakan kawasan yang dilindungi pemerintah karena habitat alam yang terkandung di dalamnya.

Kualitas Lingkungan

Sanitasi Lingkungan

Sanitasi merupakan usaha yang sangat mendasar bagi terwujudnya lingkungan sehat. Menurut WHO, sanitasi lingkungan (enviromental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

Kualitas sanitasi di Desa Segiguk, relatif belum memadai untuk dikatakan sebagai lingkungan yang sehat. Belum adanya pengolahan sampah dan saluran limbah yang baik membuat kondisi sekitar rumah terkesan kumuh. Saluran pembuangan lim-bah merupakan syarat sebuah pemukiman sehat. Namun umumnya di wilayah ini tidak ditemui salu-ran pembuangan limbah yang memadai. Begitu juga dengan hewan ternak peliharaan. Hampir setiap rumah mempunyai hewan ternak, dengan kondisi kandang menempel atau berjarak sangat dekat sekali pada dinding rumah, bahkan bergabung dengan bagian rumah. Kandang ternak menimbul-kan bau yang menyengat. Hewan hewan peliharaan terkadang bebas berkeliaran di sekitar rumah. Hampir setiap rumah mempunyai peliharaan ternak, terutama hewan anjing.

Kondisi sanitasi yang perlu diperhatikan adalah kondisi MCK warga. Umumnya MCK yang ada hanya bersifat sementara dan belum ada yang

permanen. Hampir 100% warga belum memiliki MCK yang sehat. Saluran septik tank belum bisa dikatakan layak, dikarenakan dibuat sangat seder-hana dan berpotensial menimbulkan pencemaran.

Kondisi Rumah di Desa Segiguk Raya

Pengelolaan lingkungan sekitar rumah masih sangat minim. Penanganan limbah belum tertata dengan baik karena tidak ditemui saluran pembuangan lim-bah di sekitar rumah. Air limbah yang berasal dari rumah tangga, akan jatuh langsung ke bawah rumah dan membentuk genangan. Begitu juga dengan pengelolaan limbah padat yang dibuang langsung ke bagian bawah rumah tanpa diolah terlebih dahulu. Struktur rumah di wilayah ini berpotensial menda-tangkan gangguan kesehatan di masa datang karena syarat dari suatu rumah sehat belum ada, yakni per-sentasi rumah dan jendela yang sangat kecil. Rata rata ventilasi dalam rumah ini kurang dari 10%.

Pemanfaatan air bersih

Masyarakat Desa Segiguk sudah mempunyai penyimpanan air bersih. Air bersih yang didapat, digunakan untuk kegiatan makan dan minum. Sedangkan untuk kegiatan mandi dan cuci, mereka menggunakan air sungai yang berada di sekitar pemukiman. Sumber air bersih, didapat dari aliran sungai yang dialirkan melalui pipa paralon dan bambu berukuran besar. Tetapi tidak semua rumah mempunyai penampungan yang memadai. Seba-gian besar masyarakatnya menyimpan air dalam wadah yang tidak tertutup dan terletak di bagian belakang rumah, sehingga memungkinkan perkem-bangan nyamuk lebih cepat di wilayah tersebut.

Bentuk Perilaku Masyarakat Dalam Pen-gelolaan Kesehatan Lingkungan

Perilaku yang telah dilakukan masyarakat dalam wi-layah ini, merupakan perwujudan dari adaptasi manusia terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Dalam pengkajian ini penulis telah mengambil data dari 5 orang keyperson dan 35 responden sebagai data tambahan. Pemahaman didapatkan dari pen-getahuan sehari hari. Pemahaman akan sesuatu hal diharapkan akan merubah pola fikir untuk melaku-kan perubahan yang baru. Dari hasil pengkajian selama diskusi bersama dengan warga , didapatkan bahwa pemahaman masyarakat desa Segiguk ter-hadap pengelolaan kesehatan lingkungan cukup baik. Pemahaman masyarakat terhadap pola hidup sehat 58,29 %. Ini didapat berdasarkan dari jawaban beberapa panduan pertanyaan penelitian pada waktu wawancara dan dalam forum diskusi. Dalam hal pemeliharaan kesehatan, pemahaman mencapai 68,21%, pemahaman terhadap sanitasi lingkungan

Page 50: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Masayoe Dkk./Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan … JPS Vol.18 No. 1 Jan. 2016

18107-46

75% dan pengelolaan lingkungan 58,57%. Perilaku masyarakat yang merupakan wujud implementasi dari pengetahuan,sikap dan tindakan tampaknya belum sepenuhnya terwujud. Dari berbagai tinda-kan yang sudah masyarakat lakukan, belum menun-jukkan bahwa pemahaman yang didapat akan men-jadikan tindakan seseorang berperilaku lebih baik.

Masyarakat yang berada dalam kawasan konser-vasi sebenarnya dapat diberdayakan sebagai suatu potensi yang dapat menunjang pelaksanaan pem-bangunan di wilayah tersebut seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Lulu Yuningsih (2008) men-genai Studi Potensi Masyarakat Dalam Menunjang Pembangunan Desa Konservasi Pada Daerah Pe-nyangga Taman Nasional Sembilang. Keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi dalam membangun lingkungan sehat di wilayah ini sangat sedikit karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat menge-nai hal tersebut. Pemahaman yang didapat umum-nya hanya bersifat pengetahuan saja, ditambah den-gan tenaga ahli di bidang tersebut sangat minim, menjadikan keinginan masyarakat untuk ikut serta membangun lingkungan sehat yang meliputi sanitasi dasar , kesehatan perorangan dan pengelolaan ling-kungan pemukiman belum optimal.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kualitas lingkungan pemukiman di desa Segiguk be-lum dapat dikatakan sebagai lingkungan pemukiman sehat. Indikator dari hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan air bersih, rumah sehat, sanitasi dasar dan tempat pengelolaan makanan.

Pemahaman masyarakat akan pentingnya berpe-rilaku sehat sudah cukup baik. Namun implementasi dari hal tersebut belum terlihat. Dalam penelitian ini bentuk perilaku berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan sehat yang dimaksud belum ada, karena semua kegiatan di wilayah ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan. Belum adanya partisipasi di wilayah ini antara lain dikarenakan tingkat pendidi-kan yang rendah, tenaga ahli yang sangat minim, sehingga pengetahuan mengenai pentingnya men-jaga kesehatan dan lingkungan sangat sedikit.

Saran

Bagi masyarakat: sekalipun masyarakat yang bermukim di wilayah itu merupakan perambah, harus mendapatkan pengertian bahwa mereka juga merupakan bagian dari penduduk yang mempunyai kewajiban yang sama di lingkungan masyarakat

untuk mendukung upaya upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan.

Untuk menciptakan masyarakat yang sehat, perlu diadakan pembinaan yang berkesinambungan agar masyarakat mau dan mampu untuk berprilaku lebih sehat di wilayah pemukiman.

Wilayah penelitian merupakan daerah yang cu-kup sulit dijangkau. Untuk itu bagi pemerintah se-tempat, perlu di bangun fasilitas umum

Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, perlu dibentuk satuan unit kerja yang dapat bekerja den-gan aktif dalam mensosialisasikan pola kehidupan sehat yang berkesinambungan. Upaya lain yang ha-rus dilakukan oleh satuan unit kerja ini adalah me-numbuhkan kesadaran masyarakat melalui penger-tian dan pemahaman bahwa lingkungan tempat me-reka adalah kawasan yang dilindungi kelestariannya. Upaya ini dapat dilakukan melalui lembaga pendidi-kan di wilayah tersebut, yaitu sekolah ataupun juga melalui wadah masyarakat lainnya.

BIBLIOGRAFI ___________________________

[1] Departemen Kehutanan. 2006. Sekretariat Jenderal Departemen kehutanan, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Pedoman Percontohan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta.

[2] Departemen Kehutanan. 2006. Pedoman Penyusunan Master Plan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Konservasi. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, Bogor.

[3] Departemen Kesehatan, 1997. Undang Undang Re-publik Indonesia Nomor 23. Jakarta

[4] Departemen Kesehatan, 1999. Undang Undang Re-publik Indonesia Nomor 32. Jakarta

[5] Departemen Kesehatan, 1999. Undang Undang Re-publik Indonesia Nomor 41. Jakarta

[6] Departemen Kesehatan, 2009. Undang Undang Re-publik Indonesia Nomor 32. Jakarta

[7] Departemen Kesehatan, 2009. Undang Undang Re-publik Indonesia Nomor 36. Jakarta

[8] Departemen Kesehatan, 1989. Pengawasan Lingkun-gan Pemukiman .Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pu-sat. Jakarta

[9] Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. Pusat Bahasa Departe-Departe-men Pendidikan Nasional,(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. Jakarta, diakses 2 Mei 2009).

[10] Eko Budiarto. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta ___________

Page 51: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,

Informasi Jurnal Penelitian Sains

A 1. Jurnal Penelitian Sains (JPS) FMIPA UNSRI terbit

tiga kali dalam setahun, yang memuat artikel hasil penelitian, survei, maupun telaah pustaka di bidang sains yang belum pernah dimuat dalam terbitan lain.

2. Format terbitan diketik dengan menggunakan program pengolah kata LaTeX2e, dengan spesifikasi standar kertas A4, dua kolom, satu spasi, huruf Roman 10 pt.

B 1. Naskah usulan diketik rapi dengan program

pengolah-kata LaTeX (TeX) atau Ms. Word (disarankan untuk menggunakan LaTeX (TeX) bagi yang sudah familiar). Pada tahap usulan, naskah tidak harus disertai soft-copy.

2. Bagi pengguna LaTeX, telah tersedia makro dalam bentuk file “jpsdraf.cls” dan “formatjps.tex” yang dapat diperoleh langsung di UP2M FMIPA UNSRI, atau melalui e-mail: [email protected], [email protected] atau diunduh di http://www.jpsmipaunsri.wordpress.com

3. Bagi pengguna Ms. Word, naskah usulan harap diketik dengan format berikut: a. Ukuran kertas A4, huruf standar (Times

New Roman, Arial, atau Courier New) 12 pt, spasi satu-setengah, satu kolom, rata kiri (temasuk judul, nama penulis, seksi, dsb.).

b. Pergantian alinea (paragraf) ditandai dengan kelang satu baris (di-enter) dan kalimat pertamanya tidak perlu menjorok.

c. Penulisan rumusan (matematis) harus jelas (biasanya menggunakan “equation editor”).

4. Makalah disusun dengan sistematika sebagai berikut: a. Judul makalah (huruf besar-kecil) b. Nama penulis pertama, penulis ke-dua, dst.

(tanpa gelar) c. Nama lembaga tempat penulis pertama, ke-

dua, dst. d. Intisari (maks. 200 kata), Kata kunci (3 – 5

kata) (Bahasa Indonesia) e. Abstract (maks. 200 kata), Keywords (3 – 5

kata) (Bahasa Inggris) f. E-mail penulis pertama, atau ke-dua g. Tanggal naskah diusulkan h. Pendahuluan i. Isi makalah, disesuaikan dengan jenis

makalah j. Simpulan k. Ucapan terima kasih (jika ada) l. Daftar pustaka, disusun sesuai dengan

urutan keluarnya di dalam naskah. m. Lampiran (jika ada)

5. Setiap naskah yang diusulkan untuk diterbitkan harus dilampiri dengan keterangan yang memuat beberapa hal berikut:

a. Judul makalah yang diusulkan b. Ruang lingkup bidang ilmu yang terkait

dengan makalah, misalnya Fisika Material, Kimia Organik, dsb.

c. Nama (dengan gelar) penulis pertama d. Bidang keahlian e. Pekerjaan f. Alamat instansi/kantor (lengkap dengan

nomer kontak dan email (jika ada)) g. Alamat rumah/kontak (lengkap dengan

nomer kontak dan email (jika ada))

C 1. Penerbit/penyunting atas rekomendasi penyelia

berhak menentukan layak-tidaknya naskah/makalah untuk diterbitkan, serta berhak mengkoreksi naskah seperlunya.

2. Penerbit/penyunting akan memberikan informasi kepada penulis mengenai status naskahnya berdasarkan rekomendasi penyelia.

3. Untuk naskah yang layak diterbitkan tanpa perbaikan, penulis harus segera mengirimkan soft-copy-nya (dalam CD) ke penerbit.

4. Untuk naskah yang layak diterbitkan dengan perbaikan, penulis harus segera memperbaiki naskahnya dan mengirimkan kembali hard-copy dan soft-copy-nya (dalam CD) ke penerbit.

5. Penulis yang naskahnya akan diterbitkan menyetujui untuk mengalihkan hak ciptanya ke penerbit.

D 1. Kontribusi:

a. Penulis yang naskahnya diterbitkan wajib membayar kontribusi biaya cetak sebesar Rp. 300.000,00 untuk maksimal 6 halaman yang tercetak di terbitan, halaman selebihnya (jika ada) dikenakan biaya cetak sebesar Rp. 25.000,00 per-halaman.

b. Untuk naskah yang harus dicetak berwarna, penulis dikenakan beban biaya tersendiri di luar beban biaya pada butir “a” di atas, disesuaikan dengan jumlah halaman berwarna serta jumlah warna yang diperlukan.

2. Penulis berhak menerima 2 eksemplar Jurnal Penelitian Sains. Permintaan lebih akan dikenakan biaya tersendiri.

3. Naskah yang tidak diterbitkan tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

Indralaya, Mei 2013

Redaksi,

Masukan (kritik maupun saran membangun) dapat langsung dikirimkan ke alamat redaksi, melalui email: [email protected]; [email protected], atau kontak langsung ke 081328740911 (Akhmad Aminuddin Bama).

Page 52: JPS e Jurnal Penelitian Sains Jurnal Penelitian Sains ... · PDF fileJurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 ... box, mikroskop, papan untuk bedah, petri disk, pH meter,