jenis kekuatan politik

30
1 A. Latar Belakang Kekuatan politik merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga yang memainkan peranan dalam kehidupan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik. Kekuatan-kekuatan politik berperan sebagai penopang sistem politik melalui pengaruh terhadap pemerintahan. Kekuatan-kekuatan politik suatu negara berbeda dengan kekuatan politik negara lain, tergantung corak sistem politik yang digunakan. Secara lugas dapat dikatakan bahwa kekuatan politik tersentral di fungsi input oleh infrastruktur, maka kekuatan politik ini dapat berupa kekuatan formal dan non formal. Kekuatan politik Indonesia merupakan suatu daya yang dimiliki oleh lembaga-lembaga di Indonesia dalam bidang politik. Kekuatan politik di Indonesia telah memberikan kontribusi dalam membangun dan memberikan corak pada sistem politik Indonesia. Dalam perkembangan sistem politik Indonesia, telah banyak bermunculan aktor maupun lembaga-lembaga yang menjadi kekuatan politik Indonesia. Aktor maupun lembaga yang telah menjelma menjadi kekuatan politik tidak lain merupakan tonggak perjuangan bagi pembangunan politik di Indonesia.

Transcript of jenis kekuatan politik

Page 1: jenis kekuatan politik

1

A. Latar Belakang

Kekuatan politik merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga yang memainkan peranan dalam kehidupan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Kekuatan-kekuatan politik berperan sebagai penopang sistem politik melalui

pengaruh terhadap pemerintahan. Kekuatan-kekuatan politik suatu negara berbeda

dengan kekuatan politik negara lain, tergantung corak sistem politik yang

digunakan.

Secara lugas dapat dikatakan bahwa kekuatan politik tersentral di fungsi input

oleh infrastruktur, maka kekuatan politik ini dapat berupa kekuatan formal dan

non formal.

Kekuatan politik Indonesia merupakan suatu daya yang dimiliki oleh lembaga-

lembaga di Indonesia dalam bidang politik. Kekuatan politik di Indonesia telah

memberikan kontribusi dalam membangun dan memberikan corak pada sistem

politik Indonesia.

Dalam perkembangan sistem politik Indonesia, telah banyak bermunculan aktor

maupun lembaga-lembaga yang menjadi kekuatan politik Indonesia. Aktor

maupun lembaga yang telah menjelma menjadi kekuatan politik tidak lain

merupakan tonggak perjuangan bagi pembangunan politik di Indonesia.

Jika dirincikan, maka jenis-jenis kekuatan politik ada tujuh, yakni: partai politik,

kelompok kepentingan, kelompok penekan, aktor politik, media massa, organisasi

keagamaan, serta birokrasi sipil dan militer.

Kesemua jenis kekuatan politik tersebut sudah pernah mengisi sistem politik di

Indonesia. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dibahas “Jenis – Jenis

Kekuatan Politik” secara mendetail.

Page 2: jenis kekuatan politik

2

B. Jenis-Jenis Kekuatan Politik

1. Partai Politik

Partai politik menjadi salah satu kekuatan politik karena merupakan sarana bagi

warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan

negara.1

Walaupun kehadiran partai politik dalam wacana ilmu politik masih relatif muda,

baru diperkenalkan pada abad 19 di negara-negara Eropa (Inggris, Perancis),

namun kehadiran partai politik itu penting sebgai bagian dari struktur politik.2

Struktur politik pada umumnya terkait erat dengan sistem politik. Dalam konteks

ini, partai politik masuk dalam sistem politik yakni dalam proses input sebagai

infrastruktur politik dan sekaligus merupakan kekuatan politik.

Menurut undang-undang, partai politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh

WNRI secara sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan

kepentingan anggotanya, bangsa dan negara melalui pemilu.3

Adapun fungsi-fungsi partai politik adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Artikulasi Kepentingan

Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai

kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang

masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan

kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan

public. Bentuk artikulasi paling umum disemua sistem politik adalah

pengajuan, permohonan, secara individual kepada anggota dewan

(legislatif),atau Kepala Daerah, Kepala Desa, dan seterusnya.

1 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2009, hlm. 3972 P. Anthonius Sitepu, Transformasi Kekuatan-Kekuatan Politik (Suatu Studi Teori Kelompok dalam Konfogurasi Politik Sistem Politik Indonesia), Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2004, Volume 3, Nomor 3, hlm. 1633 UU No.2 / 1999 pasal 1(1)

Page 3: jenis kekuatan politik

3

2. Fungsi Agregasi Kepentingan

Merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh

kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-

alternatif pembuatan kebijakan publik.

3. Fungsi Sosialisasi Politik

Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai

politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut oleh suatu

Negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk suatu

sikap keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses

yang berlangsung tanpa henti.

Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melalui

masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-norma dan nilai-

nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian

sosialisasi politik merupakan factor penting dalam terbentuknya budaya

politik (political culture) suatu bangsa.4

4. Fungsi Rekrutmen Politik

Rekrutmen Politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-

anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan

administrative maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau

prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai

disesuaikan dengan sistem politik yang dianut.

Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik

kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih

luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang

berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi

4 Miriam Budiardjo, op.cit. hlm. 407

Page 4: jenis kekuatan politik

4

partai yang mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk

mengembangkan diri dan berpeluang untuk mengajukan calon untuk

masuk ke bursa kepemimpinan nasional.5

5. Fungsi Komunikasi Politik

Merupakan salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan

segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan

gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat

komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai

perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas).

Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah

bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai

“pengeras suara”.6

Dalam konteks ke-Indonesia-an, partai politik merupakan salah satu kekuatan

politik yang besar. Bahkan, jatuh bangunnya perkembangan yang dialami bangsa

Indonesia sejak proklamasi sampai reformasi sekarang ini, tidak dapat dilepas dari

peran partai politik.

Dalam perkembangan Indonesia, partai politik telah menjadi kekuatan politik

modern pertama dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, ketika

Budi Utomo saat itu berkembang menjadi partai politik yang didukung kaum

terpelajar dan massa buruh tani.

Dan dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan partai politik di Indonesia

semakin besar dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November

1945 yang memberikan kebebasan kepada masyarakat Indonesia untuk

membentuk partai politik. Inilah masa menjamurnya partai politik sebagai

kekuatan politik pada masa itu.

5 Ibid. hlm. 4086 Ibid.hlm. 406

Page 5: jenis kekuatan politik

5

Secara keseluruhan peranan partai politik di Indonesia sangatlah besar. Dimulai

dari peran revolusi, pembangunan demokrasi, hingga reformasi dan selanjutnya

peningkatan demokrasi di Indonesia.

2. Kelompok Kepentingan

Secara sederhana, kelompok kepentingan dapat diartikan sebagai organisasi yang

mempunyai kepentingan dan keinginan yang sama guna mempengaruhi kebijakan

pemerintah demi tercapainya tujuan.

Selanjutnya Miriam Budiardjo mengatakan bahwa karena beragamnya kelompok-

kelompok kepentingan, Gabriel A.Almond dan Bingham G.Powell membagi

kelompok kepentingan dalam empat kategori, yaitu:7

1. Kelompok Anomi

Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu-

individu yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan

ketidakpuasan yang sama.8

Kelompok kepentingan ini melakukan kegiatan-kegiatan secara spontan

dan hanya berlangsung seketika. Adapun Cara mengartikulasi kepentingan

berupa :

a. Demonstrasi

b. Kerusuhan

c. Memasang plakat

d. Coret-coretan

2. Kelompok Asosiasional

Organisasi-organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit,

mempunyai organisasi yang baik dengan staf yang bekerja penuh waktu.9

7 Ibid. hlm. 3878 Ibid.9 Ibid. hlm. 388

Page 6: jenis kekuatan politik

6

Kelompok kepentingan ini memiliki struktur organisasi yang formal. Di

Indonesia terdapat ikatan-ikatan semacam ini yang anggota-anggotanya

terdiri dari orang-orang yang menjalankan profesi yang sama, seperi

Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia

(PGRI).

3. Kelompok Nonasosiasional

Kelompok kepentingan ini dapat dikatakan kurang terorganisir secara

rapih dan kegiatannya masih bersifat kadang-kadang saja. Keanggotannya

berdasarkan atas kepentingan-kepentingan hal serupa dan persamaan

dalam hal tertentu. Contoh di Indonesia sebagai berikut : persamaan dalam

hal:

a. Keturunan = trah-trah kadilangu, paguyuban

b. Kedaerahan = IKSS, (tiap daerah)

4. Kelompok Institusional

Kelompok kepentingan ini dibentuk berpangkal pada satu lembaga tertentu

dan bersifat formal, terorganisir secara rapi dan teratur.

Di Indonesia terdapat ikatan-ikatan atau perkumpulan-perkumpulan orang-

orang yang sama-sama bekerja pada satu lembaga. Contoh :

a. Dharma Wanita

b. Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)

Peranan Kelompok Kepentingan

1) Dalam sistem politik demokrasi

Secara teoritis dalam sistem politik demokrasi peranan kelompok

kepentingan sangat besar jika dilihat dari hubungan kelompok

kepentingan-Parpol.

Dalam hubungan ini terdapat pula dua model:

Page 7: jenis kekuatan politik

7

a) Kelompok kepentingan yang berafiliasi dengan salah satu parpol.

Dalam hubungan afiliasi ini kelompok kepentingan tidak kehilangan

sifat independensi.

b) Kelompok kepentingan yang model kedua ini sudah jelas bahwa

independensinya mutlak dalam arti hubungan dengan Parpol.

2) Dalam sistem demokrasi politik non demokrasi

Dalam sistem politik ini parpol mendominasi kehidupan dan peranan

kelompok kepentingan. Karena itu peranan kelompok kepentingan jika

dilihat dari sudut partai dapat dikatakan kurang penting.

Kelompok kepentingan hanya dijadikan alat oleh Parpol untuk :

a) Mendukung program Parpol

b) Dijadikan power politik

c) Penyaluran keinginan Parpol

3) Kelompok kepentingan dalam sistem politik Indonesia

a) 1950 – 1959 : pada masa ini hubungan Parpol dan kelompok

kepentingan bersifat afiliasi, tetapi independensi kelompok

kepentingan dapat dikatakan hilang.

b) 1959 – 1965 : hubungan lebih bersifat kekeluargaan (independensi

hilang).

c) 1965 – 1973 : peranan kelompok kepentingan sangat lemah. Afiliasi

kelompok kepentingan dengan Parpol tapi menjaga keutuhan Parpol

(Independensi hilang).

d) 1973 – 1985 : peranan kelompok kepentingan dapat dikatakan tinggi

khusus (hubungan PPPS PDI dengan kelompok kepentingan). Pada

masa ini dapat dikatakan afiliasi antara kelompok kepentingan dan

Parpol. Tapi independensi kelompok kepentingan tidak hilang.

Untuk Golkar, dalam hubungan afiliasi dengan kelompok

kepentingan. Tapi independensi kelompok kepentingan hilang.

e) 1985 – 1998 (UU No.3 No.6.185) secara formal tidak ada lagi

hubungan afiliasi antara 3 Orpol – kelompok kepentingan.

Page 8: jenis kekuatan politik

8

Ini berarti pada masa ini independensi kelompok kepentingan mutlak.

f) 1998 – sekarang – independensi kelompok kepentingan.

Awal 1998 kelompok kepentingan secara tegas dan independen

menolak Soeharto sebagai presiden ke 7 kali.

3. Kelompok Penekan

Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat

dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan

sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan

pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang

mempunyai kepentingan sama, antara lain :

a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan

c. Organisasikepemudaan

d. Organisasi Lingkungan Kehidupan

e. Organisasi pembela Hukum dan HAM

f. Yayasan atau Badan hukum lainnya,

Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur

orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi)

sehingga dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum.

Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal berbagai kelompok penekan baik

yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya

bagaimana agar keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-

kurangnya tidak merugikan).

Kelompok penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding dengan

partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi diharapkan untuk

Page 9: jenis kekuatan politik

9

mengangkat isu sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong

kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative terkemuka.

Proses demokratisasi di Indonesia sendiri sangat jelas didorong oleh kelompok-

kelompok penekan yang berasal dari beragam kalangan di masyarakat, beberapa

di antaranya adalah, lembaga-lembaga bantuan hukum, lembaga-lembaga

penelitian swadaya masyarakat, media massa, organisasi-organisasi

kemahasiswaan di lingkungan internal dan eksternal kampus, organisasi-

organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga serikat buruh, partai-partai politik, dan

lain sebagainya.

Jumlah kelompok penekan yang beragam ini dapat bertambah banyak manakala

setiap kelompok di masyarakat menyuarakan dan memperjuangkan aspirasinya

melalui asosiasi atau kelompok yang begitu bebas didirikan dan begitu bebas

bersuara.

Fenomena ini tampak sekali pada tahun-tahun akhir pemerintahan Soeharto,

dengan ditandai oleh banyaknya bermunculan organisasi-organisasi

kecendekiawanan yang berafiliasi pada agama, pembentukan kelompok-kelompok

diskusi dan aksi oleh mahasiswa di intra-kampus dan ekstra kampus, dan

organisasi-organisasi massa lainnya di masyarakat, yang semuanya

mempejuangkan kebebasan dalam berpendapat dan mengkritik tanpa rasa takut.

4. Aktor Politik

Aktor politik adalah seseorang yang berkecimpung baik langsung maupun tidak

langsung dalam politik praktis. Aktor politik bisa saja dari partai politik maupun

dari lembaga kenegaraan.

Bagi aktor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui

proses, yaitu :

a. Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di

mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik

yang bersifat khusus.

Page 10: jenis kekuatan politik

10

b. Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang

selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup

mampu untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu

melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada

mereka.

Pada umumnya pengangkatan tokoh-tokoh politik akan memberikan angin segar

dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala bentuk dan

menifestasinya.

Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran di sektor

infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok

kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.

5. Media Massa

Media massa memiliki pengaruh yang cukup besar di dalam kehidupan politik.

Informasi yang diberikan oleh pers kepada pembaca, pemirsa, dan pendengar

tidak hanya berisikan sesuatu yang masuk dan berlalu begitu saja. Informasi itu

dapat berpengaruh terhadap perilaku politik seseorang, termasuk para pembuat

kebijakan-kebijakan publik. Secara langsung, media massa dapat memberikan

kontrol atau penekanan-penekanan kepada pemerintah berkaitan dengan isu-isu

tertentu yang diberitakannya.10

Dewasa ini media massa sangat berpengaruh dalam politik. Peran yang dimainkan

pun juga sangatlah penting. Hal ini terbuktikan dengan frekuensi dan aktifitas

media massa yang melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberikan

dampak yang sangat signifikan dalam dunia politik. Media massa juga sebagi

pemicu dan terkadang menjadi patron yang sangat berarti dalam kehidupan

bermasyarakat, dan terkadang dapat menjadi salah satu indikator terjadinya

perubahan politik.

10 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 281

Page 11: jenis kekuatan politik

11

Sebenarnya terdapat dua fungsi media terkait dengan komunikasi politi di dalam

masyarakat:

a. Media merupakan saluran komunikasi antara para elite, baik yang duduk

di dalam pemerintahan maupun elite yang tidak duduk di dalam

pemerintahan, dengan warga negara atau para pemilih.

b. Media memiliki kepentingan sendiri di dalam alur komunikasi politik itu.

Disini, media tidak hanya berfungsi sebagai instrumen, melainkan sebagai

salah satu aktor di dalam proses komunikasi itu dan memiliki kepentingan

yang bisa saja berbeda kepentingan aktor-aktor lainnya.11

Sebagai dampak empiris di Indonesia, telah di mulai dari tahun 1998. Media

massa sangatlah memegang peranan yang sangat luas,; daya jangkau masyarakat

terhadap media dan sebagai konsumsi sehari-hari membuat masyarakat dapat

melakukan perubahan politik yang sangat fundamental. Hingga sekarang inipun

secara implisit media massa dapat berlaku sebagai oposisi dan pengawasan dari

pemerintah. Namun hal tersebut tidaklah sebagai indikator bahwa media massa

selalu independen dan netral.

Sebenarnya, efektifitas media untuk perubahan politik memerlukan suatu situasi

politik yang kondusif, yang popoler disebut dengan keterbukaan politik. Dengan

adanya kebebasan pers, maka hal tersebut juga membuktikan bahwa adanya

kebebasan dalam berpolitik. Dari silogisme itu, maka dapat digeneralisasikan

bahwa media massa atau pers adalah suatu kekuatan dalam politik.

Dalam seluk-beluk negara demokrasi, media massa yang memiliki kebebasan pers

mulai menunjukan sebagai kekuatan politik pula. Hal tersebut dapat terjadi

apabila media massa memiliki media tandingan dan berita yang berimbang,

sehingga dapat melakukan propaganda yang tidak sepihak kepada masyarakat.

Peran politik media massa di dalam negara demokratis, bisa dilihat dari dua

peristiwa:

a. Pada proses seleksi kepemimpinan politik

11 Ibid. hlm. 285

Page 12: jenis kekuatan politik

12

Di dalam Pemilu, media massa dapat mempublikasikan berbagai isu,

termasuk program-program yang ditawarkan oleh calon atau partai. Media

massa juga bisa mengkritisi isu-isu tersebut. Sehingga media massa bisa

menguntungkan atau bahkan merugikan calon dan partai tertentu atas

publikasinya.

b. Pasca pemilu

Hal ini berkaitan dengan perjalanan pemerintahan sehari-hari. Di bidang

politik, selain menyiarkan berbagai kegiatan aktor-aktor politik yang

dipandang memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat berikut

interaksi para aktor itu antara yang satu dengan yang lain, media juga

menyiarkan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para elite. Di sini, posisi

media massa akan terlihat: memberi dukungan, bersikap netral saja, atau

melakukan perlawanan.12

Kecenderungan seperti itu memungkinkan media massa memiliki paradox dalam

dirinya. Di satu sisi media massa harus merefleksikan berbagai suara yang

terdapat di dalam masyarakat, juga sebagai aktor untuk menjaga keberlangsungan

demokrasi. Di sisi yang lain, media massa sering kali memihak kepada kelompok-

kelompok tertentu, baik pemilik modal yang secara langsung mengendalikan

dirinya, maupun pemilik modal yang mampu memasang iklan untuk

keberlangsungannya.

6. Organisasi Keagamaan

Munculnya kekuatan politik berbasis agama, atau menguatnya pengaruh agama di

dalam proses-proses politik, memang bukan khas yang terjadi di Indonesia. Di

negara-negara yang sebelumnya sangat sekuler seperti di Amerika Serikat dan

negara-negara eropa Barat, kecenderungan adanya interaksi yang lebih besar

antara agama dan negara juga terjadi.13

12 Ibid. hlm. 295 dan hlm. 29713 Ibid. hlm. 324

Page 13: jenis kekuatan politik

13

Kecenderungan tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa agama masih memiliki

pengaruh yang cukup kuat di dalam kehidupan masyarakat, tidak menghilang

sebagaimana dikatakan oleh penganut teori sekulerisasi.

Di dalam situasi seperti ini, terdapat politisi yang berusaha mengartikulasikan dan

mengagregasikan kepentingan-kepentingan para penganut agama itu melalui

proses-proses politik. Atau, paling tidak, para politisi itu berusaha untuk

menggunakan simbol-simbol keagamaan yang masih dianut oleh anggota

masyarakat untuk memperoleh dukungan politik.

Di Indonesia, munculnya politik aliran itu tidak saja terefleksi dari munculnya

partai-partai politik yang didasarkan atas agama tertentu. Pasca-pemerintahan

Soeharto juga mencatat semakin menguatnya kelompok-kelompok yang

memperjuangkan nilai-nilai Islam.

Kemunculan partai dan organisasi berbasis agama yang berseiring dengan proses

demokratisasi itu merupakan permasalahan tersendiri bagi perkembangan

demokrasi ke depan. Kemunculannya merupakan pertanda telah dibukanya keran

demokrasi. Tetapi, pada saat yang sama kemunculannya juga mengkhawatirkan

perkembangan demokrasi di Indonesia yang berkembang ke arah demokrasi

liberal dan berseiring dengan proses sekularisasi.

7. Birokrasi Sipil dan Militer

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian dari

upaya untuk melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu sendiri.

Paradigma ini yang sering di temukan dalam pemerintahan dalam suatu negara.

Kemudian budaya politik yang ada di indonesia adalah budaya paternalistik

sehingga ketika pemimpin dari salah satu kelompok atau golongan maka sudah

otomatis secara struktural dan secara kultural penempatan orang  dalam birokrasi

akan terlaksana seperti sistem kesukuan yang ada dalam kepemimpina tersebut.

Page 14: jenis kekuatan politik

14

a. Birokrasi sebagai kekuatan politik di era orde lama14

Pada masa awal kemerdekaan, negara ini mengalami perubahan bentuk

negara, dan ini yang berimplikasi pada pengaturan aparatur negara atau

birokrasi.

Kinerja birokrasi saat itu sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang

berkuasa pada saat itu. Di dalam birokrasi tejadi tarik-menarik antar

berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu. Banyak

kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa

kepentingan politik dari partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh

dalam suatu departemen.

Birokrasi pada masa itu benar-benar mengalami politisasi sebagai

instrumen politik yang berkuasa atau berpengaruh. Dampak dari sistem

pemerintahan parlementer telah memunculkan persaingan dan sistem kerja

yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birokrasi menjadi tidak professional

dalam menjalankan tugas-tugasnya, birokrasi tidak pernah dapat

melaksanakan kebijakan atau program-programnya karena sering terjadi

pergantian pejabat dari partai politik yang memenangkan pemilu. Setiap

pejabat atau menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari

pendahulunya yang berasal dari partai politik yang berbeda. Pengangkatan

dan penempatan pegawai tidak berdasarkan, merit system, tetapi lebih pada

pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.

b. Birokrasi sebagai Kekuatan Politik di Era Orde Baru

Pada masa orde baru, sistem politik didominasi atau bahkan dihegemoni

oleh Golkar dan ABRI. Kedua kekuatan ini telah menciptakan kehidupan

politik yang tidak sehat. Hal itu bisa dilihat adanya, hegemonic party

system diistilahkan oleh Afan Gaffar15. Sedangkan menurut William

14 Anderson, B.R.O.G. 1983, “Negara Kolonial dalam Baju Orde Baru”, diterjemahkan dari “Old State New Society: Indonesia’s New Order in Comparative Historical Perspective”, dalam Journal of Asian Studies Vol. XLIII, No. 3, May 1983, Hal. 477-496.15 Gaffar, Afar. 1999, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Ismani. 2001, “Etika Birokrasi”, Jurnal Adminitrasi Negara Vol. II, No. 1, September 2001 : 31 – 41.

Page 15: jenis kekuatan politik

15

Liddle, kekuasaan orde baru terdiri dari ;1). Kantor kepresidenan yang

kuat, 2). Militer yang aktif berpolitik, dan 3). Birokrasi sebagai pusat

pengambilan kebijakan.16

Pada masa orde baru ini terlihat sekali terjadinya politisasi terhadap

birokrasi yang seharusnya lebih berfungsi sebagai pelayan masyarakat.

Jajaran birokrasi diarahkan sebagai instrument politik kekuasaan Soeharto

pada saat itu.

c. Birokrasi sebagai kekuatan politik di era reformasi

Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi,

tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di

Indonesia. Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan

pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa

reformasi. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi

pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik

terlihat dari masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran anggaran

pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan

salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi

pelayanan birokrasi. Dalam praktiknya, struktur dan proses yang dibangun

merupakan instrumen untuk mengatur dan mengawasi perilaku

masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugasnya

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Militer sebagai Kekuatan Politik

Munculnya militer di panggung politik, sosial, dan ekonomi negara-negara

berkembang, berpangkal pada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan

kesemua unsur-unsur kehidupan masyarakat. Politisi sipil yang dengan relative

cepat dihadapkan kepada segala masalah seperti penyusunan suatu sistem politik

16 Maliki, Zainuddin. 2000, Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara Transisi, Galang Press, Yogyakarta.

Page 16: jenis kekuatan politik

16

yang sama sekali lepas dari kekuasaan asing, mengorganisisr masyarakat yang

relatif tergesa-gesa berhadapan dengan tuntutan modernisasi, masih mencoba

model-model yang mungkin dipergunakan untuk melayani tuntutan-tuntutan

masyarakatnya sendiri. Begitu lepas dari penjajahan, negara-negara berkembang

mengalami fase percobaan untuk merealisisr demokrasi.17

Sebagaimana terjadi di negara-negara lain, derajat keterlibatan militer di dalam

politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh corak sistem politik yang

berkembang. Ketika terjadi arus otoritarianisme, mulai 1957 sampai jatuhnya

pemerintahan Soeharto, keterlibatan militer di dalam politik sangat kental.

Kekentalan itu lebih terlihat lagi pada masa pemerintahan Soeharto karena secara

kelembagaan, militer merupakan bagian terpenting di dalam bangunan

pemerintahan orde Baru. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tiga kekuatan

politik besar pada masa itu, yakni ABRI, Birokrasi, GOLKAR (ABG).

Seperti yang disebutkan oleh P. Anthonius Sitepu bahwa menurut Yahya A.

Muhaimin, ada tiga alasan militer secara aktif masuk ke arena politik dan

berkembangnya peran militer dalam politik18, yakni:

a. Rangkaian sebab yang menyangkut adanya ketidakstabilan sistem politik.

Keadaan seperti itu akan menyebabkan terbukanyakesempatan serta

peluang yang cukup besar untuk menggunakan kekerasan di dalam sistem

politik

b. Rangkaian sebab yang bertalian dengan kemampuan golongan militer

untuk mempengaruhi atmosfir kehidupan politik dan bahkan untuk

memperoleh peranan-peranan politik yang menentukan

c. Rangkaian sebab yang berhubungan dengan “political perspectives”

kelompok militer yang menonjol di antara perspektif mereka adalah yang

berkaitan dengan peranan dan status mereka dalam masyarakat dan juga

berkenaan dengan persepsi mereka terhadap kepemimpinan sipil serta

sistem politik secara keseluruhan.

17 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia (Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. 4918 P. Anthonius Sitepu, op.cit, hlm. 164

Page 17: jenis kekuatan politik

17

C. Kesimpulan

Kekuatan politik merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga yang memainkan peranan dalam kehidupan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Dalam perannya sebagai penopang sistem politik, kekuatan-kekuatan politik terdiri dari:

1. Partai Politik

Partai politik menjadi salah satu kekuatan politik karena merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, partai politik merupakan salah satu kekuatan

politik yang besar. Bahkan, jatuh bangunnya perkembangan yang dialami bangsa

Indonesia sejak proklamasi sampai reformasi sekarang ini, tidak dapat dilepas dari

peran partai politik.

Dalam perkembangan Indonesia, partai politik telah menjadi kekuatan politik

modern pertama dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, ketika

Budi Utomo saat itu berkembang menjadi partai politik yang didukung kaum

terpelajar dan massa buruh tani.

2. Kelompok Kepentingan

a. 1950 – 1959 : pada masa ini hubungan Parpol dan kelompok

kepentingan bersifat afiliasi, tetapi independensi kelompok

kepentingan dapat dikatakan hilang.

b. 1959 – 1965 : hubungan lebih bersifat kekeluargaan (independensi

hilang).

c. 1965 – 1973 : peranan kelompok kepentingan sangat lemah. Afiliasi

kelompok kepentingan dengan Parpol tapi menjaga keutuhan Parpol

(Independensi hilang).

d. 1973 – 1985 : peranan kelompok kepentingan dapat dikatakan tinggi

khusus (hubungan PPPS PDI dengan kelompok kepentingan). Pada

Page 18: jenis kekuatan politik

18

masa ini dapat dikatakan afiliasi antara kelompok kepentingan dan

Parpol. Tapi independensi kelompok kepentingan tidak hilang.

Untuk Golkar, dalam hubungan afiliasi dengan kelompok

kepentingan. Tapi independensi kelompok kepentingan hilang.

e. 1985 – 1998 (UU No.3 No.6.185) secara formal tidak ada lagi

hubungan afiliasi antara 3 Orpol – kelompok kepentingan.

Ini berarti pada masa ini independensi kelompok kepentingan mutlak.

f. 1998 – sekarang – independensi kelompok kepentingan.

Awal 1998 kelompok kepentingan secara tegas dan independen

menolak Soeharto sebagai presiden ke 7 kali.

3. Kelompok Penekan

Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat

dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan

sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan

pemerintah.

4. Aktor Politik

Aktor politik adalah seseorang yang berkecimpung baik langsung maupun tidak

langsung dalam politik praktis. Aktor politik bisa saja dari partai politik maupun

dari lembaga kenegaraan.

5. Media Massa

Media massa memiliki pengaruh yang cukup besar di dalam kehidupan politik. Informasi yang diberikan oleh pers kepada pembaca, pemirsa, dan pendengar tidak hanya berisikan sesuatu yang masuk dan berlalu begitu saja. Informasi itu dapat berpengaruh terhadap perilaku politik seseorang, termasuk para pembuat kebijakan-kebijakan publik. Secara langsung, media massa dapat memberikan kontrol atau penekanan-penekanan kepada pemerintah berkaitan dengan isu-isu tertentu yang diberitakannya.

Page 19: jenis kekuatan politik

19

6. Organisasi Keagamaan

Kemunculan partai dan organisasi berbasis agama yang berseiring dengan proses

demokratisasi itu merupakan permasalahan tersendiri bagi perkembangan

demokrasi ke depan. Kemunculannya merupakan pertanda telah dibukanya keran

demokrasi. Tetapi, pada saat yang sama kemunculannya juga mengkhawatirkan

perkembangan demokrasi di Indonesia yang berkembang ke arah demokrasi

liberal dan berseiring dengan proses sekularisasi.

7. Birokrasi Sipil dan Militer

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian dari

upaya untuk melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu sendiri.

Munculnya militer di panggung politik, sosial, dan ekonomi negara-negara

berkembang, berpangkal pada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan

kesemua unsur-unsur kehidupan masyarakat.

Page 20: jenis kekuatan politik

20

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Gaffar, Afar. 1999. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Ismani. 2001. “Etika Birokrasi”. Jurnal Adminitrasi Negara Vol. II. No. 1. September 2001 : 31 – 41.

Maliki, Zainuddin. 2000. Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara

Transisi. Yogyakarta: Galang Press.

Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia (Konsolidasi Demokrasi Pasca-

Orde Baru). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanit, Arbi. 2011. Sistem Politik Indonesia (Kestabilan, Peta Kekuatan Politik,

dan Pembangunan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sitepu, P. Anthonius. 2004. Transformasi Kekuatan-Kekuatan Politik (Suatu Studi

teori Kelompok dalam Konfigurasi Politik Sistem Politik Indonesia).

Jurnal Pemberdayaan Komunitas. Volume 3. Nomor 3.