JOOOSSGANDOS
-
Upload
choirul-anwari -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
description
Transcript of JOOOSSGANDOS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Obstruksi usus atau sering disebut ileus obstruktif merupakan kegawatan
dalam bedah abdomen yang sering dijumpai, merupakan 60-70% seluruh kasus
akut abdomen yang bukan appendisitis akut. Di Indonesia, tercatat 7.059 kasus
yang dirawat inap dan 7.024 kasus rawat jalan pada 2004, sedangkan di
Amerika, diperkirakan sekitar 300-400 ribu kasus tercatat tiap tahunnya (Jeekel,
2003).
Obstruksi ini dapat bersiat parsial atau komplet. Keparahannya
tergantung pada daerah usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat, dan
khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu. Jadi,
obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi pada usus dimana fungsi
peristaltik usus normal namun isi usus tidak mampu untuk berjalan kedepan
untuk menjalani proses sebagaimana fungsi normal usus.
Kebanyakan obstruksi usus (85%) terjadi dalam usus halus. Perlekatan
paling umum menyebabkan obstruksi usus halus (insiden sebanyak 60%), diikuti
dengan hernia dan neoplasma. Penyebab lain mencangkup intususepsi, vulvus
(pemutaran usus), dan ileus paralitik. Dan diperkirakan 15% obstruksi usus
terjadi di usus besar dan kebanyakan ditemukan di sigmoid. Penyebab paling
umum adalah karsinoma, divertikulitis, gangguan usus inflamasi dan tumor
ganas. (Brunner & Suddarth, 2001)
Usus halus yang mengalamai strangulasi dapat menjadi nekrosis dan
ganggren dalam waktu 6 jam. Sedangkan obstruksi usus besar bias
mengakibatkan kematian dan perforasi sekum.(Kahan & Ravers,2011) Secara
umum semakin tinggi tempat terjadinya penyumbatan, maka semakin parah
gejala dan tanda-tandanyab. Pasien yang mengalami obstruksi usus menunjukan
gejala seperti muntah-muntah, distensi abdomen, kolik abdomen, dan suara usus
besar. Jadi secara tidak langsung penyakit ini mengganggu penyerapan nutrisi
maupun cairan oleh intestinal sehingga mengganggu kenormalan dari salah satu
1
proses sistem gastrointestinal.
Pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan benar perlu dilakukan
karena gejala-gejala yang muncul dapat mengganggu pasien untuk menjalankan
aktivitas kesehariannya. Sehingga perlu direncanakan asuhan keperawatan yang
melibatkan pasien beserta keluarga supaya dapat meminimalisir gangguan yang
timbul dan meningkatkan rasa nyaman serta kepercayaan diri dalam menghadapi
penyakitnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tujuan di atas maka, dapat ditarik rumusan masalah untuk
kemudian akan dibahas pada bab selanjutnya yakni bagaimana penerapan
asuhan keperawatan dengan kasus Obstruksi usus halus dan usus besar?
1.3 TUJUAN
Tujuan Umum :
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada
pasien Obstruksi usus halus dan usus besar.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis
Obstruksi usus halus dan usus besar.
2. Mengetahui asuhan keperawatan bagi klien dengan penyakit Obstruksi usus
halus dan usus besar
1.4 MANFAAT
1. Teoritis : Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Inkontinensia urin.
2. Tenaga keperawatan : Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan
tepat pada pasein yang mengalami Inkontinensia urin.
3. Mahasiswa : Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
tentang asuhan keperawatan pada Inkontinensia urin
4. Institusi : Sebagai referensi tambahan dalam proses pembeajaran mata kuliah
SISTEM PERKEMIHAN. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk
melengkapi bahan pembelajaran.
.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Usus Kecil
Usus halus adalah tabung yang panjangnya 2,5 m dalam keadaan hidup
dan 6 m saat mati saat otot telah kehilangan tonusnya dan memanjang dari
lambung sampai katub ileo-kolika, yaitu tempat bersambungnya dengan usus
besar (Evelyn, 2008). Usus halus mempunyai diameter 2,5 cm yang dibagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum (Perry & Potter, 2000).
Dua fungsi utama dari usus halus adalah sebagai penyerapan nutrisi dari
lumen usus dan menjaga keseimbangan antara penyerapan (yang diserap adalah
protein, lemak, dan hidrat karbon) dan sekresi air dan elektrolit. Usus halus
dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum (Evelyn, 2008).
1) Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus yang mempunyai
panjang 25 cm, berbentuk seperti sepatu kuda, dan atasnya mengelilingi
ujung pankreas. Saluran empedu memasuki dan saluran pankreas masuk ke
dalam duodenum melewati lubang yang disebut ampula hepatopankreatika,
atau ampula Vateri yang berjarak 10 cm dari pilorus. Duodenum merupakan
3
bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit
pergerakannya dari bagian usus halus lainnya.
2) Jejunum
Jejunum menempati bagian yang terletak di sebelah atas. Warna
lebih merah dan lebih banyak mengandung pembuluh darah, dinding lebih
tebal dan diameter lebih besar, plica circularis kerkringi (katub besar yang
ada di lumen usus) lebih besar dan jumlah lebih banyak, villi intestinales
lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Percabangan pembuluh darah
kurang kompleks. Keadaan tersebut tampak jelas perbedaannya apabila
dibandingkan dengan jejunum bagian proximal dan ileum bagian distal,
dimana di bagian tengah perbedaan itu kurang jelas.
Mesenterium pada jejunum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan
lemak extraperitoneal hanya terbatas pada pangkal pembuluh-pembuluh
darah, sedangkan pada ileum jaringan lemak tersebut mengikuti panjang
pembuluh darah sampai pada dinding ileum. Kurang lebih 1 meter disebelah
proximal dari ujung terminal ileum terdapat divertikulum Meckeli yang
merupakan sisa dari ductus omphalomesentericus, (tabung panjang yang
menghubungkan yolk sac dan lumen) mempunyai ukuran 5 cm. Permukaan
dalam jejenum berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner (kelenjar
submukosa yang berada di usus 12 jari). Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan jejenum dan usus illeum secara
makroskopis.
4
3) Ileum
Ileum menempati bagian akhir dari bagian usus halus. Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, usus ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu. Jejunum dan ileum menempati
sebagian besar cavum abdominis, bahkan sampai ke dalam cavum pelvicum
dan difiksasi oleh mesenterium (menghubungkan organ bersangkutan dengan
dinding tubuh). Mesenterium berbentuk kipas dengan bagian yang terlebar di
bagian tengah sebesar 20cm, melekat pada dinding dorsal abdomen dan
tempat melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix mesenteri kira-
kira 15cm, terletak miring dari cranial kiri ke kaudal kanan, dimulai dari
flexura duodeno jejenalis (setinggi corpus vertebra lumbalis II) sampai
setinggi articulation sacroiliaca dextra. Oleh karena jejuno ileum bentuknya
lebih panjang dari radix mesenteri , maka jejuno ileum terletak berkelok-
kelok, sangat mobile dan mudah bergerak. Didalam mesenterium terdapat
cabang-cabang dari arteri mesenterica superior, serabut saraf, limphonodus,
pembuluh lymphe dan jaringan lemak. Radix mesenteri menyilang disebelah
ventral pars horizontalis duodeni, corpus vertebra lumbalis III, dan ureter
dextra.
Pergerakan usus halus disebabkan oleh aktifitas 2 lapis otot polos
yaitu lapisan otot polos longitudinal di bagian luar dan lapisan otot sirkuler di
bagian dalam. Pergerakan usus halus berfungsi untuk mencampur makanan
dengan enzim percernaan dan mendorong makanan ke arah kolon.
Dibutuhkan waktu 3-5 jam agar makanan dari pylorus di ilokeal junction.
Isinya yang cair digerakan oleh serangkaian gerakan peristaltik yang cepat,
setiap gerakan memiliki waktu 1 detik dan diantara kontraksi terdapat masa
relaksasai selama 2 detik. Ada juga 2 jenis gerakan lain yaitu:
5
a. Gerakan segmental
Otot yang terutama berperan pada kontraksi untuk mencampur
makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh
makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi
ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm, pada saat suatu segmen
usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
berkontraksi, sehingga makanan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus lalu terjadi absorsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan basic electrical rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna.
Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8- 12 kali/menit, pada duodenum 9
kali/menit, sekitar 7 kali/menit pada ileum dan setiap kontraksi berlangsung
5-6 detik.
b. Gerakan pendulun
Gerakan pendulun atau ayunan menyebabkan isi usus bercampur.
Mekanisme absorbsi air dan elektrolit, Pergerakan ion antara lumen usus dan
sirkulasi terjadi melalui proses difusi sederhana dan transport aktif.
Pergerakan pasif ion natrium kedalam atau keluar dari lumen terjadi pada
bagian lateral dan tight junction. Pergerakan ini terjadi akibat adanya
perbedaan konsentrasi dan muatan listrik (electrochemical gradient). Pada
usus halus transport aktif natrium berperanan penting untuk absorbsi glukosa
dan asam amino. Sebaliknya adanya glukosa dalam lumen saluan cerna akan
meningkatkan reabsorbsi natrium. Hal ini menjadi dasar fisiologis pemberian
NaCl dan glukosa (oralite) pada penderita diare (Evelyn, 2008).
6
2.2 DEFINISI
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat Kebanyakan obstruksi
usus (85%) terjadi dalam usus halus. Perlekatan paling umum menyebabkan
obstruksi usus halus (insidens sebanyak 60%), diikuti dengan hernia dan
neoplasma (Brunner & Suddarth, 2001).
Obstruksi usus terjadi apabila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus
melalui saluran usus (Brunner & Suddarth, 2001).
Aliran ini dapat terjadi karena 2 tipe proses yaitu Mekanis dan Fungsional:
1. Tipe proses mekanis yaitu terjadinya obstruksi intramural atau obstruksi mural
dari tekanan pada dinding usus. Contoh penyebab kondisi ini adalah intususepsis,
tumor polipoid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia, dan abses.
2. Tipe proses fungsional yaitu muskulatur usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya adalah amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes melitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson
yang juga bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama
pembedahan.
Obstruksi usus halus meliputi obstrusksi parsial (sebagian) atau total usus
halus. Obstruksi pada neonatus, bayi atau anak kemungkinan paling sering
diakibatkan oleh hernia, malrotasi, ileus mekoneum, divertikulum Meckel,
intususepsi, atau atresia. Sedangkan pada orang dewasa paling sering disebabkan
oleh adhesi, hernia, penyakit Chorn, ileus batu emepedu, atau tumor.
7
Pada obstrusksi usus halus dapat terjadi obstruksi lengkung usus terbuka
ataupun tertutup. Pada obstruksi lengkung usus tertutup komplikasi penyakit
dapat terjadi dengan cepat, sedangkan pada obstruksi usus terbuka
perkembangan komplikasi menjadi lebih lambat (Kahan & Raves, 2011).
Menurut Burner & Suddarth (2002), “Pada obstruksi usus halus dapat
terjadi distensi dan retensi cairan mengurangi absorbsi cairan dan merangsang
lebih banyak sekresi lambung”.
Obstruksi usus halus sering memiliki onset cepat dan sering disebabkan
oleh adhesi atau hernia (Grace & Borley, 2011).
Obstruksi usus halus berarti sebagian usus halus atau seluruhnya
mengalami penyumbatan. Ketika hal ini terjadi, isi usus tidak bisa keluar dengan
benar dari tubuh. Kotoran, cairan, dan gas menumpuk di dalam usus. Hal ini
merupakan kondisi yang berpotensi serius yang memerlukan perawatan medis
yang mendesak (Mahnke, 2012).
2.3 ETIOLOGI
Berdasarkan Burner & Sudath (2011), “Penyebab obstruksi usus halus
pada manusia berbeda berdasarkan pada usia pasien, durasi gejala klinis, dan
apakah pasien memiliki riwayat operasi/trauma abdomen atau tidak. Obstruksi
pada neonatus, bayi atau anak kemungkinan paling sering diakibatkan oleh
hernia, malrotasi, ileus mekoneum, divertikulum Meckel, intususepsi, atau
atresia. Sedangkan pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh adhesi,
hernia, penyakit Chorn, ileus batu emepedu, atau tumor”.
1. Tumor usus
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau
tumor di luar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus, akibatnya
lumen usus menjadi tersumbat sebagian. Bila tumor tidak diangkat akan
mengakibatkan obstruksi lengkap
8
2. Adesi (perlengketan)
adesi yang berhubungan dengan pembedahan abdomen atau
peritonitis sering meningkatkan frekuensi ileus obstruktif. Adesi mudah
lengket pada lumen usus dan menyebabkan luka yang berlokasi dimana-
mana. Adesi ini dapat menghalangi peristaltic usus halus dan
menyebabkan angulasi secara akut dan kekusutan pada usus, sering
terjadi beberapa tahun setelah prosedur awal dilakukan.
3. Hernia
Hernia yaitu penyakit akibat turunnya buah zakar seiring
melemahnya lapisan otot dinding perut. Dinding rongga yang lemah itu
membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini
sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari
usus. Protusi (penonjolan) usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding atau otot abdomen, akibatnya aliran usus tersumbat total.
Sehingga aliran darah ke area tersebut dapat tersumbat juga. Ini
merupakan bawaan atau di dapat didalam kavum peritoneum.
4. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn (juga dikenal sebagai colitis granulomatosa dan
enteritis regional) adalah penyakit inflamasi usus yang dapat
mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan dari anus ke mulut,
menyebabkan berbagai gejala. Ini terutama menyebabkan sakit perut,
diare (yang mungkin berdarah), muntah, atau kehilangan berat badan,
tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi di luar saluran pencernaan
seperti ruam kulit, radang sendi dan peradangan mata.
9
5. Intususepsin
Intususepsin adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus
ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intususepsinsering terjadi antara
ileum bagian distal dan cecum. Dimana bagian terminal dari ileum masuk
kedalam lumen cecum. Salah satu bagian dari usus menyusup ke dalam
bagian lain yang ada di bawahnya (seperti pendekatan teleskop).
Akibatnya terjadi penyempitan lumen usus Intususepsin yang terjadi pada
anak anak bersifat idiopatik (penyebabnya tidak di ketahui)
6. Malrotasi
Malrotasi merupakan gagalnya suatu rotasi/perputaran dan fiksasi
normal pada organ, dalam hal ini yaitu usus tengah, selama
perkembangan embriologik. Malrotasi mengakibatkan kelainan
kongenital berupa posisi usus yang abnormal di dalam rongga
peritoneum, dan biasanya meliputi baik usus halus maupun usus besar.
7. Mekonium ileus
Mekonium ileus adalah obstruksi pada ileum terminal yang
disebabkan oleh konsistensi mekonium yang abnormal dimana
mekonium menjadi tebal, viscous, kering dan keras. Mekonium ini
memiliki kadar air yang berkurang sebagai hasil dari penurunan aktivitas
dari enzim pankreas dan perpanjangan waktu transit usus halus. Biasanya
tampak pada neonatus dengan Cystic fibrosis (10-20%). Mekonium ileus
meliputi lebih dari 33% dari obstrusi usus halus pada neonatus. Sekitar
50% dari kasus merupakan komplikasi dari malrotasi, atresia intestinal,
atau perforasi.
8. Divertikulum Meckel
Divertikulum Meckel adalah outpouching atau tonjolan di bagian
bawah dari usus kecil.Tonjolan ini bawaan (hadir sejak lahir) dan
merupakan sisa dari tali pusar. DivertikulumMeckel adalah cacat bawaan
yang paling umum dari saluran pencernaan. Ini terjadi pada sekitar 2-3
persen dari populasi umum. Ini adalah cacat bawaan, yang berarti bahwa
anda dilahirkan dengan itu atau dengan kelainan struktur.
10
9. Atresia duodenum
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari
usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh
membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan duaujung kantong
duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung ujung
duodenum yang tidak bersambung.
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada obstruksi usus halus terjadi akumulasi isi usus, cairan dan gas pada
daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan
mengurangi absorbsi dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan
peningkatan distensi maka tekanan dalam lumen usus meningkat, menyeabakan
penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Nantinya kejadian ini kana
menyebabkan edema, kongesti, nekrosis dan akhirnya ruptur atau perforasi dari
dinding usus. Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
dapat menyebabkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta
dapat menyebabkan penurunan klorida dan kalium dalam darah yang akhirnya
mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang selanjutnya
disebabkan oleh hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut
syok hipovolemik mungkin dapat terjadi (Burner & Sudath, 2002).
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala awal yang ditimbulkan biasanya berupa nyeri kram yang terasa
seperti gelombang dan bersifat kolik, mual, dan distensi abdomen dalam
berbagai tingkatan. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan
materi fekal dan tidak terdapat flatus. Biasanya terjadi juga muntah. Pada
obstruksi koplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah, dan isi usus terdorong ke depan mulut. Bila obstruksi
terjadi pada ileum, maka muntah fekal dapat terjadi. Pertama, pasien
memuntahkan isi lambung, kemudian isi duodenum dan jejunum yang
mengandung empudu, dan akhirnya, dengan disertai nyeri paroksisme, pasien
11
memuntahkan isi ileum yaitu suatu bahan mirip fekal yang berwarna lebih gelap
(Burner & Suddath, 2011).
Gejala obstruksi usus yang lebih bervariasi tergantung pada lokasi
obstruksi, lamanya obstruksi, dan penyebabnya. Gejala selanjutnya yang bias
muncul termasuk dehidrasi, oliguria, hypovolemik, penurunan respirasi dan
peritonitis. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruktif yang muncul
setiap 4 sampai 5 menit. Nyeri pada obstruksi usus halus biasanya terlokalisasi
supraumbilikus di dalam abdomen. Muntah refleks ditemukan segera setelah
mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang
terkandung, yang juga diikuti cairan duodenum, yang kebanyakan cairan
empedu. Muntah terlihat dini dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning
(Harrison’s, 2001).
Dehidrasi umumnya terjadi pada obstruksi usus halus yang disebabka
muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit
kering dan lidah kering, pengisisan aliran vena yang jelek (Winslet, 2002). Tanda
yang pasti dari dehidrasi adalah: pasien mengalami haus terus-menerus,
mengantuk, malaise umum, dan lidah serta membran mukosa menjadi pecah-
pecah. Abdomen menjadi distensi. Semakin ke bawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi, semakin dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan di atas serta pemeriksaan
sinar-x. Sinar-X terhadapa abdomen akan menunjukkan kuantitas abnormal dari
gas dan/atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboraturium (misal pemeriksaan
elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dari
kehilangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.
12
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT dengan kontras oral dapat menunjukan zona transisi dari usus yang
mengalami obstruksi dan dilatasi ke usus normal yang kolaps.
2. Pemeriksaan rontgen polos untuk menunjukan distensi usus, air fluid level,
udara bebas (jika terjadi perforasi) serta benda asing.
3. Tes darah berfungsi untuk mengetahui terjadinya infeksi atau tidak serta
untuk mengetahui masalah lain seperti dehidrasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan pemeriksaan anatomi
jaringan lunak pada tubuh. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menentukan
lokasi obstruksi usus lebih akurat (J Trauma, 2008).
5. Kadar amilase kemungkinan meningkat ringan
2.7 PENATALAKSANAAN OPICSTIC
1. Dekompresi pasien dengan nasogastric tube (NGT) yang panjang dari
proksimal usus ke area penyumbatan, selang dapat dimasukkan dengan lebih
efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
2. Periksa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, seperti :
a. Terapi Na+, K+, dan komponen darah
b. Ringer laktat untuk memeriksa kekurangan cairan intersyisial
c. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
3. Pantau keadaan pasien dengan diagram keseimbangan cairan, kateter urin,
diagram suhu, nadi dan nafas reguler, pemerikasaan darah.
Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
13
2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan
dekompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali ke normal.
Banyak kasus ileus adinamik dapat sembuh hanya dengan dekompresi intubasi
saja. Obstruksi usus halus jauh lebih berbahaya dan lebih cepat berkembang
daripada obstruksi kolon.
1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
Untuk Penatalaksanaan ileus obstruktif dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas. Hal ini disebabkan telah dipahaminya dengan
tepat patogenesis penyakit serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi
usus. Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam
aturan yang tetap, yaitu :
14
1) Persiapan penderita.
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan
penderita yang baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali.
Persiapan penderita meliputi :
a. Dekompressi usus.
b. Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam basa.
c. Atasi dehidrasi.
d. Mengatur peristaltik usus yang efisien berlangsung selama 4-24
jam sampai saatnya penderita siap untuk operasi.
2) Operatif.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi dilakukan dengan mengingat beberapa
kondisi atau pertimbangan. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi. Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal
yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai
akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi (keadaan terjepitnya suatu saluran,
yang mengakibatkan gangguan oksigenasi jaringan).
d. Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada
obstruksi ileus yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang
tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%
(Burner Suddath, 2002).
15
2.9 KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan elektrolit
2. Lubang (perforasi) dalam usus
3. Infeksi
4. Jaundice (menguningnya kulit dan mata)
Jika obstruksi terjadi pada aliran suplai darah ke usus, maka dapat
menyebabkan infeksi dan kematian jaringan (nekrosis). Aliran darah yang tidak
lancar dalam waktu lama memungkinkan terjadinya kematian jaringan di usus.
Hernia, volvulus, dan intususepsi membawa risiko kematian jaringan yang lebih
tinggi. Pada bayi yang baru lahir, obstruksi usus dapat menyebakan hancurnya
dinding usus. Hal ini dapat menyebabkan infeksi darah dan paru-paru (Heller,
2012).
16
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan
kaku.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
misalnya gejala awal sakit, keluhan utama seperti yang tertera diatas. Kaji
skala nyeri dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric 1 sampai dengan 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
18
E. Pemeriksaan Umum
1. Inspeksi: perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm
steifung. Benjolan pada regio inguinalis, femoral, dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada invaginasi dapat terlihat
massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
2. Auskultasi: hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase
lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
3. Perkusi: hipertimpani
4. Palpasi: kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
F. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
2. B2 (Blood)
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi
Tanda : Syok
3. B3 (Brain)
Gejala : pusing, pening
Tanda : gelisah
4. B4 (Bladder)
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
5. B5 (Bowel)
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik,
anoreksia, mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan, muntah berwarna
hitam dan fekal, membran mukosa pecah-pecah, kulit
buruk.
6. B6 (Bone)
Gejala : Kelelahan danngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
19
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS : Klien mengeluh nyeri
DO :
P : nyeri timbul akibat adanya benturan tumpul pada abdomen saat kecelakaan
Q : Nyeri yang di rasakan seperti di tusuk tusuk
3.0R : Terasa nyeri di bagian perut bawah
S : Skala nyeri 8 (skala antara 1-10)
T : Nyeri timbul ketika klien melakukan pergerakan
Obstruksi
Distensi Perut
Nyeri
Nyeri
DS : Pasien mengeluh lemah
DO : Mual, Muntah
Obstruksi usus
Distensi abdomen/ akumulasi gas di usus
Mual muntah
Resiko kekurangan cairan
Volume cairan
DS : Klien mengeluh sesak saat bernafas
DO : RR meningkat,
RR = >20x/menit
tekanan intra abdomen meningkat
Reaksi diafragma terhambat
Kapasitas residual fungsional
Suplai O2 menurun
Sesak
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan pola nafas
20
DS : Klien mengeluh tidak nafsu makan dan mual
DO : missal
A :
BB -> 55Kg, sedangkan BB idealnya 64,8 Kg
TB -> 172 cm
LILA -> 30cm
B = Kenaikan Hb, Eritrosit, leukosit dan limfosit, Albumin 3,5 gr/dl
C = Klien merasa mual dan terlihat lemas, membrane mukosa pucat
D = Klien hanya bias menghabiskan setengah porsi ketika makan jenis diet tinggi kalori, tinggi protein
Nyeri
Mual dan muntah
Penurunan intake nutrisi
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh
DS : Pasien merasa demam
DO : Kenaikan suhu tubuh dan nyeri
Obstruksi usus
Terganggunya aliran darah
Nekrosis jaringan
Resiko infeksi
Resiko Infeksi
DS : Klien mengaku susah buang air besar
DO : Dalam 3 hari klien tidak buang air besar
Terjadinya obstruksi
Penumpukan isi usus di bagian proximal
Konstipasi
Konstipasi
21
DS : Klien meengeluh cemas dengan keadaan penyakit yang di alaminya
DO :
- Insomnia
- Gelisah
Penatalaksanaan pembedahan
Pre operasi
Kurang pengetahuan
Ansietas
Ansietas
22
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.
2. Risiko kurang volume cairan b/d mual muntah
3. Ketidakefektifan pola nafas b/d distensi abdomen atau kekakuan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d menurunnya absorpsi nutrisi sekunder
dengan penurunan fungsi usus.
5. Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
6. Konstipasi b/d kelemahan fungsi abdomen.
7. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
23
3.3 INTERVENSI
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen sekunder terhadap
obstruksi usus.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil : Dalam 1 x 24 jam nyeri mereda
Intervensi :
1. pantau tingkat nyeri dengan skala 0-10.
Rasional : Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat
untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2. Pertahankan tirah baring sesuai program.
Rasional : Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu
mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.
3. Pasang selang gastrointestinal yang disambungkan pada penghisap
intermitten.
Rasional : Penghisapan membantu dalam dekompensasi saluran
gastrointestinal, irigasi saluran gastrointestinal membantu mempertahankan
ketepatan.
4. Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : Membantu gerakan gralisasi terhadap selang gastrointestinal dan
meningkatkan ekspansi paru.
5. Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang
dan flatus keluar.
Rasional : Memungkinkan makanan peroral dengan tidak ada bising usus
akan meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan.
6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
24
Diagnosa 2 : Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual
yang tepat, misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Kriteria hasil : 1. Dalam 1x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi.
2. Klien menunjukan tanda-tanda terpenuhinya cairan yang
adekuat (turgor kulit normal, mkosa lembab dan TTV
stabil).
Intervensi :
1. pantau perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik.
TTV normal : HR : 60 – 100x/menit
TD : 120/80
Suhu : 37,2 C
RR : 16 – 20x/menit
Rasional : Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju
metabolik, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik
2. monitoring turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir,
lidah). Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan.
3. Pantau masukan dan haluaran. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai
kehilangan yang tak tampak.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian.
4. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adakan darah samar.
Rasional : Diet tidak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan
defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi potensial risiko perdarahan.
5. Kolaborasi pemberian cairan parenteral, transfusi sesuai indikasi.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
25
Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi
abdomen atau kekakuan.
Tujuan : Pola nafas kembali dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, kembalinya
pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
1. Monitoring status pernafasan
Rasional : pemantauan status pernafasan akan mempercepat tindakan saat
terjadi perubahan mendadak.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat dan ajarkan pasien nafas dalam
Rasional : posisi semi fowler dapat membantu memperlancar pernafasan.
Latihan nafas dalam dapat membantu pasien untuk bernafas lebih efektif dan
rileks.
3. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
Rasional : mementau keefektifan dari tindakan pemberian oksigen
4. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam
Rasional : untuk mengetahui perkembangan perawatan yang di berikan.
26
Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorpsi
nutrisi.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
1. Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Rasional : menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan
kalori dan simpanan energi.
2. Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
3. Berikan perawatan oral.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan dapat menurunkan nafsu
makan dan merangsang mual dan muntah.
4. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen.
Rasional : Mencegah serangan akut.
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mis: antikolinergik 15-30 menit
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan kram dan diare, menurunkan motilitas gaster dan
meningkatkan waktu untuk absorpsi nutrisi.
27
Diagnosa 5 : Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
Tujuan : fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil: Klien tidak menunjukan gejala terjadinya infeksi (misal demam)
Intervensi :
1. Pantau kualitas dan intensitas nyeri, TTV dan status abdomen.
Rasional : Deteksi dini terhadap potensial masalah.
2. Beritahu dokter segera bila nyeri abdomen, suhu, lingkaran abdomen terus
meningkat disertai dengan penghentian bising usus tiba-tiba.
Rasional : Temuan ini menunjukkan potensial ruptur dan peritonitis sehingga
intervensi bedah daperuntukkan untuk mencegah akibat yang serius.
3. Siapkan pasien untuk pembedahan usus bila direncanakan.
Rasional : Obstruksi vaskuler atau mekanis umumnya memerlukan intervensi
bedah.
4. Ikuti kewaspadaan umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
perawatan dan menggunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah atau
cairan tubuh yang mungkin terjadi.
Rasional : Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi.
Petugas pelayanan kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi
nosokomial.
28
Diagnosa 6 : Konstipasi berhubungan dengan kelemahan fungsi abdomen
Tujuan :Konstipasi teratasi, pasien dapat BAB dengan normal
Kriteria Hasil:BAB pasien dalam batas normal dalam bentuk feses lunak.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda rupture bowel/peritonitis
Rasional : mengakaji seberapa parah keadaan usus pasien untuk
mempersiapkan tindakan selanjutnya.
2. Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising
usus
Rasional : mengetahui tindakan yang tepat untuk pasien sesuai diagnosa
dokter
3. Jelaskan pada keluarga pasien tentang manfaat diet terhadap eliminasi
Rasional : memeberikan HE sehinggga diet pasien dapat terkontrol dari pihak
keluarga
4. Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
Rasional : diet tinggi serat dapat mempermudah kelancaran defekasi
29
Diagnosa 7 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat
ditangani.
Kriteria hasil :
1. Klien menunjukan koping individu yang kuat
2. Klien akan menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan.
Intervensi :
1. Motivasi klien menyatakan perasaannya.
Rasional : Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah
yang menyebabkan stress.
2. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang tindakan yang akan
dilakukan.
Rasional : Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan dapat
memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
3. Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien
untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada
masa lalu.
Rasional : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/
stress saat ini, meningkatkan rasa kontrol dari pasien.
3.4 EVALUASI
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat,
mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat,
tanda vital stabil.
3. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan.
4. Fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
5. Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
30
BAB IV
PEMBAHASAN
OBSTRUKSI USUS BESAR
4.1 ANATOMI FISOLOGI USUS BESAR
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar mempunyai panjang 1,5 m, usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan.
Usus besar terdiri dari:
a. Kolon asendens (kanan)
Membentang dari kaekum pada fossa iliaka dekstra ke sisi kanan abdomen
sampai flexura koloka dekstra di bawah lobus hepatis dekster.
b. Kolon transversum
Pada fleksura kolika dekstra kolon membelok ke kiri dengan tajam dan
menyilangi abdomen sebagai kolon transversum dalam lengkungan yang dapat
menggantung lebih rendah dari pada umbilikus, dan naik pada sisi kiri berakhir
pada fleksura kolika sinistra di bawah lien.
c. Kolon desendens (kiri)
Pada fleksura kolika sinistra, kolon membelok kembali berjalan ke bawah pada
sisi kiri abdomen sampai tepi pelvis, tempat kolon berlanjut sebagai kolon
sigmoid.
31
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Memiliki beberapa lengkungan di dalam pelvis dan berakhir pada sisi
yang berlawanan dengan pertengahan skrum tempatnya berhubungan dengan
rectum.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan yang telah
diabsobsi berbentuk cair, selama dalam kolon semakin keras karena air
diabsorbsi dan ketika sampai di rektum bersiat padat dan lunak. Peritaltik
didalam kolon sangat lamban yaitu memerlukan waktu 16-20 jam untuk
mencapai flexura sigmoid (Evelyn, 2008). Singkatnya fungsi dari usus besar
adalah absobsi air, garam, dan glukosa; sekresi musin oleh kelenjar di dalam
lapisan dalam; penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon; dan defekasi.
32
4.2 DEFINISI
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis,
parsial maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat
adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor dan perkembangannya lambat (Sylvia
& Lorraine, 2005).
Obstruksi usus besar merupakan kondisi darurat yang memerlukan
identifikasi awal dan intervensi. Kondisi ini dapat berakibat buruk, baik dari
gangguan mekanik dari aliran isi usus atau dengan pelebaran usus besar tanpa
adanya lesi anatomi (pseudo-obstruksi). Penyebab penyakit ini antara lain adalah
kanker usus besar, divertikulum meckel, sembelit, striker, adhesi, intususepsin,
volvulus, hernia, dan penyakit corhn. Pada neonatus, obstruksi usus dapat
disebabkan oleh anus imperforata atau kelainan anatomi lainnya. Obstruksi juga
mungkin menjadi sekunder untuk ileus mekonium. Pada populasi anak, penyakit
Hirschsprung dapat menyerupai obstruksi kolon (Hopkins, 2011).
Menurut Kahan & Raves (2011) “ obstruksi usus besar merupakan
gangguan aliran isi usu besar yang dapat terjadi secra parsial ataupun secara
total. Obstruksi pada daerah ini biasanya disebabkan oleh kanker kolon.
Obstruksi pada daerah usus besar ini sangat sulit dibedakan dengan kelainan
motilitas”.
33
Obstruksi usus terjadi apabila sumbatan mencegah aliran normal dari isi
usus melalui saluran usus (Brunner & Suddarth, 2001).
Aliran ini dapat terjadi karena 2 tipe proses yaitu Mekanis dan
Fungsional:
1. Tipe proses mekanis yaitu terjadinya obstruksi intramural atau obstruksi
mural dari tekanan pada dinding usus. Contoh penyebab kondisi ini adalah
intususepsis, tumor polipoid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia, dan abses.
2. Tipe proses fungsional yaitu muskulatur usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya adalah amiloidosis, distrofi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes melitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson yang juga bersifat sementara sebagai akibat dari
penanganan usus selama pembedahan. Obstruksi usus besar mengakibatkan
isi usus, cairan dan gas berada pada bagian proksimal obstruksi.
Obstruksi ini dapat menyebabkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas
dan cairan yang masih dapat mengalir balik melalui katup ileal (Burner &
Suddarth,2011)
34
`
4.3 KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke
bawah (gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat
pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan
usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut
hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal
atau intramuralakibat tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik
digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan
obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi).Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi).
Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah,
menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-73).
4.4 ETIOLOGI
A. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah
pembedahan abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal.
Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat
segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen
usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami
strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima
supply darah yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus
kemudian timbul necrosis.
35
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180
derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada
akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera
ditangani karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari
usus ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi
antara ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum
masuk kedalam lumen cecum.
B. Fungsional (non mekanik)
1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal
mengalami trauma sewaktu pembedahan
Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan
saraf pada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
36
4.5 PATOFISIOLOGI
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah atas usus yang
mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan
merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi,
tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler
vena dan arteriola. Pada gilirannya, hal ini akan menyebabkan edema, kongesti,
nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus dan menyebabkan
peritonitis.
Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta
menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang mengakibatkan
alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosiss yang terjadi disebabkan oleh karena
kehilangan cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut dapat
menyebabkan syok hipovolemik.
Pada peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Apabila pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula
diperkuat, kemudian intermiten, dan akhirnya hilang.
Pada patofisiologi akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah
proksimal dari letak obstruksi. Terjadinya distensi dan retensi cairan mengulangi
sekresi cairan dan merangsang. Lebih banyak sekresi lambung. Lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan terganggu oleh cairan dan gas.
Dalam obstruksi paralitik sederhana, masalahnya sekunder terhadap
distensi usus dengan cairan dan gas, toksin yang dibuat dari dalam usus yang
tersumbat menyebabkan gangguan dasar namun memperlihatkan juga kehilangan
cairan dan elektrolit intra lumen. Gas yang ada di dalam usus halus mengandung
70% nitrogen, sekitar 10% oksigen dan karbondioksida. Gas intra lumen diserap
menurut perbedaan kosentrasi diferensialnya di dalam plasma, udara, dan lumen.
Sehingga karbondioksida berdifusi cepat keluar dari lumen usus, sedangkan
nitrogen tetap tinggal. Segera timbulnya obstruksi mekenik, distensi timbul tepat
proximal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan
obstruksi timbul dalam mendorong isi usus. Peristaltik demikian menyebabkan
nyeri episodik, kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episodik. Karena
cairan hilang tetapi sel darah tidak, maka hematokrit dan hemoglobin meningkat,
jadi meningkatkan potensial terhadap gangguan oklusif vaskuler seperti
37
thrombosis koroner, serebral, dan mesenterika.Gelombang peristaltik lebih sering
yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejenum dan setiap 10 menit di
dalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelang
usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam obstruksi
mekanik. Dengan berlanjutnya obstruksi maka aktivitas peristaltik menjadi lebih
jarang dan akhirnya tidak ada. Yang berhubungan dengan refleks intestinal
inhibisi yang mengikuti, dan usus proksimal terdistensi dengan cairan dan udara.
Distensi demikian membentuk lingkaran setan yang kemudian berlanjut sampai
ke seluruh usus proksimal obstruksi. Karena usus terdistensi, maka diikuti stasis
isi usus, yang menyebabkan pembiakan bakteri yang cepat dan pertumbuhan
berlebihan. Jika obstruksi kontinue dan tidak diterapi, maka kemudian timbul
muntah dan distensi usus, kehilangan cairan, natrium, kalium, asam lambung,
dengan kosentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis
metabolik. Gejala sisa obstruksi usus mekanik menyebabkan penurunan volume
intravaskuler, hemokosentrasi, dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak
diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah
jantung, hipotensi, dan syok.
Obstruksi strangulata suatu obstruksi mekanik dengan sirkulasi terancam
pada usus. Obstruksi ini mencakup volvulus, pita lekat, hernia, dan aistensi.
Dengan strangulasi ada gesekan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding
usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisa serosa dinding usus ke dalam cavitas
peritonalis. Mukosa usus yang bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri
dan produk toksiknya merupakan bagian dinding usus yang sensitif terhadap
perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi memenjang, timbul iskemia
dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotosin) bisa masuk
melelui dinding usus ke dalam cavitas peritonalis. Kehilangan darah dan plasma
maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok dan kematian.
Obstruksi gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan keluar gelung usus
tersumbat. Kemudian berlanjut ke kestrangulasi dengan cepat. Penyebabnya pita
lekat melewati suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana dan dapat
menyebabkan obstruksi aliran keluar vena dan progresifitas. Obstruksi kolon
biasanya kurang akut (kecuali bagian volvulus) dibandingkan obstruksi usus
halus. Bahaya paling mendesak post obstruksi itu karena distensi. Berdasarkan
hukum Laplace yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ hibular
pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu,
sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam caecum, maka biasanya yang
pecah pertama. (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 75-77).
38
4.6 MANIFESTASI KLINIK
A. Obstruksi usus besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi
gejala satu – satunya selama beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat
dapat terjadi pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan
elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic
bila muntah berat, dan metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok,
dehidrasi dan kitosis.
B. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan
batas antara air dan udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan
tangga, terutama pada obstruksi bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang
regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thorax
tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
39
C. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan pada dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan
mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat
dan lokasi dari obstruksi.
D. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat
jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen.
E. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
F. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
G. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)
40
4.8 PENATALAKSANAAN
A. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal
usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih
efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
Terapi Na+, K+, komponen darah
Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi
kronik, ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu
beresiko
B. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan
aerobe. Analgesic apabila nyeri. (Medlinux.com).
41
C. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di
perhatikan :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah :
a) Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan
jenis obstruksi kolon.
b) Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c) Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya
adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian
tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
42
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya
pada carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.
4.8 KOMPLIKASI
1. Nekrosis usus
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
8. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan,
dkk. 2010. Hal. 77).
43
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN
OBSTRUKSI USUS BESAR
5.1 PENGKAJIAN
a) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada
abdomenya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen
tegang dan kaku.
b) Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama dengan klien.
d) Keluhan lainnya yang dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal seperti
mual,muntah ,diare (pada fase awal obstruksi ) dan konstipasi disertai
keluhan tidak bisa flatus.
e) Riwayat penyakit yang perlu dikaji tentang adanya riwayat pembedahan
abdominal,trauma abdomen,infeksi abdominal khususnya
peritonitis,riwayat tumor dan keganasan terutama pada ovarium dan
kolon.
f) Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan ,serta
perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan
pengobatan.pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi
klinik.
44
g) Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan hal – hal berikut :
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal
Auskultasi : pada fase awal didapatkan peningkatan bising usus sebagai
usaha untuk mengatasi obstruksi dan bila tidak didapatkan bising usus
dicurigai adanya kondisi perforasi.
Perkusi : bunyi timfani akibat abdominal mengalami kembung
Palpasi : teraba masa pada abdominal ,lebih sering didapatkan pada
kuadaran kanan bawah.
h) Pola Kesehatan Gordon
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-
pecah. Kulit buruk.
5) Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
Pengkajian diagnostic yang dapat membantu,meliputi pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolic ,foto
polos abdomen dengan dua posisi,yaitu posisi tegak dan posisi baringuntuk
45
mendeteksi obstruksi intestinal pola gas usus,serta USG untuk mendeteksi
kelainan intraabdominal. Pemeriksaan dengan kontras tidak dilakuakn apabila
konsisi klinis sudah mengarah pada peritonitis ( Hryhorczuck, 2009 ).
Pengkajian obstruksi usus halus terdiri atas pengkajian anamnesis
pemeriksaan fisik dan evaluasi diagnostic. Pada anamnesis ,keluhan utama yang
didapatkan sesuai dengan kondisi klinik area obstruksi. Apabila terjadi obstruksi
pada bagian proksimal ,maka keluhan muntah menjadi keluhan utama ,
sedangkan apabila obstruksi pada bagian distal maka keluhan utama yang lazim
adalah nyeri kilok abdomen . keluhan nyeri pada obstruksi usus dapat lebih
komprehensif dengan pengkajian pendekatan PQRST.
Tabel pengkajian nyeri obstruksi usus halus dengan pendekatan PQRST
Variabel Deskripsi dan pertnyaan Hasil Pengkajian
Provoking
incident
Pengkajian untuk mengidentifikasi factor
yang menjadi predisposisi nyeri .
Bagaimana peristiwa sehingga terjadi
nyeri?
Factor apa saja yang bisa menurunkan nyeri
?
Respons nyeri sering berhubungan
dengan adanya distensi abdominal
atau setelah muntah – muntah .
Nyeri tidak bisa menurun dengan
istirahat.
Quality of pain Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa
nyeri dirasakan secara subjektif. Ingat ,
kebanyakan deskripsi sifat dari nyeri sulit
ditafsirkan .
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
oleh pasien ?
Bagaimana sifat nyeri yang
digambarkan pasien ?
Keluhan nyeri kram pada
abdomen ,atau perasaan nyeri seperti
perut dipulas – pulas . Perubahan
dalam karakter nyeri dapat
menunjukkan perkembangan komplik
yang lebih serius (misalnya rasa sakit
yang terus – menerus )
Regiaon radiaton
relief
Pengkajiaan untuk mengidentifikasi letak
nyeri secara tepat,adanya radiasi dan
penyebaran nyeri.
Dimana ( dan tunjukan dengan satu jari)
rasa paling nyeri hebat mulai dirasakan?
Apakah rasa nyeri menyebar pada area
sekitar nyeri?
Seringkali , pasien melaporkan
petunjuk kerkiraan lokasi dan sifat
dari obstruksi . Pasien biasanya hanya
menunjuk pada bagian abdomen area
rasa nyerinya.
Pada penyebaran nyeri dilaporkan dari
pusat abdomen yang meradiasi seluruh
46
abdominal
Severity (scale) of
pain
Pengkajian untuk mentukan seberapa jauh
rasa nyeri yang dirasakan pasien,bisa
berdasarkan skala nyeri /gradasi dan
pasien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya. Berat ringannya suatau keluhan
nyeri bersifat subjektif.
Seberapa berat keluhan nyeri yang
dirasakan
Dengan menggunakan rentang 0 – 4
biarkan pasien akan menilai seberapa jauh
rasa nyeri yang dirasakan .
Keterangan :
0 : tidak ada nyeri
1: myeri ringan
2: nyeri sedang
3:nyeri berat
4: nyeri berat sekali/tidak tertahankan
Skala nyeri pada pasien ulkus
peptikum bervariasi pada rentang 3-4 (
nyeri berat sampai nyeri tak
tertahankan)
Perbedaan skala nyeri ini dipengaruhi
oleh berbagai factor meliputi : tingkat
kerusakan mukosa akibat respons
obstruksi usus halus dan bagaimana
pola pasien dalam menurunkan
respons nyeri.
Time
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama
nyeri berlangsung ,kapan ,apakah
bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
Kapan nyeri muncul ( onset )?
Tanyakan apakah gejala timbul
mendadak ,perlahan – lahan atau seketika
itu juga?
Tanyakan apakah gejala – gejala timbul
secara terus – menerus atau hilang timbul
Keluhan nyeri terjadi pada beberapa
pasien bervariasi
Onset nyeri bersifat mendadak dan
kemudian nyei secara terus – menerus
tidak berkurang.
47
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
1. Intervensi ageresif pada fase awal terdiri atas resusitasi cairan , dekompresi
usus, administrasi analgesia dan antimuntah sesuai klinis,antibiotic,dan
konsultasi bedah awal.
2. Intervensi bedah dengan laparoskopi atau laparotomi terbuka untuk
mengurangi waktu rawat di rumah sakit ,kecepatan pemulihan dan
mengurangi morbiditas.
5.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d distensi abdomen ,iritasi intestinal ,respons pembedahan
2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari
muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
3. Konstipasi b.d penyempitan kolon ,sekunder abstruksi mekanik
4. Kekurangan volume cairan b.d resiko syok hipovolemik
48
5.3 INTERVENSINO. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)
1. Nyeri b.d distensi
abdomen ,iritasi
intestinal ,respons
pembedahan
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
nyeri berkurang / hilang atau
teradaptasidengan Kriteria
evaluasi :
- Secara subjektif melaporkan
nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi
- Penurunan intensital kolik
abdominal
- Skala nyeri 0-1(0-4)
Dapat mengidentifikasi aktivitas
yang dapat meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
- Pasien tidak gelisah atau pada
anak tidak rewel
- monitoring respons nyeri
dengan pendekatan
PQRST.
Lakukan manajeman nyeri
keperawatan :
Istirahatkan pasien pada saat
nyeri muncul.
Atur posis fisiologis.
Beri oksigen nasal.
Lakukan pemasangan selang
nasogastrik .
Lakukan teknik distraksi
pada saat nyeri.
Hadirkan orang terdekat.
Dorong ambulasi dini.
Anjurkan menggunakan
metode relaksasi nafas
dalam pada saat nyeri.
Manajemen lingkungan
nyaman,batasi pengunjung
dan istirahatkan pasien.
Lakukan manajemen
sentuhan, Tindakan
pengetahuan tentang :
sebab – sebabnyeri dan
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung - Kolaborasi
dengan timmedis dengan
pemberian analgetik.
49
2. Resiko ketidakseimbangan
cairan tubuh b.d keluar cairan
tubuh dari
muntah ,ketidakmampuan
absorpsi air oleh intestinal.
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi ketidakseimbangan
cairan dan
elektrolitdenganKriteria evaluasi
:
- Pasien tidak mengeluh pusing
TTV dalam batas
normal,kesadaran optimal
- Membrane mukosa
lembab,tugor kulit normal ,CRT
< 3 detik
Laboratorium : nilai elektrolit
normal ,analisis gas darah
normal.
- Intervensi pemenuhan
cairan :
Identifikasi factor
penyebab,awitan
(onset),spesifikasi usia dan
adanya riwayat penyakit
lain .
Kolaborasi skor
dehidrasi.
Hindari intake cairan
melalui oral.
Lakukan pemasangan
IVFD.
Dokumentasi dengan
akurat tentang asupan dan
haluaran cairan.
Bantu pasien apabila
muntah.
- Intervensi pada
penurunan kadar elektrolit
Evaluasi kadar elektrolit
serum.
Dokumentasikan
perubahan klinik dan
laporkan dengan tim medis.
- Monitor khusus
ketidakseimbangan
elektrolit pada lansia.
- Kolaborasi dengan tim
medis terapi farmakologis.
- Antiemetic ( anti
muntah ).
50
3. Konstipasi b.d penyempitan
kolon ,sekunder abstruksi
mekanik
Setelah di lakukan tindakan
keperawtan selama 2x24 jam di
harapkan pasien dapat BAB
secara normal dengan kriteria
evaluasi ;
- Pola eliminasi dalam rentang
yang di harapkan ; feses lembut
dan berbentuk.
- Mengeluarkan feses tanpa
bantuan.
- Mengonsumsi cairan dan serat
dngan adekuat.
- Konsultasikan pada ahli
gizi untuk menigkatkan
serat dan cairan dalam diet.
- Instruksikan pasien
dalam bantuan eliminasi
defekasi yang akan
meningkatkan pola
defekasi yang optimal di
rumah.
- Ajarkan kepada pasien
tentang efek diet pada
eliminasi.4. Kekurangan volume cairan
b.d resiko syok hipovolemik
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
di harapkan keseimbangan air
dalam ruang intrasel dan
ekstrasel tubuh dengan kriteria
evaluasi :
- Menampilkan hidrasi yang
baik (membran mukosa lembab,
dan mampu berkeriangat)
- Memiliki asupan cairan oral
dan intravena yang adekuat
- Pantau warna, jumlah,
dan frekuensi kehilangan
cairan
- Anjurkan pasien untuk
menginformasikan perawat
bila haus
- Tentukan jumlah cairan
yang masuk dalam waktu
24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang siang,
sore dan malam hari.
51
5.4 EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Nyeri terkontrol atau teradaptasi
2. Kondisi cairan tubuh optimal
3. Pasien tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah ,pascareduksi enema
barium dan terjadi penurunan risiko perforasi atau peritonitis
4. Tidak terjadi syok hipovolemik selama asuhan keperawatan
5. Asupan nutrisi optimal
6. Tidak mengalami infeksi luka pascabedah
7. Kondisi konstipasi dapat menurun
8. Pemenuhan informasi optimal
9. Orang tua memahami dan memotivasi untuk ikut serta dalam mencegah
gangguan tumbuh kembang anak
10. Tingkat kecemasan pasien atau orang tua menurun.
52
53
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial
maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya
karsinoma atau pertumbuhan tumor dan perkembangannya lambat.
Obstruksi usus halus meliputi obstrusksi parsial atau total usus halus.
Penyebab obstruksi usus halus yang paling sering meliputi adhesi, hernia dan
tumor. Pada obstrusksi usus halus dapat terjadi obstruksi lengkung usus terbuka
ataupun tertutup. Pada obstruksi lengkung usus tertutup komplikasi penyakit dapat
terjadi dengan cepat, sedangkan pada obstruksi usus terbuka perkembangan
komplikasi menjadi lebih lambat.
B. SARAN
Sebaiknya mahasiswa keperawatan memahami dan mempelajari mengenani
obstruksi usus baik usus besar maupun usus kecil. Hal ini dikarenakan Obstruksi
usus atau sering disebut ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah
abdomen yang sering dijumpai.
Dengan memahami dan mempelajari dengan baik maka mahasiswa
diharapkan mampu melakukan implementasi keperawatan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
54
DAFTAR PUSTAKA
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby:
Philadelphia
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.
Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed.
1. Jakarta : EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis,
and outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC
55