jawaban UAS filsafat

30
KISI - KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER MAGISTER GIZI MASYARAKAT 1. Memahami pentingnya filsafat ilmu atas : a. Pertimbangan kompetensi seorang Magister. Pentingnya filsafat ilmu bagi seorang magister yang berkompetensi akademik yaitu lebih digunakan sebagai dasar pola pikir dan cara pemikiran dalam melakukan suatu kegiatan dan pemikiran tertentu. Seorang magister adalah seseorang yang dianggap sudah memiliki pengetahuan ilmu yang lebih luas mengenai suatu ilmu dan seharusnya seorang magister harus memiliki sifat seperti tanaman “padi” yang berarti semakin banyak pengetahuan/ilmu seseorang seharusnya semakin menunduk dan lebih memperhatikan masyarakat bawah serta lebih arif dalam mengambil suatu keputusan serta kebijaksanaan, oleh karenanya dalam menyelesaikan masalah seorang magister harus dipertimbangkan dalam berbagai aspek dan menempatkan diri sebagai pribadi yang professional (dalam konteks ini berarti bersifat netral,tidak memihak satu sisi dan berani menyatakan suatu kesalahan walaupun yang bersalah adalah anggota keluargaa mereka). Dalam pencapaiannya itu seorang magister harus mengetahui terlebih dahulu akar atau pokok permasalahan, bagaimana permasalahan itu terjadi dan untuk apa/kemana arah masalah itu. Pada kondisi yang demikian kemungkinan besar seorang magister akan berlaku adil, arif dan bijak.

Transcript of jawaban UAS filsafat

Page 1: jawaban UAS filsafat

KISI - KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

MAGISTER GIZI MASYARAKAT

1. Memahami pentingnya filsafat ilmu atas :

a. Pertimbangan kompetensi seorang Magister.

Pentingnya filsafat ilmu bagi seorang magister yang

berkompetensi akademik yaitu lebih digunakan sebagai dasar pola

pikir dan cara pemikiran dalam melakukan suatu kegiatan dan

pemikiran tertentu. Seorang magister adalah seseorang yang dianggap

sudah memiliki pengetahuan ilmu yang lebih luas mengenai suatu ilmu

dan seharusnya seorang magister harus memiliki sifat seperti tanaman

“padi” yang berarti semakin banyak pengetahuan/ilmu seseorang

seharusnya semakin menunduk dan lebih memperhatikan masyarakat

bawah serta lebih arif dalam mengambil suatu keputusan serta

kebijaksanaan, oleh karenanya dalam menyelesaikan masalah

seorang magister harus dipertimbangkan dalam berbagai aspek dan

menempatkan diri sebagai pribadi yang professional (dalam konteks ini

berarti bersifat netral,tidak memihak satu sisi dan berani menyatakan

suatu kesalahan walaupun yang bersalah adalah anggota keluargaa

mereka). Dalam pencapaiannya itu seorang magister harus

mengetahui terlebih dahulu akar atau pokok permasalahan, bagaimana

permasalahan itu terjadi dan untuk apa/kemana arah masalah itu.

Pada kondisi yang demikian kemungkinan besar seorang magister

akan berlaku adil, arif dan bijak.

Selain hal di atas sebagai seorang pendidik peranan filsafat ilmu

bagi seorang magister yaitu memberikan gambaran yang penuh untuk

menganalisa suatu obyek, mulai dari segi ontologis, epistemologis, dan

aksiologis serta seorang magister seharunya lebih terbuka dalam

berbagai bidang ilmu, mempelajari&memahami ilmu lain serta tidak

meremehkan ilmu lain walaupun pasti seorang magister tersebut

memiliki spesifikasi atau keahlian di bidang tertentu tetapi kita

seharunya memberikan pandangan ilmu kepada mahasiswa dari

berbagai bidang ilmu dan menjelaskan bahwa ilmu tidak dapat berdiri

sendiri melainkan ada keterkaitan antara ilmu yang satu dengan yang

Page 2: jawaban UAS filsafat

lain dan tidak dapat saling dipisahkan, dengan begitu tidak ada istilah

untuk meremehkan ilmu yang satu dengan yang lain tetapi yang ada

adalah kerjasama dari berbagai bidang ilmu jadi spesialisasi ilmu itu

tidak berdampak negatif tetapi sebaliknya yaitu berdampak positif bagi

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi negara kita.

b. Tuntutan perkembangan ilmu.

- Ilmu bukan sesuatu (entity) yang tetap, abadi, ilmu sebenarnya sesuatu

yang tidak pernah selesai kendati ilmu itu didasarkan pada kerangka:

objektif, rasional, sistematis, logis dan empiris.

- Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme

keterbukaan terhadap koreksi, itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari

alternatif-alternatif pengembangannya, baik mengenai aspek ontologis,

epistemologis dan aksiologisnya.

- Karena itu setiap pengembangan ilmu paling tidak keabsahan (validity)

dan kebenarannya (reliability) dapat dipertanggungjawaban baik

berdasarkan context of justification maupun context of discovery

- Spiritualitas, moralitas dan norma etik menduduki peran sebagai dasar

dan arah pengembangan ilmu itu sendiri. sebaliknya tata nilai ilmu

pengetahuan harus mampu mengembangkan budaya dan pola pikir

manusia sehingga tidak terjebak dalam pengembangan ilmu yang

kering, hanya bersifat fisik saja.

- Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini sangat pesat, ditandai

semakin meruncingnya spesialisasi ilmu-ilmu empiris, yg membawa

konsekuensi semakin ragam bidang-bidang keilmuan, sikap ilmiah

ilmuwan semakin fokus dan intens dalam bidangnya. implikasi yang

ditimbulkannya, sikap apatisme, egoisme keilmuan yang akan

membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia sendiri:

dehumanisasi, demoralisasi, individualisme, anarkhisme keilmuan.

c. Sifat ilmu yang dinamis.

sifat dari ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dan bersifat dinamis

(tidak ada yang statis) membuat kita harus selalu berpikir secara logis dan

dalam penerapan, pengembangan dan penemuan teori/ilmu tidak cukup

hanya mendasarkan pada kemampuan penguasaan konsep-konsep serta

Page 3: jawaban UAS filsafat

teori-teori keilmuan dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi juga

landasan pemahaman mengenai hakikat ilmu(dasar ontologis),metode

pengembangan ilmu (dasar epistemologis), dan kaidah-kaidah moral-etika

mengenai untuk apa teori/ilmu itu dikembangkan, diterapkan, atau

ditemukan (dasar aksiologis).

2. Masalah hubungan antara filsafat ilmu dan agama.

Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental

dalam sejarah dan kehidupan manusia.

Sebagian pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara

agama dan filsafat terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh,

dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan

"tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat. Tetapi,

usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat

berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat

manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan,

kebahagian, dan kesempurnaan hakiki.

Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan

tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama

bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-

asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat.

Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan

dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang

penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami

dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan

kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang

sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan

sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan

dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci

agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi

kita terhadap kebenaran ajaran agama.

Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah

dari penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof

hakiki adalah pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti

Page 4: jawaban UAS filsafat

menjadi subyek pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat

yang bagaimana memiliki hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah

sangat mungkin terdapat beberapa ajaran agama, karena

ketidaksempurnaannya, bertolak belakang dengan kaidah-kaidah filsafat,

begitu pula sebaliknya, sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak sempurna

berbenturan dengan ajaran agama yang sempurna. Karena asumsinya

adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat keberadaan dan

mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat yang berangkat

dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu sebagai subyek

pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari substansi

keberadaan itu sendiri. Keduanya merupakan karunia dari Tuhan yang tak

dapat dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu) karena ada

masalah-masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang tak bisa

dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk

memahami ajaran agama.

Mengenai dikotomi agama dan filsafat serta hubungan antara

keduanya para pemikir terpecah dalam tiga kelompok: kelompok pertama,

berpandangan bahwa antara keduanya terdapat hubungan keharmonisan dan

tidak ada pertentangan sama sekali. Kelompok kedua, memandang bahwa

filsafat itu bertolak belakang dengan agama dan tidak ada kesesuaiannya

sama sekali. Kelompok ketiga, yang cenderung moderat ini, substansi

gagasannya adalah bahwa pada sebagian perkara dan persoalan terdapat

keharmonisan antara agama dan filsafat dimana kaidah-kaidah filsafat dapat

diaplikasikan untuk memahami, menafsirkan dan menakwilkan ajaran agama.

Hubungan Agama dan Filsafat Menurut Para Filosof

Abu Hayyan Tauhidi, dalam kitab al-Imtâ' wa al-Muânasah, berkata,

"Filsafat dan syariat senantiasa bersama, sebagaimana  syariat dan filsafat

terus sejalan, sesuai, dan harmonis". Sebagaimana hukum alam meliputi dan

mengatur alam ini, akal juga mencakup alam jiwa dan berwenang

mengarahkannya. Tuhan merupakan sumber kebenaran yang meliputi secara

kodrat segala sesuatu. Cakupan kodrat adalah satu cakupan dimana Tuhan

memberikan kepada suatu makhluk apa-apa yang layak untuknya. Dengan

ini, dapat kesimpulan bahwa alam natural secara esensial berada dalam

ruang lingkup hukum materi dan hukum materi juga secara substansial

Page 5: jawaban UAS filsafat

mengikuti jiwa, dan jiwa berada di bawah urusan akal yang membawa pesan-

pesan Tuhan."

Dengan memperhatikan apa yang telah diuraikan di atas, bisa

dikatakan bahwa filosof tersebut sepakat dengan gagasan kebaikan dan

keburukan akal, dan hal ini juga diterima oleh aliran Mu'tazilah. Dari pikiran-

pikiran Mu'tazilah diketahui bahwa mereka ini berpijak pada konsep "syariat

akal". Mereka mendefinisikan "syariat akal" sebagai berikut, "Salah satu

syariat akal adalah bahwa manusia tidak menyukai apa yang terjadi pada

seseorang sebagaimana dia juga tidak mencintai hal tersebut terjadi pada

dirinya, dan manusia mencintai apa yang berlaku padanya sebagaimana dia

juga menyenangi hal itu berlaku pada orang lain. Perbuatan yang dia kerjakan

secara tersembunyi dengan senang hati juga dilakukan secara terbuka". Apa-

apa yang dipandang akal sebagai keburukan digolongkan sebagai hal yang

wajib dihindari dan tidak dikerjakan.

Mereka yang berpijak pada "syariat akal" memandang bahwa hukum-

hukum dan undang-undang yang diturunkan untuk manusia yang bersumber

dari Nabi dan Rasul mustahil bertentangan dengan "syariat akal". Abul Hasan

'Amiri, dalam kitab al-Itmâm lifadhâil al-Anâm, membahas hubungan antara

teori (ilmu) dan amal, di situ ia menekankan pentingnya ilmu bagi amal. Di

tempat lain ia katakan bahwa wahyu, ilham, lintasan ide, dan pikiran

merupakan bentuk ibadah akal (an-nusuk al-aql).

Dalam sejarah filsafat Islam, Syeikh Syihabuddin Suhrawardi adalah

termasuk salah seorang filosof yang menentang pemisahan ajaran suci

agama dan pemikiran filsafat, ia beranggapan bahwa keduanya terdapat

kesatuan hakikat. Ia kemudian membangun sendiri sistem filsafatnya berpijak

pada asumsi adanya kesatuan tersebut. Menurutnya, perbedaan yang ada di

antara agama-agama dan aliran-aliran pemikiran dipengaruhi oleh banyak

faktor dan salah satu faktor utamanya adalah perbedaan dalam istilah.

Tak diragukan lagi bahwa ajakan dan dakwah para Nabi berpijak pada

bashirah dan bukan taklid tanpa argumentasi. Dan ketika terdapat burhan dan

argumentasi, maka kita tidak bisa menyatakan bahwa hal tersebut bertolak

belakang dengan hikmah dan filsafat. Perlu diperhatikan bahwa filsafat itu

jangan dipandang sebagai rangkaian dan kumpulan dari pemikiran,

Page 6: jawaban UAS filsafat

perspektif, dan gagasan filosof-filosof Yunani yang di antara mereka terdapat

orang mukmin, kafir, yang benar, dan yang salah.

3. Dimensi-dimensi filosofis dalam ilmu.

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan m

engenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari beberapa segi kajian, yaitu :

A. Ontologi

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek

yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana

hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan

meng-indera yang membuahkan pengetahuan.

Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu

perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu

berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas

dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari

kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk

hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Dari pembahasannya

memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran

berpikir, yaitu:

1. Materialisme;

Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu

adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari

yang ada.

2. Idealisme (Spiritualisme);

Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan

bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia

ide yang lebih hakiki dibanding materi.

3. Dualisme;

Page 7: jawaban UAS filsafat

Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat

bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari

dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.

4. Agnotisisme.

Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis,

yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula

tidak.

B. Epistemologi

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu

datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang

lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang

sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan

mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur

memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa

definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan

moral dan teori-teori moral.Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir,

yaitu:

1. Empirisme;

Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh

dari pengalaman inderawi.

2. Rasionalisme;

Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan

manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja

akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada

metode deduktif.

3. Positivisme;

Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik

tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang

mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.

4. Intuisionisme.

Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi

pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang

dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

Page 8: jawaban UAS filsafat

C. Aksiologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori:

(1) baik dan buruk; serta

(2) indah dan jelek.

Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut

etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau

estetika.

1. Etika

Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari

kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau

mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral

atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau

perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau

keburukan, bermoral atau tidak bermoral.

Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama.

Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan

moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul

dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara

etis.

Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.

a. Deontologis.

Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan

kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa

baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan

bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-

norma yang ada.

b. Teologis

Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik

jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana

untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia.

Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme

(utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832),

yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).

Page 9: jawaban UAS filsafat

2. Estetika

Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang

berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang

dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal

yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang

disebut indak atau tidak indah.

Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul

persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan

yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan

dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran.

Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan

dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.

.

4. Teori kebenaran ilmiah dan cara-cara memperolehnya.

Untuk mengetahui apakah pengetahuan itu adalah suatu kebenaran

atau tidak dimana hal ini sangat berhubungan erat dengan sikap bagaimana

cara kita memperoleh pengetahuan, apakah kita hanya melakukan kegiatan

dan kemampuan akal pikir ataukah melalui nilai kebenaran karena semua

masih meragukan dan itulah yang merupakan kebenaran. Dan untuk

mengukur suatu kebenaran kita mempunyai teori – teori kebenaran antara

lain :

1. Teori Coherence of Truth (Teori kebenaran saling berhubungan) :

Menurut teori ini sebuah kebenaran pengetahuan dapat diukur dari

proses atau hasil berpikir/pemikiran yang logis sehingga teori ini

mempersyaratkan seseorang untuk menjaga pikiran yaitu berpikir secara

konsisten yang akhir pemikiran dapat disebut dengan pemikiran logis.

Teori ini di bangun oleh para pemikir yang rasional.pembuktian teori

koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi

sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang

bersifat logis.

Contoh : untuk mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa

lalu, hal ini kita tidak dapat membuktikan secara langsung dari isi

pengetahuan itu, melainkan hanya dapat membuktikan melalui hubungan

Page 10: jawaban UAS filsafat

dengan proposisi yang terdahulu dengan cerita – cerita yang masih

dipengaruhi oleh pikiran – pikiran yang subyektifitas.

2. Teori Correspondence of Truth ( Teori kebenaran saling berkesesuaian)

Teori ini merupakan pengukur teori kebenaran ilmiah yang berdasarkan

apa yang dipikirkan sesuai teori dan fakta (kesesuaian) yang tidak

merasa puas apabila tidak melihat bukti untuk mengetahui suatu

kebenaran,jadi tidak mau hanya sekedar asumsi – asumsi saja, atau

berteori – teori saja tetapi perlu pembuktian yang nyata.

Teori korenponden ini merupakan teori yang paling awal, teori tersebut

berangkat dari teori pengetahuan aristoteles yang menyatakan segala

sesuatu yang diketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada

kenyataan oleh subyek.

Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila

saling berkesesuaian dengan kenyataan yang ada atau harus

membuktikan sesuai kenyataan.

Contoh : ada produk makanan yang promosikan, dikatakan bahwa kalo

dikonsumsi dengan nasi akan terasa enak dan gurih. Pada teori ini harus

dibuktikan apakah enak dan gurih apabila dimakan bersama dengan nasi

kalau tidak berarti salah.

3. Teori Pragmatic of truth ( Teori kebenaran Inherensi)

Teori ini untuk melihat kegunaan atau manfaat yang tidak hanya sekedar

logika kalau tidak ada manfaatnya akan percuma tidak ada gunanya.

Teori ini mempunyai pandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar

apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau

dimanfaatkan.

Teori ini menguraikanb tentang teori kebenaran yang meletakkan ukuran

kebenaran dalah salah satu macam konsekuensi sehingga proposisi ini

dapat membantu untuk dapay mengadakan penyesuaian yang dapat

memberikan kepuasan terhadap pengalaman yang menyatakan hal itu

benar.

Contoh : pengetahuan naik bis, dan kemudian akan turun dengan

berkata kiri pada kondektur kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan

berhenti di posisi kiri penumpang bias turun dengan selamat, mengukur

Page 11: jawaban UAS filsafat

kebenaran ini bukan melihat karena bis berhenti di posisi kiri tapi

penumpang bias turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.

Dari ketiga teori ini masing – masing mempunyai kelebihan dan

kekurangannya, teori koherensi mempunyai kelebihan dimana akurasi

pemikiran cepat . tepat tuntutan kebenarannya tercermin pada pemikiran

logisnya ini yang membedakan antara ilmuan dengan ilmiah. Teori

corenpondence mempunyai kelebihan dalam kebenaran didukung oleh

bukti – bukti sehingga sulit untuk terbantahkan, akan tetapi sering tertipu

oleh fakta yang belum tentu itu suatu kebenaran.

Dan teori pragmatic juga mempunyai kelebihannya dimana teori ini

hanya dapat memenuhi kebutuhan temporary atau pada saat diperlukan

sangat acceptable (sangat menolong pada saat emergency) dan teori ini

hanya bersifat pemenuhan sementara (yang belum tentu perlu) dan

kelemahannya teori ini berorientasi praktis dan kurang memperhatikan

dasar empirisnya dan dasar rasionalnya. Sehingga dalam kesimpulan

dapat diambil bahwa kebenaran ilmiah harus memiliki dasar – dasar baik

dasar coherence, correspondence maupun pragmatic karena ilmu harus

rasional, ilmu harus empiris dan ilmu harus pragmatic.

4. Teori Semantic of Truth (Teori kebenaran berdasarkan arti)

Teori kebenaran ini dapat ditinjau dari segi artinya atau maknanya,

apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai

referen yang jelas atau tidak, oleh sebab itu teori ini mempunyai tugas

untuk menguatkan kesalahan dari proposisi dalam referensinya. Teori

kebenaran semantic ini dianut oleh paham filsafat analitika bahasa yang

dikembangkan paska filsafat Berhand Russel yang semula sebagai tokoh

filsafat analitika bahasa.

Contoh : filsafat secara etiologi berasal dari bahasa yunani philosophia

yang artinya adalah cinta akan kebijaksanaan, pengetahuan tersebut

dinyatakan benar kalau ada refensinya yang jelas dan apabila tidak ada

referensinya maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah.

5. Teoei Kebenaran Sintaksis

Teori kebenaran ini para penganutnya berpangkal tolak pada keteraturan

yang sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau

tata bahasa yang melekatnya, dengan demikian suatu pernyataan

Page 12: jawaban UAS filsafat

memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti atyuran – aturan

sintaksis yang sudah baku dengan kata lain apabila proposisi itu tidak

mengikuti syarat atau aturan dan keluar dari hal yang sudah ditetapkan

maka proposisi akan tidak mempunyai arti. Teori ini sangat popular

diantara penganut filsuf analisis bahasa terutama yang begitu ketat

terhadap pemakaian gramatika.

Contoh : dalam suatu kalimat standar ditetapkan harus ada subyek dan

predikat, dan apabila tidak lengkap karna tidak ada subyek maka kalimat

itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat, bukan kalimat standar

karena tidak punya subyek.

6. Teori Logical Superfluity of Truth (Teori kebenaran Logik yang

berlebihan)

Teori kebenaran ini dikembangkan oleh para kaum positivistic yang

diawali dengan Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini,

masalah atau problema kebenaran hanya merupakan kekacauan dari

bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, yang dimana

pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki

derajat logis yang mana masing – masing melingkupinya. Dengan

demikian setiap proposisi mempunyai sisi yang sama dalam memberikan

informasi dan semua bersepakat dan apabila kita ingin membuktikan lagi

kebenaran hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan.

Contoh : suatu lingkaran itu adalah bulat dan pernyataan ini sudah

sendirinya benar tanpa harus diterangkan lagi, karena pada dasarnya

lingkaran adalah suatu garis yang sama jaraknya dari titik yang sama

yaitu berupa garis yang bulat.

5. Sumber-sumber pengetahuan yang bersifat rasionalisme dan

empirisme.

Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah yang mendasar

dalam epitemoligi, secara sederhana terjadinya pengatahuan dengan

sifatnya baik a priori maupun a pasteriori, dimana pengetahuan yang a

priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui

pengalaman baik pengalaman indera (penglihatan) maupun pengalaman

Page 13: jawaban UAS filsafat

batin/jiwa, sedangkan pengetahuan a pasteriori adalah pengetahuan yang

terjadi berdasarkan karena adanya pengalaman.

Secara logika deduktif dan logika induktif dalam proses penalarannya

mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang benar,

sehingga dapat diketahui (menurut Mundiri) bahwa pengetahuan adalah

hasil dari aktivitas mengetahui, dimana tersingkapnya suatu kenyataan

ked ala jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.Ketidak raguan

merupakan syarat mutlak bagi jiwa untuk mengetahui.

Untuk mendapatkan pengetahuan yang benarpada dasarnya terdapat dua

cara pokok yang dilakukan oleh manusia : (!) berdasarkan rasio dan (2)

berdasarkan diri pada pengalaman. Pengetahuan yang benar yang

diperoleh berdasarkan kegiatan rasio, bagi kaum rasional

mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan nama Rasionalisme,

sedangkan mereka yang mendasarkan diri pada pengalaman

mengembangkan paham yang disebut Empirisme

Bagi kaum rasionalisme dalam memperoleh pengetahuan yang benar

mempergunakan penalaran dengan logika deduktif, premis yang dipakai

dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas

dan dapat diterima, prinsip ini sudah ada jauh sebelum manusia berusaha

berpikir, paham ini juga dikenal dengan nama idelisme. Dimana fungsi

pikiran manusia hanyalah suatu prinsip yang akhirnya menjadi suatu

pengetahuannya dan prinsip ini bersifat apriori dan dapat diketahui oleh

manusia melalui kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman tidaklah

menumbuhkan prinsip dan justru sebaliknya, hanya melalui mengetahui

prinsip yang diperoleh melalui penalaran rasional kita dapat mengetahui

kejadian – kejadian disekitar kita, secara singkat bahwa ide dari kaum

rasionalis bersifat apriori dan prapengalaman yang didapatkan manusia

lewat penalaran nrasional.

Contoh : Masalah utama yang muncul dari cara berpikir ini adalah

mengenai criteria untuk mengetahui kebenaran dari suatu ide yang

menurut seseorang adalah benar dan dapat dipercaya,tetapi bagi orang

lain belum tentu jelas dan dapat dipercaya karena mungkin criteria cara

berpikir kita yang berbeda atau alain. Jadi permasalahan utama yang

dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis – premis

Page 14: jawaban UAS filsafat

yang dipakainya dalam penalaran dedutif, karena premis penalaran yang

dipakai bersumberkan pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan

terbebas dari pengalaman, Sehingga dapat dikatakan pengetahuan yang

berdasarkan dari pemikiran rasional semacam ini cenderung bersifat

solipsistic (hanya benar kerangka pemikiran tertentu yang berbeda dalam

benak orang yang berpikir tersebut) dan masih bersifat subyektif.

Bagi kaum empirisme mempunyai pendapat yang berbeda dengan kaum

rasionalisme terhadap sumber pengetahuan, dimana menurut kaum

empirisme bahwa pengetahuan manusia itu diperoleh bukan dari

penalaran rasional yang abstrak tapi melalui pengalaman yang kongkret

dengan gejala-gejala ilmiah yang bersifat kongkrit yang dianggap dapat

dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia. Hal ini memungkinkan

kita untuk melakukan suatu generalisasi dari berbagai kasus yang terjadi

dengan menggunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan

yang dilakukan secara pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang

bersifat individual. Dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini

adalah pengetahuan yang dikumpulkan cenderung untuk menjadi

kumpulan fakta – fakta tapi kumpulan fakta ini belum tentu bersifat

konsisten mungkin masih bersifat kontradiksi.

Kaum empirisme beranggapan bahwa dunia fisik adalah nyata karena

merupakan gejala yang tertangkap oelh panca indera (penglihatan)

manusia sehingga disini mempunyai dua hal penting : pertama, apabila

kita mengetahui ada dua fakta yang nyata, sekiranya kita mengatakan

tidak bagaimana penalaran induktif membuktikan sebaliknya? Ini

mengingatkan pada kita bahwa hubungan antara berbagai fakta tidaklah

nyata sebagaimana yang diperkirakan. Oleh karena itu kita harus

mempunyai suatu kerangka pemikiran yang dapat memberikan

latarbelakang mengapa sesuatu mempunyai hubungan dengan yang lain,

sebab kalau tidak maka pada hakekatnya semua fakta didunia fisik dapat

saja dihubungkan dalam kaitan kausalitas.Kedua : mengenai masalah

hakikat pengalaman yang dijadikan suatu cara dalam menemukan

pengatahuan dan penginderaan sebagai alat untuk menangkapnya,

pernyataan ini dimaksud dengan pengalaman yang merupakan stimulus

pancaindera atau persepsi? Sehingga dari didasarkan diri kepada

Page 15: jawaban UAS filsafat

pancaindera untuk menangkap gejala fisik yang nyata dan sebepara

dapat mengandalkan pancaindera tersebut, sehingga kaum empirisme

tidak mampu memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat

pengelaman itu sendiri karena pacaindera juga mempunyai kekurangan

dan kemampuan yang terbatas dan dapat juga membuat kesalahan.

6. Persoalan etis dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Teknologi modern yang dihasilkan spesialisasi secara ekstensif telah

mempengaruhi berbagai bidang kehidupan manusia, dan secara intensif

mampu merubah pola kehidupan manusia (pola budaya) yaitu dapat :

menyebabkan kekeringan nilai-nilai : artinya teknologi mendorong

perkembangan pola pikir berorientasi praktis, rasional, empiris. Dapat

terjebak ke arah pola kehidupan yg materialis, pragmatis, kering nilai – etik

etik spiritual dan nilai-nilai kesejarahan. Gaya hidup konsumtif, materialistik,

hedonistik, dan demoralisasi, dehumanisasi, dll.

Kebebasan bertindak manusia sebagai nilai diambang kemusnahan.

Penemuan teknologi “dynamic psychotheraphy” mampu merangsang secara

baru bagian2 penting, shg kelakuan bisa diatur dan disusun.

Kemampuan perilaku seseorang diubah dg operasi dan manipulasi dalam

susunan syaraf otak melalui”psychosurgery’s infuse” kimiawi, obat bius

tertentu

munculnya isu abortus, euthanasia, penelitian – penelitian percobaan pada

manusia dan kloning (bank sperma, bayi tabung dengan sperma/ovum

bukan berasal dari suami-istri yang sah)

Namun Perkembangan IPTEK tak dpt dihindari,atau dihentikan,

sehingga IPTEK hanya memberi manfaat bagi kehidupan manusia jika

dikendalikan oleh sistem nilai etik – moral - agama. Di luar kendali nilai,

IPTEK hanya akan merugikan kehidupan manusia. Beberapa pokok nilai yg

perlu diperhatikan dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan agar ilmu

pengetahun dan teknologi dikembangkan secara manusiawi, yaitu :

Page 16: jawaban UAS filsafat

– Penghormatan hak azasi : Individu perlu dilindungi dari pengaruh

penindasan ilmu pengetahuan.

– Keadilan dalam bidang sosial,politik dan ekonomi

– Nilai manusia sebagai pribadi. Dalam dunia yg dikuasi teknologi harga

mns dinilai dari tempatnya sbg salah satu instrumen sistem administrasi

kantor tertentu. Mns dinilai bukan sbg pribadi ttp dari sudut kegunaannya.

Dalam melaksakan tugasnya, seorang petugas kesehatan harus berpegang

pada prinsip bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang luhur,

memiliki harkat dan bermartabat yang tinggi, mempunyai hak – hak azasi

yang tidak boleh dilanggar serta menganggap nyawa manusia/manusia bukan

sekedar objek

7. Model-model Bioetik yang ideal dimasa depan ( memahami isu-isu

bioetik / isu-isu etis dalam perilaku pelayanan kesehatan).

Model etika dalam bioetika :

a. Model Liberal-Radikal

Model ini menitikberatkan unsur kebebasan mutlak pribadi manusia

yang dipandang sebagai nilai yang unik dan mutlak. Keabsahan suatu

tindakan secara etis tergantung pada kebebasan mutlak si pelaku,

namun model ini tidak dapat diterima karena kebebasan tiap pribadi

selalu terkait dan mempengaruhi kebebasan orang lain. Kebebasan ini

“terbatas” karena manusia memiliki keterbatasan dalam dirinya.

Tanggung jawab dari kebebasan dan peran akal sehat memberikan

penilaian etis.

b. Model Pragmatis

Model ini bermula dari tradisi filsafat empiris yang diperkuat oleh etika

sosialis yang berasaskan filsafat praktis dan pembenaran dari

utilitarianisme sosial. Sifat model ini adalah daya guna dan efesiensi.

Penilaian etis ini menganut prinsip untung-rugi atau kebaikan-kejahatan

dari sebuah tindakan medis. Dalam menanggapi mofdel ini, prinsip

konsekuensialisme dan proporsionalisme dalam dunia etis perlu

dipertimbangkan secara komprehensif. Dalam mengambil keputusan

Page 17: jawaban UAS filsafat

perlu dipertimbangkan konsekuensi positif dan negatifnya dengan

matang ditinjau dari berbnagai sudut seperti etis, religius dan ekonomis.

Intinya manusia tidak bisa mengambil keputusan hanya berdasar

pertimbangan pragmatis tanpa memperhatikan konsekuensi-

konsekuensi yang proporsional.

c. Model Personalistis

Personalisme tidak identik dengan individualisme subyektif, sebab

personalisme memandang manusia sebagai suatu kesatuan badan, jiwa

dan roh yang menghadirkan nilai objektifnya. Rujukan model ini

bertujuan memelihara dan memajukan kebenaran utuh tentang manusia

dan model ini berpandangan bahwa manusia adalah nilai objektif,

normatif dan transenden. Manusia mesti dihargai sebagai subjek yang

memiliki harkat dan martabat yang luhur, maka tak heran, merupakan

tanggung jawab utama setiap manusia untuk menyelamatkan dan

melindungi siapapun yang sedang terancam, mengalaminkesulitan

hidup dan ditangani secara medis.

d. Model Keutamaan

Dalam sejarah teologi moral, Thomas Aquinas (1225-1274),

menempatkan etika tentang tubuh manusia dalam bingkai keadilan

sebagai salah satu keutamaan moral. Tubuhmanusia selalu berpaut dan

menyatu dengan seluruh hidup manusia, sehingga tubuh manusia harus

dihargai supaya tidak menimbulkan perendahan / pelecehan martabat

luhur manusia. Peran obat sering disalahgunakan oleh pihak tertentu

untuk mencari keuntungan pribadi, akibatnya seorang pasien sering

menerima berbagai jenis obat yang sebenarnya tidak diperlukan dalam

proses penyembuhannya. Pelayanan dalam bidang kemanusiaan yang

tanpa pandang bulu (diskriminasi sosial, ekonomi, rasial, politik maupun

religius) selalu didahulukan , yang diutamakan adalah kehidupan dan

keselamatan si pasien. Sebaiknya tenaga pelayan medis memiliki

keutamaan teologal (iman, harapan dan kasih) serta keutamaan moral

(adil, srif, berani dan ugahari). Yang diutamakan dan ditekankan dalam

pelayanan medis adalah penghargaan terhadap nilai dasar manusiawi

dalam diri tiap pasien. Tanggung jawab utama tenaga medis bertitik

Page 18: jawaban UAS filsafat

tolak dari nilai dasar kemanusiaan yang bersifat universal dan

merangkul semua pihak.

Dari ke empat model etika yang ada, kita dapat melihat sejumlah nilai

positif yang seharusnya dianut dalam menghadapi hidup, kesehatan,

pengobatan, dan pengaruh teknologi modern yang dapat mengubah,

memperpanjang/ memperpendek hidup manusia. Dalam hal ini

diperlukan kejelian dalam menerapkan teori/ prinsip-prinsip dasar hidup

manusia sambil mengasah ketajaman hati nurani. Dunia bioetika terkait

dengan peranhati nurani yang benar, sehat, bersih dan bertanggung

jawab terutama pada saat mengambil keputusan penting terkait dengan

hidup manusia.

8. Implementasi pilar-pilar filosofis dalam praktek dunia kesehatan

( latar belakang profesi).

Ilmuwan dan professional yang diharapkan mampu menerapkan dan

mengembangkan ilmunya, sebab dalam prakteknya di lapangan akan

dihadapi permasalahan yang mendasar. Dalam penerapan pengembangan

dan penemuan teori/ilmu tidak cukup hanya mendasarkan pada keterampilan

pengetahuan dan kemampuan penguasaan konsep-konsep serta teori

keilmuwan dalam bidangnya masing-msing, akan tetapi juga landasan

pemahaman mengenai hakikat ilmu (dasar ontologis), cara pengembangan

ilmu (dasar epistemologis) dan kaidah-kaidah moral etika agama sebagai

dasar pertimbangan mengenai untuk apa teori/ilmu itu

dikembangkan,diterapkan atau ditemukan (dasar aksiologis).

Ilmu sebenarnya tidak pernah selesai kendati ilmu itu didasarkan pada

kerangka: objektif, rasional, sistematis,logis dan empiris. Dalam

perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan

terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari altenatif-alternatif

pengembangannya, melalui kajian, penelitian, eksperimen baik mengenai

aspek ontologism, epistemologis dan aksiologisnya

Dengan menerapkan dasar-dasar pemikiran filsafat dalam bidang atau

pekerjaan sehari-hari kita dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :

Page 19: jawaban UAS filsafat

Dengan memahami hakikat ilmu (ontologi), baik calon ilmuwan maupun

calon profesional memiliki pandangan luas dan komprehensif tentang

ilmu sehingga dapat menempatkan dan memposisikan ilmu secara

proporsional dalam kehidupan manusia.

Penerapan filsafat ilmu, individu akan memiliki ketajaman dalam

melakukan analisis ilmiah karena dalam melakukan riset, individu akan

selali dihadapkan pada berbagai metode ilmiah seperti induksi, deduksi,

sintesisme, dll. Semakin dalam individu mempelajari filsafat ilmu, maka

individu tersebut akan semakin mudah menemukan metode apa yang

cocok dengan riset yang akan dilakukannya.

Dengan memahami dasar – dasar kebenaran dan cara kerja keilmuan

(epistemologi), calon ilmuwan dan calon profesional mampu

mengembangkan sikap mental, cara – cara berpikir kritis dalam

kehidupan berbudaya keilmuan.

Dengan penerapan filsafat ilmu, individu akan memiliki akal yang kritis,

karena individu tersebut dihadapkan pada berbagai teori pengetahuan

ilmiah (rasionalisme, empirisisme, materialisme, positivisme, dll).

Dengan memahami berbagai teori pengetahuan ilmiah, maka individu

tersebut mampu memilah dan memilih mana konsep atau teori yang

dirasakan paling tepat penggunaannya sesuai dengan konteksnya.

Dengan memahami aspek nilai dari kegunaan ilmu (Aksiologi) maka

calon ilmuwan dan calon profesional memiliki kesadaran dan tanggung

jawab moral, etika dan keagamaan, dengan demikian tidak akan terjebak

pada pengembangan ilmu yang bersifat fisik semata sehingga setiap

pengembangan ilmu paling tidak validitas dan reliabilitasnya dapat

dipertanggungjawabkan baik berdasarkan context of justification dan

context of discovery.

Seorang individu yang menerapkan filsafat ilmu dalam bidangnya sehari-

hari memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat

karena individu tersebut menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak

hanya dikembangkan untuk kepentingan ilmu semata, tetapi juga untuk

kepentingan masyarakat juga.

Page 20: jawaban UAS filsafat