JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

18
777 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020 JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI: PEMETAAN EKSISTENSI ILMU BAYAN Irhamni Kholisin Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan jejak bayan di perguruan tinggi (UM) yang meliputi jejak tasybih, jejak majaz dan jejak keinayah. Untuk itu digunakan metode penelitian kualitatif yang datanya dikumpulkan dengan teknnik analisis dokumen dan wawancara. Hasilnya, jejak bayan di JSA FS UM ditandai dengan pengembangan konseptual yang diintegrasikan dengan konsep di luar ilmu non balaghah. Jejak bayan bayan juga ditandai dengan beberpa kontroversi konsep dan paparan. Kata kunci: Jejak ilmu bayan, perguruan tinggi, buku teks Penelitian tentang Jejak Ilmu Bayan ini akan menjadi khazanah intelektual yang berupa data akurat tentang eksistensi Ilmu Bayan yang ada di perguruan tinggi. Pengetahuan tentang jejak ilmu bayan di perguruan tinggi barangkali belum terpikirkan oleh banyak orang namun manfaatnya dapat dirasakan sebagai bukti kehidupan bahasa Arab yang sampai saat ini masih menjadi bahasa asing bagi bangsa Indonesai. Sementara itu bangsa Indonesia saat ini adalah bangsa yang mempunyai concern besar pada hubungan luar negeri i antaranya dengan Timur Tengah yang mempunyai bahasa Arab sebagai bahasa resminya. Di dalam bahasa tersebut terdapat properti pengungkapan yang menjadi daya tarik bagi para ilmuan yang disebut dengan ilmu bayan. Ilmu bayan ini salah satu bagian dari ilmu balaghah, namun demikian ilmu bahayan menjadi tema besarnya bagi para pakar balaghah. Nabi muhammad sendiri menegaskan bahwa dalam bayan itu terdapat sihir, atau daya tarik yang mengagumkan. Tentang tokoh dan pandangannya tentang al-bayan (tasybih, majaz dan isti'arah) As-Suyuthi, Bayan adalah balaghah maudlu'ah-nya bahasa Arab; Al-jabiri,

Transcript of JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

Page 1: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

777 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN

TINGGI: PEMETAAN EKSISTENSI ILMU BAYAN

Irhamni

Kholisin

Universitas Negeri Malang

[email protected]

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan jejak bayan di perguruan

tinggi (UM) yang meliputi jejak tasybih, jejak majaz dan jejak keinayah.

Untuk itu digunakan metode penelitian kualitatif yang datanya

dikumpulkan dengan teknnik analisis dokumen dan wawancara.

Hasilnya, jejak bayan di JSA FS UM ditandai dengan pengembangan

konseptual yang diintegrasikan dengan konsep di luar ilmu non balaghah.

Jejak bayan bayan juga ditandai dengan beberpa kontroversi konsep dan

paparan.

Kata kunci: Jejak ilmu bayan, perguruan tinggi, buku teks

Penelitian tentang Jejak Ilmu Bayan ini akan menjadi khazanah intelektual

yang berupa data akurat tentang eksistensi Ilmu Bayan yang ada di perguruan tinggi.

Pengetahuan tentang jejak ilmu bayan di perguruan tinggi barangkali belum

terpikirkan oleh banyak orang namun manfaatnya dapat dirasakan sebagai bukti

kehidupan bahasa Arab yang sampai saat ini masih menjadi bahasa asing bagi bangsa

Indonesai. Sementara itu bangsa Indonesia saat ini adalah bangsa yang mempunyai

concern besar pada hubungan luar negeri i antaranya dengan Timur Tengah yang

mempunyai bahasa Arab sebagai bahasa resminya. Di dalam bahasa tersebut terdapat

properti pengungkapan yang menjadi daya tarik bagi para ilmuan yang disebut

dengan ilmu bayan. Ilmu bayan ini salah satu bagian dari ilmu balaghah, namun

demikian ilmu bahayan menjadi tema besarnya bagi para pakar balaghah. Nabi

muhammad sendiri menegaskan bahwa dalam bayan itu terdapat sihir, atau daya tarik

yang mengagumkan.

Tentang tokoh dan pandangannya tentang al-bayan (tasybih, majaz dan isti'arah)

As-Suyuthi, Bayan adalah balaghah maudlu'ah-nya bahasa Arab; Al-jabiri,

Page 2: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

778 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Mempertemukan antara dua hal yang berbeda jenisnya dan penyelarasan antara keduanya

inilah yang merupakan rahasia balaghah bahasa Arab. Dan ini pula yang disebut dengan

"mekanisme bayan dan burhan" dalam wacana bahasa Arab. As-Sakaki, Bila Anda

menguasai tasybih maka Anda pun bakal menguasai berbagai aspek sihir ilmu bayani, Al-

Mubarrad, Tasybih merupakan satu bab istimewa yang tidak pernah habis dan berujung ;

Al-' Askari, metode tasybih di kalangan para pandahulu dan di kalamgan kaum Arab jahili

dari setiap generasi, menempati posisi yang terhormat dan dimuliakan dalam disiplin

balaghah ; Ibn Wahb, tasybih adalah satu bentuk kalam Arab yang paling terhormat, karena

di sanalah letak kepiawaian dan kekuatan bahasa mereka; Al-Jurjani, Metode tasybih

merupakan seni yang membutuhkan kecerdasan dan bakat yang maksimal, yang memberi

kelembutan dan menggetarkan jiwa, dan mampu menyatukan makna-makna yang saling

berbeda dan bertentangan dalam satu rumpun yang memikat, yang merangkai hal-hal yang

terasa asing satu sama lainnya dalam satu simpul keserasian dan keakraban (Al-Jabiri, 77-

82)

.

Daya tarik bayan yang mengagumkan itu dalam teori berbahasa menjadi satu

unsur penting yang mendapat perhatian. Melalui bayan orang akan memahami

banyak hal tentang pembicara serta pesan yang disampaikan misalnya tentang

kecerdasan pembicara, tendisinya, kekammpunnya tentang konten yang sedang

dibicarakan serta banyak hal mengenai pembicara misalnya minatnya di bidang

sastra, kecenderungannya dalam membuat penilaian, kemajuan ungkapannya. Bayan,

dengan demikiqn bisa dijadikan barometer kebahasaan dan kualitas pembicara. Itulah

kenapa semua perguruan tinggi yang mempunyai program bahasa Arab dipastikan

mempunyai mata kuliah ilmu bayan.

Sampai saat ini, ilmu bayan di perguruan tinggi dijadikan mata kuliah elitis

yang dipandang sebagai mata kuliah yang mengindikasikan standart tinggi dan

keberdaannya di perguruan tinggi oleh mahasiswa dianggap sebagai salah satu mata

kuliah yang menyita perhatian besar karena banyaknya unsur rumit yang terlibat

dalam bayan tersebut. Keindahan yang terdapat dalam ilmu bayan tidak dipungkiri

menjadi salah satu pembentuk sihir bayani yang banyak menyita para ilmuan bidang

bahasa Arab khususnya ilmu balaghah retorika. Namun demikian pengetahuan tetang

seberapa kualitas dan kuantitas keberadaan ilmu bayan ini serta keberaedaannya di

perguruan tinggi bisa dipastikan masih merupakan ruang gelap yang belum diketahui

Page 3: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

779 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

orang secara objektif yang disimpulkan dari data akurat yang terkumpul. Peneliti

yakin bahwa hasil penelitian ini akan membawa informasi yang mempunyai

urgensinya tersediri bagi mereka yang telibat dalam pembelajaran bahasa Arab.

Informasi demikian itu di tahun 2016 oleh Jurusan Sastra Arab dinggap sangat

penting karena berkaitan dengan upayanya untuk memetakan keilmuan yang

berkembang di PT saat ini (wawancara dengan Tim JSA, Oktober, 2015) Dapatlah

dikatakan bahwa peta tersebut bagi JSA bisa menjadi pijakan pengembangan yang

harus dilakukan selama ini. Tanpa pijakan tersebut dikhawatirkan terjadi ineffisiensi

atau pemubadziran dalam pengembangan program jurusan. Peta ilmu bayan pertama-

tama akan dilihat dari segi sebarannya kemudian dari segi kualitas yang menyertainya

di masing-masing PT yang menjadi mitra subjek dalam penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut tim peneliti akan melakukan penelitian

tentang jejak ilmu Bayan ‘bayan’ itu sendiri dalam materi perkuliahan balaghah yang

berkembang di PT yang selanjutnya akan bermanfaat untuk berbagai tujuan yang

relevan semisal pengembangan buku ajar ilmu bayan, balaghah, telaah prosa dan

puisi serta kajian-kajian teks suci dan Al-Hadits.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atau ethnografik

(Bogdan dan Biklen, 1982:2-3) yang berlangsung dalam latar yang wajar dengan

menggunakan pendekatan fenomenologis dan grounded theory karena berupaya

memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam subyek penelitian dengan

bersentuhan langsung dengan fenomena yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus. Rancangan ini digunakan

untuk penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap

Jejak Ilmu Bayan dalam Buku Teks Peguruan Tinggi.

Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka instrumen dalam pengumpulan data

adalah peneliti sendiri. Selanjutnya, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif ini

sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan

pada akhinya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong,1998: 121).

Sumber data dalam penelitian ini adalah kalangan JSA subjek penelitian,

Page 4: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

780 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

khususnya dosen pengampu mata kuliah ilmu balaghah, buku sumber dan

mahasiswapeserta perkuliahan balaghah.

3.6 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan kebanyakan berupa kata-kata subyek, baik lisan

maupun tertulis yang berkaitan dengan ide tentang Jejak Ilmu Bayan dalam Buku Teks

Peguruan Tinggi subjek penelitian yang meliputi buku teks telaah prosa, pisi, ilmu balaghah dan

Al-Qur’an-Hadits.

Dalam penelitian kualitatif ini data diperoleh melalui tiga cara, yaitu (1)

wawancara mendalam (in-depth interview), (2) pengamatan peran serta (participant

observation) (3) studi dokumentasi. Dengan teknik pertama peneliti melakukan

wawancara dengan pihak JSA perguruan tinggi subjek penelitian kajur, dosen dan

mahasiswa JSA yang bisa memberikan informasi tentang jejak ilmu bayan yang dalam

buku teks kesastraan yang mereka pelajari. Dengan teknik kedua, peneliti berusaha

terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang diperkirakan dapat menjadi sumber data

yang berkaitan dengan jejak ilmu bayan yang ada dalam buku teks kesastraan yang

mereka pelajari. Dengan teknik ketiga, peneliti melakukan telaah kritis terhadap dokumen

yang diperkirakan dapat menjadi sumber data tentang jejak ilmu bayan yang ada dalam

buku teks kesastraan yang mereka pelajari Hal itu relevan dengan pandangan bahwa bagi

peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila dilakukan

interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar di mana

fenomena tersebut berlangsung. Disamping itu ditunjang dengan teknik dokumentasi

berupa bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek untuk melengkapi data yang

diperlukan.

Analisis data dalam penelitian terdiri dari tahap-tahap pengerjaan yaitu organisasi

data, pemilahan data menjadi satuan-satuan tertentu, pelacakan pola, penemuan hal-hal

yang penting dipelajari, dan penentuan apa yang harus dikemukakan kepada orang lain.

Jadi, pekerjaan analisis data bergerak dari penulisan kasar sampai pada produk penelitian.

Analisis data dalam penelitian ini, data dianalisis pada saat pengumpulan data dan setelah

selesai pengumpulan data. Data dianalis dalam kata-kata, kalimat dengan bentuk narasi

yang bersifat deskriptif. Penerapan teknik analisa deskriptif dilakukan dengaan tiga jalur

Page 5: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

781 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

yang merupakan satu kesatuan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3)

penarikan kesimpulan.

Peneliti dapat membuat kesimpulan-kesimpulan yang longgar dan terbuka,

dimana awalnya belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar

dengan kokoh. Kesimpulan akhir dimungkinkan setelah pengumpulan data tergantung

pada kesimpulan-kesimpulan, catatan lapangan, penyimpanan data dan metode pencarian

ulang yang digunakan. Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan matriks yang

telah dibuat untuk menemukan pola, topik atau tema sesuai dengan penelitian.

Untuk memperoleh data dan hasil peneltian yang sahih peneliti menggunakan

teknik (1) perpanjangan kehadiran peneliti, yaitu 2 hari dalam seminggu selama enam

bulan (2) pengamatan terus-menerus secara rutin dan sistematis (3) triangulasi sumber

data dan teknik pemerolehan data (4) diskusi teman sejawat yang dianggap ahli baik yang

berkaitan dengan substansi maupun metodologi penelitian (5) analisis kasus negatif, (6)

penilaian atas kecukupan referensial baik yang berisat literar maupun tindakan subjek,

dan (7) pengecekan anggota.

HASIL DAN DISKUSI

Jejak Bayan yang akan dideskripsikan dalam hasil penelitian ini meliputi tasybih,

majaz dan kinayah. Ketiganya merupakan bagian dari bayan (ilmu bayan).

Jejak Tasybih

Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan

sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau sejenisnya,

baik tersurat mau-pun tersirat (Jarim dan Amin, tanpa tahun). Atau bayan adalah

pengungkapan dengan menggunakan perbandingan. Bayan juga diyakini sebagai

ungkapan yang mengandung sihir atau daya tarik yang memukau pendengar seolah ia

orang yang terkena sihir. Di JSA, bayan dimaknai sebagai menyerupakana sesuatu

dengan sesuatu yang lain karena adanya kesamaan sifat dengan menggunakan penanda

perbandingan atau tanpa menggunakannya (Mahliatussikah, 2015:3). Pengertian yang

dikemukakan oleh Mahliatussikah, bayan bisa disyarh sebagai pengungkapan dalam

berbahasa dengan cara membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena adanya

Page 6: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

782 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

kesamaan sifat antara yang dibandingkan dengan yang dijadikan bandingan, baik

perbandingan tersebut menggunakan penanda maupun tidak.

Di JSA FS UM, bayan telah meningglkan jejak kontemporerisasi yang cukup

berarti berkaitan dengan upaya mengintegrasikan bayan dengan ilmu wacana. Dalam

Mahliatussikah bayan dicoba ditempatkan pada posisi analsiis wacana yang mirip dengan

koordinat wacana yaitu dengan memastikan adanya istiah penentu dalam berkomunikasi

atau disebut sebagai konteks komunikasi yang meliputi mitra tutur, tempat bertutu,

situasi, media, topik, peristiwa, dan tujuan tuturan (di akhir paragraf ini tidak terdapat

perbandingan rujukan kecuali hal itu mengingatkan peneliti pada koordinat wacana dalam

istilah Samsuri, ...). Jejak kontemporerisari terlihat juga pada perbandingan-perbandingan

terminologis yang juga mengarah pada integrasi ilmu bayan dengan bidanhg keilmuan

yang senada misalnya terdapat istilah-istilah simile, tenor, vehicle, motif dan penanda

yang diambil dari Atmazaki (1993). Istilah-istilah tersebut juga sudah dimanfaatkan

untuk merumuskan suatu definisi, misalnya dalam mendefinisikan tasybih ghaoiru baligh

walaupun tidak digunakan dalam mendefiniskan tasybih baligh (belum ada jawaban

kenapa hal ini terjadi). Munculnya istilah ghairu baligh, ghairu dlimni dan ghairu mujmal

juga merupakan penanda jejak tasybih (bagian dai bayan) yang lain.

Dalam berbagi litertur yang digunakan di JSA FS UM adalah jejak keindahan

ungkapan bayani, yang mempertanyakan di mana letak keindahan gejala-gejala ungkapan

bayani yang direpresentasikan dalam contoh-contoh materi. Untuk memperkuat jejak

keindahan (dalam bentuk materi perkuliahan) maka diperlukan penjelasan tentang

keindahan. Karena itu pengintegrasian konsep-konsep dalam materi dengan iilmu bidang

lain di JSA perlu dietruskan sampai pada integrasi yang bisa memberi jawaban letak

keindahan setiap gejala ungkapan bayani.

Jejak Majaz

Paparan tentang pegertian majaz dilengkapi dengan rujukan dari AL-Hasyimi

(1978) yang dikutip dengan caramenerjemahkannya secara literal. Paparan yang ada

baragkali bisa disimpulkan menjadi ‘majaz adalah ujaran yang maknanya berbeda dengan

yang asli karena adanya ‘alaqah dan qarinah’. Jejak majaz ini di JSA dilengkapi dengan

teori tentang qarinah dan macam-macamnya namun belum ada paparan yang berkaitan

dengan macam-macam qarinah tersebut.

Page 7: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

783 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Klasifikaasi majaz dipaparkan secara memadahi. Tentang majaz ‘aqli, penulis

mengambil definisi dari Jarim dan Amin. Dari sisi penggunaan istilah, penulis

mengalihkan konsep isnad ke penisbatan. Pengalihan tersebut mungkin tidak mempunyai

akibat pada pemahaman, namun jika dikembalikan pada definisinya maka akan

menimbulkan pertanyaan-pertanyaan konseptual. Pengalihan semacam itu menjadi salah

satu jejak yang menandai majaz di JSA FS UM. Jejak yang lain berkaitan dengan majaz

ini adalah penggabungan antara konsep yang menggunakan bahasa Arab dengan konsep

yang diambil dari disiplin non balaghah misalnya penisbatan spasial, penisbatan

temporal, penisbatan pada infinitif, penisbatan nomina pelaku (isim fa’il) pad partisif

pasif (isim maf’ul) atau maf’uliyah dan penisbatan partisif pasif (isim maf’ul) pada

nomina pelaku (isim fa’il). Melihat paparan yang ada, peneliti memandang bahwa

pengalihan dan penggabungan tersebut masih perlu kajian lebih lanjut.

Jejak majaz (isti’arah) pada buku sumber masih memerlukan penjelasan terutama

berkaitan dengan cara kerja suatu konsep dalam contoh-contoh. Misalnya, paparan

tentang isti’arah makniyah (personifikasi) yang menggunakan contoh syair laisaz-

zama:n dan seterusnya, adalah “dalam contoh ini al-zaman (masa) dihayati sebagai

manusia yang mempunyai watak tak mau menyerah dan senang bermusuhan”. Paparan

tentang kata apa yang menjadi musyabbah bih serta apa sifat dan perilakunya belum

dipaparkan. Penggunaan contoh syair tersebut untuk isti’arah makniyah menurut peneliti

berkontradiksi dengan definisinya, yaitu al-zaman sebagai musyabbah bih yang eksplisit.

Tentang terjemahan syair yang berbunyi “walau sangat kaudambakan masa tak akan

pernah menyerah. Selalu memusuhi orang merdeka (bukan budak) memang watak masa”

menurut hemat peneliti, ada hasil penafsiran kata musa:lima (menyerah) yang kurang bisa

dihadapkan pada lawan kata tersebut yang berbunyi ‘ada:wah (permusuhan). Peneliti

lebih memilih kata ‘perdamaian’ sebagai terjemahan kata musa:lima sehngga dihasilkan

terjemahan yang berbunyi “zaman tidak akan menciptakan perdamaian walau kau sangat

mendambakannya. Selalu menciptakan permusuhan terhadap (kebaikan di antara) orang-

orang merdeka memang watak zaman”.

Jejak majaz (isti’arah mujarradah) yaitu persesuaian antara definisi dengan

konsep pada umumnya ilmu balaghah akan tetapi penjelasan tentang contoh raitu bahran

fil kuliyyah yulqi muhadlaratan yang diinginkan penulis bahwa yang “sedang berpidato”

adalah musyabbah (ulama) barangkali yang diinginkan adalah musyabbah bih.

Page 8: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

784 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Selanjutnya, jejak majaz dengan isti’arah mujarradah dengan contoh raaitu bahran ‘ala:

fara:sin yu’thi ‘saya melihat laut (orang dermawan) di atas kuda yang sedang memberi’.

Paparannya,

bahwa ujaran yu’thi adalah tajrid karena sesuai dengan musta’ar lahu,

musyabbah, yaitu seorang dermawan (ar-rajul al-kari:mu). Dikatakan

mujarradah karena dilepaskan dari sebagian nilai kesempurnaan. Musyabbah

dijauhkan dari musyabbah bih yang berakibat menjauhkan pengakuan bahwa

musyabbah itu adalah musyabbah bih (menyatu).

Peneliti berusaha memahami paparan tersebut akan tetapi belum mendapatkan

kesimpulan yang pasti. Mungkin (menurut peneliti), disebut mujarradah karena kata

yu’thi seharusnya menjelaskan seseorang (musyabbah dalam hal ini) akan tetapi

kenyataannya seseorang yang dijelaskan itu (musyabbah) tidak terlihat (atau mujarradah)

karena yang terlihat (disebutkan) adalah kata bahran (sebagai musyabbah bih). Jadi

mujarradahnya terletak pada tidak hadirnya musyabbah dalam kalimat.

Jejak majaz mursal terlihat pada penggunaan konsep-konsep non balaghah

semisal pelesapan, sinekdok, temporal,nomina spasial yang dilengkapi dengan konsep-

konsep balaghah. Contoh-contohnya diusahakan sedekat mungkin dengan pembaca

dengan mengemukakan perbandingan contoh dalam bahasa non Arab mislnya nggodok

wedang, njahit kelambi dan sebagainya.

Jejak Kinayah

Pada bab III halaman 56, penyebutan etimologi lebih terkesan sebagai

terminologi. Jika mahasiswa melanjutkan pembacaannya pada paragraf berikutnya maka

ia akan menemukan kontradiksi pemahaman tentang kinayah secara etimologi dan

terminologi. Selanjutnya, konsep kinayah mendapatkan bandingan dalam bahasa

Indonesia dengan munculnya contoh kantong kempes sebagai kinayah dari tidak berduit

dan kantong tebal sebagai kianyah dari sedang berduit. Jejak seperti ini bisa jadi akan

memicu meningkatnya retensi pemahaman mahasiswa terhadap konsep kinayah.

Dalam buku sumber terdapat contoh kinayah:

(1) Ahmad thawi:lun najad ‘Ahmad panjang tali pedangnya’

Page 9: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

785 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Menurut sumber (mahasiswa), kalimat (1) tersebut masih sulit dihubungkan

dengan keadaan subjek yang disifati karena bisa saja orang yang panjang tali pedangnya

itu orangnya pendek sehingga tali pedang yang panjang tidak mengindikasikan

kelaziman pada maushufnya, akan tetapi hubungan kinayah tersebut mudah ditemukan

jika terjemahannya bukan ‘tali pedang’ tetapi ‘sarung pedang’. ‘Sarung’ pedang’ yang

panjang menunjukkan kelaziman bahwa pemiliknya berperawakan tinggi.

(2) Wahamalna:hu ala: dza:ti alwa:hin wadusur yang diterjemhkan ‘Yang

memilki layar dan tali-temali’

Ini meninggalkan jejak pemahaman mahasiswa yang pesannya ‘dan Kami

membawa perahu’ Mereka tidak merujuk pada pemahaman lengkap ayat 13 tersebut

sehingga unsur S-P-O nya tidak ditelaah ulang. Akan tetapi ketika diterjemahkan dengan

‘Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku’ (Al-

Qomar:13) mereka baru memahami bahwa frasa dza:ti alwa:h wadusur “papan dan paku’

merupakan bentuk kinayah tentang sifat (kinayah ‘an sifah) dan frasa terebut bisa

dipahami dalam konteks non kinayah (arti asal), artinya kami benar-benar mengangkut

Nuh di atas papan yang dipaku.

Penjelasan tentang kinayah sifat (kinayah an sifatin) dilengkapi contoh klasik

yang banyak digunakan di berbagai buku yaitu ktsirur rama:di untuk makna dermawan.

Penjelasan kinayah sifat ini dilengkapi dengan penjelasan lapis makna untuk kinayah

ba’idah. Penjelasan semacam ini diperlukan dalam rangka memberi wawasan lebih

akademis terhadap pemahaman mahasiswa.

Jejak kinayah ditandai dengan pembagian kinayah menjadi kinayah sifat dan

kinayah yang disifati (kinayah ‘an maushuf) (buku sumber, 2015). Label kinayah yang

disifati tersebut belum merepresntasikan kinayah ‘an maushuf karena dalam penjelasan

berikutnya lebih mengarah pada konsep kinayah tentang maushuf. Perpindahan label dari

kinayah tentang mausuf ke kinayah yang disifati (berdasarkan kesimpulan pembacaan

peneliti terhadap teks yang sama) hal itu diduga sebagai salah satu ragam hasil penafsiran

namun demikian konsep tersebut sepengetahuan peneliti perlu lebih “dipermudah”.

Begitu juga tentang konsep kinayah penisbatan yang disimpulkan dari konsep kinayah

‘an nisbah. Perbedaan label konsep-konsep yang demikian walaupun mempunyai contoh

yang sama (antara kinayah penisbatan dan kinayah ‘an nisbah) namun memerlukan

proses pemahaman dan upaya rekayasa penemuan pesan yang berbeda.

Page 10: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

786 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Penjelasan tentang kinayah ‘an nisbah ditandai dengan peminjaman kata nisbah

(menjadi nisbat) yang menjadi kunci pemahaman konsep kinayah ini. Konsep nisbat itu

sendiri dalam paaparan buku sumber menagarah pada ‘memberikan atribut’. Makna yang

lebih dekat dengan nisbah pada konsep jenis kinayah ini adalah ‘mengaitkan suatu sifat

atau atribut dengan sesuatu yang berkaitan dengan maushuf dan bukan dengan maushuf

itu sendiri secara langsung’ yang contohnya adalah ungkapan al-majdu baina tsaubaihi.

Kinayah ‘an nisbah ini dalam buku sumber dijelaskan dalam konteks analisis

wacana tentang implikatur seperti penggunaan contoh “sebaik-baik manusia adalah yang

bermanfaat bagi manusia yang lain’ sebagai sindiran terhadap tidak adanya kebaikan bagi

orang yang tidak memberikan kemanfaatan bagi umat manusia yang lain (buku sumber,

2015). Jika orang yang baik itu adalah yang bermanfaat bagi orang lain maka

implikasinya ‘tidak baik orang yang tidak bermanfaat bagi orang yang lain. Penulis

menyebut kinayah ini penisbatan yang meniadakan sedangkan pada kinayah ‘an nisbah

dengan contoh a-majdu baina tsaubaihi adalah yang menetapkan. Penisbatan yang

menetapkan dan penisbatan yang meniadakan merupakan perluasan konsep secara

substantif yang sekaligus merupakan jejak kinayah yang ada di JSA FS UM. Di samping

perluasan konsep, ada perluasan istilah (penambahan) yang menjadi jejak bayan misalnya

ghairu baligh dan ghairu dlimni (keduanya berkaitan dengan tasybih).

Pada buku sumber halaman 59 ada jejak kinayah ‘an nisbah berupa paparan yang

masih sulit dimengerti oleh peneliti yaitu pernyataan “menutupi perangai terpuji adalah

menyamai manusia makan daging orang yang digunjingnya”. Kesimpulan ini muncul dari

paparan tentang larangan menggunjing yang terdapat dalam QS. Al-Hujurat:12).

Barangkali ungkapan terebut merupakan bagian dari paragraf yang sebagian tidak

tercetak tanpa sengaja, yang sering terjadi pada kegiatan cetak-mencetak.

Jejak kinayah di JSA FS UM juga berupa pembagian perantara kinayah yang

berupa ta’ridl, taliwih, ramzu, ima’ atau isyarah. Peneliti masih merasa kesulitan untuk

memahami contoh-contoh tentang perantara kinayah yang ada karena paparan tentang

letak keberlakuan konsep-konsep tersebut masih implisit. Di samping itu terdapat contoh

yang barangkali masih perlu perenungan dalam memahaminya, misalnya:

Wama: bika fiyya min ‘aibin fainni jabba:nul kalbi wahzu:lul fashi:li (Tiada cacat

bagi diriku karena sesungguhnya aku adalah pengecut anjingnya dan kurus anak

sapinya)

Page 11: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

787 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Peneliti tidak mengerti betul tentang syair tersebut namun jika syair tersebut ditujukan

untuk menyindir kedermawanan orang yang dipuji, barang kali terjemahan syair tersebut

adalah ‘bagiku, yang mulia tidak mempunyai cacat (sedikit pun) namun (pastilah yang

mulia mengetahui) sesungguhnya anjingku (saat ini) menjadi penakut (tak berdaya) dan

anak sapiku menjadi kurus’. Ketika keadaan anjing dan anak sapi dihadapkan pada

kedermawanan yang mulia maka yang muncul adalah kesan (perantara kinayah) yang

kesimpulannya, bahwa yang mulia tidak memberi makanan pada saya atau anjing dan

anak sapi saya.

Jejak kinayah di JSA juga tampak pada integrasi konsep-konsep dengan teori

kebahasaan dan kesastraan non Arab yang ditandai dengan perbandingan konsep-konsep

berkaitan dengan kinayah dengan konsep epitet, eufimisme, dan metonimi.

Jejak tasybih yang ada dalam buku sumber, yaitu kekuatan tasybih, majaz dan

kinayah adalah (1) mengekpresikan pikiran yang terendapkan di luar pengalaman dalam

istilah atau ungkapan yang dapat dialami (2) mengungkapkan sebuah abstraksi ke dalam

istilah-istilah yang kongkrit, (3) mengungkapkan gejala-gejala yang belum dikenal

melalui makna yang sudah di kenal, (4) mengungkapkan pikiran-pikiran yang tidak dapat

dirasakan dalam istilah-istilah yang dapat dirasakan (cf. Wahab, 1986: 51), (5)

mengungkapkan pikiran-pikiran yang tidak disenangi dalam bentuk yang disenangi

(penyajian dalam bentuk imajinasi yang dekat dengan pengalaman manis pendengar (6)

mengungkapkan pikiran-pikiran atau pernyataan-pernyataan yang memerlukan bukti-

bukti. (7) mempersingkat wacana dan memperjelas informasi. Jejak-jejak tersebut belum

dilengkapi dengan contoh. Jejak tasybih yang berkaitan dengan tujuan tasybih (yang di

JSA bisa juga disebut fungsi) (buku sumber, 2015:62) seperti disebut di atas bisa

dijelaskan seperti berikut:.

Pengungkapan istilah yang tidak dapat dipahami dalam istilah yang dapat dialami,

seperti ayat berikut:

…tsumma ma'wa:hum jahannamu wabi'sa-l miha:d. la:kini-l ladzi:na-t taghaw

rabbahum lahum janna:tun tairi: min tahtiha-l 'anha:ru kha:lidi:na fi:ha: nuzulam min

'indill:ahi wama: 'inda-lla:hi khairu-l li-l abra:r (Al-Qur'an, 3: 197-198)'.. .kemudian

tempat tinggal mereka (orang-orang kafir) ialah jahannam: dan jahannam itu adalah

tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertaqwa kepada

Page 12: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

788 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Tuhannya, bagi mereka sorga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sedang mereka

kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah

adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti' (Al-Qur'an, 3:197-198).

Ungkapan tajri: min tahtiha-l anha:ru kha:lidi:na fi:ha: nuzulam min 'indi-l la:hi

yang artinya 'mengalir di bawahnya (sorga) sungai-sungai sebagai tempat tinggal di sisi

Allah' adalah bentuk isti'a:rah dengan membuang musyabbah (signifier) yang berupa

ni'am (beberapa nikmat) dan bentuk jamalnya (keindahannya). Ungkapan tersebut

dipengaruhi oleh nilai kultural di mana keindahan di Arab sangat tepat bila diungkapkan

dengan suatu tempat yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, yang hal itu tidak mudah

didapat di daerah Arab padang pasir. Dengan bentuk isti'a:rah semacam itu, pendengar

akan mendapatkan gambaran yang lebih berarti mengenai sorga karena sorga

diungkapkan dalambentuk pengalaman penerimanya.

Pengungkapan abstraksi dalam istilah-istilah yang kongkrit seperti:

al-muslimu ma'al muslimi bunya:n yasyuddu bihi: ba'dhuhum ba'dha: 'seorang muslim

dengan seorang muslim lainnya sebagai sebuah bangunan yang saling memperkokoh.'

Ungkapan baya:n yang terdapat dalam contoh tersebut teradapat pada ungkapan bunya:ni

yasyuddu bihi: ba'dhuhum ba'dha: (laksana bangunan, mereka saling memperkokoh

bangunan tersebut). Pikiran yang ingin diutarakan dalam contoh tersebut adalah kesatuan

ummat Islam dan persatuannya. Dengan pengungkapan secara natural-deskriptif orang

akan sulit mengungkapkan persatuan dan kesatuan tersebut secara representatif dan

kongkrit. Orang akan kehabisan perbendaharaan kata atau sulit mencari perbendaharaan

kata yang tepat. Akan tetapi dengan gaya tasybi:h (dalam baya:n) orang akan dapat

menjelaskan konsep persatuan dan kesatuan tersebut dengan kongkrit dan mudah.

Pengungkapan gejala-gejala yang belum dikenal dengan istilah-istilah yang sudah

dikenal, seperti ungkapan An-Na:-bighah Adh-Dhubya:ni, seorang penyair terkenal di

masa Jahiliyah (sebelum masa Islam):

Kaannaka syamsun walmulu:ku kawa:kibu.idza thala'at lamyabdu minhunna kaukabu

'seakan engkau adalah matahari, dan para raja adalah bintang gemintang, apabila

matahari terbit maka tak satupun dari bintang ge-mintang yang tampak'.

Bila dilihat dari isti'a:rah tamtsiliyyah maka lafadz yang mengandung isti'arah adalah

semua lafadz dalam syair tersebut, sedang yang menjadi musyabbah yang dibuang adalah

anta bin nisbah ila-l muluk:ki (engkau bila dibandingkan dengan para raja). Dengan

Page 13: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

789 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

adanya isti'a:rah tersebut seorang penerima dapat menangkap konsep perbandingan

engkau dengan raja dengan tepat karena adanya suatu lafadz pinjaman (musta'a:r) yang

kongkrit sesuai dengan yang telah dia kenal dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian dapat dipastikan bahwa penerima telah memahami konsep yang disampaikan

oleh pembicara.

Mempersingkat wacana dan memperjelas informasi sebagai fungsi baya:n adalah

seperti yang terlihat dalam banyak maja:z 'aqli dan maja:z mursal. Fungsi baya:n yang

terakhir ini seperti terlihat dalam contoh berikut:

yaitu keunggulan seorang yang dipuji atas para raja (seperti dalam sair kannaka syamsun

…dan seterusnya).

Pengungkapan pikiran yang tidak dapat dirasakan dalam istilah atau penyebut

yang dapat disarankan dapat dijelaskan melalui contoh berikut:

ash-shabru kash-shabiri murrun fi: madza:qatihi wala:kin 'awaqibu:hu ahla: mina-l

'asali 'sabar itu bagaikan pobon shobir, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis

daripada madu".

Konsep yang ingin disampaikan dalam contoh tersebut adalah bagaimana rasa menderita

yang harus diterima oleh seorang yang menjalani kesabaran, tidak sabar dalam menjalani

perintah, sabar dalam nerima cobaan, dan sabar meninggalkan larangan. Penderitaan

tersebut sudah barang tentu tidak dapat dirasakan dengan panca indera, karena itu

penderitaan disamakan dengan pahitnya pobon shabir, yang pahitnya dapat dirasakan

dengan indra.

Pengungkapan pikiran yang tidak disenangi atau biasa-biasa saja dalam bentuk

yang disenangi (penyajian pikiran dalam bentuk imajinatif yang dekat dengan

pengalaman manis penerima, receiver) dapat dijelaskan melalui contoh berikut:

wash-shubhu fi: thurrati lailin mushfirin kaannahu fi: hurati muhrin asyqar 'dan waktu

shubuh di tepi malam yang menyala (fajar) seakan berada di putih dahi kuda yang berbulu

merah'. Style baya:n yang terdapat dalam contoh tersebut adalah bentuk tasy-bi:h

(comparasion), yaitu ash-shubhu fi: lailin musfirin sebagai musyabbah, dan (kaanna) hu

fi: hurrati muhrin asyqar sebagai musyabbah bih, sedang kaanna adalah ada:tu-t tasybih

(particle of comparasion). Baik musyabah maupun musyabbah bih adalah sebuah

imajinasi yang ditimbulkan oleh interaksi antar kata yang ada. Imajinasi yang ada dalam

musyabbah cukup jelas bagi setiap orang yang dapat menyaksikan waktu fajar, dan

Page 14: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

790 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

imajinasi yang ada dalam musyabbah bih juga cukup jelas, akan tetapi adanya

perbandingan dengan mengambil imajinasi yang ada di dahi kuda membuat penerima

memutar perhatian dari musyabbah yang sangat umum diimajinasikan rnenuju pada

imajinasi musyabbah bih yang tidak diduga-duga. Dari sini seorang penerima kemudian

tertarik untuk memperhatikan sesuatu yang mungkin semula tidak menjadi perhatiannya

untuk menjadi perban-dingan musyabbah, yaitu imajinasi mengenai tepi malam di waktu

fajar.

Pengungkapan pikiran atan pernyataan-pernyataan yang memerlukan bukti-bukti,

sebagai fungsi baya:n seperti contoh berikut:

Fa:thimah ba'i:datu mahwa-l qurthi 'Fatimah jauh tempat bergantungnya subang'.

Lafadz ba'i:datu-mahwa-l qurthi (jauh tempat bergantungnya subang) menunjukkan

batang leher yang panjang, dan batang leher panjang menunjukkan kelaziman seorang

rupawan (Irba:bu-l Luba:b, dkk.), 1969:58), akan tetapi tidak semua orang rupawan

berbatang leher dalam pengertian panjang (mungkin hanya sedang), karena itu seorang

pembicara (sender) yang memberitahukan seorang rupawan dengan ungkapan ba'i:-datu

mahwa-l qurthi (jauh atau panjang tempat bergan-tungnya subang), maka lafadz tersebut

sekaligus berfungsi sebagai bukti bahwa apa yang dikatakannya adalah benar.

Ashlaha-l 'umdatu-sy syawa:ri'a 'gubernur itu memperbaiki jalan raya" (Irba:bu-l

Luba:b, dkk., 1969:54) Penyandaran fi'il ash-laha (memperbaiki) pada al-'umdatu dalam

contoh tersebut menun-jukkan 'ala:qah sababiyyah, yaitu al'umdatulah (gubernur) yang

jadi sebab diperbaiki jalan raya, sedang pelaksana sebenarnya adalah rakyat. Karena itu

tanpa pretensi maja:z (berdasarkan hakikat) maka contoh tersebut berbunyi: ashlahati-r

ra'iyyatu asy-syawa:ri'a 'rakyat itu memperbaiki jalan raya', yang setiap orang dapat

mengerti bahwa yang bekerja memperbaiki adalah. mereka para rakyat. Dengan

demikian maka pengungkapan secara maja:zi akan menambah informasi tentang

siapakah yang mempromotori pembangunan jalan, apakah gubernur yang bertindak

sebagai pemimpin pembangunan atau yang lain Pak Camat misalnya? Dan sebagainya.

Dalam pengungkapan secara maja:zi 'aqli dengan 'ala:qah sababiyyah maka pertanyaan-

pertanyaan tersebut dapat dijawab.

Adapun yang berfungsi menyingkat wacana seperti deletion yang terda-pat dalam

maja:z mursal dengan ber'ala:qah mahalliyyah, contoh:

Was 'ali-l qaryata-l lati: kunna: fi:ha: (AI-Qur'an,12:82) 'dan berta-nyalah kepada desa

Page 15: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

791 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

yang kami ada di situ'. Dalam contoh tersebut ada lafadz yang dibuang yaitu lafadz ahlun

(penduduk), karena tanpa lafadz tersebut orang sudah memahami bahwa yang di-maksud

dengan al-qaryah (desa) dalarn ayat tersebut adalah ahlul qaryah (penduduk desa), maka

pernbuangan lafadz ahlun mem-buat kalimat lebih efisien.

KESIMPULAN

Penelitian jejak bayan ini menghasilkan kesimpulan bahwa bayan yang ada di JSA

FS UM telah mengalami pengembangan baik yang berkaitan dengan perluasan istilah

maupun substansi, yang dikaitkan/diintegrasikan dengan konsep-konsep ilmu non

balaghah. Hal itu menjadikan bayan lebih dekat dengan kehidupan berbahasa non Arab

mahasiswa yang selanjutnya akan mempermudah pembelajar untuk memahami bayan

dan menggunakannya dalam berbahasa baik lisan maupun tulis. Upaya pengintegrasian

konsep-konsep balaghah dengan non balaghah memerlukan kajian yang masih menyita

perhatian peneliti dan pengembang materi. Karena itu masih diperlukan penelitian lebih

lanjut.

Jejak bayan di JSA juga ditandai dengan masih perlunya paparan butir-butir

konsep dan penjelasan contoh yang diperlukan mahasiswa untuk menguasai bayan

sehingga mahasiswa bisa belajar dengan mandiri. Konsep-konsep dan teori-teori yang

masih berkaitan dengan bayan meanarik untuk ditelaah dan hal itu akan menjadi mudah

jika disertai paparan dan contoh-contoh konkrit dengan dilengkapi analisis yang

sederhana yang menunjukkan “cara kerja” atau “letak” keberlakuan konsep-konsep

tersebut dalam contoh yang ada.

Inti bayan adalah keindahan dan daya tariknya bagi pembaca/pendengar

sedangkan analisis dan paparannya berfungsi sebatas mengantarkan pembelajar pada

pemahaman keabsahan teoritisnya. Dari sisi ini (inti bayan) jejak bayan di JSA FS UM

terasa masih lebih sebagai kegiatan bernalar yang rumit dari pada kegiatan merasakan

keindahan sebuah ungkapan yang mengasyikkan. Hal ini merupakan problem yang terjadi

dalam buku sumber dan mungkin dalam praktek pembelajarannya. Kegiatan perenungan

berkaitan dengan keindahan ungkapan-ungkapan bayani perlu disertakan baik dalam

materi maupun kegiatan pembelajaran. Minus teori-teori keindahan adalah salah satu

jejak bayan di JSA FS UM.

Page 16: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

792 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Berdasarkan paparan hasil penelitian, perlu disarankan pada pihak terkait

misalnya dosen/peneliti, lembaga dan mahasiswa. Seorang dosen perlu terus menerus

mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran bayan yang makin memudahkan

pembelajar. Jejak bayan yang ada dalam penelitian ini merupakan salah satu isyarat

keberadaan bayan di perguruan tinggi sebagai lembaga tertinggi dan bergengsi yang

mengajarkan pengetahuan. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian antara materi bayan

dengan image perguruan tinggi tersebut. Jangan sampai image kebesaran pergurun tinggi

itu justru dihinakan sendiri oleh jejak bayan yang ada di perguruan tinggi.

Upaya menjadikan konsep-konsep bayan sebagai jejak bayan di JSA FS UM

menjadi pengetauan yang inklusif dengan upaya-upaya pengintegrasiannya dengan

konsep-konsep di luar bayan merupakan upaya strategis yang perlu disambut oleh

lembaga yang berkaitan, terutama perguruan tinggi melalui penelitian-penelitian lebih

intensif baik yang bersifat eks post facto, pengembangan, tindakan (kelas non kelas)

maupun analisis isi agar diperoleh sudut-sudut data bayan yang lengkap.

Sebagai langkah awal dalam rangka mendekatkan bayan pada kognisi mahasiswa

maka diperlukan pentahapan. Bagi mahasiswa (kelompok mahasiswa) yang kemampuan

berbahasa Arabnya belum memenuhi kriteria tertentu maka materi bayan yang bersifat

padat istilah non Arab perlu dipikirkan ulang pemberiannya pada mereka sesuai kondisi

di saat sedang terjadi pembelajaran sebab padatnya istilah non Arab (yang dalam jejak

bayan sebagian telah menggantikan istilah Arabnya) bisa jadi merupakan penghambat

bagi mereka. Oleh karena itu gaya belajar dan strategi kognitif belajar mahasiswa harus

mendapat pantauan di saat pembelajaran berlangsung. Jika diperlukan, pemantauan

semacam ini dimaksimalkan dalam bentuk kegiatan penelitian agar dokumentasi tentang

proses-proses pembelajaran yang mereka alami menggunakan materi dengan jejak-jejak

bayan yang ditemukan dalam penelitian ini lebih maksimal.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Hasyimi, Ahmad Ibn. 1960. Jawahirul Balaghah. Beirut: Al-Maktabah Al-

‘Ashriyyah.

Al-Jabiri, Muhammad. 2002. Post Tradisionalis. Jogjakarta: LKIS.

Bogdan, R.C., dan S.B.Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Brown, G. dan Yule, G. Discourse analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 17: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

793 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Hidayat. 2002. Al-Balaghah Lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil-Badi’ (Balaghah

Untuk Semua). Semarang : Karya Toha Putra.

Jarim, Ali dan Amin, Mustafa. Tanpa tahun. Al-bala:ghah Al-wadlihah. Bairut: Daar

Ma’rifah.

Luba:b, Irba:bul.1969. Ilmu Balaghah. Jogjakarta: tp.

Moleong, J. Lexy. 1992. Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya

Na:shif, Hifni; ayyab, Muhammad; Thamum, Mushtafa; Amr Mahmud. Tanpa tahun.

Qawa:idul Lughah Al-‘Arabiyyah. Kairo: Maktabah Adab.

Samsuri, 1988. Morfologi dan Pembentukan Kata. Jakarta : Proyek Pengembangan

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sibawaih, 180 H, Ja:hidz, 225 H, Mubarrad, 285 H, Tsa'lab, 291 H, Ibnu Mu'taz, 296 H)

Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural

Language Chicago: University of Chicago Press.

Sunardi, ST. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal.

Wahab, Abdul. 1986. Javanese Metaphors in Discourse Analysis. Urbana: Illinois.

Thesis of Ph.D, unpublished.

Wahbah, Majdi dan Al-Muhandis, Kamil. 1984. Mu’jamul mustalaha:t al-Arabiyyah fi-l

Lughah wal-Adab. Beirut: Maktabah Lubnan.

Page 18: JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN TINGGI ...

794 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020