Journal Model Perilaku Konsumen Voice Music SMS

download Journal Model Perilaku Konsumen Voice Music SMS

of 21

Transcript of Journal Model Perilaku Konsumen Voice Music SMS

Model Perilaku Konsumen Voice Music SMS (VMS) Berbasis Agent Based Modeling (ABM)(Studi Eksperimen Komputasional Pada Pelanggan GSM di Indonesia) Yudi Limbar Yasik, PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) E-mail : [email protected], [email protected] Nury Effendi, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung Dwi Kartini, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung Faisal Afiff, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung

ABSTRACKGlobalization, rapid technology changes, deregulation and competition among ten cellular operators create fast and non linear changing of telecommunication industry especially cellular industry. Higher customers growths are followed by decreasing basic service (voice) average revenue per user (ARPU) and increasing of customers churn. It shoves cellular operators to increase their revenues from new and innovative value added (non-voice) services such as Voice Music SMS. These efforts require an essential method and tool for simulating, analyzing, predicting and anticipating rapid and non linear changing on cellular market. The objectives of this research are to develop agent based modeling (ABM) of Voice Music SMS (VMS) consumer behavior model for GSM cellular operators in Indonesia (Telkomsel, Indosat and Excelcomindo) and to utilize the model for simulating, analyzing and understanding influence of marketing communication performance and reference group toward consumer behavior changes and its impact to VMS acceptance rate of GSM cellular operator in Indonesia. Model is validated by comparing model generated data to real data from Excelcomindo. Then the valid model is utilized for simulating, analyzing and understanding the influence of marketing communication performance and reference group toward consumer behavior changes and its impact to VMS acceptance rate of GSM cellular operator in Indonesia. The results of this research show; ABM consumer behavior model generated data is statically similar to real data. It infers statically there are no differences between ABM and real data. VMS consumer behavior model based on ABM produces experimental data that statically similar with real world data, in other word statically there are no differences between ABM produced data and real world data. VMS consumer behavior model based on ABM is also able to reveal the relationship among marketing communication performance, group reference influence, consumer behavior changes and acceptance rate of VMS at GSM cellular customer in Indonesia. Key words: consumer behavior, agent based modeling, marketing communication performance, group reference, consumer acceptance rate

PENDAHULUANIndustri telekomunikasi di Indonesia merupakan industri yang paling tersentuh dampak globalisasi. Globalisasi menyentuh hampir semua lini pelaku industri telekomunikasi ini, apakah mereka pemain global maupun pemain global. Pemain global termasuk perusahaan multinasional semuanya ikut serta berkiprah dalam industri ini. Selain industri Telekomunikasi tersentuh dampak globalisasi, industri ini juga menjadi fasilitator dan moderator globalisasi. Dengan telekomunikasi kita bisa berhubungan dan dihubungi oleh seluruh masyarakat/penghuni penjuru dunia.

Adanya industri telekomunikasi global yang terhubung satu sama lain membuat dunia menjadi kecil. Berdasarkan laporan data yang dikeluarkan masing-masing operator telekomunikasi selular di Indonesia ,bahwa pada bulan juni 2007 jumlah pengguna telepon selular sudah mencapai 73 juta orang pelanggan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa, maka tingkat penetrasi telepon selular sudah mencapai 33%. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penetrasi telepon rumah (fixed telephone) yang mencapai 8.7 juta orang pelanggan, atau mencapai 4%. Jumlah pelanggan telepon fixed wireless yang sudah mencapai 10 juta orang pelanggan dengan tingkat penetrasi sebesar 4.5%. Jumlah operator telekomunikasi selular yang mendapat ijin lisensi sebagai penyelenggara telepon selular sebanyak 10 (sepuluh) operator, dan dapat dikategorikan menjadi dua golongan besar yaitu operator berbasis GSM dan CDMA. Operator berbasis GSM adalah Telkomsel, Indosat, Excelcom, Maxis, dan Huch. Operator berbasis CDMA adalah Telkom-Flexy, Esia, Mobile-8, Sampoerna Telkom, dan Smart. Operator telekomunikasi selular berbasis GSM menguasai pangsa pasar sebesar 88%, sedangkan sisanya 12% dikuasai oleh operator berbasis CDMA. Tiga besar operator telekomunikasi selular adalah Telkomsel dengan pangsa pasar sebesar 59%, disusul oleh Indosat dengan pangsa pasar sebesar 27% dan Exelcom dengan pangsa pasar sebesar 14.%. Pendapatan operator selular GSM di dapat dari jasa suara (voice) yang disebut juga pelayanan dasar (basic service) dan jasa non suara (non voice) yang sering disebut juga pelayanan nilai tambah (value added services). Karena persaingan makin ketat dengan makin banyaknya operator telekomunikasi selular, ditambah dengan perang harga (price war) membuat penghasilan operator telekomunikasi selular yang disebut dengan Average Rate Per Unit (ARPU) dari voice makin berkurang. Untuk meningkatkan ARPU maka para operator telekomunikasi selular berusaha menawarkan jasa/pelayanan nilai tambah (value added services), selain untuk meningkatkan penghasilan juga digunakan untuk memikat pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama dari tawaran operator telekomunikasi selular pesaing (churn). Pendapatan operator selular GSM dengan jumlah pelanggan terkecil (Excelcomindo) tetapi mempunyai kontribusi pendapatan dari pelayanan nilai tambah (value added services) yang paling besar. Exelcomindo mempunyai pelanggan paling sedikit sebesar 14% dari total pelanggan GSM. Sedangkan Indosat mempunyai pelanggan sebesar 27% dan Telkomsel mempunyai pelanggan terbanyak sebesar 59%. Tetapi pendapatan dari pelayanan nilai tambah (value added services) berbanding terbalik, operator telekomunikasi selular GSM dengan jumlah pelanggan terkecil (Excelcom) mempunyai pendapatan dari pelayanan nilai tambah terbesar, sedangkan operator telekomunikasi selular dengan jumlah pelanggan terbesar (Telkomsel) mendapat penghasilan dari jasa nilai tambah terkecil. Exelcom mempunyai pendapatan nilai tambah sebesar 44.9%, Indosat sebesar 32.8% dan Telkomsel sebesar 18.5%. Jenis pelayanan nilai tambah VMS (Voice Music SMS), adalah pelayanan nilai tambah terbaru yang diluncurkan oleh Excelcom. Dengan menggunakan pelayanan itu pelanggan Excelcomindo dapat mengirimkan lagu dan pesan suara ke nomor tujuan. Voice Music SMS adalah pelayanan value added dari XL untuk mengirimkan pesan suara seperti ucapan lebaran, selamat natal, dan tahun baru, yang disertai dengan lagu pilihan dimana secara otomatis lagu akan terdengar setelah pesan suara disampaikan. Operator telepon selular GSM melakukan komunikasi pemasaran untuk

meningkatkan pendapatan dari pelayanan jasa VMS. Mereka membutuhkan informasi mengenai cara komunikasi pemasaran apa yang paling optimal untuk mempengaruhi kelompok rujukan dan mengubah perilaku pelanggan operator selular GSM agar menggunakan jasa pelayanan VMS dan meningkatkan penerimaan konsumen terhadap jasa pelayanan VMS. Sebagai perbandingan, pelayanan jasa SMS (Short Message Services) yang ditemukan dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas jaringan pada awal tahun 1991 dengan keterbatasan hanya maksimum 160 karakter membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk diterima dan diimplementasikan di semua operator selular GSM (Baron ett. all., 2006:113). Pelayanan jasa VMS pun kalau secara alamiah membutuhkan waktu yang lama untuk dapat diterima oleh pengguna pelayanan jasa selular GSM. Operator selular GSM membutuhkan metode untuk mensimulasikan, menganalis dan mengetahui cara yang paling optimal agar pelayanan jasa VMS dapat diterima oleh pelanggan selular GSM dalam waktu yang paling singkat. Salah satu metode yang dapat digunakan oleh operator selular GSM untuk mendapatkan informasi yang paling optimal dalam mengimplementasikan pelayanan jasa VMS adalah dengan menggunakan metode Agent Based Modeling (ABM). ABM adalah metode penelitian yang menggunakan analisis dan perhitungan berbasis komputer, untuk membuat simulasi berbagai aspek di dunia nyata dalam bidang bisnis ke dalam model berbasis komputer (Bonabeau 2002:7280). ABM adalah suatu metodologi yang relatif baru, terutama di bidang ekonomi dan sains (Axelroad dan Tesfatsion 2005:3). ABM adalah suatu cabang ilmu yang menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk mensimulasikan konsep-konsep ekonomi. Setiap komponen dalam ABM yang sering disebut agen dapat mensimulasikan setiap unsur dari ekonomi seperti pengguna, pembeli, penjual, kondisi pasar, dan kondisi sosial politik yang ada. Setiap agen tadi dilengkapi dengan artificial intelligent yang mempunyai kemampuan untuk berfikir, mengambil keputusan dan berinteraksi satu sama lain sesuai dengan algoritma dan data yang dimasukkan pada inisial awal. Interaksi antar individu ini dalam waktu tertentu akan menghasilkan sesuatu yang bersifat komprehensif. ABM sangat berguna untuk penelitian sistem yang kompleks dan melibatkan kemunculan emergent properties (atribut baru) karena interaksi (Axelroad dan Tesfatsion 2005:3). ABM dapat digunakan untuk mensimulasikan perilaku-perilaku ekonomi yang tidak dapat didekati dengan ilmu stastistik atau ilmu matematika (Axelroad dan Tesfatsion, 2005:1). Sistem dalam ABM sangat bermanfaat untuk penelitian sosial dan ekonomi karena sistem ini terdiri dari agen-agen yang bisa berinteraksi. Dari interaksi agenagen tadi akan muncul suatu atribut baru yang timbul dalam jangka waktu pengamatan tertentu. Atribut baru ini tidak bisa ditentukan dari awal sewaktu menentukan jenis agen, tetapi muncul akibat interaksi antar agen. Atribut baru yang muncul karena interaksi antar agen ini yang disebut dengan emergent properties.

RUMUSAN MASALAHPersaingan bisnis bagi operator telekomunikasi selular semakin ketat. Pada saat ini pemerintah Indonesia telah memberi ijin untuk 10 (sepuluh) operator telekomunikasi berbasis selular, yakni 5 (lima) lisensi untuk CDMA dan 5 (lima) lisensi untuk operator GSM. Persaingan yang makin ketat ini membuat operator harus meningkatkan pelayanan mereka untuk menambah jumlah pelanggan dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan tersebut

adalah dengan menambah pelayanan jasa nilai tambah (value added services) selain pelayanan dasar (basic service). Pendapatan operator selular GSM didapat dari jasa suara (voice) yang disebut juga basic service dan jasa non suara yang sering disebut juga jasa nilai tambah (value added services). Tingginya tingkat persaingan dengan makin banyaknya operator selular dan terjadinya perang harga, membuat penghasilan operator telekomunikasi selular dari jasa dasar (pelayanan suara) semakin berkurang. Untuk meningkatkan pendapatan (ARPU) dan mengurangi perpindahan pelanggan ke operator lain (churn), maka para operator berusaha untuk menawarkan jasa nilai tambah disamping basic service yang mereka tawarkan. VMS (Voice Music SMS) adalah suatu pelayanan nilai tambah (value added service) baru yang akan masuk ke pasar bisnis non voice. Bagaimana pelayanan jasa VMS dapat masuk ke pasar industri operator telekomunikasi merupakan tantangan tersendiri, karena sifatnya yang kompleks, non-linear dan sangat dinamik akibat persaingan yang tinggi dan adanya perubahan dari sisi teknologi dan regulasi. Untuk mengantisipasi perubahan yang cepat, baik dari sisi pasar, teknologi dan regulasi dibutuhkan cara atau metode khusus. Metode ini diharapkan dapat mengantisipasi perubahan dan dapat mensimulasikan perlakuan tertentu pada salah satu variabel atau beberapa variabel ekonomi secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Metode tersebut juga dapat mensimulasikan apa yang akan terjadi bila semua operator telekomunikasi selular GSM menawarkan pelayanan jasa VMS. Bagaimana tingkat penerimaan konsumen terhadap pelayanan jasa VMS bila ada variabel pasar yang berubah, seperti harga jasa yang diturunkan, promosi yang ditingkatkan atau ada rumor negatif tentang pelayanan jasa VMS. Teknologi yang makin berkembang di bidang komputer memunculkan suatu metode penelitian baru yang disebut dengan Agent-Based Modeling (ABM), yaitu suatu metode untuk membuat model pasar secara bottom up. Setiap elemen pasar dapat disimulasikan dengan pendekatan ABM. ABM merupakan suatu metodologi penelitian yang relatif baru, terutama di bidang ekonomi dan sains. ABM menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk mensimulasikan konsep-konsep ekonomi. Setiap komponen dalam ABM dapat mensimulasikan unsur-unsur ekonomi, seperti pengguna, pembeli, penjual, kondisi pasar, dan kondisi sosial politik yang ada. Setiap unsur tadi dilengkapi dengan artificial intelligent yang mempunyai kemampuan untuk berfikir, mengambil keputusan dan berinteraksi satu sama lain. Interaksi antar individu ini dalam waktu tertentu akan menghasilkan sesuatu yang bersifat menyeluruh (makro), sehingga ABM dapat digunakan untuk mempelajari ekonomi makro berdasarkan perilaku mikro. ABM sangat tepat dan berguna untuk penelitian sistem yang kompleks, non-linear dan dinamik. Dengan melihat kemampuan ABM di atas, inti permasalahannya adalah, apakah suatu model perilaku konsumen berbasis ABM dapat digunakan untuk mengatasi problem pasar telekomunikasi yang kompleks, nonlinear dan dinamik dengan membangun model yang mensimulasikan hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran (meliputi infomasi produk, cara penggunaan dan lagu), dan pengaruh kelompok rujukan (meliputi rekomendasi, diskualifikasi dan rumor), dengan perubahan perilaku (meliputi kognitif, afektif dan konatif) serta pengaruhnya terhadap tingkat penerimaan konsumen VMS (meliputi tingkat penerimaan dan tingkat penolakan) pada operator selular terutama operator selular GSM berdasarkan pelayanan jasa VMS yang sudah ada di Exelcomindo. Bagaimana model perilaku konsumen berbasis ABM yang sudah dibangun tersebut dapat digunakan untuk mensimulasi, menganalisis, dan menginvestigasi tingkat penerimaan pelayanan jasa VMS, bila pelayanan ini diaplikasikan oleh semua operator selular GSM. Apakah

ABM dapat digunakan untuk melihat perubahan perilaku konsumen bila ada perubahan pola kinerja komunikasi pemasaran dari para operator telekomunikasi selular. Apakah respon pelanggan dapat diamati dari waktu ke waktu dengan menggunakan ABM. Begitu juga pengaruh dari kelompok rujukan yang ada di masyarakat baik referensi positif atau referensi negatif, apakah dapat diamati pengaruhnya terhadap perilaku konsumen dalam menggunakan pelayanan jasa nilai tambah VMS (Voice Music SMS) yang ditawarkan oleh operator telekomunikasi selular GSM.

TUJUAN DAN MANFAATTujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model perilaku konsumen Voice Music SMS (VMS) dengan menggunakan Agent Based Modeling (ABM) dan memverifikasi model yang dibangun tersebut berdasarkan pelayanan jasa VMS yang sudah ada di Exelcomindo. Kemudian model tersebut digunakan sebagai alat pengumpulan data utama untuk mensimulasikan, menganalisis dan mengetahui tingkat penerimaan dan perubahan perilaku konsumen pelayanan jasa VMS pada semua pelanggan operator selular GSM akibat kinerja komunikasi pemasaran, pengaruh kelompok rujukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu managemen khususnya ilmu manajemen pemasaran dalam lingkup ilmu ekonomi dan memberikan alat analisis secara metodologis berupa pengembangan dan penggunaan pemodelan perilaku konsumen berbasis Agent Based Modeling (ABM). Hasil penelitian ini juga dapat memberikan ide dan pemikiran pada praktisi pemasaran untuk menggunakan pemodelan berbasis agen (ABM) sebagai alat untuk simulasi, memprediksi dan mengatisipasi perubahan pasar. Sehingga pelaku pasar dapat merespons dengan cepat dalam proses pengambilan keputusan.

TINJAUAN PUSTAKASecara konsep, ABM diturunkan dari gabungan antar disiplin ilmu yang dikenal dengan konsep Science of complexity yaitu istilah yang diungkap oleh Lewin (1999) dalam Towmey dan Cadman (2002:56). Secara alamiah konsep biologi dan ilmu sosial digabungkan sehingga menghasilkan gabungan yang kompleks yang dapat mengantisipasi sistem yang non-linear, bisa mengatur diri sendiri, heterogen, bisa beradaptasi, ada feedback, dan dapat memunculkan perilaku. Semua gabungan ilmu tadi diimplementasikan ke dalam suatu teknik komputer dan software yang membuat kerangka kerja pemodelan berbasis agen, yang merupakan hasil perkembangan teori komputer mulai dari artificial intelegent, neural network, dan pemrograman komputer yang dapat ber-evolusi. Bonabeau (2002:7280) dalam paper tentang Agent Based Modeling: Methods and Techniques for simulating Human system menyatakan bahwa ABM adalah teknik simulasi untuk memecahkan problem bisnis pada dunia nyata dengan cara memodelkan sistem tersebut sebagai kumpulan dari entitas yang dapat mengambil keputusan yang disebut agen, sebagai berikut: Agent-based modeling is a powerful simulation modeling technique that has seen a number of applications in the last few years, including applications to real-world business problems. In agent-based modeling (ABM), a

system is modeled as a collection of autonomous decision-making entities called agents. (Bonabeau 2002:7280). Jadi menurut Bonabeau (2002:7280) pada metode ABM bukan model yang menyelesaikan masalah tetapi agen-agen dalam model yang akan memecahkan masalah yang dihadapi. Axelroad dan Tesfatsion (2005:3) menjelaskan bahwa ABM adalah suatu metode untuk mempelajari suatu sistem yang terdiri dari agen yang saling berinteraksi dan memunculkan sifat baru karena interaksi sebagai berikut: It is a methods for studying systems exhibiting the following two properties: (1) the system is composed of interacting agents; and (2) the system exhibits emergent properties, that is, properties arising from the interaction of the agents that cannot be deduced simply by aggregating the properties of the agents. (Axelroad dan Tesfatsion 2005:3). Jadi menurut Axelroad dan Tesfatsion (2005:3) sifat baru yang muncul ini bukan merupakan hasil penggabungan sederhana dari sifat-sifat agen, melainkan sifat atau perilaku baru yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Menurut Twomey dan Cadman (2002:56) ABM adalah metode yang menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk mendapatkan pemahaman mengenai suatu sistem dengan membangun agen yang dirancang untuk meniru secara detil atribut dan perilaku agen di alam nyata. Metode ABM berguna untuk menghasilkan simulasi yang dapat digunakan untuk tujuan eksplanatori, exploratori dan prediksi sebagai berikut: Agent-based modeling is a bottom-up approach to understanding systems which provides a powerful tool for analysing complex, non-linear markets. The method involves creating artificial agents designed to mimic the attributes and behaviours of their real-world counterparts. The systems macro-observable properties emerge as a consequence of these attributes and behaviours and the interactions between them. The simulation output may be potentially used for explanatory, exploratory and predictive purposes. (Twomey dan Cadman 2002:56). Troisi ett. all. (2005:255) menyatakan bahwa ABM adalah suatu teknik yang digunakan untuk mensimulasikan sistem yang kompleks dalam ilmu komputer dan ilmu sosial sebagai berikut : Agentbased modeling is a technique currently used to simulate complex systems in computer science and social science. (Troisi et. All. 2005:255). Bryson ett. all (2005:1) dalam tulisannya tentang Agent-based models as scientific methodology menyatakan bahwa ABM adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menguji pengaruh gabungan dari perilaku yang dilakukan setiap individu sebagai berikut: Agent Based Modeling (ABM) is a method for testing the collective effects of individual action selection. More generally, ABM allows the examination of macro-level effects from micro-level behaviour. (Bryson ett. All. 2005:1). Jadi menurut Bryson ett. all (2005:1) selain untuk menguji gabungan perilaku, metode ABM dapat diterapkan untuk meneliti perilaku makro melalui perilaku mikro. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bawah ABM adalah suatu metode yang digunakan untuk eksperimen dengan melihat pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) bagaimana interaksi perilaku-perilaku individu dapat mempengaruhi perilaku sistem, dengan simulasi berbasis komputer untuk memodelkan semua perilaku entitas (agen) yang terlibat dalam dunia nyata dengan harapan interaksi antar entitas dapat menghasilkan atau menggambarkan sifat utama yang dapat digunakan lagi sebagai alat bantu untuk eksplanatori, eksploratori atau prediksi dalam mengambil keputusan di dunia nyata. Metode ABM dimulai dengan menentukan entitas atau agen yang membangun suatu sistem. Observasi dilakukan terhadap sistem nyata untuk menentukan sifat dari masing-masing agen (atribut agen) dan interaksi yang mungkin terjadi antar agen-agen (agent methods). Kemudian dengan menggunakan simulasi komputer, dibuat data histori yang dapat mengungkapkan konsekuensi dinamis dari setiap asumsi yang digunakan pada awal simulasi tadi. Dari ABM ini peneliti dapat mengetahui bagaimana efek skala besar (makro) dapat muncul dari proses mikro melalui interaksi antar agen yang satu dengan agen lainnya. Agen yang digunakan tadi dapat

mewakili manusia seperti konsumen, penjual, dan pembeli. Agen tadi dapat juga mewakili kelompok sosial seperti keluarga, perusahaan, komunitas, bahkan lembaga pemerintahan dan negara. Menurut Twomey dan Cadman (2002:57) yang dimaksud dengan agen dalam konteks bisnis atau dalam pemodelan ekonomi, mengacu kepada objek pada dunia nyata seperti orang atau perusahaan sebagai berikut The term ``agent in the context of business or economic modeling refers to real world objects such as people or firms. Dalam merepresentasikan agen yang mengacu kepada suatu objek pada dunia nyata, Hood L. (1998) dalam Twomey dan Cadman (2002:59) menyatakan ada 3 (tiga) tingkatan ketepatan (fidelity) dalam pembuatan agen yaitu low fidelity, medium fidelity dan high fidelity. Tingkatan ini ditentukan dari seberapa tepat agen mewakili keadaan pada dunia nyata. Untuk agen dengan ketepatan rendah (low fidelity), sifat agen tidak berubah seiring dengan perubahan waktu, dan semua agen dalam model mempunyai sifat dan karakteristik yang sama. Agen tipe ini biasanya digunakan untuk penelitian awal yang melibatkan banyak agen. Agen tipe kedua adalah dengan ketepatan menengah (medium fidelity). Pada tipe ini dilakukan beberapa penyesuaian pada agen agar secara umum agen dapat mewakili keadaan pada dunia nyata. Pembuatan agen pada tipe ketiga dengan ketepatan tinggi (high fidelity) dilakukan dengan membuat agen yang sedapat mungkin mewakili keadaan pada dunia nyata. Pada tipe high fidelity ini, sifat agen berubah sesuai dengan apa yang dihadapinya. Agen dapat mengambil keputusan berdasarkan pengalaman yang telah lalu dan berdasarkan kondisi yang dihadapinya. Menurut Axelroad (2003:6), pemodelan berbasis agen (ABM) adalah suatu tipe simulasi yang penting dalam ilmu sosial dan merupakan hasil interaksi antar banyak agen yang akan memunculkan sifat baru karena interaksi seperti diungkapkan dalam tulisan berikut: An important type of simulation in the social sciences is "agent-based modeling." This type of simulation is characterized by the existence of many agents who interact with each other with little or no central direction. The emergent properties of an agent-based model are then the result of "bottom-up processes, rather than "top-down" direction. (Axelroad, 2003:6). Bila pemodelan dengan Agent-based (ABM) dibandingkan dengan pemodelan yang sering digunakan dalam ilmu ekonomi, ada beberapa hal yang berbeda secara signifikan seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagai contoh, dalam pemodelan kuantitatif, model adalah tujuan akhir dan solusi yang akan diberikan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi berdasarkan data yang didapat dari lapangan (misal data hasil survey), sedangkan dalam pemodelan agentbased, model yang dibuat dengan meniru perilaku dunia nyata adalah langkah awal dalam penelitian, model agent-based tadi digunakan untuk bereksperimen dan menghasilkan data empirik yang akan diuji lebih lanjut. Menurut Koesrindartoto dan Testfatsion (2004:3) faktor utama pembeda antara pemodelan agent-based dengan tipe pemodelan kuantitatif yang lain adalah agent autonomy, interaksi antar agen yang akan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai berikut: The key distinction between Agent-Based Computational Economics (ACE) modeling and other types of quantitative economic modeling is agent autonomy. Agents in ACE models are encapsulated software entities capable of reactivity, social communication,goal-directed learning, and - most important of all - self-activation and self-determinism on the basis of private internal processes. (Koesrindartoto dan Testfatsion 2004:3).

Tabel 1. Perbandingan Pemodelan Kuantitatif dengan ABMPemodelan Ekonomi Secara Kuantitatif Model dibangun untuk menyederhanakan permasalahan Pemodelan dengan Agent Based (ABM) Model dibangun untuk mengungkapkan permasalahan dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach), Twomey dan Cadman (2002:56) Model adalah langkah awal untuk menghasilkan data empirik, simulasi yang dijalankan dengan model akan menghasilkan data empirik , Axelroad dan Tesfatsion (2005:4) Bukan model yang menyelesaikan masalah tetapi agen-agen dalam model yang akan memecahkan masalah yang dihadapi, Bonabeau (2002:7280) Model yang dibuat adalah langkah awal dari penelitian, Bryson ett. all (2005:1)

Model dihasilkan dari pengolahan data empirik (seperti data hasil survey)

Model yang dibuat untuk memecahkan masalah yang dihadapi Model yang dibuat adalah hasil akhir dari penelitian

METODEMetode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen, yaitu pembuatan model perilaku konsumen VMS (Voice Music SMS) dengan menggunakan Agent-Based Modeling (ABM) yang dijadikan alat utama untuk pengumpulan data. Pada penelitian ini model berbasis agen (ABM) dibangun untuk mensimulasi, menganalisis dan mengetahui hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh operator telekomunikasi selular GSM dan kelompok rujukan terhadap perubahan perilaku konsumen dan pengaruhnya terhadap tingkat penerimaan konsumen Voice Music SMS (VMS). Ada banyak platform software yang dapat digunakan untuk membangun pemodelan berbasis agen seperti: Swarm, Repast, Mason dan Netlogo . Berdasarkan penelitian awal setelah mencoba berbagai platform ABM, platform yang paling sesuai digunakan untuk penelitian ini adalah NetLogo 4.0.2 (December 5, 2007), Extension API version: 4.0, Java VM: 1.5.0_11 (Sun Microsystems Inc.; 1.5.0_11-b03), operating system: Windows XP 5.1 (x86 processor). Platform NetLogo ini digunakan untuk membuat suatu sistem pasar yang mewakili kondisi pasar Voice Music SMS (VMS) berdasarkan pelayanan yang sudah ada di Exelcom. Setelah dilakukan validasi, baik validasi secara internal dan validasi eksternal, ABM dipakai untuk mensimulasi bagaimana pengaruh kinerja komunikasi pemasaran dan kelompok rujukan terhadap perubahan perilaku dan tingkat penerimaan konsumen terhadap pelayanan jasa VMS untuk semua operator telekomunikasi selular GSM. Model berbasis agen (ABM) yang telah divalidasi dengan data nyata di lapangan kemudian digunakan sebagai alat pengumpulan data utama. Perlakuan awal akan diberikan pada setiap variabel independen seperti kinerja komunikasi pemasaran, pengaruh kelompok rujukan, kondisi awal konsumat, dan kondisi awal pasar. Selanjut model ABM akan dijalankan dalam jangka waktu tertentu tanpa interfensi lebih lanjut dari peneliti. Perubahan yang terjadi karena interaksi antar agen tadi diamati. Interaksi antar agen dalam ABM diharapkan akan menghasilkan

sifat yang baru karena setiap agen dalam ABM mempunyai kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada. Disain penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan metode eksperimental. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, verifikatif dan prediktif dimana penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran tentang pembuatan model perilaku konsumen VMS dengan menggunakan pendekatan berbasis agen (ABM) dan verifikatif adalah penelitian yang bertujuan memverifikasi model yang dibuat dengan membandingkan hasil keluaran model dengan data yang ada di dunia nyata. Penelitian prediktif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mensimulasi, menganalisis dan mengetahui pengaruh kinerja komunikasi pemasaran, kelompok rujukan, terhadap perubahan perilaku konsumen artifisial (konsumat) dan pengaruhnya kepada tingkat penerimaan konsumat terhadap pelayanan VMS, apabila kondisi lingkungan pengguna VMS dan parameter independen variabel diubah-ubah. Secara umum eksperimen dengan menggunakan platform Agent Based Modeling dilakukan dalam 6 (enam) tahapan seperti dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Langkah-Langkah Penelitian dengan Menggunakan ABM Tahap I, Studi Pustaka, Observasi dan Wawancara untuk Pembuatan Spesifikasi Model. Spesifikasi model yang dibuat disesuaikan dengan hasil studi pustaka, wawancara dan observasi. Jenis agen (entity), sifat setiap agen (attribut) dan interaksi antar agen (methods) yang sudah didapat dari hasil studi pustakan, wawancara dan

observasi dimasukan ke dalam rancangan awal model perilaku konsumen VMS yang akan dikembangkan. Tahap II, Desain Sistem, meliputi proses adaptasi spesifikasi yang diinginkan ke dalam platform ABM. Dalam penelitian ini platform ABM yang digunakan adalah Netlogo 4.0.2. Tahap III, Pembuatan Model, merupakan proses yang dilakukan untuk mengimplementasikan desain model perilaku konsumen VMS ke dalam bahasa komputer. Dalam pembuatan model ini dilakukan proses interaktif sampai hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan. Tahap IV, Uji Validitas dan Reliabilitas Model, sebelum model yang dihasilkan dapat digunakan untuk menghasilkan data primer, model terlebih dahulu diuji validitas dan relebilitasnya. Validasi ini dilakukan dengan membandingkan data yang ada dari keadaan yang sebenarnya dengan data yang didapat dari hasil pemodelan. Tahap V, Eksperimen dengan Menggunakan Model VMS pada langkah ini, model yang sudah terbukti validitasnya digunakan dalam eksperimen untuk mendapatkan data empiris. ABM dijalankan berulang kali untuk setiap parameter uji variabel independen. Dalam ekperimen ini dilakukan sekitar 8000 kali pengulangan sehingga terkumpul 8000 set data. Dari hasil eksperimen menggunakan ABM didapat data tingkat penerimaan konsumen terhadap jasa VMS untuk berbagai kondisi komunikasi pemasaran dan masukan dari kelompok rujukan. Pengaruh kinerja komunikasi pemasaran dan kelompok rujukan terhadap perubahan perilaku konsumen juga dapat diamati dan diobservasi. Tahap VI, Analisis Data, pada tahap ini data hasil eksperimen dengan menggunakan ABM (pada langkah ke V), dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan statistik serta Struktural Equation Model (SEM) untuk mendapatkan kondisi yang paling optimal.

HASIL DAN PEMBAHASANDalam proses eksperimen dengan menggunakan ABM, sebelum eksperimen dilakukan, terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor utama sebagai karakteristik dasar dari ABM, seperti : jenis dunia virtual (virtual world) tempat agen beriteraksi, jenis agen yang akan digunakan (agents), sifat-sifat properti dan atribut dari masing-masing agen (agent properties and Attribute), dan cara berhubungan atau berinteraksi antar agen dengan agen yang lain (agent methods). Agar dunia virtual (virtual world), agen-agen (agents), sifat-sifat properti dan atribut agen (agent properties and attribut) dan cara berhubungan antar agen-agen (agent methods) menggambarkan keadaan dalam dunia nyata, maka terlebih dahulu diadakan pengamatan (observasi) pada sistem atau pelayanan VMS pada dunia nyata. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap pelayanan VMS yang digelar oleh Exelcom, karena kedua operator GSM yang lain belum mempunyai pelayanan VMS pada dunia nyata. Pengamatan mendalam dilakukan dengan cara mewawancarai para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam pelayan VMS, baik secara langsung kepada pelaku bisnis maupun secara acak melalui telepon kepada para konsumen VMS, berdasarkan data konsumen Exelcom yang sudah pernah menggunakan VMS sejak bulan Maret 2007. Berdasar data tersebut dibangun model virtual perilaku konsumen VMS untuk ketiga operator GSM dengan menggunakan pendekatan Agent Based Modeling. Model virtual perilaku konsumen VMS yang telah dibangun kemudian digunakan untuk mensimulasi, menganalisis dan mengetahui hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran, pengaruh kelompok rujukan, perubahan perilaku konsumen dan tingkat penerimaan konsumen VMS pada pelanggan operator telekomunikasi selular GSM. Sebagai perbandingan pelayanan SMS (Short Message Service) yang ditemukan secara tidak sengaja dengan memanfaatkan kelebihan kanal data pada GSM di awal tahun 90-an, membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk diterima dan digunakan secara masal oleh pelanggan telepon selular (Baron et.all 2006:114). Dengan melihat pengalaman

pelayanan SMS, bila digunakan pendekatan data pada dunia nyata untuk mengetahui tingkat penerimaan pelayanan VMS juga akan dibutuhkan waktu yang lama. Sehingga untuk mempercepat maka model perilaku konsumen berbasis ABM digunakan untuk mensimulasi, memprediksi, menganalis, mengetahui dan mengantisipasi perubahan perilaku konsumen VMS. Model dasar perilaku konsumen VMS dalam ekperimen ini dibuat dengan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ben Said, L., ett. all., (2002:3) yang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan konsumen VMS seperti dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Model Perilaku Konsumen VMSMetode agen (Agent Methods) adalah cara interaksi dasar dari setiap agen yang didefinisikan pada pembentukan dunia virtual. Metode agen menggambarkan hubungan dan interaksi yang terjadi bila satu agen bertemu dengan agen yang lain di dalam dunia virtual. Interaksi yang terjadi dalam setiap pertemuan antar agen akan berubah secara dinamik tergantung pada kondisi agen pada saat itu, kondisi yang akan dihadapi dan kondisi sebelumnya. Dalam eksperimen ini pelanggan operator telekomunikasi selular GSM merupakan agen yang berupa turtles, artinya pelanggan operator telekomunikasi selular GSM dapat bergerak secara acak dan bebas di dalam dunia virtual. Dalam hal ini kinerja komunikasi pemasaran dan kelompok rujukan diwakili oleh nilai (value) setiap grid (patches) yang ditemui oleh pelanggan dalam setiap pergerakannya. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dalam setiap pergerakan pelanggan yakni : 1. Pelanggan operator telekomunikasi selular GSM akan bertemu dengan informasi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh operator telekomunikasi selular GSM. 2. Pelanggan operator telekomunikasi selular GSM akan bertemu dengan kelompok rujukan pada setiap grid dunia virtual yang dilewatinya.

3. Pelanggan operator telekomunikasi selular GSM akan bertemu dengan pelanggan lain dan akan terjadi komunikasi antar pelanggan dan pertukaran informasi. Terdapat 5 (lima) kondisi perilaku dasar pelanggan operator telekomunikasi selular GSM (Behaviour Attitude = BA) sebagai berikut: 1. Kondisi tidak aktif (inactive behaviour state = 0) 2. Kondisi siap menerima pengaruh positif dari luar (positive external stimulus) yang disebut dengan pengkondisian (conditioning state = 1) 3. Kondisi menerima dan meniru pengaruh positif dari luar dan disebut kondisi peniruan (imitating state = 2) 4. Kondisi ketika siap menerima pengaruh negatif dari luar (negative external stimulus) dan disebut kondisi oportunis (opportunism state = -1) 5. Kondisi menerima dan meniru pengaruh negatif dari luar akibat dan disebut kondisi tidak percaya (distrust state = -2) Pelanggan akan berperilaku tergantung pada kondisi mereka pada saat itu dan kondisi yang akan dihadapi dibandingkan dengan threshold yang ada pada masing-masing pelanggan. Secara umum bila pelanggan bertemu dengan informasi positif, seperti komunikasi pemasaran dan rekomendasi dari kelompok rujukan maka pelanggan akan membandingkan pengaruh positif tersebut dengan threshold positif yang ada pada dirinya. Bila nilai (value) dari trigger positif lebih besar dari threshold positifnya maka pelanggan akan berubah statusnya yakni pindah ke tingkatan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bila ada infomasi cara penggunaan yang lebih mudah dari threshold positif kemampuan pelanggan untuk menggunakan VMS maka tingkatan cara penggunaan akan naik satu tingkat.

Gambar 3. Metode Perubahan Perilaku Pelanggan

Sebaliknya bila pelanggan bertemu dengan pengaruh negatif, seperti rumor atau diskualifikasi maka pelanggan akan membandingkan besaran penagruh negatif tadi dengan threshold negatif yang ada pada dirinya. Bila stimulus negatif lebih besar dari pada threshold negatif maka pelangggan akan berubah status, yakni pindah ke tingkatan yang lebih rendah. Sebagai contoh apabila terdapat rumor bahwa cara menggunakan pelayanan VMS lebih sulit daripada kemampuan pelanggan (threshold negatif) untuk menggunakan pelayanan VMS maka tingkatan kemampuan penggunaan pelayanan VMS akan turun satu tingkat. Metode perubahan perilaku pelanggan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3. Secara umum tampilan model ABM yang digunakan pada eksperimen terdiri dari parameter-parameter masukan, dunia virtual tempat terjadi interaksi antar agen dan parameter-parameter keluaran model, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tampilan Model ABMDalam rangka uji validitas untuk agent based modeling menurut Axelrod (2003:9) ada dua hal utama yang harus dilakukan yaitu uji validitas internal (Internal validity) dan uji validitas eskternal (external validity). Validasi internal dilakukan untuk mengecek apakah program komputer yang dibuat sudah benar dan berjalan dengan baik, sedangkan validasi eksternal dilakukan untuk membandingkan antara model yang dibuat dengan keadaan yang sebenarnya. Tujuan validitas internal adalah menjamin bahwa program yang dibuat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Internal validity dilakukan untuk membedakan apakah hasil yang dikeluarkan muncul karena interaksi antar agen, atau karena kesalahan pemrogramam. Dalam penelitian ini validasi internal dilakukan pada setiap langkah pembuatan program, mulai dari desain dunia virtual berupa model perilaku konsumen VMS sampai dengan implementasi program. Desain juga harus di validasi agar prosedur agen yang digunakan sudah mewakili keadaan yang sebenarnya. Validitas eksternal dilakukan agar virtual world yang berasal dari model ABM sesuai dengan keadaan di dunia nyata. Menurut Troitzsch (2004: 2) validasi eksternal mengacu kepada kesesuaian dan keakuratan model komputer dengan data di dunia nyata. Uji validitas eskternal dilakukan dengan melakukan uji

validitas positif dan uji validitas negatif. Uji validitas positif dilakukan dengan cara memberikan parameter masukan positif. Model dinyatakan lulus uji validitas positif bila secara statistik (uji T-test) tingkat penerimaan terhadap pelayanan VMS mendekati 100 % dan tingkat penolakan terhadap pelayan VMS mendekati 0%. Selanjutnya uji validitas negative dilakukan dengan memberikan parameter masukkan negatif. Model dianggap lulus uji validitas negatif bila secara statistik (uji T-test) tingkat penerimaan terhadap pelayanan VMS mendekati 0% dan tingkat penolakan terhadap pelayan VMS mendekati 100%. Dari hasil uji validitas ekternal dapat dilihat bahwa untuk semua item uji, baik untuk pengujian validitas positif yang dilakukan sebanyak 7776 kali maupun pengujian dengan validitas negatif yang dilakukan sebanyak 1296 kali percobaan, secara uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara data yang dihasilkan oleh model perilaku konsumen VMS berbasis dunia virtual ABM dengan data yang diharapkan pada dunia nyata. Atau dengan kata lain data yang dihasilkan oleh model perilaku konsumen VMS berbasis ABM secara statistik sama dengan data yang diharapkan pada dunia nyata.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas EksternalTarget T-Test pvalue pvalue Uji Validitas Positif 7776 kali percobaan 100% P 0.05 0.317 Tingkat Penerimaan VMS Uji Target Kesimpulan Pvalue tidak significant, tidak ada perbedaan antara hasil percobaan dengan target

0% P 0.05 0.317 Pvalue tidak significant, tidak Tingkat ada perbedaan antara hasil Penolakan percobaan dengan target VMS Uji Validitas Negatif 1296 kali percobaan 0% P 0.05 0.317 Pvalue tidak significant, tidak Tingkat ada perbedaan antara hasil Penerimaan percobaan dengan target VMS 100% P 0.05 0.318 Pvalue tidak significant, tidak Tingkat ada perbedaan antara hasil Penolakan percobaan dengan target VMS Catatan: PValue batas kritis = 0.05 Jadi dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan mempunyai validitas esksternal yang baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Knepell dan Arangno dalam proceding Troitzsch (2004: 2) yang menyatakan Validasi eksternal mengacu kepada kesesuaian dan keakuratan model komputer dengan data di dunia nyata. Hal senada diungkapkan oleh Carley (1996:2) yang menyatakan bahwa : External validity refers to the adequacy and accuracy of the computational model in matching real world data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan metode Cronbachs Alpha terhadap model perilaku konsumen VMS berbasis dunia virtual ABM dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji ReliabilitasUji Reliabilitas untuk 8096 kali percobaan Target 0,70 Hasil Kesimpulan pengujian 0.806 Koefisien alpha Cronbach > dari 0,70 berarti Model memiliki reliabilitas yang baik

Pengujian reliabilitas untuk data yang didapat dari 8098 kali percobaan dengan 20 variabel uji didapat hasil koefisien alfa sebesar 0.806. Menurut Hair Anderson (1998:88) suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70. Bila dibandingkan antara hasil pengujian dengan SPSS dan target koefisien alpha, diketahui bahwa koefiesien alpha yang didapat dari hasil pengujian data model perilaku konsumen VMS berbasis dunia virtual ABM jauh lebih besar dari pada 0,70. Maka dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen VMS berbasis dunia virtual ABM menghasilkan data yang reliabel. Atau dengan kata lain instrumen pengumpul data model perilaku konsumen VMS berbasis ABM yang dibangun mempunyai reliabilitas yang cukup tinggi. Kesimpulan hasil uji validitas dan reliabilitas model dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan ReliabilitasUji Validitas Internal Validitas Eksternal Target Error = 0 Hasil Error = 0 pvalue = 0.317 Kesimpulan Model perilaku konsumen VMS berjalan dengan baik sesuai keinginan tanpa error pvalue tidak signifikan: tidak ada perbedaan antara data yang dihasilkan model dengan data di dunia nyata, 0.806 > 0.70 : Data yang dihasilkan model memiliki reliabilitas yang baik, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, artinya model dapat menggambarkan hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran, kelompok rujukan, perubahan perilaku konsumen dan tingkat penerimaan VMS

pvalue 0.01

Reliabilitas Model

0,70

= 0.806

Dari hasil uji validitas, baik validitas internal maupun validitas eksternal, serta uji reliabilitas didapat hasil bahwa model perilaku konsumen VMS yang dibangun dengan ABM menghasilkan data yang valid dan reliabel. Model yang dihasilkan dapat menggambarkan hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran, kelompok rujukan, perubahan perilaku konsumen dan tingkat penerimaan VMS pada pelanggan operator telekomunikasi selular GSM dengan menggunakan metode Agent Based Modeling (ABM) sehingga hipotesis pertama dapat diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Twomey dan Cadman (2002:56) yang mengatakan bahwa ABM dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman mengenai suatu sistem dengan membangun agen yang dirancang untuk meniru secara detil atribut dan perilaku agen di alam nyata. Metode ABM berguna untuk menghasilkan simulasi yang dapat digunakan untuk tujuan eksplanatori, exploratori dan prediksi. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Bryson ett. all (2005:1) dalam tulisannya tentang Agent-based

models as scientific methodology yang menyatakan bahwa ABM adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menguji pengaruh gabungan dari perilaku yang dilakukan setiap individu sebagai berikut: Agent Based Modeling (ABM) is a method for testing the collective effects of individual action selection. More generally, ABM allows the examination of macro-level effects from micro-level behaviour. (Bryson ett. All. 2005:1). Dan hal yang sama diungkap oleh Bonabeau (2002: 7280) yang menyatakan bahwa ABM adalah alat simulasi yang sangat powerful yang dapat digunakan untuk mensimulasikan dunia problem bisnis di alam nyata sebagai berikut : Agent-based modeling is a powerful simulation modeling technique that has seen a number of applications in the last few years, including applications to real-world business problems.

SIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil eksperimen dengan menggunakan model perilaku konsumen VMS berbasis ABM, pengujian dan analisis terhadap kinerja komunikasi pemasaran, pengaruh kelompok, perubahan perilaku konsumen dan tingkat penerimaan terhadap jasa pelayan VMS untuk pelanggan operator telekomunikasi selular GSM di Indonesia diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut : Model perilaku konsumen berbasis Agent Based Modeling (ABM) dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kinerja komunikasi pemasaran, kelompok rujukan, perubahan perilaku konsumen dan tingkat penerimaan VMS (Voice Music SMS) pada pelanggan operator telekomunikasi selular GSM di Indonesia. Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian maka diajukan beberapa saran-saran sebagai berikut: ABM dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mempercepat proses penelitian pada fenomena-fenomena yang belum bisa dilakukan langsung di alam nyata, fenomena tersebut dapat diteliti di dalam dunia virtual ABM dengan memanfaatkan sifat autonomous agents yang dirancang untuk mensimulasikan alam nyata tersebut, dengan memberikan kondisi-kondisi seperti yang kita harapkan terjadi sehingga memunculkan emergent properties. Model Perilaku konsumen berbasis Agent Based Modeling dapat digunakan alat bantu analisis penelitian secara metodologis dalam bidang ilmu manajemen, khususnya ilmu manajemen pemasaran. Model perilaku konsumen berbasis ABM yang dibuat di dalam penelitian ini fokus pada jasa pelayanan tambahan Voice Music SMS (VMS), model yang sama dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut pada jasa nilai tambah yang lain seperti Fun Voice atau Voice SMS. Penelitian ini fokus atau dibatasi pada model perilaku pelanggan GSM dalam penggunaan VMS, model dasar ini dapat digunakan oleh penelitian berikutnya yang berfokus sisi lain seperti pada strategi pemasaran yang dilakukan oleh setiap operator telekomunikasi selular GSM atau pada model penyebaran rumor. Penelitian ini dibatasi pada operator telekomunikasi selular GSM, model yang sama juga dapat digunakan untuk penelitian yang lebih luas untuk operator telekomunikasi yang lain seperti untuk operator telekomunikasi berbasis CDMA atau pada upaya untuk lebih mendayagunakan pelayan jasa telepon tetap (fixed telephone). Sedangkan bagi praktisi dan pengusaha disarankan hal-hal sebagai berikut : Informasi tentang cara penggunaan dan kemudahan dalam menggunakan pelayanan VMS mutlak diketahui oleh pelanggan sebelum mereka menggunakan pelayan VMS, sehingga operator sebaiknya mensosialisasikan cara penggunaan pelayanan VMS dan menyediakan fasilitas untuk mempermudah pelanggan dalam menggunakan pelayananan VMS. Ketersediaan lagu yang memadai akan menentukan

keberhasilan pelayanan VMS sehingga operator juga sebaiknya mempersiapan pilihan lagu yang banyak dan ada jaminan ketersediaan lagu, hal ini dapat ditindaklanjuti dengan menjalin kerjasama yang erat dengan pemilik lagu baik perorangan, label atau perusahaan rekaman. Cakupan pelayanan yang luas akan meningkatkan penerimaan terhadap pelayan VMS sehingga kerja sama interkoneksi antar operator sebaiknya dilakukan untuk memperluas cakupan dalam rangka meningkatkan trafik penggunaaan pelayanan VMS antar operator telkomunikasi selular GSM. Model perilaku konsumen berbasis ABM dapat digunakan untuk alat simulasi, perencanaan dan analisis untuk pengujian prototif produk atau pelayanan jasa sebelum diimplementasikan di dunia nyata. Di dalam virtual world ABM dapat disimulasikan berbagai kemungkinan yang akan dihadapi oleh operator telekomunikasi Selular GSM di dunia nyata. Model perilaku konsumen berbasis ABM dapat digunakan untuk melihat sikap konsumen terhadap produk baru yang akan diluncurkan atau melihat perubahan sikap konsumen dalam setiap perubahan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh operator telekomunikasi selular. Model perilaku konsumen berbasis ABM dapat digunakan oleh operator telekomunikasi selular GSM untuk mengantisipasi perubahan pasar dan perubahan kebijakan terhadap tingkat penerimaan konsumen. Sehingga operator telekomunikasi selular GSM dapat menentukan strategi dan kebijakan yang paling tepat disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di pasar, termasuk antisipasi terhadap perubahan strategi yang dilakukan oleh operator lain.

REFERENSIAbdurrachman Wahid. 1999. Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. tanggal 8 September 1999. hal: 1-3 ____________. 2000. Peraturan Pemerintah R.I Nomor PP. 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2000. Achmad Bachrudin dan Harapan L. Tobing. 2003. Analisis Data untuk Penelitian Survai dengan Menggunakan LISREL 8 Dilengkapi Contoh Kasus. Bandung: Jurusan FMIPA-UNPAD Albin, Peter dan Duncan K., Folley. 1992. Decentralized, Dispersed Exchange without an Auctioneer. A Simulation Study. Journal of Economics Behavior and Organization 18 (1). Hal. 27-51 Adjali, B. Diasand R. Hurling. 2005. Agent Based Modeling of Consumer Behavior. Mathematical & Psychological Sciences Group. Unilever Corporate Research. Sharnbrook. Bedford MK44 1LQ. UK ARPG. 2006. Indonesia Mobile Services and Wireless VAS Data Market - Outlook to 2010. Asia Pasific Research Group. Melalui, [10/8/07] Aumann, Robert dan Thomas Schelling. 2005. Conflict and Cooperation through the lens of Game Theory. The Prize in Economic Sciences 2005 Axelrod, Robert. 2003. Advancing the Art of Simulation in the Social Sciences. University of Michigan, Japanese Journal for Management Information System, Special Issue on Agent-Based Modeling, Vol. 12, No. 3, Dec. 2003. _________ dan Light Tesfatsion. 2005. A guide for Newcomers to Agent-based Modeling in the Social Sciences. University of Michigan. Melalui, http://www.econ.iastate.edu/tesfatsi/ace.htm[27/6/2006], hlm 1-13. Baron, S. ett. all. 2006. Beyond Technology Acceptance: Undestanding Consumer Practice, International Journal of Service Industry Management, Vol. 17 No.2, 2006, hlm.111-

135. Barczak, Gloria. 2003. New Product Strategy, Structure, Process, and Performance in the Telecommunications Industry. Journal of Product Innovation Management. Volume 12 Issue 3, hal. 224 - 234 Bauer Hans, Stuart J. Barnes, Tina Reichardt dan Marcus M. Neumann. 2005. Driving Consumer Acceptance of Mobile Marketing: A Theorical Framework and Emperical Study. Journal of Electronic Commerce Research, VOL. 6, NO.3, 2005 Hal. 181192 Ben Said, L, ett. all. 2002. Multi Agent Based Simulation of Consumer Behaviour: Towards a New Marketing Approach. France France: Telecom FTR&D Best, Roger. 2000. Marketing Base Management. second edition, New York: Prentice Hall, hlm 215-216. Bonabeau, Eric. 2006. Agent-based modeling: Methods and techniques for simulating human systems. Proceedings of National Academy of Sciences of the United States of America. Hlm. 7280-7287 Bryson, J., Joanna. ett. all. 2005. Agent-based models as scientific methodology: A case study analysing primate social behaviour. Artificial models of natural Intelligence, Department of Computer Science, University of Bath, Bath, BA2 7AY. UK Carley, M., Kathleen. 1996. Validating Computational Models. Working Paper. Carnegie Mellon University. Dalrymple, Douglas dan Peorson L. 1995. Marketing Management Text and Case Sixth Edition. USA:John Wiley & Sons, Inc, hlm. 470-472. Davis, Duane. 1995. Business Research for Decision Making, fourth Edition, Washington USA: Duxbury Press hlm 374-375. Davis, F.D. 1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. MIS Quarterly, Vol. 13 No. 3, hlm. 319-340 ________, ett.all. 1989. User acceptance of komputer technology: a comparison of two theoretical models. Management Science.Vol. 35 No. 8, hlm. 982-1003. Duncan A. Robertson. 2003. Agent-Based Models of a Banking Network as an Example of a Turbulent Environment : The Deliberate vs. Emergent Strategy Debate Revisited. Emergence: A Journal of Complexity in Organizations and Management. 5(2). Hal. 56-71 Ferdinand Agusty. 2000. Equation Modeling Dalam Penelitian Managemen, Aplikasi Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Thesis S2 dan Disertasi S3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hlm 44-46 Fusilier, Marcelline dan Subhash Durlabhji. 2005. An exploration of student internet use in India the technology acceptance model and the theory of planned behaviour. Louisiana, USA: Emerald Group Publishing Limited. Vol. 22 No. 4,. hlm. 233246 Gerlach, Porst dan Steiner. 2006. Its About Credibility: Best Practices in Reference Marketing. gps-consulting.com. Consulting and service for marketing & sales di ambil online dari: http://www.gpsconsulting.com/us/newsletter/2006_08/Best-practices-in-referencemarketing.pdf Gode, D. K., and S. Sunder. 1993. Allocative Efficiency of Markets with Zero Intelligence Traders: Market as a partial substitute for individual rationality. The Jounal of Political Economy. Vol. 101. No 1 (Feb., 1993) Halaman 119-137. Hair, JR. Joseph F. ett. all. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. New Jersey:Prentice-hall Int. Hasnul Suhaimi. ett. all. 2007. Laporan Tahunan 2006 PT Excelcomindo Pratama. PT Excelcomindo Pratama tbk. Herjee, Kaisat B. ett. all. 2007. Annual Report 2006. PT Indosat tbk. United States Securities and Exchange Commssion. Washinton D.C. 20549 Huang, J.H dan Lin, Y.R. 2007. Elucidating User Behavior of Mobile Learning, A

Perspective of the Extended Technology Accepatance Model, The Electronics Library, Vol. 25. No. 5, hlm. 585-598. Hyun-Hwa Lee, Ann Marie Fiore, dan Jihyun Kim. 2006. The role of the technology acceptance model in explaining effects of image interactivity technology on consumer responses. International Journal of Retail & Distribution Management Vol. 34 No. 8, 2006. Emerald Group Publishing Limited, hal. 621-644 ITU. 2002. Asia- Pacific Telekomunication Indicator 2002. 5th Edition, ITU Telecom Asia, Hongkong Janssen, M,. dan Wander Jager. 1999. An Integrated Approach to Simulating Behaviour Process: A Case Study of the Lock-in of Consumption Patterns. Journal of Artificial Societies and Social Simulation vol. 2. No.2. Melalui, [7/4/2007] Javenpa, S.L and E.H. Tiller. 1999. Integrating market, Tecnology and Policy Opportunity in E-Business Banking Strategy. International Journal of Bank Marketing University of Texas. USA, hlm. 235-249 Jagdish N. Sheth dan Atul Parvatiyar. 1995. Relationship marketing in consumer markets: Antecedents and consequences. Journal of the Academy of Marketing Science. Volume 23, Number 4 / September, 1995. Hal. 255-271 Jiaqin Yang, Xihao He, Huei Lee. 2007. Social reference group influence on mobile phone purchasing behaviour: a cross-nation comparative study. International Journal of Mobile Communications. Volume 5, Number 3 / 2007. Halaman: 319 - 338 Lansing, J. Stephen, dan James N. Kremer. 1993. Emergent Properties of Balinese Water Temple Networks: Coadaptation on a Rugged Fitness Landscape. Center for the study of Institutions, Population, and Environmental Change Indiana University. Lu, Ju, ett. all. 2003. Technology Acceptance Model for Wireless Internet. Dalam jurnal Electronic Networking Application and Policy. Vol 13 no. 3 tahun 2003. New Jersey. Hlm. 206-222 Katalin Boer, Mark Polman, Arie de Bruin dan Uzay Kaymak. 2005. An Agent-Based Framework forArtificial Stock Markets. Erasmus University Rotterdam, Faculty of Economics. Rotterdam, the Netherlands Kenneth L., Judd. 2005. Computationally Intensive Analyses in Economics. Stanford : Hoover Institution, hlm. 1-5. Kirman, A.P, dan Nicolas J. Vriend. 2001. Evolving Market Structure: an ACE Model of Price Dispersion and Loyality. J. Econ. Dynamics Control 25:34, Hal. 459502. Kiskenda Suriahardja, ett. all. 2007. Annual Report 2006 PT TELKOMSEL. PT Telkomsel. Jakarta. Kitchen, Phillip J and Don E. Schultz.2003. Integrated Corporate and Product Brand Communication. International Journal of Bank Marketing. USA: MCB Universityn Press Koesrindartoto, P., Deddy dan Testfastion. 2004. Testing the Reliability of FERC's Wholesale Power Market Platform : An Agent-Based Computational Economics Approach. Department of Economics Iowa State University. Ames. Iowa Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. The Millenium Edition. New Jersey: Prentice-Hall International _______dan Gary Amstrong. 2006. Principles of Marketing, 11th edition, New Jersey: Pearson International Edition. _______dan Keller, Kevin Lane. 2006. Marketing Management. 12th edition. New Jersey: Pearson International Edition. Kusnendi. 2007. Model-Model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sample dengan Lisrel. Bandung : AlfaBeta Bandung LeBaron, Blake. 2002. Building Santa Fe Artificial Stock Market. National Bureau of Economic Research, and an external faculty member at the Santa Fe Institute. Lewin, Roger. 1999. Complexity: Life at the Edge of Chaos. Chicago IL:University of Chicago Press.

Lovelock, Christopher H. 2001. Service Marketing, Third edition, USA. Prentice Hall International, hlm 198-199. Lovelock, Christopher dan Jochen Wirtz. 2004. Service Marketing, People, Technology, Strategy. USA: Prentice Hall International, hlm. 46-57 Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi ke empat. Terjemahan Imam Nurmawan. Surabaya: Erlangga, hlm. 1-5 Morhange, G. B. dan Emelio Fontela. 2003. Mobile Communication from Voice to Data a Morphological Analysis. Emerald Journal, hlm. 24-28. Murdick Robert G. ett. all. 1990. Service Operation Management, Ally and Bacon, hlm. 4-5 Nigel, Gilbert dan Pietro Terna. 1999. How to Build and Use Agent Based Models in Sosial Science. Centre for Research on Social Simulation University of Surrey Guildford. UK Payne, Andrian. 1993. Service Marketing, Series edition. New Jersey :Prentice-Hall International Inc, Englewood Clif, hlm. 6-7 Pakola, Jukka, ett.all. 2002. An investigation of Customer Behaviour in Mobile Phone Market in Finland. Faculty of Economics and Idustrial Management, Oulu. Finland. Pelsmackker Del Patrick, ett. all. 2001. Communication, New York : Prentice-Hall Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. 2005. Consumer Behavior and Marketing Strategy. New York : McGraw-Hill/Irwin Series in Marketing. Peter, S. and Rada, J. 1988. Servicitization of business: Adding value by adding services, European Management Journal of, vol. 6, no. 4. Melalui: http://en.wikipedia.org/wiki/Services_marketing [19/6/07] Railsback, Lytinen, dan Jackson. 2005. Agent Based Simulation Platforms: Review and Development Recommendations. USA: In Press at Simulation. Rhenald Kasali. 1998. The Effect of Communication Strategies to Design food Marketing Strategies: The Pork Fat Rumor in Indonesia, Dissertation; Urbana, Illinois: University of Illinois at Urbana Champaign. Rinaldi Firmansyah. ett. all. 2007. Annual Report 2006. PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Form 20-F. United States Securities and Exchange Commssion. Washinton D.C. 20549 Roxana Belecheanu dan Michael Luck. 2005. Agent-Based Factory Modelling. Eurobios and SCA Packaging. School of Electronics and Computer Science. University of Southampton. Southampton SO17 1BJ. United Kingdom Rust, Roland T, ett. all. 1996. Service Marketing. New York: Harper Collin College Publisher, hlm. 7-8 Sahu, Ashok K. dan R.K.Mahapatra. 2005. Application of Concepts Services Marketing in Digital Library. Melalui http://eprints.rclis.org/archive /00012608/01/TERIICDL2006Application_of_concept_of_services_ marketing _ in_digital_library.pdf [21/8/07] Saggau, Volker. 2005. Agent-based modelling for investigating consumer behaviour in risky markets the case of food scares. Dissertation Christian-Albrechts-Universitt zu Kiel. http://e-diss.uni-kiel.de/agrar-fak.html Schelling, Thomas C. 1978. Micromotives and Macrobehavior. New York: Norton, hlm. 137-157. _________. 2007. The Schelling Segregation Model Demontration Software. Melalui, http://www.econ.iastate.edu/tesfatsi/demos/schelling/schellhp.htm [4/2/06] Schiffman. Leon G dan Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior, New York: Prentice Hall. Smith and Indrajit Sinha. 2000. The Impact of Marketing Communication Performance toward Price and Extra Product Promotion on Store Preference. dalam International Service Journal Industry Management. Vol 14 No 4, hlm. 83-92 Smith D., Alan dan William T. Rupp. 2003. Strategic Online Customer Decision Making:

Leveraging The Transformational Power of the Internet. Journal Online Information Review Volume 27 Number 6 2003. Emerald Group Publishing Limited. Hlm.. 418-432 Solomon Michael R. 2004. Consumer Behavior: Buying, Having, and Being, Sixth edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan kedua.. Bandung: Alfabeta Stauss, Bernd. 2005. The implications of an unlimited broadening of the concept of services. Department of Services Management. Dalam journal Managing Service Quality Emerald Group Publishing Limited .Vol. 15 No. 3, 2005. hal. 219-229 Tesfatsion, L. 2002. Agent-Based Computational Economics: Growing Economics from the Bottom Up. Department of Economics. Iowa State University. ISU Economics Working Paper No. 1, 15 March 2002. Ames, Iowa. Troisi, A. ett. all. 2005. An agent-based approach for modeling molecular self-organization. PNAS January 11, 2005 . Vol. 102 no. 2 . Hlm 257-260 Troitzsch, G. Klaus. 2004. Validating Simulation Models. Proceedings of the 18th European Simulation Multiconference, SCS Europe. Twomwy, P., dan Ricard Cadman. 2002. Agent-Based Modeling of customer behaviour in the telecoms and media market. London: Journal Emerald, hlm. 56-63. Velasquez, M., G. 2006. Business Ethics Concepts and Cases. Sixth Edition. Santa Clara: Pearson Education International, hlm. 2-10. Vichuda, Nui P. dan Serap Ekin. 2001. An empirical investigation of the Turkish consumers' acceptance of Internet banking services International. Journal of Bank Marketing 19/4 [2001] 156165 Venkatesh, Alladi., Dholakia R. Roy dan Dholakia Nikhilesh. 1996. New Visions of Information Technology and Postmodernism: Implications for Advertising and Marketing Communications. Journal The Information Superhighway and Private. Households: Case Studies of Business Impacts hal. 319-325 Wells D William, dan David Prensky. 1996. Consumer Behavior. New York: John Willey & Sons, Inc, hlm. 201-202 Wijayanto, Setyo Hari. 2008. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu Wilensky, U. 2007. NetLogo 4.0.2. Center for Connected Learning and ComputerBased Modeling, Northwestern University, Evanston, IL. http://ccl.northwestern.edu/netlogo/ Whilhite, Allen. 2001. Bilateral dan Small World Network. Jounal Computational Economics 18: 4964, 2001. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands WTO. 2007. Coverage of Telecommunication Services. World Trade Organization, rue de Lausanne 154, CH-1211 Geneva 21, Switzerland. Melalui [10/5/2007] Zwan, Frank dan Tracy Bhamra. 2003. Services Marketing: Taking Up the Sustainable Development Challaenge. Journal of Services Marketing. Vol. 17. no. 4. hlm. 341356