JIWA Demensia

34
BAB I PENDAHULUAN Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia sering terjadi pada lansia. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. 1

Transcript of JIWA Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang

tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi

klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena.

Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari

perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah

proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit

semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia.

Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya,

namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.

Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif

tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah

inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,

perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis

demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-

IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat

dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.

Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan

masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus, hipertensi,

keganasan). Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk meningkatkan kualitas hidup

manusia. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup.

Keberadaannya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi beban bagi lingkungannya,

tidak dapat mandiri lagi.

Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian umum

dan bayi, sangatlah membantu peningkatan umur harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 umur

harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi 9,37 persen dari tahun sebelumnya. Dalam

istilah demografi, penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin

menua (ageing population). Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah lansia

1

yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit

degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga akan menambah populasi penderita demensia.

Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan (middle age) : 45-69

tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) :

lebih dari 90 tahun.

Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen menderita demensia

berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang berusia 80 tahun, kira-kira 20

persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen

menderita demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia paling sering. Kira-kira lima

persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia Alzheimer,

dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih.

Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak

saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala.

Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular, yaitu

demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Demensia

vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling sering

ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki

dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.

Pada tahun 1970 Tomlinson dkk, melalui penelitian klinis-patologik, mendapatkan bahwa

bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di

otak, dan hal ini melahirkan konsep “demensia multi-infark”. Untuk menegakkan diagnosis

demensia juga dibutuhkan adanya gangguan memori sebagai suatu sarat. Hal ini dapat

dibenarkan pada penyakit Alzheimer, karena gangguan memori merupakan gejala dini. Namun

pada demensia vaskular sarat ini kurang tepat.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI

Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung tiga hal

pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif

dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan pada penderita tidak terdapat

gangguan kesadaran, demikian pula delirium yang merupakan gambaran yang menonjol.

Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat,

pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak, sedangkan fungsi vegetatif

(diluar kemauan) masih tetap utuh.

Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-

IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan memori)

yang secara langsung disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan

tertentu (obat, narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi. Demensia dapat progresif, statik

atau dapat pula mengalami remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang

mendasarinya serta bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.

II.2. KLASIFIKASI

Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.

a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi

hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS,

dan sebagainya.

b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi

korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit

Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan

sejenisnya.

c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:

Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.

3

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia

subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang

reversibel dan irreversibel (tabel).

Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal

Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal

Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah

Aktivitas Normal Lamban

Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik

Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah

berdansa

Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia

Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum

suara lemah

Berbahasa Abnormal, parafasia,

anomia

Normal

Kognisi Abnormal (tidak mampu

memanipulasi pengetahuan)

Tak terpelihara

(dilapidated)

Memori Abnormal (gangguan

belajar)

Pelupa (gangguan retrieval)

Kemampuan visuo-spasial Abnormal (gangguan

konstruksi)

Tidak cekatan (gangguan

gerakan)

Keadaan emosi Abnormal (tak

memperdulikan, tak

menyadari)

Abnormal (kurang

dorongan drive)

Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear

Palsy, Parkinson, Penyakit

Wilson, Huntington.

Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 69.

4

Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/ irreversibel.

Primer degeneratif

- Penyakit Alzheimer

- Penyakit Pick

- Penyakit Huntington

- Penyakit Parkinson

- Degenerasi olivopontocerebellar

- Progressive Supranuclear Palsy

- Degenerasi cortical-basal ganglionic

Infeksi

- Penyakit Creutzfeldt-Jakob

- Sub-acute sclerosing panencephalitis

- Progressive multifocal leukoencephalopathy

Metabolik

- Metachromatic leukodyntrophy

- Penyakit Kuf

- Gangliosidoses

Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 67.

Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.

Obat-obatan anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan

(mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine,

Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol,

Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).

Metabolik-gangguan sistemik gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia; anemia

berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia;

insufisiensi pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal,

atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.

Gangguan intrakranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis

chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma

5

subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.

Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).

Gangguan collagen-vascular systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,

syndrome Behcet.

Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,

trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic,

thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide,

hydrocarbons.

Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.

II.3. ETIOLOGI

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia

vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang

disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit

Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.

II.3.1. Demensia tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi

nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51

tahun dengan perjalanan demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir

penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian,

demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab

demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui

penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang

meninggal karena demensia senil mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan

penderita, berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih

besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan

kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam

beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada penderita manula, khususnya

mereka yang menderita penyakit Alzheimer.

6

Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat peningkatan dramatis

(dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan neurofibril dan plak

neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang

menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.

Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada otak dari seorang pasien

dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan

pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-

bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di

korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur

dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya

juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena

keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic (punch-drunk

syndrome), kompleks demensia Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak

orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks,

hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit

Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan sampai derajat

tertentu, pada penuaan normal.

Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang

kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk

protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis,

adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein

prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor

amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor

amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan.

Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama

yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok peneliti

7

secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya

pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis adalah

asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit

Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa

suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada

pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada

penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam

otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan

konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.

Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis

kolinergik, seperti skopolamin dan atropin mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis

kolinergik, seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan

kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan

neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada

beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua

neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida

neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit

Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan

perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan

metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih

kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik

resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk memeriksa hipotesis

tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah

dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan

dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.

8

Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu

salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.

Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih

sering daripada orang tanpa gen E4.

II.3.2. Demensia Vaskular

Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang

multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut sebagai

demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga

yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada

mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya.

Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang

mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang

luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau

tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan

pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.

II.3.3. Penyakit Pick

Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer, penyakit

Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga

mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa

elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak

diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah

kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi

pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan

kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium

awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi

kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya,

hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick

dibandingkan pada penyakit Alzheimer.

9

II.3.4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang

disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen

infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak

mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion adalah

scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal

pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan

sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan sangat jarang). Semua

gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa

pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat

ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang

terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia

50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun)

atau relatif lama (delapan sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor,

ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif

menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan

serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer

dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh

adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang

lambat dengan tegangan tinggi.

II.3.5. Penyakit Binswanger

Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik kortikal. Penyakit

ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil pada substansia alba, jadi menyerang

daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang

jarang, kemajuan teknik pencitraan yang canggih dan kuat, seperti pencitraan resonansi magnetik

(magnetic resonance imaging: MRI), telah menemukan bahwa kondisi tersebut adalah lebih

sering daripada yang sebelumnya dipikirkan.

10

II.3.6. Penyakit Huntington

Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang

terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan

motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia

kortikal (tabel 1). Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan

kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh

pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia

menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah

tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang

klasik.

II.3.7. Penyakit Parkinson

Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis

yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien

dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai

gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan

penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang

terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).

II.3.8. Demensia yang berhubungan dengan HIV

Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia

dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan

angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma

immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi.

Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya

kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.

II.3.9. Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala

Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga berbagai

sindroma neuropsikiatrik.

11

II.4. GAMBARAN KLINIK

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk

gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini:

afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus

sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja,

berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus

menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.

II.4.1. Gangguan memori

Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan

hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia

mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan

kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa

asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian

berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan

bahkan terhadap namanya sendiri.

II.4.2. Gangguan orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.

Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai

contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah

pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak

menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

II.4.3. Afasia

Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia

berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,

dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa lisan

dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau

mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)

atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.

12

II.4.4. Apraksia

Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,

fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan

dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah

dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak,

mengenakan pakaian, menggambar.

II.4.5. Agnosia

Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi

sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya

baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri

yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu

mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang

logam.

II.4.6. Gangguan fungsi eksekutif

Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini mempunyai

kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang berhubungan dengan

lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan,

mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.

Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide

baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.

II.4.7. Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu

bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama

perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan

tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien

demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota

13

keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan

mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.

II.4.8. Gangguan Lain

Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan adalah

gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan

depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia.

Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi

yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.

Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering,

dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda

neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-

kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia

vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan.

Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan

palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan

pada lima sampai sepuluh persen pasien.

Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan-

seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-

mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan

disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.

Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk

menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai

kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam

mengambil perbedaan dan persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk

memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis, dan untuk membuat pertimbangan

yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang

ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah

keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut

dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual,

14

seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.

Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang buruk sering ditemukan, khususnya pada

demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah

bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higiene pribadi, dan

mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.

Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan

terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami

sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis

kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti

cahaya dan isyarat yang menyatakan interpersonal, adalah menghilang.

Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang abnormal. Hasil dari semua

pemeriksaan laboratorium adalah normal, termasuk B12, folat, T4 dan serologi; tetapi

pemeriksaan tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang nyata.

II.5. DIAGNOSIS

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan

suatu mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman, dan perusahaan. Keluhan

perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa

suatu diagnosis demensia harus dipertimbangkan dengan cermat.

Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan,

demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk

menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial atau

kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil

dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau sarkasme dapat terjadi.

Penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas emosional, dandanan yang kotor,

ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah atau gaya yang bodoh,

apatik atau kosong menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan

ingatan.

15

II.5.1. Demensia tipe Alzheimer

Kriteria diagnostik DSM-IV untuk demensia tipe Alzheimer menekankan adanya

gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala lain dari penurunan

kognitif (afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang abnormal). Kriteria diagnostik juga

memerlukan suatu penurunan yang terus menerus dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi

sosial atau pekerjaan, dan menyingkirkan penyebab demensia lainnya. DSM-IV menyatakan

bahwa usia dari onset dapat digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau

lambat (setelah usia 65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi kode dengan

diagnosis, jika sesuai.

II.5.2. Demensia Vaskular

Gejala umum dari demensia vaskular adalah sama dengan gejala untuk demensia tipe

Alzheimer, tetapi diagnosis demensia vaskular memerlukan bukti klinis maupun laboratoris yang

mendukung penyebab vaskular dari demensia.

II.5.3. Demensia karena kondisi medis lainnya

DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik demensia yang dapat diberi kode secara

langsung: penyakit HIV, trauma kepala, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, penyakit Pick,

dan penyakit Creutz-feldt-Jakob. Suatu kategori ketujuh memungkinkan dokter menspesifikasi

kondisi medis nonpsikiatrik lainnya yang berhubungan dengan demensia.

II.5.4. Demensia menetap akibat zat

Alasan utama bahwa kategori DSM-IV ini dituliskan dengan demensia dan gangguan

yang berhubungan dengan zat adalah untuk mempermudah dokter berpikir tentang diagnosis

banding. Zat spesifik yang merupakan referensi silang DSM-IV adalah alkohol, inhalan, sedatif,

hipnotik, atau ansiolitik, dan zat lain atau yang tidak diketahui.

II.6. DIAGNOSIS BANDING

Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya MRI, telah

membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular

16

agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang

sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi komputer emisi foton tunggal (single

photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam

berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu

dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.

II.6.1. Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskular

Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer dengan

pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu periode waktu.

Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus,

gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia

tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.

II.6.2. Demensia vaskular lawan Serangan Iskemik Transien

Serangan iskemik transien (transient ischemic attacks/ TIA) adalah episode singkat

disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya lima sampai 15

menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin bertanggung jawab, episode

seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu lesi intrakranial proksimal yang

menyebabkan iskemia otak transien, dan episode biasanya menghilang tanpa perubahan

patologis yang bermakna pada jaringan parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan

iskemik transien yang tidak diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian,

pengenalan serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah

infark otak.

II.6.3. Delirium

Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium juga

dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian

secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan gejala yang

relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih

mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam

keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk

17

memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara

cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.

II.6.4. Depresi

Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan

berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-kadang

penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan

neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala

gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan

melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan

munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta

hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama dengan

depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.

II.6.5. Amnesia

Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi kognitif

lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi).

II.6.6. Retardasi mental

Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang diiringi oleh

gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18 tahun. Apabila demensia tampak

pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis demensia dan retardasi mental dapat ditegakkan bersama-

sama asal kriterianya terpenuhi.

II.6.7. Skizofrenia

Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia muncul

pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala yang khas tanpa disertai etiologi

yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan

kognitif pada demensia.

18

II.7. TERAPI

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional

dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya.

Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak

yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu

penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan

perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan

farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan

kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik

diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik

termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian

terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti

infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena

diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan

masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.

Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit

kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut

adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan

alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok

disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.

II.7.1. Sikap umum

Terdapat lima hambatan utama sehubungan dengan terapi demensia:

1. Kompleksitas biologi dan biokimia otak; interaksi dan ketergantungan antar komponen

belum diketahui secara jelas

2. Kesulitan dalam hal menentukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik

3. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan perubahan

metabolik yang ada

19

4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan aspek

farmakologik

5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam

menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian

Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia bukan

sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi

demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat.

II.7.2. Obat untuk demensia

a. Cholinergic-enhancing agents

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.

Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada

beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan

keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia

alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini

juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu,

kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian

obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu

sistem kardiovaskular.

b. Choline dan lecithin

Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan

hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti

untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor,

choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan,

namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada

sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin

hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar

dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58

persen.

20

c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH

Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.

Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan

informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian

ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.

d. Nootropic agents

Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan

dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya

berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi

serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi

oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung,

serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk

memperbaiki perasaan hati dan perilaku.

e. Dihydropyridine

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.

21

BAB III

KESIMPULAN

Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan

menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya

(sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan perhitungan

aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) - semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi

sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang jernih, dan tidak disebabkan oleh

gangguan mental seperti gangguan depresif berat - menyatakan suatu demensia.

Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan faktor penyebab

tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong dengan mengobati penyebabnya

walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil sempurna. Disamping itu ada jenis demensia

yang sampai saat ini belum ada obatnya, ialah demensia pada Creutzfeldt-Jakob dan AIDS.

Sementara itu, untuk demensia Alzheimer belum ada obat yang benar-benar manjur.

Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang telah

ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam melakukan

pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat esensial oleh karena

mempunyai nilai prognostik.

Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota keluarga

terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan penyuluhan agar penderita

dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.

22