JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]:...

77
JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Lia Lianti 1113034000159 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Transcript of JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]:...

Page 1: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

JIHAD DALAM TAFSIR

KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Lia Lianti

1113034000159

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan
Page 3: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan
Page 4: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan
Page 5: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

i

ABSTRAK

Lia Lianti, Nim 1113034000159 Judul Skripsi Jihad dalam Tafsir: Kajian

atas QS. al-Taubah [9]: 44-45.

Jihad menjadi pembahasan yang tidak habis dimakan waktu. Kata jihad

didefinisikan oleh sebagian ulama dengan memerangi orang kafir selain kafir

dzimmî. Kemudian ada juga yang mengatakan mengerahkan segala kemampuan

untuk memerangi musuh. Lainnya mendefinisikan jihad sebagai perjuangan

sungguh-sungguh dengan mengerahkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki

seseorang untuk mencapai tujuan, khususnya dalam melawan musuh, atau

mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keluhuran. Dari pendapat di atas,

ternyata sementara ulama seringkali mengaitkan jihad dengan makna qital

(perang). Di antara contoh jihad dimakai perang adalah QS. al-Taubah [9]: 44-45.

Perlu dicatat, QS. al-Taubah [9]: 44-45 menggunakan diksi jihad. Tapi, sebagian

mufassir mengartikannya sebagai qitâl. Tafsir yang bercorak fiqhȋ cenderung

memaknai jihad dengan perang karena berkaitan dengan historisitas atau

asbâbunnuzûl ayat, sedangkan tafsir sȗfȋ cenderung membawa jihad dalam

pemaknaan berbeda, bukan hanya perang.

Karena itu, penulis tertarik mengkaji ayat ini menggunakan metode

kualitatif dengan cara analisis-deskriptif serta metode muqâran, yakni

membandingkan delapan kitab tafsir dari latarbelakang yang beragam, baik dilihat

dari mazhab fikih mufassir-nya, mazhab aliran teologinya atau corak tafsirnya,

untuk menganalisis penafsiran QS. al-Taubah [9]: 44-45.

Hasil dari penelitian ini adalah seluruh mufassir baik sufi maupun fiqhi,

klasik-modern, memaknai jihad dalam QS. al-Taubah[9]: 44-45 adalah jihad qitâlȋ

dalam perang Tabuk. Corak dan waktu tidak menyebabkan adanya perbedaan

pendapat mengenai QS. al-Taubah [9]: 44-45. Hanya ketika berbicara jihad secara

umum, para ulama berselisih.

Kata Kunci: Jihad, QS. al-Taubah [9]: 44-45, Mufassir.

Page 6: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

ii

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur atas nikmat yang Allah

berikan dan kehadiratnya Allah SWT. Yang memberikan nikmat sehat jasmani

maupun rohani serta hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyeleseikan penyusunan skripsi ini dengan judul “JIHAD DALAM TAFSIR:

KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45.” Sholawat serta salam tak lupa

juga penulis junjungkan kepada baginda Nabi Muhammad s.a,w. serta kepada

keluarga dan para sahabat aamin allahumma aamiin.

Skripsi ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian

munaqasyah guna memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan

Tafir ( IQTAF) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu masih

jauh dengan kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, baik dari tekhnik

penyusunan dan kosakata yang tertulis, maupun dari isi pembahasan yang ada

dalam skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan dalam skripsi ini.

Dalam penyeleseian skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta

bimbingan dari berbagai piha. Untuk itu,dengan penuh rasa hormat penulis

menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk

Page 7: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

iii

belajar dan menuntut ilmu pada Program Sarjana Jurusan Studi Ilmu al-

Qur‟an dan Tafsir ( IQTAF) di Fakultas Ushuluddin.

2. Dr,Yusuf Rahman , M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, MA selaku ketua Jurusan di Fakultas Ushuluudin pada

bidang al-Qur‟an dan Tafsir ( IQTAF) yang telah membantu dan memberi

saya kesempatan dalam penyusunan Skripsi.

4. Fahrizal Mahdi, LC,MIRKH selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur‟an

dan Tafsir (IQTAF) yang sudah membantu dalam prosedur Skripsi.

5. Kholik Ramdan Mahesa selaku yang membantu Sekertaris Jurusan banyak

meluangkan( IQTAF ) yang sudah banyak membantu untuk proses awal

pembuatan surat untuk para Dosen yang bersangkutan judul dan sampai

selesei skripsi penulis.

6. Dr. M. Suryadiata, M.Ag selaku Dosen Penasehat sekaligus Dosen

Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi saya pengetahuan

bagaiman menentukan kata-kata yang benar dalam penulisan skripsi serta

judul yang bagus.

7. Muslih Nur Hassan, M.Ag selaku Dosen penguji proposal yang senantiasa

sabar memberi arahan serta pertanyaan-pertanyaan dalam menentukan

judul yang baik untuk proses lanjutan penulisan skripsi.

8. Dr. Hasani Ahmad Said, MA selaku Dosen Pembimbing yang selalu saya

lontarkan dengan banyak dan berbagai pertanyaan dalam penulisan skripsi

ini hingga selesainya bimbingan skripsi dengan beliau hingga saya dapat

melanjutkan sidang dengan penguji skripsi berikutnya.

Page 8: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

iv

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu Nama para dosen yang

saya hormati dengan tulus memberikan ilmu pengetahuan serta wawasan

yang luas mengenai segala aspek keilmuan selama penulis mengikuti

perkuliahan.

10. Teruntuk Orang tua Emah (Ibu Juhaeti) dan Bapak ( Bapak Matalih),

adik-adikku Vebianti Dewi Anggraeni dan Yusuf Amiruddin Ashidiki,

serta keluarga besar yang penulis sayangi dan selalu penulis rindukan tak

ada kata-kata lagi bisa penulis ungkapkan selain ucapan terimakasih yang

memberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan untuk penulis

agar segera selesai dalam skripsi aye Persembahkan untukmu enyak dan

babeh.

11. Teruntuk Laila Elvia Syahriyah, Ahmad Rifai, S.Ag, teman-teman

seulanga kost 7C Ru‟yatul Irfanah, Nisa Fathunnisa, Nita Nurningsih,

Helmi Faridatul yang juga Penulis sangat berterimakasih telah

mendungkung dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi.

12. Teruntuk Teman-Teman penulis yang banyak memberi semangat serta

motivasi agar penulis tidak malas dalam penyusunan skripsi.

13. Seluruh pihak yang telah membantu proses kuliah penulis dan proses

skripsi ini yang tidak mungkin penulis sebut satu persatu

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis

menyadari masih ada kekurangan dalam pelaksanaan skripsi ini. Untuk itu,

penulis menerima segala saran dan kritikan demi perbaikan dan kemajuan

penelitian dimasa mendatang. Terima kasih.

Page 9: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 4

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5

E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5

F. Metode Penelitian ........................................................................................ 8

1. Jenis Penelitian ................................................................................. 8

2. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 8

3. Teknik Analisis Data ........................................................................ 8

G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 9

BAB II PERANG DALAM ISLAM

A. Pengertian Perang ....................................................................................... 11

B. Sejarah Perang ............................................................................................ 11

C. Perang dalam al-Qur`an ............................................................................. 16

BAB III JIHAD DALAM TAFSIR

A. Penafsiran Jihad dalam al-Qur`an QS. al-Taubah [9]: 44-45 ..................... 25

1. al-Jȃmi’ li Aḥkām al-Qur`ān karya al-Qurṭubī ....................................... 25

2. Mafâtȋḥ al-Gaīb karya al-Rāzī ................................................................ 27

3. Laṭā`if al-Isyārāt karya al-Qusyairī ........................................................ 31

4. Tafsīr al-Qur`ān al-‘Aẓīm karya Ibn Kaṡīr ............................................. 32

5. al-Taḥrīr wa al-Tanwīr karya Ibn „Ᾱsyūr .................................................. 34

6. al-Tafsīr al-Sya’rāwī karya al-Sya‟rāwī ..................................................... 36

1. al-Baḥr al-Madīd karya Ibn „Ajībah ................................................... 39

2. Abū Bakr al-Jaṣṣāṣ .............................................................................. 40

Page 10: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

vi

BAB IV. ANALISIS TERHADAP TAFSIR QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45

A. Argumentasi dalam Tafsir QS. al-Taubah [9]: 44-45 ................................ 42

1. Penafsiran Enam Tafsir ....................................................................... 42

2. Penafsiran al-Baḥr al-Madīd karya Ibn „Ajībah .................................... 50

3. Penafsiran Aḥkām al-Qur`ān karya al-Jaṣṣāṣ ........................................ 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 54

B. Saran-saran ................................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil

keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf

Latin dapat dilihat pada halaman berikut:

Huruf arab Nama Huruf latin Nama

Alif

Tidak

dilambangkan

Tidak

dilambangkan

Ba

B Be

Ta

T Te

S|a

S|

Es (dengan titik

diatas)

Jim

J Je

H{a

H{

Ha (dengan titik

diatas

Kha

Kh Ka dan Ha

Dal

D De

Z|al

Z|

Zet (dengan titik

diatas)

Ra

R Er

Zai

Z Zet

Sin

S Es

Syin

Sy Es dan ye

S{ad

S{

Es (dengan titik di

bawah)

vii

Page 12: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

D}ad

D{

De (dengan titik di

bawah)

T{a

T{

Te (dengan titik di

bawah)

Z}a

Z{

Zet (dengan titik

di bawah)

‘Ain

‘__ apostrof terbalik

Gain

G Ge

Fa

F Ef

Qof

Q Qi

Kaf

K Ka

Lam

L El

Mim

M Em

Nun

N En

Wau

W We

Ha

H Ha

Hamzah

__’ Apostrof

Ya Y Ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa

diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka

ditulis dengan tanda (’).

viii

Page 13: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau

harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf latin Nama

Fath{ah A A ا

Kasrah I I ا

D{ammah U U ا

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf latin Nama

Fath}ah dan ya ا ا

Ai A dan I

Fath}ah dan ا ا

wau

Au A dan U

Contoh:

ـا ـا haula : ا ا ا kaifa : ا

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan

huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan Huruf

Nama Huruf dan tanda Nama

ى | ... ا ... ا

fath}ahdan alif atau ya

a>

a dan garis di

atas

ix

Page 14: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

ا ى

kasrah dan ya

i>

i dan garis di

atas

ا

d}ammah dan wau

u>

u dan garis di

atas

Contoh:

ma>ta : ا اا

<rama : را ا ى

ـا ـا qi>la : ا

اا yamu>tu : ا ـ ا ا

4. Ta marbu>t}ah

Transliterasi untuk ta marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta marbu>t}ah yang

hidup atau mendapat harkat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya

adalah [t]. Sedangkan ta marbu>t}ah yang mati atau mendapat harkat sukun,

transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbu>t}ah diikuti oleh

kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu

terpisah, maka ta marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

raud}ah al-at}fa>l : را ا ا ـا األا ا ا

ا ـا ا ـا ـا ا ا ا ا ــا ـا al-madi>nah al-fa>d}ilah : ا ا

ـا ـا ـا al-h}ikmah : ا ا ا

x

Page 15: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

5. Syaddah (Tasydi>d)

Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydi>d ( ا ), dalam transliterasi ini dilambangkan

dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah..

Contoh:

<rabbana : را ا ا ـ ا

ـا ـ ا ـا ا <najjai>na : ا

ـق al-h}aqq : ا ا ا

ـق al-h}ajj : ا ا ا

ـا nu‚ima : ا ا ا

ـا و aduwwun‘ : ا

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh

huruf kasrah ( ا ىا ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (i>).

Contoh:

Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)‘ : ا ـا ىو

ـا ا ىق Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)‘ : ا

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

huruf (alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah

maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf

langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:

xi

Page 16: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

ـا ـا al-syamsu (bukan asy-syamsu) : ا لا ا

al-zalzalah (az-zalzalah) : ا لز ا لا ا ـا

ا ـا ـا al-falsafah : ا ا ا

al-bila>du : ا ا ـ ا ـا ا

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya

berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila

hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan

Arab ia berupa alif. Contohnya:

ـا ا ا ta’muru>na : ا ا

’al-nau : ا ا ـا ا ا ا

syai’un : ا ا ء

اا ـا umirtu : ا

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istil ah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,

istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata,

istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari

pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan

bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas.

Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), Sunnah, khusus dan umum.

Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks

Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

xii

Page 17: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

Al-Sunnah qabl al-tadwi>n

Al-‘Iba>ra>t bi ‘umu>m al-lafz} la> bi khus}u>s} al-sabab

9. Lafz} al-Jala>lah (هللا)

Kata ‚Allah‛yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf

lainnya atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransli-

terasi tanpa huruf hamzah. Contoh:

ا اا billa>h ا ا ا di>nulla>h ا ـا

Adapun ta marbu>t }ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-

jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

ـا ا ـا ـا ا ـا ـا ا hum fi> rah}matilla>h ا

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All

Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan

tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa

Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk

menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf

pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata

sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal

nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada

awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan

huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal

xiii

Page 18: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia

ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan

DR). Contoh:

Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l

Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz \i> bi Bakkata muba>rakan

Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n

Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>

Abu>> Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}ala>l

xiv

Page 19: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata jihad berasal dari akar kata “al-jahdu” yang bermakna kesulitan. Ada

juga yang mengatakan berasal dari kata “al-juhdu” yaitu kemampuan, kapasitas

diri, dan sampai pada tujuan akhir yang telah diperjuangkan dengan maksimal.1

Dua kata ini memiliki turunan atau derivasi yang berbeda-beda, antara lain ialah

kata jahada. al-Rȃzî dalam Mukhtār al- i ā menyebutkan di antara contohnya

ialah kalimat jahada al-rajūl fī ka ā, bermakna seseorang bersusah payah dan

berhasil mencapai satu hal. Kata turunan lainnya ialah Mujāhadah-wa jihād,

bermakna mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan.2

Selain makna bahasa, jihad juga didefinisikan oleh sebagian ulama dengan

memerangi orang kafir selain kafir immī.3 Kemudian ada juga yang mengatakan

mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.4 Lainnya

mendefinisikan jihad dengan perjuangan secara sungguh-sungguh dengan

mengerahkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai

tujuan, khususnya dalam melawan musuh, atau mempertahankan kebenaran,

kebaikan dan keluhuran.5

Dari pendapat di atas, ternyata sementara ulama seringkali mengaitkan

jihad dengan makna qitāl (perang). Di antara contoh jihad dimaknai perang adalah

penafsiran QS. al-Taubah [9]: 41 yang berisi perintah jihad dengan harta dan jiwa.

QS. al-Taubah [9]: 41

ذالكم خير لكم إن كنتم تعلمون انفروا خفافا وثقال وجاهدوا بأموالكم وأنفسكم في سبيل للاه

Artinya: “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun

dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah.

Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS.

al-Taubah [9]: 41)

1 Abū al-Fa l Jamāl al-Dīn ibn Manẓūr al-`Anṣārī, Lisān al-„Arab, Vol. 3 (Beirut: Dār

ṣādir, 1414 H), h. 133. 2 Mu ammad ibn Abī Bakr ibn „Abd al-Qāqir al-Rāzī, Mukhtār al- i āh. Vol. 1 (Beirut:

Maktabah Libanon Nāsyirūn, 1995 M/ 1415 H), h.119. 3 Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu‟jam al-Wasī , Vol. 1 (Beirut: Dār al-Da‟wah, tt), h. 142.

4 Abū al-Qāsim al-Rāghib al-Aṣfahānī, al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur`ān, Vol. 1 (Beirut:

Dār al-„Ilmi, 1412 H), h. 208. 5 Quraish Shihab, Tafsīr al-Miṣbā , Vol. 1, h. 396.

Page 20: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

2

al-Sya‟rāwī menafsirkan ayat di atas terjadi pada saat perintah perang

Tabuk (9 H) diserukan Nabi Saw. Perang tersebut merupakan perang pertama

umat Islam dengan Romawi. Perintah perang ini bertujuan membangkitkan

keimanan orang mukmin dan pada saat yang sama membuka pintu taubat bagi

mereka yang lamban bergerak dalam perang Tabuk.6 Mengingat ada beberapa

kendala yang dikeluhkan sebagian orang terutama dengan kondisi kota yang tidak

memungkinkan untuk melakukan perjalanan jarak jauh.

Cuaca Madinah kala itu sangat panas, perjalanan cukup jauh, dan keadaan

perekonomian sedang sulit. Karenanya, perintah jihad menjadi ujian bagi orang-

orang beriman, baik menguji keyakinan maupun ketulusan mereka terhadap

agama Allah Swt dan sebagai pembeda antara mukmin dan munafik.7 Begitulah

situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam menjelang Perang Tabuk.

Karenanya, wajar jika ada sebagian kalangan yang merasa ragu untuk mengikuti

jihad seperti dijelaskan dalam ayat berikut.

Firman Allah QS. al-Taubah [9]: 44-45

وم الخر أان يااهدوا بأامواالم واأان فسهم . لا ياستاأذنكا الذينا ي ؤمن ونا باهلل واالي ا وااهلل عاليم بالمتقيا.إناا ياستاأذنكا الذينا لا ي ؤمن و راددونا وم الخر واارتاابات ق لوب هم ف اهم ف رايبهم ي ات ا نا باهلل واالي ا

Artinya: “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari

kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk berjihad

dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui orang-orang yang

bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu

(Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan

hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang

dalam keraguan.” (QS. al-Taubah [9]: 44-45)

Perlu dicatat, QS. al-Taubah [9]: 44-45 menggunakan diksi jihad. Tapi,

sebagian mufassir mengartikannya sebagai qitāl. Ada teori yang mengatakan راة العب Berdasarkan teori tersebut, semestinya ayat ini dibawa ke dalam .بعموم اللفظ

konteks yang umum. Tapi, sebagian ulama membawa kepada ذه الياة باب ن زول ها ,ساyaitu Perang Tabuk.

8

6 al-Sya‟rāwī, Tafsīr al-Sya‟rāwī (Kairo: Akhbār al-Yaum, 1411 H), h. 5133.

7 Muhammad „Ali al- ābūnī, afwat al-Tafāsīr, Vol. 1, h. 346-348.

8 Zakariyyā Ibn Ghulām Qādir, Uṣūl al-Fiqh „alā Manhaj Ahl al- adīṡ, Vol. 1, (Jeddah:

Dār al-Kharāz, 2002 M/1423 H), h. 94.

Page 21: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

3

Mereka yang ragu-ragu berusaha mengajukan izin kepada Nabi Saw agar

mendapat dispensasi tidak ikut berperang. Dalam hal ini, al-Qur ubī menyatakan

bahwa permohonan izin merupakan tanda kemunafikan. Pendapat yang sama

dikatakan al-Jaṣ āṣ dalam A kām al-Qur`ān li al-Jaṣ āṣ.9 Permohonan izin yang

dilakukan oleh sebagian kalangan dikarenakan mereka benci berjihad, lanjut al-

Qur ubī.

Jihad dilakukan seorang mukmin karena panggilan dari Allah. Sehingga

kecil kemungkinan baginya menolak perintah jihad. al-Qur ubī menambahkan

pada ayat berikutnya QS. al-Taubah [9]: 46 jika sekelompok orang yang izin

benar-benar ingin berjihad, pasti mereka sudah mempersiapkan keberangkatan

dengan baik. Kenyataannya mereka tidak siap. Maka ketidaksiapan tersebut

mengindikasikan bahwa mereka memang ingin ditinggalkan berjihad.10

Ibn „ syūr menyatakan orang-orang mukmin tidak akan meminta izin

kepada Nabi Saw pada saat perintah jihad diserukan. Adapun orang-orang yang

berhalangan seperti penyandang tuna netra tidak termasuk ke dalam golongan ini.

Sedangkan kaum mukmin yang tertinggal akan menyusul Nabi Saw ke medan

jihad, sehingga mereka tidak perlu meminta izin kepadanya.11

Berbeda dengan dua mufassir di atas, Ibn „Ajībah menafsirkan ayat ini

dengan makna isyārī. Ia mengatakan tidak pantas bagi para pendidik mengizinkan

murid-muridnya untuk absen dari jihad akbar. Mereka meminta dispensasi kepada

guru atas dasar kepentingan diri dan hawa nafsunya. Sikap guru yang tidak

mengizinkan murid-murid merupakan bentuk kasih sayang kepada mereka. Hal

ini dilakukan untuk melatih rohani para murid. Jika seorang guru mendorong

muridnya untuk terlepas dari keinginan, harta, dan kedudukan, menandakan ia

9 Abū Bakr Ahmad Ibn „Alī al-Rāzī al-Jaṣṣāṣ, A kām al-Qur`ān, Vol. 4 (Beirut: Dār

I yā`, 1992 M/1412 H), h. 309. 10

Muhammad Ibn Abȋ Bakr al-Qur ubī, al-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur`ân, Vol. 10 (Beirut: al-

Resalah, 2006 M/1427 H), h. 228-229. 11

Mu ammad āhir Ibn syūr, al-Ta rīr wa al-Tanwīr, Vol. 8 b (Tunisia: Dār al-

Tūnisiyyah, 1984), h. 211.

Page 22: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

4

mencintai dan menasehati muridnya. Sebaliknya, jika ia melepaskan murid begitu

saja, ini menandakan guru tidak mencintai dan tidak ingin menasehatinya.12

Senada dengan Ibn „Ajībah, al-Qusyairī mencoba mengeksplorasi makna

jihad dalam pemaknaan sufistik. Ia menjelaskan ayat ini dengan mendeskripsikan

siapa itu mukmin. Orang mukmin ialah orang yang ikhlas dalam bertransaksi

apapun, tidak menyembunyikan padahal mampu mengerjakan, dan mampu

mengerahkan segala kemampuannya demi kepentingan agama Allah. Dengan

demikian, perbuatan seseorang merupakan refleksi keimanannya. 13

Sejauh yang bisa dipantau, perbedaan pendapat ini disebabkan salah

satunya karena perbedaan periode dan corak tafsir. Ulama-ulama klasik yang

masih menyimpan beban sejarah masa lalu memaknai jihad dengan mengangkat

senjata ke medan perang. Ulama kontemporer yang tidak menemukan jihad qitālī

seperti yang dipaparkan Baginda Nabi Saw akan mencoba melebarkan makna

jihad menjadi lebih luas. Tafsir yang bercorak fiqhī cenderung memaknai jihad

dengan perang karena berkaitan dengan historisitas atau asbāb al-nuzūl ayat,

sedangkan tafsir ṣūfī cenderung membawa jihad dalam pemaknaan berbeda,

bukan hanya perang. Karena itu, pokok bahasan ini menjadi penting untuk dikaji.

Karena itu, penulis menganggap perlu mengkaji atau menganalisis QS. al-

Taubah [9]: 44-45 dengan membandingkan delapan tafsir yang memiliki corak

dan periode berbeda untuk mendapatkan penjelasan lengkap mengenai penafsiran

dua ayat tersebut.

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah

Seiring berjalannya waktu, jihad mengalami pergeseran makna, tidak

hanya peperangan melainkan dengan perjuangan demi menegakkan agama Allah.

Dalam hal ini, penulis akan mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan

dengan jihad alam al-Qur`an, diantaranya:

Jihad menurut bahasa adalah kesulitan jika berasal dari “al-jahdu,” dan

kemampuan jika berasal dari “al-juhdu”. Jihad juga didefinisikan oleh sebagian

12

Abū al‟Abbā A mad Ibn Mu ammad Ibn „Ajībah, al-Ba r al-Madī, Vol. 10 (Kairo:

Hasan Abbas Zaki, 1999 M/1419 H), h. 386. 13

Abū al-Qāsim „Abd al-Karīm Ibn Hawāzin Ibn „Abd al-Malik al-Qusyairī, Tafsīr al-

Qusyairī al-Musamma bi La â`if al-Isyārāt, Vol. 1 (Beirut: Dār Kutub al-„Ilmiyyah, 1971 M), h.

424.

Page 23: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

5

ulama dengan memerangi orang kafir selain kafir immī.14

Kemudian ada juga

yang mengatakan mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.15

Lainnya mendefinisikan jihad dengan perjuangan secara sungguh-sungguh dengan

mengerahkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai

tujuan.

Ayat yang digunakan dalam penelitia ini ialah QS. al-Taubah [9]: 44-45

yang berisi perintah jihad dengan harta dan jiwa dalam konteks perang Tabuk. 16

Dalam ayat ini, beberapa ulama seringkali mengaitkan jihad dengan makna qitāl

(perang). Pemaknaan tentang qitāl lebih banyak dimuat dalam tafsir fiqhī,

sementara tafsir bercorak sufi memuat uraian lain.

Ayat al-Qur`an dalam QS. al-Taubah [9]: 44-45 menggunakan diksi jihad.

Namun demikian, sebagian mufassir mengartikannya sebagai qitāl. Ada teori

yang mengatakan راة بعموم اللفظ Berdasarkan teori tersebut, semestinya ayat ini .العب

dibawa ke dalam konteks yang umum. Tapi sebagian ulama membawa kepada

ذه الياة باب ن زول ها .yaitu perang Tabuk ,سا17

Untuk membatasi penelitian ini, penulis hanya mengambil QS. al-Taubah

[9]: 44-45 yang turun dalam kondisi perang. Secara spesifik, rumusan masalah

dalam skripsi ini adalah “Bagaimana tafsir para ulama tentang QS. al-Taubah [9]:

44-45?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mendeskripsikan penafsiran jihad

dalam QS. al-Taubah [9]: 44-45, kemudian melakukan perbandingan penafsiran

klasik yaitu al-Qur ubī, al-Rāzī, al-Qusyairī, Ibn Kaṡīr, dan penafsiran modern

yaitu Ibn „ syūr, Mutawallī al-Sya‟rāwī, Ibn „Ajībah dan al-Jaṣṣāṣ.

D. Manfaat Penelitian

14

Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu‟jam al-Wasī , Vol. 1 (Beirut: Dār al-Da‟wah, tt), h. 142. 15

Abū al-Qāsim al-Rāghib al-Aṣfahānī, al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur`ān, Vol. 1 (Beirut:

Dār al-„Ilmi, 1412 H), h. 208. 16

al-Sya‟rāwī, Tafsīr al-Sya‟rāwī (Kairo: Akhbâr al-Yaûm, 1411 H), h. 5133. 17

Zakariyyā Ibn Ghulām Qādir, Uṣūl al-Fiqh „alā Manhaj Ahl al- adīṡ, Vol. 1, (Jeddah:

Dār al-Kharāz, 2002 M/1423 H), h. 94.

Page 24: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

6

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan

apakah perbedaan waktu para mufassir dan corak tafsir mempengaruhi poduk

tafsir atau tidak.

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan ini sekiranya dapat dijadikan sebagai tambahan

bahan bacaan atas persoalan pemaknaan jihad dalam al-Qur`an.

E. Tinjauan Pustaka

Riset mengenai jihad ini tidak baru. Oleh karenanya, penulis memuat

tinjauan pustaka berupa buku, skripsi, dan lain-lain yang pernah membahas tema

terkait untuk penulis bandingkan dan mencari titik perbedaannya dengan

penelitian yang sedang dilakukan, sehingga menjadi acuan bahwa karya tulis ini

belum dibuat oleh generasi sebelumnya. Hal ini memungkinkan penulis untuk

melanjutkan penelitian ini dan merampungkannya dengan baik.

Pertama, Buku Fiqh al-Jihād karya Yūsuf al-Qara āwī, menyatakan

bahwa jihad dapat berupa perang maupun yang lainnya. Buku ini hadir sebagai

koreksi terhadap pemahaman keliru tentang jihad juga penjelasan bagi mereka

yang antipati terhadap syariat Islam.18

Kedua, skripsi Ahmad Suhaemi. Penelitian ini bermaksud

membandingkan penafsiran jihad menurut Ibn Kaṡīr dan Sayyid Qu b. Keduanya

memiliki latar belakang berbeda. Ibn Kaṡīr tidak mewajibkan perang, Sayyid Qu b

berkata sebaliknya. Ini disebabkan karena ia tinggal di daerah jajahan.19

Keempat, skripsi Ahmad Anwar. Skripsi ini merupakan penelitian Living

Quran atas proses mujahadah yang merupakan turunan jihad. Temuannya adalah

mujahadah dapat dilakukan dengan membacaan ayat al-Qur`an secara istiqomah.20

Kelima, artikel Mohamad Rana, Reinterpretasi Makna Jihad (Studi

Pemikiran Yūsuf al-Qara āwī). Mohamad Rana menawarkan penafsiran ulang

tentang jihad yang diusung oleh Yūsuf al-Qara āwī.21

18

Yusuf al-Qaradhawi, Ringkasan Fikih Jihad, terj. Masturi Irham, dkk. (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2011), h. iv. 19

Ahmad Suhaemi, “Konsep Jihad: Studi Komparatif Pemikiran Sayyid Quthb Dan Ibnu

Katsir,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Bandung, 2013), 2. 20

Ahmad Anwar, “Pembacaan Ayat-ayat al-Qur`an dalam Prosesi Mujahadah dalam

Pondok Pesantren al-Luqmaniyyah Umbul Harjo Yogyakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin

dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2014), 6.

Page 25: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

7

Keenam, artikel Mega Hidayati, Islam Dan Kekerasan (Melihat Kembali

Jihad melalui Hermeneutika Fazlur Rahman). Artikel ini memiliki kemiripan

dengan artikel Mohamad Rana, yaitu fokus pada ayat-ayat jihad yang dijadikan

justifikasi untuk melegalkan tindak kekerasan oleh sebagian kalangan. Namun

demikian, Dalam artikel ini Mega Hidayati menggunakan pendekatan

Hermeneutika Fazlurrahman dengan teori double movement yang memahami ayat

al-Qur`an sesuai zaman sehingga melahirkan pemahaman yang berbeda.22

Ketujuh, artikel Ahmad Mushonnif Alfi dan Abdul Ghofur, Penafsiran

Abdullah Azzam atau Ayat-ayat Jihad: Studi Kritis terhadap Kitab fī Ẓilāl Sūrat

al-Taubah. Artikel ini berisi bantahan terhadap Abdullah Azzam yang meyakini

surah al-Taubah telah me-naskh lebih dari 120 ayat tentang perdamaian yang

turun sebelumnya. Hasil penelitian ini kaidah naskh yang digunakan bertentangan

dengan kaidah naskh „Ulūm al-Qur`ān.23

Kedelapan, artikel Muhammad Harfin Zuhdi, Fundamentalisme dan

Upaya Deradikalisasi Pemahaman al-Qur`an dan Hadis. Artikel ini berisi kritik

atas pemahaman semetara orang mengenai al-Qur`an dan hadis. Hasilnya adalah

pendekatan agama menjadi pendekatan paling tepat untuk melakukan

deradikalisasi pemahaman al-Qur`an dan hadis.24

Kesembilan, artikel Anung al-Hamat, dkk, Pendidikan Jihad menurut

Imam Bukhari. Artikel ini berisi bantahan terhadap sebagian kalangan yang keliru

memahami jihad dengan menempatkan operasi dan aksi jihad bukan pada

tempatnya. Di sisi lain, muncul kalangan yang ingin mereduksi makna jihad

seolah-olah tidak berkaitan dengan perang. Mereka mengusulkan untuk

menghapus materi jihad dalam pendidikan. Hasil penelitian ini adalah program

21

Mohamad Rana, “Reinterpretasi Makna Jihad: Studi Pemikiran Yusuf Qardhawi”. IAIN

Cirebon: Inklusif 2, no.1 (2017): 85. 22

Mega Hidayati, “Islam dan Kekerasan: Melihat Kembali Jihad melalui Hermeneutika

Fazlur Rahman”. Pascasarjana UMY: Jabal Hikmah 4, no.2 (2015): 234-235.

23 Ahmad Mushonnif Alfi dan Abdul Ghofur, “Penafsiran Abdullah Azzam atas Ayat-

ayat Jihad: Studi Kritis terhadap Kitab fȋ Zilâl Sȗrat al-Taubah”. STAI Al Anwar Sarang

Rembang: al-Itqan 1, no.2 (2015): 99. 24

Muhammad Harfin Zuhdi, “Fundamentalisme dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman

al-Qur`an dan Hadis”. UIN Syahid: Religia 13, no.1, (2010): 81.

Page 26: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

8

pendidikan jihad dalam kitab Jihâd wa Siyar mencakup enam aspek, yaitu:

keimanan; akhlak; spiritual; hakikat jihad; jasmani; dan kesiapan jihad.25

Kesepuluh, artikel Zakiya Darajat, Jihad dinamis: Menelusuri Konsep dan

Praktik Jihad dalam Sejarah Islam. Skripsi ini berusaha menelusuri bagaimana

terjadinya dinamisasi praktik jihad dalam sejarah umat Islam, sejak masa Nabi

Saw hingga masa pergerakan umat Islam Indonesia. Hasil penelitian ini adalah

umat Islam dapat memaknai konsep jihad sesuai dengan situasi dan kondisi yang

mereka hadapi. Dalam konteks apa jihad dimaknai sebagai sebuah perjuangan

spiritual, etis dan moral (jihad akbar), dan dalam konteks apa jjihad dimaknai

sebagai perjuangan fisik atau perang (jihad aṣghar).26

Penelitian-penelitian ini masih bersifat parsial, tidak mengelaborasi

bagaimana jihad klasik-modern. Skripsi ini mencoba menganalisis penafsiran-

penafsiran ulama dari sisi periode dan corak tafsir masing-masing.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library

research) yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi terhadap

buku-buku, skripsi, serta bahan tulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang

akan dikaji.

2. Metode Pengumpulan Data

a. Sumber Data Primer

Data primer pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah al-Jāmi‟

li A kām al-Qur`ān karya al-Qur ubī, Mafātī al-Ghaib karya al-Rāzī, La ā`if al-

Isyārāt karya al-Qusyairī, Tafsīr al-Qur`ān al-„Aẓīm karya Ibn Kaṡīr. Keempat

kitab ini merupakan kitab-kitab klasik. Selanjutnya al-Ta rīr wa al-Tanwīr karya

Ibn „ syūr, al-Tafsīr al-Sya‟rāwī karya al-Sya‟rāwī, al-Ba r al-Madȋd karya Ibn

„Ajībah, dan A kām al-Qur`ān li al-Jaṣ āṣ. Keempat kitab ini adalah kitab tafsir

modern sebagai representasi dari penafsiran pada zamannya.

25

Anung al-Hamat, dkk., “Pendidikan Jihad menurut Imam Bukhari: Studi Naskah Hadis-

hadis Kitab al-Jihâd dalam Sahȋh al-Bukhârȋ” Universitas Ibn Khaldȗn Bogor:Ta‟dibuna 5, no.2

(2016): 231-232. 26

Zakiya Darajat, “Jihad Dinamis: Menelusuri Konsep dan Praktik Jihad dalam Sejarah

Islam” UIN Jakarta: Ijtihad 16, no.1 (2016): 1-22.

Page 27: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

9

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung seperti buku, kitab tafsir, kitab

hadis, kamus, skripsi, tesis dan lain-lain yang bisa dipertanggungjawabkan

kebenarannya dan berkaitan pada pokok masalah yang dibahas dalam penelitian

ini.27

3. Metode Analisis Data

Berangkat dari objek kajian dalam penelitian ini adalah penafsiran satu

ayat dari beragam tafsir klasik-modern, penulis menggunakan pendekatan dalam

penelitian ilmu tafsir, yakni metode muqāran.

Adapun langkah-langkah metode muqāran adalah sebagai berikut: 1)

Memuat ayat yang akan dikaji; 2) Mengemukakan penjelasan mufassir mengenai

ayat tersebut; 3) membandingkan pendapat mereka untuk memetik persamaan dan

perbedaannya.28

Selain menggunakan metode muqāran, penulisan penelitian ini

menggunakan metode deskriptif-analisis. Penulis menggunakan metode ini untuk

mendeskripsikan penafsiran mufassir klasik-moden dengan berbagai corak dalam

tema yang dibahas.

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab

Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor:

0543b/U/1987.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab,

adalah sebagai berikut:

Bab I memaparkan perdebatan mendasar seputar jihad dalam tafsir,

terutama pemaknaan jihad itu sendiri, selanjutnya mengidentifikasi masalahnya

untuk menentukan pembatasan masalah yang akan dibahas dan menjadi rumusan

masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Penelitian ini juga memiliki

tujuan dan manfaat yang diharapkan menjadi bahan kajian tentang jihad dalam

27

Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian (Jakarta: Grafindo Persada, 1998), h.85. 28

Abd al-Hayy al-Farmāwī, Metode Tafsir Maudȗ‟ȋ, terj. Rasihon Anwar (Bandung:

Pustaka Setia, 2002), h. 39.

Page 28: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

10

tafsir, disertai penelitian yang relevan agar memiliki perbedaan dengan studi-studi

lainnya dan menggunakan metode penelitian kualitatif serta metode analisis

berupa muqāran antar delapan kitab tafsir dengan latar belakang mufassir yang

berbeda, juga periode dan corak tafsir yang berbeda, dengan demikian diharapkan

dapat mendeskripsikan penafsiran dan kecenderungannya.

Bab II memuat pandangan umum tentang jihad dalam al-Qur`an. Penulis

menyuguhkan pengertian dan klasifikasinya. Penulis melanjutkan dengan sejarah

perang (jihad qitālī), lalu menyajikan jihad dan perang dalam dalam al-Qur`an.

Bab III, setelah memuat pandangan umum tentang jihad qitālī, berikutnya

menguraikan penafsiran ulama terkait jihad qitālī, baik menurut ulama klasik

yaitu al-Qur ubī, al-Rāzī, al-Qusyairī, Ibn Kaṡīr, maupun ulama modern yaitu Ibn

„ syūr, Mutawallī al-Sya‟rāwī, Ibn „Ajībah, dan al-Jaṣṣāṣ. Hal ini bertujuan

memberi informasi tentang pandangan mufassir terhadap ayat yang dibahas.

Bab IV, setelah menguraikan penafsiran mufassir, berikutnya melakukan

analisis- muqāran antar delapan kitab tafsir dengan menuangkannya ke dalam

tabel yang berisi tafsir QS. al-Taubah [9]: 44-45. Setelah itu, menjelaskan

persamaan dan perbedaan jihad dan qitāl. Kemudian melakukan kritik terhadap

tafsir jihad.

Bab V, setelah melakukan analisis- muqāran antar delapan kitab tafsir dan

menjelaskan persamaan dan perbedaan argumentai tafsir QS. al-Taubah [9]: 44-

45, selanjutnya adalah menyuguhkan jawaban yang telah didapat dari pertanyaan

yang ada di rumusan masalah.

Page 29: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

11

BAB II

PERANG DALAM ISLAM

A. Pengertian Perang

Mengingat dalam pembahasan sebelumnya kata jihad periode Madinah

cenderung dimaknai perang, penting bagi penulis memuat definisi perang itu

sendiri. Kata perang dalam bahasa arab disebut ال ت ق . Kata ini secara bahasa ialah

bentuk maṣdar dari kata qātala-yuqātilu memiliki tiga pengertian: 1) berkelahi

melawan seseorang; 2) memusuhi; dan 3) memerangi musuh. Kata qitāl adalah

salah satu bentuk derivasi dari kata qatala-yaqtulu yang memiliki arti mencampur,

mematikan, membunuh, menyembelih, menghilangkan ruh, mengutuk, menolak

keburukan, merendahkan. Salah satu contoh kata ini ialah summun qātil yang

bermakna racun yang mematikan.1

Menurut para pakar tafsir, qitāl adalah berperang melawan musuh-musuh

Islam dari kalangan orang kafir. Sebagian yang lain memberi definisi bahwa

berperang melawan musuh Islam berarti berjihad menghadapi mereka dengan

tujuan dapat menghancurkan, menundukkan, memaksa atau melemahkan mereka.2

B. Sejarah Perang

Sejarah perang berlangsung cukup lama dan merata di berbagai belahan

dunia. Pada 1861-1865, terjadi konflik atau perang sipil di Amerika Serikat antara

negara-negara bagian utara dan selatan. Kelompok bagian utara meyakini

peperagan tersebut dapat membersihkan bangsa dari dosa. Merespon konflik ini,

para pengkhotbah mengumumkan kiamat sudah dekat. Selanjutnya pengusiran

umat Yahudi dari Rusia tahun 1891. Berlanjut dengan pogrom (pembunuhan

besar-besaran terhadap orang Yahudi) di Kishinev yang didalangi Kementrian

Dalam Negeri. Lima puluh orang meninggal dan lima ratus luka-luka. Berikutnya

Perang Salib, yaitu perang antara umat Kristen dan Islam. Perang ini bertujuan

membela kepercayaan agama Kristen dan merebut tanah suci Yerussalem dari

penguasa Islam. Pada 1950-an, India menjadi saksi pembantaian orang-orang

1 A mad Mukhtar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’aṣirah, Vol. 3 (Beirut: lim

al-Kitāb, 2008 M/1429 H), h. 1775. 2 Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ahkam (Ciputat: UIN Press,

2015), h. 155.

Page 30: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

12

Muslim oleh kelompok Hindu fundamentalis radikal di beberapa kota, terutama

Heydrabad yang menjadi ladang pembantaian terbesar dari yang lain.3

Data di atas menunjukkan bahwa kehidupan umat beragama lekat dengan

pertumpahan darah, termasuk agama Islam. Embrio pertikaian dalam Islam

terlihat ketika Nabi Saw pertama kali diutus kepada kaum Quraisy Makkah untuk

menyebarkan ajarannya. Berbagai respon negatif dilontarkan masyarakat sekitar,

mulai dari caci maki, tuduhan gila terhadap Nabi Saw, sampai ancaman jika umat

Islam secara terang-terangan beribadah di hadapan mereka, seperti Ibn Mas‟ūd

yang dipukuli oleh Abu Jahal dan kawan-kawan saat membaca al-Qur`an di depan

Ka‟bah. Ibn Is āq meriwayatkan dari Ya yā bin Zubair dari Bapaknya, ia berkata

bahwa ia merupakan orang pertama setelah Rasulullah Saw yang membaca al-

Qur`an dengan lantang.4 Ketika umat Islam melaksanakan shalat, tiba-tiba

segerombolan kaum musyrik datang menyergap mereka. Akhirnya, terjadilah

bentrok antara kedua belah pihak. Tak terima dengan perlakuan musyrik, Sa‟d bin

Waqāṣ dari Bani Zuhroh melukai salah seorang kafir dengan panah.5 Sejarah

mencatat, inilah pertumpahan darah pertama dalam Islam. Hal ini mendapat

respon Allah Swt dalam ayat yang memerintahkan Nabi Saw dan para sahabat

untuk bersabar.

اص و ل ي اج ر ج ى م ى ر ج اى و ن و ل و ق اي ىم ل ع ب Artinya: “Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan

jauhilah mereka dengan cara yang baik.”

Ayat ini ditafsirkan agar tidak menentang musyrik Makkah (ketika

sebelum hijrah). al-Wā idī, Ibn „ syūr, dan al-Rāzī sepakat ayat ini di-naskh oleh

ayat-ayat qitāl.6

Tidak tahan dengan perlakuan musyrik, Nabi Saw memboyong para

sahabat hirah ke Madinah (sebelumnya Yatsrib), tepatnya pada hari Senin, tahun

13 pasca kenabian setelah sempat menginap di rumah Banȋ „Amr bin „Auf di

3 Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama (Depok: Kata Kita, 2009), h. 356.

4 „Abd al-Mālik bin Hisyam, al-Sīrah al-Nabawiyyah, Vol. 2 (Beirut: Dar al-Jail, 1411),

h. 156. 5 Ibn Kaṡīr, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, Vol. 3 (Beirut: Maktabah al-Ma‟ârif, tt), h. 243.

6 „Ali bin A mad al-Wā idī, al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitāb al-‘Azīz, Vol. 1, h. 1145. Lihat

juga Ibn „ syūr, al-Ta rȋr wa al-Tanwīr Vol. 8, h. 130. Lihat juga Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātī al-

Ghaib Vol. 16, h. 123.

Page 31: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

13

Quba, daerah dekat Madinah.7 Sekalipun sudah hijrah, ancaman kaum Quraisy

senantiasa mengintai mereka. Dalam konteks ini, peperangan antara kelompok

Nabi Saw dan kaum Quraisy tak terbantahkan ditandai dengan legalitas dari Allah

melalui firman-Nya sebagai berikut:

QS. al- ajj [22]: 39-40

ل د ي ار ى أ ذ ن ر ج و ام ن أ خ ل ق د ي ر.الذ ي ن اهلل ع ل ىن ص ر ى م ظ ل م و او إ ن ب أ ن ه م ي ق ات ل و ن لذ ي ن ب م ي ق و ل و ار ب ن ااهلل أ ن ... إ ل

Artinya: “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang

diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya

Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang

yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,

tak lain karena perkataan mereka, “Tuhan kami hanyalah Allah”… (QS.

al- ajj [22]: 39-40)

Menurut Qatādah, ayat ini ialah ayat pertama mengenai perizinan

berperang melawan kezaliman orang-orang kafir Quraisy Makkah. al-Qur ubī dan

abā abā`ī menyatakan ayat ini merupakan rekomendasi kepada umat Islam untuk

memerangi orang kafir yang mengintimidasi, memusuhi dan menyiksa mereka.

Sedangkan al-Jaṣṣāṣ mengatakan ayat ini mencakup dua hal, yaitu: 1) kebolehan

memerangi orang yang telah dahulu memerangi umat Islam 2) legalitas perang

secara umum, baik secara defensif maupun ofensif.8

Berdasarkan sejarah, selama Nabi Saw hidup telah terjadi berbagai

peristiwa peperangan. Tercatat ada 17 peperangan yang diikuti Nabi Saw. Ada

yang mengatakan 19 kali. Peperangan ini terjadi bukan semata-mata karena agama

yang berbeda, melainkan sebagai perlawanan dari kezaliman musuh terhadap

umat Islam pada waktu itu.

Tahun 2 H telah berlangsung Perang Badar. Peperangan yang terletak di

rute pesisir Syiria dan Makkah kearah Barat. Jarak antara Badar dan Madinah

adalah 160 km. Peperangan ini dimenangkan umat Islam, meskipun jumlah

7 Syihābuddīn Ma mūd bin „Abdillāh al-` lūsī, Rū al-Ma’ānī, Vol. 14 (Beirut: Dār al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 1415 H), h. 295. 8 Abū Bakr Ahmad Ibn „Alī al-Rāzī al-Jaṣṣāṣ, A kām al-Qur`ān, Vol. 4, h. 320.

Page 32: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

14

pasukan Islam hanya 350 orang sedangkan kafir Quraisy mencapai 1000 orang.

Inilah kemenangan pertama umat Islam sepanjang sejarah peperangannya.9

Meskipun menguntungkan umat Islam, kemenangan Badar menyisakan

luka bagi kaum Quraisy.10

Mereka sepakat untuk membalas dendam dengan misi

menyerang Madinah dan membunuh Nabi Saw. Peperangan berlanjut. Perang ini

kemudian diberi nama Perang Uhud, terjadi pada bulan pertengahan bulan Syawal

tahun 3 H. Namun sayang, umat Islam mengalami kekalahan. Nabi Saw sempat

terluka; sebuah lemparan batu keras dari „Utbah bin Waqqāṣ mengenai mulutnya,

menyobek bibir bawahnya, dan menanggalkan satu giginya. Jumlah syahid dalam

perang ini tidak kurang dari 70 orang. Sementara dari pihak musuh hanya 22

orang.

Peperangan Nabi Saw lainnya ialah Perang Parit.Umat Islam mengalami

kemenangan berkat strategi perang Salmān al-Fārisī dengan membuat parit di

setiap sisi kota. Meskipun pasukan kaum mukmin hanya 3000 orang, sementara

Musyrik Makkah mencapai 10.000 orang.11

Perang ini merupakan perang defensif

terakhir yang dilakukan Nabi Saw bersama sahabatnya, juga sebagai pembuka

peperangan ofensif bagi umat Islam.

Peperangan berikutnya yang direkam dalam al-Qur`an adalah Perang

Hunain. Perang ini terjadi setelah penaklukan Makkah. Penaklukan ini seakan

seperti sambaran halilinta yang disaksikan bangsa Arab. Kabilah-kabilah yang

hidup bersebelahan dengan Makkah dikejutkan oleh suatu kenyataan yang tidak

dapat dielakkan. Oleh karena itu, kabilah-kabilah yang masih menolak masuk

Islam hanyalah kabilah yang kuat dan congkak, yang dipelopori oleh kabilah

Hawazin dan Tsaqif. Beberapa kabilah lain juga ikut bergabung bersama mereka,

yaitu kabilah Nash bin Jasym, Sa‟d bin Bakr, dan beberapa orang dari Bani Hilal

yang semuanya berasal dari Qais bin Ailan.kabilah-kabilah ini memandang bahwa

dirinya tak pantas tunduk kepada kaum muslimin meskipun mereka telah meraih

kemenangan. Mereka berhimpun di bawah pimpinan Malik bin „Auf al-Nasri, dan

mereka mengambil keputusan untuk berangkat memerangi kaum Muslim.

9 Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama (Depok: Kata Kita, 2009), h. 365-

363. 10

al-Mubārakfūrī, Sejarah Hidup Muhammad terj. Rahmat, (Jakarta: Robbani Press,

2010), h. 323. 11

Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, h. 365-367.

Page 33: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

15

Setelah panglima tertinggi, Malik bin Auf, memutuskan berangkat untuk

memerangi kaum Muslimin, dia pun memberangkatkan pasukan dengan

membawa harta benda, istri, dan anak-anak mereka. Mereka berhenti di Autas,

yaitu suatu lembah di lembah Hawazin dekat Hunain, namun lembah Autas tidak

termasuk lembah Hunain. Hunain adalah suatu lembah yang terletak di sebelah

Dzul Majaz.dua belas mil dari Makkah, dari arah Arafah.

Setelah mereka tiba di Autas, beberapa orang berkumpul dan di antara

mereka terdapat Duraid bin al-Samah, yaitu seorang yang sudah tua, pemberani

dan berpengalaman dalam medan perang. Duraid bertanya, “Kalian berada di

lembah apa?” mereka menjawab, “Di lembah Autas.” Duraid berkata, „Ya, sutau

tempat yang cocok untuk kuda, tanahnya tidak keras dan tidak berbatu serta tidak

datar. Tetapi, mengapa saya mendengar lenguhan onta, ringkikan keledai, tangis

bayi, dan embekan domba?” Mereka menjawab, “Malik bin Auf telah membawa

harta benda, kaum wanita dan anak-anak bersama pasukan.” Duraid kemudian

memanggil Malik dan menanyakan kepadanya apa yag mendorongnya melakukan

hal itu. malik menjawab, “Saya ingin menempatkan harta benda dan keluarga

berada di belakang setiap orang, sehingga ia berperang untuk mempertahankan

mereka.” duraid berkata, “Demi Allah, ini sama dengan mengembala domba.

Apakah orang yang kalah dapat mengembalikan sesuatu? Jika engkau menang,

maka yang bermanfaat bagimu hanyalah lelaki dengan pedang dan tombaknya;

dan jika engkau kalah, maka engkau telah menimpakan bencana kepada keluarga

dan hartamu.

Duraid kemudian bertanya kepada beberapa kabilah dan pemimpin

mereka, lalu berkata, “Wahai Malik, engkau engkau masih belum berbuat apa-apa

walaupun engkau telah membawa harta benda, kaum wanita, anak-anak Hawazin

bersama pasukan. Pindahkanlah mereka ke tempat yang aman di puncak bukit.jika

engkau menang, mereka akan menyusulmu; dan jika engkau kalah, mereka juga

akan menemukanmu. Dengan demikian, engkau telah melindungi harta dan

keluargamu.12

12

al-Mubārakfūrī, Sejarah Hidup Muhammad terj. Rahmat, (Jakarta: Robbani Press,

2010), h. 628.

Page 34: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

16

Singkat cerita pasukan Islam tiba di Hunain tanggal 10 Syawwal 9 H.

Keesokan harinya, peperangan dimulai. Terjadi pertempuran sengit antara

pasukan Islam dan pasukan musuh. Pasukan Islam dikejutkan oleh serbuan anak

panah. Namun demikian, hal ini dapat diatasi. Pasukan musuh akhirnya dapat

dikalahkan. Dalam pertempuran tersebut, Abū‟Ᾱmir al-Asy‟arī terbunuh.13

Tahun 9 H, Nabi Saw memperoleh informasi bahwa Byzantium tengah

mengerahkan pasukan besar-besaran di Syiria untuk menggempur kaum

muslimin. Hal ini disebabkan kekhawatiran mereka mengenai penyebaran Islam

yang meluas di Syiria. Byzantium bermaksud hendak menghabisi kekuatan baru

ini sebelum persoalan menjadi runyam. Nabi Saw menghadapi situasi baru. Ia

memutuskan menghadapi Byzantium dengan beberapa alasan, salah satunya

menyebarkan Islam ke luar Jazirah Arab sekaligus mempertahankan internal

Jazirah yang telah bernaung di bawah bendera Islam dari serangan Byzantium.14

Perang ini kemudian dikenal dengan Perang Tâbȗk (9 H).15

Perang yang dilakukan Nabi Saw bukan karena permusuhan atau

kebencian, melainkan perang untuk perdamaian. Peperangan terpaksa dilakukan

Nabi Saw demi tegaknya ketentraman dan kebebasan beragama. Karena itu,

menjelang peperangan Nabi Saw selalu memberi wejangan agar memperhatikan

nilai-nilai kemanusiaan. Nabi Saw melarang sahabat untuk mengenai wajah

musuh sekiranya pembunuhan harus dilakukan, karena pada wajah terdapat

kehormatan manusia. Pada kesempatan lain Nabi Saw berpesan untuk tidak

memerangi manula, para rahib, anak kecil dan kaum perempuan.16

Sebuah hadis

13

al-Mubārakfūrī, Sejarah Hidup Muhammad terj. Rahmat, (Jakarta: Robbani Press,

2010), h. 634. 14

Nizar Abazhah, Perang Muhammad: Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah

(Jakarta: Zaman, 1432 H/ 2011 M), h. 269. 15

Mu ammad „Alī al- ābūnī dalam tafsirnya, Safwah al-Tafāsīr mengatakan lawan Nabi

Saw dan kaum muslimin dalam perang ini adalah orang Romawi yang berada di Syiria. Padahal,

hari itu merupakan hari yang sangat panas, perjalanan cukup jauh, dan keadaan perekonomian

sedang sulit. Yang demikian menjadi ujian bagi orang-orang beriman, baik ujian keyakinan

maupun keikhlasan mereka terhadap agama Allah Swt dan sebagai pembeda antara mereka dan

orang-orang munafik. Ibn „Abbās berkata: “Aku bertanya kepada „Alī kenapa tidak ditulis

basmalah, dan ia menjawab: “Karena basmalah itu keamanan, ketenteraman, sedangkan barā`ah

turun dengan perang, tidak ada keamanan.” Dengan demikian, surah ini turun dalam kondisi

perang. Mu ammad „Alī al- ābūnī dalam tafsirnya, afwah al-Tafāsīr (Beirut: Dār al-Qur`ān al-

Karīm, 1981 M/1402 H), h. 518-519. 16

Diriwayatkan dari Anas bin Mālik r.a ia berkata “Pergilah dengan menyebut nama

Allah dan atas agama Rasul-Nya. jangan membunuh orang yang tua yang sudah sepuh, anak-anak,

dan wanita dan jangan berbuat curang dan kumpulkan ghanimah kalian, perbaiki diri dan berbuat

Page 35: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

17

menceritakan ada seorang perempuan yang mati terbunuh di suatu peperangan.

Atas kejadian itu, Nabi Saw marah dan melarang membunuh perempuan dan

anak-anak.17

Fakta-fakta historis di atas membuktikan bahwa peperangan yang terjadi

pada zaman Nabi Saw dilakukan dalam rangka membela diri, dengan tetap

menjaga nilai kemanusiaan sesuai ajaran Nabi Saw. Peperangan juga dilakukan

sebagai perlawanan atas penindasan yang diterima umat Islam. Dengan demikian

bisa disimpulkan, semua peperangan yang terjadi di Madinah adalah peperangan

politik bukan peperangan agama. Perbedaan agama tidak menjadi penyebab utama

Nabi Saw melakukan peperangan.18

Itulah karakter peperangan yang dipimpin Nabi Saw. Jenis Perang ini

dikenal sebagai ghazwah. Karenanya, Nabi Saw tidak mengikuti semua perang.

Adapun perang yang tidak diikuti Nabi Saw disebut sebagai sariyyah.19

C. Perang dalam al-Qur`an

Jihad qitālī dalam al-Qur`an ialah serangkaian peristiwa peperangan yang

dimuat al-Qur`an dalam ayat-ayat jihad. Tidak semua peperangan dimuat dalam

al-Qur`an. Sebagian diterangkan dalam buku sirah, sebagian lainnya dalam hadis

Nabi Saw. Karenanya, dalam sub-bab ini penulis akan mendeskripsikan jihad

qitālī dalam bingkai al-Qur`an. Apa saja peristiwa perang yang terekam dalam al-

Qur`an sehingga menjadi penting dan menarik untuk dibahas. Adapun jihad qitālī

yang dimuat dalam al-Qur`an antara lain Perang Badar, Perang Uhud, Perang Parit

dan Perang Tabuk.

Umat Islam mendengar berita tentang pergerakan kafilah dagang besar

dari Syam yang membawa harta perniagaan yang sangat banyak milik kaum

Quraisy dibawah komando Abu Sufyan. Mereka dikawal tiga puluh sampai empat

baiklah!”. Abū Dāwūd al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwūd, Vol. 2 (Beirut: Dār al-Kitāb al-„Arabī, tt), h.

342. 17

Diriwayatkan dari Ibn „Umar r.a ia berkata “Telah ditemukan seorang perempuan yag

terbunuh dalam peperangan Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw elarang membunuh perempuan

dan anak kecil.” Lihat Mu ammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, a ī al-Bukhārī, Vol. 4 (Beirut: Dār

ūq al-Najāh, 1422 H), h. 604. 18

Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, h. 369. 19

Sariyyah adalah sekelompok pasukan perang. Ada juga yang mengatakan maknanya

adalah 40 pasukan terbaik. Dinamakan sariyyah karena para pasukan memulai perjalanan menuju

medan perang pada malam hari. Secara diam-diam agar tidak diketahui apalagi dihadang musuh

sebelum peang dimulai. Lihat Abū al-Fa l Jamāl al-Dīn ibn Manẓūr al-`Anṣārī, Lisān al-‘Arab,

Vol. 14, h. 383.

Page 36: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

18

puluh orang. Rasulullah mengutus Basbas bin Amru untuk mengumpulkan

informasi tentang kafilah. Setelah Basbas kembali, Rasulullah mengajak para

sahabatnya untuk berangkat seraya bersabda, “Ini adalah rombongan kafilah

Quraisy yang di dalamnya terdapat harta benda mereka, maka pergilah kalian ke

sana, semoga Allah menjadikannya sebagai harta rampasan bagi kalian.” Pada

saat itu dua kubu tersebut berada dalam status perang. Sudah maklum, pada status

perang harta dan jiwa musuh hukumnya adalah mubah. Apalagi jika sebagian

harta yang dibawa kafilah dagang Quraisy adalah milik kaum muslimin. Namun,

hal ini diketahui Abu Sufyan. Ia segera mengubah arah perjalanan ke arah pesisir

pantai, juga memerintahkan „Amr bin am am al-Ghifārī untuk meminta bantuan

kaum Quraisy guna menyelamatkan kafilah dan barang dan barang dagangan

mereka.20

Kabar ini menyulutkan amarah pembesar Quraisy. Mereka menganggap

ini sebagai penghinaan terhadap sebuah kehormatan dan mengancam kepentingan

ekonomi mereka. Namun, sampai di Juhfah Abu Sufyan merasa aman. Ia

mengirim surat kepada kaum Quraisy untuk kembali ke Makkah. Hal ini menuai

kontroversi di kalangan mereka. Sebagian besar bersikukuh untuk maju ke Badar

guna memberi pelajaran pada kaum Muslimin, lainnya pulang ke Makkah seperti

Bani Zahroh. 21

Mendengar kabar kelolosan kafilah Quraisy dan keinginan keras pembesar

Quraisy memerangi umat Islam, Nabi Saw segera bermusyawarah dengan para

sahabat. Sebagian sahabat tidak setuju berperang, karena tidak berniat dan tidak

seiap berperang. Para sahabat berusaha meyakinkan Nabi Saw dengan argumen

mereka. kemudian turun ayat yang menggambarkan kondisi mereka pada saat itu.

و إ نف ر ي ق ام ن ال م ؤ م ن ي ل ك ار ى و ن ب ال ب ي ت ك م ن ر بك ر ج ك اأ خ ك م Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari

rumahmu dengan kebenaran, meskipun sesungguhnya sebagian dari orang-

orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (QS. al-Anfāl [8]: 5)

20

al-Mubārakfūrī, Sejara Hidup Muhammad terj. Rahmat (Jakarta: Robbani Press, 2010),

h. 278. 21

„Ali Mu ammad al- alabī, Peperangan Rasulullah terj. Arbi dan Nila Noerfajariyah

(Jakarta: Ummul Qura, 2017), h. 67-71

Page 37: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

19

Para pembesar kaum Muhajirin sepakat mendukung gagasan untuk maju

menghadapi musuh. Di antara mereka ada yang menguatkan Nabi Saw dengan

sikap istimewa. Antara lain adalah al-Miqdād bin al-`Aswad yang menyanggupi

berperang bersama Nabi Saw, menemani di sayap kanan dan kirinya di depan atau

belakangnya.22

Riwayat lain menyebutkan ia akan menemani Nabi Saw selama ini

perintah Allah Saw.23

Hal serupa dilakukan kaum Anshar. Sa‟d bin Mu‟ā bangkit

dan menyatakan janji setia untuk mendengar dan menaati Nabi Saw. Mendengar

dua perwakilan dari kubu besar tersebut, Nabi Saw tergugah, semangatnya

membara untuk bertempur bersama sahabat. Hal ini menunjukkan urgensi

musyawarah sebelum peperangan, karena ia menentukan nasib umat di masa

mendatang.24

Singkat cerita, Nabi Saw dan para sahabat pergi ke Badar. Sesampainya di

sana, ia segera membangun markas komando yang dijaga oleh Sa‟d bin Mu‟ā

Sa‟d bin Mu‟ā . Markas tersebut bermanfaat untuk memantau jalannya

pertempuran juga merancang strategi cadangan untuk mengantisipasi kerugian-

kerugian yang mungkin terjadi dalam peperangan.

Ketika hari sudah gelap, Allah memberi kenikmatan kepada umat Islam

dengan menurunkan rasa kantuk dan hujan. Allah berfirman:

ان ط ي الشز ج ر م ك ن ع ب ى ذ ي و و ب م ك ر هط ي ل اء م اء م السن م م ك ي ل ع ل زن ي و و ن م ة ن م أ اس ع الن م ك ي ش ي ذ إ ت بث ي و م ك ب و ل ىق ل ع ط ب ر ي ل و ام د ق ال

Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk

memberi ketentraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari

langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan

menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk

menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).”

(al-`Anfāl [8]: 11)

al-Qur ubī menjelaskan, “Rasa kantuk itu terjadi pada malam hari sebelum

berperang esok harinya. Dan peristiwa tidur merupakan sesuatu yang

22

Mu ammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, a ī al-Bukhārī, Vol. 9 h. 577. 23

„Abdullāh bin Mu ammad bin „Abd al-Wahhāb bin Sulaimān al-Tamīmī, Mukhtaṣar

Sīrat al-Rasūl, Vol. 1 (Riya : Dār al-Salām, 1997 M), h. 229. 24

Ismā‟īl bin Kaṡīr, al-Sīrah al-Nabawiyyah (Beirut: 1990 M/1410 H), h. 392.

Page 38: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

20

menakjubkan, di mana pada saat bersamaan di hadapan mereka situasi dan kondisi

gemilang. Seakan-akan Allah ingin menenangkan hati mereka.” Hal ini tidak lain

untuk menguatkan dan menghilangkan ketakutan pada mereka. sebagaimana yang

dikatakan, ketenangan itu bagi orang yang tidur, ketakutan itu bagi orang yang

begadang.”25

Keesokan harinya, para sahabat dalam kondisi prima dan siap

menghadapi musuh.

Perang dimenangkan Umat Islam. Rasulullah kemudian mengirim

„Abdullāh bin Rawā ah dan Zaid bin āriṡah untuk menyampaikan berita

kemenangan kaum muslimin pada umat Islam yang berada di Madinah

Peperangan berikutnya adalah perang Uhud. Kekalahan di Badar

berdampak besar bagi kaum Quraisy baik kehilangan pamor agama, penurunan

dalam bidang sosial, krisis ekonomi, juga melemahnya kekuatan politik. Kini

masyarakat beralih pada sistem kepercayaan Islam. karenanya, kaum Quraisy tak

bisa membendung dendam. Mereka pun mengadakan serangan balik terhadap

umat Islam dengan misi ingin membunuh Nabi Saw.

Kaum Quraisy telah menghimpun pasukannya dari hari sabtu, 7 Syawal 3

H. Mereka memobilisasi pasukan yang berjumlah 3000 orang, termasuk para

wanita, budak-budak, dan beberapa orang dari kabilah Arab dan sekitarnya. Hal

ini kemudian sampai ke telinga Nabi Saw atas informasi dari intelejennya, al-

„Abbās bin Abd al-Mu alib. Seperti biasa, Nabi Saw mengajak para sahabat

untuk bermusyawarah. Pembahasan kali ini adalah apakah umat Islam akan

menghadapi musuh di dalam atau di luar kota. Setelah melewati perdebatan

panjang, akhirnya mereka sepakat untuk berperang di luar kota, yaitu di bukit

Uhud.26

Perjalanan dimulai. Ketika kaum muslimin sampai di kebun al-Syau ,

‘Abdullāh bin `Ubay bin Salul menarik mundur 300 orang munafik dengan alasan

tidak akan terjadi peperangan dengan musyrik Quraisy juga menolak keputusan

perang di luar kota Madinah. Ia menilai Nabi Saw menuruti pendapat anak-anak

25

al-Qur ubī, Tafsīr al-Qur ubī, Vol. 7, h. 371. 26

Ali Muḥammad al-Ṣalabī, ter. Arbi dan Nila Noerfajariyah, Peperangan Rasulullah h.

214.

Page 39: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

21

dan orang-orang yang tidak memiliki akal dan menolak pendapat „Abdullāh.

Maka, sehingga tidak perlu mengorbankan diri demi keinginan mereka.27

Tujuan utama pembangkangan ini ialah untuk membuat kekacauan di

kalangan umat Islam agar mental mereka jatuh. Perbuatan tersebut didasari

kebencian terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian Allah berfirman:

الطيب م ن ال ب ي ث ز ي ي ت ع ل ي و ع ل ىم اأ ن ت م ال م ؤ م ن ي ر اهلل ل ي ذ ك ان اهلل ل ي ط ل ع ك م م ا ك ان و م ا ي ب …ع ل ىال

Artinya: “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang

yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia

menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah

sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib...”

(QS. li „Imrān [3]: 179)

Sikap pengecut dan menarik diri dari pasukan kaum Quraisy merupakan

dua hal yang membongkar kedok orang-orang munafik. Mereka membongkar

kedok mereka di hadapan para sahabat sebelum al-Qur`an melakukannya.28

Rangkaian kejadian saat perang Uhud dapat memperkuat barisan pasukan dan

memisahkan orang-orang yang benar beriman dari orang munafik.29

Kaum muslimin bertempur mati-matian dalam melawan kaum musyrikin.

Pasukan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan dalam babak pertama

pertempuran. Mengenai hal itu, Allah berfirman di dalam kitab-Nya:

م ت ع از ن ت و م ت ل ش اف ذ إ ت و ن ذ إ ب م ه ن و ست ذ إ ه د ع و اهلل م ك ق د ص د ق ل و ف ام د ع ب ن م م ت ي ص ع و ر م ال د ق ل و م ك ي ل ت ب ي ل م ه ن ع م ك ف ر ص ث ة ر خ ال د ي ر ي ن م م ك ن م او ي ن الدد ي ر ي ن م م ك ن م نو ب ات م م اك ر أ ن م ؤ م ىال ل ع ل ض ف و ذ اهلل و م ك ن اع ف ع ي

Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya

kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai

pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai

perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu

sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu

ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu

dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah

memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas

orang-orang yang beriman.” ( li Imrān [3]: 152)

27

Ibn Kaṡīr, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, Vol. 5, h. 337. 28

Abd al-Karīm Zaidān, al-Mustafād min Qiṣaṣ al-Qur`ān, Vol. 2 (Beirut: Mu`assasah al-

Risālah, 1998 M/1419 H), h. 189-190. 29

al-Sya‟rāwī, Tafsīr al-Sya’rāwī Vol. 1, h. 1294.

Page 40: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

22

Ketika para pemanah melihat kekalahan yang menimpa kaum Quraisy dan

sekutunya, lalu melihat ghanīmah yang berserakan di medan pertempuran, hal itu

menarik hati mereka untuk meninggalkan posisi mereka. Mereka mengira

peperangan telah usai. Ini menjadi kesempatan bagi musyrik Quraisy untuk

mengepung pasukan kaum muslimin. Mereka mengepung umat Islam dari dua

arah. Kaum muslimin kehilangan posisi-posisi mereka di babak pertama sehingga

mereka berperang tanpa strategi.

Sebagian besar dari pasukan kaum muslimin lari dari medan perang.

Sebagan lain memilih menyingkir dan tidak berperang lagi. Dalam kekacauan ini,

Nabi Saw terluka. Bahkan, ia sempat diisukan meninggal. Namun, hal ini ditepis

oleh Ka‟b bin Mālik yang kemudian berteriak memberitahukan berita bahwa

Rasulullah Saw selamat. Nabi Saw memerintahkannya untuk diam supaya orang-

orang musyrik tidak mengetahui hal itu. Ka‟b bin Mālik merupakan salah seorang

dari orang-orang yang minta izin saat peperangan Tabuk. Tapi, Allah kemudian

menerima tobatnya dengan konsekuensi yang harus ia terima. 30

Rasulullah menjadi target musyrik Makkah. Mereka membuat serangan

balik terhadap Nabi Saw. Nabi sempat terluka, Melihat hal ini, tidak kurang dari 9

sahabat yang maju melindungi Nabi Saw. Ia tak menyingkir dari tempatnya. Para

sahabat gugur satu demi satu di hadapannya. Pertempuran semakin memojokkan

kaum muslimin. Namun, Umar bin Khatab berhasil memukul mundur serangan

balik yang dilancarkan musuh. Lalu Nabi Saw dan para sahabatnya mundur ke

salah satu bukit. Di sana Pasukan muslim merasa sedih, takut dan berduka atas

apa yang menimpa Rasulullah dan mereka. Meski mereka telah berhasil memukul

mundur, pasukan kaum musyrik. Maka Allah menurunkan rasa kantuk kepada

mereka, sehingga mereka tertidur sebentar. Kemudian mereka bangun dalam

keadaan merasa aman dan tenang.Allah berfirman dalam QS. li Imrān [3]: 154.

Adapun pasukan Quraisy berputus asa untuk mewujudkan kemenangan

mutlak, dan merasa kelelahan akibat lamanya perang dan pasukan umat Islam

masih tetap tegar dan teguh, terutama setelah Allah menurunkan rasa aman pada

30

Mu ammad al-Gazālī, Fiqh al-Sīrah, Vol. 1 (Damaskus: Dār al-Qalam, 1998), h. 464.

Page 41: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

23

mereka. Karenanya, pasukan kaum musyrik menghentikan penyerangan terhadap

pasukan muslimin dan menghentikan usaha menembus kekuatan mereka.

Berdasarkan data, tercatat ada 58 ayat dalam surah li Imrān selama

perang Uhud berlngsung. Ayat-ayat ini turun antara lain dalam rangka menghibur

para pejuang di Medan Perang. Dengan itu, kaum muslimin tetap merasa damai

meski harus meneima kekalahan.31

Peperangan berikutnya ialah Perang Tabuk,32

yakni peperangan melawan

Romawi tahun 9 H. Perang ini memiliki nama lain, yaitu perang ‘usrah.

Penamaan ini telah disebutkan di dalam al-Qur`an ketika membicarakan tentang

perang ini dalam surah al-Taubah [9]: 117:

ىالنل ع اهلل اب ت د ق ل و ن ري ج ا ه م ال و ب ه و ع ب ات ن ي ذ الار ص ن ال ف ك م د ع ب ن م ة ر س ع ال ة اع غ ي ز ي اد امي ر فو ؤ ر م ب و نإ م ه ي ل ع اب ت ث م ه ن م ي ر ف ب و ل ق

Artinya: “Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang

muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa

‘usrah (kesulitan), setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,

kemudian Allah menerima tobat mereka itu. sesungguhnya Allah maha

pengasih lagi Maha penyayang kepada mereka. (QS. al-Taubah [9]: 117)

Mengenai ayat ini, Abdurrazzâq meriwayatkan dari Ma‟mar bin Uqail ia

berkata, “Mereka keluar dengan perbekalan yang sedikit dalam cuaca yang sangat

terik hingga mereka terpaksa menyembelih seekor unta lalu meminum air yang

ada di dalam perutnya. Itulah krisis air yang terjadi pada waktu itu.33

Karenanya,

muncul orang-orang munafik yang menggembosi umat dengan melarang

berperang dalam kondisi terik. Kemudian Allah berfirman dalam QS. al-Taubah

31

āli bin Abdullāh, Nadrat al-Na’īm fī Makārim Akhlāq al-Rasūl , Vol. 1 (Jeddah: Dār

al-Wāṣilah, tt), h. 307. 32

Mu ammad „Alī al- ābūnī dalam tafsirnya, afwah al-Tafāsīr mengatakan lawan Nabi

Saw dan kaum muslimin dalam perang ini adalah orang Romawi yang berada di Syiria. Padahal,

hari itu merupakan hari yang sangat panas, perjalanan cukup jauh, dan keadaan perekonomian

sedang sulit. Yang demikian menjadi ujian bagi orang-orang beriman, baik ujian keyakinan

maupun keikhlasan mereka terhadap agama Allah Swt dan sebagai pembeda antara mereka dan

orang-orang munafik. Ibn „Abbās berkata: “Aku bertanya kepada „Alī kenapa tidak ditulis

basmalah, dan ia menjawab: “Karena basmalah itu keamanan, ketenteraman, sedangkan barā`ah

turun dengan perang, tidak ada keamanan.” Dengan demikian, surah ini turun dalam kondisi

perang. Mu ammad „Alī al- ābūnī, afwah al-Tafāsīr (Beirut: Dār al-Qur`ān al-Karīm, 1981

M/1402 H), h. 518-519. 33

Ibn ajar al-„Asqalānī, Fat al-Bārī, Vol. 12, h. 238.

Page 42: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

24

[9]: 81-82 dalam rangka merespon sikap mereka, bahwa api neraka lebih panas

dari terik matahari.

Setibanya di Tabuk, Nabi Saw dan para sahabat tidak mendapati tanda-

tanda mobilisasi pasukan Romawi. Meskipun umat Islam sudah menginap selama

20 hari di Tabuk, namun pemimpin Romawi tidak berpikir sedikit pun untuk

bertemu dengan kaum muslimin dalam sebuah pertempuran. Mereka ketakutan.

Hal serupa dilakukan para penguasa di pinggiran Syam. Mereka lebih memilih

melakukan perjanjian damai dengan membayar jizyah kepada Nabi Saw. Mereka

antara lain Raja Ailah, mengirim hadiah keledai putih dan selendang kepada Nabi

Saw, kemudian Ukaidir bin Abdul Mālik al-Kindī penguasa Daumatul Jandal

dengan membayar 800 ghanimah, 1000 ekor unta, 400 baju besi, dan 400 tombak.

Rasulullah juga menulis surat perjanjian damai kepada penduduk Jarba, Adzruh,

dan Muqina‟ agar membayar jizyah setiap tahunnya tunduk kepada kekuasaan

kaum muslimin.34

Tidak terjadi peperangan di Romawi. Mereka tunduk pada kekuasaan

Islam. Dengan demikian wilayah kekuasaan Islam menjadi bertambah luas,

sehingga berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Romawi.

34

al-Mubārakfūrī, Sejarah Hidup Muhammad terj. Rahmat (Jakarta: Robbani Press,

2010), h. 622.

Page 43: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

25

BAB III

JIHAD DALAM TAFSIR

(PENAFSIRAN JIHAD DALAM QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45)

Diskursus jihad tidak habis dimakan waktu. Ia terus berkembang dari masa

ke masa. Jihad sendiri diperkenalkan Nabi Saw salah satunya dalam al-Qur`an.1

Cara memahami al-Qur`an antara lain dengan membaca tafsir-tafsir ulama. Dalam

tafsir tersebut, ayat jihad ada yang dimaknai perang, ada juga yang dimaknai

selain perang. Hal ini dipengaruhi corak tafsir dan periode penulisan tafsir.

Karenanya, perlu mengkaji ulang penafsiran para mufassir klasik-modern tentang

jihad untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai jihad dalam tafsir

al-Qur`an khususya QS. al-Taubah [9]: 44-45.

A. Penafsiran Jihad dalam al-Qur`an QS. al-Taubah [9]: 44-45

QS. al-Taubah [9]: 44-45

.يقت مالبميلعاللو مهسفن أوماذلومأابوداىينأرخالموي الواللبنون مؤي نيذال كنذأتسيلنودد رت ي مهبيرفمهف مهب ولق تابتارورخالموي الواللبنون مؤي لنيذال كنذأتساين إ

Artinya: “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari

kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk berjihad

dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui orang-orang yang

bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu

(Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan

hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang

dalam keraguan.” (QS. al-Taubah [9]: 44-45)

Ayat ini mendapat beragam penafsiran dalam tafsir2 klasik-modern yaitu

sebagai berikut:

1. al-Jȃmi’ li Aḥkām al-Qur`ān karya al-Qurṭubī3

1 Selain dalam al-Qur`an, jihad juga dimuat dalam hadis Nabi Saw yang diriwayatkan

Aḥmad bin Hambal dari Abū Hurairah ra yang berbunyi:

فادهال،واللباني:الالل؟قضفأالمعالي أ اعائضيع:تال؟قكلذعطتألنإ:فالقاللليبعبقد صتةقداصهن إ،فر الش نعكسفن سب:احال؟قكلذعطتألنإ:فاللخرققعنصتوأ ىلا.كسفن

Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal (Beirut: „Ȃlim al-Kitâb, 1998 M/1419 H), Vol.

6, h. 372. 2 Tafsir ialah menyingkap makna al-Qur`an dan yang meliputinya, baik akidah, rahasia,

hikmah dan hukum. Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasīṭ (Riyadh: Dār al-Da‟wah, tt), Vol. 2,

h. 688. 3 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin Abȗ Bakr bin Farh al-Ansârȋ al-

Khazrajī al-Andalusī al-Qurṭubī. Ia adalah salah seorang mufassir senior. Ia orang yang saleh,

zuhud dan ahli ibadah. Sehari-hari memakai satu baju dan tutup kepala. Ia berasal dari Spanyol,

Page 44: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

26

Teks Tafsir

أي:فالقعودولفاخلروج،﴾ليستأذنكالذينيؤمنونباللواليومالخر﴿ولوتعاىلقالتئذانفذلكالوقتمنعالماتالنفاق فكان ابتدروه، بشيء أمرت لغريعذر؛4بلإذا

.﴾إنايستأذنكالذينيؤمنونباللواليومالخروارتابتقلوبمفريبهميرتددون﴿ولذالكقال:نسختهااليتف﴾يؤمنونباللليستأذنكالذين﴿قال:روىأبوداودعنابنعباس

ولو﴿النور: .26الية:﴾غفوررحيم﴿إىلقولو:﴾إناادلؤمنونالذينءامنواباللورياىدوا﴿ ك﴾أن التقدير: وقيل: الزجاج. عن "ف" بإضمار نصب موضع أنرف اىية

كقولو: .672النساء:﴾يبيالللكمأنتضلوا﴿ياىدوا،قلوبم﴿ ﴾وارتابت الدين. ف شكت يرتددون﴿: ريبهم ف شكهم﴾فهم ف أي:

يذىبونويرجعون.Artinya: Firman Allah (الخر والي وم بالل ي ؤمن ون ال ذين يستأذنك (ل

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak akan

meminta izin” yaitu terkait larangan meminta izin menetap di kota maupun

pergi ke luar kota bagi orang mukmin. Pendapat yang sama disampaikan

al-Jassâs dalam tafsirnya.5 Bahkan, mereka akan bergegas melakukannya

kapan pun Nabi Saw memerintahkan. Sebagaimana yang dikatakan Ibn

Kaṡīr6 dan al-Qusyairī

7. Permohonan izin pada waktu itu merupakan salah

satu tanda kemunafikan, karena mereka izin tanpa uzur yang jelas. Hal ini

disepakati oleh al-Rāzī dalam Mafātȋḥ al-Gaīb. Ia menambahkan orang-

orang mukmin tidak akan diam setiap kali diperintah untuk berjihad.

Sementara orang-orang munafik akan berdiam diri dan bermalas-malasan.8

kemudian merantau ke Mesir dan wafat di sana tahun 671 H. Ia menulis banyak buku, salah

satunya ialah al-Jāmi’ li Aḥkām alQur`ân sebanyak 20 Juz yang dikenal dengan nama Tafsir al-

Qurṭubȋ. Tafsir ini bercorak fiqhī. Khairuddīn bin Maḥmud bin Muḥammad bin „Alī bin Fāris al-

Zarkalī, al-A’lām (Libanon: Dār al-„Ilmi li al-Mālayīn, 2002 M), Vol. 5, h. 322. 4 Tanda munafik ada tiga, yaitu: jika berbicara berbohong, berjanji mengingkari, jika

diberi amanah berkhianat. Sebagaimana hadis Nabi Saw riwayat al-Nasâ`ȋ dari Ibn „Umar.

ليمانأبوالر بيعقال ث نا هيلعنأبيوحد ث نانافعبنمالكبنأبعامرأبو ث ناإساعيلبنجعفرقالحد حد كذبوإذاعنأبىري رة ل مقالآيةالمنافقثالثإذاحد ث وعدأخلفوإذااؤدتنعنالن ب صل ىالل وعليوو

خانal-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, Vol. 1, h. 58.

5 Abū Bakr al-Jaṣṣâṣ, Aḥkām al-Qur`ān (Beirut: Dār Iḥyā`, 1992 M/1412 H), Vol. 4, h.

317. 6 Ibn Katsīr, Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓȋm, Vol. 7, h. 210.

7 al-Qusyairī, Laṭā`if al-Isyārāt (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971 M), Vol. 1, h.

424. 8 Fakhruddīn al-Rāzī, Māfātȋḥ al-Gaib), Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H, h.

78.

Page 45: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

27

Berdasarkan penjelasan di atas, Allah menegaskan dalam firman-Nya إن ا( .يستأذنكال ذينلي ؤمن ونباللوالي ومالخروارتابتق لوب همف همفريبهمي ت رد دون(

Abȗ Dāwūd meriwayatkan dari Ibn „Abbās ia berkata, “Firman Allah (لبالل ي ؤمن ون ال ذين merupakan ayat mansȗkh. Sedangkan nâsikh nya ialah (يستأذنك

QS. al-Nūr [24]: 62.

Firman Allah (ق لوب هم yakni ragu dalam beragama. Kemudian (وارتابت

firman Allah (ف همفريبهمي ت رد دون) mereka ragu antara pergi berperang atau pulang

ke rumah.9

2. Mafâtȋḥ al-Gaīb karya al-Rāzī10

مهسفن أوماذلومأابوداىينأرخالموي الواللبنون مؤي نيذال كنذأتسيل﴿قولوتعاىلإيقت مالبميلعاللو ين . فمهف مهب ولق تابتارورخالموي الواللبنون مؤي لنيذال كنذأتسا﴾نودد رت ي مهبير

فاليةمسائل:Artinya: Firman Allah ( أن الخر واليوم بالل يؤمنون الذين يستأذنك ل

:mengandung beberapa masalah, antara lain (ياىدوابأمواذلموأنفسهم...

9 Muḥammad bin Aḥmad bin Abū Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkâm al-Qur`ān, Vol. 10

(Beirut: Mu`assasah al-Risālah, 2006 M/1426 H), h. 228-229. 10

Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al- Taimi al-

Bakri Fakhruddin al-Razi. Ia seorang imam dan mufassir. Ia lahir di zaman penakwilan. Bernasab

dari suku Quraisy. Aslinya dari Tabaristan. Lahir di Ray kemudian merantau ke Khawarizm dan

Khurasan. Lalu ia wafat di Harah tahun 606 H. Selama hidupnya, ia mengajar keislman di

lingkungan sekitar. Ia merupakan orang Persia yang pandai berbahasa Arab. Ia banyak belajar dan

memahami ilmu. yang Beliau lahir di lingkungan keluarga petani dicordoba Spanyol pada masa

kekuasaan Bani Muwahhidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin Yusuf bin Hud (625-

635H) dikisahkan pada saat itu ayahnya sedang memanen, dan pada waktu itu pula terjadi sebuah

pemberontakan kaum saparatis Nasrani Cordoba yang menuntut untuk memerdekakan diri dari

Islam.dan disaat itu Imam al-Qurtubi sempat melarikan diri untuk menyelamatkan diri dan agama.

Terlepas dari itu, al-Qurtubi kecil mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan

kepada para gurunya yang sangat membantunya adalah Ibnu Rawwa (seorang imam hadits), Ibnu

al-Junaizi, al-Hasan al-Bakari dsb. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari adalah tentang keagamaan

seperti bahasa arab,Hadits, syair, dan Al-menjadi pendukung ilmu Al-Qur‟an yakni denan belajar

nahwu,qira‟ah, fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagah.Kemudian ia tumbuh dewasa dan

merasa belum cukup dalam memahami ilmuny itu, kemudian ia berkelana ke negeri timur dan

menetap di kediaman Abu Khusaib (di selatan Asyut, Mesir). Dia merupakan salah seorang hamba

Allah yang shalih dan ulama yang sudah mencapai tingkatan ma‟rifatullah.Dia sangat zuhud

terhadap kehidupan dunia (tidak menyenganinya), bahkan dirinya selalu disibukkan oleh urusan-

urusan akhirat. Usianya dihabiskan untuk beribadah kepada Alllah dan menyusun kitab. Salah satu

karya monumentalnya ialah tafsir Mafatih al-Ghaib sebanyak 8 jilid. Tafsir ini bercorak kalāmī.

Khairuddīn bin Maḥmūd bin Muḥammad bin „Alī bin Fāris al-Zarkalī, al-A’lām, Vol. 6 (Libanon:

Dār al-„Ilmi li al-Mālayīn, 2002 M), h. 313. Lihat juga al-Qurṭubī, al-Jāmi‟ li Aḥkām al-Qur‟ān,

(Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), h. 16.

Page 46: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

28

Pertama, Ibn „Abbās menyatakan firman Allah (يستأذنك turun setelah (ل

perang Tabuk. Namun, yang lain tidak sependapat. Sebab ayat sebelum dan

sesudahnya datang dalam kondisi perang Tabuk. Kedua, firman Allah (ليستأذنكياىدوا أن واليومالخر بالل ي ؤمن ون menyimpan lafal yang dibuang, taqdīr-nya (ال ذين

ialah ياىدوا أن .Sebagaimana yang dikatakan al-Qurṭubī dan Ibn „Ȃsyȗr .ف

Pendapat lain mengatakan taqdīr-nya adalah كراىيةأنياىدوا yaitu “karena mereka

benci berjihad”, seperti dalam firman Allah الللكمأنتضل وا .فأنتضل وا yakni ي ب ي 11

Ada dua pendapat mengenai pembahasan ini: pertama, ayat ini bermakna

bukan kebiasaan orang mukmin untuk minta izin ketika mobilisasi jihad

dikerahkan. Hal ini juga dikatakan oleh Ibn „Ᾱsyūr.12

Sementara para pembesar

muhajirin dan ansar menyatakan tidak akan meminta izin kepada Nabi Saw dalam

berjihad. Perintah ini langsung dari Allah. Ia memerintahkan orang-orang mukmin

berjihad secara berkala. Maka apa manfaatnya jika seseorang meminta izin?

Bahkan, mereka keberatan jika diminta untuk menetap.13

Kedua, Sebagian orang mengatakan sebaiknya taqdīr dari ayat ini adalah

Indikasinya ialah ayat sebelum dan sesudahnya .” ليستأذنكىؤلءفأنلياىدوا“

menunjukkan celaan terhadap orang yang minta izin agar menetap di rumah.

Kemudian firman Allah ( ياىدوا أن الخر والي وم بالل ي ؤمن ون ال ذين ليستأذنكوارتابت الخر والي وم بالل ي ؤمن ون ل ال ذين يستأذنك إن ا بالمت قي عليم والل وأن فسهم بأمواذلم :mengandung beberapa masalah, yaitu (ق لوب همف همفريبهمي ت رد دون

Pertama, pengajuan izin terjadi karena tidak beriman kepada Allah dan

hari akhir. Hal ini juga diungkapkan al-Qusyairī dalam Laṭā`if al-Isyārāt.14

Penyebab utamanya ialah ragu dengan keimanan, atau sudah nyata-nyata tidak

beriman. Ini menunjukkan orang yang ragu-ragu bukanlah orang yang beriman.

Ada dua masalah yang berkaitan dengan ini, yaitu; 1) jika iman harus didasarkan

atas dalil kemudian terjadi keraguan atas dalil tersebut, maka hal tersebut

mengakibatkan keraguan atas iman. Ini memungkinkan seseorang dapat keluar

11

Muhammad bin Aḥmad bin Abū Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān, Vol.

10, h. 228. 12

Ibn „Ᾱsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr (Tunisia: Dār al-Tūnisiyyah, 1984 M), Vol. 8, h.

211. 13

al-Sya‟rāwī, Tafsȋr al-Sya’rāwī (Kairo: Akhbār al-Yaum, 1991 H/1411 M), h. 5155. 14

al-Qusyairī, Laṭā`if al-Isyārāt, Vol. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971 M), h.

424.

Page 47: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

29

dari keimanannya kapan saja. Pendapat ini keliru. Karenanya, pembentukan

keimanan bukan dibangun atas dalil, tapi atas taklid. Maka, ayat ini menjadi

indikasi bahwa asal mula keimanan adalah taklid. Jawabannya adalah jika seorang

muslim ragu atas kesahihan suatu dalil, sementara dalil-dalil lainnya tidak

bermasalah, maka ini menjadi sebab ketetapan imannya. 2) Bagaimana dengan

sebagian orang yang mengatakan “saya beriman insya Allah”, apakah termasuk

ragu? Jawabannya ialah masalah ini akan diselidiki lebih lanjut dalam surah al-

`Anfâl yang berbunyi أولئكىمالمؤمن ونحق ا. Kedua, orang-orang karāmiyyah

15 mengatakan bahwa iman hanya dengan

membenarkan saja, padahal Allah bersaksi dalam ayat ini bahwa mereka (orang

yang minta izin tanpa kejelasan) bukan orang-orang mukmin.

Ketiga, firman Allah (وارتابتق لوب هم) menunjukkan bahwa tempat ragu ada

di dalam hati. Ketika tempat ragu adalah hati, maka tempat ma’rifah dan iman

juga dalam hati. Karenanya, Allah berfirman (اليان ق لوبم ف Ketika .(أولئككتب

tempat ma’rifah dan kufr itu hati, maka balasan pahala dan siksa dirasakan oleh

hati juga, sementara yang lain mengikuti.

Keempat, firman Allah (ي ت رد دون ريبهم .berkaitan dengan keyakinan (ف همف

Ada yang tetap, ada yang tidak. Orang yang berkeyakinan tetap, jika

perbuatannya tidak sesuai realitas maka ia termasuk orang bodoh. Sebaliknya, jika

sesuai terbagi dua. Apabila perbuatannya berdasarkan keyakinan maka

perbuatannya tersebut disebut ilmu, jika tidak maka disebut keyakinan muqallid

atau hanya mengikuti yang lain. Namun, jika keyakinannya tidak tetap, terbagi

dua. Jika ada yang diunggulkan dari dua hal, maka yang unggul disebut zan dan

yang kalah disebut marjȗḥ. Kemudian jika seimbang antara dua pilihan, inilah

yang disebut ragu. Karenanya, seseorang yang ragu tidak bisa memutuskan atau

bimbang antara dua perkara, yaitu beriman dan tidak beriman.

Kemudian Allah berfirman (ة والوعد dibaca ‘uddatahu (ولوأرادوااخلروجلعد

atau dibaca ‘iddatan dengan meng-kasrah-kan „ain. Ibn „Abbâs menyatakan

15

Para pengikut Abū „Abdillāh Muhammad bin Karām. Golongan ini juga disebut al-

Ṣifātiyyah, karena menetapkan sifat-sifat bagi Allah namun melakukan tajsȋm (menjelma) dan

tasybȋh (menyerupai makhluk). Muḥammad bin „Abd al-Karīm bin Abī Bakr Aḥmad al-

Syahrastānī, al-Milal wa al-Niḥal, Vol. 1 (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 1404), h. 107.

Page 48: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

30

maksud ayat ini adalah perbekalan, air dan kendaraan, karena perjalanan mereka

jauh dan pada waktu yang sulit. Ketidaksiapan mereka menunjukkan bahwa

mereka ingin ditinggalkan. Pendapat lain mengatakan ini merupakan isyarat

bahwa mereka mampu membuat perbekalannya sendiri.

Kemudian Allah berfirman (ف ثبطهم انبعاث هم الل كره di dalamnya ,(ولكن

terdapat beberapa masalah sebagai berikut:Pertama, al-inbi’āṡ adalah kepergian

dalam suatu perkara.16

Dikatakan aku memberangkatkan unta maka ia berangkat.

Sedangkan tatsbit adalah penolakan untuk mengerjakan pekerjakan orang lain.

Makna ayat ini ialah bahwa Allah tidak menyukai keberangkatan mereka bersama

Nabi Saw. Kemudian Ia memalingkan mereka dari Nabi Saw.

Ada yang mengatakan keberangkatan mereka bersama Rasul satu sisi

dikatakan mafsadat, di sisi lain dikatakan maslahat. Bagi yang mengatakan

mafsadat, kenapa Rasul mencela mereka ketika menetap di rumah? Namun jika

itu maslahat, kenapa Allah tidak menyukai keberangkatan mereka bersama Nabi

Saw?

Jawabannya adalah keberangkatan mereka tidak mengandung maslahat,

dengan argumentasi Allah menjelaskan mafsadat yang didapat setelah ayat ini. Ia

berfirman (لوخرجوافيكممازادوكمإل خبال) “Jika (mereka berangkat bersamamu),

niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat

kekacauan.” Kemudian menyusul pertanyaan jika yang terbaik mereka tidak

berangkat, kenapa Rasul Saw menegur mereka ketika mengajukan izin?

Jawabannya adalah riwayat `Abȗ Muslim yang mengatakan bahwa kalimat لأذنت bukan berarti Nabi Saw benar-benar mengizinkan mereka tidak ikut, tapi ada ذلم

kemungkinan mereka minta izin untuk ikut keluar bersama Nabi Saw kemudian

diizinkan. Karenanya, terjawablah pertanyaan tersebut.

Abū Muslim melanjutkan argumentasinya, ayat ini menunjukkan

keberangkatan mereka bersama Nabi Saw adalah mafsadat. Maka, secara otomatis

teguran Allah terhadap Nabi Saw yaitu ketika ia mengizinkan mereka untuk

keluar bersamanya. Hal ini diperkuat dengan ayat-ayat lain, yaitu firman Allah

أبدا) معي خترجوا لن ف قل للخروج تأذن وك فا من هم ائفة إىل الل رجعك Maka jika“ ,(فإن

16

Dalam istilah lain, inbi’âts adalah bersegera melakukan sesuatu demi memenuhi

kebutuhannya. Ibrâhȋm Mustafâ dkk, al-Mu’jam al-Wasīṭ, Vol. 1 (Beirut: Dār al-Da‟wah, tt), h. 62.

Page 49: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

31

Allah mengembalikanmu (Muhammad) kepada suatu golongan dari mereka

(orang-orang munafik), kemudian mereka meminta izin kepadamu untuk keluar

(pergi berperang), maka katakanlah, “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-

lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku.” Firman Allah lainnya

adalah )ي قولالمخل فونإذاانطلقتم ( maka ini merupakan jawaban khusus dari Abu

Muslim.

Dilihat dari sisi lain, jawaban yang tepat menurut al-Razi ialah teguran

dalam ayat (ذلم أذنت bukan karena keadaan mereka yang duduk santai di (ل

rumah, melainkan pemberian izin tersebut yang memberi mafsadat bagi Nabi

Saw. Penjelasannya sebagai berikut: pertama, Nabi Saw mengizinkan mereka

tanpa pertimbangan yang matang. Kedua, pada dasarnya Nabi Saw tidak

mengizinkan mereka untuk menetap, mereka duduk atas kemauannya sendiri.

Ketiga, Nabi Saw marah ketika mereka meminta izin tidak ikut berperang,

sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (اق عدوامعالقاعدين). Kedua, Muktazilah Baṣriyyah

17 mengatakan ayat di atas menunjukkan

bahwa Allah disifati dengan sifat murīdiyyah, yaitu sifat kārihiyah (benci, tidak

menyukai), dengan dalil firman Allah (ولكنكرهاللانبعاث هم). Hal ini dibantah oleh

Aṣḥābunā dengan mengatakan makna kariha menunjukkan ketiadaan perkara

tersebut, bukan Allah membenci makhluk-Nya. Allah tidak menyukai

keberangkatan mereka bermakna keberangkatan tersebut tidak terjadi di dunia

nyata.18

3. Laṭā`if al-Isyārāt karya al-Qusyairī19

خرقحدأوتعايزلذور،وإنانذرمنوتركماىوالوىل.قدماللذكرملسو هيلع هللا ىلصليكنمنو .﴾لأذنتذلم﴿العفوعلىاخلطابالذيىوفصورةالعتاببقولو:

17

Sayyid Hawa, al-Asas fi al-Sunnah wafiqhiha, Vol. 1 (Kairo: Dâr al-Salâm, 1992 M/

1412 H), h. 435. 18

Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Gaib, Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), h.

78-81. 19

Nama lengkapnya ialah Syekh Abu Nasr Abdurrahim bin Hawazan al-Qusyairi. Ia

seorang ahli Nahwu dan ilmu Kalam dan Sufi. Ia didik langsung oleh Bapaknya hingga mahir

dalam bahasa Arab, nazm, natsar, dan takwil. Ia sempat hijrah ke Baghdad, kemudian kembali ke

Naisabur dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Ia wafat tahun 425 H. Ia memiliki karya

tafsir yang berjudul Laṭā`if al-Isyārāt. Tafsir ini berorak sȗfȋ Syamsuddin Abu „Abdillâh

Muhammad bin Ahmad bin „Utsman bin Qaimāz al-Żahabī Siyar A’lām al-Nubalā`, Vol. 19

(Beirut: Mu`assasah al-Risālah, 1985 M/ 1405 H), h. 425.

Page 50: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

32

Artinya: Keputusan Nabi Saw yang mengizinkan sebagian orang

mengakhirkan jihad bukan pelanggaran terhadap syariat, juga bukan

melakukan perbuatan yang dilarang. Teguran itu disebabkan karena Nabi

Saw meninggalkan hal yang utama, yaitu tidak memberi izin kepada

siapapun dalam jihad juga tidak membiarkan orang-orang ikut berjihad

dengannya.”

Ayat sebelumnya yaitu firman Allah QS. al-Taubah [9]: 43, penyebutan

) didahulukan dari teguran dalam firman Allah عفو تنذأل ) karena para nabi

dibolehkan melakukan kesalahan selama tidak berkaitan dengan penyampaikan

syariat. Bahkan, ada yang mengatakan kebaikan musuh-musuh Allah-sekalipun

baik- seolah tidak akan terima, sementara keburukan orang-orang yang dicintai-

Nya–sekalipun buruk- tetap dimaafkan.

Selanjutnya firman Allah QS. al-Taubah [9]: 44 mengenai keyakinan.

Orang mukmin ialah mereka yang ikhlas dalam transaksi apapun, bertanggung

jawab atas urusannya, tidak menyembunyikan padahal mampu memikul

kewajiban dan memaksimalkan potensi dalam hal apapun.

Sementara QS. al-Taubah [9]: 45 menjelaskan keadaan orang yang

meminta izin saat perintah perang diserukan Nabi Saw. Mereka ialah orang yang

mengakhirkan keberangkatan karena tidak beriman dan menjadikannya sebagai

kesempatan tidak berjihad. 20

4. Tafsīr al-Qur`ān al-‘Aẓīm karya Ibn Kaṡīr21

كماتسمعون،مثأنزلاليتفورةالنو ،فرخصفأنياذنذلمإنروقالقتادة:عاتبوهم﴿فقالشاء، تأذن وكلب عضشأنمفأذنلمنشئتمن الية.﴾فإذاا

ولالل ،فإنأذنلكمفاقعدواملسو هيلع هللا ىلصوقالرلاىد:نزلتىذهاليةفأناسقالوا:اتأذنوارنليأذنلكمفاقعدوا.وإ

20

al-Qusyairī, Laṭā`if al-Isyārāt (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971 M), Vol. 1, h.

424. 21

Ismāīl bin „Umar bin Katsīr al-Dimasyqī wafat 1373 M/ 774 H. Ia adalah mufassir

ternama. Nama lengkapnya yaitu Ismā ՚ īl bin ʻUmar bin Katṡīr bin Ḍāwūd bin Kaṡīr, „Imād al

Dīn, Abū al Fidā` al Buṣrawī, al Quraisyī al Dimasyqī yang terkenal dengan Ibn Katsīr al Syâfi՚ ī.

Beliau terkenal seorang ahli fikih, sejarawan, mufasir, seorang mufti, muhaddis, orang yang paham

betul masalah rijal al hadis dan mahir juga dalam masalah bahasa. Beliau dilahirkan didaerah

Buṣra salah satu daerah di Syâm sebelah selatan kota Damaskus pada tahun 700 H atau lebih

sedikit. Ayahnya merupakan seorang ՚ ulama, ahli fiqih dan mahir dalam pidato dan bersyi ՚ ir

begitu juga kedua anak laki-lakinya Ismā ՚ īl dan Abd al Wahb. Ia adalah seorang penulis aktif.

Salah satu karyanya ialah Tafsȋr al-Qur`ân al-‘Azȋm yang bercorak fiqhȋ.

Lihat Khairuddīn bin Maḥmud bin Muḥammad bin „Alī bin Fāris al-Zarkalī, al-A’lām

(Libanon: Dār al-„Ilmi li al-Mālayīn, 2002 M), Vol. 1, h. 320.

Page 51: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

33

تعاىل: قال ﴿وذلذا صدق واحت ال ذين لك ﴾ي تب ي العذار إبدال ف وت علم﴿أي:اتاذنوكفلمتأذنلحدمنكمفالقعود؛لتعلمالصادق﴾الكاذبي يقولتعاىل:ىالتركتمدلا

كانوامصرينعلىالقعودعنالغزووإنلتأذنذلم منهمفإظهاراعتكمنالكاذب،فإنمقدو.في

ولو،فقال: ل﴿وذلذاأخربتعاىلأنوليستأذنوفالقعودعنالغزوأحديؤمنباللورالغزو﴾يستأذنك عن القعود ف بوداىينأرخالموي الواللبنون مؤي نيذال ﴿أي: ماذلومأا

ان إيقت مالبميلعوالل﴿؛لنأولئكيرونالهادقربة،ودلاندبمإليوبادرواوامتثلوا﴾مهسفن أوأي:ليرجون﴾رخالموي الواللبنون مؤي لنيذال ﴿أي:فالقعودممنلعذرلو﴾كنذأتسي

أي:شكتفصحةماجئتهمبو﴾مهب ولق تابتارو﴿ثواباللفالدارالخرةعلىأعماذلمأي:يتحريون،يقدمونرجالويؤخرونأخرى،وليستذلمقدمثابتةف﴾فهمفريبهميرتددون﴿

شيء،فهمقومحيارىىلكى،لإىلىؤلء،ولإىلىؤلء،ومنيضلالللفلنجتدلوبيال.Ibn Kaṡīr mengelompokkan 3 ayat dalam satu pembahasan, yaitu QS. al-

Taubah [9]: 43-45, sebagai berikut:

اللفع ب تي ت حمذلتنذألكنعا ووق دصنيذال كلي ال .يباذكالملعت ا يستأذنك نيذلنيذال كنذأتساين .إيقت مالبميلعاللو مهسفن أوماذلومأابوداىينأرخالموي الواللبنون مؤي

نودد رت ي مهبيرفمهف مهب ولق تابتارورخالموي الواللبنون مؤي لQatâdah mengatakan Allah menegur Nabi Saw dalam ayat ini, kemudian

Ia menurunkan surah al-Nȗr sebagai keringanan untuk memberi izin jika mau. Hal

ini sebagaimana dinyatakan al-Jaṣṣāṣ.22

Kemudian ia mengatakan ( ذإف ا كون ذأتامهن متئشنملنذأفمنأشضعب ل ) begitupun diriwayatkan oleh Aṭā` al-Khurasānī.

Mujāhid mengatakan ayat ini turun pada sekelompok orang yang meminta izin

kepada Rasulullah Saw. Jika diizinkan, mereka akan tinggal. Namun, jika tidak

mereka akan tetap tinggal di rumah. Sebagaimana yang dikatakan Ibn al-Jazâ`

yang dikutip oleh Ibn „Ajībah.

Oleh karenanya, Allah berfirman ( ب تي ت ح اوق دصنيذال كلي ) “sampai jelas

bagimu orang-orang yang benar” yakni dalam mengutarakan uzurnya, ( ملعت ويباذكال ). Allah berfirman “Kenapa mereka tidak kamu tinggalkan saja? Kenapa

kamu izinkan mereka untuk menetap di rumah? Agar terlihat siapa yang jujur

22

Abū Bakr al-Jaṣṣāṣ, Aḥkām al-Qur`ān, Vol. 4 (Beirut: Dār Iḥyā`, 1992 M/1412 H), h.

317.

Page 52: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

34

dalam menaatimu dan siapa yang bohong. Sekalipun tidak kamu izinkan, mereka

akan tetap duduk di rumah.

Karenanya, orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan

meminta izin untuk berdiam diri di rumah. Firman Allah, (ليستأذنك) yakni tidak

minta izin dari peperangan, ( مهسفن أوماذلومأابوداىينأرخالموي الواللبنون مؤي نيذال )

karena mereka melihat jihad sudah dekat. Kemudian Firman Allah ( ميلعاللورخالموي الواللبنون مؤي لنيذال كنذأتساين إيقت مالب ) “Allah Maha mengetahui orang-

orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang meminta izin kepadamu

(Muhammad)”, yakni dalam menetap sedang ia tidak memiliki uzur apapun.

Mereka berbohong, sebagaimana dinyatakan oleh Ibn „Ajībah.23

Kemudian firman Allah ( رخالموي الواللبنون مؤي نيذال ) yakni اللابوث نوجري لماذلمعىألعةرخالدارف . Orang yang meminta izin dinilai tidak mengharap pahala

dari Allah di akhirat atas amal-amal mereka. Kemudian firman Allah ( تابتارومهب ولق ) yakni جمةح صفتك ش وبتئا . Mereka ragu atas apa yang dibawa Nabi

Saw. Selanjutnya firman Allah ( نودد رت ي مهبيرفمهف ) yakni ي نوري حتي الجرنومد ق،ءلؤىىلإلوءلؤىىلإىلكلىىاريحموق مهف ءيشةفتابقدمثمتذلسيلى،ورخأنورخ ؤي و

اليبولدجتنلف اللللضينمو . Mereka bingung, seperti mendahulukan kaki dari

anggota tubuh lainnya. Mereka tidak dapat melangkah dengan tegap. Inilah

mereka kaum yang bingung dan binasa. Tidak ke kiri maupun ke kanan. Maka

orang yang dibiarkan sesat oleh Allah, kamu tidak akan mendapat jalan (untuk

memberi petunjuk) baginya.24

5. al-Taḥrīr wa al-Tanwīr karya Ibn ‘Ᾱsyūr25

23

Aḥmad bin Muḥammad bin Ajībah, al-Baḥr al-Madīd, Vol. 2 (Kairo: Hasan Abbās

Zakī, 1999 M/ 1419 H), h. 385. 24

Ibn Kaṡīr, Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm, Vol. 7, h. 210-211. 25

Ibnu „Ᾱsyūr dilahirkan pada tahun 1296 H/1879 M di kota Mousa, yang terletak di

sebelah utara Tunisia. Ibnu Asyur tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang

mencintai ilmu pengetahuan. Pendidikannya diperhatikan penuh oleh ayah, ibu, dan kakeknya.

Mereka semua menginginkan cucunya menjadi orang yang terhormat seperti nenek moyang

mereka. Ibnu Asyur mulai belajar al-Qur‟an sejak usia 6 tahun. Ia kemudian menghafal Matan al-

Jurumiyyah dan bahasa Perancis. Baru pada usia 14 tahun, Ibnu Asyur tercatat sebagai murid pada

Universitas Az-Zaitunah (1310 H/1893 M). Di sana ia belajar ilmu syari‟ah (fiqh dan ushul fiqh),

bahasa Arab, hadis, sejarah, dan lain-lain. Setelah belajar selama 7 tahun di Universitas al-

Zaitunah Ibnu „Ᾱsyūr berhasil menempuh gelar sarjana, tepatnya pada tahun 1317 H/1899 M.

Dalam perjalanan karirnya, ia adalah ulama modern yang memiliki karya tafsir monumental.

Karya tersebut yaitu al-Taḥrīr wa al-Tanwīr yang bercorak Adabī Ijtimā’ī atau sosial

Page 53: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

35

ال ذينصدق واوت علمالكاذبي﴿ىذهالملةواقعةموقعالبيانلملة ي تب ي ،وموقع﴾حت .﴾لأذنتذلم﴿التعليللملة

النب أنليستأذنوا فالتخلفعنالهاد،ملسو هيلع هللا ىلصوادلعىن:أنشأنادلؤمنيالذيناتنفرواكالعمي،فهمليستنفرىمالنب ولوأماالذينختلفوامنادلؤمنيفقدختلفواملسو هيلع هللا ىلصفأماأىلالعذار:

كانواعلىنيةاللحاقباليشبعدخروجو. يستأذنوافالتخلف،لنمArtinya: Firman Allah dalam QS. al-Taubah [9]: 44-45 merupakan

penjelasan dari ( ب تي ت ح ووق دصنيذال كلي يباذكالملعت ا ) “Sebelum jelas bagimu,

orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan mengetahui orang-orang yang

berdusta”. Ayat ini juga menjadi pertimbangan dalam ayat ( مذلتنذأل ) “Mengapa

engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang).” Maknanya

ialah permohonan izin dibolehkan bagi orang yang benar-benar berhalangan,

seperti tunanetra, mereka tidak diperintahkan berjihad oleh Nabi Saw. Adapun

orang mukmin yang ketinggalan berjihad tidak perlu meminta izin kepada Nabi

Saw, sebab mereka berniat untuk menyusul Nabi Saw ke medan perang.26

al-Isti`żān adalah minta izin, yakni membolehkan suatu perbuatan dan

meninggalkan sebaliknya. Hal ini disebabkan kondisi membolehkan itu pasti

memilih antara dua hal yang bertentangan.27

Ketika kondisi orang-orang mukmin

menyukai jihad, maka mereka dibolehkan minta izin untuk berjihad bukan tidak

ikut jihad. Karena tidak layak bagi mereka minta izin untuk meninggalkan jihad.

Namun, ketika tidak minta izin untuk berjihad tandanya mereka berjihad dengan

tulus tanpa kepentingan apapun. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Qurṭubī, al-

Rāzī, dan al-Qusyairī. Mereka dengan tegas menyatakan orang mukmin tidak

boleh minta izin berjihad.28

Firman Allah (بالمت قي عليم secara lafal bertentangan dengan fâ`idah (والل

tanbīh bahwa Allah melihat setiap rahasia orang mukmin. Namun, hal ini

terbantahkan karena orang bertakwa sudah pasti beriman. Firman Allah QS. al-

kemasyarakatan. Ia wafat tahun 1868. Khairuddīn bin Maḥmūd bin Muḥammad bin „Alī bin Fāris

al-Zarkalī, al-A’lām, Vol. 6 (Libanon: Dār al-„Ilmi li al-Mālayīn, 2002 M), h. 173. Lihat juga

26 Ibn „Ᾱsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, Vol. 10 (Tunisia: Dār al-Tūnisiyyah, 1984 M), h.

211. 27

Ibn „Ᾱsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, Vol. 10 (Tunisia: Dār al-Tūnisiyyah, 1984 M), h.

211. 28

Muḥammad bin Aḥmad bin Abū Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān, Vol. 10

(Beirut: Mu`assasah al-Risālah, 2006 M/1426 H), h. 228

Page 54: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

36

Taubah [9]: 45 mendeskripsikan mereka yang tidak beriman kepada Allah dan

hari akhir akan meminta izin karena tidak ada harapan mendapat pahala jihad.

Secara gramatika, kata إن ا bermakna القصر yaitu meringkas. Lafal ini

berfungsi sebagai penguat dari ayat ( ال ل رخالموي الواللبنون مؤي نيذيستأذنك ).

Sebenarnya ayat ini tidak memerlukan penguat, melainkan penguat tersebut hanya

berisi pujian terhadap orang mukmin.29

6. al-Tafsīr al-Sya’rāwī karya al-Sya’rāwī30

للذيناتأذنوا،بلوحتملأكثرمنذالك،فادلؤمنإذا31التوبيخحتمل-إذن-وىذهاليةولالل كالشخصالعادي؛لنالنسانفملسو هيلع هللا ىلصدعيللجهادمعر وبأمرمناللليكونتفكريه

ليفعلوأوليفعلو؟ولكنادلؤمنإذادعيالمورالعاديةإذلبمنوشىءأدارعقلووفكره؛ىكلمة)ل(علىخارهفبيلالل،للجهاد ولالل،ليدورفعقلوالواب،ولتأيت ومعر

أبدا،بلينطلقفريقوإىلالهاد.Artinya: Ayat ini merupakan sindiran bagi orang-orang yang

meminta izin. Orang mukmin jika dipanggil untuk berjihad bersama Rasul

Saw sementara perintah itu datang dari Allah, dia tidak akan berfikir

panjang seperti kebanyakan orang ketika diperintah sesuatu.

Karenanya, permohonan izin semata menjadi bukti goncangan iman dalam

hatinya. Karena, ia berfikir untuk keluar atau tidak, kemudian memutuskan

mengakhirkan jihad. Padahal, perintah jihad bersumber langsung dari Allah, tidak

ada kebutuhan untuk minta izin kecuali hanya mencari alasan dengan dalih uzur.

29

Ibn „Ᾱsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, Vol. 10 (Tunisia: Dār al-Tūnisiyyah, 1984 M), h.

211-212 30

al-Sya‟rāwī lahir pada hari ahad, tangga 17 Rabi‟ul Tsani 1329 H bertepatan dengan 16

April 1911 M, kecamatan Midghamar, kabupaten Daqhaliyah, wafat pada tanggal 22 safar 1419 H

bertepatan dengan tanggal 17 Juni 1998 M, dimakamkan di desa Daqadus. Sejak kecil al-Sya‟rawi

sudah mendapat gelar dari ayahnya al-Amin dan gelar ini dikenal masyarakat di daerahnya. Beliau

berasal dari keluarga yang sederhana memiliki keturunan yang terhormat dan ayahnya adalah

seorang pedagang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Sejak kecil al-Sya‟rawi sudah gemar

menuntut ilmu. Hal ini tidak terlepas dari dorongan orangtuanya yang sangat mencintai ilmu. Al-

Sya‟rawi mengatakan : “Ayahku sangat gandrung dengan ilmu dan senantiasa berteman dengan

para ulama, beliau juga suka menolong orang-orang yang sedang menuntut ilmu, ayahku sangat

antusias memasukkanku ke Lembaga Pendidikan al-Ahzar karena mimpi yang pernah dilihat oleh

pamannya ketika aku dilahirkan ke dunia. Kakekku berkata : di mala mini aku diberi kabar

gembira, aku melihatnya dalam mimpiku seraya menunjuk kearah mimbar masjid, iapun berkata :

aku melihatnya di atas mimbar dengan wajah seperti anak ayam berkhutbah di hadapan

manusia”Ia adalah penulis tafsir al-Tafsīr al-Sya’rāwī yang bercorak sosial kemasyarakatan.

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 143. Lihat juga Muhammad

Mustafa, Rihlah fi A’maq al-Sya’râwī, (Kairo : Dār al-Ṣafwah, 1991), h. 6. 31

Ialah ancaman dan celaan. al-Ifrīqī, Lisān al-‘Arab, Vol. 3 (Beirut: Dār Ṣādir, 1414 H),

h. 66.

Page 55: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

37

al-Sya‟rāwī membuat analogi memulyakan tamu agar lebih memahami

penafsirannya. Ialah kisah Nabi Ibrahim a.s ketika Malaikat datang kepadanya

dalam bentuk beberapa laki-laki. Ia ingin memulyakan mereka. Maka ia tidak

meminta izin untuk menyembelih sesuatu terlebih dahulu, melainkan membawa

makanan yang sudah matang berupa hewan yang sudah disembelih dan dibakar.

Inilah adab memulyakan tamu.

Jika ada pertanyaan, “Apakah aku ikut berperang bersamamu atau tidak?”

maka pertanyaan ini menunjukkan keraguan. Hal ini tentu bertentangan dengan

iman. Orang yang ragu senantiasa bimbang antara pergi berperang atau pulang ke

rumah. sementara iman harus berdasarkan keyakinan dan kemantapan. Orang-

orang yang beriman tidak meminta izin kepada Rasul Saw ketika perintah jihad

dilancarkan, karena permohonan izin saat perang sudah diumumkan tidak layak

bagi orang mukmin.

Firman Allah ( يقت مالبميلعاللو ) sesungguhnya Allah mengetahui seluruh isi

hati, termasuk orang yang bertakwa. Jika mereka dapat menipu manusia, maka

mereka tidak akan pernah bisa menipu Allah, karena Ia senantiasa melihat apa

yang disembunyikan dalam setiap hati.32

Firman Allah QS. al-Taubah [9]: 45 melanjutkan ayat di atas mengenai

orang yang ragu. Jika seseorang yakin dia akan masuk surga tanpa hisab dengan

mati syahid, maka ia tak akan bimbang lagi. Juga tidak akan berfikir mengenai

pergi atau tidak. Selama surga menjadi tujuan akhir, jalan apapun yang

menghubugkan ke sana akan dijajaki bagi orang yang yakin dengan keimanannya.

Setiap kali ditemukan jalan lebih cepat, maka itu menjadi momentum bahagia

bagi orang mukmin karena ingin berpindah dari penderitaan dunia menuju

kenikmatan akhirat. Sampai jika ia hidup dalam kenikmatan dunia, ia mengetahui

kenikmatan tersebut akan hilang. Ia tidak menginginkan kenikmatan yang hilang,

dan hanya menginginkan kenikmatan yang kekal, tidak pernah hilang.

Sedangkan keraguan dan permohonan izin di sini bermakna syak. Yaitu

adanya dua perkara yang tersirat dalam benak seseorang dan keduanya berada

dalam satu tingkatan, tidak bisa diunggulkan salah satunya. Jika seseorang

32

al-Sya‟rāwī, Tafsȋr al-Sya’rāwī (Kairo: Akhbār al-Yaum, 1991 H/1411 M), h. 5150.

Page 56: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

38

memutuskan suatu hukum, maka ia harus mendatangkan fakta yang memperkuat

hukum tersebut. Jika tidak, ini disebut dengan jahl. Yaitu seseorang meyakini satu

perkara sebagai hakikat, padahal ia bukan hakikat, juga tidak disertai dengan fakta

pendukung. Contohnya, seseorang mengatakan bumi itu datar. Kemudian datang

sekelompok orang kepadanya dengan membawa miniature bumi yang berbentuk

bulat. Namun, ia tetap bersikeras bahwa bumi itu datar. Inilah yang disebut

dengan jahl. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Râzȋ yang mengatakan jahl ialah

sifat seseorang yang meyakini sesuatu tapi bertentangan dengan realitas yang

ada.33

Jahl berbeda dengan ummī, yaitu orang yang tidak mengetahui bahwa

bumi itu bulat. Tapi, ia akan membenarkan dan mempercayainya ketika

mengetahui hakikat yang sebenarnya. Sebaliknya, orang jāhil percaya pada hal

yang bertentangan dengan realitas. Jika seseorang mendatangi jāhil dengan

membawa hakikat, maka ia akan bersikukuh dengan pendapatnya. Karenanya,

musibah dunia bukan berasal dari orang ummī, melainkan bersumber dari orang

jāhil. Hal ini disebabkan memberi pemahaman kepadanya membutuhkan tenaga

ekstra. Pertama, meluruskan pemahaman yang salah, dan dugaan-dugaan yang

tidak terjadi pada kenyataan. Kedua, meyakinkannya dengan sederet fakta yang

ada.

Ketika ada realitas dalam hidup yang dapat dibuktikan kebenarannya,

inilah yang disebut dengan ilmu. Konsekuensi dari ilmu adalah mempercayai

suatu hal yang sudah teruji. Namun, jika seseorang belum menetapkan antara dua

pilihan dan tidak ada yang bisa diunggulkan salah satunya, maka inilah yang

disebut dengan syâk. Jika ia meyakini keunggulan salah satunya, ini disebut zan.

Kemudian, jika ia mengambil tindakan yang tidak diunggulkan oleh hatinya, ini

yang disebut wahm. Sementara al-Rāzī memberi istilah marjūḥ.

Firman Allah ( ين إ رخالموي الواللبنون مؤي لنيذال كنذأتسا ), jika iman pada

Allah dan hari akhir sudah tertancap dalam hati, mereka akan kembali pada Allah.

Mereka akan di-hisāb atas perbuatan yang telah dilakukan. Ayat ini menjelaskan

bahwa pengorbanan mereka baik harta maupun jiwa tidak sebanding dengan

33

Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Gaȋb, Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), h.

79.

Page 57: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

39

balasan yang besar di akhirat, (yaitu bertemu Allah). Jika permohonan izin

dilontarkan ketika mobilisasi perang diumumkan, ini mendandakan mereka berada

dalam keraguan. Dengan kata lain, mereka ragu untuk bertemu Allah di hari akhir.

Firman Allah ( نودد رت ي مهبيرفمهف ) maksudnya bahwa iman bagi mereka

berada di antara dua pilihan, yaitu akal dan hati. Sesekali menggunakan hati,

kemudian membawanya pada akal untuk diuji ulang. Kemudian mereka kembali

ke hati, dan seterusnya berputar antara dua hal tersebut namun tidak sampai pada

tingkatan yakin. Hal ini dikarenakan mereka meragukan akhirat.34

7. al-Baḥr al-Madīd karya Ibn ‘Ajībah35

عفاالل﴿مالفالوفالكالم:-عليوالصالةوالسالم-يقولاحلقجلجاللو،لنبيو،لبادرتإىلالذنإىلادلنافقيفالتخلف،واتكفيتبالذنالعامف﴾عنكلأذنتذلم

اخلواصمنادلقربيليكتفونبالذنالعام،بليتوقفون،فإن﴾مهن متئشنملنذأف﴿قولنا:اخلاص الذن حيإىل القعود ف ذلم أذنت شىء لي السالم. عليو يونس عوتب ولذالك .

توقفت وىال بأكاذيب؟ لك واعتذروا صدق وا﴿اتأذنوك ال ذين ي تب ي ،﴾حت العتذار ففيو.﴾وت علمالكاذبي﴿

Allah menegur Nabi Saw karena kedekatan dan kemulyaannya di sisi

Allah, juga karena kelemahlembutan Nabi Saw yang mengizinkan orang-orang

munafik dalam mengakhirkan jihad. Dalam pembahasan ini, Ibn „Ajībah

mengumpulkan tiga ayat dalam satu penafsiran sebagaimana terjadi pada tafsir

sebelumnya.

Firman Allah (ذلم أذنت ل عنك الل Allah memaafkanmu“ (عفا

(Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi

berperang?)”, yakni mengapa Nabi Saw segera mengizinkan orang-orang munafik

dalam mengakhirkan jihad, dan mencukupkan pada izin yang umum dalam firman

Allah ( مهن متئشنملنذأف ) “Berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di

antara mereka”. Sementara orang-orang pilihan (dari golongan yang mendekatkan

diri pada Allah) tidak akan mencukupkan pada izin yang umum. Mereka

menunggu sampai ada izin khusus. Oleh sebab itu, Nabi Yunus a.s ditegur karena

34

al-Sya‟rāwī, Tafsīr al-Sya’rāwī (Kairo: Akhbār al-Yaum, 1991 H/1411 M), h. 5155-

5158. 35

Aḥmad bin Muḥammad bin Ajībah, al-Baḥr al-Madīd (Kairo: Hasan Abbās Zakī, 1999

M/ 1419 H), h. 1.

Page 58: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

40

melakukan hal serupa (meninggalkan umat sebelum datang wahyu kemudian

Allah mengingatkannya dengan ia ditelan Paus).

Ibn „Aṭiyyah menyatakan bahwa firman Allah ( اوق دصنيذال ) “Orang-orang

yang benar”, yaitu dalam permohonan izin mereka kepada Nabi Saw. Jika Nabi

Saw tidak mengizinkan pasti mereka berangkat bersamanya. Sementara firman

Allah ( يباذكالملعت و ) maksudnya diizinkan atau tidak, mereka tetap bermaksiat.

Sesungguhnya akan terlihat siapa yang jujur dan siapa yang bohong ketika Nabi

Saw tidak mengizinkan, sehingga orang yang menetap di rumah hanyalah pelaku

maksiat dan munafik. Sementara mereka yang pergi ialah orang-orang yang patuh.

Firman Allah QS. al-Taubah [9]: 43-45 memiliki isyarat, yaitu sudah

sepantasanya orang yang berdakwah di jalan Allah tidak mengizinkan murid-

muridnya untuk mengakhirkan jihad akbar. Mereka meminta dispensasi pada guru

untuk perkara yang menguntungkan diri dan hawa nafsunya. Bahkan, terkadang

dilakukan untuk mengumpulkan kekayaan duniawi. Permohonan ini dimaksudkan

agar mendapat kemurahan hati guru. Padahal kemurahan hati dalam konteks ini

tidak layak bagi seorang guru spiritual. Guru hanya diperkenankan mengarahkan

murid dalam hal yang mematikan keinginan diri, sehingga rohani menjadi hidup.

Para ahli sufi mengatakan pertanda seorang guru menyayangi muridnya ialah

ketika ia mendorong mereka untuk terbebas dari keinginan diri, harta, dan

kedudukan.36

8. Abū Bakr al-Jaṣṣāṣ37

بأمواذلماليةل-إىلقولو﴾رخالموي الواللبنون مؤي نيذليستأذنكال ﴿قولوتعاىللنلياىدوا يستأذنكادلؤمنونفالتخلفعنالهاد لفقولو وداىينأ﴿وأضمر ﴾ا

كانزلذوراعليهم ويدلعلىصحةلدللةالكالمعليووىذايدلعلىأنالتئذانفالتخلفكراىةأنياىدوايؤولإىلادلعىنالوللنإضمارل﴾اوداىينأ﴿تأويلقولو أنوعلىتقدير

36

Aḥmad bin Muḥammad bin Ajībah, al-Baḥr al-Madīd, Vol. 2 (Kairo: Hasan Abbās

Zakī, 1999 M/ 1419 H), h. 385-386. 37

Aḥmad bin „Alī al-Rāzī Abū Bakr al-Jaṣṣaṣ. Berasal dari Ray, kemudian tinggal di

Baghdad dan wafat di sana tahun 370 H/980 M. Ia merupakan penganut madzhab Hanafi, juga

penulis tafsir yang berjudul Aḥkām al-Qur`ān yang bercorak fiqhī. Khairuddīn bin Maḥmud bin

Muḥammad bin „Alī bin Fāris al-Zarkalī, al-A’lām, Vol. 1 (Libanon: Dār al-„Ilmi li al-Mālayīn,

2002 M), h. 171.

Page 59: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

41

بادلالوالنفسمجيعالنوفيووإضمارالكراىةواءوىذهاليةأيضاتدلعلىوجوبفرضالهاد.فذمهمعلىالتئذانفتركالهادبما﴾ مهسفن أوماذلومأابوداىينأ﴿قالتعاىل

Artinya: “Firman Allah ( يستأذنكال نأرخالموي الواللبنون مؤي نيذلبوداىي مهسفن أوماذلومأا ) “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan

hari kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk

berjihad dengan harta dan jiwa mereka”, yakni mereka tidak akan meminta

izin mengakhirkan agar terbebas dari kewajiban jihad. Sikap Nabi Saw

dalam ayat ini dinilai sebagai perbuatan dosa. Namun, berkat kasih sayang

Allah, perbuatan ini dimaafkan dan diabadikan dalam firman-Nya ( االلفعكنع ) bahwa Allah memaafkan dosa Nabi Saw tersebut (termasuk dosa

kecil). Berbeda dengan penafsiran sebelumnya yang menyatakan hal itu

hanya termasuk kesalahan semata.”

Jihad dengan harta terbagi dua, yaitu: pertama, mengeluarkan harta untuk

menyiapkan kendaraan, persenjataan, dan perbekalan orang yang berjihad. Kedua,

mengeluarkan harta baik bagi yang berjihad maupun orang yang membantu

kelancaran jihad. Adapun jihad dengan jiwa terbagi atas beberapa bagian, yaitu:

pertama, seseorang berangkat dari rumahnya untuk berperang di jalan Allah.

Kedua, perintah jihad ialah wewenang Allah. Ketiga, strategi peperangan seperti

yang dilakukan al-Ḥubbāb bin Munżir saat Perang Badar. Ia menyarankan agar

pasukan dipindahkan ke tempat yang dekat dengan air. Kemudian mereka

ditempatkan di sana. Selanjutnya pasukan mukmin membongkar sumur-sumur

kecil di belakang dan membongkarnya menjadi satu kolam besar untuk diisi air.

Dengan demikian, umat Islam bisa meminum air tersebut sementara kaum

Quraisy tidak bisa. Nabi Saw menyetujuinya. Strategi ini dapat menguatkan umat

Islam dan melemahkan musuh. 38

38

Abū Bakr al-Jaṣṣâṣ, Aḥkām al-Qur`ān, Vol. 4 (Beirut: Dār Iḥyā`, 1992 M/1412 H), h.

317-319.

Page 60: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

42

BAB IV

ANALISIS TERHADAP TAFSIR QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45

Pada BAB IV, dibuat klasifikasi penafsiran terkait QS. al-Taubah [9]: 44-

45 dengan melihat ragam penafsiran yang diberikan masing-masing mufassir

dalam memahami QS. al-Taubah [9]: 44-45 khususnya mengenai pemaknaan

jihad dalam ayat ini. Dalam hal ini, ditemukan tiga ragam penafsiran QS. al-

Taubah [9]: 44-45. Pertama, penafsiran enam kitab, yaitu: al-Jāmi’ li Aḥkām al-

Qur`ān karya al-Qurṭubī; Mafātīḥ al-Gaib karya al-Rāzī; Laṭā`if al-Isyārāt karya

al-Qusyairī; Tafsīr al-Qur`ān al-‘Aẓīm karya Ibn Kaṣīr; al-Taḥrīr wa al-Tanwīr

karya Ibn „Ᾱsyūr; al-Tafsīr al-Sya’rāwī karya al-Sya‟rāwī. Ragam penafsiran

pertama berdasarkan persamaan redaksi penafsiran dalam enam tafsir tersebut,

yakni jihad dimaknai perang dalam konteks Perang Tabuk yang ditandai dengan

adanya sekelompok orang yang mengajukan izin tidak berperang. Kedua,

penafsiran Ibn „Ajībah, jihad dimaknai memerangi hawa nafsu. Ketiga, penafsiran

al-Jaṣṣāṣ, jihad dimaknai menuntut ilmu.

A. Argumentasi dalam Tafsir QS. al-Taubah [9]: 44-45

1. Penafsiran Enam Tafsir

Poin pertama yakni kelompok tafsir yang menafsiran QS. al-Taubah [9]:

44-45 bahwa jihad dimaknai sesuai sebab turun ayatnya, yaitu Perang Tabuk,

ditandai dengan sekelompok orang yang meminta izin tidak ikut jihad. Hal ini

dibuktikan dengan adanya redaksi القعود yang bermakna menetap di rumah/tidak

berperang dan الخروج yang bermakna keluar untuk berperang. Dalam kelompok

pertama ini, ditemukan enam tafsir yang memiliki penafsiran QS. al-Taubah [9]:

44-45 dimaknai perang dalam konteks Perang Tabuk.

Penafsiran pertama yaitu Tafsir al-Qurtubi. Ia mengutip hadis riwayat Abu

Dawud dari Ibn „Abbas, ia menyatakan ayat ( ل يستأذنك الذين ي ؤمن ون بالل) adalah

ayat mansukh.1 Sedangkan nâsikh nya ialah QS. al-Nȗr [24]: 62:

1 Abū Sulaimān bin al-Asy‟aṡ bin Ishāq bin Basyīr bin Syaddād bin „Umar al-Azdī al-

Sijistānī, Sunan Abī Dāwūd, Vol. 4 (Beirut: Dār al-Risālah, 2009 M/1430 H), h. 401.

Page 61: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

43

ا المؤمن ون الذين آمن وا بالل ورسوله وإذا كانوا على أمر جامع ل يذهب وا حت ا يستأذن و إن إنهم بالل ورسوله يستأذن وك أولئك الذين ي ؤمن ون فإذا استأذن وك لب عض شأنم فأذن لمن شئت من

واست غفرلم الل إن الل غفور رحيم Artinya: “(yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang

beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka

berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan

bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin

kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar)

beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin

kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau

kehendaki di antara mereka. dan mohonkanlah ampun untuk mereka

kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Berdasarkan ayat di atas, permohonan izin boleh diajukan kepada Nabi

Saw bagi orang mukmin yang terhalang jihad karena keperluan mendesak. Nabi

Saw dapat menilai siapa orang yang bersungguh-sungguh dan yang tidak.

Kemudian ia berhak mengizinkan siapa yang dikehendaki, yaitu mereka yang

memiliki cukup argumen untuk diizinkan Nabi Saw.2

Penafsiran al-Rāzī cenderung sama dengan penafsiran yang dipaparkan al-

Qurtubi. Jihad dimaknai perang dalam konteks Perang Tabuk. Hanya saja, al-Rāzī

menambahkan hadis sebagai argumetasi penguat dari QS. al-Taubah [9]: 44-45

sebagai berikut:3

ن م ت ن أ ىس و م ن م ن و ر ه ة ل ز ن Ini ialah pesan Nabi Saw kepada Ali bin Abi Thalib ketika diberi amanat

untuk menjaga keluarganya di Madinah selama Nabi Saw dan yang lain berperang

di Tabuk. Ali bersedih karena tidak ikut perang. Namun, Nabi menghiburnya

dengan hadis ini. Diketahui Nabi Musa dan Harun memiliki peran yang berbeda.

Keduanya hidup satu masa. Namun, Nabi Musa berperan sebagai orang yang

tampil ke luar daerah, sementara Nabi Harun berperan menjaga umat Bani Israil di

daerah mereka.

2 Muḥammad bin Aḥmad bin Abū Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān, Vol. 10

(Beirut: Mu`assasah al-Risālah, 2006 M/1426 H), h. 229. 3 Abū „Abdillāh Aḥmad bin Muḥammad bin Ḥanbal bin Hilāl bin Asad al-Syaibānī,

Musnad Ahmad, Vol. 2 (Kairo: Dar al-Ḥadīṡ, 1995 M/1416 H), h. 255. Lihat juga Muḥammad bin

„ḹsā al-Tirmidzi, al-Jāmi’ al-Ṣaḥȋḥ Sunan al-Tirmiẓī, Vol. 5 (Beirut: Dār Iḥyā` al-Turāṡ al-„Arabī,

h. 641.

Page 62: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

44

Selain hadis di atas, al-Rāzī menggunakan riwayat Ibn „Abbās yang

menyatakan Firman Allah (ال يستأذنك) merupakan tanda ayat ini turun pada Perang

Tabuk. Hal ini disebabkan saat itu orang-orang munafik berbondong-bondong

meminta kemurahan hati Nabi Saw agar mengizinkan mereka berdiam di rumah

saat perintah jihad diumumkan.4

Kemudian mengenai QS. al-Taubah [9]: 45, al-Rāzī menyinggung

Karāmiyyah yang membatasi iman hanya dengan pengakuan lisan. Namun, hal ini

terbantahkan dengan keterangan ayat dalam QS. al-Taubah [9]: 45. Mereka yang

mengaku beriman hendaklah membuktikannya dengan perbuatan yang sesuai. Jika

tidak, mereka bukan termasuk orang yang beriman.5

Kemudian Allah berfirman ( و ل و أ ر اد و ا ال ر و ج ل ع د و ا ل ه ع د ة) dibaca ‘uddatahu

atau dibaca ‘iddatan dengan meng-kasrah-kan „ain. Ibn „Abbâs menyatakan

maksud ayat ini adalah perbekalan, air dan kendaraan, karena perjalanan mereka

jauh dan pada waktu yang sulit. Ketidaksiapan mereka menunjukkan bahwa

mereka ingin ditinggalkan. Pendapat lain mengatakan ini merupakan isyarat

bahwa mereka mampu membuat perbekalannya sendiri.

Kemudian Allah berfirman ( و ل ك ن ك ر الل ان ب ع اث ه م ف ث ب ط ه م), di dalamnya

terdapat beberapa masalah sebagai berikut:

Pertama, al-inbi’āṡ adalah kepergian dalam suatu perkara.6 Dikatakan aku

memberangkatkan unta maka ia berangkat. Sedangkan tatsbiṭ adalah penolakan

untuk mengerjakan pekerjakan orang lain. Makna ayat ini ialah bahwa Allah tidak

menyukai keberangkatan mereka bersama Nabi Saw. Kemudian Ia memalingkan

mereka dari Nabi Saw.

Ada yang mengatakan keberangkatan mereka bersama Rasul satu sisi

dikatakan mafsadat, di sisi lain dikatakan maslahat.

4 Syamsuddīn Ibn Qayyim al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’būd, Vol. 12 (Libanon: Dār al-Kutub

al-„Ilmiyyah, 1995 M/1415 H), h. 331. 5 Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Gaib, Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), h.

78-81. 6 Dalam istilah lain, inbi’āṡ adalah bersegera melakukan sesuatu demi memenuhi

kebutuhannya. Ibrāhīm Musṭafā dkk, al-Mu’jam al-Wasīt, Vol. 1 (Beirut: Dār al-Da‟wah, tt), h. 62.

Page 63: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

45

Bagi yang mengatakan mafsadat, kenapa Rasul mencela mereka ketika

menetap di rumah? Namun jika itu maslahat, kenapa Allah tidak menyukai

keberangkatan mereka bersama Nabi Saw?

Jawabannya adalah keberangkatan mereka tidak mengandung maslahat,

dengan argumentasi Allah menjelaskan mafsadat yang didapat setelah ayat ini. Ia

berfirman ( ب ال ر ج و ا ف ي ك م م ا ز اد و ك م إ ل ,Jika (mereka berangkat bersamamu)“ (ل و

niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat

kekacauan.” Kemudian menyusul pertanyaan jika yang terbaik mereka tidak

berangkat, kenapa Rasul Saw menegur mereka ketika mengajukan izin?

Jawabannya adalah riwayat Abȗ Muslim yang mengatakan bahwa kalimat ل أ ذ ن ت bukan berarti Nabi Saw benar-benar mengizinkan mereka tidak ikut, tapi ada ل م

kemungkinan mereka minta izin untuk ikut keluar bersama Nabi Saw kemudian

diizinkan. Karenanya, terjawablah pertanyaan tersebut.

Abȗ Muslim melanjutkan argumentasinya, ayat ini menunjukkan

keberangkatan mereka bersama Nabi Saw adalah mafsadat. Maka, secara otomatis

teguran Allah terhadap Nabi Saw yaitu ketika ia mengizinkan mereka untuk

keluar bersamanya. Hal ini diperkuat dengan ayat-ayat lain, yaitu firman Allah

ائ ف ة م ن ه م ف اس ت أ ذ ن و ك ل ل خ ر و ج ف ق ل ل ن ت ر ج و ا م ع ي أ ب د ا) Maka jika“ ,(ف إ ن ر ج ع ك الل إ ل

Allah mengembalikanmu (Muhammad) kepada suatu golongan dari mereka

(orang-orang munafik), kemudian mereka meminta izin kepadamu untuk keluar

(pergi berperang), maka katakanlah, “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-

lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku.” Firman Allah lainnya

adalah ) س ي ق و ل ال م خ ل ف و ن إ ذ ا ان ط ل ق ت م( maka ini merupakan jawaban khusus dari Abu

Muslim.

Dilihat dari sisi lain, jawaban yang tepat menurut al-Rāzī ialah teguran

dalam ayat ( ل أ ذ ن ت ل م) bukan karena keadaan mereka yang duduk santai di

rumah, melainkan pemberian izin tersebut yang memberi mafsadat bagi Nabi

Saw. Penjelasannya sebagai berikut: pertama, Nabi Saw mengizinkan mereka

tanpa pertimbangan yang matang. Kedua, pada dasarnya Nabi Saw tidak

mengizinkan mereka untuk menetap, mereka duduk atas kemauannya sendiri.7

7 Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Gaib, Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), h.

78-81.

Page 64: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

46

Ketiga, Nabi Saw marah ketika mereka meminta izin tidak ikut berperang,

sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ( اق ع د و ا م ع ال ق اع د ي ن). Kedua, Muktazilah Baṣriyyah

8 mengatakan ayat di atas menunjukkan

bahwa Allah disifati dengan sifat murȋdiyyah, yaitu sifat kârihiyah (benci, tidak

menyukai), dengan dalil firman Allah ( و ل ك ن ك ر الل ان ب ع اث ه م). Hal ini dibantah oleh

Ashâbunâ dengan mengatakan makna kariha menunjukkan ketiadaan perkara

tersebut, bukan Allah membenci makhlukNya. Allah tidak menyukai

keberangkatan mereka bermakna keberangkatan tersebut tidak terjadi di dunia

nyata.9

Berbeda dengan penafsiran al-Qurṭubī dan al-Rāzī, al-Qusyairī

menafsirkan ayat QS. al-Taubah [9]: 44 tanpa menyebutkan ayat lain sebagai

argumentasi tambahan. Namun demikian, pemaknaan jihad dapat dilihat dari

penjelasan ayat berikutnya yaitu QS. al-Taubah [9]: 45 yang menyebut kata التأخير

-Orang .(keluar untuk berperang) الخروج dan (ketinggalan/tidak ikut jihad) التخلف/

orang yang tidak beriman ketika dibebankan tanggung jawab dalam hal ini

perang, mereka akan mencari alasan agar tidak mengikutinya.10

Kemudian Ibn Kaṡīr dalam Tafsīr al-Qur`ān al-‘Aẓīm memberi penafsiran

singkat namun cukup jelas. Ia menegaskan ayat ini berisi permohonan izin tidak

ikut perang, ditandai dengan lafal ( يف القعود عن الغزو ﴿ل يستأذنك ﴾ ). Nabi Saw

kemudian mengizinkan mereka. Namun, ternyata hal ini tidak disetujui Allah. Ia

menegur Nabi Saw dalam QS. al-Taubah [9]: 43, bahwa pemilik otoritas utama

adalah Allah semata. Nabi tidak memiliki kapasitas untuk mengizinkan siapa yang

berhalangan. Namun, berkat kasih sayang-Nya terhadap Nabi Saw, Allah

menurunkan QS. al-Nūr [24]: 62 sebagai keringanan baginya untuk mengizinkan

siapa yang disetujui.11

Kemudian Ibn „Ᾱyūr memberi penafsiran QS. al-Taubah [9]: 44-45 hampir

sama dengan al-Qurṭubī, al-Rāzī, al-Qusyairī, dan Ibn Kaṡir. Jihad dimaknai

8 Sayyid Hawa, al-Asās fī al-Sunnah wa Fiqhihā, Vol. 1 (Kairo: Dār al-Salām, 1992 M/

1412 H), h. 435. 9 Fakhruddīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Gaib, Vol. 16 (Beirut: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), h.

78-81. 10

al-Qusyairī, Laṭā`if al-Isyārāt, Vol. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971 M), h.

424. 11

Ibn Kaṡīr, Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm, Vol. 7, h. 210-211.

Page 65: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

47

perang dan mereka yang meminta izin bukan berasal dari golongan orang

mukmin. Ia menambahkan, kata إنا dalam QS. al-Taubah [9]: 45 adalah penguat

dari QS. al-Taubah [9]: 44. Makna ayat ini sebenarnya orang-orang yang izin

tidak berniat mengikuti perang ( ج و ر ال ىل ا ع و م ز ع ي ل م ه ن أ ). Oleh sebab itu, ayat ini

merupakan bukti bahwa orang munafik telah kafir karena upaya permohonan izin

tersebut diketahui banyak orang. Sementara selama ini istilah munafik hanya

dianggap sebagai sekelompok orang yang bersembunyi dibalik agama Islam.12

Sesuai dengan penafsiran sebelumnya, al-Sya‟rawi menafsirkan QS. al-

Taubah [9]: 44 dengan jihad dipahami sebagai perang dan orang yang meminta

izin bukan berasal dari kaum beriman. Hal ini dikarenakan mereka meminta izin

ketika perintah jihad baru saja disampaikan Nabi Saw. Kemudian ia memberi

analogi seperti Nabi Ibrahim a.s ketika didatangi para malaikat dalam bentuk

sekelompok laki-laki. Ia ingin memulyakan mereka selayaknya tamu. Namun,

Nabi Ibrahim a.s tidak minta izin untuk menyembelih hewan terlebih dahulu,

melainkan langsung membawakan makanan yang telah disembelih dan sudah

matang. Analogi ini bersumber dari penafsiran QS. Hūd [11]: 9 dan al-Żâriyāt

[51]: 26 sebagai berikut.

QS. Hūd [11]: 9

ذ ي ن ح ل ج ع ب اء ج ن أ ث ب ا ل م ف م ل س ال ق ام ل ا س و ال ى ق ر ش ب ال ب م ي اه ر ب ا إ ن ل س ر ت اء ج د ق ل و Artinya: “Dan para utusan kami (para malaikat) telah datang

kepada Ibrahim dengan membaa kabar gembira, mereka mengucapkan,

“Selamat.” Dia (Ibrahim) menjawab, “Selamat (atas kamu).” Maka tidak

lama kemudian Ibrahim menyuguhkan dalil anak sapi yang dipanggang.”

(QS. Hȗd [11]: 9)

Ahmad musṭafā al-Marāgī menyatakan ayat ini berbicara kondisi para

malaikat mendatangi Nabi Saw, meskipun masih diperdebatkan mengenai jumlah

dan siapa saja yang datang. Diriwayatkan dari „Aṭā`, sesungguhnya mereka ialah

Jibril, Mikail, dan Israfil a.s. Sementara riwayat lain menyebutkan, adalah Jibril,

12

Ibn „Ᾱsyūr, Ahkām al-Qur`ān, Vol. 10, h. 214.

Page 66: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

48

dan tujuh malaikat bersamanya. Mengenai hal tersebut, tidak ditemukan cara

mengetahuinya kecuali melalui taufik dari Allah. Sementara kata (البشرى) ialah

kabar gembira mengenai kelahiran anak. Selanjutnya lafal ( سلما قالوا ) menunjukkan para malaikat membaca salam kepada Nabi Ibrahim. Kemudian

Ibrahim menjawab عليكم السلم. Berikutnya firman Allah ( فما لبث أن جاء بعجل Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan dalil anak sapi yang“ (حنيذ

dipanggang”, yakni Nabi Ibrahim a.s tidak memperlambat penyajian dengan

membawakan makanan yang masih di atas batu panas (kondisi daging belum

matang). Sudah menjadi kebiasaan orang zaman itu masakan disimpan di atas

batu panas sebelum dibakar dengan api sampai matang dan siap disajikan.

Kemudian firman Allah dalam al-Żāriyāt berbunyi فراغ إل أهله فجاء بعجل Ayat ini ialah bukti bahwa Nabi Ibrahim a.s sudah .سني ف قربه إليهم قال أل تأكلون

lebih dulu menyiapkan hidangan daging panggang untuk para tamu dan matang

sebelum mereka datang. Berikutnya firman Allah ف لما رأى أيدي هم ل تصل إليه نكرهميفة هم Mak ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia“ وأوجس من

(Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka

(malaikat) berkata, “Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Luth”.

Ketika Nabi Ibrahim a.s melihat tangan mereka yang tidakengambil makanan

yang telah disediakan, di sanalah ia menemukan kejanggalan yang tidak lazim

dilakukan para tamu. Jika tamu tidak memakan makanan yang dihidangkan tuan

rumah, menandakan ia tidak menyukai atau sibuk dengan obrolan. Sesaat

kemudian, Ibrahim a.s menyadari kalau mereka bukan manusia biasa. Ia takut dan

khawatir mereka ialah malaikat azab.

Kemudian rombongan malaikat itu mengingatkan agar Ibrahim a.s tidak

takut. Rupanya mereka adalah malaikat yang diutus untuk membinasakan kaum

Nabi Lut. Kebetulan pemukiman mereka tidak jauh dari rumah Ibrahim a.s.

Bahkan, Dijelaskan dalam QS. al-Hijr ia dengan terus terang merasa takut.

Kemudian mereka menenangkannya, dan memberi kabar gembira mengenai

kelahiran Ishaq a.s.13

13

Aḥmad Musṭafā al-Marāgī, Tafsīr al-Marāgī, Vol. 12 (Mesir: Musṭafā al-Bābī: tt), h. 9.

Page 67: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

49

Sepakat dengan al-Maragi, Abū Ḥayyān dalam tafsirnya menyatakan Nabi

Ibrahim curiga setelah melihat para tamu tidak menjamah hidangan yang ada. Di

sana ada Sarah, istri Ibrahim a.s yang sudah tua. Ia turut menyaksikan peristiwa

tersebut. Abū Hayyān menyatakan ada tiga kabar gembira yang disampaikan

malaikat kepada Ibrahim a.s, yaitu: pertama, kelahiran anak. Kedua, mengenai

persahabatan. Ketiga, mengenai keselamatan Nabi Lut dan orang yang beriman

kepadanya. Mereka para pembawa kabar datang dengan bergerombol.

Dikatakan jumlah malaikat pada saat itu adalah 12 malaikat. Pernyataan

ini diriwayatkan oleh Ibn „Abbas. Sementara al-Sudi mengatakan berjumlah 11

malaikat. al-Dahhak mengatakan ada 9, dan Muhammad bin Ka‟b mengatakan

delapan. Kemudian al-Mawardi menyatakan mereka ada empat, sedangkan Ibn

„Abbas dan Ibn Jubair menyatakan ada tiga, yaitu: Jibril, Mikail, Israfil. Muqatil

mengatakam mereka ialah Jibril, Mikail, dan malaikat pencabut nyawa. Kemudian

ia meriwayatkan bahwa jibril khusus bertugas menghancurkan umat Nabi Lut,

sementara Mikail memeberi kabar gembira mengenai Ishaq kepada kedua orang

tuanya, dan Israfil mengabarkan sebagian umat Nabi Lut selamat karena kekuatan

iman mereka.14

QS. al-Dzâriyât: 26

ني ف راغ إل أهله فجاء بعجل سArtinya: “Maka diam-diam dia (Ibrahim) pergi menemui

keluarganya kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar).

(QS. al-Dzâriyât: 26)

Selanjutnya, Wahbah Zuḥailī menafsirkan ayat ini hampir sama dengan

penafsiran QS. Hȗd [11]: 9. Malaikat datang kepadanya untuk memberitahu kabar

Nabi Ibrahim a.s akan segera memiliki putra. Ia akan menjaga keturunan Ibrahim

a.s, dan mengharumkan namanya. Ialah Ishaq a.s. Berikutnya Ya‟qub a.s,

keturunan Nabi dari Israel.

Sementara istri Ibrahim r.a berdiri di balik hijab sembari melihat para

malaikat. Mendengar percakapan mereka, ia tersenyum bahagia, hilang darinya

rasa takut, keadaan pun menjadi aman. Sementara mufassir lain seperti Mujāhid

dan „Ikrimah menafsirkan فضحكت dengan حاضت ، وكانت آيسة ، حتقيقا للبشارة,

yakni Siti Sarah haid, padahal sebelumnya ia adalah perempuan yang tidak haid.

14

Abū Hayyān, al-Bahr al-Muḥiṭ, Vol. 1, h. 5543.

Page 68: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

50

Hal ini merupakan penegasan akan kabar gembira, pertanda Sarah akan hamil dan

melahirkan.15

B. Penafsiran al-Baḥr al-Madīd karya Ibn ‘Ajībah

Penafsiran Ibn „Ajȋbah dalam al-Bahr al-Madȋd terdiri dari dua sisi.

Pertama, QS. al-Taubah [9]: 44-45 dimaknai sindiran bagi orang munafik yang

ingin mengacaukan keadaan saat perang Tabuk, yaitu „Abdullâh bin Ubay dan al-

Jadd bin Qais sebagai perwakilan orang munafik. Kedua, ayat ini dimaknai

dengan makna isyârȋ. Jihad menurut Ibn „Ajȋbah ialah memerangi hawa nafsu.

Tidak layak bagi guru spiritual mengizinkan muridnya untuk mengikuti hawa

nafsu dan mengesampingkan pengendalian diri.

Firman Allah QS. al-Taubah [9]: 44-45 ditafsirkan Ibn „Ajibah bahwa

orang-orang yang ikhlas (الخلص) dalam beragama akan menaati semua perintah

sehingga pantang meminta dispensasi tidak ikut jihad. Ayat berikutnya ﴿ إنا﴾ يستأذنك ditafsirkan bahwa motif utama dalam jihad adalah iman, begitupun

sebaliknya.16

Selanjutnya al-Syaukani menafsirkan عفا الل عنك sebagai ucapan

pembuka, seperti كيف فعلت كذا ,وأعزك ورمحك ,أصلحك الل. Ini pendapat al-Makki,

al-Nuhhas, dan al-Mahdawi. Berdasarkan penakwilan ini, wakaf pada lafal

tersebut dinilai baik. Selain itu, QS. al-Taubah [9]: 43 juga berisi syariat agar

berhati-hati dengan sikap ketergesaan, dan tertipu dengan perkara lahiriyah.17

Dikutip dari al-Alusi, Muslim bin Hajjaj meriwayatkan hadis dari Abu

Hurairah r.a yang berbunyi:

ا ع ز ف و أ ة ع ي ه ع ا س م ل ك ه ن ت ى م ل ع ر ي ط ي الله ل ي ب س يف ه س ر بعنان ف ك س م ل ج ر اس الن اش ع م ي ن م مظانه ت و م ال و أ ل ت ق ال ي غ ت ب ي ه ن ت ى م ل ع ار

Artinya: “Setengah dari pada sebaik-baik keadaan kehidupan

manusia adalah seseorang yang memegang kendali kudanya untuk

melakukan peperangan di jalan Allah. Ia terbang di atas punggung

(kuda)nya. setiap kali ia mendengar suara gemuruh atau dahsyatnya di

15

Wahbah Zuḥailī, al-Tafsīr al-Munīr, Vol. 12 (Beirut: Dār al-Fikr, 1418), h. 107. 16

Ibn „Ajībah, al-Baḥr al-Madīd, Vol. 3 (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1423 H/2002

M), h.110. 17

Al-Syaukānī, Fatḥ al-Qadīr, Vol. 3, h. 261.

Page 69: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

51

medan peperangan, ia segera ke sana untuk mencari supaya terbunuh atau

kematian yang disangkanya bahwa di tempat gemuruh itulah tempatnya.”18

Kembali ke perizinan, makna isyari lain yang didapat dalam ayat ini ialah

tidak layak bagi seseorang meminta izin kepada saudaranya untuk perkara yang

sia-sia. Jika faktor utamanya adalah benci, maka seorang yang meminta izin tentu

tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Bahkan, terkadang alasannya tidak

diterima akal. Kemudian firman Allah والله عليم بالمتقني merupakan kesaksian bagi

mereka yang berjihad. Mereka adalah orang yang bertakwa. Maka dapat

disimpulkan, seseorang yang berbuat baik dijanjikan akan mendapat pahala yang

berlimpah. Sebaliknya, seseorang yang berbuat jahat, maka akan diancam

mendapat siksaan terpedih.19

C. Penafsiran Aḥkām al-Qur`ān karya al-Jaṣṣāṣ

Firman Allah ( ب ت ي م ل ت ن ذ أ ل ك ن ع ا الل ف ع (او ق د ص ن ي ذ ال ك ل ني turun pada orang-

orang munafik. Bisa saja Nabi Saw memilih tidak mengizinkan supaya terlihat

siapa orang munafik di antara pasukannya. Ayat ini kerap kali disinggungkan

dengan QS. al-Nur [24]: 62 yang berbunyi ( م ه ن م ت ئ ش ن م ل ن ذ أ ف ) “Berilah izin

epada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka”. Orang-orang mukmin

tidak akan pergi jika tidak diizinkan Nabi Saw. al-Jassas menilai dua ayat ini

saling melengkapi satu sama lain. Dengan kata lain, dua ayat tersebut bukan ayat

nāsikh dan mansūkh.

Firman Allah أن ياهدوا بأموالم ر ال م و ي ال و الل ب ن و ن م ؤ ي ن ي ذ ال ك ن ذ أ ت س ي )ل(وأن فسهم menunjukkan kewajiban jihad dengan harta dan jiwa secara berbarengan.

Oleh sebab itu, Allah berfirman ( ياهدوا بأموالم وأن فسهم أن ). Allah mencela mereka

yang meminta izin tidak berjihad dengan keduanya.

Jika ditanyakan mana yang lebih utama, menuntut ilmu atau memerangi

kaum musyrik? Jawabannya ialah jika musuh sudah di depan mata sementara

tidak ada yang mampu menghadapinya, atau umat Islam sudah dikepung oleh

mereka, maka jihad wajib dilakukan bagi setiap orang. Kesibukan berperang

18

Abu al-Ḥusain Muslim bin al-Hajjāj al-Naisabūrī, al-Jāmi al-Ṣaḥīḥ al-Musammā Ṣaḥīḥ

Muslim, Vol. 6 (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadīdah, 1414 H), h. 36. 19

Syihabuddīn Mahmūd bin Abdillāh al-Husainī al-Ᾱlūsī, Ruḥ al-Ma’ānī fī Tafsīr al-

Qur`ān al-Aẓīm wa Sab’i al-Maṡānī, Vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H), h. 301.

Page 70: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

52

dalam hal ini lebih utama dari menuntut ilmu, karena bahaya musuh sulit

dihindari. Sementara menuntut ilmu bisa dilakukan dalam kondisi apapun.

Kemudian jika keadaan berbalik, kebutuhan jihad tidak mendesak dan

perekonomian menjadi stabil, maka hukum jihad dengan pedang kembali ke fardu

kifayah selayaknya menuntut ilmu. Bahkan, perkembangan ilmu pengetahuan

pada saat itu lebih utama dari jihad ketika kita melihat posisi ilmu berada di atas

jihad.

Pokok persoalan jihad difahami perang adalah ketika jihad menjadi

sesuatu yang tidak disukai menjadi persoalan utama yang menjadi perhatian para

ulama untuk memahami arti jihad yang lain dalam perkembangannya, selain dapat

diartikan turun ke medan perang sebagaimana yang menjadi latar turunnya QS. al-

Taubah [9]: 44-45, juga dapat bermakna melawan hawa nafsu. Namun ada

substansi dari makna jihad yang dapat dipertimbangkan hampir oleh semua ulama

sebagai sesuatu yang penting yakni sebagai satu seruan pada agama yang hak.

Jihad fi sabīlillāh berarti berjuang di jalan Allah. Dengan melihat pengertian ini

jihad berarti perjuangan. Oleh karena itu, yang lebih penting dari jihad dengan

maju ke medan perang adalah memperjuangkan untuk memerangi ketertinggalan

dan kebodohan. Dalam hal ini, guru yang mengajar dan murid yang berjuang

mengatasi ketertinggalan dan kebodohan termasuk dalam arti jihad.20

Hal itu lah yang dibutuhkan umat Islam, umat Islam sangat membutuhkan

ilmu pengetahuan yang modern bahkan penguasaan pada teknologi. Umat Islam

tidak akan dapat memajukan agama Allah jika masih mudah dengan mudah

dibohongi oleh orang-orang non Islam dengan teknologi yang telah dibangunnya

dengan canggih. Generasi penerus Islam harus mengetahui yang perlu dicontoh

dan yang harus dihindari. Hal ini menjadi bagian penting tujuan jihad pada masa

sekarang. Yakni mendidik para penerus Islam untuk memiliki moral yang baik

dengan system yang menarik, kelengkapan teknologi yang canggih sehingga dapat

mengerti keagungan Allah.

Jika ditanyakan mana yang lebih utama, apakah jihad dengan jiwa dan

harta atau dengan ilmu? Jawabannya adalah jihad dengan pedang dibangun atas

20

Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), h. 122

Page 71: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

53

jihad ilmu, dan cabang darinya. Jihad ilmu adalah asal, sementara jihad dengan

jiwa adalah cabang. Maka asal lebih utama dari cabangnya. 21

Jika ditanyakan, apakah boleh berjihad dengan orang fasik? Jawabannya

dikembalikan pada kondisi individu pasukan. Jika setiap pejuang berjuang untuk

membela dirinya, maka boleh berjihad meskipun pemimpin dan sebagian

pasukannya ialah orang fasik.

al-Jassâs meneruskan, para sahabat juga berperang bersama orang fasik

pasca kepemimpinan khulafaurrasyidin. Salah satu contohnya ialah Abū Ayyūb

al-Ansari bersama Yazīd al-La‟īn. Kemudian ia mengutip hadis riwayat Abū

Ayyūb al-Anṣārī yang tidak pernah mengakhirkan jihad kecuali hanya setahun.

Karenanya, firman Allah ( ف اف ا و ث ق ال Ayat ini merupakan dasar kewajiban .(ا ن ف ر و ا

berjihad baik bagi orang adil, maupun orang fasik. Karena itu, Ayat-ayat yang

mewajibkan jihad tidak membedakan perintah untuk melakukannya, baik perintah

bagi orang adil, bahkan perintah jihad pun berlaku bagi orang fasik. Singkatnya,

Allah tidak membedakan perintah berjihad. Karena jihad bagian dari amar ma‟ruf

nahi munkar, maka wajib membantu orang fasik yang sedang melaksanakan amar

ma‟ruf nahi munkar.

21

Abū Bakr al-Jaṣṣāṣ, Aḥkām al-Qur`ān, Vol. 4 (Beirut: Dār Iḥyā`, 1992 M/1412 H), h.

317-319.

Page 72: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah tafsir dari QS. al-Taubah[9]: 44-45 adalah jihad

qitâlȋ dalam perang Tabuk. Corak dan waktu tidak menyebabkan adanya

perbedaan pendapat mengenai QS. al-Taubah [9]: 44-45. Hanya ketika berbicara

jihad secara umum, para ulama berselisih.

Pertama, jihad dimaknai perang baik dengan harta maupun jiwa.

Kelompok tafsir yang memuat penjelasan tentang ini ialah al-Jāmi’ li Aḥkȃm al-

Qur`ān karya al-Qurṭubȋ; Mafātīh al-Gaib karya al-Rāzī; Laṭā`if al-Isyārāt karya

al-Qusyairī; Tafsȋr al-Qur`ān al-‘Aẓīm karya Ibn Kaṡīr; al-Tahrȋr wa al-Tanwȋr

karya Ibn ‘Ᾱsyūr; al-Tafsīr al-Sya’rāwī karya al-Sya’rāwī.

Kedua, jihad dimaknai memerangi hawa nafsu dalam tafsir al-Baḥr al-

Madīd karya Ibn ‘Ajībah, ditandai dengan larangan bagi guru spiritual untuk

mengizinkan murid dalam meninggalkan jihad akbar.

Ketiga, dalam kondisi aman, menuntut ilmu lebih utama dari jihad. Ini

dimuat dalam Aḥkām al-Qur`ān karya Abū Bakr al-Jaṣṣāṣ, ditandai dengan

pernyataannya bahwa menuntut ilmu adalah asal, sementara jihad dengan perang

adalah cabangnya.

B. Saran

Penelitian tentang jihad dalam tafsir QS. al-Taubah [9]: 44-45

meniscayakan jihad tidak selalu dimaknai perang. Mengenai hal ini, saran dari

penulis adalah sebagai berikut.

Pertama, kepada para penulis skripsi berikutnya. Dalam kondisi aman, al-

Jaṣṣāṣ mengutamakan menuntut ilmu dari berjihad. Namun, ketika berbicara QS.

al-Taubah [9]: 44-45, ia menegaskan Nabi Saw berdosa karena mengizinkan

orang munafik tidak ikut berperang. Ia cenderung tidak konsisten dalam

menafsirkan jihad. Karenanya, penulis merekomendasikan kajian ini untuk dikaji

lebih dalam.

Page 73: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

55

Kedua, kepada para pengampu kebijakan, jihad bukan hanya berperang,

melainkan juga dengan sulȗk kepada Allah. Jihad semacam ini akan bermanfaat

luas jika didukung oleh fasilitas yang memadai dari pemerintah setempat.

Page 74: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

DAFTAR PUSTAKA

`Ᾱlūsī, Syihābuddīn Mahmûd bin „Abdillāh al-. Rūḥ al-Ma‟ānī. Beirut: Dār al-Kutub al-

„Ilmiyyah. 1415 H.

Abazhah, Nizar. Perang Muhammad: Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah. Jakarta:

Zaman. 1432 H/ 2011 M.

Abū Hayyān. al-Baḥr al-Muḥiṭ. Vol. 1, h. 5543.

al-Qurṭubī, Muḥammad bin Aḥmad bin Abū Bakr. al-Jāmi‟ li Aḥkām al-Qur`ān. Beirut:

Mu`assasah al-Risālah. 2006 M/1426 H.

Anwar, Ahmad. “Pembacaan Ayat-ayat al-Qur`an dalam Prosesi Mujahadah dalam Pondok

Pesantren al-Luqmaniyyah Umbul Harjo Yogyakarta.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin

dan Pemikiran Islam. Universitas Islam Negeri Yogyakarta. 2014.

Aṣfahānī, Abū al-Qāsim al-Rāgīb al-. al-Mufradāt fî Gharîb al-Qur`ān. Beirut: Dār al-„Ilmi.

1412 H.

Brata, Sumardi Surya. Metode Penelitian. Jakarta: Grafindo Persada. 1998.

Bukhārī, Muhammad bin Ismā‟īl al-. al-Sahīh al-Bukhārī. Beirut: Dār Tūq al-Najāh. 1422 M.

Darajat, Zakiya. “Jihad Dinamis: Menelusuri Konsep dan Praktik Jihad dalam Sejarah Islam”

UIN Jakarta: Ijtihad 16, no.1 (2016): 1-22.

Dzahabi¸ Syamsuddin Abu „Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin „Utsman bin Qaimāz al-. Siyar

A‟lām al-Nubalā`. Beirut: Mu`assasah al-Risālah. 1985 M/ 1405 H.

Farmāwī, Abd al-Ḥayy. Metode Tafsir Mauḍū‟ī al-. terj. Rasihon Anwar. Bandung: Pustaka

Setia. 2002.

Gazālī, Muḥammad al-. Fiqh al-Sīrah. Damaskus: Dār al-Qalam. 1998.

Ghazali, Abd Moqsith. Argumen Pluralisme Agama. Depok: Kata Kita. 2009.

Ghofur, Abdul dan Ahmad Mushonnif Alfi. “Penafsiran Abdullah Azzam atas Ayat-ayat Jihad:

Studi Kritis terhadap Kitab fī Zilāl Sūrat al-Taubah”. STAI Al Anwar Sarang Rembang:

al-Itqan 1, no.2 (2015): 99.

Hamat, Anung al- dkk. “Pendidikan Jihad menurut Imam Bukhari: Studi Naskah Hadis-hadis

Kitab al-Jihād dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī” Universitas Ibn Khaldūn Bogor:Ta‟dibuna 5,

no.2 (2016): 231-232.

Page 75: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas. 2003.

Hawa, Sayyid. al-Asās fī al-Sunnah wa Fiqhihā. Kairo: Dār al-Salām. 1992 M/ 1412 H.

Ibn „Abdullāh, Salih. Nadrat al-Na‟im fi Makarim Akhlaq al-Rasul. Jeddah: Dar al-Wasilah. tt.

Ibn „Ajībah. Abū al‟Abbās Aḥmad Ibn Muḥammad. al-Bahr al-Madīd. Kairo: Hasan Abbas

Zaki. 1999 M/1419 H.

Ibn „Āsyūr. al-Tahrīr wa al-Tanwīr. Tunisia: Dār al-Tūnisiyyah. 1984 M.

Ibn Ḥajar al-„Asqalānī. Fatḥ al-Bārī.

Ibn Hambal, Ahmad. Musnad Ahmad bin Hambal. Beirut: „Ālim al-Kitāb. 1998 M/1419 H.

Ibn Hisyam, „Abd al-Mālik. al-Sīrah al-Nabawiyyah. Beirut: Dar al-Jail. 1411.

Ibn Katsīr, Ismā‟īl. al-Sīrah al-Nabawiyyah. Beirut: 1990 M/1410 H.

Ibn Katsīr. al-Bidāyah wa al-Nihāyah. Kairo: Dār Hijr. 1997 M/1417 H.

Ibn Katsīr. Tafsīr al-Qur`ān al-Azīm.

Ibn Manzūr, Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn. Lisān al-„Arab. Beirut: Dār Sādir. 1414 H.

Jassās, Abū Bakr Aḥmad Ibn „Alī al-Rāzī. Aḥkām al-Qur`ān al-. Beirut: Dār Ihyā`. 1992 M/1412

H.

Jauziyyah, Syamsuddīn Ibn Qayyim al-. „Aun al-Ma‟būd. Libanon: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah.

1995 M/1415 H.

Kaltsum, Lilik Ummu dan Abd. Moqsith Ghazali. Tafsir Ahkam. Ciputat: UIN Press. 2015.

Marāgī, Aḥmad Musṭafā al-. Tafsīr al-Marāgī. Mesir: Musṭafā al-Bābī: tt.

Mega Hidayati, “Islam dan Kekerasan: Melihat Kembali Jihad melalui Hermeneutika Fazlur

Rahman”. Pascasarjana UMY: Jabal Hikmah 4, no.2 (2015): 234-235.

Mohamad Rana, “Reinterpretasi Makna Jihad: Studi Pemikiran Yusuf Qardhawi”. IAIN Cirebon:

Inklusif 2, no.1 (2017): 85.

Mubārakfūrī. Sejarah Hidup Muhammad. terj. Rahmat. Jakarta: Robbani Press. 2010.

Mukhtar, Ahmad. Mu‟jam al-Lughah al-„Arabiyyah al-Mu‟asirah. Beirut: tt. 1775.

Mustafā, Ibrāhīm. dkk. al-Mu‟jam al-Wasīt. Beirut: Dar al-Da‟wah. tt.

Mustafa, Muhammad. Rihlah fi A‟maq al-Sya‟rāwī. Kairo : Dār al-Safwah. 1991.

Naisabūrī, Abū al-Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-. al-Jāmi al-Ṣaḥiḥ al-Musamma Ṣaḥiḥ Muslim.

Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah. 1414 H.

Page 76: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

Qādir, Zakariyyā Ibn Gulām. Usūl al-Fiqh „alā Manhaj Ahl al-Hadīts. Jeddah: Dār al-Kharāz.

2002 M/1423 H.

Qaradhawi, Yusuf al-. Ringkasan Fikih Jihad. terj. Masturi Irham. dkk. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar. 2011.

Qusyairī, Abū al-Qāsim „Abd al-Karīm Ibn Hawāzin Ibn „Abd al-Mālik al-. Tafsīr al-Qusyairī

al-Musammā bi Laṭā`if al-Isyārāt. Beirūt: Dār Kutub al-„Ilmiyyah. 1971 M.

Rāzī, Fakhruddīn al-. Mafātīḥ al-Gaīb. Beirut: Dār al-Fikr. 1981 M/1401 H.

Rāzî, Muḥammad Ibn Abī Bakr bin „Abd al-Qādir al-. Mukhtār al-Ṣiḥāḥ. Beirut: Maktabah

Libanon Nāsyirūn. 1995 M/ 1415 H.

Ṣābunī, Muḥammad „Ali al-. Ṣafwah al-Tafāsīr. Beirut: Dār al-Qur`ān al-Karīm. 1981 M/1402

H.

Ṣalabī, „Alī Muhammad al-. Peperangan Rasulullah terj. Arbi dan Nila Noerfajariyah. Jakarta:

Ummul Qura. 2017.

Shihab, Quraish. Tafsīr al-Misbāh.

Sijistānī, Abū Sulaimān bin al-Asy‟ats bin Ishāq bin Basyir bin Syaddād bin „Umar al-Azdī al-.

Sunan Abī Dāwūd. Beirut: Dār al-Risālah. 2009 M/1430 H.

Suhaemi, Ahmad. “Konsep Jihad: Studi Komparatif Pemikiran Sayyid Quthb Dan Ibnu Katsir.”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin. Universitas Islam Negeri Bandung. 2013.

Sya‟rāwī, al-. Tafsīr al-Sya‟rāwī. Kairo: Akhbār al-Yaūm. 1991 H/1411 M.

Syahrastānī, Muhammad bin „Abd al-Karīm bin Abī Bakr Ahmad al-. al-Milal wa al-Nihal.

Beirut: Dār al-Ma‟rifah. 1404 H.

Syaibānī, Abū „Abdillāh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilāl bin Asad al-. Musnad

Aḥmad. Kairo: Dar al-Hadīṡ. 1995 M/1416 H.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern. Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Tamīmī, „Abdullāh bin Muhammad bin „Abd al-Wahhāb bin Sulaimān al-. Mukhtaṣar Sīrah al-

Rasūl (Riyadh: Dār al-Salām. 1997 M.

Tirmiżi, Muhammad bin „Îsā al-. al-Jāmi‟ al-Sahīh Sunan al-Tirmidzī. Beirut: Dār Ihyā` al-

Turāts al-„Arabī.

Wāḥidī, „Ali bin Aḥmad al-. al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitāb al-„Azīz.

Page 77: JIHAD DALAM TAFSIR KAJIAN ATAS QS. AL-TAUBAH [9]: 44-45repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48242/1/LIA LIANTI-FUF.pdfmemberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan

Zaidān, Abd al-Karīm. al-Mustafād min Qisas al-Qur`ān. Beirut: Mu`assasah al-Risālah. 1998

M/1419 H.

Zarkalī, Khairuddīn bin Maḥmūd bin Muḥammad bin „Alī bin Fāris al-. al-A‟lām. Libanon: Dār

al-„Ilmi li al-Mālayīn. 2002 M.

Zuhailī, Wahbah. al-Tafsīr al-Munīr. Beirut: Dar al-Fikr. 1418 H.

Zuhdi, Muhammad Harfin. “Fundamentalisme dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman al-Qur`an

dan Hadis”. UIN Syahid: Religia 13, no.1, (2010): 81.